STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB...

63
STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN VAKUM DENGAN KEMASAN PLASTIK POLIPROPILEN TERHADAP MUTU DAN UMUR SIMPAN SAVORY CHIPS IKAN TERI (Stolephorus heterolobus) (Tesis) Oleh PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018 HADI SUWARNO

Transcript of STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB...

Page 1: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN VAKUMDENGAN KEMASAN PLASTIK POLIPROPILEN

TERHADAP MUTU DAN UMUR SIMPANSAVORY CHIPS IKAN TERI (Stolephorus heterolobus)

(Tesis)

Oleh

PROGRAM PASCASARJANATEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2018

HADI SUWARNO

Page 2: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

ABSTRACT

ATMOSPHERIC MODIFICATION STUDY OF NON VACUUM AND VACUUMPACKAGING WITH POLYPROPYLENE PLASTIC ON QUALITY ANDSHELF LIFE OF TERI FISH (Stolephorus heterolobus) SAVORY CHIPS

By

Hadi Suwarno

Teri fish savory chips is one of the fishery product diversification which isrelatively easy to absorb water and be oxidized. So, the packaging becomesimportant factor in maintaining the quality and shelf life of the product. Theobjective of the research is to know the quality decrease on non vacuum andvacuum packaging and to estimate shelf life of teri fish savory chips. Thisresearch is divided into three stages. Stage one is the making of teri fish savorychips coating flour. Formulation of coating flour with a ratio is 2:1 (rice flour andtapioca). It was added a sodium bicarbonate (caustic soda) 1.5%, and the spicesthat cotain of salt, pepper, garlic, and coriander. In the second stage, the makingof teri fish savory chips with using the coating flour (the result first stage). Thefrying prosess used deep fat frying method with 180oC frying temperature for 5minutes. The third stage research was pack with non vacuum and vacuum withpolypropylene plastic and stored at temperatures of 30ºC, 40ºC and 50ºC for 6weeks. Analysis of quality degradation and estimation of shelf life usingacceleration method through arrhenius approach. Analysis of moisture content, fatcontent, free fatty acid content, crispness and sensory test (appearance, odor, tasteand texture) were tested every week and to microbiology test on week 1 and 6.Teri fish savory chips stored in non vacuum polypropylene plastic packaging,decreasing in quality was compared to the vacuum one. At 6th week storage,moisture content of teri fish savory chips that stored was at temperature 30ºC,40ºC and 50ºC with non vacuum packaging 4,90%; 4.57%; 4.24% while thevacuum packaging was 4.45%; 4.05%; 4.03%; ALB level of 0.65%; 0.69%;0.73% and 0.45%; 0.50%; 0.55%; crunch score of 1.98 kg/105mm; 1.65 kg/105mm; 1.32 kg/105mm and equal to 1.26 kg/105mm; 1.05 kg/105mm; 0.93kg/105mm, while the sensory test appears with a score of 7.12; 6.93; 6.48 and7.55; 7.31; 7.00; odor with score of 7.15; 6.90, 6.80 and 7.45; 7.05; 7.00; tastewith a score of 7.04; 6.32; 6.85 and 7.52; 7.19; 6.82 and texture with score of7.17; 7.00; 6.78 and 7.53; 7.11; 6.85. The best shelf life of teri fish savory chipsthat was packaged with polyprophylene plastic and non vacuum condition was 50days and the vacuum condition was 82 days at room temperature (30oC).

Keywords: savory chips, polyprophylene, non vacuum, vacuum, ASLT

Page 3: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

ABSTRAK

STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN VAKUM DENGANKEMASAN PLASTIK POLIPROPILEN TERHADAP MUTU DAN UMUR SIMPAN

SAVORY CHIPS IKAN TERI (Stolephorus heterolobus)

Oleh

Hadi Suwarno

Savory chips ikan teri merupakan salah satu upaya diversifikasi produk hasilperikanan yang memiliki sifat mudah menyerap air dan mudah mengalamioksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankanmutu dan umur simpan produk Tujuan penelitian adalah mengetahui penurunanmutu dalam kemasan non vakum dan vakum serta mempelajari pendugaan umursimpan savory chips ikan teri.

Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap. Tahap satu adalah pembuatan tepungpelapis savory chips ikan teri. Formulasi tepung pelapis dengan perbandingan 2:1(tepung beras dan tapioka). Pada formula tersebut ditambahkan perenyah natriumbikarbonat (soda kue) konsentrasi 1,5%, dan bumbu-bumbu yang ditambahkanterdiri dari garam, lada, bawang putih, serta ketumbar. Pada tahap dua dilakukanpembuatan savory chips ikan teri menggunakan tepung pelapis penelitian tahapsatu untuk melapisi ikan teri. Penggorengan menggunakan metode deep fat fryingdengan suhu penggorengan 180oC selama 5 menit. Pada tahap tiga savory chipsikan teri dikemas dengan plastik polipropilen kondisi non vakum dan vakumdisimpan pada suhu 30ºC, 40ºC dan 50ºC selama 6 minggu. Analisis penurunanmutu dan pendugaan umur simpan menggunakan metode akselerasi melaluipendekatan arrhenius. Analisis terhadap kadar air, kadar lemak, kadar asam lemakbebas, kerenyahan dan uji sensori (kenampakan, bau, rasa dan tekstur) setiapminggu sedang uji mikrobiologi dilakukan pada minggu ke 1 dan ke 6.

Savory chips ikan teri kemasan plastik polipropilen kondisi non vakum lebih cepatmengalami penurunan mutu dibanding kondisi vakum. Pada penyimpanan mingguke 6, kadar air savory chips ikan teri pada suhu penyimpanan 30oC, 40oC dan50oC dengan pengemasan kondisi non vakum sebesar 4,90%; 4,57%; 4,24%sedangkan pengemasan kondisi vakum sebesar 4,45%; 4,05%; 4,03%; kadar ALBsebesar 0,65%; 0,69%; 0,73% dan sebesar 0,45%; 0,50%; 0,55%; skor kerenyahansebesar 1,98 kg/105mm; 1,65 kg/105mm; 1,32 kg/105mm dan sebesar 1,26kg/105mm; 1,05 kg/105mm; 0,93 kg/105mm, sedangkan uji sensori kenampakandengan skor 7,12; 6,93; 6,48 dan 7,55; 7,31; 7,00; bau dengan skor 7,15;6,90;6,80 dan 7,45; 7,05; 7,00; rasa dengan skor 7,04; 6,32; 6,85 dan 7,52; 7,19;6,82 serta tekstur dengan skor 7,17; 7,00; 6,78 dan 7,53; 7,11; 6,85.

Page 4: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

Umur simpan terbaik savory chips ikan teri kemasan plastik polipropilen kondisinon vakum adalah 50 hari dan kondisi vakum adalah 82 hari pada suhu ruang(30oC).

Kata kunci : savory chips, polipropilen, non vakum, vakum, ASLT.

Page 5: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN VAKUMDENGAN KEMASAN PLASTIK POLIPROPILEN

TERHADAP MUTU DAN UMUR SIMPANSAVORY CHIPS IKAN TERI (Stolephorus heterolobus)

Oleh

HADI SUWARNO

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER SAINS

PadaProgram Pascasarjana Magister Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANATEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2018

Page 6: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan
Page 7: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan
Page 8: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah, pada tanggal

04 Maret 1973 merupakan anak ke delapan dari delapan

bersaudara, dari Bapak Darso dan Ibu Sudarmi.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri Seren I,

Sulang, Rembang, Jawa Tengah pada tahun tahun 1985, Sekolah Menengah

Pertama di SMP PGRI Sulang, Rembang, Jawa Tengah pada tahun tahun 1988,

dan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Rembang, Jawa

Tengah pada tahun tahun 1991 serta Pendidikan Tinggi di Jurusan Teknologi

Pengolahan Hasil Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta tahun 1995.

Penulis sejak lulus tahun 1995 sampai dengan 2000 bekerja di PT. Dipasena

Citra Darmaja Lampung, tahun 2000 sampai dengan 2003 bekerja di PT. Central

Pertiwi Bahari Lampung, dan tahun 2003 sampai dengan 2005 penulis bekerja di

PT. Indokom Samudera Persada, Lampung. Pada tahun 2005 sampai dengan 2009

bekerja di SMK Negeri Pugung, Tanggamus dan mulai tahun 2009 sampai

sekarang penulis bekerja di SMK Negeri 6 Bandar Lampung sebagai guru. Sejak

2015 penulis mendapatkan kesempatan tugas belajar pada Program Pasca Sarjana

Magister Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Page 9: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

SANWACANA

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T., karena atas rahmat

dan ridho-Nya tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis ini ditulis berdasarkan

penelitian yang dilakukan mulai tanggal 1 Desember 2016 sampai dengan 31 Mei

2017 di Pulau Pasaran, Bandar Lampung, LPPMHP Dinas Kelautan dan

Perikanan Prov. Lampung, dan Laboratorium THP Politeknik Negeri Lampung

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan

kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung,

atas kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat

melaksanaan pendidikan program pascasarjana di Universitas Lampung.

2. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan dan para pembantu

Dekan beserta seluruh staff Fakultas Pertanian, Universitas Lampung atas

dukungannya kepada penulis selama melaksanakan pendidikan program

pascasarjana di Universitas Lampung.

3. Dr. Dewi Sartika, S.T.P., M.Si, selaku pembimbing utama sekaligus

Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis sampai tesis ini

diselesaikan.

4. Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si., selaku pembimbing anggota yang telah

membimbing penulis sampai tesis ini diselesaikan.

5. Prof. Dr. Ir. Murhadi, M.Si., selaku pembahas yang telah memberikan saran

dan kritikan guna penyempurnaan tesis ini.

Page 10: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

ix

6. Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P., selaku Ketua Program Studi dan seluruh staff

program pascasarjana Magister Teknologi Industri Pertanian Fakultas

Pertanian, Universitas Lampung.

7. Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Lampung, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis

sehingga penulis dapat melaksanaan pendidikan program pascasarjana di

Universitas Lampung.

8. Drs. Rusdi HS, M.T. dan Salahudin, S.T., M.Pd selaku kepala SMK Negeri 6

Bandar Lampung, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

melaksanakan tugas belajar di Universitas Lampung.

9. Istriku Wiwin Sri Utami, S.Pd dan anak-anakku Rifa Sabila dan Rafeyfa

Asyla yang telah memberikan dukungan moril dalam melaksanakan

pendidikan program pascasarjana di Universitas Lampung

10. Seluruh rekan-rekan mahasiswa program studi Magister Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung yang telah memberikan

dukungan moril dalam penulisan tesis ini.

Penulis memohon semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga

tesis ini bermanfaat dan berguna bagi pembangunan kelautan dan perikanan.

Bandar Lampung, Mei 2018

Penulis

Hadi Suwarno

Page 11: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR TABEL ...................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah ............................................................. 1B. Tujuan Penelitian............................................................................... 4C. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 4D. Hipotesis............................................................................................ 6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Teri ( Stolephorus sp.) ..................... 7B. Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Ikan Teri............................. 8C. Savory Chips Ikan Teri...................................................................... 9

1. Bahan pelapis (battered/coating) .................................................. 92. Bahan pengembang/perenyah ....................................................... 113. Bumbu ........................................................................................... 12

D. Deep Fat Frying ................................................................................ 12E. Perubahan Kimiawi Selama Proses Pengolahan .............................. 14F. Syarat Mutu Savory Chips Ikan Teri ................................................. 16G. Pengemasan....................................................................................... 17H. Kemasan Non Vakum dan Kemasan Vakum.................................... 19I. Umur Simpan...................................................................................... 20

1. Penurunan Mutu Savory Chips Ikan Teri Selama Penyimpanan .. 212. Kriteria Kerusakan Savory Chips Ikan Teri .................................. 243. Metode Pendugaan Umur Simpan................................................. 24

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian ........... .............................................. 30B. Bahan dan Alat .............................................................................. 30C. Metode Penelitian .......................................................................... 31D. Pelaksanaan Penelitian ................................................................... 32

1. Prosedur Penelitian Tahap Satu ............................................... 322. Prosedur Penelitian Tahap Dua................................................ 323. Prosedur Penelitian Tahap Tiga ............................................... 33

Page 12: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

xi

E. Pengamatan...................................................................................... 351. Uji Kadar Air (SNI 01.2354.2-2006).......................................... 352. Uji Kadar Lemak (SNI 01.2354.3-2006) .................................... 353. Uji Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) (SNI 01-4305-1996) ...... 364. Uji Kerenyahan ........................................................................... 375. Uji Sensori (SNI 7760 : 2013) ................................................... 376. Uji Mikrobiologi (Angka Lempeng Total /ALT)

(SNI 01-2332.3-2006)................................................................. 397. Analisis Pendugaan Umur Simpan ............................................. 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Mutu Savory Chips Ikan Teri........... ......................... 42B. Perubahan Mutu Savory Chips Ikan Teri yang Dikemas Non

Vakum dan Vakum pada Berbagai Suhu Penyimpanan ................ 451. Kadar Air .................................................................................... 452. Kadar Lemak............................................................................... 473. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB).............................................. 504. Kerenyahan ................................................................................. 535. Uji Sensori ................................................................................ 55

a. Kenampakan ........................................................................... 55b. Bau ......................................................................................... 57c. Rasa ........................................................................................ 59d. Tekstur.................................................................................... 61

6. Uji Mikrobiologi (Angka Lempeng Total /ALT) ....................... 64C. Umur Simpan Savory Chips Ikan Teri .......................................... 66

1. Penentuan Ordo Reaksi............................................................... 662. Persamaan Arrhenius .................................................................. 693. Penentuan Batas Kritis ................................................................ 704. Perhitungan Umur Simpan.......................................................... 70

a. Umur Simpan Savory Chips Ikan Teri Kemasan Non Vakum 70b. Umur Simpan Savory Chips Ikan Teri Kemasan Vakum ....... 73

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan........... ........................................................................... 78B. Saran................................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 80

LAMPIRAN ................................................................................................ 84

Page 13: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Persyaratan mutu dan keamanan ikan renyah ...................................... 16

2. Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deteriorasi pada produkpangan ................................................................................................... 22

3. Lembar penilaian sensori ikan renyah (savory chips ikan teri)............. 38

4. Karakteristik mutu savory chips ikan teri ............................................. 43

5. Kadar air savory chips ikan teri............................................................. 46

6. Kadar lemak savory chips ikan teri ....................................................... 48

7. Kadar asam lemak bebas savory chips ikan teri.................................... 51

8. Kerenyahan savory chips ikan teri ........................................................ 53

9. Kenampakan savory chips ikan teri....................................................... 56

10. Skor bau savory chips ikan teri ............................................................. 58

11. Skor rasa savory chips ikan teri............................................................. 60

12. Skor tekstur savory chips ikan teri ........................................................ 62

13. Jumlah mikroba savory chips ikan teri.................................................. 64

14. Persamaan garis penurunan mutu savory chips ikan teri dan R2

berdasarkan uji fisikokimia ................................................................... 67

15 Persamaan garis penurunan mutu savory chips ikan teri dan R2

berdasarkan uji sensori .......................................................................... 68

16 Persamaan Arrhenius penurunan mutu savory chips ikan teri dan R2

berdasarkan uji fisikokimia .................................................................. 69

17 Persamaan Arrhenius penurunan mutu savory chips ikan teridan R2

berdasarkan uji sensori .......................................................................... 69

18. Kadar asam lemak bebas savory chips ikan teri kemasan non vakum . 70

Page 14: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

xiii

19. Nilai kemiringan kurva savory chips ikan teri kemasan non vakum .... 71

20. Laju peningkatan kadar asam lemak bebas savory chips ikan terikemasan non vakum .............................................................................. 72

21. Umur simpan savory chips ikan teri kemasan non vakum.................... 73

22. Kadar asam lemak bebas savory chips ikan teri kemasan vakum......... 74

23. Nilai kemiringan kurva savory chips ikan teri kemasan vakum ........... 75

24. Laju peningkatan kadar asam lemak bebas savory chips ikan terikemasan vakum ..................................................................................... 76

25. Umur simpan savory chips ikan teri kemasan vakum........................... 76

Page 15: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Ikan teri (Stolephorus sp.) ................................................................... 8

2. Skema diagram perpindahan panas dan massa selama proses deepfat frying ... .............................................................................. ......... 14

3. Grafik hubungan antara nilai ln k dan ⅟T dalam persamaan Arrhenius 26

4. Bagan alir kegiatan penelitian tahap satu ............................................ 32

5. Bagan alir kegiatan penelitian tahap dua............................................ 33

6. Bagan alir kegiatan penelitian tahap tiga ........................................... 34

7. Savory chips ikan teri curah ............................................................... 42

8. Savory chips ikan teri kemasan non vakum ....................................... 42

9. Savory chips ikan teri kemasan kemasan vakum ............................... 42

10. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan kadar air savorychips ikan teri. .................................................................................... 46

11. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan kadar lemaksavory chips ikan teri.......................................................................... 49

12. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan kadar asamlemak bebas savory chips ikan teri..................................................... 51

13. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan kerenyahansavory chips ikan teri.......................................................................... 54

14. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan rata-rata nilaikenampakan savory chips ikan teri. ................................................... 57

15. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan skor bau savorychips ikan teri. .................................................................................... 58

Page 16: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

xv

16. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan skor rasasavory chips ikan teri.......................................................................... 60

17. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan skor tekstursavory chips ikan teri.......................................................................... 62

18. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan peningkatantotal mikroba savory chips ikan teri. .................................................. 65

19 Grafik laju peningkatan kadar asam lemak bebas savory chipskemasan non vakum. .......................................................................... 71

20. Grafik persamaan laju kinetik kadar asam lemak bebas terhadappendugaan umur simpan savory chips ikan teri kemasan non vakum 72

21. Grafik laju peningkatan kadar asam lemak bebas savory chips ikanteri kemasan vakum............................................................................ 74

22. Grafik persamaan laju kadar asam lemak bebas terhadap pendugaanumur simpan savory chips ikan teri kemasan vakum......................... 75

Page 17: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Duapertiga wilayah Indonesia adalah perairan sehingga berpotensi besar di

sektor perikanan. Produksi perikanan Indonesia pada tahun 2013 sebesar 15,16

juta ton, 5,71 juta ton dari perikanan tangkap dan 9,45 juta ton dari perikanan

budidaya (Anonima, 2016). Namun tingkat konsumsi ikan masih rendah.

Konsumsi ikan di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 41,11 kg/kapita/thn,

Malaysia sebesar 70 kg/kapita/thn sedangkan Jepang mencapai 140

kg/kapita/thn (Anonimb, 2016). Penyebab rendahnya konsumsi ikan karena

kurangnya pemahaman masyarakat tentang gizi dan manfaat protein ikan bagi

kesehatan dan kecerdasan, serta belum berkembangnya teknologi pengolahan ikan

dalam bentuk diversifikasi olahan hasil perikanan yang dapat memenuhi selera

masyarakat (Anonimc, 2016).

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang mengandung asam-asam

amino esensial (EPA dan DHA) yang dibutuhkan tubuh (Afrianto dan Liviawaty.

1993). Agustono (2008) menyatakan bahwa kandungan mineral ikan relatif kecil,

tetapi mempunyai peran yang sangat penting dalam mengatur proses metabolisme

tubuh, pertumbuhan dan penggantian jaringan.

Page 18: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

2

Diversifikasi olahan ikan perlu ditingkatkan seiring terjadinya perubahan perilaku

yang serba instan, praktis dan cepat sehingga konsumsi produk–produk siap saji

cenderung meningkat. Salah satu jenis makanan yang mudah dan cepat

dikonsumsi adalah makanan ringan (snack food). Berdasarkan hasil survey

United State Departement of Agricultural (USDA), 15% dari total kalori pangan

yang dikonsumsi oleh anak-anak dan remaja di Amerika berasal dari snack

(Rhee et al., dalam Yusuf 2011). Umumnya produk makanan ringan yang beredar

di pasaran berasal dari serelia. Sebagian besar produk makanan ringan tersebut

memiliki kalori dan lemak tinggi tetapi kandungan protein dan vitamin rendah.

Salah satu diversifikasi olahan ikan dalam bentuk makanan ringan adalah savory

chips ikan teri.

Pemanfaatan ikan teri saat ini baru sebatas diolah menjadi makanan segar dan

dikeringkan dalam bentuk asin atau tawar. Upaya diversifikasi olahan teri perlu

dikembangkan agar nilai ekonominya meningkat. Ikan teri berpotensi untuk

dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan ringan (snack), karena tidak perlu

penanganan khusus seperti penyiangan maupun pemisahan daging dan semua

bagian ikan tersebut dapat langsung dimanfaatkan.

Permasalahan yang sering terjadi pada produk snack adalah kerenyahan dan

ketengikan. Menurut Varela et al., (2008), kerenyahan produk tergantung pada

formulasi, bahan tambahan dan proses pengolahan. Penyerapan minyak selama

proses penggorengan berpotensi mengakibatkan perubahan tekstur dan ketengikan

setelah penyimpanan. Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi hal tersebut

adalah melapisi (coating) dengan tepung sebelum digoreng serta teknik

Page 19: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

3

penggorengan yang digunakan. Sifat renyah pada produk snack ini akan hilang

jika produk menyerap air. Pengemasan merupakan salah satu cara menghambat

uap air lingkungan terserap oleh produk pangan kering, mencegah atau

mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran

serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran (Suyitno, 1999).

Menurut Syarief dan Halid (1993), penggunaan plastik untuk kemasan makanan

ringan cukup menarik karena sifat-sifatnya yang menguntungkan seperti luwes,

mudah dibentuk, mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak

korosif serta mudah dalam penanganan. Plastik jenis polipropilen mempunyai

kekuatan tarik, kejemihan serta permeabilitas uap air dan gas yang rendah

(Mujiarto, 2005).

Teknologi pengemasan dapat dilaksanakan dengan tiga cara yaitu teknologi

penukaran gas, vakum dan non vakum. Menurut Syarief dan Halid (1993), metode

pengemasan vakum dapat menghambat kerusakan pangan dari aktivitas biologi

maupun kimia sehingga syarat-syarat mutu produk bisa terjamin. Pengolahan

snack harus memenuhi syarat-syarat mutu yang telah di tetapkan. Syarat mutu dan

keamanaan pangan savory chips ikan teri ini mengacu pada SNI (2013).

Pendugaan umur simpan dilakukan dengan mengevaluasi perubahan mutu produk

selama penyimpanan. Metode akselerasi dapat memperpendek waktu umur

simpan dengan cara mempercepat terjadinya reaksi penurunan mutu produk pada

suatu kondisi penyimpanan ekstrim. Model Arrhenius umumnya digunakan untuk

menduga umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap perubahan suhu,

seperti produk pangan yang mudah mengalami ketengikan (Arpah, 2001).

Page 20: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

4

Oleh karena itu perlu dilakukan studi perubahan mutu dan umur simpan savory

chips ikan teri (Stolephorus heterolobus) dalam kemasan plastik polipropilen

dalam kondisi non vakum dan vakum.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Membandingkan penurunan mutu savory chips ikan teri dalam kemasan plastik

polipropilen kondisi non vakum dan vakum.

2. Mendapatkan umur simpan savory chips ikan teri terbaik dalam kemasan

plastik polipropilen kondisi non vakum dengan metode akselerasi.

3. Mendapatkan umur simpan savory chips ikan teri terbaik dalam kemasan

plastik polipropilen kondisi vakum dengan metode akselerasi.

C. Kerangka Pemikiran

Makanan ringan (snack food) mengalami peningkatan konsumsi seiring dengan

perubahan pola konsumsi pangan masyarakat. Umumnya snack yang beredar

menggunakan serelia sebagai bahan baku utamanya sehingga produk yang

dihasilkan memiliki kandungan gizi yang rendah. Snack dengan bahan baku

ikan teri yang dilapisi tepung dikenal dengan istilah savory chip merupakan jenis

snack yang baik karena ikan teri mengandung protein yang tinggi sebesar 18,83

g/100 g (Anonimd, 2012).

Savory chips ikan teri tergolong jenis makanan crackers yaitu makanan yang

bersifat kering dan renyah dengan kandungan lemak tinggi (Ketaren, 1986).

Kandungan lemak dalam keripik jika teroksidasi akan menghasilkan asam organik

Page 21: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

5

dan keton mengakibatkan bau dan rasa tengik. Kerusakan lemak atau oksidasi

lemak yang terjadi pada keripik disebabkan produk bersentuhan dengan udara,

oksigen, uap air, cahaya ataupun perubahan suhu ekstrim (Arpah, 2001).

Savory chips ikan teri memiliki sifat mudah menyerap uap air dari udara sekitar

sehingga mudah mengalami kerusakan seperti menjadi tidak renyah, ditumbuhi

jamur dan bakteri serta bau yang tengik (Suyitno, 1986). Menurut Kusnandar

(2001), komposisi kimia produk terutama kadar air menentukan sifat kerenyahan,

semakin tinggi kadar air suatu produk, maka produk akan semakin tidak renyah.

Untuk mencegah hal tersebut, perlu dilakukan pengemasan pada produk.

Menurut Mujiarto (1989), pengemasan mencegah atau mengurangi kerusakan

dengan cara melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya. Pemilihan bahan

pengemas yang tepat dengan sifat permeabilitas yang baik dapat meningkatkan

umur simpan produk yang dikemas. Salah satu jenis kemasan bahan pangan

tersebut adalah plastik polipropilen.

Pengemasan vakum dan non vakum dapat mencegah kerusakan savory chips ikan

teri. Menurut Syarif dan Halid (1993), pengemasan vakum pada prinsipnya adalah

pengeluaran gas dan uap air dari produk yang dikemas sedangkan pengemasan

non vakum dilakukan tanpa mengeluarkan gas dan uap air yang terdapat dalam

produk. Oleh karena itu pengemasan vakum mampu menekan pertumbuhan

bakteri, perubahan bau, rasa dan kenampakan selama penyimpanan, karena pada

kondisi vakum pertumbuhan bakteri aerob relatif lebih kecil dibanding dalam

kondisi non vakum.

Page 22: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

6

Untuk menjamin keamanan produk sesuai dengan UU Pangan No. 18 tahun 2012

dan PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan maka harus ditetapkan

masa kadaluarsa atau umur simpan produk. Pendugaan umur simpan savory chips

ikan teri dilakukan dengan metode akselerasi model Arrhenius, yaitu dengan cara

mempercepat terjadinya reaksi penurunan mutu produk pada suatu kondisi

penyimpanan dengan suhu ekstrim dan umumnya digunakan yang produk yang

sensitif terhadap perubahan suhu dan mudah mengalami ketengikan.

Oleh karena itu dipandang perlu untuk melakukan studi tentang penurunan mutu

savory chips ikan teri dalam kemasan plastik polipropilen selama penyimpanan

dengan memodifikasi atmospheric non vakum dan vakum serta menentukan umur

simpan sebagai bentuk jaminan keamanan pangan.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah :

1. Terdapat perbedaan penurunan mutu savory chips ikan teri dalam kemasan

plastik polipropilen kondisi non vakum dan vakum.

2. Terdapat umur simpan terbaik savory chips ikan teri dalam kemasan plastik

polipropilen kondisi non vakum dengan metode akselerasi.

3. Terdapat umur simpan terbaik savory chips ikan teri dalam kemasan plastik

polipropilen kondisi vakum dengan metode akselerasi.

Page 23: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi dan Deskripsi IkanTeri (Stolephorus sp.)

Ikan teri (Stolephorus sp.) merupakan ikan penghuni perairan pesisir dan eustaria

serta beberapa jenis dapat hidup pada perairan dengan salinitas 10-15%. Pada

umumnya, ikan teri hidup bergerombol, terutama jenis-jenis yang berukuran kecil,

yang terdiri dari ratusan sampai ribuan ekor (Hutomo et al., 1987).

Klasifikasi ikan teri menurut Saanin (1984), adalah sebagai berikut:

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Malacopterygii

Famili : Clupeidae

Genus : Stolephorus

Spesies : Stolephorus sp.

Morfologis ikan teri yaitu tubuh bulat memanjang (fusiform) atau agak termampat

ke samping (compressed), sisi samping tubuh terdapat garis putih keperakan

memanjang dari kepala sampai ekor. Sisiknya kecil dan tipis, tulang rahang atas

memanjang mencapai celah insang. Sirip dorsal tanpa duri pradorsal sebagian

atau seluruhnya dibelakang anus, pendek dengan jari-jari lemah sekitar 16-23

buah. Gigi pada rahang, langit-langit palatin, pterigod dan lidah. Berukuran kecil

sekitar 6-9 cm (Hutomo et al., 1987). Bentuk ikan teri disajikan Gambar 1.

Page 24: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

8

Gambar 1. Ikan teri (Stolephorus sp.) (Saanin, 1984)

B. Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi IkanTeri

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1993), ikan teri mengandung protein dan

mineral yang cukup tinggi sedangkan vitamin dan lemaknya rendah jika

dibandingkan dengan ikan laut lainnya. Jumlah kalori yang dapat dihasilkan dari

100 g daging ikan teri mencapai 74 kalori. Ikan teri juga mengandung vitamin A,

vitamin B, dan sumber mineral lainnya. Menurut zat besi pada ikan lebih mudah

diserap dibandingkan zat besi pada serelia dan kacang-kacangan (Winarno, 2008).

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1993), ikan teri kaya akan fosfor yang berfungsi

untuk pembentukan tulang dan gigi serta kalsium berperan untuk masa

pertumbuhan dan mengurangi proses osteoporosis pada orang dewasa.

Bahan baku ikan teri yang diolah wajib memenuhi syarat kesegaran ikan segar,

seperti bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, rupa dan warna utuh

putih cemerlang, bau yang spesifik jenis, serta tekstur daging kenyal. Menurut

Anonimd (2012), komposisi kimia ikan teri per 100 g terdiri atas protein (18,83 g),

lemak (1,24 g), abu (2,38 g), fosfor (500 mg), kalsium (500 mg), dan zat besi (1

mg).

Page 25: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

9

C. Savory Chips Ikan Teri

Savory chips ikan teri merupakan ikan renyah. Menurut SNI (2013), ikan renyah

adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan yang mengalami

penambahan bumbu dengan dan atau tanpa tepung dan digoreng hingga renyah.

Savory chips ikan teri menggunakan bahan baku ikan teri. Produk olahan ini

termasuk makanan ringan atau snack yang dikenal dengan istilah fish snack atau

fish savory chips.

Menurut Moriera (2001), snack diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok : 1)

generasi pertama yaitu produk konvensional tanpa ekstrusi misalnya keripik

kentang, biskuit panggang; 2) generasi kedua yaitu produk langsung

mengembang; 3) generasi ketiga yaitu produk yang telah diekstrusi masih

memerlukan pengolahan lebih lanjut seperti penggorengan dan pengeringan.

Produk savory chips ikan dapat dikategorikan ke dalam makanan ringan generasi

pertama. Proses pengolahnnya adalah dengan cara digoreng menggunakan minyak

yang banyak (deep fat fried) pada suhu tinggi dalam waktu singkat, sehingga

memberikan pengembangan dan kerenyahan pada produk akhir. Menurut Fellows

(2000), waktu yang dibutuhkan bahan pangan sampai tergoreng matang

tergantung pada : 1) tipe bahan pangan, 2) temperatur minyak, 3) metode

penggorengan (dangkal atau dengan minyak tergenang), 4) ketebalan bahan

pangan dan 5) perubahan yang diinginkan dalam mutu makanan.

1. Bahan Pelapis (battered/coating)

Pada pembuatan produk chips sering digunakan untuk memperoleh produk akhir

garing dan renyah adalah menggunakan tepung sebagai bahan pelapis. Batter atau

Page 26: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

10

coating pada produk gorengan akan memperkaya flavor, tekstur dan penampakan

serta berperan sebagai pelindung dari penyerapan minyak yang berlebihan pada

saat penggorengan (Chien et al., 2008). Pelapisan pada produk snack memberikan

hasil akhir yang lebih baik, dapat mengurangi biaya operasional karena waktu

penggorengan yang digunakan lebih singkat, dapat mengurangi penggunaan

minyak goreng yang berlebih, dan menambah volume produk akhir jika

dibandingkan dengan produk yang digoreng tanpa pelapisan (Winarno, 2004).

Tepung merupakan bahan tambahan makanan ringan yang memberikan produk

akhir sesuai yang diinginkan seperti peningkatan pengembangan, meningkatkan

kerenyahan, mengurangi penyerapan minyak (Manullang, 1997). Pati merupakan

komponen utama tepung. Pati merupakan homopolimer D-glukosa dengan ikatan

α-glikosidik dan ditemukan sebagai karbohidrat simpanan pada tanaman. Pati

terdapat sebagai ganula dengan ukuran dan karakteristik yang berbeda untuk

masing-masing tanaman (Copeland et al., 2009).

Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C dan

bentuk rantainya apakah lurus atau bercabang. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat

dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang tidak larut disebut amilopektin

sedangkan fraksi yang larut adalah amilosa. Berdasarkan bentuk rantai karbonnya

amilosa adalah ganula pati yang memiliki rantai linier, sedangkan amilopektin

memiliki rantai karbon yang bercabang. Kandungan amilosa dan amilopektin pada

tepung dapat mempengaruhi karakteristik tekstur dari produk chips, karena pada

saat pemasakan terjadi pengembangan pati sebagai akibat dari proses gelatinisasi.

Apabila produk makin mengembang maka teksturnya akan semakin renyah

Page 27: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

11

(Manullang, 1997). Umumnya tepung yang digunakan sebagai pelapis adalah

tepung tapioka, beras, maizena, terigu, dan tepung sisa hasil ekstrudat.

2. Bahan Pengembang/Perenyah

Bahan pengembang/perenyah dalam pangan dikategorikan sebagai bahan

tambahan makanan. Bahan tambahan makanan dapat diartikan sebagai senyawa

kimia yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk membantu dalam

proses pengolahan, bertindak sebagai pengganti atau untuk memperbaiki kualitas

makanan (deMan, 1999).

Bahan perenyah merupakan bahan yang mereduksi kecenderungan masing-masing

partikel pada bahan pangan untuk menempel satu sama lain, dan digunakan untuk

memberikan kerenyahan pada produk makanan. Bahan yang tidak larut dalam air,

suhu glass transitionnya tinggi dan memiliki kestabilan yang baik dapat bersifat

sebagai crisping agent misalnya dekstrin dan serat selulosa. Kalsium karbonat

dapat juga digunakan sebagai bahan perenyah pada produk gorengan (Chien et al.,

2008).

Natrium bikarbonat (soda kue) ditambahkan pada produk makanan sebagai

pengembang dan perenyah, sedangkan pada produk minuman natrium bikarbonat

bersifat sebagai bahan pengatur keasaman. Pengembangan pada produk terjadi

karena adanya reaksi dari natrium bikarbonat membentuk gas dalam adonan.

Selama proses pemanasan, volume gas bersama dengan uap air ikut terperangkap

dalam adonan sehingga mengembang (Winarno, 2008). Persyaratan standar batas

maksimum penggunaan natrium bikarbonat pada makanan adalah 50 g/kg atau 5%

(SNI, 1995).

Page 28: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

12

3. Bumbu

Bumbu adalah bahan makanan yang ditambahkan dengan tujuan untuk

memberikan rasa pada makanan sehingga menambah cita rasa. Aplikasi bumbu

bisa melalui adonan maupun melalui pelapisan di bagian luar produk (Arintorini,

2002).

Penambahan bumbu pada produk coating memberikan nilai tambah terhadap

produk tersebut, karena mampu meningkatkan cita rasa dan aroma, namun

penambahan bumbu pada produk chips harus mempertimbangkan beberapa hal

diantaranya ketidak-larutan bahan bumbu menyebabkan bahan pelapis dapat

menggumpal, kandungan senyawa volatilnya mudah menguap saat proses

pemanasan. Cara terbaik yang dapat dilakukan untuk menghindari hal-hal tersebut

adalah dengan menambahkan bumbu-bumbu dalam bentuk serbuk misalnya lada,

bawang merah, bawang putih, karena bahan-bahan tersebut tingkat volatilitasnya

rendah dan warnanya netral sehingga tidak mempengaruhi penampakan produk

akhir (Fizsman, 2009).

D. Deep Fat Frying

Menggoreng merupakan suatu unit kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki

kualitas makanan. Pertimbangan lain menggunakan cara menggoreng dalam

pengolahan pangan adalah memberikan pengaruh terhadap daya awet produk

karena dapat merusak suhu aktifitas dari mikroorganisme dan enzim, serta

mengurangi aktifitas air pada permukaan produk (Fellows, 2000).

Ada dua jenis teknik penggorengan yaitu penggorengan dengan minyak banyak

sehingga bahan dapat terendam dalam minyak (deep fat frying), dan

Page 29: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

13

penggorengan dengan sedikit minyak (pan frying). Teknik deep fat frying

merupakan salah satu metode yang sudah lama digunakan dalam pengolahan

makanan, karena teknik ini menghasilkan produk dengan kombinasi flavor dan

tekstur yang unik (Mariscal dan Bouchon, 2008).

Menurut Mariscal dan Bouchon (2008), deep fat frying dapat didefinisikan

sebagai proses pemasakan makanan dengan memasukkan bahan ke dalam minyak

pada suhu di atas titik didih air, dan dapat diklasifikasikan sebagai proses

dehidrasi. Suhu penggorengan berkisar antara 130°C–190°C, tetapi biasanya suhu

penggorengan yang digunakan antara 170°C–190°C.

Teknik deep fat frying merupakan suatu unit kegiatan yang kompleks melibatkan

suhu tinggi, perubahan signifikan mikrostruktural dari permukaan dan seluruh

bagian bahan pangan, dan terjadinya transfer panas dan massa secara bersamaan

menghasilkan reaksi berlawanan antara uap air dan minyak pada permukaan

bahan. Teknik deep fat frying melibatkan perubahan fisik dan kimia pada

makanan, seperti gelatinisasi pati, denaturasi protein, penguapan air dan

pembentukan kulit. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekstur dan mutu bahan

yang digoreng adalah laju pemanasan, penetrasi minyak pada bahan, interaksi

minyak-bahan, dan degadasi minyak (Bouchon, 2009).

Tujuan utama deep fat frying adalah untuk melindungi produk. Pada proses

penggorengan saat bahan pangan dimasukan ke dalam minyak rasa dan aroma

berhasil disimpan di dalam bahan. Proses penggorengan juga dilakukan untuk

memperoleh karakteristik khas dari produk gorengan sesuai yang diinginkan

misalnya: kering, berongga (porous), renyah, dan berminyak pada lapisan luar

atau berkerak namun lembut dan basah di bagian dalam produk (Fellows, 2000).

Page 30: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

14

E. Perubahan Kimiawi Selama Proses Pengolahan

Saat bahan dimasukkan ke dalam minyak panas pada proses penggorengan, terjadi

kenaikan suhu permukaan yang sangat cepat, disertai dengan terjadinya

penguapan air pada bahan pangan tersebut. Proses penggorengan menyebabkan

terjadi perpindahan penguapan di dalam bahan dan membentuk lapisan kulit pada

permukaan produk, lapisan kulit tersebut memiliki struktur yang porous

(berongga), dengan bentuk ukuran kapiler yang berbeda (Fellows, 2000). Proses

perpindahan tersebut disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema diagam perpindahan panas dan massa selama prosesdeep fat frying (Fellow, 2000).

Penggunaan suhu minyak yang tinggi saat menggoreng akan menyebabkan

terjadinya penguapan air pada permukaan bahan. Saat penguapan, air yang berada

di dalam lapisan bahan produk berpindah pada sekeliling minyak menyebabkan

permukaan bahan menjadi lebih kering, hingga mempengaruhi formasi kulit. Pada

saat yang sama minyak terserap oleh produk, menggantikan bagian air pada bahan

(Moreira, 2001).

Penghantaran panas minyak pada proses penggorengan dengan suhu yang tinggi

dalam waktu yang lama, menyebabkan terjadinya pelepasan uap air dan oksigen

dari bahan makanan, sehingga terjadi oksidasi pada minyak yang berasal dari

Page 31: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

15

berbagai senyawa karbonil volatil, asam hidroksi, asam keton, dan asam epoxy

(Fellows, 2000). Hal tersebut menyebabkan bau yang tidak enak dan minyak

menjadi berwarna gelap. Ketengikan merupakan masalah utama pada produk yang

digoreng karena detereorasi produk oleh oksidasi lemak atau minyak dalam

bentuk peroksida, aldehid dan keton (Mariscal dan Bouchon, 2008).

Menurut Fellows (2000), teknik penggorengan dapat meningkatkan karakteristik

warna, rasa, aroma, dan kerenyahan pada bahan makanan. Hal tersebut terjadi

karena adanya kombinasi reaksi Maillard dan senyawa-senyawa yang terserap

minyak. Beberapa faktor penyebab terjadinya perubahan warna dan flavor produk

yang digoreng yaitu: 1) jenis minyak goreng; 2) lama dan suhu minyak; 3)

interaksi permukaan minyak dan bahan; 4) suhu dan lama waktu menggoreng; 5)

ukuran, kandungan air dan karakteristik dari permukaan bahan pangan; 6)

penanganan setelah proses menggoreng.

Kualitas minyak yang digunakan akan menentukan umur simpan produk dan

kualitas minyak untuk menggoreng juga ditentukan oleh jenis bahan pangan yang

digoreng. Faktor yang mempengaruhi penyerapan minyak antara lain suhu

penggorengan, waktu penggorengan, ketebalan irisan dan spesifikasi produk.

Waktu penggorengan menjadi faktor penting produk akhir hasil penggorengan,

kandungan minyak bertambah, kadar uap menurun, dan produk menjadi lebih

renyah berdasarkan lamanya waktu penggorengan (Moreira, 2001).

Menurut Ketaren (1986), selama proses penggorengan terjadi denaturasi protein,

lemak dan senyawa karbohidrat polimer pada bahan. Perubahan tersebut terjadi

karena adanya reaksi Maillard. Reaksi tersebut terjadi antara kelompok amino

bebas dari asam amino, peptida, atau protein dan gugus karbonil dari gula

pereduksi. Reaksi Maillard pada proses penggorengan merupakan hal yang

diinginkan untuk meningkatkan cita rasa, aroma dan pembentukan warna coklat

pada produk akhir. Perubahan lain yang terjadi selama proses penggorengan

Page 32: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

16

adalah pembentukan kulit pada produk sehingga menghasilkan tekstur yang

renyah atau garing. Kerenyahan produk gorengan yang dibalut (battered) karena

selain terjadi perpindahan panas dari media ke bahan, juga disebabkan adanya

reaksi pengembangan pati pada proses gelatinisasi selama pemasakan (Varela et

al., 2008),

F. Syarat Mutu Savory Chips Ikan Teri

Pengolahan savory chips ikan teri harus memenuhi syarat-syarat mutu yang telah

ditetapkan. Syarat mutu savory chips ikan teri mengacu pada SNI 7760 : 2013

tentang persyaratan mutu dan keamanan ikan renyah seperti disajikan Tabel 1.

Tabel 1. Persyaratan mutu dan keamanan ikan renyah

Jenis uji Satuan Persyaratan

Sensori Min 7 (Skor 1 - 9)

Kimia- Kadar air- Kadar abu- Kadar protein- Kadar lemak

%%%%

Maks 5,0Maks 12,0Min 15,0

Maks 30,0Cemaran mikroba- ALT- Escherichia coli- Salmonella- Staphylococcus aureus- Kapang*

Koloni/gAPM/ g

-koloni/gkoloni/g

Maks 5,0 x 104

< 3Negatif/25 g

Maks 1,0 x 102

< 1,0 x 102

Cemaran logam *- Kadmium (Cd)- Merkuri (Hg)- Timbal (Pb)- Arsen (As)- Timah (Sn)

mg/kgmg/kgmg/kgmg/kgmg/kg

Maks 0,1Maks 0,5Maks 0,3Maks 1,0Maks 40,0

Catatan : * bila diperlukanSumber : SNI (2013)

G. Pengemasan

Pengemasan tidak dapat dipisahkan dari proses dalam industri makanan. Kemasan

adalah konstruksi yang dirancang dengan kekuatan yang mampu melindungi

Page 33: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

17

produk secara efektif terhadap penyebab kerusakan fisik, kimiawi dan

mikrobiologi (Suyitno,1986). Pengemasan adalah upaya melindungi hasil

pengolahan atau produk industri dari bahaya pencemaran, gangguan fisik serta

untuk mendapatkan bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan,

pengangkutan dan distribusi, serta sebagai promosi dan media informasi (Syarief

dan Halid, 1993).

Menurut Suyitno (1999), fungsi kemasan adalah melindungi produk dari faktor-

faktor lingkungan seperti: cahaya, uap air, gas, dan bau serta kemasan juga

merupakan media komunikasi dengan konsumen, legal, dan komersial.

Pengemasan dapat melindungi produk dari kontaminasi dan pembusukan,

mempermudah proses distribusi dan penyimpanan, serta memberikan kemudahan

dalam menyeragamkan jumlah isi produk (Robertson, 2010).

Sementara itu fungsi terpenting dari pengemasan snack adalah untuk melindungi

produk dari ketengikan, kelembaban, kehilangan bau atau masuknya bau asing

yang mengganggu. Robertson (2010), menyatakan bahwa kemasan yang

digunakan untuk makanan ringan yang digoreng (fried snack foods) harus mampu

menyediakan perlindungan yang baik terhadap oksigen, cahaya dan kelembaban.

Bahan kemasan tersebut harus tahan lemak yang bertujuan untuk mencegah

penetrasi lemak dari bahan ke luar melalui dinding pembungkus.

Menurut Nur (2009), penggunaan plastik untuk kemasan makanan cukup menarik

karena sifat-sifatnya yang menguntungkan seperti luwes, mudah dibentuk,

mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah

logam serta mudah dalam penanganan.

Page 34: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

18

Menurut Mujiarto (2005), polipropilen termasuk dalam jenis plastik polyolefyne

dan merupakan polirner dari propylene. Sifat-sifat propylene diantaranya adalah

ringan, mudah dibentuk, ternbus pandang dan jernih dalarn keadaan film, tidak

mudah sobek, tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak serta pada suhu tinggi

akan bereaksi dengan benzene, tolen, terpentin dan asam nitrat, permeabilitas uap

air rendah dan perrneabilitas gas sedang

Buckle et al., (1987), menyatakan polipropilen lebih kaku, kuat, lebih ringan dari

pada polietilen dan stabil pada suhu tinggi. Polipropilen mempunyai titik leleh

yang cukup tinggi (190-200ºC), sedangkan titik kristalisasinya antara 130-135ºC.

Polipropilen mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (chemical resistance)

yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) nya rendah (Mujiarto,

2005).

Labuza (1982), mengatakan kondisi bahan pangan selama penyimpanan dan

distribusi dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan diantaranya

suhu, kelembaban, oksigen dan cahaya dapat memicu beberapa mekanisme reaksi

yang menyebabkan kerusakan bahan pangan. Perubahan yang terjadi selama

penyimpanan dan distribusi meliputi perubahan fisika, kimia dan mikrobiologi.

Untuk produk yang sensitif terhadap oksigen dapat diawetkan lebih baik dengan

menggunakan kemasan vakum. Kemasan vakum tidak hanya memperpanjang

masa simpan tapi juga memberikan efek visual yang lebih baik terhadap kemasan.

Kusnandar (2001), mendefinisikan kemasan vakum dengan keterbatasan

kandungan oksigen dalam suatu lingkungan rnelalui pengurangan konsentrasinya

atau penghilangan seluruhnya.

Page 35: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

19

H. Kemasan Non Vakum dan Kemasan Vakum

Pengemasan vakum pada prinsipnya adalah pengeluaran gas dan uap air dari

produk yang dikemas sedangkan pengemasan non vakum dilakukan tanpa

mengeluarkan gas dan uap air yang terdapat dalam produk. Oleh karena itu

pengemasan vakum cenderung menekan jumlah bakteri, perubahan bau, rasa,

serta penampakan selama penyimpanan, karena pada kondisi vakum bakteri aerob

yang tumbuh jumlahnya relatif lebih kecil dibanding dalam kondisi tidak vakum

(Syarif dan Halid, 1993).

Pengemasan vakum adalah sistem pengemasan hampa udara dimana tekanannya

kurang dari satu atmosfir dengan cara mengeluarkan O2 dari kemasan sehingga

memperpanjang umur simpan. Proses pengemasan vakum ini dilakukan dengan

cara memasukkan produk ke dalam kemasan plastik yang dikuti dengan

pengontrolan udara menggunakan mesin pengemas vakum (vacuum packager),

kemudian ditutup dan diseal. Dengan ketiadaan udara dalam kemasan, maka

kerusakan akibat oksidasi dapat dihilangkan sehingga kesegaran produk yang

dikemas akan lebih bertahan 2 – 3 kali lebih lama dari pada produk yang dikemas

dengan pengemasan non vakum (Jay, 1996).

Pengemasan vakum merupakan cara yang digunakan untuk mengurangi jumlah

oksigen dalam kemasan. Oksigen dalam kemasan dapat menyebabkan proses

oksidasi pada bahan pangan. Berkurangnya oksigen dapat menghambat mikroba

aerobik penyebab kerusakan bahan pangan. Chicken nugget yang disimpan dalam

kondisi vakum dan suhu 1oC dapat dipertahankan masa simpannya sampai dengan

36-45 hari, ikan cakalang asap yang dikemas vakum yang disimpan dingin dapat

diterima sampai hari ke duapuluh. Irisan dendeng nila merah yang dikemas vakum

Page 36: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

20

mengandung total mikroba yang lebih rendah dibandingkan dengan pengemasan

dengan plastik saja (Yuliana, 2012).

I. Umur Simpan

Umur simpan produk pangan adalah selang waktu produksi dan waktu konsumsi

dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat

penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi (Arpah, 2001).

Labuza (1982), menyatakan bahwa umur simpan produk berkaitan erat dengan

nilai kadar air kritis, suhu dan kelembaban. Umur simpan suatu produk

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: karakteristik produk, sifat produk, kondisi

penyimpanan dan distribusi produk yang dikemas (Petersen et al., 1999). Pada

produk snack yang digoreng, terjadinya perubahan aroma produk menjadi tengik

pada saat penyimpanan menyebabkan produk tersebut tidak disukai, hal ini

disebabkan adanya reaksioksidasi lemak yang terjadi selama penyimpanan

(Tiwari et al., 2009). Menurut Arpah (2001), meningkatnya kadar air produk hasil

gorengan yang disimpan pada kelembaban tinggi dapat menyebabkan perubahan

tekstur produk.

Aspek lain dari umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh komponen

material kemasan plastik untuk bermigasi pada bahan makanan sampai batas

maksimal kadar yang diperkenankan. Berbeda dengan kemasan metal dan gelas,

pada kemasan plastik dalam suhu kamar, senyawa dengan berat molekul kecil

masuk ke dalam makanan secara bebas baik yang berasal dari aditif maupun dari

plasticizers (Winarno, 2008). Semakin panas bahan makanan yang dikemas,

semakin tinggi peluang terjadinya migrasi zat-zat plastik ke dalam makanan.

Page 37: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

21

Sehingga, setiap mengkonsumsi makanan tersebut, maka secara tidak sadar juga

mengkonsumsi zat-zat yang terimigasi itu. Semakin lama makanan disimpan

maka semakin tinggi batas maksimum dilampaui. Oleh karena itu, keterangan

batas ambang waktu kadaluwarsa bagi produk yang dikemas dengan plastik perlu

diberitahukan secara jelas kepada konsumen (Nurcahyanti, 2005).

1. Penurunan Mutu Savory Chips Ikan Teri Selama Penyimpanan

Penyimpanan suatu produk dari mutu awal disebut deteriorasi. Produk pangan

mengalami deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen,

uap air, cahaya, atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini juga dapat diawali oleh

hentakan mekanis seperti vibrasi dan kompresi (Arpah, 2001).

Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan

laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Umur simpan

adalah waktu hingga produk mengalami deteriorasi tertentu. Reaksi deteriorasi

pada produk pangan dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik

yang selanjutnya akan memicu reaksi didalam produk berupa reaksi kimia, reaksi

enzimatis, atau lainnya seperti proses fisika dalam bentuk penyerapan uap air atau

gas dari sekeliling. Hal ini akan menyebabkan perubahan-perubahan terhadap

produk meliputi: perubahan tekstur, flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi

dan lain-lain (Arpah, 2001). Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deteriorasi

pada produk pangan disajikan pada Tabel 2.

Page 38: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

22

Tabel 2. Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deteriorasi pada produk pangan

Faktor Utama Efek DeteriorasiOksigen • Oksidasi lipid

• Kerusakan vitamin• Kerusakan protein• Oksidasi pigmen

Uap air • Kehilangan/kerusakan vitamin• Perubahan organoleptik• Oksidasi lipida

Cahaya • Oksidasi• Pembentukan bau/perubahan flavor• Kerusakan vitamin

Kompresi/Bantingan, Vibrasi, Abrasi,Penanganan secara kasar

• Perubahan organoleptik• Kebocoran bahan pengemas

Bahan kimia toksik/bahan kimiaoff flavor

• Of flavor• Perubahan organoleptik• Perubahan bahan kimia• Pembentukan racun

Sumber : Arpah (2001)

Penurunan mutu snack biasanya disebabkan oleh bau tengik akibat reaksi

oksidasi dalam produk dan perubahan kadar air (Arpah, 2001). Reaksi oksidasi

ini terjadi apabila produk yang mengandung minyak bereaksi dengan oksigen di

udara. Minyak nabati yang digunakan untuk menggoreng snack mempunyai asam

lemak yang dengan ikatan rangkap banyak atau poly unsaturated fatty acids

(PUFA) menyebabkan sangat rentan terhadap oksidasi sehingga menyebabkan

ketengikan. Proses oksidasi dapat terjadi karena beberapa hal antara lain: udara,

cahaya, enzim, logam (Cu, Fe) (deMan, 1999).

Selain adanya reaksi oksidasi, perubahan kadar air juga mengakibatkan kerusakan

pada snack. Kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan

masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-

sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-

perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama

pada makanan yang tidak diolah (Winarno, 2008). Selama penyimpanan akan

Page 39: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

23

terjadinya proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk

kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah (Robertson,

2010).

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1993), kerusakan yang sering terjadi pada

olahan ikan adalah kerusakan mikrobiologis oleh bakteri. Bakteri bisa berasal dari

bahan baku, peralatan dan air yang digunakan untuk pengolahan. Untuk

menghambat mikroba dilakukan pengemasan vakum di samping mencegah proses

oksidasi sehingga masa simpan dapat dipertahankan (Yuliana, 2012). Menurut

Sprenger (1991), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri, yaitu : 1)

Nutrien. Mikroba memerlukan beberapa nutrien agar hidup dengan baik, yaitu :

unsur makro (Karbon, Hidrogen, Oksigen dan Nitrogen), unsur mikro (Sulfur dan

Fosfor), dan trace element (Natrium, Kalium, Magnesium dan Mangan). 2)

Konsentrasi ion H (pH). Bakteri lebih suka substrat yang memiliki pH mendekati

netral. 3) Kadar air. Kandungan air dalam subtrat/produk makanan merupakan

sarana untuk pertumbuhan mikroba. 4) Aktifitas Air (Aw). Aktifitas air adalah

banyaknya air yang ada dalam produk makanan yang dapat dimanfaatkan mikroba

untuk keperluan hidupnya. Bakteri (0,95); ragi/yeast (0,86); kapang (0,70). Suatu

produk dapat dikatakan aman jika memiliki aw di bawah 0,60, namun pada kondisi

seperti ini kerusakan kimia masih terjadi. 5) Suhu. Bakteri patogen dan penyebab

kerusakan pada umumnya termasuk golongan bakteri mesofilik yang hidup

dengan suhu optimum 20oC – 45oC. 6) Keberadaan Oksigen. 7) Kompetisi.

Mikroba berkompetisi hidup pada suatu substrat karena makanan yang sama.

Page 40: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

24

2. Kriteria Kerusakan Savory Chips Ikan Teri

Savory chips ikan teri merupakan bahan pangan yang memiliki karakteristik

berpori dan memiliki kadar air yang rendah. Kerusakan yang sering terjadi adalah

terjadinya reaksi oksidasi lipid yang menyebabkan timbulnya rasa tengik dan

penyerapan uap air oleh savory chips ikan teri sebagai reaksi kondisi lingkungan.

Timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan merupakan

kerusakan lemak yang utama. Penyebabnya adalah otooksidasi radikal asam

lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan

radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat

reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam

berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn dan enzim-enzim lipoksidase (Winarno, 2008).

Menurut Arpah (2001), perubahan pada tekstur akibat reaksi deteriorasi dapat

berupa: a) pengempukan, b) perubahan kekentalan, c) perubahan kekerasan,

d) warna dan masih banyak lagi penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan ini

menyebabkan produk pangan tidak menyerupai tekstur aslinya, seperti pada awal

produksi. Tergantung pada tingkat deteriorasi yang berlangsung, perubahan

tersebut dapat menyebabkan produk pangan tidak dapat digunakan untuk tujuan

seperti yang seharusnya, atau bahkan tidak dapat dikonsumsi sehingga

dikategorikan sebagai bahan kadaluarsa.

3. Metode Pendugaan Umur Simpan

Menurut Labuza (1982), umur simpan produk pangan dapat diduga dan ditetapkan

waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpangan

produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated

Page 41: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

25

Storage Studies (ASS). ESS sering juga disebut metoda konvensional, adalah

penentuan tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada

kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan

mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini

akurat dan tepat, namun pada awal-awal penemuan dan penggunaannya, namun

metoda ini dianggap memerlukan waktu panjang dan analisa parameter mutu yang

relatif banyak. Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS atau

akselerasi dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang

dapat mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan.

Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat, namun tetap

memiliki ketepatan dan akurasi tinggi (Kusnandar, 2010).

Metode akselerasi dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan

yang dapat mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan.

Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat, namun tetap

memiliki ketepatan dan akurasi tinggi. Kelebihan metode ini adalah waktu

pengujian yang relatif singkat namun tetap memiliki ketepatan yang tinggi. Suhu

merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin

tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin

cepat, oleh karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu makanan selama

penyimpanan, faktor suhu harus dipertimbangkan (Labuza, 1982).

Model Arrhenius umumnya digunakan untuk menduga umur simpan produk

pangan yang sensitif terhadap perubahan suhu, diantaranya produk pangan yang

mudah mengalami ketengikan, perubahan warna oleh reaksi pencoklatan.

Prinsipnya adalah menyimpan produk pangan pada suhu ekstrim dimana produk

Page 42: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

26

pangan menjadi lebih cepat rusak dan umur simpan produk ditentukan

berdasarkan ekstrpolasi ke suhu penyimpanan (Kusnandar, 2001).

Dalam penyimpanan makanan, keadaan suhu ruangan penyimpanan selayaknya

dan keadaan tetap dari waktu ke waktu tetapi seringkali keadaan suhu

penyimpanan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Apabila keadaan suhu

penyimpanan tetap dari waktu ke waktu (atau dianggap tetap) maka perumusan

masalahnya sederhana, yaitu untuk menduga laju penurunan mutu cukup dengan

menggunakan persamaan Arrhenius (Syarief dan Halid, 1989).

Persamaan Arrhenius :

........................................................................... (1)

Keterangan :

k = Konstanta penurunan mutuk0 = Kontanta (tidak tergantung pada suhu)Ea = Energi aktivasi (KJ/mol)R = Konstanta gas (1.986 Kal/mol)T = Suhu mutlak (K) (C+273)

Persamaan di atas dapat diubah menjadi :

Ln k = ln k0(Ea / RT ) ............................................................................ (2)

Maka akan diperoleh kurva berupa garis linier pada plot nilai ln k terhadap 1/T

dengan slope –Ea/R seperti pada Gambar 3.

ln k

-Ea/R

1/T

Gambar 3. Gafik hubungan antara nilai ln k dan 1/T dalam persamaan Arrhenius(Syarief dan Halid, 1989).

k = k0.e(Ea/RT)

Page 43: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

27

Nilai umur simpan dapat diketahui dengan memasukkan nilai perhitungan ke

dalam persamaan reaksi ordo nol atau satu. Reaksi penurunan mutu pada makanan

banyak terjadi pada reaksi ordo nol dan satu. Contoh kerusakan produk pangan

yang termasuk ke dalam laju reaksi dengan ordo 0 adalah : (1) degradasi

enzimatis, contohnya buah dan sayuran segar; (2) Browning non enzimatis,

contohnya pada biji-bijian kering, produk susu kering atau susu bubuk, penuruna

nilai gizi protein; (3) Oksidasi lemak, contohnya peningkatan ketengikan pada

lemak produk snack atau chiki, makanan kering termasuk produk kripik (Labuza,

1982).

Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan mutu yang konstan. Kecepatan

penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan digambarkan

dengan persamaan berikut:

-dA / dt = k ………………………………………..................................... (3)

Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integasi terhadap

persamaan :

A0∫At dA= - 0∫1 k.dt ……………………………………….......................... (4)

Sehingga menjadi :

At – A0 = - kt ……………………………………….................................. (5)

dimana :

At = jumlah konsentrasi A (parameter mutu) pada awal waktu t

A0 = jumlah awal A

Contoh kerusakan bahan dan produk pangan yang termasuk ke dalam laju reaksi

ordo 1 adalah : (1) pertumbuhan mikroba pada ikan, daging dan kematian mikoba

akibat perlakuan panas; (2) produksi off flavor oleh mikroba; (3) kehilangan

Page 44: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

28

vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering; (4) kehilangan mutu protein

pada makanan kering, dan (5) ketengikan pada minyak salad dan sayuran kering

(Labuza, 1982).

Persamaan reaksi ordo satu :

-dA / dt = k.A ………………………………………............................... (6)

Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integasi terhadap

persamaan :

A0∫At dA/A = - 0∫1 k.dt ………………………………………................. (7)

Sehingga menjadi :

ln At – ln A0 = - kt ………………………………………....................... (8)

dimana :

At = jumlah konsentrasi A (parameter mutu) pada awal waktu t

A0 = jumlah awal A

Sebelum dilakukan perhitungan, terlebih dahulu ditentukan ordo reaksi yang tepat

yang memperlihatkan laju penurunan mutu dari masing-masing parameter mutu.

Ordo reaksi yang digunakan adalah ordo 0 dan ordo 1. Persamaan ordo 0

diperoleh dengan cara memplotkan data penurunan parameter di tiga suhu

penyimpanan pada sumbu y dalam skala linear dan umur simpan pada sumbu x

dalam skala linear. Sedangkan persamaan ordo 1 diperoleh dengan cara

memplotkan data penurunan parameter di tiga suhu penyimpanan pada sumbu y

dalam skala logaritmik dan umur simpan pada sumbu x dalam skala linear.Setelah

itu, ditarik garis regesi dari ketiga plotting parameter dan suhu tersebut sehingga

diperoleh persamaan garis seperti persamaan (9).

y = kx + b ........................................................................................................... (9)

Page 45: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

29

Kemudian, setelah ditentukan ordo reaksi yang akan digunakan, dihitung nilai ln k

dari setiap nilai k. Nilai ln k kemudian diplotkan pada sumbu y dalam skala linear

dan nilai 1/T pada sumbu x dalam skala linear. T adalah suhu penyimpanan dalam

satuan Kelvin. Setelah itu ditentukan garis regesinya, nilai slope yang diperoleh

merupakan nilai = Ea/RT dalam persamaan Arhenius dan intersepnya berupa nilai

ln k0. Dengan menggunakan rumus k = k0.e(Ea/RT), akan diperoleh nilai penurunan

mutu (k) dari produk yang disimpan dalam kemasan tertentu. Setelah itu,

perhitungan umur simpan diselesaikan menggunakan persamaan (10) atau (11).= , untuk ordo 0 ........................................................................... (10)

= , untuk ordo 1 .............................................................. (11)

dimana :

t = prediksi umur simpan

At = jumlah konsentrasi A (parameter mutu) pada waktu t

A0 = jumlah awal A

k = konstanta

Page 46: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Usaha Bersama (KUB) Melati Bahari

Pulau Pasaran, Bandar Lampung, Laboratorium SMK Negeri 6 Bandar Lampung,

UPTD Laboratorium Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung dan Laboratorium Teknologi

Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung. Waktu pelaksanaan penelitian

dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai dengan bulan Mei 2017.

B. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan untuk pembuatan produk savory chips ikan adalah

ikan teri yang diperoleh dari KUB Melati Bahari Pulau Pasaran, Bandar

Lampung. Tepung beras, tepung tapioka, telur, natrium bikarbonat (soda kue),

garam, bubuk bawang putih, bubuk lada, bubuk ketumbar dan minyak goreng

sebagai bahan pembantu diperoleh dari pasar Kota Karang, Kota Bandar

Lampung. Kemasan yang digunakan adalah plastik polipropilen dengan ketebalan

0,1 mm diperoleh dari toko plastik Serba Guna, Pasar Tengah, Bandar Lampung.

Bahan untuk uji kimia dan uji mikrobiologi menggunakan chloroform, alkohol

96%, NaOH 0,1 N, indikator PP (phenolphthalein), aquades, HCl 4 M, pereaksi

TBA, melanoldehid, larutan Butterfield’s phosphat buffered, PCA (Plate Count

Page 47: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

31

Agar), media Lauryl Tryptose Broth, EC Broth, LEMB agar, Dichloran rose

bengal chloramphenicol (DRBC) agar, Dichloran 18% glycerol (DG18) agar dan

Larutan 0,1% peptone water

Alat yang digunakan untuk pembuatan produk savory chips ikan teri adalah

timbangan digital, piring, spatula, loyang plastik, deep fryer, ayakan tepung,

sendok, spinner dan vacum sealer. Analisis kimia dan mikrobiologi menggunakan

timbangan analitik kepekaan 0,01 g, cawan porselin, oven, desikator, inkubator,

warring blender, labu destilasi, pH meter, batu didih, burner, tabung reaksi, kertas

saring, pipet, thermometer, erlemeyer, buret, blender, cawan petri, coloni counter,

autoclave, tabung durham, waterbath, jarum ose, mikroskop dan peralatan gelas

lainnya, penetrometer serta uji sensori menggunakan seperangkat alat uji sensori.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tiga tahap. Penelitian tahap satu adalah pembuatan

tepung pelapis savory chips ikan teri. Penelitian tahap dua, melakukan

pembuatan savory chips ikan teri. Penelitian tahap tiga adalah melakukan

pengemasan savory chips ikan teri hasil penelitian tahap dua dengan

menggunakan plastik polipropilen kondisi non vakum dan vakum dan disimpan

pada suhu 30ºC, 40ºC dan 50ºC selama 6 minggu.

Pengamatan penurunan mutu dan pendugaan umur simpan savory chips ikan teri

dilakukan setiap satu minggu selama enam minggu dengan tiga kali ulangan

terhadap parameter kadar air, kadar lemak, kadar asam lemak bebas, uji fisik

(kerenyahan) dan uji sensori (kenampakan, bau, rasa dan tekstur), sedangkan uji

mikrobiologi terhadap Angka Lempeng Total (ALT) dilakukan pada minggu ke 1

Page 48: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

32

dan ke 6. Data untuk penilaian penurunan mutu savory chips ikan teri disajikan

secara deskriptif, sedangkan data untuk pendugaan umur simpan diplotkan dalam

grafik dengan model pendekatan Arrhenius.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Prosedur Penelitian Tahap Satu

Penelitian tahap satu adalah pembuatan tepung pelapis (battered) savory chips

ikan teri. Pembuatan tepung pelapis berdasarkan penelitian Yusuf (2011)

dimodifikasi menggunakan tepung beras dan tepung tapioka (2:1) ditambahkan

perenyah natrium bikarbonat (soda kue) 1,5%. Bumbu yang digunakan adalah

bawang putih bubuk (Allium sativum) 6%, garam 5%, lada bubuk (Piper nigrum)

4,5% dan ketumbar (Coriandum sativum) 3% seperti disajikan pada Gambar 4.

.

Gambar 4. Bagan alir kegiatan penelitian tahap satu (Yusuf, 2011, dimodifikasi).

2. Prosedur Penelitian Tahap Dua

Pada penelitian tahap dua dilakukan pembuatan savory chips ikan teri. Ikan teri

segar yang sudah dibersihkan dibalut menggunakan tepung pelapis hasil

penelitian tahap satu dan dilakukan penggorengan. Penggorengan menggunakan

Formulasi

Pencampuran

Tepung beras dan tepungtapioka (133 g : 67 g)

Bumbu-bumbu :(bawang putih bubuk12 g,garam 10 g, lada bubuk 9g, ketumbar bubuk 6 g)

Soda kue(3 g)

Tepung pelapis (battered)

Page 49: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

33

metode deep fat frying dengan suhu penggorengan 180oC selama 5 menit.

Prosedur pembuatan savory chips ikan teri disajikan pada Gambar 5.

.

Gambar 5. Bagan alir kegiatan penelitian tahap dua

3. Prosedur Penelitian Tahap Tiga

Savory chips ikan teri hasil penelitian tahap dua digunakan sebagai sampel pada

penelitian tahap tiga. Pada tahap tiga savory chips ikan teri dikemas dengan

plastik polipropilen kondisi non vakum dan vakum dan disimpan pada suhu 30ºC,

40ºC dan 50ºC selama 6 minggu. Analisis penurunan mutu dan pendugaan umur

simpan menggunakan metode akselerasi melalui pendekatan arrhenius. Analisis

terhadap kadar air, kadar lemak, kadar asam lemak bebas, kerenyahan dan uji

sensori (kenampakan, bau, rasa dan tekstur) setiap minggu sedang uji

Pelapisan dengan putih telur (50 g)

Penggorengan deep frying(T 180oC; t 5 menit)

Tepung pelapis (battered)(200 g)

Pembersihan dan penirisan

Ikan Teri Segar (200 g)

Savory Chips Ikan Teri

Spinner

Page 50: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

34

mikrobiologi terhadap Angka Lempeng Total (ALT) dilakukan pada minggu ke 1

dan ke 6. Bagan alir penelitian tahap tiga disajikan pada Gambar 6.

.

.

Gambar 6. Bagan alir kegiatan penelitian tahap tiga

Pendugaan umur simpansavory chips ikan teri

Savory Chips Ikan Teri

PenyimpananT 30oC; t (1-6 minggu)

PenyimpananT 50oC; t (1-6 minggu)

PenyimpananT 40oC; t (1-6 minggu)

Savory Chips Ikan TeriTerbaik

Pengemas polipropilen(non vakum)

Uji Kimia :- Kadar air- Kadar lemak- Asam lemak bebas

Uji Fisik :- Kerenyahan

Uji Sensori :- Kenampakan- Bau- Rasa- Tekstur

Uji Mikrobiologi:- ALT (Angka

Lempeng Total)

Pengemas polipropilen(vakum)

Page 51: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

35

E. Pengamatan

Pengamatan terhadap mutu savory chips ikan teri yang dikemas dengan plastik

polipropilen kemasan non vakum dan vakum pada suhu 30ºC, suhu 40ºC dan

suhu 50ºC dilakukan setiap satu minggu selama enam minggu terhadap parameter

kadar air (SNI 01.2354.2-2006), kadar lemak (SNI 01.2354.3-2006), asam lemak

bebas (ALB) (SNI 01-4305-1996), kerenyahan dan uji sensori meliputi

kenampakan, bau, rasa dan tekstur (SNI 7760 : 2013) sedangkan uji mikrobiologi

terhadap angka lempeng total (ALT) (SNI 01-2332.3-2006) dilakukan pada

minggu ke 1 dan minggu ke 6.

1. Uji Kadar Air (SNI 01.2354.2-2006)

Sebanyak 2 g sampel uji ditimbang dalam cawan porselin. Selanjutnya

dimasukkan ke dalam oven suhu 105ºC selama 16-24 jam, kemudian ditimbang

bobot sampel akhir setelah pengeringan. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai

berikut: %Kadar air = B − CB − A 100%Dengan :

A adalah berat cawan kosong dinyatakan dalam g;

B adalah berat cawan + contoh awal, dinyatakan dalam g,

C adalah berat cawan + contoh kering, dinyatakan dalam g;

2. Uji Kadar Lemak (SNI 01.2354.3-2006)

Sebanyak 2 g contoh dimasukan dalam selongsong lemak. Dimasukan berturut-

turut 150 ml chloroform ke dalam labu alas bulat, selongsong lemak ke dalam

extractor soxhlet, dan pasang rangkaian soxhlet dengan benar. Dilakukan

ekstraksi pada suhu 60ºC selama 8 jam. Evaporasi campuran lemak dan

Page 52: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

36

chloroform dalam labu alas bulat sampai kering. Labu alas bulat yang berisi

lemak dimasukkan ke dalam oven suhu 105ºC selama ± 2 jam untuk

menghilangkan sisa chloroform dan uap air. Labu didiinginkan dan lemak di

dalam desikator selama 30 menit. Timbang berat labu alas bulat yang berisi lemak

sampai berat konstan.

Kadar lemak dihitung dengan rumus:

% Lemak total = (C – A)B 100%dengan:

A = Berat labu alas bulat kosong (g)

B = Berat contoh (g)

C = Berat labu alas bulat dan lemak hasil ekstraksi (g)

3. Uji Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) (SNI 01-4305-1996)

Ditimbang 5-10 g contoh ditambahkan 50 ml alkohol 96% netral dan dibiarkan

selama 1 jam sambil sekali-sekali dikocok kemudian disaring dan ditambahkan

beberapa tetes indikator PP dan dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga warna merah

jambu (tidak berubah selama 5 detik). Asam lemak bebas dinyatakan sebagai %

ALB dengan rumus:

ml NaOH x N x Berat molekul asam lemak% ALB = x 100

Berat contoh (g) x 1000

Keterangan :

% ALB = Kadar asam lemak bebas

ml NaOH = Volume titran NaOH (ml)

N = Normalitas NaOH hasil standardisasi (N)

Page 53: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

37

4. Uji Kerenyahan

Uji kerenyahan savory chips ikan teri menggunakan hardness tester. Savory chips

ikan teri direntangkan pada dasar hardness tester, kemudian ditusukkan jarum

kedalam savory chips ikan teri selama 5 detik. Nilai kerenyahan adalah angka

yang ditunjukkan oleh hardness tester. Semakin kecil nilai yang didapatkan, maka

tingkat kerenyahan semakin baik.

5. Uji Sensori (SNI 7760 : 2013)

Uji sensori savory chips ikan teri dengan uji skoring dilakukan terhadap

kenampakan, bau, rasa dan tekstur. Penilaian savory chips ikan teri dilakukan

dengan menggunakan 15 panelis. Pada uji sensori ini menggunakan 5 tingkat

skor. Skor penilaian savory chips ikan teri dapat disajikan pada Tabel 3.

Page 54: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

38

Tabel 3. Lembar penilaian sensori ikan renyah (savory chips ikan teri)

5. Uji Mikrobiologi

Lembar Penilaian Sensori Ikan Renyah(Savory Chips Ikan Teri)

Nama panelis: …………………………….. Tanggal:…………………………...

Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukanpengujian.Berilah tanda pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.

Spesifikasi NilaiKode contoh

1. Kenampakan

Bersih, cerah spesifik produk

Bersih, kurang cerah spesifik produk

Kurang bersih, agak kusam

Kurang bersih, kusam

Tidak bersih, kusam

2. Bau

Kuat, spesifik jenis

Kurang kuat spesifik jenis

Agak apak

Apak, agak tengik

Apak, tengik

3. Rasa

Gurih spesifik ikan

Kurang gurih spesifik ikan

Spesifik ikan tidak ada

Agak getir

Getir

4. Tekstur

Kering, sangat renyah

Kering, kurang renyah

Agak liat

Liat

Sangat liat

Page 55: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

39

6. Uji Mikrobiologi (Angka Lempeng Total /ALT) (SNI 01-2332.3-2006)

Sebanyak 25 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam wadah blender steril

atau plastik Stomacher. Larutan butterfield’s phosphat buffered steril ditambahkan

sebanyak 225 ml dan diblender selama 2 menit. Dengan menggunakan pipet steril

pindahkan 1 ml suspensi di atas serta dimasukkan ke dalam larutan butterfield’s

phosphat buffered untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran selanjutnya

(10-3) dilakukan dengan mengambil 1 ml sampel dari 10-2 dengan menggunakan

pipet steril dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphat buffered.

Dengan cara yang sama dilakukan pengenceran selanjutnya 10-4, 10-5, dan

seterusnya sesuai keperluan sampel.

Setelah itu dari masing-masing pengenceran di atas diambil 1 ml dan dimasukkan

ke dalam cawan petri steril serta dilakukan duplo untuk setiap pengenceran. Pada

setiap cawan petri yang sudah berisi larutan sampel ditambahkan 12-15 ml PCA

(Plate Count Agar) yang sudah didinginkan sampai suhu 44ºC-46ºC, supaya

tercampur rata dilakukan pemutaran cawan ke depan dan belakang. Bila media

agar di dalam petridish telah membeku, semua petridish disusun terbalik dan

dimasukkan dalam inkubator bersuhu 37ºC selama 48 jam. Setelah masa inkubasi

selesai, dilakukan penghitungan total bakteri.

7. Analisis Pendugaan Umur Simpan

Pendugaan umur simpan dilakukan dengan metode akselerasi. Model pendekatan

yang digunakan adalah model Arrhenius. Prinsip model Arrhenius adalah

menyimpan produk pangan pada suhu ekstrim dimana produk pangan menjadi

Page 56: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

40

lebih cepat rusak dan umur simpan produk ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke

suhu penyimpanan (Kusnandar, 2006).

Sebelum dilakukan perhitungan nilai umur simpan, terlebih dahulu ditentukan

ordo reaksi yang tepat yang memperlihatkan laju penurunan mutu dari masing-

masing parameter mutu. Persamaan ordo 0 diperoleh dengan cara memplotkan

data penurunan mutu di tiga suhu penyimpanan pada sumbu y dalam skala linear

dan umur simpan pada sumbu x dalam skala linear. Sedangkan persamaan ordo 1

diperoleh dengan cara memplotkan data penurunan mutu di tiga suhu

penyimpanan pada sumbu y dalam skala logaritmik dan umur simpan pada sumbu

x dalam skala linear. Setelah dilakukan plotting, maka ditarik garis lurus sehingga

diperoleh persamaan garis y = kx + b

Pemilihan ordo reaksi ditentukan dari rata-rata nilai koefisien korelasi (R2) yang

paling mendekati laju penurunan mutu (rata-rata R2 yang paling besar). Data hasil

pengamatan yang diperoleh pada suhu 300C, 400C dan 500C di diplotkan menjadi

hubungan waktu penyimpanan (sumbu x) dan parameter mutu hasil pengamatan

(sumbu y) pada setiap kondisi suhu penyimpanan sehingga diperoleh bentuk

grafik yang menghasilkan persamaan regresi liniernya yaitu nilai slope (k),

intercept (konstanta) dan koefisien korelasi (R2). Persamaan tersebut kemudian

diterapkan ke dalam persamaan Arrhenius yaitu hubungan 1/T (sumbu x) dan ln k

(sumbu y) untuk menghitung nilai umur simpan. T adalah suhu penyimpanan

dalam satuan Kelvin. Nilai umur simpan yang diperoleh kemudian dikonversi

pada keadaan suhu 300C untuk menunjukkan umur simpan produk yang

sebenarnya. Dengan menggunakan rumus: k = k0.eEa/RT, akan diperoleh nilai

penurunan mutu (k) dari produk yang disimpan dalam kemasan tertentu.

Page 57: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

41

Kemudian pendugaan umur simpan dihitung dengan menggunakan persamaan

sebagai berikut : = atau =dimana :

t = prediksi umur simpan

At = jumlah konsentrasi A (parameter mutu) pada waktu t

A0 = jumlah awal A

K = konstanta

Page 58: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan :

1. Savory chips ikan teri kemasan plastik polipropilen kondisi non vakum lebih

cepat mengalami penurunan mutu dibanding kondisi vakum. Pada

penyimpanan minggu ke 6, kadar air savory chips ikan teri pada suhu

penyimpanan 30oC, 40oC dan 50oC dengan pengemasan kondisi non vakum

sebesar 4,90%; 4,57%; 4,24% sedangkan pengemasan kondisi vakum sebesar

4,45%; 4,05%; 4,03%; kadar ALB sebesar 0,65%; 0,69%; 0,73% dan sebesar

0,45%; 0,50%; 0,55%; skor kerenyahan sebesar 1,98 kg/105mm; 1,65

kg/105mm; 1,32 kg/105mm dan sebesar 1,26 kg/105mm; 1,05 kg/105mm; 0,93

kg/105mm, sedangkan uji sensori kenampakan dengan skor 7,12; 6,93; 6,48

dan 7,55; 7,31; 7,00; bau dengan skor 7,15; 6,90;6,80 dan 7,45; 7,05; 7,00;

rasa dengan skor 7,04; 6,32; 6,85 dan 7,52; 7,19; 6,82 serta tekstur dengan

skor 7,17; 7,00; 6,78 dan 7,53; 7,11; 6,85

2. Umur simpan terbaik savory chips ikan teri kemasan plastik polipropilen

kondisi non vakum adalah 50 hari pada suhu ruang (30oC).

3. Umur simpan terbaik savory chips ikan teri kemasan plastik polipropilen

kondisi vakum adalah 82 hari pada suhu ruang (30oC).

Page 59: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

79

B. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Perlu kajian lebih lanjut tentang mutu savory chips ikan teri karena ini

merupakan produk baru dari usaha mikro, kecil dan menengah.

2. Perlu adanya kajian lebih lanjut tentang pendugaan umur simpan savory chips

ikan teri dengan waktu penyimpanan lebih dari 6 minggu untuk mengetahui

waktu penyimpanan yang terbaik.

3. Perlu penelitian lebih lanjut tentang jenis kemasan, jenis minyak goreng, alat

pengemas dan metode penggorengan untuk menghasilkan produk dengan

mutu yang lebih baik dan memperpanjang masa simpannya.

Page 60: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2016. Kinerja Sektor Perikanan.http://www.bappenas.go.id/files/5214/4401/4205/7_bab-5-kinerja-sektor-perikanan.pdf. Diakses pada tanggal 12 September 2015.

Anonimb. 2016. Konsumsi Ikan Naik dalam 5 Tahun Terakhir.http://kkp.go.id/2016/03/23/konsumsi-ikan. Diakses pada tanggal 12September 2016.

Anonimc. 2016. Tingkat Konsumsi Ikan Peluang Hambatan dan Strategi.http://www.wpi.kkp.go.id/index.php/component/content/article/87-barometer-pasar/98-tingkat-konsumsi-ikan-peluang-hambatan-dan-strategi.Diakses pada tanggal 12 Januari 2016.

Anonimd. 2012. Data Nilai Gizi Ikan.www.bbp4b.litbang.kkp.go.id/nilaigizi/index.php?x=contact.php.

Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1993. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.Yogyakarta.

Agustono. 2008. Pengaruh Pencucian Hydrogen Peroksida terhadap KandunganGizi, Mineral, Yodium, Besi dan Timah Ikan Tongkol (Euthynnusaffinis). Majalah Berkala Ilmiah Perikanan. 3(2):63-68

Arintorini, M. 2002. Kajian Analisis Formulasi, Mikrostruktural, dan UmurSimpan Produk Makanan Ringan Berbahan Dasar Ikan Kurisi (Nemepterustamboluoides). (Tesis) Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.Bogor

Arpah, M. 2001. Penentuan Kedaluwarsa Produk Pangan. Institut PertanianBogor. Bogor.

Bounchon, P. 2009. Understanding Oil Absorption During Deep Fat Frying.Jordan Hill, Oxford. Academic Press Inc.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan Wortoon. 1987. Ilmu Pangan.UI Press. Jakarta

Li, C., L.P. Yi, H. Hung, L. Ming, C. Ming and C. Huang. 2008. Using HPMC toImprove Crust Crispness In Microwave-Reheated Battered MackerelNuggets: water barrier effect HPMC. Journal of Food Hydrocolloids.22:1337-1344

Page 61: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

81

Copeland, L., J. Blazek, H. Salman and M.Tang. 2009. Form and Functionality ofStarch. Journal Food Hydrocolloids. 23:1527-1534

Darwis, S. 2009. Studi Komperatif Pengaruh Pengemasan Vakum dan Nonvakumterhadap Mutu Daging Rajungan (Portunus pelagicus) pada Suhu Dingin.(Tesis). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru

deMan, J. 1999. Principles of Food Chemistry. 3th ed. Gaithersburg Maryland.Aspen Publishers Inc.

Evawati, A.A. 1997. Mempelajari Proses Pembuatan Keripik Ubi Kayu KajianLama Gelatinisasi serta Analisa Finansial. (Tesis). Jurusan THP FakultasPertanian Universitas Brawijaya, Malang

Fellows, P. 2000. Food Processing Technology. Cambridge England.CRC Press.

Fizsman, S.M. 2009. Ingredients in Meat Products : Properties, Functionality andApplications. Research Development & Quality Kraft Foods Inc

Hutomo M, Burhanuddin, A. Djamali dan S. Martosewojo. 2007. SumberdayaIkan Teri di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan OseanologiLIPI. Jakarta

Jay. 1996. Modern Food Microbiology. 4th edition. New York : D Von NostrandCompany

Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UIPress.

Kusnandar, F. 2001. Disain Percobaan dalam Penetapan Umur Simpan ProdukPangan dengan Metode ASLT (Model Arrhenius dan Kadar Air Kritis).Institut Pertanian Bogor.

Kusnandar, F., 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta.

Labuza, T.P. 1982. Shelf Life Dating of Food. Food and Nutrition Press, Inc.,Westport Connecticut.

Manullang, M. 1997. Karbohidrat Pangan. Jakarta: Universitas Pelita Harapan.

Mariscal, M. and Bouchon. 2008. Comparison between Atmospheric and VacumFrying of Apples Slice. Journal Food Chemistry. 107:1561-1569.

Meilgaard, M., G.V. Civille and B.T. Carr. 2000. Sensory Evaluation Techniques.Boca Raton, Florida: CRC Press.

Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bharata.Jakarta.

Page 62: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

82

Moreira, R.G. 2001. Deep Fat Frying on Foods. Food Processing OperationsModeling. Design and Analysis. Marcel Dekker. Basel.

Mujiarto, I. 2005. Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif.Traksi. AMNI Semarang..

Murniyati A.S. dan Sunarman, 2000. Pendinginan, Pembekuan dan PengawetanIkan. Kanisius, Yogyakarta

Nurcahyanti, A. 2005. Pengemasan dan Pendugaan Umur Simpan Keripik Talasdalam Kemasan Plastik PP, OPP/VMCPP, dan PET/DL/VMPET/SPEdengan Metode Akselerasi (Tesis). Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Nur, M. 2009. Pengaruh Cara Pengemasan, Jenis Bahan Pengemas dan LamaPenyimpanan terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi dan Organoleptik SateBandeng (Chanos chanos). Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian.14(1):17-20.

Pantastico, E.R. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan PemanfaatanBuah-buahan dan Sayur-sayuran Tropik dan Subtropika. Gajah MadaUniversity Press. Yogyakarta.

Rahmadana, S. 2013. Analisa Masa Simpan Rendang Ikan Tuna Dalam KemasanVakum Selama Penyimpanan Suhu Ruang dan Dingin. (Tesis). FakultasPertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Robertson, G. L. 2010. Food Packaging and Shelf Life: A Pratical Guide. CRCPress. Florida.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta, Jakarta.

SNI 01-0222-1995. 1995. Bahan Tambahan Makanan. Badan StandardisasiNasional. Jakarta.

SNI 01-4305-1996. Syarat Mutu Kripik Singkong. Badan Standardisasi Nasional.Jakarta.

SNI 01-2354.2-2006. 2006. Penentuan Kadar Air pada Produk Perikanan. BadanStandardisasi Nasional. Jakarta.

SNI 01-2354.3-2006. 2006. Penentuan Kadar Lemak Total pada ProdukPerikanan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

SNI 01-2332.3-2006. 2006. Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) pada ProdukPerikanan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

SNI 01-2346-2006. 2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensory.Badan Standardisasi Nasional. Jakarta

SNI 7760:2013. 2013. Ikan Renyah. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Page 63: STUDI MODIFIKASI ATMOSPHERIC NON VAKUM DAN …digilib.unila.ac.id/31610/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oksidasi, sehingga pengemasan menjadi faktor penting dalam mempertahankan

83

Sprenger, R.A. 1991. Hygiene for Management. Highfield Publications, SouthYorkshire.

Suyitno. 1986. Keamanan Bahan Makanan di Dalam Pengemasan. UniversitasGadjah Mada Press. Yogyakarta.

Syarief, R dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan Press,Jakarta

Syarief, R.S., Santausa dan S. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Tiwari, U., M. Gunasekaran, R. Jaganmohan, K. Algusundaram, and B.K.Tiwari2009. Quality Characteristic and Shelf Life Studies of Deep Fried SnackPrepared From Rice Brokens and Legumes By Product. Journal FoodBioprocess Technology. 8:115-134

Varela, P., A. Salvador and Fiszman. 2008. Methodological Developments inCrispnessassessment: Effects of Cooking on The Crispness of CrustedFoods. Journal of Food Science and Technologi 41:1252-1259.

Wasono, M.S.E dan S.S. Yuwono. 2014. Pendugaan Umur Simpan TepungPisang Goreng. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4):178-187.

Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor. M-brio press.

Yusuf, N.S. 2011. Karakterisasi Gizi dan Pendugaan Umur Simpan Savory ChipsIkan Nike (Awaous melanocephalus). (Tesis). Sekolah Pasca Sarjana,Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yuliana, N. 2012. Dasar Pengawetan Makanan : Pengendalian Mikroba.Universitas Lampung, Bandar Lampung.