Skenario Eklamsia
-
Upload
gita-tanelvi -
Category
Documents
-
view
82 -
download
2
description
Transcript of Skenario Eklamsia
Skenario C
Stimulus 1
Mrs. Kiki, 18 years old primigravida referred to the community health center. She
had convulsion about 1 hour ago, two times for about 1 minute. She is 38 weeks
pregnant. Since 2 days ago, she complain about headache, visual disturbance,
nausea and vomiting and epigastric discomfort. A week ago midwife said that she
has high blood pressure. She never has hypertension before. Now there is no
abdominal pain, no bloody show, and no membrane rupture.
You act as the doctor in public health center and be pleased to analyse this case.
Stimulus 2
In the examination findings:
Height: 155cm; weight: 70kg; sensorium=delirium; blood pressure=200/110
mmHg; pulse = 110x/m; RR=24x/m; T=37°C. There is generalised oedema.
External obstetrics examination: fundal height 32cm, normal presentation, FHR
150x/min, no uterine contraction.
Laboratory examination:
Hb 13 g/dL; WBC 8000/mm3; platelets 260.000/mm3
Urine: protein +3
1
I. Klarifikasi Istilah
1. Primigravida : Wanita yang hamil untuk pertama kalinya.
2. Convulsion : Kejang, kontraksi involunter atau
serangkaian kontraksi dari otot-ototvolunter.
3. Headache : Nyeri di kepala.
4. Visual Disturbance : Gangguan penglihatan.
5. Nausea : Sensasi tidak menyenangkan yang secara
samar mengacu pada epigastrium dan
abdomen, dengan kecenderungan untuk
muntah.
6. Vomiting : Semburan isi lambung yang keluar dengan
paksa melalui mulut.
7. Epigastric Discomfort : Sensasi tidak menyenangkan di area
epigastrium.
8. Hypertension : Peningkatan tekanan darah
>140mmHg/>90mmHg
9. Uterine Contraction : Kontraksi uterus.
10. Bloody Show : Tanda-tanda perdarahan.
11. Amniotic Fluid : Cairan sebagai bantalan janin untuk
menghindari cedera.
12. Delirium : Derajat penurunan kesadaran yang ditandai
dengan keadaan gelisah
13. Generalized Oedema : Penumpukkan cairan di jaringan interstitial
yang terjadi secara menyeluruh di bagian
tubuh akibat adanya penurunan tekanan
onkotik plasma.
14. Normal presentation : Presentasi kepala
2
II. Identifikasi Masalah
1. Ny. Kiki, 18 tahun, primigravida, usia kehamilan 38 minggu
mengalami kejang 1 jam lalu, sebanyak 2 kali selama satu menit.
2. Dua hari yang lalu, Ny. Kiki mengalami sakit kepala, gangguan
penglihatan, nausea, muntah dan ketidaknyamanan di daerah
epigastrium.
3. Seminggu yang lalu bidan menyatakan bahwa Ny. Kiki mengalami
hipertensi tanpa riwayat hipertensi sebelumnya.
4. Tidak ada kontraksi uterus, lendir yang bercampur darah dan rembesan
cairan amnion.
5. Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
- Sensorium: Delirium
- Hipertensi
- Takikardi
- Edema generalisata
6. Pada pemeriksaan obstetric didapatkan:
- Tinggi fundus 32 cm
- Presentasi normal
- FHR 150 kali/menit
- Tidak ada kontraksi uterus
7. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:
- Platelet 260.000/mm3
- Protein +3
III. Analisis Masalah
1. Bagaimana fisiologi kehamilan yang berhubungan dengan kasus?
2. Bagaimana hubungan usia, primigravida dengan keluhan pada kasus?
3. Apa penyebab dan mekanisme kejang pada kasus?
4. Bagaimana pengaruh kejang terhadap kehamilan?
5. Apa penyebab dan mekanisme hipertensi dalam kehamilan?
3
6. Apa dampak hipertensi terhadap kehamilan?
7. Bagaimana hubungan hipertensi dengan gejala-gejala yang dialami?
8. Apa arti dari tidak adanya kontraksi uterus, lender bercampur darah
dan rembesan cairan amnion?
9. Bagaimana interpretasi dan mekanisme hasil pemeriksaan fisik?
10. Bagaimana interpretasi dan mekanisme hasil pemerikssan
laboratorium?
11. Apa diagnosis banding kasus ini?
12. Bagaimana penegakkan diagnosis dan diagnosis kerja kssus ini?
13. Apa etiologi, epidemiologi dan factor risiko kasus ini?
14. Bagaimana pathogenesis dan manifestasi klinis penyakit ini?
15. Bagaiomana tata laksana kasus ini?
16. Bagaimana prognosis, komplikasi dan kompetensi dokter umum untuk
kasus ini?
17. Bagaimana status obstetric pasien ini?
18. Apa gejala dan jeni-jenis kejang?
IV. Hipotesis
“Ny. Kiki 18 tahun, primigravida,dengan usia kehamilan 38 minggu,
mengalami eklamsia antepartum karena kehamilan pada usia ekstrim.”
V. Sintesis
1. Fisiologi Kehamilan
Vaskularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, uterus dan plasenta mendapat aliran
darah dari cabang-cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua
pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri
arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi
cabang arteri spiralis.
4
Pada hamil normal, terjadi proses “remodeling arteri spialis”
Toleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya
“hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya
human leukocyte antigen protein G (HLA –G), yang memiliki
beberapa peran penting sebagai berikut:
1. HLA-G berperan dalam modulasi respon imun, sehingga ibu tidak
menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta
5
invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis
Invasi trofoblas memasuki jaringan sekitar arteri spiralis
Degenerasi lapisan otot arteri spiralis
Jaringan matriks jadi gembur & memudahkan lumen arteri spralis mengalami distensi
Dilatasi arteri spiralis
↓ tekanan darah, ↓ resistensi vascular, & ↑ aliran darah pada daerah uteroplasenta
Menjamin pertumbuhan janin dengan baik
Aliran darah ke janin cukup banyak & perfusi jaringan juga ↑
dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK)
ibu.
Bila ekspresi HLA-G menurun, sel NK ibu akan melisiskan trofoblas
janin karena dianggap sebagai benda asing. Hal ini akan menginduksi
proses peradangan dan menimbulkan stres oksidatif bagi tubuh ibu.
Stres okdidatif ini akan merusak sel-sel endotel pembuluh darah.
Jaringan yang dirusak akan melepaskan berbagai bahan
vasokonstriktor seperti endothelin. Hal ini akan meningkatkan tekanan
darah ibu.
2. HLA-G akan mempermudah invasi trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu.
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi
HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta,
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas
sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak dan gembur
sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis.
Adaptasi Kardiovaskular
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-
bahan vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka
terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar
vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon
vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadi refrakter pembuluh
darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya
sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan
hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang
menghambat produksi prostaglandin).
6
Stimulus Inflamasi
Pada kehamilan normal, plasenta juga melepaskan debris trofoblas,
sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi
stress oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian
merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal,
jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi
inflamasi juga masih dalam batas normal
Volume Plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan
bermakna (disebut hipervolemia), guna memenuhi kebutuhan
pertumbuhan janin. Peningkatan tertinggi volume plasma pada hamil
normal terjadi pada umur kehamilan 32-34 minggu. Sebaliknya, oleh
sebab yang tidak jelas pada preeclampsia terjadi penurunan volume
plasma antara 30-40% dibanding hamil normal, disebut hipovolemia.
Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi
hipertensi.
Sistem sirkulasi di serebral dapat melakukan autoregulasi guna
mempertahankan agar perfusi ke jaringan otak tetap adekuat. Sistem
autoregulasi ini mampu beradaptasi bila tekanan darah masih dalam
rentang 60-120 mmHg. Bila tekanan darah turun hingga kurang dari
60 mmHg, pembuluh darah serebral akan mengalami vasodilatasi.
Bila tekanan darah meningkatkan di atas 120 mmHg, sebagai
kompensasi, pembuluh darah serebral akan vasokonstriksi.
Pada keadaan yang ektrim (tekanan darah melebihi 130-150
mmHg), mekanisme autoregulasi ini akan gagal. Seperti yang terjadi
dalam kasus, tekanan darah sistolik Ny. Kiki mencapai 200 mmHg.
Pembuluh darah yang seharusnya mengalami vasokontriksi malah
menjadi vasodilatasi, iskemik, dan permeabilitasnya meningkat. Hal
inilah menyebabkan terbentuknya eksudat plasma pada jaringan otak.
Eksudat plasma ini menyebabkan terjadinya edema serebral fokal,
7
yang berlanjut dengan kompresi pembuluh darah, sehingga aliran
darah ke jaringan otak berkurang, oksigenisasi tidak adekuat dan
terjadilah iskemik. Iskemik jaringan otak akan menimbulkan rasa
sakit kepala. Adanya edema serebral fokal juga akan meregangkan
selaput meningens dan menimbulkan sensasi sakit kepala.
Tanda-tanda persalinnan
Bloody show
Keluarnya sedikit darah atau lendir bercampur darah melalui vagina
mendekati akhir masa kehamilan. Hal ini bisa muncul saat sebelum
kelahiran, dimana bentuk serviks berubah dan membebaskan mukus
yang ada di kalenjarnya.
Kontraksi Uterus / His
Kontraksi miometrium yang bersifat fisiologik dan bersifat nyeri.
Hipoksia, gangglion pada serviks bagian bawah tertekan otot-otot
yang berkontraksi
Regangan serviks selama pembukaan dan regangan peritoneum.
oksitosin
Membrane Rupture
Robeknya membran kantong amnion (kantung ketuban) dengan
normal atau spontan. Muncul saat atau sebelum persalinan.
Normalnya terjadi saat aterm.
Pada kasus ini belum ditemukan adanya salah satu dari ketiga
penanda tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien belum
inpartu.
8
2. Kehamilan Usia <20 tahun dan Primigravida
Hubungan primigravida dengan terjadinya preeklampsia-eklampsia
Adanya Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak
timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan
bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna
pada kehamilan berikutnya.
Fierlie F.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung
adanya sistem imun pada penderita PE - E:
- Beberapa wanita dengan PE - E mempunyai kompleks imun dalam
serum.
- Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem
komplemen pada PE - E diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan, meskipun ada beberapa pendapat
menyebutkan bahwa sistem imun humeral dan aktivasi komplemen
terjadi pada PE - E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi
bisa menyebabkan PE - E.
Determinan yang mempengaruhi terjadinya Preeklampsia dan
eklampsia yaitu:
Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi
ekstrem, yaitu remaja dan umur 35 tahun keatas. Angka kejadian
tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua
risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat
Multigravida dengan kondisi klinis:
- Kehamilan ganda dan hidrops fetalis.
- Penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan
diabetes mellitus
- Penyakit penyakit ginjal
9
- Hiperplasentosis: Molahidatidosa, kehamilan ganda, hidrops
fetalis, bayi besar, diabetes mellitus.
Riwayat keluarga pernah Preeklampsia atau eklampsia.
Obesitas dan Hidramnion
Gizi yang kurang dan anemi.
Kasus- kasus dengan kadar asam urat tinggi, defisiensikalsium,
defisiensi asam lemak tidak jenuh, kurang anti oksidan.
Hubungan hamil usia muda dengan terjadinya eklampsia
Distribusi kejadian Preeklampsia-eklampsia berdasarkan umur
banyak ditemukan pada kelompok usia ibu yang ekstrim yaitu
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada
primigravida tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun
insidens > 3 kali lipat
Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi
hipertensi laten
Hubungan eklampsia dengan kehamilan 38 minggu atau trimester
akhir
Biasanya preeklamsia muncul pada trimester ketiga kehamilan, dan
bisa juga pada awal trimester dan makin sering mendekati
kehamilan.
Distribusi kejadian Preeklampsia-eklampsia terbanyak ditemukan
pada usia kehamilan antara 37-42 minggu pada kehamilan pertama.
3. Kejang pada Kehamilan
10
Kejang adalah suatu manifestasi klinis sebagai akibat dari cetusan
yang berlebihan dan abnormal dari sel-sel neuron di otak. Manifestasi
klinis ini berupa suatu fenomena abnormal yang sementara dan
mendadak, antara lain berupa gangguan kesadaran,motorik, sensorik,
otonom.
Beberapa penyebab kejang:
1. Lepasnya muatan yang paroksimal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang (populasi neuron yang mudah terangsang )
2. Jaringan otak yang normal dibawah patologis tertentu
(keseimbangan asam basa).
3. Neuron dalam SSP mengalami depolarisasi sebagai akibat dari
masuknya kalium dan repolarisasi timbul akibat keluarnya kalium.
Kejang timbul bila terjadi deplarisasi berlebihan akibat arus listrik
yang terus menerus dan berlebihan.
Mekanisme:
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat
suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada
lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut.
Di tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, diantaranya
- Instabilitas membran sel saraf, sehingga lebih mudah mengalami
pengaktifan
- Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan
muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan
secara berlebihan
- Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau
selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan
asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA)
- Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa
atau elektrolit, yang menggangu homeostasis kimiawi neuron
11
sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter atau deplesi nuerotransmitter inhibitorik.
Dihubungkan dengan kasus yang dialami oleh Ny. Kiki, kejang
yang dialaminya merupakan gejala dari eklamsia dimana Ny. Kiki
juga mengalami hipertensi, proteinuria, dan edema generalisata.
Kejang pada eklamsia biasanya meruapakan jenis kejang tonik
klonik (grand mall).
Kejang-kejang pada eklampsia terdiri dari 4 tingkat :
1. Tingkat invasi (permulaan)
▪ Berlangsung 30 sampai 35 detik
▪ Mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu pihak, kejang-kejang
halus terlihat pada muka.
2. Tingkat kontraksi (tonik)
12
Vasokonstriksi pembuluh darah di otak
↓ perfusi sel-sel otak
Hipoksia jaringan otak iskemia
Edema serebrum
Instabilitas membran sel saraf sel lebih mudah mengalami pengaktifan
Terjadinya lepas muatan listrik yang abnormal dari neuron-neuron tersebut kejang
▪ Seluruh tubuh kaku, wajah kaku, pernapasan berhenti dapat
diikuti sianusis, tangan menggengam, kaki diputar ke dalam,
lidah dapt tergigit.
▪ Lamanya 15-20 detik
3. Tingkat konvulsi (klonik)
• Berlangsung 1 sampai 2 menit
• Kejang tonik berubah menjadi kejang klonik
• Kontraksi otot berlangsung cepat
• Mulut terbuka-tertutup dan lidah dapat tergigit sampai putus
• Mata melotot
• Mulut berbuih
• Muka terjadi kongesti dan terjadi sianusis
• Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan.
4. Tingkat koma
Setelah kejang klonik, pasien jatuh dalam kondisi koma.
Berlangsung dari beberapa menit sampai berjam-jam. Kalau pasien
sadar kembali, ia tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi
(amnesia retrograd).
Efek Fisiologis Kejang
Awal (< 15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan (> 1
jam)
Meningkatnya kecepatan
denyut jantung
Meningkatnya tekanan
darah
Meningkatnya kadar
glukosa
Meningkatnya suhu
pusat tubuh
Menurunnya
tekanan darah
Menurunnya gula
darah
Disritmia
Edema paru non
jantung
Hipotensi disertai
berkurangnya aliran
darah serebrum
hipotensi serebrum
Gangguan sawar
darah otak yang
menyebabkan
edema serebrum
13
Meningkatnya sel darah
putih
Dampak kejang pada ibu:
1. Gangguan kepribadian : berkurangnya rasa humor, tergantung,
obsesi, marah, emosional
2. Kehilangan memori : memori jangka pendek
3. Poriomania
4. Aspirasi (inhalasi ke dalam paru) sekresi atau isi lambung
5. Fraktur tengkorak arau bertebral, dislokasi bahu
6. Luka pada lidah, bibir, dagu akibat tergigit
7. Status epileptikus
8. Aritmia jantung
Dampak kejang terhadap kehamilan:
1. Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang
berikutnya.
2. Pada preeklampsia antepartum, tanda-tanda persalinan dapat
dimulai dengan segera setelah kejang dan berkembang dengan
cepat, kadang petugas tidak menyadari adanya HIS.
3. Apabila kejang saat persalinan, frekuensi dan intensitas his dapat
sangat meningkat, dan durasi persalinan dapat memendek.
Hipoksemia ada asidemia laktat ibu akibat kejang dapat
mengakibatkan janin bradikardia.
4. Pada sebagian wanita dengan eklampsia, kematian mendadak
terjadi bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya akibat
perdarahan otak massif. Perdarahan sub luteal dapat menyebabkan
hemiplegia.
14
4. Hipertensi pada Kehamilan
Hipertensi didiagnosis apabila tekanan darah mencapai 140/90 mmHg
atau lebih dengan menggunakan fase V Korotkoff untuk menentukan
tekanan diastolik. Hipertensi yang ditimbulkan atau diperberat oleh
kehamilan lebih mungkin terjadi pada wanita yang :
a. Terpapar vili korialis untuk pertamakalinya (primigravida)
b. Terpapar vili korialis yang terdapat jumlah yang banyak seperti
pada kehamilan kembar atau molahidatidosa
c. Mempunyai riwayat penyakit vaskuler
d. Mempunyai kecenderungan genetic untuk menderita hipertensi
dalam kehamilan.
Angka kejadian hipertensi dalam kehamilan umumnya berkisar antara
7-12%.
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui
dengan jeals. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya
hipertensi dalam kehamilan, diantaranya yang banyak dianut adalah :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
4. Teori adaptasi kardiovaskularori genetic
5. Teori defisiensi gizi
6. Teori inflamasi
a. Teori kelainan vaskularisasi
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi
invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi
arterialis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri
spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan
lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Hal ini memberi
15
dampak penururnan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan
peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat
sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami
vasokontriksi, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan (radikal bebas).Salah satu oksidan penting yang dihasilkan
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis,
khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal ini
akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain dapat
merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel
endotel.
Jika sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak maka akan
terjadi disfungsi endotel, yang akan berakibat:
Gangguan metabolisme prostaglandin
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan suatu vasokonstriktor kuat. Pada hipertensi
kehamilan kadar tromboksan lebih tinggi sehingga terjadi
vasokontriksi, dan terjadi kenaikan tekanan darah
Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus
16
Peningkatan permeabilitas kapilar
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin
Peningkatan faktor koagulasi
c. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, terdapat Human Leucocyte Antigen
Protein G (HLA-G) yang berfungsi sebagai berikut ;
HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari
lisis oleh sel NK ibu, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta).
HLA-G mempermudah invasi trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu.
Namun, pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi
penurunan ekspresi HLA-G. Penurunan HLA-G akan
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Padahal Invasi
trofoblas penting agar jaringan desidua lunak dan gembur
sehingga memudahkan dilatasi arteri spiralis.
d. Teori Adaptasi Kardiovaskuler
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopressor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang
lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokontriksi. Terjadinya
refrakter pembuluh darah karena adanya sintesis PG pada sel endotel
pembuluh darah.
17
Akan tetapi, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kehilangan
daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan terjadi peningkatan
kepekaan terhadap bahan vasopresor.
e. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familiar dengan model gen tunggal.
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26 %
anak perempuan akan mengalami preeklampsia pula dan 8% anak
menantu mengalami preeklampsia.
f. Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penetilian menunjukkan bahwa kekurangan
defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
seperti defisiensi kalsium pada wanita hamil dapat mengakibatkan
risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.
g. Teori Stimulus Inflamasi
Pada kehamilan normal plasenta akan melepkaskan debris
trofoblas, sebagai sisa proses apoptosis dan nektrotik trofoblas, akibat
reaksi stres oksidatif. Bahan-bahan ini selanjutnya akan merangsang
proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas
masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam
batas normal.
Hal tersebut berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia,
dimana terjadi peningkatan stress oksidatif ↑ produksi debris
apoptosis dan nekrotik trofoblas. Sehingga menjadi bebas reaksi
inflamasi dalam darah ibu sampai menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia padai ibu.
18
Dampak hipertensi terhadap ibu:
- Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia dan eklampsia).
- Gangguan fungsi ginjal berupa penurunan filtrasi glomerular,
kerusakan sel glomerulus yang mengakibatkan peningkatan
permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan
mengakibatkan proteinuria, penurunan sekresi asam urat, terjadinya
oliguria dan anuria.
- Perubahan hematologik bisa berupa peningkatan hematokrit akibat
hipovolemia, peningkatan viskositas darah, trombositopenia, gejala
hemolisis mikroangiopatik.
- Gangguan pada hepar berupa nekrosis periportal, peningkatan
enzim hepar, subskapular hematoma.
- Perubahan neurologik, berupa nyeri kepala, gangguan penglihatan,
hiperefleksia, kejang eklamptik, perdarahan intakranial.
- Perubahan kardiovaskular berupa peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat
hipovolemia.
- Gangguan pada paru berupa edema paru.
Dampak hipertensi terhadap janin:
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan
janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta,
hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah
plasenta. Di bawah ini dampak dari preeklampsia dan eklampsia pada
janin:
- Intrauterine Growth Restriction (IUGR) dan oligohidramnion.
- Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung
akibat intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion,
dan solusio plasenta.
19
Mekanisme:
kegagalan invasi sel trophoblast pada dinding arteri spiralis (pada awal
kehamilan dan awal trimester kedua)
arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna (penurunan aliran darah
dalam ruangan intervilus di plasenta)
hipoksia plasenta mengeluarkan zat toksik: sitokin, radikal bebas (lipid
peroksidase). (radikal bebas lebih banyak daripada antioksidan)
stress oksidatif + zat toksik (kerusakan sel endotel pembuluh darah)
disfungsi endotel, (karena ketidaksiembangan zat-zat yang bertindak sebagai
vasodilator: protasiklin, NO. dibandingkan dengan vasokontriktor : endothelium I,
tromboxan, dan angiotensin II)
vasokontriksi luas
HIPERTENSI
*peningkatan kadar lipid peroksidase (mengaktifkan sistem koagulasi)
agregasi trombosit dan pembentukan thrombus (salah satu akibatnya,
penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi)
5. Hubungan Gejala-Gejala
Gejala-gejala yang dialami oleh Ny. Kiki dikarenakan terjadinya
disfungsi endotel pada organ-organ berikut:
20
Patologi otak:
• gross intracerebral hemorrhage
• cortical and subcortical petechial hemorrhages
• subcortical edema, multiple nonhemorrhagic areas of "softening"
throughout the brain, hemorrhagic areas in the white matter, and
hemorrhage in the basal ganglia or pons, often with rupture into the
ventricles.
• fibrinoid necrosis of the arterial wall and perivascular microinfarcts
and hemorrhages
Mekanisme sakit kepala
• Ada 2 teori:
- Hipertensiover-regulasi serebrovaskuler vasospasme
penurunan aliran darah ke otak ischemiasakit kepala
- Hipertensiautoregulasi serebrovaskular gagal vasodilatasi
hiperperfusi peregangan pembuluh darahsakit kepala
- Endothel injury dan hipertensi gangguan tight-junction
endothel disertai peningkatan tekanan hidrostatik kapiler
hiperperfusi, kebocoran plasma melalui interendothelial cell
vasogenic edema sakit kepala
Mekanisme gangguan penglihatan
Hipertensivasospasme iskemia lobus oksipital gangguan
penglihatan
Endothel injury Vasospasme pembuluh darah di retina iskemia
retina gangguan penglihatan
21
Hipertensi autoregulasi serebrovaskular gagal vasodilatasi
hiperperfusi lobus oksipital gangguan penglihatan
Patologi Hati:
• regions of periportal hemorrhage in the liver periphery
• Symptomatic involvement, typically manifest by moderate to
severe right-upper or midepigastric pain and tenderness
• Asymptomatic elevations of serum hepatic transaminase levels—
AST and ALT
• Hepatic hemorrhage from areas of infarction may extend to form a
hepatic hematoma. These in turn may extend to form a subcapsular
hematoma that may rupture
Mekanisme:
Endothelial injury pada hati vasospasme iskemia nekrosis
edema sitotoksik peregangan kapsul fibrosa hati (Glisson
capsule) epigastric discomfort
6. Hasil Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik Interpretasi
22
a. TB : 155 cm
BB : 70 kg
Berat saat kehamilan = Berat sebelum hamil + usia
kehamilan x 0,35
Berat Sebelum Hamil = ± 56,7 kg
BMI sebelum hamil : ± 23,6
Catatan :
Perlu diketahui berat sebelum hamilnya dan
pertambahan berat di tiap-tiap bulan kehamilan
serta di tiap minggu kehamilan pada trimester akhir
untuk memprediksi adanya edema anasarka atau
tidak
b. Sensorium : Delirium
(normal : compos
mentis)
Terjadinya penurunan kesadaran pada kasus ini
disebabkan oleh edema serebri yang luas
c. TD : 200/110 mmHg
(Normal : 120-140/80-90
mm Hg)
Termasuk hipertensi berat (grade II) yaitu >
160/100 mmHg
Tergolong pada pre-eklampsia berat jika disertai
dengan proteinuria dan edema
Merupakan gejala eklampsia jika terdapat kejang
atau koma atau keduanya
Tekanan sistolik 200 mmHg menunjukkan
peningkatan curah jantung yang ekstrem dan
tekanan diastolik 110 mmHg merupakan tanda ↑
resistensi perifer yang berat atau terjadinya
vasokonstriksi hebat harus segera diatasi karena
akan mengganggu perfusi berbagai organ
Tekanan diastolik diatas 90 mmHg yang disertai
dengan proteinuria menunjukkan adanya gejala pre-
eklampsia karena terdapat vasokonstriksi yang
23
disertai dengan gangguan fungsi ginjal
d. Nadi : 110x/mnt
(normal : 60-100x/mnt)
Takikardia
Terjadi karena adanya peningkatan curah jantung
dan resistensi perifer yang akan meningkatkan
pompa jantung dan aliran darah perifer
e. RR : 24x/mnt
(normal : 16-24x/mnt)
Normal
Belum terjadi depresi pernapasan ataupun asidosis
metabolik akibat kejang yang dialaminya.
f. Suhu : 370C
(normal : 36-370C)
Normal
g. Edema anasarka Patologis
Adanya pengumpulan cairan di jaringan interstitial
yang terjadi di seluruh tubuh akibat penurunan
tekanan onkotik plasma
7. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan Interpretasi
a. Hb : 13 g/dl Normal
Kemungkinan besar belum terjadi destruksi
eritrosit oleh hemolisis mikroangiopati,
vasospasme yeng menyebabkan kerusakan
endotel, melekatnya trombosit dan
mengendapnya fibrin.
b. Leukosit : 8000/mm3 Normal
Menyingkirkan adanya infeksi seperti
meningitis atau ensefalitis
c. Platelet : 260.000/mm3 Normal.
Belum terjadi aktivasi dan agregasi trombosit
serta hemolisis mikroangiopati akibat dari
24
vasospasme berat.
d. Proteinuria : +3 Proteinuria
Adanya 300 mg protein dalam urin selama 24
jam setara dengan +1 pada dipstick, berarti
sekitar 0,9 gr protein dalam 24 jam yang
setara dengan +3 pada dipstick
Kadar protein +3 atau +4 bersifat prediktif
positif untuk preeklampsia berat
Terjadi karena adanya kerusakan sel
glomerulus akibat penurunan laju filtrasi
ginjal menyebabkan peningkatan
permeabilitas membran basalis protein
dengan ukuran molekul yang besar dapat lolos
masuk dan keluar bersama urin proteinuria
8. Diagnosis Banding
Pembeda Kasus Eklampsia Hipertensi
esensial
Ensefalitis Meningitis Epilepsi
Tekanan
darah
meningkat Meningkat Meningkat Normal Normal Normal
Kesadaran Menurun Menurun Normal Koma Koma Menurun
Demam - - - + + -
Gangguan
penglihatan
+ + + - - -
nyeri
epigastrium
+ + -/+ - + -
Mual + + - + + -
25
muntah
Edema + + - - - -
Proteinuria + + - -/+ - -
Riwayat
hipertensi
- -/+ + -/+ - -
9. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Data subyektif
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun
atau > 35 tahun.
Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi,
oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan
kabur.
Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia,
vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM.
Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola
hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre
eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan
pokok maupun selingan.
26
Riwayat penggunaan obat-obatan sebelum atau selama
kehamilan.
Riwayat keluarga yang pernah mengalami gejala serupa.
2. Pemeriksaan Fisik
Data Obyektif :
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema.
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal
distress.
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat
pemberian SM ( jika refleks + ).
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : CBC, fungsi hati, fungsi ginjal, elektrolit, protein
urin dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga
0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit
menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid
biasanya > 7 mg/100 ml.
10. Diagnosis Kerja ( Eklamsia)
a. Definisi
Merupakan kasus aku pada penderita preeklamsia, yang disertai
dengan kejang menyeluruh dan koma.
b. Etiologi
Sampai saat ini, etiologi pasti dari pre-eklampsia/eklampsia belum
diketahui.
27
Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari
kelainan tersebut di atas. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pengeluaran hormone ini memunculkan efek “perlawanan” pada
tubuh. Pembuluh-pembuluh darah menjadi menciut,terutama
pembuluh darah kecil, akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-
organ pun akan kekurangan zat asam. Pada keadaan yang lebih
parah, bisa terjadi penimbunan zat pembeku darah yang ikut
menyumbat pembuluh darah pada jaringan-jaringan vital.
2. Peran Faktor Immunologis
Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak
timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan
bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna
pada kehamilan berikutnya.
3. Peran Faktor Genetik/Familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada
kejadian PE-E antara lain:
a. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada
anak-anak dari ibu yang menmderita PE-E.
c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu
ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.
d. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS).
c. Epidemiologi dan Faktor Risiko
28
• Preeclampsia: >>usia ekstrem saat hamil (<20 tahun,>35
tahun), primigravid, nullipara
• Faktor-faktor yg berpengaruh: ras,etnis,sosio-
ekonomi,lingkungan,genetik.
• Incidence: 3-10% (nullipara), 5-14% dari seluruh kehamilan di
dunia
• Pregnancy-associated risk factors:
– Chromosomal abnormalities
– Hydatidiform mole
– Multifetal pregnancy: Incidence is increased in twin
gestations but is unaffected by their zygosity.
– Oocyte donation or donor insemination
– Urinary tract infection
• Maternal-specific risk factors:
– Extremes of age
– Black race
– Family history of preeclampsia
– Nulliparity
– Preeclampsia in a previous pregnancy
– Diabetes
– Obesity: Chronic hypertension
– Renal disease
– Collagen vascular disease
– Antiphospholipid syndrome
– Periodontal disease
– Vitamin D deficiency
d. Patogenesis
29
e. Manifestasi Klinis
a. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala
yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal.
Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang
dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
b. Gangguan penglihatan, pasien akan melihat kilatan-kilatan
cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan
sementara
c. Iritabel, ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan
suara berisik atau gangguan lainnya
d. Nyeri perut, nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang
disertai dengan muntah
e. Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan
proteinuria)
f. Kejang-kejang dan / atau koma
g. Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ-organ.
30
f. Tata Laksana
Prinsip penatalaksanaan eklampsia yaitu :
a. Mengatasi kejang
b. Menurunkan tekanan darah atau mengurangi vasokonstriksi
c. Meningkatkan diuretik
d. Mengakhiri kehamilan
Tahap-tahapannya adalah sebagai berikut :
a. Keadaan darurat (penanganan kejang)
Pelihara jalan napas
Miring dan ekstensikan kepala
Masukkan benda keras diantara gigi
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama
pertolongan adalah mencegah penderita mengalami trauma
akibat kejang tersebut. Penderita dierawsat di kamar isolasi
cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi sianosis
segera dapat diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur
lebar, dengan rail tempat tidur harus dipasang dan dikunci kuat.
Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita
dan jangan mencoba melepas sudah lidah yang sedang tergigit
karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan daerah
orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas
penderita kejang tidak terlalu kuat menhentak benda keras di
sekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidru harus cukup kendor,
guna menghindari fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang,
segera beri oksigen.
b. Pemberian obat anti kejang
Obat anti kejang seperti Magnesium Sulfat (MgSO4) atau yang
lainnya seperti Diazepam dan Fenitoin. Obat anti kejang yang
banyak di pakai di Indonesia adalah magnesium sulfat.
31
Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat bekerja dengan menghambat atau
menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf
dengan mengambat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromuskular akan membutuhkan kalsium pada sinaps.
Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan
menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi
(terjaidi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan
magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Berikut cara pemberian
magnesium sulfat ;
Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4 IV, (40 % dalam 10 cc) selama 15 menit.
Maintenance dose
Diberikan infuse 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau
diberikan 4/5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose
diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6 jam.
Syarat pemberian MgSO4 ; harus tersedia antidotum MgSO4
bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10 % = 1
g (10 % dalam 10 cc ) IV 3 menit, refleks patella (+) kuat,
Frek pernapasan > 16x/m, tidak ada tanda-tanda distress
napas.
Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka
diberikan salah satu obat berikut : thiopental sodium,
sodium amobarbital, diazepam atau fenitoin.
Atau pemberian magnesium sulfat dengan metode :
Terapi intravena
- Dosis permulaan 4-6 gram IV perlahan dihabiskan
dalam 15-20 menit
32
- Mulai 2 gr/jam dalam 100 ml IV untuk
mempertahankan konsentrasi
- Ukur magnesium serum antara 4-6 jam, dan infus
kembali untuk mengatur agar konsentrasi serum 4-7
mEq/l
- Magnesium sulfat hanya diteruskan sampai 24 jam post
partum
Terapi intramuskuler
- Dosis permulaan 10 gr/IM, masing-masing 5 gram pada
bokong dalam jarum 20 dan masuk 3 inci (bisa
diberikan 1 ml lidokain untuk mengurangi nyeri saat
disuntik magnesium sulfat)
- Bila terjadi konvulsi dalam 15 menit berikan 2 gram
tambahan larutan 20% dengan perlahan-lahan sehingga
tidak lebih dari 1 gr/menit
- Tambahkan selanjutnya dengan dosis rumatan 5 gr/IM
tiap 4 jam, suntikkan dalam kuadran bokong dengan
catatan :
Refleks patella masih (+)
Tidak terdapat depresi pernapasan
Produksi urin dalam 4 jam lebih dari 100 cc
- Magnesium sulfat tidak diteruskan selama 24 jam post
partum
c. Menurunkan tekanan darah
Obat anthipertensi. Jenis obat antihipertensi yang diberikan di
Indonesia yaitu ;.
Nifedipin
Dosis awal: 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu.Dosis
maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipin. Tidak boleh diberikan
33
sublingual karena efek vasodilataisi sangat cepat, sehingga hanya
boleh per oral.
Klonidine (Catapres)
Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidene 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faali atau larutan air untuk suntikan
Jika tekanan diastolik 110 mmHg, berikan 5 mg hydralazine
intravena dan periksa tekanan darah tiap 5 menit
Jika dalam 20 menit tekanan diastolik tidak turun menjadi 90-100
mmHg diberikan 10 mg hydralazine intravena dan periksa tekanan
darah tiap 5 menit. Dosis dapat diulangi sampai tekanan diastolik
menjadi 90-100 mmHg
Karena hydralazine tidak tersedia di Indonesia maka obat
antihipertensi lini pertama yang digunakan di indonesia yaitu :
Nifedipine dosis awal 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit.
Dosis maksimum 120 mg dalam 24 jam
d. Infus dan diuresis
Dapat diberikan infus cairan glukose 5% atau ringer laktat jika
tidak ada tanda perdarahan atau hiponatremia
Pemberian diuretik tidak bermanfaat untuk menghilangkan edema
anasarka, justru hati-hati dalam pemberian diuretik karena wanita
dengan eklampsia sangat sensitif terhadap penambahan cairan yang
mendadak
Pemberian diuretik diindikasikan jika terdapat edema pulmonum
dan harus disertai dengan monitor plasma elektrolit. Diuretikum
yang dipakai adalah Furosemide.
e. Terminasi kehamilan
34
Usia kehamilan saat ini > 34 minggu
Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
Terminasi kehamilan
Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika
dan metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih
keadaan dibawah ini :
- Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
- Setelah kejang terakhir.
- Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
- Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah Cesar.
Tindakan seksio sesar dilakukan pada keadaan :
- Penderita belum inpartu
- Fase laten
- Gawat janin
Tindakan seksio sesar dikerjakan dengan mempertimbangkan
keadaan atau kondisi ibu.
Terapi obstetri
Terminasi kehamilan jika kondisi stabil.
Pervaginam, diinduksi (oksitoxin) pervaginam dengan alat
(vacum)
Post natal care
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan
eklampsia harus diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan
keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mecapai stabilisasi
(pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu.
35
- Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital
dilakukan sebagaimana lazimnya.
- Mempertahankan kalori 1500 kkal / 24 jam, bila perlu dengan
selang nasogastrik atau parenteral, karena pasien belum tentu dapat
makan dengan baik.
- Antikonvulsan (MgSO4) dipertahankan sampai 24 jam postpartum,
atau sampai tekanan darah terkendali.
- Melakukan pengawasan ketat pasca persalinan di ruang perawatan
intensif
- Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolic >110 mmHg.
Pantau urin terus.
Pencegahan
Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan.
Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu,
toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic
acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis
rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia
dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang
menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-
oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan
vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya,
upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus
risiko tinggi.
g. Prognosis
Dubia ad bonam
Morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi tinggi. Kematian ibu
disebabkan oleh pendarahan otak, kegagalan jantung paru,
36
kegagalan ginjal, infeksi, kegagalan hepar, dan lain-lain. Kematian
bayi disebabkan hipoksia intrauterin dan prematuritas.
Kriteria Eden
Adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia yang terdiri
dari:
a. Koma yang lama
b. Frekuensi nadi diatas 120 kali permenit
c. Suhu 39,4 celcius atau lebih
d. Tekanan darah lebih dari 200 mmHg
e. Konvulsi lebih dari 10 kali
f. Proteinuria 10 gr atau lebih
g. Tidak ada oedema, oedema menghilang
h. Bila dijumpai salah satu tanda-tanda yang diatas maka
disebut dengan eklampsia ringan, bila dijumpai 2 atau lebih
tergolong berat dan prognosis akan lebih jelek
h. Komplikasi
Komplikasi untuk ibu:
1) Kematian ibu
2) Pulmonary edema
3) Oliguria
4) Persisten hypertension
5) Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).
6) Gagal jantung
7) Gagal ginjal
8) HPV (Haemorrhagic Post Partum)
9) Solusio plasenta
10) Koma
11) Kematian ibu
12) HELLP syndrome
13) Perdarahan serebral
14) Nekrosis hati
37
15) Komplikasi lain spt lidah tergigit, trauma dan fraktur krn
jatuh akibat kejang, pneumonia aspirasi
Komplikasi untuk fetus:
1) IUGR
2) Kematian janin intrauterine
3) Prematuritas
4) Dismaturitas
i. Kompetensi Dokter Umum
2.
Daftar Pustaka
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001.Kapita Selekta Kedokteran jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapicus.
Mirzanie, Hanifah., Desy Kurniawati. 2009. Obgynacea. Yogyakarta : TOSCA
Enterprise.
Prawirohardjo, Sarwono, 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
38
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono.2006. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisologi Manusia dari sel ke system. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Supono. 1985. Ilmu Kebidanan Bab I Fisiologi. Palembang : FK Unsri.
Supono. 1985. Ilmu Kebidanan Bab II Patologi. Palembang : FK Unsri.
39