Resume Skenario 2 Revisi (1)

326
RESUME SKENARIO 2 BLOK 12 Tutorial B Ika Sriwinarti (102010101072) Yonathan Michael Hostiadi (102010101076) Yulia Puspitasari (122010101006) Zahrina Amalia Eka Nurfadilla (122010101007) Raditya Rangga P. (122010101033) Brenda Desy Romadhon (122010101036) Firsty Demi C. (122010101040) Fawziah Putri Maulida (122010101041) Sanggam Atmajaya Nugraha (122010101051) Samiyah (122010101060) Ivan Kristantya (122010101064) Nadia Anggry Liani (122010101074) Henggar Allest Pratama (122010101080) Maulidah Ayuningtyas (122010101089)

description

asdsd

Transcript of Resume Skenario 2 Revisi (1)

Page 1: Resume Skenario 2 Revisi (1)

RESUME SKENARIO 2

BLOK 12

Tutorial B

Ika Sriwinarti (102010101072)

Yonathan Michael Hostiadi (102010101076)

Yulia Puspitasari (122010101006)

Zahrina Amalia Eka Nurfadilla (122010101007)

Raditya Rangga P. (122010101033)

Brenda Desy Romadhon (122010101036)

Firsty Demi C. (122010101040)

Fawziah Putri Maulida (122010101041)

Sanggam Atmajaya Nugraha (122010101051)

Samiyah (122010101060)

Ivan Kristantya (122010101064)

Nadia Anggry Liani (122010101074)

Henggar Allest Pratama (122010101080)

Maulidah Ayuningtyas (122010101089)

Chandra Puspita K.S.P. (122010101093)

Putri Erlinda Kusumaningrum (122010101098)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

Page 2: Resume Skenario 2 Revisi (1)

TUJUAN BELAJAR

Gangguan pada kehamilan

1. Infeksi Intra-uterin : Korioamnionitis2. Infeksi pada kehamilan :TORCH, hepatitis B, Malaria3. Aborsi mengancam4. Aborsi spontan5. Aborsi spontan komplit6. Hiperemesis gravidarum7. Inkompatibilitas darah8. Mola hidatidosa9. Hipertensi pada kehamilan10. Preeklampsia11. Eklampsia12. Diabetes gestasional13. Kehamilan posterm14. Insufisiensi plasenta15. Plasenta previa16. Vasa previa17. Abrupsio plasenta18. Inkompeten serviks19. Polihidramnion20. Kelainan letak janin setelah 36 minggu21. Kehamilan ganda22. Janin tumbuh lambat23. Kelainan janin24. Diproporsi kepala panggul25. Anemia defisiensi besi pada kehamilan

Persalinan dan Nifas

26. Intra-uterine Fetal Death (IUFD)27. Persalinan preterm28. Rupture uteri29. Bayi post matur30. Ketuban pecah dini (KPD)

Page 3: Resume Skenario 2 Revisi (1)

31. Distosia32. Malpresentasi33. Partus lama34. Prolaps tali pusat35. Hipoksia janin36. Rupture serviks37. Rupture perineum tingkat 1-238. Rupture perineum tingkat 3-439. Retensi plasenta40. Inversio uterus41. Perdarahan post partum42. Tromboemboli43. Endometritis44. Inkontinensia urine45. Inkontinensia feses46. Thrombosis vena dalam47. Tromboflebitis48. Subinvolusio uterus

Page 4: Resume Skenario 2 Revisi (1)

GANGGUAN PADA KEHAMILAN

Page 5: Resume Skenario 2 Revisi (1)

INFEKSI INTRA-UTERIN : KORIOAMNIONITIS

Definisi

Korioamnionitis adalah infeksi jaringan membarana fetalis beserta cairan

amnion yang terjadi sebelum partus sampai 24 jam post partum. Insidensi dari

chorioamnionitis adalah 1 – 5% dari kehamilam term dan sekitar 25% dari partus

preterm(1).

Korioamnionitis merupakan inflamasi pada membrane fetal / selaput ketuban

yang merupakan manifestasi dari infeksi intrauterine (IIU). Seringkali berhubungan

dengan pecahnya selabut ketuban yang lama dan persalinan yang lama. Hal ini dapat

dilihat dengan menjadi keruhnya ( seperti awan) selaput membrane.

Selain itu bau busuk dapat tercium, tergantung jenis dan konsentrasi bakteri.

Ketika mono dan leukosit polimononuklear (PMN) menginfiltrasi korion, dalam

penemuan mikroskopik maka hal ini dikatakan korioamnionitis. Sel-sel tersbut

berasal dari ibu. Sebaliknya, jika leukosit ditemukan pada cairan amnion

( amnionitis ) atau selaput plasenta ( funisitis ), sel-sel ini berasal dari fetus.

(Goldenberg and co-workers, 2000).

Sebelum usia 20 minggu, hampir seluruh sel PMN berasal dari ibu, namun

kemudian respon inflamasi berasal dari ibu dan fetus ( Sampson dan kolega, 1997 ).

Pembuktian mikroskopik adanya gambaran struktur inflamasi lebih banyak

ditemukan pada persalianan preterm. Para peneliti menemukan bahwa reaksi

inflamasi dapat bersifat tidak spesifik dan tidak selalu terbukti terjadi infeksi pada

ibu. Sebagai contoh, Yamada dan kolega ( 2000 ) menemukan bahwa cairan yang

terwarna mekonium merupaka penarik kimiawi bagi leukosit. Sebaliknya, Benirschke

dan Kaufmann (2000) mempercayai bahwa korioamnionitis secara mikroskopik

selalu disebabkan infeksi.

Page 6: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Korioamnionitis sering berhubungan dengan rupture membran, kelahiran

preterm, ataupun keduanya. Seing kali sulit dibedakan apakah infeksi terlebih dahulu

atau ruptur membran terlebih dahulu yang terjadi.

Infeksi pada membran dan cairan amnion dapat disebabkan oleh

mikroorganisme yang bervariasi. Bakteri dapat ditemukan melalui amniosintersis

transabdominal sebanyak 20% pada wanita dengan persalinan preterm tanpa

manifestasi klinis infeksi dan dengan membrane fetalis yang intak (Cox dan rekan

kerja, 1996; Watts dan kolega, 1992). Produk viral juga ditemukan (Reddy and

colleagues, 2001).

Infeksi tidak terbatas pada cairan amnion. Pada penelitian yang dilakukan

pada 609 wanita dengan sectio caesarea dengan membrane yang intak, Hauth dan

rekan kerja (1998) mengkonfirmasi bahwa organism dari korioamnion meningkat

secara signifikan dalam persalinan spontan preterm. Proses penyembuhan dari bakter

patogen juga berhubungan secara terbalik dengan usia kehamilan.

Patofisiologi

Jalur bakteri memasuki cairan amnion yang intak masih belum jelas diketahui.

Gyr dan kolega (1994) telah menunjukkan bahwa Escherichia coli dapat

mempenetrasi membrane tang hidup; sehingga, membran bukan barier yang absolut

untuk infeksi ascending. Jalur lain inisiasi bakteri pada persalinan preterm mungkin

tidak membutuhkan cairan amnion. Cox dan rekan kerja (1993) menemukan bahwa

sitokin dan sel-sel mediasi imunitas dapat teraktivasi di dalam jaringan desidual yang

membatasi membrane fetalis. Pada peristiwa ini, produk bakteri seperti endotoksin

menstimulasi monosit desidual untuk memproduksi sitokin, yang kemudian

menstimulasi asam arakidonat dan produksi prostaglandin. Prostaglandin E2 dan F2

bekerja pada parakrin untuk menstimulasi miometrium sehingga berkontraksi.

Page 7: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Manifestasi Klinis

Ruptur membrane yang memanjang berhubungan dengan morbiditas infeksi yang

meningkat (Ho dan kolega, 2003). Jika korioamnionitis terdiagnosis, usaha untuk

mempengaruhi persalinan, pervaginam yang disarankan, segera dimulai. Tanda dan

gejala yang dapat ditemukan :

Demam, suhu di atas 38°C (100.4°F) atau lebih tinggi disertai ruptur

membrane menandakan adanya infeksi.

Leukositosis pada ibu tersendiri ridak ditemukan berhubungan secara

signifikan oleh para peneliti.

takikardia ibu dan takikardia fetus

uterine tenderness

vaginal discharge yang berbau.

Dengan adanya korioamnionitis, morbiditas fetus meningkat secara substansif.

Alexander dan kolega (1998) mempelajari 1367 neonatus dengan berat lahir sangat

rendah yang dilahirkan di Rumah Sakit Parkland. Sejumlah 7 persen dilahirkan olej

wanita dengan korioamnionitis, dan hasil akhir dibandingkan dengan bayi baru lahir

tanpa infeksi secara klinis. Para bayi yang baru lahir dengan grup terinfeksi

mempunyai insidensi yang lebih tinggi menderita sepsis, respiratory distress

syndrome, kejang dengan onset awal, perdaraham intraventrikular, dan leukomalasia

periventrikular.

Para peneliti mengkonklusi bahwa bayi-bayi dengan berat badan sangat

rendah tersebut rentan terhadap perlukaan neurologis karena korioamnionitis. Pada

penelitian lain ( Yoon dan kolega, 2000) menemukan bahwa infeksi intra amnion

pada bayi preterm berhubungan dengan meningkatnya resiko cerebral palsy pada usia

3 tahun. Petroya dan kolega (2001) mempelajari lebih dari 11 juta kelahiran hidup

dari 1995 hingga 1997 yang terdaftar pada National Center for Health Statistics

linked birth-infant death cohort. Selama persalinan, 1,6 persen wanita yang

mengalami demam berhubungan secara erat denga infeksi yang menyebabkan

Page 8: Resume Skenario 2 Revisi (1)

kematian baik bayi term maupu preterm. Bullard dan rekan sejawat (2002)

melaporkan hasil yang sama(2).

Pemeriksaan penunjang

Uji laboratorium untuk diagnosis seperti pemeriksaan hapusan Gram atau

kultur pada cairan amnion biasanya tidak dilakukan. Pemeriksaan amniosentesis

biasanya dilakukan pada preterm labour yang refrakter (supaya dpt diputuskan

apabila tokolisis tetap dilanjutkan atau tidak) dan pada pasien yang PROM (apakah

induksi perlu dilakuka). Indikasi lain dari amniosentesis adalah untuk mencari

diagnosis diferensial dari Infeksi intramnion, prenatal genetic studies, memprediksi

lung maturity. (3)

Tatalaksana

Setelah diagnosis ditegakkan maka percepatan persalinan dan antibiotik

sistemik merupakan terapi pilihan.

Untuk antibiotik empiris biasanya diberikan Ampicillin 2g IV setiap 6 jam

dengan Gentamycin 1,5mg/kgBB. Pemberian antibiotik untuk kuman anaerob seperti

Metronidazole 500mg IV tiap 8 jam atau Clindamycin 900mg IV tiap 8 jam dapat

diberikan apabila pasien direncanankan untuk operasi sectio cesar.(4) Untuk pasien

dengan alergi terhadap penisilin dapat diberikan vancomycin

Pemberian antibiotik ini biasanya diberikan sampai pasien tidak demam dan

asimptomatik selama 24 – 48 jam post partum.

Page 9: Resume Skenario 2 Revisi (1)

PADA KEHAMILAN :TORCH, HEPATITIS B, MALARIA

INFEKSI PADA KEHAMILAN

Etiologi (bakteri, virus, parasit)Infeksi

Menyebabkan morbiditas dan mortalitas cukup tinggi pada ibu dan bayi Hamil sangat peka terhadap infeksi karena:

1. Sistem imun menurun toleransi system imun ibu tehadap bayi2. Perubahan anatomis ginjal dan saluran kemih

Penularan infeksi : intrauterine (transplasental) atau saat persalinan (melalui darah/ amnion)

Infeksi Virus

1. PARVOVIRUS

Gejala klinisa. Umumnya ringan pada usia dewasa (20- 30% tanpa gejala), mungkin

timbul panas dan sakit kepala seperti influenza Kematian janin dalam kandunganBercak merah Eritoderm di muka badan kaki

b. Pada orang dewasa lebih ringan tapi disertai poliartralgia simetrik

Penularana. Saluran napas/ oralb. Viremia setelah 4- 14 hari pasca tercemar

DiagnosaPemeriksaan darah:a. IgM antibodi (10- 12 hari setelah infeksi) menetap selama 3- 6 bulanb. IgG (+) setelah IgM (+)

Pengaruh Kehamilan Terhadap Infeksi

Page 10: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Tidak terdapat bukti bahwa infeksi parvovirus diubah oleh kehamilan (Valeur- Jensen dkk., 1999)

Pengaruh Infeksi Terhadap KehamilanInfeksi janin: berkaitan dengan abortus, hidrops non- imun, dan lahir mati.

Tatalaksanao Pada Bayi:

1. Priksa DNA virus pada air ketuban/ darah bayi (melalui kordosentris)

2. Priksa IgM Antibodi Parvovirus3. Priksa kadar Hb janin4. Evaluasi dopler arteri serebri media untuk memperkirakan anemi

janin5. Transfusi janin pada hidrops dapat memperbaiki hasil akhir

o Pada Ibu dengan USG:

1. Periksa adanya hidrops bayi2. Hitung medulla cerebral arteri mengetahui anemia bayi3. Transfusi intrauterine4. Sonografi serial setiap 2 minggu pada wanita yang baru terinfeksi

2. VARISELA- ZOZTER

Gejala Klinisa. Berawal sebagai gejala mirip flu (1- 2 hari)b. Lesi- lesi vesikuler gatal dan mengalami krustasi (3- 7 hari)c. Pneumonitis pada wanita hamil (5%) muncul 3- 5 hari setelah awitan

penyakit: Demam Takipneu Batuk kering Dipsneu Nyeri pleuritik

PenularanSebelum atau sewaktu pelahiranDiagnosa

Page 11: Resume Skenario 2 Revisi (1)

a. Pada ibu biasanya secara klinisb. Mengisolasi virus mengerok dasar vesikel selama infeksi primer dan

melakukan apusan Tzanck, biakkan jaringan, atau uji antibody fluoresen langsung

c. Teknik amplifikasi asam nukleat pada cairan amnion

Pengaruh Infeksi Terhadap Kehamilan

a. Pada trimester I cacat bawaan (Kariorenitis, atrofi korteks serebri, hidronefrosis, kelainan bawaan pada tulang dan kulit)

b. Kehamilan >20 minggu tidak terjadi sesuatuc. Persalinan sebelum massa inkubasi/ pada persalinan cacat pada usus

dan SSP

Tatalaksana

a. Mengisolasi wanita hamil yang terinfeksi dari wanita hamil lainnyab. Terapi suporatif (beberapa wanita)c. Pneumonia memerlukan cairan IVd. Asiklovir IV (dosis 500mg/ m2 atau 10- 15 mg/ Kg/ 8 jam)e. Pencegahan untuk pre/pasca tercamar: Varicella Zozter Imunoglobulin

(VZIG) 125 U/ 10 KgBB

3. HEPATITIS HBV

Kehamilan tidak memperberat infeksi Akut hepatitis fulminant abortus dan perdarahan pasca

persalinan terjadi karena gangguan pembekuan darah akibat gangguan fungsi hati

Neonatus: pada masa dewasa HBV dan hepatokarsinoma/ serosis hepatis

Predisposisi Penularan:1. Vertikal akibat titer DNA HBV tinggi pada ibu2. Akut pada kehamilan trimester III persalinan lama dan

mutasi HBV Pencegahan: hindari berhubungan seksual dengan pasangan

penderita hepatitis B dan hindari alat atau bahan pada pengidap. Penanganan Kehamilan dan Persalinan:

Page 12: Resume Skenario 2 Revisi (1)

1. Akut jika persalianan pervagina usahakan trauma sekecil mungkin dan rawat bersama spesialis Penyakit Dalam

2. Viral Load meningkat HBIG pada 1-2 bulan sebelum persalinan

3. Jangan biarkan persalingan berlangsung lama penularan intrauterin

4. HbV meningkat (3,5 pg/ ml)/ HbsAg (+) seksio cesaria5. Menyusui tidak masalah

HAVJika fulminan pada infeksi akut perdarahan karena gangguan pembekuan darah

HDV Superinfeksi awalnya terdapat HBV akhir seperti HBV Ko- Infeksi HBV dan HDV bersama- sama, kesembuhan

HEVMeningkat jika terjadi wabah bahaya hepatitis fulminan

4. DEMAM DENGUEMelalui: Aedes aegypti, Aedesalbopictus, Aedes polynesiensis

Gejala Klinis

a. Fase Febril panas tinggi mendadak dan berkesinambungan 2-7 harib. Fase Afebril kesembuhan DF, kritis DHFc. Dangue Sindrom:

DF: panas mendadak bekesinambungan, sakit kepala, nyeri orbita, nyeri otot, sendi, dan tulang belakang

DHF: tourniquet test (+), ptekie/ ekimosis/ purpura, perdarahan DSS: narrow puls press kurang = 20 mmHg

Pengaruh Infeksi Terhadap Kehamilan

a. Kematian janin intrauterineb. Menjelang persalinan:

Page 13: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Transmisi vertical bayi: trombositopeni, panas, hepatomegali, dan gangguan sirkulasi

Perdarahanc. Jauh dari persalinan tidak ada infeksi pada janin

Tatalaksana

a. Hindari persalinan pada massa kritisb. Pengawasan interen dan tindakan obstetrikc. Sebelum penanganan lakukan Informed consent

INFEKSI BAKTERIAL

1. STREPTOKOKUS GRUP A (S. pyogenes)

Pengaruh Infeksi Terhadap Kehamilan

a. Infeksi pasca persalinan (46%)b. Radang otot uterus (28%)c. Peritonitis (8%)d. Abortus septic (7%)

Tatalaksana

Terapi penisilin segera, sering disertai debridement bedah mungkin menyelamatkan nyawa

2. STEPKOKUS GRUP B

Gejala Klinis : Bisa asimtomatik atau sepsis

Penularan : Transmisi intrapartum sepsis neonatal pada massa nifas

Pengaruh Infeksi Terhadap Kehamilan

a. Kelahiran prematureb. Ketuban pecah dinic. Koriomnitisd. Fetal/ neonatal infeksi:

Page 14: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Distress respirasi, apneu, syok ( timbul dalam 6- 12 jam setelah lahir dan menetap selama 7 hari)

Awitan lambat GBS: meningitis 1 minggu sampai 3 bulan setelah lahir

Tatalaksana

Antibiotik derifat penisilin, apabila alergi menggunakan klindamisin atau eritomisin:a. Pada persalinan < 37 minggub. Ketuban pecah 18 jam atau lebihc. Temperatur ibu > 380

3. DEMAM TIFOID

Gejala klinis : panas lama dan tinggi

Penularan : berkaitan dengan kemiskinan, sanitasi, higene rendah, pengetahuan rendah

Pengaruh kehamilan terhadap infeksi : kehamilan tidak mempengaruhi prognosis penyakit

Pengaruh infeksi terhadap kehamilan

a. Keadaan umum jelekb. Keguguranc. Persalinan prematured. Kematian janin intrauterine (trimester I dan II)

Tatalaksana

a. Pencegahan sanitasi dan higeneb. Antibiotik:

Kloramfenikol, Tiamzenikol (hati- hati karenan menekan fungsi sumsum tulang)

Florokuinolon dan sefalosporin generasi tiga IV Azirtromisin

Page 15: Resume Skenario 2 Revisi (1)

INFEKSI PROTOZOA

1. MALARIAGejala Klinis:1. Demam menggigil2. Malaria berat, ada salah satu tanda dari:

Gangguan kesadaran Kelemahan umum Kejang Panas sangat tinggi Mata dan tubuh kuning Perdarahan hidung, gusi, saluran cerna Urin the Oligouri Pucat

Pada Kehamilan (terutama trimester II): Panas tinggi sampai menggigil Anemia menjadi parah karena hemolisis akibat kekurangan asam

folat Spleinomegali Malaria Berat

PenularanMelalui gigitan nyamuk Anopheles yang mengandung plasmodium Vivax, Ovale, Falciparum atau Malarie.

Diagnosaa. Anamnesis Riwayat sakit malariab. Klinis Demam, menggigil, atau terdapat tanda malaria beratc. Identifikasi parasit dengan mengevaluasi apusan darahd. Uji antigen spesifik- malaria

Pengaruh Infeksi Terhadap Kehamilana. Panas tinggib. Fungsi plasenta menurunc. Hipoglikemi

Page 16: Resume Skenario 2 Revisi (1)

d. Anemie. Abortusf. Prematuritasg. Lahir matih. Insufisiensi plasentai. Pertumbuhan janin terhambatj. Bayi kecilk. Berpengaruh pada bayi: panas, irritable, problem menyusui,

hepatospleinomegali, icterus

Tatalaksanaa. Pada Kehamilan:

Klorokuinolon Resisten- klorokuin Kinin plus klindamisin hati- hati

hipoglikemia Malaria parah atau berpenyulit kuinidin glukonat secara

parenteral efek samping: kardiotoksisitasb. Kontraindikasi: Primakuin, tetrasiklin, doksisiklin, halofantinc. Penanganan Persalinan:

Panas ibu dikontrol kompres dingin Cairan hindari kelebihan/ kekurangan Jika perlu induksi parsial atau cesaria

2. TOXOPLASMOSISGejala Klinisa. Pada sebagian kasus: lesu, demam, nyeri otot, kadang ruam

makulopapuler, dan limfadenopati serviks posteriorb. Dengan gangguan imunitas: parah disertai reaktifasi yang menyebabkan

ensefalitis atau lesi massa

Penularana. Konsumsi daging mentah yang terinfeksi kistab. Kontak dengan ookista tinja kucing (dalam air, tanah, atau sampah)c. Infeksi oleh lalat/ lipas pembawa protozoa

Diagnosa

Page 17: Resume Skenario 2 Revisi (1)

a. Tes aviditas untuk antibody IgG toksoplasma yang digunakan dalam pemeriksaan serum ibu

b. Antibodi IgA dan IgEc. Toxoplasma Serologic Profile: Uji pewarna Sabin Feldman, double-

sandwich IgM ELISA, ELISA IgA dan IgG, uji aglutinasi deferensial d. Teknik Amplifikasi PCR cairan amnion atau darah janine. Sonografi: kalsifikasi intrakranium, hidrosefalus, kalsifikasi hati, dan

hambatan pertunbuhan janin

Pengaruh Infeksi Terhadap Kehamilana. Persalinan kurang bulanb. Pada neonates: penyakit generalisata dengan BBLR,

hepatospleinomegali, ikterus, anemia, kelainan neurologis primer, kalsifikasi intrakranium, hidrosefalus atau mikrosefalus, trias klasik (koriorenitis, kalsifikasi intrakranium, hidrosefalus+kejang)

Tatalaksanaa. Kehamilan dengan infeksi akut:

Spiramisin (2 -4 g/ hari) peroral dalam 4 dosis 3 minggu diulang setelah 2 minggu sampai kehamilan aterm

Piremitamin setiap 3-4 hari hati- hati teratogenik Sulfadiazin hati- hati reaksi hematuri dan hipersensitifitas

b. Toxoplasma Konginetal: Sulfadiazin (50- 100 mg/ Kg/ hari) Piremitamin (tiap 2- 4 hari selama 20 hari) + injeksi IM asam

folinik (5 mg tiap 2- 4 hari) untuk mengatasi efek toksik dihentikan ketika anak usia 1 tahun

c. Profilaksis Makan semua sayuran dan daging yang dimasak:900 dalam 30

detik, 800 dalm 1 menit, dan 700 dalam 2 menit Skreening serologi bulanan

Page 18: Resume Skenario 2 Revisi (1)

INFEKSI SIFILIS PADA IBU HAMIL

DefinisiSifilis merupakan penyakit menular seksual (PMS) yang biasa dikenal dengan

raja singa.Sifilis dapat menular pada bayi yang dikandung secara transplasenta dan menimbulkan kecacatan, penyebabnya adalah treponema pallidum.Sifilis merupakan penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh troponema pallidum yang dapat mengenai seluruh organ tubuh, mulai dari kulit, mukosa, jantung hingga susunan saraf pusat, dan juga dapat tanpa manifestasi lesi di tubuh. Infeksi terbagi atas  beberapa fase, yaitu sifilis primer, sifilis sekunder, sifilis laten dini dan lanjut, serta neurosifilis (sifilis tersier). Sifilis umumnya ditularkan lewat kontak seksual, namun juga dapat secara vertical pada masa kehamilan.

Etiologia) Sifilis disebabkan oleh triponema palidum, spiroket yang menginfeksi mukosa

sampai timbulnya kanker membran.b) Lama masa inkubasi, dari waktu pajanan sampai timbulnya kanker primer,

bergantung pada jumlah microorganism yang menetap saat infeksi dan berapa lama organism ini bereplikasi. Spiroket membutuhkan 33 jam untuk bereplikasi dibandingkan bakteri yang hanya memerlukani beberapa menit untuk bereplikasi.

c) inkubasi pada tahap primer adalah 10-90 hari setelah kontak, rata-rata 21 hari. Tanda dan gejala sembuh dengan spontan dalam 3 minggu tanpa terapi.

d) Inkubasi pada tahap sekunder adalah 17 hari samapai 6 bulan setelah kontak, rata-rata 2,5 bulan. Bila sifilis tidak diobati tanda dan gejala sembuh secara spontan dalam 2-8 minggu, dengan rata-rata 4 minggu.

e) Tahap laten dimulai setiap lesi sekunder hilang.f) Individu dinyatakan infeksius bila muncul salah asatu lesi primer atau

sekunder.Respon antibody awal adalah IgM, dan dalam 2 minggu IgM berubah menjadi IgG.

Gejala KlinikPada kehamilan gejala klinik tidak banyak berbeda dengan keadaan tidak

hamil, hanya perlu diwaspadai hasil tes serologi sifilis pada kehamilan normal bisa memberikan hasil positif palsu.Transmisi treponema dari ibu ke janin umumnya terjadi setelah plasenta terbentuk utuh, kira – kira sekitar umur kehamilan 16 minggu.Oleh karena itu bila sifilis primer atau sekunder ditemukan pada kehamilan

Page 19: Resume Skenario 2 Revisi (1)

setelah 16 minggu, kemungkinan untuk timbulnya sifilis congenital lebih memungkinkan. Tahap primer menunjukan ciri-ciri berikut :

1. Lesi primer adalah syanker: papula kecil yang membentuk jalan masuk dan menghancurkan diri untuk membentuk ulserasi superficial yang tidak nyeri, san berakhir selama 5 minggu dan sembuh secara spontan. Lesi ini sehingga luput dari deteksi. Lesi mungkin satu atau banyak.

2. Sekitar 70% kasusu terjadi duseminata dari jalan masuk infeksi ke kelenjar limfe yang menyebabkan pembesaran kelenjar limfe pada lipatan paha dan axila yang diikuti pembesaran kelenjar limfe yang lain (bubo-satelit), nyeri tekan dan berbatas tegas.

Tahap sekunder disebabkan diseminata hematogen yang berasal dari drainase kelenjar limfe regional. Tahap sekunder ditandai dengan kondisi berikut:a) Ruam kulit yang menyeluruh, bilateral, tidak gatal, dan tidak nyeri tampak

hamper diseluruh tubuh , namun terutama di membrane mukosa, telapak tangan dan telapak kaki. Ruam yang muncul bias berupa salah satu atau semua bentuk lesi berikut:- Macula datar, berwarna tembaga- Papula eritematosa, berkerak- Pustule

b) Tampilan ruam dalam mulut berupa erosi putih yang disebabkan dengan “tempelan mukosa”.

c) Lesi lecet yang berkombinasi dengan kondiloma latum yang terbentuk pada area tubuh yang lembab, seperti area vulva dan perianal. Lesi ini berupa sekelompok kecil veruka datar yang tertutup oleh eksudat keabu-abuan; lesi ini sangat infeksius. Jangan keliru membedakan lesi ini dengan kondiloma akuminata, veruka eksternal yang disebabkan oleh HPV.

d) Gejala sistemik yang biasa terjadi:- Adenopati yang menyeluruh- Demam, malaise, letargi dan sakit kepala- Anoreksia dan penurunan berat badan- Alopesia terjadi dimana saja pada tubuh.

Tahap laten terjadi setelah manifestasi sifilis sekunder hilang tanpa terapi. Spiroket yang tinggal dalam keadaan dorman ditubuh dan termanifestasi sendiri beberapa tahun kemudian seiring degenerasi banyak organ. Spiroket dapat didiagnosis dengan uji laboratorium saat tidak ada manifestasi klinis, terutama

Page 20: Resume Skenario 2 Revisi (1)

bila riwayat pejanan telah diketahui atau terdapat riwayat lesi primer atau sekunder.

Dengan gejala:

- Luka primer didaerah genetalia atau tempat lain seperti dimulut dari sekitarnya. Pada lues sekunder kadang – kadang timbul kondiloma lata. Lues laten dan sudah lama dapat menyerang organ tubuh lainnya.

- Pemeriksaan serologis reaksi wassermann dan VDRL.- Kelahiran mati atau anak yang lalu dengan lues congenital merupakan petunjuk

bahwa ibu menderita sifilis.

Pemeriksaan Penunjang1) Rapid plasma regain (RPR)

- Uji RPR bukan merupakan uji titer; RPR tidak menunjukkan kadar antibody.

- Sekali positif, RPR tetap positif seumur hidup.- Uji ini lebih sensitive dari pada VDRL dalam mendeteksi infeksi aktif

selama fase awal.- Positif-palsu bias terjadi virus,vaksinasi, imunisasi, dan beberapa

penyakit, seperti malaria dan frambusia.- Uji pou positif harus dipertimbangkan sebagai dugaan adanya sifilis,

sampai uji kedua uji yang berbeda dilakukan.2) VDRL

- Sekali positif  VDRL tetap positif seumur hidup. - Positif-palsu bias terjadi virus,vaksinasi, imunisasi, dan beberapa

penyakit, seperti malaria dan frambusia.- Uji pou positif harus dipertimbangkan sebagai dugaan adanya sifilis,

sampai uji kedua uji yang berbeda dilakukan- Hasil positif palsu biasanya kurang dari 1:8- Uji VDRL dinyatakan sebagai titer tidak seperti uji RPR - Kadar VDRL rendah menunjukkan terapi yang efektif; kadar VDRL yang

tinggi menunjukkan infeksi aktif.- Sekali pasien pernah mengidap sifilis seluruh uji darah akan positif.

VDRL merupakan uji yang sangat bermanfaat untuk tindak lanjut atau diagnosis ulang.

3) Antibody treponema fluoresens (fluorescent treponema antibody, FTA)

Page 21: Resume Skenario 2 Revisi (1)

- Uji FTA langsung pada eksudat lesi atau jaringan memberikan bukti spesifik untuk mendiagnosis sifilis, uji ini mengidentifikasi organism treponema.

- Sekali positif, hasil uji akan tetap positifdalam waktu yang lama, mungkin seumur hidup.

- Pemeriksaan microscopis lapang-gelap (dark-field). Pemeriksaan serum pada lesi dengan menggunakan microskop lapang gelap merupakan metode definitive untuk mendiagnosis sifilis tahap awal, dan juga mengidentifikasi organisme Treponema.

Diagnosis1) Luka primer di daerah genital/tempat lain seperti di mulut. Pada lues sekunder kadang timbul kondiloma lata. Lues laten dan telah lama dapat mengenai organ tubuh lainnya.2) Pemeriksaan serologis : reaksi wasermann dan VDRL.3) Kelahiran mati atau anak yang lalu dengan lues congenital merupakan petunjuk bahwa ibu menderita sifilis.

Diagnosis Banding1) Indicator bahwa pasien mengidap sifilis2) Diagnosis gonore, klamidia atau keduanya.3) Pasien menunjukan kekhawatiran bahwa pasien mungkin mengidap infeksi menular seksual (IMS)

PenatalaksanaanProgramkan VDRL atau RPR untuk semua pasien atas kunjungan awal prenatal.1. Bila uji RPPR positif, pasien mungkin mengidap atau mungkin tidak mengidap

sifilis.a. Programkan uji FTA  bila tidak terdapat riwayat sifilis sebelumnya.

- Bila uji FTA negative dan tidak ada tanda atau gejala klinis, pasien dianggap gejala sifilis.

- Bila FTA positif, lakukan uji VDRL. Pasien mungkin memerlukan rangkaian VDRL untuk melacak titer. Juga dapatkan kultur spesifik untuk gonore dan klamidia.

b. Tanyakan kepada pasien mengenai kemungkinan pajanan, riwayat atau adanya tanda dan gejala.

Page 22: Resume Skenario 2 Revisi (1)

- Yakinkan pasien bahwa RPR positif belum tentu menunjukan sifilis .untuk menyingkirkan hasil RPR positif palsu, tunggu hasil FTA atau VDRL.

- Bila factor tersebut muncul, anjurkan pasien datang untuk pemeriksaan fisik dan untuk melihat adanya tanda lesi primer dan sekunder.

Pengobatan- Berikan penisilin yang merupakan satu-satunya terapi untuk sifilis selama

kehamilan karena obat ini melewati sawar plasenta.- Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum

hamil atau pada triwulan 1 untuk mencegah penularan pada janin.- Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL,

bila perlu diobati.- Terapi (kolaborasi dengan ahli kandungan ).- Suntikan penicillin G secara IM sebanyak 1 juta satuan /hr selama 8-10 hari.- Obat peroral penicillin dan eritromisin.- Lues congenital pada neonatus : penicillin G 100.000 satuan / kg BB

Page 23: Resume Skenario 2 Revisi (1)

INFEKSI GONOROEA PADA IBU HAMIL

DefinisiGonore adalah IMS yang disebabkan oleh diplokokus intrasel gram-negatif

anaerob Neisseria gonorrhoeae.Gonorea adalah semua infeksi yang disebabkan oleh neisseria gonorrhea. N.

gonorrrhoeae dibawah mikroskop cahaya tampak sebagai diplokokus berbentuk biji kopi dengan lembar 0,8 µm dan bersifat tahan asam. Kuman ini bersifat gram negative, tampak diluar dan di dalam leukosit polimorfnuklear, tidak dapat bertahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahanpada suhu di atas 39° C, dan tidak tahan zat desinfektan.

Etiologi 1) Organisme gonokokus (gonokokus, GC) adalah bakteri diplokokus berbentuk

kacang-kacang merah, yang bersifat patogen pada epitel. Lokasi infeksi yang umum mencakup :- Orofaring - Konjungtiva mata - Uretra pria- Saluran reproduksi wanita. GC menetap dalam vagina hingga menstruasi,

saat kanalis serviks terbuka, dan kemudian naik ke uterus serta tuba falopi.- Rektum

2) Infeksi sebelumnya memberikan antibody, namun bukan imunitas. Baik virulensi bakteri maupun daya tahan tubuh individu bervariasi.

Gejala KlinikPerjalanan penyakit: awitan terjadi 3-7 hari setelah masa menstruasi pertama mengikuti perjalanan. Gejala mulai mereda 7-10 hari kemudian dan biasanya lenyap setelah 21 hari tanpa terapi ( lebih cepat mereda dengan terapi ). Gonorea akut:

Gejala klinis: disuria, uretritis, servisitis, dan kolpitis dengan keputihan banyak seperti nanah encer, berwarna kuning atau kuning hijau. Bila penakit ini lebih meluas dapat menyebabkan vovokolpitis dan bartolinitis akut. Gonorea kronik

Penyakit menjalar keatas: endometritis, endosalpingitis, dan pelveoperitonitis. Apabila kuman masuk kedalam aliran darah akan timbul arthritis dan endokaditis.

Page 24: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Gambaran klinik dan perjalanan penyakit pada perempuan berbeda dari pria.hal ini disebabkan perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan perempuan.Gonorea pada perempuan kebanyakan asimptomatik sehingga sulit menentukan masa inkubasinya.

Infeksi gonorea selama kehamilan telah diasosiasikan dengan pelvic inflammatory disease (PID).Infeksi ini sering ditemukan pada trimester pertama sebelum korion berfusi dengan desidua dan mengisi kavum uteri.Pada tahap lanjut, neisseria gonorrhoeae diasosiasikan dengan ruptur membrane yang prematur, kelahiran prematur, koriamnionitis, dan infeksi pascapersalinan. Konjungtivitis gonokokal (ophthalmia neonatorum), manifestasi tersering dari infeksi perinatal, umumnya ditransmisikan selama proses persalinan. Jika tidak diterapi, kondisi ini dapat mengarah pada perforasi kornea dan panof talmitis.Infeksi neonatal lainnya yang lebih jarang termasuk meningitis sepsis diseminata dengan artritis, serta infeksi genital dan rectal.

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium dilakukan dengan memeriksa hapusa uretra atau

serviks dengan metode blue atau gram.Hasil yang positif bila dijumpai banyak sel nanah serta diplokokus intra dan ekstraseluler. Lebih baik lagi bila dilakukan pembiakan (kultur) dan sekaligus uji kepekaan kuman.Untuk perempuan hamil dengan resiko tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining terhadap infeksi gonorea pada saat datang untuk pertama kali antenatal dan juga pada trimester ketiga kehamilan. Akan tetapi, perlu diingatkan pemberian golongan kuinolon pada perempuan hamil tidak dianjurkan.

DiagnosisGonorea dapat dipastikan dengan menemukan N. gonorrhoeae sebagai penyebab, baik secara mikroskopik maupun kultur (biakan). Sensiyivitas dan spesifisitas dengan pewarnaan gram dari sediaan serviks hanya berkisar 45 – 65 %, 90 – 99%, sedangkan sensitivitas dan spesifitas dengan kultur sebesar 85 – 95% ,> 99%. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis  gonorea pada perempuan perlu dilakukan kultur. Secara epidemiologis pengobatan yang dianjurkan untuk infeksi gonorea tanpa komplikasi adalah pengobatan dosis tunggal. Pilihan terapi yang direkomendasikan oleh CDC adalah sefiksim 400 mg per oral, seftriakson 250 mg intramuscular, siprofloksasin 500 mg per oral, ofloksasin 400 mg per oral, levofloksasin 250 mg per oral, atau spektomisin 2 g dosis tunggal intramuscular.

Page 25: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Diagnosis BandingDiagnosis harus dipertimbangkan dan disingkirkan, tergantung pada sisi yang terinfeksi gonokokus.- Uretra : singkirkan dugaan ISK  atau klamidia - Serviks, vagina, dan kelenjar bartholin : singkirkan dugaan infeksi

nongonokokus, terutama clamidia.- Endometrium atau endosalping : singkirkan dugaan kondisi berikut ini:

Nyeri ligamen teres Diverticulitis Apendisitis Kehamilan ektopik Aborsi sepsis Endometriosis panggul Batu ginjal

Penatalaksanaan1) Diagnosis penyakit dengan memriksa kultur GC serviks atau uretra bila ada

tanda dan gejala uretritis.2) Lakukan kultur GC serviks bila terdapat kondisi berikut :

Bila ada tanda dan gejala gonore Bila pasien didiagnosis  sifilitis atau clamidia Bila pasien menunjukkan kekhawatiran bahwa ia mungkin terkena infeksi

menular seksual ( IMS ).3) Bila uji kultur positif, lakukan prosedur berikut ini :

- Dapatkan hasil VDRL untuk menyingkirkan dugaan sifilis sebelum pengobatan diberikan.

- Pertimbangkan untuk mengobati pasien di klinik. Beritahukan kasus ini ke departemen kesehatan subbagian infeksi dan pengobatan.

4) Ikuti pengobatan standart yang direkomendasikan oleh CDC :1. Pasien yang tidak hamil

- Rekomendasikan 125 mg Rocephin ( seftriakson ) IM dalam dosis tunggal atau 400 mg ofloksasin per oral dalam dosisi tunggal, diikuti dengan 1 g zithromax ( azitromisin ) per oral dalam dosis tunggal atau  100 mg doksisiklin per oral, 2 kali/hari selama 7 hari.

- Regimen pengganti

Page 26: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Rekomendasikan 2 g spektinomisin IM dalam dosis tungal, diikuti dengan salah satu pemberian 1 g zithtromax per oral dalam dosis tunggal atau 100 mg doksisiklik per oral, 2 kali per hari selama 7 hari.

Bila infeksi terjadi pada individu yang tidak terbukti resisten terhadap penisilin , berikan 3 g amoksilin per oral disertai 1 g probenesid, diikuti 100 mg doksisiklik per oral, 2 kali per hari selama 7 hari.

2. Pasien hamil : berikan 125 mg rochepin IM dalam dosis tunggal atau 2 g spektinomisin IM dalam dosis tunggal, diikuti dengan pemberian 1 g zithromax per oral dalam dosis tunggal atau 500 mg amoksisilin per oral, 3 kali per hari selama 7 hari..

5) Setelah pengobatan, tindak lanjut dengan tindakan berikut : Kultur ulang serviks setelah terapi dilakukan pada waktu berikut:

- Satu minggu setelah pengobatan selesai.- Diagnosis gonore selama kehamilan.- Kultur ulang serviks dalam 1 bulan taksiran partus (TP) untuk

membuktkan kesembuhan atau menyingkirkan dugaan reinfeksi sebelum pelahiran.

- Kultur ulang serviks pada kunjungan pascapartum minggu ke – 6 Bila hasil positif kapanpun, obati ulang pasien, jelaskan kepada pasien

mengenai diagnosisnya, berikan pendidikan kesehatan mengenai gonokokus, dan tekankan pentingnya menyelesaikan pengobatan dan tindakan tindak lanjut.

Hubungi pasangan seksual pasien ( segala usaha harus dilakukan ) dan konfirmasikan pengobatan pasien atau pasangan kepada departemen kesehatan.

6) Bila gonore didiagnosis selama kehamilan - Pastikan dokter anak atau perawat praktisi neonates memberitahukan

diagnosis bayi setelah pelahiran.- Waspadai tanda-tanda PRP GC pada pasien pascapartum dan

konsultasikan dengan dokter bila terjadi.

Pengobatan Penisilin prokain G: 2,4 juta satuan perhari selama 2-4 hari Eritromisin 4 x 0,5 per hari selama 5-10 hari Suami juga perlu diperiksa kalau perlu diobati juga

Page 27: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Obat – obat antibiotika spectrum luas lainnya Profilaksis bayi 1% atau salep garamisin atau penisilin.

Page 28: Resume Skenario 2 Revisi (1)

ABORSI MENGANCAM

BATASAN

Berakhirnya kehamilan pada umur kehamilan < 20 minggu atau berarti janin < 500

Gram (Williams, Obstetric: beberapa Negara Eropa masih menggunakan definisi kurang dari

1000 gram)

KLASIFIKASI

I. Menurut Pengolongan Jenis :

1. Abortus Spontan : terjadi denghan sendirinya

2. Abortus Provokatus : disengaja

a. Abortus Terapetikus : dengan alas an kehamilan membahayakan ibunya atau

janin cacat

b. Abortus Provokatus Kriminalis : tanpa alas an medis yang sah

II. Menurut derajat / tingkat :

1. Abortus Iminens : abortus yang membakat ditandi dengan perdarahan pervaginam

yang minimal, tetapi portio uteri (kanalis servikalis) masih tertutup.

2. Abortus Insipiens : pembukaan servik yang kemudian diikuti oleh kontraksi uterus

namun buah kehamilan belum ada yang keluar.

3. Abortus Inkomplet : biasanya ada pembukaan serviks, sebagian hasil konsepsi sudah

keluar (plasenta) sebagian masih tertahan di dalam rahim. Biasanya diikuti

perdarahan hebat.

4. “missed Abortion” : tertahannya hasil konsepsi yang telah mati dalam rahim selamat

≥ 8 minggu. Ditandai dengan tinggi fundus uteri yang menetap bahan mengecil.

Biasanya tidak diikuti tanda-tanda abortus seperti perdarahan, pembukaan servik.

5. Abortus Habitualis : adalah abortus spontan 3 kali atau lebih secara berturut-turut.

6. Abortus Infeksious : Abortus : Abortus yang mengalami infeksi.

Page 29: Resume Skenario 2 Revisi (1)

ETIOLOGI

1. Ovum patologi (Blighted Ovum)

Embrio degenerasi yang kadang-kadang disertai pertumbuhan plasenta abnormal

2. Kromosom abnormal

Misalnya monosomia dan trisomia

3. Kelainan pada sel telur dan sperma

Spermatozoa maupun sel telur yang mengalami ‘aging process’ sebelum fertifikasi akan

meningkatkan insiden abortus

4. Kondisi rahim yang tidak optimal

Gangguan control hormonal dan factor-faktor endokrin lain yang berhubungan dengan

persiapan uterus dalam menghadapi proses implantasi dan penyediaan nutrisi janin:

gangguan pada copus luteum

5. Penyakit ibu.

Penyakit kronis : hipertensi, diabetes mellitus, keganasan.

Penyakit Infeksi : toksoplasmosis, rubella, sifilis.

6. Malnutrisi

7. Inkompatibilitas Rhesus.

Reaksi antara Rh dan anti Rh menyebabkan proses autoimunologik sehingga terjadi

eritoblastosis fetalis

8. Laparotomi.

Makin dekat lokasi pembedahan ke organ pelvis, kemungkinan abotus meningkat.

9. Organ repoduksi abnormal.

Mioma uteri, inkompetensia serviks, septum uteri

10. Trauma fisik dan jiwa

Rasa frustasi, kepribadian prematur

11. Keracunan

Tembakau, alcohol, radiasi.

12. Cervix Incompeten

PATOFISIOLOGI

Page 30: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Perubahan patologi dimulai dari perdarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis

jaringan sekitar. Selanjutnya sebagian atau seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim.

Keadaan in merupakan benda asing bagi rahim sehingga merangsang kontraksi rahim untuk

terjadi ekspulsi. Bila ketuban pecah terlihat maserasi janin bercampur air ketuban. Seringkali

fetus tak tampak dan in idisebut “blighted ovum”

KOMPLIKASI

1. Perdarahan : Mengakibatkan anemi syok dan syok hipovolemik

2. Infeksi : Abortus infeksi dan sepsis

GEJALA KLINIS

1. Perdarahan

a. Berlangsung ringan sampai dengan berat

b. Perdarahan pervaginam pada abortus imminen biasanya ringan berlangsung berhari-

hari dan warnanya merah kecoklatan

2. Nyeri

a. “cramping pain”. Rasa nyeri seperti pada waktu haid di daerah suprasimfiser,

pinggang dan tulang belakang yang bersifat ritmis.

3. Febris

a. Menunjukkan proses infeksi antra genital, biasanya disertai lokia berbau dan nyeri

pada waktu pemeriksaan dalam.

DIAGNOSIS,GEJALA KLINIS DAN PENATALAKSANAAN

Diagnosis Gejala Klinis Penatalaksanaan

1. Abortus Imminen - (Ada) amenore

- (Ada) tanda-tanda hamil muda

- Perdarahan pervaginam, nyeri-

nyeri (cramping pain)

- V.T (pemeriksaan dalam:

- Istirahat – tirah baring

- Tokolitik : isoxuprine tiap

8 jam

- Preparat progesterone 2-

3X1tab setiap 8 – 12 jam

Page 31: Resume Skenario 2 Revisi (1)

ostium uteri menutup - Antiprostaglandin 500mg

setiap 8 jam

2. Abortus Insipiens - Pendarahan pervaginam nyeri

(his)

- VT : ostium uteri menipis dan

terbuka ketuban menonjol

Buah kehamilan utuh

- Kuret atu drip oxytocin

bila kehamilan lebih dari

12 minggu dilanjutkan

- Methylergometthrine

maleat 1tab, setiap 8 jam

selama 5 hari

- Amoxyciline 500 mg

setiap 6 jam selama 5 hari

Page 32: Resume Skenario 2 Revisi (1)

ABORSI SPONTAN KOMPLIT

Abortus Spontan Komplit

abortus yang hasil konsepsi (desidua dan fetus) keluar seluruhnya sebelum usia kehamilan 20 minggu.

ETIOLOGI

1. 48% karena abnormalitas ovum2. Obat yang bersifat uterotonik3. Endokrin hipertiroidisme, diabetes melitus, 4. infeksi5. Faktor ibu: hipoplasia uteri, uteri bikornus, uterus retrofleksi6. gangguan perfusi plasenta

Faktor Resiko

1. Umur ibu >35 tahun2. multipara. resiko 6% pada kehamilan pertama, 16% pada kehamilan kedua,

dan terus meningkat pada kehamilan berikutnya3. Merokok4. Alkohol

GAMBARAN KLINIS

1. Perdarahan per vagina2. nyeri tumpul abdomen di regio suprapubik. Akan hilang setelah semua hasil

konsepsi keluar3. pembukaan serviks +4. uterus tidak terpalpasi

DIAGNOSIS

1. Ditentukan berdasarkan tanda dan gejala klinis

Page 33: Resume Skenario 2 Revisi (1)

2. Periksa kadar HCG dan USG untuk menyingkirkan DD KET

Tata Laksana

1. Memastikan abortus yang terjadi adalah abortus komplet dengan USG

2. Manajemen perdarahan. Beri tablet Fe, rehidrasi, atau trannsfusi sesuai dengan perdarahan yang terjadi

Page 34: Resume Skenario 2 Revisi (1)

ABORTUS INKOMPLIT

A. KONSEP ABORTUS SPONTAN

1. Pengertian

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat – akibat tertentu pada atau sebelum

kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di

luar kandungan (Prawirohardjo,2006).

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20

minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin mampu hidup diluar kandungan

(Nugroho,2010)

Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi dari luar untuk

mengakhiri kehamilan tersebut, terminologi umum untuk masalah ini adalah keguguran

seperti abortus imminens, insipiens, komplit, inkomplit, dan missed abortion. Sedangkan

abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk

mengakhiri proses kehamilan, terminologi untuk keadaan ini adalah pengguguran, aborsi atau

abortus provokatus (Prawirohardjo,2006).

2. Manifestasi klinis

Karena abortus spontan banyak jenisnya maka untuk lebih memudahkan berikut beberapa

macam abortus dan manifestasi klinisnya :

Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Abortus (Manuaba,2007)

Jenis abortus Manifestasi klinisnya

Abortus imminen a. Terasa nyeri / kram ringan pada abdomen

b. Disertai perdarahan ringan, encer

c. Perdarahan bercak, dan sedang

d. Pemeriksaan dalam/spekulum:

1) Servik tertutup

2) Hegar positif

3) Piskacek positif

4) Chadwieck positif

Page 35: Resume Skenario 2 Revisi (1)

e. Pembesaran uterus sesuai usia kehamilan

f. Hasil konsepsi masih dalam uterus

g. Tes kehamilan positif

Abortus insipien

a. Terasa nyeri / kram berat

b. Perdarahan banyak bahkan disertai gumpalan

c. Pemeriksaan dalam :

1) Servik membuka

2) Ketuban menonjol

3) Terasa kontraksi uterus berlanjut

d. Pembesaran uterus sesuai usia kehamilan

e. Belum terjadi ekspulsi hasil konsepsi

f. Tes kehamilan mungkin masih positif

Abortus inkomplit

a. Nyeri hebat

b. Perdarahan banyak

c. Sudah terjadi abortus dengan mengeluarkan jaringan tetapi sebagian masih berada di dalam

uterus

d. Pemeriksaan dalam :

1) Servik masih membuka, mungkin teraba jaringan sisa

2) Perdarahan mungkin bertambah setelah pemeriksaan dalam

e. Pembesaran uterus sesuai usia kehamilan

f. Tes kehamilan mungkin masih positif akan tetapi kehamilan tidak dapat dipertahankan.

Abortus komplit a. Nyeri perut sedikit

b. Ekspulsi total jaringan hasil konsepsi

c. Perdarahan sedikit

d. Pemeriksaan dalam

1) Servik terbuka sedikit terkadang sudah menutup

2) Jaringan kosong

3) Perdarahan minimal

e. Uterus besarnya kecil dari usia kehamilan

Page 36: Resume Skenario 2 Revisi (1)

f. Tidak ada lagi gejala kehamilan dan tes kehamilan negative

Abortus tertunda (missed abortion) a. Janin sudah meninggal dalam rahim tetapi tidak

dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.

b. Tanpa ada rasa nyeri

c. Perdarahan bisa ada, bisa tidak

d. Payudara terasa mengecil

e. Hilangnya tanda – tanda kehamilan

g. Berat badan ibu menurun

h. Besar uterus lebih kecil dari umur kehamilan

Abortus sepsis a. Disertai rasa nyeri dan panas

b. Perdarahan ringan dari jalan lahir dan berbau

c. Rahim terasa nyeri saat perabaan

d. Adanya tanda – tanda infeksi pada genitalia

Abortus habitualis Abortus spontan yang terjadi 3 kali berturut – turut atau lebih

Gb. 2.1 Kondisi rahim sesuai dengan jenis abortus (Prawirohardjo,2006)

3. Etiologi

Abortus inkomplit merupakan salah satu abortus spontan, banyak faktor penyebab terjadinya

abortus spontan.

Penyebab abortus spontan (Manuaba,2009) :

a. Faktor genetik

1) Kelainan kromosom

Kelainan kromosom yang sering ditemukan pada abortus spontan adalah trisomi, monosomi,

triploid/tetraploid

2) Abortus dua kali karena kelainan kromosom terjadi 80%

3) Sindrom Ehlers – Danlos

Yaitu suatu keadaan membran endometrium sangat rapuh sehingga mudah ruptur atau pecah

(rupture membrane abortus spontan)

b. Faktor hormonal

1) Defisiensi luetal

2) Abortus berulang karena faktor hormonal sekitar 35 – 50%

Page 37: Resume Skenario 2 Revisi (1)

3) Ibu hamil menderita penyakit hormonal. Seperi diabetes mellitus dan gangguan kelenjar

tyroid

c. Kelainan anatomi uterus

1) Sub mukosa mioma uteri

2) Kelainan kongenital uterus seperti, septum, uterus arkuatus yang berat, terdapat polip uteri

3) Serviks inkompeten

d. Faktor infeksi genitalia interna

1) Toxoplasmosis

2) Sitomegalovirus

3) Rubela

4) Herpes simpleks

5) Infeksi endometrium (klamidia, toksoplasmosis, mycoplasma hominis

e. Intoksikasi agen eksternal

1) Intoksikasi bahan anestesi

2) Kecanduan (alkohol. Perokok, agen lainnya)

f. Postur ibu hamil

1) Kurus, BB kurang dari 40 kg

2) Gemuk, BB diatas 80 kg

g. Faktor paternal

1) Hiperspermatozoa, jumlah sperma lebih dari 250 juta

2) Oligospermatozoa, jumlah sperma kurang dari 20 juta

3) Prinsipnya kekurangan DNA

h. Faktor imunologis

1) Faktor alloimmune

a) Penolakan maternal terhadap hasil konsepsi yang mengadakan implantasi

b) Jika tipe homolog HLA atau antipaternal antibody tinggi, akan berlangsung abortus

c) Kehamilan dipertahankan oleh komponen :

(1) Lokal autoimmune reaksi sehingga menetralkan antipaternal antibody yang dijumpai pada

sebagian ibu hamil

(2) Faktor hormonal dari plasenta yaitu human chorionic gonadotropin dan progesterone

2) Faktor antibody autoimun, terutama :

Page 38: Resume Skenario 2 Revisi (1)

a) Antibody antiphosfolipid :

(1) Menimbulkan thrombosis, infrak plasenta, perdarahan

(2) Gangguan sirkulasi dan nutrisi menuju janin dan diikuti abortus

(3) Antibody anticardiolipin, dalam lupus anticoagulant (LAC)

(4) Menghalangi terbentuknya jantung janin sehingga akan menyebabkan abortus.

Nugroho juga membagi faktor pencetus terjadinya abortus menjadi dua (Nugroho,2010)

a. Faktor fetal

Sekitar 2/3 dari abortus spontan pada trimester pertama merupakan anomaly kromosom

dengan ½ dari jumlah tersebut adalah trisomi autosom dan sebagian lagi merupakan triploidi,

tetraploidi atau monosomi 45X.

b. Faktor maternal

1) Faktor – faktor endokrin

a) Beberapa gangguan endokrin telah terlibata dalam abortus spontan berulang, termasuk

diantaranya adalah diabetes mellitus tak terkontrol, hipo dan hipertiroid, hiperkresi

luteinizing hormone, insufisiensi korpus luteum atau disfungsi fase luteal dan penyakit

polikistik ovarium

b) Pada perkembangan terbaru peranan hiperandrogenemia dan hiperprolaktinemia telah

dihubungkan dengan terjadinya abortus berulang

2) Faktor – faktor anatomi

a) Anomaly uterus termasuk malformasi kongenital, defek uterus yang di dapat , leiomioma

dan inkompetensia serviks.

b) Meskipun anomali – anomali ini sering dihubungkan dengan abortus spontan, insiden,

klasifikasi dan peranannya dalam etiologi masih belum diketahui secara pasti . Penelitian lain

menunjukkan wanita dengan anomali didapat seperti asherman’s syndrome, adhesi uterus dan

anomali didapat melalui paparan dietilestilbestrol memiliki angka kemungkinan hidup fetus

yang lebih rendah dan meningkatnya angka kejadian abortus.

3) Faktor – faktor immunologi

a) Pada kehamilan normal, system imun maternal tidak bereaksi terhadap spermatozoa atau

embrio, namun 40% pada abortus berulang diperkirakan secara imunologis kehadiran fetus

tidak dapat di terima.

Page 39: Resume Skenario 2 Revisi (1)

b) Respon imun dapa dipicu oleh beragam faktor endogen dan eksogen, termasuk

pembentukan antobodi antiparental, gangguan autoimun yang mengarah pada pembentukan

antibodi autoimun (antibody antifosfolipid, antibody antinuclear, aktivasi sel B poliklonal),

infeksi, bahan – bahan toksik dan stress.

4) Trombofilia

a) Trombofilia merupakan keadaan hiperkoagulasi yang berhubungan dengan predisposisi

terhadap trombolitik

b) Kehamilan akan mengawali keadaan hiperkoagulasi dan melibatkan keseimbangan antara

jalur prekoagulan dan antikoagulan

c) Trombofilia dapat merupakan kelainan yang herediter atau didapat

d) Terdapat hubungan antara antibodi antifosfolipid yang didapat dan abortus berulang dan

semacam terapi dan kombinasi terapi yang melibatkan heparin dan aspirin telah

direkomendasikan untuk menyokong pemeliharaan kehamilan sampai persalinan.

e) Pada sindrom antifosfolipid, antibodi fosfolipid mempunyai hubungan dengan kejadian

trombisis vena, trombosis arteri, abortus atau trombositopenia. Namun, mekanisme pasti

yang menyebabkan antibodi fosfolipid mengarah ke trombosis masih belum diketahui

f) Pada perkembangan terbaru, beberapa gangguan trombolitik yang herediter atau didapat

telah dihubungkan dengan abortus berulang termasuk faktor V leiden, defisiensi protein

antikoagulan dan antitrombin, hiperhomosistinemia, mutasi genetik protrombin, dan mutasi

homozigot pada gen metileneterhidrofolat reduktase.

5) Infeksi

a) Infeksi – infeksi maternal yang memperlihatkan hubungan yang jelas dengan abortus

spontan termasuk sifilis, parvovirus B19, HIV dan malaria.

b) Brusellosis, suatu penyakit zoonosis yang paling sering menginfeksi manusia melalui

produk susu yang tidak dipasteurisasi juga dapat menyebabkan abortus spontan.

6) Faktor – faktor eksogen

Meliputi bahan – bahan kimia :

a) Gas anestesi

(1) Nitrat oksida dan gas – gas anestesi lainnya diyakini sebagai faktor resiko untuk

terjadinya abortus spontan.

(2) Pada suatu tinjauan oleh Tannebaum dkk, wanita yang bekerja dikamar operasi sebelum

Page 40: Resume Skenario 2 Revisi (1)

dan selama kehamilan mempunyai kecendrungan 1,5 sampai 2 kali untuk mengalami abortus

spontan.

(3) Pada suatu penelitian meta-analisis yang baru, hubungan antara pekerjaaan maternal yang

terpapar gas anestesi dan resiko abortus spontan digambarkan adalah 1,48 kali dari pada yang

tidak terpapar.

b) Air yang tercemar

(1) Suatu penelitian prospektif di California menemukan hubungan bermakna antara resiko

abortus spontan pada wanita yang terpapar trihalometanan dan terhadap salah satu

turunannya, bromodikhlorometana.

(2) Demikian juga dengan wanita yang tinggal di daerah Santa Clara, daerah yang dengan

kadar bromide pada air permukaan paling tinggi tersebut, memiliki resiko 4 kali lebih tinggi

untuk mengalami abortus spontan.

c) Dioxin

Dioxin telah terbukti menyebabkan kanker pada manusi dan binatang dan menyebabkan

anomali reproduksi pada binatang. Beberapa penelitian pada manusai menunjukkan

hubungan antara dioxin dan abortus spontan.

d) Pestisida

Resiko abortus spontan telah diteliti pada sejumlah kelompok pekerja yang menggunakan

pestisida

7) Gaya hidup merokok dan alkoholisme

Penelitian epidemiologi mengenai merokok tembakau dan abortus spontan menemukan

bahwa merokok dapat sedikit meningkatkan resiko untuk terjadinya abortus spontan. Namun

hubungan antara merokok dan abortus spontan tergantung pada faktor–faktor lain termasuk

konsumsi alkohol, perjalanan reproduksi, waktu gestasi untuk abortus spontan, kariotipe

fetal, dan status sosial ekonomi.

Peningkatan kejadian abortus spontan pada wanita alkoholik mungkin berhubungan dengan

akibat tak langsung dari gangguan terkait alkoholisme.

8) Radiasi

Radiasi ionisasi dikenal menyebabkan gangguan hasil reproduksi termasuk malformasi

kongenital, restriksi pertumbuhan intrauterine dan kematian embrio.

Sedangkan menurut Sarwono hal – hal yang menyebabkan abortus spontan dibagi atas :

Page 41: Resume Skenario 2 Revisi (1)

(Prawirohardjo,2006)

a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat.

Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil-hamil muda. Faktor-

faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan diantaranya:

1) Kelainan kromosom. Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan ialah trisomi,

poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks

2) Lingkungan kurang sempurna. Bila lingkungan di endometrium disekitar tempat

implantasi kurang sempurna, pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi akan terganggu

3) Pengaruh dari luar. Radiasi, virus, obat-obat, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik

hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya

dinamakan pengaruh teratogen.

b. Kelainan plasenta

Endarteritis dapat terjadi pada vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta

terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini

bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.

c. Penyakit ibu

Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa abortus tersebut

mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, karena pada saat terjadinya abortus lebih

belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi abortus yang dapat dikoreksi.

Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam

peristiwa abortus euploidi.

Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain

dapat menyebakan abortus. Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui plasenta

masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin, dan kemudian terjadilah abortus.

Anemia berat, keracunan, laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti

brusellosis, mononukleosis, infeksiosa, toksoplasmosis, juga dapat menyebabkan abortus

walaupun lebih jarang.

d. Kelainan traktus genitalis

Retroversio uteri, mioma uteri atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus.

Tetapi harus diingat bahwa hanya retroversio uteri gravidi inkarserata atau mioma submukosa

Page 42: Resume Skenario 2 Revisi (1)

yang memegang peranan penting. Sebab lain abortus dalam trimester ke II adalah servik

inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan pada servik, dilatasi servik berlebihan,

konisasi, amputasi, atau robekan servik yang tidak dijahit.

4. Patofisiologi

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis

jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau

seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus

berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil

konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua

secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus

desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat

menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang

dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta.

Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini

menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong

amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas dan mungkin

pula janin telah mati lama. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu yang

cepat maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah, isi uterus dinamakan mola kruenta.

Bentuk ini menjadi mola karnosa apaila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi

organisasi sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose,

dalam hal ini amnion tampak berbenjol – benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan

korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi

diamana janin mengering dan karena cairan amnion berkurang maka ia jadi gepeng (fetus

kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus

papiraseus)

Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah terjadinya maserasi,

kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan dan seluruh

Page 43: Resume Skenario 2 Revisi (1)

janin berwarna kemerah – merahan dan dapat menyebabkan infeksi pada ibu apabila

perdarahan yang terjadi sudah berlangsung lama.(Prawirohardjo,2005),

5. Diagnosa dan Prognosa

Abortus dapat diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang

perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering terdapat pula terasa mules.

Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan

bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis atau imunologik. Harus diperhatikan

macam dan banyaknya perdarahan, pembukaan servik dan adanya jaringan dalam kavum

uteri atau vagina (Prawirohardjo,2006)

Dugaan abortus diperlukan beberapa kriteria sebagai berikut :

a. Terdapat keterlambatan datang bulan

b. Terjadi perdarahan

c. Disertai sakit perut

d. Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi

e. Pemeriksaan tes hamil dapat masih positif atau sudah negatif.

Hasil pemeriksaan fisik terhadap penderita bervariasi

a. Pemeriksaan fisik bervariasi tergantung jumlah perdarahan

b. Pemeriksaan fundus uteri :

1) Tinggi dan besarnya fundus tetap dan sesuai usia kehamilan

2) Tinggi dan besarnya sudah mengecil

3) Fundus uteri tidak teraba diatas simfisis

Pemeriksaan dalam :

a. Servik uteri masih tertutup

b. Servik sudah terbuka dan dapat teraba ketuban dan hasil konsepsi dalam kavum uteri atau

pada kanalis servikalis

c. Besarnya rahim atau uterus mengecil

d. Konsistensinya lunak.

(Sujiyatini,2009)

Sebagai kemungkinan diagnosis lain harus dipikirkan yaitu kehamilan ektopik yang

terganggu, mola hidatidosa, kehamilan dengan kelainan pada servik. Untuk penegakan

Page 44: Resume Skenario 2 Revisi (1)

diagnose disesuaikan dengan gejala klinis masing – masing abortus. Sedangkan untuk

prognosa abortus juga tergantung pada jenis abortus dan kondisi pasien

(Prawirohardjo,2006).

6. Penatalaksanaan

Penanganan umum :

a. Lakukan penilaian awal untuk menentukan kondisi pasien (gawat darurat, komplikasi berat

atau masih cukup stabil)

b. Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi pasien sebelum melakukan

tindakan lanjutan (yindakan medic atau rujukan)

c. Penilaian medic untuk menentukan kelaikan tindakan di fasilitas kesehatan setempat atau

dirujuk kerumah sakit.

1) Bila pasien syok atau kondisinya memburuk akibat perdarahan hebat segera atasi

komplikasi tersebut

2) Gunakan jarum infuse besar (16G atau lebih besar) dan berikan tetesan cepat (500 ml

dalam 2 jam pertama) larutan garam fisiologis atau Ringer

d. Periksa kadar Hb, golongan darah dan uji padanan silang (crossmatch)

a. Bila terdapat tanda – tanda sepsis, berikan antibiotic yang sesuai

b. Temukan dan hentikan segera sumber perdarahan

c. Lakukan pemantauan ketat tentang kondisi pasca tindakan dan perkembangan lanjut

(Prawirohardjo,2006)

Tabel 2.2 Penatalaksanaan abortus sesuai dengan jenis abortus (Prawirohardjo,2006)

Jenis abortus Penatalaksanaannya

Abortus imminen a. Tidak diperlukan pengobatan medic yang khusus

b. Istirahat (tirah baring), agar aliran darah ke uterus meningkat dan ransang mekanik

berkurang

c. Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas berlebihan atau melakukan hubungan seksual

d. Bila perdarahan berhenti lakukan asuhan antenatal terjadwal

e. Bila perdarahan berlanjut, nilai kondisi janin melalui tes kehamilan atau USG

Abortus insipiens a. Uterus harus segera dikosongkan untuk menghindari perdarahan yang

Page 45: Resume Skenario 2 Revisi (1)

banyak atau syok karena rasa mules dan sakit yang hebat

b. Pasang infuse, sebaiknya diertai oksitosin drip untuk mempercepat pengeluaran hasil

konsepsi

c. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilakukan dengan kuretase atau dengan cunam abortus

disusul dengan kerokan

d. Sebelum dilakukan kuretase diberikan antibiotika prifilaksis

e. Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilakukan atau usia gestasi lebih besar dari 16

minggu, lakukan tindakan pendahuluan dengan :

f. Infuse oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8 tetes/menit yang dapat

dinaikkan hingga 40 tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi rahim hingga terjadi

pengeluaran hasil konsepsi

1) Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian

2) Misoprostol 400 mg peroral dan apabila masih diperlukan dapat diulangi dengan dosis

yang sam setelah 4 jam dari dosis awal.

Abortus inkomplit

a. Bila disertai syok karena perdarahan segera pasang infuse dengan cairan NaCl fisiologis

atau cairan Ringer Laktat, bila perlu disusul dengan transfuse darah

b. Setelah syok teratasi, lakukan kerokan

c. Pasca tindakan berikan injeksi metal ergometrin maleat intra muscular untuk

mempertahankam kontraksi otot uterus

d. Perhatikan adanya tanda – tanda infeksi

e. Bila tak ada tanda – tanda infeksi berikan antibiotika prifilaksis (ampisilin 500 mg oral

atau doksisiklin 100 mg)

f. Bila terjadi infeksi beri ampisilin I g dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam

Abortus komplit a. Tidak memerlukan pengobatan khusus, cukup uterotonika atau kalau

perlu antibiotika

b. Apabila kondisi pasien baik, cukup diberikan tablet ergometrin 3×1 tablet/hari untu 3 hari

c. Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet sulfas Ferosus 600 mg/hari

selama 2 minggu disertai anjuran mengkonsumsi makanan bergizi (susu, sayuran segar, ikan,

daging, telur). Untuk anemi berat berikan transfusi darah

d. Jika infeksi berikan antibiotika profilaksis

Page 46: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Abortus tertunda (missed abortion) a. Karena sering plasenta melekat maka penanganan

harus dirumah sakit

b. Periksa kadar fibrinogen atau test perdarahan dan pembekuan darah sebelum tindakan

kuretase. Bila normal jaringan konsepsi dapat segera dikeluarkan, teapi bila kadarnya rendah

( 7gr/dl (anemia) atau dicurigai adanya infeksi

Tubektomi Segera Sesuai untuk pasangan yang ingin menghentikan fertilitas, jika dicurigai

adanya infeksi, tunda samapi keadaan jelas. Jika Hb kurang dari 7g/dl, tunggu sampai anemia

telah diperbaiki. Sediakan metode alternatif seperti kondom.

ABORSI SPONTAN KOMPLIT

Page 47: Resume Skenario 2 Revisi (1)

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Hiperemesis Gravidarum adalah kondisi mual dan muntah yang berat selama

kehamilan, yang terjadi pada 1 %-2 % dari semua kehamilan atau 1-20 pasien per

1000 kehamilan.

Etiologi

Page 48: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai penurunan berat badan 5 % dari berat

sebelum hamil, dehidrasi, turgor kulit yang menurun, perubahan tekanan darah dan

nadi. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan antara lain, pemeriksaan darah

lengkap, pemeriksaan kadar elektrolit, keton urin, tes fungsi hati, dan urinalisa untuk

menyingkirkan penyebab lain.

Komplikasi

Baik komplikasi yang relatif ringan maupun berat bisa disebabkan karena

hiperemesis gravidarum. Kehilangan berat badan, dehidrasi, acidosis akibat dari gizi

buruk, alkalosis akibat dari muntah-muntah, hipokalemia, kelemahan otot, kelainan

elektrokardiografi dan gangguan psikologis dapat terjadi. Komplikasi yang

mengancam nyawa meliputi ruptur esofagus yang disebabkan muntah-muntah berat,

Wernicke's encephalopathy (diplopia, nystagmus, disorientasi, kejang, coma),

perdarahan retina, kerusakan ginjal, pneumomediastinum spontan, IUGR dan

kematian janin.

Page 49: Resume Skenario 2 Revisi (1)

INKOMPATIBILITAS DARAH

Page 50: Resume Skenario 2 Revisi (1)

I. PENDAHULUAN Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih banyak perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi

antigeniknya. 1

Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigen-D, dan merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Tidak seperti pada ABO sistem dimana seseorang yang tidak mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu eksposure apakah itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Dengan pemberian darah Rhesus positif (D+) satu kali saja sebanyak ± 0,1 ml secara parenteral pada individu yang mempunyai golongan darah Rhesus negatif (D-), sudah dapat menimbulkan anti Rhesus

positif (anti-D) walaupun golongan darah ABO nya sama.1

Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul 160.000, daya endap (sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain dalam serum juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis. Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia hemolitik akut yang diakibatkan oleh alloimun antibodi ( anti-D atau inkomplit IgG antibodi golongan darah ABO) dan merupakan salah satu komplikasi kehamilan. Antibodi maternal isoimun bersifat spesifik terhadap eritrosit janin, dan timbul sebagai reaksi terhadap antigen eritrosit janin. Penyebab hemolisis tersering pada neonatus adalah pasase transplasental antibodi maternal yang merusak eritrosit

janin. 1,2,3,4,5,14

Pada tahun 1892, Ballantyne membuat kriteria patologi klinik untuk mengakkan diagnosis hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan tentang anemia janin yang ditandai oleh sejumlah eritroblas dalam darah berkaitan dengan hidrops fetalis.

1

Page 51: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Pada tahun 1940, Lansstainer menemukan faktor Rhesus yang berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi. Levin dkk (1941) menegaskan bahwa eritroblas disebabkan oleh Isoimunisasi maternal dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal. Find (1961) dan freda ( 1963)

meneliti tentang tindakan profilaksis maternal yang efektif. 1,2,3,8

III. INSIDEN Insidens pasien yang mengalami Inkompatibilitas Rhesus ( yaitu rhesus negatif) adalah 15% pada ras berkulit putih dan 5% berkulit hitam, jarang pada bangsa asia. Rhesus negatif pada orang indonesia jarang terjadi, kecuali adanya

perkawinan dengan orang asing yang bergolongan rhesus negatif. 2,3,7,8,10

Pada wanita Rhesus negatif yang melahirkan bayi pertama Rhesus positif, risiko terbentuknya antibodi sebesar 8%. Sedangkan insidens timbulnya antibodi pada kehamilan berikutnya sebagai akibat sensitisitas pada kehamilan pertama sebesar 16%. Tertundanya pembentukan antibodi pada kehamilan berikutnya disebabkan oleh proses sensitisasi, diperkirakan berhubungan dengan respons imun sekunder yang timbul akibat produksi antibodi pada kadar yang memadai. Kurang lebih 1%

dari wanita akan tersensitasi selama kehamilan, terutama trimester ketiga. 7,10

IV. GENETIK Ada tiga subtipe antigen spesifik C,D,E dengan pasangannya c, e, tapi tidak ada d. Hanya gen D dipakai sebagai acuan faktor rhesus. Istilah yang sekarang digunakan adalah Rhesus (D), bukan hanya Rhesus. Sel rhesus (D) positif mengandung substansi (antigen D) yang dapat merangsang darah rhesus (D) negatif memproduksi antibodi. Gen c, e, dan E kurang berperan disini. Hal ini dapat menjelaskan mengapa antibodi yantg dihasilkan oleh wanita Rhesus negatif disebut anti-D (anti-rhesus D). Seorang wanita Rhesus (D) positif tak akan memproduksi antibodi, karena darah yang positif tak akan memproduksi anti-d, tak ada anti Rhesus d. Seseorang mempunyai Rhesus (D) negatif, jika diwariskan gen d dari tiap orang tua. Mungkin saja anak Rhesus (D) negatif, jika ibu Rhesus (D) negatif dan bapak Rhesus (D) positif. Bapak dapat mempunyai gen D atau d, sehingga bayi dapt

2

Page 52: Resume Skenario 2 Revisi (1)

mewarisi gen d dari bapaknya. Sebaliknya, wanita Rhesus (D) negatif dengan pasangan Rhesus (D) negatif, dan tak akan timbul inkompatibilitas Rhesus, walaupun ibu telah membawa anatibodi Rhesus (D) dari kehamilan sebelumnya. 2,

V. PATOFISIOLOGI Pada saat ibu hamil eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu, yang dinamakan Feto maternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin, sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis. Hemolisis terjadi dalam kandungan dan akibatnya adalah pembentukan eritrosit oleh tubuh secara berlebihan,

sehingga akan didapatkan eritrosit berinti banyak, yaitu eritroblast. 1,8,9,11,12,13

Antibodies

Gambar 1. Interaksi antibodi dan antigen pada eritrosit.3

Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit hemolitik. Kurangnya antigen

3

Page 53: Resume Skenario 2 Revisi (1)

eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat

transfusi atau berbahaya bagi janin. 4,9,11,12,14

Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah Rhesus positif, atau pada kehamilan kedua dan

berikutnya. 2,3,7,9

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit ini jarang terjadi : 4

1. variasi kadar antigen eritrosit sebagai penyebab terbentuknya antibodi 2. variasi daya antigenisitasnya 3. lintasan antigen dari janin ke ibu kurang mencukupi 4. variasi respon maternal terhadap antigen tersebut 5. perlindungan isoimun lewat inkompatibilitas ABO 6. kurangnya jumlah antibodi ibu ke sirkulasi darah janin

VI. GEJALA KLINIS A. Hidrops fetalis

Hidrops fetalis adalah bayi yang menunjukan edema yang menyeluruh, asites dan pleural efusi pada saat lahir. Perubahan patologi klinik yangg terjadi bervariasi, tergantung intensitas proses. Pada kasus parah, terjadi edema subkutan dan efusi kedalam kavum serosa ( hidrops fetalis). Hemolisis yang berlebihan dan berlangsung lama akan menyebabkan hiperplasia eritroid pada sum-sum tulang, hematopoesis ekstrameduler didalam lien dan hepar. Juga terjadi pembesaran jantung dan perdarahan pulmoner. Asites dan hepatosplenomegali yang terjadi dapat menimbulkan distosia akibat abdomen janin yang sangat membesar. Hidrothoraks yang terjadi dapat mengganggu

respirasi janin. 1,3,6,7,9

Patofisologi hidrops fetalis tak jelas. Teori-teori penyebabnya mencakup 4,10,14

keadaan: 1. gagal jantung akibat anemia. 2. kebocoran kapiler akibat hipoksia pada kondisi anemia baerat

4

Page 54: Resume Skenario 2 Revisi (1)

3. hipertensi vena portal dan umbilikus akibat disrupsia parenkim hati oleh proses hematopoesis ekstrameduler.

4. menurunnya tekanan onkotik koloid akibat hipoproteinemia yang disebabkan oleh disfungsi hepar

Janin dengan hidrops dapat meninggal dalam rahim akibat anemia berat dan kegagalan sirkulasi. Bayi hidrops yang bertahan hidup tampak pucat, edematus dan lemas pada saat dilahirkan. Lien dan hepar membesar, ekimosis dan petikie dan menyebar, sesak nafas dan kolaps sirkulasi. Kematian dapat terjadi dalam waktu beberapa jam meskipun transfusi sudah diberikan.

B. Hiperbilirubinemia Hiperbilirubin dapat menimbulkan gangguan sistem syaraf pusat, khususnya ganglia basal atau menimbulkan kernikterus. Gejala yandg muncul berupa letargia, kekakuan ekstremitas, retraksi kepala, strabismus, tangisan melengking, tidak mau menetek dan kejang-kejang. Kematian terjadi dalam usia beberapa minggu. Pada bayi yang bertahan hidup, secara fisik tak berdaya, tak mampu menyanggah kepala dan tak mampu duduk. Kemampuan berjalan mengalami keterlambatan atau tak pernah dicapai. Pada kasus yang ringan akan terjadi inkoordinasi motorik dan tuli konduktif. Anemia yanag terjadi akibat gangguan eritropoesis dapat bertahan selama berminggu – minggu hingga

berbulan-bulan.1,3,7

VII.DIAGNOSIS Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum ibu. Metode paling sering digunakan untuk menapis antibodi ibu adalah tes Coombs tak langsung. (penapisan antibodi atau antiglobulin secara tak langsung). Tes ini bergantung kepada pada kemampuan anti IgG (Coombs) serum untuk mengaglutinasi eritrosit yang dilapisi dengan IgG. Untuk melakukan tes, serum darah pasien dicampur dengan eritrosit yang diketahui mengandung mengandung antigen eritrosit tertentu, diinkubasi, lalu eritrosit

5

Page 55: Resume Skenario 2 Revisi (1)

dicuci. Suatu substansi lalu ditambahkan untuk menurunkan potensi listrik dari membran eritrosit, yang penting untuk membantu terjadinya aglutinasi eritrosit. Serum Coombs ditambahkan, dan jika imunoglobulin ibu ada dalam eritrosit, maka aglutinasi akan terjadi. Jika test positf, diperlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan antigen spesifik. Disamping tes Coombs, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat bayi yang dilahirkan sebelumnya, ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca persalinan, kadar hemoglobin darah tali pusat < 15 gr%, kadar bilirubin dalam darah tali pusat > 5 mg%, hepatosplenomegali dan kelainan pada pemeriksaan darah tepi. 11

VIII. PENATALAKSANAAN 1,3,5,7,11

Bentuk ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bila terjadi kenaikan bilirubin yang tidak wajar. Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar, yang umumnya dilakukan dengan darah yang sesuai dengan darah ibu (Rhesus dan ABO). Jika tak ada donor Rhesus negatif, transfusi tukar dapat dilakukan dengan darah Rhesus positif , sesering mungkin sampai semua eritrosit yang diliputi antibodi dikeluarkan dari tubuh bayi. Bentuk berat tampak sebagai hidrops atau lahir mati yang disebabkan oleh anemia berat yang diikuti oleh gagal jantung. Pengobatan ditujukan terhadap pencegahan terjadinya anemia berat dan kematian janin. A. Transfusi tukar :

tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai : 1. memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darah 2. menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi (coated cells)

dengan eritrosit normal (menghentikan proses hemolisis) 3. mengurangi kadar serum bilirubin 4. menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu

Yang perlu diperhatikan dalam transfusi tukar : a. berikan darah donor yang masa simpannya ≤ 3 hari

untukmenghindari kelebihan kalium b. pilih darah yang sama golongan ABO nya dengan darah bayi

dan Rhesus negatif (D-)

6

Page 56: Resume Skenario 2 Revisi (1)

MOLA HIDATIDOSA

DEFINISI

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak

ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa

degenerasi hidrofik. Secara makroskopis mola hidatidosa mudah dikenali berupa

gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran

yang bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. Gambaran histologi

yang khas adalah edem stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili/ degenerasi

hidrofik dan proliferasi sel- sel trofoblas

.

GEJALA & TANDA

Pada mulanya gejala mola hidatidosa tidak berbeda dengan gejala kehamilan normal

yaitu mual, muntah, pusing dan lain lain, hanya saja derajat keluhannya lebih hebat.

Selanjutnya perkembangannya lebih pesat sehingga pada umumnya besar uterus lebih

besar dari umur kehamilan. Perdarahan merupakan gejala utama mola hidatidosa.

Biasanya keluhan ini yang membuat pasien datang. Gejala perdarahan ini biasanya

terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata- rata 12- 14 minggu. Sifat

perdarahannya bisa intermiten, sedikit- sedikit atau sekaligus banyak sehingga

menyebabkan syok dan kematian. Karena perdarahan ini umumnya pasien mola

hidatidosa datang dengan anemi. Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein,

baik unilateral maupun bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan

mola diambil, tetapi ada juga kasus- kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada

waktu follow up.

DIAGNOSIS

Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila perempuan amenorea, perdarahan

pervaginam, uterus yang lebih besar,dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti

Page 57: Resume Skenario 2 Revisi (1)

seperti balotemen dan detak jantung anak, peninggian HCG terutama dari hari ke 100,

sangat sugestif, bila belum jelas dapat dilakukan USG dimana nantinya akan

ditemukan gambaran khas yaitu berupa badai salju atau gambaran seperti sarang

lebah.

Diagnosis paling tepat adalah saat kita telah melihat keluarnya gelembung mola.

Namu jika kita menunggu sampai keluarnya mola biasanya sudah terlambat karena

pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan

umum pasien menurun.

Pada kehamilan trismester I gambarn mola hidatidosa tidak spesifik, pada kehamilan

trismester II gambaran mola hidatidosa lebih spesifik. Kavum uteri berisi massa

ekogenik bercampur bagian- bagian anekoik vesikular berdiameter antara 5- 10 mm

- Keluhan/anamnesis: gejala hamil muda, tanda toksemia gravidarum,

perdarahan sedikit/banyak, uterus lbih besar dari normalnya usia kehamilan,

keluarnya mola merupakan diagnosa pasti.

- Inspeksi: mola face.

- Palpasi: uterus lbih besar dari normalnya usia kehamilan, tidak teraba bagian

janin,, fenomena harmonika (fundus uteri turun ketika darah dan mola keluar

kemudian naik lagi ketika ada darah baru).

- Auskultasi: tidak terdengar DJJ (denyut jantung janin)

- Kadar HCG tinggi

- Pemeriksaan dalam: rahim lembek, perdarahan dan terdapat jaringan di

canalis servik

- USG: bayangan badai salju

- Patologi secara mikroskopik terlihat trias, a. Proloferasi trofoblas, b.

Degenerasi hidrofik stroma villi, c. Hilangnya pembuluh darah dan stroma

PENGELOLAAN

Ada 3 tahap:

Page 58: Resume Skenario 2 Revisi (1)

1. Perbaikan keadaan umum, misalnya pemberian tranfusi darah untuk memperbaiki

syock dan menghilangkan atau mengurangi penyulit yang berupa preeklamsia atau

tirotoxikosis.

2.Pengeluaran jaringan mola. Ada 2 cara: vakum kuretase dan histerektomi

3. Pemerikasaan Tindak lanjut, untuk mengetahui kemungkinan keganasan. Tes HCG

harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah evakuasi. Lama pengawasannya

selama 1 tahun

Page 59: Resume Skenario 2 Revisi (1)

HIPERTENSI PADA KEHAMILAN

Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan atau tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai normal. Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab utama peninkatan morbiditas dan mortalitas maternal, janin, dan neonates. Secara fisiologis, tekanan darah mulai menurun pada trimester kedua, yang mencapai rata-rata 15 mmHg lebih rendah dari tekanan darah sistolik sebelum hamil pada trimester ketiga. Penurunan ini terjadi baik pada yang normotensi maupun hipertensi kronik.

EPIDEMIOLOGI

Di ungkapkan oleh WHO yang dikutip oleh Khan dan rekan dalam Boestari (1998) bahwa secara sistematis, 16% kematian ibu di negara-negara maju di seluruh dunia disebabkan karena hipertensi.

Pada penelitian observasi pasien hipertensi kronik yang ringan didapatkan risiko kehamilan sebagai berikut:

Pre eklampsia 10-25%

Abruption 0,7-1,5%

Kelahiran premature kurang dari 37 minggu 12-34%

Hambatan pertumbuhan janin 8-16%

Risiko bertambah pada hipertensi kronik yang berat pada trimester pertama dengan didapatnya preeclampsia sampai 50%

ETIOLOGI

Menurut Zweifel dalam Manuaba(2007) mengungkapkan bahwa cukup banyak teori tentang bagaimana hipertensi pada kehamilan dapat terjadi sehingga disebut sebagai “disease of theory”. Beberapa landasan teori yang dikemukakan yaitu teori genetik, teori immunologis, teori iskemia region uteroplasenter, teori kerusakan endotel pembuluh darah, teori radikal bebas, teori trombosit dan teori diet.

Page 60: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Penyebab hipertensi pada sebagian besar kasus, tidak diketahui sehingga disebut hipertensi esensial. Namun demikian, pada sebagian kecil kasus hipertensi merupakan akibat sekunder proses penyakit lainnya, seperti ginjal; defek adrenal; komplikasi terapi obat.

Penyebab hipertensi dalam kehamilan adalah:

1. Hipertensi esensial2. Penyakit ginjal

1. Hipertensi Esensial

Hipertensi esensial adalah penyakit hipertensi yang disebabkan oleh faktor herediter, faktor emosi dan lingkungan. Wanita hamil dengan hipertensi esensial memiliki tekanan darah sekitar 140/90 mmHg sampai 160/100 mmHg. Gejala-gejala lain seperti kelainan jantung, arteriosklerosis, perdarahan otak, dan penyakit ginjal akan timbul setelah dalam waktu yang lama dan penyakit terus berlanjut. Hipertensi esensial dalam kehamilan akan berlangsung normal sampai usia kehamilan aterm. Sekitar 20% dari wanita hamil akan menunjukkan kenaikan tekanan darah, dapat disertai proteinuria dan edema.

Faktor resiko hipertensi esensial dalam kehamilan adalah: wanita hamil multipara dengan usia lanjut dan kasus toksemia gravidarum. Penanganan dilakukan saat dalam kehamilan dan dalam persalinan. Penanganan dalam kehamilan meliputi: pemeriksaan antenatal yang teratur; cukup istirahat; monitor penambahan berat badan; dan melakukan pengawasan ibu dan janin; pemberian obat (anti hipertensi dan penenang); terminasi kehamilan dilakukan jika ada tanda-tanda hipertensi ganas.

Penanganan dalam persalinan meliputi: pengawasan pada setiap kala persalinan; secsio sesarea dilakukan pada wanita primitua dengan anak hidup. Prognosis untuk ibu dan janin kurang baik. Beberapa nasehat yang dapat diberikan pada wanita hamil adalah: pemakaian alat kontrasepsi bagi wanita dengan jumlah anak belum cukup.

2. Penyakit Ginjal Hipertensif

Penyakit ginjal dengan hipertensi dapat dijumpai pada wanita hamil dengan glomerulonefritis akut dan kronik; pielonefritis akut dan kronik. Frekuensi kejadian sekitar 1% secara klinis dan secara patologi-anatomi kira-kira 15%. Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara: pemeriksaan urin lengkap dan faal ginjal; pemeriksaan retina; pemeriksaan umum; pemeriksaan kuantitatif albumin air kencing dan pemeriksaaan darah lengkap. Nasehat yang dapat diberikan ke pasien adalah:

Page 61: Resume Skenario 2 Revisi (1)

pemerilksaan antenatal yang teratur; pengawasan pertumbuhan janin dan kesehatan ibu

KLASIFIKASI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Klasifikasi yang direkomendasikan adalah klasifikasi oleh National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) Working Group on Hypertension in Pregnancy.

Hipertensi Kronik       Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg

didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum 20 minggu usia kehamilan dan tidak termasuk pada penyakit trophoblastic gestasional, atau

       Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg didapatkan pada usia kehamilan > 20 minggu menetap 12 minggu postpartum

       Diagnosis sulit ditegakkan pada trisemester pertama kehamilan dan umumnya didapatkan pada beberapa bulan setelah melahirkan.

Hipertensi Gestasional       Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg

didapatkan pertama kali pada usia kehamilan > 20 minggu

       Tidak ada proteinuria maupun tanda dan gejala preeklampsia

       Tekanan darah kembali normal pada 42 hari setelah post partum

       Definisi ini meliputi wanita dengan sindroma preeklampsia tanpa disertai manifestasi proteinuria

       Mempunyai resiko hipertensi pada kehamilan selanjutnya

       Dapat berkembang menjadi preeklampsia maupun hipertensi berat.

Preeklampsia        Kriteria minimal

       Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu

       Disertai proteinuria ≥ 300 mg / 24 jam atau ≥ +1 pada pemeriksaan urin sesaat dengan urin dipstik atau rasio protein : kreatinin urine ≥ 0.3Kriteria tambahan yang memperkuat diagnosis

       Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg       Proteinuria 2.0 g/24 jam atau ≥ +2 pada pemeriksaan urin sesaat dengan urin dipstik.       Serum kreatinin > 1.2 mg/dl kecuali sudah didapatkan peningkatan serum kreatinin sebelumnya       Trombosit < 100.000/μl       Hemolisis mikroangiopati – peningkatan LDH       Peningkatan kadar serum transaminase – ALT atau AST       Nyeri kepala yang menetap atau gangguan cerebral maupun visual lainnya       Nyeri epigastrium yang menetap

Eklampsia       Kejang yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada wanita dengan preeklamsia

Page 62: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Hipertensi kronis superimpose preeklampsia       Wanita hipertensi dengan proteinuria ≥ 300 mg / 24 jam yang baru muncul dan tidak didapatkan

sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau       Peningkatan mendadak pada proteinuria dan tekanan darah atau jumlah trombosit < 100.000 /μl pada

wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.

DIAGNOSIS

Untuk memperkuat diagnosis, sampai saat ini dianggap pemeriksaan uji celup (dipstick test) merupakan pemeriksaan yang cukup baik untuk membedakan proteinuria atau tidak.

Pemeriksaan laboratorium:

Hb atau Ht untuk melihat kemungkinan hemokonsentrasi yang mendukung diagnosis hipertensi gestasional.

Hitung trombosit yang amat rendah terdapat pada sindrom HELLP

Pemeriksaan enzim AST, ALT, dan LDH untuk mengetahui keterlibatan hati

Urinalisis untuk mengetahui adanya proteinuria atau jumlah ekskresi protein dalam urin 24 jam

Kreatinin serumdiperiksa untuk mengetahui fungsi ginjal

Asam urat sebagai tanda beratnya pre eklampsia

EKG diperlukan pada hipertensi kronik

PENGOBATAN

Non farmakologis

Untuk hipertensi kehamilan dengan kisaran 140-160 atau diastolic 90-99 mmHg

Penanganan tergantung pada keadaan klinik, beratnya hipertensi, umur kehamilan, dan risiko ibu serta janin

Dapat berupa pengawasan ketat, pembatasan aktivitas fisik, tirah baring miring ke kiri, diet normal tanpa pengurangan garam.

Page 63: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Farmakologis

Pada keadaan akut atau darurat biasanya diperlukan pengobatan parenteral atau oral

Obat-obat injeksi antara lain: IV abetalol, hidralazin, dan antagonis kalsium

Page 64: Resume Skenario 2 Revisi (1)

PREEKLAMPSIA

DEFINISI

Hipertensi yang timbu pada usia 20 minggu kehamilan dengan disertai edema dan

proteinuria.

ETIOLOGI

Tidak diketahui

KLASIFIKASI dan GEJALA KLINIK

1. Ringan :

- Tekanan darah sistolik antara 140 – 160 mmHg atau diastoik antara 90 – 110

mmHg

- Proteinuria antara 300 – 500 mg / 2 jam atau dipstick +1

- edema

2. Berat :

- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastoik ≥ 110 mmHg

- Proteinuria ≥ 500mg / 24 jam atau dipstick ≥ +3

- Edema

- Oliguria < 500 cc / 24 jam

- Kratinin plasma meningkat

- Trombositopenia < 100.000 sel / mm3

- Edema paru dan sianosis

Seain itu jika gejala preekampsia disertai dengan gejaa subjektif yang muncul seperti

nyeri kepala hebat, mual muntah hebat, dan pusing yang hebat maka disebut

impending preeclampsia.

DIAGNOSIS

Diagnosis berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan fisik.

Page 65: Resume Skenario 2 Revisi (1)

PENATALAKSANAAN

1. Ringan

a. Tirah baring, dengan tidur posisi miring dengan tujuan menurunkan tekanan

pada vena cava inferior supaya airan darah balik ke jantung lancar sehingga

perfusi ke organ – organ tubuh (terutama ginja dan uterus) juga lancar. Lancar

nya aliran darah ke ginja akan menyebabkan menurunnya factor RAS system

sehingga tekanan darah bisa diturunkan

b. Tidak perlu restriksi garam, ha ini karena fungsi ginjanya masih normal

c. Pada umumnya preeclampsia ringan tidak perlu rawat inap kecuali jika :

Tidak ada perbaikan gejala dalam 2 minggu

Adanya satu gejala atau ebih preeclampsia berat

Adanya kenaikan BB > 1 kg / minggu.

2. Berat

Ada dua hal yang harus dilakukan untuk menghadapi PEB

a. Sikap terhadap penyakitnya

Rawat inap

Tirah baring

Diet cukup protein (100 gr / hari) rendah garam (0,5 gr / hari)

Pencegahan kejang dengan pemberian MgSO4

Jika sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolic ≥ 110 mmHg maka diberikan

hidralazin atau klonidin atau nifedipin sampai tekanan diastoliknya 90

mmHg.

b. Sikap terhadap kehamiannya

Aktif => terminasi, jika :

Ibu : kehamian > 37 minggu, ada tanda impending ekampsia,

kejang, diduga ada sousio plasenta

Janin : ada tanda fetal distress, IUFD, oligohidramnion

Lab : ada tanda HELLF sindrom, terutama penurunan trombosit

secara drastic

Page 66: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Konservatif, jika usia kehamilan ≤ 37 minggu tanpa impending eklampsia

dengan keadaan janin baik.

Page 67: Resume Skenario 2 Revisi (1)

EKLAMPSIA

PENGERTIAN

Eklampsia berasal dari kata bahasa Yunani yang berarti “ halilintar “ karena

gejala eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam

kebidanan. Eklampsia juga disebut sebuah komplikasi akut yang mengancam nyawa

dari kehamilan , ditandai dengan munculnya kejang tonik - klonik , biasanya pada

pasien yang telah menderita preeklampsia . (Preeklamsia dan eklampsia secara

kolektif disebu tgangguan hipertensi kehamilan dan toksemia kehamilan.)

Prawiroharjo 2005.

Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan atau masa

nifas yang di tandai dengan kejang ( bukan timbul akibat kelainan saraf ) dan atau

koma dimana sebelumnya sudah menimbulkan gejala pre eklampsia. (Ong Tjandra &

John 2008 )

Eklampsia termasuk kejang dan koma yang terjadi selama kehamilan. Menjelang

kejang – kejang dapat didahului dengan gejalanya :

·         Nyeri kepala di daerah frontal

·         Nyeri epigastrium

·         Penglihatan semakin kabur

·         Adanya mual muntah

·         Pemeriksaan menunjukkan hiperrefleksia atau mudah teransang.

Kemudian  dengan teori iskemia implantasi plasenta juga dapat terjadi berbagai

gejalanya eklampsia yaitu :

1.      Kenaikan tekanan darah

2.      Pengeluaran protein dalam urine

3.      Edema kaki, tangan sampai muka

4.      Terjadinya gejala subjektif :

Page 68: Resume Skenario 2 Revisi (1)

·         Sakit kepala

·         Penglihatan kabur

·         Nyeri pada epigastrium

·         Sesak nafas

·         Berkurangnya pengeluaran urine

5.      Menurunnya kesadaran wanita hamil sampai koma

6.      Terjadinya kejang

Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiontensin,

renin dan aldosteron sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme

dapat berlangsung. Pada eklampsia maka terjadi penurunan angiotensin, renin dan

aldosteron tetapi dapat dijumpai edema, hipertensi dan proteinuria.

Berdasarkan waktu terjadinya eklampsia dapat di bagi :

1.      Eklampsia gravidarum

·         Kejadian 50% sampai 60 %

·         Serangan terjadi dalam keadaan hamil

2.      Eklampsia parturientum

·         Kejadian sekitar 30 % sampai 50 %

·         Saat sedang inpartu

·         Batas dengan eklampsia gravidarum sukar di tentukan terutama saat mulai inpartu

3.      Eklampsia puerperium

·         Kejadian jarang 10 %

·         Terjadi serangan kejang atau koma seletah persalinan berakhir

Kejang – kejang pada eklampsia terdiri dari 4 tingkat :

1.      Tingkat awal atau aura

·         Berlangsung 30 – 35 detik

·         Tangan dan kelopak mata gemetar

·         Mata terbuka dengan pandangan kosong

Page 69: Resume Skenario 2 Revisi (1)

·         Kepala di putar ke kanan atau ke kiri

2.      Tingkat kejang tonik

·         Berlangsung sekitar 30 detik

·         Seluruh tubuh kaku : wajah kaku, pernafasan berhenti, dapat diikuti sianosis,

tangan menggenggam, kaki di putar kedalam, lidah dapat tergigit.

3.      Tingkat kejang klonik

·         Berlangsung 1 sampai 2 menit

·         Kejang tonik berubah menjadi kejang klonik

·         Konsentrasi otot berlangsung cepat

·         Mulut terbuka tertutup dan lidah dapat tergigit sampai putus

·         Mata melotot

·         Mulut berbuih

·         Muka terjadi kongesti dan tampak sianosis

·         Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan

4.      Tingkat koma

·         Setelah kejang klonik berhenti penderita menarik nafas

·         Diikuti,yang lamanya bervariasi

Selama terjadi kejang – kejang dapat terjadi suhu naik mencapai 40 ˚c, nadi

bertambah cepat, dan tekanan darah meningkat.

Kejang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin.

1.      Komplikasi ibu :

·         Dapat menimbulkan sianosis

·         Aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru

Page 70: Resume Skenario 2 Revisi (1)

·         Tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan jantung

mendadak

·         Lidah dapat tergigit

·         Jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka – luka

·         Gangguan fungsi ginjal

·         Perdarahan

·         Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikhterus

2.      Komplikasi janin dalam rahim :

·         Asfiksia mendadak

·         Solusio plasenta

·         Persalinan prematuritas

Berbagai faktor yang mempengaruhi eklampsia :

·         Jumlah primigravida terutama primigravida muda

·         Distensi rahim berlebihan yaitu hidramnoin, hamil ganda dan mola hidatosa

·         Adanya penyakit yang menyertai kehamilan yaitu diabetes mellitus, kegemukan

·         Jumlah umur ibu di atas 35 tahun

ETIOLOGI EKLAMPSIA

Dengan penyebab kematian ibu adalah perdarahan otak, payah jantung atau

payah ginjal, dan aspirasi cairan lambung atau edema paru – paru. Sedangkan

penyebab kematian bayi adalah asfiksia intrauterine dan persalinan prematuritas.

Mekanisme kematian janin dalam rahim pada penderita eklampsia :

a.    Akibat kekurangan O2 menyebabkan perubahan metabolisme ke arah lemak dan

protein dapat menimbulkan badan keton

b.    Meransang dan mengubah keseimbangan nervus simfatis dan nervus vagus yang

menyebabkan :

Page 71: Resume Skenario 2 Revisi (1)

·     Perubahan denyut jantung janin menjadi takikardi dan dilanjutkan menjadi bradikardi

serta irama yang tidak teratur

·     Peristaltis usus bertambah dan sfingter ani terbuka sehingga di keluarkannya mekonium yang akan masuk ke dalam paru – paru pada saat pertama kalinya neonatus aspirasi.

c.       Sehingga bila kekurangan O2 dapat terus berlangsung keadaan akan bertambah

gawat sampai terjadinya kematian dalam rahim maupun di luar rahim .

Oleh sebab itu perlu memperhatikan  komplikasi dan tingginya angka

kematian ibu dan bayi. Maka usaha utama adalah mencegah pre eklampsia menjadi

eklampsia perlu diketahui bidan dan selanjutnya melakukan rujukan ke rumah sakit.

PATOFISIOLOGI

Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang

berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsia dijumpai kadar

aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan

normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur

retensi air dan natrium. Serta pada eklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap

protein meningkat.

Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta

mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi  pertumbuhan janin

terganggu sehingga terjadi gawat-janin sampai menyebabkan kematian karena

kekurangan oksigenisasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan

sering terjadi pada eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus.

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun,

sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang

penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin dengan retensi garam

dan air. Mekanisme retensi garam dan air akibat perubahan dalam perbandingan

antara tingkat filtrasi glomelurus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada

Page 72: Resume Skenario 2 Revisi (1)

kehamilan normal penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi

glomerulus. Penurunan filtrasi glomelurus akibat spasmus arteriolus ginjal

menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan

retensi garam dan retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari

normal, sehingga menyebabkan diuresis turun pada keadaan lanjut dapat terjadi

oliguria atau anuria.

Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada

beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina disebabkan

oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan .

Setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan.

Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan akan

terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam

pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia.

Komplikasi disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa

resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi

pada eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada

eklampsia akan menurun.

Metabaolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai eklampsia

sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke ruang interstisial.

Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan

bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositet darah

meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke

jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang  akibatnya hipoksia. Dengan perbaikan

keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai

sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit dan berhasilnya pengobatan.

Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk

sementara. Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas natrikus,

sehingga menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik dioksidasi

Page 73: Resume Skenario 2 Revisi (1)

sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi

bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada

kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek

dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.

DIAGNOSIS

Eklampsia selalu didahului oleh pre eklampsia. Perawatan prenatal untuk

kehamilan dengan predisposisi pre eklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat

dideteksi sedini mungkin gejala – gejala eklampsia. Sering di jumpai perempuan

hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang – kejang eklampsia karena tidak

terdeteksi adanya pre eklampsia sebelumnya.

 Eklampsia harus dibedakan dari epilepsy ; dalam anamnesis diketahui adanya

serangan sebelum hamil atau pada hamil muda dengan tanda pre eklampsia tidak ada,

kejang akibat obat anastesi, koma karena sebab lain.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia.

Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan

eklampsia :

1.      Solusio plasenta

Karena adanya takanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah pecah,

sehingga terjadi hematom retropalsenta yang dapat menyebabkan sebagian plasenta

dapat terlepas.

2.      Hipofibrinogenemia

Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah , biasanya di bawah 100 mg

persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara berkala.

Page 74: Resume Skenario 2 Revisi (1)

3.      Hemolisis

Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas membran

sel darahmerah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Menunjukkan gejala

klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.

4.      Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita

eklampsia.

5.      Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu.

Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan tanda gawat akan

terjadinya apopleksia serebri.

6.      Edema paru – paru

7.      Nekrosis hati

 Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol

umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama

penentuan enzim-enzimnya.

8.      Sindroma HELLP

Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis, peningkatan

enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel sistemik.

Page 75: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai

beberapa hari setelah melahirkan.

9.      Kelainan ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel

endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat

timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

10.  Kopmlikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang - 

kejang pneumonia aspirasi, dan DIC.

11.  Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.

PROGNOSA

Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang

meminta korban besar dari ibu dan bayi ( Hanifa dalam Prawiroharjo, 2005 ).

Diurese dapat dipegang untuk prognosa ; jika diurese lebih dari 800 cc dalam

24 jam atau 200 cc tiap 6 jam makan prognosa agak baik. Sebaliknya oliguri dan

anuri merupakan gejala yang buruk.

Gejala – gejala lain memperberat prognosa dikemukakan oleh Eden ialah ;

koma yang lama, nadi di atas 120 x / menit, suhu di atas 39 ˚c, tekanan darah di atas

200 mmHg, proteinuria 10 gram sehari atau lebih, tidak adanya edema, edema paru –

paru dan apoplexy merupakan keadaan yang biasanya mendahului kematian.

PENCEGAHAN

Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah atau frekuensinyadi

kurangi. Usaha – usaha untuk menurunkan eklampsia terdiri atas meningkatkan

Page 76: Resume Skenario 2 Revisi (1)

jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita haiml

memeriksa diri sejak hamil muda, mencari pada tiap pemeriksaan tanda – tanda pre

eklampsia dan mengobatinya segera apabila ditemukan, mengakhiri kehamilan

sedapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat tanda – tanda pre

eklampsia tidak juga dapat hilang. ( Hanifa dalam Prawiroharjo, 2005 )

PENANGANAN

Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menghentikan berulangnya

serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman

setelah keadaan ibu mengizinkan. Penanganan yang dilakukan :

·         Beri obat anti konvulsan

·         Perlengkapan untuk penanganan kejang

·         Lindungi pasien dari kemungkinan trauma

·         aspirasi mulut dan tenggorokan

·         baringkan pasien pada sisi kiri

·         posisikan secar trandelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi

·         berikan oksigen 4 – 6 liter / menit.

PENGOBATAN

Eklampsia merupakan gawat darurat kebidanan yang memerlukan pengobatan

di rumah sakit untuk memberikan pertolongan yang adekuat.

Konsep pengobatannya :

a.       Menghindari terjadinya :

·         Kejang berulang

·         Mengurangi koma

·         Meningkatkan jumlah dieresis

b.      Perjalanan kerumah sakit dapat diberikan :

Page 77: Resume Skenario 2 Revisi (1)

·         Obat penenang dengan injeksikan 20 mgr valium

·         Pasang infuse glukosa 5 % dan dapat di tambah dengan valium 10 sampai 20 mgr

c.       Sertai petugas untuk memberikan pertolongan:

·         Hindari gigitan lidah dengan memasang spatel pada lidah

·         Lakukan resusitasi untuk melapangkan nafas dan berikan O2

·         Hindari terjadinya trauma tambahan

Perawatan kolaborasi yang dilaksanakan dirumah sakit sebagai berikut :

1.      Kamar isolasi

-   Hindari rangsangan dari luar sinar dan keributan

-  Kurangi penerimaan kunjungan untuk pasien

-  Perawat pasien dengan jumlahnya terbatas

2.      Pengobatan medis

Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang berkelanjutan dan

meningkatkan vitalitas janin dalam kandungan. Dengan pemberian :

-  Sistem stroganof

-  Sodium pentothal dapat menghilangkan kejang

-  Magnesium sulfat dengan efek menurunkan tekanan darah , mengurangi sensitivitas

saraf pada sinapsis, meningkatkan deuresis dan mematahkan sirkulasi iskemia

plasenta sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.

-  Diazepam atau valium

 -     Litik koktil

3.      Pemilihan metode persalinan

Pilihan pervaginam diutamakan :

-  Dapat didahului dengan induksi persalinan

-     Bahaya persalinan ringan

Page 78: Resume Skenario 2 Revisi (1)

-    Bila memenuhi syarat dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban, mempercepat

pembukaan, dan tindakan curam untuk mempercepat kala pengeluaran.

-    Persalinan plasenta dapat dipercepat dengan manual

-    Menghindari perdarahan dengan diberikan uterotonika

Pertimbangan seksio sesarea :

-  Gagal  induksi persalinan pervaginam

-   Gagal pengobatan konservatif

Page 79: Resume Skenario 2 Revisi (1)

DIABETES GESTASIONAL

DEFINISI

Diabetes melitus gestational adalah keadaan intoleransi karbohidrat dari seorang

wanita yang diketahui pertama kali ketika dia sedang hamil. Diabetes gestational

terjadi karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan, diperkirakan karena terjadinya

perubahan pada metabolisme glukosa. Teori yang lain mengatakan bahwa diabetes

tipe 2 ini disebut sebagai “unmasked” atau baru ditemukan saat hamil dan patut

dicurigai pada wanita yang memiliki ciri gemuk, riwayat keluarga diabetes, riwayat

melahirkan bayi > 4 kg, riwayat bayi lahir mati, dan riwayat abortus berulang.

Angka lahir mati terutama pada diabetes yang tidak terkendali dapat terjadi 10 kali

dari normal. Wijono melaporkan rasio 0,18% diabetes dalam kehamilan di RS

Dr.Cipto Mangunkusumo.

KLASIFIKASI

Diabetes diklasifikasikan sebagai Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus

<IDDM>) dan tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus <NIDDM>).

Diabetes tipe 1 adalah kasus genetik yang pada umumnya dimiliki sejak kecil dan

memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.

Diabetes tipe 2 dipengaruhi oleh keturunan dengan penyebabnya adalah kurangnya

penghasil insulin dalam tubuh dan tidak sensitif terhadap hormon insulin. Diabetes

tipe 2 adalah kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula

darah. Insulin sendiri adalah hormon yang membawa glukosa dari darah masuk se

dalam sel-sel tubuh.

Page 80: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Diabetes adalah komplikasi umum dari kehamilan. Pasien dapat dipisahkan menjadi

2, yaitu mereka yang sudah diketahui sebelumya menderita diabetes dan mereka yang

didiagnosis menderita diabetes saat sedang hamil (gestasional).

Fourth International Workshop-Conference on Gestational Diabetes:

Merekomendasikan skrining untuk mendeteksi Diabetes Gestasional :

Risiko Rendah :

Tes glukosa darah tidak dibutuhkan apabila :

o Angka kejadian diabetes gestational pada daerah tersebut rendah

o Tidak didapatkan riwayat diabetes pada kerabat dekat

o Usia < 25 tahun

o Berat badan normal sebelum hamil

o Tidak memiliki riwayat metabolism glukosa terganggu

o Tidak ada riwayat obstetric terganggu sebelumnya

Risiko Sedang :

o Dilakukan tes gula darah pada kehamilan 24 – 28 minggu terutama pada

wanita dengan ras Hispanik, Afrika, Amerika, Asia Timur, dan Asia Selatan

Risiko Tinggi : wanita dengan obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes,

mengalami glukosuria (air seni mengandung glukosa)

o Dilakukan tes gula darah secepatnya. Bila diabetes gestasional tidak

terdiagnosis maka pemeriksaan gula darah diulang pada minggu 24 – 28

kehamilan atau kapanpun ketika pasien mendapat gejala yang menandakan

keadaan hiperglikemia (kadar gula di dalam darah berlebihan)

Page 81: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Dari Metzger dan Coustan (1998) Skrining selektif seharusnya digunakan pada

diabetes gestasional seperti skrining diabetes pada umumnya. Teknik skrining

dianjurkan bagi semua wanita hamil menurut American Diabetes Association (2005)

dengan menggunakan :

Pasien diberikan 50 g beban glukosa oral, dan kadar gula darahnya diperiksa 1 jam

kemudian. Bila kadar glukosa plasma > 140 mg/dl maka perlu dilanjutkan dengan tes

toleransi glukosa 3 jam. Tes ini cukup efektif untuk mengidentifikasikan wanita

dengan diabetes gestational

Tes toleransi glukosa oral adalah tes dimana pasien diberikan 100 g beban glukosa

oral, kemudian diperiksa kadar gula darahnya dengan hasil pada pasien normal :

Pemeriksaan Kadar Gula darah (mg/dl)

Puasa < 95

Jam 1 < 180

Jam 2 < 155

Jam 3 < 140

Bila ditemukan 2 nilai abnormal maka ibu tersebut menderita diabetes melitus. Tes

tersebut dilakukan pada awal kehamilan kemudian diulangi lagi pada usia kehamilan

34 minggu.World Health Organization (WHO) merekomendasikan kriteria diagnostik

menggunakan tes beban glukosa oral 75 g. Diabetes gestasional didiagnosis bila:

Pemeriksaan Kadar Gula darah (mg/dl)

Puasa > 126

Jam 2 > 140

Page 82: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Pencarian diabetes gestational dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan ibu hamil

dan meyakinkan seorang ibu untuk melakukan pemeriksaan skrining untuk tes setelah

melahirkan.

KOMPLIKASI

Masalah yang ditemukan pada bayi yang ibunya menderita diabetes dalam kehamilan

adalah kelainan bawaan, makrosomia (bayi besar > 4 kg), hipoglikemia (kadar gula

darah rendah), hipokalsemia (kadar kalsium dalam tubuh rendah), hiperbilirubinemia

(bilirubun berlebihan dalam tubuh), sindrom gawat napas, dan kematian janin. Faktor

maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan peningkatan angka kejadian makrosomia

adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan multiparitas (jumlah kehamilan > 4).

Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat dilahirkan karena ketika melahirkan,

bahu janin dapat nyangkut serta dan peningkatan jumlah operasi caesar. Hipoglikemia

pada bayi dapat terjadi beberapa jam setelah bayi dilahirkan. Hal ini terjadi karena

ibu mengalami hiperglikemia (kadar gula darah berlebihan) yang menyebabkan bayi

menjadi hiperinsulinemia (kadar hormone insulin dalam tubuh janin berlebihan).

Komplikasi yang didapatkan pada ibu dengan diabetes gestasional berkaitan dengan

hipertensi, pre-eklampsia, dan peningkatan risiko operasi caesar.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan kadar gula darah atau skrining

glukosa darah serta ultrasonografi untuk mendeteksi adanya kelainan bawaan dan

makrosomia.

Page 83: Resume Skenario 2 Revisi (1)

TERAPI

Pengawasan sendiri kadar gula darah sangat dianjurkan pada wanita dengan diabetes

dalam kehamilan. Tujuan utama monitoring adalah mendeteksi konsentrasi glukosa

yang tinggi yang dapat menyebabkan peningkatan angka kejadian kematian janin.

Selain monitoring, terapi diabetes dalam kehamilan adalah :

1. Diet

Terapi nutrisi adalah terapi utama di dalam penatalaksanaan diabetes. Tujuan utama

terapi diet adalah menyediakan nutrisi yang cukup bagi ibu dan janin, mengontrol

kadar glukosa darah, dan mencegah terjadinya ketosis (kadar keton meningkat dalam

darah). Penderita diabetes menurut Lokakarya LIPI/NAS (1968) dengan berat badan

rata-rata cukup diberi diet 1200 – 1800 kalori sehari selama kehamilan. Pada wanita

diabetes gestasional dengan berat badan normal dibutuhkan 30kkal/kg/hari. Pada

wanita dengan obesitas (Indeks Massa Tubuh > 30 kg/m2) dibutuhkan 25

kkal/kg/hari pola makan 3 kali makan besar diselingi 3 kali makanan kecil dianjurkan

dalam sehari. Pembatasan jumlah karbohidrat 40% dari jumlah makanan dalam sehari

dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial (2 jam setelah makan)

2. Olahraga

Bersepeda dan olah tubuh bagian atas direkomendasikan pada wanita dengan diabetes

gestasional. Para wanita dianjurkan meraba sendiri rahimnya ketika berolahraga,

apabila terjadi kontraksi maka olahraga segera dihentikan. Olahraga berguna untuk

memperbaiki kadar glukosa darah

3. Pengobatan insulin

Penderita yang sebelum kehamilan memerlukan insulin diberikan insulin dengan

dosis yang sama seperti sebelum kehamilan sampai didapatkan tanda-tanda perlu

ditambah atau dikurangi. Terapi insulin direkomendasikan oleh The American

Page 84: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Diabetes Association (1999) ketika terapi diet gagal untuk mempertahankan kadar

gula darah puasa < 95 mg/dl atau 2 jam setelah makan kadar gula darah < 120

mg/dlGambar 4. Lokasi Penyuntikan Insulin pada Wanita Hamil

Terapi obat pengendali glukosa darah oral pada diabetes gestasional tidak

direkomendasikan oleh ADA maupun ACOG karena obat-obat tersebut dapat melalui

plasenta, merangsang pancreas janin, dan menyebabkan hiperinsulinemia pada janin.

TERAPI OBSTETRIK

Pada penderita diabetes gestational yang tidak berat, dapat dikendalikan gula darah

melalui diet saja, tidak memiliki riwayat melahirkan bayi makrosomia, maka ibu

dapat melahirkan secara normal dalam usia kehamilan 37 – 40 minggu selama tidak

ada komplikasi lain. Apabila diabetesnya lebih berat dan memerlukan pengobatan

dengan insulin , maka sebaiknya kehamilan diakhiri lebih dini pada kehamilan 36 –

38 minggu terutama bila kehamilannya diikuti oleh komplikasi lain seperti

makrosomia, pre-ekalmpsia, atau kematian janin. Pengakhiran kehamilan lebih baik

lagi dengan induksi (perangsangan) atau operasi Caesar. Wanita dengan diabetes

gestasional memiliki risiko meningkat untuk mengalami diabetes tipe 2 setelah

melahirkan. Kadar glukosa darah ibu harus diperiksa 6 minggu setelah melahirkan

dan setiap 3 tahun ke depan.

Page 85: Resume Skenario 2 Revisi (1)

KEHAMILAN POSTERM

DEFINISI

Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat

waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/

post datisme atau pascamaturitas.

Menurut WHO 1977 kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung

lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir

(HPHT) menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Menurut

definisi yang dirumuskan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists

(2004), kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu

(294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT).

Masalah yang sering terjadi dalam menegakkan diagnosisi kehamilan

postterm adalah penentuan usia kehamilan berdasarkan HPHT seringkali tidaklah

mudah, karena ibu tidak ingat kapan tanggal HPHT yang pasti, selain itu penentuan

saat ovulasi yang pasti juga tidak mudah, terdapat pula faktor-faktor yang

mempengaruhi perhitungan: variasi siklus haid, kesalahn perhitungan oleh ibu dan

sebagainya. Dengan adanya pemeriksaan USG terutama pada trisemester I, usia

kehamilan dapat ditentukan lebih tepat , dengan penyimpanagn hanya lebih atau

kurang satu minggu.

INSIDEN

Angka kejadian kehamilan lewat waktu bervariasi antara 4%-14% dengan

rata-rata sebesar 10%. Hal ini sangat tergantung kepada kriteria yang digunakan

untuk mendiagnosis (Bakketeig and Bergasjo, 1991)

Page 86: Resume Skenario 2 Revisi (1)

ETIOLOGI

Penyebab pasti dan poses terjadinya kehamilan postterm sampai saat ini masih

belum diketahui dengan pasti. Teori-teori yang pernah diajukan untuk menerangkan

penyebab terjadinya kehamilan postterm antara lain:

1. Teori progesteron. Berdasarkan teori ini, diduga bahwa terjadinya kehamilan

postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron melewati waktu

yang semestinya.

2. Teori oksitosin. Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita hamil

pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu fakor penyebab terjadinya

kehamilan postterm.

3. Teori kortisol/ACTH janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga

produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen. Proses ini

selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada kasus-

kasus kehamilan dengan cacat bawaan janin seperti anensefalus atau hipoplasia

adrenal, tidak adanya kelenjar hipofisis janin akan menyebabkan kortisol janin tidak

diproduksi dengan baik sehingga kehamilan berlangsung lewat bulan.

4. Teori saraf uterus. Berdasarkan teori ini, diduga kehamilan postterm terjadi pada

keadaan tidak terdapatnya tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus

Frankenhauser yang membangkitkan kontraksi uterus, seperti pada keadaan kelainan

letak, tali pusat pendek, dan masih tingginya bagian terbawah janin.

5. Teori heriditer. Pengaruh herediter terhadap insidensi kehamilan postterm telah

dibuktikan pada beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan

dalam hasil penelitiannya bahwa seorang ibu yang pernah mengami kehamilan

postterm akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan postterm pada

kehamilan berikutnya. Hasil penelitian ini memunculkan kemungkinan bahwa

kehamilan postterm juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Mogren (1999) menyatakan

bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak

perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami

kehamilan postterm.

Page 87: Resume Skenario 2 Revisi (1)

PATOFISIOLOGI

Pada kehamilan postterm terjadi berbagai perubahan baik pada cairan amnion,

plasenta, maupun janin. Pengetahuan mengenai perubahan-perubahan tersebut dapat

dijadikan dasar untuk mengelola kasus persalinan postterm.

1. Perubahan pada Plasenta.

Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan

postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Fungsi plasenta mencapai puncaknya

pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42

minggu. Rendahnya fungsi plasenta ini berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat

janin dengan risiko 2-4 kali lebih tinggi. Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan

dengan penurunan kadar estriol dan plasenta laktogen. Perubahan yang terjadi pada

plasenta sebagai berikut. Penimbunan kalsium. Peningkatan penimbunan kalsium

pada plasenta sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta. Proses degenerasi

jaringan plasenta yang terjadi seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis, trombosis

intervilli, spasme arteri spiralis dan infark villi. Selapot vaskulosinsial menjadi

tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Keadaan ini dapat menurunkan metabolisme

transport plasenta. Transport kalsium tudak terganggu tetapi aliran natrium, kalium,

glukosa, asam amino, lemak dan gamma globulin mengalami gangguan sehingga

janin akan mengalami hambatan pertumbuhan dan penurunan berat janin.

2. Oligohidramnion

Pada kehamilan postterm terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion.

Jumlah cairan amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu, yaitu sekitar

1000 ml dan menurun menjadi sekitar 800 ml pada usia kehamilan 40 minggu.

Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml, 250 ml,

hingga 160 ml pada usia kehamilan 42, 43, dan 44 minggu. Penurunan jumlah cairan

amnion pada kehamilan postterm berhubungan dengan penurunan produksi urin

janin. Dilaporkan bahwa berdasarkan pemeriksaan Doppler velosimetri, pada

Page 88: Resume Skenario 2 Revisi (1)

kehamilan postterm terjadi peningkatan hambatan aliran darah (resistance index/RI)

arteri renalis janin sehingga dapat menyebabkan

penurunan jumlah urin janin dan pada akhirnya menimbulkan oligohidramnion. (Oz,

et al., 2002) Oleh sebab itu, evaluasi volume cairan amnion pada kasus kehamilan

postterm menjadi sangat penting artinya. Dilaporkan bahwa kematian perinatal

meningkat dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat.

Pada persalinan postterm, keadaan ini dapat menyebabkan keadaan gawat janin saat

intra partum. Selain perubahan volume, terjadi pula perubahan komposisi cairan

amnion sehingga menjadi lebih kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya

vernik kaseosa dan komposisi fosfolipid. Pelepasan sejumlah badan lamellar dari

paruparu janin akan mengakibatkan perbandingan Lesitin terhadap Sfingomielin

menjadi 4:1 atau lebih besar. Selain itu, adanya pengeluaran mekonium akan

mengakibatkan cairan amnion menjadi hijau atau kuning dan meningkatkan risiko

terjadinya aspirasi mekonium. Estimasi jumlah cairan amnion dapat diukur dengan

pemeriksan USG. Salah satu metode yang cukup populer adalah pengukuran diameter

vertikal dari kantung amnion terbesar pada setiap kuadran dari 4 kuadran uterus.

Hasil penjumlahan keempat kuadran tersebut dikenal dengan sebutan indeks cairan

anmion (Amnionic Fluid Index/AFI). Bila nilai AFI telah turun hingga 5 cm atau

kurang, maka merupakan indikasi adanya oligohidramnion. Perubahan pada janin

3. Berat janin

Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi penurunan

berat janin. Namun, seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik

sehingga berat janin bertmbah terus sesuai bertambahnya umur kehamilan. Risiko

persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan postterm

meningkat 2-4 kali lebih besar. Selain risiko pertambahan berat badan yang

berlebihan, janin pada kehamilan postterm juga mengalami berbagai perubahan fisik

khas disertai dengan gangguan pertumbuhan dan dehidrasi yang disebut dengan

sindrom postmaturitas. Perubahan-perubahan tersebut antara lain; penurunan jumlah

Page 89: Resume Skenario 2 Revisi (1)

lemak subkutaneus, kulit menjadi keriput, dan hilangnya vernik kaseosa dan lanugo.

Keadaan ini menyebabkan kulit janin berhubungan langsung dengan cairan amnion.

Perubahan lainnya yaitu; rambut panjang, kuku panjang, serta warna kulit kehijauan

atau kekuningan karena terpapar mekonium. Namun demikian, Tidak seluruh

neonatus kehamilan postterm menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi

plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda postmaturitas

pada kehamilan postterm. Tanda postterm dibagi dalam 3 stadium:

Stadium 1 : Kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit

kering, rapuh, dan mudah mengelupas.

Stadium 2 : Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium pada kulit.

Stadium 3 : Pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.

DIAGNOSIS

Meskipun diagnosis kehamilan postterm berhasil ditegakkan pada 4-19% dari seluruh

kehamilan, sebagian diantaranya kenyataanya tidak terbukti oleh karena kekeliruan

dalam menentukan usia kehamilan. Oleh sebab itu, pada penegakkan diagnosis

kehamilan postterm, informasi yang tepat mengenai lamanya kehamilan menjadi

sangat penting. Hal ini disebabkan karena semakin lama janin berada di dalam uterus

maka semakin besar pula risiko bagi janin dan neonatus untuk mengalami morbiditas

maupun mortalitas. Namun sebaliknya, pemberian intervensi/terminasi secara

terburu-buru juga bisa memberikan dampak yang merugikan bagi ibu maupun janin.

1. Riwayat haid

Pada dasarnya, diagnosis kehamilan postterm tidaklah sulit untuk ditegakkan apabila

keakuratan HPHT ibu bisa dipercaya. Diagnosis kehamilan postterm berdasarkan

HPHT dapat ditegakkan sesuai dengan definisi yang dirumuskan oleh

American College of Obstetricians and Gynecologists (2004), yaitu kehamilan yang

berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus

haid terakhir (HPHT). Permasalahan sering timbul apabila ternyata HPHT ibu tidak

Page 90: Resume Skenario 2 Revisi (1)

akurat atau tidak bisa dipercaya. Menurut Mochtar et al (2004), jika berdasarkan

riwayat haid, diagnosis kehamilan postterm memiliki tingkat keakuratan hanya 30

persen. Riwayat haid dapat dipercaya jika telah memenuhi beberapa kriteria, yaitu:

(a) ibu harus yakin betul dengan HPHT-nya; (b) siklus 28 hari dan teratur, (c) tidak

minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir. Hasil penelitian Savitz, et al (2002)

menunjukkan bahwa usia kehamilan yang ditentukan berdasarkan HPHT cenderung

lebih sering salah didiagnosa sebagai kehamilan postterm dibanding dengan

pemeriksaan USG, terutama akibat ovulasi

yang terlambat. Penentuan usia kehamilan dengan HPHT didasarkan kepada asumsi

bahwa kehamilan akan berlangsung selama 280 hari (40 minggu) dari hari pertama

siklus haid yang terakhir. (Cunningham, et al., 2010) Pendekatan ini berpotensi

menyebabkan kesalahan karena sangat bergantung kepada keakuratan tanggal HPHT

dan asumsi bahwa ovulasi terjadi pada hari ke-14 siklus menstruasi. Padahal, ovulasi

tidak selalu terjadi pada hari ke-14 siklus karena adanya variasi durasi fase folikular,

yang bisa berlangsung selama 7-21 hari. Oleh sebab itu, pada ibu yang memiliki

siklus 28 hari, masih ada kemungkinan ovulasi terjadi setelah hari ke-14 siklus.

Akibatnya, terjadi kesalahan dalam penentuan usia kehamilan yang seharusnya

dihitung mulai dari terjadinya fertilisasi sampai lahirnya bayi. (Bennett, et al., 2004)

Tingkat kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan HPHT

adalah 1,37 minggu.

2. Riwayat pemeriksaan antenatal

Tes kehamilan. Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik sesudah

terlambat haid 2 minggu, maka dapat diperkirakan keamilan telah berlangsung 6

minggu.

Gerak janin. Gerak janin pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20

minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan

pada multigravida pada 16 minggu. Keadaan klinis yang ditemukan ialah gerakan

Page 91: Resume Skenario 2 Revisi (1)

janin yang jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit, atau secara

obyektif dengan CTG kurang dari 10 kali/20 menit.

Denyut Jantung Janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai

umur kehamilan 18-20 minggu, sedangakn dengan Doppler dapat terdengar

pada usia kehamilan 10-12 minggu. Pernoll, et al (2007) menyatakan bahwa

kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari

4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:

Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif

Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali

Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler

Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop

Laennec.

Tinggi Fundus Uteri. Dalam trisemester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri

serial dalam sentimeter (cm) dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara

berulang setiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan

umur kehamilan secara kasar. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) Penggunaan

pemeriksaan USG untuk menentukan usia kehamilan telah banyak menggantikan

metode HPHT dalam mempertajam diagnosa kehamilan postterm. Beberapa

penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa penentuan usia kehamilan melalui

pemeriksaan USG memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibanding dengan

metode HPHT. Semakin awal pemeriksaan USG dilakukan, maka usia kehamilan

yang didapatkan akan semakin akurat sehingga kesalahan dalam mendiagnosa

kehamilan postterm akan semakin rendah. Tingkat kesalahan estimasi tanggal

perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan USG trimester I (crown-rump

length) adalah 4 hari dari taksiran persalinan. (Cohn, et al., 2010) Pada usia

kehamilan antara 16- 26 minggu, ukuran diameter biparietal (biparietal

diameter/BPD) dan panjang femur (femur length/FL) memberikan ketepatan 7 hari

dari taksiran persalinan. Pemeriksaan usia kehamilan berdasarkan USG pada

trimester III menurut hasil penelitian Cohn, et al (2010) memiliki tingkat keakuratan

Page 92: Resume Skenario 2 Revisi (1)

yang lebih rendah dibanding metode HPHT maupun USG trimester I dan II.

Pemeriksaan sesaat setelah trisemester III dapat dipakai untuk menentukan berat

janin, keadaan air ketuban ataupun keadaan plasenta yang berkaitan dengan

kehamilan postterm, tetapi sukar untuk menentukan usia kehamilan. Ukuran-ukuran

biometri janin pada trimester III memiliki tingkat variabilitas yang tinggi sehingga

tingkat kesalahan estimasi usia kehamilan pada trimester ini juga menjadi tinggi.

Tingkat kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan

pemeriksaan USG trimester III bahkan bisa mencapai } 3,6 minggu. Keakuratan�

penghitungan usia kehamilan pada trimester III saat ini sebenarnya dapat ditingkatkan

dengan melakukan pemeriksaan MRI terhadap profil air ketuban.

3. Pemeriksaan laboratorium

Sitologi cairan amnion. Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak

dalam cairan amnion. Apabila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10%,

maka kehamilan diperkirakan sudah berusia 36 minggu dan apabila jumlahnya

mencapai 50% atau lebih, maka usia kehamilan 39 minggu atau lebih.

Tromboplastin cairan amnion (ATCA). Hasil penelitian terdahulu berhasil

membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah.

Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada usia

kehamilan 41-42 minggu, ACTA berkisar antara 45-65 detik sedangkan pada usia

kehamilan >42 minggu, didapatkan ACTA <45 detik. Bila didapatkan ACTA

antara 42-46 detik, ini menunjukkan bahwa kehaminan sudah postterm.

Perbandingan kadar lesitin-spingomielin (L/S). Perbandingan kadar L/S pada

usia kehamilan sekitar 22-28 minggu adalah sama (1:1). Pada usia kehamilan 32

minggu, perbandingannya menjadi 1,2:1 dan pada kehamilan genap bulan menjadi

2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan kehamilan postterm

tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakan janin cukup usia/matang untuk

dilahirkan.

Page 93: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Sitologi vagina. Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%)

mempunyai sensitivitas 755. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat

dipakai untuk menentukan usia gestasi.

Page 94: Resume Skenario 2 Revisi (1)

INSUFISIENSI PLASENTA

DEFINISI

Kondisi dimana fungsi plasenta sebagai sarana transportasi nutrisi dan oksigen untuk bayi mengalami penurunan sehingga bayi mengalami hambatan dalam pertumbuhannya (intrauterine growth retardation). Vesica Urinaria terletak di dalam rongga pelvis,terlindungi oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami cidera. Pada anak-anak Vesica Urinaria terletak di rongga abdomen dan dengan bertambah usia akan turun kedalam rongga pelvis.

ETIOLOGI

7. Anemia (kurang darah)8. Hipertensi9. Penyakit kronis di masa kehamilan10. Tekanan pada tali pusat (seperti prolapses tali pusat)

GAMBARAN KLINIS

BB bayi kurang dari 2500 meskipun usianya cukup bulan. Serta didpakan pula plasenta yang lebih kecil dari normal dan tali pusat yang tampak layu.

Page 95: Resume Skenario 2 Revisi (1)

PLASENTA PREVIA

DEFINISI

      Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya

abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh

pembukaan jalan lahir. Manuaba (1998) mengemukakan bahwa plasenta previa

adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat

menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Plasenta previa adalah

plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau

seluruh osteum uteri internum (Saifuddin, 2002).

KLASIFIKASI

           Menurut Manuaba (1998), klasifikasi plasenta previa secara teoritis dibagi

dalam bentuk klinis, yaitu: a) Plasenta Previa Totalis, yaitu menutupi seluruh ostium

uteri internum pada pembukaan 4 cm. b) Plasenta Previa Sentralis, yaitu bila pusat

plasenta bersamaan dengan kanalis servikalis. c) Plasenta Previa Partialis, yaitu

menutupi sebagian ostium uteri internum. d) Plasenta Previa Marginalis, yaitu apabila

tepi plasenta previa berada di sekitar pinggir ostium uteri internum.

Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan

plasenta melalui pembukaan jalan lahir :

a. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri

internum.

b. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri

internum.

c. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan

menutupi sebagian ostium uteri internum.

Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa

berdasarkan pada pembukaan 4 – 5 cm yaitu :

Page 96: Resume Skenario 2 Revisi (1)

a. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 – 5 cm teraba plasenta menutupi

seluruh ostium.

b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 – 5 cm sebagian pembukaan

ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila sebagian

menutupi ostium bagian belakang, plasenta previa lateralis bila menutupi ostium

bagian depan, dan plasenta previa marginalis sebagian kecil atau hanya pinggir

ostium yang ditutupi plasenta.

Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan, misalnya

plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta

previa parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya plasenta previa harus

disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan (Wiknjosastro, 2002). 

ETIOLOGI

Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat para

ahli, penyebab plasenta previa yaitu :

a. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah

rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima

implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk

mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang

persisten.

b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi

meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas

operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.

FAKTOR RISIKO

a. Faktor predisposisi

           Menurut Manuaba (1998), faktor – faktor yang dapat meningkatkan kejadian

plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan

pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti :

Page 97: Resume Skenario 2 Revisi (1)

bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta, perubahan endometrium pada

mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari

tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas persalianan berulang dengan jarak

kehamilan < 2 tahun dan kehamilan ≥ 2 tahun. 

         Menurut Mochtar (1998), faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1)

Umur dan paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia,

plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini

disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium

masih belum matang. 2) Endometrium yang cacat Endometrium yang hipoplastis

pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan berulang – ulang dengan

jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual plasenta, dan

korpus luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil

konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda. 

b. Faktor pendukung 

        Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi

plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa

teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya : 1)

Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut

(dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi). 2) Korpus luteum

bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3)

Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Menurut Sastrawinata (2005),

plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti

pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab – sebab

terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio sesarea, bekas

dilatasi dan kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan perluasan plasenta

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang subur

(Manuaba, 2001). 

c. Faktor pendorong Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa

menyebabkan perubahan atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon

Page 98: Resume Skenario 2 Revisi (1)

monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama

pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari) Sastrawinata,(2005). 

PATOFISIOLOGI

         Menurut Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada

trisemester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya

segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana

diketahui tapak plasenta terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua

basalis yang tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri

menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit

banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada

waktu servik mendatar dan membuka ada bagian tapak plasenta yang lepas. Pada

tempat laserasi itu akn terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu

ruang intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada plasenta previa

betapapun pasti akan terjadi oleh karena segmen bawah rahim senantiasa terbentuk

Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat

segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah

uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari

dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak

dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk

berkontraksi seperti pada plasenta letak normal (Mansjoer, 2001). 

Gambaran Klinik Plasenta Previa 

       Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang, darah berwarna merah

segar, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, tetapi perdarahan berikutnya

hamper selalu lebih banyak dari sebelumnya, timbulnya penyulit pada ibu yaitu

anemia sampai syok dan pada janin dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian

janin dalam rahim, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul dan atau

Page 99: Resume Skenario 2 Revisi (1)

disertai dengan kelainan letak oleh karena letak plasenta previa berada di bawah janin

(Winkjosastro, 2002). 

DIAGNOSA

      Menurut Mochtar (1998), diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis

dan beberapa pemeriksaan sebagai berikut : a. Anamnesa plasenta previa, antara lain :

terjadinya perdarahan pada kehamilan 28 minggu berlangsung tanpa nyeri , dapat

berulang, tanpa alasan terutama pada multigravida. b. Pada inspeksi dijumpai, antara

lain : perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal dan pada perdarahan yang

banyak ibu tampak anemis. c. Pemeriksaan Fisik Ibu, antara lain dijumpai keadaan

bervariasi dari keadaan normal sampai syok, kesadaran penderita bervariasi dari

kesadaran baik sampai koma. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tekanan darah, nadi

dan pernafasan dalam batas normal, tekanan darah turun, nadi dan pernafasan

meningkat, dan daerah ujung menjadi dingin, serta tampak anemis. d. Pemeriksaan

Khusus Kebidanan a. Pemeriksaan palpasi abdomen, antara lain : janin belum cukup

bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur hamil, karena letak plasenta di segmen

bawah lahir, maka dapat dijumpai kelainan letak janin dalam rahim dan bagian

terendah masih tinggi. b. Denyut jantung janin bervariasi dari normal sampai asfiksia

dan kematian dalam rahim. c. Pemeriksaan dalam, yaitu pemeriksaan dalam

dilakukan di atas meja operasi dan siap untuk segera mengambil tindakan. Tujuan

pemeriksaan dalam untuk menegakkan diagnosa pasti, mempersiapkan tindakan

untuk melakukan operasi persalinan, hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar

ostium uteri internum. 

Page 100: Resume Skenario 2 Revisi (1)

VASA PREVIA

DEFINISI

Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin melintasi atau berada di dekat ostium uteri internum (cervical os) . Pembuluh darah tersebut berada didalam selaput ketuban ( tidak terlindung dengan talipusat atau jaringan plasenta) sehingga akan pecah bila selaput ketuban pecah.

ETIOLOGI /PATOFISIOLOGI

Vasa previa terjadi bila pembuluh darah janin melintasi selaput ketuban yang berada di depan ostium uteri internum. Pembuluh darah tersebut dapat berasal dari insersio velamentosa dari talipusat atau bagian dari lobus suksenteriata (lobus aksesorius). Bila pembuluh darah tersebut pecah maka akan terjadi robekan pembuluh darah sehingga terjadi eksanguisasi dan kematian janin.

FAKTOR RESIKO

Vasa previa lebih sering terlihat pada insersio velamentosa atau lobus aksesorius dan kehamilan kembar .

DIAGNOSIS

Jarang terdiagnosa sebelum persalinan namun dapat diduga bila usg antenatal dengan Coolor Doppler memperlihatkan adanya pembuluh darah pada selaput ketuban didepan ostium uteri internum. [2][3]

Tes Apt : uji pelarutan basa hemoglobin. Diteteskan 2 – 3 tetes larutan basa kedalam 1 mL darah. Eritrosit janin tahan terhadap pecah sehingga campuran akan tetap berwarna merah. Jika darah tersebut berasal dari ibu, eritrosit akan segera pecah dan campuran berubah warna menjadi coklat.

Diagnosa dipastikan pasca salin dengan pemeriksaan selaput ketuban dan plasenta

Seringkali janin sudah meninggal saat diagnosa ditegakkan mengingat bahwa sedikit perdarahan yang terjadi sudah berdampak fatal bagi janin

Page 101: Resume Skenario 2 Revisi (1)

ABRUPSIO PLASENTA

DEFINISI

Abrupsio plasenta adalah terlepasnya sebgaian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal sebelum waktunya.

KLASIFIKASI

1. ruptura sinus marginalis : hanya terlepas pinggirnya saja2. solusio plasenta parsialis : terlepas lebih luas3. solusio plasenta totalis : seluruh permukaan maternal plasenta terlepas.

a. Revealed hemorrage : perdarahan akan merembes antara plasenta dan miometrium lalu ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina

b. Concealed hemorrage : perdarahn tersebut tidak keluar melalui vagina, jika:i. Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding

rahimii. Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim

iii. Perdarahan masuk ke kantong ketubaniv. Bagian terbawah janin melekat kuat pada segmen bawah rahim

4. Solusio plasenta ringan : luas yang terlepas tidak sampai 25%, jumlah darah yang keluar kurang dari 250 ml, komplikasi belum ada

5. Solulsio plasenta sedang : luas yang terlepas lebih 25% tapi belum sampai 50%, jumlah darah yang keluar lebih dari 250 ml tapi kurang dari 1000 ml, gejala sudah jelas : nyeri perut, djj meningkat, hipotensi dan takikardi

6. Solulsio plasenta berat : luas yang terlepas lebih 50% , jumlah darah yang keluar lebih dari 1000 ml, gejala sudah jelas, keadaa umum buruk disertai syok dan hampir semua janinnya telah meninggal, komplikasi koagulopati dan gagal ginjal.

INSIDEN

Semakin menurun dengan semakin baiknya perawatan antenatal, tranportasi yang lebih mudah. Tapi diyakini angka kejadian lebih tinggi di Indonesia dari pada di negara maju.

ETIOLOGI

Sebab primer : tidak diketahui

Page 102: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Faktor resiko :

- Pernah solusio plasenta- Korioamnionitis/ ketuban pecah dini- Sindroma pre-eklampsia- Hipertensi kronik- Merokok- Merokok + Hipertensi kronik- Pacandu kokain- Mioma di belakang plasenta- Gangguan sistem pembekuan darah- Trauma abdomen dalam kehamilan- Plasenta sirkumvalata- Sosioekonomi :Usia muda, primiparitas, single parents, pendidikan yang rendah dan

solusio plasenta rekurens- Fisik : trauma tumpul perut- Kelainan pada rahim : mioma submukosum- Penyakit ibu : hipertensi, kelainan sistem pembekuan darah- Iatrogenik : merokok, kokain

DIAGNOSIS

Perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, kontraksi tetanik pada uterus, kelainan denyut jantung janin.

Page 103: Resume Skenario 2 Revisi (1)

INKOMPETEN SERVIKS

DEFINISI

Inkompeten serviks adalah kelemahan pada integritas jaringan serviks dimana leher rahim mengalami penipisan dan dilatasi sebelum waktunya tanpa rasa sakit. Inkompetensi serviks merupakan penyebab tersering pada kasus kelahiran prematur trimester II

EPIDEMIOLOGI

Suatu studi epidemiologi menunjukkan insiden terjadinya serviks inkompeten adalah sekitar 0,5% pada populasi pasien obstetri secara umum dan 8% pada wanita dengan abortus trimester kedua sebelumnya

ETIOLOGI

Etiologi sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Diduga 3 faktor yang

memegang peranan penting dalam terjadinya inkompetensi serviks, yaitu :

a. Faktor kongenital

Akibat perkembangan abnormal jaringan fibromuskular serviks

menyebabkan kelemahan serviks tersebut. Kelainan ini jarang ditemukan.

Pada primigravida yang tidak pernah mengalami trauma pada serviks jarang

menderita kelainan ini.

b. Faktor akuisita

Akibat trauma sebelumnya pada serviks uteri yang mencapai ostium uteri

internum, misalnya pada persalinan normal, tindakan cunam yang traumatik,

kesulitan ekstraksi bahu, seksio sesaria di daerah serviks yang terlalu rendah,

dilatasi dan kuretase berlebihan, amputasi serviks, konisasi ataupun

kauterisasi. Kelainan ini lebih sering ditemukan.

Page 104: Resume Skenario 2 Revisi (1)

GAMBARAN KLINIS

Adanya pembukaan serviks tanpa kontraksi pada kehamilan trimester II

DIAGNOSIS

Diagnosis serviks inkompeten umumnya ditegakkan pada ANC berdasarkan riwayat satu atau lebih kegagalan kehamilan pada trimester kedua atau riwayat keguguran berulang pada trimester kedua. Terdapat keraguan bahwa pemeriksaan ultrasonografi, terutama transvaginal, bermanfaat sebagai alat bantu untuk mendiagnosis pemendekan serviks atau pencorongan ostium interna dan mendeteksi secara dini serviks yang inkompeten.

TATA LAKSANA

Terapi untuk inkompetensi serviks adalah dengan cara bedah dan non-bedah.

Pilihan terapi non-bedah dapat mengurangi risiko kelahiran prematur pada wanita

dengan inkompetensi serviks. Pengurangan aktivitas atau istirahat total di tempat

tidur, menghindari hubungan seksual, dan penghentian penggunaan narkotin atau

rokok telah direkomendasikan. Penggunaan indomethasin (100mg sekali, diikuti

dengan 50mg setiap 6 jam selama 48jam telah dihubungkan dengan penurunan

persalinan sebelum 35 minggu dan penurunan kelahiran prematur sebesar 86% pada

wanita dengan pemendekan serviks menjelang usia kehamilan 24 minggu.

Penatalaksanaan inkompetensi serviks adalah dengan cara bedah yaitu

penguatan serviks yang lemah dengan jahitan yang di sebut ‘cerclage’. Perdarahan,

kontraksi uterus, atau ruptur membran biasanya merupakan kontraindikasi untuk

pembedahan. Terdapat beberapa tehnik ‘cerclage’ yang pernah dilakukan seperti

McDonalds dan modifikasi Shirodkar. Waktu terbaik untuk prosedur cerclage serviks

adalah pada bulan ketiga (12-14 minggu) kehamilan . Namun, beberapa wanita

Page 105: Resume Skenario 2 Revisi (1)

mungkin perlu dipasangkan cerclage darurat pada kehamilan lanjut jika terjadi

perubahan seperti pembukaan atau pemendekan serviks. Jika sudah ada riwayat

pemasangan cerclage darurat, pada kehamilan selanjutnya juga wanita ini akan

memerlukan pemasangan cerclage pada serviksnya.

Page 106: Resume Skenario 2 Revisi (1)

POLIHIDRAMNION

POLIHIDRAMNION

Polihidramnion atau disebut juga dengan hidramnion adalah keadaan dimana air

ketuban melebihi 2000 ml. Hidramnion akut adalah penambahan air ketuban secara

mendadak dan cept dalam beberapa hari, biasanya terdapat pada kehamilan yang agak

muda, bulan ke 5 dan ke 6.Hidramnion kronis adalah penambahan air ketuban

secara perlahan-lahan, biasanya terjadi pada kehamilan lanjut. Diagnosis pasti bisa

didapatkan dari pemeriksaan ultrasonografi (USG). Insidensi hidramnion adalah 1%

dari semua kehamilan. Biggio dkk (1999) melaporkan dari Alabama, insisden

hidramnion 1% diantara lebih dari 36.000 kehamilan.

Etiologi

Sampai sekarang penyebab hidramnion masih belum jelas. Pada banyak kasus

hidramnion berhubungan dengan kelainan malformasi janin, khususnya kelainan

sistem syaraf pusat dan traktus gastrointestinal. Namun secara teori, hidramnion bisa

terjadi karena :

Produksi air ketuban bertambah

Diduga air ketuban dibentuk oleh sel-sel amnion, tetapi air ketuban dapat bertambah

cairan lain masuk kedalam ruangan amnion, misalnya air kencing janin dan cairan

otak anensefalus.

Naeye dan Blanc (1972) mengidentifikasi dilatasi tubulus ginjal, bladder (vesica

urinaria) ukuran besar, akan meningkatkan output urine pada awal periode

pertumbuhan fetus, hal inilah yang meningkatkan produksi urine fetus yang

mengakibatkan hidramnion.

Pengaliran air ketuban terganggu

Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru.

Salah satu cara pengeluaran adalah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus kemudian

dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu. Ekskresi

air ketuban ini akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia

esofagus dan anensefalus.

Page 107: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Damato dan koleganya (1993) melaporkan bahwa dari 105 wanita yang diteliti cairan

amnionnya, ditemukan hampir 65% dinyatakan hidramnion. Ada 47 orang hamil

tunggal dengan satu atau lebih mengalami kelainan kongenital. Diantaranya kelainan

gastrointestinal, sistem syaraf pusat, thorax, skeletal, kelainan kromosom (2 janin

mempunyai trisomi 18—Edward syndrome dan dua janin dengan trisomi 21—Down

syndrome), dan kelainan jantung. 19 orang wanita hamil kembar. Hidramnion

berhubungan dengan kehamilan kembar monozigotik, hipotesis telah dibuktikan

bahwa salah satu fetus menguasai satu bagian sirkulasi dari janin lainnya, dimana

fetus yang satu ini mengalami cardiac hypertrofi dan produksi output urine yang

meningkat.

Diagnosis

1. Anamnesis

Perut terasa lebih besar dan lebih berat dari biasa Sesak nafas, beberapa ibu mengalami sesak nafas berat, pada kasus ekstrim

ibu hanya bisa bernafas bila berdiri tegak Nyeri ulu hati dan sianosis Nyeri perut karena tegangnya uterus Oliguria. Kasus sangat jarang terjadi. Hal ini terjadi karena urethra mengalami

obstruksi akibat uterus yang membesar melebihi kehamilan normal.

2. Inspeksi

Perut terlihat sangat buncit dan tegang, kulit perut mengkilat, retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar

Ibu terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah karena kehamilannya Edema pada kedua tungkai, vulva dan abdomen. Hal ini terjadi karena

kompresi terhadap sebagian besar sistem pembuluh darah balik (vena) akibat uterus yang terlalu besar

3. Palpasi

Perut tegang dan nyeri tekan Fundus uteri lebih tinggi dari usia kehamilan sesungguhnya Bagian-bagian janin sukar dikenali

4. Auskultasi

Page 108: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Denyut jantung janin sukar didengar

5. Pemeriksaan penunjang

Foto rontgen (bahaya radiasi) Ultrasonografi

o Banyak ahli mendefinisikan hidramnion bila index cairan amnion (ICA) melebihi 24-25 cm pada pemeriksaan USG.

o Dari pemeriksaan USG, hidramnion terbagi menjadi :

Mild hydramnion (hidramnion ringan), bila kantung amnion mencapai 8-11 cm

dalam dimensi vertikal. Insiden sebesar 80% dari semua kasus yang terjadi.

Moderate hydramnion (hidramnion sedang), bila kantung amnion mencapai 12-15

cm dalamnya. Insiden sebesar 15%.

Severe hydramnion (hidramnion berat), bila janin ditemukan berenang dengan bebas

dalam kantung amnion yang mencapai 16 cm atau lebih besar. Insiden sebesar 5%.

From Queenan

(1991)

Diagnosa

banding

Gemelli (kembar)

Asites (pengumpulan cairan serosa dalam rongga perut) Kista ovarium Kehamilan dengan tumor

Prognosis

Janin

Kelainan kongenital Prematuritas Prolapsus tali pusat

Ibu  

Weeks gestation

Fetus (gr) Placenta (gr) Amnionic fluid (ml)

Fluid (%)

16 100 100 200 5028 1000 200 1000 4536 2500 400 900 2440 3300 500 800 17

Page 109: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Solusio plasenta Atonia uteri Perdarahan postpartum

Penanganan

Pada masa hamil

Pada hidramnion ringan tidak perlu pengobatan khusus. Hidramnion sedang dengan

beberapa ketidaknyamanan biasanya dapat diatasi, tidak perlu intervensi sampai

persalinan atau sampai selaput membran pecah spontan. Jika terjadi sesak nafas atau

nyeri pada abdomen, terapi khusus diperlukan. Bed rest, diuretik dan air serta diet

rendah garam sangat efektif. Terapi indomethacin biasa digunakan untuk mengatasi

gejala-gejala yang timbul menyertai hidramnion. Kramer dan koleganya (1994)

melalui beberapa hasil penelitiannya membuktikan bahwa indomethacin mengurangi

produksi cairan dalam paru-paru atau meningkatkan absorpsi, menurunkan produksi

urine fetus dan meningkatkan sirkulasi cairan dalam membran amnion. Dosis yang

boleh diberikan 1,5-3 mg/Kg per hari. Tetapi pada hidramnion berat maka penderita

harus dirawat dan bila keluhan terlalu hebat dapat

dilakukan amniosentesis (pengambilan sampel cairan ketuban melalui dinding

abdomen). Prinsip dilakukan amniosintesis adalah untuk mengurangi distress pada

ibu. Selain itu, cairan amnion juga bisa di tes untuk memprediksi kematangan paru-

paru janin.

Pada masa persalinan

Bila tidak ada hal-hal yang mendesak maka sikap kita adalah menunggu. Jika pada

waktu pemeriksaan dalam ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air

ketuban mengalir keluar dengan deras, masukanlah tinju kedalam vagina sebagai

tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksudnya adalah

supaya tidak terjadi solusio plasenta, syok karena tiba-tiba perut kosong atau

perdarahan postpartum karena atonia uteri.

Pada masa nifas

Observasi perdarahan postpartum

Page 110: Resume Skenario 2 Revisi (1)

tterm.

KELAINAN LETAK JANIN SETELAH 36 MINGGU

Page 111: Resume Skenario 2 Revisi (1)

KEHAMILAN GANDA

DEFINISI

Kehamilan ganda adalah bila proses fertilisasi menghasilkan janin lebih dari satu. (Sarwono, 2010).

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

1. Faktor Ras. Pada kawasan di afrika, frekuensi terjadinya kehamilan ganda sangat tinggi. Knox dan Morley (1960) dalamsuatu survey pada salah satu masyarakat pedesaan di Nigeria, mendapatkan bahwa kehamilan ganda terjadi sekali pada setiap 20 kelahiran,kehamilan pada orang timur atau oriental tidak begitu sering terjadi.

2. Factor Keturunan. Dalam analisis Burmer (1960) terhadap anak-anak kembar, 1 dari 25 (40%) ibu mereka ternyata juga kembar, tetapi hanya 1 dari 60 (1,75) ayah mereka yang kembar, keterangan didapatkan bahwa salah satu sebabnya adalah multiple ovulasi yang diturunkan.

3. Factor umur dan Paritas Untuk peningkatan usia sampai sekitar 40 tahun atau paritas sampai dengan 7, frekuensi kehamilan ganda akan meningkat.

4. Factor nutrisi. Nylander (1971) mengatakan bahwa peningkatan kehamilan ganda berkaitan dengan BB ibu. Ibu yang lebih tinggi dan berbadan besar mempunyai resiko hamil ganda sebesar 25-30% dibandingkan dengan ibu yang lebih pendek dan berbadan kecil.

5. .Factor terapi infertilitas.Induksi ovulasi dengan menggunakan FSH plus chorionic gonadrotopin atau chlomiphene citrate menghasilkan ovulasi ganda.

Page 112: Resume Skenario 2 Revisi (1)

KLASIFIKASI

1. Kehamilan kembar monozigotik

Merupakan kehamilan ganda yang berasal dari satu ovum yang dibuahi dan membelah secara dini dan membentuk dua embrio yang sama, kehamilan ini juga disebut hamil kembar identik atau hamil kembar homolog atau hamil kembar uniovuler, karena berasal dari satu ovum.

Cirri-cirinya adalah

a. Jenis kelamin samab. Rupanya sama/ memiiki wajah yang sama (seperti bayangan)c. Golongan darah sama, cap kaki dan tangan samad. Sebagian atau kira-kira 1/3 kehamilan kembar adalah monozigotik,

mempunyai 2 amnion, 2 karion, dan 2 plasenta; kadang-kadang 2 plasenta menjadi 1. Keadaan ini tidak dapat dibedakan dengan kembar dizigotik. 2/3 mempunyai 1 plasenta, 1 korion, dan atau 2 amnion. Pada kehamilan kembar monoamniotik kematian bayi masih sangat tinggi.e. Pada kembar monozigotik dapat terjadi kelainan pertumbuhan seperti kembar siam dan insiden kelainan malformasi masih tinggi.

2. Kehamilan kembar dizigotik

Merupakan kehamilan ganda yang berasal dari 2 atau lebih ovum yang telah dibuahi, sebagian besar kehamilan ganda adalah dizigotik atau kehamilan kembar fraternal.Cirri-cirinya adalah :

a. Jenis kelamin dapat sama atau berbedab. Persamaan seperti adik kakakc. Golongan darah tidak samad. Cap tangan dan kaki tidak sama

Page 113: Resume Skenario 2 Revisi (1)

e. Sebagian atau kira-kira 2/3 kehamilan kembar adalah dizigotik yang mempunyai 2 plasenta, 2 korion dan 2 aamnion dan 2 amnion,2 korion, 1 plasenta.

MANIFESTASI KLINIS

1. Ukuran uterus, tinggi fundus uterus, dan lingkar abdomen melebihi ukuran yang seharusnya untu usia kehamilan akibat pertumbuhan uterus yang pesat selama trimester ke 2.

2. Mual dan muntah berat( akibat peningkatan kadar HCG)

3. Riwayat bayi kembar dalam kelurga.

4. Riwayat penggunaan obat penyubur sel telur, seperti sitrat klomifen( clomid) atau menotropins (pergonal).

5. Pada palpasi abdomen didapat tiga atau lebih bagian besar dan/ atau banyak bagian kecil, yang akan semakin mudah diraba terutama pada trimester ketiga.

6. Pada auskultasi ditemukan lebih dari satu bunyi denyut jantung janin yang jelas-jelas berbeda satu sama lain (berbeda lebih dari 10 denyut jantung permenit dan terpisah dari detak jantung ibu).

PENATALAKSANAAN ANTEPARTUM

Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pada kehamilan dengan penyulit kembar, kita perlu :

1. Pemeriksaan antenatal lebih sering, mulai kehamilan 24 minggu pemeriksaan dilakukan tiap 2 minggu, sesudah kehamilan 36 minggu tiap minggu,

Page 114: Resume Skenario 2 Revisi (1)

sehingga tanda-tanda pre-eklamsi dapat diketahui dini dan penanganannya dapat dikerjakan dengan segera. Setelah kehamilan 30 minggu, perjalanan jauh dan koitus sebaiknya dilarang karena dapat merupakan factor predisposisi partus prematurus.

2. Pada kehamilan kebutuhan ibu untuk pertumbuhan hamil kembar lebih besar dari hamil tunggal, sehingga kebutuhan nutrisinya harus terpenuhi agar tidak terganggu pertumbuhan janin dalam rahim.

3. Anemia hepokrom tidak jarang terjadi pada kehamilan kembar karena kebutuhan besi 2 bayi dan penambahan volema darah ibu sangat meningkat.pemberian sulfas ferosus 3×100 mg secara rutin perlu dilakukan, selain zat besi dianjurkan untuk memberikan asam folik sebagai tambahan, yaitu 5 mg asam folat dan satu tablet zatbesi setiap hari.

4. Mencegah kelahiran janin yang terlalu preterm.5. Mengidentifikasi gangguan pertumbuhan salah satu atau kedua janin 6. Mengeliminasi trauma janin selama persalinan dan kelahiran.7. Mempersiapkan dokter yang ahli dalam perawatan neonates.

PENATALAKSANAAN DALAM PERSALINAN

1. Untuk memilih metode yang optimal untuk kelahiran presentasi janin-janin itu harus diketahui dengan tepat.2. Presentasi kepala paling sering terjadi (50% bokong-dari semua kombinasi) diikuti dengan kelahiran kepala-bokong, bokong-kepala, bokong-bokong, untuk presentasi kepala-kepala persalinan pervaginam diperbolehkan seperti halnya pada presentasi kepala tunggal, frekuensi DJJ harus dipantau terus menerus selama persalinan.3. Setelah kelahiran dari kembar yang pertama, tali pusat dengan segera di klem, yang dikeali sebagai kembar A, dan dipotong.4. Pemeriksaan dalam kemudian dilakukan untuk menilai presentasi dan stasion kembar kedua. Apabila kembar kedua presentasi kepala, persalinan dibiarkan berlanjut, frekuensi DJJ kedua terus dipantau, bila kontraksi rahim tidak efektif oksitosin harus diberikan dalam larutan encer dan persalinan dibiarkan berjalan.5. Selang waktu optimal antara kehamilan kembar pertama dan kedua adalah 5-15 menit, apabila lebih dari 30 enit dapat mengakibatkan insufiensi

Page 115: Resume Skenario 2 Revisi (1)

uteroplasenta yang dapat mengakibatkan menurunnya aliran darah uteroplasenta yang diakibatkan oleh berkurangnya voleme dalam rahim.6. Pada presentasi lain,SC rutin harus dilakukan untuk mencegah cedera kelahiran dan asfiksia potensial yang mungkin terjadi pada versi kaki dan ekstraksi sungsang total.7. Semua persiapan untuk resusitasi dan perawatan bayi premature disediakan. Golongan darah ibu sudah di tentukan dan persediaan darah diadakan mengingat kemungkinan perdarahan post partum lebih besar. Pemakaian sedative perlu dibatasi. Epiosiotomi mediolateral dikerjakan untuk memperpendek kala pengeluaran dan mengurangi tekanan pada kepala bayi. Setelah bayi pertama lahir, segera dilakukan pemeriksaan luar dan vaginal untuk mengetahui letak dan keadaan janin kedua. Bila janin dalam letak memanjang, selaput ketuban dipecahkan dan air ketuban dialirkan perlahan-lahan untuk menghindarkan prolapsus funikulli. Penderita dianjurkan meneran atau dilakukan tekanan terkendali pada fundus uteri, agar bagian janin masuk dalam panggul, janin kedua turun dengan cepat sampai kedasar panggul dan lahir spontan karena jalan lahir telah dilalui anak pertama. Bila janin kedua dalam letak lintang denyut jantung janin tidak teratur, tetapi prolapsus funikulli atau soluso plasenta, atau bila persalinan spontan tidak terjadi dalam 15 menit, maka janin perlu dilahirkan dengan obstetric karena resiko akan meningkat dengan meningkatnya waktu. Dalam letak lintang dicoba untuk mengadakan versi luar dan bila tidak berhasil maka segera dilakukan versi ekstraksi tanpa narcosis, pada janin dalam letak memanjang dapat dilakukan ekstraksi kunam pada letak kepala dan ekstraksi kaki pada letak sungsang. Sectio sesaria dilakukan atas indikasi janin pertama dalam letak lintang, prolaps funikulli, plasenta previa. Bila terjadi interloking, bila keadaan tidak bias dilepaskan dilakukan dekapitasi atau SC menurut keadaan janin. Setelah anak ke dua lahir penderita disuntik 10 satuan oksi dan tingginya fundus uteri diawasi, jika ada tanda-tanda pelepasan plasenta maka plasenta dilahirkan, kala IV diawasi secara cermat agar perdarahan post partum dapat diketahui dini dan penanggulangan dapat dilakukan dengan segera.

PENATALAKSANAAN POST PARTUM

Terjadi gangguan kontraksi otot rahim yang menyebbkan atonia uteri yang menimbulkan perdarahan dan retensio plasenta. Seseorang wanita dengan kehamilan ganda mempunyai volume darah yang lebih besar dan

Page 116: Resume Skenario 2 Revisi (1)

mendapatkan beban ekstra pada system kardiovaskuler, peregangan otot rahim yang menyebabkan iskemia uteri yang dapat meningkatkan kemungkinan preklampisia dan eklampsia.

LETAK DAN PRESENTASI JANIN

Pada umunya tidak besar dan cairan amnion lebih banyak dari pada biasanya, sehingga sering terjadi perubahan presentasi dan posisi janin. Demikian pula letak janin kedua dapat berubah setelah kelahiran janin pertama, misalnya dari letak lintang menjadi letak sungsang. Yang paling sering ditemukan kedua janin dalam letak memanjang dengan presentasi kepala kemudian menyusul presentasi kepala dan bokong, keduanya presentasi bokong, presentasi kepala dan bahu, presentasi bokong dan bahu dan yang paling jarang keduanya presentasi bahu.

I. Pertumbuhan janin kembar

1. Berat badan satu janin kehamilan kembar rata-rata 1000gr lebih ringan dari janin tunggal.

2. Berat badan baru lahir biasanya pada kembar dua dibawah 2500 gr,triplet dibawah 2000 gr,quadruplet dibawah 1500 gr, dan quintuplet dibawah 1000 gr.

3. Berat badan masing-masing janin dari kehamilan kembar tidak sama,umumnya berselisih antara 50 sampai 1000 gr, dank arena pembagian sirkulasi darah tidak sama,maka yang satu lebih kurang tumbuh dari yannng laiinnya.

4. Pada kehamilan ganda monozigotika. Pembuluh darah janin yang satu beranastomosis dengan janin yang lain, karena itu setelah bayi satu lahir tali pusat harus diikat unntuk menghindari pendarahan.b. Karena itu janin yang satu dapat terganggu pertumbuhannya dan jadi monstrum,seperti akardiakus,dan kelainan lainnya.

Page 117: Resume Skenario 2 Revisi (1)

c. Dapat terjadi sindroma transfuse fetal; pada janin yang mendapat darah lebih banyak terjadi hidramnion, polesetimia, edema, dan pertumbuhan yang baik. Sedangkan janin kedua terlihat kecil, anemis, dehidrasi, oligohidramnion dan mikrokardi, karena kurang mendapat darah.

5. Pada kehamilan kembar dizigotik

a. Dapat terjadi satu janin meninggal dan yang satu tumbuh sampai cukup bulan.b. Janin yang mati bias diresorbsi (pada kehamilan muda), atau pada kehamilan yang agak tua, janin menjadi pipih yang disebut fetus papyraseus atau kompresus.

Page 118: Resume Skenario 2 Revisi (1)

JANIN TUMBUH LAMBAT

DEFINISI

Pertumbuhan janin terhambat (PJT) ditegakkan apabila pada pemeriksaan

ultrasonografi (USG) perkiraan berat badan janin berada di bawah persentil 10

dibawah usia kehamilan atau lebih kecil dari yang seharusnya (sesuai grafik).

Terminologi “kecil untuk masa kehamilan” adalah berat badan bayi yang tidak sesuai

dengan masa kehamilan dan dapat muncul pada bayi cukup bulan atau prematur. Pada

umumnya janin tersebut memiliki tubuh yang kecil dan risiko kecacatan atau

kematian bayi kecil akan lebih besar baik pada saat dilahirkan ataupun setelah

melahirkan.

Kejadian PJT bervariasi, berkisar 4-8% pada negara maju dan 6-30% pada negara

berkembang. Hal ini perlu menjadi perhatian karena besarnya kecacatan dan kematian

yang terjadi akibat PJT. PJT terbagi atas dua, yaitu:

1. Gangguan pertumbuhan janin simetris

Memiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan janin yang tidak simetris,

semua organ mengecil secara proporsional. Faktor yang berkaitan dengan hal ini

adalah kelainan kromosom, kelainan organ (terutama jantung), infeksi TORCH

(Toxoplasmosis, Other Agents <Coxsackie virus, Listeria), Rubella,

Cytomegalovirus, Herpes simplex/Hepatitis B/HIV, Syphilis), kekurangan nutrisi

berat pada ibu hamil, dan wanita hamil yang merokok

2. Gangguan pertumbuhan janin asimetris (tidak simetris)

Gangguan pertumbuhan janin asimetris memiliki waktu kejadian lebih lama

dibandingkan gangguan pertumbuhan janin simetris. Beberapa organ lebih

terpengaruh dibandingkan yang lain, lingkar perut adalah bagian tubuh yang

Page 119: Resume Skenario 2 Revisi (1)

terganggu untuk pertama kali, kelainan panjang tulang paha umumnya terpengaruhi

belakangan, lingkar kepala dan diameter biparietal juga berkurang. Faktor yang

mempengaruhi adalah insufisiensi (tidak efisiennya) plasenta yang terjadi karena

gangguan kondisi ibu termasuk diantaranya tekanan darah tinggi dan diabetes dalam

kehamilan dalam kehamilan

PENYEBAB

Pada umumnya 75% janin dengan PJT memiliki proporsi tubuh yang kecil, 15-25%

terjadi karena insufisiensi uteroplasenta, 5-10% terjadi karena infeksi selama

kehamilan atau kecacatan bawaan.

1. Penyebab ibu

Fisik ibu yang kecil dan kenaikan berat badan yang tidak adekuat

Faktor keturunan dari ibu dapat mempengaruhi berat badan janin. Kenaikan

berat tidak adekuat selama kehamilan dapat menyebabkan PJT. Kenaikan

berat badan ibu selama kehamilan sebaiknya 9-16 kg. apabila wanita dengan

berat badan kurang harus ditingkatkan sampai berat badan ideal ditambah

dengan 10-12 kg

Penyakit ibu kronik

Kondisi ibu yang memiliki hipertensi kronik, penyakit jantung sianotik,

diabetes, serta penyakit vaskular kolagen dapat menyebabkan PJT. Semua

penyakit ini dapat menyebabkan pre-eklampsia yang dapat membawa ke PJT

Kebiasaan seperti merokok, minum alkohol, dan narkotik

2. Penyebab janin

Infeksi selama kehamilan

Infeksi bakteri, virus, protozoa dapat menyebabkan PJT. Rubela dan

cytomegalovirus (CMV) adalah infeksi yang sering menyebabkan PJT

Kelainan bawaan dan kelainan kromosom

Page 120: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Kelaianan kromosom seperti trisomi atau triploidi dan kelainan jantung

bawaan yang berat sering berkaitan dengan PJT. Trisomi 18 berkaitan dengan

PJT simetris serta polihidramnion (cairan ketuban berlebih). Trisomi 13 dan

sindroma Turner juga berkaitan dengan PJT

Pajanan teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan janin)

Berbagai macam zat yang bersifat teratogen seperti obat anti kejang, rokok,

narkotik, dan alkohol dapat menyebabkan PJT

3. Penyebab plasenta (ari-ari)

Kelainan plasenta sehingga menyebabkan plasenta tidak dapat menyediakan

nutrisi yang baik bagi janin seperti, abruptio plasenta, infark plasenta

(kematian sel pada plasenta), korioangioma, dan plasenta previa

Kehamilan kembar

Twin-to-twin transfusion syndrome

TANDA DAN GEJALA

PJT dicurigai apabila terdapat riwayat PJT sebelumnya dan ibu dengan penyakit

kronik. Selain itu peningkatan berat badan yang tidak adekuat juga dapat mengarah

ke PJT. Dokter dapat menemukan ukuran rahim yang lebih kecil dari yang

seharusnya.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) diperlukan untuk mengukur pertumbuhan janin.

Selain itu USG juga dapat digunakan untuk melihat kelainan organ yang terjadi.

Pengukuran lingkar kepala, panjang tulang paha, dan lingkar perut dapat dilakukan

untuk menilai pertumbuhan janin melalui USG. Penggunaan ultrasound doppler dapat

digunakan untuk melihat aliran dari pembuluh darah arteri umbilikalis.

TERAPI

Page 121: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Kecacatan dan kematian janin meningkat sampai 2-6 kali pada janin dengan PJT.

Tatalaksana untuk kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada terapi yang

paling efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam

kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu.

Tatalaksana yang harus dilakukan adalah :

PJT pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus dilakukan adalah segera

dilahirkan PJT jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan organ harus dicari pada

janin ini, dan bila kelainan kromosom dicurigai maka amniosintesis (pemeriksaan

cairan ketuban) atau pengambilan sampel plasenta, dan pemeriksaan darah janin

dianjurkan

a. Tatalaksana umum : setelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan

kromosom serta infeksi dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi

disertai dengan nutrisi yang baik. Apabila istirahat di rumah tidak dapat

dilakukan maka harus segera dirawat di rumah sakit. Pengawasan pada janin

termasuk diantaranya adalah melihat pergerakan janin serta pertumbuhan

janin menggunakan USG setiap 3-4minggu

b. Tatalaksana khusus : pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya

dilahirkan, hanya terapi suportif yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya

adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat maka nutrisi harus diperbaiki. Pada

wanita hamil perokok berat, penggunaan narkotik dan alkohol, maka

semuanya harus dihentikan

c. Proses melahirkan : pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur.

Pengawasan ketat selama melahirkan harus dilakukan untuk mencegah

komplikasi setelah melahirkan. Operasi caesar dilakukan apabila terjadi

distress janin serta perawatan intensif neonatal care segera setelah dilahirkan

sebaiknya dilakukan. Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan

meningkat pada PJT karena umumnya PJT banyak disebabkan oleh

insufisiensi plasenta yang diperparah dengan proses melahirkan Kondisi bayi.

Janin dengan PJT memiliki risiko untuk hipoksia perinatal (kekurangan

Page 122: Resume Skenario 2 Revisi (1)

oksigen setelah melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap cairan

mekonium). PJT yang parah dapat mengakibatkan hipotermia (suhu tubuh

turun) dan hipoglikemia (gula darah berkurang). Pada umumnya PJT simetris

dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan pertumbuhan bayi yang

terlambat setelah dilahirkan, dimana janin dengan PJT asimetris lebih dapat

“catch-up” pertumbuhan setelah dilahirkan.

PENCEGAHAN

Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga, faktor seperti

diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Untuk mencegah komplikasi yang

serius selama kehamilan, sebaiknya seorang ibu hamil mengikuti nasihat dari

dokternya; makan makanan yang bergizi tinggi; tidak merokok, minum alkohol dan

menggunakan narkotik; mengurangi stress; berolahraga teratur; serta istirahat dan

tidur yang cukup. Suplementasi dari protein, vitamin, mineral, serta minyak ikan juga

baik dikonsumsi. Selain itu pencegahan dari anemia serta pencegahan dan tatalaksana

dari penyakit kronik pada ibu maupun infeksi yang terjadi harus baik.

Page 123: Resume Skenario 2 Revisi (1)

KELAINAN JANIN

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang

timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan

sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir.

Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh

kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi

alamu terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan

dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir

rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat

lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam

minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan

laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir,

dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa

cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air

ketuban dan darah janin

INSIDENSI

Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau

dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan

kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau

belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah

kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang

suatu kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan

satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian

adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau

lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditetemukannya kelainan kongenital

Page 124: Resume Skenario 2 Revisi (1)

besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan

kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.

Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per i000 kelahiran angka

kejadian ini akan menjadi 4-5% biIa bayi diikuti terus sampai berumur 1 tahun. Di

Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979), secara klinis ditemukan angka

kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara 19.832 kelahiran hidup atau

sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi,

Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara 14.504 kelahiran bayi dan di

Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-1979) sebesar 1.64da tri 4625 kelahiran

bayi. Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk

berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula dapat tergantung pada cara perhitungan

besar keciInya kelainan kongenital.

FAKTOR ETIOLOGI

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan

embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor

lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan

kongenital antara lain:

[1] Kelainan Genetik dan Khromosom.

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas

kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang

mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang

bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai

unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan

kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah

selanjutya.

Dengan adanya kemajuan dafam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat

diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah

Page 125: Resume Skenario 2 Revisi (1)

dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh

kelainankhromosom autosomai trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism)

kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.

[2] Faktor mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan

kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor

predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya

deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes

pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus

(clubfoot)

[3] Faktor infeksi.

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada

periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi

tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam

pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat

menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya

abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus

Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester

pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan

pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan.

Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan

kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis,

kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan

pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau

mikroftalmia.

[4]Faktor Obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama

kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital

pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan

Page 126: Resume Skenario 2 Revisi (1)

kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau

mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan

tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan

kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.

Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian

obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar

dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada

pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat

hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-

baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.

Faktor umur ibu

Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang

dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir

Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis

ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan

resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka

keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1:

600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur

40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.

Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan

kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes

mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila

dibandingkan dengan bayi yang normal.

Faktor radiasi

Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan

kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua

dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali

dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk

Page 127: Resume Skenario 2 Revisi (1)

keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan,

khususnya pada hamil muda.

Faktor gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat

menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan

menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan

oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi

yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi

protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan

kejadian &elainan kongenital.

Faktor-faktor lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya

sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.

Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor

penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.

DIAGNOSA 

Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat dilakukan pada -

pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat bayi sudah lahir.

Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas indikasi oleh karena

ibu mempunyai faktor resiko:

misalnya: riwayat pernah melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat

adanya kelainan-kongenital dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati

menopause.

Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat

ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk mengambil contoh

cairan amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat didiagnose dengan cara ini

misalnya: kelainan kromosome, phenylketonuria, galaktosemia, defek tuba neralis

Page 128: Resume Skenario 2 Revisi (1)

terbuka seperti anensefali serta meningocele. 

Pemeriksaan darah janin pada kasus thallasemia.

Untuk kasus2 hidrosefalus pemeriksaan dapat diketemukan pada saat periksa hamil

PENANGANAN 

Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan

tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang

memerlukan koreksi kosmetik. Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi

baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan

faktor penyebab, langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.

Page 129: Resume Skenario 2 Revisi (1)

DISPROPORSI KEPALA PANGGUL

DEFINISI

Disproporsi kepala panggul yaitu suatu keadaan yang timbul karena tidak adanya keseimbangan antara panggul ibu dengan kepala janin

disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya

FAKTOR PREDISPOSISI

1.      Kelainan pada faktor maternal (passage, power, psyche)2.      Kelainan pada faktor fetal (presentation, passenger)3.      Kelainan pada faktor maternal & fetal. Ada dua tindakan utama yang dilakukan untuk menangani persalinan dengan disproporsi kepala panggul, yaitu seksio sesarea dan partus percobaan. Disamping itu kadang-kadang ada indikasi dilakukan kraniotomia.

Faktor-Faktor Disproporsi Kepala Panggul

1.      Faktor panggul ibua.       Terdapat pangul-panggul sempit yang umumnya disertai peubahan dalam bentuknya. Menurut klasifikasi yang dianjurkan Munro Kerr yang diubah sedikit, panggul-pangul yang terakhir dapat digolongkan sebagai berkut:b.      Perubahan bentuk karena kelainan perubahan intrauterine:

1)      Panggul Naegele2)      Panggul Robert 3)      Split pelvis 4)      Panggul asimilasi

2.      Perubahan bentuk karena penykit pada tulng-tulang panggul dan sendi panggul: a.       Neoplasma b.      Fraktur c.       Atrofi, karies, nekrosis, Rakhitis

3.      Perubahan bentuk karena penyakit kaki: a.       Koksitis

Page 130: Resume Skenario 2 Revisi (1)

b.      Luksasio koksa c.       Atrofi atau kelumpuhan satu kaki

4.      Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang: a.       Kifosis b.      Skoliosisc.       Spondilolistesis

5.      Berdasarkan pintu masuk panggul

KOMPLIKASI

1.      Bahaya pada ibua.       Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi inrapartum.b.      Dengan his yang kuat sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan dapat timbul regangan segmen bawah uterus (rupture uteri mengancam) dan bila tidak segera diambil tindakan akan terjadi rupture uteri.c.       Dengan persalinan tidak maju karena diproporsi kapala panggul, jalan lahir mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul. Hal itu menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa hari post partum akan terjadi fistula vesikoservikalis atau fistula vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis.

2.      Bahaya pada janin:a.       Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal apalagi bila ditambah dengan infeksi intrapartum.b.      Dengan adanya disprpoporsi kepala panggul kepala janin dapat melewati rintangan pada panggul dengan mengadakan moulage. Moulage dapat dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas-batas tertentu, akan tetapi apabila batas-batas tersebut dilampaui akan terjadi sobekan pada tentorium serebelli dan perdarahan intracranial.c.       Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang-kadang oleh simfisis dapat menyebabkan perlukan pada jaringan diatas tulang kepala janin dan dapat pula menimbulkan fraktur pada os parietalis.

Page 131: Resume Skenario 2 Revisi (1)

ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA KEHAMILAN

Definisi

Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin didalam sirkulasi darah. Kadar hemoglobin kurang dari 12 gram/dl untuk wanita tidak hamil dan kurang dari 11 gram/dl untuk wanita hamil.

Anemia pada kehamilan adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan darah merah dan menurunnya hemoglobin kurang dari 11 gr/dl. Pada trimester I dan III kadar Hemoglobin kurang dari 11 gr/dl, pada trimester II kadar hemoglobin kurang dari 10,5 gr/dl. Pada ibu hamil anemia yang sering terjadi yaitu anemia defisiensi besi, defisiensi asam folat.

Di Indonesia anemia pada kehamilan umumnya anemia defisiensi besi, yaitu anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritroposis tidak mencukupi.

Patofisiologi

Selama kehamilan kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat sekitar 800-1000 mg

untuk mencukupi kebutuhan seperti terjadi peningkatan sel darah merah

membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak pada usia kehamilan 32

minggu, janin membutuhkan zat besi sekitar 100-200 mg dan sekitar 190 mg

terbuang selama melahirkan. Dengan demikian jika cadangan zat besi sebelum

kehamilan berkurang maka pada saat hamil pasien dengan mudah mengalami

kekurangan zat besi

Diagnosis

Manifestasi klinis dari anemia pada kehamilan yang disebabkan karena

kekurangan zat besi sangat bervariasi walaupun tanpa gejala, anemia dapat

Page 132: Resume Skenario 2 Revisi (1)

menyebabkan tanda gejala seperti letih, sering mengantuk, malaise, pusing, lemah,

nyeri kepala, luka pada lidah, kulit pucat, konjungtiva, bantalan kuku pucat, tidak ada

nafsu makan, mual dan muntah. Pemeriksaan penunjang dapat dicari kadar

Hemoglobinnya.

Penatalaksanaan

Pemberian Zat Besi Oral

Sebelum dilakukan pengobatan harus dikalkulasikan terlebih dahulu jumlah

zat besi yang dibutuhkan. Misalnya hemoglobin sebelumnya adalah 6 gr/dl, maka

kekurangan hemoglobin adalah 12 – 6 = 6gr/dl, sehingga kebutuhan zat besi adalah :

6 x 200 mg. kebutuhan besi untuk mengisi cadangan adalah 500 mg, maka dosis Fe

secara keseluruhan adalah 1200 + 500 = 1700 mg. maka pemberian dapat berupa Fero

sulfat : 3 tablet / hari, @ 300 mg mengandung 600 mg Fe atau Fero glukonat: 5

tablet/hari, @ 300 mg mengandung 37 mg Fe atau bisa juga Fero Fumarat : 3 tablet /

hari, @ 200 mg mengandung 67 mg Fe. Maka respon hasil yang tercapai adalah Hb

meningkat 0,3-1 gr perminggu. Pemberian zat besi oral ini juga member efek

samping berupa konstipasi, berak hitam, mual dan muntah

Page 133: Resume Skenario 2 Revisi (1)

PERSALINAN DAN NIFAS

Page 134: Resume Skenario 2 Revisi (1)

INTRA-UTERINE FETAL DEATH (IUFD)

DEFENISI

Kematian janin dalam kandungan disebut Intra Uterin Fetal Death (IUFD),

yakni kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau pada

trimester kedua dan atau yang beratnya 500 gram. Jika terjadi pada trimester pertama

disebut keguguran atau abortus. Ada juga pendapat lain yang mengatakan kematian

janin dalam kehamilan adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum proses

persalinan berlangsung pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat janin 1000

gram ke atas.

ETIOLOGI

1. Fetal (penyebab 25-40%)

• Anomali/malformasi kongenital mayor : Neural tube defek, hidrops,

hidrosefalus, kelainan jantung congenital

• Kelainan kromosom termasuk penyakit bawaan. Kematian janin akibat

kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui otopsi

bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan.

Selain biayanya mahal, juga sangat berisiko. Karena harus mengambil air ketuban

dari plasenta janin sehingga berisiko besar janin terinfeksi, bahkan lahir prematur.

• Kelainan kongenital (bawaan) bayi

Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi

cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa

menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari

banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau

terjadi kelainan pada paru-parunya.

• Janin yang hiperaktif

Page 135: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Gerakan janin yang berlebihan -apalagi hanya pada satu arah saja- bisa

mengakibatkan tali pusat yang menghubungkan ibu dengan janin terpelintir.

Akibatnya, pembuluh darah yang mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui

plasenta ke janin akan tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan tali

pusat tersebut bisa membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi sulit

bergerak. Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau tersimpul tidak bisa

terdeteksi. Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa saat

hamil.

2. Placental (penyebab 25-35%)

• Abruption

• Kerusakan tali pusat

• Infark plasenta

• Infeksi plasenta dan selaput ketuban

• Intrapartum asphyxia

• Plasenta Previa

• Twin to twin transfusion S

• Chrioamnionitis

• Perdarahan janin ke ibu

• Solusio plasenta

3. Maternal (penyebab 5-10%)

• DM

• Hipertensi

• Trauma

• kehamilan lewat waktu (posterrm)

• Ruptur uterus

Page 136: Resume Skenario 2 Revisi (1)

• Postterm pregnancy

• Obat-obat

Kehamilan lebih dari 42 minggu. Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta

akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan

asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan

hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa

dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri

umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan

dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan

akhir kehamilan melalui USG.

TANDA DAN GEJALA

1.Ibu tidak merasakan gerakan janin

2. Gerakan janin tidak dirasakan lagi

3. Uterus tegang / kaku.

4. Adanya gelembung-gelembung gas pada badan janin

Gejala dan tanda selalu

ada

Gejala dan tanda selalu

ada

Diagnosa kemungkinan

         Gerakan janin

berkurang atau hilang

         Nyeri perut hilang

timbul atau menetap

         Perdarahan pervaginam

sesudah hamil 22 minggu

         Syok

         Uterus tegang atau kaku

         Gawat janin atau djj

tidak terdengar

Solisio placenta

Page 137: Resume Skenario 2 Revisi (1)

         Gerakan janin dan djj

tidak ada

         Perdarahan

         Nyeri perut hebat

         Syok

         Perut kembung atau

cairan bebas intra

abdominal

         Kontur uterus abnormal

         Abdomen nyeri

         Bagian-bagian janin

teraba

Rupture uteri

         Gerakan janin

berkurang atau hilang

         Djj abnormal (

<100/menit atau

>180/menit)

         Cairan ketuban campur

mekonium

Gawat janin

         Gerakan janin atau djj

hilang

         Tanda- tanda kehamilan

berhenti

         Tinggi fundus uteri

berkurang

         Pembesaran uteri

berkurang

Kematian janin

D. KLASIFIKASI

Golongan I Golongan II Golongan III Golongan IV

kematian sebelum

massa kehamilan

mencapai 20

kematian sesudah

ibu hamil 20-28

minggu

kematian sesudah

masa kehamilan

>28 minggu (late

kematian yang

tidak dapat

digolongkan pada

ketiga golongan di

Page 138: Resume Skenario 2 Revisi (1)

minggu penuh fetal death) atas

MANIFESTASI KLINIS / KOMPLIKASI

Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak menghasilkan masuk kedalam peredaran darah ibu tromboplastin¡ pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh terjadi pembekuan darah trombosit Disseminated yang meluas hipofibrinogenemia (kadar intravascular coagulation fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5 minggu sesudah IUFD.

Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik post partum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati. Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2 minggu kematian janin yang dikandungnya. 

DJJ tidak terdengar  Uterus tidak membesar, fundus uteri turun Pergerakan anak tidak teraba lagi oleh pemeriksa  Palpasi anak menjadi tidak jelas  Reaksi biologis menjadi negatif setelah anak mati kurang lebih 10 hari Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan

Hypofibrinogenemia 25%.

PATOFISIOLOGI

1. Hipertensi atau tekanan darah tinggi

2. Preeklampsia dan eklampsia

3. Perdarahan

4. Kelainan kongenital (bawaan) bayi

5. Ketidakcocokan golongan darah ibu dan janin

6. Janin yang hiperaktif

7. Gawat janin

8. Kehamilan lewat waktu (postterm)

9. Infeksi saat hamil

Page 139: Resume Skenario 2 Revisi (1)

10. Kelainan kromosom

Page 140: Resume Skenario 2 Revisi (1)

PERSALINAN PRETERM

DEFINISI

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan 20-37 minggu,

Bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram termasuk dalam

kategori berat badan lahir rendah

ETIOLOGI

Etiologi dari persalinan preterm sering tidak diketahui. Ada beberapa hal yang dapat

menimbulkan persalinan preterm:

a. Kelahiran prematur elektif

Hal ini diakibatkan karena preeklamsi berat, penyakit ginjal maternal, IUGR. Produk

kehamilan ini mempunyai komplikasi paling rendah.

b. KPD

Insidennya kira-kira 20% dari total persalinan preterm.

c. Kehamilan dengan komplikasi kegawat daruratan

Komplikasi tersebut meliputi solusio plasenta, eklampsia, resus iso imunisasi, infeksi

maternal atau prolapsus tali pusat. Kelompok ini kira-kira berjumlah 20 % dari

kehaliran preterm.

d. Persalinan preterm spontan tanpa komplikasi yang tidak diketahui penyebabnya

Kelompok ini berjumlah paling besar sampai 40 % dari kelahiran prematur.

PATOFISIOLOGI

Page 141: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Menurut Mansjoer Arif, dkk, persalinan preterm dapat diperkirakan dengan mencari

faktor resiko mayor atau minor.

Faktor risiko minor adalah penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam

pada kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10

batang per hari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I

lebih dari 2 kali.

Faktor risiko mayor adalah kehamilan multipel, hidramnion, anomali uterus, serviks

terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar atau memendek

kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih

dari 1 kali, riwayat persalinan preterm sebelumnya, operasi abdominal pada

kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi dan iritabilitas uterus. Cermin Dunia

Kedokteran No. 14520, 04 31

Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor risiko mayor atau

bila ada 2 atau lebih faktor risiko minor atau bila ditemukan keduanya.

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kriteria diagnosis:

1) Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan 259 hari

2) Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo adanya

pembukaan dan servisitis

3) Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau

sedikitnya 2 cm

4) Selaput ketuban seringkali telah pecah

Page 142: Resume Skenario 2 Revisi (1)

5) Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa

tekanan intrapelvik dan nyeri bagian belakang

6) Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah

Pemeriksaan penunjang (obgynacea,2009) n kapita selekta (mansjoer arif dkk 2001)

1) Pemeriksaan laboratorium

· Darah rutin, kimia darah, golongan darah ABO, faktor rhesus

· Urinalisis, kultur urine

· Bakteriologi vagina

· Amniosentesis : untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio

lesitin-sfingomielin, surfaktan

· Gas & ph darah janin

2) Pemeriksaan USG

Untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, aktifitas biofisik, cacat kongenital, letak

& maturasi plasenta, volume cairan ketuban, dan kelainan uterus.

3) Pemeriksaan CTG

Untuk memeriksa kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi.

6. Penatalaksanaan Awal

a. Segera lakukan penilaian tentang :

· Usia gestasi (untuk menentukan prognosis)

Page 143: Resume Skenario 2 Revisi (1)

· Demam ada/tidak

· Kondisi janin (jumlah, letak, presentasi, TBJ, hidup/gawat janin/mati, kelainan

kongenital, dll)

· Letak plasenta (perlukah SC?)

· Kesiapan untuk menangani bayi prematur

b. Tentukan kemungkinan penanganan selanjutnya (ada 3)

· Pertahankan kehamilan, sehingga janin dapat lahir mendekati aterm

· Tunda 2-3 hari, untuk memberikan pematangan paru janin

· Biarkan terjadi persalinan (tokolitik tidal berguna, persalinan lebih baik untuk

ibu/janin)

Penanganan Persalinan Pretern

Penanganan Umum

1. Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu.

2. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.

PRINSIP PENANGANAN.

1. Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan atau.

2. Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya, ( Saifuddin et.al.,

2002 : 302 ).

Page 144: Resume Skenario 2 Revisi (1)

PENATALAKSANAAN

Setiap persalinan preterm harus dirujuk ke RS, cari apakah ada faktor penyulit, dinilai

apakah termasuk risiko tinggi atau rendah.

· Sebelum dirujuk, berikan air minum 1000 ml dalam waktu 30 menit dan nilai

apakah kontraksi berhenti atau tidak.

· Bila kontraksi masih berlanjut, berikan obat tokolitik seperti fenoterol 5 mg

peroral dosis tunggal sebagai pilihan pertama atau ritodrin10 mg peroral dosis tunggal

sebagai pilihan kedua, atau ibuprofen 400 mg peroral dosis tunggal sebagai pilihan

ketiga.

· Bila pasien menolak dirujuk, pasien harus istirahat baring dan banyak minum,

tidak diperbolehkan bersengama. Pasien diberi tokolitik seperti fenoterol 5 mg peroral

tiap 6 jam atau ritodrin 10 mg tiap 4 jam atau ibuprofen 400 mg peroral tiap 8 jam

sampai 2 hari bebas kontraksi.

· Persalinan tidak boleh ditunda bila ada kontraindikasi mutlak (gawat janin,

koriamnionitis, perdarahan antepartum yang banyak) dan kontraindikasi relatif

(gestosis, diabetes melitus, pertumbuhan janin terhambat, dan pembukaan serviks 4

cm).

PROGNOSIS

Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang lahir

dengan berat 2000-2500 g mempunyai harapan hidup lebih dari 97%, 1500-2000 g

lebih dari 90%, dan 1000-1500 g sebesar 65-80%

Page 145: Resume Skenario 2 Revisi (1)

RUPTURE UTERI

DEFINISI  

Ruptura uteri digolongkan menjadi ruptura uteri lengkap dan ruptura uteri tidak

lengkap, tergantung apakah laserasi tersebut berhubungan dengan kavum peritonei

(lengkap) atau dipisahkan dari kavum tersebut oleh peritoneum viseralis uterus atau

oleh ligamentum kardinale (tidak lengkap). Ruptura uteri yang tidak lengkap bisa

berubah menjadi lengkap. Selain itu harus juga dibedakan antara ruptura jaringan

parut bekas seksio sesarea dan dehisensi jaringan parut bekas seksio sesarea. Ruptura

paling tidak berarti pelepasan atau pemisahan luka insisi lama di sepanjang uterus

dengan robeknya selaput ketuban sehingga kavum uteri berhubungan langsung

dengan kavum peritoneum. Pada keadaan ini seluruh atau sebagian janin mengalami

ekstrusi ke dalam kavum peritoneum. Disamping itu, biasanya terjadi perdarahan

yang masif dari tepi jaringan parut atau dari perluasan robekan yang mencapai bagian

uterus yang tadinya tidak apa-apa. Sebaliknya, pada dehisensi jaringan parut bekas

seksio sesarea, selaput ketuban tidak pecah dan janin tidak mengalami ekstruksi ke

dalam kavum peritoneum. Ciri khas dari dehisensi adalah pemisahan tersebut tidak

mengenai seluruh jaringan parut yang sudah ada sebelumnya pada uterus, sehingga

peritoneum yang melapisi defek masih utuh dan perdarahan minimal atau tidak ada. 

ETIOLOGI

 A. Ruptur jaringan parut uterus

        1. Jaringan parut seksio sesarea (merupakan penyebab terbanyak)

        2. Riwayat kuretase atau perforasi uterus

        3. Trauma abdomen

 B. Persalinan yang terhambat akibat disproporsi cephalopelvik

 C. Stimulasi yang berlebihan pada uterus pada induksi persalinan

        1. Pematangan serviks (misoprostol atau dinoprostone)

Page 146: Resume Skenario 2 Revisi (1)

        2. Penggunaan kokain pada masa kehamilan

    D. Faktor-faktor lain

        1. Peregangan uterus yang berlebihan

        2. Neoplasia trofoblastik gestasional

        3. Pelepasan plasenta yang sulit secara manual

   E. Penemuan yang tidak berhubungan dengan ruptura uteri

       1. Infus oksitosin dengan dosis berlebihan

       2. Kontraksi 5x atau lebih dalam 10 menit

       3. Kontraksi tetanik selama lebih dari 90 detik

 

KLASIFIKASI RUPTURA UTERI

RUPTURA UTERI TANPA JARINGAN PARUT

Ruptur Spontan

Yang dimaksudkan ialah ruptura uteri yang terjadi secara spontan pada uterus yang

utuh (tanpa parut). Faktor pokok di sini ialah bahwa persalinan tidak maju karena

rintangan, misalnya panggul sempit, hidrosefalus, janin dalam letak lintang, dan

sebagainya, sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangan. Pada

suatu regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan miometrium

sehingga  terjadilah ruptura uteri.

Faktor yang merupakan predisposisi terhadap terjadinya ruptura uteri ialah

multiparitas; di sini di tengah-tengah miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat

yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih

mudah menimbulkan robekan. Banyak juga dilaporkan bahwa kebiasaan yang

dilakukan oleh dukun-dukun memudahkan terjadinya ruptura uteri. Pada persalinan

yang kurang lancar, dukun-dukun itu biasanya melakukan tekanan keras ke bawah

terus menerus pada fundus uteri; hal ini dapat menambah tekanan pada segmen

bawah uterus yang regang dan mengakibatkan terjadinya ruptura uteri. Pemberian

oksitosin dalam dosis yang terlampau tinggi dan/atau atas indikasi yang tidak tepat,

bisa pula menyebabkan ruptura uteri.

Page 147: Resume Skenario 2 Revisi (1)

               

RUPTURA UTERI TRAUMATIK 

Ruptura uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan

seperti tabrakan dan sebagainya. Robekan demikian itu yang bisa terjadi pada setiap

saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap

trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi ialah ruptura uteri yang dinamakan ruptura

uteri violenta. Di sini karena distosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan

usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptura uteri. Hal ini

misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan bertentangan

dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut. Kemungkinan besar yang lain ialah

ketika melakukan embriotomi. Berhubungan dengan itu, setelah tindakan-tindakan

tersebut di atas dan juga setelah ekstraksi dengan cunam yang sukar, perlu dilakukan

pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui apakah terjadi ruptura

uteri. Gejala-gejala ruptura uteri violenta tidak berbeda dengan ruptura uteri spontan.

RUPTURA JARINGAN PARUT SEKSIO SESAREA

Pada wanita yang memiliki riwayat seksio sesarea, ruptura dapat terjadi di tempat

parut luka lama. Banyak studi melaporkan bahwa wanita yang memiliki riwayat

seksio sesarea satu kali dengan insisi low-horizontal, risiko terjadinya ruptura adalah

0.5 sampai 1.%. Wanita dengan riwayat seksio sesarea lebih dari satu  kali memiliki

risiko ruptura yang sedikit lebih besar.

Risk of Uterine Rupture with Low Transverse Uterine Scars* Revised 10/14/2002

Number of Previous

Cesareans

Successful

VBACs

Rupture

Rate

Perinatal Mortality

10,880 Planned VBACs

with one prior scar

83% 0.6% 0.018%

1,586 Planned VBACs

with two prior scars

76% 1.8% 0.063%

Page 148: Resume Skenario 2 Revisi (1)

241 Planned VBACs

with three prior scars

79% 1.2% 0

Source: Miller, D. A., F. G. Diaz, and R. H. Paul.1994. Obstet Gynecol 84 (2): 255-

258

Diantara parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang telah terjadi sesudah seksio

sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptura uteri daripada parut bekas seksio

sesarea profunda. Perbandingannya ialah 4:1. Hal ini disebabkan oleh karena luka

pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dapat

masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptura uteri

pada bekas parut seksio sesaria klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua

sebelum persalinan dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas seksio sesaria

profunda umumnya terjadi pada waktu persalinan. Ruptura uteri pasca seksio sesarea

bisa menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa

juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak

terjadi robekan yang mendadak, melainkan lambat laun jaringan di sekitar bekas luka

menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptura uteri. Di sini

biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptura uteri inkompleta. Pada

peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul perdarahan yang untuk

sebagian berkumpul di ligamentum latum dan untuk sebagian keluar. Biasanya janin

masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementara itu

penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan    tempat bekas luka. Jika

arteri besar terluka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan syok; janin dalam

uterus meninggal pula.

    

MEKANISME TERJADINYA RUPTURA  UTERI 

Mekanisme utama dari ruptura uteri disebabkan oleh peregangan berlebihan dari

uterus yang kadang disertai pembentukan cincin retraksi patologis pada ruptura uteri.

Bila disproporsi yang terjadi sedemikian besar maka uterus menjadi sangat teregang

Page 149: Resume Skenario 2 Revisi (1)

dan kemudian dapat menyebabkan ruptura. Walaupun jarang, dapat timbul konstriksi

atau cincin lokal uterus pada persalinan yang berkeapanjangan. Yang paling sering

adalah cincin retraksi patologis Bandl.

Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila dijumpai 2-3 jari di atas simfisis, bila

meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya ruptura uteri

iminens (RUI).

Rumus mekanisme terjadinya Ruptura Uteri:

          R = H + O             dimana R = Ruptura

                                                            H = His kuat (tenaga)

                                                            O = Obstruksi (halangan)

Pada waktu in partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan

serviks menjadi lembek (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus

tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya

(his kuat), maka SBR yang pasif akan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan

tipis- lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada

SBR tadi- Ruptura Uteri.

GEJALA RUPTURA UTERI

Gejala Ruptura Uteri Iminens

1. Partus telah lama berlangsung

2. Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri di perut.

3. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan

bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.

4. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.

5. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut

kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).

6. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.

7. Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras,

terutama sebelah kiri atau keduanya.

Page 150: Resume Skenario 2 Revisi (1)

8. Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR

teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.

9. Di antara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan  melintang

yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan SBR yang semakin tipis

dan teregang. Sering lingkaran Bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih

yang penuh, untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan

dan tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa,

misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun

belakang.

10. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan   

teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka

pada kateterisasi ada hematuri.

11. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia).

12. Pada pemeriksaan dalam dapat dijumpai tanda-tanda obstruksi seperti edema

porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.

      Bila ruptura uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan 

terjadilah ruptura uteri.

PENEMUAN KLINIS

A . Anamnesis dan Inspeksi

1. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,   

menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut,

pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.

2.  Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.

3. Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.

4.  Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tak terukur .

5. Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih

kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun, dan menyumbat jalan lahir.

Page 151: Resume Skenario 2 Revisi (1)

6. Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan di

bahu.

7. Kontraksi uterus biasanya hilang.

8. Terdapat defans muskuler dan kemudian menjadi kembung dan meteorismus.

B . Palpasi

1. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan

2. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.

3. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut maka 

teraba bagian-bagian janin langsung di bawah kulit perut, dan di sampingnya

kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.

4. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.

C.  Auskultasi .

Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah

ruptura, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.

D.  Pemeriksaan Dalam.

1. Kepala janin yang tadinya sudah turun ke bawah, dengan mudah dapat

didorong ke atas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak

banyak.

2. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim

dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba

usus, omentum, dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang di dalam

kita temukan dengan jari luar, maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang

tipis sekali dari dinding perut, juga dapat diraba fundus uteri.

E. Kateterisasi.

Hematuri hebat menandakan adanya robekan kandung kemih.

DIAGNOSA BANDING

1. Solusio plasenta

2. Plasenta Previa

Page 152: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Klinis Ruptura Uteri Solutio Plasenta Plasenta Previa

Terjadinya Lebih sering

inpartu

Sewaktu hamil dan

inpartu

Sewaktu hamil

Cara mulainya Dimulai dengan

RUI

Tiba-tiba Perlahan-lahan

Perdarahan Bergantung pada

pembuluh darah

yang pecah

Non-recurrent Recurrent

Warna darah               Merah terang       Merah kehitaman         Merah terang

Preeklamsi/eklamsi   Bisa Ada                              -                                   -

Nyeri perut             +di SBR                                -                                -

Palpasi         Defans muskuler           Uteri in-bois              Biasa dan floating

His                              Hilang                            Kuat                          Biasa

DJJ                                      -                                   –                                      +

VT                               Robekan               Ketuban tegang       Jaringan plasenta

Plasenta                       Biasa                      Tipis, cekung           Robek di pinggir

KOMPLIKASI

1. Infeksi post operasi

2. Kerusakan ureter

3. Emboli cairan amnion

4. DIC

5. Kematian maternal

6. Kematian perinatal

PENATALAKSANAAN

Page 153: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Pada kasus ruptura uteri harus dilakukan tindakan segera. Jiwa wanita yang

mengalami ruptura uteri paling sering tergantung dari kecepatan dan efisiensi dalam

mengoreksi keadaan hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan

bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat

sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu, dengan adanya alasan ini,

keterlambatan dalam tindakan pembedahan tidak bisa diterima. Sebaliknya, darah

harus ditransfusi dengan cepat dan seksio sesarea atau laparatomi segera

dimulai. Malahan penderita hendaknya dirawat 3 minggu sebelum jadwal persalinan.

Dapat dipertimbangkan pula untuk melakukan seksio sesarea sebelum jadwal

persalinan dimulai, asal kehamilannya benar-benar lebih dari 37 minggu.

Apabila sudah terjadi ruptura uteri, tindakan yang terbaik adalah laparatomi. Janin

dikeluarkan lebih dahulu dengan atau tanpa pembukaan uterus (hal yang terakhir ini

jika janin sudah tidak di dalam uterus lagi), kemudian dilakukan histerektomi. Janin

tidak dilahirkan pervaginam, kecuali janin masih terdapat seluruhnya dalam uterus

dengan kepala sudah turun jauh dalam jalan lahir dan ada keragu-raguan terhadap

diagnosis ruptura uteri. Dalam hal ini, setelah janin dilahirkan, perlu diperiksa dengan

satu tangan dalam uterus apakah ada ruptura uteri. Pada umumnya pada ruptura uteri

tidak dilakukan penjahitan luka dalam usaha untuk mempertahankan uterus. Hanya

dalam keadaan yang sangat istimewa hal itu dilakukan; dua syarat dalam hal ini harus

dipenuhi, yakni pinggir luka harus rata seperti pada ruptura parut bekas seksio

sesaria, dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Pengobatan untuk memerangi syok dan

infeksi sangat penting dalam penanganan penderita dengan ruptura uteri. 

Pada kasus-kasus yang perdarahannya hebat, tindakan kompresi aorta dapat

membantu mengurangi perdarahan. Pemberian oksitosin intravena dapat mencetuskan

kontraksi miometrium, dan selanjutnya vasokonstriksi sehingga mengurangi

perdarahan.

PROGNOSIS 

Page 154: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Ruptura uteri merupakan peristiwa yang gawat bagi ibu dan lebih-lebih bagi

janin. Angka mortalitas yang ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar dari 50%

hingga 75%. Janin umumnya meninggal pada ruptura uteri. Tetapi, jika janin masih

hidup pada saat peristiwa tersebut terjadi, satu-satunya harapan untuk

mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering

dilakukan adalh laparatomi. Kalau tidak, keadaan hipoksia baik sebagai akibat

terlepasnya plasenta maupun hipovolemia maternal tidak akan terhindari. Jika tidak

diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau

mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan dapat

terjadi spontan pernah pula terjadi pada kasus yang luar biasa. Diagnosis cepat,

tindakan operasi cepat, ketersediaan darah dalam jumlah besar dan terapi antibiotik

sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita dengan

ruptura uteri yang hamil.

Page 155: Resume Skenario 2 Revisi (1)

BAYI POST MATUR

DEFINISI

Kehamilan post matur menurut Prof. Dr. dr. Sarwono Prawirohardjo adalah

kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap di hitung dari

HPHT. Sedangkan menurut Ida Bagus Gde Manuaba kehamilan lewat waktu adalah

kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi persalinan.

ETIOLOGI

Penyebab pasti belum diketahui, faktor yang dikemukakan adalah :

1. Hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan

telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang.

2. Herediter, karena post naturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu

3. Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah sehingga disimpulkan kerentanan

akan stress merupakan faktor tidak timbulnya His

4. Kurangnya air ketuban

5. Insufiensi plasenta

PERMASALAHAN

Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan

nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga mempunyai risiko asfiksia sampai kematian

adalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat

mengakibatkan :

1. Pertumbuhan janin makin lambat

2. terjadi perubahan metabolisme janin

3. Air ketuban berkurang dan makin kental

Page 156: Resume Skenario 2 Revisi (1)

4. Sebagian janin bertambah berat, serhingga memerlukan tindakan persalinan

5. Berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia dan setiap

saat dapat meninggal di rahim.

6. Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.

(Menurut Manuaba dalam Buku Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB Untuk

Pendidikan Bidan, 1998)

TANDA

Tanda postterm dapat di bagi dalam 3 stadium (Sarwono Prawirohardjo) :

Stadium I

Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering,

rapuh dan mudah mengelupas.

Stadium II

Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit

Stadium III

Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat

Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998)

1. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)

2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur

3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang

4. Verniks kaseosa di bidan kurang

5. Kuku-kuku panjang

Page 157: Resume Skenario 2 Revisi (1)

6. Rambut kepala agak tebal

7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel

DIAGNOSA

a. Bila tanggal HPHT di catat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar

2. Bila wanita tidak tahu, lupa atau tidak ingat, atau sejak melahirkan yang lalu

tidak dapat haid dan kemudian menjadi hamil, hal ini akan sukar

memastikannya. Hanyalah dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dapat

diikuti tinggi dan naiknya fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya

janin dapat membantu diagnosis.

3. Pemeriksaan berat badan diikuti, kapan menjadi berkurang, begitu pula

lingkaran perut dan jumlah air ketuban apakah berkurang.

4. Pemeriksaan rontgenologik, dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada

bagian distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid, diameter

bipariental 9,8 cm atau lebih.

5. USG : ukuran diameter bipariental, gerakan janin dan jumlah air ketuban

6. Pemeriksaan sitologik air ketuban : air ketuban diambil dengan amniosentesis,

baik transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan bercampur lemak

dari sel-sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36

minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru nil maka sel-

sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga. Bila :

a. Melebihi 10% : kehamilan di atas 36 minggu

b. Melebihi 50% : kehamilan di atas 39 minggu

7. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya

karena dikeruhi mekonium.

8. Kardiotografi : mengawasi dan membaca DJJ, karena insufiensi plasenta

Page 158: Resume Skenario 2 Revisi (1)

9. Uji Oksitosin (stress test) : yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi

reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik,

hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.

10. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin\

11. Pemeriksaan PH darah kepala janin

12. Pemeriksaan sitologi vagina

(Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998)

PENGARUH TERHADAP IBU DAN JANIN

Terhadap ibu : partus lama, kesalahan letak, insersia uteri, perdarahan postpartum.

Terhadap janin : jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih

besar dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada

janin. Pengaruh post maturitas pada janin bervariasi : berat badan janin dapat

bertambah besar, tetp, dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada

pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan. Bayi besar dapat

menyebabkan disproporsi sefalopelvik. Oligohidramnion dapat menyebabkan

kompresi tali pusat, gawat janin sampai bayi meninggal. Keluarnya mekoneum yang

dapat menyebabkan aspirasi mekoneum.

PENATALAKSANAAN

1. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin

sebaik-baiknya.

2. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat

ditunggu dengan pengawasan ketat

Page 159: Resume Skenario 2 Revisi (1)

3. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah

matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi.

Bila :

Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim

Terdapat hipertensi, pre-eklampsia

Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas

Pada kehamilan > 40-42 minggu

Maka dilakukan rawat inap :

1. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada

a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang

b. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat

janin, atau

c. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-

eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan

kesalahan letak janin.

2. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan

sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar; dan

kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu

dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka terhadap sedatif dan

narsoka, jadi pakailah anestesi konduksi.

(Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998)

Page 160: Resume Skenario 2 Revisi (1)

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

PRINSIP DASAR

Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan

berlangsung.

Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dan merupakan penyulit

kelahiran premature dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis.

Disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban atau

kenaikan tekanan intrauterine. Penurunan kekuatan selaput ketuban dapat

disebabkan infeksi yang berasal dari vagina dan serviks.

Penanganan ketiban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, ada

tidaknya infeksi pada ibu, dan ada tidaknya anda-tanda persalinan.

PENILAIAN KLINIK

Tentukan pecahnya selaput ketuban.

Ditentukan dengan memeriksa cairan ketuban pada vagina. Jika tidak ada,

dapat dicoba meminta ibu untuk batuk atau mengejan, kemudian nilai cairan

yang keluar dari vagina dengan kertas lakmus (merah menjadi biru).

Tentukan usia kehamilan.

Dapat menggunakan bantuan alat USG.

Tentukan ada tidaknya infeksi.

Tanda-tanda infeksi adalah suhu tubuh >38oC, air ketuban berwarna keruh dan

berbau, pemeriksaan ketuban dengan LEA (Lekosit Esterase), lekosit darah

>15.000/mm3, janin mengalami takikardi.

Tentukan tanda-tanda in partu.

Page 161: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Persalinan ditandai dengan adanya kontraksi yang teratur dan dapat

ditambahkan dengan hasil penilaian skor pelvic.

PENATALAKSANAAN

a. Konsevatif

Rawat di Rumah Sakit.

Berikan antibiotika (ampisilin atau eritromisin) ditambah dengan

metronidazol.

Umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat sampai air ketuban tidak keluar

lagi.

Umur kehamilan 32-37 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, beri

deksametason. Terminasi kehamilan pada 37 minggu.

Umur kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, beri

tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi setelah 24 jam.

Umur kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan

induksi.

Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauterine).

Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu

kematangan peru janin, kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan

spingomieliln tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal

selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

b. Aktif

Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila tidak berhasil, lakukan

seksio sesarea. Dapat juga diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam

maksimal 4 kali.

Page 162: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan

diakhiri:

a. Skor pelvic <5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika

tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

b. Skor pelvic >5, induksi persalinan, partus per vaginam.

Page 163: Resume Skenario 2 Revisi (1)

DISTOSIA

DEFINISI

Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan kelainan tenaga (his), kelainan letak dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir.

MACAM-MACAM DISTOSIA

Jalan lahir yang robek pada setiap tingkat rupture perineum meliputi:I: mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineumII: mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum

PENGOBATAN

Perdarahan dimana plasenta telah lahir lengkap, kontraksi Rahim baik, dari perlukaan jalan lahir.

Prinsip : reparasi dari titik pangkal robekan dalam/proksimal ke luar/distal, dari lapisan lalu luar.

I: tidak dijahit jika tidak terjadi perdarahan dan aposisi luka baik, bila ada, jahit catgut dengan angka 8.

II: jika bergerigi atau tidak rata maka ratakan dahulu dengan otot dijahit dahulu ilanjutkan selaput lendir. Dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur.

Page 164: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Distosia Karena Kelainan TenagaInersia Uteri        Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Inersia uteri dibagi dalam:

- Inersia uteri primer, bila his lemah dari permulaan persalinan.- Inersia uteri sekunder, bila mula-mula his baik tapi kemudian menjadi lemah

karena otot-otot rahim lelah jika persalinan berlangsung lama. 

Incoordinate Uterine ActionIncoordinate uterine action adalah kelainan his pada persalinan berupa perubahan sifat his, yaitu meningkatnya tonus otot uterus, di dalam dan di luar his, serta tidak ada koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah sehingga his tidak efisien mengadakan pembukaan serviks.

Distosia Karena Kelainan Presentasi, Posisi, atau Kelaianan janinPosisi belakang kepala oksiput posterior menetapPosisi belakang kepala oksiput posterior menetap adalah ubun-ubun kecil menetap di  belakang  karena  tidak  ke  depan ketika mencapai dasar panggul. Kepala janin lahir dalam keadaan muka di bawah simfisis pubis. Lakukan  pengawasan   persalinan  yang   seksama   dengan   harapan   terjadinya persalinan  spontan.  Bila  kala  II  terlalu lama atau tidak ada gawat janin, lakukan tindakan    mempercepat   persalinan.  Lakukan   ekstraksi   cunam,    sebelumnya usahakan ubun-ubun  kecil  di  depan  dengan  cara  memutar  tangan atau  cunam.

Letak muka

Page 165: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Persentasi muka adalah kepala dalam kedudukan defleksi maksimal sehingga oksiput tertekan pada panggung dan muka merupakan bagian terendah. Kala dagu di bagian belakang dan tidak dapat berputar ke depan waktu paksi dalam disebut posisi mentoposterior persisiten dan janin tidak dapat lahir spontan. Tentukan ada/tidak disproporsi safalopelvik. Bila tidak ada dan dagu berada di depan. Diharapkan terjadi persalinan spontan. Rujuk pasien kerumah sakit bila ada disproporsi safalopelvik atau dagu berada di belakang. Bila dagu berada di belakang, berikan kesempatan kepada dagu untuk memutar ke depan. Pada posisi mentoposterior persisten, usahakan untuk memutar dagu ke depan dengan satu tangan yang dimasukan ke dalam vagina. Pesentasi di ubah menjadi persentasi belakang kepala bial dagu berada di belakang atau kepala belum turun ke dalam rongga panggul dan masih mudah di dorong ke atas dengan cara memasukan tangan penolong kedalam vagina kemudian menekan muka pada daerah mulut dan dagu ke atas. Bila tidak berhasil, dapat di coba perasat thorn. Yaitu satu tangan penolong dimasukan ke dalam vagina untuk memegang bagian belakang kepala janin, kemudian menariknya ke bawah. Tangan yang lain berusaha meniadakan ekstensi tubuh janin dengan menekan dada dari luar. Pada kala II yang berlangsung lebi dari dua jam di indikasikan untuk ekstraksi cunam. Bila tidak berhasil atau didapatkan diproporsi safalipelvik lakukan SC.    

Letak dahiPersentasi dahi adalah kedudukan kepala di antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal sehingga dahi merupakan bagian terendah. Pada umumnya persentasi dahi merupakan kedudukan sementara dan sebagian besar akan berubah menjadi persentasi muka atau belakang kepala.Pada janin kecil dan panggul luas, penanganan sama dengan persentasi muka. Pada persentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal, tidak dapat dilakukan persalinan spontan pervaginam sehingga harus dilakukan SC. Maka, pasien dirujuk kerumah sakit. Bila persalinan maju atau ada harapan persentasi dahi dapat berubah menjadi persentasi belakang kepala atau muka, tidak perlu dilakukan tindakan. Bila pada akhir kala I kepala belum masuk rongga panggul. Persentasi dapat di ubah dengan prasat thorn. Bila tidak berhasil, lakukan SC. Bila kala II tidak mengalami kemajuan, meskipun kepala sudah masuk rongga panggul, lakuakn SC.      

Letak lintangLetak lintang adalah keadaan sumbu memanjang kira-kira tegak lurus dangan  sumbu memanjang pada tubuh ibu.

Page 166: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Letak sungsangLetak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong di bagian bawah kavum uteri. Pada letak sungsang berturut-turut bagian-bagian yang makin lama makin besar. Di mulai dari lahirnya bokong, bahu, kemudian kepala.

Distosia Karena Panggul Sempit/Kelainan Jalan LahirYang penting dalam obsetetri bukan panggul sempit secara anatomis, lebih

penting lagi ialah panggul sempit secara fungsionil artinya perbandingan antara kepala dan panggul.     Kesempitan pintu atas panggulPintu atas panggul dianggap sempit bila konjugata vera kurang dari 10cm, atau diameter  transversa kurang dari 12 cm. conjungata vera dilalui oleh diameter biparietaslis yang kurang lebih  9  ½ cm dan kadang-kadang mencapai 10cm, maka sudah jelas bahwa conjungata vera yang kurang dari 10 cm dapat menimbulkan kesulitan, kesukaran bertambah lagi kalau kedua ukuran ialah diameter antero posterior maupun diameter tranversa sempit.Percobaan persalinan per vaginam pada wanita-wanita dengan panggul yang relative sempit. Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, jadi tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapat keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam. persalinan dikatakan berhasil jika anak lahir pervaginam secara spontan atau di bantu secara ekstraksi (forcaps dan vakum) dan anak ibu dalam keadaan baik, bila masih tidak bisa lakukan SC.                        Kesempitan bidang tengah panggulTerbentang antara pinggir bawah symphyse dan spina ossis ischil dan memotong secrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral. Dikatakan bidang tengah panggul sempit bila diameter antar spina <9 cm.Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi,   bila diameter antara spina 9 cm atau kurang kadang-kadang di perlukan SC.

Page 167: Resume Skenario 2 Revisi (1)

MALPRESENTASI

DEFINISI

Presentasi adalah bagian terendah janin yang berada di segmen bawah rahim. Malpresentasi adalah presentasi apapun selain presentasi vertex. Presentasi dapat dibedakan menjadi tiga: kepala, bokong, bahu.

Presentasi kepala diklasifikasikan lagi menjadi:

1. belakang kepala (vertex, normal)2. presentasi puncak kepala ( akibat defleksi ringan)3. presentasi dahi (akibat defleksi sedang)4. presentasi muka (akibat defleksi maksimum / ekstensi).

Page 168: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Presentasi bokong diklasifikasikan menjadi:

1. presentasi bokong sempurna2. presentasi bokong murni (frank breech)3. presentasi bokong-kaki4. presentasi kaki5. presentasi lutut

Page 169: Resume Skenario 2 Revisi (1)

PRESENTASI DAHI

Presentasi dahi terjadi bila kepala janin dalam sikap ekstensi sedang. Pada

pemeriksaan dalam dapat diraba daerah sinsiput yang berada diantara ubun-ubun

besar dan pangkal hidung. Bila menetap, janin dengan presentasi ini tidak dapat

dilahirkan per vagina oleh karena bsarnya diameter oksipitomental yang harus

melalui panggul.

Diagnosis

Diagnosis presentasi dahi dapat ditegakkan apabila pada pemeriksaan per vaginal

dapat diraba

pangkal hidung, tepi atas orbita, sutura frontalis, dan ubun-ubun besar, tetapi tidak

dapat meraba

dagu atau mulut janin. Apabila mulut dan dagu janin dapat teraba, maka diagnosisnya

adalah

presentasi muka.

Mekanisme Persalinan

Pada umumnya presentasi dahi bersifat sementara untuk kemudian dapat berubah

menjadi

presentasi belakang kepala, presentasi muka, atau tetap presentasi dahi. Mekanisme

persalinan

pada presentasi dahi menyerupai mekanisme persalinan pada presentasi muka. Saat

lahir melalui

pintu bawah panggul, kepala akan fleksi sehingga lahirlah dahi, sinsiput, dan oksiput.

Proses

selanjutnya terjadi ekstensi sehingga lahirlah wajah.

Penanganan

Sebagian besar presentasi dahi memerlukan pertolongan persalinan secara bedah

cesarean untuk

menghindari manipulasi vaginal yang sangat meningkatkan mortalitas perinatal.

Pemberian

Page 170: Resume Skenario 2 Revisi (1)

simulasi oksitosin pada kontraksi uterus yang lemah harus dilakukan dengan sangat

hati-hati dan

tidak boleh dilakukan bila tidak terjadi penurunan kepala atau dicurigai adanya

dispropporsi

kepala-panggul. Jangan melahirkan menggunakan bantuan ekstraksi vakum, forceps

atau

simpisiotomi karena hanya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

PRESENTASI MUKA

Presentasi muka terjadi apabila sikap janin ekstensi maksimal sehingga oksiput

mendekat kea rah punggung janin dan dagu menjadi bagian presentasinya.

Diagnosis

Diagnosis presentasi muka ditegakkan apabila pada pemeriksaan per vaginal dapat

diraba mulut,

hidung, tepi orbita dan dagu.Pada palpasi abdomen kadang-kadang dapat diraba

tonjolan kepala

janin di dekat punggung janin.

Mekanisme Persalinan

Mekanisme persalinan presentasi muka serupa dengan persalinan presentasi belakang

kepala.

Secara berurutan akan terjadi proses kepala mengalami penurunan (descent), rotasi

internal,

fleksi, ekstensi, dan rotasi eksternal.

Penanganan

Posisi dagu dianterior adsalah sarat yang harus dipenuhi apabila janin presentasi

muka hendak

dilahirkan per-vaginal. Apabila tidak ada gawat janin dan persalinan berlangsung

dengan kecepatan normal, maka cukup dilakukan observasi terlebih dahulu sehingga

terjadi pembukaan lengkap. Apabila setelah pembukaan lengkap dagu berada di

Page 171: Resume Skenario 2 Revisi (1)

anterior maka persalinan vaginal dilanjutkan seperti persalinan dengan presntasi

belakang kepala. Bedah sesar dilakukan apbila setelah pembukaan lengkap posisi

dagu masih posterior, didapatkan tanda-tanda disproporsi, atau indikasi obstetric

lainnya.

Stimulasi oksitosin diperkenankan pada posisi dagu anterior dan tidak ada tanda-

tanda disproporsi. Melakukan perubahan posisi dagu secara manual kearaha anterior

atau mengubah presenatsi muka menjadi presentasi belakang kepala. Kepala

sebaiknya tidak dilakukan karena lebih banyak menimbulkan bahaya. ,Melahirkan

bayi presentasi muka menggunakan ekstraksi vakum tidak diperkenankan dilakukan.

Pada janin yang meninggal, kegagalan melahirkan pervaginam secara spontan dapat

diatasi dengan bedah sesar.

PRESENTASI MAJEMUK

Presentasi majemuk adalah terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas pada

presentasi kepala maupun bokong. Kepala memasuki ke panggul bersamaan dengan

kaki atau tangan. Presentasi majemuk juga dapat terjadi manakal bokong memasuki

panggul bersaam dengan tangan. Dengan pengertian presentasi majemuk tidak

termasuk presentasi bokong-kaki, presentasi bahu atau prolaps tali pusat. Apabila

bagian terendah janin tidak menutupi dengan sempurna pintu atas panggul, maka

presentasi majemuk dapat terjadi.

Faktor yang meningkatkan presentasi majemuk adalah prematuritas, multiparitas,

panggul sempit, kehamilan ganda, atau pecahnya selaput ketuban denga bagian

terendah janin yang masih tinggi.

Diagnosis

Kemungkinan adanya presentasi majemuk dapat dipikirkan apabila terjadi

kelambatan kemajuan persalinan pada persalinan fase aktif, bagian terendah janin

(kepala atau bokong) tidak dapat masuk panggul terutama setelah terjadi pecah

ketuban. Apabila pada presnatsi kepala teraba juga tangan atau kaki dan apabila

Page 172: Resume Skenario 2 Revisi (1)

presentasi bokong teraba juga tangan atau lengan. Maka diagnosis presentasi

majemuk dapat kita tegakkan.

Penanganan

Penangan presnetasi majemuk dimulai dengan menetapkan adanya prolaps tali pusat.

Adanya prolaps tali pusat menimbulkan keadaan emergensi bagi janin, dan sesar

disetujui untuk mengatasi akibat prolaps tali pusat tersebut pada presentasi majemuk.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah presentasi janin, ada tidaknya prolaps tali

pusat, pembukaan serviks, keadaan selaput ketuban, kondisi dan ukuran janin, serta

ada tidaknya kehamilan kembar.

Apabila tidak ada prolaps tali pusat, maka dilakukan pengamatan kemajuan

persalinan dengan seksama. Pada kasus – kasus majemuk dengan kemajuan

persalinan yang baik. Pada fase aktif pembukaan serviks minimal 1 cm/jam atau pada

kala 2 tejadi penurunan kepala. Umumnya akan terjadi reposisi spontan. Setelah

pembukaan lengkap, dengan semakin turunnya kepala, maka ekstremitas dan prolaps

akan tertinggal dan tidak memasuki panggul. Selanjutnya pertolongan persalinan

dilakukan sebagai mana biasanya.

Pada keadaan terjadinya kemajuan persalianan lambat atau maet dilakukan upaya

reposisi ekstremitas dan prolaps. Tekanan ekstremitas yang prolaps oleh bagian

terendah janin (kepala / bokong) dilonggarkan dulu denga cara mebuat ibu dengan

posisi (knee-chest position). Dorongan ektremitas yang prolaps kearah cranial tahan

hingga his yang akan menekan kepala atau bokong memasuki panggul seiring dengan

turunnya bagian terendah janin, jari peolong di keluarkan perlahan-lahan.  Apabila

tindaka reposisi tersebut gagal maka dia akan dilakukan bedah sesar.

PRESENTASI BOKONG

Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan terendahnya bokong-kaki

atau kombinasi keduanya. Sebelum umur kehamilan 28 minggu kejadian presentasi

bokong berkisar antara 25-30% dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi

kepala pada umur kehamilan 34 minggu. Penyebab terjadinya presentasi bokong tidak

Page 173: Resume Skenario 2 Revisi (1)

diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor resiko selain prematuritas, yaitu

abnormalitas structural uterus, polihidramnion, plasenta previa, multiparitas, mioma

uteri, kehamilan multiple, anomaly janin dan riwayat presentasi bokng sebelumnya.

Diagnosis

Presentasi bokong dapat diketahui melalui pemeriksaan palpasi abdomen. Manuver

Leopold perlu dilakukan pada setiap kunjungan perawatan antenatal bila umur

kehamilan kuranglebih 34 minggu. Varian presentasi kaki adalah presentasi bokong

inkomplit, kaki komplit, kaki inkomplit, dan lutut.

Mekanisme Persalinan

Bokong akan memasuki panggul dengan diameter bitrokanter dalam posisi oblik.

Pinggul janin bagian depan mengalami penurunan lebih cepat dibanding pinggul

belakangnya. Dengan demikian panggul depan akan mencapai pintu tengah panggul

terlebih dahulu. Penurunan bokong berlangsung terus setelah terjadinya putaran paksi

dalam. Perineum akan meregang, vulva membuka, dan pinggul depan akan lahir

terlebih dahulu. Pada saat itu, tubuh janin mengalami putaran paksi dalam dan

penurunan, sehingga mendorong pinggul bagian bawah menekan perineum. Dengan

demikian, lahirlah bokong dengan posisi diameter bitrokanter dari anteroposterior

menjadi transversal.

Page 174: Resume Skenario 2 Revisi (1)

PARTUS LAMA

DEFINISI

Partus lama ada juga yang menyebutkan dengan partus kasep dan partus terlantar.

Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi, dan

lebih dari 18 jam pada multi. Partus kasep menurut Harjono adalah merupakan fase

terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul

gjala-gejala seperti dehidrasi, infeksi,kelelahan ibu, serta asfiksia dan kematian janin

dalam kandungan (KJDK) Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan

telah berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks dikanan garis

waspada persalinan aktif (Syarifuddin, AB.,2002). Sedangkan pada persalinan dan

kelahiran normal yaitu proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup

bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang

berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

PENYEBAB

Sebab-sebab terjadinya partus lama adalah multikompleks, dan tentu saja bergantung

pada pengawasan selama hamil, pertolongan persalinan yang baik dan

penatalaksanaannya.

Faktor-faktor penyebab partus lama antara lain :

1. Kelainan letak janin

2. Kelainan-kelainan panggul

3. Kelainan his

4. Pimpinan partus yang salah

5. Janin besar atau ada kelainan kongenital

6. Primitua

7. Perut gantung, grandemulti

8. Ketuban pecah dini

Page 175: Resume Skenario 2 Revisi (1)

GEJALA & DIAGNOSIS

Diagnosis persalinan lama (menurut Prof. Dr. dr. Gulardi Hanifa Winkjosastro,

SPOG, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal)

Tanda dan Gejala Klinis Diagnosis

Pembukaan serviks tidak didapatkan kontraksi uterus Belum inpartu

Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm sesudah 8 jam inpartu dengan his yang teratur Fase laten memanjang

Pembukaan servik melewati garis waspada partograf Fase aktif memanjang

Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per 10 menit dan kurang dari 40 detik Inersia uteri

Pembukaan servik dan turunnya bagian janin yang dipresentasi tidak maju, sedangkan his baik Disproporsi sefalopelvik

Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin yang dipresentasi tidak maju dengan caput, terdapat moulase hebat, edema serviks, tanda rupture uteri imminens, fetal dan maternal distress Obstruksi kepala

Kelainan presentasi (selain serviks dengan oksiput anterior) Malpresentasi atau malposisi

Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan, tetapi tak ada kemajuan penurunan Kala II lama

 

PENANGANAN UMUM

- Persalinan palsu/belum in partu (fase labor). Bila his belum teratur dan porsio

masih tertutup, pasien boleh pulang. Periksa adanya infeksi saluran kencing,

ketuban pecah dan bila didapatkan adanya infeksi obati secara adekuat. Bila

tidak ada pasien boleh rawat janin Fase laten memanjang (prolonged latent

Page 176: Resume Skenario 2 Revisi (1)

phase). Diagnosis fase laten yang memanjang dibuat secara retropekfektif.

Bila his berhenti disebut persalinan palsu atau belum in partu.

- Bila mana kontraksi makin teratur dan pembukaan bertambah sampai 3 cm,

pasien kita sebut fase laten. Apabila ibu berada pada fase laten lebih dari 8

jam dan tidak ada kemjuan, lakukan pemeriksaan dengan jalan melakukan

pemeriksaan serviks :

- Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan serviks serta tidak

didapatkan tanda gawat janin. Kaji ulang diagnosisnya. Kemungkinan ibu

belum dalam keadaan inpartu

- Bila didapatkan perubahan dalam penipisan dan pembukaan serviks, lakukan

drip oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose atau NaCl mulai dengan 8

tetes permenit, setiap 30 menit ditambah 8 tetes sampaihis adekuat

(maksumum 40 tetes?menit) atau diberikan preparat prostagladin. Lakukan

penilaian ulang setiap 4 jam. Bila ibu tidak masuk fase aktif setelah dilakukan

pemberian oksitosin, lakukan seksio sesarea.

- Pada daerah prevalansi HIV tinggi, dianjurkan membiarkan ketuban tetap

utuh selama pemberian oksitosin untuk mengurangi kemungkinan terjadi

penularan HIV.

- Bila didapatkan tanda adanya amnionitis, berikan induksi dengan oksitosin 5

U dalam 500 cc dekstore atau NaCl mulai 8 tetes permenit, seiap 15 menit

ditambah 4 tetes sampai his adekuat (maksimum 40 tetes/menit) atau

diberikan preparat prostagladin, serta obati infeksi denagn ampisilin 2 gr IV

sebagai dosis awal dan I dan IV setiap 6 jam dengan gentimisin 2x 80 mg.

Fase aktif yang memanjang (prolonged active phase)

Bila tidak didapatkan tanda danya CPD atau adanya obstruksi .

- Bila ketuban intak, pecahkan ketuban.

- Bila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang 1 cm perjam

lakukan penilaian kontraksi uterusnya. Bila kontraksi uterus adekuat (3 dalam

10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik) pertimbangkan adanya

Page 177: Resume Skenario 2 Revisi (1)

kemungkinan CPD, obstruksi, malposisi atau malpresentasi. Disproporsi

sefalopelvik CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila

dalam perslinan terjadi CPD akan didapatkan persalinan yang macet. Cara

penilaian pelvis yang baik adalah dengan melakukan partus percobaan (Trial

of labor). Kegunaan pelvimetri klinis terbatas.

- Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan bayi dengan seksio sesarea

Bila bayi mati lakukan kraniotomi atau embriotomi (bila tidak mungkin lakukan seksio sesarea)

Page 178: Resume Skenario 2 Revisi (1)

PROLAPS TALI PUSAT

DEFINISI

Prolap tali merupakan komplikasi yang jarang terjadi,tetapi dapat mengakibatkan

tingginya kematian janin.Oleh karena itu diperlukan keputusan yang matang dan

pengelolaan segera.

Prolap tali pusat dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Tali pusat terkemuka, bila tali pusat berada dibawah bagian terendah janin dan

ketuban masih intak.

2. Tali pusat menumbung,bila tali pusat keluar melalui ketuban yang sudah pecah

keservik,dan turun kevagina.

3. Occult prolapse,tali pusat berada disamping bagian terendah janin turun kevagina

.

PREVALENSI

Faktor dasar yang merupakan faktor presdisposisi prolap tali pusat adalah tidak

terisinya secara penuh pintu atas panggul dan servik oleh bagian terendah janin.

Faktor-faktor etiologi prolap tali pusat meliputi beberapa faktor yang sering

berhubungan dengan ibu,janin,plasenta,tali pusat dan iatrogenik:

Presentasi yang abnormal seperti letak lintang atau letak sungsang terutama

presentasi kaki.

Prematuritas.

Kehamilan ganda.

Polihidramnion sering dihubungkandengan bagian terendah janin yang tidak

engage.

Multiparitas predisposisi terjadinya malpresentasi.

Disproporsi janin-panggul

Tumor dipanggul yang mengganggumasuknya bagian terendah janin.

Page 179: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Tali pusat abnormal panjang (> 75 cm)

Plasenta letak rendah

Sulosio plasenta

Ketuban pecah dini

Amniotomi

PATOFISIOLOGI

tekanan pada tali pusat oleh bagian terendah janin dan jalan lahir akan

mengurangi atau menghilangkan sirkulasi plasenta. Bila tidak dikoreksi,komplikasi

ini dapat mengakibatkan kematian janin

Obstruksi yang lengkapdari tali pusat menyebabkan dengan segera

berkurangnya DJJ (deselerasi variabel ). Bila obstruksinya hilang dengan cepat,detak

jantung janin kembali normal. Akan tetapi ,bila obstruksinya menetap terjadilah

deselerasi yang dilanjutkan dengan hipoksia langsung terhadap miokard sehingga

mengakibatkan deselerasi yang lama. Bila dibiarkan ,terjadi kematian janin.

Seandainya obstruksinya sebagian ,akan menyebabkan akselerasi detak

jantung.penutupan vena umbilikalis mendahului penutupan arteri yang menghasilkan

hipovalemi janin dan mengakibatkan akselerasi jantung janin.Gangguan aliran darah

yang lama melalui tali pusat menghasilkan asidosis respiratoir dan metabolik yang

berat,berkurangnya oksigenasi janin,bradikardi yang menetap,akan mengakibatkan

kematian janin. Prolap tali pusat tidak berpengaruh langsung pada kehamilan atau

jalannya persalinan.

DIAGNOSIS

Diagnosis prolaps tali pusat dapat melibatkan beberapa cara:

1. Melihat tali pusat keluar dari introitus vagina

2. Teraba secara kebetulan tali pusat pada waktu pemeriksaan dalam

3. Auskultasi terdengar DJJ yang ireguler,sering dengan bradikardi yang

jelas,terutama berhubungan dengan kontraksi uterus

Page 180: Resume Skenario 2 Revisi (1)

4. Monitoring DJJ yang berkesinambungan memperlihatkan adanya deselerasi

variabel

5. Tekanan pada bagian terendah janin oleh manipulasi eksterna terhadap pintu atas

panggul menyebabkan penurunannya DJJ secara tiba-tiba yang menandakan

kompresi tali pusat

PROGNOSIS

Komplikasi ibu seperti laserasi jalan lahir,ruptura uteri,atonia uteri akibat

anastesia,anemia dan infeksi dapat terjadi sebagai dari usaha menyelamatkan bayi.

Kematian perinatal sekitar 20-30%.Prognosis janin membaik dengan seksio sesaria

secara liberal untuk terapi prolap tali pusat

Prognosis janin tergantung pada beberapa faktor berikut:

1. Angka kematian untuk bayi prematur dengan prolap tali pusat hampir 4 kali lebih

tinggi dari pada bayi aterm.

2. Bila gawat janin dibuktikan oleh detak jantung yang abnormal,adanya cairan

amnion yang terwarnai oleh mekonium,atau tali pusat pulsasinya lemah,maka

prognosis janin buruk.

3. Jarak antara prolap dan persalinan merupakan faktor yang paling kritis untuk

janin hidup.

4. Dikenalnya segera prolap memperbaiki kemungkinan janin hidup.

5. Angka kematian janin pada prolap tali pusat yang letaknya sungsang atau lintang

sama tingginya dengan presentasi kepala. Hal ini menghapuskan perkiraan bahwa

pada kedua letak janin yang abnormal tekanan pada tali pusatnya tidak

Page 181: Resume Skenario 2 Revisi (1)

HIPOKSIA JANIN

Hipoksia: salah satu penyebab mortalitas & morbiditas perinatal

Mortalitas: hipoksia masih penyebab utama di negara sedang berkembang

Morbiditas: tidak ada perubahan

Gardner, 2002: terpapar thd hipoksia mengurangi kemampuan mekanisme

vasokonstriksi pada episode2 berikutnya hipoksia/aspiksia dlm persalinan

morbiditas perinatal tdk pernah ↓

Deteksi dini & cegah agar jangan berulang provider obstetri harus dapat

mengenali hipoksia dg alat diagnostik apapun yg dimiliki tindakan yg tepat

Perlu pemahaman kompensasi dan adaptasi janin thd hipoksia aplikasi pada alat

diagnostik non-invasif

DEFINISI

Hipoksemia: berkurangnya kandungan oksigen dalam darah.

Hipoksia: berkurangnya kadar oksigen dalam jaringan.

Hiperkapnia: meningkatnya konsentrasi CO2 atau asam karbonat dalam jaringan.

Asidemia: Meningkatnya konsentrasi ion Hidrogen dalam darah.

Asfiksia: Hipoksemia dan hiperkapnia yang progresif diserta asidemia metabolik atau

asidemia metabolik dan asidemia respiratorik.

FISIOLOGI

Page 182: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Oksigen dl darah ibu

PLASENTA

ERITROSIT

KARDIOVASKULER

jjjJARINGAN/SEL

Difusi

Berikatan dengan hemoglobin

Transportasi dan distribusi

Metabolisme

HidupFungsi khusus

Pertumbuhan A ↔

B

Page 183: Resume Skenario 2 Revisi (1)

RUPTURE SERVIKS

DEFINISI

Robekan pada jalan lahir dapat membuka pembuluh-pembuluh darah yang besar dan menimbulkan perdarahan yang hebat.

ETIOLOGI

Robekan semacam ini biasanya terjadi pada persalinan buatan: ekstraksi dengan forceps, ekstraksi pada letak sungsang, versi, dan ekstraksi, dekapitasi, perforasi, dan kranioklasi terutama kalau dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap. Robekan ini jika tiak dijahit akan menimbulkan perdarahan serta dapat menjadi sebab cervicitis, parametritis, dan mungkin juga memperbesar kemungkinan terjadinya carcinoma cervix. Kadang-kadang menimbulkan perdarahan nifas yang lambat.

DIAGNOSA

Perdarahan postpartum pada uterus yang berkontraksi baik harus memaksa kita untuk memeriksa cervix in speculo. Sebagai profilaksis sebaiknya semua persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk pemeriksaan in speculo.

TERAPI

Robekan cervix harus dijahit jika berdarah atau lebih besar dari 1 cm. kadang-kadang bibir depan cervix tertekan antara kepala anak dan symphise menjadi nekrosis dan terlepas.

Ada kalanya portio keseluruhannya terlepas; bagian yang terlepas merupakan cincin (circular detachment), terutama terjadi pada primitua.

Page 184: Resume Skenario 2 Revisi (1)

RUPTURE PERINEUM TINGKAT 1-2

Salah satu cedera jalan lahir paling banyak dijumpai adalah rupture perineum.

TINGKATAN

Jalan lahir yang robek pada setiap tingkat rupture perineum meliputi:I: mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineumII: mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum

PENGOBATAN

Perdarahan dimana plasenta telah lahir lengkap, kontraksi Rahim baik, dari perlukaan jalan lahir.

Prinsip : reparasi dari titik pangkal robekan dalam/proksimal ke luar/distal, dari lapisan lalu luar.

I: tidak dijahit jika tidak terjadi perdarahan dan aposisi luka baik, bila ada, jahit catgut dengan angka 8.

II: jika bergerigi atau tidak rata maka ratakan dahulu dengan otot dijahit dahulu ilanjutkan selaput lendir. Dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur.

Page 185: Resume Skenario 2 Revisi (1)

RUPTURE PERINEUM TINGKAT 3-4

Sebanyak 85% dari perempuan yang melahirkan pervaginam akan mengalami trauma

pada perineum(1) dan 3-12% akan mengenai otot sfingter ani. Robekan pada otot

sfingter ani akan menyebabkan gangguan pada otot2 dasar panggul  di kemudian hari.

 

Faktor risiko perlukaan jalan lahir :

Kepala janin terlalu cepat lahir

Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya

Perineum kaku / banyak jaringan parut

Persalinan distosia bahu

Partus pervaginam dengan tindakan 

Anatomi Perineum

Perineum yang kita kenal sehari-hari adalah badan perineum yaitu daerah diantara

vagina dan anus yang terbentuk dari gabungan otot-otot membrana perineal yaitu otot

bulbo kavernosus, otot tranversus perinealis  superfisialis dan profundus, disertai otot

pubo rektalis yang merupakan bagian dari otot levator ani dan otot sfingter ani

eksterna. Daerah ini mendapat suplai darah dari cabang-cabang arteri pudenda interna

dan mendapatkan persarafan sensoris dan motoris dari nervus pudendus.

 

Pada wanita normal panjang badan perineum ini sekitar 3-5 cm, dan akan berkurang

pada kondisi prolaps organ pelvik yang lanjut atau pada keadaan terjadinya robekan

perineum pasca persalinan yang tidak dikelola dengan baik.

Pada kondisi terjadinya trauma perineum yang besar yang menyebabkan robeknya

atau disrupsi otot-otot yang membentuk perineum terutama levator ani dan sfingter

ani maka akan terjadi gangguan defekasi berupa inkontinensia fekal yang derajat

beratnya bervariasi. Selain itu dapat pula terjadi gangguan seksual, keputihan dan

infeksi saluran kemih yang berulang.

Page 186: Resume Skenario 2 Revisi (1)

 

Diagnosis  

Pada setiap persalinan terutama persalinan yang berrisiko terjadi robekan perineum

yang berat seperti persalinan dengan bantuan alat (ekstraksi vacuum dan  forceps),

oksiput posterior, distosia bahu, bayi besar, dan episiotomi mediana,  kita harus

waspada akan terjadinya robekan perineum derajat III-IV. Oleh karena itu pasca

persalinan harus dinilai benar robekan  perineum yang terjadi. Tindakan colok dubur

dan pemaparan yang baik sangat membantu untuk mendiagnosis derajat robekan

perineum yang terjadi. Sultan dan kawan-kawan melaporkan terjadinya defek pada

sfingter ani eksterna maupun interna berkisar 15-44% pada evaluasi USG endoanal

pasien-pasien pasca perbaikan rupture perineum derajat III dan IV. Salah satu

kemungkinan penyebabnya adalah diagnosis substandar dalam penentuan derajat

robekan sebelum perbaikan.

Klasifikasi Derajat Robekan Perineum

Derajat robekan perineum akut pasca persalinan menurut Sultan dibagi menjadi 4

derajat, yaitu :

Derajat I                : robekan hanya mengenai mukosa vagina dan kulit perineum

Derajat II              : robekan yang lebih dalam mencapai otot-otot perineum tetapi

tidak melibatkan otot-otot  sfingter ani

Derajat III             : robekan sudah melibatkan otot sfingter ani, dibagi menjadi 3 sub

grup, yaitu

III a        :robekan mengenai < 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna

III b        :robekan mengenai > 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna

III c        :robekan sampai mengenai otot sfingter ani interna

Derajat IV             : robekan sampai ke mukosa anus

Button hole tear : Sfingter intak namun mukosa anus terkena

Prinsip Repair Perineum

Page 187: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Jahit secepat mungkin à mengurangi risiko perdarahan dan infeksi

Periksa peralatan dan hitung kassa sebelum dan sesudah tindakan

Beri penerangan/lampu yang baik à identifikasi dan melihat jaringan yang terlibat

Tanyakan pada orang yang lebih berpengalaman bila ragu dalam menentukan

struktur jaringan yang terlibat

Trauma yang sulit lebih baik dilakukan oleh operator yang lebih berpengalaman

dalam anestesi umum maupun regional di kamar operasi , dan pasang kateter urin

24 jam pasca tindakan

Lakukan penjahitan sesuai anatomi awal untuk mendapatkan hasil kosmetik yang

baik

Lakukan pemeriksaan rektal touche setelah penjahitan selesai untuk memastikan

tidak ada materi benang yang tidak sengaja masuk pada mukosa rektum

Setelah selesai melakukan repair, informasikan pada pasien mengenai luka dan

perluasannya, diskusikan tentang penghilang nyeri, diet, hygiene dan pentingnya

latihan untuk mendukung pelvis

Perawatan Pasca Penjahitan Derajat Tinggi

Pasang Foley Catheter menetap minimal 1 x 24 jam  karena nyeri perineum dan

periuretra yang bengkak dapat menimbulkan retensio urine

Pemberian Analgetik adekuat  (nonsteroid anti inflamatory à ibuprofen)

Kompres es dapat digunakan untuk mengurangi edema dan nyeri postpartum

 

Perawatan Pasca Penjahitan :

Pemberian antibiotik spektrum luas (Cefuroxim 1,5gr) dan metronidazol  à

evidence level IV

-        Antibiotik untuk cegah infeksi yang resiko tinggi inkontinensia fekal dan fistula

rektovaginal

-        Metronidazol untuk melindungi kontaminasi kuman anaerob dari anus

Page 188: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Pemberian Laksatif atau Pencahar selama 10-14 hari àevidence level IV

-        Gunanya untuk mencegah terjadinya konstipasi sehingga terlepasnya jahitan

Program rehabilitasi otot dasar panggul dilakukan setelah 3 hari pasca penjahitan

(individual sesuai rekomendasi fisioterapis)

Rujuk ke ahlinya (bedah digestif/uroginekologis) untuk evaluasi setelah 3 bulan

pasca melahirkan (apakah perlu pengobatan lanjutan/perbaikan sfingter)

Penjelasan pada pasien dan tidak dipulangkan sebelum aktivitas BAB kembali

normal

Penjelasan detail tentang trauma dan bila ada masalah seperti infeksi atau kontrol

BAB yang sulit —–segera kontrol

Penjelasan pada pasien dan tidak dipulangkan sebelum aktivitas BAB kembali

normal

Penjelasan detail tentang trauma dan bila ada masalah seperti infeksi atau kontrol

BAB yang sulit —–segera kontrol

Setelah 12 minggu perlu dinilai integritas sfingter ani dengan alat ultrasound

endoanal dan manometri anal

Page 189: Resume Skenario 2 Revisi (1)

RETENSIO PLASENTA

Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.

Jenis-jenis retensio plasenta:       

a)      Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis

b)      Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.

c)      Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

d)     Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritonium

e)      Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).

Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.

Retensio plasenta (Placental Retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (Early Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post

Page 190: Resume Skenario 2 Revisi (1)

partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.

2.  Etiologi Retensio Plasenta

Penyebab Retentio Plasenta menurut Sastrawinata (2006:174) adalah:

Fungsional:

1)      His kurang kuat (penyebab terpenting)

2)      Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.

Patologi – anatomi:

1)      Plasenta akreta

2)      Plasenta inkreta

3)      Plasenta perkreta

Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:

a)         Plasenta belum lepas dari dinding uterus

b)         Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.

Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,

Page 191: Resume Skenario 2 Revisi (1)

sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

Menurut Manuaba (2006:301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:

a)   Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta

b)   Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan

Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:

1. Darah penderita terlalu banyak hilang2. Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak

terjadi3. Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam

 

Plasenta manual dengan segera dilakukan :

1. Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang2. Terjadi perdarahan postpartum berulang3. Pada pertolongan persalinan dengan narkosa4. Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam

 4.         Jenis Dari Retensio Plasenta

Jenis dari retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2002)

Jenis retensio plasenta :

a) Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

b) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miomentrium.

Page 192: Resume Skenario 2 Revisi (1)

c) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miomentrium.

d)  Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yangmenembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

e) Plasenta inkaserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

 

5.        Patogenesis

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.

Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.

Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:

1)   Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.

2)     Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).

Page 193: Resume Skenario 2 Revisi (1)

3) Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.

4) Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada semburan darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala IV. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan secara bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:

Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang kuat dari uterus, serta pembentukan constriction ring. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa dan adanya plasenta akreta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

6.        Gejala Klinis

Page 194: Resume Skenario 2 Revisi (1)

a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.

b.      Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

Tanda Dan Gejala Retensio Plasenta

A. Plasenta Akreta Parsial / Separasi

1. Konsistensi uterus kenyal2. TFU setinggi pusat\3. Bentuk uterus discoid4. Perdarahan sedang – banyak5. Tali pusat terjulur sebagian6. Ostium uteri terbuka7. Separasi plasenta lepas sebagian8. Syok sering

B. Plasenta Inkarserata

1. Konsistensi uterus keras2. TFU 2 jari bawah pusat3. Bentuk uterus globular4. Perdarahan sedang5. Tali pusat terjulur6. Ostium uteri terbuka7. Separasi plasenta sudah lepas8. Syok jarang9. Konsistensi uterus cukup10. TFU setinggi pusat11. Bentuk uterus discoid12. Perdarahan sedikit / tidak ada13. Tali pusat tidak terjulur14. Ostium uteri terbuka15. Separasi plasenta melekat seluruhnya

Page 195: Resume Skenario 2 Revisi (1)

16. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat.(Prawirohardjo, S. 2002 : 178)

17.  Plasenta Akreta

 

7.        Pemeriksaan Penunjang

a)      Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.

b)     Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

 

8.        Diagnosa Banding

Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui garis spons desidua.

9.        Penatalaksanaan

Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:

1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.

2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.

3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.

Page 196: Resume Skenario 2 Revisi (1)

4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.

5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.

6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder. (Sulisetiya.blogspot.com/2010/03).

 

10.    Komplikasi

Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:

1. PerdarahanTerjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.

2. InfeksiKarena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan plasenta.

3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.

4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis

 Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus.Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa

Page 197: Resume Skenario 2 Revisi (1)

perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.

Syok haemoragik (Manuaba, IGB. 1998 : 300)

11.    Terapi

Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman.Bila terjadi perdarahan: lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase.Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia.

Cara untuk melahirkan plasenta:

1. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan penolong meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan.

2. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose)Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari insertio dan mengeluarkanya.

3. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.

Page 198: Resume Skenario 2 Revisi (1)

INVERSIO UTERUS

DEFINISI

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam kavum

uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya disebabkan pada

saat melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum

berkontraksi dengan baik. Inversio uteri memberikan rasa sakit yang dapat

menimbulkan keadaan syok adapun menyebutkan bahwa inversio uteri adalah

keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya kedalam kavum uteri.

ETIOLOGI

Berbagai faktor etiologi telah dikaitkan dengan inversi uterus, walaupun mungkin

tidak ada penyebab yang jelas. Diidentifikasi faktor etiologi meliputi:

a. Tali pusat yang pendek

b. Traksi yang berlebihan pada tali pusat.

c. Tekanan pada fundus yang berlebihan.

d. Sisa plasenta dan abnormal perlekatan plasenta (inkreta, perkreta, akreta).

e. Menarik terlalu keras pada tali pusar untuk mempercepat pelepasan plasenta,

terutama jika plasenta melekat pada fundus.

f. Endometritis kronis.

g. Kelahiran setelah sebelumnya operasi secarea.

h. Cepat atau tenaga His yang panjang.

Page 199: Resume Skenario 2 Revisi (1)

i. Sebelumnya rahim inverse.

j. Obat tertentu seperti magnesium sulfat (sebagai relaksan otot selama

persalinan).

k. Unicornuate rahim.

l. Kelainan bawaan atau kelemahan rahim.

m. Inversio uteri dapat terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala III aktif

khususnya bila dilakukan tarikan talipusat terkendali pada saat masih belum ada

kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk klasifikasi tindakan iatrogenic.

KLASIFIKASI

a. Inversio uteri ringan

Fundus uteri terbalik menonjol dalam kavum uteri, namun belum keluar dari

ruang rongga rahim.

b. Inversio uteri sedang

Fundus uteri terbalik dan sudah masuk dalam vagina.

c. Inversio uteri berat

Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian besar sudah terletak diluar

vagina.

Ada pula beberapa pendapat membagi inversio uteri menjadi :

1) Inversio inkomplit

Page 200: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Yaitu jika hanya fundus uteri menekuk ke dalam dan tidak keluar ostium uteri

atau serviks uteri.

2) Inversio komplit

Seluruh uterus terbalik keluar, menonjol keluar serviks uteri.

3) Inversio prolaps

Keadaan dimana uterus yang berputar balik itu keluar dari vulva.

GEJALA KLINIS

Gejala inversion uteri dijumpai pada kala III atau postpartum. gejalanya pada

permulaan tidak selalu jelas, akan tetapi apabila kelainan itu sejak awalnya tumbuh

dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok.

Rasa nyeri keras disebabkan karena fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum

infundibulo pelvikum dan ligamentum rotundum kanan dan kiri ke dalam terowongan

inversio sehingga terjadi tarikan yang kuat pada peritoneum parietal.

Perdarahan yang banyak juga dapat terjadi, akibat dari plasenta yang masih

melekat pada uterus, hal ini dapat juga berakibat syok.

· Pemeriksaan luar pada palpasi abdomen, fundus uteri sama sekali tidak

teraba atau teraba lekukan pada fundus seperti kawah. Kadang-kadang tampak seperti

sebuah tumor yang merah di luar vulva, hal ini ialah fundus uteri yang terbalik.

· Pada pemeriksaan dalam, bila masih inkomplit, maka pada daerah simfisis

uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam; bila sudah komplit, di atas simfisis teraba

kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak atau kavum uteri sudah tidak ada

(terbalik).

Page 201: Resume Skenario 2 Revisi (1)

DIAGNOSIS

Uterus menonjol dari vagina.

Fundus tidak tampaknya berada dalam posisi yang tepat ketika dokter palpasi

(meraba) perut ibu.

Adanya perdarahan yang tidak normal dan perdarahannya banyak bergumpal.

Tekanan darah ibu menurun (hipotensi).

Ibu menunjukkan tanda-tanda syok (kehilangan darah) dan kesakitan.

Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih

melekat.

Bila baru terjadi maka, maka perognosis cukup baik akan tetapi bila kejadian

cukup lama maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus

mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi.

Pemeriksaan penunjang (seperti USG atau MRI) dapat digunakan dalam

beberapa kasus untuk memperkuat diagnosis.

PENANGANAN

Bila terjadi syok atau perdarahan, gejala ini diatasi dulu dengan infus

intravena cairan elektrolit dan tranfusi darah.

Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya renjatan vasovagal dan

perdarahan maka harus segera dilakukan tindakan reposisi secepat

mungkin.

Segera lakukan tindakan resusitasi.

Bila plasenta masih melekat , jangan dilepas oleh karena tindakan ini akan

memicu perdarahan hebat .

Page 202: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Lakukan tindakan resusitasi dengan cara: Tangan seluruhnya dimasukkan

ke vagina sedang jari tengah dimasukkan ke dalam cavum uteri melalui

serviks uteri yang mungkin sudah mulai menciut, telapak tangan menekan

korpus perlahan-lahan tapi terus menerus kearah atas agak kedepan

sampai korpus uteri melewati serviks dan inversion.

Salah satu tehnik reposisi lain yaitu dengan menempatkan jari tangan pada

fornix posterior, dorong uterus kembali kedalam vagina, dorong fundus

kearah umbilikus dan memungkinkan ligamentum uterus menarik uterus

kembali ke posisi semula.

Sebagai tehnik alternatif : dengan menggunakan 3 – 4 jari yang diletakkan

pada bagian tengah fundus dilakukan dorongan kearah umbilikus sampai

uterus kembali keposisi normal.

Setelah reposisi berhasil, tangan dalam harus tetap didalam dan menekan

fundus uteri. Berikan oksitosin atau Suntikkan intravena 0,2 mg

ergomitrin kemudian dan jika dianggap masih perlu, dilakukan tamponade

uterovaginal dan setelah terjadi kontraksi , tangan dalam boleh

dikeluarkan perlahan agar inversio uteri tidak berulang.

Bila reposisi per vaginam gagal, maka dilakukan reposisi melalui

laparotomi.

Page 203: Resume Skenario 2 Revisi (1)

PERDARAHAN POST PARTUM

Hemmoragic post partum (HPP)

DEFINISI DAN KLASIFIKASI

adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta,

trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya

perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah persalinan per vaginam

Perdarahan lebih dari 1000 cc yang terjadi setelah seksio caesaria

Perdarahan yang disertai ketidakstabilan hemodinamik

Perubahan tanda vital:

Penurunan tingkat kesadaran

Pucat dan keringat dingin

Sesak

Tekanan darah systole < 90 mmHg

Nadi >100 kali per menit

Perdarahan primer : terjadi dalam waktu 24 jam pascapersalinan

Perdarahan sekunder : terjadi dalam waktu sesudah 24 jam pertama

pascapersalinan

ETIOLOGI

1. Tonus atonia uteri

Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :

Umur yang terlalu muda / tua

Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara

Partus lama dan partus terlantar

Page 204: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin

besar

Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada

solusio plasenta

Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi

2. Tissue retensio plasenta, bekuan darah

3. Trauma

perlukaan jalan lahir (laserasi serviks, rupture uteri)

iatrogenik - tindakan yang salah untuk mempercepat kala 3 : penarikan

tali pusat, penekanan uterus ke arah bawah

4. Thrombin

koagulopatu, kelainan proses pembekuan darah akibat hipofibrinogenemia,

HELLP syndrome, trombofilia

FAKTOR RESIKO

Antepartum

o Riwayat – pernah HPP dan plasenta manual

o Solusio plasenta

o IUFD

o Plasenta previa

o Preeclampsia

o Overdistensi uterus – hidramnion, gemelli, makrosomia

o Kelainan perdarahan

Intrapartum

o Seksio caesaria

o Partus kasep

o Partus precipitatus

o Induksi dan augmentasi persalinan

Page 205: Resume Skenario 2 Revisi (1)

o Korioamnionitis

o Distosia bahu

o Ekstraksi bayi gemelli

o Koagulopati dapatan – HELLP dan DIC

Postpartum

o Laserasi – episiotomy

o Plasenta abnormal – retensi

o Rupture dan inverse uterus

o DIC

o Atonia uterus

DIAGNOSIS

Prinsip :

Pertama, pikirkan bahwa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta

atau plasenta lahir tidak lengkap.

Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan

bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir.

Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada

palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan

pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada

palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam

dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo.

Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina,

hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.

Perdarahan dengan retensio plasenta kontraksi kurang baik

Jika perdarahan masif, diagnosis relatif lebih mudah.

Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang

deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat

Page 206: Resume Skenario 2 Revisi (1)

ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang

nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat

merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan

darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka

darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.

Observasi per vaginam

Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi

menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya

diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar.

Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan

pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum,

pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam. 

Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada

perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan

berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok.

Eksplorasi penyebab:

Periksa fundus

Periksa organ genital bawah

Eksplorasi uterus

o Sisa plasenta

o Rupture uteri

o Inverse uteri

Periksa koagulasi

PENATALAKSANAAN

1. Asesmen ABC, infuse krisatloid jumlah banyak dengan jalur besar (16

Gauge), tes darah lengkap dan golongan darah

2. Nilai fundus – bersamaan dengan ABC

Page 207: Resume Skenario 2 Revisi (1)

a. Penyebab utama: atonia uteri

b. Jika lembek massage bimanual

i. Singkirkan inversion uteri

ii. Pastikan ada atau tidak trauma bagian bawah

iii. Evakuasi bekuan darah

iv. Eksplorasi manual

3. Kompresi bimanual

4. Okstoksin

a. 5 unit IV bolus

b. Infus – 20 unit per L N/S tetes cepat

c. Intra myometrial – 10 unit trans abdominal

5. Eksplorasi manual – bila tidak ada respon terhadap pemberian oksitoksin

6. Uterotonika tambahan

a. Ergotamine

i. Hati-hati penggunaan pada hipertensi – selalu awasi

ii. IV – 0,25 mg

iii. IM – 0,15 mg

b. Cytotec (misoprostol)

i. Hati-hati penggunaan pada asma

ii. Per oral + per rectal – 400 mg

iii. Per rectal – 800-1000 mg

Bila kontraksi bertambah, perdarahan berkurang

o Analgesic

o Perbaikan surgical

o Sementara: tampon balon foley atau kasa

Bila kontraksi tidak bertambah, perdarahan masih berlanjut

o Kemungkinan koagulopati

Koagulasi abnormal koreksi dengan platelet

Page 208: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Koagulasi normal

Siapkan kamar operasi

Singkirkan rupture uteri reparasi

Pertimbangkan

o Ligasi bila masih ingin punya anak lagi

o Histerektomi bila tidak ingin punya anak

lagi, pada multipara atau grande multipara.

7. Menejeman aktif vs ekspektatif pada kala III

PPH > 500 mL (n=4636)

PPH > 1000 mL (n=4636)

Maternal Hb < 91 (n=4256)

Blood transfusion (n=4829)

Therapeutic oxytocin (n=4829)

Nausea (n=3407)

Manual removal (n=4829)

0.1 1 10

Odds Ratio (95% Confidence Interval)

Outcome (subjects)

Page 209: Resume Skenario 2 Revisi (1)

TROMBOEMBOLI

Tromboemboli adalah sumbatan pembuluh darah ibu akibat jendalan darah atau air ketuban.

KLASIFIKASITromboemboli dalam masa nifas mencakup :

1.    Trombosis Vena Superfisial (TVS)Lebih sering diderita oleh wanita dengan varises vena dan

angka kejadian tidak dipengaruhi oleh intervensi obstetrik.2.    Trombosis Vena Dalam (TVD)

Trombosis Vena Dalam sangat dipengaruhi oleh intervensi obstetrik, sebagai contoh tindakannya meningkat setelah tindakan bedah caesar. Penderita  Trombosis Vena Dalam yang tidak tertangani dengan baik akan mengalami embolisasi trombus pada pembuluh darah paru (EP) yang dapat berakibat fatal.

3.    Emboli paru (EP)

PATOGENESISSejak tahun 1848, Virchow telah menyebutkan bahwa

terjadinya trombosis selalu melibatkan 3 faktor yang saling berhubungan seiring dengan perubahan-perubahan fisiologik pada kehamilan yaitu :

1.    Perubahan Koagulasi selama kehamilanPada kehamilan terjadi hiperkoagulabilitas darah yang

disebabkan karena perubahan kadar faktor-faktor  pembekuan. Faktor I, II, VII, VIII, IX dan X kadarnya meningkat setelah trimester pertama yang diikuti peningkatan kadar faktor V, VII dan X pada saat persalinan. Faktor VIII kadarnya justru menurun. Kadar fibrinopeptida A dan monomer-monomer fibrin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya terjadi aktivasi sistem pembekuan selama kehamilan. Plasenta dan cairan amnion merupakan sumber dari tromboplastin jaringan (faktor III). Pengeluaran semua material ini dalam persalinan, akan merangsang jalur ekstrinsik pembekuan darah.

2.    Statis VenaSelama kehamilan sangat mungkin terjadi statis aliran darah

vena. Hal ini disebabkan oleh karena : terjadi penurunan secara

Page 210: Resume Skenario 2 Revisi (1)

bertahap aliran darah vena dari kaki ke paha, obstruksi yang bermakna dari vena cava akibat penekanan oleh uterus yang membesar terutama mulai pertengahan kehamilan, turunnya tonus vena pada anggota gerak bawah yang dimulai sejak awal kehamilan, dilatasi vena panggul dan kemungkinan terjadinya disfungsi daun katup vena. Kesemuanya mempunyai potensial untuk meningkatkan resiko terjadinya penggumpalan trombosit (platelet clumping) dan pembekuan fibrin. Jika trombus telah terbentuk maka akan terjadi statis aliran darah yang progresif dengan akibat trombus yang makin luas. Keadaan ini dapat diperberat  dengan tirah baring yang lama ( prolonged bed rest ) dan proses persalinan dengan tindakan.

3.    Trauma endotellium vaskulerEndotellium vaskuler merupakan barier fisiologis terhadap

trombosis diantaranya menghasilkan prostasiklin yang berfungsi mencegah terjadinya agregasi dan aktivasi trombosit. Pada kehamilan, dapat terjadi perubahan serat elastik tunika media dan kerusakan tunika intima akibat tingginya kadar estrogen. Demikian juga tindakan pembedahan dapat menyebabkan trauma/kerusakan secara langsung pada sel endotel sehingga merangsang produksi fibrin fibrin dan agregasi trombosit. Akibat pembedahan, lebih lanjut dapat terjadi inokulasi bakteri sehingga trauma endotel menjadi lebih berat dengan segala konsekuensinya.

4.    Kerusakan endotel pembuluh darah

FAKTOR RESIKOFaktor resiko umum terjadinya Tromboemboli adalah :

Ø  Trombofilia Herediter ( Mutasi faktor V Leiden, defisiensi AT-III, defiensi protein C, defiensi protein S, hiperhomosistein dan mutasi gen protombin ).

Ø  Riwayat Tromboemboli sebelumnyaØ  Penggunaan katub jantung artifisialØ  Fibrilasi atrialØ  Sindroma Antifosfolipid

Secara khusus faktor resiko dalam kehamilan dan masa kehamilan yang meningkatkan kecenderungan Tromboemboli adalah :

·         Bedah Caesar·         Persalinan pervaginam dengan tindakan·         Usia ibu yang risiko tinggi saat hamil dan bersalin·         Supresi laktasi dengan menggunakan preparat estrogen

Page 211: Resume Skenario 2 Revisi (1)

·         Sickle Cell Disease·         Riwayat tromboflebitis sebelumnya·         Penyakit jantung·         Immobilisasi yang lama·         Obesitas·         Infeksi maternal dan insufisiensi vena kronik

Faktor resiko terjadinya Tromboemboli dalam kehamilan dan masa nifas menurut Biswas & Perloff (1994), yaitu :

·         Merokok·         Preeklamsia·         Persalinan lama (prolonge labor)·         Anemia·         Perdarahan

DIAGNOSISTANDA & GEJALA Trombosis Vena Superfisial (TVS) :

ú  Umumnya hanya terbatas pada vena superfisial dari sistem safena.ú  Secara klinis daerah yang terlibat akan terlihat : kemerahan

(eritema), pada palpasi terasa hangat atau panas, teraba vena superfisial seperti tali yang keras.

ú  Kelainan yang sering terjadi pada penderita dengan varises vena superfisial sebelumnya, yaitu : obesitas, immobilisasi yang lama dan katerisasi intravena.

TANDA & GEJALA Trombosis Vena Dalam (TVD) :ú  Sangat tergantung dari tempat dan besar trombus, status sirkulasi

vena kolateral, derajat respons, dan inflamasi.ú  Hampir 80% mengenai tungkai kiri karena kompresi vena iliaka

sinistra saat bersilangan dengan arteri illiaka dekstra dan kecepatan aliran darah terutama pada tungkai kiri yang jauh berkurang jika wanita hamil berbaring terlentang.

TANDA & GEJALA  EMBOLI PARU (EP) :ú  Sering didahului oleh adanya Tromboemboli pada ekstrimitas

inferior dan pada beberapa lainnya Tromboemboli pada vena dalam pelvis yang asimtomatik) diketahui.

ú  Tanda dan Gejala Umum adalah dispnea, nyeri dada, batuk, sinkop dan hemoptisis.

Page 212: Resume Skenario 2 Revisi (1)

MANIFESTASI KLINISManifestasi klasik Tromboemboli pada masa nifas (puerperal

thrombophlebitis) yang disebut dengan Phlegmasia alba dolens atau Milk Leg, yaitu berupa :

ú  Edema tungkai dan paha disertai rasa nyeri yang hebatNyeri pada otot betis baik spontan atau akibat regangan

tendon achilles (Homan’s sign) tidak mempunyai arti klinis yang bermakna karena tanda yang sama seringkali ditemukan pada awal masa nifas akibat tekanan oleh penyangga betis meja obstetrik saat persalinan.

ú  Sianosis lokalDemam yang terjadi  karena terlibatnya vena dari kaki

sampai regio illeofemoral

PemeriksaanPemeriksaan Obyektif yang dapat dilakukan meliputi :

1.    Invasifú  Venografi

Sampai saat ini merupakan ”gold standart“ untuk diagnosis TVD namun karena dapat menyebabkan nyeri dan bahaya absorbsi radiasi pengion oleh janin, maka pemeriksaan ini dilakukan pada masa kehamilan.

ú  Angiografi ParuPemeriksaan ini merupakan ”gold standart” untuk diagnosis

Emboli Paru (EP), tetapi karena pemeriksaan ini invasif dan mahal maka hanya dilakukan jika pemeriksaan lain meragukan.

ú  Ventilation Perfussion Scanning (VIQ Scan)VIQ Scan merupakan pemeriksaan awal yang harus dilakukan

pada kecurigaan Emboli Paru. Hasil pemeriksaan yang normal memastikan  Emboli paru tidak terjadi dan hasil yang high probalbility (sekurang-kurangnya terdapat defek perfusi pada satu segmen tetapi ventilasi normal) memastikan diagnostik Emboli paru.

2.    Non Invasifú  Compresion Ultrasound (CUS)

American College of Obstetrician and Gynecologists (2000) menetapkan CUS sebagai salah satu cara pemeriksaan terpilih (procedure of choice) untuk diagnosa TVD paroksimal.

CUS dilakukan dengan menekankan transedur USG secara kuat (firm compression) untuk melihat adanya defect.

ú  Impedance Phletysmography (IPG)

Page 213: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Dengan cara mengembangkan manset udara yang ditempatkan disekeliling paha unutk mengukur impedance flow. IPG mempunyai sensitifitas sebesar 83% dan spesifitas 92%.

ú  Magnetic Resmance Venography (MRV)Pemeriksaan ini dapat menggambarkan batas-batas anatomis

secara detail dan dapat menentukan ada tidaknya aliran darah pelvis. MRV mempunyai sensitifitas 100% dan spesifitas 90% terhadap TVD yang telah lebih khusus lagi MRV dapat menentukan faktor non trombosis sebagai penyebab gejala dan tanda yang mirip dengan tromboemboli. MRV sangat potensial untuk digunakan sebagai sarana diagnostik tromboemboli dalam kehamilan karena disamping sensitif juga tidak berhubungan dengan paparan radiasi. Kelemahan pemeriksaan ini adalah fasilitasnya yang masih terbatas dan mahalnya biaya pemeriksaan.

Page 214: Resume Skenario 2 Revisi (1)

ENDOMETRITIS

DEFINISI

Endometritis adalah radang pada endometrium, kuman-kuman memasuki

endometrium biasanya pada luka bekas insertion plasenta dan dalam waktu singkat

mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak

seberapa patogen,radang terbatas pada endometrium. Endometritis adalah infeksi atau

desidua endometrium, dengan ekstensi ke miometrium dan jaringan parametrial.

Endometritis dibagi menjadi kebidanan dan nonobstetric endometritis. Endometritis

dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang tidak normal, seperti abortus,

kelahiran premature, kelahiran kembar, kelahiran yang sukar (distokia), perlukaan

yang disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan untuk pertolongan pada kelahiran

yang sukar.Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrotis

dan mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keping-keping nekrotis serta cairan.

PENYEBAB

            Endometritis paling sering ditemukan setelah seksio sesarea, terutama bila

sebelumnya pasien menderita korioamnionitis, partus lama atau pecah ketuban yang

lama. Penyebab-penyebab lainnya endometritis adalah jaringan plasenta yang

tertahan setelah abortus atau melahirkan. Infeksi endometrium dapat terjadi sebagai

kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam

rahim. Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut. Endometritis bisa juga

disebabkan oleh golongan streptococcus, staphylococcus, adakalanya basil

tuberculosis dan gonococcus.

            Endometritis adalah penyakit yang melibatkan polymicrobial, rata-rata, 2-3

organisme. Dalam banyak kasus, hal itu timbul dari infeksi naiknya dari organisme

yang ditemukan di vagina normal flora asli. Biasanya terisolasi organisme termasuk

Ureaplasma urealyticum, Peptostreptococcus, Gardnerella vaginalis, Bacteroides

Page 215: Resume Skenario 2 Revisi (1)

bivius, dan kelompok B Streptococcus. Chlamydia telah dikaitkan dengan onset

terlambat endometritis postpartum. Enterococcus diidentifikasi dalam sampai dengan

25% dari perempuan yang telah menerima profilaksis cephalosporin. Rute

pengiriman adalah faktor yang paling penting dalam pengembangan endometritis

postpartum. Penelitian yang lebih baru mendukung administrasi sebelum operasi

profilaksis antibiotik, yang dikaitkan dengan 53% penurunan endometritis tanpa

gangguan pada neonatus yang dicurigai atau terbukti sepsis atau NICU admission.

            Mayor faktor risiko termasuk kelahiran sesar, berkepanjangan pecah ketuban,

tenaga kerja yang panjang dengan beberapa pemeriksaan vagina, ekstrem pasien usia,

dan status sosial ekonomi rendah.  Minor faktor termasuk ibu anemia, janin

pemantauan internal yang berkepanjangan, lama operasi, dan anestesi umum.

Bacterial vaginosis telah dikaitkan dengan endometritis setelah kelahiran sesar dan

dengan PID setelah trimester pertama selektif aborsi.

MANIFESTASI KLINIK

            Tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita dan derejat

trauma jalan lahir. Sebagian lokhia tertahan oleh darah, sisa plasenta dan selaput

ketuban keadaan ini dinamakan lokiametra yang dapat menaikan suhu yang segera

hilang bila diatasi. Uterus pada endometritis agak membesar, uterus lembek dan nyeri

pada perabaan. Pada endimetritis tidak meluas pada hari pertama penderita merassa

kurang sehat,perut nyeri, mulai hari ketiga suhu meningkat nadi cepat lokia kadang –

kadang berbau.

   Tanda-tanda Endometritis

Tanda dan gejala endometritis antara lain :                            

1.      Peningkatan demam secara persisten hingga 40 derajat celcius. Tergantung pada

keparahan infeksi.

2.       Takikardi

3.      Menggigil dengan infeksi berat

4.      Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral

Page 216: Resume Skenario 2 Revisi (1)

5.      Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual

6.      Subinvolusi

7.      Lokhia sedikit, tidak berbau atau berbau tidak sedap, lokhia seropurulenta

8.      Hitung sel darah putih mungkin meningkat di luar leukositisis puerperium fisiologis

9.      Perdarahan pervaginam

10.  Shock sepsis maupun hemoragik

11.  Abdomen distensi atau pembengkakan.

12.  Abnormal pendarahan vagina

13.  Discomfort dengan buang air besar (sembelit mungkin terjadi)

14.  Terjadi  ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise)

KLASIFIKASI

Ada dua macam endometritis antara lain :

-        Endometritis Akut

            Pada Endometritis akut endometrium mengalami edema dan hiperemi.

Endometritis ini biasanya terjadi sesudah melahirkan atau abortus ( terutama abortus

kriminalis ), yang dapat meluas sampai ke miometrium, dan berakhir sampai sepsis

puerperalis. Abortus yang dilakukan tanpa alasan yang layak dengan cara

memasukkan berbagai macam alat yang jauh dari standar steril, maka akan membawa

kuman masuk ke dalam cavum uteri.

            Endometritis akut ditandai oleh kehadiran microabscesses atau neutrofil

dalam endometrium kelenjar. Endometritis akut dicirikan dengan adanya infeksi.

Agen penyebab yang paling utama adalah staphylococcus aureus dan

strepthococcuss. Gejala klinis umumnya adalah demam tinggi dan lochea berbau,

lochea lama berdarah kemungkinan menjadi metrorhagia, jika terjadi radang tidak

menjalar ke parametrium atau perimetrium tidak nyeri.

Penatalaksanaan :

Page 217: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha mencegah

agar infeksi tidak menjalar. Adapun pengobatannya adalah :

a.       Uterotonik

b.       Istirahat, dengan posisi fowler

c.       Antibiotika

-        Endometritis Kronik

            Radang ini jarang dijumpai , namun biasanya terjadi pada wanita yang masih

menstruasi. Dimana radang dapat terjadi pada lapisan basalis yang tidak terbuang

pada waktu menstruasi. Endometritis kronik primaria dapat terjadi sesudah

menopauase, dimana radang tetap tinggal dan meluas sampai ke bagian endometrium

lain. Endometritis kronik ditandai oleh adanya sel-sel plasma pada stroma. Penyebab

yang paling umum adalah Penyakit Radang Panggul (PID), TBC, dan klamidia.

Pasien yang menderita endometritis kronis sebelumnya mereka telah memiliki

riwayat kanker leher rahim atau kanker  endrometrium. Gejala endometritis kronis

berupa noda darah yang kotor dan keluhan sakit perut bagian bawah, leukorea serta

kelainan haid seperti menorhagia dan metrorhagia.

           

FAKTOR PREDISPOSISI

            Meliputi seksio sesarea, ketuban pecah, partus lama dan kelahiran, anemia,

perdarahan, jaringan plasenta yang tertahan, operasi berkepanjangan, pemakaian

AKDR dan penyakit sistemik yang menurunkan resistensi terhadap infeksi. Wanita

dengan status nutrisi yang buruk, misalnya lebih rentan terhadap infeksi bakteri.

Page 218: Resume Skenario 2 Revisi (1)

PENATALAKSANAAN ENDOMETRITIS

-        Antibiotika dan drainase yang memadai

            Merupakan pojok sasaran terapi. Evaluasi klinis dan organisme yang terlihat

pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi

serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotic.

-        Carian intravena dan elektrolit

            Merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi dan terapi pemeliharaan untuk

pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat

mungkin pasien diberikan diet peroral untuk memberikan nutrisi yang memadai.

-        Penggantian darah

Dapat diindikasikan untuk anemia berat post abortus atau postpartum.

-        Tirah baring dan analgesia

Merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.

-        Tindakan bedah

            Endometritis postpartum sering disertai dengan jaringan plasenta yang tertahan atau obstruksi servik. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan dan hati-hati.

Page 219: Resume Skenario 2 Revisi (1)

INKONTINENSIA URINE

ETIOLOGI

Penyebab utama adalah trauma persalinan. Umumnya akan sembuh jika cedera saat

partus telah kembali normal

KLASIFIKASI

Dapat dibagi menjadi 3 stadium :

a. Stadium 1 : adanya air kencing yang keluar meski sedikit pada

saat batuk, bersin, mengejan

b. Stadium 2 : keluar air kencing saat bekerja ringan

c. Stadium 3 : keluar air kencing bahkan saat tidak bekerja

PENGOBATAN

Pengobatan diarahkan pada apa yang dijumpainya. Jika hanya terdapat uretrokel atau

sisto-uretrokel maka kolprorafia anterior dengan memperkuat otot – otot di leher

vesika dan uretra ungkin sudah cukup.

Sumber : Sarwono Ilmu Kandungan

Page 220: Resume Skenario 2 Revisi (1)

TROMBOSIS VENA DALAM

Patogenesis trombosis pada pembuluh darah (arteri dan vena) dapat diterangkan oleh

teori Virchow (1856), yaitu terdiri dari interaksi antara faktor trauma pada dinding

pembuluh darah (trauma pada endotel), faktor abnormalitas aliran darah, dan faktor

abnormalitas darah (gangguan keseimbangan fungsi koagulasi dan fungsi

fibrinolitik). Semua faktor tersebut penting pada pembentukan trombosis pada vena,

walaupun sesungguhnya penyebab timbulnya trombosis vena dalam ditentukan oleh

multifaktor. Tidak dapat disangkal bahwa kebanyakan pembentukan trombus vena

berasal dari daerah dimana terdapat pelambatan aliran darah. Trombus pada vena

didasarkan atas aliran darah vena yang relatif lambat, kaya eritrosit dan fibrin, dengan

sejumlah kecil trombosit, karenanya disebut trombus merah (red thrombus).

Bandingkanlah dengan trombus putih (white thrombus) yang kaya trombosit yang

biasanya terjadi pada lumen pembuluh arteri. Proses terjadinya trombus diawali pada

kantung-kantung katup atau pada daerah vena yang menderita trauma.

Trombosis vena dalam dijumpai tersering didaerah vena cruris (vena daerah

soleus), kemudian berturut-turut pada V.Femoralis, V Iliaca communis dan Vena

cava inferior. Lebih sering terjadi pada tungkai kiri, yaitu berhubungan dengan

tekanan (kompresi) pada V.Iliaca communis kiri oleh A. Iliaca communis kanan

(disebut sindroma May-Thurner).

Sekitar 80% kasus trombus menetap (tidak mengalami propagasi atau tidak

merambat ke proksimal) pada daerah cruris (trombosis vena dalam bagian distal) .

Sedangkan pada 20% kasus trombus merambat (propagation) ke V.Poplitea,

V.Femoralis, sampai V.Iliaca (trombosis vena dalam bagian proksimal). Bila tidak

diobati pada 10-20% kasus trombosis proksimal tersebut akan mengalami emboli

paru-paru.

Phlegmasia adalah keadaan trombosis vena iliaka-femoralis yang luas,

ditandai pembengkakan (pembengkakan akibat gangguan aliran vena dan limfe)

Page 221: Resume Skenario 2 Revisi (1)

ekstremitas inferior, dan stasis pada vena-dalam tersebut dapat menimbulkan

gangguan aliran arteri sehingga terjadi tanda-tanda iskhemia pada kaki.

Phlegmasia alba dolens, adalah keadaan yang lebih ringan , yaitu tidak

terjadi iskhemia, fungsi saraf masih normal. Bila tidak segera ditangani dapat timbul

gangren kaki yang merambat ke proksimal. Phlegmasia cerulea dolens, adalah

keadaan phlegmasia yang lebih berat , ditandai ekstremitas berwarna biru, bengkak,

petechiae, bullae, insufisiensi arteri (iskemia), gangguan saraf sensoris dan motoris

pada bagian distal.

Faktor risiko:

Usia diatas 40 tahun. Varises tungkaiKehamilan atau kadar estrogen tinggi. Penyakit mieloproliferatif.Obesitas atau immobilitas lama. Hiperlipidemi.Penyakit jantung. Diabetes mellitusKeganasan. Sindroma hemolitik-uremik.Trauma. Purpura thrombotik-thrombositopeni.Sepsis. Antikoagulan lupus.Hypercoagulable state. HomosistinuriaPernah trombosis vena dalam atau emboli paru. Sindroma Cushing.Cryofibrinogenemia Colitis ulcerativa.Sindroma Behcet.

Pemeriksaan klinis :

Pemeriksaan fisik :

Pada pemerisaan fisik sering tidak ditemukan tanda-tanda klinis. Tanda klinis yang

pertama kali muncul adalah nyeri (50% kasus). Pembengkakan terjadi distal dari letak

anatomis oklusi total vena dalam, timbul dalam beberapa jam setelah oklusi total .

Phlegmasia alba dolens: palpasi denyut arteri kaki dan fungsi saraf sensoris dan

motoris masih normal, ekstremitas bengkak dan berwarna pucat.

Page 222: Resume Skenario 2 Revisi (1)

Phlegmasia cerulea dolens: ekstremitas bengkak dan berwarna biru, sering dijumpai

petechiae dan bullae, perabaan nadi dan fungsi saraf mungkin masih normal pada

awalnya tetapi akhirnya cenderung menurun dan menghilang dimulai pada kaki. Bila

oklusi vena dalam menetap, akan terjadi tanda-tanda gangguan aliran darah pada

arteri berupa iskhemia, nekrosis dan gangren.

Pemeriksaan radiologis :

1. Ascending venografi (invasif) merupakan gold standard untuk diagnosis

thrombosis vena dalam, walaupun membutuhkan fasilitas peralatan dan teknik

pemeriksaan, dan timbulnya komplikasi (nyeri, ekstravasasi zat kontras, dan

thrombosis). Oleh karena alasan tersebut maka untuk keperluan diagnosis saat ini

berpindah pada penggunaan peralatan yang non-invasif.

2. Impedance plethysmography:

Jenis pemeriksaan ini tergolong non-invasif, indirek, mengukur perubahan

volume tungkai, untuk mengukur thrombus pada popliteal atau arteri proksimal,

bila dibandingkan dengan ascending venografphy, memiliki spesifisitas 88%,

sensitivity 92%, tetapi tidak akurat untuk mendeteksi bekuan darah dibagian distal

tungkai (vena betis).

3. Doppler ultrasonografi:

Walaupun teknik gelombang kontinyu (continuous-wave) ultrasonografi ini

merupakan cara termudah, murah, non-invasif, dan dibandingkan dengan

ascending venography memiliki specificity 88%, sensitivity 83%, tenik ini tidak

baik untuk evaluasi trombosis yang berulang/rekuren karena tidak dapat

membedakan trombosis lama dengan yang baru pada sindroma postrombotik.

4. Duplex scanning:

Teknik B-mode ultrasonografi ini mampu melihat aliran, gerakan katup, adanya

bekuan darah/thrombus, membedakan bekuan lama atau baru, perubahan

dinding pada sistim vena. Duplex scanning , adalah kombinasi dari real-time dan

Doppler ultrasonografi, memiliki angka spesifisitas 86-95%, sensitifitas 88-98%

Page 223: Resume Skenario 2 Revisi (1)

dalam mendeteksi trombosis vena dalam. Walaupun demikian harus diingat hasil

pemeriksaan Dupplex scanning tergantung operatornya (operator dependent, hasil

pemeriksaan seorang operator ahli dapat berbeda dengan hasil operator ahli

lainnya).

Sindroma hiperkoagulabilitas:

Kongenital: Didapat:

Defisiensi antitrombin III Sindroma antifosfolipid Defisiensi Protein C&S.

Defisiensi Protein C. Keganasan. Defisiensi antithrombin III.

Defisiensi Protein S. Sepsis. Trauma/trauma panas.

Defisiensi heparin cofactor II. Kehamilan/estrogen. Trauma operasi besar.

Plasminogen abnormal. Diabetes.

Fibrinogen abnormal. Vaskulitides.

Homosistinuria. Penyakit mieloproliferatif.Hiperlipidemia. Heparin-induced thrombocytopenia.

Terapi :Medikal:

Heparin:

Diberikan 5000-20.000 U (100-200 U/kgbb.) bolus intravena, diikuti infus intravena

secara kontinyu 600-2000 U heparin per jam selama 4-6 hari. Dosis heparin

dipertahankan sesuai dengan hasil pemeriksaan aPTT (activated thromboplastin time)

Page 224: Resume Skenario 2 Revisi (1)

minimal 1,5 X harga/nilai kontrol untuk mencegah thromboembolisme rekuren.

Heparin dihentikan setelah prothrombin time minimal 1,5 X harga/nilai kontrol.

Warfarin oral (induksi 10-15mg selama 2-3 hari sesuai hasil pemeriksaan

prothrombin time, kemudian dosis dipertahankan 2-10mg perhari; pemberian

warfarin dimulai pada hari ke2–3 pengobatan heparin) dilanjutkan sampai 3-6 bulan

lamanya, atau dapat sebagai alternatif adalah penyuntikkan diri sendiri dengan

heparin 5000 U (1 cc) subkutan sekali sehari selama 3-6 bulan. Bila cara pengobatan

dilakukan dengan cara tersebut maka kemungkinan trombosis rekuren hanya sekitar

kurang dari 5%. Walaupun demikian terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa

lebih dari 80% pasien trombosis vena dalam yang diobati dengan heparin menderita

ulkus stasis dalam waktu 4 -7 tahun kemudian. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa heparin dapat mengurangi thrombosis rekuren tetapi tidak dapat mencegah

kerusakkan dinding dan katup vena yang akan menimbulkan morbiditas pada jangka

panjang.

Komplikasi pemberian heparin adalah perdarahan dan trombositopeni.

Periksalah jumlah sel trombosit sebelum pemberian heparin. Perdarahan terjadi bila

aPTT (activated partial thromboplastin time) lebih dari 2-3 kali nilai kontrol untuk

beberapa jam lamanya, tetapi perdarahan lebih sering terjadi bila terdapat penyakit

yang mendasarinya seperti uremia, trombositopeni. Pada usia lanjut, terutama

perempuan, mempunyai risiko lebih besar terjadi perdarahan.

Sindroma trombositopeni yang terjadi akibat pemberian heparin, yaitu disebut

Heparin-induced thrombocytopenia syndrome, bila ditemukan jumlah thrombosit

darah <100.000/mm3, sehingga dapat memudahkan terjadi perdarahan. Keadaan

tersebut adalah suatu reaksi kepekaan berlebih (idiosyncratic) terhadap heparin yang

menimbulkan lebih sering reaksi trombosis dari pada perdarahan. Reaksi tubuh ini

dapat terjadi pada saat kedua kalinya atau kesekian kalinya heparin disuntikkan (re-

exposure) pada tubuh penderita, yaitu umumnya pada hari ke 2 sampai hari ke15

Page 225: Resume Skenario 2 Revisi (1)

(dimana heparin disuntikkan sekali sehari dan tidak tergantung dosisnya) setelah

pemberian heparin.

Kontraindikasi absolut pemberian heparin adalah pada perdarahan aktif,

operasi bedah saraf yang baru dialami, hipertensi maligna, perdarahan

serebral/subarachnoid. Kontraindikasi relatif adalah operasi yang baru dialami,

perdarahan gastrointestinal, diatesis hemoragik dan stroke yang baru terjadi.

Terapi trombolitik:

Kontraindikasi absolut: perdarahan aktif, lesi akibat trauma serebrovaskular

yang baru dialami, kelainan atau penyakit intrakranial yang mudah berdarah,

pembedahan mata yang baru dialami.

Kontraindikasi relatif: trauma atau pembedahan besar yang baru dialami,

penyakit ulkus peptikum aktif, hipertensi tak terkontrol, kehamilan, perdarahan pada

retinopati diabetika.

Urokinase maupun streptokinase dapat menimbulkan lisis thrombus secara lengkap

pada penelitian yang dilakukan eksperimental maupun klinis. Kedua jenis obat

tersebut dapat secara efektif bekerja pada pasien yang menderita thromboemboli

kurang dari 5-7 hari, tetapi hasil terbaik pada pasien bergejala kurang dari 48 jam.

Streptokinase dan urokinase menimbulkan lisis tromboemboli pada sebanyak

26-57% pasien. Pada kelompok pasien deep vein trombosis yang diberi

antikoagulant dan trombolitik, dijumpai hasil pada 4% pasien yang diberi

Page 226: Resume Skenario 2 Revisi (1)

anticoagulant terjadi lisis dan 82% pasien ternyata thrombus tidak menghilang;

sedangkan yang diberikan trombolitik terdapat 45% resolusi trombus yang lengkap,

dan 18% tidak lengkap.

Teknik terbaru dalam pemberian trombolitik untuk menghancurkan

penyumbatan trombus pada daerah iliaka-femoral adalah dengan menyuntikkan

cairan trombolitik, setelah ujung kateter yang dimasukkan kedalam lumen A.

Femoralis superfisialis berada didalam masa trombus (catheter-directed

thrombolysis), tetapi mengenai angka keberhasilannya masih menunggu penelitian

lebih lanjut. Komplikasi utama pada pemberian trombolitik adalah perdarahan yang

frekwensinya 2 - 5 kali lebih sering dibandingkan dengan pemberian heparin.

Mengingat hal tersebut maka heparin tetap merupakan the agent of choice untuk

manajemen tromboembolisme.

Terapi dengan teknik bedah:

Trombektomi vena daerah iliaka-femoral dilakukan bila pemberian obat-

obatan tidak berhasil. Jika dijumpai kontraindikasi pemberian antikoagulan atau

trombolitik, dan tromboemboli yang terjadi terus-menerus dari distal, maka dilakukan

pemasangan saringan (filter) dari Greenfield pada vena cava inferior yang berguna

untuk menahan emboli.

TROMBOFLEBITIS

Tromboflebitis adalah trombus pada vena yang disertai dengan respon inflamasi

Page 227: Resume Skenario 2 Revisi (1)

EPIDEMIOLOGI

1:1000 wanita dengan kehamilan normal

ETIOLOGI

Etiologi trombus sesuai trias Virchow:1. stasis vena2. kerusakan vaskular3. hiperkoaguabilitas

Pada kehamilan, yang cenderung berperan adalah stasis vena. seiring membesarnya uterus, dapat terjadi kompresi dari v.pelikalis dan v. kava inferior sehingga meningkatkan stasis.

GAMBARAN KLINIS

5. Nyeri tungkai6. Edema7. sensasi panas lokal

DIAGNOSIS

Berdasar pemeriksaan fisik

TATA LAKSANA

1. Elevasi ekstremitas yang terkena

2. Tidak boleh dipijat karena meningkatkan resiko emboli paru

3. Aspirin dosis rendah

4. Dapat diberi heparin

5. Early ambulation post partum

Page 228: Resume Skenario 2 Revisi (1)

SUBINVOLUSIO UTERUS

DEFINISI

Subinvolusi  uterus adalah kegagalan uterus untuk mengikuti

pola normal involusi/ proses involusi rahim tidak berjalan sebagai

semestinya sehingga proses pengecilan uterus terhambat.

Subinvolusi merupakan istilah yang dipergunakan untuk

menunjukan kemunduran yang terjadi pada setiap organ dan

saluran reproduktif kadang lebih banyak mengarah secara spesifik

pada kemunduran uterus yang mengarah keukurannya (varney’s

midwifery)

 TANDA DAN GEJALA

 Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/pelvis dari

yan Seharusnya atau penurunan fundus uteri lambat     

Konsistensi utererus lembek

- Pengeluaran lochea seringkali gagal berubah

- Terdapat bekuan darah

- Lochea berbau menyengat

- Uterus tidak berkontraksi

- Pucat, pusing dan tekanan darah rendah serta suhu tubuh tinggi

c. Penyebab

      1).  Terjadi infeksi pada miometrium

      2).  Terdapat sisa plasenta dan selaput plasenta di dalam uterus

      3).  Lochea rubra lebih dari 2 minggu postpartum dan

pengeluarannya lebih

      banyak dari yang diperkirakan.

d. Terapi

Page 229: Resume Skenario 2 Revisi (1)

     1).  Pemberian antibiotika

     2).  Pemberian uterotonika

     3).  Pemberian tablet Fe