LAPSUS - medicinaudayana.org

6
LAPSUS MEDICINA 2019, Volume 50, Number 2: 308-313 P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321 308 CrossMark ABSTRACT Sebaceous gland hyperplasia is a manifestation of benign skin tumors on the face in the form of papules, yellowish or skin-coloured lesion. In this case, treatment method of cryosurgery was used, taking into account the number of lesions and the patient’s cosmetic goal. A woman, 28 years old, came with the chief complaint of an uneven skin bump on the nose for 5 years. Cryosurgery is a method, in which the skin tissue is being cooled down to extreme temperatures, and being allowed for the tissue to thaw slowly. Tissue damage was caused by crystallization of fluid inside the cells and blood vessel thrombotic ischemia. This non-invasive procedure tends to be easy to perform, fast and has a low complication rate. Therefore, this method was chosen as the therapy in this case report. Liquid nitrogen is the preferred cryogen in the field of dermatology. Liquid nitrogen is easy to store and use, environmentally friendly, non-flammable, affordable prices, and has the lowest temperature causing rapid freezing of treated tissue. 3 days after the procedure, the surgical wound turned into bullae, which then breaks off, leaving an erosion. Patient was given normal saline compresses every 8 hours for 15 minutes, followed by sodium fusidate antibiotic cream every 12 hours. Patients controlled for day 14 after the procedure, and the surgical wounds improved. Skin texture became smoother. Keywords: Cryosurgery, Sebaceous Hyperplasi Cite This Article: Maharis, R., Wardhana, M. 2019. Hiperplasia sebasea yang diterapi dengan bedah beku. Medicina 50(2): 308-313. DOI:10.15562/ Medicina.v50i2.657 ABSTRAK Hiperplasia kelenjar sebasea adalah manifestasi tumor kulit jinak pada wajah berupa papul, sewarna kulit atau kekuningan. Pada kasus ini, metode pengobatan seperti cryosurgery atau bedah beku dapat digunakan, dengan mempertimbangkan jumlah lesi dan harapan kosmetik pasien. Seorang perempuan, 28 tahun, datang dengan keluhan utama permukaan kulit hidung yang tidak rata sejak 5 tahun. Bedah beku adalah metode dimana terjadi pendinginan jaringan dengan temperatur ekstrim, dan membiarkan jaringan mencair secara perlahan. Kerusakan jaringan disebabkan oleh kristalisasi cairan dalam sel dan iskemia pemuluh darah yang disebabkan oleh trombosis. Prosedur non-invasif ini cenderung tidak sulit untuk dilakukan, cepat dan memiliki tingkat komplikasi yang rendah, sehingga metode ini dipilih sebagai terapi pada laporan kasus ini. Nitrogen cair merupakan kriogen pilihan dalam bidang dermatologi. Nitrogen cair mudah untuk disimpan dan digunakan, ramah lingkungan, tidak mudah terbakar, harga yang terjangkau, serta memiliki suhu terendah sehingga menimbulkan pembekuan yang cepat pada jaringan yang diterapi. 3 hari paska tindakan, luka bedah beku menjadi bula, lalu pecah meninggalkan erosi. Penangganan selanjutnya, diberikan kompres normal saline tiap 8 jam selama 15 menit, dilanjutkan dengan krim antibiotik natrium fusidat tiap 12 jam. Pasien kontrol hari ke 14 paska tindakan, luka bedah beku membaik. Tekstur kulit tampak lebih rata. Kata kunci: Cryosurgery, Hiperplasia Sebasea Cite Pasal Ini: Maharis, R., Wardhana, M. 2019. Hiperplasia sebasea yang diterapi dengan bedah beku. Medicina 50(2): 308-313. DOI:10.15562/ Medicina.v50i2.657 Hiperplasia sebasea yang diterapi dengan bedah beku Ricky Maharis, * Made Wardhana PENDAHULUAN Hiperplasia kelenjar sebasea adalah manifes- tasi tumor kulit jinak pada wajah berupa papul, sewarna kulit atau kekuningan. 1 Lesi hiperplasia sebasea sering ditemukan pada orang lanjut usia dan ras kulit putih. Lesi tampak bulat, menonjol, dengan diameter 2-5 mm. Lesi ini terutama terletak pada daerah kulit yang kaya akan kelenjar sebasea seperti di daerah frontal, hidung, leher dan dada. Meskipun kondisi ini paling sering ditemukan wajah pasien lanjut usia, lesi kulit ini juga dapat ditemukan pada pasien dengan usia muda. 1-4 Hiperplasia sebasea terjadi pada sekitar 1% populasi Amerika Serikat yang sehat. Kondisi kulit ini biasanya ditemukan pada remaja dan dewasa muda yang memiliki sejarah anggota keluarga dengan keluhan serupa. Pria lebih sering terkena daripada wanita. Selain ditemukan pada populasi sehat, peningkatan insiden hiperplasia sebasea juga Departemen Dermatologi dan Venerologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, Jl. Diponegoro, Denpasar 80114. * Correspondence to: Ricky Maharis, Departemen Dermatologi dan Venerologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, Jl. Diponegoro, Denpasar 80114 [email protected] Diterima: 2018-05-23 Disetujui: 2019-01-10 Diterbitkan: 2019-08-01

Transcript of LAPSUS - medicinaudayana.org

Page 1: LAPSUS - medicinaudayana.org

LAPSUSMEDICINA 2019, Volume 50, Number 2: 308-313P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321

308

CrossMark

ABSTRACT

Sebaceous gland hyperplasia is a manifestation of benign skin tumors on the face in the form of papules, yellowish or skin-coloured lesion. In this case, treatment method of cryosurgery was used, taking into account the number of lesions and the patient’s cosmetic goal. A woman, 28 years old, came with the chief complaint of an uneven skin bump on the nose for 5 years. Cryosurgery is a method, in which the skin tissue is being cooled down to extreme temperatures, and being allowed for the tissue to thaw slowly. Tissue damage was caused by crystallization of fluid inside the cells and blood vessel thrombotic ischemia. This non-invasive procedure tends to be easy to perform, fast and has a low

complication rate. Therefore, this method was chosen as the therapy in this case report. Liquid nitrogen is the preferred cryogen in the field of dermatology. Liquid nitrogen is easy to store and use, environmentally friendly, non-flammable, affordable prices, and has the lowest temperature causing rapid freezing of treated tissue. 3 days after the procedure, the surgical wound turned into bullae, which then breaks off, leaving an erosion. Patient was given normal saline compresses every 8 hours for 15 minutes, followed by sodium fusidate antibiotic cream every 12 hours. Patients controlled for day 14 after the procedure, and the surgical wounds improved. Skin texture became smoother.

Keywords: Cryosurgery, Sebaceous HyperplasiCite This Article: Maharis, R., Wardhana, M. 2019. Hiperplasia sebasea yang diterapi dengan bedah beku. Medicina 50(2): 308-313. DOI:10.15562/Medicina.v50i2.657

ABSTRAK

Hiperplasia kelenjar sebasea adalah manifestasi tumor kulit jinak pada wajah berupa papul, sewarna kulit atau kekuningan. Pada kasus ini, metode pengobatan seperti cryosurgery atau bedah beku dapat digunakan, dengan mempertimbangkan jumlah lesi dan harapan kosmetik pasien. Seorang perempuan, 28 tahun, datang dengan keluhan utama permukaan kulit hidung yang tidak rata sejak 5 tahun. Bedah beku adalah metode dimana terjadi pendinginan jaringan dengan temperatur ekstrim, dan membiarkan jaringan mencair secara perlahan. Kerusakan jaringan disebabkan oleh kristalisasi cairan dalam sel dan iskemia pemuluh darah yang disebabkan oleh trombosis. Prosedur non-invasif ini cenderung tidak sulit untuk dilakukan, cepat

dan memiliki tingkat komplikasi yang rendah, sehingga metode ini dipilih sebagai terapi pada laporan kasus ini. Nitrogen cair merupakan kriogen pilihan dalam bidang dermatologi. Nitrogen cair mudah untuk disimpan dan digunakan, ramah lingkungan, tidak mudah terbakar, harga yang terjangkau, serta memiliki suhu terendah sehingga menimbulkan pembekuan yang cepat pada jaringan yang diterapi. 3 hari paska tindakan, luka bedah beku menjadi bula, lalu pecah meninggalkan erosi. Penangganan selanjutnya, diberikan kompres normal saline tiap 8 jam selama 15 menit, dilanjutkan dengan krim antibiotik natrium fusidat tiap 12 jam. Pasien kontrol hari ke 14 paska tindakan, luka bedah beku membaik. Tekstur kulit tampak lebih rata.

Kata kunci: Cryosurgery, Hiperplasia SebaseaCite Pasal Ini: Maharis, R., Wardhana, M. 2019. Hiperplasia sebasea yang diterapi dengan bedah beku. Medicina 50(2): 308-313. DOI:10.15562/Medicina.v50i2.657

Hiperplasia sebasea yang diterapi dengan bedah beku

Ricky Maharis,* Made Wardhana

PENDAHULUAN

Hiperplasia kelenjar sebasea adalah manifes-tasi tumor kulit jinak pada wajah berupa papul, sewarna kulit atau kekuningan.1 Lesi hiperplasia sebasea sering ditemukan pada orang lanjut usia dan ras kulit putih. Lesi tampak bulat, menonjol, dengan diameter 2-5 mm. Lesi ini terutama terletak pada daerah kulit yang kaya akan kelenjar sebasea seperti di daerah frontal, hidung, leher dan dada. Meskipun kondisi ini paling sering ditemukan

wajah pasien lanjut usia, lesi kulit ini juga dapat ditemukan pada pasien dengan usia muda.1-4

Hiperplasia sebasea terjadi pada sekitar 1% populasi Amerika Serikat yang sehat. Kondisi kulit ini biasanya ditemukan pada remaja dan dewasa muda yang memiliki sejarah anggota keluarga dengan keluhan serupa. Pria lebih sering terkena daripada wanita. Selain ditemukan pada populasi sehat, peningkatan insiden hiperplasia sebasea juga

Departemen Dermatologi dan Venerologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, Jl. Diponegoro, Denpasar 80114.

*Correspondence to: Ricky Maharis, Departemen Dermatologi dan Venerologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, Jl. Diponegoro, Denpasar 80114 [email protected]

Diterima: 2018-05-23 Disetujui: 2019-01-10 Diterbitkan: 2019-08-01

Volume No.: 50

Issue: 2

First page No.: 308

P-ISSN.2540-8313

E-ISSN.2540-8321

Doi: http://dx.doi.org/10.15562/medicina.v50i2.657

lapsus

Page 2: LAPSUS - medicinaudayana.org

309Medicina 2019; 50(2): 308-313 | doi: 10.15562/Medicina.v50i2.657

LAPSUS

ditemukan pada 10-60% pasien yang menerima pengobatan imunosupresi jangka panjang dengan siklosporin.

Metode pengobatan seperti cryosurgery atau bedah beku, elektrodesikasi, kuretase, eksisi, dan pengolesan asam trikloroasetat topikal dapat menghancuran seluruh lesi. Dengan pertimbangan jumlah lesi dan kosmetik pasien, maka pemilihan modalitas terapi perlu dipikirkan.1

Cryosurgery atau bedah beku merupakan suatu tindakan menggunakan suhu dingin ekstrim untuk menghancurkan sel dari jaringan yang abnormal atau mengalami kelainan. Penggunaan bahan pendingin dalam bidang kedokteran pertama kali dilakukan oleh White, seorang dermatologis dari New York pada tahun 1899. Cryosurgery atau bedah beku ditemukan pada abad ke-19. Bedah beku adalah metode dimana terjadi pendinginan jarin-gan dengan temperatur ekstrim dan membiarkan jaringan mencair secara perlahan. Kerusakan jarin-gan disebabkan oleh kristalisasi cairan dalam sel dan iskemia pemuluh darah yang disebabkan oleh trombosis. Sensitivitas lesi kulit terhadap tempera-tur dingin ditemukan berbeda, sehingga tiap jenis lesi kulit memerlukan durasi pembekuan yang berbeda. Sel pada dermis cenderung lebih resis-ten terhadap pendinginan, sehingga terbentuknya jaringan parut dapat diminimalisir.5-7

Nitrogen cair adalah salah satu kriogen yang paling banyak digunakan pada kulit. Nitrogen mudah digunakan, banyak tersedia, ramah lingkun-gan, tidak mudah terbakar, memiliki temperatur paling rendah diantara kriogen lainnya. Teknik bedah beku bermacam-macam, antara lain teknik semprot, teknik oles, atau probe. Pemilihan teknik sesuai dengan ukuran, bentuk dan keterampilan operator. Pada kasus ini, digunakan teknik semprot, dimana tabung nitrogen cair dipegang dengan satu tangan, dengan ujung jari menekan pemicu. Ujung

spray dengan ukuran lubang yang bervariasi terikat pada unit, akan memancarkan aliran nitrogen cair ke arah lesi pada jarak 1 hingga 2 cm.5-7

Berikut dilaporkan kasus hiperplasia sebasea pada hidung dengan penatalaksanaan berupa terapi bedah beku. Prosedur non-invasif ini cenderung tidak sulit untuk dilakukan, cepat dan memiliki tingkat komplikasi yang rendah, sehingga metode ini dipilih sebagai terapi pada laporan kasus ini. Tujuan pelaporan kasus ini adalah untuk lebih memahami prosedur, manfaat dan efek samping terapi bedah beku sebagai salah satu modalitas terapi hiperplasia sebasea.

ILUSTRASI KASUS

Seorang perempuan, 28 tahun, suku Tionghoa, warga negara Indonesia, datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar, pada tanggal 20 Maret 2018 dengan keluhan utama permukaan kulit hidung yang tidak rata sejak 5 tahun.

Keluhan permukaan kulit hidung yang tidak rata dirasakan kurang lebih 5 tahun yang lalu dan tampak jelas dari jarak dekat. Permukaan kulit berupa penginggian kulit yang dirasakan tidak rata ketika dipegang, tidak nyeri, tidak gatal, bertambah banyak secara bertahap.

Status dermatologi lokasi pada regio nasal tampak papul multipel sewarna kulit, bulat, batas tidak tegas, ukuran diameter bervariasi antara 0.2cm-0.4cm, beberapa dikelilingi telangiektasis (Gambar 1a).

Pada dermoskopi ditemukan lesi kulit berwana bulat keputihan disertai dengan pembuluh darah yang mengelilingi lesi (Gambar 1b).

Diagnosis kerja adalah hiperplasia sebasea nasal. Pasien dilakukan terapi tindakan bedah beku.

Siapkan alat berupa cryogun berisi nitrogen cair, cryotips, cryofunnel, betadine, normal salin, krim anestesi 2.5% lidokain/prilokain, dan stop watch. Penderita diposisikan duduk pada tempat

Gambar 1a Papul sewarna kulit multipel pada hidung. Gambar 1b Dermoskopi berupa

Page 3: LAPSUS - medicinaudayana.org

310 Medicina 2019; 50(2): 308-313 | doi: 10.15562/Medicina.v50i2.657

LAPSUS

pemeriksaan, namun tabung cryogun dipegang pada posisi tegak lurus (Gambar 2a).

Setelah dianestesi secara topikal selama 45  menit, kulit didisinfeksi dengan betadine dan normal salin. Metode spray merupakan metode yang paling sering digunakan. Metode ini menggu-nakan unit bedah beku yang dapat dipegang dengan satu tangan, dengan ujung jari menekan pemicu. Cryotip yang digunakan adalah yang mikro 2 mm yang berbentuk tegak lurus, diposisikan 1-2  cm di atas lesi (Gambar 2c). Penyemprotan yang dilakukan secara intermiten membantu melokali-sir pengobatan pada lesi dengan halo pembekuan yang lebih kecil, sehingga kerusakan jaringan normal kolateral dapat diminimalisir. Umumnya

lesi superfisial memiliki batas pembekuan secara klinis sepanjang 2 hingga 3 mm. Satu tangan oper-ator memegang cryofunnel (Gambar 2b), sedang-kan tangan lainnya membekukan dengan alat cryogun. Waktu tindakan dengan metode cryofun-nel ini sebaiknya dipersingkat karena suhu akhir pada orifisium cryofunnel tercapai lebih cepat bila dibandingkan dengan metode penyemprotan terbuka (Gambar 2d).

Targetnya adalah terbentuknya bola es yang muncul pada lesi kulit. Bola es dibiarkan mencair, lalu dioleskan antibiotik topikal natrium fusidat.

Pasien disarankan untuk menghindari paparan langsung sinar matahari, penggunaan kompres, krim antibiotik topikal, dan apabila terdapat tanda-tanda infeksi segera kontrol ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah.

Pasien kontrol hari ke-3 paska tindakan, luka bedah beku menjadi bula, lalu pecah meninggal-kan erosi (Gambar 3a). Penangganan selanjutnya, diberikan kompres normal saline tiap 8 jam selama 15 menit, dilanjutkan dengan krim antibiotik natrium fusidat tiap 12 jam. Pasien kontrol hari

Gambar 2a Cryogun untuk menyemprotkan nitrogen cair

Gambar 2b Cryofunnel untuk meminimalisir kerusakan jaringan sekitar

Gambar 2c Cryotips dapat disesuaikan dengan jenis semprotan yang diinginkan

Gambar 2d Lesi kulit setelah pembekuan

Page 4: LAPSUS - medicinaudayana.org

311Medicina 2019; 50(2): 308-313 | doi: 10.15562/Medicina.v50i2.657

LAPSUS

ke 14 paska tindakan, luka bedah beku membaik. Tekstur kulit tampak lebih rata (Gambar 4a).

DISKUSI

Hiperplasia sebasea adalah proses proliferasi yang bersifat jinak dan umum terjadi pada kelenjar sebasea. Secara klinis, lesi tampak sebagai papul berwarna kekuningan atau sewarna kulit yang bervariasi dalam ukuran (2-6 mm), sering diser-tai telangiektasis dan terkadang terdapat umbi-likasi kelenjar sebasea misalnya, wajah dan leher. Meskipun lesi ini jinak dan tidak memerlukan perawatan, namun kadang secara kosmetik dapat mengganggu.8,9 Pada pasien ini terdapat beberapa papul multipel sewarna kulit, bulat, pada hidung, disertai telangiektasis disekitarnya mendukung diagnosis hiperplasia sebasea.

Kelenjar sebasea ditemukan di seluruh kulit kecuali di telapak tangan dan telapak kaki. Sebosit mengandung enzim yang memetabo-lisme androgen, termasuk 5-alpha-reductase tipe I, 3-beta-hydroxysteroid dehydrogenase, dan 17-beta-hydroxysteroid dehydrogenase tipe II. Enzim ini memetabolisme hormon androgen yang relatif lemah, seperti dehydroepiandrosterone-sul-fate, menjadi androgen yang lebih poten, seperti dihidrotestosteron. Androgen poten ini terikat pada reseptor sebosit, menyebabkan peningkatan ukuran dan metabolisme kelenjar sebasea. Penelitian telah menunjukkan bahwa aktivitas 5-alpha-reductase lebih tinggi di kulit kepala dan kulit wajah daripada di area lain, sehingga testosteron dan dihidrotes-tosteron menstimulasi proliferasi kelenjar sebasea lebih banyak di area ini. Estrogen, di sisi lain, telah ditemukan untuk mengurangi sekresi kelenjar sebasea. Saat pubertas, kelenjar sebasea membesar dan menjadi semakin aktif karena peningkatan produksi androgen, mencapai maksimum pada

dekade ketiga kehidupan. Ketika kadar androgen menurun dengan bertambahnya usia, regenerasi sebosit mulai terhambat. Sebosit berubah bentuk menjadi sel kecil yang tidak berdiferensiasi, memi-liki nukleus yang besar dan lipid sitoplasma yang sedikit, sehingga terbentuk kelenjar sebasea yang hiperplastik.10,11

Dermoskopi pada hiperplasia sebasea berupa papul putih atau kekuningan. Terkadang, ostium dari kelenjar terlihat sebagai kawah kecil. Papul ini dikelilingi oleh kelompok-kelompok pembu-luh darah yang berliku yang berliku dan hampir tidak bercabang. Pembuluh dapat dapat meluas ke pusat lesi, namun tidak pernah melewatinya. Pola pembuluh darah ini diistilahkan "crowning blood vessel" dan pola vaskular ini spesifik untuk kelenjar sebasea hiperplastik. Pada pasien ini terdapat papul sewarna kulit, diikuti dengan pembuluh darah yang mengelilingi lesi membentuk pola. Gambaran dermoskopi ini mengarah pada gambaran hiper-plasia sebasea.12,13

Manifestasi kulit berupa permukaan kulit yang tidak rata ini memilki beberapa diagnosis banding, salah satunya adalah rinofima. Rinofima adalah tumor hidung yang tumbuh dengan lambat, ditan-dai dengan pembesaran progresif dari hidung yang disebabkan oleh hiperplasia sebasea, sumbatan folikel, fibrosis dan telangiektasia.14 Rinofima sering mempengaruhi pria pada dekade kelima dan ketujuh. Pada pasien ini, terdapat papul multipel sewarna kulit, tanpa fibrosis atau pun pembesaran hidung, sehingga diagnosis rinofima disingkirkan. Diagnosis banding lainnya adalah fibrous papul yang merupakan kondisi jinak yang biasanya berukuran 1-5 mm, dan distribusi anatominya mendominasi pada alur lidah, alar, dan ujung hidung.15 Lesi fibrous papul biasanya soliter, dan

Gambar 3a Erosi soliter 3 hari paska tindakan Gambar 4a Penyembuhan kulit baik, berupa makula eritema 14 hari paska tindakan

Page 5: LAPSUS - medicinaudayana.org

312 Medicina 2019; 50(2): 308-313 | doi: 10.15562/Medicina.v50i2.657

LAPSUS

memiliki batas lebih tegas, permukaan berbentuk kubah dan permukaan mengkilat, sehingga diag-nosis ini dapat disingkirkan.

Modalitas terapi terdiri dari, bedah beku, kuretase, pengelupasan kimia seperti asam trik-loroasetat, perawatan laser (pulsed-dye atau laser CO2), bedah listrik, shaving, eksisi atau terapi isotretinoin oral untuk beberapa hiperplasia seba-sea yang menyebar luas. Laser pulsed-dye dan CO2 juga bisa digunakan dalam literatur, tetapi risiko hiperpigmentasi paska inflamasi juga tinggi. Penggunaan kuretase, bedah listrik, shaving, eksisi dapat dilakukan, tergantung keahlian operator, dan dapat berisiko memimbulkan jaringan parut, dan terbentuknya keloid. Isotretinoin oral dapat memberikan perbaikan 2-6 minggu setelah terapi dimulai, namun sering rekuren jika pengobatan dihentikan.16 Pada pasien ini, dipilih bedah beku sebagai modalitas terapi, karena cenderung mudah dilakukan, dapat dilakukan tanpa bantuan asis-ten, dan tersedia di poli kulit dan kelamin RSUP Sanglah.

Bedah beku atau Cryosurgery menyebabkan kerusakan pada sel, stasis vaskuler, dan respon inflamasi sehingga menyebabkan destruksi jarin-gan.17 Pembekuan sel secara cepat menyebabkan pembentukan kristal es intraseluler, dengan gang-guan keseimbangan elektrolit dan perubahan pH, sedangkan pembekuan secara lambat menyebab-kan pembentukan es ekstraseluler dan kerusakan sel yang lebih sedikit. Oleh karena itu efek pada jaringan dan kematian sel lebih mudah dicapai bila pembekuan jaringan dilakukan secara cepat.17

Selama proses pencairan, rekristalisasi terjadi jika kristal es bergabung membentuk kristal ukuran besar sehingga menyebabkan kerusakan membran sel. Selanjutnya saat es mencair, kondisi ekstraselu-ler menjadi hipotonik, sehingga air masuk ke dalam sel, menyebabkan lisisnya sel. Waktu pencairan yang lebih panjang, menimbulkan kerusakan sel yang lebih berat karena meningkatnya efek zat terlarut dan rekristalisasi yang lebih besar.17

Setelah proses pembekuan, terjadi stasis dalam sistem pembuluh darah. Hal ini menyebabkan terhentinya proses sirkulasi dan menimbulkan anoksia, sebagai mekanisme utama pada proses injuri dalam bedah beku. Saat proses pencairan jaringan pada suhu di atas 0ºC (32ºF), mengaki-batkan respon hiperemis yang jelas, yang disertai timbulnya edema dan inflamasi.17

Nitrogen cair merupakan kriogen pilihan dalam bidang dermatologi. Nitrogen cair mudah untuk disimpan dan digunakan, ramah lingkungan, tidak mudah terbakar, harga yang terjangkau, serta memiliki suhu terendah (-195,8ºC atau -320ºF) bila dibandingkan dengan kriogen lainnya, sehingga

menimbulkan pembekuan yang cepat pada jarin-gan yang diterapi.17 Bedah beku merupakan modal-itas terapi dengan sifat destruktif yang digunakan sebagai pengobatan pada kasus neoplasma jinak maupun ganas. Beberapa faktor meliputi tipe, ukuran, kedalaman, tepi hingga lokasi lesi serta tipe kulit penderita, perlu dipertimbangkan bila bedah beku digunakan sebagai pilihan terapi. Karena mudah didapat dan digunakan, pada pasien ini dipakai nitrogen cair.

Kontraindikasi absolut dari tindakan bedah beku meliputi lesi yang membutuhkan pemerik-saan histopatologi untuk menegakkan diagnosis dan kanker kulit non-melanoma yang rekuren. Kontraindikasi relatif dari tindakan bedah beku meliputi penderita dengan urtikaria yang dicetus-kan oleh suhu dingin, intoleransi terhadap dingin yang abnormal, krioglobulinemia, atau kriofibrin-ogenemia, atau tumor dengan batas yang tidak jelas atau lesi dengan gambaran melanotik dengan pigmen yang berwarna gelap.17

Terdapat beberapa teknik bedah beku yang dapat digunakan sebagai pengobatan pada lesi kulit. Metode spray merupakan metode yang paling sering digunakan. Metode ini menggunakan unit bedah beku yang dapat dipegang dengan satu tangan, dengan ujung jari menekan pemicu. Ujung spray dengan ukuran lubang yang bervariasi terikat pada unit, akan memancarkan aliran nitrogen cair ke arah lesi pada jarak 1 hingga 2 cm. Walaupun waktu pembekuan bervariasi tergantung pada tipe lesi, penyemprotan/spray secara intermiten dalam bentuk langsung, sirkuler, atau seperti paint-brush, umum digunakan. Pada lesi yang lebih tebal, kera-totik, atau ganas dibutuhkan waktu penyemprotan yang lebih lama, sedangkan pada lesi yang lebih tipis, atrofi, atau jinak dibutuhkan waktu yang lebih singkat. Penyemprotan yang dilakukan secara inter-miten membantu melokalisir pengobatan pada lesi dengan halo pembekuan yang lebih kecil, sehingga kerusakan jaringan normal kolateral dapat dimin-imalisir. Hal ini penting terutama bila tindakan dilakukan pada lesi di sekitar mata, hidung, auri-kula, genital atau area periungual. Pada pasien ini dilakukan teknik semprot, dengan cryotip mikro 2 mm, tegak lurus, 1-2 cm di atas lesi. Penyemprotan dilakukan secara intermiten, agar terkontrol dan mencegah kerusakan jaringan sekitar. Umumnya lesi superfisial memiliki batas pembekuan secara klinis sepanjang 2 hingga 3 mm.17

Keuntungan bedah beku yang membuat modalitas ini menjadi pilihan utama antara lain: prosedurnya yang sederhana, mudah, dan aman dilakukan, biaya yang relatif rendah. Tidak memer-lukan anestesi umum, bahkan tidak selalu harus menggunakan anestesi topikal.

Page 6: LAPSUS - medicinaudayana.org

313Medicina 2019; 50(2): 308-313 | doi: 10.15562/Medicina.v50i2.657

LAPSUS

Adapun kekurangan krioterapi adalah timbul-nya edema dan rasa tidak nyaman setelah tindakan. Luka lesi krioterapi memerlukan perawatan selama 1-2 minggu sampai luka tersebut mengering. Hipopigmentasi atau depigmentasi dapat muncul. Penyembuhan luka lesi sembuh lebih lambat. Lesi terkadang rekuren sehingga memerlukan follow up.

Komplikasi yang terjadi pada bedah beku digolongkan menjadi sementara dan permanen18 Komplikasi yang dapat timbul pada penderita dengan terapi antikoagulan hendaknya berhati-hati akan terjadinya lebam akibat nekrosis jaringan. Hipopigmentasi atau hiperpigmentasi merupa-kan komplikasi paska bedah yang dapat membuat penderita menjadi tidak percaya diri. Steroid topi-kal, asam glikolat, retinoid, dan hidrokuinon dapat membantu mengurangi gangguan pigmentasi.17

Cryofunnel dapat digunakan bersamaan saat penyemprotan nitrogen. Alat ini ditempelkan pada lesi. Hal ini memungkinkan nitrogen cair tersemprot memasuki kerucut dan membekukan lesi secara cepat. Waktu tindakan dengan metode kerucut ini sebaiknya dipersingkat karena suhu akhir pada orifisium kerucut tercapai lebih cepat bila dibandingkan dengan metode penyemprotan terbuka.17 Pada pasien ini, digunakan Cryofunnel untuk mempercepat waktu penyemprotan, dan menghindari kerusakan jaringan pada sekitar lesi.

Terdapat penelitian lain pada hiperplasia sebasea dengan menggunakan teknik semprot. Penyemprotan dilakukan selama 10-15 detik, 1 siklus, dengan batas kurang dari 1 cm, dengan frekuensi pengulangan yang bervariasi.18

Pada pasien ini, hasil terapi baik, dan disarankan untuk dilakukan tindakan bedah beku untuk lesi hiperplasia sebasea lainnya. Prognosis pasien ini adalah bonam.

Prognosis hiperplasia sebasea, tergantung dari besarnya lesi, modalitas terapi yang dipilih, serta harapan realistis pasien terhadap hasil dari terapi. Hiperplasia sebasea pada pasien ini memiliki prognosis yang baik karena ukurannya yang kecil. Terapi yang dipilih merupakan terapi bedah beku yang memiliki tingkat rekurensi yang rendah pada lesi yang sama, dan pasien juga memiliki harapan yang realistik terhadap hasil terapi.

SIMPULAN

Pasien adalah seorang perempuan, umur 28 tahun, dengan diagnosis hiperplasia sebasea pada hidung dan diberikan penganganan bedah beku. Paska tindakan terapi tersebut dilakukan pengamatan pada hari ke 14 dan didapatkan perbaikan pada lesi

kulit. Prognosis hiperplasia sebasea pada pasien ini adalah dubius ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA1. Kakkar Sushil, Sharma PK. Sebaceous Hyperplasia:

Treatment with Combination of Oral Isotretinoin and salicylic Acid Chemical Peeling. Indian J Drug Dermatol. 2016;2:106-107.

2. Gittler J, Penn L, Terushkin V, Nooshin Brinster. Diffuse Sebaceous Gland Hyperplasia. UC davis Dermatol Online Jour. 2016;22(12):66-68.

3. Tagliolatto S, Santos NO, Alchorne MM, Enokihara  MY. Sebaceous Hyperplasia: Systemic Treatment with Isotretinoin. An Bras Dermatol. 2015;90(2):211-215.

4. Sgontzou T, Armyra K, Kouris A, Bokotas C, Kontochristopoulos G. Repeated Salicylic Acid Peels for the Treatment of Hyperplastic Sebaceous Glands in Hypohidrotic Ectodermal Dysplasia. J Cosmet Laser Ther. 2014;16:293-295.

5. Wang Q, Liu JM, Zhang YZ. Premature Sebaceous Hyperplasia in an Adolescent Boy. Pediatr Dermatol. 2011 Mar-Apr, 28 (2):198-200

6. Jalian HR, Tam J, Vuong LN. Selective Cryolisis of Sebaceous Glands. J Invest Dermatol. 2015;135(1):2173-2180.

7. Yiu W, Basco MT, Aruny JE, Cheng SW, Sumpio BE. Cryosurgery: A review. The Int Jour of Angio.2007;16(1):1-6.

8. Gittler J, Penn L, Terushkin V, Brinster N. Diffuse Sebaceous Gland Hyperplasia. On Derm Jour.2016;22(12):1-5.

9. Abramovits W, Losornio M, Marais G, Perlmutter A. Cutaneous Surgery. Dermatol Nurs. 2006;18:456-459.

10. Stone RC, Schwartz RA, penulis. Sebaceous Gland Hyperplasia. Abramovits W, Graham G, Harshai V, Strumia R, penyunting. Dalam: Dermatological Cryosurgery and Cryotherapy. Edisi ke-1. London: Springer-Verlag; 2016. h.605-608.

11. American Academy of Dermatology Committee on Guidelines of Care. Guidelines of Care for Cryosurgery. J Am Acad Dermatol. 2015;31:648-653.

12. Geraldine BS, Adam JF. Eruptive Sebaceous Hyperplasia: A Rare Consequence of Systemic Corticosteroids. Jour of Drugs in Derm. 2018;17(1):118-120.

13. Zaballos P, Ara M, Puig S, Malvehy J. Dermoscopy of Sebaceous Hyperplasia. Arch Dermatol. 2006;141(6):808.

14. Sadick H, Goepel B, Bersch C, Goessler U, Hoermann K, Riedel F. Rhinophyma: Diagnosis and Treatment Options for a Disfiguring Tumor of the Nose. Ann Plast Surg. 2008;61:114–120.

15. Park HS, Cho S, Kim KH, Won CH. Fibrous Papule of the Face, Clear Cell type: A Case Report. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2007;21(9):1267–1268. 

16. Hatice Ataş, Müzeyyen Gönül. Evaluation of the Efficacy of Cryosurgery in Patients With Sebaceous Hyperplasia. Journal of Cutaneous Medicine and Surgery.2017;21:1-3.

17. Justin JV, Leonard H, Goldberg, penulis. Cryosurgery and Electrosurgery. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolf K, penyunting. Dalam buku: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New york: McGraw-hill; 2008. h.2968-2976.

18. Barara M, Mendiratta V, Chander R. Cryotherapy in Treatment of Keloids: Evaluation of Factors Affecting Treatment Outcome. J of Cutan and Aesthet Surg. 2012;5(3);1-43.

This work is licensed under a Creative Commons Attribution