Resume Tutorial b Skenario 4-Fix
-
Upload
dina-a-shavitri -
Category
Documents
-
view
235 -
download
0
description
Transcript of Resume Tutorial b Skenario 4-Fix
RESUME TUTORIAL B
BLOK 2 SKENARIO 4
KOMUNITAS AGROINDUSTRI
Oleh:
Wahyu Ikhwan Nanda M. 142010101004
Novera Denita 142010101010
Kesy Sasta Handani 142010101021
Muhammad Faizal A. 142010101025
Verantika Indra S. 142010101036
TriaYudinia 142010101047
Billy Jusup K. 142010101052
Fa’izah Ramadhani S. 142010101056
Saskia Mediwati 142010101067
Mega Citra Prameswari 142010101078
Bagus Aditya 142010101081
Faradila Praginta S. 142010101089
Shofi Iqda Islami 142010101102
Bj Azmy As Ady 142010101104
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
SKENARIO 4
KOMUNITAS AGROINDUSTRI
Dokter Praja adalah Dokter Puskesmas Sukamaju. Kecamatan ini terkenal sebagai daerah perkebunan tembakau dan terdapat sebuah pabrik rokok. Masyarakat di sini sebagian besar tergolong masyarakat kelas menengah ke bawah yang bekerja sebagai buruh tani atau buruh pabrik rokok. Suatu hari, dokter Praja melakukan surveilance dan menemukan tiga kasus gizi buruk. Setelah dokter Praja melakukan visitasi ke salah satu rumah penderita gizi buruk, didapatkan bahwa ayah pasien adalah buruh pabrik rokok dengan penghasilan di bawah UMR, dan memiliki banyak anak. Sedangkan ibunya adalah buruh tani. Si ibu mengeluhkan bahwa dirinya tidak mampu untuk membelikan susu dan makanan yang bergizi untuk anaknya karena penghasilannya sering digunakan untuk membeli rokok dan mabuk mabukan oleh Si Ayah. Mabuk mabukan memang sudah menjadi gaya hidup sebagian besar buruh pabrik rokok di daerah tersebut. Rumah mereka kebanyakan tidak memiliki jamban, MCK dilakukan di sungai dekat rumah. Setelah mengetahui hal-hal tersebut, maka dokter Praja bermaksud melakukan penyuluhan kepada para buruh tersebut. Untuk itu, dokter Praja menghubungi bos pabrik untuk bekerja sama mengubah gaya hidup karyawannya. Saat dilakukan penyuluhan, ditemukan bahwa banyak juga karyawan pabrik yang mengalami obesitas. Rata-rata mereka bekerja di bagian administrasi pabrik yang cenderung kurang gerak.
I. Klarifikasi Istilah
Surveilance
Kegiatan pengumpulan dan analisis data secara sistematis dan terus-
menerus sehingga dapat diambil tindakan kesehatan yang sesuai.
Gaya hidup
Pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas,
minat, dan opininya
UMR
Upah Minimum Regional adalah suatu standar minimum yang
digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk
memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam
lingkungan usaha atau kerjanya. Pemerintah mengatur pengupahan
melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29
Mei 1989 tentang Upah Minimum.
Komunitas Agroindustri
Sekelompok masyarakat yang tinggal di daerah perindustrian yang
terdapat interaksi antara keduanya seperti adanya lapangan pekerjaan.
Gizi buruk
Status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi atau memiliki kadar
nutrisi di bawah rata-rata akibat kekurangan protein (kwashiorkor),
kekurangan energi atau kalori (marasmus), maupun kekurangan
kombinasi keduanya (kwashiorkor-marasmik).
Visitasi
Suatu proses berkunjung ke suatu daerah tertentu dengan tujuan
mengamati, melihat fakta, dan mendapatkan data tertentu yang
dikehendaki.
Mind Map
II. Penetapan Masalah
1. Surveillance
2. Masalah agroindustri
3. Lingkungan sehat
4. Merubah gaya hidup
5. Bahaya rokok
6. Promosi kesehatan
III. Analisis Masalah
1. Surveillance
A. Metode
Pencatatan rutin
Pelaporan sentinel
Sensus penduduk
Penyelidikan kasus dan Kejadian Luar Biasa (outbreak)
Survei pada sampel
B. Tujuan
Memantau kecenderungan penyakit
Deteksi dan prediksi terjadinya KLB
Memantau kemajuan suatu program pemberantasan
Menyediakan informasi untuk perencanaan pembangunan
pelayanan kesehatan
C. Sumber data Surveilans (WHO)
1. Data mortalitas
Data kematian dapat diperoleh dari data statistik vital
2. Data morbiditas
Data morbiditas dapat diperoleh dari institusi pelayanan
kesehatan
Untuk mengetahui penyebaran penyakit atau distribusi
penyakit menurut waktu
3. Data epidemik
Data epidemik berbentuk data laporan adanya wabah penyakit
4. Laporan penggunaan laboratorium
Digunakan sebagai basis data untuk kegiatan surveilans
penyakit
5. Laporan penyelidikan kasus secara individual
Dimaksudkan untuk menyelidiki riwayat penyakit yang belum
umum diketahui
6. Laporan penyelidikan wabah
Lapuran ini digunakan ketika terjadi lonjakan frekuensi
penyakit melebihi frekuensi biasa
7. Survei
Dapat diketahui besarnya masalah penyakit di suatu populasi
2. Masalah Kesehatan Agroindustri
Masalah yang timbul pada lingkungan agroindustri dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Lingkungan agroindustri
2. Gaya hidup masyarakat sekitar
3. Keimanan dan keyakinan individu tersebut
A. Komponen masalah Agroindustri
a. Abiotik
Alat mesin. Mekanisme dalam penggunaan alat mesin perlu
diperhatikan, tersedianya alat mesin yang memadai akan
mengurangi risiko kecelakaan atau kerugian dalam
agroindustri.
APD. APD yang dibawah standart akan merugikan pekerja
sehingga risiko kecelakaan lebih besar.
Bidang usaha. Bidang usaha menentukan berbagai masalah
yang akan terjadi. Bidang usaha dalam hal pertanian
permasalahan yang dialami tentu berbeda dengan
pertambangan.
b. Biotik
Yang mempunyai usaha. Ini terkait dengan manajemen
usahanya. Jika pengusaha mampu untuk memanajemen
usahanya dengan memprioritaskan lingkungan pekerja maka
kemungkinan terjadi dampak negatif bagi lingkungan dan
pekerja aka sedikit.
Pekerja. Pekerja yang pendidikannya lebih tinggi akan lebih
berhati-hati dan akan lebih menjaga dirinya agar tidak terjadi
kerugian pada saat dia bekerja
Bahan yang digunakan untuk usaha. Dalam bewirausaha
tentu dibutuhkan bahan yang perlu diolah, bahan-bahan
kimia yang dipakai akan berakibat negatif pada lingkungan,
dan pekerja
B. Masalah yang timbul pada lingkungan agroindustri:
1. Air Bersih
Air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya
memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan dapat diminum apabila
dimasak. (Permenkes 416/1990)
Standar air bersih:
Parameter fisik (bau, warna, suhu, kekeruhan dll)
Parameter kimiawi (kimia organik dan anorganik)
Parameter biologi (kadar koliform 10/100 ml)
Parameter radiologi (aktivitas alpha dan beta)
2. Pembuangan Tinja / Kotoran
Metode pembuangan tinja yang baik adalah melalui jamban
dengan
kriteria :
1. Tidak boleh mencemari air permukaan
2. Tidak boleh mengkontaminasi tanah permukaan
3. Tidak boleh mencemari air tanah ( sumur=10 meter dan
mata air=15 meter)
4. Tidak terjangkau oleh lalat atau binatang lain
5. Tidak menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan
3. Pembuangan sampah
Teknik pengelolaan sampah yang baik harus memperhatikan
faktor-faktor:
1. Penimbunan sampah
2. Penyimpanan sampah
3. Pengumpulan,pengelolaan dan pemanfaatan sampah
4. Pengangkutan
5. Pembuangan
Penyebab masalah kesehatan lingkungan di indonesia:
Pertambahan dan kepadatan penduduk
Keanekaragaman sosial budaya dan adat istiadat
Belum memadainya fungsi manajemen kesehatan lingkungan
C. Mengatasi Masalah Agroindustri
Pada Kasus KEP
KEP ringan biasanya ditangani dengan pemberian penyuluhan
gizi, nasihat untuk pemberian ASI eksklusif, dan jika terkena
penyakit lain akibat defisiensi zat makanan tertentu maka
memakan zat makanan yang kekurangan tersebut.
Pada penanganan KEP sedang, jika rawat jalan maka perlu
dipantau kenaikan berat badannya, jika rawat inap maka
dilakukan pemantauan berat badan setiap hari serta memberi
makan tinggi energi dan protein.
Penanganan KEP berat dilakukan dengan 3 fase:
a. Fase stabilisasi, yaitu mengatasi kehilangan cairan dan
elektrolit tubuh dengan cara rehidrasi oral.
b. Fase transisi, bertujuan untuk menghindari risiko gagal
jantung dan intoleransi saluran cerna.
c. Fase rehabilitasi, bertujuan untuk meningkatkan berat badan
menurut tinggi badannya serta pemulihan massa otot.
3. Lingkungan Sehat
A. Definisi
Lingkungan sehat adalah lingkungan yang memenuhi PHBS.
Lingkungan sehat menurut UU No. 36 tahun 2009 Bab IX
tentang Kesehatan Lingkungan pasal 163 adalah lingkungan
yang terbebas dari unsur-unsur yang menyebabkan gangguan
yaitu :
1. Limbah cair
2. Limbah padat
3. Limbah gas
4. Hewan pembawa penyakit
5. Zat kimia berbahaya
6. Kebisingan radiasi
7. Sampah yang tidak diproses
8. Air yang tercemar
9. Udara yang tercemar
10. Makanan yang terkontaminasi
B. Indikator PHBS
a. Indikator PHBS di rumah tangga:
(1) Pertolongan Persalinan Oleh Nakes
(2) Asi Eksklusif
(3) Menimbang Bayi dan Balita
(4) Ketersediaan Air Bersih
(5) Cuci Tangan Pakai Sabun
(6) Penggunaan Jamban Sehat
(7) Pemberantasan Jentik
(8) Makan Buah dan Sayur Tiap Hari
(9) Aktivitas Fisik Setiap Hari
(10) Tidak Merokok Di Dalam Rumah
Dalam skenario yang melanggar PHBS di rumah tangga adalah
tidak merokok di dalam rumah, penggunaan jamban sehat,
makan buah dan sayur setiap hari.
b. PHBS di tatanan tempat kerja:
(1) Tidak Merokok di Tempat Kerja
(2) Membeli dan Mengkonsumsi Makanan di Tempat Kerja
(3) Melakukan Olahraga Secara Teratur
(4) Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun
(5) Memberantas Jentik Nyamuk di Tempat Kerja
(6) Menggunakan Jamban
(7) Membuang Sampah pada Tempatnya
(8) Menggunakan APD Sesuai Jenis Pekerjaannya
Dalam skenario yang melanggar PHBS di tatanan tempat kerja
adalah tidak merokok di tempat kerja dan tidak menggunakan
APD sesuai jenis pekerjaannya, dalam hal ini penggunaan APD
yang harus dilakukan adalah memakai masker dan sarung tangan.
4. Merubah gaya hidup
a) Niat yang teguh
Hal pertama yang harus dilakukan untuk merubah gaya hidup
adalah mempunyai niat yang teguh. Bila seseorang mempunyai
niat yang teguh, ia tidak akan mudah goyah oleh berbagai
pengaruh dari luar.
b) Usaha
Seseorang perlu berusaha untuk merubah gaya hidupnya menjadi
lebih baik.
c) Lingkungan yang mendukung
Lingkungan yang mendukung juga berpengaruh dalam merubah
gaya hidup seseorang.
5. Bahaya Merokok dan Alkohol
Rokok
A. Penyakit yang ditimbulkan merokok
1. Impotensi
Merokok akan mengurangi aliran darah yang diperlukan untuk
mencapai suatu keadaan ereksi.
2. Stroke
Penyumbatan pembuluh darah otak yang bersifat mendadak atau
stroke banyak dikaitkan dengan perilaku merokok. Karena
merokok berakibat buruk bagi pembuluh darah otak dan perifer
3. Osteoporosis
Penelitian menemukan hubungan antara merokok dengan
osteoporosis pada pria dan wanita.
4. Kulit Keriput
Merokok dapat mengurangi aliran oksigen dan zat gizi yang
dibutuhkan oleh kulit, hal ini dikarenakan menyempitnya
pembuluh darah di sekitar wajah.
5. Kanker kandung kemih
6. Kanker lambung, usus dan colon
7. Kanker mulut, tekak dan esofagus
8. Kanker hati dan pankreas
9. Kanker payudara, mulut rahim dan rahim
10. Kanker paru-paru, bronkhitis dan infeksi saluran pernafasan
kronis
11. Penyakit jantung
12. Penurunan kesuburan bahkan kemandulan dan keguguran
bahkan hingga melahirkan bayi yang cacat
13. Emfisima, ulser peptik dan batuk menahun
B. Zat Berbahaya dalam Rokok
1. Nikotin
Zat ini mengandung candu bisa menyebabkan seseorang ketagihan
untuk terus menghisap rokok. Yang dapat :
menyebabkan kecanduan / ketergantungan
merusak jaringan otak
menyebabkan darah cepat membeku
mengeraskan dinding arteri
2. Tar
Bahan dasar pembuatan aspal yang dapat menempel pada paru-
paru. Yang dapat :
Menimbulkan iritasi bahkan kanker.
Membunuh sel dalam saluran darah
Meningkatkan produksi lendir diparu-paru
Menyebabkan kanker paru-paru
3. Karbon Monoksida
menimbulkan penyakit jantung karena gas ini bisa mengikat
oksigen dalam tubuh.
mengikat hemoglobin, sehingga tubuh kekurangan oksigen
menghalangi transportasi dalam darah
4. Zat Karsinogen
Memicu pertumbuhan sel kanker dalam tubuh
5. Zat Iritan
Mengotori saluran udara dan kantung udara dalam paru-
paru
Menyebabkan batuk
6. CO
Di dalam tubuh, CO memiliki afinitas terhadap hemoglobin
lebih tinggi daripada oksigen. Jika CO masuk ke peredaran darah
maka akan terbentuk HbCO. Bila 70-80% Hb mengikat CO dalam
tubuh maka akan menyebabkan kematian.
C. Bahaya merokok bagi perokok pasif
Berikut adalah risiko yang sangat mungkin menyerang perokok
pasif :
Meningkatnya resiko kanker paru-paru dan serangan
jantung
Meningkatnya resiko penyakit saluran pernafasan seperti
radang paru-paru dan bronkhitis
Iritasi pada mata
Bersin dan batuk-batuk
Sakit pada tekak, esofagus, kerongkongan dan tenggorokan
Sakit kepala sebagai reaksi penolakan nikotin
asap rokok yang dikeluarkan lebih berbahaya bagi perokok
pasif. Hal ini dikarenakan asap rokok mengandung zat-zat
sebagai berikut:
o Mengandung nikotin dua kali lebih banyak
o Mengandung karbon monoksida lima kali lebih
banyak
o Mengandung tar lima kali lebih banyak
o Meningkatnya zat kimia berbahaya bagi kesehatan
hingga berkali lipat
D. Bahaya asap rokok bagi ibu hamil, janin dan bayi
Keguguran pada janin yang dikandung
Kematian janin di dalam kandungan
Pendarahan pada plasenta dan terjadi pembesaran lebih dari 30
persen
Berat badan janin berkurang sekitar 20-30 persen dari normal
Bayi yang lahir prematur dalam keadaan kesehatan yang tidak
stabil
Alkohol
- Alkohol adalah nama lain dari Aldehid, dengan rumus kimia CnH2n+1OH
- Jenis yang paling sering dikonsumsi adalah etanol
1. Cara Kerja Alkohol Pada Tubuh
Cara kerja alkohol adalah dengan memperlambat fungsi sistem
saraf pusat, menghambat rangsangan ke otak, akhirnya merubah
persepsi, emosi, gerakan atau efek dari rangsang tersebut.
2. Pengaruh Kadar Alkohol Dalam Darah
a. Pada kadar 0,05% = Tubuh menjadi bergairah, menjadi
lebih berani, berbicara dengan lancar, euphoria, efek
depresan alkohol mulai bekerja.
b. Kadar 0,1% = Syaraf motoric mulai terganggu, mulai
berjalan sempoyongan tetapi belum parah
c. Kadar 0,2% = Syaraf motoric sangat terganggu, sulit
menggerakkan anggoa badan yang diinginkan, mulai
berbicara melantur
d. Kadar 0,3% = Tidak mereaksi stimulus dari luar, pikiran
tidak sadar tetapi masih bisa melakukan aktifitas
e. Kadar 0,4% = Tidak sadar, pingsan
f. Kadar >0,5% = Dapat menyebabkan koma, kematian, kerja
organ tubuh terganggu karena medulla spinalis terkena efek
alkohol
6. Strategi Promosi Kesehatan
A. Stategi Promosi Kesehatan berdasarkan:
Keputusan Menteri Kesehatan no. 1193/Menkes/SK/X/2004
tentang kebijakan nasional
Keputusan Menteri Kesehatan no. 1114/Menkes/SK/VII/2005
tentang pedoman pelaksanaan promosi kesehatan di daerah
Strategi promosi kesehatan terdiri dari :
1. Pemberdayaan
Cara : menerapkan PHBS
Pelaksanaan : pemberdayaan pasien/ klien umumnya
berbentuk pelayanan informasi/konseling
Tujuan : diharapkan masyarakat yang tidak tahu menjadi
tahu, yang tahu menjadi mau dan yang mau menjadi mampu
Melahirkan upaya masyarakat upaya kesehatan bersumber
daya masyarakat (UKBM)
2. Bina Suasana
Bina suasana adalah menciptakan lingkungan/suasana yang
kondusif
3. Advokasi
Sasaran advokasi diarahkan melalui tahapan-tahapan berikut:
1. Memahami/menyadari persoalan yang diajukan
2. Tertarik untuk ikut berperan dalam persoalan yang
diajukan
3. Menimbang sejumlah kemungkinan dalam peran
4. Memilih satu pilihan kemungkinan dalam berperan
5. Menyampaikan langkah tidak lanjut
4. Kemitraan
o 3 dasar dalam membangun kemitraan:
1. Keterbukaan
2. Kesetaraan
3. Saling menguntungkan
o Landasan yang harus dipraktikan dan diperhatikan
dalam mengembangkan kemitraan (Hervelock, 1979) :
1. Saling memahami
2. Saling mengakui
3. Saling mendukung
4. Saling menghargai
5. Saling berupaya membangun hubungan
6. Saling terbuka
B. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
Berdasarkan aspek pelayanan kesehatan:
a) Promkes pada tingkat promotif
- Sasaran : Kelompok orang sehat
- Tujuan : Mampu meningkatkan kesehatannya
- Dalam suatu populasi 80% - 85% orang yg benar-benar
sehat (Survei di negara berkembang) à memelihara
kesehatannya sehingga jumlahnya dapat dipertahankan.
b) Promkes pada tingkat preventif
- Sasaran : Kelompok orang sehat & kelompok high risk
(bumil, bayi, obesitas, PSK, dll)
- Tujuan : Mencegah kelompok tersebut agar tidak jatuh
sakit.
- Primary Prevention.
c) Promkes pada tingkat kuratif
- Sasaran : Para penderita penyakit, utamanya penyakit kronis
(DM, TBC, Hipertensi)
- Tujuan : Mencegah penyakit tersebut tidak menjadi lebih
parah.
- Secondary Prevention.
d) Promkes pada tingkat rehabilitatif
- Sasaran : Para penderita penyakit yang baru sembuh
(recovery) dari suatu penyakit.
- Tujuan : Segera pulih kembali kesehatannya dan
mengurangi kecacatan seminimal mungkin.
- Tertiary Prevention.
IV. Tujuan Pembelajaran
1. Komunitas Agroindustri
a. Karakteristik
b. Penyakit
c. Pencemaran terhadap Lingkungan
2. Pengelolaan Makanan
a. Hygiene
b. Kebutuhan Gizi
3. Surveilance Epidemiologi
a. Jenis
b. Tata Laksana Wabah
c. Upaya dan Cara
d. Proses Pencatatan
e. Teknik
4. Promosi Kesehatan
a. Pemukiman dan Tempat Kerja
b. Kebijakan
c. PHBS
V. Pembahasan
1. Komunitas Agroindustri
A. Karakteristik Masyarakat Agroindustri
1. Sangat Bergantung Kepada Alam
Agroindustri adalah industri yang mengolah hasil alam
mentah menjadi hasil jadi atau separuh jadi, jadi bila terjadi
kekurangan pasokan bahan baku dari alam maka
dampaknya akan sangat terasa.
2. Mempunyai Pekerja Yang Banyak
Karena Agroindustri adalah industry padat karya, maka
dibutuhkan pekerja yang besar sehingga penularan penyakit
menjadi rentan terjadi di tempat kerja.
3. Mempunyai Jam Kerja Yang Sibuk
Karena bahan alam adalah bahan yang mudah expired maka
dibutuhkan kerja yang cepat untuk mengolahnya. Hal ini
dapat menciptakan iklim kerja yang khas dengan irama
produksi yang cepat. Stres sering terjadi pada pekerja di
sector ini.
4. Kurang dalam menerapkan PHBS
Indonesia sebagai Negara yang berkembang pertumbuhan
agroindustrinya sangat pesat, tapi belum diimbangi dengan
regulasi yang mengatur tentang perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS). Hal ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan
untuk tidak menyediakan PHBS yang baik.
B. Penyakit Agroindustri
1. Bidang pertanian
a. Malaria
Petani Indonesia umumnya bekerja di daerah endemic
malaria , habitat utama di persawahan dan perkebunan.
Parasit malaria akan menyerang dan berkembang biak dalam
butir darah merah sehingga seseorang yang terkena malaria
akan menderita demam dan anemia sedang hingga berat.
Anemia dan kekurangan hemoglobin dapat mengganggu
kesehatan tubuh serta stamina petani. Seseorang yang
menderita anemia akan memiliki stamina yang rendah, loyo,
cepat lelah, dan tentu saja tidak produktif.
b. Tuberkulosis
Penyakit yang sering diderita oleh angkatan kerja Indonesia
termasuk petani adalah tuberculosis (TBC). Kelompok yang
terkena resiko penyakit TBC adalah golongan ekonomi lemah
khususnya petani dengan kondisi ekonomi lemah tersebut.
TBC diperburuk dengan kondisi perumahan yang buruk,
rumah tanpa ventilasi dengan lantai tanah akan menyebabkan
kondisi lembab, pengap, yang akan memperpanjang masa
viabilitas atau daya tahan kuman TBC dalam lingkungan.
Penderita TBC akan mengalami penurunan penghasilan 20-
30%, kinerja dan produktivitas rendah, dan akan membebani
keluarga.
c. Kecacingan dan Gizi Kerja
Untuk melakukan aktivitas kerja membutuhkan tenaga yang
diperoleh dari pasokan makanan. Namun makanan yang
diperoleh dengan susah payah dan seringkali tidak
mencukupi masih digerogoti oleh berbagai penyakit menular
dan kecacingan. Masalah lain yang dihadapi ankgatan kerja
petani adalah kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat berupa
kekurangan kalori untuk tenaga maupun zat mikronutrien
lainnya, akibat dari tingkat pengetahuan yang rendah dan
kemiskinan.
d. Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar merupakan salah satu factor risiko utama
timbulnya penyakit-penyakit infeksi baik yang akut seperti
kolera, hepatitis A, disentri, Infeksi Bakteri Coli maupun
penyakit kronik lainnya.
2. Bidang perkebunan
Bahaya potensi untuk kesehatan kerja yang mungkin terjadi
- pneumokonioses (penimbunan debu dalam paru)
- gangguan gastrointestinal pada pengemudi alat berat
- Berkurangnya kekuatan genggaman (carpal tunnel syndrome)
pada pekerja yang menggunakan alat-alat pemotong
- Terinfeksi cacing dan terserang mikro organisme seperti
jamur dan bakteri pada saat melakukan pembersihan lahan.
- gangguan pada fisiologis tubuh karena faktor ergonomic
- gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalahgangguan
otot rangka (muscoleskeletal disordes)
- Repetitive Strain Injury cedera dari sistem muskuloskeletal
dan saraf),
- Carpal Tunnel Syndrome (timbul seperti sakit di pergelangan
tangan).
- Tabakossis : Penyakit yang disebabkan oleh debu tanaman
tembakau
- Bisinosis : Penyakit yang disebabkan oleh debu kapas
3. Bidang perikanan
1. Carpal tunnel syndrom, karena sering menjala ikan sehingga
mengakibatkan nyeri pada pergelangan tangan.
2. Gagal Ginjal. Apabila ikan yang telah terkontaminasi oleh logam
berat seperti merkuri dimakan oleh manusia
4. Bidang pertambangan
1. Silikosis : Penyakit yang disebabkan keracunan debu kuarsa
2. Keracunan akibat logam berat seperti mercury, arsenik
5. Bidang kehutanan
Keterancaman jiwa karena sewaktu-waktu ada serangan hewan buas.
C. Pencemaran terhadap Lingkungan
Pestisida
A. Pengertian Pestisida
Pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta
virus yang digunakan untuk:
1) Memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-
bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2) Memberantas rerumputan.
3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang
tidak diinginkan.
4). Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau
bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.
5). Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-
hewan piaraan dan ternak.
6). Memberantas dan mencegah hama-hama air;
7). Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-
jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat
pengangkutan;
8). Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang
perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah
atau air
B. Jenis Pestisida Menurut Jasad Sasaran
1. Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani
berarti tungau atau kutu. Juga disebut Mitesida. Fungsinya untuk
membunuh tungau atau kutu.
2. Algasida, berasal dari kata alga, bahasa latinnya berarti
ganggang laut, berfungsi untuk membunuh alga.
3. Avisida, berasal dari kata avis, bahasa latinnya berarti burung,
fungsinya sebagai pembunuh atau penolak burung.
4. Bakterisida, Berasal dari katya latin bacterium, atau kata
Yunani bakron, berfungsi untuk membunuh bakteri.
5. Fungisida, berasal dari kata latin fungus, atau kata Yunani
spongos yang artinya jamur. Dapat bersifat fungitoksik
(membunuh cendawan) atau fungistatik (menekan pertumbuhan
cendawan).
6. Herbisida, berasal dari kata lain herba, artinya tanaman
setahun, berfungsi untuk membunuh gulma.
7. Insektisida, berasal dari kata latin insectum, artinya potongan,
keratan segmen tubuh, berfungsi untuk membunuh serangga.
8. Molluskisida, berasal dari kata Yunani molluscus, artinya
berselubung tipis atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput.
9. Nematisida, berasal dari kata latin nematoda, atau bahasa
Yunani nema berarti benang, berfungsi untuk membunuh
nematoda.
10. Ovisida, berasal dari kata latin ovum berarti telur, berfungsi
untuk merusak telur binatang.
11. Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis, berarti kutu, tuma,
berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
12. Piscisida, berasal dari kata Yunani Piscis, berarti ikan,
berfungsi untuk membunuh ikan.
13. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere, berarti pengerat
berfungsi untuk membunuh binatang pengerat.
14. Termisida, berasal dari kata Yunani termes, artinya serangga
pelubang kayu berfungsi untuk membunuh raya
C. Kandungan Zat Kimia Pestisida
Kemampuan pestisida untuk dapat menimbulkan terjadinya
keracunan dan bahaya injuri tergantung dari jenis dan bentuk zat
kimia yang dikandungnya.
1. Organofosfat
Organofosfat berasal dari H3PO4 (asam fosfat) merupakan
golongan insektisida yang cukup besar, menggantikan
kelompok chlorinated hydrocarbon yang mempunyai sifat:
a. Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap chorinatet
hydrocarbon.
b. Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan
untuk jangka waktu yang lama
c. Mempunyai cara kerja menghambat fungsi enzym
cholinesterase.
Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik
diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan
keracunan pada orang.
Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam
plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada
sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis
asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim
dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan
berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada
system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan
timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh
bagian tubuh. Penghambatan kerja enzim terjadi karena
organophospat melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam
bentuk komponen yang stabil. Seseorang yang keracunan
pestisida organophospat akan mengalami gangguan fungsi
dari saraf-saraf tertentu.
Meskipun demikian, susunan saraf masih sangat rentan
terhadap berbagai toksikan. Hal ini dapat dikaitkan dengan
kenyataan bahwa neuron mempunyai suatu laju metabolisme
yang tinggi dengan sedikit kapasitas untuk metabolisme
anaerobik. Panjangnya akson juga memungkinkan susunan
saraf menjadi lebih rentan terhadap efek toksik, karena badan
sel harus memasok aksonnya secara struktur maupun secara
metabolisme.
Susunan saraf terdiri atas dua bagian utama, yaitu susunan
saraf pusat (CNS) dan susunan saraf tepi (PNS). CNS terdiri
atas otak dan sumsum tulang belakang, dan PNS mencakup
saraf tengkorakdan saraf spinal, yang berupa saraf sensorik
dan motorik. Neuron saraf spinal sensorik terletak pada
ganglia dalam radiks dorsal. PNS juga terdiri atas susunan
saraf simpatis, yang muncul dari neuron sumsum tulang
belakang di daerah thoraks dan lumbal, dan susunan saraf
parasimpatis yang berasal dari serat saraf yang meninggalkan
SSP melalui saraf tengkorak dan radiks spinal sakral.
2. Karbamat
Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat.
Daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan
dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh
insekta. Struktur karbamate seperti physostigmin, ditemukan
secara alamia dalam kacang Calabar (calabar bean). Bentuk
carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida dengan
komponen aktifnya adalah Sevine R.
Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan
organofosfat, dimana enzim ACHE dihambat dan mengalam
karbamilasi. Dalam bentuk ini enzim mengalami karbamilasi
3. Organokhlorin
Organokhlorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri
dari beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk
kimianya. Yang paling populer dan pertama kali disinthesis
adalah “Dichloro-diphenyl-trichloroethan” atau disebut DDT.
Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan,
walaupun komponen kimia ini sudah disinthesis sejak tahun
1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus pada
neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf
motorik serta kortek motorik adalah merupakan target
toksisitas tersebut. DDT dihentikan penggunaannya sejak
tahun 1972, tetapi penggunaannya masih berlangsung sampai
beberapa tahun kemudian, bahkan sampai sekarang residu
DDT masih dapat terdeteksi.
Gejala yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah sebagai
berikut:
• Nausea (mual), vomitus (muntah)
• Paresthesis pada lidah, bibir dan muka
• Iritabilitas
• Tremor
• Convulsi
• Koma
• Kegagalan pernafasan
• Kematian
D. Mekanisme fisiologis keracunan
Mekanisme masuknya racun pertisida tersebut dapat melalui
melalui kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta melalui
saluran pernapasan. Melalui kulit, bahan racun dapat memasuki
pori-pori atau terserap langsung ke dalam sistem tubuh, terutama
bahan yang larut minyak (polar). Tanda dan gejala awal
keracunan organofosfat adalah stimulasi berlebihan kolinergenik
pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi
gangguan perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi.
Keracunan organofosfat pada sistem respirasi mengakibatkan
bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi
bronkus. Pada umumnya gejala ini timbul dengan cepat dalam
waktu 6-8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan daapt menimbulkan
kematian dalam beberapa menit.
a. Racun kronis
Racun kronis menimbulkan gejala keracunan setelah waktu
yang relatif lama karena kemampuannya menumpuk
(akumulasi) dalam lemak yang terkandung dalam tubuh. Racun
ini juga apabila mencemari lingkungan (air, tanah) akan
meninggalkan residu yang sangat sulit untuk dirombak atau
dirubah menjadi zat yang tidak beracun, karena kuatnya ikatan
kimianya
b. Racun akut
Racun akut kebanyakan ditimbulkan oleh bahan-bahan racun
yang larut air dan dapat menimbulkan gejala keracunan tidak
lama setelah racun terserap ke dalam tubuh jasad hidup.
Contoh yang paling nyata dari racun akut adalah “Baygon”
yang terdiri dari senyawa organofosfat (insektisida atau racun
serangga) yang seringkali disalahgunakan untuk meracuni
manusia, yang efeknya telah terlihat hanya beberapa menit
setelah racun masuk ke dalam tubuh
E. Tindakan preventif penggunaan pestisida
1. Pestisida disimpan dalam wadah tertutup, diberi tanda atau
label nama dan ditempatkan di lemari khusus serta dijauhkan
dari jangkauan anak-anak.
2. Botol atau tempat penyimpanan yang sudah tidak dipakai
lagi, sebaiknya dimusnahkan dengan cara dibakar atau
dikubur.
3. Pemakaian alat pelindung diri seperti memakai masker,
sarung tangan, baju pelindung dan kaca mata pelindung.
Penyimpanan racun hama
1. Disimpan dlam wadah yang diberi tanda , tertutup, dan dalam
lemari terkunci.
2. Tempat menyimpan yang sudah tidak dipakai lagi harus
dibakar agar racunnya musnah sama sekali.
3. Penyimpanan makanan atau minuman di wadah botol, sangat
besar bahayanya.
Pemakaian alat-alat pelindung
1. Pakai masker
2. Pakai pakaian pelindung, kaca mata, sarung tangan,
3. Pakai respirator, kacamata, baju pelindung, dan sarung
tangan selama menyiapkan dan menggunakan semprotan.
4. Alat pelindung harus terbuat dari karet
Pencegahan yang lainnya
1. Menyemprot searah dengan arah angin
2. Hindari jam kerja lebih dari 8 jam
3. Jangan disemprot tempat-tempat yang sebagian tubuh manusia
akan bersentuhan dengannya
F. Dampak Pestisida
1.Dampak positif
a. Meningkatkan produktivitas pertanian
b. Meningkatkan keuntungan produksi
c. Mengendalikan populasi hama dan gulma
d. Mudah diaplikasikan
e. Diaplikasikan di area luas dalam waktu singkat
f. Mudah dibeli dan diperoleh di kios- kios di pedesaan
2. Dampak negatif
a. Menyebabkan alergi, peradangan dan gatal- gatal pada kulit
b. Mempengaruhi kerja otak dan syaraf
c. Merusak fungsi hati
d. Menurunkan kekebalan tubuh
e. Mengganggu kehamilan dan pertumbuhan janin
f. Kemandulan bagi laki- laki
g. Risiko besar kanker oleh karsinogen
3. Dampak lain pestisida
Dampak bagi keselamatan pengguna: kontaminasi
pestisida mengakibatkan keracunan terhadap pengguna.
Dampak bagi konsumen: keracunan kronis yang tidak
segera terasa, dalam jangka waktu lama bisa menimbulkan
gangguan kesehatan.
Dampak bagi lingkungan umum:
a. Terjadi pencemaran lingkungan (air, tanah, dan
udara).
b. Terbunuhnya organisme non target secara langsung.
c. Terbunuhnya organisme non target
Dampak bagi lingkungan pertanian (agro-ekosistem):
a. OPT menjadi kebal terhadap suatu pestisida.
Meningkatnya populasi hama setelah penggunaan
pestisida (resurjensi hama).
b. Timbulnya hama baru, bisa hama yang selama ini
dianggap tidak penting maupun hama yang sama
sekali baru.
c. Terbunuhnya musuh alami hama.
d. Perubahan flora, khusus pada penggunaan herbisida.
e. Fitotoksik (meracuni tanaman).
Dampak sosial ekonomi:
a. biaya produksi menjadi tinggi.
b. Timbulnya hambatan perdagangan
c. Timbulnya biaya sosial, misalnya biaya pengobatan
dan hilangnhya hari kerja jika terjadi keracunan.
d. Publikasi negatif di media massa.
2. Pengelolaan Makanan
a. Hygiene
1. Prinsip Sanitasi Makanan dan Minuman
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang
menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk
membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang
dapat mengganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan
diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, sampai pada saat di mana makanan dan minuman
tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau
konsumen.
Pengertian dari prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman
adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu
tempat/bangunan, peralatan, orang, dan bahan makanan. Terdapat
6 (enam) prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman yaitu
(Depkes RI, 2004) :
1. Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan
Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan
kimia atau pertumbuhan mikroorganisme patogen dan
pembentukan toksin selama transportasi dan penyimpanan
bahan baku mutlak diperhatikan. Bahan-bahan yang dimakan
dalam keadaan mentah harus diangkut dan disimpan terpisah
dari bahan baku lain dan bahan-bahan yang bukan bahan
pangan. Bahan pangan harus dikirim sedemikian rupa
sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen
atau pembentukan toksin dengan mengatur lamanya waktu
pengiriman, suhu dan aktivitas air bahan baku.
2. Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan
Bahan makanan yang digunakan dalam proses produksi, baik
bahan baku, bahan tambahan maupun bahan penolong, harus
disimpan dengan cara penyimpanan yang baik karena
kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan
mutu dan keamanan makanan. (Depkes RI, 2004)
Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan
makanan tidak mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya.
Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum
disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci.
Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan
pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang
bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).
Syarat- syarat penyimpanan menurut Depkes RI (2004)
adalah:
a. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara
dan dalam keadaan bersih.
b. Penempatannya terpisah dari makanan jadi
c. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap
jenis bahan makanan, yang harus memperhatikan
beberapa hal yaitu :
- Suhu yang sesuai
- Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10
cm
- Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80%-90%
d. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara
penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit,
dengan ketentuan sebagai berikut:
- Jarak makanan dengan lantai 15 cm
- Jarak makanan dengan dinding 5 cm
- Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm
e. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun
dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak
mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan
makanan yang masuk lebih dahulu merupakan yang
pertama keluar, sedangkan bahan makanan yang
masuknya belakangan terakhir dikeluarkan atau disebut
dengan sistem FIFO (First In First Out).
f. Bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong
sebaiknya disimpan dengan sistem kartu dengan
menyebutkan :
- Nama bahan
- Tanggal penerimaan
- Asal bahan
- Jumlah penerimaan di gudang
- Sisa akhir di dalam kemasan
- Tanggal pemeriksaan
- Hasil pemeriksaaan
Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang
baik menurut higiene dan sanitasi makanan adalah
sebagai berikut:
a. Suhu Penyimpanan yang Baik
Setiap bahan makanan mempunyai spesifikasi dalam
penyimpanan tergantung kepada besar dan banyaknya
makanan dan tempat penyimpanannya. Sebagian besar
dapat dikelompokkan menjadi :
1) Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
Menyimpan sampai 3 hari : -50C sampai 00C
Penyimpanan untuk 1 minggu : -190C sampai -50C
Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -100C
2) Makanan jenis telor, susu dan olahannya
Penyimpanan sampai 3 hari : -50 sampai 70C
Penyimpanan untuk 1 minggu : di bawah -50C
Penyimpanan paling lama untuk 1 minggu : di
bawah -50C
3) Makanan jenis sayuran dan minuman dengan waktu
penyimpanan paling lama 1 minggu yaitu 70 sampai
100C
4) Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu
kamar (250C).
b. Tata Cara Penyimpanan
1) Peralatan penyimpanan
a) Penyimpanan suhu rendah dapat berupa:
Lemari pendingin yang mampu mencapai suhu 100–
150C untu penyimpanan sayuran, minuman dan buah
serta untuk display penjualan makanan dan
minuman dingin.
Lemari es (kulkas) yang mampu mencapai suhu 10-
40 C dalam keadaan ini bisa digunakan untuk
minuman, makanan siap santap dan telur.
Lemari es (Freezer) yang dapat mencapai suhu -50C,
dapat digunakan untuk penyimpanan daging,
unggas, ikan, dengan waktu tidak lebih dari 3 hari.
Kamar beku yang merupakan ruangan khusus untuk
menyimpan makanan beku (frozen food) dengan
suhu mencapai -200C untuk menyimpan daging dan
makanan beku dalam jangka waktu lama.
b) Penyimpanan suhu kamar
Untuk makanan kering dan makanan olahan
yang disimpan dalam suhu kamar, maka ruang
penyimpanan harus diatur sebagai berikut:
Makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak
menempel pada dinding, lantai dan langit-langit,
maksudnya adalah:
o Untuk sirkulasi udara agar udara segar dapat
segera masuk ke seluruh ruangan
o Mencegah kemungkinan jamahan dan tempat
persembunyian tikus
o Untuk memudahkan pembersihan lantai
o Untuk mempermudah dilakukan stok ulang
o Setiap makanan ditempatkan dalam
kelompoknya dan tidak bercampur baur
o Untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula
pasir, tepung, ditempatkan dalam wadah
penampungan sehingga tidak mengotori lantai
c. Cara penyimpanan
1) Setiap bahan makanan yang disimpan diatur
ketebalannya, maksudnya agar suhu dapat merata ke
seluruh bagian.
2) Setiap bahan makanan ditempatkan secara terpisah
menurut jenisnya, dalam wadah (container) masing-
masing. Wadah dapat berupa bak, kantong plastik
atau lemari yang berbeda.
3) Makanan disimpan di dalam ruangan penyimpanan
sedemikian hingga terjadi sirkulasi udara dengan
baik agar suhu merata ke seluruh bagian. Pengisian
lemari yang terlalu padat akan mengurangi manfaat
penyimpanan karena suhunya tidak sesuai dengan
kebutuhan.
4) Penyimpanan di dalam lemari es:
o Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap
santap
o Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam
kantong plastik yang rapat dan dipisahkan dari
makanan lain, kalau mungkin dalam lemari yang
berbeda, kalau tidak letaknya harus berjauhan.
o Makanan yang disimpan tidak lebih dari 2 atau 3
hari harus sudah dipergunakan.
o Lemari tidak boleh terlalu sering dibuka, maka
dianjurkan lemari untuk keperluan sehari-hari
dipisahkan dengan lemari untuk keperluan
penyimpanan makanan.
5) Penyimpanan makanan kering:
o Suhu cukup sejuk, udara kering dengan ventilasi
yang baik
o Ruangan bersih, kering, lantai dan dinding tidak
lembab
o Rak-rak berjarak minimal 15 cm dari dinding lantai
dan 60 cm dari langit-langit
o Rak mudah dibersihkan dan dipindahkan
o Penempatan dan pengambilan barang diatur dengan
sistem FIFO (first in first out) artinya makanan yang
masuk terlebih dahulu harus dikeluarkan lebih dulu
d. Administrasi penyimpanan
Setiap barang yang dibeli harus dicatat dan diterima oleh
bagian gudang untuk ketertiban administrasinya. Setiap
jenis makanan mempunyai kartu stok, sehingga bila
terjadi kekurangan barang dapat segera diketahui.
3. Prinsip III : Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari
bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan
makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dari
prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan
pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung
dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak
langsung dengan makanan dilakukan dengan jalan
menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan
(Arisman, 2009).
a. Tenaga Penjamah Makanan
Tenaga penjamah adalah seorang tenaga yang menjamah
makanan mulai dari mempersiapkan, mengolah,
menyimpan, mengangkut maupun menyajikan makanan
(Sihite, 2000).
Syarat-syarat penjamah makanan yaitu (Depkes RI, 2004) :
Tidak menderita penyakit mudah menular, misal : batuk,
pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya
Menutup luka (pada luka terbuka/bisul)
Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian.
Memakai celemek dan tutup kepala
Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan
Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan
atau dengan alas tangan
Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga,
hidung, mulut dan bagian lainnya)
Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan dan atau
tanpa menutup hidung atau mulut
b. Cara Pengolahan Makanan
Tidak terjadi kerusakan-kerusakan makanan sebagai
akibat cara pengolahan yang salah
Tidak terjadi pengotoran atau kontaminasi makanan
akibat dari kotorannya tangan pengelola/penjamah
Proses pengolahan harus diatur sedemikian rupa
sehingga mencegah masuknya bahan-bahan kimia
berbahaya dan bahan asing ke dalam makanan.
Syarat-syarat proses pengolahan sesuai dengan (Depkes
RI, 2000) adalah :
o Jenis bahan yang digunakan, baik bahan tambahan
maupun bahan penolong serta persyaratan mutunya
o Jumlah bahan untuk satu kali pengolahan
o Tahap-tahap proses pengolahan
o Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama
proses pengolahan dengan mengingat faktor waktu,
suhu, kelembaban, tekanan dan sebagainya, sehingga
tidak mengakibatkan pembusukan, kerusakan dan
pencemaran.
c. Tempat Pengolahan Makanan
Tempat pengolahan makanan, di mana makanan diolah
sehingga menjadi makanan yang terolah ataupun
makanan jadi yang biasanya disebut dapur. Dapur
merupakan tempat pengolahan makanan yang harus
memenuhi syarat higiene dan sanitasi, diantaranya
konstruksi dan perlengkapan yang ada.
Menurut Depkes RI (2004) syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Lantai
Lantai harus dibuat dari bahan yang mudah
dibersihkan, tidak licin, tahan lama dan kedap air.
Lantai harus dibuat dengan kemiringan 1-2% ke
saluran pembuangan air limbah.
2) Dinding dan langit-langit
Dinding harus dibuat kedap air sekurang-kurangnya
satu meter dari lantai. Bagian dinding yang kedap air
tersebut dibuat halus, rata dan bewarna terang serta
dapat mudah dibersihkan. Demikian juga dengan
langit- langit harus terbuat dari bahan yang bewarna
terang.
3) Pintu dan jendela
Pintu dan jendela harus dibuat sedemikian rupa
sehingga terhindar dari lalu lintas lalat dan serangga
lainnya, dengan demikian harus diperhatikan pintu
masuk dan keluar harus selalu tertutup atau pintu
yang harus bisa ditutup sendiri.
4) Ventilasi ruang dapur
Secara garis besarnya ventilasi terbagi atas dua
macam yaitu ventilasi alam dan buatan. Ventilasi
alam terjadi secara alamiah dan disyaratkan 10%
dari luas lantai dan harus dilengkapi dengan
perlindungan terhadap serangga dan tikus.
5) Pencahayaan
Pencahayaan yang cukup diperlukan pada tempat
pengolahan makanan untuk dapat melihat dengan
jelas kotoran lemak yang tertimbun dan lain- lain.
Pencahayaan di ruang dapur sebaiknya dapat
menerangi setiap permukaan tempat pengolahan
makanan dan pada tempat-tempat lain seperti tempat
mencuci peralatan, tempat cuci tangan, ruang
pakaian, toilet, tempat penampungan sampah. Di
samping itu selama pembersihan harus disediakan
pencahayaan yang cukup memadai.
6) Pembuangan asap
Dapur harus dilengkapi dengan pengumpul asap dan
juga harus dilengkapi dengan penyedot asap untuk
mengeluarkan asap dari cerobongnya.
7) Penyediaan air bersih
Harus ada persediaan air bersih yang cukup dan
memenuhi syarat kesehatan. Minimal syarat fisik
yaitu tidak bewarna, tidak berasa, tidak berbau.
8) Penampungan dan pembuangan sampah
Sampah harus ditangani sedemikian rupa untuk
menghindari pencemaran makanan dari tempat
sampah harus dipisahkan antara sampah basah dan
sampah kering serta diusahakan pencegahan
masuknya serangga ke tempat pembuangan sampah
yang memenuhi syarat kesehatan antara lain:
Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah
berkarat
Mudah dibersihkan dan bagian dalam dibuat
licin, serta bentuknya dibuat halus
Mudah diangkat dan ditutup
Kedap air, terutama untuk menampung sampah
basah
Tahan terhadap benda tajam dan runcing
Di samping itu sampah harus dikeluarkan dari
tempat pengolahan makanan sekurang-kurangnya
setiap hari. Segera setelah sampah dibuang, tempat
sampah dan peralatan lain yang kontak dengan
sampah harus dibersihkan.
9) Pembuangan air limbah
Harus ada sistem pembuangan limbah yang
memenuhi. syarat kesehatan. Bila tersedia saluran
pembuangan air limbah di kota, maka sistem
drainase dapat disambungkan dengan alur
pembuangan tersebut harus didesain sedemikian
rupa sehingga air limbah segera terbawa keluar
gedung dan mengurangi kontak air limbah dengan
lingkungan di luar sistem saluran.
10) Perlindungan dari serangga dan tikus
Serangga dan tikus sangat suka bersarang ataupun
berkembang biak pada tempat pengolahan makanan,
oleh karena itu pengendaliannya harus secara rutin
karena binatang tersebut bisa sebagai pembawa
penyakit dan sekaligus menimbulkan kerugian
ekonomi.
Karena kebiasaan hidupnya, mereka dapat
menimbulkan gangguan kesehatan. Mereka dapat
memindahkan kuman secara mekanis baik langsung
ke dalam makanan/bahan makanan atau langsung
mengkontaminasi peralatan pengolahan makanan
dan secara biologis dengan menjadi vektor beberapa
penyakit tertentu.
Beberapa penyakit penting yang dapat
ditularkan/disebarkan antara lain demam berdarah,
malaria, disentri, pest. Infestasi serangga tikus, tikus
dapat pula menimbulkan kerugian ekonomi karena
mereka merusak bahan pangan dan peralatan
pengolahan makanan.
4. Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi
Penyimpanan makanan masak dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu tempat penyimpanan makanan pada suhu biasa dan
tempat penyimpanan pada suhu dingin. Makanan yang
mudah membusuk sebaiknya disimpan pada suhu dingin
yaitu < 40C. Untuk makanan yang disajikan lebih dari 6 jam,
disimpan dalam suhu -50 s/d -10C.
5. Prinsip V : Pengangkutan Makanan
Makanan yang berasal dari tempat pengolahan memerlukan
pengangkutan untuk disimpan, kemungkinan pengotoran
makanan terjadi sepanjang pengangkutan, bila cara
pengangkutan kurang tepat dan alat angkutnya kurang baik
dari segi kualitasnya baik/buruknya pengangkutan
dipengaruhi oleh beberapa faktor :
- Tempat/alat pengangkut
- Tenaga pengangkut
- Tekhnik pengangkutan
Syarat- syarat pengangkutan makanan memenuhi aturan
sanitasi:
Alat/tempat pengangkutan harus bersih
Cara pengangkutan makanan harus benar dan tidak
terjadi kontaminasi selama pengangkutan
Pengangkutan makanan yang melewati daerah kotor
harus dihindari
Cara pengangkutan harus dilakukan dengan mengambil
jalan singkat
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan
makanan matang adalah sebagai berikut:
o Makanan yang disajikan panas harus tetap disimpan
dalam suhu di atas 600C
o Makanan yang akan disajikan dingin disimpan dalam
suhu di bawah 40C
o Makanan yang disajikan dalam kondisi panas yang
disimpan dengan suhu di bawah 40C harus dipanaskan
kembali sampai 600C sebelum disajikan
Suhu makanan yang diangkut dari tempat pengolahan ke
tempat penyajian harus dipertahankan, yaitu:
a) Makanan yang akan disajikan lebih dari 6 jam dari waktu
pengolahan harus diatur suhunya pada suhu di bawah
40C atau dalam keadaan beku 00C
b) Makanan yang akan disajikan kurang dari 6 jam dapat
diatur suhunya dengan suhu kamar asal makanan segera
dikonsumsi dan tidak menunggu
c) Pemanasan kembali makanan beku (reheating) dengan
pemanasan biasa atau microwave sampai suhu stabil
terendah 600C
Hindari suhu makanan berada pada suhu antara 240C sampai
600C, karena pada suhu tersebut merupakan suhu terbaik
untuk pertumbuhan bakteri pathogen dan puncak optimalnya
pada suhu 370C.
Makanan matang yang akan disajikan jauh dari tempat
pengolahan makanan, memerlukan pengangkutan yang baik
agar kualitas makanan tersebut tetap terjaga. Prinsip
pengangkutan makanan matang / siap saji adalah sebagai
berikut:
a) Setiap makanan mempunyai wadah masing-masing. Isi
makanan tidak terlampau penuh untuk mencegah
tumpah. Wadah harus mempunyai tutup yang rapat dan
tersedia lubang hawa (ventilasi) untuk makanan panas.
Uap makanan harus dibiarkan terbuang agar tidak terjadi
kondensasi. Air uap kondensasi merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan bakteri sehingga makanan
menjadi basi.
b) Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan
ukurannya memadai dengan makanan yang ditempatkan
dan tidak berkarat atau bocor.
c) Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur
suhunya dalam keadaan tetap panas 600 C atau tetap
dingin 40 C
d) Wadah selama perjalanan tidak dibuka sampai tempat
penyajian
e) Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak
bercampur dengan keperluan mengangkut bahan lain.
6. Prinsip VI : Penyajian Makanan
Saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar
makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang
digunakan dalam kondisi baik dan bersih, petugas yang
menyajikan harus sopan serta senantiasa menjaga kesehatan
dan kebersihan pakaiannya.
2. Persyaratan Teknis Higiene dan Sanitasi Jasaboga
Persyaratan teknis higiene dan sanitasi jasaboga menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1096/Menkes/Per/VI/2011 dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Bangunan
1. Lokasi
Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber
pencemaran seperti tempat sampah umum, WC
umum, pabrik cat dan sumber pencemaran lainnya.
a. Halaman
1) Terpampang papan nama perusahaan dan nomor
Izin Usaha serta nomor Sertifikat Laik Higiene
Sanitasi.
2) Halaman bersih, tidak bersemak, tidak banyak
lalat dan tersedia tempat sampah yang bersih
dan bertutup, tidak terdapat tumpukan barang-
barang yang dapat menjadi sarang tikus.
3) Pembuangan air limbah (air limbah dapur dan
kamar mandi) tidak menimbulkan sarang
serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara
kebersihannya.
4) Pembuangan air hujan lancar, tidak terdapat
genangan air.
b. Konstruksi
Konstruksi bangunan untuk kegiatan jasaboga harus
kokoh dan aman. Konstruksi selain kuat juga selalu
dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari
barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan
sembarangan.
c. Lantai
Kedap air, rata, tidak retak, tidak licin,
kemiringan/kelandaian cukup dan mudah
dibersihkan.
d. Dinding
Permukaan dinding sebelah dalam rata, tidak
lembab, mudah dibersihkan dan berwarna terang.
Permukaan dinding yang selalu kena percikan air,
dilapisi bahan kedap air setinggi 2 (dua) meter dari
lantai dengan permukaan halus, tidak menahan debu
dan berwarna terang. Sudut dinding dengan lantai
berbentuk lengkung (conus) agar mudah dibersihkan
dan tidak menyimpan debu/kotoran.
2. Langit-langit
Bidang langit-langit harus menutupi seluruh atap
bangunan, terbuat dari bahan yang permukaannya
rata, mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan
berwarna terang. Tinggi langit-langit minimal 2,4
meter di atas lantai.
3. Pintu dan jendela
Pintu ruang tempat pengolahan makanan dibuat
membuka ke arah luar dan dapat menutup sendiri
(self closing), dilengkapi peralatan anti
serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan
lain-lain yang dapat dibuka dan dipasang untuk
dibersihkan.
4. Pencahayaan
Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat
melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta
melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif.
Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau
dan distribusinya sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan bayangan. Cahaya terang dapat
diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle
meter).
5. Ventilasi/penghawaan/lubang angin
a) Bangunan atau ruangan tempat pengolahan
makanan harus dilengkapi dengan ventilasi
sehingga terjadi sirkulasi/peredaran udara.
b) Luas ventilasi 20% dari luas lantai, untuk :
i. Mencegah udara dalam ruangan panas
atau menjaga kenyamanan dalam ruangan.
ii. Mencegah terjadinya
kondensasi/pendinginan uap air atau
lemak dan menetes pada lantai, dinding
dan langit-langit.
iii. Membuang bau, asap dan pencemaran lain
dari ruangan.
6. Ruang pengolahan makanan
a) Luas tempat pengolahan makanan harus sesuai
dengan jumlah karyawan yang bekerja dan
peralatan yang ada di ruang pengolahan.
b) Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan
minimal dua meter persegi (2 m2) untuk setiap
orang pekerja.
c) Ruang pengolahan makanan tidak boleh
berhubungan langsung dengan toilet/jamban dan
kamar mandi.
d) Peralatan di ruang pengolahan makanan
minimal harus ada meja kerja, lemari/ tempat
penyimpanan bahan dan makanan jadi yang
terlindung dari gangguan serangga, tikus dan
hewan lainnya.
B. Fasilitas Sanitasi
1. Tempat cuci tangan
a) Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dari
tempat cuci peralatan maupun bahan makanan
dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran
pembuangan tertutup, bak penampungan air dan
alat pengering.
b) Tempat cuci tangan diletakkan pada tempat yang
mudah dijangkau dan dekat dengan tempat bekerja.
c) Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan
jumlah karyawan dengan perbandingan sebagai
berikut: Jumlah karyawan 1-10 orang: 1 buah
tempat cuci tangan. 11-20 orang: 2 buah tempat
cuci tangan Setiap ada penambahan karyawan
sampai dengan 10 orang, ada penambahan 1 (satu)
buah tempat cuci tangan.
2. Air bersih
a) Air bersih harus tersedia cukup untuk seluruh
kegiatan penyelenggaraan jasaboga.
b) Kualitas air bersih harus memenuhi persyaratan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Jamban dan peturasan (urinoir)
a) Jasaboga harus mempunyai jamban dan peturasan
yang memenuhi syarat higiene sanitasi.
b) Jumlah jamban harus cukup, dengan perbandingan
sebagai berikut :
i. Jumlah karyawan :1-10 orang: 1buah; 11-25
orang: 2buah; dan 26-50 orang: 3 buah. Setiap
ada penambahan karyawan sampai dengan 25
orang, ada penambahan 1 (satu) buah jamban.
ii. Jumlah peturasan harus cukup, dengan
perbandingan sebagai berikut: Jumlah karyawan
: 1 - 30 orang : 1 buah; 31 - 60 orang : 2 buah.
Setiap ada penambahan karyawan sampai
dengan 30 orang, ada penambahan 1 (satu) buah
peturasan.
4. Kamar mandi
Jasaboga harus mempunyai fasilitas kamar mandi yang
dilengkapi dengan air mengalir dan saluran
pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan
kesehatan.
Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan,
paling sedikit tersedia : Jumlah karyawan : 1 - 30 orang
: 1 buah. Setiap ada penambahan karyawan sampai
dengan 20 orang, ada penambahan 1 (satu) buah kamar
mandi.
5. Tempat sampah
a. Tempat sampah harus terpisah antara sampah
basah (organik) dan sampah kering (anorganik).
b. Tempat sampah harus tertutup, tersedia dalam
jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat
mungkin dengan sumber produksi sampah, namun
dapat menghindari kemungkinan tercemarnya
makanan oleh sampah.
C. Peralatan
Tempat pencucian peralatan dan bahan makanan
a. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika
memungkinkan terpisah dari tempat pencucian bahan
pangan.
b. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan
pembersih/deterjen.
c. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak atau
dimakan mentah harus dicuci dengan menggunakan
larutan Kalium Permanganat (KMnO4).
d. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan
disimpan dalam tempat yang terlindung dari
pencemaran serangga, tikus dan hewan lainnya.
D. Jenis-jenis Jasaboga
Menurut Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011,
jasaboga adalah usaha pengelolaan makanan yang
disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang
dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha. Usaha
Jasaboga dibagi menjadi tiga golongan
A. Jasaboga Golongan A
1. Jasaboga Golongan A1
a. Kriteria
Jasaboga yang melayani kebutuhan
masyarakat umum, dengan pengolahan
makanan yang menggunakan dapur rumah
tangga dan dikelola oleh keluarga.
b. Persyaratan Teknis
1) Pengaturan ruang
Ruang pengolahan makanan tidak boleh
dipakai sebagai ruang tidur.
2) Ventilasi/penghawaan
a) Apabila bangunan tidak mempunyai
ventilasi alam yang cukup, harus
menyediakan ventilasi buatan untuk
sirkulasi udara.
b) Pembuangan udara kotor atau asap
harus tidak menimbulkan gangguan
terhadap lingkungan.
3) Tempat cuci tangan dan tempat cuci
peralatan
Tersedia tempat cuci tangan dan tempat
cuci peralatan yang terpisah dengan
permukaan halus dan mudah
dibersihkan.
4) Penyimpanan makanan
Untuk tempat penyimpanan bahan
pangan dan makanan jadi yang cepat
membusuk harus tersedia minimal 1
(satu) buah lemari es (kulkas).
2. Jasaboga Golongan A2
a. Kriteria
Jasaboga yang melayani kebutuhan
masyarakat umum, dengan pengolahan yang
menggunakan dapur rumah tangga dan
memperkerjakan tenaga kerja.
b. Persyaratan Teknis
1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga
golongan A1.
2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai
berikut :
a) Pengaturan ruang
Ruang pengolahan makanan harus
dipisahkan dengan dinding pemisah
yang memisahkan tempat pengolahan
makanan dengan ruang lain.
b) Ventilasi/penghawaan
Pembuangan asap dari dapur harus
dilengkapi dengan alat pembuangan
asap yang membantu pengeluaran
asap dapur sehingga tidak mengotori
ruangan.
c) Penyimpanan makanan
Untuk penyimpanan bahan pangan
dan makanan yang cepat membusuk
harus tersedia minimal 1 (satu) buah
lemari es (kulkas).
d) Ruang ganti pakaian
Bangunan harus dilengkapi
dengan ruang/tempat
penyimpanan dan ganti pakaian
dengan luas yang cukup.
Fasilitas ruang ganti pakaian
berada/diletakkan di tempat yang
dapat mencegah kontaminasi
terhadap makanan.
3. Jasaboga golongan A3
a. Kriteria
Jasaboga yang melayani kebutuhan
masyarakat umum, dengan pengolahan yang
menggunakan dapur khusus dan
memperkerjakan tenaga kerja.
b. Persyaratan teknis
1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga
golongan A2.
2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai
berikut :
a) Pengaturan ruang
Ruang pengolahan makanan harus
terpisah dari bangunan untuk tempat
tinggal.
b) Ventilasi/penghawaan
Pembuangan asap dari dapur harus
dilengkapi dengan alat pembuangan
asap atau cerobong asap atau dapat
pula dilengkapi dengan alat
penangkap asap (smoke hood).
c) Ruang pengolahan makanan
Tempat memasak makanan harus
terpisah secara jelas dengan
tempat penyiapan makanan
matang.
Harus tersedia lemari
penyimpanan dingin yang dapat
mencapai suhu –50C dengan
kapasitas yang cukup untuk
melayani kegiatan sesuai dengan
jenis makanan/bahan makanan
yang digunakan.
d) Alat angkut dan wadah makanan
Tersedia kendaraan khusus
pengangkut makanan dengan
konstruksi tertutup dan hanya
dipergunakan untuk mengangkut
makanan siap saji.
Alat/tempat angkut makanan
harus tertutup sempurna, dibuat
dari bahan kedap air, permukaan
halus dan mudah dibersihkan.
Pada setiap kotak (box) yang
dipergunakan sekali pakai untuk
mewadahi makanan, harus
mencantumkan nama perusahaan,
nomor Izin Usaha dan nomor
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.
Jasaboga yang menyajikan
makanan tidak dengan kotak,
harus mencantumkan nama
perusahaan dan nomor Izin
Usaha serta nomor Sertifikat Laik
Higiene Sanitasi di tempat
penyajian yang mudah diketahui
umum.
B. Jasaboga Golongan B
a. Kriteria
Jasaboga yang melayani kebutuhan
masyarakat khusus untuk asrama jemaah
haji, asrama transito, pengeboran lepas
pantai, perusahaan serta angkutan umum
dalam negeri dengan pengolahan yang
menggunakan dapur khusus dan
mempekerjakan tenaga kerja.
b. Persyaratan teknis
1) Memenuhi persyaratan teknis jasaboga
golongan A3.
2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai
berikut :
a) Halaman
Pembuangan air kotor harus
dilengkapi dengan penangkap lemak
(grease trap) sebelum dialirkan ke bak
penampungan air kotor (septic tank)
atau tempat pembuangan lainnya.
b) Lantai
Pertemuan antara lantai dan dinding
tidak terdapat sudut mati dan harus
lengkung (conus) agar mudah
dibersihkan.
c) Pengaturan ruang
Memiliki ruang kantor dan ruang
untuk belajar/khusus yang terpisah
dari ruang pengolahan makanan.
d) Ventilasi/penghawaan
Pembuangan asap dari dapur harus
dilengkapi dengan penangkap asap
(hood), alat pembuang asap dan
cerobong asap.
e) Fasilitas pencucian peralatan dan
bahan makanan
i. Fasilitas pencucian dari bahan
yang kuat, permukaan halus dan
mudah dibersihkan.
ii. Setiap peralatan dibebashamakan
sedikitnya dengan larutan kaporit
50 ppm atau air panas 800C
selama 2 menit.
iii. Tempat cuci tangan
Setiap ruang pengolahan
makanan harus ada minimal 1
(satu) buah tempat cuci tangan
dengan air mengalir yang
diletakkan dekat pintu dan
dilengkapi dengan sabun.
iv. Ruang pengolahan makanan
a) Tersedia ruang tempat
pengolahan makanan yang
terpisah dari ruang tempat
penyimpanan bahan makanan.
b) Tersedia lemari penyimpanan
dingin yang dapat mencapai suhu
-50C sampai -100C dengan
kapasitas yang cukup memadai
sesuai dengan jenis makanan
yang digunakan.
C. Jasaboga Golongan C
a. Kriteria
Jasaboga yang melayani kebutuhan alat angkutan
umum internasional dan pesawat udara dengan
pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan
memperkerjakan tenaga kerja.
b. Persyaratan
1) Memenuhi persyaratan jasaboga golongan
B.
2) Memenuhi persyaratan khusus sebagai
berikut :
a) Ventilasi/penghawaan
i.Pembuangan asap dilengkapi dengan
penangkap asap (hood), alat pembuang
asap, cerobong asap, saringan lemak
yang dapat dibuka dan dipasang untuk
dibersihkan secara berkala.
ii. Ventilasi ruangan dilengkapi dengan
alat pengatur suhu ruangan yang dapat
menjaga kenyamanan ruangan.
b) Fasilitas pencucian alat dan bahan
i. Terbuat dari bahan logam tahan karat
dan tidak larut dalam makanan seperti
stainless steel.
ii. Air untuk keperluan pencucian
peralatan dan cuci tangan harus
mempunyai kekuatan tekanan
sedikitnya 15 psi (1,2 kg/cm2).
c) Ruang pengolahan makanan
i. Tersedia lemari penyimpanan dingin
untuk makanan secara terpisah sesuai
dengan jenis makanan/bahan makanan
yang digunakan seperti daging, telur,
unggas, ikan, sayuran dan buah dengan
suhu yang dapat mencapai kebutuhan
yang disyaratkan.
ii. Tersedia gudang tempat penyimpanan
makanan untuk bahan makanan kering,
makanan terolah dan bahan yang tidak
mudah membusuk.
iii. Rak penyimpanan makanan harus
mudah dipindahkan dengan
menggunakan roda penggerak sehingga
ruangan mudah dibersihkan.
b. Kebutuhan Gizi
Menurut Kecukupan Energi dan Protein menurut
Jenis Pekerjaan (AKG) :
Pekerjaan ringan :
Pekerjaan yang menggunakan energi 3-5 kal/menit
Melakukan pekerjaan sambil duduk
Pekerjaan sedang :
Pekerjaan yang menggunakan energi 5-7 kal/menit
Pekerjaan rutin sambil berdiri dan kadang-kadang
sambil berjalan
Pekerjaan Berat :
Pekerjaan yang menggunakan energi >7 kal/menit
Pekerjaan rutin menganggkat dan membawa beban
kurang lebih 25 kg
3. Surveilance Epidemiologi
A. Jenis
1. Surveilans Individu
Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan
memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan
penyakit serius, misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam
kuning, sifilis.
1. Karantina total : Karantina total membatasi kebebasan
gerak semua orang yang terpapar penyakit menular
selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan
orang yang tak terpapar
2. Karantina parsial : Karantina parsial membatasi
kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan
perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya
transmisi penyakit
2. Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan
pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan
kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan
sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan
penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus
perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu.
3. Surveilans Sindromik
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance)
melakukan pengawasan terus-menerus terhadap sindroma
(kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-masing penyakit.
4. Surveilans Berbasis Laboratorium
Surveilans berbasis laboratorium digunakan untuk mendeteksi
dan menonitor penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit
yang ditularkan melalui makanan seperti salmonellosis,
penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk mendeteksi
strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit
dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang
mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-klinik (DCP2,
2008).
5. Surveilans Terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan
memadukan semua kegiatan surveilans disuatu wilayah
yuridiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai sebuah
pelayanan publik bersama.
Karakteristik pendekatan surveilans terpadu:
(1) Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common
services)
(2) Menggunakan pendekatan solusi majemuk
(3) Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural
(4) Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans
(pengumpulan, pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi
pendukung surveilans (pelatihan dan supervisi, penguatan
laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya
(5) Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian
penyakit.
(Calain, 2006; DCP2, 2008).
6. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global
Pengawasan terus-menerus terhadap penyakit lintas negara
(pandemi) secara global akibat dari migrasi manusia/binatang
B. Pelaksanaan surveilans
Dalam pelaksanaanya surveilans dapat juga dibedakan menjadi 2
yaitu:
1. Surveilans Aktif
Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans
untuk kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat
praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas,
klinik dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus
baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case
finding) dan konfirmasi laporan kasus indeks.
Kelebihan : Lebih akurat daripada surveilans pasif dan
dapat mengidentifikasi outbreak lokal
Kekurangan : Mahal dan sulit dilakukan
2. Surveilans Pasif
Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan
menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable
diseases) dan yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kelebihan : Mudah dan murah
Kekurangan : Tidak sensitif dalam mendeteksi
kecenderungan penyakit
C. Tata Laksana Wabah
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular:
Pasal 10
Upaya penanggulangan wabah meliputi penyelidikan
epidemiologis, pemeriksaan, pengobatan,perawatan dan isolasi
penderita termasuk tindakan karantina, pencegahan dan
pengebalan,pemusnahan penyebab penyakit, penanganan
jenazah akibat wabah, penyuluhan kepada masyarakatdan
upaya penanggulangan lainnya
Pasal 11
(1) Tindakan penyelidikan epidemiologis dalam upaya
penanggulangan wabah ditujukan untuk:
a. Mengetahui sebab-sebab penyakit wabah;
b. Menentukan faktor penyebab timbulnya wabah;
c. Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam
terkena wabah;
d. Menentukan cara penanggulangan.
(2) Tindakan penyelidikan epidemiologis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui kegiatan-
kegiatan:
a. Pengumpulan data kesakitan dan kematian penduduk;
b. Pemeriksaan klinis, fisik, laboratorium dan penegakan
diagnosis;
c. Pengamatan terhadap penduduk pemeriksaan terhadap
makhluk hidup lain dan benda-benda yang ada di suatu
wilayah yang diduga mengandung penyebab penyakit
wabah.
Pasal 12
Tindakan pemeriksaan, pengobatan, perawatan, isolasi
penderita dan tindakan karantina dilakukan disarana pelayanan
kesehatan, atau di tempat lain yang ditentukan.
Pasal 13
Tindakan pencegahan dan pengebalan dilakukan terhadap
masyarakat yang mempunyai risiko terkena penyakit wabah.
Pasal 14
Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dilakukan
dengan atau tanpa persetujuan dari orang yang bersangkutan.
Pasal 15
(1) Tindakan pemusnahan penyebab penyakit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, dilakukan terhadap:
a. bibit penyakit/kuman;
b. hewan, tumbuh-tumbuhan dan atau benda yang
mengandung penyebab penyakit.
(2) Pemusnahan harus dilakukan dengan cara tanpa merusak
lingkungan hidup atau tidak menyebabkan tersebarnya
wabah penyakit.
(3) Tata cara pemusnahan diatur lebih lanjut oleh Mentri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan
yang berlaku
Mengetahui Tatalaksana Wabah di Lingkungan
Agroindustri
Step by step penanggulangan wabah berdasarkan protokol dari
WHO
1. (epidemic preparedness) kesiapsiagaan dalam menghadapi
wabah/kejadian luar biasa.
Dalam setiap situasi darurat, lembaga utama kesehatan
bertanggung jawab untuk persiapan dan respon terhadap
terjadinya wabah.
Health coordination meetings. Rapat koordinasi
Kesehatan untuk menentukan kebijakan yang
dilakukan saat terjadinya wabah.
Surveillance system (Sistem Pengawasan): laporan
mingguan atau harian kepada Departemen
Kesehatan dan WHO selama terjadi outbreak.
Rencana tindakan saat terjadinya outbreak pada
setiap penyakit : sumber, keterampilan dan
kegiatan yang dibutuhkan selama wabah terjadi.
Persediaan : alat untuk sampling laboratorium,
antimikroba yang sesuai, obat, vaksin
Rencana untuk bangsal isolasi di rumah sakit
Laboratorium support
2. Pendeteksian kasus (case detection): proses
mengidentifikasi peristiwa atau keadaan kesehatan. Data
untuk pendeteksian kasus tersebut biasanya didapatkan
dari rumah sakit, puskesmas, laboratorium, unit penelitian,
dan unit statistik lainnya.
Agar proses pendeteksian kasus ini berjalan dengan cepat,
maka ada beberapa hal yang perlu dilakukakan, yaitu:
Perlu mendirikan sebuah sistem peringatan dini
dalam sistem surveilans, dengan pelaporan penyakit
dengan potensi epidemi;
Perlu melatih pekerja klinis untuk mengenali
prioritas penyakit dan melaporkannya ke koordinator
kesehatan, lalu untuk koordinator kesehatan
melaporkan kepada badan kesehatan yang
memimpin;
Perlu mengatur pengawasan selama periode berisiko
tinggi dan dalam daerah yang mempunyai resiko
tinggi.
3. Konfirmasi (confirmation) data-data yg dilaporkan.
4. Response (tanggapan)
a. Investigasi
Menentukan kasus wabah yang terjadi
Menghitung jumlah kasus dan menentukan ukuran
populasi (untuk menghitung attack rate). kasus baru dalam
satu saat / populasi yang berisiko pada saat yang sama
Mengumpulkan / menganalisa data deskriptif (misalnya
waktu / tanggal onset, tempat / lokasi kasus dan individu
karakteristik seperti umur / seks)
Tentukan populasi berisiko
Merumuskan hipotesis untuk patogen / source / transmisi.
Menindaklanjuti kasus dan kontak
Melakukan penyelidikan lebih lanjut / studi epidemiologi
(misalnya untuk memperjelas modus transmisi, carrier,
dosis yang dibutuhkan, definisi yang lebih baik dari faktor
risiko untuk penyakit dan pada kelompok berisiko)
Menulis sebuah laporan investigasi (investigasi hasil dan
rekomendasi untuk tindakan)
b. Kontrol
Melaksanakan pengendalian dan tindakan pencegahan
khusus untuk penyakit
Mencegah paparan (misalnya isolasi terhadap kasus wabah
kolera)
Mencegah infeksi (misalnya vaksinasi terhadap wabah
campak)
Mencegah penyakit (high risk group diberikan
chemoprophylaxis)
Mencegah kematian
Perlakukan kasus dengan pengobatan yang dianjurkan
seperti dalam pedoman WHO / nasional
5. Evaluation
Tim pengendalian wabah harus melakukan evaluasi secara
menyeluruh, seperti:
Penyebab wabah
Surveilans dan deteksi wabah
Kesiapan menanggulangi wabah
Manajemen wabah
Kontrol tindakan
Isu-isu spesifik yang harus dievaluasi meliput
Ketepatan waktu deteksi dan respon
Efektivitas
Biaya
Kesempatan yang hilang
Kebijakan yang baru / direvisi
Temuan dari evaluasi ini harus didokumentasikan dalam bentuk
laporan tertulis berisi rekomendasi yang jelas tentang:
Karakteristik epidemiologi epidemi
Surveilans
Kesiapan tindakan pengendalian dilakukan
D. Upaya dan Cara Wabah
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi
dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka (UU No 4. Tahun 1984).
Diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok, antara lain sebagai berikut.
a. Outbreak (serangan penyakit)
Suatu wabah yang terbatas pada suatu lingkup kecil tertentu.
Contoh: Kasus diare di suatu desa tertentu.
b. Epidemi
Suatu wabah dengan lingkup yang lebih luas, di mana kasus
tersebut muncul sebelum waktunya.
Dapat melibatkan paparan tunggal (sekali), paparan berkali-
kali, maupun paparan terus-menerus terhadap penyebab
penyakitnya (dapat disebabhkan oleh vektor biologis, dari
orang ke orang, ataupun dari sumber yang sama seperti air
yang cemar).
Contoh: Belum memasuki musim penghujan, namun jumlah
penderita DB di Jember sudah pengalami perlonjakan.
c. Endemi
Penyakit yang umum terjadi pada laju yang konstan namun
cukup tinggi pada suatu populasi di daerah tertentu.
Contoh: Di wilayah sekitaran kampus UNEJ, banyak
ditemukan penderita Hepatitis dan Tipes.
Keadaan tunak endemik (endemic steady state) adalah suatu
kondisi di mana infeksi tertentu tidak lenyap dan jumlah
orang yang terinfeksi tidak bertambah secara eksponensial
d. Pandemi
Terjangkitnya penyakit menular pada banyak orang dalam
daerah geografi yang luas (wabah dengan lingkup global).
Menurut WHO, terdapat tiga syarat suatu kasus dapat
digolongkan dalam kelas Pandemi, yakni sebagai berikut.
1) Timbulnya penyakit yang bersangkutan merupakan suatu
hal baru pada populasi yang bersangkutan.
2) Agen penyebab penyakit menginfeksi manusia dan
menyebabkan sakit serius.
3) Agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan
berkelanjutan pada manusia.
Tidak semua penyakit yang menewaskan banyak orang
dengan cakupan daerah yang luas disebut pandemic, contoh
KANKER karena tidak ditularkan.
1. Langkah Investigasi Wabah
Menggunakan pendekatan secara sistematik yang terdiri dari:
1. Persiapan investigasi di lapangan
a. Persiapan dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yakni
investigasi, administrasi, dan konsultasi.
b. Dibutuhkan pengetahuan perlengkapan (alat) yang sesuai.
c. Memahami prosedur administrasi.
d. Memastikan peran masing-masing petugas yang terjun.
2. Memastikan adanya wabah
Dalam hal ini, perlu diperhatikan hal-hal antara lain sebagai
berikut.
a. Membandingkan jumlah yang ada saat ini dengan jumlah
beberapa minggu atau bulan sebelumnya.
b. Menentukan apakah jumlah kasus yang ada sudah
melampaui jumlah yang diharapkan.
c. Sumber informasi bervariasi bergantung pada situasinya, di
mana dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lain
sebagai berikut.
- Catatan hasil surveilans.
- Catatan keluar dari rumah sakit, statistic kematian, register,
dan lain-lain.
- Bila data lokal tidak ada, gunakan rate dari wilayah di
dekatnya atau data nasional.
- Survey dalam masyarakat untuk menentukan kondisi
penyakit yang biasanya ada.
3. Memastikan diagnosis
Harus dipastikan bahwa masalah yang ada telah didiagnosis
dengan patut dan kemudian disimpulkan dalam distribusi
frekuensi.
4. Membuat definisi kasus
Pembuatan definisi kasus adalah seperangkat kriteria klinis
(waktu, tempat, dan orang) untuk menentukan apakah
seseorang harus diklasifikasikan sakit atau tidak.
Hasilnya sering membagi kasus menjadi 4 kategori;
confirmed (pasti), probable (mungkin), possible
(meragukan), dan sensitivitas atau spesifisitas.
5. Menemukan dan menghitung kasus
Metode untuk menemukan kasus disesuaikan dengan jenis
penyakit dan ketersediaan fasilitas kesehatan yang ada.
6. Epidemiologi deskriptif (waktu, tempat, orang)
a. Gambaran wabah berdasarkan waktu, digambarkan dengan
grafik histogram yang berbentuk kurva epidemi, yang
berguna untuk:
Memberi informasi sampai di mana proses wabah itu dan
bagaimana kemungkinan kelanjutannya.
Memperkirakan kapan pemaparan terjadi pan
memusatkan penyelidikan pada periode tersebut bila telah
diketahui jenis penyakit dan masa inkubasinya. (catatan:
Masa inkubasi adalah waktu antara masuknya agen
penyakit sampai timbulnya gejala pertama).
Menarik kesimpulan tentang pola kejadian, dengan
demikian kita dapat mengetahui apakah penyakit tersebut
bersumber tunggal, ditularkan dari orang ke orang, atau
kombinasi keduanya.
b. Gambaran wabah berdasarkan tempat, seringkali berbentuk
Spot Map yang menunjukkan kejadian dengan titik/simbol
tertentu untuk menggambarkan distribusi geografi suatu
kejadian.
c. Gambaran wabah berdasarkan orang, dengan mengamati
karakteristiknya (umur, jenis kelamin, ras/suku, status
kesehatan) dan pemaparannya (pekerjaan, penggunaan obat-
obatan).
7. Membuat hipotesis
Hasil hipotesis hendaknya meliputi sumber agen penyakit, cara
penularan, dan faktor penyebab sakit.
8. Menilai hipotesis, dengan cara sebagai berikut.
a. Membandingkan hipotesis dengan fakta yang ada
b. Analisis epidemiologi untuk kuantifikasi hubungan dan
menyelidiki peran ‘kebetulan’
c. Uji kemaknaan statistik (Kai Kuadrat)
Kuncinya adalah kelompok pembanding, sehingga dapat diukur
hubungan antara pemaparan dan penyakitnya untuk diuji
hipotesis sebagai hubungan sebab-akibat
9. Memperbaiki hipotesis dan mengadakan penelitian tambahan
a. Penelitian laboratorium (misal: pemeriksaan serum)
b. Penelitian lingkungan (misal: pemeriksaan tempat
pembuangan tinja)
10. Melaksanakan tindakan pengendalian dan pencegahan
11. Menyampaikan hasil penyelidikan
Dapat melalui dua cara; lisan pada pejabat setempat atau laporan
tertulis.
E. Proses Pencatatan
1. INDIKATOR SURVEILANS
Akurat:
Surveilans yang efektif memiliki sensitivitas tinggi, yakni sekecil
mungkin terjadi hasil negatif palsu. Akurasi surveilans
dipengaruhi beberapa faktor: (1) kemampuan petugas; (2)
infrastruktur laboratorium.
Standar, seragam, reliabel, kontinu:
Definisi kasus, alat ukur, maupun prosedur yang standar
penting dalam sistem surveilans agar diperoleh informasi yang
konsisten. Sistem surveilans yang efektif mengukur secara kontinu
sepanjang waktu, bukannya intermiten atau sporadis, tentang
insidensi kasus penyakit untuk mendeteksi kecenderungan.
Pelaporan rutin data penyakit yang harus dilaporkan (reportable
diseases) dilakukan seminggu sekali.
Tepat waktu:
Informasi yang diperoleh dengan cepat (rapid) dan tepat waktu
(timely) memungkinkan tindakan segera untuk mengatasi
masalah yang diidentifikasi. Investigasi lanjut hanya dilakukan jika
diperlukan informasi tertentu dengan lebih mendalam. Kecepatan
surveilans dapat ditingkatkan melalui sejumlah cara:
(1) Melakukan analisis sedekat mungkin dengan pelapor data
primer, untuk mengurangi “lag” (beda waktu) yang terlalu
panjang antara laporan dan tanggapan;
(2) Melembagakan pelaporan wajib untuk sejumlah penyakit
tertentu (notifiable diseases);
(3) Mengikutsertakan sektor swasta melalui peraturan
perundangan;
(4) Melakukan fasilitasi agar keputusan diambil dengan cepat
menggunakan hasil surveilans;
(5) Mengimplementasikan sistem umpan balik tunggal, teratur,
dua-arah dan segera.
Representatif dan lengkap:
Data yang dikumpulkan perlu representatif dan lengkap.
Keterwakilan, cakupan, dan kelengkapan data surveilans
harus mewakili data populasi.
Sederhana, fleksibel, dan akseptabel:
Sistem surveilans yang efektif perlu sederhana dan praktis, baik
dalam organisasi, struktur, maupun operasi. Data yang dikumpulkan
harus relevan dan terfokus.
Penggunaan (uptake):
. Rendahnya penggunaan data surveilans merupakan masalah di
banyak negara berkembang dan beberapa negara maju. Salah satu
cara mengatasi problem ini adalah membangun network dan
komunikasi yang baik antara peneliti, pembuat kebijakan, dan
pengambil keputusan.
2. Tujuan Pencatatan dan Pelaporan menurut POTTER dan
PERRY adalah :
1) KOMUNIKASI : sebagai alat komunikasi yang efektif antar
petugas kesehatan sehingga kesinambungan informasi dan
upaya pelayanan kesehatan dapat tercapai.
2) PENDIDIKAN : sebagai informasi tentang gambaran penyakit
atau masalah kesehatan dan pemecahannya
3) PENGALOKASIAN DANA : dapat digunakan untuk
merencanakan tindakan dan kegiatan yang tepat dengan dana
yang tersedia.
4) EVALUASI : sebagai dasar ntuk melakukan evaluasi terhadap
hasil intervensi yang diberikan.
5) DOKUMEN YG SAH : sebagai bukti nyata dan legal yang dapat
digunakan bila didapatkan adanya penyimpangan serta bila
diperlukan untuk keperluan pengadilan.
6) JAMINAN MUTU : dapat memberikan jaminan kepada
masyarakat terhadap mutu layanan kesehatan yang diberikan.
7) PENELITIAN : merupakan sumber data yang sangat bemanfaat
untuk kepentingan penelitian atau riset.
8) ANALISIS : merupakan dasar analisis masalah kesehatan pada
individu, keluarga maupun masyarakat.
9) FEED BACK : dapat digunakan sebagai umpan balik dalam
rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
A. Sistem dan Bentuk
1. Pencatatan
Sistem Pencatatan Tradisional adalah system pencatatan yang
memiliki catatan masing-masing dari setiap profesi atau
petugas kesehatan, (Dokter, Bidan, Perawat, Epidemiolog, Ahli
Gizi dsb) mempunyai catatan sendiri – sendiri secara terpisah.
Keuntungan system : Pencatatan dapat dilakukan secara lebih
sederhana.
Kelemahan system : data tentang kesehatan yang terkumpul
kurang menyeluruh, koordinasi antar petugas kesehatan tidak ada
dan upaya pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan tuntas
sulit dilakukan.
Sistem Pencatatan Non-Tradisional adalah Pencatatan yang
berorientasi pada Masalah (Problem Oriented Record /POR).
Keuntungan system : kerjasama antar tim kesehatan lebih baik
dan menunjang mutu pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
2. Pengolahan Data
a. Pencatatan
Data dicatat dalam formulir W1 untuk laporan 1 x 24 jam,
formulir W2 untuk laporan mingguan, dan formulir
Survailans Terpadu Penyakit Berbasis Puskesmas (STPBP).
Data pasien juga dilengkapi oleh alamat, keadaan lingkungan,
dan definisi kasus. Data harus ditandatangani oleh petugas
surveilans atau kepala puskesmas.
b. Pelaporan/Diseminasi
Untuk formulir W1 ( laporan KLB/wabah yang harus
dilaporkan dalam waktu 1x24 jam) harus segera dilaporkan unit
surveilans kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
dan pihak pihak yang berwenang lainnya.. Hendaknya unit
surveilans telah melakukan analis dan interpretasi terhadap
data tersebut dan menyajikanya dalam bentuk
grafik/diagram sebelum dilaporkan kepada pihak yang
berwenang sebagai pertimbangan dalam bagi pihak otoritas
tersebut dalam mengambil keputusan.
Formulir W2(laporan mingguan wabah yang dilaporkan 1 kali
seminggu pada hari Selasa) dilaporkan ke DKK.
STPBP(laporan bulanan surveilans penyakit menular dan
penyakit tidak menular utama) dilaporkan ke DKK setiap satu
bulan sekali. Masing-masing laporan dibuat dalam dua rangkap,
satu untuk dilaporkan ke DKK dan satu lagi untuk arsip bagi
puskesmas.
c. Analisis dan Interpretasi
Petugas surveilans haruslah orang yang jeli dan mempunyai
daya analisa yang tinggi. Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dalam menganalisis data dan interpretasi adalah
karekteristik data, validasi data, analisa deskriptif, dan
hipotesa sementara. Hasil analisis dan interpretasi ini
digunakan sebagai bahan advokasi bagi pihak yang
berwenang dalam mengambil keputusan secara cepat dan
tepat4.
3. AKSI
Aksi yang dilakukan dapat berupa pengendalian maupun kebijakan.
Pengendalian
- Respon cepat
- Manajemen kasus
- Pencegahan: perlindungan khusus, isolasi
Kebijakan
- Perubahan kebijakan
- Prediksi, perancanaan
- Kewaspadaan epidemik
4. EVALUASI
Proses evaluasi dilakukan tidak hanya terhadap hasil dari aksi
epidemiologis yang dilakukan, juga terhadap hasil surveilans
sebagai monitoring apakah aksi sudah sesuai dengan hasil
surveilans.
F. Teknik Surveilans
Terdapat 3 teknik yang umum dipakai pada surveilan epidemiologi di
Indonesia, yaitu :
1. Teknik skrining.
2. Teknik sentinel.
3. Teknik case finding.
1. Teknik Skrining
Teknik Skrining terbagi dalam 2 area
a. Tahapan primary prevention screening, yaitu ditujukan
pada kelompok yang memiliki faktor risiko walaupun
saat ini dalam keadaan sehat. Misal skrining tes
tuberkulin pada orang yang memiliki riwayat pneumoni,
diabetes melitus dan sebagainya.
b. Tahapan secondary prevention screening diupayakan untuk
mencegah agar penyakit tidak menimbulkan kecacatan atau
keparahan bahkan kematian. Biasanya hal ini dilakukan
pada kasus kanker serviks, TBC, kanker payudara dan
sebagainya.
2. Teknik sentinel
Teknik sentinel adalah teknik yang dikerjakan oleh
Puskesmas sebagai penjaga atau garda terdepan dalam
pelayanan kesehatan yang dikenal dengan suveilan terpadu
penyakit berbasis puskesmas dengan menambahkan penyakit
tidak menular prioritas seperti hipertensi dan diabetes
mellitus. Puskesmas sentinel ditetapkan oleh Dinkes
Kabupaten/Kota dengan kriteria mudah dijangkau dari
ibukota Kabupaten/Kota, jumlah tenaga yang cukup dan
mempunyai manajemen pencatatan dan pelaporan yang baik.
Jenis Penyakit Menular dan Tidak Menular Puskesmas Sentinel
No. Penyakit No. Penyakit
1. Kolera 15. Malaria vivax
2. Diare 16. Malaria falciparum
3. Diare Berdarah 17. Malaria mix
4. Tifus perut klinis 18. Demam berdarah dengue
5. TBC paru BTA (+) 19. Demam dengue
6. Tersangka TBC Paru 20. Pneumonia
7. Kusta PB 21.. Sifilis
8. Kusta MB 22. Gonorhoe
9. Campak 23. Frambusia
10. Difteri 24. Filariasis
11. Batuk Rejan 25. Influenzae
12. Tetanus 26. Hipertensi
13. Hepatitis klinis 27. Diabetes mellitus
14. Malaria klinis
Pengumpulan data sentinel ini berjenjang dan dianalisis sesuai
fokusnya masing-masing mulai dari Puskesmas, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi sampai
Ditjen PPM & PL Kementerian Kesehatan. Form pelaporan
data sentinel ini dimulai dari register berobat Puskesmas,
kemudian menjadi data surveilan terpadu (STP) Puskesmas,
lalu menjadi data PWS Penyakit Potensial KLB yang
dianalisis oleh Dinas Kesehatan Provinsi, selanjutnya
diteruskan kepada Ditjen PPM & PL selanjutnya dikeluarkan
rekomendasi tindak lanjut.
3. Teknik case finding
Untuk pengendalian dan pemberantasan penyakit yang berisiko
tinggi sebagai pandemi, sebagai contoh kasus MDR-TB. Pada
TBC, pelayanan kesehatan primer diminta melakukan
pelacakan kasus baru secara aktif, untuk kemudian dianalisis
lalu dikelompokkan menurut risikonya selanjutnya dirumuskan
tindak lanjut untuk mengatasi masalah tersebut. MDR-TB,
WHO membagi 4 kriteria daerah berisiko berdasar data case
finding, yaitu:
1. Daerah dengan prevalensi MDR-TB sekitar 8% dengan
kasus baru dan riwayat pemberian OAT
2. Daerah dengan insiden MDR-TB mencapai 3% dengan
riwayat pengobatan OAT sekunder
3. Daerah dengan sistem diagnostik laboratorium belum
berjalan dengan megalami kegagalan pengobatan
prevalensi MDR-TB
4. Daerah dengan akses pengobatan TB dengan prevalensi
riwayat OAT <1,2%
4. Promosi Kesehatan
A. Pemukiman dan Tempat Kerja
1. Promosi kesehatan di tempat kerja
Promosi kesehatan ditempat kerja merupakan komponen kegiatan
pelayanan pemeliharaan atau perlindungan kesehatan pekerja dari
suatu pelayanan kesehatan kerja. Promosi kesehatan di tempat kerja
diselenggarakan berdasarkan suatu kerangka konsep (framework),
yang dibangun melalui beberapa kunci seperti pendekatan, strategi,
area prioritas, faktor yang mempengaruhi , dan lain-lain.
a. Tujuan promkes di tempat kerja adalah sebagai berikut
1. Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat
kerja.
2. Mempengaruhi pekerja untuk menerima dan memelihara
kebiasaan makan makanan dengan kandungan gizi yang
optimal
3. Menurunkan angka penyakit akibat kerja dan lingkungan
kerja
4. Menciptakan lingkungan kerja yang sehat, medukung dan
aman.
5. Membantu berkembangnya gaya kerja dan gaya hidup yang
sehat
6. Memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan kerja
dan masayarakat.
b. Manfaat promosi kesehatan
Bagi perusahaan
1. Meningkatnya dukungan terhadap progam keehatan dan
keselamatan pekerja di tempat kerja
2. Citra perusahaan positif
3. Meningkatnya moral staf
4. Menurunnya biaya kesehatan
5. Meningkatnya kemampuan mengenali dan mencegah
penyakit
Bagi pekerja
1. Meningkatnya percaya diri
2. Meningkatkan kemampuan
3. Meningkatkan kemampuan
4. Meningkatkan kesehatan
c. Sasaran dari Promosi Kesehatan Di tempat Kerja adalah:
1. Primer : Karyawan di tempat kerja.
2. Sekunder : Pengelola K3, serikat atau organisasi pekerja.
3. Tersier : Pengusaha dan manajer/ Direktur.
d. Prinsip promosi kesehatan di tempat kerja
1. Kompeherensif
Promosi Kesehatan Di tempat Kerja merupakan kegiatan yang
melibatkan beberapa disiplin ilmu guna memaksimalkan
tujuan yang ingin dicapai yaitu berkembangnya tempat kerja
yang sehat, aman dan nyaman sehingga dengan lingkungan
kerja yang mendukung tersebut diharapkan terjadi perubahan
perilaku individu dan kelompok kearah yang positif sehingga
dapat menjaga lingkungan agar tetap sehat.
2. Partisipasi
Para pekerja di semua tingkatan dalam perusahaan hendaknya
terlibat secara aktif mengindetifikasi masalah kesehatan yang
dibutuhkan untuk pemecahannya dan meningkatkan kondisi
lingkungan kerja yang sehat.
3. Kegiatan berbagai sektor terkait
Kesehatan yang baik adalah hasil dari berbagai faktor yang
mendukung. Berbagai upaya untuk meningkatkan kesehatan
pekerja hendaknya harus melalui pendekatan yang integrasi
yang mana penekanannya pada berbagai faktor tersebut bila
memungkinkan.
4. Kelompok organisasi masyarakat
Program pencegahan dan peningkatan kesehatan hendaknya
melibatkan dengan organisasi masyarakat yang mempunyai
pengalaman atau tenaga ahli dalam membantu
mengembangkan Promosi kesehatan
5. Promosi kesehatan di tempat kerja yang berhubungan erat
dengan kesehatan dan keselamatan kerja mempunyai arti
penting pada lingkungan tempat kerja dan aktifitas
manajemen sehari-hari. Program promosi kesehatan dan
pencegahan hendaknya terus menerus dilakukan dan
tujuannya jangka panjang.
2. Promosi kesehatan di perumahan/pemukiman
a. Syarat perumahan
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis, seperti :
a. Suhu ruangan harus dijaga agar jangan banyak berubah.
Sebaiknya tetap berkisar antara 18-20 C
b. Harus cukup mendapatkan penerangan baik siang
maupun malam hari. Yang ideal adalah penerangan
listrik. Diusahakan agar ruangan ruangan mendapatkan
sinar matahari terutama pagi hari.
c. Pertukaran hawa yang cukup menyebabkan hawa ruangan
tetap segar (cukup mengandung oksigen) untuk itu rumah
harus mempunyai cukup jendela. Luas jendela
keseluruhan kira kira 15% dari luas lantai.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis
Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus
memenuhi rasa keindahan (estetis) sehingga rumah
tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang
sehat.
Adanya jaminan kebebasan yang cukup, bagi setiap
anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut.
Untuk tiap anggota keluarga, terutama yang mendekati
dewasa harus mempunyai ruangan sendiri-sendiri sehingga
privasinya tidak terganggu.
3. Perlindungan terhadap penyakit
Adanya sumber air yang sehat, cukup kualitas maupun
kuantitasnya.
Harus ada tempat pembuangan kotoran, sampah dan air
limbah yang baik.
Harus cukup luas. Luas kamar tidur ± 5 m2 per kapita per
luas lantai
Harus dapat mencegah perkembangbiakan vector penyakit
seperti nyamuk, lalat, tikus dan sebagainya.
4. Menghindari terjadinya kecelakaan
Konstruksi rumah dan bahan-bahan bangunan harus kuat
sehingga tidak mudah ambruk
Sarana pencegahan terjadinya kecelakaan di sumur,
kolam dan tempat-tempat lain terutama untuk anak-anak.
Diusahakan agar tidak mudah terbakar.
B. KEBIJAKAN PROMKES (PEMBANGUNAN KESEHATAN
NASIONAL)
Sesuai visi misi Presiden, kebijakan pembangunan kesehatan
periode 5 tahun ke depan (2010-2014) diarahkan pada tersedianya akses
kesehatan dasar yang murah dan terjangkau terutama pada kelompok
menengah ke bawah guna mendukung pencapaian MDG’s pada tahun
2015. Tema Prioritas Pembangunan Kesehatan pada tahun 2010-2014
adalah “Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan” melalui:
1. Program Kesehatan Masyarakat
2. Program Keluarga Berencana (KB)
3. Sarana Kesehatan
4. Obat
5. Asuransi Kesehatan Nasional
Prioritas Pembangunan Kesehatan pada tahun 2010-2014 difokuskan
pada delapan fokus prioritas, yaitu :
1. Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita, dan Keluarga Berencana
(KB)
2. Perbaikan status gizi masyarakat
3. Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular
diikuti penyehatan lingkungan
4. Pemenuhan, pengembangan, dan pemberdayaan SDM kesehatan
5. Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan,
mutu dan penggunaan obat serta pengawasan obatdan makanan
6. Pengembangan sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas)
7. Pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana dan
krisis kesehatan
8. Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier.
Program-program Kementerian Kesehatan 2010-2014 dibagi ke dalam
dua jenis, yaitu Program Generik (Dasar) dan Program Teknis.
A. Program Generik:
1) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Kegiatan:
1. Pemberdayaan Masyarakat dan Promosi Kesehatan
2. Penanggulangan Krisis Kesehatan
3. Pembinaan, Pengembangan, Pembiayaan dan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan
4. Perumusan Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Organisasi
Tatalaksana
5. Pengelolaan Data dan Informasi Kesehata
6. Peningkatan Kerjasama Luar Negeri
7. Pengelolaan Komunikasi Publik
8. Perencanaan dan Penganggaran Program Pembangunan Kesehatan
9. Pembinaan Administrasi Kepegawaian
10. Pembinaan Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Perlengkapan
11. Pengelolaan Urusan Tata Usaha, Keprotokolan, Rumah Tangga,
Keuangan, dan Gaji.
12. Peningkatan Penyelenggaraan Kesehatan Jemaah Haji
13. Peningkatan Manajemen Konsil Kedokteran Indonesia
14. Kajian Desentralisasi dan Daerah Bermasalah Kesehatan
15. Pembinaan, Pengawasan dan Penyidikan Kesehatan
16. Pertimbangan Kesehatan Nasional
17. Peningkatan dan Pengawasan Rumah Sakit Indonesia
2) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementrian
Kesehatan
Kegiatan: Pengelolaan Sarana Prasarana dan Peralatan Kesehatan
3) Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Kementrian
Kesehatan
Kegiatan:
1. Pengawasan dan Pembinaan Pelaksanaan Kebijakan Ditjen Bina
Upaya Kesehatan dan Setjen
2. Pengawasan dan Pembinaan Pelaksanaan Kebijakan Ditjen Bina Gizi
dan Kesehatan Ibu dan Anak dan Itjen
3. Pengawasan dan Pembinaan Pelaksanaan Kebijakan Ditjen PP dan PL
dan Balitbangkes
4. Pengawasan dan Pembinaan Pelaksanaan Kebijakan Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alkes dan Badan PPSDMK
5. Investigasi Hasil Pengawasan
6. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada
Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Kementerian Kesehatan
4) Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kegiatan:
1. Riset Operasional Kesehatan dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kedokteran
2. Penelitian dan Pengembangan Humaniora Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat
3. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Intervensif
4. Penelitian dan Pengembangan Klinik Terapan dan Epidemiologi
Klinik
5. Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar
Kesehatan
6. Dukungan Manajemen dan Dukungan Pelaksanaan Tugas Teknis
Lainnya pada Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
B. Program Teknis:
1) Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kegiatan:
1. Pembinaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Reproduksi
2. Pembinaan Pelayanan Kesehatan Anak
3. Pembinaan Pelayanan Kesehatan Komunitas dan Gender
4. Pembinaan Gizi Masyarakat
5. Pembinaan Keperawatan dan Kebidanan
6. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
pada Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
2) Program Pembinaan Upaya Kesehatan
Kegiatan:
1. Pembinaan Upaya Kesehatan Dasar
2. Pembinaan Upaya Kesehatan Rujukan
3. Pembinaan dan Pengawasan Upaya Kesehatan Tradisional/
Komplementer Alternatif
4. Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja, Olahraga, dan Matra
5. Pembinaan Standarisasi, Akreditasi, dan Peningkatan Mutu
Pelayanan Kesehatan
6. Pelayanan Kesehatan Rujukan bagi Masyarakat Miskin
(Jamkesmas)
7. Pelayanan Kesehatan Dasar bagi Masyarakat Miskin
(Jamkesmas)
8. Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
9. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
pada Program Pembinaan Upaya Kesehatan.
3) Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kegiatan:
1. Pembinaan Imunisasi dan Karantina Kesehatan
2. Pengendalian Penyakit Menular Langsung
3. Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
4. Penyehatan Lingkungan
5. Pengendalian Penyakit Tidak Menular
6. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
pada Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
4) Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kegiatan:
1. Peningkatan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
2. Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
3. Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
4. Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian
5. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
5) Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Ksehatan
Kegiatan:
1. Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan
2. Pendidikan dan Pelatihan Aparatur
3. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
4. Sertifikasi, Standarisasi dan Peningkatan Mutu SDM Kesehatan
5. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
pada Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan.
c. PHBS di tempat kerja
1. Definisi PHBS
PHBS adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau
kegiatan seseorang yang mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya. (Notoatmodjo, 2003 : 118).
PHBS di Tempat Kerja adalah upaya untuk member-dayakan
para pekerja agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku
hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan Tempat
Kerja Sehat.
2. Tujuan PHBS di Tempat Kerja
• Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja.
• Meningkatkan produktivitas kerja.
• Menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
• Menurunkan angka absensi tenaga kerja.
• Menurunkan angka penyakit akibat kerja dan lingkungan
kerja.
• Memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan kerja dan
masyarakat.
3. Indikator PHBS di tempat kerja
1. Tidak merokok di tempat kerja
2. Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja.
3. Melakukan olahraga secara teratur/aktivitas fisik
4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan
sesudah buang air besar dan buang air kecil
5. Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja.
6. Menggunakan air bersih.
7. Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar.
8. Membuang sampah pada tempatnya. Menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan.
4. Manfaat PHBS di Tempat Kerja
a. Bagi Pekerja:
Setiap pekerja meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit.
Produktivitas pekerja meningkat yang berdampak pada
peningkatan penghasilan pekerja dan ekonomi keluarga.
Pengeluaran biaya rumah tangga hanya ditujukan untuk
peningkatan taraf hidup bukan untuk biaya pengobatan.
b. Bagi Masyarakat:
Tetap mempunyai lingkungan yang sehat walaupun berada di
sekitar tempat kerja.
Dapat mencontoh perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan
oleh tempat kerja setempat.
c. Bagi Tempat Kerja :
Meningkatnya produktivitas kerja pekerja yang ber¬dampak
positif terhadap pencapaian target dan tujuan.
Menurunnya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan.
Meningkatnya citra tempat kerja yang positif.
d. Bagi Pemerintah Provinsi dan Kahupaten/Kota :
Peningkatan Tempat Kerja Sehat menunjukkan kinerja dan citra
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang baik.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat dialihkan untuk
peningkatan kesehatan bukan untuk menanggulangi masalah
kesehatan.
Dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam
pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
e. Instansi Terkait:
Adanya bimbingan teknis pelaksanaan pembinaan PHBS di
Tempat Kerja.
Dukungan buku panduan dan media promosi.
5. Langkah-Langkah Pembinaan PHBS di Tempat Kerja
1. Analisis Situasi
Pimpinan di Tempat Kerja melakukan pengkajian ulang tentang ada
tidaknya komitmen dan kebijakan tentang pembinaan PHBS di
Tempat Kerja serta bagaimana sikap dan perilaku pekerja terhadap
kebijakan tersebut.
2. Pembentukan Kelompok Kerja
Penyusunan Kebijakan PHBS di Tempat Kerja
Pihak Pimpinan Tempat Kerja mengajak bicara/ berdialog pekerja
dan serikat pekerja tentang :
Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS di Tempat
Kerja.
Rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di Tempat Kerja.
Penerapan PHBS di Tempat Kerja berserta antisi-pasi kendala
dan solusinya.
Menetapkan penanggung jawab PHBS di Tempat Kerja dan
mekanisme pengawasannya.
Cara sosialisasi yang efektif bagi masyarakat pekerja.
Kemudian pimpinan membentuk Kelompok Kerja Penyusunan
Kebijakan PHBS di Tempat Kerja.
3. Pembuatan Kebijakan PHBS di tempat kerja
Kelompok Kerja membuat kebijakan yang jelas, tujuan dan cara
melaksanakannya.
4. Penyiapan Infrastruktur
Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan
pengawas PHBS di Tempat Kerja.
Instrumen Pengawasan.
Materi sosialisasi penerapan PHBS di Tempat Kerja.
Pembuatan dan penempatan pesan-pesan PHBS di tempat-
tempat yang strategis di tempat kerja.
Mekanisme dan saluran pesan PHBS di Tempat Kerja.
Pelatihan bagi pengelola PHBS di Tempat Kerja.
5. Sosialisasi Penerapan PHBS di tempat kerja
Sosialisasi penerapan PHBS di Tempat Kerja dan lingkungan
internal.
Sosialisasi tugas dan penanggung jawab PHBS di Tempat
Kerja.
6. Penerapan PHBS di tempat kerja
Penyampaian pesan PHBS di Tempat Kerja kepada pekerja
seperti melalui penyuluhan kelompok, media poster, stiker,
papan pengumuman, dan selebaran.
Penyediaan sarana dan prasarana PHBS di Tempat Kerja
seperti air bersih, jamban sehat, tempat sampah, tempat cuci
tangan, sarana olahraga, kantin sehat.
Pelaksanaan pengawasan PHBS di Tempat Kerja.
7. Pengawasan dan Penerapan Sanksi
Pengawas PHBS di Tempat Kerja mencatat pelanggaran dan
menerapkan sanksi sesuai peraturan yang telah ditetapkan oleh tempat
kerja atau daerah setempat.
8. Pemantauan dan Evaluasi
Lakukan pemantauan dan evaluasi secara periodik tentang
kebijakan yang telah dilaksanakan.
Lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan dan
putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.
KESIMPULAN
Berdasarkan skenario di atas, komunitas Agroindustri mempunyai karakter dan
masalah agroindustri sendiri. Pengelolaan makanan diperlukan dalam komunitas
agroindustri untuk dapat mencukupi kebutuhan gizi para pekerja, juga agar terhindar
dari kemungkinan buruk akibat kurangnya sanitasi makanan. Pada kasus tersebut
surveilans epidemiologi digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan pekerja.
Surveilans terdiri dari Teknik, jenis, tatalaksana, upaya, dan proses pencatatan.
Promosi kesehatan di bidang agroindustri diperlukan untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat yang ada dikomunitas tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anaz, Ridwan. Menilik Bahaya Rokok untuk Kesehatan Manusia. (online) ,
(http://ridwanaz.com/kesehatan/ingin-tahu-lebih-detail-bahaya-rokok-bagi-
kesehatan-kita/) , diakses 28 0ktober 2012.
Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti.
Entjang, Indan. 2004. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Citra Aditya
Mujoko, H.J.2003.Prinsip Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC
Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Rajab Wahyudin, M,Epid . 2008 . Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC .
Rencana Strategis Kementrian Kesehatan 2010-2014 Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.03.01/60/I/2010
World Health Organization (WHO). Environmental Health. Disitasi dari :
http://www.WHO.int. Last Update : Januari 2008