STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB...
Transcript of STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB...
STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN VAKUMDENGAN KEMASAN PLASTIK POLIPROPILEN
TERHADAP MUTU DAN UMUR SIMPANSAVORY CHIPS IKAN TERI (Stolephorus heterolobus)
(Tesis)
Oleh
PROGRAM PASCASARJANATEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
HADI SUWARNO
ABSTRACT
ATMOSPHERIC MODIFICATION STUDY OF NON VACUUM AND VACUUMPACKAGING WITH POLYPROPYLENE PLASTIC ON QUALITY ANDSHELF LIFE OF TERI FISH (Stolephorus heterolobus) SAVORY CHIPS
By
Hadi Suwarno
Teri fish savory chips is one of the fishery product diversification which isrelatively easy to absorb water and be oxidized. So, the packaging becomesimportant factor in maintaining the quality and shelf life of the product. Theobjective of the research is to know the quality decrease on non vacuum andvacuum packaging and to estimate shelf life of teri fish savory chips. Thisresearch is divided into three stages. Stage one is the making of teri fish savorychips coating flour. Formulation of coating flour with a ratio is 2:1 (rice flour andtapioca). It was added a sodium bicarbonate (caustic soda) 1.5%, and the spicesthat cotain of salt, pepper, garlic, and coriander. In the second stage, the makingof teri fish savory chips with using the coating flour (the result first stage). Thefrying prosess used deep fat frying method with 180oC frying temperature for 5minutes. The third stage research was pack with non vacuum and vacuum withpolypropylene plastic and stored at temperatures of 30ºC, 40ºC and 50ºC for 6weeks. Analysis of quality degradation and estimation of shelf life usingacceleration method through arrhenius approach. Analysis of moisture content, fatcontent, free fatty acid content, crispness and sensory test (appearance, odor, tasteand texture) were tested every week and to microbiology test on week 1 and 6.Teri fish savory chips stored in non vacuum polypropylene plastic packaging,decreasing in quality was compared to the vacuum one. At 6th week storage,moisture content of teri fish savory chips that stored was at temperature 30ºC,40ºC and 50ºC with non vacuum packaging 4,90%; 4.57%; 4.24% while thevacuum packaging was 4.45%; 4.05%; 4.03%; ALB level of 0.65%; 0.69%;0.73% and 0.45%; 0.50%; 0.55%; crunch score of 1.98 kg/105mm; 1.65 kg/105mm; 1.32 kg/105mm and equal to 1.26 kg/105mm; 1.05 kg/105mm; 0.93kg/105mm, while the sensory test appears with a score of 7.12; 6.93; 6.48 and7.55; 7.31; 7.00; odor with score of 7.15; 6.90, 6.80 and 7.45; 7.05; 7.00; tastewith a score of 7.04; 6.32; 6.85 and 7.52; 7.19; 6.82 and texture with score of7.17; 7.00; 6.78 and 7.53; 7.11; 6.85. The best shelf life of teri fish savory chipsthat was packaged with polyprophylene plastic and non vacuum condition was 50days and the vacuum condition was 82 days at room temperature (30oC).
Keywords: savory chips, polyprophylene, non vacuum, vacuum, ASLT
ABSTRAK
STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN VAKUM DENGANKEMASAN PLASTIK POLIPROPILEN TERHADAP MUTU DAN UMUR SIMPAN
SAVORY CHIPS IKAN TERI (Stolephorus heterolobus)
Oleh
Hadi Suwarno
Savory chips ikan teri merupakan salah satu upaya diversifikasi produk hasilperikanan yang memiliki sifat mudah menyerap air dan mudah mengalamioksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankanmutu dan umur simpan produk Tujuan penelitian adalah mengetahui penurunanmutu dalam kemasan non vakum dan vakum serta mempelajari pendugaan umursimpan savory chips ikan teri.
Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap. Tahap satu adalah pembuatan tepungpelapis savory chips ikan teri. Formulasi tepung pelapis dengan perbandingan 2:1(tepung beras dan tapioka). Pada formula tersebut ditambahkan perenyah natriumbikarbonat (soda kue) konsentrasi 1,5%, dan bumbu-bumbu yang ditambahkanterdiri dari garam, lada, bawang putih, serta ketumbar. Pada tahap dua dilakukanpembuatan savory chips ikan teri menggunakan tepung pelapis penelitian tahapsatu untuk melapisi ikan teri. Penggorengan menggunakan metode deep fat fryingdengan suhu penggorengan 180oC selama 5 menit. Pada tahap tiga savory chipsikan teri dikemas dengan plastik polipropilen kondisi non vakum dan vakumdisimpan pada suhu 30ºC, 40ºC dan 50ºC selama 6 minggu. Analisis penurunanmutu dan pendugaan umur simpan menggunakan metode akselerasi melaluipendekatan arrhenius. Analisis terhadap kadar air, kadar lemak, kadar asam lemakbebas, kerenyahan dan uji sensori (kenampakan, bau, rasa dan tekstur) setiapminggu sedang uji mikrobiologi dilakukan pada minggu ke 1 dan ke 6.
Savory chips ikan teri kemasan plastik polipropilen kondisi non vakum lebih cepatmengalami penurunan mutu dibanding kondisi vakum. Pada penyimpanan mingguke 6, kadar air savory chips ikan teri pada suhu penyimpanan 30oC, 40oC dan50oC dengan pengemasan kondisi non vakum sebesar 4,90%; 4,57%; 4,24%sedangkan pengemasan kondisi vakum sebesar 4,45%; 4,05%; 4,03%; kadar ALBsebesar 0,65%; 0,69%; 0,73% dan sebesar 0,45%; 0,50%; 0,55%; skor kerenyahansebesar 1,98 kg/105mm; 1,65 kg/105mm; 1,32 kg/105mm dan sebesar 1,26kg/105mm; 1,05 kg/105mm; 0,93 kg/105mm, sedangkan uji sensori kenampakandengan skor 7,12; 6,93; 6,48 dan 7,55; 7,31; 7,00; bau dengan skor 7,15;6,90;6,80 dan 7,45; 7,05; 7,00; rasa dengan skor 7,04; 6,32; 6,85 dan 7,52; 7,19;6,82 serta tekstur dengan skor 7,17; 7,00; 6,78 dan 7,53; 7,11; 6,85.
Umur simpan terbaik savory chips ikan teri kemasan plastik polipropilen kondisinon vakum adalah 50 hari dan kondisi vakum adalah 82 hari pada suhu ruang(30oC).
Kata kunci : savory chips, polipropilen, non vakum, vakum, ASLT.
STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN VAKUMDENGAN KEMASAN PLASTIK POLIPROPILEN
TERHADAP MUTU DAN UMUR SIMPANSAVORY CHIPS IKAN TERI (Stolephorus heterolobus)
Oleh
HADI SUWARNO
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER SAINS
PadaProgram Pascasarjana Magister Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANATEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah, pada tanggal
04 Maret 1973 merupakan anak ke delapan dari delapan
bersaudara, dari Bapak Darso dan Ibu Sudarmi.
Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri Seren I,
Sulang, Rembang, Jawa Tengah pada tahun tahun 1985, Sekolah Menengah
Pertama di SMP PGRI Sulang, Rembang, Jawa Tengah pada tahun tahun 1988,
dan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Rembang, Jawa
Tengah pada tahun tahun 1991 serta Pendidikan Tinggi di Jurusan Teknologi
Pengolahan Hasil Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta tahun 1995.
Penulis sejak lulus tahun 1995 sampai dengan 2000 bekerja di PT. Dipasena
Citra Darmaja Lampung, tahun 2000 sampai dengan 2003 bekerja di PT. Central
Pertiwi Bahari Lampung, dan tahun 2003 sampai dengan 2005 penulis bekerja di
PT. Indokom Samudera Persada, Lampung. Pada tahun 2005 sampai dengan 2009
bekerja di SMK Negeri Pugung, Tanggamus dan mulai tahun 2009 sampai
sekarang penulis bekerja di SMK Negeri 6 Bandar Lampung sebagai guru. Sejak
2015 penulis mendapatkan kesempatan tugas belajar pada Program Pasca Sarjana
Magister Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
SANWACANA
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T., karena atas rahmat
dan ridho-Nya tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis ini ditulis berdasarkan
penelitian yang dilakukan mulai tanggal 1 Desember 2016 sampai dengan 31 Mei
2017 di Pulau Pasaran, Bandar Lampung, LPPMHP Dinas Kelautan dan
Perikanan Prov. Lampung, dan Laboratorium THP Politeknik Negeri Lampung
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan
kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung,
atas kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
melaksanaan pendidikan program pascasarjana di Universitas Lampung.
2. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan dan para pembantu
Dekan beserta seluruh staff Fakultas Pertanian, Universitas Lampung atas
dukungannya kepada penulis selama melaksanakan pendidikan program
pascasarjana di Universitas Lampung.
3. Dr. Dewi Sartika, S.T.P., M.Si, selaku pembimbing utama sekaligus
Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis sampai tesis ini
diselesaikan.
4. Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si., selaku pembimbing anggota yang telah
membimbing penulis sampai tesis ini diselesaikan.
5. Prof. Dr. Ir. Murhadi, M.Si., selaku pembahas yang telah memberikan saran
dan kritikan guna penyempurnaan tesis ini.
ix
6. Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P., selaku Ketua Program Studi dan seluruh staff
program pascasarjana Magister Teknologi Industri Pertanian Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.
7. Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Lampung, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
sehingga penulis dapat melaksanaan pendidikan program pascasarjana di
Universitas Lampung.
8. Drs. Rusdi HS, M.T. dan Salahudin, S.T., M.Pd selaku kepala SMK Negeri 6
Bandar Lampung, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melaksanakan tugas belajar di Universitas Lampung.
9. Istriku Wiwin Sri Utami, S.Pd dan anak-anakku Rifa Sabila dan Rafeyfa
Asyla yang telah memberikan dukungan moril dalam melaksanakan
pendidikan program pascasarjana di Universitas Lampung
10. Seluruh rekan-rekan mahasiswa program studi Magister Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung yang telah memberikan
dukungan moril dalam penulisan tesis ini.
Penulis memohon semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga
tesis ini bermanfaat dan berguna bagi pembangunan kelautan dan perikanan.
Bandar Lampung, Mei 2018
Penulis
Hadi Suwarno
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah ............................................................. 1B. Tujuan Penelitian............................................................................... 4C. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 4D. Hipotesis............................................................................................ 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Teri ( Stolephorus sp.) ..................... 7B. Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Ikan Teri............................. 8C. Savory Chips Ikan Teri...................................................................... 9
1. Bahan pelapis (battered/coating) .................................................. 92. Bahan pengembang/perenyah ....................................................... 113. Bumbu ........................................................................................... 12
D. Deep Fat Frying ................................................................................ 12E. Perubahan Kimiawi Selama Proses Pengolahan .............................. 14F. Syarat Mutu Savory Chips Ikan Teri ................................................. 16G. Pengemasan....................................................................................... 17H. Kemasan Non Vakum dan Kemasan Vakum.................................... 19I. Umur Simpan...................................................................................... 20
1. Penurunan Mutu Savory Chips Ikan Teri Selama Penyimpanan .. 212. Kriteria Kerusakan Savory Chips Ikan Teri .................................. 243. Metode Pendugaan Umur Simpan................................................. 24
III. BAHAN DAN METODE
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........... .............................................. 30B. Bahan dan Alat .............................................................................. 30C. Metode Penelitian .......................................................................... 31D. Pelaksanaan Penelitian ................................................................... 32
1. Prosedur Penelitian Tahap Satu ............................................... 322. Prosedur Penelitian Tahap Dua................................................ 323. Prosedur Penelitian Tahap Tiga ............................................... 33
xi
E. Pengamatan...................................................................................... 351. Uji Kadar Air (SNI 01.2354.2-2006).......................................... 352. Uji Kadar Lemak (SNI 01.2354.3-2006) .................................... 353. Uji Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) (SNI 01-4305-1996) ...... 364. Uji Kerenyahan ........................................................................... 375. Uji Sensori (SNI 7760 : 2013) ................................................... 376. Uji Mikrobiologi (Angka Lempeng Total /ALT)
(SNI 01-2332.3-2006)................................................................. 397. Analisis Pendugaan Umur Simpan ............................................. 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Mutu Savory Chips Ikan Teri........... ......................... 42B. Perubahan Mutu Savory Chips Ikan Teri yang Dikemas Non
Vakum dan Vakum pada Berbagai Suhu Penyimpanan ................ 451. Kadar Air .................................................................................... 452. Kadar Lemak............................................................................... 473. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB).............................................. 504. Kerenyahan ................................................................................. 535. Uji Sensori ................................................................................ 55
a. Kenampakan ........................................................................... 55b. Bau ......................................................................................... 57c. Rasa ........................................................................................ 59d. Tekstur.................................................................................... 61
6. Uji Mikrobiologi (Angka Lempeng Total /ALT) ....................... 64C. Umur Simpan Savory Chips Ikan Teri .......................................... 66
1. Penentuan Ordo Reaksi............................................................... 662. Persamaan Arrhenius .................................................................. 693. Penentuan Batas Kritis ................................................................ 704. Perhitungan Umur Simpan.......................................................... 70
a. Umur Simpan Savory Chips Ikan Teri Kemasan Non Vakum 70b. Umur Simpan Savory Chips Ikan Teri Kemasan Vakum ....... 73
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan........... ........................................................................... 78B. Saran................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 80
LAMPIRAN ................................................................................................ 84
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Persyaratan mutu dan keamanan ikan renyah ...................................... 16
2. Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deteriorasi pada produkpangan ................................................................................................... 22
3. Lembar penilaian sensori ikan renyah (savory chips ikan teri)............. 38
4. Karakteristik mutu savory chips ikan teri ............................................. 43
5. Kadar air savory chips ikan teri............................................................. 46
6. Kadar lemak savory chips ikan teri ....................................................... 48
7. Kadar asam lemak bebas savory chips ikan teri.................................... 51
8. Kerenyahan savory chips ikan teri ........................................................ 53
9. Kenampakan savory chips ikan teri....................................................... 56
10. Skor bau savory chips ikan teri ............................................................. 58
11. Skor rasa savory chips ikan teri............................................................. 60
12. Skor tekstur savory chips ikan teri ........................................................ 62
13. Jumlah mikroba savory chips ikan teri.................................................. 64
14. Persamaan garis penurunan mutu savory chips ikan teri dan R2
berdasarkan uji fisikokimia ................................................................... 67
15 Persamaan garis penurunan mutu savory chips ikan teri dan R2
berdasarkan uji sensori .......................................................................... 68
16 Persamaan Arrhenius penurunan mutu savory chips ikan teri dan R2
berdasarkan uji fisikokimia .................................................................. 69
17 Persamaan Arrhenius penurunan mutu savory chips ikan teridan R2
berdasarkan uji sensori .......................................................................... 69
18. Kadar asam lemak bebas savory chips ikan teri kemasan non vakum . 70
xiii
19. Nilai kemiringan kurva savory chips ikan teri kemasan non vakum .... 71
20. Laju peningkatan kadar asam lemak bebas savory chips ikan terikemasan non vakum .............................................................................. 72
21. Umur simpan savory chips ikan teri kemasan non vakum.................... 73
22. Kadar asam lemak bebas savory chips ikan teri kemasan vakum......... 74
23. Nilai kemiringan kurva savory chips ikan teri kemasan vakum ........... 75
24. Laju peningkatan kadar asam lemak bebas savory chips ikan terikemasan vakum ..................................................................................... 76
25. Umur simpan savory chips ikan teri kemasan vakum........................... 76
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ikan teri (Stolephorus sp.) ................................................................... 8
2. Skema diagram perpindahan panas dan massa selama proses deepfat frying ... .............................................................................. ......... 14
3. Grafik hubungan antara nilai ln k dan ⅟T dalam persamaan Arrhenius 26
4. Bagan alir kegiatan penelitian tahap satu ............................................ 32
5. Bagan alir kegiatan penelitian tahap dua............................................ 33
6. Bagan alir kegiatan penelitian tahap tiga ........................................... 34
7. Savory chips ikan teri curah ............................................................... 42
8. Savory chips ikan teri kemasan non vakum ....................................... 42
9. Savory chips ikan teri kemasan kemasan vakum ............................... 42
10. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan kadar air savorychips ikan teri. .................................................................................... 46
11. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan kadar lemaksavory chips ikan teri.......................................................................... 49
12. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan kadar asamlemak bebas savory chips ikan teri..................................................... 51
13. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan kerenyahansavory chips ikan teri.......................................................................... 54
14. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan rata-rata nilaikenampakan savory chips ikan teri. ................................................... 57
15. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan skor bau savorychips ikan teri. .................................................................................... 58
xv
16. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan skor rasasavory chips ikan teri.......................................................................... 60
17. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan skor tekstursavory chips ikan teri.......................................................................... 62
18. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan peningkatantotal mikroba savory chips ikan teri. .................................................. 65
19 Grafik laju peningkatan kadar asam lemak bebas savory chipskemasan non vakum. .......................................................................... 71
20. Grafik persamaan laju kinetik kadar asam lemak bebas terhadappendugaan umur simpan savory chips ikan teri kemasan non vakum 72
21. Grafik laju peningkatan kadar asam lemak bebas savory chips ikanteri kemasan vakum............................................................................ 74
22. Grafik persamaan laju kadar asam lemak bebas terhadap pendugaanumur simpan savory chips ikan teri kemasan vakum......................... 75
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Duapertiga wilayah Indonesia adalah perairan sehingga berpotensi besar di
sektor perikanan. Produksi perikanan Indonesia pada tahun 2013 sebesar 15,16
juta ton, 5,71 juta ton dari perikanan tangkap dan 9,45 juta ton dari perikanan
budidaya (Anonima, 2016). Namun tingkat konsumsi ikan masih rendah.
Konsumsi ikan di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 41,11 kg/kapita/thn,
Malaysia sebesar 70 kg/kapita/thn sedangkan Jepang mencapai 140
kg/kapita/thn (Anonimb, 2016). Penyebab rendahnya konsumsi ikan karena
kurangnya pemahaman masyarakat tentang gizi dan manfaat protein ikan bagi
kesehatan dan kecerdasan, serta belum berkembangnya teknologi pengolahan ikan
dalam bentuk diversifikasi olahan hasil perikanan yang dapat memenuhi selera
masyarakat (Anonimc, 2016).
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang mengandung asam-asam
amino esensial (EPA dan DHA) yang dibutuhkan tubuh (Afrianto dan Liviawaty.
1993). Agustono (2008) menyatakan bahwa kandungan mineral ikan relatif kecil,
tetapi mempunyai peran yang sangat penting dalam mengatur proses metabolisme
tubuh, pertumbuhan dan penggantian jaringan.
2
Diversifikasi olahan ikan perlu ditingkatkan seiring terjadinya perubahan perilaku
yang serba instan, praktis dan cepat sehingga konsumsi produk–produk siap saji
cenderung meningkat. Salah satu jenis makanan yang mudah dan cepat
dikonsumsi adalah makanan ringan (snack food). Berdasarkan hasil survey
United State Departement of Agricultural (USDA), 15% dari total kalori pangan
yang dikonsumsi oleh anak-anak dan remaja di Amerika berasal dari snack
(Rhee et al., dalam Yusuf 2011). Umumnya produk makanan ringan yang beredar
di pasaran berasal dari serelia. Sebagian besar produk makanan ringan tersebut
memiliki kalori dan lemak tinggi tetapi kandungan protein dan vitamin rendah.
Salah satu diversifikasi olahan ikan dalam bentuk makanan ringan adalah savory
chips ikan teri.
Pemanfaatan ikan teri saat ini baru sebatas diolah menjadi makanan segar dan
dikeringkan dalam bentuk asin atau tawar. Upaya diversifikasi olahan teri perlu
dikembangkan agar nilai ekonominya meningkat. Ikan teri berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan ringan (snack), karena tidak perlu
penanganan khusus seperti penyiangan maupun pemisahan daging dan semua
bagian ikan tersebut dapat langsung dimanfaatkan.
Permasalahan yang sering terjadi pada produk snack adalah kerenyahan dan
ketengikan. Menurut Varela et al., (2008), kerenyahan produk tergantung pada
formulasi, bahan tambahan dan proses pengolahan. Penyerapan minyak selama
proses penggorengan berpotensi mengakibatkan perubahan tekstur dan ketengikan
setelah penyimpanan. Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi hal tersebut
adalah melapisi (coating) dengan tepung sebelum digoreng serta teknik
3
penggorengan yang digunakan. Sifat renyah pada produk snack ini akan hilang
jika produk menyerap air. Pengemasan merupakan salah satu cara menghambat
uap air lingkungan terserap oleh produk pangan kering, mencegah atau
mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran
serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran (Suyitno, 1999).
Menurut Syarief dan Halid (1993), penggunaan plastik untuk kemasan makanan
ringan cukup menarik karena sifat-sifatnya yang menguntungkan seperti luwes,
mudah dibentuk, mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak
korosif serta mudah dalam penanganan. Plastik jenis polipropilen mempunyai
kekuatan tarik, kejemihan serta permeabilitas uap air dan gas yang rendah
(Mujiarto, 2005).
Teknologi pengemasan dapat dilaksanakan dengan tiga cara yaitu teknologi
penukaran gas, vakum dan non vakum. Menurut Syarief dan Halid (1993), metode
pengemasan vakum dapat menghambat kerusakan pangan dari aktivitas biologi
maupun kimia sehingga syarat-syarat mutu produk bisa terjamin. Pengolahan
snack harus memenuhi syarat-syarat mutu yang telah di tetapkan. Syarat mutu dan
keamanaan pangan savory chips ikan teri ini mengacu pada SNI (2013).
Pendugaan umur simpan dilakukan dengan mengevaluasi perubahan mutu produk
selama penyimpanan. Metode akselerasi dapat memperpendek waktu umur
simpan dengan cara mempercepat terjadinya reaksi penurunan mutu produk pada
suatu kondisi penyimpanan ekstrim. Model Arrhenius umumnya digunakan untuk
menduga umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap perubahan suhu,
seperti produk pangan yang mudah mengalami ketengikan (Arpah, 2001).
4
Oleh karena itu perlu dilakukan studi perubahan mutu dan umur simpan savory
chips ikan teri (Stolephorus heterolobus) dalam kemasan plastik polipropilen
dalam kondisi non vakum dan vakum.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Membandingkan penurunan mutu savory chips ikan teri dalam kemasan plastik
polipropilen kondisi non vakum dan vakum.
2. Mendapatkan umur simpan savory chips ikan teri terbaik dalam kemasan
plastik polipropilen kondisi non vakum dengan metode akselerasi.
3. Mendapatkan umur simpan savory chips ikan teri terbaik dalam kemasan
plastik polipropilen kondisi vakum dengan metode akselerasi.
C. Kerangka Pemikiran
Makanan ringan (snack food) mengalami peningkatan konsumsi seiring dengan
perubahan pola konsumsi pangan masyarakat. Umumnya snack yang beredar
menggunakan serelia sebagai bahan baku utamanya sehingga produk yang
dihasilkan memiliki kandungan gizi yang rendah. Snack dengan bahan baku
ikan teri yang dilapisi tepung dikenal dengan istilah savory chip merupakan jenis
snack yang baik karena ikan teri mengandung protein yang tinggi sebesar 18,83
g/100 g (Anonimd, 2012).
Savory chips ikan teri tergolong jenis makanan crackers yaitu makanan yang
bersifat kering dan renyah dengan kandungan lemak tinggi (Ketaren, 1986).
Kandungan lemak dalam keripik jika teroksidasi akan menghasilkan asam organik
5
dan keton mengakibatkan bau dan rasa tengik. Kerusakan lemak atau oksidasi
lemak yang terjadi pada keripik disebabkan produk bersentuhan dengan udara,
oksigen, uap air, cahaya ataupun perubahan suhu ekstrim (Arpah, 2001).
Savory chips ikan teri memiliki sifat mudah menyerap uap air dari udara sekitar
sehingga mudah mengalami kerusakan seperti menjadi tidak renyah, ditumbuhi
jamur dan bakteri serta bau yang tengik (Suyitno, 1986). Menurut Kusnandar
(2001), komposisi kimia produk terutama kadar air menentukan sifat kerenyahan,
semakin tinggi kadar air suatu produk, maka produk akan semakin tidak renyah.
Untuk mencegah hal tersebut, perlu dilakukan pengemasan pada produk.
Menurut Mujiarto (1989), pengemasan mencegah atau mengurangi kerusakan
dengan cara melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya. Pemilihan bahan
pengemas yang tepat dengan sifat permeabilitas yang baik dapat meningkatkan
umur simpan produk yang dikemas. Salah satu jenis kemasan bahan pangan
tersebut adalah plastik polipropilen.
Pengemasan vakum dan non vakum dapat mencegah kerusakan savory chips ikan
teri. Menurut Syarif dan Halid (1993), pengemasan vakum pada prinsipnya adalah
pengeluaran gas dan uap air dari produk yang dikemas sedangkan pengemasan
non vakum dilakukan tanpa mengeluarkan gas dan uap air yang terdapat dalam
produk. Oleh karena itu pengemasan vakum mampu menekan pertumbuhan
bakteri, perubahan bau, rasa dan kenampakan selama penyimpanan, karena pada
kondisi vakum pertumbuhan bakteri aerob relatif lebih kecil dibanding dalam
kondisi non vakum.
6
Untuk menjamin keamanan produk sesuai dengan UU Pangan No. 18 tahun 2012
dan PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan maka harus ditetapkan
masa kadaluarsa atau umur simpan produk. Pendugaan umur simpan savory chips
ikan teri dilakukan dengan metode akselerasi model Arrhenius, yaitu dengan cara
mempercepat terjadinya reaksi penurunan mutu produk pada suatu kondisi
penyimpanan dengan suhu ekstrim dan umumnya digunakan yang produk yang
sensitif terhadap perubahan suhu dan mudah mengalami ketengikan.
Oleh karena itu dipandang perlu untuk melakukan studi tentang penurunan mutu
savory chips ikan teri dalam kemasan plastik polipropilen selama penyimpanan
dengan memodifikasi atmospheric non vakum dan vakum serta menentukan umur
simpan sebagai bentuk jaminan keamanan pangan.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah :
1. Terdapat perbedaan penurunan mutu savory chips ikan teri dalam kemasan
plastik polipropilen kondisi non vakum dan vakum.
2. Terdapat umur simpan terbaik savory chips ikan teri dalam kemasan plastik
polipropilen kondisi non vakum dengan metode akselerasi.
3. Terdapat umur simpan terbaik savory chips ikan teri dalam kemasan plastik
polipropilen kondisi vakum dengan metode akselerasi.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Deskripsi IkanTeri (Stolephorus sp.)
Ikan teri (Stolephorus sp.) merupakan ikan penghuni perairan pesisir dan eustaria
serta beberapa jenis dapat hidup pada perairan dengan salinitas 10-15%. Pada
umumnya, ikan teri hidup bergerombol, terutama jenis-jenis yang berukuran kecil,
yang terdiri dari ratusan sampai ribuan ekor (Hutomo et al., 1987).
Klasifikasi ikan teri menurut Saanin (1984), adalah sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Clupeidae
Genus : Stolephorus
Spesies : Stolephorus sp.
Morfologis ikan teri yaitu tubuh bulat memanjang (fusiform) atau agak termampat
ke samping (compressed), sisi samping tubuh terdapat garis putih keperakan
memanjang dari kepala sampai ekor. Sisiknya kecil dan tipis, tulang rahang atas
memanjang mencapai celah insang. Sirip dorsal tanpa duri pradorsal sebagian
atau seluruhnya dibelakang anus, pendek dengan jari-jari lemah sekitar 16-23
buah. Gigi pada rahang, langit-langit palatin, pterigod dan lidah. Berukuran kecil
sekitar 6-9 cm (Hutomo et al., 1987). Bentuk ikan teri disajikan Gambar 1.
8
Gambar 1. Ikan teri (Stolephorus sp.) (Saanin, 1984)
B. Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi IkanTeri
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1993), ikan teri mengandung protein dan
mineral yang cukup tinggi sedangkan vitamin dan lemaknya rendah jika
dibandingkan dengan ikan laut lainnya. Jumlah kalori yang dapat dihasilkan dari
100 g daging ikan teri mencapai 74 kalori. Ikan teri juga mengandung vitamin A,
vitamin B, dan sumber mineral lainnya. Menurut zat besi pada ikan lebih mudah
diserap dibandingkan zat besi pada serelia dan kacang-kacangan (Winarno, 2008).
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1993), ikan teri kaya akan fosfor yang berfungsi
untuk pembentukan tulang dan gigi serta kalsium berperan untuk masa
pertumbuhan dan mengurangi proses osteoporosis pada orang dewasa.
Bahan baku ikan teri yang diolah wajib memenuhi syarat kesegaran ikan segar,
seperti bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, rupa dan warna utuh
putih cemerlang, bau yang spesifik jenis, serta tekstur daging kenyal. Menurut
Anonimd (2012), komposisi kimia ikan teri per 100 g terdiri atas protein (18,83 g),
lemak (1,24 g), abu (2,38 g), fosfor (500 mg), kalsium (500 mg), dan zat besi (1
mg).
9
C. Savory Chips Ikan Teri
Savory chips ikan teri merupakan ikan renyah. Menurut SNI (2013), ikan renyah
adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan yang mengalami
penambahan bumbu dengan dan atau tanpa tepung dan digoreng hingga renyah.
Savory chips ikan teri menggunakan bahan baku ikan teri. Produk olahan ini
termasuk makanan ringan atau snack yang dikenal dengan istilah fish snack atau
fish savory chips.
Menurut Moriera (2001), snack diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok : 1)
generasi pertama yaitu produk konvensional tanpa ekstrusi misalnya keripik
kentang, biskuit panggang; 2) generasi kedua yaitu produk langsung
mengembang; 3) generasi ketiga yaitu produk yang telah diekstrusi masih
memerlukan pengolahan lebih lanjut seperti penggorengan dan pengeringan.
Produk savory chips ikan dapat dikategorikan ke dalam makanan ringan generasi
pertama. Proses pengolahnnya adalah dengan cara digoreng menggunakan minyak
yang banyak (deep fat fried) pada suhu tinggi dalam waktu singkat, sehingga
memberikan pengembangan dan kerenyahan pada produk akhir. Menurut Fellows
(2000), waktu yang dibutuhkan bahan pangan sampai tergoreng matang
tergantung pada : 1) tipe bahan pangan, 2) temperatur minyak, 3) metode
penggorengan (dangkal atau dengan minyak tergenang), 4) ketebalan bahan
pangan dan 5) perubahan yang diinginkan dalam mutu makanan.
1. Bahan Pelapis (battered/coating)
Pada pembuatan produk chips sering digunakan untuk memperoleh produk akhir
garing dan renyah adalah menggunakan tepung sebagai bahan pelapis. Batter atau
10
coating pada produk gorengan akan memperkaya flavor, tekstur dan penampakan
serta berperan sebagai pelindung dari penyerapan minyak yang berlebihan pada
saat penggorengan (Chien et al., 2008). Pelapisan pada produk snack memberikan
hasil akhir yang lebih baik, dapat mengurangi biaya operasional karena waktu
penggorengan yang digunakan lebih singkat, dapat mengurangi penggunaan
minyak goreng yang berlebih, dan menambah volume produk akhir jika
dibandingkan dengan produk yang digoreng tanpa pelapisan (Winarno, 2004).
Tepung merupakan bahan tambahan makanan ringan yang memberikan produk
akhir sesuai yang diinginkan seperti peningkatan pengembangan, meningkatkan
kerenyahan, mengurangi penyerapan minyak (Manullang, 1997). Pati merupakan
komponen utama tepung. Pati merupakan homopolimer D-glukosa dengan ikatan
α-glikosidik dan ditemukan sebagai karbohidrat simpanan pada tanaman. Pati
terdapat sebagai ganula dengan ukuran dan karakteristik yang berbeda untuk
masing-masing tanaman (Copeland et al., 2009).
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C dan
bentuk rantainya apakah lurus atau bercabang. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat
dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang tidak larut disebut amilopektin
sedangkan fraksi yang larut adalah amilosa. Berdasarkan bentuk rantai karbonnya
amilosa adalah ganula pati yang memiliki rantai linier, sedangkan amilopektin
memiliki rantai karbon yang bercabang. Kandungan amilosa dan amilopektin pada
tepung dapat mempengaruhi karakteristik tekstur dari produk chips, karena pada
saat pemasakan terjadi pengembangan pati sebagai akibat dari proses gelatinisasi.
Apabila produk makin mengembang maka teksturnya akan semakin renyah
11
(Manullang, 1997). Umumnya tepung yang digunakan sebagai pelapis adalah
tepung tapioka, beras, maizena, terigu, dan tepung sisa hasil ekstrudat.
2. Bahan Pengembang/Perenyah
Bahan pengembang/perenyah dalam pangan dikategorikan sebagai bahan
tambahan makanan. Bahan tambahan makanan dapat diartikan sebagai senyawa
kimia yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk membantu dalam
proses pengolahan, bertindak sebagai pengganti atau untuk memperbaiki kualitas
makanan (deMan, 1999).
Bahan perenyah merupakan bahan yang mereduksi kecenderungan masing-masing
partikel pada bahan pangan untuk menempel satu sama lain, dan digunakan untuk
memberikan kerenyahan pada produk makanan. Bahan yang tidak larut dalam air,
suhu glass transitionnya tinggi dan memiliki kestabilan yang baik dapat bersifat
sebagai crisping agent misalnya dekstrin dan serat selulosa. Kalsium karbonat
dapat juga digunakan sebagai bahan perenyah pada produk gorengan (Chien et al.,
2008).
Natrium bikarbonat (soda kue) ditambahkan pada produk makanan sebagai
pengembang dan perenyah, sedangkan pada produk minuman natrium bikarbonat
bersifat sebagai bahan pengatur keasaman. Pengembangan pada produk terjadi
karena adanya reaksi dari natrium bikarbonat membentuk gas dalam adonan.
Selama proses pemanasan, volume gas bersama dengan uap air ikut terperangkap
dalam adonan sehingga mengembang (Winarno, 2008). Persyaratan standar batas
maksimum penggunaan natrium bikarbonat pada makanan adalah 50 g/kg atau 5%
(SNI, 1995).
12
3. Bumbu
Bumbu adalah bahan makanan yang ditambahkan dengan tujuan untuk
memberikan rasa pada makanan sehingga menambah cita rasa. Aplikasi bumbu
bisa melalui adonan maupun melalui pelapisan di bagian luar produk (Arintorini,
2002).
Penambahan bumbu pada produk coating memberikan nilai tambah terhadap
produk tersebut, karena mampu meningkatkan cita rasa dan aroma, namun
penambahan bumbu pada produk chips harus mempertimbangkan beberapa hal
diantaranya ketidak-larutan bahan bumbu menyebabkan bahan pelapis dapat
menggumpal, kandungan senyawa volatilnya mudah menguap saat proses
pemanasan. Cara terbaik yang dapat dilakukan untuk menghindari hal-hal tersebut
adalah dengan menambahkan bumbu-bumbu dalam bentuk serbuk misalnya lada,
bawang merah, bawang putih, karena bahan-bahan tersebut tingkat volatilitasnya
rendah dan warnanya netral sehingga tidak mempengaruhi penampakan produk
akhir (Fizsman, 2009).
D. Deep Fat Frying
Menggoreng merupakan suatu unit kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki
kualitas makanan. Pertimbangan lain menggunakan cara menggoreng dalam
pengolahan pangan adalah memberikan pengaruh terhadap daya awet produk
karena dapat merusak suhu aktifitas dari mikroorganisme dan enzim, serta
mengurangi aktifitas air pada permukaan produk (Fellows, 2000).
Ada dua jenis teknik penggorengan yaitu penggorengan dengan minyak banyak
sehingga bahan dapat terendam dalam minyak (deep fat frying), dan
13
penggorengan dengan sedikit minyak (pan frying). Teknik deep fat frying
merupakan salah satu metode yang sudah lama digunakan dalam pengolahan
makanan, karena teknik ini menghasilkan produk dengan kombinasi flavor dan
tekstur yang unik (Mariscal dan Bouchon, 2008).
Menurut Mariscal dan Bouchon (2008), deep fat frying dapat didefinisikan
sebagai proses pemasakan makanan dengan memasukkan bahan ke dalam minyak
pada suhu di atas titik didih air, dan dapat diklasifikasikan sebagai proses
dehidrasi. Suhu penggorengan berkisar antara 130°C–190°C, tetapi biasanya suhu
penggorengan yang digunakan antara 170°C–190°C.
Teknik deep fat frying merupakan suatu unit kegiatan yang kompleks melibatkan
suhu tinggi, perubahan signifikan mikrostruktural dari permukaan dan seluruh
bagian bahan pangan, dan terjadinya transfer panas dan massa secara bersamaan
menghasilkan reaksi berlawanan antara uap air dan minyak pada permukaan
bahan. Teknik deep fat frying melibatkan perubahan fisik dan kimia pada
makanan, seperti gelatinisasi pati, denaturasi protein, penguapan air dan
pembentukan kulit. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekstur dan mutu bahan
yang digoreng adalah laju pemanasan, penetrasi minyak pada bahan, interaksi
minyak-bahan, dan degadasi minyak (Bouchon, 2009).
Tujuan utama deep fat frying adalah untuk melindungi produk. Pada proses
penggorengan saat bahan pangan dimasukan ke dalam minyak rasa dan aroma
berhasil disimpan di dalam bahan. Proses penggorengan juga dilakukan untuk
memperoleh karakteristik khas dari produk gorengan sesuai yang diinginkan
misalnya: kering, berongga (porous), renyah, dan berminyak pada lapisan luar
atau berkerak namun lembut dan basah di bagian dalam produk (Fellows, 2000).
14
E. Perubahan Kimiawi Selama Proses Pengolahan
Saat bahan dimasukkan ke dalam minyak panas pada proses penggorengan, terjadi
kenaikan suhu permukaan yang sangat cepat, disertai dengan terjadinya
penguapan air pada bahan pangan tersebut. Proses penggorengan menyebabkan
terjadi perpindahan penguapan di dalam bahan dan membentuk lapisan kulit pada
permukaan produk, lapisan kulit tersebut memiliki struktur yang porous
(berongga), dengan bentuk ukuran kapiler yang berbeda (Fellows, 2000). Proses
perpindahan tersebut disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema diagam perpindahan panas dan massa selama prosesdeep fat frying (Fellow, 2000).
Penggunaan suhu minyak yang tinggi saat menggoreng akan menyebabkan
terjadinya penguapan air pada permukaan bahan. Saat penguapan, air yang berada
di dalam lapisan bahan produk berpindah pada sekeliling minyak menyebabkan
permukaan bahan menjadi lebih kering, hingga mempengaruhi formasi kulit. Pada
saat yang sama minyak terserap oleh produk, menggantikan bagian air pada bahan
(Moreira, 2001).
Penghantaran panas minyak pada proses penggorengan dengan suhu yang tinggi
dalam waktu yang lama, menyebabkan terjadinya pelepasan uap air dan oksigen
dari bahan makanan, sehingga terjadi oksidasi pada minyak yang berasal dari
15
berbagai senyawa karbonil volatil, asam hidroksi, asam keton, dan asam epoxy
(Fellows, 2000). Hal tersebut menyebabkan bau yang tidak enak dan minyak
menjadi berwarna gelap. Ketengikan merupakan masalah utama pada produk yang
digoreng karena detereorasi produk oleh oksidasi lemak atau minyak dalam
bentuk peroksida, aldehid dan keton (Mariscal dan Bouchon, 2008).
Menurut Fellows (2000), teknik penggorengan dapat meningkatkan karakteristik
warna, rasa, aroma, dan kerenyahan pada bahan makanan. Hal tersebut terjadi
karena adanya kombinasi reaksi Maillard dan senyawa-senyawa yang terserap
minyak. Beberapa faktor penyebab terjadinya perubahan warna dan flavor produk
yang digoreng yaitu: 1) jenis minyak goreng; 2) lama dan suhu minyak; 3)
interaksi permukaan minyak dan bahan; 4) suhu dan lama waktu menggoreng; 5)
ukuran, kandungan air dan karakteristik dari permukaan bahan pangan; 6)
penanganan setelah proses menggoreng.
Kualitas minyak yang digunakan akan menentukan umur simpan produk dan
kualitas minyak untuk menggoreng juga ditentukan oleh jenis bahan pangan yang
digoreng. Faktor yang mempengaruhi penyerapan minyak antara lain suhu
penggorengan, waktu penggorengan, ketebalan irisan dan spesifikasi produk.
Waktu penggorengan menjadi faktor penting produk akhir hasil penggorengan,
kandungan minyak bertambah, kadar uap menurun, dan produk menjadi lebih
renyah berdasarkan lamanya waktu penggorengan (Moreira, 2001).
Menurut Ketaren (1986), selama proses penggorengan terjadi denaturasi protein,
lemak dan senyawa karbohidrat polimer pada bahan. Perubahan tersebut terjadi
karena adanya reaksi Maillard. Reaksi tersebut terjadi antara kelompok amino
bebas dari asam amino, peptida, atau protein dan gugus karbonil dari gula
pereduksi. Reaksi Maillard pada proses penggorengan merupakan hal yang
diinginkan untuk meningkatkan cita rasa, aroma dan pembentukan warna coklat
pada produk akhir. Perubahan lain yang terjadi selama proses penggorengan
16
adalah pembentukan kulit pada produk sehingga menghasilkan tekstur yang
renyah atau garing. Kerenyahan produk gorengan yang dibalut (battered) karena
selain terjadi perpindahan panas dari media ke bahan, juga disebabkan adanya
reaksi pengembangan pati pada proses gelatinisasi selama pemasakan (Varela et
al., 2008),
F. Syarat Mutu Savory Chips Ikan Teri
Pengolahan savory chips ikan teri harus memenuhi syarat-syarat mutu yang telah
ditetapkan. Syarat mutu savory chips ikan teri mengacu pada SNI 7760 : 2013
tentang persyaratan mutu dan keamanan ikan renyah seperti disajikan Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan mutu dan keamanan ikan renyah
Jenis uji Satuan Persyaratan
Sensori Min 7 (Skor 1 - 9)
Kimia- Kadar air- Kadar abu- Kadar protein- Kadar lemak
%%%%
Maks 5,0Maks 12,0Min 15,0
Maks 30,0Cemaran mikroba- ALT- Escherichia coli- Salmonella- Staphylococcus aureus- Kapang*
Koloni/gAPM/ g
-koloni/gkoloni/g
Maks 5,0 x 104
< 3Negatif/25 g
Maks 1,0 x 102
< 1,0 x 102
Cemaran logam *- Kadmium (Cd)- Merkuri (Hg)- Timbal (Pb)- Arsen (As)- Timah (Sn)
mg/kgmg/kgmg/kgmg/kgmg/kg
Maks 0,1Maks 0,5Maks 0,3Maks 1,0Maks 40,0
Catatan : * bila diperlukanSumber : SNI (2013)
G. Pengemasan
Pengemasan tidak dapat dipisahkan dari proses dalam industri makanan. Kemasan
adalah konstruksi yang dirancang dengan kekuatan yang mampu melindungi
17
produk secara efektif terhadap penyebab kerusakan fisik, kimiawi dan
mikrobiologi (Suyitno,1986). Pengemasan adalah upaya melindungi hasil
pengolahan atau produk industri dari bahaya pencemaran, gangguan fisik serta
untuk mendapatkan bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan,
pengangkutan dan distribusi, serta sebagai promosi dan media informasi (Syarief
dan Halid, 1993).
Menurut Suyitno (1999), fungsi kemasan adalah melindungi produk dari faktor-
faktor lingkungan seperti: cahaya, uap air, gas, dan bau serta kemasan juga
merupakan media komunikasi dengan konsumen, legal, dan komersial.
Pengemasan dapat melindungi produk dari kontaminasi dan pembusukan,
mempermudah proses distribusi dan penyimpanan, serta memberikan kemudahan
dalam menyeragamkan jumlah isi produk (Robertson, 2010).
Sementara itu fungsi terpenting dari pengemasan snack adalah untuk melindungi
produk dari ketengikan, kelembaban, kehilangan bau atau masuknya bau asing
yang mengganggu. Robertson (2010), menyatakan bahwa kemasan yang
digunakan untuk makanan ringan yang digoreng (fried snack foods) harus mampu
menyediakan perlindungan yang baik terhadap oksigen, cahaya dan kelembaban.
Bahan kemasan tersebut harus tahan lemak yang bertujuan untuk mencegah
penetrasi lemak dari bahan ke luar melalui dinding pembungkus.
Menurut Nur (2009), penggunaan plastik untuk kemasan makanan cukup menarik
karena sifat-sifatnya yang menguntungkan seperti luwes, mudah dibentuk,
mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah
logam serta mudah dalam penanganan.
18
Menurut Mujiarto (2005), polipropilen termasuk dalam jenis plastik polyolefyne
dan merupakan polirner dari propylene. Sifat-sifat propylene diantaranya adalah
ringan, mudah dibentuk, ternbus pandang dan jernih dalarn keadaan film, tidak
mudah sobek, tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak serta pada suhu tinggi
akan bereaksi dengan benzene, tolen, terpentin dan asam nitrat, permeabilitas uap
air rendah dan perrneabilitas gas sedang
Buckle et al., (1987), menyatakan polipropilen lebih kaku, kuat, lebih ringan dari
pada polietilen dan stabil pada suhu tinggi. Polipropilen mempunyai titik leleh
yang cukup tinggi (190-200ºC), sedangkan titik kristalisasinya antara 130-135ºC.
Polipropilen mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (chemical resistance)
yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) nya rendah (Mujiarto,
2005).
Labuza (1982), mengatakan kondisi bahan pangan selama penyimpanan dan
distribusi dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan diantaranya
suhu, kelembaban, oksigen dan cahaya dapat memicu beberapa mekanisme reaksi
yang menyebabkan kerusakan bahan pangan. Perubahan yang terjadi selama
penyimpanan dan distribusi meliputi perubahan fisika, kimia dan mikrobiologi.
Untuk produk yang sensitif terhadap oksigen dapat diawetkan lebih baik dengan
menggunakan kemasan vakum. Kemasan vakum tidak hanya memperpanjang
masa simpan tapi juga memberikan efek visual yang lebih baik terhadap kemasan.
Kusnandar (2001), mendefinisikan kemasan vakum dengan keterbatasan
kandungan oksigen dalam suatu lingkungan rnelalui pengurangan konsentrasinya
atau penghilangan seluruhnya.
19
H. Kemasan Non Vakum dan Kemasan Vakum
Pengemasan vakum pada prinsipnya adalah pengeluaran gas dan uap air dari
produk yang dikemas sedangkan pengemasan non vakum dilakukan tanpa
mengeluarkan gas dan uap air yang terdapat dalam produk. Oleh karena itu
pengemasan vakum cenderung menekan jumlah bakteri, perubahan bau, rasa,
serta penampakan selama penyimpanan, karena pada kondisi vakum bakteri aerob
yang tumbuh jumlahnya relatif lebih kecil dibanding dalam kondisi tidak vakum
(Syarif dan Halid, 1993).
Pengemasan vakum adalah sistem pengemasan hampa udara dimana tekanannya
kurang dari satu atmosfir dengan cara mengeluarkan O2 dari kemasan sehingga
memperpanjang umur simpan. Proses pengemasan vakum ini dilakukan dengan
cara memasukkan produk ke dalam kemasan plastik yang dikuti dengan
pengontrolan udara menggunakan mesin pengemas vakum (vacuum packager),
kemudian ditutup dan diseal. Dengan ketiadaan udara dalam kemasan, maka
kerusakan akibat oksidasi dapat dihilangkan sehingga kesegaran produk yang
dikemas akan lebih bertahan 2 – 3 kali lebih lama dari pada produk yang dikemas
dengan pengemasan non vakum (Jay, 1996).
Pengemasan vakum merupakan cara yang digunakan untuk mengurangi jumlah
oksigen dalam kemasan. Oksigen dalam kemasan dapat menyebabkan proses
oksidasi pada bahan pangan. Berkurangnya oksigen dapat menghambat mikroba
aerobik penyebab kerusakan bahan pangan. Chicken nugget yang disimpan dalam
kondisi vakum dan suhu 1oC dapat dipertahankan masa simpannya sampai dengan
36-45 hari, ikan cakalang asap yang dikemas vakum yang disimpan dingin dapat
diterima sampai hari ke duapuluh. Irisan dendeng nila merah yang dikemas vakum
20
mengandung total mikroba yang lebih rendah dibandingkan dengan pengemasan
dengan plastik saja (Yuliana, 2012).
I. Umur Simpan
Umur simpan produk pangan adalah selang waktu produksi dan waktu konsumsi
dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat
penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi (Arpah, 2001).
Labuza (1982), menyatakan bahwa umur simpan produk berkaitan erat dengan
nilai kadar air kritis, suhu dan kelembaban. Umur simpan suatu produk
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: karakteristik produk, sifat produk, kondisi
penyimpanan dan distribusi produk yang dikemas (Petersen et al., 1999). Pada
produk snack yang digoreng, terjadinya perubahan aroma produk menjadi tengik
pada saat penyimpanan menyebabkan produk tersebut tidak disukai, hal ini
disebabkan adanya reaksioksidasi lemak yang terjadi selama penyimpanan
(Tiwari et al., 2009). Menurut Arpah (2001), meningkatnya kadar air produk hasil
gorengan yang disimpan pada kelembaban tinggi dapat menyebabkan perubahan
tekstur produk.
Aspek lain dari umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh komponen
material kemasan plastik untuk bermigasi pada bahan makanan sampai batas
maksimal kadar yang diperkenankan. Berbeda dengan kemasan metal dan gelas,
pada kemasan plastik dalam suhu kamar, senyawa dengan berat molekul kecil
masuk ke dalam makanan secara bebas baik yang berasal dari aditif maupun dari
plasticizers (Winarno, 2008). Semakin panas bahan makanan yang dikemas,
semakin tinggi peluang terjadinya migrasi zat-zat plastik ke dalam makanan.
21
Sehingga, setiap mengkonsumsi makanan tersebut, maka secara tidak sadar juga
mengkonsumsi zat-zat yang terimigasi itu. Semakin lama makanan disimpan
maka semakin tinggi batas maksimum dilampaui. Oleh karena itu, keterangan
batas ambang waktu kadaluwarsa bagi produk yang dikemas dengan plastik perlu
diberitahukan secara jelas kepada konsumen (Nurcahyanti, 2005).
1. Penurunan Mutu Savory Chips Ikan Teri Selama Penyimpanan
Penyimpanan suatu produk dari mutu awal disebut deteriorasi. Produk pangan
mengalami deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen,
uap air, cahaya, atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini juga dapat diawali oleh
hentakan mekanis seperti vibrasi dan kompresi (Arpah, 2001).
Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan
laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Umur simpan
adalah waktu hingga produk mengalami deteriorasi tertentu. Reaksi deteriorasi
pada produk pangan dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik
yang selanjutnya akan memicu reaksi didalam produk berupa reaksi kimia, reaksi
enzimatis, atau lainnya seperti proses fisika dalam bentuk penyerapan uap air atau
gas dari sekeliling. Hal ini akan menyebabkan perubahan-perubahan terhadap
produk meliputi: perubahan tekstur, flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi
dan lain-lain (Arpah, 2001). Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deteriorasi
pada produk pangan disajikan pada Tabel 2.
22
Tabel 2. Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deteriorasi pada produk pangan
Faktor Utama Efek DeteriorasiOksigen • Oksidasi lipid
• Kerusakan vitamin• Kerusakan protein• Oksidasi pigmen
Uap air • Kehilangan/kerusakan vitamin• Perubahan organoleptik• Oksidasi lipida
Cahaya • Oksidasi• Pembentukan bau/perubahan flavor• Kerusakan vitamin
Kompresi/Bantingan, Vibrasi, Abrasi,Penanganan secara kasar
• Perubahan organoleptik• Kebocoran bahan pengemas
Bahan kimia toksik/bahan kimiaoff flavor
• Of flavor• Perubahan organoleptik• Perubahan bahan kimia• Pembentukan racun
Sumber : Arpah (2001)
Penurunan mutu snack biasanya disebabkan oleh bau tengik akibat reaksi
oksidasi dalam produk dan perubahan kadar air (Arpah, 2001). Reaksi oksidasi
ini terjadi apabila produk yang mengandung minyak bereaksi dengan oksigen di
udara. Minyak nabati yang digunakan untuk menggoreng snack mempunyai asam
lemak yang dengan ikatan rangkap banyak atau poly unsaturated fatty acids
(PUFA) menyebabkan sangat rentan terhadap oksidasi sehingga menyebabkan
ketengikan. Proses oksidasi dapat terjadi karena beberapa hal antara lain: udara,
cahaya, enzim, logam (Cu, Fe) (deMan, 1999).
Selain adanya reaksi oksidasi, perubahan kadar air juga mengakibatkan kerusakan
pada snack. Kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan
masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-
sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-
perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama
pada makanan yang tidak diolah (Winarno, 2008). Selama penyimpanan akan
23
terjadinya proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk
kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah (Robertson,
2010).
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1993), kerusakan yang sering terjadi pada
olahan ikan adalah kerusakan mikrobiologis oleh bakteri. Bakteri bisa berasal dari
bahan baku, peralatan dan air yang digunakan untuk pengolahan. Untuk
menghambat mikroba dilakukan pengemasan vakum di samping mencegah proses
oksidasi sehingga masa simpan dapat dipertahankan (Yuliana, 2012). Menurut
Sprenger (1991), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri, yaitu : 1)
Nutrien. Mikroba memerlukan beberapa nutrien agar hidup dengan baik, yaitu :
unsur makro (Karbon, Hidrogen, Oksigen dan Nitrogen), unsur mikro (Sulfur dan
Fosfor), dan trace element (Natrium, Kalium, Magnesium dan Mangan). 2)
Konsentrasi ion H (pH). Bakteri lebih suka substrat yang memiliki pH mendekati
netral. 3) Kadar air. Kandungan air dalam subtrat/produk makanan merupakan
sarana untuk pertumbuhan mikroba. 4) Aktifitas Air (Aw). Aktifitas air adalah
banyaknya air yang ada dalam produk makanan yang dapat dimanfaatkan mikroba
untuk keperluan hidupnya. Bakteri (0,95); ragi/yeast (0,86); kapang (0,70). Suatu
produk dapat dikatakan aman jika memiliki aw di bawah 0,60, namun pada kondisi
seperti ini kerusakan kimia masih terjadi. 5) Suhu. Bakteri patogen dan penyebab
kerusakan pada umumnya termasuk golongan bakteri mesofilik yang hidup
dengan suhu optimum 20oC – 45oC. 6) Keberadaan Oksigen. 7) Kompetisi.
Mikroba berkompetisi hidup pada suatu substrat karena makanan yang sama.
24
2. Kriteria Kerusakan Savory Chips Ikan Teri
Savory chips ikan teri merupakan bahan pangan yang memiliki karakteristik
berpori dan memiliki kadar air yang rendah. Kerusakan yang sering terjadi adalah
terjadinya reaksi oksidasi lipid yang menyebabkan timbulnya rasa tengik dan
penyerapan uap air oleh savory chips ikan teri sebagai reaksi kondisi lingkungan.
Timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan merupakan
kerusakan lemak yang utama. Penyebabnya adalah otooksidasi radikal asam
lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan
radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat
reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam
berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn dan enzim-enzim lipoksidase (Winarno, 2008).
Menurut Arpah (2001), perubahan pada tekstur akibat reaksi deteriorasi dapat
berupa: a) pengempukan, b) perubahan kekentalan, c) perubahan kekerasan,
d) warna dan masih banyak lagi penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan ini
menyebabkan produk pangan tidak menyerupai tekstur aslinya, seperti pada awal
produksi. Tergantung pada tingkat deteriorasi yang berlangsung, perubahan
tersebut dapat menyebabkan produk pangan tidak dapat digunakan untuk tujuan
seperti yang seharusnya, atau bahkan tidak dapat dikonsumsi sehingga
dikategorikan sebagai bahan kadaluarsa.
3. Metode Pendugaan Umur Simpan
Menurut Labuza (1982), umur simpan produk pangan dapat diduga dan ditetapkan
waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpangan
produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated
25
Storage Studies (ASS). ESS sering juga disebut metoda konvensional, adalah
penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada
kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan
mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini
akurat dan tepat, namun pada awal-awal penemuan dan penggunaannya, namun
metoda ini dianggap memerlukan waktu panjang dan analisa parameter mutu yang
relatif banyak. Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS atau
akselerasi dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang
dapat mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan.
Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat, namun tetap
memiliki ketepatan dan akurasi tinggi (Kusnandar, 2010).
Metode akselerasi dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan
yang dapat mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan.
Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat, namun tetap
memiliki ketepatan dan akurasi tinggi. Kelebihan metode ini adalah waktu
pengujian yang relatif singkat namun tetap memiliki ketepatan yang tinggi. Suhu
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin
tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin
cepat, oleh karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu makanan selama
penyimpanan, faktor suhu harus dipertimbangkan (Labuza, 1982).
Model Arrhenius umumnya digunakan untuk menduga umur simpan produk
pangan yang sensitif terhadap perubahan suhu, diantaranya produk pangan yang
mudah mengalami ketengikan, perubahan warna oleh reaksi pencoklatan.
Prinsipnya adalah menyimpan produk pangan pada suhu ekstrim dimana produk
26
pangan menjadi lebih cepat rusak dan umur simpan produk ditentukan
berdasarkan ekstrpolasi ke suhu penyimpanan (Kusnandar, 2001).
Dalam penyimpanan makanan, keadaan suhu ruangan penyimpanan selayaknya
dan keadaan tetap dari waktu ke waktu tetapi seringkali keadaan suhu
penyimpanan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Apabila keadaan suhu
penyimpanan tetap dari waktu ke waktu (atau dianggap tetap) maka perumusan
masalahnya sederhana, yaitu untuk menduga laju penurunan mutu cukup dengan
menggunakan persamaan Arrhenius (Syarief dan Halid, 1989).
Persamaan Arrhenius :
........................................................................... (1)
Keterangan :
k = Konstanta penurunan mutuk0 = Kontanta (tidak tergantung pada suhu)Ea = Energi aktivasi (KJ/mol)R = Konstanta gas (1.986 Kal/mol)T = Suhu mutlak (K) (C+273)
Persamaan di atas dapat diubah menjadi :
Ln k = ln k0(Ea / RT ) ............................................................................ (2)
Maka akan diperoleh kurva berupa garis linier pada plot nilai ln k terhadap 1/T
dengan slope –Ea/R seperti pada Gambar 3.
ln k
-Ea/R
1/T
Gambar 3. Gafik hubungan antara nilai ln k dan 1/T dalam persamaan Arrhenius(Syarief dan Halid, 1989).
k = k0.e(Ea/RT)
27
Nilai umur simpan dapat diketahui dengan memasukkan nilai perhitungan ke
dalam persamaan reaksi ordo nol atau satu. Reaksi penurunan mutu pada makanan
banyak terjadi pada reaksi ordo nol dan satu. Contoh kerusakan produk pangan
yang termasuk ke dalam laju reaksi dengan ordo 0 adalah : (1) degradasi
enzimatis, contohnya buah dan sayuran segar; (2) Browning non enzimatis,
contohnya pada biji-bijian kering, produk susu kering atau susu bubuk, penuruna
nilai gizi protein; (3) Oksidasi lemak, contohnya peningkatan ketengikan pada
lemak produk snack atau chiki, makanan kering termasuk produk kripik (Labuza,
1982).
Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan mutu yang konstan. Kecepatan
penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan digambarkan
dengan persamaan berikut:
-dA / dt = k ………………………………………..................................... (3)
Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integasi terhadap
persamaan :
A0∫At dA= - 0∫1 k.dt ……………………………………….......................... (4)
Sehingga menjadi :
At – A0 = - kt ……………………………………….................................. (5)
dimana :
At = jumlah konsentrasi A (parameter mutu) pada awal waktu t
A0 = jumlah awal A
Contoh kerusakan bahan dan produk pangan yang termasuk ke dalam laju reaksi
ordo 1 adalah : (1) pertumbuhan mikroba pada ikan, daging dan kematian mikoba
akibat perlakuan panas; (2) produksi off flavor oleh mikroba; (3) kehilangan
28
vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering; (4) kehilangan mutu protein
pada makanan kering, dan (5) ketengikan pada minyak salad dan sayuran kering
(Labuza, 1982).
Persamaan reaksi ordo satu :
-dA / dt = k.A ………………………………………............................... (6)
Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integasi terhadap
persamaan :
A0∫At dA/A = - 0∫1 k.dt ………………………………………................. (7)
Sehingga menjadi :
ln At – ln A0 = - kt ………………………………………....................... (8)
dimana :
At = jumlah konsentrasi A (parameter mutu) pada awal waktu t
A0 = jumlah awal A
Sebelum dilakukan perhitungan, terlebih dahulu ditentukan ordo reaksi yang tepat
yang memperlihatkan laju penurunan mutu dari masing-masing parameter mutu.
Ordo reaksi yang digunakan adalah ordo 0 dan ordo 1. Persamaan ordo 0
diperoleh dengan cara memplotkan data penurunan parameter di tiga suhu
penyimpanan pada sumbu y dalam skala linear dan umur simpan pada sumbu x
dalam skala linear. Sedangkan persamaan ordo 1 diperoleh dengan cara
memplotkan data penurunan parameter di tiga suhu penyimpanan pada sumbu y
dalam skala logaritmik dan umur simpan pada sumbu x dalam skala linear.Setelah
itu, ditarik garis regesi dari ketiga plotting parameter dan suhu tersebut sehingga
diperoleh persamaan garis seperti persamaan (9).
y = kx + b ........................................................................................................... (9)
29
Kemudian, setelah ditentukan ordo reaksi yang akan digunakan, dihitung nilai ln k
dari setiap nilai k. Nilai ln k kemudian diplotkan pada sumbu y dalam skala linear
dan nilai 1/T pada sumbu x dalam skala linear. T adalah suhu penyimpanan dalam
satuan Kelvin. Setelah itu ditentukan garis regesinya, nilai slope yang diperoleh
merupakan nilai = Ea/RT dalam persamaan Arhenius dan intersepnya berupa nilai
ln k0. Dengan menggunakan rumus k = k0.e(Ea/RT), akan diperoleh nilai penurunan
mutu (k) dari produk yang disimpan dalam kemasan tertentu. Setelah itu,
perhitungan umur simpan diselesaikan menggunakan persamaan (10) atau (11).= , untuk ordo 0 ........................................................................... (10)
= , untuk ordo 1 .............................................................. (11)
dimana :
t = prediksi umur simpan
At = jumlah konsentrasi A (parameter mutu) pada waktu t
A0 = jumlah awal A
k = konstanta
III. BAHAN DAN METODE
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Usaha Bersama (KUB) Melati Bahari
Pulau Pasaran, Bandar Lampung, Laboratorium SMK Negeri 6 Bandar Lampung,
UPTD Laboratorium Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dan Laboratorium Teknologi
Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung. Waktu pelaksanaan penelitian
dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai dengan bulan Mei 2017.
B. Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan produk savory chips ikan adalah
ikan teri yang diperoleh dari KUB Melati Bahari Pulau Pasaran, Bandar
Lampung. Tepung beras, tepung tapioka, telur, natrium bikarbonat (soda kue),
garam, bubuk bawang putih, bubuk lada, bubuk ketumbar dan minyak goreng
sebagai bahan pembantu diperoleh dari pasar Kota Karang, Kota Bandar
Lampung. Kemasan yang digunakan adalah plastik polipropilen dengan ketebalan
0,1 mm diperoleh dari toko plastik Serba Guna, Pasar Tengah, Bandar Lampung.
Bahan untuk uji kimia dan uji mikrobiologi menggunakan chloroform, alkohol
96%, NaOH 0,1 N, indikator PP (phenolphthalein), aquades, HCl 4 M, pereaksi
TBA, melanoldehid, larutan Butterfield’s phosphat buffered, PCA (Plate Count
31
Agar), media Lauryl Tryptose Broth, EC Broth, LEMB agar, Dichloran rose
bengal chloramphenicol (DRBC) agar, Dichloran 18% glycerol (DG18) agar dan
Larutan 0,1% peptone water
Alat yang digunakan untuk pembuatan produk savory chips ikan teri adalah
timbangan digital, piring, spatula, loyang plastik, deep fryer, ayakan tepung,
sendok, spinner dan vacum sealer. Analisis kimia dan mikrobiologi menggunakan
timbangan analitik kepekaan 0,01 g, cawan porselin, oven, desikator, inkubator,
warring blender, labu destilasi, pH meter, batu didih, burner, tabung reaksi, kertas
saring, pipet, thermometer, erlemeyer, buret, blender, cawan petri, coloni counter,
autoclave, tabung durham, waterbath, jarum ose, mikroskop dan peralatan gelas
lainnya, penetrometer serta uji sensori menggunakan seperangkat alat uji sensori.
C. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tiga tahap. Penelitian tahap satu adalah pembuatan
tepung pelapis savory chips ikan teri. Penelitian tahap dua, melakukan
pembuatan savory chips ikan teri. Penelitian tahap tiga adalah melakukan
pengemasan savory chips ikan teri hasil penelitian tahap dua dengan
menggunakan plastik polipropilen kondisi non vakum dan vakum dan disimpan
pada suhu 30ºC, 40ºC dan 50ºC selama 6 minggu.
Pengamatan penurunan mutu dan pendugaan umur simpan savory chips ikan teri
dilakukan setiap satu minggu selama enam minggu dengan tiga kali ulangan
terhadap parameter kadar air, kadar lemak, kadar asam lemak bebas, uji fisik
(kerenyahan) dan uji sensori (kenampakan, bau, rasa dan tekstur), sedangkan uji
mikrobiologi terhadap Angka Lempeng Total (ALT) dilakukan pada minggu ke 1
32
dan ke 6. Data untuk penilaian penurunan mutu savory chips ikan teri disajikan
secara deskriptif, sedangkan data untuk pendugaan umur simpan diplotkan dalam
grafik dengan model pendekatan Arrhenius.
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Prosedur Penelitian Tahap Satu
Penelitian tahap satu adalah pembuatan tepung pelapis (battered) savory chips
ikan teri. Pembuatan tepung pelapis berdasarkan penelitian Yusuf (2011)
dimodifikasi menggunakan tepung beras dan tepung tapioka (2:1) ditambahkan
perenyah natrium bikarbonat (soda kue) 1,5%. Bumbu yang digunakan adalah
bawang putih bubuk (Allium sativum) 6%, garam 5%, lada bubuk (Piper nigrum)
4,5% dan ketumbar (Coriandum sativum) 3% seperti disajikan pada Gambar 4.
.
Gambar 4. Bagan alir kegiatan penelitian tahap satu (Yusuf, 2011, dimodifikasi).
2. Prosedur Penelitian Tahap Dua
Pada penelitian tahap dua dilakukan pembuatan savory chips ikan teri. Ikan teri
segar yang sudah dibersihkan dibalut menggunakan tepung pelapis hasil
penelitian tahap satu dan dilakukan penggorengan. Penggorengan menggunakan
Formulasi
Pencampuran
Tepung beras dan tepungtapioka (133 g : 67 g)
Bumbu-bumbu :(bawang putih bubuk12 g,garam 10 g, lada bubuk 9g, ketumbar bubuk 6 g)
Soda kue(3 g)
Tepung pelapis (battered)
33
metode deep fat frying dengan suhu penggorengan 180oC selama 5 menit.
Prosedur pembuatan savory chips ikan teri disajikan pada Gambar 5.
.
Gambar 5. Bagan alir kegiatan penelitian tahap dua
3. Prosedur Penelitian Tahap Tiga
Savory chips ikan teri hasil penelitian tahap dua digunakan sebagai sampel pada
penelitian tahap tiga. Pada tahap tiga savory chips ikan teri dikemas dengan
plastik polipropilen kondisi non vakum dan vakum dan disimpan pada suhu 30ºC,
40ºC dan 50ºC selama 6 minggu. Analisis penurunan mutu dan pendugaan umur
simpan menggunakan metode akselerasi melalui pendekatan arrhenius. Analisis
terhadap kadar air, kadar lemak, kadar asam lemak bebas, kerenyahan dan uji
sensori (kenampakan, bau, rasa dan tekstur) setiap minggu sedang uji
Pelapisan dengan putih telur (50 g)
Penggorengan deep frying(T 180oC; t 5 menit)
Tepung pelapis (battered)(200 g)
Pembersihan dan penirisan
Ikan Teri Segar (200 g)
Savory Chips Ikan Teri
Spinner
34
mikrobiologi terhadap Angka Lempeng Total (ALT) dilakukan pada minggu ke 1
dan ke 6. Bagan alir penelitian tahap tiga disajikan pada Gambar 6.
.
.
Gambar 6. Bagan alir kegiatan penelitian tahap tiga
Pendugaan umur simpansavory chips ikan teri
Savory Chips Ikan Teri
PenyimpananT 30oC; t (1-6 minggu)
PenyimpananT 50oC; t (1-6 minggu)
PenyimpananT 40oC; t (1-6 minggu)
Savory Chips Ikan TeriTerbaik
Pengemas polipropilen(non vakum)
Uji Kimia :- Kadar air- Kadar lemak- Asam lemak bebas
Uji Fisik :- Kerenyahan
Uji Sensori :- Kenampakan- Bau- Rasa- Tekstur
Uji Mikrobiologi:- ALT (Angka
Lempeng Total)
Pengemas polipropilen(vakum)
35
E. Pengamatan
Pengamatan terhadap mutu savory chips ikan teri yang dikemas dengan plastik
polipropilen kemasan non vakum dan vakum pada suhu 30ºC, suhu 40ºC dan
suhu 50ºC dilakukan setiap satu minggu selama enam minggu terhadap parameter
kadar air (SNI 01.2354.2-2006), kadar lemak (SNI 01.2354.3-2006), asam lemak
bebas (ALB) (SNI 01-4305-1996), kerenyahan dan uji sensori meliputi
kenampakan, bau, rasa dan tekstur (SNI 7760 : 2013) sedangkan uji mikrobiologi
terhadap angka lempeng total (ALT) (SNI 01-2332.3-2006) dilakukan pada
minggu ke 1 dan minggu ke 6.
1. Uji Kadar Air (SNI 01.2354.2-2006)
Sebanyak 2 g sampel uji ditimbang dalam cawan porselin. Selanjutnya
dimasukkan ke dalam oven suhu 105ºC selama 16-24 jam, kemudian ditimbang
bobot sampel akhir setelah pengeringan. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai
berikut: %Kadar air = B − CB − A 100%Dengan :
A adalah berat cawan kosong dinyatakan dalam g;
B adalah berat cawan + contoh awal, dinyatakan dalam g,
C adalah berat cawan + contoh kering, dinyatakan dalam g;
2. Uji Kadar Lemak (SNI 01.2354.3-2006)
Sebanyak 2 g contoh dimasukan dalam selongsong lemak. Dimasukan berturut-
turut 150 ml chloroform ke dalam labu alas bulat, selongsong lemak ke dalam
extractor soxhlet, dan pasang rangkaian soxhlet dengan benar. Dilakukan
ekstraksi pada suhu 60ºC selama 8 jam. Evaporasi campuran lemak dan
36
chloroform dalam labu alas bulat sampai kering. Labu alas bulat yang berisi
lemak dimasukkan ke dalam oven suhu 105ºC selama ± 2 jam untuk
menghilangkan sisa chloroform dan uap air. Labu didiinginkan dan lemak di
dalam desikator selama 30 menit. Timbang berat labu alas bulat yang berisi lemak
sampai berat konstan.
Kadar lemak dihitung dengan rumus:
% Lemak total = (C – A)B 100%dengan:
A = Berat labu alas bulat kosong (g)
B = Berat contoh (g)
C = Berat labu alas bulat dan lemak hasil ekstraksi (g)
3. Uji Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) (SNI 01-4305-1996)
Ditimbang 5-10 g contoh ditambahkan 50 ml alkohol 96% netral dan dibiarkan
selama 1 jam sambil sekali-sekali dikocok kemudian disaring dan ditambahkan
beberapa tetes indikator PP dan dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga warna merah
jambu (tidak berubah selama 5 detik). Asam lemak bebas dinyatakan sebagai %
ALB dengan rumus:
ml NaOH x N x Berat molekul asam lemak% ALB = x 100
Berat contoh (g) x 1000
Keterangan :
% ALB = Kadar asam lemak bebas
ml NaOH = Volume titran NaOH (ml)
N = Normalitas NaOH hasil standardisasi (N)
37
4. Uji Kerenyahan
Uji kerenyahan savory chips ikan teri menggunakan hardness tester. Savory chips
ikan teri direntangkan pada dasar hardness tester, kemudian ditusukkan jarum
kedalam savory chips ikan teri selama 5 detik. Nilai kerenyahan adalah angka
yang ditunjukkan oleh hardness tester. Semakin kecil nilai yang didapatkan, maka
tingkat kerenyahan semakin baik.
5. Uji Sensori (SNI 7760 : 2013)
Uji sensori savory chips ikan teri dengan uji skoring dilakukan terhadap
kenampakan, bau, rasa dan tekstur. Penilaian savory chips ikan teri dilakukan
dengan menggunakan 15 panelis. Pada uji sensori ini menggunakan 5 tingkat
skor. Skor penilaian savory chips ikan teri dapat disajikan pada Tabel 3.
38
Tabel 3. Lembar penilaian sensori ikan renyah (savory chips ikan teri)
5. Uji Mikrobiologi
Lembar Penilaian Sensori Ikan Renyah(Savory Chips Ikan Teri)
Nama panelis: …………………………….. Tanggal:…………………………...
Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukanpengujian.Berilah tanda pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.
Spesifikasi NilaiKode contoh
1. Kenampakan
Bersih, cerah spesifik produk
Bersih, kurang cerah spesifik produk
Kurang bersih, agak kusam
Kurang bersih, kusam
Tidak bersih, kusam
2. Bau
Kuat, spesifik jenis
Kurang kuat spesifik jenis
Agak apak
Apak, agak tengik
Apak, tengik
3. Rasa
Gurih spesifik ikan
Kurang gurih spesifik ikan
Spesifik ikan tidak ada
Agak getir
Getir
4. Tekstur
Kering, sangat renyah
Kering, kurang renyah
Agak liat
Liat
Sangat liat
39
6. Uji Mikrobiologi (Angka Lempeng Total /ALT) (SNI 01-2332.3-2006)
Sebanyak 25 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam wadah blender steril
atau plastik Stomacher. Larutan butterfield’s phosphat buffered steril ditambahkan
sebanyak 225 ml dan diblender selama 2 menit. Dengan menggunakan pipet steril
pindahkan 1 ml suspensi di atas serta dimasukkan ke dalam larutan butterfield’s
phosphat buffered untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran selanjutnya
(10-3) dilakukan dengan mengambil 1 ml sampel dari 10-2 dengan menggunakan
pipet steril dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphat buffered.
Dengan cara yang sama dilakukan pengenceran selanjutnya 10-4, 10-5, dan
seterusnya sesuai keperluan sampel.
Setelah itu dari masing-masing pengenceran di atas diambil 1 ml dan dimasukkan
ke dalam cawan petri steril serta dilakukan duplo untuk setiap pengenceran. Pada
setiap cawan petri yang sudah berisi larutan sampel ditambahkan 12-15 ml PCA
(Plate Count Agar) yang sudah didinginkan sampai suhu 44ºC-46ºC, supaya
tercampur rata dilakukan pemutaran cawan ke depan dan belakang. Bila media
agar di dalam petridish telah membeku, semua petridish disusun terbalik dan
dimasukkan dalam inkubator bersuhu 37ºC selama 48 jam. Setelah masa inkubasi
selesai, dilakukan penghitungan total bakteri.
7. Analisis Pendugaan Umur Simpan
Pendugaan umur simpan dilakukan dengan metode akselerasi. Model pendekatan
yang digunakan adalah model Arrhenius. Prinsip model Arrhenius adalah
menyimpan produk pangan pada suhu ekstrim dimana produk pangan menjadi
40
lebih cepat rusak dan umur simpan produk ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke
suhu penyimpanan (Kusnandar, 2006).
Sebelum dilakukan perhitungan nilai umur simpan, terlebih dahulu ditentukan
ordo reaksi yang tepat yang memperlihatkan laju penurunan mutu dari masing-
masing parameter mutu. Persamaan ordo 0 diperoleh dengan cara memplotkan
data penurunan mutu di tiga suhu penyimpanan pada sumbu y dalam skala linear
dan umur simpan pada sumbu x dalam skala linear. Sedangkan persamaan ordo 1
diperoleh dengan cara memplotkan data penurunan mutu di tiga suhu
penyimpanan pada sumbu y dalam skala logaritmik dan umur simpan pada sumbu
x dalam skala linear. Setelah dilakukan plotting, maka ditarik garis lurus sehingga
diperoleh persamaan garis y = kx + b
Pemilihan ordo reaksi ditentukan dari rata-rata nilai koefisien korelasi (R2) yang
paling mendekati laju penurunan mutu (rata-rata R2 yang paling besar). Data hasil
pengamatan yang diperoleh pada suhu 300C, 400C dan 500C di diplotkan menjadi
hubungan waktu penyimpanan (sumbu x) dan parameter mutu hasil pengamatan
(sumbu y) pada setiap kondisi suhu penyimpanan sehingga diperoleh bentuk
grafik yang menghasilkan persamaan regresi liniernya yaitu nilai slope (k),
intercept (konstanta) dan koefisien korelasi (R2). Persamaan tersebut kemudian
diterapkan ke dalam persamaan Arrhenius yaitu hubungan 1/T (sumbu x) dan ln k
(sumbu y) untuk menghitung nilai umur simpan. T adalah suhu penyimpanan
dalam satuan Kelvin. Nilai umur simpan yang diperoleh kemudian dikonversi
pada keadaan suhu 300C untuk menunjukkan umur simpan produk yang
sebenarnya. Dengan menggunakan rumus: k = k0.eEa/RT, akan diperoleh nilai
penurunan mutu (k) dari produk yang disimpan dalam kemasan tertentu.
41
Kemudian pendugaan umur simpan dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut : = atau =dimana :
t = prediksi umur simpan
At = jumlah konsentrasi A (parameter mutu) pada waktu t
A0 = jumlah awal A
K = konstanta
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan :
1. Savory chips ikan teri kemasan plastik polipropilen kondisi non vakum lebih
cepat mengalami penurunan mutu dibanding kondisi vakum. Pada
penyimpanan minggu ke 6, kadar air savory chips ikan teri pada suhu
penyimpanan 30oC, 40oC dan 50oC dengan pengemasan kondisi non vakum
sebesar 4,90%; 4,57%; 4,24% sedangkan pengemasan kondisi vakum sebesar
4,45%; 4,05%; 4,03%; kadar ALB sebesar 0,65%; 0,69%; 0,73% dan sebesar
0,45%; 0,50%; 0,55%; skor kerenyahan sebesar 1,98 kg/105mm; 1,65
kg/105mm; 1,32 kg/105mm dan sebesar 1,26 kg/105mm; 1,05 kg/105mm; 0,93
kg/105mm, sedangkan uji sensori kenampakan dengan skor 7,12; 6,93; 6,48
dan 7,55; 7,31; 7,00; bau dengan skor 7,15; 6,90;6,80 dan 7,45; 7,05; 7,00;
rasa dengan skor 7,04; 6,32; 6,85 dan 7,52; 7,19; 6,82 serta tekstur dengan
skor 7,17; 7,00; 6,78 dan 7,53; 7,11; 6,85
2. Umur simpan terbaik savory chips ikan teri kemasan plastik polipropilen
kondisi non vakum adalah 50 hari pada suhu ruang (30oC).
3. Umur simpan terbaik savory chips ikan teri kemasan plastik polipropilen
kondisi vakum adalah 82 hari pada suhu ruang (30oC).
79
B. Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Perlu kajian lebih lanjut tentang mutu savory chips ikan teri karena ini
merupakan produk baru dari usaha mikro, kecil dan menengah.
2. Perlu adanya kajian lebih lanjut tentang pendugaan umur simpan savory chips
ikan teri dengan waktu penyimpanan lebih dari 6 minggu untuk mengetahui
waktu penyimpanan yang terbaik.
3. Perlu penelitian lebih lanjut tentang jenis kemasan, jenis minyak goreng, alat
pengemas dan metode penggorengan untuk menghasilkan produk dengan
mutu yang lebih baik dan memperpanjang masa simpannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. 2016. Kinerja Sektor Perikanan.http://www.bappenas.go.id/files/5214/4401/4205/7_bab-5-kinerja-sektor-perikanan.pdf. Diakses pada tanggal 12 September 2015.
Anonimb. 2016. Konsumsi Ikan Naik dalam 5 Tahun Terakhir.http://kkp.go.id/2016/03/23/konsumsi-ikan. Diakses pada tanggal 12September 2016.
Anonimc. 2016. Tingkat Konsumsi Ikan Peluang Hambatan dan Strategi.http://www.wpi.kkp.go.id/index.php/component/content/article/87-barometer-pasar/98-tingkat-konsumsi-ikan-peluang-hambatan-dan-strategi.Diakses pada tanggal 12 Januari 2016.
Anonimd. 2012. Data Nilai Gizi Ikan.www.bbp4b.litbang.kkp.go.id/nilaigizi/index.php?x=contact.php.
Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1993. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.Yogyakarta.
Agustono. 2008. Pengaruh Pencucian Hydrogen Peroksida terhadap KandunganGizi, Mineral, Yodium, Besi dan Timah Ikan Tongkol (Euthynnusaffinis). Majalah Berkala Ilmiah Perikanan. 3(2):63-68
Arintorini, M. 2002. Kajian Analisis Formulasi, Mikrostruktural, dan UmurSimpan Produk Makanan Ringan Berbahan Dasar Ikan Kurisi (Nemepterustamboluoides). (Tesis) Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.Bogor
Arpah, M. 2001. Penentuan Kedaluwarsa Produk Pangan. Institut PertanianBogor. Bogor.
Bounchon, P. 2009. Understanding Oil Absorption During Deep Fat Frying.Jordan Hill, Oxford. Academic Press Inc.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan Wortoon. 1987. Ilmu Pangan.UI Press. Jakarta
Li, C., L.P. Yi, H. Hung, L. Ming, C. Ming and C. Huang. 2008. Using HPMC toImprove Crust Crispness In Microwave-Reheated Battered MackerelNuggets: water barrier effect HPMC. Journal of Food Hydrocolloids.22:1337-1344
81
Copeland, L., J. Blazek, H. Salman and M.Tang. 2009. Form and Functionality ofStarch. Journal Food Hydrocolloids. 23:1527-1534
Darwis, S. 2009. Studi Komperatif Pengaruh Pengemasan Vakum dan Nonvakumterhadap Mutu Daging Rajungan (Portunus pelagicus) pada Suhu Dingin.(Tesis). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru
deMan, J. 1999. Principles of Food Chemistry. 3th ed. Gaithersburg Maryland.Aspen Publishers Inc.
Evawati, A.A. 1997. Mempelajari Proses Pembuatan Keripik Ubi Kayu KajianLama Gelatinisasi serta Analisa Finansial. (Tesis). Jurusan THP FakultasPertanian Universitas Brawijaya, Malang
Fellows, P. 2000. Food Processing Technology. Cambridge England.CRC Press.
Fizsman, S.M. 2009. Ingredients in Meat Products : Properties, Functionality andApplications. Research Development & Quality Kraft Foods Inc
Hutomo M, Burhanuddin, A. Djamali dan S. Martosewojo. 2007. SumberdayaIkan Teri di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan OseanologiLIPI. Jakarta
Jay. 1996. Modern Food Microbiology. 4th edition. New York : D Von NostrandCompany
Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UIPress.
Kusnandar, F. 2001. Disain Percobaan dalam Penetapan Umur Simpan ProdukPangan dengan Metode ASLT (Model Arrhenius dan Kadar Air Kritis).Institut Pertanian Bogor.
Kusnandar, F., 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta.
Labuza, T.P. 1982. Shelf Life Dating of Food. Food and Nutrition Press, Inc.,Westport Connecticut.
Manullang, M. 1997. Karbohidrat Pangan. Jakarta: Universitas Pelita Harapan.
Mariscal, M. and Bouchon. 2008. Comparison between Atmospheric and VacumFrying of Apples Slice. Journal Food Chemistry. 107:1561-1569.
Meilgaard, M., G.V. Civille and B.T. Carr. 2000. Sensory Evaluation Techniques.Boca Raton, Florida: CRC Press.
Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bharata.Jakarta.
82
Moreira, R.G. 2001. Deep Fat Frying on Foods. Food Processing OperationsModeling. Design and Analysis. Marcel Dekker. Basel.
Mujiarto, I. 2005. Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif.Traksi. AMNI Semarang..
Murniyati A.S. dan Sunarman, 2000. Pendinginan, Pembekuan dan PengawetanIkan. Kanisius, Yogyakarta
Nurcahyanti, A. 2005. Pengemasan dan Pendugaan Umur Simpan Keripik Talasdalam Kemasan Plastik PP, OPP/VMCPP, dan PET/DL/VMPET/SPEdengan Metode Akselerasi (Tesis). Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Nur, M. 2009. Pengaruh Cara Pengemasan, Jenis Bahan Pengemas dan LamaPenyimpanan terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi dan Organoleptik SateBandeng (Chanos chanos). Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian.14(1):17-20.
Pantastico, E.R. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan PemanfaatanBuah-buahan dan Sayur-sayuran Tropik dan Subtropika. Gajah MadaUniversity Press. Yogyakarta.
Rahmadana, S. 2013. Analisa Masa Simpan Rendang Ikan Tuna Dalam KemasanVakum Selama Penyimpanan Suhu Ruang dan Dingin. (Tesis). FakultasPertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Robertson, G. L. 2010. Food Packaging and Shelf Life: A Pratical Guide. CRCPress. Florida.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta, Jakarta.
SNI 01-0222-1995. 1995. Bahan Tambahan Makanan. Badan StandardisasiNasional. Jakarta.
SNI 01-4305-1996. Syarat Mutu Kripik Singkong. Badan Standardisasi Nasional.Jakarta.
SNI 01-2354.2-2006. 2006. Penentuan Kadar Air pada Produk Perikanan. BadanStandardisasi Nasional. Jakarta.
SNI 01-2354.3-2006. 2006. Penentuan Kadar Lemak Total pada ProdukPerikanan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
SNI 01-2332.3-2006. 2006. Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) pada ProdukPerikanan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
SNI 01-2346-2006. 2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensory.Badan Standardisasi Nasional. Jakarta
SNI 7760:2013. 2013. Ikan Renyah. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
83
Sprenger, R.A. 1991. Hygiene for Management. Highfield Publications, SouthYorkshire.
Suyitno. 1986. Keamanan Bahan Makanan di Dalam Pengemasan. UniversitasGadjah Mada Press. Yogyakarta.
Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan Press,Jakarta
Syarief, R.S., Santausa dan S. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Tiwari, U., M. Gunasekaran, R. Jaganmohan, K. Algusundaram, and B.K.Tiwari2009. Quality Characteristic and Shelf Life Studies of Deep Fried SnackPrepared From Rice Brokens and Legumes By Product. Journal FoodBioprocess Technology. 8:115-134
Varela, P., A. Salvador and Fiszman. 2008. Methodological Developments inCrispnessassessment: Effects of Cooking on The Crispness of CrustedFoods. Journal of Food Science and Technologi 41:1252-1259.
Wasono, M.S.E dan S.S. Yuwono. 2014. Pendugaan Umur Simpan TepungPisang Goreng. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4):178-187.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor. M-brio press.
Yusuf, N.S. 2011. Karakterisasi Gizi dan Pendugaan Umur Simpan Savory ChipsIkan Nike (Awaous melanocephalus). (Tesis). Sekolah Pasca Sarjana,Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yuliana, N. 2012. Dasar Pengawetan Makanan : Pengendalian Mikroba.Universitas Lampung, Bandar Lampung.