KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI...

25
Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono 74 KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI PERDESAAN KABUPATEN KARAWANG 2008 Performance of Several Farmer’s Welfare Economic Indicators in Rural Area of Karawang Regency in 2008 Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jalan Kayuambon No.80 Lembang, Bandung Barat, 40391 ABSTRACT Dynamics behavior of rural economy can not be separated by the national economic system. It also means that the economic changes in central level should strongly affect rural economy condition in West Java. Agriculture is being the first sector generating income of community in West Java, although to some extend especially food crops, its role tends to decline which influences the income generated by the farmers. Many factors have affected the farmer’s income which include low rate of the increasing price of commodities relative to the increase of the price of production inputs and consumption. Data and information of farmer’s welfare economic indicators and rural development are crucial to be studied. The objectives of the study are: (a) to identify and analyze variables that form farmer’s welfare economic indicators and rural development, and (b) to formulate policy brief of rural development based on identified farmer’s welfare economic indicators. Approaches and methods used in the study were survey using structured questionnaire for farmer’s household level and price as well as cost of labor for farmers at village level. The study has been conducted in Citarik and Kertawaluya villages in Karawang regency where rice fields are intensively cultivated. Data analysis was done using descriptive method and simple statistics. The result showed that variables that form farmer’s welfare economic indicators and rural economic development were income level, household expenditures, purchasing power, level of household food endurance, and farmer’s exchange rate. It can be concluded that the performance of rice-based farmer’s welfare economic indicators in rural areas of Karawang regency was relatively good. Qualitatively, farmer’s welfare in Citarik was better than that in Kertawaluya village. The reasons are that the accessibility was better in Citarik and there was supporting program called “Prima Tani” that facilitated farmers to generate better income. Key words: farmer’s welfare economic indicators, income, expenditure, purchasing power, food endurance, farmer’s exchange rate ABSTRAK Dinamika perubahan ekonomi yang terjadi di perdesaan tidak terlepas dari pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan yang terjadi di tingkat pusat turut mewarnai perkembangan kesejahteraan masyarakat di perdesaan Jawa Barat. Dalam struktur perekonomian Jawa Barat, sektor pertanian masih menjadi andalan sumber pendapatan petani, meskipun diikuti oleh kecenderungan penurunan peranan pertanian secara sektoral. Seiring dengan itu, tingkat kesejahteraan dan pendapatan petani pun cenderung menurun. Berbagai indikator yang mempengaruhi

Transcript of KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI...

Page 1: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

74

KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI PERDESAAN KABUPATEN KARAWANG 2008

Performance of Several Farmer’s Welfare Economic Indicators in Rural Area of Karawang Regency in 2008

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa BaratJalan Kayuambon No.80 Lembang, Bandung Barat, 40391

ABSTRACT

Dynamics behavior of rural economy can not be separated by the national economic system. It also means that the economic changes in central level should strongly affect rural economy condition in West Java. Agriculture is being the first sector generating income of community in West Java, although to some extend especially food crops, its role tends to decline which influences the income generated by the farmers. Many factors have affected the farmer’s income which include low rate of the increasing price of commodities relative to the increase of the price of production inputs and consumption. Data and information of farmer’s welfare economic indicators and rural development are crucial to be studied. The objectives of the study are: (a) to identify and analyze variables that form farmer’s welfare economic indicators and rural development, and (b) to formulate policy brief of rural development based on identified farmer’s welfare economic indicators. Approaches and methods used in the study were survey using structured questionnaire for farmer’s household level and price as well as cost of labor for farmers at village level. The study has been conducted in Citarik and Kertawaluya villages in Karawang regency where rice fields are intensively cultivated. Data analysis was done using descriptive method and simple statistics. The result showed that variables that form farmer’s welfare economic indicators and rural economic development were income level, household expenditures, purchasing power, level of household food endurance, and farmer’s exchange rate. It can be concluded that the performance of rice-based farmer’s welfare economic indicators in rural areas of Karawang regency was relatively good. Qualitatively, farmer’s welfare in Citarik was better than that in Kertawaluya village. The reasons are that the accessibility was better in Citarik and there was supporting program called “Prima Tani” that facilitated farmers to generate better income.

Key words: farmer’s welfare economic indicators, income, expenditure, purchasing power, food endurance, farmer’s exchange rate

ABSTRAK

Dinamika perubahan ekonomi yang terjadi di perdesaan tidak terlepas dari pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan yang terjadi di tingkat pusat turut mewarnai perkembangan kesejahteraan masyarakat di perdesaan Jawa Barat. Dalam struktur perekonomian Jawa Barat, sektor pertanian masih menjadi andalan sumber pendapatan petani, meskipun diikuti oleh kecenderungan penurunan peranan pertanian secara sektoral. Seiring dengan itu, tingkat kesejahteraan dan pendapatan petani pun cenderung menurun. Berbagai indikator yang mempengaruhi

Page 2: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008

75

pendapatan petani antara lain, efisiensi usaha rendah, lambannya peningkatan harga jual produk pertanian dibanding peningkatan harga saprodi dan barang konsumsi, dll. Dengan demikian, maka data dan informasi mengenai indikator-indikator pembangunan ekonomi perdesaan yang berkaitan langsung dengan kesejahteraan petani menjadi pernting untuk dikaji/diteliti. Tujuan penelitian ini adalah: (a) mengidentifikasi dan menganalisis variabel yang membentuk indikator pembangunan perdesaan dan kesejahteraan petani dan (b) membuat rumusan bahan kebijakan pembangunan perdesaan berdasarkan indikator-indikator kesejahteraan ekonomi petani yang telah diidentifikasi. Metode pendekatan yang digunakan adalah survei di tingkat rumah tangga dan ditingkat wilayah desa, dengan memakai kuesioner terstruktur. Lokasi pengakjian dilakukan di dua desa sentra produksi beras Kabupaten Karawang yang memiliki tingkat aksesibilitas dan program pembangunan berbeda, yaitu di Desa Citarik dan Desa Kertawaluya (Kecamatan Tirtamulya). Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif dan statistik sederhana. Dari hasil analisis diketahui bahwa, variabel indikator ekonomi yang membentuk kesejahteraan petani dan pembangunan ekonomi perdesaan adalah tingkat penguasaan teknologi pertanian, struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, daya beli, tingkat ketahanan pangan keluarga, dan nilai tukar petani. Kesimpulan yang diperoleh dari kajian ini adalah secara relatif kinerja indikator-indikator kesejahteraan petani di daerah perdesaan Kabupaten Karawang adalah relatif baik. Diketahui pula, tingkat kesejahteraan petani di Desa Citarik lebih baik dari Desa Kertawaluya. Penyebab utamanya adalah tingkat aksesibilitas di Desa Citarik lebih baik dari Desa Kertawaluya. Disamping itu, Desa Citarik adalah sebagai desa binaan program Prima Tani.

Kata kunci: indikator kesejahteraan petani, pendapatan, pengeluaran, daya beli, ketahanan pangan, nilai tukar petani.

PENDAHULUAN

Fenomena krisis ekonomi global, memanasnya suhu bumi dan dinamika lonjakan harga pangan dunia yang terjadi belakangan ini, adalah sebagian kecil dari peristiwa sunatullah (fenomena alam) yang siapa pun tidak bisa mengelak dari kehadirannya. Karena itu, kita harus bersama-sama menghadapinya dengan bijak secara realistis, positif dan optimis, agar risiko ke depan dapat dieliminir seminimal mungkin, terutama terhadap risiko jangka panjang yang berpotensi dapat mengancam kesejahteraan ekonomi masyarakat. Justru membangun dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, adalah sisi lain dari sunatullah yang lebih penting dan perlu disadari oleh kita, baik sebagai ilmuwan/peneliti, penyumbang dan perumus kebijakan yang sejak di bangku sekolah, bercita-cita ingin memperbaiki kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat bangsa, termasuk petani di perdesaan.

Secara empiris, banyak variabel indikator ekonomi yang berkait langsung dengan dinamika tingkat kesejahteraan masyarakat termasuk petanidalam beberapa tahun terakhir ini. Dalam kurun waktu sejak 10-15 tahun yang lalu dinamika tingkat kesejahteraan ekonomi daerah Jawa Barat (Jabar) disinyalir terus mengalami penurunan. Beberapa indikator telah mengungkapkan hal tersebut, misalnya terlihat pada Indek Pembangunan Manusia (IPM), tingkat pendapatan, daya beli dan nilai tukar petani (NTP). Kinerja NTP Jabar pada bulan Juni 2008

Page 3: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

76

mencapai 95,82 sebagai peringkat ke-3 terendah dari 32 provinsi secara nasional [(posisi ke-1 dan ke-2 terendah adalah Provinsi NTT dan Maluku, masing-masing 93,26 dan 95,28 (BPS, 2008)]. Padahal bulan April 2004, NTP Jabar mencapai 156,10 dimana saat itu menjadi peringkat ke-6 tertinggi (BPS, 2007).

Di sisi lain, tingkat pendapatan riil masyarakat Jabar pada tahun 1996 (pra krisis ekonomi) mencapai Rp.591.600/kap./tahun, kemudian menurun menjadi Rp584.200/kap./tahun pada tahun 1999 (pasca krisis). Begitu juga secara relatif, angka IPM Jabar pada tahun 2002 mencapai 65,8 sebagai peringkat ke-17. Kemudian pada tahun 1996 dan 1999 menurun ke peringkat 14 (68,2) dan ke-15 (64,6). Sementara dalam periode yang sama IPM Jateng meningkat dari peringkat ke-17 (1996) menjadi ke-14 (1999) dan pada tahun 2002 menjadi peringkat ke-13 (BPS, 2007)]. Namun demikian, meskipun pencapaian angka IPM Jabar pada tahun 2006 (70,28) belum mencapai target (75,60). Tapi nampaknya iklim perubahan telah menunjukkan arah perbaikan, dimana indeks daya beli masyarakat mencapai 60,34 (Bapeda dan BPS Jabar, 2007. Pikiran Rakyat, 2008).

Gambaran dinamika beberapa indikator kesejahteraan masyarakat di tingkat regional tersebut adalah sebagai cerminan kinerja pembangunan ditingkat lokal, 35 kab./kota dan 5.799 desa/kelurahan yang berbasis dan nonbasis pertanian. Untuk mengkaji kinerja pembangunan seluruh daerah perdesaan yang beraneka ragam persoalan adalah kemustahilan yang logis; terlebih lagi bila yang dituju adalah parameter kesejahteraan yang sifatnya azasi bagi setiap individu, karena terkendala oleh keterbatasan waktu, tenaga ahli, biaya, dsb. Makalah ini hanya akan membahas hasil kajian beberapa indikator kesejahteraan petani padi di dua desa sentra produksi beras Kabupaten Karawang (sebagai bagian dari laporankajian dinamika indikator pembangunan ekonomi di perdesaan Jawa Barat periode tahun 2008).

Penelitian ini bertujuan untuk: (a) mengidentifikasi dan menganalisis variabel yang membentuk indikator pembangunan perdesaan dan kesejahteraan petani dan (b) membuat rumusan bahan kebijakan pembangunan perdesaanberdasarkan indikator yang telah diidentifikasi. Melalui metode survei, hasil studi ini mengisyaratlkan bahwa kinerja beberapa indikator kesejahteraan ekonomi petani di kedua perdesaan padi tersebut adalah cukup baik/tinggi, seperti ditunjukkan oleh tingkat perolehan pendapatan, proporsi pengeluaran konsumsi pangan, ketahanan pangan rumah tangga, daya beli, dan nilai tukar petani. Lebih dari itu, akselerasi peningkatan kesejahteraan petani ke depan akan lebih baik, mandiri,dan berdaya saing bila saja peningkatan harga padi/beras dunia cepat ditransmisikan ketingkat produsen padi di perdesaan Karawang dan perdesaan lain di Indonesia. Disamping masih diperlukan terobosan akselerasi program revitalisasi pertanian, terutama kearah perbaikan struktur pemilikan lahan usaha (reforma agraria) dan pentingnya revitalisasi peraturan atau pemikiran undang-undang perlindungan petani, agar tercipta “kesama-rataan” distribusi sharing margin pendapatan bagi pelaku agribisnis berdasarkan profesi dan proporsi korbanan waktu (misal, antara pendapatan usaha petani yang bersiklus musiman dengan pendapatan pedagang yang siklus waktunya jauh lebih singkat dari petani).

Page 4: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008

77

METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Pembangunan perdesaan sangat berkait dengan pembangunan pertanian. Karenanya setiap aktivitas pembangunan pertanian akan berpengaruh langsung terhadap dinamika ekonomi masyarakat perdesaan. Sampai saat ini usaha sektor pertanian masih menjadi andalan sumber mata pencaharain dan pendapatan utama bagi sebagian besar masyarakat perdesaan, meskipun secara kuantitas, belum mampu mengangkat kesejahteraan ekonomi petani ke tingkat yang lebih baik; dan secara kualitas, masih terus menganganya derajat ketimpangan distribusi pendapatan, pemilikan aset prodduktif, dan penguasaan Iptek, baik antar tingkat wilayah perdesaan, maupun diantara petani tingkat hamparan desa.

Proses penimpangan tersebut terus berakumulasi, berkulturasi dan terus berlanjut sampai sekarang, sehingga ketimpangan proporsi perolehan pendapatan diantara pelaku agribisnis pun terjadi kian menajam. Ketimpangan antarpelaku di pihak on-farm misalnya, terjadi karena dipicu oleh perbedaan tingkat aksesibilitas desa, produktivitas lahan dan tenaga kerja/upah, senjangnya penguasaan dan penerapan teknologi, dan sebagainya, yang kesemua itu berujung pada efisiensi usaha yang rendah.

Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat di perdesaan adalah melalui penerapan inovasi teknologi, khususnya teknologi pertanian. Menurut Bustanul (2000), perubahan sistem perekonomian perdesaanakibat inovasi teknologi akan merangsang inovasi kelembagaan, perubahan sistem nilai, inovasi institusi, dan sebagainya yang mengarah kepada perputaran inovasi IPTEK-ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam upaya mengoptimalkan penggunaan sumber daya pertanian melalui inovasi teknologi guna meningkatkan perekonomian di perdesaan, Badan Litbang Pertanian sejak tahu 2005 merintis dan melakukan aksi program/kegiatan “Prima Tani”. Dimana, sasarannya adalah untuk dapat mempercepat terjadinya proses diseminasi teknologi pertanian. Melalui program/kegiatan Prima Tani tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas usahatani, optimalisasi sumber daya, dan peningkatan nilai tambah produk melalui kegiatan agribisnis (Simatupang, 2004, 2005; Irawan, 2004). Karena tujuan akhir dari program tersebut adalah terjadinya aktivitas pembangunan ekonomi yang berdampak pada peningkatan pendapatan penduduk desa yang berkelanjutan. Sebab dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi desa, cepat, atau lambat akan terjadi trickle down effect sehingga tercapai pemerataan distribusi pendapatan, termasuk di perdesaan Jawa Barat (Jabar).

Disisi lain, dalam pola dasar pembangunan Jabar disebutkan bahwa, visi Pemerintah Provinsi Jabar adalah “sebagai Provinsi Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibu Kota Negara Tahun 2010” dengan indikator keberhasilannya adalah tercapai angka IPM sebesar 80.00 [(setingkat dengan pencapaian IPM oleh Malayasia tahun 2003 (FAO, 2008)]. IPM itu sendiri merupakan gabungan dari sembilan komponen gugus/aspek, dimana salah satu aspeknya adalah daya beli

Page 5: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

78

masyarakat. Visi Pemerintah tersebut kemudian dijabarkan ke dalam tekad pengelolaan pemerintahan untuk kurun waktu 2003-2008, dimana salah satu aspek diantaranya adalah mengembangkan struktur perekonomian regional yang tangguh (Balitbangda Jawa Barat, 2002).

Ketangguhan perekonomian tersebut justru akan cepat terwujud mana kala bangunan perekonomian ditingkat desa berdiri kokoh yang diekspresikan melalui peningkatan sumber daya pendapatan masyarakat yang sebagian besar adalah rumah tangga petani. Untuk mengetahui hal tersebut diperlukan adanya himpunan informasi/data dasar variabel-variabel indikator pembangunan ekonomi rumah tangga ditingkat desa yang cukup memadai dan berkesinambungan, sehingga perubahan-perubahan kesejahteraan yang terjadi sebagai dampak dari berbagai kegiatan pembangunan di perdesaan dapat dipantau secara periodik.

Banyak variabel yang dapat menunjukkan ciri-ciri terjadinya pembangunan perdesaan atau pertanian di Indonesia. Menurut hasil analisis Saktyanu dan Noekman (2004) menyatakan terdapat delapan komponen penciri utama sebagai indikator terjadinya pembangunan perdesaan di Indonesia dari 64 variabel yang diidentifikasi dari data input-output Indonesia. Sementara itu, Sudana et al. (2007) menyatakan bahwa dalam mengevaluasi terjadinya dinamika pembangunan di wilayah perdesaan dapat dilihat dari dua indikator utama, yaitu (1) indikator produksi yang mencakup perkembangan produktivitas, teknologi usahatani, insentif produksi, dan (2) indikator kesejahteraan yang mencakup: perkembangan struktur pendapatan, struktur pengeluaran pangan, tingkat ketahanan pangan keluarga, daya beli rumah tangga, dan perkembangan nilai tukar petani.

Secara periodik, data/informasi beberapa indikator ekonomi tersebut telah dikumpulkan sejak lama oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Namun bersifat agregat, makro, sehingga agak sulit untuk dapat menganalisis variabel-variabel indikator mikro yang mampu menggambarkan pembangunan ekonomi perdesaan yang spesifik lokasi. Sementara dalam realitas, indikator pembangunan ekonomi dan kesejahteraan di perdesaan Jabar, selain dinamis juga sangat beragam; bervariasi menurut tingkat aksesibilitas, tipe agro-ekosistem dan jenis komoditas pertanian unggulan yang dikembangkan di masing-masing daerah.

Berlandaskan pemikiran tersebut, untuk dapat mengetahui kinerja hasil-hasil pembangunan dalam rangka penajaman kebijakan pembangunan perdesaan/ pertanian ke depan, diperlukan kegiatan untuk menghimpun dan menganalisis data indikator ekonomi pembangunan perdesaan. Khususnya yang berkait dengan kinerja kesejahteraan pada unit rumah tangga petani. Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan tersebut, penelitian dinamika indikator ekonomi pemba-ngunan perdesaan di sentra produksi beras Kabupaten Karawang, Jawa Barat,dipandang penting untuk dilakukan.

Pemilihan Lokasi dan Waktu Penelitian

Untuk dapat merepresentasikan wilayah perdesaan Kabupaten Karawang, pemilihan loksi penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan empat aspek, yaitu: (1) Kabupaten Karawang dipilih secara purposive sebagai salah satu lokasi sentra daerah produsen beras di Provinsi Jawa Barat, dimana pada tahun 2007 berkontribusi 12,56 persen terhadap produksi beras Provinsi Jawa Barat (Dinas

Page 6: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008

79

Pertanian Provinsi Jawa Barat, 2007); (2) pemilihan lokasi desa dilakukan dengan mempertimbangkan aspek tingkat aksesibitas (akses baik, Non Remote Area-NRA), dan kurang baik (remote area-RA), desa binaan dan bukan binaan program Prima Tani (desa PT dan NPT), sehingga terpilih Desa Citarik dan Desa Kertawaluya (Kec.Tirtamulya), sebagai lokasi contoh desa RNA-PT dan RA-NPT, dimana pada setiap desa tersebut selanjutnya ditentukan dua atau lebih blok dusun/kampung sentra padi untuk dilakukan sampling petani responden; (3) penentuan responden dilakukan dengan cara stratified random sampling, dimana petani dibagi kedalam tiga strata pemilikan/penguasaan lahan, yaitu pemilikan lahan luas (> 1,00 ha), sedang (0,51-1,00 ha), dan sempit (≤ 0,50 ha); (4) setiap strata pemilikan lahan dipilih lima orang petani respoden, sehingga total responden berjumlah 30 orang petani yang kemudian diagregasi untuk menggambarkan keragaan rumah tangga petani perdesaan di tingkat Kabupaten. Disini jumlah petani responden yang banyak bukan merupakan pertimbangan utama, melainkan pemahaman yang mendalam pada setiap responden merupakan hal yang amat esensial. Penelitian ini lebih mengutamakan nilai “modus”, sehingga jumlah petani responden yang banyak bukan merupakan pertimbangan utama (Pearson et al., 2003).

Untuk mengidentifikasi kesejahteraan petani, selanjutnya dikumpulan beberapa variabel data indikator utama yang dapat menunjukkan arah peningkatan kesejahteraan petani perdesaan secara kuantitatif, karena tidak semua variabel informasi pembangunan ekonomi perdesaan dapat dikuantifisir. Dalam hal ini pelaksanan kegiatan pengumpulan data dilakukan dalam periode tahun 2008.

Jenis Data

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis data, data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan dari lembaga/dinas terkait, mulai dari tingkat provinsi sampai desa. Sedangkan data primer dikumpulkan dari rumah tangga petani berupa variabel-variabel data Indikator produksi dan IndikatorKesejahteraan yang mencakup: (1) data input-output usahatani, (2) data produksi dan penerimaan dari setiap cabang usaha pertanian, dalam kurun waktu mulai MK-2 tahun 2007/2008 sampai MH dan MK-1 tahun 2008, (3) data pendapatan seluruh anggota keluarga yang bersumber dari seluruh sektor kegiatan selama satu tahun, (4) data pengeluaran konsumsi rumah tangga, (5) data harga sarana produksi, hasil produksi, dan harga barang konsumsi yang berlaku di tingkat desa atau di sekitar lokasi desa contoh, dan (6) data upah tenaga kerja buruh pertanian dan upah/gaji buruh/karyawan nonpertanian.

Semua jenis data primer tersebut dikumpulkan melalui kuesioner terstruktur setap musim/tahun. Khusus untuk pengambilan/pencatat data poin (5) dan (6) dilakukan oleh petugas tetap yang sudah permanen tinggal di desa lokasi contoh, secara berkala dwi mingguan/hari pasaran desa.

Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan statistk sederhana dengan membangun/mengidentifikasi variabel-variabel indikator kesejahteraan ekonomi

Page 7: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

80

yang bisa dipakai untuk menjawab tujuan penelitian. Data input–output usahatani diolah dengan analisis finansial untuk melihat profitabilitas usahatani dan efisiensi usaha, struktur biaya, distribusi penggunaan tenaga kerja berdasarkan dan jenis kelamin tenaga kerja, nilai imbalannya terhadap tenaga keluarga serta menganalisis tingkat teknologi usahatani yang sedang dilakukan. Pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani dianalisis secara tabulasi untuk melihat jumlah dan struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga serta sumbangan setiap sumber pendapatan terhadap total pendapatan keluarga. Untuk penyederhanaan, dalam makalah ini hanya melaporan hasil analisis beberapa informasi yang berkait langsung dengan indikator kesejahteraan petani. Sedangkan hasil analisis variabel-variabel data yang lain dibahas dalam topik laporan yang terpisah.

Setelah peubah penjelas (variabel) indikator ekonomi tersebut teridentifikasi, analisis kemudian dilanjutkan untuk menentukan indikator atau penciri terjadinya pembangunan perdesaan. Dalam studi ini akan dianalisis lima aspek yang dapat menunjukkan indikator (penciri) kesejahteraan petani, yaitu: (1) struktur pendapatan rumah tangga (on farm, off farm, dan non farm), (2) struktur pengeluaran rumah tangga, (3) keragaan tingkat ketahanan pangan rumah tangga, (4) keragaan daya beli rumah tangga petani, dan (5) perkembangan nilai tukar petani.

Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani

Struktur pendapatan rumah tangga petani menunjukan sumber pendapatan utama keluarga petani dari sektor mana saja dan seberapa besar kontribusi setiap subsektor ekonomi dapat membentuk besaran total pendapatan keluarga petani. Bagaimana peran sektor pertanian dalam pembangunan perdesaan ke depan. Secara sederhana struktur pendapatan rumah tangga petani dari sektor pertanian dapat dirumuskan sebagai berikut (Nurmanaf, 2005; Sudana et al.,2007):

PPSP = ∑(TPSP / ∑TP) x 100%

Di sini: PPSP = Pangsa pendapatan sektor pertanian (%)

TPSP = Total pendapatan dari sektor pertanian (Rp/thn)

TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/thn)

Struktur Pengeluaran/Konsumsi Pangan Rumah Tangga

Dalam hal ini akan dilakukan analisis perkembangan struktur pengeluaran/ konsumsi rumah tangga, dan pangsa pengeluaran untuk barang pangan pokok keluarga. Sebab perkembangan pangsa pengeluaran untuk pangandapat dipakai salah satu indikator keberhasilan pembangunan perdesaan. Semakin besar pangsa pengeluaran untuk pangan menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga masih terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sebaliknya, semakin besar pangsa pengeluaran sektor sekunder (nonpangan), mengindikasikan telah terjadi pergeseran posisi petani dari subsisten

Page 8: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008

81

ke komersial. Artinya, kalau kebutuhan primer telah terpenuhi, maka kelebihan pendapatan dialokasikan untuk memenuhi keperluan lain, misal pendidikan, kesehatan dan kebutuhan sekunder lain. Secara sederhana pangsa pengeluaran untuk pangan dapat dihitung sebagai berikut:

PEP = ∑ (PPn / ∑TE) x 100%

Disini : PEP = Pangsa pengeluaran untuk pangan (%),

PEn = Pengeluaran untuk pangan (Rp/th)

TE = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rp/th)

Keragaan Tingkat Ketahan Pangan Rumah Tangga

Dalam hal ini akan dilakukan analisis perkembangan tingkat kecukupan konsumsi pangan rumah-tangga, yaitu proporsi pangan pokok yang dihasilkan sendiri terhadap kebutuhan pangan pokok keluarga. Sebab perkembangan tingkat ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dapat menunjukkan indikator kesejahteraan petani. Semakin tinggi tingkat ketahanan pangan rumah tangga (dari hasil produksi sendiri), diasumsikan semakin kuatnya pemenuhan kebutuhan pangan keluarga, atau semakin banyak stok persediaan pangan rumah tangga, sehingga menjadi indikator semakin sejahtera rumah tangga petani yang bersangkutan. Keragaan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani secara sederhana dapat ditentukan sebagai berikut:

TSP = PUB/KSB

Disini; TSP = tingkat susbsistensi pangan; (TSP =1: subsisten; TSP>1: surplus; dan TKP < 1: defisit)

PUB = produksi dari usahatani sendiri setara beras

KSB = kebutuhan setara beras

Keragaan Tingkat Daya Beli Rumah Tangga Petani

Dalam hal ini akan dilakukan analisis tingkat daya beli rumah tangga petani, karena daya beli rumah tangga petani dapat menunjukkan indikator kesejahteraan ekonomi petani. Semakin tinggi tingkat daya beli rumah tangga, berarti tingkat kesejahteraan keluarga petani yang bersangkutan semakin tinggi, dan juga terjadi sebaliknya. Keragaan tingkat daya beli untuk petani yang sumber pendapatan utamanya dari sektor pertanian, dapat ditentukan dengan rumus berikut (Sudana et al.,2007):

DBPP = TP/(TE – BU)

Disini: DBPP = Daya beli rumah tangga petani

TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/th) dari seluruh sumber

Page 9: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

82

TE = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rp/th)

BU = Biaya usahatani

Sementara itu, bagi rumah tangga petani yang sumber pendapatan utamanya dari nonpertanian, daya belinya dapat ditentukan sebagai berikut:

DBPNP = UNP /HB

Disini: DBPNP = Daya beli rumah tangga non petani

UNP = Tingkat upah di nonpertanian (Rp/hari)

HB = Harga beras (Rp/kg)

Perkembangan Nilai Tukar Petani

Dalam hal ini akan dilakukan analisis perkembangan nilai tukar petani (NTP), sebab secara konsepsional NTP mengukur daya tukar dari komoditas pertanian yang dihasilkan petani terhadap produk yang dibeli petani untuk keperluan konsumsi dan keperluan dalam memproduksi komoditas (Rachmat,2000; Simatupang, 2001; Supryati et al., 2001). NTP merupakan nisbah antara harga yang diterima petani (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB) yang dapat dirumuskan sebagai berikut (BPS, 2002; Nurmanaf et al.,2005; Abidin et al.,2005; dan Irawan et al., 2007):

bxPBxaiPTiHBHTNTP

Disini: HT = Harga yang diterima petani

HB = Harga yang dibayar petani

PTi = Harga komoditas i yang diproduksi petani

PBx = Harga produk yang dibeli petani

ai = Pembobot komoditas i

bx = Pembobot produk x

Untuk menggambarkan dinamika nilai tukar petani antarwaktu, harga yang diterima dan harga yang dibayar petani diukur dalam nilai Indeks sebagai berikut:

IB

ITINTP

Disini: INTP = Indeks Nilai Tukar Petani

IT = Indeks harga yang diterima petani

IB = Indeks harga yang dibayar petani

Sementara, indeks harga yang diterima (IT) dan yang dibayar petani (IB) dihitung dengan menggunakan Indeks Laspeyers sebagai berikut:

Page 10: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008

83

m

i

m

riin

in

PoiQoi

QoiPP

Pni

In

1

)1()1(

Disini: In = Indeks harga bulan ke n (IT atau IB)

Pni = Harga bulan ke n untuk jenis produk i

P(n-1)i = Harga bulan ke n-1 untuk jenis produk i

Pni/P(n-1)i= Harga relatif bulan ke n untuk jenis produk i

Poi = Harga produk tahun dasar untuk jenis produk i

Qoi = Kuantiítas pada tahun dasar untuk jenis produk i

m = Banyaknya jenis produk

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam kajian ini kinerja indikator kesejahteraan (ekonomi) petani akan digambarkan melalui lima aspek yang bisa menunjukkan penciri atau penanda kesejateraan petani, yaitu: (1) struktur pendapatan rumah tangga (on farm, off farm, dan non farm), (2) struktur pengeluaran rumah tangga, (3) keragaan tingkat ketahanan pangan rumah tangga, (4) keragaan daya beli rumah tangga petani, dan (5) perkembangan nilai tukar petani (NTP). Karena itu bahasan selanjutnya akan memfokuskan dari terhadap performa kelima aspek indikator kesejahteraan petani yang terjadi di dua desa sentra produksi padi/beras, kabupaten Karawang, Jawa Barat tahun 2008.

Indikator Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan keluarga petani padi dilokasi perdesaan Kabupaten Karawang yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, diperoleh dari banyak sumber yang, dimana jumlah sumber tersebut relatif lebih banyak dari pada sumber pendapatan umum pegawai negeri (peneliti). Sumber pendapatan rumah tangga petani di lokasi desa contoh (Desa Citarik dan Kertawaluya) dikelompokkan ke dalam tiga sumber, yaitu: (1) pendapatan yang berasal dari kegiatan usahatani (on-farm), (2) pendapatan dari kegiatan pertanian di luar usahatani (off-farm), dan (3) pendapatan dari kegiatan di luar sektor pertanian (non-farm). Pendapatan on-farmmencakup hasil dari usahatani tanaman padi, palawija, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan. Pendapatan off-farm meliputi hasil dari buruh tani dan menyewakan lahan/ternak/alat mesin pertanian. Sementara itu, pendapatan non-farm berasal dari kegiatan perdagangan, industri, jasa/upah karyawan, dan

Page 11: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

84

subsidi/bantuan/kiriman dari pihak dalam dan luar keluarga, termasuk dari pemerintah.

Dilihat dari sumber daya manusia, struktur rumah tangga petani di kedua lokasi kajian, pada dasarnya menunjukkan dinamika aktivitas anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam aktivitas usahatani maupun diluar itu. Produktivitas usahatani padi yang dicapai di kedua lokasi kajian termasuk tinggi, masing-masing pada MH 2007/2008 mencapai 73,62 kw GKP/ha di Desa Citarik dan 62,28 kw/ha di Desa Kertawaluya, dan pada MK 2008 masing-masing mencapai 68,03 kw GKP/ha dan 63,85 kw/ha (rataan luas lahan sawah garapan milik adalah 0,99 ha dan 0,90 ha). Ini adalah suatu prestasi sangat baik, melampaui tingkat produktivitas rata-rata provinsi dan kabupaten (57,15 kw/ha dan 64,35 kw/ha). Hal ini meperkuat pernyataan Bupati Kabupaten Karawang, Muchtar D. (2007) dan Bapeda Jawa Barat (2007) yang disampaikan dalam Semiloka Kebijakan Pengembangan Lahan Pertanian Pangan Abadi, di Aula Magister Manajemen Universitas Padjajaran Bandung pada tanggal 4 Juli 2007.

Kinerja pencapaian tingkat produksi padi di desa Citarik lebih tinggi dari pada produktivitas padi di Desa Kertawaluya cukup logis, sebab kondisi desa Citarik memiliki aksesibilitas ekonomi lebih baik dibanding dengan di Desa Kertawaluya. Karena itu wajar dan tidak aneh, bila pasilitas sarana produksi di desa Citarik lebih mudah diperoleh dan lembaga pemasaran padi pun lebih banyak pilihan. Lebih dari itu, pembinaan petani melalui kelompok di desa ini sedang dikembangkan program/ kegiatan Prima Tani yang ditangani oleh Litbang Pertanian bersama petugas dari dinas pertanian dan lembaga pemerintah terkait lainnya.

Ditinjau dari segi pendapatan relatif antarsumber selama satu tahun, nampak bahwa pendapatan dari usahatani padi sawah di kedua desa contoh adalah cukup menonjol, yaitu mencapai 65,36 persen sebagai penyumbang terbesar bagi pendapatan rumah tangga dalam sektor pertanian, yang mencapai Rp 35,75 juta/tahun di desa Kertawaluya dan Rp 23,126 juta/tahun di desa Citarik (Tabel 1). Hal ini membuktikan, bahwa sektor pertanian masih tetap menjadi tulang punggung sumber pendapatan rumah tangga di lokasi contoh Kabupaten Karawang, dimana sektor ini menyumbang sekitar 71,85 persen dari total seluruh sumber pendapatan keluarga, yaitu masing-masing Rp 48,32 juta/tahun di Kertawaluya dan Rp 33,84 juta/tahun di desa Citarik.

Tingkat pendapatan petani-padi di kedua desa lokasi kajian ternyata jauh melampaui tingkat upah minimum regional (UMR) Jawa Barat sebesar Rp568.193,39/bulan). Sebab dengan rata-rata 4 orang/keluarga, berarti pendapatan petani padi di Desa Kertawaluya dan Desa Citarik, masing-masing mendapat sekitar Rp 1.006,74 dan Rp 705.02/orang/bulan, atau 124 sampai 177 persen lebih tinggi dari standar UMR tersebut. Hal ini ada peningkatan pendapatan keluarga petani tahun 2008 dibanding dengan pendapatan petani pada tahun sebelumnya yang mencapai sekitar Rp 16,9 juta/tahun (Sadikin et al., 2007; Sudana et al., 2007).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan kinerja variabel indikator pendapatan keluarga petani padi yang cukup tinggi di kedua desa contoh,

Page 12: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008

85

maka tingkat kesejahteraan petani padi di perdesaan kabupaten Karawang adalah tergolong baik. Artinya di daerah perdesaan Kabupaten Karawang telah terjadi peningkatan pembangunan ekonomi perdesaan berimplikasi terhadap perbaikan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga petani.

Tabel 1. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Berdasarkan Sumber di Dua Desa Kabupaten Karawang, 2008

Kertawaluya Citarik AggregatNo

Sumber Pendapatan (Rp 000) ( % ) (Rp 000) ( % ) (Rp 000) ( % )

A. On Farm 35.752,85 73,99 23.125,74 68,34 29.890,27 71.85

1 Padi/Palawija 35.439,52 73,34 17.668,44 52,21 27.188,66 65.36

2 Hortikultura 130,00 0,27 1.869,23 5,52 937,50 2.253 Perkebunan/Lain 0,00 0,00 3.499,62 10,34 1.624,82 3.91

4 Ternak/ikan 183,33 0,38 88,46 0,26 139,29 0.335

B. Of Farm 1.434,67 2,97 546,15 1,61 1.022,14 2.46

1 Buruh Pertanian 1.101,33 2,28 176,92 0,52 672,14 1.622 Menyewakan asset 333,33 0,69 369,23 1,09 350,00 0.84

C. Non Farm 11.136,00 23,04 10.169,23 30,05 10.687,14 25.69

1 Perdagangan 5.360,00 11,09 4.588,46 13,56 5.001,79 12.02

2 Usaha angkutan 240,00 0,50 2.307,69 6,82 1.200,00 2.88

3 Jasa 3.989,33 8,26 2.215,38 6,55 3.165,71 7.61

4 Usaha Industri 0,00 0,00 46,15 0,14 21,43 0.0525 Buruh nonpertanian 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0.00

6 Kiriman/bantuan 510,00 1,06 0,00 0,00 273,21 0.66

7 Lainnya 1.036,67 2,15 1.011,54 2,99 1.025,00 2.46

Total Pendapatan 48.323.52 100 33.841,13 100 41.599,55 100Sumber : Data primer (2008)

Struktur Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Struktur pengeluaran rumah tangga petani padi di Desa Citarik dan Desa Kertawaluya, Kabupaten Karawang diltampilkan pada Tabel 2 dan 3. Secara agregat persentase pengeluaran untuk pangan (41,74%) lebih rendah dari pengeluaran nonpangan (54,31%). Kalau dilihat kinerja antara dua desa di lokasi kajian adalah nampak berbeda; dimana derajat proporsi pengeluaran untuk pangan Desa Kertawaluya lebih tinggi dari pengeluaran nonpangan, yaitu sebesar 45,32 dan 36,56 persen. Dengan begitu tersirat bahwa kebutuhan nonpanganyang sifatnya sekunder sudah diperhatikan dengan baik oleh rumah tangga dikedua desa kajian. Karena itu, kedua desa (Kec.Tirtamulya) ini tidak termasuk diantara 18 kecamatan bermasalah rawan pangan dan gizi yang menjadi prioritas penanganan oleh Pemerintah (Pemda Jawa Barat, 2006). Hal ini wajar bagi masyarakat yang berpenghasilan cukup tinggi, sebab tuntutan zaman mengharuskan pentingnya peningkatan sumber daya manusia, terutama melalui perbaikan kualitas pendidikan dan kesehatan seluruh individu keluarga demi untuk

Page 13: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

86

mencapai tingkat kesejahteraan rumah tangga yang lebih baik, dimana dalam hal ini diawali oleh perbaikan kualitas gizi dalam menu makanan keluarga, sepertiterlihat pada proporsi pengeluaran lauk-pauk yang relatif lebih tinggi daripada unsur pangan lain (Tabel 2).

Tabel 2. Struktur Pengeluaran Rumah Tangga Petani Berdasarkan Sumber di Karawang, 2008

Kertawaluya Citarik KarawangNo

JenisPengeluaran (Rp 000) ( % ) (Rp 000) ( % ) (Rp 000) ( % )

A. Pangan 13.706,80 45,32 8,827,96 36,56 11,441,63 41.74

1 Beras 1.827,73 6,04 1.750,85 7,25 1.792,04 6.542 Non Beras 1.399,60 4,63 318,46 1,32 897,64 3.273 Lauk-pauk 2.913,33 9,63 1.906,92 7,90 2.446,07 8.924 Sayuran dan Buah 1.011,33 3,34 1.325,69 5,49 1.157,29 4.2225 Minuman 1.477,33 4,88 1.055,38 4,37 1.281,43 4.6756 Rokok 1.320,00 4,36 810,88 3,36 1.083,63 3.9537 Minyak goreng 748,13 2,47 566,38 2,35 663,75 2.4218 Bumbu 513,33 1,70 678,00 2,81 589,79 2.1529 Lainnya 2.496,00 8,25 415,38 1,72 1.530,00 5.582

B. Nonpangan 15.216,23 50,31 14.505,65 60,08 14.886,32 54.31

1 Pakaian 1.306,67 4,32 992,31 4,11 1.160,71 4.232 Pendidikan 4.516,67 14,93 4.576,92 18,96 4.544,64 16.583 Kesehatan 508,00 1,68 785,85 3,25 637,00 2.324 Listrik, air 817,33 2,70 1.121,54 4,65 958,57 3.4975 Bahan bakar masak 984,80 3,26 586,15 2,43 799,71 2.926 Kesehatan/ Per-

lengkaan alat mandi905,33 2,99 1.019,23 4,22 958,21 3.50

7 Rehab rumah 2.566,67 8,49 384,62 1,59 1.553,57 5.678 Kegiatan sosial 796,67 2,63 1.142,31 4,73 957,14 3.499 Bantu keluarga 406,67 1,34 673,08 2,79 530,36 1.93

10 Transportasi 1.585,33 5,24 1.036,92 4,29 1.330,71 4.8511 Pajak 377,10 1,25 729,04 3,02 540,50 1.97

12 Rekreasi 445,00 1,47 565,38 2,34 500,89 1.83

13 Iuran lainnya 0,00 0,00 892,31 3,70 414,29 1.51

Total Pendapatan 30.243.03 100 24.144,50 100 27.411,57 100Sumber : Data primer (2008)

Jenis pengeluaran rumah tangga responden di kedua desa lumbung padi ini cukup beragam. Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa pengeluaran terbesar ditujukan untuk kebutuhan pangan pokok yang berkualitas gizi tinggi seperti lauk-pauk dan beras (Tabel 3). Seperti halnya dengan daerah perdesaan lain di Indonesia, dimana bagian pengeluaran untuk konsumsi beras cukup besar. Begitu

Page 14: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008

87

juga terjadi di kedua lokasi desa kajian. Karena beras masih merupakan konsumsi pokok rumah tangga petani, maka berimplikasi terhadap pengeluaran untuk komoditas tersebut mencapai 13,33 sampai 19,83 persen dari total pengeluaran pangan.

Tabel 3. Struktur Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Petani di Perdesaan Karawang, 2008

Kertawaluya Citarik KarawangJenis

Pengeluaran (Rp 000)Proporsi

(%)(Rp 000)

Proporsi(%)

(Rp 000)Proporsi

(%)

Pangan 13.706,80 100,00 8.827,96 100,00 11.267,38 100,00

Beras 1.827,73 13,33 1.750,85 19,83 1.789,29 15,88

Non Beras 1.399,60 10,21 318,46 3,61 859,03 7,62

Lauk-pauk 2.913,33 21,25 1.906,92 21,60 2.410,13 21,39

Sayuran dan Buah 1.011,33 7,38 1.325,69 15,02 1.168,51 10,37

Minuman 1.477,33 10,78 1.055,38 11,96 1.266,36 11,24

Rokok 1.320,00 9,63 810,88 9,19 1.065,44 9,46

Minyak goreng 748,13 5,46 566,38 6,42 657,26 5,83

Bumbu 513,33 3,75 678,00 7,68 595,67 5,29

Lainnya 2.496,00 18,21 415,38 4,71 1.455,69 12,92Sumber : Data primer (2008)

Di sisi lain, pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi lauk-pauk mendapat porsi yang cukup layak di kedua lokasi kajian, terlihat dari relatif tingginya pangsa pengeluaran lauk-pauk melebihi pengeluaran beras, yaitu berkisar antara 21,25 sampai 21,60 persen. Dalam hal ini mengisyaratkan bahwa dalam pengeluaran konsumsi pangan petani padi di perdesaan Karawang sudah memperhatikan nutrisi gizi keluarganya secara lebih baik, meskipun relatif kurang konsisten dengan masih besarnya pengeluaran untuk rokok, khususnya di Desa Kertawaluya. Selanjutnya pengeluaran pangan yang besar ketiga diantara seluruh pengeluaran konsumsi pangan adalah pengeluaran untuk bahan minuman seperti gula, kopi, dan teh, mencapai 10,78 sampai 11,96 persen.

Menurut pendapat Pakpahan et al. (1993). Pangsa pengeluaran pangan dapat digunakan sebagai ukuran ketahan pangan, sebab ketahanan pangan memiliki hubungan negatif dengan pangsa pengeluaran, yaitu semakin besar pangsa pengeluaran pangan rumah tangga, maka semakin rendah ketahanan rumah tangga yang bersangkutan. Apakah pendapat beliau ini konsisten dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani padi di kedua desa lokasi kajian ? Hal ini dapat disimak pada bahasan poin 4 yang bertopik ketahanan pangan rumah tangga petani.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan kinerja indikator proporsi pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga petani di kedua desa yang dikaji adalah cukup baik, maka berarti tingkat kesejahteraan petani padi di perdesaan kabupaten Karawang juga bertambah baik. Dengan demikian,

Page 15: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

88

terlaksananya peningkatan pembangunan ekonomi dibidang pertanian terbukti berimplikasi terhadap membaiknya pendapatan rumah tangga sehingga berpengaruh terhadap membaiknya proporsi pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga melalui revitalisasi peningkatan pengeluaran konsumsi nonpangan.

Perkembangan Daya Beli Rumah Tangga Petani

Daya beli rumah tangga petani dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan. Secara umum daya beli rumah tangga petani di kedua lokasi desa kajian tergolong relatif baik. Dalam studi ini tingkat daya beli petani dengan sumber pendapatan utama dari sektor pertanian merupakan rasio antara total pendapatan rumah tangga dengan total pengeluaran rumah tangga petani yang sudahdikurangi dengan biaya usahatani. Konsep daya beli ini mirip dengan konsep nilai tukar petani. Pada Tabel 4 disajikan tingkat daya beli petani padi di Desa Citarik dan Desa Kertawaluya, Kabupaten Karawang.

Data pada tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata daya beli petani padi padi di kedua lokasi kajian relatif tinggi, yaitu masing-masing 2,16 di Desa Kertawaluya dan 1,27 di Desa Citarik. Secara aggregatif kinerja daya beli rumah tangga petani padi di perdesaan karawang mencapai 1,75. Bila dibandingkan dengan tingkat daya beli petani padi di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, ternyata daya beli petani di Karawang, cukup berimbang, sebab daya beli petani di Grobogan mencapai 1,75 (BPTP Jawa Tengah, 2008).

Dengan melihat komparasi tingkat daya beli di dua provinsi tersebut, berarti bahwa total pendapatan rumah tangga petani di lokasi kajian sudah dapat mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga selama setahun, baik untuk pengeluaran pangan maupun pengeluaran nonpangan. Kisaran daya beli di Karawang terendah adalah -16,68 (Desa Citarik), dan tertinggi mencapai 8,21. Hal ini menandakan masih relatif timpangnya daya beli rumah tangga antara petani kaya (berlahan luas) dengan rumah petani kecil (berlahan sempit). Penyebabnya adalah kaidah hukum kausalita ekonomi, dalam arti sejajar dan sepadan, dimana sumber daya lahan, modal kapital dan pendapatan (bahkan pengeluaran konsumsi) petani kaya relatif lebih tinggi dari pada yang dimilki oleh orang/petani miskin.

Tabel 4. Daya Beli Rumah Tangga Petani Padi di Lokasi Kajian Kabupaten Karawang, 2008

Daya beli petaniDesa

Rataan Median Terendah Tertinggi

Kertawaluya - RA 2,16 2,70 -5,85 7,50

Citarik - NRA 1,27 1,80 -16,86 8,21

Kab.Karawang 1,75 2,22 -16,86 8,21Sumber : Data primer (2008)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kinerja indikator daya beli rumah tangga petani padi di kedua desa kajian yang cukup baik, maka

Page 16: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008

89

tingkat kesejahteraan petani padi di perdesaan kabupaten Karawang adalah cukup tinggi alias membaik. Artinya, dengan telah terjadi peningkatan pembangunan ekonomi di perdesaan berimplikasi terhadap perbaikan daya beli keluarga petani, karena produktivitas pertanian (padi sawah) meningkat yang diiringi dengan meningkatnya pendapatan rumah tangga petani.

Perkembangan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

Indikator lain yang dapat dipakai untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani adalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani (TKP) diperoleh dari rasio antara total hasil produksi usahatani sendiri selama setahun dengan kebutuhan konsumsi rumah tangga selama setahun yang disetarakan dengan beras.

TKP rumah tangga merupakan kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan dan nonpangan dari pendapatan usahatani. Jika nilai TKP < 1, berarti produksi hasil usahatani yang dihasilkan petani tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya. Nilai TKP = 1 berarti produksi usahatani yang dihasilkan petani hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya. Sedangkan apabila TKP > 1, berarti produksi usahatani yang dihasilkan petani surplus dalam memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya. Semakin tinggi nilai TKP berarti semakin besar tingkat ketahanan pangan rumah tangga (RT), dan semakin sejahtera RT petani yang bersangkutan. Karena itu,ketahanan pangan yang tinggi diindikasikan dengan tingginya stok pangan yang dimiliki keluarga tani tersebut. Data pada Tabel 5 menunjukkan tingkat ketahanan pangan RT petani di lokasi kajian, Desa Citarik dan Desa Kertawaluya, Kabupaten Karawang.

Data dari tabel tersebut dapat diartikan bahwa ketahanan pangan RT petani di lokasi kajian cukup tinggi, sebab nilai TKP-ya lebih besar dari satu, yaitu masing-masing 2,60 di Desa Citarik dan 2,59 di Desa Kertawaluya. Hal ini mengindikasikan surplusnya total pendapatan RT petani padi di kedua desa kajian, dengan kata lain sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. TKP RT petani padi di perdesaan lokasi kajian (Jabar) ini jauh lebih baik dari pada TKP RT petani padi, jagung, dan mete di NTB yang nilai TKPnya sebesar 0,79 (Saliem et al. (2005).

Saliem et al. (2005) dengan menggunakan indikator yang dikembangkan oleh Jonsonn dan Toole (1991) dalam mengukur derajat ketahanan pangan rumah tangga dilakukan dengan cara menggabungkan dua indikator silang antara pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan energi. Batasan kecukupan energi adalah 80 persen dari anjuran, dan batasan pangsa pengeluaran adalah 60 persen dari total pengeluaran rumah tangga. Hasil studi yang dilakukan dengan menganalisa dataSUSENAS 1999, Saliem et al. mendapatkan hasil bahwa proporsi rumah tangga di NTB tergolong rentan dan rawan pangan, dengan nilai TKP masing-masing adalah 55.40 dan 32.78 persen. Artinya di NTB terdapat 55.40 persen rumah tangga yang secara ekonomi kurang baik tetapi konsumsi energi cukup, dan 32.78 persen rumah tangga rentan dan rawan pangan, karena baik secara ekonomi maupun konsumsi energi masih kurang.

Page 17: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

90

Selanjutnya bagaimana derajat ketahanan pangan RT petani di kedua desa lokasi kajian jika dilihat dari pangsa pengeluaran pangan tanpa menggunakan indikator kecukupan energi. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa secara agregat pangsa pengeluaran RT petani padi di perdesaan Karawang sebesar 256 persen. Artinya tingkat atau derajat ketahanan pangan rumah tangga petani tergolong cukup tinggi. Namun demikian, derajat ketahanan pangan rumah tangga petani kecil/berlahan sempit mendekati batas rendah, sebab pangsa pengeluaran pangannya hanya 36-70 persen. Hal tersebut menunjukkan masih timpangnya kualitas pemerataan ketahanan pangan antara petani kecil dengan petani besar, anatara RT petani berlahan luas versus petani berlahan sempit.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kinerja variabel indikator ketahanan pangan rumah tangga petani padi di kedua desa contoh, maka tingkat kesejahteraan petani padi di perdesaan kabupaten Karawang cukup tinggi atau baik. Hal ini sebagai dampak dari adanya peningkatan pembangunan ekonomi di perdesaan sehingga berpengaruh terhadap perbaikan tingkat ketahan pangan rumah tangga dan kesejahteraan petani, khususnya di lokasi kajian; meskipun secara kualitas pemerataan masih perlu ditingkatkan.

Tabel 5. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang, 2008

No Desa Produksi Kebutuhan TKP

1 Kertawaluya- Rataan 6,74 2,58 2,59- Median 3,85 2,19 2,06- Minimal 0,79 1,44 0,36- Maksimal 25,91 7,91 9,76

2 Citarik- Rataan 4,86 1,86 2,60- Median 3,59 1,80 2,02- Minimal 1,26 0,73 0,70- Maksimal 17,78 3,42 7,35

Agregat 5,87 2,25 2,59Keterangan: TKP=1. subsisten, TKP>1. surplus, TKP <1.defisitSumber : Data primer (2008)

Nilai Tukar Petani

Nilai tukar petani (NTP) didefinisikan sebagai rasio atau nisbah antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase), karenanya NTP dapat dipakai sebagai suatu alat ukur untuk indikator relatif tingkat kesejahteraan petani. Semakin tinggi NTP, relatif semakin sejahtera tingkat kehidupan petani. Dengan demikian NTP merupakan ukuran kemampuan daya tukar barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi. Semakin tinggi nilai tukar petani berarti semakin tinggi tingkat daya beli petani, dan kondisi ini akan meningkatkan gairah petani dalam berproduksi.

Page 18: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008

91

Paling kurang ada lima konsep nilai tukar (Rachmat et al., 1999), yaitu: (1) Nilai Tukar Barter, (2) Nilai Tukar Faktorial, (3) Nilai Tukar Penerimaan, (4) Nilai Tukar Subsisten dan (5) Nilai Tukar Petani. Dalam hal ini harga yang diterima petani merupakan harga tertimbang dari harga-harga komoditas pertanian yang dihasilkan/dijual di tingkat petani. Dalam analisis kinerja indikator kesejahteraan petani padi disini akan menggunakan konsep Nilai Tukar Pendapatan Petani (NTPP) dan Nilai Tukar Petani (NTP). Sebab menurut Simatupang (1992) dan Rachmat M. (2000), berdasarkan analisis perilaku berbagai nilai tukar komoditas pertanian, maka yang lebih realistis dan lebih bagus untuk menakar NTP di Indonesia adalah nilai tukar pendapatan petani (NTPP), karena NTTP adalah merupakan nisbah antara total pendapatan rumah tangga dengan total pengeluaran rumah tangga petani.

Dalam kajian ini ada sedikit perbedaan penting untuk diketahui, yaitu pada konsep NTP mengunakan indeks harga-harga bulanan tahun 2008 terhadap harga-harga bulan September 2007 pada tingkat desa yang dikumpulkan dwi-mingguan. Sedangkan pada NTIPP memakai nilai total pendapatan bersih rumah tangga petani responden selama satu tahun (2007/2008) terhadap total biaya produksi dan pengeluaran konsumsi dalam unit rumah tangga petani (responden).

Dalam hal ini faktor produksi (IHBp) yang dibayar petani adalah benih padi, pupuk kimia dan tenaga kerja (upah traktor dan upah buruh pertanian). Faktor nonproduksi (IHBk) yang dibayar petani adalah barang konsumen strategik (beras, gula pasir, telur/daging ayam, minyak sayur, minyak tanah); dimana indeks harga yang dibayar petani (IHB) merupakan indeks harga tertimbang dari harga-harga IHBp dan IHBk. Sedangkan harga yang diterima petani padi (IHT) disini adalah harga produksi padi dalam bentuk GKP. Dengan demikian NTPP merupakan ukuran kemampuan daya tukar pendapatan (total on farm, of farm, non farm) yang dihasilkan keluarga petani terhadap faktor produksi (input usaha pertanian) dan pengeluaran konsumsi rumah tangga petani responden.

Sebelum mendiskusikan kinerja nilai tukar petani (NTP) di daerah kajian perdesaan kabupaten karawang. Ada baiknya disampaikan lebih dulu kinerja NTP secara provinsial Jawa Barat (Jabar) pada beberapa bulan terakhir. Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di 16 kabupaten Jabar, BPS melaporkan: NTP di Jabar pada bulan April 2008 turun 3,8 persen dibanding bulan Maret 2008, dan bila dibandingkan dengan April 2007 (year-on-year) penurunan NTP tersebut lebih besar, yaitu mencapai 4,82. Sementara NTP bulan Maret 2008 turun 4,09 persen dibanding bulan Februari 2008, yaitu dari 116,22 menjadi 111,47. Dan secara year-on-year, NTP pada bulan Maret tersebut turun sebesar 10,30 persen. Selanjutnya bagaimana kinerja NTP dan NTPP di daerah perdesaanlokasi kajian, Kabupaten Karawang. Apakah terjadi penurunan atau malah terjadi sebaliknya. Dengan kata lain apakah kinerja indikator kesejahteraan proksisitas nilai tukar petani tersebut cukup atau kurang baik di kedua desa kajian?

Hasil analisi pada Tabel 6 dan Tabel 7 dapat menjawab pertanyaan tersebut. Kinerja indikator ”kesejahteraan” petani tahun 2008 di kedua desa sentra lumbung beras tersebut relatif baik. Dilihat dari kemampuan nilai tukar pendapatan petani (NTPP) terhadap empat faktor kunci (biaya usahatani, pengeluaran

Page 19: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

92

konsumsi pangan, nonpangan, dan total konsumsi rumah tangga; E.1-4,Tabel 6) adalah relatif baik, yaitu masing-masing sebesar 2,27; 4,50; 3,25 dan 1,20. Begitu juga bila dikomparasi terhadap total pengeluaran rumah tangga (total biaya usahatani dan total pengeluaran konsumsi; E.5, Tabel 6) adalah tergolong relatif baik, yaitu mencapai 1,40 (Citarik) sampai 1,00 (Kertawaluya). Jadi dengan membandingkan NTP Jabar secara provinsial yang mengalami penurunan (BPS, 2008), adalah berbeda dengan hasil analisis NTPP di kedua desa lokasi kajian Kabupaten Karawang yang menunjukkan relatif tinggi (1,20). Tidak hanya itu, NTP secara faktorial di Jabar juga cukup baik, seperti yang dilaporkan oleh tim peneliti BBP2TP Bogor (Sudana et al., 2007). Dengan demikian hasil kajian ini menegaskan, bahwa nilai tukar petani ditingkat mikro (level perdesaan, khususnya di lokasi yang beragro-ekosisten lahan basah/sawah irigasi seperti dikedua desa yang dikaji), akan berbeda dengan hasil temuan makro secara provinsional seperti yang telah disampaikan di depan.

Tabel 6. Nilai Tukar Pendapatan Rumah Tangga Petani di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008

DesaUraianKertawaluya Citarik Agregrat

A. Pendapatan (Rp 000) 48.323,52 33.841,13 41.082,33I. Pendapatan Pertanian 35.752,85 23.125,74 29.439,30 1a. Usaha Tani-Persil Utama 35.439,52 17.668,44 26.553,98 1b. Usaha Pert. non Persil Utama 313,33 5.457,31 2.885,32 2. Berburuh Tani, sewa aset 1.434,67 546,15 990,41II.Pendapatan Nonpertanian 11136 10.169,23 10.652,62 1. Usaha Nonpertanian 9.589,33 9.157,69 9.373,51 2. Berburuh Nonpertanian 0 0 0,00 3. Lain-lain 1.546,67 1.011,54 1.279,11B. Biaya Produksi (Rp 000) 19.473,54 11.081,87 15.277,71

C. Konsumsi 28.923,03 23.333,61 26.128,32 I. Pangan 13.706,80 8.827,96 11.267,38 2. Nonpangan 15.216,23 14.505,65 14.860,94D. Total Pengeluaran (B+C) (Rp 000) 48.396,57 34.415,48 41.406,03E. Nilai Tukar Pendapatan Terhadap: 1. Biaya Produksi 2,48 3,05 2,77 2. Konsumsi Pangan 3,53 5,47 4,50 3. Kons.Nonpangan 3,18 3,33 3,25 4. Total Konsumsi 1,00 1,40 1,20 5. Total Pengeluaran Rumah Tangga 1,00 1,40 1,20

Sumber : Data primer (2008)

Pada Bab pendahuluan disebutkan bahwa kinerja NTP Jabar pada bulan Juni 2008 yang dilaporkan BPS adalah tergolong rendah, yaitu hanya mencapai 95,82 (peringkat ke-3 terendah dari 32 provinsi secara nasional). Itulah gambaran makro NTP tingkat provinsi yang notabene setiap wilayah desa sangat beragam aksesibilitas, agroekosistem, komoditias unggulan, dan berbagai keragaman variabel lainnya. Terlebih lagi bila parameter analisis yang digunakan agak berbeda. Itulah salah satu fenomena metodologi yang perlu dikaji dan perlu terus-menerus disempurnakan oleh para akhli dibidangnya.

Page 20: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008

93

Fakta lain yang berkaitan dengan fenomena tersebut, adalah kinerja NTP (bukan NTPP) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7. Berdasarkan data pada Tabel 7 nampak bahwa indeks NTP di kedua desa yang dikaji selama bulan Januari sampai Oktober 2008 adalah, masing-masing 100,06 (Desa Citarik) dan 86,94 (Desa Kertawaluya); atau rata-rata 93,50. Sedangkan indeks NTP selama bulan Juni 2008 adalah 92,50. NTP hasil kajian ini sejalan dengan NTP yang dilaporkan BPS. Dalam hal ini berarti bahwa NTP di lokasi perdesaan yang dikaji pada tahun 2008 adalah rendah. Memang sedikit menurun bila dibandingkan dengan NTP pada semester I tahun 2007, yang mencapai 102,4 (BBP2TP, 2007), Tapi lebih baik dari NTP di perdesaan Kalimantan Barat (Desa Semayang dan Desa Sungai Itik), yaitu 0,82 dan 0,90 (BPTP Kalimantan Barat, 2007). Dengan indikator rendahnya kinerja NTP tersebut, mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan petani-padi di kedua desa kajian, Kabupaten Karawang adalah tergolong relatif rendah, alias kurang baik; meskipun nilai NTP-Pendapatan rumah tangga adalah tergolong cukup baik.

Tabel 7. Nilai Tukar Petani Padi di Dua Desa Lokasi Penelitian Kabupaten Karawang 2008

Desa Kertawaluya Desa CitarikPeriode

IHT IHB-p IHB-k IHB NTP IHT IHB-p IHB-k IHB NTP

Jan-II 104 629,49 603,58 112,1 92,78 117,39 608,93 543,73 104,79 112,03

Jan-IV 108 647,56 588,64 112,38 96,10 113,04 608,93 570,08 107,18 105,47

Feb-II 92 647,56 583,22 111,89 82,22 95,65 608,93 570,5 107,22 89,21

Feb-IV 94 650,26 599,06 113,57 82,77 113,04 608,93 598,67 109,78 102,97

Mar-II 78 647,56 635,72 116,66 66,86 73,91 608,93 563,11 106,55 69,37

Mar-IV 84 607,86 624,06 111,99 75,01 82,61 608,93 581,66 108,23 76,32

Apr-II 92 639,11 572,27 110,13 83,54 91,,30 608,93 592,77 109,24 83,58

Apr-IV 112 662,91 642,21 118,65 94,40 100,00 608,93 588,09 108,82 91,89

Mei-II 120 659,58 627,69 117,02 102,54 119,57 614,48 650,97 115,04 103,93

Mei-IV 120 659,58 627,69 117,02 102,54 119,57 614,48 650,97 115,04 103,93

Jun-II 108 690,15 632,09 120,20 89,85 115,22 614,48 650,42 114,99 100,20

Jun-IV 96 690,15 656,4 122,41 78,42 117,39 614,48 657,57 115,64 101,51

Jul-II 106 690,15 662,95 123,01 86,17 117,39 614,48 627,64 112,92 103,96

Jul-IV 106 696,40 662,95 123,58 85,78 117,39 603,37 627,64 111,91 104,90

Agu-II 116 696,40 668,41 124,07 93,49 126,09 603,37 639,72 113,01 111,57

Agu-IV 100 690,15 610,57 118,25 84,57 126,09 603,37 639,72 113,01 111,57

Sep-II 104 690,15 658,78 122,63 84,81 126,09 614,48 660,04 115,87 108,82

Sep-IV 100 690,15 610,57 118,25 84,57 126,09 614,48 660,04 115,87 108,82

Okt-II 104 690,15 658,78 122,63 84,81 126,09 614,48 660,04 115,87 108,82

Okt-IV 108 690,84 667,26 123,46 87,48 119,57 614,48 670,75 116,84 102,33Rata-rata 102,60 668,31 629,65 118,00 86,94 112,27 610,59 620,21 111,89 100,06

Keterangan: Rata-rata NTP bulan Juni = 92,50. Rata-rata NTP bulan Januari sampai Oktobr = 93,50.Sumber : Data primer (2008)

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kinerja variabel indikator nilai tukar petani di kedua desa contoh, maka tingkat

Page 21: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

94

kesejahteraan petani padi di perdesaan kabupaten Karawang adalah tergolong kurang baik, meskipun nilai tukar pendapatan petani termasuk relatif baik. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan produksi dan pendapatan petani di desa yang dikaji telah cukup berhasil sehingga kuantitas kesejahteraan ekonomi petani dapat meningkat. Namun dalam peningkatan kesejahteraan tersebut, secara kualitas masih perlu ditingkatkan lagi melalui perbaikan nilai/daya tukar petani. Daya tukar petani dapat meningkat lebih tinggi dari yang dicapai sekarang, mana kala peningkatan harga produksi hasil-hasil pertanian (yang diterima petani) lebih cepat, atau minimal sesuai dengan percepatan tingkat kenaikan harga-harga barang lain (yang dibayar petani).

KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN

Kinerja kesejahteraan petani dalam penelitian ini digambarkan oleh lima indikator yaitu: tingkat pendapatan, proporsi pengeluaran pangan keluarga, indeks daya beli petani, ketahanan pangan, dan nilai tukar petani. Dari kelima indikator tersebut secara keseluruhan kinerja kesejahteraan petani padi di dua desa yang dikaji (Desa Kertawaluya dan Desa Citarik, Kabupaten Karawang, Jawa Barat) menunjukkan tergolong relatif baik/cukup tinggi .

Sampai saat ini sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam perolehan pendapatan rumah tangga petani di kedua lokasi perdesaan, Kabupaten Karawang, yaitu mencapai 65,36 persen dari seluruh sektor pendapatan keluarga petani. Produksi padi pada MH 2007/2008 mencapai 62,28-73,62 kw GKP/hektar dan pada MK 63,62-68,03 kw/hektar. Adapun besaran total pendapatan petani pada mencapai sekitar Rp.23,126 juta sampai Rp.35,75 juta per tahun; lebih tinggi 177,18 persen sampai 124,06 persen dari tingkat upah minimum regional Jawa Barat (UMR 2008, Rp.568.193,4/bulan).

Berdasarkan kinerja indikator pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga petani di kedua desa lokasi kajian cukup baik, dimana proporsi pengeluaran pangan mencapai 36,56-45,32 persen dari nilai total pengeluaran rumah tangga. Karena itu tingkat kesejahteraan petani padi di perdesaankabupaten Karawang tergolong relatif baik.

Berdasarkan kinerja indikator indeks daya beli rumah tangga petani di kedua desa yang mencapai sekitar 1,27 sampai 2,16, maka tingkat kesejahteraan petani padi di perdesaan kabupaten Karawang termasuk cukup tinggi alias baik.

Kinerja indikator indeks ketahanan pangan rumah tangga petani (TKP) di kedua desa kajian adalah termasuk cukupkuat/tinggi, mencapai sekitar 2,59 sampai 2,60. Oleh sebab itu tingkat kesejahteraan petani padi di lokasi kajian Kabupaten Karawang termasuk cukup bagus/tinggi.

Berdasarkan kinerja perkembangan indikator indeks nilai tukar pendapatan petani (NTPP) di kedua desa kajian yang mencapai 1,00 sampai 1,20, dan indeks nilai tukar petani (NTP) yang mencapai 86,94 sampai 100,60, maka tingkat

Page 22: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008

95

kesejahteraan petani padi di ke dua desa lokasi kajian termasuk relatif kurang baik/rendah.

Berdasarkan kinerja kelima indikator kesejahteraan petani pada tahun 2008 di kedua desa lokasi kajian yang secara umum mengindikasikan derajat cukup baik/tinggi, itu baru kuantitas kesejahteraan ekonomi, dan belum mencapai ke kualitas kesejahteraan petani yang hakiki (tidak termasuk variabel yang dikaji). Karena itu maka untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kesejahteraan petani ke masa depan, nampaknya masih diperlukan akselerasi program revitalisasi pertanian, terutama kearah perbaikan struktur pemilikan lahan usaha (reforma agraria) dan pentingnya revitalisasi peraturan atau pemikiran undang-undang perlindungan petani, agar tercipta “kesama-rataan” distribusi sharing keuntungan bagi pelaku agribisnis pertanian berdasarkan profesi dan proporsional korbanan waktu. Sedangkan disisi lain, untuk meningkatkan nilai/daya tukar petani dari yang dicapai sekarang, diperlukan terobosan kebijakan Pemerintah agar peningkatan harga produksi hasil-hasil pertanian (yang diterima petani) lebih cepat, minimal sejalan dengan tingkat percepatan kenaikan harga-harga barang lain (yang dibayar atau diperlukan petani).

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., Idris dan Amiruddin S. 2005. Pembangunan Pertanian: Dinamika Nilai Tukar Usahatani Padi Sawah di Sulawesi Tenggara. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian. SOCA Vo.5. No.3. November 2005. Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Bali. P.261-266.

Arifin, B. 2000. Pembangunan Pertanian: Paradigma. Kinerja dan Opsi Kebijakan. Pustaka Indef. Jakarta

Arifin, B. 2003. Dekomposisi Pertumbuhan Pertanian Indonesia. Makalah pada Seminar Khusus Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. 14 November 2003. Bogor.

Arifin, B. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Kompas. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Mei 2004.

Badan Litbang Pertanian. 2004. Rancangan Dasar: Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

BALITBANGDA Jawa Barat. 2002. Pengkajian Sumber-Sumber Potensi Ekonomi di Jawa Barat. Kerja sama antara Badan Penelitian dan Pengembangan DaerahPropinsi Jawa Barat Dengan Laboratorium Penelitian Pengabdian Pada Masyarakat dan Pengkajian Ekonomi (LP3E). Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung. November 2002. (http://www.balitbangda-Jabar.go.id/ bidang/ekeu/showkegiatan.php?faq=1&fldAuto=7&page=1:16 Oktober 2007).

Bapeda dan BPS Provinsi Jawa Barat. 2007. Penyusunan Data Basis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat Tahun 2006. Kerja sama antara Bapeda dengan BPS Provinsi Jawa Barat .

Bapeda Jawa Barat. 2007. Perkembangan Perekonomian Kabupaten Karawang. Makalah (Hand Out) disampaikan dalam Semiloka Kebijakan Pengembangan Lahan

Page 23: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

96

Pertanian Pangan Abadi di Aula Magister Manajemen Universitas Padjajaran Bandung. 4 Juli 2007.

BBP2TP. 2007. Pengkajian Indikator Pembangunan Ekonomi Perdesaan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Nusa Tenggara Barat.

BPS. 2008a. Nilai Tukar Petani Provinsi dan Persentase Perubahannya Juni 2008 (2007=100). http://www.bps.go.id/sector/ntp/tables. Akses 8 November 2008.

BPS. 2008b. Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Barat No. 18/06/32/Th. X, 2 Juni 2008. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

BPS. 2008c. Perkembangan Nilai Tukar Petani, Harga Produsen Gabah dan Upah BuruhFebruari 2008. http://www.bps.go.id/sector/ntp/tables /ID=689).

BPS. 2007. Statistik Nilai Tukar Petani di Indonesia 2003-2006. Badan Pusat Statistik Jakarta.

BPS. 2007. Perkembangan Nilai Tukar Petani, Harga Produsen Gabah Dan Upah Buruh(HTTP://Www.bps.go.id/cgi-bin/release/jump.cgi?ID=711)

BPS. 2007. Indikator Sosial Ekonomi Masyarakat Jawa Barat (berbagai tahun). Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

BPS. 2003a. Kesejahteraan Petani Secara Relatif Turun 0,41 Persen Pada September 2003. http://www.bps.go.id/sector/ntp/tables/...iD=194)

BPTP Jawa Barat. 2007. Pengkajian Dinamika Pembangunan Ekonomi Perdesaan di Wilayah Perdesaan Jawa Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Barat.

BPTP Jawa Tengah. 2007. Pengkajian Dinamika Pembangunan Ekonomi Perdesaan di Wilayah Perdesaan Jawa Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah.

BPTP Kalimantan Barat. 2007. Pengkajian Dinamika Pembangunan Ekonomi Perdesaan di Wilayah Perdesaan Kalimantan Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Kalimantan Barat.

BPTP Nusa Tenggara Barat. 2007. Pengkajian Dinamika Pembangunan Ekonomi Perdesaan di Wilayah Perdesaan Nusatenggara Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Nusa Tenggara Barat.

Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. 2008. Data Teknis Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. http://202.145.6.105/diperta/home.asp?t =ka&toc=1 (:18-01-2007).

FAO. 2008. Human Development Index (1980-2003) and Poverty. Tables G.4. http://www.fao.org/docrep/011/ai474e/ai474e09.htm. Akses 8 November 2008.

Hermanto dan Andriati. 1985. Pola Konsumsi di Daerah Perdesaan Jawa Timur. Dalam: Kasryno. F. dkk (Eds). Struktur Pendapatan dan Konsumsi Rumah Tangga di Jawa Timur. Prosiding Hasil Seminar ke II. Puslit Agro Ekonomi. Badan Litbang Pertanian. Hal 40 – 67.

Irawan, B. 2004. Kelembagaan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMA TANI). Dalam Edi Basuno, dkk.(penyunting). Aspek Kelembagaan dan Aplikasi Dalam Pembangunan Pertanian. Monograph Series No. 25. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Page 24: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008

97

Irawan, Bambang et al. 2007. Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Perdesaan. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Kasryno F. 2000. Sumber daya Manusia dan Pengelolaan Lahan Pertanian di Perdesaan Indonesia. FAE. Vol. 18 No.1 dan 2. Pp. 25-51.

Loekman, S. dan Faraz U. 1995. Liberalisasi Ekonomi. Pemerataan dan Kemiskinan. Penerbit kerja sama P3PK. Universitas Gajah Mada dan PT Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta.

Muchtar, D. 2007. Pembelajaran dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten Karawang. Makalah (Hand Out) disampaikan dalam Semiloka Kebijakan Pengembangan Lahan Pertanian Pangan Abadi, di Aula Magister Manajemen Universitas Padjajaran Bandung. 4 Juli 2007.

Mulyana, B.S. 1987. Beberapa Pengertian dan Masalah Mengenai Pembangunan Ekonomi. Dalam H. Esmara (penyunting). Teori Ekonomi dan Kebijaksanaan Pembangunan. Kumpulan Esei untuk Menghormati Sumitro Djojohadikusumo. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.

Nurmanaf, A.R. 2005. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Perdesaan dalam Hubungannya dengan Distribusi Antar Rumah Tangga. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian. SOCA Vo.5. No.3. November 2005. Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Bali. P.253-260.

Nurmanaf, A.R. et al. 2005. Laporan Penelitian Panel Petani Nasional (PATANAS): Dinamika Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Masyarakat Perdesaan: Analisis Profitabilitas Usahatani dan Dinamika Harga dan Upah Pertanian. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Pakpahan, A., H.P. Saliem dan S.H. Suhartini. 1993. Penelitian tentang Ketahanan Pangan Masyarakat Berpendapatan Rendah. Monograph Series No. 14. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Pearson, Scott, Syaiful B. and Coal Goatsch. 2003. Is Paddy Farming in Indonesia Still Profit? http://www.macrofoodpolicy.com. Februari 2003. diakses 9 Juni 2005.

Pemda Jabar. 2006. Laporan Gubernur Jawa Barat Selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat tentang Rumusan Hasil Rapat Koordinasi DKP Provinsi Jawa Barat. Bandung, 26 Desember 2006).

Pikiran Rakyat. 2008. IPM Jabar 2010 Segera Direvisi. Koran Pikiran Rakyat, Bandung. Tanggal 10 Juli 2008, p.1.

Rachmat, M. 2000. Analisis Nilai Tukar Petani Indonesia. Disertasi. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rachmat, M., J. Situmorang, Supriati dan D. Hidayat. 1999. Perumusan Kebijakan Nilai Tukar Petani dan Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Rusastra I.W. dan T. Sudaryanto. 1998. Dinamika Ekonomi Perdesaan dalam Perspektif Pembangunan Nasional. Prosiding Dinamika Ekonomi Perdesaan dan Peningkatan Daya Saing Sektor Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Sadikin I. et al. 2007. Pengkajian Indikator Pembangunan Ekonomi Perdesaan Jawa Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Page 25: KINERJA BEBERAPA INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MP_Pros_A2_2009.pdf · pengaruh sistem perekonomian di tingkat pusat. Karenanya, perubahan-perubahan

Ikin Sadikin dan Kasdi Subagyono

98

Saliem, H.P., M. Ariani dan TB Purwantini. 2005. Distribusi Provinsi di Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan Rumah tangga. Dalam E. Jamal dkk. (penyunting). Penguatan Ketahanan Pangan Rumatangga dan Wilayah Sebagai Basis Ketahanan Pangan Nasional. Monograph Series No. 26. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Simatupang, P. 2005. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial. Paper Disampaikan pada Seminar Nasional BPTP NTT. 13 -15 Juni. 2005. Ende.

Simatupang, P. 2004. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial. Analisis Kebijakan. Vo.2 No.3. September 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. P.209-225.

Simatupang, P. 1992. Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Tukar Barter Sektor Pertanian. Jurnal Argro Ekonomi. Vol.11, No.1, Mei. 1992. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Bogor. P.37-50.

Sudana W. et al. 2007. Laporan Akhir Kajian Pembangunan Wilayah Perdesaan. BBP2TP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Sudaryanto T., dan B. Hutabarat. 1993. Perkembangan Harga Komoditas Pertanian di Pasar Dunia dan Implikasinya bagi Indonesia. Dalam T. Sudaryanto et al.(Eds). Prosiding: Perspektif Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Penyunting. E. Pasandaran dan A. Djauhari. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Sudaryanto T., I.W. Rusastra dan P. Simatupang. 1999. The Impact of Economy Crisis and Policy Adjusment on Food Crop Development Toward Economic Globalization. Paper Presented on ”Round Table Discussion on Food and Nutrition Task Force I: Food and Agriculture” Pra-WNPG VII. 8 November 1999. Center For Agro-Socio Economic Research Bogor.

Supriyati, M. Rachmat, K. Suci, T. Nurasa, R.E. Manurung dan R. Sajuti. 2000. Studi Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Syafaat, N. 2006. Indikator Makro Kinerja Sektor Pertanian Tahun 2005–2006: Fakta Statistik. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol.4. No.4. September 2006. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.