Endometriosis

38
STUDENT PROJECT THE REPRODUCTIVE SYSTEM AND DISORDERS ENDOMETRIOSIS Oleh : Jananuraga Maharddhika (1002005011) Ni Wayan Kertiasih (1002005012) Putu Ayu Ditha Krisnadewi S. (1002005033) Dian Galih Siliwangi (1002005040) I Gusti Ngurah Ariwangsa Asbita (1002005050) I Gede Bhakti Suputra (1002005079) I Putu Satya Kreshnanda (1002005083) Putu Bagus Anggaraditya (1002005129) Velia Adriana (1002005158) I Kadek Ita Diatmika (1002005172) I Gusti Putu Sinar Adinata W. (1002005179)

description

Endometriosis merupakan keadaan patologis dengan ciri khas berupa pertumbuhan kalenjar atau stroma yang menyerupai endometrium di luar rongga uterus atau lesi endometriotik ektopik. Endometriosis dipengaruhi estrogen dan progesteron sehingga secara periodik mengalami perdarahan dan jaringan disekitarnya mengalami inflamasi dan perlekatan. Endometriosis merupakan penyakit yang bergantung dengan kadar estrogen akibat P450 aromatase dan defisiensi 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase. Aromatase mengkatalisis sintesis estron dan estradiol dari androstenedion dan testosteron, dan berada pada sel retikulum endoplasma. Pada sel granulosa 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi estrogen lemah (estron). Endometriosis sering ditemukan pada wanita usia reproduksi dengan persentase masing-masing 7-10% wanita usia reproduksi dan kira-kira 4 orang per 1000 wanita masuk rumah sakit dengan kondisi tersebut tiap tahunnya.

Transcript of Endometriosis

STUDENT PROJECT

THE REPRODUCTIVE SYSTEM AND DISORDERSENDOMETRIOSIS

Oleh :

Jananuraga Maharddhika(1002005011)Ni Wayan Kertiasih(1002005012)Putu Ayu Ditha Krisnadewi S.(1002005033)

Dian Galih Siliwangi(1002005040)

I Gusti Ngurah Ariwangsa Asbita(1002005050)

I Gede Bhakti Suputra(1002005079)

I Putu Satya Kreshnanda(1002005083)

Putu Bagus Anggaraditya(1002005129)

Velia Adriana(1002005158)

I Kadek Ita Diatmika(1002005172)

I Gusti Putu Sinar Adinata W.(1002005179)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2013BAB I

PENDAHULUAN

Endometriosis merupakan suatu kondisi klinis dimana terdapat presentasi jaringan endometrial ektopic. Dalam beberapa literatur tercatat pasien dengan kondisi ini umumnya mengeluhkan nyeri pelvis kronis, dismenorrea, dispareunia, dan subfertil. Kondisi ini menjadi sangat stressfull bagi penderitanya karena memelukan pengobatan yang cukup lama dengan tingkat kekambuhan dalam 5 tahun sampai dengan 50%. Infertilitas yang berkaitan dengan kondisi ini juga merupakan komplikasi yang sampai saat ini masih sulit untuk ditangani. Menurut data terakhir, kondisi ini mengenai hampir 7-10% wanita pada populasi umum di Amerika Serikat dengan 4 per 1000 diantaranya dirawat di rumah sakit tiap tahunnya. Salah satu teori yang paling banyak diyakini saat ini adalah akibat konversi metaplastik dari coelomic epithelium dan hematogenous atau lymphatic dispersion dari sel endometrium dengan pengaruh dari gabungan berbagai faktor yang nantinya menentukan keparahan dari penyakit ini.1,2Berbagai faktor resiko diyakini memiliki kontribusi pada kejadian penyakit ini adalah riwayat keluarga endometriosis, menstruasi pertama di usia yang lebih muda, siklus menstruasi yang pendek atau panjang, menstruasi dengan pendarahan berat, kontrasepsi, defek pada uterus atau tuba fallopi serta defisiensi besi juga mungkin berkontribusi pada onset dini dari endometriosis.1Prevalensi penyakit ini juga masih cukup tinggi yakni mencapai 40-60% pada wanita dengan dismenorrea, 15% pada wanita dengan abdominopelvic pain, 20-30% pada wanita dengan subfertil, dan pada wanita tanpa gejala prevalensi penyakit ini mencapai 2-22%. Sebagaimana disebutkan diatas, penyakit ini memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi, efek samping dari terapi yang cukup banyak, dan lama terapi yang panjang, serta kesembuhan total yang sampai saat ini masih belum dapat dicapai, maka penting bagi dokter untuk dapat melakukan edukasi yang baik pada pasien sehingga dapat tercapai 3 tujuan pengobatan endometriosis, yaitu berkurangnya rasa nyeri, meningkatkan rate kehamilan pada wanita yang menginginkannya, dan menunda kekambuhan.1,3BAB II

ISI

2.1 Definisi

Endometriosis merupakan keadaan patologis dengan ciri khas berupa pertumbuhan kalenjar atau stroma yang menyerupai endometrium di luar rongga uterus atau lesi endometriotik ektopik.4,5,6,7 Lokasi yang paling sering adalah pada organ dalam pelvis peritonium, ovarium, dan septum rektovagina.4,5 Selain itu, terdapat juga beberapa kasus ditemukan pada diaphragma, pleura, dan pericardium.5

Endometriosis dipengaruhi estrogen dan progesteron sehingga secara periodik mengalami perdarahan dan jaringan disekitarnya mengalami inflamasi dan perlekatan.4 Gangguan peritoneal yang bergantung pada kadar estrogen diakibatkan oleh retrograde menstruation pada jaringan endometrial yang sensitif terhadap hormon steroid. Jaringan tersebut terdapat pada permukaan peritoneal dan menghilangkan respon inflamasi. Respon tersebut bersamaan dengan angiogenesis, adhesi, fibrosis, scarring, neuronal infiltration, dan kelainan anatomis sehingga akhirnya menyebabkan nyeri dan infertilitas.5 Wanita dengan endometriosis mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami keganasan atau malignansi, terutama kanker ovarium dan non-Hodgkin lymphoma.62.2 Epidemiologi

Endometriosis sering ditemukan pada wanita usia reproduksi dengan persentase masing-masing 7-10% wanita usia reproduksi dan kira-kira 4 orang per 1000 wanita masuk rumah sakit dengan kondisi tersebut tiap tahunnya.1,5 Kondisi ini mempunyai prevalensi sebesar 20-50% pada wanita yang infertil, namun dapat meningkat hingga 80% pada wanita dengan nyeri panggul kronis.1 Namun, endometriosis terdapat juga pada remaja dan wanita usia menopause yang mendapat terapi hormonal, dengan persenatase 50-60% remaja dengan nyeri panggul (pelvic pain) dan 50% wanita yang sudah infertil.4,5 Insiden pasti pada populasi keseluruhan belum pasti, karena diagnosis definitif memerlukan biopsi atau visualisasi terhadap implantasi endometrial pada saat laparoscopy atau laparotomy. Pada wanita dewasa dengan nyeri panggul kronis, 45% ditemukan memiliki endometriosis saat laparoscopy. Rasio endometriosis meningkat seiring bertambahnya usia dari 12% pada wanita umur 11-13 tahun menjadi sebesar 45% pada wanita umur 20-21 tahun. Perkembangan terakhir menunjukan bukti bahwa endometriosis ditemukan saat laparoscopy pada 20-50% wanita yang asimptomatik. Beberapa penelitian dilakukan pada populasi orang kulit putih namun tidak menunjukan adanya perbedaan diantara etnis dan kelomopok sosial tertentu.12.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Saat ini penyebab dari endometriosis belum diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa penjelasan mengenai hal tersebut berdasarkan pada temuan-temuan yang didapatkan pada pasien, adalah sebagai berikut: 1. Menstruasi retrograde dan teori implantasi (teori Sampson)

Pada teori ini menyatakan bahwa terdapat refluks dari implan jaringan endometriosis pada permukaan ovarium dan peritoneum pada wanita dengan gangguan pada sistem imun. Hal ini didukung oleh adanya hubungan antara obstruktif anomali dari traktus reproduktif wanita yang dapat meningkatkan aliran retrograde dan endometriosis pada remaja.8 Pada menstruasi retrograde, darah menstruasi yang mengandung sel-sel endometrium mengalir kembali melalui Tuba Fallopi dan menuju kavitas. Hal ini menyebabkan sel endometrium yang menempel pada dinding pelvis dan permukaan dari organ plevis, dimana mereka tumbuh dan terus menebal dan berdarah selama perjalanan dari setiap siklus menstruasi.92. Metaplasia coelomic (teori Meyer) dan teori induksi

Sel-sel yang melapisi abdomen dan kavitas pelvis merupakan sel embrionik.8,9 Pada saat remaja, peningkatan produksi estrogen menginduksi maturitas peritonium atau permukaan sel ovarium untuk mengalami metaplasia menjadi sel endometrium.8 Ketika satu atau lebih area dari abdomen berubah menjadi jaringan endometrium, endometriosis dapat terjadi.93. Metastasis limfatik dan vaskuler (teori Halban)

Sel-sel endometrium yang viabel dapat menyebar melalui saluran vaskuler atau limfatik sehingga menghasilkan endometriosis di tempat yang jauh. Hal ini dapat menjelaskan mengenai adanya lesi endometriotik yang ditemukan pada tempat-tenpat ekstrapelvis seperti otak, paru, meskipun endomteriosis lebih umum terjadi pada daerah pelvis.8,94. Teori penyakit endometrial

Infiltrasi endometriosis dan kista endometriotik dari ovarium yang merupakan lesi patologis yang dihasilkan dari mutasi somatik dari beberapa sel.85. Implantasi operasi jaringan parut

Setelah operasi, seperti hysterectomy atau C-section, sel-sel endometrium dapat menempel pada insisi operasi.96. Gangguan sistem imun

Terdapat hubungan antara gangguan sistem imun dengan penyakit ini karena tubuh tidak mampu mengenali dan menghancurkan jaringan endometrium yang tumbuh di luar uterus.9Terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya endometriosis meliputi:

1. Riwayat keluarga adanya endometriosis1,8,10

Wanita dengan ibu atau saudara dengan endometriosis memiliki resiko sebesar 5-8% untuk berkembang memiliki kondisi ini (dibandingkan 1% terhadap populasi umum). Pasien dengan predisposisi keluarga juga lebih cenderung untuk mengalami endometriosis yang berat.82. Terjadinya menstruasi pada usia dini13. Siklus menstruasi yang pendek (< 27 hari) 14. Durasi menstruasi yang panjang (>7 hari)15. Adanya pendarahan hebat selama mengalami menstruasi16. Adanya hubungan inverse terhadap paritas17. Tertundanya memiliki anak (childbearing)18. Adanya defek pada uterus atau tuba fallopi1,109. Hipoksia dan defesiensi besi dapat memberikan kontribusi terhadap onset dini munculnya endometriosis110. Riwayat paparan terhadap diethylstilbestrol in utero811. Berat badan lahir rendah dan atau kehamilan yang multipel812. Belum pernah melahirkan1013. Terdapat kondisi medis yang mencegah aliran darah menstruasi keluar dari tubuh melalui rute normal814. Riwayat infeksi pelvis8Endometriosis biasanya berkembang beberapa tahun setelah onset menstruasi. Gejala dan tanda dari endometriosis akan menghilang secara sementara pada saat hamil dan hilang secara permanen pada saat menopasuse, meskipun pasien menggunakan estrogen.102.4 Patogenesis

Hingga kini, patogenesis endometriosis masih belum jelas. Diperkirakan endometriosis ovarium muncul akibat proses invaginasi dan metaplasia coelomic dari pelapis epitel ovarium atau dapat terjadi akibat implantasi langsung jaringan endometrium ke dalam kista folikel atau kista luteum.12

Mekanisme perkembangan endometriosis adalah terjadi penyusukan sel endometrium dari haid berbalik, metaplasia epitel selomik, penyebaran limpatik dan vaskuler, sisa-sisa epitel muller embrionik, perubahan sel genitoblas, penyebaran iatrogenic atau pencangkokan mekanik, imunodefisiensi local, serta cacat enzim aromatase.11,13

Darah haid yang berbalik ke rongga peritoneum diketahui mampu berimplantasi pada permukaan peritoneum dan merangsang metaplasia peritoneum, kemudian merangsang angiogenesis. Hal ini dibuktikan dengan lesi endometriosis sering dijumpai pada daerah yang meningkat vaskularisasinya. Pentingnya selaput mesotelium yang utuh dapat dibuktikan pada penelusuran dengan mikroskop elektron, terlihat bahwa serpih haid atau endometrium hanya menempel pada sisi epitel yang selaputnya hilang atau rusak. Lesi endometriosis terbentuk jika endometrium menempel pada selaput peritoneum. Hal ini terjadi karena pada lesi endometriosis, sel dan jaringan terdapat protein intergin dan kadherin yang berpotensi terlibat dalam perkembangan endometriosis.

Gambar 1.Patofisiologi nyeri dan infertilitas berhubungan dengan endometriosis11

Molekul perekat haid seperti (cell-adhesion molecules, CAMs) hanya ada di endometrium dan tidak berfungsi pada lesi endometriosis. Teori pencangkokan Sampson merupakan teori yang paling banyak diterima untuk endometriosis peritoneal. Semua wanita usia reproduksi diperkirakan memiliki endometriosis peritoneal, didasarkan pada fakta bahwa hampir semua wanita dengan tuba falopi yang paten melabuhkan endometrium hidup ke rongga peritoneum semasa haid dan hampir semua wanita mengalami endometriosis minimal sampai ringan ketika dilakukan laparoskopi. Walaupun demikian tidak setiap wanita yang mengalami retrograde menstruasi akan menderita endometriosis.12,14,16 Baliknya darah haid ke peritoneum, menyebabkan kerusakan selaput mesotel sehingga memajankan matriks extraseluler dan menciptakan sisi perlekatan bagi jaringan endometrium. Jumlah haid dan komposisinya yaitu antara jaringan kelenjar dan stroma serta sifat-sifat biologis bawaan dari endometrium sangat memegang peranan penting pada kecenderungan perkembangan endometriosis. Setelah perekatan matriks ekstraseluler, metaloperoksidasenya sendiri secara aktif memulai pembentukan ulang matriks ekstraseluler sehingga menyebabkan invasi endometrium ke dalam rongga submesotel peritoneum.15,17

Endometriosis merupakan penyakit yang bergantung dengan kadar estrogen akibat P450 aromatase dan defisiensi 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase. Aromatase mengkatalisis sintesis estron dan estradiol dari androstenedion dan testosteron, dan berada pada sel retikulum endoplasma. Pada sel granulosa 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi estrogen lemah (estron). Endometrioma dan invasi endometriosis ekstraovarium mengandung aromatase kadar tinggi. Faktor pertumbuhan, sitokin dan beberapa faktor lain berperan sebagai pemacu aktivitas aromatase melalui jalur cAMP. 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi estrogen lemah (estron) yang kurang aktif yang tidak ditemukan pada fase luteal jaringan endometriosis. Aktivitas morfologis endometrium terlaksana di dalam lapisan superfisial oleh pradesidualisasi dan perdarahan haid, sedangkan di kompartemen zona lapisan basal oleh metaplasia dan diferensiasi otot polos secara siklik. Peritoneum bereaksi terhadap serpihan darah haid, berupa berhentinya perekatan sel-sel endometrium yang viable ke peritoneum, yang kemudian dapat berubah bentuk menjadi lesi endometriosis. Dalam hal ini ikut berperan faktor imunologi. Sistem imunitas yang terdapat dalam aliran darah peritoneal berupa limfosit B, T, dan Natural Killer (NK). Kemudian terjadi pengaktifan makrofag namun tidak dapat membersihkan rongga pelvis dari serpih darah haid. Aktitas sel NK menurun pada penderita endometriosis sehingga menyebabkan penurunan imunitas seluler.12,13

Terdapat empat teori yang berusaha untuk menjelaskan terjadinya lesi endometriosis.

1. Teori regurgitasi dimana diperkirakan aliran darah menstruasi mengalir ke arah berlawanan yaitu mengarah ke tuba falopi sehingga menghasilkan tumpahan dan implantasi sel endometrium yang masih hidup ke dalam rongga abdomen atau pelvis. Namun demikian, teori ini tidak bisa menjelaskan endometriosis yang tumbuh di dalam kelenjar limfe, otot skeletal atau paru-paru.12,15

2. Teori metaplasia dimana terjadi proses diferensiasi epitel coelomic (mesothel pada pelvis atau abdomen) dimana pembentukan duktus mullerian dan endometrium bermula pada saat perkembangan embrio. Teori ini juga tidak bisa menjelaskan terjadinya proses endometriosis di organ seperti paru-paru dan kelenjar limfe.12,15

3. Teori diseminasi vaskular atau limfatik yang dianggap bisa menjelaskan implantasi ekstrapelvis atau implantasi intranodal.12

4. Teori metastasis dimana jaringan endometrium mengadakan implantasi di cavum peritoneal akibat menstruasi retrograde ataupun pada mukosa serviks oleh karena prosedur bedah. Dalam hal ini, penyebaran endometriosis ke tempat-tempat yang jauh adalah melalui metastasis hematogen dan limfogen. Istilah metastasis disini hanya menunjukkan adanya jaringan endometrium yang menyebar ke tempat lain, namun tidak menunjukkan mekanisme yang sama dengan metastasis keganasan.12,15

Dari semua teori di atas, teori yang paling diterima dan menjadi jawaban bagi banyak kasus endometriosis adalah teori metastasis. Namun, teori ini juga mempunyai kelemahan dimana tak dapat menjelaskan mengenai endometriosis pada wanita amenorrhea seperti oleh karena gonadal dysgenesis dan sebagainya. Sebagai tambahan, rendahnya insidensi endometriosis dibandingkan dengan tingginya kejadian menstruasi retrograde pada wanita (76% hingga 90%) memunculkan dugaan adanya faktor individual yang spesifik yang mendorong wanita tertentu lebih rentan menderita endometriosis. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor genetik, hormonal, dan faktor imunitas.12,14,15

Peran sistem kekebalan tubuh pada endometriosis digambarkan oleh Braun dan Dmowski yang memandang endometriosis timbul dari sel-sel endometrium yang abnormal, yang kronis merangsang sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan disregulasi dan akhirnya terjadi perubahan Physlogik karakteristik penyakit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sel-sel endometrium dari wanita dengan endometriosis secara fungsional berbeda dari sel-sel endometrium wanita normal. Misalnya, ekspresi reseptor estrogen dan progesteron yang berkepanjangan dan menyimpang dalam sel-sel endometrium wanita dengan endometriosis, yang dapat memberikan keuntungan pertumbuhan yang subset dari sel. Selain itu, jaringan endometrial dari wanita dengan endometriosis lebih tahan terhadap apoptosis spontan daripada perempuan tanpa disease.12,16

Kelangsungan hidup sel-sel yang abnormal dianggap lebih ditingkatkan oleh respon imun. Peningkatan jumlah makrofag ditemukan dalam cairan peritoneal perempuan dengan endometriosis. Makrofag ini juga ditemukan memiliki efek stimulasi pada jaringan endometrium, dibandingkan dengan dengan makrofag wanita tanpa endometriosis yang memiliki efek penekanan. Sel natural killer (NK) yang memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel asing, yang jumlahnya berkurang dalam cairan peritoneal perempuan dengan endometriosis. Studi imunologi yang lebih baru pada wanita dengan endometriosis telah berfokus pada sitokin yang terlibat dalam signaling sel kekebalan lainnya. termasuk interleukin-1b (IL-1b), IL-6, IL-8, tumor necrosis factor-a (TNF-a), dan RANTES (diatur pada aktivasi sel T yang normal diekspresikan dan disekresikan) yang meningkat pada wanita dengan endometriosis. Sebuah survei dari Asosiasi Endometriosis AS memberikan bukti bahwa perempuan dengan endometriosis memiliki prevalensi lebih tinggi dari gangguan autoimun lainnya, seperti hipotiroidisme, fibromyalgia, alergi, dan asma, bila dibandingkan dengan population normal.12,18

2.5 Manifestasi Klinis

Endometriosis adalah penyakit dari kehidupan reproduksi aktif perempuan. Hal ini biasa sebelum menstruasi dan paling sering pada wanita di usia dua puluhan dan tiga puluhan. Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis terjadi akibat adanya penyakit dalam panggul. Dengan meningkatnya penggunaan laparoskopi, endometriosis telah ditemukan lebih sering pada remaja. Dalam setiap kasus, diagnosis harus dipertimbangkan, bahkan pada remaja, jika ada temuan fisik sugestif, atau jika ketidaknyamanan menstruasi berbeda dari yang biasanya menyertai dismenore primer dalam hal sifat, lokasi, dan respon terhadap terapi standar.

Endometriosis seringkali menyebabkan dismenorrea sekunder berupa nyeri mengejang yang terus menerus dan menjadi berat sebelum dan selama hari pertama menstruasi. Bila perdarahan menstruasi banyak dan disertai dengan keluarnya gumpalan darah maka rasa nyeri akan menjadi lebih hebat. Berkurangnya kadar estrogen saat menopause dapat mengurangi gejala karena estrogen mempengaruhi pertumbuhan endometriosis. Namun setelah periode itu berhenti, endometriosis tetap menjadi masalah setelah menopause karena dengan penghentian fungsi ovarium lesi siklik biasanya atrofi, yang menyebabkan pelunakan dan hilangnya dari sekitar nodul sekunder fibrosis dan kelainan bentuk jaringan parut. Sebagai tambahan, terdapat pula keluhan dispareunia (nyeri saat sanggama) yang terkait dengan deposit fragmen endometriotik dalam cavum Douglassi atau endometrioma dalam ovarium (chocolate cyst). Sebagian pasien juga mengeluhkan diskesia (nyeri saat buang air besar) akibat adanya lesi endometriosis pada ligamentum sacrouterina, cavum Douglassi, rectum dan colon sigmoid. Rasa nyeri saat buang air besar terjadi akibat feces yang melintasi ligamentum sacro uterina. Bercak premenstruasi dan pascamenstruasi merupakan gejala khas endometriosis. Salah satu pertanyaan besar yang sulit dijawab adalah tidak adanya korelasi antara beratnya keluhan dengan luasnya lesi endometriosis. 2.6 Diagnosis

Keterlambatan diagnosis endometriosis sering terjadi karena pengetahuan praktisi kesehatan tentang endometriosis terbatas. Seorang penderita sudah mengalami endometriosis sejak usia 7 12 tahun, namun hingga dewasa belum terdiagnosis endometriosis.19 Dibutuhkan pemeriksaan dan kejelian praktisi dalam mendiagnosis endometriosis.

2.6.1 Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan pada setiap pasien yang datang. Hampir 80% penyakit mampu didiagnosis dengan melakukan anamnesis yang benar dan tepat. Kecurigaan terhadap pasien endometriosis nampak pada gejala yang dialami oleh pasien. Anamnesis pada pasien endometriosis dilakukan dengan memperhatikan basic four and sacred seven, yaitu:

1. Riwayat penyakit sekarang, terdiri dari :

Keluhan utama: gejala utama dan tersering endometriosis adalah nyeri abdomen bagian bawah atau area pelvis saat menstruasi dan biasanya nyeri semakin memburuk.20

Onset: sejak kapan atau mulai gejala tersebut dirasakan.

Lokasi: dibagian manakah gejala tersebut dirasakan. Endometriosis memiliki gejala utama nyeri abodmen bagian bawah atau area pelvis.

Kronologi: bagaimana keluhan tersebut bisa dirasakan oleh pasien pertama kali.

Kualitas: bagaimana nyeri abdomen pasien apakah seperti tertusuk, tumpul atau panas.

Kuantitas: keluhan yang dirasakan pasien apakah sampai mengganggu aktivitasnya atau masih bisa beraktivitas secara normal.

Gejala yang memperingan atau memperburuk gejala yang dirasakan: saat sedang apakah gejala yang dirasakan terasa lebih baik. Hal yang menyebabkan nyeri membaik biasanya sangat bervariasi pada sebagian orang. Adakah hal yang menyebabkan nyerinya semakin bertambah sakit. Hal ini biasanya sangat subyektif.

Gejala penyerta: selain keluhan utama yang dirasakan pasien, gejala lain juga dapat dirasakan pasien, misal nyeri saat urinasi ketika sedang menstruasi, infertil atau belum memiliki anak, lelah, diare, mual dan konstipasi selama menstruasi.

2. Riwayat penyakit terdahulu

Penting untuk mengetahui adanya penyakit yang pernah diderita oleh pasien. Sebelumnya sudah pernah merasakan keluhan yang dirasakannya sekarang atau untuk pertama kali. Endometriosis memiliki kaitan dengan beberapa penyakit lainnya, seperti adanya riwayat asma, alergi dan sensitivitas terhadap zat kimia tertentu, fibromyalgia, kelainan katup mitral dan infeksi jamur.203. Riwayat keluarga

Endometriosis selain berkaitan dengan adanya penyakit tertentu pada pasien, juga berkaitan dengan penyakit genetik atau autoimun. Systemic lupus erythematosus, multiple sclerosis, hipotiroid, kanker payudara, ovarium melanoma dan non-Hodgkins lymphoma merupakan contah penyakit autoimun atau genetik yang memiliki predisposisi terhadap endometriosis.204. Riwayat pengobatan

Pengobatan yang pernah dilakukan atau sedang dijalani pasien juga perlu diketahui untuk menghindari adanya alergi obat, resistensi terhadap obat ataupun efek samping.

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendukung anamnesis serta pertimbangan dalam mendiagnosis. Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk endometriosis adalah pemeriksaan pelvis untuk mengetahui adanya kista yang besar atau scar pada uterus.20 Pemeriksaan yang dilakukan dalam keadaan mestruasi sangat sensitif karena selama menstruasi terjadi pembengkakan dan kekakuan yang optimal pada pelvis.12 Area cul-de-sac dan ligamen uterosacral merupakan area pemeriksaan pelvis yang biasanya dilakukan.21 Namun jika area endometriosis sempit maka sulit dirasakan pada pemeriksaan fisik.20 Pemeriksaan retrovagina juga bisa membantu diagnosis. Pada pemeriksaan ini akan ditemukan nodularitas uterosakral, retroverted uterus atau kekakuan pada daerah posterior cul-de-sac atau retrovaginal septum.4 Selain pemeriksaan diatas, pain mapping juga bisa dilakukan untuk mengetahui lokasi nyeri. Ruptur endometrium ovarian terjadi pada nyeri akut abdomen.212.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Endometriosis tidak bisa didiagnosis hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan fisik terhadap diagnosis rendah sehingga memungkinkan adanya false positive. Pemeriksa laboratorium harus peka dan jeli terhadap gambaran imaging yang bervariasi dari endometriosis.

1. Histopatologi

Lesi endometriosis tampak sebagsai nodul atau implan merah-biru hingga kuning-cokelat. Penampakan mikroskopis tampak sebagai lesi bergaris tengah 1-2 cm dan terletak di atas atau dibawah permukaan serosa yang terkena. Lesi sering menyatu untuk membentuk massa yang lebih besar. Jika ovarium terkena, lesi bisa membentuk kista yang besar yang berisi darah dan akhirnya akan menjadi kista cokelat akibat penuaan darah. Perembesan darah menyebabkan fibrosis luas, perlekatan struktur panggul, ujung tuba yang berfimbria tertutup, dan distorsi oviduktus serta ovarium.22

2. USG

USG yang biasa dilakukan adalah USG pelvis dan vagina. Tujuan USG untuk melihat adanya kista ovarian pada endometriosis. Pada USG vagina, pemeriksa memasukkan wand-shaped scanner ke dalam vagina. Sementara USG pelvis dilakukan dengan menggerakkan alat USG sepanjang abdomen.203. MRI

Dibandingkan dengan USG, MRI memiliki kelebihan mampu mendeteksi adanya lesi minimal dan signal pendarahan pada endometriosis. Selain itu, MRI juga mampu mendeteksi limit antara otot dan jaringan subkutan abdomen.214. Laparoskopi

Gold standar pemeriksaan endometriosis adalah laparoskopi.19,20 Laparoskopi merupakan operasi minor yang dilakukan untuk mengetahui adanya endometriosis jaringan.20 Gambaran yang tampak sangat bervariasi termasuk: powder burns, kemerahan, biru-kehitaman, kekuningan, putih, vesikular yang jelas dan peritoneal windows. Beberapa kasus menunjukkan adanya pembentukan adeshi dan kista.12 Kemungkinan terjadi kesalahan identifikasi cukup sering terjadi, sehingga akan lebih baik jika hasil laparoskopi diimbangi dengan gambaran histologi jaringan.19,20

5. Immune marker juga bisa digunakan untuk menunjang diagnosis endometriosis yaitu dengan melihat adanya peningkatan TNF- pada cairan peritoneal.192.7 Diagnosis Banding

Secara klinis endometriosis sering sulit dibedakan dari penyakit radang pelvis atau kista ovarium lainnya. Visualisasi endometriosis diperlukan untuk memastikan diagnosis. Cara yang biasa dilakukan untuk menegakan diagnosis yaitu dengan melakukan pemeriksaan laparoskopi untuk melihat luka dan mengambil spesimen biopsi. Pemeriksaan ultrasonografi pelvis bisa membantu untuk menilai massa dan bisa menduga adanya endometriosis. Kadar antigen kanker 125 (CA-125) tinggi pada penderita endometriosis.12Diagnosa banding utama pada endometriosis, adalah sebagai berikut:

Penyakit radang panggul menahun Salpingitus akut berulang Neoplasma ovarium jinak atau ganas Kehamilan ektopikDiagnosa banding yang perlu diperhatikan, adalah sebagai berikut:

Karsinoma ovarium.

Metastasis di kavum Douglas.

Mioma multiple.

Karsinoma rectum 2.8 Penatalaksanaan

Penanganan endometriosis terdiri dari terapi medik dan terapi pembedahan.11

2.8.1 Terapi Medik

Standar terapi medik pada pasien endometriosis meliputi : analgesik (NSAID atau acetaminophen), pil kontrasepsi oral, agen androgenik (danazol [Danocrine]), agen progestogen (medroksiprogesteron asetat [Provera]), hormon pelepas-gonadotropin (GnRH) misalnya leuprolid [Lupron], goserelin [Zoladex], triptorelin [Trelstar Depot], nafarelin [Synarel], dan antiprogestogen (gestrinone).11

Sebagai dasar pengobatan hormonal endometriosis ialah bahwapertumbuhan dan fungsi jaringan endometrios dikontrol oleh hormone steroid. Jaringan endometriosis umumnya mengandung reseptor estrogen, progesteron, dan androgen. Progesteron sistetik umumnya mempunyai efek androgenik yang menghambat pertumbuhan endometriosis. Prinsip pertama pengobatan hormonal adalah menciptakan lingkungan hormon rendah estrogen dan asiklik. Keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid yang berarti tidak terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal sehingga dapat dihindari timbul sarang endometriosis yang baru karena transportretrograde serta mencegah pelepasan dan perdarahan jaringan endometriosis yang menimbulkan rasa nyeri karena rangsangan peritoneum.11

Adapun terapi medik baik berupa obat maupun hormon yang digunakan pada kasus endometriosis, adalah sebagai berikut:11

1. Androgen

Preparat yang dipakai adalah metiltestosteron sublingual dengan dosis 5-10 mg/hari. Biasanya diberikan 10 mg/hari pada bulan pertama dilanjutkan dengan 5 mg/hari selama 2-3 bulan berikutnya. Keberatan pemakaian androgen adalah timbulnya efek samping maskulinisasi dan bila terjadi kehamilan dapat menyebabkan cacat bawaan. Keuntungannya adalah untuk terapi nyeri, dispareuni, dan untuk membantu menegakkan diagnosis. Jika nyeri akibat endometriosis biasanya akan berkurang dengan pengobatan androgen satu bulan.

2. Estrogen-progestogen

Kontrasepsi yang dipilih sebaiknya mengandung estrogen rendah danprogestogen yang kuat atau yang mempunyai efek androgenik yang kuat. Terapi standar yang dianjurkan adalah etinil estradiol 0,03 mg dan norgestrel 0,3 mg perhari. Bila terjadi perdarahan, dosis ditingkatkan menjadi estradiol 0,05 mg dan norgestrel 0,5 mg per hari atau maksimal estradiol 0,08 mg dan norgestrel 0,8 mg perhari. Pemberian tersebut setiap hari selama 6-9 bulan, bahkan 2-3 tahun.

3. Progestogen

Dosis yang diberikan adalah medroksiprogesteron asetat 30-50 mg perhari atau noretisteron asetat 30 mg per hari. Pemberian parenteral dapat menggunakan medroksiprogesteron asetat 150 mg setiap 3 bulan sampai 150 mg setiap bulan. Lama pengobatan yakni 6-9 bulan.

4. Danazol

Danazol adalah turunan isoksazol dari 17 alfa etiniltestosteron. Danazol menimbulkan keadaan asiklik, androgen tinggi, dan estrogen rendah. Kadarandrogen meningkat disebabkan oleh sifatnya yang androgenik dan danazol mendesak testosterone sehingga terlepas dan kadar testosterone bebas meningkat. Kadar estrogen rendah disebabkan karena danazol menekan sekresi GnRH, LH, dan FSH serta menghambat enzim steroidogenesis di folikel ovarium sehingga estrogen turun. Dosisnya 400-800 mg per hari dengan lama pemberian minimal 6 bulan. Efek sampingnya berupa acne, hirsutisme, kulit berminyak, perubahan suara,pertambahan berat badan, dan edema. Kontraindikasi absolut yaitu kehamilan dan menyusui, sedangkan kontraindikasi relatif yaitu disfungsi hepar, hipertensiberat, gagal jantung kongestif, atau gagal ginjal.2.8.2 Terapi pembedahan

Pembedahan konservatif dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu laparotomi dan laparoskopi operatif. Laparoskopi operatif mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan laparotomi, yaitu lama tinggal di RS lebih singkat, kembali aktivitas kerja lebih cepat, dan biaya lebih murah. Namun, luas dan derajat perlekatan setelah laparoskopi operatif lebih sedikit. Pembedahan radikal dilakukan pada wanita dengan endometriosis yang umurnya hampir 40 tahun atau lebih, dan yang menderita penyakit yang disertai dengan banyak keluhan. Operasi yang paling radikal ialah histerektomi total, salpingo-ooforektomi bilateral, dan pengangkatan semua sarang-sarang endometriosis yang ditemukan. Akan tetapi pada wanita kurang dari 40 tahun dapat dipertimbangkan untuk meninggalkan sebagian jaringan ovarium yang sehat. Hal ini mencegah jangan sampai terlalu cepat timbul gejala premenopause dan menopause dan juga mengurangi kecepatan timbulnya osteoporosis.11

2.9 Prognosis

Nyeri panggul akut atau kronis dan infertilitas umum pada pasien dengan endometriosis. Sekitar 30-40% wanita dengan endometriosis akan subfertil. Gejala tidak berkorelasi baik dengan tingkat keparahan penyakit, endometriosis berat kadang-kadang tanpa gejala. Rasa nyeri pada endometriosis memberikan respon buruk terhadap antiprostaglandin dan kontrasepsi oral. Gejala berhubungan dengan bagian sisi dari implan endometriosis dan sistem organ yang terlibat.23,24Telah dilaporkan keterlibatan ekstrapelvis di hampir semua sistem organ lainnya, termasuk sistem saraf pusat (SSP), paru-paru, pleura, ginjal, dan kandung kemih. Saluran gastrointestinal adalah sisi endometriosis ekstrapelvis yang paling umum, dan gejalanya termasuk obstruksi usus, perdarahan rektum, dan konstipasi. Gejala di lokasi lain berkaitan dengan sisi dan ukuran implan endometrium.23,24Endometriosis telah ditemukan bisa sembuh secara spontan pada sepertiga wanita yang tidak diobati secara aktif. Namun, umumnya merupakan penyakit progresif, dengan tingkat perkembangan dan morbiditas berikutnya yang tak terduga. Meskipun sebagian besar pasien (sampai 95% pada beberapa studi) memberikan respon terhadap terapi medis (penekanan ovulasi) untuk mengurangi nyeri panggul. Terapi tersebut tidak efektif untuk pengobatan infertilitas yang terkait endometriosis tetapi menjaga potensi untuk pembuahan. Meskipun demikian, sebanyak 50% wanita mengalami gejala kembali dalam waktu 5 tahun dengan terapi medis.25Kombinasi estrogen/progestin meringankan rasa sakit pada 80-85% dari pasien dengan nyeri panggul yang terkait endometriosis. Setelah 6 bulan terapi danazol, sebanyak 90% pasien dengan endometriosis sedang, mangalami peredaan nyeri yang adeuat. Terapi bedah dengan minimally invasive yang minimal memberi tingkat kesuburan yang lebih baik, tetapi tidak efektif untuk menghilangkan rasa sakit. Terapi bedah definitif (histerektomi total dengan salpingo-ooforektomi bilateral dan peritoneal stripping) menawarkan kesempatan terbaik untuk resolusi nyeri jangka panjang (hingga 90%). Namun, opsi ini sebagai pilihan terakhir pada pasien dengan kelumpuhan (incapacitating disability) atau orang-orang yang tidak memiliki keinginan di masa depan untuk melahirkan.25Secara umum, kehamilan mungkin terjadi, tetapi tergantung pada tingkat keparahan penyakit. Tanda-tanda dan gejala endometriosis umumnya mengalami regressi dengan onset menopause dan selama kehamilan.252.10 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin dari endometriosis adalah sebagai berikut:

1. Nyeri panggul kronis dan kecacatan selanjutnya

Hubungan antara gejala nyeri panggul kronis dan endometriosis tidak jelas karena gejala nyeri pada wanita sering tanpa proses patologis, dan karena bentuk asimtomatik dari endometriosis. Sebuah hubungan kausal antara dismenorea berat dan endometriosis sangat mungkin. Hubungan ini adalah independen dari jenis lesi makroskopik atau lokasi anatomi mereka dan mungkin berhubungan dengan siklus pendarahan mikro yang berulang di implan. Endometriosis yang terkait perlekatan juga dapat menyebabkan dismenorea berat. Ada alasan histologis dan fisiopatologis yang bertanggung jawab untuk infiltrasi endometriosis yang mendalam (Deepply Infiltrating Endometriosis) dalam gejala nyeri panggul kronis parah. DIE yang terkait nyeri mungkin berhubungan dengan kompresi atau infiltrasi saraf dalam ruang panggul sub-peritoneal dengan implan. Gejala nyeri yang disebabkan oleh DIE dengan karakteristik tertentu, menjadi spesifik untuk melibatkan lokasi anatomi yang tepat (dispareunia mendalam parah, buang air besar menyakitkan) atau organ (tanda-tanda fungsional saluran kemih, tanda-tanda usus).262. Gagguan kesuburan (Infertilitas)

Komplikasi utama dari endometriosis adalah gangguan kesuburan (infertilitas). Sekitar sepertiga sampai setengah dari wanita dengan endometriosis mengalami gangguan kesuburan (kesulitan untuk hamil). Untuk terjadinya kehamilan, sel telur harus dilepaskan dari ovarium, kemudian berjalan melalui tuba fallopi, dibuahi oleh sel sperma dan menempelkan dirinya pada dinding rahim untuk memulai perkembangan. Endometriosis dapat menyebabkan obstruksi pada tuba fallopi dan menghalangi sel telur untuk bersatu dengan sel sperma. Endometriosis juga bisa mempengaruhi kesuburan dengan cara tidak langsung seperti kerusakan pada sperma atau sel telur.273. Kanker ovarium

Kanker ovarium terjadi lebih tinggi dari angka yang diharapkan (expected rate) pada wanita dengan endometriosis. Beberapa studi menunjukkan bahwa endometriosis meningkatkan resiko untuk kanker ovarium, tetapi masih relatif rendah. Meskipun jarang, kanker jenis lain seperti adenokarsinoma yang terkait endometriosis dapat berkembang di kemudian hari pada wanita dengan endometriosis.274. Gangguan anatomis dari sistem organ yang terlibat (misalnya, perlengketan, pecah kista).23BAB III

KESIMPULAN

Endometriosis merupakan keadaan patologis dengan ciri khas berupa pertumbuhan kalenjar atau stroma yang menyerupai endometrium di luar rongga uterus atau lesi endometriotik ektopik. Endometriosis dipengaruhi estrogen dan progesteron sehingga secara periodik mengalami perdarahan dan jaringan disekitarnya mengalami inflamasi dan perlekatan. Endometriosis merupakan penyakit yang bergantung dengan kadar estrogen akibat P450 aromatase dan defisiensi 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase. Aromatase mengkatalisis sintesis estron dan estradiol dari androstenedion dan testosteron, dan berada pada sel retikulum endoplasma. Pada sel granulosa 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi estrogen lemah (estron). Endometriosis sering ditemukan pada wanita usia reproduksi dengan persentase masing-masing 7-10% wanita usia reproduksi dan kira-kira 4 orang per 1000 wanita masuk rumah sakit dengan kondisi tersebut tiap tahunnya.Saat ini penyebab dari endometriosis belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa teori telah dikemukakan untuk menjelaskan penyebab dari kasus ini. Teori yang mudah untuk menjelaskan terjadinya endometriosis adalah teori metaplasia dan teori metastasis. Teori metaplasia menjelaskan bahwa endometriosis terjadi karena diferensiasi epitel coelomic yang melapisi permukaan abdomen dan kavitas pelvis menjadi sel endometrium. Berbeda dengan teori metaplasia, teori metastasis menjelaskan jaringan endometrium mengalami penyebaran secara hematogen dan limfogen yang selanjutnya implantasi di kavum peritoneal akibat mentruasi retrograde ataupun pada mukosa serviks akibat proses pembedahan. Endometriosis seringkali menyebabkan dismenorea sekunder berupa nyeri mengejang yang terus menerus dan menjadi berat sebelum dan selama hari pertama menstruasi. Bila perdarahan menstruasi banyak dan disertai dengan keluarnya gumpalan darah maka rasa nyeri akan menjadi lebih hebat. Selain itu, pasien juga mengeluhkan terdapat nyeri saat sanggama (dispareunia) dan nyeri saat buang air besar (diskesia). Bercak premenstruasi dan pascamenstruasi merupakan gejala khas endometriosis. Diagnosis endometriosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dengan memperhatikan keluhan dan tampilan klinis pasien. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah histopatologi, imaging, dan immune marker. Standar baku dalam mendiagnosis endometriosis adalah dengan laparoskopi. Adapun diagnosis banding utama untuk endometriosis adalah penyakit radang panggul menahun, salpingitis akut berulang, neoplasma ovarium jinak atau ganas dan kehamilan ektopik. Untuk menyingkirkan diagnosis banding tersebut, selain pemeriksaan laparoskopi perlu dilakukan juga spesimen biopsi.

Penatalaksaan dari endometriosis dapat dilakukan dengan terapi medik berupa analgesik dan pengobatan hormonal serta terapi bedah.dengan laparotomi dan laparoskopi operatif. Sekitar 30-40% wanita dengan endometriosis akan subfertil. Endometriosis telah ditemukan bisa sembuh secara spontan pada sepertiga wanita yang tidak diobati secara aktif. Gejala tidak berkorelasi baik dengan tingkat keparahan penyakit, endometriosis berat kadang-kadang tanpa gejala. Gejala di lokasi lain berkaitan dengan sisi dan ukuran implan endometrium. Kombinasi pengobatan hormonal meringankan rasa sakit pada 80-85% dari pasien dengan nyeri panggul yang terkait endometriosis. Terapi bedah dengan minimal invasif memberi tingkat kesuburan yang lebih baik, tetapi tidak efektif untuk menghilangkan rasa sakit. Terapi bedah definitif berupa histerektomi total dengan salpingo-ooforektomi bilateral dan peritoneal stripping merupakan opsi terakhir karena menawarkan kesempatan terbaik untuk resolusi nyeri jangka panjang hingga 90%, tetapi dengan resiko tidak dapat melahirkan.DAFTAR PUSTAKA

1. Dharmesh Kapoor, et al. Endometriosis. [cited: July 12th, 2013]. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/271899-overview. 2. Manisha P, Sujata G. endometriosis: associated with menopause, hormone replacement teraphy and cancer. Menopause international. 2009.15: 169-174.3. Sun-Wei Guo. Recurrence of Endometriosis and its control. Human reproductive update. 2009. Vol 15,4:441-461.4. Mansjoer, A., Triyanti, K,. Savitri, R., dan Wardhani, W. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculaplus Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.5. Giudice L.C. Endometriosis. The New England Journal of Medicine. 2010. 362;25 : 2389-2390.

6. Machado D, Berardo P, Palmero C, and Nasciutti L. Higher expression of vascular endothelial growth factor (VEGF) dan its receptor VEGFR-2 (Flk-1) and Metalloproteinase-9 (MMP-9) in a rat model of peritoneal endometriosis is similar to cancer disease. Journal of experimental & clinical cancer research. 2010; 29:4.7. Berbic M., et al. The role of Foxp3+ regulatory T-cells in endomeriosis: a potential controlling mechanism for a complex, chronic immunological condition. Human Reproduction. 2010; 25:4 : 900-907.8. Elsevier. Endometriosis. [cited: July 2013]. Available at: https://www.clinicalkey.com/topics/obstetrics-gynecology/endometriosis.html9. Mayo Clinic. Causes endometriosis. [cited: July 2013]. Available at: http://www.mayoclinic.com/health/endometriosis/DS00289/DSECTION=causes10. Mayo clinic. Risk factors endometriosis. [cited: July 2013]. Available at: http://www.mayoclinic.com/health/endometriosis/DS00289/DSECTION=risk%2Dfactors11. Linda C. Giudice, M.D., Ph.D. Endometriosis. N Engl J Med 2010;362:2389-98 12. Katrina Slaughter, M.D.and Rajiv B. Gala, M.D. Endometriosis for the Colorectal Surgeon. Urology and Gynecology; 2010;23:7279.13. Serdar E. Bulun, M.D. Mechanism of disease Endometriosis. N Engl J Med 2009;360:268-7914. Margherita Dessole, Gian Benedetto Melis, and Stefano Angioni. Endometriosis in Adolescence. Obstetrics and Gynecology International Volume 2012, Article ID 869191, 4 pages15. Neha Agarwal, Aruselvi Subramania. Endometriosis- Morphlogy, Clinical Presentation and Molecular Pathology. Journal of laboratory Physician jan-jun 2010/vol-2/issue-116. Ivo Brosens and Giuseppe Benagio. Endometriosis, a modern syndrome. Indian J Med Res 133, June 2011, pp 581-49317. Ian S. Fraser AO, MD, Franzcog, Crei. Recognisisng, understanding and managing endometriosis. J Hum Reprod Sci. Jul-Dec 2008. Issue 2 vol 118. Michael J. Worley Jr. 1, William R. Welch 2, Ross S. Berkowitz 1 and Shu-Wing Ng . Endometriosis-Associated Ovarian Cancer: A Review of Pathogenesis. Int. J. Mol. Sci. 2013, 14, 5367-5379; doi:10.3390/ijms14035367 19. Falcone, F. and Mascha E. The Elusive Diagnostic Test for Endometriosis. American Society for Reproductive Medicine. 2003; 80(4): 886-888.

20. Eisenberg, E. 2009. Frequently Asked Questions: Endometriosis. USA: Department of Health and Human Services.

21. Fischer, J., Giudice, L., Milad, M., Mosbrucker, C., and Sinervo, K. Diagnosis & Management of Endometriosis: Pathophysiology to Practice. APGO Educational Series on Womens Health Issues.22. Robbins, S., Kumar, V. dan Cotran, R. 2007. Robbins Buku Ajar Patologi ed. 7. Jakarta: EGC.23. Markham SM, Carpenter SE, Rock JA. Extrapelvic endometriosis. Obstet Gynecol Clin North Am. Mar 1989;16(1):193-219.24. Jubanyik KJ, Comite F. Extrapelvic endometriosis. Obstet Gynecol Clin North Am. Jun 1997;24(2):411-40.25. Harrison RF, Barry-Kinsella C. Efficacy of medroxyprogesterone treatment in infertile women with endometriosis: a prospective, randomized, placebo-controlled study. Fertil Steril. Jul 2000;74(1):24-30.26. A.Fauconnier and C.Chapron. Endometriosis and pelvic pain: epidemiological evidence of the relationship and implications. Human Reproduction Update, Vol.11, No.6 pp. 595606, 2005 27. Schrager S, et al. Evaluation and treatment of endometriosis. American Family Physician. 2012;87:107