Case Osteomielitis

31
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTIFIKASI Nama : An. K Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 10 tahun Alamat : Tirta Kencana, Kec. Makarti Jaya Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar Bangsa : Indonesia MRS : 21 November 2008 II. ANAMNESIS Keluhan utama : Bengkak dan sulit menggerakkan tungkai kanan Riwayat perjalanan penyakit : ± 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami keseleo ketika berjalan. Kemudian timbul bengkak kemerahan di tempat tersebut. Pasien berobat ke bidan dan bengkak dipecahkan oleh bidan tersebut. Bengkak mengecil namun tetap ada. Nyeri saat berjalan (+), demam (+). 1

description

case

Transcript of Case Osteomielitis

Page 1: Case Osteomielitis

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : An. K

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 10 tahun

Alamat : Tirta Kencana, Kec. Makarti Jaya

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Bangsa : Indonesia

MRS : 21 November 2008

II. ANAMNESIS

Keluhan utama :

Bengkak dan sulit menggerakkan tungkai kanan

Riwayat perjalanan penyakit :

± 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami keseleo ketika berjalan.

Kemudian timbul bengkak kemerahan di tempat tersebut. Pasien berobat ke bidan dan

bengkak dipecahkan oleh bidan tersebut. Bengkak mengecil namun tetap ada. Nyeri

saat berjalan (+), demam (+).

± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita berobat ke puskesmas dengan

keluhan bengkak yang tidak kunjung sembuh. Nyeri berkurang, demam (-).

Riwayat penyakit lain :

Tidak ada

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga :

Tidak ada

1

Page 2: Case Osteomielitis

III.PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis :

Kesadaran : compos mentis

RR : 26 x/ menit

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 108 x/ menit

Suhu : 36 oC

Keadaan gizi : cukup

Kepala : Tidak ada kelainan

Kulit : Tidak ada kelainan

KGB : Tidak ada pembesaran

Leher : Tidak ada kelainan

Thorax : Tidak ada kelainan

Abdomen : Tidak ada kelainan

Ekstremitas atas : Tidak ada kelainan

Ekstremitas bawah : Lihat status lokalis

Status lokalis

Regio cruris dextra

Look : Luka ukuran 1x1 cm, pus (+), deformitas (+)

Feel : Teraba hangat dan fluktuasi (+) pada benjolan, nyeri tekan

(+), NVD baik

Move : ROM aktif pasif terbatas.

2

Page 3: Case Osteomielitis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan radiologi

Rontgen cruris dextra AP/Lateral :

- Tampak fraktur pada 1/3 distal fibula

- Tampak ada gambaran destruksi tulang pada distal fibula

3

Page 4: Case Osteomielitis

Pemeriksaan laboratorium (tanggal 19 November 2008 )

Hemoglobin : 12,5 gr/dl

Hematokrit : 37 vol %

Leukosit : 6800 / mm3

Trombosit : 446.000/mm3

LED : 8 mm/jam

Hitung jenis : 0/5/2/64/26/3

IV. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

Osteomielitis kronis

Osteosarcoma

V. DIAGNOSIS

Osteomielitis kronis fibula dextra

VI. PENATALAKSAAN

- Bed rest

- Diet TKTP

- IVFD RL gtt XX/menit

- Cefotaxime 2x400 mg/hari (iv)

- Chloramphenicol 50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis interval 6 jam (iv)

- Inj. Metampiron 3x250 mg/hari

- Rencana kultur dan tes resistensi pus

- Rencana debridement dan immobilisasi dengan back slab

- Rencana fisioterapi

VII. PROGNOSIS

Qua ad vitam : bonam

Qua ad functionam : dubia ad bonam

4

Page 5: Case Osteomielitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. PENDAHULUAN

Osteomielitis merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang, baik oleh bakteri

piogenik maupun non-piogenik. Infeksi ini bersifat progresif dan mengakibatkan

terjadinya proses penghancuran tulang, nekrosis tulang, serta pembentukan tulang

baru. Osteomielitis masih menjadi permasalahan di Indonesia1 karena:

- kesadaran masyarakat akan higiene masih rendah

- diagnosis penyakit sering terlambat sehingga akhirnya menjadi osteomielitis kronis

- masih banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang belum memiliki sarana diagnostik

yang memadai

- angka kejadian penyakit infeksi di Indonesia masih tinggi

- pengobatan osteomielitis membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang

cukup tinggi, sehingga sulit dijangkau masyarakat dengan tingkat sosioekonomi

rendah

- banyak penderita dengan fraktur terbuka yang terlambat dirawat dan datang ke

dokter atau rumah sakit setelah mengalami komplikasi osteomielitis

Keberhasilan pengobatan terhadap osteomielitis ditentukan oleh faktor diagnosis dini

dan penatalaksanaan pengobatan berupa pemberian antibiotika atau tindakan

pembedahan. Dengan diagnosis dini dan pengobatan yang adekuat, di masa yang

akan datang diharapkan osteomielitis tidak akan menjadi masalah lagi di bidang

kesehatan, khususnya di negara-negara berkembang.

II.2. FREKUENSI

Di Amerika Serikat tercatat angka kejadian osteomielitis adalah satu kasus per

5.000 anak. Angka kejadian osteomielitis pada neonatal sekitar 1 kasus per 1.000

kelahiran hidup. Pada penderita sickle cell anemia, angka kejadian penyakit ini adalah

sekitar 0,36% per tahun. Osteomielitis dapat terjadi pada sekitar 16% pasien yang

5

Page 6: Case Osteomielitis

sebelumnya mengalami luka tusuk pada kaki, dan angka ini meningkat menjadi 30-

40% bila pasien menderita diabetes mellitus.2, 3 Tulang yang paling sering mengalami

osteomielitis adalah tibia (50%), disusul oleh femur (30%), fibula (12%), humerus

(3%), ulna (3%), dan radius (2%).3 Di seluruh dunia, angka kejadian osteomielitis

lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada negara-negara maju, antara lain

karena lebih tingginya angka kejadian luka tusuk dan fraktur terbuka serta banyaknya

luka yang terkontaminasi dan terlambat dirawat, sehingga mengalami komplikasi

berupa osteomielitis.

II.3. ETIOLOGI

Dalam keadaan normal, tulang resisten terhadap infeksi. Namun terdapat

sejumlah faktor yang dapat menjadi predisposisi terjadinya osteomielitis,1, 2, 3 antara

lain:

- inokulasi luas oleh kuman

- trauma yang menyebabkan kerusakan atau kematian tulang

- adanya benda asing

- adanya penyakit yang menurunkan daya tahan penderita

- umur (jenis osteomielitis tertentu lebih banyak dijumpai pada kelompok usia

tertentu, misalnya osteomielitis hematogen akut lebih sering dijumpai pada bayi

dan anak-anak, osteomielitis akibat fraktur terbuka lebih sering dijumpai pada

orang dewasa, osteomielitis spinal lebih sering dijumpai pada orang berusia di atas

45 tahun)

- jenis kelamin (laki-laki:wanita = 2:1)

- lokasi (osteomielitis lebih sering terjadi pada tulang panjang, terutama di daerah

metafisis)

- nutrisi, lingkungan, dan higiene yang buruk

Berdasarkan umur penderita osteomielitis, mikroorganisme yang paling sering

diisolasi antara lain2:

- pada bayi (<1 tahun): Streptococcus grup B, Staphylococcus aureus, Escherichia

coli

6

Page 7: Case Osteomielitis

- pada anak-anak (1-16 tahun): Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes,

Haemophilus influenzae

- pada orang dewasa (>16 tahun): Staphylococcus aureus, Staphylococcus

epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, Serratia marcescens, Escherichia coli

II.4. PATOGENESIS

Penyebaran osteomielitis dapat terjadi melalui dua cara, yaitu:

1. Penyebaran umum

- melalui sirkulasi darah berupa bakterimia dan septikemia

- melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifokal di daerah-daerah

lain

2. Penyebaran lokal

- abses subperiosteal akibat penerobosan abses melalui periosteum

- selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah kulit

- penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik

- penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem sirkulasi dalam tulang

terganggu, yang menyebabkan kematian tulang lokal dengan terbentuknya

tulang mati yang disebut sekuester.

Osteomielitis selalu dimulai dari daerah metafisis.1, 4 Ada beberapa teori yang

menjelaskan terjadinya infeksi pada daerah metafisis,1 antara lain:

1. Teori vaskular (Trueta)

Pada daerah metafisis terdapat banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok dan

membentuk sinus-sinus, sehingga aliran darah pada daerah ini menjadi lebih

lambat. Lambatnya aliran darah menyebabkan bakteri mudah berkembang biak.

2. Teori fagositosis (Rang)

Metafisis merupakan daerah pembentukan sistem retikulo-endotelial. Bila terjadi

infeksi, bakteri akan difagosit oleh sel-sel fagosit matur yang banyak terdapat di

daerah ini. Akan tetapi, pada daerah ini juga terdapat sel-sel fagosit imatur yang

7

Page 8: Case Osteomielitis

tidak dapat memfagosit bakteri sehingga beberapa bakteri tidak difagosit dan

dapat berkembang biak.

3. Teori trauma

Dari percobaan pada binatang, bila dilakukan trauma artifisial maka akan terjadi

hematoma pada daerah lempeng epifisis. Bila setelah itu dilakukan penyuntikan

bakteri secara intravena, maka akan terjadi infeksi pada daerah hematoma

tersebut.

Patogenesis osteomielitis bersifat multifaktorial dan masih belum banyak

dipahami. Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi sehingga dapat

menyebabkan osteomielitis ialah umur penderita, daya tahan tubuh, lokasi infeksi,

serta virulensi kuman.1, 3 Infeksi pada tulang dapat terjadi dari fokus infeksi di tempat

lain melalui aliran darah. Embolus infeksi kemudian masuk ke dalam juksta epifisis

pada daerah metafisis tulang panjang. Selanjutnya terjadi hiperemi dan edema di

daerah metafisis disertai pembentukan pus. Jaringan tulang tidak dapat berekspansi,

sehingga pembentukan pus di dalam tulang akan mengakibatkan tekanan dalam

tulang meningkat. Peningkatan tekanan dalam tulang akan mengganggu sirkulasi dan

menyebabkan trombosis pada pembuluh darah tulang, sehingga akhirnya tulang akan

mengalami nekrosis membentuk sekuester. Jaringan periosteum yang terangkat oleh

pus kemudian akan membentuk jaringan tulang baru di bawahnya, yang dikenal

sebagai reaksi periosteal. Di dalam tulang itu sendiri dibentuk tulang baru, baik pada

trabekula maupun korteks, sehingga tulang terlihat lebih radioopak dan dikenal

sebagai sklerosis. Tulang yang dibentuk di bawah periosteum ini membentuk

bungkus bagi tulang lama dan disebut involukrum. Pembentukan pus yang terus

menerus akan menembus tulang, lalu pus tersebut keluar melalui lubang di

involukrum yang disebut kloaka, terus menembus jaringan lunak dan kulit lalu keluar

melalui muara fistula di permukaan kulit. Bila hingga tahap ini osteomielitis belum

mendapat pengobatan yang adekuat, maka penyakit akan berkembang menjadi kronis.

Berdasarkan umur dan pola vaskularisasi pada daerah metafisis dan epifisis,

terdapat tiga jenis proses patologis pada osteomielitis, yaitu:

8

Page 9: Case Osteomielitis

1. Pada bayi

Pada bayi, kapiler-kapiler kecil menyeberangi lempeng epifisis, sehingga infeksi

dapat menyebar dari metafisis dan epifisis ke dalam sendi. Dengan demikian,

seluruh tulang termasuk persendian dapat terkena infeksi.

2. Pada anak-anak

Dengan terbentuknya lempeng epifisis serta proses penulangan yang sempurna,

maka risiko infeksi pada epifisis berkurang. Lempeng epifisis resisten terhadap

infeksi. Selain itu, antara metafisis dan epifisis tidak ada hubungan vaskularisasi

yang berarti. Infeksi pada sendi hanya dapat terjadi bila ada infeksi langsung

intra-artikular.

3. Pada orang dewasa

Pada orang dewasa, lempeng epifisis telah hilang sehingga infeksi dapat meyebar

ke epifisis. Walaupun demikian, infeksi intra-artikular sangat jarang terjadi.

Abses subperiosteal juga lebih sulit terjadi karena periosteum melekat erat dengan

korteks.

II.5. KLASIFIKASI

Terdapat beberapa macam klasifikasi osteomielitis, antara lain klasifikasi

menurut waktu onset penyakit, klasifikasi Waldvogel, klasifikasi Cierny-Mader,

klasifikasi Kelly, klasifikasi Weiland, klasifikasi May, dan klasifikasi Gordon3:

1. Klasifikasi menurut waktu onset penyakit:

a. Osteomielitis akut (penyakit berkembang dalam waktu kurang dari 2 minggu

setelah onset)

b. Osteomielitis subakut (penyakit berkembang dalam beberapa minggu seelah

onset)

c. Osteomielitis kronis (penyakit berkembang dalam beberapa bulan setelah

onset)

2. Klasifikasi Waldvogel5:

9

Page 10: Case Osteomielitis

a. Osteomielitis hematogen akut (osteomielitis primer)

Osteomielitis jenis ini disebabkan oleh infeksi tulang oleh kuman yang

menyebar melalui sirkulasi. Osteomielitis jenis ini lebih banyak dijumpai pada

anak-anak (85% penderita berusia kurang dari 17 tahun), dan lebih sering

dialami oleh laki-laki. Pada anak-anak, osteomielitis jenis ini biasanya terjadi

pada tulang panjang, sedangkan pada dewasa biasanya terjadi pada vertebrae

thoracalis atau lumbalis.

b. Osteomielitis contiguous focus (osteomielitis sekunder)

Osteomielitis jenis ini disebabkan oleh infeksi langsung pada tulang dari

fokus infeksi di dekatnya (misalnya infeksi pada trauma jaringan lunak,

fraktur terbuka, luka bekas operasi, ulkus dekubitus, dan lain-lain).

Osteomielitis ini memiliki puncak distribusi yang bifasik, yakni banyak

dijumpai pada usia muda sekunder akibat trauma dan luka bekas operasi serta

pada usia tua sekunder akibat ulkus dekubitus.

c. Osteomielitis dengan insufisiensi vaskular (osteomielitis sekunder)

Osteomielitis jenis ini biasanya dialami oleh para penderita diabetes mellitus.

Sebagian besar penderita berusia antara 40-70 tahun.

Klasifikasi Waldvogel hingga kini tetap dianggap sebagai klasifikasi utama

osteomielitis, tetapi klasifikasi ini lebih didasarkan atas etiologi penyakit sehingga

kurang dapat digunakan untuk menentukan penatalaksanaan selanjutnya berupa

pemberian antibiotika ataupun pembedahan. Oleh karena itu, berbagai sistem

klasifikasi lain telah dikembangkan dengan menekankan pada aspek-aspek klinis

tertentu dari osteomielitis.

3. Klasifikasi Cierny Mader6:

a. Tipe anatomi:

- Tipe I (osteomielitis medular), bila infeksi terbatas pada daerah

intramedular

- Tipe II (osteomielitis superfisial), bila permukaan tulang yang nekrotik

berhubungan dengan dunia luar dan mengalami infeksi

10

Page 11: Case Osteomielitis

- Tipe III (osteomielitis lokal), ditandai dengan sekuesterasi seluruh korteks

yang dapat diatasi dengan pembedahan tanpa mengurangi stabilitas tulang

- Tipe IV (osteomielitis difusa), proses osteomielitis melibatkan seluruh

bagian tulang dan sudah mengganggu stabilitas tulang

b. Tipe penderita:

- Host A, penderita dengan keadaan fisiologi, metabolisme, dan imunitas

normal

- Host B, penderita dengan penyulit sistemik, atau lokal, atau keduanya

- Host C, penderita yang morbiditasnya menjadi lebih buruk dengan

pengobatan yang diberikan

Sistem klasifikasi Cierny-Mader merupakan contoh sistem yang baik digunakan

dalam mendiagnosis dan menatalaksana osteomielitis pada tulang panjang, karena

sistem ini didasarkan pada anatomi infeksi tulang dan fisiologi penderita.

4. Klasifikasi Kelly7:

a. Osteomielitis hematogen

b. Osteomielitis pada fraktur dengan union

c. Osteomielitis pada fraktur dengan non-union

d. Osteomielitis pascaoperasi tanpa fraktur

Sistem klasifikasi ini menekankan pada etiologi penyakit dan hubungannya

dengan penyembuhan fraktur.

5. Klasifikasi Weiland8:

Weiland mendefinisikan osteomielitis kronis sebagai suatu luka dimana tulang

berhubungan dengan dunia luar, dengan hasil kultur tulang positif, disertai

drainase pus selama lebih dari 6 bulan. Menurut Weiland, jenis luka seperti

dijelaskan di atas bila masih kurang dari 6 bulan belum dapat dianggap suatu

osteomielitis kronis. Lebih jauh lagi, infeksi dibagi berdasarkan keterlibatan

jaringan lunak dan lokasi infeksi tulang sebagai berikut:

11

Page 12: Case Osteomielitis

a. Osteomielitis tipe I, merupakan luka dengan tulang yang terpapar terhadap

dunia luar tanpa adanya bukti infeksi pada tulang tetapi ada bukti infeksi pada

jaringan lunak

b. Osteomielitis tipe II, meliputi infeksi sirkumferensial, kortikal, dan endosteal,

pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran respons inflamasi, peningkatan

densitas tulang, dan sklerosis pada korteks disertai gambaran sekuester dan

involukrum

c. Osteomielitis tipe III, meliputi infeksi kortikal dan endosteal disertai

kerusakan tulang segmental

6. Klasifikasi May9:

a. Tipe I, tibia utuh dan fibula mampu menahan beban fungsional (waktu

pemulihan 6-12 minggu)

b. Tipe II, tibia utuh dan bone graft hanya diperlukan sebagai penyokong

struktural (waktu pemulihan 3-6 bulan)

c. Tipe III, kerusakan tibia ≤6 cm dengan fibula utuh (waktu pemulihan 6-12

bulan)

d. Tipe IV, kerusakan tibia >6 cm dengan fibula utuh (waktu pemulihan 12-18

bulan)

Sistem klasifikasi ini menekankan pada keadaan tibia setelah dilakukan tindakan

debridement jaringan lunak dan tulang. Sistem ini bermanfaat untuk menentukan

berapa lama waktu pemulihan yang dibutuhkan dalam keadaan ideal sampai

penderita mampu berdiri dan berjalan lagi tanpa menggunakan alat bantu. Namun,

banyak faktor dapat mempengaruhi waktu pemulihan, antara lain umur penderita,

adanya gangguan metabolisme, mobilitas kaki dan pergelangankaki penderita,

keadaan neurovaskular, dan motivasi pasien sendiri.

7. Klasifikasi Gordon10:

Gordon mengklasifikasikan osteomielitis berdasarkan adanya nonunion tibia yang

terinfeksi dan adanya kerusakan segmental:

12

Page 13: Case Osteomielitis

a. Tipe A, kerusakan tibia dan nonunion tanpa disertai hilangnya segmen tulang

yang berarti

b. Tipe B, kerusakan tibia >3 cm dengan fibula utuh

c. Tipe C, kerusakan tibia >3 cm disertai kerusakan fibula

Klasifikasi Gordon bermanfaat untuk menentukan prognosis hasil operasi

transplantasi otot (misalnya keberhasilan penyambungan muscle flap). Setelah

luka dan infeksi ditangani dengan baik, keadaan tulang akan menentukan hasil

klinis selanjutnya.

II.6. DIAGNOSIS

Gambaran klinis osteomielitis akut sedikit berbeda dengan osteomielitis

kronis.1, 4, 11 Pada osteomielitis akut, gejala-gejala yang dapat dijumpai antara lain:

- demam tinggi (pada neonatus hanya 50%)

- iritabilitas

- kelemahan

- malaise

- pseudoparalisis (pada neonatus)

- nyeri pada daerah yang terkena

- edema lokal dan eritema pada daerah yang terkena

- gangguan pergerakan

Pada osteomielitis kronis, gejala-gejala yang dapat dijumpai antara lain:

- ulkus yang tak sembuh-sembuh, disertai pus

- kelemahan kronis

- malaise

- nyeri dan sulit menggerakkan daerah yang terkena

- demam pada beberapa kasus

Berbagai gejala klinis di atas perlu ditanyakan dalam anamnesis. Selain itu, dari

pemeriksaan fisik mungkin didapatkan tanda-tanda sebagai berikut:

13

Page 14: Case Osteomielitis

- demam

- edema

- hangat pada tungkai yang terlibat

- nyeri tekan

- fluktuasi

- luas gerak sendi berkurang

- fistula dengan pengaliran pus

Dari pemeriksaan laboratorium,1, 3, 11, 12 didapatkan:

1. Pemeriksaan darah rutin:

- leukosit meningkat, menandakan adanya infeksi, tetapi mungkin pula nilai

leukosit tetap normal

- shift to the left

- C-reactive protein umumnya meningkat, tetapi hasil ini tidak spesifik

- LED 90% mengalami peningkatan, tetapi hasil ini juga tidak spesifik

2. Kultur:

- kultur darah untuk menentukan jenis bakteri positif pada 50% penderita

osteomielitis hematogen, kemudian diikuti dengan uji sensitivitas

- kultur/aspirasi dari lokasi infeksi (pada 25% kasus normal)

Dari pemeriksaan radiologis,1, 4, 11, 12 didapatkan:

- Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama biasanya tidak ditemukan

kelainan radiologis yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan

jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah lewat sepuluh hari

(2 minggu) berupa proses osteolitik dan osteosklerotik, reaksi periosteal,

pembentukan sekuester dan involukrum, disertai pembengkakan jaringan lunak.

- Pemeriksaan radioisotop dengan 99mtechnetium akan memperlihatkan adanya

penangkapan isotop pada daerah lesi.

- Pemeriksaan ultrasonografi memperlihatkan adanya efusi pada daerah sendi.

14

Page 15: Case Osteomielitis

Gambar 1. Contoh hasil foto Röntgen osteomielitis kronis pada kaki kiri. Tampak

kerusakan korteks dan sekuester intramedular. Didapati osteopenia dan osteoporosis

pada bagian distal.

Kriteria diagnosis yang umum digunakan di Indonesia ialah:

1. Didapatkan pus pada aspirasi

2. Kultur darah atau tulang positif

3. Temuan pemeriksaan fisik klasik berupa nyeri tekan pada tulang dengan eritema

dan edema jaringan lunak

4. Hasil pencitraan positif

Diagnosis osteomielitis sudah dapat ditegakkan bila didapatkan positif 2 dari 4

kriteria di atas. Diagnosis banding dari osteomielitis meliputi selulitis, Ewing

sarcoma, osteosarcoma, dan lain-lain.

II.7. PENATALAKSANAAN

Osteomielitis diobati dengan pemberian antibiotika dan tindakan pembedahan.

Penatalaksanaan konservatif adalah dengan melakukan immobilisasi, tungkai yang

terlibat diistirahatkan dan dielevasi (misalnya dengan back slab atau Thomas splint)

dan memberikan antibiotika penisilin atau cloxacilin dengan probenecid intravena

sebelum hasil kultur didapat, dilanjutkan dengan memberikan antibiotika yang sesuai

dengan hasil uji sensitivitas. Pemberian antibiotika dilakukan selama sedikitnya 4-6

minggu1 dengan memperhatikan keadaan umum dan laju endap darah penderita.

15

Page 16: Case Osteomielitis

Antibiotika biasanya tetap diberikan hingga 2 minggu setelah laju endap darah

kembali ke nilai normal. Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh:

- pemberian antibiotika yang tidak sesuai dengan mikroorganisme penyebab infeksi

- dosis tidak adekuat

- lama pemberian tidak cukup

- timbul resistensi

- kesalahan hasil kultur (laboratorium)

- antibiotika kombinasi yang bersifat antagonis

- pengobatan suportif yang buruk

- kesalahan diagnosis

Indikasi terapi bedah antara lain adalah bila produksi pus banyak, terapi

konservatif gagal, pernderita mengalami nyeri yang hebat, ada sekuester, dicurigai

ada perubahan ke arah keganasan (misalnya epidermoid carcinoma), atau penderita

dengan infeksi pada ujung atas dan bawah femur atau humerus (untuk mencegah

kerusakan epifisis). Saat terbaik untuk melakukan tindakan tindakan pembedahan

adalah ketika involukrum sudah cukup kuat, sehingga fraktur pascaoperasi dapat

dihindari.

II.8. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi1, 3, 12 pada para penderita osteomielitis antara

lain meliputi:

- osteomielitis rekuren (pada 3-40% penderita)

- osteomielitis kronis

- gangguan stabilitas

- gangguan neurologis

- cacat ekstremitas permanen

- kontraktur sendi

- fraktur patologis

- perubahan menjadi keganasan pada jaringan epidermis

- kerusakan epifisis dan gangguan pertumbuhan

16

Page 17: Case Osteomielitis

BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang anak laki-laki berumur 10 tahun, beralamat di luar kota, masuk

rumah sakit dengan keluhan bengkak dan sulit menggerakkan tungkai kanan. Pada

anamnesis lebih lanjut, diketahui bahwa keluhan tersebut telah dialami penderita

sejak ± 3 bulan sebelum datang ke rumah sakit. penderita mengalami keseleo ketika

berjalan. Kemudian timbul bengkak kemerahan di tempat tersebut. Pasien berobat ke

bidan dan bengkak dipecahkan oleh bidan tersebut. Bengkak mengecil namun tetap

ada. Nyeri saat berjalan (+), demam (+). Pada ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit,

penderita berobat ke puskesmas dengan keluhan bengkak yang tidak kunjung

sembuh. Nyeri berkurang, demam (-).Gejala-gejala klinis yang dikeluhkan penderita

merupakan gejala-gejala osteomielitis, tetapi diagnosis lain seperti keganasan masih

belum dapat disingkirkan.

Riwayat penyakit dahulu tidak ada. Penderita menyangkal adanya riwayat

penyakit yang sama dalam keluarganya.

Dari pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pernafasan, nadi, tekanan

darah dan suhu berada dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan fisik status lokalis

pada regio cruris dextra pada look terlihat luka dengan drainase nanah. Pada feel,

regio cruris dextra nyeri tekan positif, teraba hangat dan terdapat fluktuasi pada

benjolan. Adanya sinus dengan drainase nanah menandakan bahwa penyakit ini, bila

benar merupakan osteomielitis, bersifat kronis. NVD pasien masih baik dan ROM

aktif pasif terbatas.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium dan

radiologi (foto Röntgen). Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosit

6800/mm3 dan laju endap darah 8 mm/jam dalam batas normal hal ini dikarenakan

penderita mendapatkan pengobatan antibiotik. Foto Röntgen cruris dextra

menunjukkan gambaran osteolitik (destruksi tulang) mengesankan adanya

osteomielitis kronis. Meskipun gambaran destruksi tulang juga dapat dijumpai pada

osteosarcoma, namun pada foto tersebut tidak tampak gambaran khas berupa

17

Page 18: Case Osteomielitis

Codman’s triangle dan sunburst appearance, seperti pada osteosarcoma. Hasil

pemeriksaan penunjang ini sangat mendukung ditegakkannya diagnosis osteomielitis

kronis.

Berdasarkan kriteria diagnosis osteomielitis yang telah dijelaskan pada Bab II,

telah didapatkan positif 3 dari 4 kriteria, sehingga diagnosis osteomielitis kronis

fibula dextra sudah dapat ditegakkan.

Penatalaksanaan terhadap penderita ini meliputi tindakan konservatif dan

operatif. Tindakan konservatif berupa bed rest, diet TKTP, pemberian infus,

pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri, pemberian antibiotik parenteral yang

sesuai dengan hasil kultur dan test resistensi. Kemudian direncanakan tindakan

operatif yaitu debridement dan immobilisasi dengan back slab. Selanjutnya

direncanakan tindakan fisioterapi.

Prognosis penderita quo ad vitam adalah bonam dan quo ad functionam

adalah dubia ad bonam.

18

Page 19: Case Osteomielitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang

Lamumpatue.

2. King, Randall W. 2006. Osteomyelitis. (online) (available from:

http://www.emedicine.com/emerg/topic349.htm).

3. Bo-Eisa, Ahmad. 2005. Osteomyelitis. (online) (available from:

http://www.emedicine.com/orthoped/topic429.htm).

4. Siregar, Pahurum U. T. 1995. Osteomielitis. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu

Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.

5. Waldvogel, F. A., Medoff G., Swartz M. N. 1970. Osteomyelitis: A Review of

Clinical Features, Therapeutic Considerations and Unusual Aspects. North

England Journal of Medicine; January 22nd, 1970; 282 (4): 198-206.

6. Cierny G., Mader J. T. 1984. Adult Chronic Osteomyelitis. Orthopaedics 1984;

7:1557.

7. Kelly, P. J. 1984. Infected Nonunion of the Femur and Tibia. Orthopaedics

Clinical Journal of North America; July 1984; 15(3): 481-490.

8. Weiland A. J., Moore J. R., Daniel R. K. 1984. The Efficacy of Free Tissue

Transfer in The Treatment of Osteomyelitis. American Journal of Bone and Joint

Surgery; February 1984; 66(2): 181-193.

9. May J. W. Jr., Jupiter J. B., Weiland A. J., et al. 1989. Clinical Classification of

Post-traumatic Tibial Osteomyelitis. American Journal of Bone and Joint

Surgery; October 1989; 71(9): 1422-1428.

10. Gordon L., Chiu E. J. 1988. Treatment of Infected Non-unions and Segmental

Defects of The Tibia with Staged Microvascular Muscle Transplantation and

Bone-grafting. American Journal of Bone and Joint Surgery; March 1988; 70(3):

377-386.

19

Page 20: Case Osteomielitis

20