Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

download Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

of 25

Transcript of Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    1/25

    Laporan Tutorial Bl ok 12 Skenario 2

    MEMPELAJARI BERBAGAI JENIS KEJANG DARI

    ETIOLOGI, FAKTOR RESIKO, MANIFESTASI KLINIS,

    PATOGENESIS, PATOFISIOLOGI, CARA PENEGAKAN

    DIAGNOSIS, BESERTA PENATALAKSANAANYA

    Disusun oleh:

    KELOMPOK 14

    Aryo Seno G0010030 Fitroh Annisah G0010084

    Asih Anggraini G0010032 Himmatul Fuad G0010094

    Damar Dyah Mentari G0010048 Rizqi Ahmad Nur D. G0010168

    Erma Malindha G0010074 Wahyu Aprillia G0010194

    Fariz Edi Wibowo G0010078

    Pembimbing:

    dr. Novan Adi Setyawan

    NIP 198311072009121005

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    2011

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    2/25

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar BelakangKejang adalah kelainan yang ditandai oleh kelebihan atau oversinkronasi

    muatan dari neuron otak. Kejang dapat terjadi akibat lepas muatan paroksimal

    (kejadian berulang dan muncul tiba-tiba) yang berlebihan dari sebuah neuron.

    Salah satu insiden kejang yang paling tinggi pada masa kanak-kanak

    adalah epilepsi. Tujuh puluh lima persen kasus ini sebelum usia 20 tahun.

    Insidens epilepsi sesungguhnya tidak diketahui. Diperkirakan jumlah penderita

    epilepsi sekitar 0.5 persen penduduk.

    Epilepsi sendiri merupakan gangguan neurologik yang relatif sering terjadi

    dan ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan kejang yang

    merupakan gejala atau manifestasi utama epilepsi dapat diakibatkan kelainan

    fungsional (motorik, sensorik, atau psikis). Serangan tersebut tidak lama, tidak

    terkontrol serta timbul secara episodik. Serangan ini mengganggu kelangsungan

    kegiatan yang sedang dikerjakan pasien dan berkaitan dengan pengeluaran impuls

    neuron serebral yang berlebihan dan berlangsung fokal (Harsono, 2007).

    Berikut permasalahan dalam skenario kedua.

    Seorang anak perempuan berumur 10 tahun dibawa ke poliklinik saraf

    setelah mengalami serangan kejang untuk kedua kalinya. Kedua serangan kejang

    tersebut bentuk kejangnya sama dimana keempat alat geraknya kaku, mata

    melirik ke atas, tidak sadar, keadaan tersebut terjadi tiba-tiba dan berlangsung

    kira-kira selama 3 menit. Setelah berhenti kejang anak tersebut tertidur. Setelah

    bangun anak tersebut sadar kembali. Sebelum kejang anak tersebut bermain

    game di depan komputer sekitar 1 jam. Di poliklinik dokter mengusulkan

    pemeriksaan EEG.

    Tiga bulan kemudian anak tersebut dibawa ke IGD karena kejang timbul

    lagi dan tidak berhenti selama setengah jam.

    Saat diruang IGD, di sebelah pasien anak tersebut ada seorang wanita

    yang tiba-tiba pingsan setelah mendapat informasi bahwa orang tuanya

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    3/25

    meninggal dunia. Di ruang pojok IGD juga ada anak pelajar SMA yang teriak

    histerik dan kejang-kejang setelah ditinggal pacarnya.

    B. Rumusan Masalah1. Bagaimana anatomi dan fisiologi kesadaran?2. Apa saja kausa dan faktor resiko kejang?3. Bagaimana patofisiologi kejang?4. Apa saja macam-macam kejang dan sinkop ?5. Bagaimana patogenesis dari gejala klinis pada kasus?6. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?7. Apa saja differential diagnosisdari skenario tersebut?8. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus tersebut?9. Bagaimana prognosis kasus tersebut?

    C. Tujuan Penulisan

    1. Mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi pusat kesadaran.2. Mampu menjelaskan segala manifestasi yang terjadi pada pasien yang

    mengalami kejang, histerik, dan sinkop.

    3. Mampu menyusun symptom, pemeriksaan klinis dan pemeriksaanlaboratorium untuk menegakkan diagnosis pasien.

    4. Mampu menjelaskan terapi, pencegahan, maupun pengobatan yang harusdiberikan pada penderita di skenario.

    5. Mampu menjelaskan prognosis pada pasien.

    D. Manfaat Penulisan1. Mampu menggunakan teknologi mutakir untuk menambah ilmu

    mengenai system saraf.

    2. Mampu mengklasifikasi, kausa, patogenesis, patofisiologi, dari kelainansystem saraf pusat dan tepi.

    3. Mampu menjelaskan berbagai penyakit dan mekanismenya pada susunansaraf pusat dan susunan saraf tepi.

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    4/25

    BAB II

    DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA

    Permasalahan pada skenario 3 ini berawal dari seorang anak perempuan

    berumur 10 tahun dibawa ke poliklinik saraf setelah mengalami serangan kejang

    untuk kedua kalinya. Kedua serangan kejang tersebut bentuk kejangnya sama

    dimana keempat alatgeraknyakaku, mata melirik ke atas, tidak sadar, keadaan

    tersebut terjadi tiba-tiba dan berlangsung kira-kira selama 3 menit.

    Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, danatau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak.

    Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik

    yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel

    neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut

    diduga disebabkan oleh:

    1. kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskanmuatan listrik yang berlebihan,

    2. berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat(GABA), atau

    3. meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartatmelalui jalur eksitasi yang berulang.

    Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari

    sebuah fokus kejang (fokus epileptik). Lepas muatan listrik neuron yang

    berlebihan ini disebabkan oleh gangguan metabolisme neuron, yaitu gangguandalam lalu lintas K+ dan Na+ antara ruang ekstra dan intraseluler sehingga

    konsentrasi K+dalam sel turun dan konsentrasi Na+naik. Gangguan metabolisme

    dapat disebabkan oleh berbagai proses patologik yang mengubah permeabilitas

    membran sel, misalnya trauma, iskemia, tumor, radang, keadaan toksik, dan

    sebagainya atau perubahan patofisiologik membran sendiri akibat kelainan

    genetik (Mardjono, 1979; Price, 2006).

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    5/25

    Dalam keadaan patologik, gangguan metabolisme neuron akan

    menurunkan ambang lepas muatan listrik sehingga neuron-neuron dengan mudah

    secara spontan dan berlebihan melepaskan muatan listriknya. Dalam klinik, hal ini

    menjelma sebagai serangan kejang atau serangan suatu modalitas perasa. Berbeda

    dengan lepas muatan listrik yang terjadi secara teratur dalam susunan saraf pusat

    normal, pada serangan epilepsi terjadi lepas muatan berlebihan yang merupakan

    lepas muatan listrik sinkron beribu-ribu atau berjuta neuron yang menderita

    kelainan. Lepas muatan tersebut mengakibatkan naiknya konsentrasi K+di ruang

    ekstraseluler sehingga neuron-neuron sekitarnya juga melepaskan muatan

    listriknya. Dengan demikian terjadi penyebaran lepas muatan listrik setempat tadi.

    Setelah pelepasan muatan listrik secara masif sejumlah neuron, bagian otak yang

    bersangkutan mengalami masa kehilangan muatan listrik sehingga untuk

    sementara tidak dapat dirangsang. Lambat laun, neuron-neuron kembali ke

    keadaan semula, yaitu kembali mencapai potensial membran semula (Mardjono,

    1979).

    Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah

    kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat

    hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis

    meningkat dan lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi

    1000 per detik. Aliran darah ke otak meningkat, demikian juga respirasi dan

    glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis selama dan

    setelah kejang. Asetilkolin merupakan neurotransmitter terpenting yang diketahui

    mempunyai sifat mempermudah pelepasan muatan listrik. Fokus epileptik

    tampaknya sangat peka terhadap asetilkolin. Fokus-fokus tersebut lambat

    mengikat dan menyingkirkan asetilkolin (Mardjono, 1979; Price, 2006).Asetilkolin dilepaskan oleh bagian terminal presinaptik neuron dan akan

    meningkatkan permeabilitas membran sel untuk Na+ dan K+. Dalam keadaan

    fisiologik, proses ini dapat membatasi diri karena asetilkolin cepat dinonaktifkan

    oleh asetilkolinesterase. Sebaliknya, bila proses inaktivasi terganggu sehingga

    konsentrasi asetilkolin makin meningkat, maka terjadilah depolarisasi masif yang

    menyebabkan neuron-neuron berlepas muatan dan timbullah suatu serangan

    epilepsi (kejang) (Mardjono, 1979; Price, 2006).

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    6/25

    Neurotransmitter yang mempunyai sifat menahan pelepasan muatan listrik

    terutama ialah GABA. GABA mempunyai sifat inhibisi dan gangguan pada

    sintesis aminoacid ini akan menyebabkan gangguan pada keseimbangan antara

    eksitasi dan inhibisi sehingga terjadi suatu serangan (Mardjono, 1979).

    Menurut Lombardo (2007), kejang diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu

    kejang parsial dan kejang generalisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau

    lenyap.

    1. Kejang parsial adalah kejang dengan kesadaran utuh walaupun mungkinberubah; fokus di satu bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain. Kejang

    parsial masih dibagi menjadi 2 macam, yaitu kejang parsial sederhana

    (kesadaran utuh) dan kejang parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak

    hilang). Kejang parsial, diklasifikasikan menjadi berikut:

    a. Kejang parsial sederhanaKarakteristik kejang ini dapat bersifat motorik (gerakan abnormal

    unilateral), sensorik (merasakan, membaui, mendengar sesuatu yang

    abnormal), autonomik (takikardia, bradikardia, takipneu, kemerahan, rasa

    tidak enak di epigastrium), psikik (disfagia, gangguan daya ingat). Kejang

    ini biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.

    b. Kejang parsial kompleksMerupakan jenis kejang yang dimulai sebagai kejang parsial

    sederhana dan berkembang menjadi perubahan kesadaran yang disertai

    oleh gejala motorik , gejala sensorik otomatisme (mengecap-ngecapkan

    bibir, mengunyah, menarik-narik baju). Beberapa kejang parsial kompleks

    mungkin berkembang menjadi kejang generalisata. Kejan ini biasanya

    berlangsung 1-3 menit.2. Kejang generalisata adalah kejang yang melibatkan seluruh korteks serebrum

    dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral

    dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang

    berawal sebagai kejang fokal. Kejang ini memiliki karakteristik tertentu,

    seperti hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan simetrik,

    serta tidak ada aura. Kejang generalisata diklasifikasikan sebagaiberikut:a. Kejang tonik-klonik

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    7/25

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    8/25

    Sianosis Sering Jarang

    Gerakan ekstremitas Sinkron Asinkron

    Stereotipik serangan Selalu Jarang

    Lidah tergigit atau luka

    lain

    Sering Sangat jarang

    Gerakan abnormal bola

    mata

    Selalu Jarang

    Fleksi pasif ekstremitas Gerakan tetap ada Gerakan hilang

    Dapat diprovokasi Jarang Hampir selalu

    Tahanan terhadap

    gerakan pasif

    Jarang Selalu

    Bingung pasca seranga Hampir selalu Tidak pernah

    Iktal EEG abnormal Selalu Hampir tidak pernah

    Pasca iktal EEG

    abnormal

    Selalu Jarang

    Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan

    pengintegrasian impuls afferen (input) dan impuls efferen (output). Jumlah

    (kuantitas) input SSP menentukan derajat kesadaran. Input SSP dapat dibedakan

    dalam input yang bersifat spesifik dan non spesifik. Julukan spesifik merujuk pada

    perjalanan impuls afferen yang khas. Hal ini berlaku bagi semua lintasan afferen

    impuls perasaan protopatik, proprioseptif, dan perasaan panca indera. Lintasan

    yang digunakan impuls-impuls tersebut dapat dinamakan dengan lintasan yang

    menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di korteks perseptif

    primer. Setibanya impuls afferent spesifik di tingkat korteks, terwujudlah suatu

    kesadaran akan modalitas perasaan yang spesifik (Mardjono, 2008).

    Kesadaran tidak hanya membutuhkan afferen spesifik yang ditransmisikan

    ke korteks cerebri, tetapi juga embutuhkan pengaktifan yang tidak spesifik dari

    Ascending Reticular Activating System (ARAS)yang terletak di medulla spinalis

    dan batang otak. Di ARAS ini, neuron dari formasio reticularis akan mengsktifkan

    sebagian besar area korteks cerebri melalui nuclei intralaminar thalamus. Input

    yang bersifat non spesifik ini aalah sebagian dari impuls afferen spesifik yang

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    9/25

    disalurkan melaui lintasan afferen non spesifik. Jadi, lintasan spesifik (jaras

    spinotalamik, lemniskus medialis, jaras genikulo-kalkarina, dan sebagainya)

    menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks

    perseptif primer. Sebaliknya, lintasan afferen non spesifik menghantarkan setiap

    impuls dari titik manapun pada tubuh ke titik-titik pada seluruh korteks cerebri

    kedua sisi (Mardjono, 2008).

    Pusat kesadaran manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal

    retikularis dari batang otak sampei thalamus dilanjutkan dengan formasio

    activator reticularis, menghubungkan thalamus dengan korteks cerebri. Formasio

    reticularis terletak di substansia grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai

    midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis menunjukkan hubungan yang

    menyebar. Perangsangan formatio reticularis midbrain membangkitkan

    gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada

    formasio reticularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma., dengan

    gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio reticularis midbrain merangsang

    ARAS ( Ascending Reticular Activating System), suatu proyeksi serabut difus yang

    menuju bagian area di forebrain. Nuclei reticular thalamus juga masuk dalam

    ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua korteks cerebri (Mardiati,

    1996).

    Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang,

    menerima input dari korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik,

    cerebellum, medulla spinalis, dan semua sistem sensorik. Sedangkan serabut

    efferens formasio reticularis yaitu ke medulla spinalis, cerebellum, hipothalamus,

    sistem limbik, dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks cerebri dan

    ganglia basalis (Price, 2006). ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifikdengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi

    spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk

    tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke

    sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan

    ke korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS

    melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika system afferens terangsang

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    10/25

    seluruhnya, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga

    (Mardiati, 1996).

    Neurotransmitter yang berperan dalam ARAS yaitu neurotransmitter

    kolinergik,monoaminergik, dan GABA. Korteks cerebri merupakan bagian yang

    terbesar dari susunan saraf pusat dimana korteks ini berperan dalam kesadaran

    akan diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input saraf sensoris (awareness).

    Jadi kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh, dan

    kesadaran diri sendiri merupakan fungsi area asosiasi somatic (area 5 dan 7

    brodmann) pada lobus parietalis superior meluas sampai permkaan medial

    hemisfer (Price, 2006; Tjokronegoro, 2004).

    Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks

    cerebri menuju ARAS diproyeksikan kembali di korteks cerebri terjadi

    peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran (Price, 2006).

    Hilangnya kesadaran pada saat kejang tidak dapat diterima sebagai

    manifestasi lepas muatan listrik neuron-neuron kortikal. Dalam hal ini yang secara

    primer melepaskan muatan listriknya adalah nuklei intralaminer talami, yang

    dikenal juga sebagai centrecephalic. Inti tersebut merupakan terminal dari lintasan

    asendens ekstralemniskal. Input korteks serebri melalui lintasan aferen aspesifik

    itu menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input maka

    timbullah koma. Perangsangan talamokortikal yang berlebihan menghasilkan

    kejang otot seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi neuron-neuron pembina

    kesadaran menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.

    Setelah berhenti kejang, anak tersebut tertidur. Setelah bangun anak

    tersebut sadar kembali. Umumnya setelah kejang, anak akan tidur dengan

    nyenyak. Periode ini merupakan suatu periode yang dikenal sebagai periodepostictal. Hal ini merupakan hal yang normal, dan sebaiknya anak tidak usah

    berusaha dibangunkan. Jangan memberikan makan atau minum kepada anak bila

    anak belum benar-benar terbangun dan sadar.

    Sebelum kejang, anak tersebut bermain game di komputer sekitar 1 jam.

    Seperti yang kita ketahui, kejang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor pencetus,

    seperti:

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    11/25

    1. Faktor sensoris (cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan,dan air panas)

    2. Faktor sistemis (demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu, hiperglikemi,kelelahan fisik)

    3. Faktor mental (stress dan gangguan emosi) (Mansjoer, 2007).Kemungkinan besar terjadinya kejang pada anak tersebut adalah karena

    faktor pencetus, yaitu faktor sensoris berupa cahaya dari komputer ketika ia

    sedang bermaingame.

    Adapun beberapa penyebab yang dapat menimbulkan kejang antara lain:

    1. Kejang demam2. Infeksi: meningitis, ensefalitis3. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia,

    gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan

    metabolik bawaan

    4. Trauma kepala5. Keracunan: alkohol, teofilin6. Penghentian obat anti epilepsi7. Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, idiopatik

    Saat diruang IGD, di sebelah pasien anak tersebut ada seorang wanita

    yang tiba-tiba pingsan setelah mendapat informasi bahwa orang tuanya

    meninggal dunia. Di ruang pojok IGD juga ada anak pelajar SMA yang teriak

    histerik dan kejang-kejang setelah ditinggal pacarnya.

    Sinkop atau pingsan adalah kehilangan kesadaran dan keadaan postural

    tubuh yang tiba-tiba dan bersifat sementara, dengan konsekuensi terjadi

    pemulihan spontan. Kehilangan kesadaran tersebut terjadi akibat penurunan alirandarah ke sistem aktivasi retikular yang berlokasi di batang otak, dan akan

    membaik tanpa membutuhkan terapi kimiawi maupun elektrik.

    Berikut ini adalah klasifikasi sinkop berdasarkan penyebab.

    1. Sinkop vascular2. Sinkop kardiak3. Sinkop neurologik/serebrovaskular4. Sinkop metabolik

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    12/25

    5. Sinkop psikogenikPerbedaan sinkop dan hysteria adalah sinkop merupakan kehilangan

    kesadaran dimana denyut jantung tidak normal, sedangkan histeris adalah seolah-

    olah kehilangan kesadaran, namun denyut jantung masih dalam batas normal.

    Untuk menegakkan diagnosis pada kasus tersebut, perlu dilakukan

    beberapa langkah sebagai berikut.

    1. AnamnesisAnamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena

    pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.

    Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah

    serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang

    sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan

    informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,

    ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.

    Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi:

    - Pola / bentuk serangan- Lama serangan- Gejala sebelum, selama dan paska serangan- Frekuensi serangan- Faktor pencetus- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang- Usia saat serangan terjadinya pertama- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya-

    Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga (Staf Pengajar Ilmu KesehatanAnak FKUI, 2005).

    2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologisMelihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan

    epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,

    gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-

    sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit

    sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    13/25

    keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota

    tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

    3. Pemeriksaan laboratorium darahPemeriksaan laboratorium darah rutin diindikasikan untuk

    mengidentifikasi penyebab metabolik yangb umumdari serangan kejang seperti

    ketidaknormalan dalam elektrolit, glukosa, kalsium atau magnesium serta

    penyakit hepar atau renal.

    4. Pemeriksaan penunjanga. Elektro ensefalografi (EEG)

    Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan

    merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk

    rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG

    menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya

    kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik

    atau metabolik.

    Pemeriksaan EEG dilakukan dengan indikasi dan kegunaan, antara lain:

    1) Pasien yang mengalami kejang atau yang diduga mengalami kejang.2) Mengevaluasi efek serebral dari berbagai penyakit sistemik (misalnya

    keadaan ensefalopati metabolik karena diabetes, gagal ginjal).

    3) Melakukan studi untuk mengetahui gangguan tidur (sleep disorder)atau narkolepsi.

    4) Membantu menegakkan diagnosa koma.5) Melokalisir perubahan potensial listrik otak yang disebabkan trauma,

    tumor, gangguan pembuluh darah (vaskular) dan penyakit degeneratif.

    6)

    Membantu mencari berbagai gangguan serebral yang dapatmenyebabkan nyeri kepala, gangguan perilaku dan kemunduran

    intelektual.

    Selain itu EEG juga dapat dilakukan untuk mendiagnosa dan mengetahui

    lokalisasi tumor otak, infeksi otak, perdarahan otak, dan parkinson,

    mendiagnosa lesi desak ruang yang lain, mendiagnosa cedera kepala, periode

    keadaan pingsan atau dementia, memonitor aktivitas otak saat seseorang

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    14/25

    sedang menerima anestesi umum selama perawatan, dan mengetahui kelainan

    metabolit dan elektrolit.

    Sebelum melakukan pemeriksaan EEG, berikut ini adalah beberapa

    persiapan yang diperlukan, yaitu:

    1) Sebelum melakukan prosedur rekaman, rambut pasien harus dicuci,agar elektroda dapat melekat dengan baik dan jangan memakai minyak

    rambut / gel atau conditioner .

    2) Satu hari sebelum rekaman, pasien diberitahu untuk mengurangi tidur,sehingga pada saat rekaman diharapkan pasien dapat tidur.

    3) Tidak perlu puasa.Rekaman EEG dikatakan abnormal apabila:

    1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama dikedua hemisfer otak.

    2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambatdisbanding seharusnya misal gelombang delta.

    3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk,

    dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi

    tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme

    infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal

    gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd),

    epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku /

    tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak

    (sinkron) (Braunwald, 2001; Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak

    FKUI, 2005).b. Rekaman video EEG

    Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang

    sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan

    lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan

    antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang

    kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat

    untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    15/25

    bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi

    parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.

    c. Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk

    melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT

    Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci.

    MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri (Mansjoer,

    2007).

    Dari langkah-langkah tersebut, didapatkan beberapa differential diagnosis,

    antara lain:

    1. Petit Mal EpilepsiYaitu kejang yang ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat,

    jarang berlangsung lebih dari beberapa detik. Kejang ini hampir selalu terjadi

    pada anak, jarang dijumpai ketika usia sudah memasuki 20 tahun. Selama

    serangan kejang petit mal, keadaan mental si anak hilang terhadap lingkungan

    di sekitarnya. Tidak menyadari apa yang terjadi di sekitarnya untuk beberapa

    saat. Selama beberapa detik, si anak berhenti melakukan aktivitasnya,

    tatapannya lurus ke depan dan tidak memberikan respons terhadap perintah

    orang lain. Sementara kejang berlangsung, kelopak matanya berkedip-kedip

    secara cepat, lengan atau kakinya berkedutan, tersentak-sentak atau bergerak

    tanpa tujuan. Bangkitan mioklonus, bangkitan berupa gerakan involunter

    misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang.

    Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada

    kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang

    sensorik.Bangkitan akinetik, bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuhkarena menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita

    jatuh atau mencari pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis

    bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang

    penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut. Spasme infantile, timbul pada

    bayi 3-6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti

    belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas

    seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    16/25

    pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas,

    lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau

    tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat. Setelah

    serangan usai, si anak tidak menyadari serangan yang baru dialaminya dan

    biasanya melanjutkan aktivitasnya seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu.

    Serangan kejang ini mungkin menghilang setelah pubertas atau diganti dengan

    kejang tipe lain, terutama Grand Mal Epilepsi(Price, 2006).

    2. Grand Mal EpilepsiPada Grand Mal Epilepsi, kejang diawali dengan hilangnya kesadaran

    dengan cepat. Pasien mungkin bersuara menangis, akibat ekspresi paksa yang

    disebabkan spasme toraks dan abdomen. Pasien kehilangan posisi berdirinya,

    mengalami gerakan tonik, kemudian klonik, dan inkontinensia urin atau alvi

    (atau keduanya), disertai disfungsi otonom. Pada fase tonik,otot-otot

    berkontraksi dan posisi tubuh mungkin berubah. Fase ini berlangsung

    beberapa detik. Fase klonik memperlihatkan kelompok-kelompok otot yang

    berlawanan bergantian berkontraksi dan melemas sehingga terjadi gerakan-

    gerakan menyentak. Jumlah kontraksi secara bertahap berkurang tetapi

    kekuatannya tidak berubah. Lidah mungkin tergigit, hal ini terjadi sekitar

    separuh pasien (spasme rahang dan lidah). Keseluruhan kejang berlangsung 3

    sampai 5 menit dan diikuti periode tidak sadar yang mungkin berlangsung

    beberapa menit sampai berlangsung selama 30 menit. Setelah sadar, pasien

    tampak kebingungan, agak stupor, atau bengong. Tahap ini disebut sebagai

    periode pascaiktus. Umumnya pasien tidak dapat mengingat kejadian

    kejangnya (Price, 2006).

    a.

    Patofisiologi1) Berhubungan dengan PDS (Paroxysmal Depolarization Shift)2) PDS adalah depolarisasi potensial pasca sinaps yang berlangsung lama

    (50 ms). Keadaan ini dapat menyebabkan lepasnya muatan listrik yang

    berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan

    merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan

    listriknya.

    3) PDS disebabkan oleh:

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    17/25

    a) Kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untukmelepaskan muatan listrik yang berlebihan

    b) Berkurangnya inhibisi oleh GABAc) Eksitasi sinaptik transmiter glutamat dan aspartat secara berulang

    4) Gejala klinik tergantung pada luasnya sel neuron yang tereksitasib. Faktor resiko

    1) Kelainan neurologis2) Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung3) Usia anak-anak dan usia lanjut

    3. Status EpileptikusStatus Epileptikus merupakan bangkitan epilepsi yang berlangsung terus

    menerus atau berulang dengan tanpa pemulihan kesadaran, selama periode > 30

    menit. Status epileptikus terjadi karena proses eksitasi yang berlebihan

    berlangsung terus menerus, di samping akibat inhibisi yang tidak sempurna.

    Faktor Pencetus Status Epileptikus antara lain:

    a. Kelelahan.b. Menderita penyakit lain yang berat.c. Penggunaan obat anti epilepsi yang tidak sesuai aturan.d. Penggunaan obat-obatan, minum alkohol ( Drislane FWet al.,2009).

    4. Kejang demamKejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

    tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

    a. PatofisiologiTemperatur mempengaruhi banyak proses dalam otak,juga yang

    berhubungan dengan eksitabilitas otak. Mekanisme yang memungkinkanterjadinya bangkitan kejang antara lain efek pada saluran ion sampai pada

    sistem kompleks. Kinetik akibat perubahan dari aktivasi dan deaktivasi

    saluran ion Na+dan K+dapat meningkatkan eksitabilitas jaringan.

    Dengan mekanisme kompleks, temperatur akan mempengaruhi sistem

    neurotransmitter. Aktivitas asam glutamat dekarboksilase, enzim yang penting

    untuk sintesis GABA akan mengalami penurunan seiring dengan peningkatan

    temperatur.

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    18/25

    b. Manifestasi klinisSerangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama demam,

    berlangsung singkat, sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, fokal

    atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak

    tak memberi reaksi apapun untuk sejenak, setelah itu terbangun sadar kembali

    tanpa adanya kelainan saraf.

    c. Klasifikasi1) Kejang Demam Sederhana

    Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit,

    dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan

    atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24

    jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang

    demam.

    2) Kejang Demam KompleksKejang demam dengan salah satu ciri berikut:

    a) Kejang lama > 15 menitb) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului

    kejang parsial

    c) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jamd. Faktor resiko

    1) Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejangdemam pertama

    2) Kejang demam kompleks3) Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung4)

    Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadianepilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut

    meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49% (Level II-2).

    Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian

    obat rumat pada kejang demam.

    5) Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktorrisiko berulangnya kejang demam adalah:

    a) Riwayat kejang demam dalam keluarga

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    19/25

    b) Usia kurang dari 12 bulanc) Temperatur yang rendah saat kejangd) Cepatnya kejang setelah demam

    Beberapa komplikasi yang dapat muncul dari serangan kejang berupa

    epilepsi adalah:

    1. Pernapasana. Aspirasi

    b. Obstruksi jalan napasc. Hipoventilasid. Edema pulmonal neurogenik

    2. Hipertermia. Akibat aktivitas otot yang berlebihan

    b. Gangguan irama jantung, aritmia3. Rhabdomyolisis

    a. Nekrosis otot akutb. Myoglobinuriagagal ginjal akutc. Hiperkalemiaaritmia

    Setelah diagnosis ditegakkan, perlu dilakukan penatalaksanaan yang tepat.

    Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita yang

    optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain

    menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping

    ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan angka

    kesakitan dan kematian.

    Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk

    epilepsi yakni:

    1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudahdipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu

    pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai

    tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.

    2. Terapi dimulai dengan monoterapi

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    20/25

    3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahapsamapai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.

    4. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrolbangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis

    terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.

    5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitantidak terkontorl dengan pemberian OAE pertama dan kedua.

    Berikut merupakan OAE pilihan pada epilepsi berdasarkan mekanisme

    kerjanya.

    1. Karbamazepin: Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja jugapada reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin.

    2. Fenitoin: Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium danklorida dan neurotransmitter yang voltage dependen

    3. Fenobarbital: Meningkatkan aktivitas reseptor GABAA , menurunkaneksitabilitas glutamate, emnurunkan konduktan natrium, kalium dan kalsium.

    4. Valporat: Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambangkonduktan kalsium (T) dan kalium.

    5. Levetiracetam: Tidak diketahui6. Gabapetin: Modulasi kalsium channel tipe N7. Lamotrigin: Blok konduktan natrium yang voltage dependent8. Okskarbazepin: Blok sodium channel, meningkatkan konduktan kalium,

    modulasi aktivitas chanel.

    9. Topiramat: Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-Mediatedchloride, modulasi efek reseptor GABA.

    10.Zonisomid: Blok sodium, potassium, kalsium channel. Inhibisi eksitasiglutamate.

    Berikut ini adalah pemilihan obat berdasarkan jenis kejangnya.

    Kejang parsial

    Kejang umum (generalized seizures)

    Toni c-clonic Abscense Myoclonic,

    atonic

    Drugs of

    choice

    Karbamazepin,

    Fenitoin,

    Valproat,

    Karbamazepin,

    Etosuksimid,

    Valproat

    Valproat

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    21/25

    Valproat Fenitoin

    Alternative Lamotrigin,

    Gabapentin,

    Topiramat,

    Tiagabin,

    Primidon,

    Fenobarbital

    Lamotrigin,

    Topiramat,

    Primidon,

    Fenobarbital

    Clonazepam,

    Lamotrigin

    Klonazepam,

    Lamotrigin,

    Topiramat,

    Felbamat

    Prognosis penderita dengan pengobatan lengkap dapat bebas dari kejang

    selama 2 tahun. Bila telah bebas dari kejang selama 5 tahun dapat disebut remisi.

    1/3 pasien dengan pengobatan lengkap tidak mengalami remisi. Sebagian besar

    terjadi remisi pada anak-anak.

    1. Prognosis Medika. Prevalensi epilepsi kronik 1/200 orang: mayoritas epilepsi tidak menjadi

    kronik.

    b. Jika remisi lama (24 bulan) sudah tercapai, maka terjadi penurunanresiko mengalami serangan berikutnya.

    c. Jika serangan terkendali sejak dini oleh obat, maka prognosis sangat baik.2. Prognosis Psikososial

    a. Umumnya pasien dapat hidup secara normal.b. Komunikasi antara dokter, orang tua dan lingkungan sangat penting.c. Salah anggapan dari masyarakat tentang epilepsi tekanan dan stres

    penyandang epilepsi.

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    22/25

    BAB III

    PENUTUP

    A. KESIMPULAN1. Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan gelombang

    beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Jaras

    kesadarannya : masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks cerebri

    menuju ARAS diproyeksikan kembali di korteks cerebri terjadi

    peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran.

    2. Faktor pencetus kejang meliputi faktor sensoris, sistemis, dan mental.3. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari

    sebuah fokus kejang (fokus epileptik).

    4. kejang diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu kejang parsialdan kejanggeneralisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap. Sedangkan

    sinkope diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya.

    5. Differential diagnosis dari kasus pada skenario 1 ini meliputi kejangdemam, petit mal epilepsy, grand mal epilepsy, generalized epilepsy, dan

    status epilepticus.

    6. Prosedur penegakan diagnosis epilepsi meliputi anamnesis, pemeriksaanfisik umum dan neurologis, pemeriksaan penunjang (EEG, pemeriksaan

    radiologis : MRI, CT-scan). Namun pemeriksaan EEG hanya sebagai

    pemeriksaan penunjang bukan sebagai Gold Standar dari epilepsi.

    7. Komplikasi dari kasus pada skenario ini meliputi komplikasi pernapasan,hipertermi, rhabdomyolisis.

    8.

    Penatalaksanaan secara umum menggunakan Obat Anti Epilepsi (OAE).Prognosis penderita dengan pengobatan lengkap dapat bebas dari kejang

    selama 2 tahun. Bila telah bebas dari kejang selama 5 tahun dapat disebut

    remisi. 1/3 pasien dengan pengobatan lengkap tidak mengalami remisi.

    Sebagian besar terjadi remisi pada anak-anak.

    9. Kejang dapat merupakan suatu tanda dari keadaan patologis yang dideritaseorang pasien. Mengenal bentuk kejang yang muncul pada seorang pasien

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    23/25

    sangatlah penting untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat. Epilepsi

    adalah salah satu penyakit yang sering menimbulkan kejang.

    10.Kejang, pingsan maupun histeria adalah bentuk dari gangguan kesadaran.Gangguan kesadaran dapat muncul karena beberapa faktor. Pencegahan

    dan penanganan yang tepat sangatlah penting untuk mengurangi

    komplikasi yang mungkin terjadi.

    B. SARAN1. Mahasiswa perlu menyebutkan sumber data yang digunakan pada saat didkusi.2. Mahasiswa seharusnya jangan hanya membaca tetapi menerangkan pada saat

    menyampaikan pendapat dalam diskusi.

    3. Tutor sebaiknya memberikanfeedback yang baik setelah diskusi usai.

  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    24/25

    DAFTAR PUSTAKA

    Berg AT, Berkovic SF, Brodie MJ, Buchhalter J, Cross JH, van Emde Boas W.

    2010. Revised terminology and concepts for organization of seizures

    and epilepsies: Epilepsia. Feb 26 2010;51(4):676-685.[Medline].

    Report of the ILAE Commission on Classification and Terminology,

    2005-2009.

    Drislane FW, Blum AS, Lopez MR, Gautam S, Schomer DL. 2009. Duration of

    refractory status epilepticus and outcome: Loss of prognostic utility

    after several hours.Epilepsia. Jan 19 2009;[Medline]

    Glauser TA, Cnaan A, Shinnar S, Hirtz DG, Dlugos D, Masur D.2010.

    Ethosuximide, valproic acid, and lamotrigine in childhood absence

    epilepsy.N Engl J Med. Mar 4 2010;362(9):790-9.[Medline].

    Haan de GJ, van der Geest P, Doelman G, Bertram E, Edelbroek P. 2010. A

    comparison of midazolam nasal spray and diazepam rectal solution for

    the residential treatment of seizure exacerbations.Epilepsia. Mar

    2010;51(3):478-82.[Medline].

    Harsono. 2007.Epilepsi edisi 2. Jogjakarta: UGM Press.

    Iyer VN, Hoel R, Rabinstein AA.2009. Propofol infusion syndrome in patients

    with refractory status epilepticus: an 11-year clinical experience.Crit

    Care Med. Dec 2009;37(12):3024-30.[Medline].

    Kania, Nia. 2007. Kejang pada Anak.(Disampaikan pada acara Siang Klinik

    Penanganan Kejang Pada Anak di AMC Hospital Bandung, 12 Februari

    2007)

    Mardjono, Mahar dan Sidharta, Priguna. 1979. Neurologi Klinis Dasar.

    Jakarta:Dian Rakyat

    Mustarsid. 2006. Kuliah: Konsensus Kejang Demam. Surakarta: Bagian Ilmu

    Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RS

    Dr. Muwardi.

    Price, Sylvia A dan Willson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis

    Proses-Proses Penyakit Ed. 6. Jakarta:EGC

    http://www.medscape.com/medline/abstract/20196795http://www.medscape.com/medline/abstract/20196795http://www.medscape.com/medline/abstract/20196795http://reference.medscape.com/medline/abstract/19175387http://reference.medscape.com/medline/abstract/19175387http://reference.medscape.com/medline/abstract/19175387http://www.medscape.com/medline/abstract/20200383http://www.medscape.com/medline/abstract/20200383http://www.medscape.com/medline/abstract/20200383http://reference.medscape.com/medline/abstract/19817813http://reference.medscape.com/medline/abstract/19817813http://reference.medscape.com/medline/abstract/19817813http://reference.medscape.com/medline/abstract/19661801http://reference.medscape.com/medline/abstract/19661801http://reference.medscape.com/medline/abstract/19661801http://reference.medscape.com/medline/abstract/19661801http://reference.medscape.com/medline/abstract/19817813http://www.medscape.com/medline/abstract/20200383http://reference.medscape.com/medline/abstract/19175387http://www.medscape.com/medline/abstract/20196795
  • 8/13/2019 Laporan Tutorial Blok Neurologi Skenario 2

    25/25

    Ropper AH, Samuels MA. 2009.Adams and Victor's Principles of Neurology.

    9th. McGraw Medical;.

    Wheless, James W.2009. Managing Severe Epilepsy Syndromes of Early

    Childhood.Journal of Child Neurology. 8s Aug 2009;24:24s-32s.

    Zupanc ML.2009. Clinical evaluation and diagnosis of severe epilepsy syndromes

    of early childhood.J Child Neurol. Aug 2009;24(8 Suppl):6S-

    14S.[Medline].

    http://reference.medscape.com/medline/abstract/19666878http://reference.medscape.com/medline/abstract/19666878http://reference.medscape.com/medline/abstract/19666878http://reference.medscape.com/medline/abstract/19666878