Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

83
Vol 23 No. 1 (Feb 2015) | Majalah Ilmiah Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang | ISSN : 2085-871x

description

 

Transcript of Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Page 1: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Vol 23 No. 1 (Feb 2015) | Majalah Ilmiah Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang | ISSN : 2085-871x

Page 2: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

1 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Page 3: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

2 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Dewan Redaksi

Pembina :

M. Iqbal Djawad, PhD

Atase Pendidikan Kedutaan Besar Republik Indonesia, Tokyo, Jepang

Penanggung Jawab :

Adiyudha Sadono

Ketua Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang

Pemimpin Redaksi :

Jihan Tika Aryani (Ritsumeikan APU)

Departemen / Staf Redaksi :

Muhammad Rifqi (Tohoku University), Kinanti Hantiyana A. (Tohoku University), Fadhila Sanaz

Arumdani (Hokkaido University), Anindya Pradipta (Ritsumeikan APU), Fransisca Callista (Chiba

University), Maria Anna Dwi Handayani (Chiba University), Wentika Putri Kusuma A. (Tokyo

Institute of Technology)

Desain Grafis dan Foto:

Devina Fransisca (Ritsumeikan APU) & Rio Rahman Hadi (Ritsumeikan APU)

Situs : io.ppijepang.org

E-mail : [email protected]

Page 4: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

3 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Kata Pengantar

Inovasi Online kali ini kembali menghadirkan

karya-karya inovasi para pelajar Indonesia yang

dirangkai dalam acara Tokyo Tech Indonesian

Commitment Award 2014. Hasil-hasil riset dan studi

terunggul dari seluruh Indonesia dikompetisikan

dalam bentuk artikel ilmiah dan 30 karya terbaik

diantaranya tersaji dalam edisi khusus Inovasi Online

kali ini. TICA merupakan lomba penulisan artikel

ilmiah yang diinisiasi oleh para pelajar di Tokyo

Institute of Technology (PPI-Tokodai) yang

berkomitmen untuk menginspirasi, mempromosikan,

dan mendukung karya anak bangsa di bidang sains

dan teknologi. Acara TICA ini dimulai sejak 2010 dan

mulai dipublikasikan di Inovasi Online PPIJ sejak

2013 lalu.

Sama seperti tahun sebelumnya topik-topik

studi dan penelitian dikelompokkan ke dalam tiga

bagian:

1. Ilmu & rekayasa sosial, yang meliputi ilmu

ekonomi, manajemen industri, arsitektur dan

perencanaan wilayah, teknik lingkungan, dsb.

2. Teknik elektro & ilmu komputer, yang meliputi

teknik elektro, elektronika, teknik tenaga listrik,

ilmu & sistem informasi, robotika & mekatronika,

teknik kendali, ilmu komputer, dsb.

3. Ilmu & teknologi terapan, yang meliputi teknik

fisika, kimia, biologi, matematika , astronomi,

biologi & bioteknologi, teknik material &

metalurgi, teknik nuklir, teknik sipil, teknik

biomedika, dsb.

Dalam TICA kali ini diperoleh 175 karya dari

35 universitas di seluruh Indonesia. Dimana 30

terbaik diantaranya dimasukkan ke dalam proceeding

dan tiga orang pemenang TICA mendapatkan hadiah

berupa kesempatan mengunjungi Tokyo Institute of

technology (Tokyo Tech). Dalam kunjungan ini, selain

berwisata dan mengenal budaya Jepang secara

langsung, para pemenang juga berkesempatan untuk

bertemu professor dan mengunjungi fasilitas riset di

Tokyo Tech. Semoga kesempatan ini bisa menjadi

satu jalan untuk para memenang melanjutkan

studinya di Jepang.

TICA merupakan kontribusi nyata para

pelajar di Jepang, khususnya di Tokyo Tech dalam

menjalankan peran sebagai penghubung antara

Indonesia dengan Jepang. Komitmen para pelajar di

Jepang ini membuahkan wadah bagi para pelajar di

Indonesia untuk meningkatkan kualitas riset dan

menghasilkan karya terbaiknya yang kemudian

difasilitasi untuk berkunjung ke Jepang dan

membuka peluang-peluang emas lainnya di masa

yang akan datang.

Karya-karya terbaik pelajar Indonesia itu, kini

disajikan kembali di hadapan Anda sekalian, dalam

edisi khusus Inovasi Online: Tokyo Tech Indonesian

Commitment Award 2014. Selamat membaca dan

rasakan semangat inovasi dari para pelajar Indonesia!

Salam inovasi,

PPIJ, Sinergi untuk Indonesia!

Adiyudha Sadono,

Ketua Umum PPI Jepang 2014-2015

Page 5: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

4 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Tentang TICA

M. Iqbal Djawad, Ph.D Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo

Perkenankan

saya sebagai

Atase Pendidikan

dan Kebudayaan

KBRI Tokyo

mengucapkan

selamat dan

apresiasi yang

tinggi kepada

seluruh peserta

TICA ( Tokyo

Tech Indonesian

Commitment

Award) yang terselenggara atas usaha keras dari para

mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Pelajar

Indonesia (PPI) Jepang Komisariat Tokodai, Tokyo.

Sesuai dengan UU No. 17 tahun 2007 tentang Rencana

Pem-bangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-

2025, bahwa pemban-gunan ekonomi diarahkan kepada

peningkatan daya saing dan ekonomi berbasis

pengetahuan (knowledge based economy). Dalam hal ini,

maka penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Ilmu

Pengetahuan serta Teknologi (Iptek) merupakan salah

satu pilar penting untuk mewujud-kan hal tersebut

sehingga kita bersama - sama harus mendorong proses

peningkatan kualitas SDM dan Iptek ini. Indonesia

adalah negara yang dikaruniai hampir semua prasyarat

untuk mampu menjadi kekuatan besar dalam

perekonomian dunia. Kekayaan sumberdaya alam yang

beragam dan melimpah, jumlah penduduk yang besar

dan keragaman budaya, serta posisi geostrategis yang

mempunyai akses ke jaringan mobilitas global.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia memerlukan

suatu transformasi ekonomi yang bisa dipercepat melalui

penguasaan sains dan teknologi. Untuk itu

pengintegrasian beberapa elemen yang tercantum dalam

Masterplan Per-cepatan dan Perluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang didasari oleh semangat

not business as usu-al, dan melibatkan seluruh

stakeholder.

Salah satu point penting dalam elemen ini adalah

menetapkan strategi memperkuat kemampuan SDM dan

Iptek nasional untuk mendukung pengembangan

program utama di setiap Koridor Ekonomi. Point ini

dapat menjadi cara untuk meningkatkan kualitas produk

nasional sehingga produk dalam negri dapat bersaing

dengan produk – produk dari luar dan mendorong

masyarakat kita untuk lebih mencintai produk nasional.

Untuk itulah TICA secara tidak langsung ikut

memberikan kontribusi yang sangat kuat terhadap

transformasi ekonomi yang akan membawa Indonesia ke

negara yang disegani dan berada di papan atas negara-

negara maju dunia pada tahun 2030. Dengan tema Future

Energy toward Sustainable Development, TICA Award

ini juga telah memberikan pelajaran dan membagikan

ilmu pengetahuan bagaimana sebaiknya teknologi

memberikan kontribusi ke pembangunan berkelanjutan

di masa depan, dan yang lebih penting lagi TICA Award

telah memberikan kesempatan kepada para peneliti muda

dari seluruh Indonesia untuk memperlihatkan daya

inovasi, kreatifitas dan kapabilitas mereka sebagai anak-

anak muda yang akan berperan dalam peningkatan

kesejahteraan manusia umumnya dan masyarakat

Indonesia pada khususnya.

Maju terus TICA Award !

Page 6: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

5 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Yuriko Sato, Ph.D. Associate Professor International Student Center and Dept. of Environmental Science & Technology Tokyo Institute of Technology

In March

2010 when Mr. Farid

Triawan was the

president of PPI all

Japan, PPI Tokodai

held a one day

seminar in Tokyo

Tech on “Indonesia

Japan Cooper-ation

to Create Innovative

Human Resources for

Sustainable Development” and started Tokyo Tech

Indonesian Commitment Award (TICA). I was very

much impressed by PPI Tokodai members’ real

commitment to realize the topic of the seminar, which

was Creation of Innovative Human Resources for

Sustainable Development of Indonesia. But at that

time I just thought that it was a special activity just for

the year. However, as you know, TICA continued. And

this is the 4th TICA Award Ceremony.

It is not easy for the students living in Tokyo to raise

funds necessary to invite the young Indonesian

students to Japan because the commodity price in

Tokyo is very expen-sive. I heard that PPI Tokodai

OBs and OGs donated considerable amount of money

for TICA. I am very im-pressed. It shows the PPI

Tokodai members’ unity and real commitment for the

Development of Indonesia.

Tokyo Tech’s Education Goal is to foster the scientists

and engineers, who not only master high skills and

knowledge but also embrace noble spirit and take

actions to contribute to the society. By knowing the

continuation of TICA, I come to realize that PPI

Tokodai members are embodying our educational

goal. We are really proud of you.

Indonesia is an emerging country.

When I meet the people working in Japanese

companies, many of them say that they are now

looking for Indonesian students who can work for

their companies. It reflects the rapid development of

Indonesia and charms of the Indone-sian market for

Japan. Indonesia is a leading country in ASEAN,

which will establish ASEAN Economic Community in

2015.

In this new development stage, the Creation of

Innovative Human Resources will be further more

important for Sus-tainable Development of Indonesia.

I hope that the young undergraduate students who

receive TICA top prize today will further make efforts

to develop your abilities and contribute to your

country as innovative human resources, following the

good example of PPI Toko-dai members.

And I also wish the further success of the present and

former PPI Tokodai members in your given

environment. I think you are the treasures for

Indonesia, for Japan and for the world.

Page 7: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

6 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

PANITIA TICA 2014

Board of Advisor

1. M. Iqbal Djawad, Dr. Eng., -Education and Culture Attaché, Indonesian Embassy in Japan

2. Muhammad Aziz, Dr. Eng., (coord.), -Assistant Professor in Tokyo Institute of Technology

3. Yuriko Sato, Dr. Eng, - Associate Professor in Tokyo Institute of Technology

4. Arif Sarwo Wibowo, Dr. Eng., - Assistant Professor in Bandung Institute of Technology, JSPS

Fellow at Tokyo Institute of Technology

5. Topan Setiadipura, Dr. Eng., - Researcher in BATAN, Tokyo Tech Alumni

6. Andante Hadi, D. Eng., Tokyo Tech Alumni

Steering Committee

1. Nurul Fajri, - Chairman of PPI-Tokodai

2. Ashlih Dameitry, - PPI-Tokodai

3. Irwan Liapto Simanullang, -Former TICA Chairman

Organizing Comittee

Chairman Pribadi Mumpuni Adhi

Secretary Yuni Susanti

Treasurer Anissa Nurdiawati

Design Nur Safira Assyifa

Public Relation Ilman Nuran Zaini

Logistic & Accommodations Harish Reza Septiano

Consumption Syifa Asatyas

Paper Competition Sidik Soleman

Page 8: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

7 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Awarding Ceremony Eko Yuniarsyah

Reviewers

1. Aa Haeruman Azam, S.Si

2. Nisrina Setyo Darmanto, S.T.

3. Anissa Nurdiawati, S.T.

4. Samratul Fuady, M.T.

5. Totok Mujiono, M.T.

6. Adiyudha Sadono, M.Eng

7. Annisa Anindita Zein, S.Mn.

8. Andante Hadi, D. Eng

9. Natalia Maria Theresia, S.Si.

10. Pribadi Mumpuni Adhi, M.Eng

11. Sidik Soleman, S.T.

12. Sjaikhurrizal El Muttaqien, S.Si

13. Okky Dwichandra Putra, M.Si

14. Radon Dhelika, M.Eng

15. Nurul Fajri, B.Eng

16. Ferryanto, M.T.

17. Bentang Arief Budiman, M.Eng

18. Dwi Joko Suroso, M.Eng

19. Tirto Soenaryo, M.Eng

20. Ari Hamdani, M.Eng

21. Muslimin, M.T.

22. Srikandi Novianti, M.Eng

23. Yuni Susanti, S.Kom

24. Ashlih Dameitry, M.Eng

25. Arif Sarwo Wibowo, D.Eng

26. Saifuddin, M.Sc

27. Ayu Dahliyanti, S.T.

28. Fadli Ondi, B.Eng

29. Syifa Asatyas, S.Si.

30. Eko Yuniarsyah, M.T.

31. Fakhruddin, M.Eng

32. Firman Azhari, M.T.

33. Maulana Abdul Aziz, M.Sc

34. Bayu Prabowo, D.Eng

35. Sri Hastuty, D.Eng

Page 9: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

8 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Pemenang TICA 2014

Juara 1

Arif Sony Wibowo

Universitas Diponegoro

Terobosan Baru Pengawetan Sayur dan Buah Berbasis Fotokatalitik Nano Co-Doped ZnO

untuk Mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional

Juara 2

Cynthia Widjaja

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Potensi Sekam Padi sebagai Bahan Bakar Terbaharukan dan Ramah Lingkungan Pengganti

Diesel Industri

Juara 3

Nathaniel Chandra Harjanto

Institut Teknologi Bandung

Perancangan Sistem Antarmuka Otak-Komputer Berbasis Steady State Visual Evoked Potential

untuk Kendali Navigasi Kursi Roda Elektrik

Page 10: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

9 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

SINTESIS NANOKRISTAL SILIKON DARI LUMPUR

SIDOARJO SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK SEL

SURYA SUPER EFISIEN

SYNTHESIS OF SILICON NANOCRYSTALS FROM

SIDOARJO MUD AS RAW MATERIALS FOR

SUPEREFFICIENT SOLAR CELLS

Lisna Putri Setiawan1,a, Muhibullah Abdisy Syakur Al Mubarok2,b, Maisari Utami3,c dan Wega Trisunaryanti4,d

1,2,3Jurusan Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. aEmail: [email protected],

bEmail: [email protected] dan cEmail: [email protected]

4Jurusan Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. dEmail: [email protected]

Abstrak- Nanokristal Silikon telah disintesis melalui

reduksi metalotermal dari silika dengan kemurnian

tinggi yang diperoleh dari lumpur Sidoarjo. Sebuah

metode sederhana menggunakan ekstraksi alkali yang

diikuti oleh pengendapan asam telah dilakukan untuk

menghasilkan xerogels silika yang murni dari lumpur

Sidoarjo. Konsentrasi yang berbeda dari natrium

hidroksida telah dipelajari dan dioptimasi selama

ekstraksi silika. Silikon nanokristal disintesis pada

650 °C selama 3 jam menggunakan magnesium

sebagai agen pereduksi. Produk ini kemudian

dilakukan satu tahap pencucian asam. Konsentrasi

maksimum silika yang dihasilkan dari ekstraksi

lumpur Sidoarjo adalah 5342,9 ppm dari larutan

natrium hidroksida 6 M. Produk akhir menunjukkan

nanokristal silikon merupakan fase utama sedangkan

Mg2Si menjadi fase minor. Material ini telah

digunakan sebagai sel surya super efisien oleh

beberapa peneliti. Efisiensi sel surya ini dapat

mencapai lebih dari 60 %, sedangkan efisiensi sel

surya terbaik saat ini baru mencapai sekitar 30 %. Hal

ini karena nanokristal silikon dapat menghasilkan

tiga elektron per foton sinar matahari. Efek ini

menghasilkan generasi baru sel surya yang memiliki

efisiensi dua kali lebih besar dari jenis sel surya yang

ada. Selain itu , sel-sel surya ini juga lebih mudah

dibuat dan lebih ramah lingkungan.

Kata Kunci—Ekstraksi silika; Nanokristal silikon; Sel

surya super efisien; Lumpur Sidarjo.

Abstract- Silicon nanocrystals was synthesized by

metallothermal reduction of high purity silica

obtained from Sidoarjo mud. A simple method based

on alkaline extraction followed by acid precipitation is

developed to produce pure silica xerogels from

Sidoarjo mud. Different concentration of sodium

hydroxide was studied and optimized during silica

extraction. Silicon nanocrystals was synthesized at

650 °C for 3 hours using magnesium as a reducing

agent. The product was then subjected to one stage of

acid leaching. The maximum concentration of silica

produced from the extraction of Sidoarjo mud was

5342,9 ppm from sodium hydroxide 6 M solution. The

final product showed silicon nanocrystals was the

major phase whereas Mg2Si was the minor phase. This

material has been used as superefficient solar cells by

several researcher. The efficiency of these solar cells

can achieve more than 60%, whereas the efficiency of

the best solar cells has only reached approximately

30%. This is because the silicon nanocrystals can

produces three electrons per photon of sunlight. This

effect leads to a new generation of solar cells that has

more than twice the efficiency of existing solar cell

types. Moreover, these solar cells are also made easier

and more environmentally friendly.

Keywords—Silica extraction; Silicon nanocrystals;

Superefficient solar cell; Sidoarjo mud.

Page 11: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

10 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

I. PENDAHULUAN

Kebutuhan energi yang dapat diperbaharui dan murah

saat ini sangat diperlukan di seluruh dunia. Mayoritas

konsumsi energi dunia saat ini berasal dari minyak bumi

dan batu bara. Sumber energi tidak terbaharui tersebut

jumlahnya sangat terbatas. Pemakaian energi fosil ini

diperkirakan dalam waktu 40 tahun sudah akan habis.

Oleh karena itu, selain peningkatan efisiensi dalam

pemakaian sumber energi, diperlukan juga pembangkit

energi di masa depan yang bisa mengganti keberadaan

minyak bumi dan batu bara. Saat ini berbagai alternatif

energi baru terbarukan (EBT) seperti pembangkit listrik

tenaga matahari (sel surya), nuklir dan fuel cell menjadi

topik penelitian mulai banyak dikaji para ahli.

Energi yang dipancarkan sinar matahari sebenarnya

hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69%.

Padahal suplai energi dari sinar matahari yang diterima

oleh permukaan bumi sangat luar biasa besarnya yaitu

mencapai 3x1024 joule pertahun, energi ini setara dengan

2x1017 Watt. Jumlah energi sebesar itu setara dengan

10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini.

Dengan kata lain, dengan menutup 0,1% saja permukaan

bumi dengan divais panel surya yang memiliki efisiensi

10% sudah mampu untuk menutupi kebutuhan energi di

seluruh dunia saat ini.

Sel surya adalah alat yang digunakan untuk mengubah

energi matahari menjadi energi listrik. Sel surya

umumnya hanya menghasilkan satu elektron per foton

sinar matahari yang masuk. Beberapa material

diperkirakan menghasilkan lebih dari satu elektron per

foton yang disebut dengan efek multijunction. Para

peneliti di National Renewable Energy Laboratory

(NREL) untuk pertama kalinya menunjukkan

nanokristal silikon dapat menghasilkan tiga elektron per

foton sinar matahari yang berenergi tinggi. Efek ini

menghasilkan generasi baru sel surya yang aman dan

dua kali lebih

efisien dibandingkan sel surya yang ada saat ini (Jihun

et al. [1]).

Di sisi lain, permasalahan lumpur panas Sidoarjo telah

menimbulkan dampak kerugian yang luar biasa,

diantaranya mengakibatkan bencana luapan lumpur

yang semakin banyak dan meluap ke rumah penduduk

sampai menenggelamkan semua bangunan yang ada di

sekitarnya. Semburan lumpur ini terjadi di lokasi

pengeboran PT. Lapindo Brantas mulai tanggal 29 Mei

2006 dan diperkirakan akan berakhir 31 tahun yang

akan datang. Menurut Kepala Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi Kelautan Bandung, saat ini tidak

ada lagi cara untuk menghentikan semburan lumpur.

Padahal luas area luapan tersebut telah mencapai lebih

dari 6,7 km2 dan setiap tahun terus mengalami

peningkatan (Åkesson [2]).

Peningkatan volume lumpur Sidoarjo ini memberikan

dampak negatif baik untuk makhluk hidup maupun

lingkungan sekitar luapan. Oleh karena itu diperlukan

suatu teknologi tepat guna untuk mengolah lumpur

Sidoarjo menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat. Namun

pemanfaatannya hingga saat ini masih terbatas pada

pembuatan bahan bangunan yang bernilai ekonomi

rendah.

Fadli et al. [3] menyatakan bahwa kandungan silika

pada lumpur Sidoarjo cukup besar dan mempunyai

peluang besar untuk dimanfaatkan dalam kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Silika tersebut sangat

berpotensi untuk diolah menjadi nanokristal silikon

yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar sel surya

yang berfungsi mengubah energi matahari menjadi

energi listrik. Pemanfaatan ini diharapkan dapat

memberikan peluang yang besar bagi berkembangnya

industri sel surya nasional.

Page 12: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

11 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

II. EKSPERIMENTAL

A. Preparasi Lumpur Sidoarjo

Lumpur ditumbuk sampai halus kemudian direndam

dengan akuades dalam gelas beker sambil diaduk selama

24 jam menggunakan pengaduk magnet pada

temperatur kamar. Lumpur tersebut kemudian disaring

menggunakan Buchner. Lumpur yang telah disaring

dikeringkan pada temperatur 100 oC selama 12 jam.

Lumpur kering kemudian ditumbuk kembali sampai

halus sampai membentuk serbuk. Serbuk diayak

menggunakan pengayak 150 mesh.

B. Optimasi Ekstraksi Silika

Lumpur yang telah dipreparasi direfluks dengan 100 mL

larutan NaOH sambil diaduk dengan pengaduk magnet

selama 5 jam. Konsentrasi NaOH yang digunakan yaitu

2; 3; 4; 5; 6 dan 7 M. Sampel hasil refluks dipisahkan

menggunakan alat sentrifuge dengan kecepatan 2100

rpm selama 10 menit. Filtrat kemudian disaring

menggunakan kertas saring whatman No. 1. Larutan

yang diperoleh merupakan larutan natrium silikat.

Jumlah silika yang terlarut dianalisis menggunakan AAS.

Konsentrasi NaOH dengan jumlah silika yang terlarut

paling banyak digunakan untuk menghasilkan natrium

silikat sebanyak-banyaknya.

C. Preparasi Nanopartikel Silika

Natrium silikat hasil pelarutan dengan konsentrasi

NaOH optimum dititrasi dengan HCl sedikit demi

sedikit sampai pH sekitar 8. Gel yang terbentuk

didiamkan selama sehari kemudian dipisahkan dengan

cara disaring menggunakan kertas whatman No. 1. Gel

kemudian dicuci dengan akuabides sambil diaduk

dengan pengaduk magnet selama sehari pada

temperatur kamar. Gel disaring kembali dan dikeringkan

selama 5 jam pada temperatur 100 oC kemudian

ditumbuk sampai halus hingga membentuk serbuk.

Serbuk yang diperoleh merupakan nanopartikel silika.

D. Sintesis Nanokristal Silikon

Nanokristal silikon disintesis menggunakan metode

reduksi metalotermal. Proses reduksi dilakukan

menggunakan agen pereduksi logam magnesium. Silika

dari lumpur Sidoarjo dicampur dengan serbuk

magnesium dengan cara ditumbuk sampai homogen.

Campuran kemudian dipanaskan dalam atmosfer udara

pada temperatur 650 oC selama 3 jam dengan laju

pemanasan 10 oC/menit.

Pemurnian produk hasil reduksi dilakukan

menggunakan HCl 1,25 M dan CH3COOH 4,38 M

dengan perbandingan volume 4:1. Hal ini untuk

menghilangkan fase produk samping magnesium dan

kotoran lainnya. Hasil pencucian tersebut dicuci dengan

akuabides, disaring dengan kertas saring whatman No. 1

dan dikeringkan. Produk akhir berupa serbuk

nanokristal silikon

E. Karakterisasi Material

Material dikarakterisasi dengan X- Ray Difraction

(XRD Shimadzu 6000) menggunakan filter Cu (λ= 0.15

nm) dengan kondisi operasi pada 40 kV dan 30 mA

untuk mengetahui fasa kristal. Spektrofotometer

serapan atom (AAS Perkin Elmer 3110) untuk

mengetahui jumlah silika yang terlarut.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Ekstraksi Silika

Ekstraksi silika menggunakan konsentrasi NaOH

tertentu dapat menghasilkan jumlah silika yang terlarut

berbeda-beda. Pada penelitian ini dilakukan variasi

konsentrasi larutan NaOH terhadap jumlah silika yang

terlarut dari lumpur Sidoarjo. Persentase kadar silika

yang terlarut tersebut dianalisis dengan menggunakan

AAS. Hasil analisis AAS dari pengaruh konsentrasi

NaOH pada ekstraksi silika lumpur Sidoarjo disajikan

Gambar 1.

Page 13: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

12 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Gambar 1 menunjukkan peningkatan silika yang

terlarut dengan bertambahnya konsentrasi larutan

NaOH dari 2-6 M. Silika yang terlarut pada konsentrasi

larutan NaOH 2 M diperoleh sebanyak 2485,7 ppm.

Rendahnya konsentrasi NaOH menyebabkan larutan

natrium silikat yang terbentuk masih sedikit. Hal ini

dikarenakan jumlah OH- yang menyerang gugus siloksan

dalam lumpur Sidoarjo masih sedikit. Jumlah yang

paling tinggi diperoleh dari silika yang terlarut pada

konsentrasi larutan NaOH 6 M yaitu 5342,9 ppm.

Hal tersebut menunjukkan proses ekstraksi pada

konsentrasi ini sangat efektif membuat ikatan Si-O dari

silika yang terdapat pada lumpur menjadi putus.

Gambar 1. Jumlah silika terlarut pada berbagai

konsentrasi NaOH

Pada setiap peningkatan konsentrasi larutan NaOH

maka jumlah silika yang terlarut akan meningkat,

namun pada konsentrasi tertentu akan menurun.

Fenomena tersebut terjadi pada silika yang terlarut

dalam larutan NaOH 7 M. Penurunan jumlah silika yang

terlarut tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi

larutan NaOH yang terlalu tinggi menyebabkan

kompetisi diantara ion-ion OH- dalam pemutusan ikatan

Si-O.

Pada waktu pelarutan yang sama maka jumlah silika

yang terlarut dalam larutan NaOH 7 M lebih sedikit

dibandingkan NaOH 6 M. Oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa kondisi optimum dalam ekstraksi

silika dari lumpur Sidoarjo diperoleh pada konsentrasi

larutan NaOH 6 M.

Berdasarkan hasil tersebut, maka produksi natrium

silikat sebanyak-banyaknya dilakukan pada konsentrasi

larutan NaOH 6 M. Menurut Deshmukh et al. [4],

pembentukan natrium silikat melalui proses ekstraksi

mengikuti reaksi berikut:

SiO2 (s) + 2NaOH(aq) → Na2SiO3(aq) + H2O(l)

Mekanisme reaksi yang terjadi pada pembentukan

natrium silikat ini diperkirakan mengikuti mekanisme

pada Gambar 2.

SiO

O

OO

OH-

OH-

Si

OO

O

O SiO

O

OHO

. . . . . . . . .

SiOH

OH

OH OH

Si OH

O

OH

Si O-

O

O-

+ +2NaOHH2O-H2O

Na+

Na+

Gambar 2. Mekanisme penyerangan atom Si

B. Pembentukan Nanopartikel Silika

Nanopartikel silika terbentuk melalui reaksi hidrolisis

dan kondensasi asam silikat yang diperoleh dari

ekstraksi silika lumpur Sidoarjo. Natrium silikat hasil

ekstraksi mengalami hidrolisis terlebih dahulu

kemudian diasamkan dengan HCl sehingga terbentuk

asam silikat. Reaksinya adalah:

Na2SiO3 + H2O + 2HCl → Si(OH)4 + 2NaCl

Page 14: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

13 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Gambar 3. Terbentuknya gel nanopartikel silika

Asam silikat yang terbentuk kemudian mengalami

polimerisasi dan kondensasi lebih lanjut membentuk

struktur polimer yang berukuran nanometer. Oleh

karena itu proses ini sering disebut sebagai polimerisasi

nanopartikel silika.

Proses polimerisasi ini terjadi melalui 3 tahap, yaitu (1)

pembentukan partikel-partikel melalui polimerisasi dari

monomer-monomer silikat yang kemudian membentuk

dimer, trimer dan tetramer;

(2) Pertumbuhan partikel-partikel membentuk agregat

polimer; (3) Penghubungan partikel-partikel menjadi

rantai kemudian membentuk jaringan yang

memperpanjang terus dalam media larutan, dan

akhirnya mengental menjadi gel berukuran nano

(Brinker dan Scherer [5]). Mekanisme polimerisasi

tersebut sesuai dengan kajian hasil analisis NMR yang

dilaporkan oleh Iler [6].

Gambar 4. Difraktogram silikon produk reduksi (a)

dan hasil pencucian (b)

C. Karakterisasi Nanokristal Silikon

Pola XRD dari produk reduksi metalotermal

nanopartikel silika ditunjukkan pada Gambar 4 (a).

Hasil ini menunjukkan bahwa produk reduksi silika

mengandung fasa silikon, Mg2SiO4, MgO, dan Mg2Si.

Pola XRD dari produk pencucian menggunakan asam

ditunjukkan pada Gambar 3 (b).

Proses pencucian ini menunjukkan dapat

menghilangkan fasa Mg2SiO4 dan MgO dari produk

reduksi menggunakan HCl dan CH3COOH. Hal ini

karena pada umumnya garam klorida dan asetat dapat

larut dalam media air. Namun pencucian ini tidak dapat

menghilangkan fasa Mg2Si dari produk reduksi secara

sempurna. Hal ini dikarenakan energi aktivasi pelarutan

Mg2Si yang sangat tinggi. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa produk akhir yang diperoleh berupa silikon

sebagai komponen yang dominan serta sedikit fasa

Mg2Si.

(b)

(a)

Page 15: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

14 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Berikut adalah reaksi reduksi metalotermal dan proses

pencucian asam yang terjadi:

SiO2 + 2Mg → Si + 2MgO

HCl (aq) + H2O (aq) → H3O+(aq) + Cl- (aq)

CH3COOH + H2O(l) → H3O+ (aq) + CH3COO-

MgO(s) + 2H3O+(aq) → Mg2+ (aq) + 3H2O (l)

Mg2+ (aq) + 2 Cl- → MgCl2 (aq)

Mg2+ (aq) + 2CH3COO- → (CH3COO)2Mg (aq)

D. Sel Surya Super Efisien

Penelitian mengenai sel surya terus dikembangkan

dengan tujuan untuk menciptakan sel surya dengan

kinerja yang lebih baik, efisiensi yang tinggi dan dengan

biaya fabrikasi yang rendah. Suatu tipe sel surya

biasanya hanya menghasilkan satu elektron per foton

sinar matahari yang masuk. Penelitian yang dilakukan

oleh Jihun et al. [1] menunjukkan bahwa nanokristal

silikon dapat menghasilkan tiga elektron per foton sinar

matahari yang berenergi tinggi.

Elektron terluar yang berasal dari foton cahaya biru

dan ultraviolet memiliki lebih banyak energi daripada

elektron terluar dari spektrum cahaya matahari lainnya,

terutama cahaya merah dan inframerah. Pada umumnya

sel surya, energi terluar pada cahaya biru dan ultraviolet

tersebut dibuang sebagai panas.

Tetapi dalam ukuran kecil seperti kristal nano, yang juga

disebut quantum dot, menyebabkan munculnya efek-

efek kuantum mekanik baru yang mengubah energi

tersebut menjadi elektron. Dalam menghasilkan elektron,

sel surya nanokristal silikon secara teoritis dapat

mengkonversi lebih dari 40 persen energi cahaya

matahari menjadi energi listrik. Sedangkan sel surya

yang terbaik saat ini secara teoritis baru mencapai

efisiensi

30 %. Keberadaan cermin konsentrator yang

memfokuskan cahaya matahari menuju permukaan sel

menyebabkan intensitas cahaya yang ditangkap sel surya

biasa dapat meningkat menjadi sekitar 39 %, namun

dengan perangkat yang sama juga dapat meningkatkan

efisiensi sel surya nanokristal silikon hingga lebih dari

60 % (Nozik et al. [7]).

Selain efisiensi yang tinggi, sel surya nanokristal

silikon juga terbukti lebih rendah biaya produksinya,

sehingga sel surya ini memiliki keuntungan yang

signifikan. Efek multijunction suatu sel surya dapat

meningkatkan efisiensinya menjadi lebih dari 40 persen,

namun hal ini memerlukan proses pembuatan yang

sangat rumit. Pada nanokristal silikon, untuk

mendapatkan efek tersebut relatif mudah dibuat.

Nanokristal silikon juga memiliki keunggulan ramah dan

aman untuk digunakan sebagai sel surya dibandingkan

dengan bahan nanokristal lain. Beberapa bahan tersebut

mengandung unsur-unsur beracun seperti timbal,

kadmium dan indium yang persediaannya juga terbatas

(Nozik et al. [7]).

IV. KESIMPULAN

Nanokristal silikon telah berhasil disintesis dengan

bahan dasar lumpur Sidoarjo menggunakan metode

reduksi metalotermal. Konsentrasi NaOH untuk

memproduksi silika paling optimum dari lumpur

Sidoarjodiperoleh pada 6 M. Nanokristal silikon dapat

digunakan sebagai sel surya yang memiliki efisiensi

super. Kebijakan Energi Nasional menetapkan target

energi baru terbarukan (EBT) sebesar 25% pada tahun

2025 yang kemudian dijadikan sebagai Visi Energi 25/25.

Kelimpahan lumpur Sidoarjo yang sangat besar dengan

kandungan silika yang tinggi memberi peluang besar

bagi berkembangnya industri panel surya nasional.

Pembangunan Industri panel surya yang didukung oleh

kegiatan pengkajian dan penerapan teknologi panel

surya sudah saatnya untuk dipersiapkan, bahkan

sifatnya sudah sangat mendesak. Kebergantungan

industri panel surya pada komponen dan bahan baku

impor masih belum dapat dihindari, melalui tulisan ini,

diharapkan tercipta suatu gagasan kolaborasi antara

lembaga akademis, litbang pemerintah dan industri

Page 16: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

15 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

nasional dalam mewujudkan industri bahan baku panel

surya nasional.

DAFTAR PUSTAKA

[1] O. Jihun, C.Y. Hao dan M.B. Howard, “An 18.2%-Efficient Black-

Silicon Solar Cell Achieved Through Control of Carrier

Recombination in Nanostructures”, Nature Nanotechnology, 7,

2012, pp. 743-748.

[2] M. Åkesson, Mud Volcanoes-A Review Examensarbeten I Geologi

Vid Lunds Universitet, 16 sid. 15 ECTS poäng, Nr. 219, 2008.

[3] A.F. Fadli, R.T. Tjahjanto dan Darjito, “Ekstraksi Silika Dalam

Lumpur Sidoarjo Menggunakan Metode Kontinyu”, Kimia

Student Journal, 1, 2013, pp. 182-187, Malang.

[4] P. Deshmukh, J. Bhatt, D. Peshwe dan S. Pathak, “Determination

of Silica Activity Index and XRD, SEM and EDS Studies of

Amorphous SiO2 Extracted from Rice Husk Ash”, Trans. Ind. Inst.

Met., 65, 2012, 63-70.

[5] C.J. Brinker dan Scherer, Sol-Gel Science: The Physics and

Chemistry of Sol-Gel Processing, Academic Press, 1990, San

Diego.

[6] R.K. Iler, The Chemistry of Silica, Willey Publisher, 1979, New

York.

[7] J.A. Nozik, M.C. Beard, K.P. Knutsen, P. Yu, J.M. Luther, Q. Song,

W.K. Metzger dan R.J. Ellingson, “Multiple Exciton Generation in

Colloidal Silicon Nanocrystals”, Nano Letters, 7, 2007, 2506-2512,

Colorado.

Page 17: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

16 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Potensi Pemanfaatan Limbah Industri Tepung Aren

sebagai Bahan Baku Panel Akustik

The Potential of Utilization of Industrial sugar palm

flour's Waste as Raw Material of Acoustic Panel Ula.N.M1,a, Wibawati.D.Z2,b dan Mitrayana3,c

1,2Jurusan Fisika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. aEmail: [email protected],

bEmail: [email protected]

3 Jurusan Fisika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. cEmail: [email protected]

Abstrak- Penambahan jumlah kendaraan bermotor

mengakibatkan bertambahnya polusi suara yang

mengganggu kenyamanan akustik. Ketersediaan

panel akustik dengan harga yang terjangkau sangat

dibutuhkan. Hal ini bisa dicapai dengan pemanfaatan

limbah sebagai bahan bakunya. Salah satu limbah

yang belum termanfaatkan adalah limbah industri

tepung aren. Maka dilakukan pengujian untuk

mengetahui potensi limbah industri tepung aren

sebagai bahan material dengan menggunakan metode

tabung impedansi dengan fariasi frekuensi 125 Hz,

250 Hz, 500 Hz, 750 Hz and 900 Hz. Penelitian

dimulai dengan pembuatan sampel uji dengan variasi

komposisi serabut dan serbuk sebesar 1:0, 2:1, 1:1, 1:2,

and 0:1 dngan total berat 6 gram. Masing-masing

sampel direkatkan dengan lem tepung tapioka dan

dicetak berbentuk silinder dengan diameter 3,2 cm

dan ketebalan 1,8 cm. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa koefisien absorbsi panel akustik berbahan

baku limbah tepung aren sangat baik pada variasi

serabut dan serbuk 1:1. Nilainya mendekati 1 pada

semua frekuensi. Hal ini menunjukkan bahwa panel

akustik berbahan baku limbah industri tepung aren

berpotensi menjadi panel akustik.

Kata Kunci—Panel Akustik, Limbah Industri Tepung

Aren, Koefficien Absorbsi, Metode Tabung Impedansi.

Abstract- Increasing the number of vehicles resulting

in increased the noise pollution, actually this is

disturbing the acoustic comfort. Availability of

acoustic panels at cheaper prices is needed. This can

be achieved by utilization of waste as its raw material.

One of untapped waste is industrial sugar palm flour’s

waste. The test to determine the potential of industrial

sugar palm flour’s waste as raw material was carried

out by using the impedance tube method with 125 Hz,

250 Hz, 500 Hz, 750 Hz and 900 Hz. The research

began with making the sample with composition

variations of fibers and powders 1:0, 2:1, 1:1, 1:2, and

0:1 with total of weight in 6 grams. Each sample is

glued together with starch glue and molded in thin

cylindrical of 3.2 cm diameter and 1.8 cm thickness.

Result of the research show that the absorption

coefficient of acoustic panels made from industrial

palm flour waste is excellent on variation of fibers and

powders 1:1. The absorption coefficient value close to

1 at all frequencies. This suggests that the acoustic

panels that made from industrial palm flour waste

have the potential to be used acoustic panels as a

sound absorber.

Keywords—Acoustic Panels, Industrial Sugar Palm

flour’s waste, absorbtion coefficient, Impedance Tube

Method.

Page 18: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

17 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

I. PENDAHULUAN

Panel akustik adalah sebuah partisi yang

digunakan untuk menyerap suara. “Sedangkan serapan

suara adalah sebuah proses yang dapat merubah suara

menjadi bentuk energi lain seperti vibrasi, panas dan

yang lainnya”..Karlinasari et.al.[1]. Serapan suara sangat

berhubungan erat dengan kualitas akustik sebuah

tempat. “Kualitas akustik dinyatakan dengan angka 1

untuk serapan penuh dan angka 0 untuk material yang

tidak menyerap suara”..Himawanto [2]. Material yang

bisa menyerap suara dengan baik adalah material yang

dapat menyerap dan masiv.

Bio-material bisa digunakan sebagai alternative

dalam pembuatan panel akustik karena memiliki serat

dan dapat menyerap. Dan salah satu bio-material yang

dapat berpotensi dimanfaatkan sebagai panel akustik

adalah limbah dari industri tepung aren yang diberi

nama pati Onggok. Selain limbah ini memiliki ciri-ciri

material yang masiv dan berpori, pemanfaatan limbah

ini bisa mengurangi pencemaran lingkungan terutama di

sungai. “Dari perbandingan hasil analisis dari bahan

baku industri berupa hasil parutan batang,

kemudian pengendapan pati yang pertama dan limbah

ampas menunjukkan bahwa proses produksi utamanya

mengurangi C-organik saja, dalam hal ini diduga pati,

itupun hanya sekitar 10%”.. Firdayati et.al.[3].

Pemanfaatan limbah industri ini masih sebatas

digunakan sebagai pakan ternak dan alat perkembang

biakan cacing di daerah Yogyakarta yang nilai

ekonomisnya masih rendah dan kurang menyerap

banyak limbah.

II. BAHAN DAN METODE PERCOBAAN

A. Persiapan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

limbah industri tepung/pati onggok yang telah

dipisahkan antara serat dan serbuknya setelah dijemur

selama 3 hari dibawah terik matahari. Untuk perekat

digunakan campuran tepung tapioka dan air dengan

campran 1:4 (air:tapioka). Cetakan yang digunakan

terbuat dari besi dengan diameter 3,2 cm.

B. Pembuatan Sampel Panel Akustik

Pembuatan sampel dilakukan dengan mencamurkan

beberapa variasi antara serat dan serbuk. Bahan

dipisahkan dengan spesifikasi sebagai berikut:

• Label A, serat: serbuk = 1:0 = 6 grams: 0 grams

• Label B, serat: serbuk = 2:1 = 4 grams: 2 grams

• Label C, serat: serbuk = 1:1 = 3 grams: 3 grams

• Label D, serat: serbuk = 1:2 = 2 grams: 4 grams

• Label E, serat: serbuk = 0:1 = 0 grams: 6 grams

Setelah bahan serat dan serbuk dipisahkan sesuai label

diatas, maka bahan dicampur dengan lem yang terbuat

dari tepung tapioka dan air dengan berat 20 grams

untuk air dan 5 gram untuk tapioka. Setelah menjadi

adonan, bakal sampel dicetak dalam cetakan besi dan di

beri tekanan 100 mmhg. Setelah terbentuk silinder tipis,

sampel di oven untuk mengurangi kadar airnya selama 2

jam dengan suhu 100˚C.

Page 19: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

18 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

C. Pengambilan Data

Pengujian dan pengambilan data dilakukan dengan

menggunakan metode tabung impedansi. Metode ini

betujuan untuk mengetahui koefisien serapan masing-

masing sampel. Hasil koefisien serapan nantinya bisa

menjadi acuan seberapa baik kualitas suatu material

untuk digunakan sebagai panel akustik. Skema

percobaan dalam penelitian bisa dilihat dengan gambar

berikut:

Gambar1. Skema Percobaan dengan Tabung

Impedansi

Percobaan ini menggunakan suara murni yang

dibangkitkan oleh pembangkit suara menggunakan

speaker dengan frekuensi 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 750

Hz dan 900 Hz. Suara akan dideteksi oleh 3 mikrofon

yang letaknya berbeda. Mikrofon 1 mendeteksi suara

murni dari speaker, mikrofon 2 mendeteksi suara yang

dipantulkan oleh sampel sedangkan mikrofon 3

mendeteksi suara yang diloloskan (ditransmisikan) oleh

sampel. Data yang didapatkan dari ketiga mikrofon

berbentuk intensistas suara dengan satuan db. Setelah

itu hasil data mentah diolah sehinga bisa berupa

frekuensi. Data frekuensi dihitung untuk mendapatkan

koefisien serapan menggunakan rumus dibawah ini:

𝛼 =4

𝑛 +1𝑛

+ 2 (1)

𝑛 =𝐼𝑚𝑖𝑐2 − 𝐼𝑚𝑖𝑐1

𝐼𝑚𝑖𝑐2 + 𝐼𝑚𝑖𝑐1

(2)

Deskripsi:

α = koefisien serapan

n = rasio gelombang berdiri

I = intensitas suara

D. Hasil dan Pembahasan

Analisa data untuk mendapatkan koefisien serapan

dilakukan dengan menggunakan analisa dekriptif.,

dengan membandingkan koefisien serapan antar sampel

dengan variasi bahan dengan frekuensi yang berbeda-

beda. Perbandingan juga dilakukan dengan bahan panel

akustik yang sudah ada di pasaran. Kelebihan dari

metode tabung impedansi ini adalah mudah dalam

analisa dan murah dalam perangkaian, namun

pengujian dengan metode ini memiliki kekurangan yakni

tidak praktis dalam pembuatan sampel karena harus

menyesuaikan bentuk dari tabung ujinya sehingga

kurang efisien waktu.

Perhitungan yang telah dilakukan kepada 5 sampel

mendapatkan hasil sebagai berikut:

Gambar 2. Grafi Data 5 Variasi

Dari gambar 2 bisa diketahui bahwa bahan baku limbah

industri aren/pati onggok bisa memberikan koefisien

serapan yang sangat baik terutama pada variasi 1:1. Pada

variasi ini, semua koefisien serapannya tinggi

(mendekati 1) untuk semua frekuensi. Untuk variasi

lainnya, rata-rata juga memiliki hasil yang baik. Hasil

dari pengujian ini sudah mememnuhi standar yang telah

ditetapkan dalam ISO 11654:1997 yang menyatakan

bahwa panel akustik yang bisa dimanfaatkan adalah

panel akustik yang memiliki koefisien serapan minimal

0,15.

Co

eff

icie

nt

of

ab

so

rp

tio

n

Frequency (Hz)

1:01

1:02

2:01

1:00

0:01

Page 20: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

19 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Dari hasil yang didapatkan, diambil 2 frekuensi yang

bisa mewakili frekuensi rendah dan tinggi yakni

frekuensi 125Hz dan 500 Hz untuk dibandingkan

dengan hasil koefiisien serapan bahan-bahan akustik

yang sudah ada di pasaran. Hasil dari perbandingan

tersebut bisa dilihat dari gambar dibawah ini:

Gambar 3. Perbedaan Koefisien Serapan pada

Frekuensi 125Hz

Gambar 4. Perbedaan Koefisien Serapan pada

Frekuensi 500Hz

Dari hasil perbandingan pada gambar 3 dan gambar 4

bisa dilihat bahwa panel akustik berbahan baku limbah

industri tepung aren/pati onggok memiliki koefisien

serapan yang tidak kalah baik dengan bahan-bahan

panel akustik yang sudah ada dipasaran saat ini. hasil ini

menunjukkan bahwa limbah industri tepung aren sangat

berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai panel akustik.

III. KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

a. pemanfaatan limbah industri tepung aren sebagai

bahan baku panel akustik bisa menambah nilai

ekonomis limbah.

b. dari sifatnya yang berporos dan masiv, limbah

industri tepung aren/ pati onggok memiliki potensi

untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku panel akustik

c. Variasi bahan terbaik yang didapat dari penelitian ini

adalah dengan komposisi serat: serbuk = 1:1 dengan

koefisien serapan yang hampir mendekati 1 di semua

frekuensi.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Karlinasari L, dkk. 2011. “Sifat Penyerapan dan Isolasi

Suara Papan Wol Berkerapatan Sedang-Tinggi dari Beberapa Kayu Cepat Tumbuh”. Jurnal Ilmu dan

Teknologi Hasil Hutan ,4(1):8-13

[2] Himawanto D.A.2007.”Karasteristik Panel Akustik

Sampah Kota pada Frekuensi Rendah dan Frekuensi

Tinggi Akibat Variasi Kadar Bahan Organik”. Jurnal

Teknik Gelagar, Vol. 18, No. 01: 19-24

[3] Firdayati M, dkk. 2005. “Studi Karakteristik Dasar Limbah Industri Tepung Aren”. Jurnal Infrastruktur dan

Lingkungan Binaan, vol.2 No.2.

Page 21: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

20 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Kendali Paralel Manipulator menggunakan Neural

Network

Control of Parallel Manipulator using Neural Network

A Rifqi Thomi Irfan1,a, Ardik Wijayanto2,b dan Endah Suryawati Ningrum3,c

1 Teknik Mekatronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Surabaya. aEmail: [email protected],

2 Teknik Mekatronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Surabaya. bEmail: [email protected]

3 Teknik Mekatronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Surabaya. cEmail: [email protected]

Abstrak- Penelitian ini menerapkan kecerdasan

buatan sebagai kendali pada robot paralel

manipulator yang miliki kinematik yang kompleks.

Target kendali robot tersebut adalah keseimbangan

pada sebuah meja yang menghubungkan end of

effector antar kaki paralel manipulator tersebut.

Struktur robot ini memiliki manipulator yang saling

terhubung dalam struktur parallel. Struktur tersebut

adalah tiga kaki penyangga yang menopang meja

robot. Setiap kaki penyangga meja harus mampu

merekonfigurasi sudut pergerakannya sehingga meja

dalam kondisi seimbang meskipun alas dari robot

dalam keadaan miring. Sudut kemiringan yang diukur

hanya pada roll dan pitch dengan menggunakan

sensor Accelerometer dan Gyro. Penggunaan metode

complementary filter menjadi sangat penting karena

data Accelerometer dan Gyro memiliki noise yang

berbeda-beda. Kecerdasan buaran yang diterapkan

adalah neural network dengan error

backpropagation. Kendali yang kompleks pada

paralel manipulator terbukti dapat diselesaikan

dengan menggunakan backpropagation dengan error

yang kecil dan dapat ditoleransi.

Kata kunci: Parallel manipulator, Neural Network,

Gyro, Accelerometer, Complementary Filter.

Abstract- This research applies artificial

intelligence as a control in parallel robotic

manipulators that has complex kinematic. Control of

the robot is to be balance on a table that connects the

end of effector parallel manipulator between the legs.

The structure of this robot has a manipulator which

is connected in parallel structure. The structure is a

three-foot buffer that supports the robot table. Each

foot buffer must be able to reconfigure the corner of

the table so that the table movement in equilibrium

even though the base of the robot in a tilted state. The

tilt angle is measured only on the roll and pitch using

accelerometer and gyro sensor. The use of

complementary methods filters becomes very

important because the data Accelerometer and Gyro

has a different noise. Artificial Intellegent is applied

to the error back propagation neural network.

Complex control of the parallel manipulator shown

to be solved by using back propagation with a small

error that can be tolerated.

Keywords: Parallel manipulator, Neural Network,

Gyro, Accelerometer, Complementary Filter.

I. PENDAHULUAN

Perkembangan teknik kendali semakin pesat, karena

semakin banyak sistem yang sangat kompleks. Hal ini

Page 22: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

21 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

memacu perkembangan kendali untuk lebih mampu

menyelesaikan sistem-sistem kompleks. Salah satu

sistem kompleks yang dikendalikan pada penelitian ini

adalah robot paralel manipulator dengan tujuan sebagai

keseimbangan meja (platform). Paralel manipulator

merupakan sistem manipulator yang kompleks,

diantaranya memiliki lengan yang banyak dan area kerja

yang terbatas. Paralel manipulator memiliki kelebihan

pada struktur mekanik yang rigid, memiliki kecepatan

pergerakan yang tinggi dan mampu membawa beban

yang besar dibanding dengan serial manipulator.

Struktur paralel manipulator yang rumit menjadi

kelemahan manipulator jenis ini. Karena setidaknya

dalam paralel manipulator memiliki dua rangkaian

manipulator yang saling terhubung.1

Kendali keseimbangan pada robot ini membutuhkan

kinematik sebagai penghubung pergerakan aktuator dan

posisi-posisi yang dicapai. Inverse kinematic menjadi

perhitungan yang sangat kompleks karena paralel

manipulator memiliki struktur yang kompleks.

Perkembangan solusi untuk mencari inverse kinematic

sudah cukup pesat, beberapa diantaranya dengan

menggunakan analisa struktur, analisa geometri, dan

menggunakan kecerdasan buatan.2

Kecerdasan buatan menjadi pilihan menarik karena

sedikit mengabaikan analisa sistem yang mendalam dan

rumit. Kecerdasan yang digunakan pada paper ini adalah

Neural Network.

Penggunaan metode Neural Network sebagai kendali

pada robot sudah sangat populer, khususnya pada

aplikasi robot manipulator. Namun pada aplikasi paralel

manipulator dengan banyak batasan area kerja menjadi

metode yang membutuhkan kepresisian dan ketelitian

yang tinggi.

Pendekatan yang digunakan pada paper ini adalah

peningkatan kepresisian kendali dengan menggunakan

neural network pada penerapan robot paralel

manipulator dengan aplikasi keseimbangan meja.

II. LANDASAN TEORI

A. Balancing Robot

Robot keseimbangan adalah robot yang didesain untuk

menjaga orientasi keseimbangan robot tersebut. Robot

keseimbangan yang sudah popular adalah tipe

pendulum yang bekerja dengan dua roda. Pada paper ini

merancang dan mengaplikasikan kendali pada

balancing robot yang memiliki tipe paralel manipulator.

B. Robot Paralel Manipulator

Merlet menjelaskan bahwa parallel manipulator dapat

didefinisikan sebagai sebuah mekanisme kinematik

secara tertutup yang ujung lengannya dihubungkan pada

base dengan beberapa rangkaian kinematik sendiri.

Parallel manipulator memiliki mekanisme yang rumit-

rumit karena bentuk strukturnya yang memiliki banyak

lengan dan batasan-batasan.2 Merlet mengatakan bahwa

permasalahan utama pada penentuan area kerja parallel

manipulator adalah pada keterbatasan derajat

kebebasan yang biasanya berpasangan. Setiap lengannya

pada parallel manipulator memiliki ketergantungan

pergerakan oleh lengan-lengan yang lain.3

Parallel manipulator memiliki kemampuan

menjangkau atau memiliki daerah yang mampu diraih

oleh sistem mekanisnya. Kemampuan posisi dan

orientasi pada parallel manipulator berdasarkan

kemampuan robot untuk bergerak translasi dan

kemampuan end of efector robot untuk menuju posisi-

posisi ekstrim. Struktur yang rumit pada parallel

Page 23: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

22 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

manipulator membuat area kerja pada robot tersebut

menjadi sangat terbatas dan dipengaruhi oleh beberapa

constrain (batasan gerak).

C. Neural Network

Definisi struktur neural network adalah kumpulan

pemroses yang terhubung secara paralel dalam bentuk

grafik yang terarah, terorganisir seperti neuron yang

menuju masalah yang diselesaikan.4

Neuron merupakan jaringan syaraf yang terdapat pada

otak manusia, dan memiliki komponen-komponen

penyusun jaringan syaraf tersebut. Jaringan syaraf atau

neuron memiliki 3 komponen-komponen utama yaitu:

a. Dendrit: berfungsi untuk mengumpulkan informasi.

b. Soma (badan sel): berfungsi untuk tempat pengolahan informasi.

c. Akson (Neurit): berfungsi untuk mengirimkan impuls-impuls ke syaraf yang lain.

Pembahasan pada paper ini fokus pada tipe feed-

forward neural network yaitu metode backpropagation.

Metode backpropagation adalah algoritma neural

network multiperceptron yang menambahkan layar

tersembunyi diantara layar masukan dan layar keluaran.

Backpropagation memiliki 3 fase pada proses

pelatihannya untuk memperbaiki error yang dihasilkan.

Tiga fase tersebut adalah fase propagasi maju, propagasi

mundur, dan perubahan bobot. Proses pelatihan

terdapat tiga fase tersebut dalam satu iterasi.

D. Sensor Kemiringan

Sensor yang digunakan untuk mengukur kemiringan

yang dialami robot diukur dengan menggunakan sensor.

Terdapat dua macam sensor yang digunakan. Sensor

tersebut adalah Accelerometer dan Gyroscope. Dengan

menggunakan kedua sensor tersebut diolah untuk

mendapatkan data kemiringan robot pada sumbu x dan

sumbu y.

III. PERANCANGAN

Gambaran umum pada robot ini dijelaskan pada

skema berikut ini:

Gambar 1. Skema Hardware

Dari skema pada Gambar 1 menunjukkan masukan

sistem didapat dari kemiringan meja yang diukur

dengan menggunakan sensor Accelerometer dan

Gyroscope. Data dari kedua sensor tersebut diolah pada

prosesor yang digunakan. Pada robot ini menggunakan

Microcontroler ARM STM32F4, microcontroler ini

memiliki fitur yang banyak termasuk untuk komunikasi

dengan sensor yang digunakan.

Aktuasi yang dikeluarkan dari sistem tersebut adalah

pada motor servo. Motor servo yang digunakan terdapat

9 buah. Pergerakan motor servo membutuhkan PWM

yang dikeluarkan oleh microcontroler.

a. Perancangan Mekanik Perancangan mekanik yang dibuat sebagai penerapan

metode kendali yang digunakan adalah pada robot

paralel manipulator. Robot paralel manipulator tersebut

memiliki 3 kaki sebagai manipulatornya yang saling

terhubung dengan yang lain pada ujung efektornya.

Dengan penyambung tersebut berupa sebuah meja.

Setiap manipulator tersebut memiliki 3 lengan

dengan setiap lengan memiliki penggerak tersendiri.

Perancangan yang dibuat ditunjukkan dengan Gambar 2

berikut.

Sensor

Acceleromet

Gyroscope

Processor

(Microcontrole

Pergerakan Robot

(Motor Servo)

Page 24: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

23 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Gambar 2. Bentuk Perancangan Mekanik Robot

Dengan perancangan mekanik tersebut, robot

memiliki batasan-batasan pergerakan. Setiap kaki pada

robot memiliki 3 lengan dan setiap lengan tersebut

terdapat motor servo sebagai penggeraknya. Dengan

tujuan keseimbangan meja robot maka setiap penggerak

membentuk sudut tertentu agar kondisi meja tetap

berada pada orientasi keseimbangan.

b. Perancangan Software Pada software yang dibuat terdapat tiga proses:

1. Proses pengukuran kemiringan Proses ini merupakan proses mengolah data yang

didapatkan dari sensor Accelerometer dan Gyroscope.

Pengolahan tersebut untuk meningkatkan ketelitian

dari sensor sehingga hasil kemiringan robot yang

didapatkan sesuai dengan kemiringan yang

sebenarnya.

Metode yang digunakan adalah Complementary

Filter. Complementary filter merupakan gabungan

dari dua filter yaitu, low pass filter (LPF) dan high

pass filter (HPF). Sehingga filter ini bekerja seperti

layaknya band pass filter (BPF).5

𝜃 = 𝑎 + (𝜃 + (𝑔𝑦𝑟𝑜 ∗ 𝑑𝑡)) + (1 − 𝑎) ∗ 𝑎𝑐𝑐𝑒𝑙𝑒𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 … (1)

2. Proses learning secara offline Kecerdasan buatan yang digunakan sebagai

kendali adalah backpropagation. Backpropagation

membutuhkan pelatihan pada jaringannya agar

masukan sudut kemiringan robot dapat

mengeluarkan nilai yang sesuai dengan target yang

diharapkan.

Proses pelatihan tersebut dilakukan secara offline,

dimana jaringan akan mencari pembobotan-

pembobotan yang sesuai dengan data pelatihan yang

telah diberikan. Berikut adalah bentuk jaringan

backpropagation yang dijelaskan pada Gambar 3.

Meja

Robot

Kaki Robot Alas Robot

Page 25: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

24 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

.

.

.

Gambar 3. Skema Backpropagation

3. Proses kendali Dari jaringan yang telah dilatih maka bobot-

bobot yang sesuai telah didapatkan. Diagram alir

pada robot dengan menggunakan kendali ini adalah

sebagai berikut:

Gambar 4: Diagram Kendali Robot

c. Area Kerja Robot Paralel manipulator memiliki jangkauan yang

terbatas, sehingga memiliki batas-batas kerja robot

tersebut. Batas-batas kerja tersebut harus diketahui

sebagai data untuk pelatihan offline pada

backpropagation. Pencarian batas-batas tersebut dapat

dicari dengan menggunakan kinematik maju. Kinematik

maju yang digunakan merupakan kinematik satu lengan,

sehingga kinematik maju secara global digunakan

perubahan posisi lengan terhadap sebuah titik global.

Gambar 5: Diagram Kendali Robot

Dengan menggunakan kinematik maju, dapat

diketahui posisi-posisi end of effector A, B, dan C.

Perbedaan posisi-posisi ini yang menyebabkan meja

mengalami kemiringan.

Neural Network

(Backpropagatio

n)

𝜃𝑥

𝜃𝑦

Sudut

pergerakan

motor servo

Layar

masukan

Layar

tersembunyi

Layar

keluaran

Sudut X

Sudut Y

Sudut Servo

1

Sudut Servo

2

Sudut Servo

3

Sudut Servo

4

Sudut Servo

5

Sudut Servo

6

Sudut Servo

7

Sudut Servo

8

Sudut Servo

9

Page 26: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

25 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

0

5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819

Err

or

(°)

Pengambilan data ke - n

Error Rollcomp (a=0.85) comp (a=0.90) comp (a=0.93)

III. PEMBAHASAN DAN PENGUJIAN

a. Mekanik dan Hardware Elektronika

Gambar 6. Bentuk Mekanik Robot

Robot yang direalisasikan disesuaikan dengan

perencanaan, dimana robot memiliki tiga kaki dengan

setiap kaki terdiri dari 3 lengan. Setiap lengan memiliki

aktuator berupa motor servo. End of effector setiap kaki

terhubung dengan end of effector kaki yang lain dengan

sebuah meja. Meja yang dibuat berbentuk segitiga

dengan bahan aluminium.

Hardware elektronika terdiri dari 4 bagian yaitu, sensor,

mikrokontroler, aktuator, dan supply regulator. Sensor

kemiringan diletakkan pada meja robot dan pada alas

robot. Peletakan pada alas robot digunakan untuk

mengukur kemiringan robot, sedangkan pada meja robot

digunakan untuk mengetahui keseimbangan meka

akibat rekonfigurasi ketinggian setiap kaki pada robot.

b. Software Software pelatihan offline backpropagation

dilakukan pada komputer dengan menggunakan

software yang telah dibuat. Berikut adalah tampilan

software yang telah dibuat, digambarkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Tampilan Software pelatihan offline

Pada software pelatihan offline data yang digunakan

sebagai pelatihan adalah pasangan data yang telah

dikumpulkan dengan menggunakan kinematik maju.

Hasil dari pelatihan ini adalah bobot-bobot yang

digunakan pada proses kendali robot.

c. Pengujian Complementary Filter Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kepresisian

sensor yang digunakan. Perubahan parameter pada

penggunaan metode complementary filter

mempengaruhi hasil sudut yang didapatkan. Terdapat 3

perubahan nilai konstanta alpha yang diuji yaitu 0.85,

0.90, dan 0.93.

Gambar 8. Grafik Error Roll

Page 27: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

26 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Nila

i Su

du

t(°)

waktu (ms)

Grafik Respon Roll 10°Sudut Meja Robot Sudut Alas Robot

Pada Gambar 8 menunjukkan bahwa penggunaan

complementary filter bekerja dengan lebih optimal pada

penggunaan konstanta alpha (0.9). Perubahan

konstanta tersebut menunjukkan tingkat kepercayaan

pengolahan data kemiringan terhadap data

accelerometer cukup tinggi. Dengan menggunakan nilai

alpha tersebut dapat meningkatkan kepresisian dari

data kemiringan yang didapat.

d. Pengujian Pelatihan Offline Backpropagation Proses yang harus dilakukan sebelum menerapkan

kendali backpropagation pada robot adalah melakukan

pelatihan terhadap jaringan yang telah dirancang.

Jaringan yang telah dirancang adalah 2 unit masukan

dan 9 unit keluaran. Jumlah layar tersembunyi dan

jumlah unit yang ada didalamnya diuji pada pengujian

ini.

Table 1: Data pengujian pelatihan offline Backpropagation.

Uji

ke-n

Root Mean

Square Error

Jumlah

Iterasi

learning

rate

Momentum

1 1,552 5000 0,2 0,2

2 1,658 5000 0,2 0,4

3 1,282 5000 0,4 0,2

4 1,252 5000 0,4 0,4

Pada pengujian tahap 1 yang ditunjukkan pada Tabel 1,

menunjukkan pengaruh perubahan nilai momentum dan

learning rate terhadap nilai rms yang dihasilkan.

Berdasarkan data yang dihasilkan menunjukkan bahwa

nilai learning rate 0,4 dan momentum 0,4

menghasilkan nilai rms yang lebih kecil dibandingkan

dengan nilai rms yang lain.

Table 2: Data pengujian pasangan jumlah unit

Pengujian tahap 2 ditunjukkan pada Tabel 2. Pada

pengujian ini menunjukkan pengaruh jumlah unit pada

layer tersembunyi dengan jumlah layer tersembunyi

yaitu 2 layer. Berdasarkan pengujian menunjukkan

jumlah unit layer tersembunyi 2 buah layer lebih optimal

pada penggunaan jumlah unit 15-10, jumlah ini

menunjukkan 15 unit pada layer tersembunyi 1 dan 10

unit pada layer tersembunyi 2.

Berdasarkan pada Tabel 2 menunjukkan dengan

menggunakan 2 layar tersembunyi nilai RMSE menjadi

lebih kecil dengan iterasi yang sama. Jumlah unit pada

layar kedua lebih optimal pada 10 unit. Maka besar

jaringan pelatihan offline yang dikerjakan adalah 2 unit

input, 15 unit layar tersembunyi-1, 10 unit layar

tersembunyi-2, dan 9 unit keluaran.

Gambar 9. Grafik respon roll

Grafik 9 menunjukkan pada pergerakan menuju

10° dari keadaan berdiri yaitu 0° sudut meja. Hasil

pengujian tersebut menunjukkan bahwa perubahan

sudut alas robot bermula pada waktu ke 350ms dan

konstan pada waktu ke 1400ms, berdasarkan data

tersebut maka robot telah digerakkan dengan kecepatan

angular 10°/1100ms. Dan meja robot kembali pada

keseimbangan pada waktu ke 1650ms, dengan data

tersebut menunjukkan bahwa terdapat selisih waktu

Layer

unit

Root Mean Square Error ke-n Rata-

rata

1 2 1 2 3 4 5

10 10 0,739 0,900 0,861 0,752 0,822 0,814

10 15 0,856 0,798 0,843 0,781 0,835 0,822

10 20 0,830 0,820 0,961 0,884 0,943 0,887

15 10 0,785 0,797 0,852 0,768 0,788 0,798

15 15 0,898 1,013 0,984 0,958 0,896 0,949

15 20 0,937 0,991 0,985 1,111 0,966 0,998

20 10 0,860 0,823 1,000 0,840 0,805 0,865

20 15 0,882 1,095 0,893 0,863 0,815 0,815

20 20 1,089 1,200 1,128 1,152 1,962 1,306

Page 28: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

27 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

250ms terhadap perubahan sudut pergerakan meja

robot untuk menuju pada posisi seimbang.

Pengujian sistem juga meliputi penggujian

collision(tubrukan), pengujian ini adalah untuk

mengetahui collision yang terjadi saat pergerakan robot.

Pengujian ini dilakukan dengan menggerakkan robot

dimulai pada kondisi seimbang hingga sudut roll dan

pitch 20 ° . Gambar 10 menunjukkan collision yang

terjadi pada robot.

Gambar 10. Grafik collision antar end of effector robot

V. DISKUSI

Berdasarkan hasil pengujian pada disimpulkan beberapa

hal:

1. Peningkatan kepresisian sensor sebagai peningkatan dari tugas akhir sebelumnya dengan menambahkan sensor dan metode filter complementary ditunjukkan dengan nilai rata-rata error sudut yang didapatkan tahun lalu adalah 0,6° dan tugas akhir ini bernilai 0,4° sumbu X dan 0,5° sumbu Y.

2. Pada sistem ini, pelatihan backpropagation dapat

bekerja optimal dengan jumlah layer tersembunyi 2, jumlah unit pada layer tersembunyi 1 adalah 15 unit, dan jumlah unit pada layer tersembunyi 2 adalah 10

unit. Sedangkan nilai learning rate dan momentum yang maksimal bernilai 0,4 dan 0,4.

3. Penerapan metode backpropagation juga meningkatkan respon robot terhadap sudut kemiringan yang didapatkan dari alas robot, peningkatan tersebut ditunjukkan dengan hasil respon yang telah diuji yang hanya membutuhkan 200ms hingga 350ms, sedangkan pada tugas akhir sebelumnya membutuhkan delay yang lebih lama karena jika data kemiringan tidak ada dalam tabel maka robot akan menurunkan kaki penyangganya hingga dalam seimbang.

VI. KESIMPULAN

Kendali neural network dapat bekerja dengan baik

pada robot rekonfigurasi meja. Robot rekonfigurasi meja

merupakan salah satu tipe dari robot paralel

manipulator. Proses pelatihan secara offline sangat lama,

maka pada pengembangan lebih lanjut dapat

dipertimbangkan pada penggunaan pelatihan secara

offline namun dengan metode neural network yang

lebih cepat proses pelatihannya.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Merlet, J. P. 1996, “Direct Kinematics of Planar Parallel

Manipulator”, Proceedings International Conference on

Robotics and Automation, Minnesota.

[2] Stewart, D., 1965, “A Platform with six degree of Freedom”, Proc

Instrn Mech Engrs 1965-66, Vol 180, Pt 1, No 15.

[3] Merlet, J. P. 2006, Parallel Robots, 2nd edition, Springer,

Netherlands.

[4] Freeman J.A. and Skapura B.M., 1990, "Neural Networks,

Algorithms Applications and Programming Techniques",

Addison-Wesely,

[5] Colton. S., 2007, ”The Balance Filter A Simple Solution for

Integrating Accelerometer and Gyroscope Measurements for a

Balancing Platform”.

Jara

k C

oll

isio

n (

mm

)

Waktu (ms)

Pengujian Collision Antar Kaki RobotCollision Kaki A dan B Collision Kaki B dan C

Collision Kaki A dan C

Page 29: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

28 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

OPTIMASI KELAJUAN SUHU ANNEALING

UNTUK EKSTRAKSI SILIKA DARI ABU SEKAM

PADI SERTA UJI KANDUNGAN MOLEKUL

OPTIMIZATION OF ANNEALING TEMPERATURE

RATE FOR SILICA EXTRACTION FROM RICE

HUSK ASH WITH MOLECULES CONTENT TEST

Verina, Herlin, Irmansyah, dan Irzaman

Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor

Abstrak- Sekam padi sebagai hasil sampingan dari

proses penggilingan padi mengandung silika yang

cukup tinggi berkisar antara 87-97 %. Abu sekam padi

ketika dibakar pada suhu terkontrol (500-600°C)

akan menghasilkan silika yang dapat digunakan untuk

berbagai proses kimia. Silika yang dihasilkan dari

sekam padi memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan dengan silica mineral. Silika dari sekam

padi memiliki butiran halus, lebih reaktif, dapat

diperoleh dengan cara yang mudah dengan biaya yang

relatif rendah, serta didukung oleh ketersediaan

bahan baku yang melimpah. Penelitian sebelumnya

oleh Faiz dan Muzikarno menginformasikan semakin

rendah laju kenaikan suhu dalam proses annealing,

maka pengabuan akan lebih sempurna .Pada

penelitian ini dilakukan variasi kelajuan suhu

annealing (0.7oC/menit dan 0.9oC/menit) dengan

harapan dapat memperoleh kemurnian silika yang

lebih tinggi dari penelitian sebelumnya. Hasil uji

sampel dengan EDX diperoleh kemurnian silika

sebesar 81.96% pada kelajuan suhu 0.7 oC/menit dan

87.48 pada kelajuan suhu 0.9 oC/menit. Analisis

sampel dengan menggunakan FTIR menunjukkan

adanya dua gugus fungsi utama dalam silika yaitu

Siloksan (Si-O-Si) dan Silanol (Si-OH).

Kata Kunci— Annealing, EDX, FTIR, Sekam Padi,

Silika

Abstract- Rice husk as a byproduct of rice milling

process contain a high concentration of silica ranged

between 87-97%. Rice husk ash when burned at a

controlled temperature (500-600°C) will produce

silica that can be used for a variety of chemical

processes. Silica produced from rice husk has several

advantages compared to the silica mineral. Silica from

rice husk has a fine grains, more reactive, can be

obtained in an easy way with relatively low cost, and

also supported by the availability of abundant raw

materials and can be renewed. Previous research by

Faiz and Muzikarno informed that the lower rate of

temperature increase in the ashing process becomes

more perfect. Based on this information, the

researchers extract silica from rice husk ash with

variation rate of increase annealing temperature

(0.7°C/min and 0.9°C/min), in which this variations

rate of increase in the annealing temperature is lower

Page 30: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

29 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

than previous studies. EDX results showed that the

rate of increase annealing temperature 0.7oC/min

obtained 81.96% purity silica, whereas the rate of

increase annealing temperature 0.9oC/min obtained

87.48% purity silica. Analysis of the samples by using

FTIR showed the presence of two major functional

groups in silica which is a siloxane (Si-O-Si) and

silanol (Si- OH)

Keywords— Annealing, EDX, FTIR, Rice Husk, Silica

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi padi di Indonesia terus mengalami

peningkatan. Data Badan Pusat Statistik tahun 2013,

pada tahun 2012 Produksi padi (ATAP) sebesar 69,06

juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau mengalami

peningkatan 3,30 juta ton (5.02 persen) dibandingkan

tahun 2011.1 Dengan meningkatnya produksi padi, maka

jumlah sekam dari hasil penggilingan padi akan

meningkat pula. Dari proses penggilingan padi biasanya

diperoleh sekam sekitar 20-30%.2 Sedangkan abu

sekam padi yang dihasilkan dari pembakaran sekam

padi sekitar 18%.3

Berbagai penelitian4,5,6 melaporkan bahwa abu sekam

secara umum mengandung silika yang cukup tinggi

berkisar antara 87-97 %. Presentase silika yang

mendekati atau dibawah 90 % kemungkinan disebabkan

oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi oleh zat

lain yang kandungan silikanya rendah.7,8 Abu sekam padi

apabila dibakar secara terkontrol pada suhu tinggi (500–

600oC) dengan menggunakan tungku sekam padi akan

menghasilkan abu silika yang dapat dimanfaatkan untuk

berbagai proses kimia.9 Selanjutnya abu silika tersebut

dibakar pada rentang suhu 600oC sampai 800 oC selama

3 jam, kemudian dicuci dengan HCl untuk

menghasilkan silicon murni.

Silika yang dihasilkan dari sekam padi memiliki

beberapa kelebihan dibandingkan dengan silika mineral,

dimana silika sekam padi memiliki butiran halus, lebih

reaktif, dapat diperoleh dengan cara mudah dengan

biaya yang relatif murah, serta didukung oleh

ketersediaan bahan baku yang melimpah dan dapat

diperbaharui.10 Dengan kelebihan tersebut,

menunjukkan silika sekam padi berpotensi cukup besar

untuk digunakan sebagai sumber silika, yang merupakan

bahan material yang memiliki aplikasi yang cukup luas

penggunaannya.

Pada tahun 2012, Ahmad11 mengekstrak silika dari

sekam padi dengan kelajuan suhu annealing 5 oC/menit

dan kecepatan putar 240 rpm selama 2 jam pada suhu

200 oC pada proses pengadukan menghasilkan silika

sekitar 5,6-6,8 gram. Penelitian selanjutnya oleh Faiz12

dengan variasi kelajuan suhu annealing 1oC/menit,

3oC/menit, 5oC/menit, 7oC/menit diperoleh kemurnian

silika terbesar tanpa pengotor pada kelajuan suhu

1oC/menit dengan kemurnian silika sebesar 62.7%.

Selanjutnya oleh Muzikarno13 dengan variasi kelajuan

suhu annealing 1oC/menit dan 5oC/menit diperoleh

hasil yang sama, yaitu kemurnian silika terbesar tanpa

pengotor pada kelajuan suhu 1 oC/menit dengan

kemurnian silika sebesar 76.17%. Hal ini

menginformasikan bahwa semakin rendah laju kenaikan

suhu maka proses pengabuan akan semakin sempurna,

karena seluruh unsur organik dan pengotor hilang

menguap sehingga hanya unsur silikon dan oksigen yang

tersisa. Berdasarkan informasi tersebut, peneliti

mengekstraksi silika dari abu sekam padi dengan variasi

kelajuan suhu annealing (0.7 oC/menit dan 0.9

oC/menit).

Tujuan

1. Menentukan kelajuan suhu yang optimum pada

proses annealing untuk ekstraksi Silika.

2. Mengetahui kemurnian silika pada ekstraksi silika

dari abu sekam padi.

3. Menguji kandungan molekul silika yang dihasilkan

dari proses ekstraksi tersebut

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan silika

dari limbah arang sekam padi yang dapat digunakan

untuk membuat silikon sebagai bahan semikonduktor.

Page 31: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

30 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sekam Padi

Pada proses penggilingan beras, sekam akan terpisah

dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah

penggilingan. Kandungan kimia sekam padi terdiri atas

50% selulosa, 25 – 30% lignin, dan 15 – 20% silika.14

Sekam padi saat ini telah dikembangkan sebagai bahan

baku untuk menghasilkan abu yang dikenal di dunia

sebagai RHA (rice husk ask). Abu sekam padi yang

dihasilkan dari pembakaran sekam padi pada suhu 400

– 500 oC akan menjadi silika amorphous dan pada suhu

lebih besar dari 1.000 oC akan menjadi silika kristalin.

Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung

beberapa unsur kimia penting seperti dapat dilihat pada

Tabel 1. Dengan komposisi kandungan kimia seperti

tersebut pada Tabel 1, sekam dapat dimanfaatkan untuk

berbagai keperluan di antaranya: (a) sebagai bahan baku

pada industri kimia, (b) sebagai bahan baku pada

industri bahan bangunan, terutama kandungan silika

(SiO2) yang dapat digunakan untuk campuran pada

pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board

dan campuran pada industri bata merah, (c) sebagai

sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia.

Table 1. Komposisi kimia sekam padi dalam kondisi kering.15 Elemen Persentase Massa %

Karbon 41.44

Hidrogen 4.94

Oksigen 37.32

Nitrogen 0.57

Silikon 14.66

Kalium 0.59

Sodium 0.035

Belerang 0.3

Fosfor 0.07

Kalsium 0.06

Besi 0.006

Magnesium 0.003

B. Silika

Silika adalah senyawa hasil polimerisasi asam silikat,

yang tersusun dari rantai satuan SiO2 tetrahedral dengan

formula umum SiO2. Di alam senyawa silika ditemukan

dalam beberapa bahan alam, seperti pasir, kuarsa, gelas,

dan sebagainya. Silika murni terdapat dalam dua bentuk

yaitu kuarsa, dan kristobalit. Silika terbentuk melalui

ikatan kovalen yang kuat, serta memiliki struktur lokal

yang jelas: empat atom oksigen terikat pada posisi sudut

tetrahedral di sekitar atom pusat yaitu atom silikon.

Struktur lokal dari silikon dioksida diperlihatkan pada

Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Lokal Silika dioksida.16

C. EDX (Energy Dispersive X-ray)

EDX merupakan karakterisasi material

menggunakan sinar-x yang diemisikan ketika material

mengalami tumbukan dengan elektron. Sinar-x

diemisikan dari transisi elektron dari lapisan kulit atom,

karena itu tingkat energinya tergantung dari tingkatan

energi kulit atom. Setiap elemen di dalam tabel periodik

atom memiliki susunan elektronik yang unik. Dengan

mendeteksi tingkat energi yang dipancarkan dari sinar-x

dan intensitasnya, maka dapat diketahui atom-atom

penyusun material dan persentase masanya.17

D. FTIR (Fourier Transform Infrared)

Spektroskopi FTIR merupakan spektroskopi

inframerah yang dilengkapi dengan transformasi Fourier

untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Inti

spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson

yaitu alat untuk menganalisis frekuensi dalam sinyal

gabungan. Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari

pentrasmisian cahaya yang melewati sampel,

pengukuran intensitas cahaya dengan detektor dan

dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai

fungsi panjang gelombang. Spektrum inframerah yang

diperoleh kemudian diplot sebagai intensitas fungsi

energi, panjang gelombang ( µ m) atau bilangan

gelombang (cm-1).17 Analisis gugus fungsi suatu sampel

dilakukan dengan membandingkan pita absorbsi yang

terbentuk pada spektrum infra merah menggunakan

tabel korelasi dan menggunakan spektrum senyawa

Page 32: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

31 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

pembanding (yang sudah diketahui). Berikut adalah

contoh tabel gugus fungsi yang terdapat pada senyawa

silika.

Table 2. Bilangan gelombang dan gugus fungsi pada senyawa

silika

Bilangan

Gelombang (cm−1) Gugus Fungsi

470.63 tekuk Si-O18

794, 67 ulur asimetri Si-O19

1130–1000 ulur asimetri Si-O19

3700–3200 ulur –OH dari Si-OH atau air19

Suatu senyawa dapat bergerak secara translasi, vibrasi,

maupun rotasi. Vibrasi dari suatu senyawa dibedakan

menjadi vibrasi ulur (stretching) dan vibrasi tekuk

(bending). Vibrasi ulur dibedakan menjadi vibrasi

simetri dan asimetri, sedangkan vibrasi tekuk dibedakan

menjadi vibrasi goyangan (rocking), guntingan

(scissoring), kibasan (wagging), dan pelintiran

(twisting).

Gambar 2 menunjukkan vibrasi dua molekul yang

terikat. Jumlah energi total adalah sebanding dengan

frekuensi dan tetapan gaya dari pegas dan massa (m1

dan m2) dari dua atom yang terikat. Energi yang dimiliki

oleh sinar infra merah hanya cukup kuat untuk

mengadakan perubahan vibrasi.20

Gambar 2. Molekul diatomik

Berdasarkan persamaan Lagrange (1.1) yang merupakan

selisih dari energi kinetik total (T) dengan energi

potensial total (V), maka dihasilkan suatu energi vibrasi

yang nilainya sebanding dengan frekuensi dan massa

suatu senyawa (1.5).

L = T – V (1.1)

Persamaan (1.1) diferensial gerak didefinisikan sebagai

berikut:

𝑑

𝑑𝑡(

𝜕𝐿

𝜕𝑣𝑖) −

𝜕𝐿

𝜕𝑥𝑖= 0 (i=1, 2...) (1.2)

𝑓 = 1

2𝜋√

𝑘

𝜇 (1.3)

dengan nilai 𝜇 sebagai berikut :

𝜇 =𝑀𝑚

𝑀 + 𝑚

keterangan

𝑓 = 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 (𝐻𝑧)

𝑘 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎 𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠 ( 𝑁 𝑚)⁄

𝜇 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 (𝑘𝑔)

Analisis frekuenasi, konstanta anharmonik dan

konstanta pegas ikatan molekul dalam spektrum FTIR

untuk model anharmonik sederhana dirumuskan sesuai

persamaan (2), (3), (4), (5), (6)

𝜀𝑣 = (𝑣 +1

2) �̅�𝑒−(𝑣 +

1

2)2𝜔𝑒𝑥𝑒 cm-1(𝑣 = 1,2, … ),

(2)

�̅�𝑜𝑠𝑐. = �̅�𝑒 {1 − 𝑥𝑒 (𝑣 +1

2)} (3)

(i)v=0→v=1, ∆v=+1,

ω̅e(1-2xe) cm-1 (4)

(ii)v=0→v=2, ∆v=+2,

2ω̅e(1-3xe) cm-1 (5)

(iii)v=0→v=3, ∆v=+3,

3ω̅e(1-4xe) cm-1 (6)

X1 X2

Page 33: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

32 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

III. METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober

2013 hingga Februari 2014. Pembuatan dan

karakterisasi sampel dilakukan di Laboratorium

Biofisika Material, Departemen Fisika FMIPA, Institut

Pertanian Bogor. Analisis FTIR dilakukan di

Departemen Fisika. Analisis SEM-EDX dilakukan di

Laboratoarium Kimia Terpadu Balai Kehutanan Bogor.

B. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tungku

sekam IPB sebagai penghasil limbah arang sekam padi,

crusibel, gelas arloji, cawan porselin, mortar, furnace

(tanur), alumunium foil, neraca analitik, magnetic

stirrer, spatula, gelas piala, termometer digital,

termometer laser, pipet tetes, gelas ukur, batang

pengaduk, kertas pH, kertas saring, penyaring ukuran

mikro, dan wadah.

C. Bahan

Bahan yang digunakan yaitu sekam padi yang

didapatkan berasal dari limbah pertanian. Bahan-bahan

kimia yang digunakan antara lain asam klorida (HCl) 3%

p.a, dan akuades.

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap, yaitu

pembuatan arang sekam padi, Ekstraksi Silika, dan Uji

Kandungan Molekul yang terdiri dari uji EDX dan

analisis dengan FTIR.

Pembuatan Arang Sekam Padi

Pembuatan arang sekam padi melalui beberapa tahap,

yaitu penimbangan sekam padi yang merupakan sisa

pertanian yang dihasilkan oleh mesin penggiling padi.

Mula-mula sekam padi dikeringkan menggunakan sinar

matahari lalu ditimbang sebesar 2000 gram (2 kg) dan

memasukannya ke dalam tungku sekam padi

dilanjutkan dengan proses pembakaran.22 Setelah

proses ini, maka arang sekam padi ditimbang.

Ekstraksi Silikon dioksida

Pembuatan silika dari sekam padi dalam penelitian ini

mengacu pada penelitian sebelumnya.11,13,23 Arang

sekam padi hasil dari pembakaran sekam padi

dimasukan dalam cawan porselin lalu dibakar dalam

tanur dengan suhu mula-mula 400 oC selama 2 jam.

Selanjutnya suhu pemanasan ditingkatkan menjadi 900

oC selama 1 jam. Pada proses ini kelajuan suhu

annealing divariasikan 0.7, 0.9 oC/menit. Penelitian

sebelumnya telah dilakukan variasi kelajuan suhu

annealing.12,13,24

Setelah pemanasan lalu ditimbang dan abu sekam

padi dicuci menggunakan asam klorida (HCl). Proses

pencucian ini bertujuan untuk mengurangi impuritis

yang ada dalam abu sekam padi selain silikon dioksida.

Mula-mula abu sekam padi yang telah ditanur ditimbang

40 gram kemudian dimasukan dalam gelas piala, lalu

dicampur dengan HCl 3% (hasil pengeceran HCl 37%),

yaitu 12 ml HCl 3% untuk 1 gram, kemudian dipanaskan

di atas penangas (tombol pengatur suhu pada penangas

diatur sehingga menunjukkan skala suhu sebesar 200

oC) dan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet

pada kecepatan 240 rpm selama 2 jam. Selanjutnya

dicuci menggunakan akuades panas berulang-ulang

sampai bebas asam (diuji menggunakan kertas lakmus),

lalu disaring dengan kertas saring bebas abu. Hasil

penyaringan (residu+kertas saring) dipanaskan dalam

tanur dengan suhu 900 oC sampai silikon dioksida putih

yang tersisa.

Analisis EDX

Silika yang dihasilkan semua perlakuan dianalisis

menggunakan EDX. Hal ini dilakukan dengan tujuan

mengidentifikasi komposisi unsur yang terkandung

dalam sampel sehingga dapat menentukan kemurnian

dari silika. Analisis EDX dilakukan di Labolatoarium

Kimia Terpadu Balai Kehutanan Bogor.

Analisis FTIR

Pada analisis ini silika dikarekterisasi gugus fungsinya.

Mula-mula sampel dilarutkan dengan larutan KBr.

kemudian sampel tersebut ditembak dengan sinar

inframerah sehingga sinar ada yang ditrasmisikan dan

diserap. Penyerapan sinar tersebut akan menentukan

gugus molekul dari sampel.

Page 34: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

33 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pembuatan Arang Sekam dan Ekstraksi Silika

Pada penelitian ini, silika dihasilkan dari abu sekam

padi. Mula – mula sekam padi sebanyak 3 Kg dibakar

dengan menggunakan tungku sekam padi dan dihasilkan

arang sebesar 0.54 Kg (18%). Presentase arang yang

dihasilkan dari proses pembakaran sekam padi ini sesuai

dengan teori bahwa arang atau abu yang dihasilkan dari

pembakaran sekam padi sekitar 18% .3 Pembakaran

sekam menjadi arang dimaksudkan untuk menurunkan

temperatur pengabuan. Jika sekam padi langsung

diabukan tanpa melalui proses pembakaran menjadi

arang terlebih dahulu maka panas yang diperlukan

untuk menghasilkan abu akan sangat tinggi. Energi yang

dibutuhkan untuk pengabuan pun akan semakin tinggi.

Pengarangan sekam ini bertujuan untuk

mendekomposisi senyawa organik dalam sekam.25 Arang

sekam yang diperoleh berwarna abu-abu kehitaman

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Warna

tersebut mengindikasikan bahwa senyawa-senyawa

organik belum teroksidasi sempurna. Setelah diperoleh

arang sekam, dilanjutkan dengan proses pengabuan

untuk memperoleh silika putih. Abu yang dihasilkan

setelah proses ini masing-masing 26,85 gram dan 26,53

gram sehingga didapatkan massa susut sekitar 15% -

16% .

(a) (b) (c)

Gambar 3. Sampel hasil penelitian (a). Arang Sekam padi, (b).

Abu Sekam Padi, (c). Silika.

Setelah pemanasan, abu sekam padi dicuci

menggunakan HCL, dilanjutkan dengan aquades

kemudian disaring. Hasil penyaringan dipanaskan

dalam tanur dengan suhu 900 0C sehingga dihasilkan

silika berwarna putih dengan struktur yang halus seperti

pada Gambar 3. Selanjutnya silika yang dihasilkan

dianalisis dengan EDX dan FTIR.

Karakteristik Silika ( Hasil Uji EDX)

Unsur – unsur yang terdapat pada silika dapat

dideteksi dengan menggunakan EDX. Apabila suatu

sampel mengasilkan silika murni, maka hasil uji sampel

tersebut akan diperoleh oksigen dan silicon saja.

Apabila diperoleh unsur – unsur yang lain, maka

kemurnian silika tersebut akan berkurang karena adanya

pengotor.

Table 3 Hasil analisis EDX silikon dioksida

Persentase (%) atom

Unsur

Laju Kenaikan

suhu

Laju Kenaikan

suhu

0.7 °C / menit 0.9 °C / menit

Oksigen 70.05 69.43

Silikon 27.32 29.16

Rubidium 2.24 1.41

Potassium 0.39 -

Kemurnian 81.96 87.48

Tabel 3 merupakan hasil analisa EDX yang

menunjukkan komposisi kimia yang berbeda pada laju

kenaikan suhu yang berbeda. Pada laju kenaikan suhu

0.7 oC/menit terdapat unsur pengotor Rubidium dan

Potassium dengan kemurnian silika sebesar 81.96%.

Pada laju kenaikan suhu 0.9 oC/menit terdapat unsur

pengotor Rubidium dengan kemurnian silika sebesar

87.48%. Kemurnian silika dihitung dengan

menggunakan persentase atom.

Pada penelitian ini muncul pengotor berupa Rubidium.

Hal ini dikarenakan sejak awal sekam padi yang

digunakan memang mengandung rubidium. Silika yang

baik adalah silika yang memiliki pengotor paling sedikit

atau tanpa pengotor. Sehingga pada penelitian ini, laju

kenaikan suhu 0.7 oC/menit dan 0.9 oC/menit bukanlah

laju kenaikan suhu yang optimum untuk menghasilkan

silika murni dengan kualitas yang baik.

Page 35: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

34 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Hasil EDX pada kedua laju kenaikan suhu pada

penelitian ini menunjukkan adanya rubidium dan

potassium yang merupakan logam yang tersisa yang

masih terdapat dalam sampel silika. Logam – logam

tersebut secara alami terdapat di dalam sekam padi.26

Potassium yang masih tersisa pada proses ekstraksi

silika dapat dihilangkan dengan menggunakan asam

sitrat.27 Asam sitrat digunakan karena diketahui bahwa

gugus karboksil akan dengan mudah bereaksi dengan

elemen logam.28 Gugus karboksil tersebut akan

mengikat logam alkali sehingga kandungan logam

tersebut dapat berkurang atau hilang. Sedangkan

rubidium yang semula merupakan senyawa Rb2O pada

sekam padi dapat dihilangkan dengan menggunakan

basa pada saat pencucian abu sekam padi.

Senyawa Rb2O akan larut dalam suasana basa

dan akan mengendap dalam suasana asam.

Karakteristik Silika (Hasil Uji FTIR)

Metode spektroskopi inframerah digunakan untuk

mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang terdapat

pada silika, dimana setiap gugus fungsional pada silika

memiliki serapan yang karakteristik pada bilangan

gelombang tertentu. Pola serapan inframerah silika yang

dihasilkan dari proses pengolahan sekam padi

ditunjukkan dalam Gambar 4. Pada gambar tersebut

kedua spektra IR mempunyai bentuk yang mirip.

Spektra yang terbentuk dari silika masing-masing

perlakuan memiliki puncak-puncak yang dominan sama.

Pada laju kenaikan suhu 0.7oC/menit dan 0.9oC/menit

pita serapan yang muncul pada bilangan gelombang 471

cm-1 mengindikasikan adanya vibrasi tekuk Si-O dari

siloksan (Si-O-Si).18 Pita serapan pada 795 cm-1

menunjukkan adanya vibrasi ulur asimetri Si-O dari Si-

O-Si.19 Pita serapan pada 1095 cm-1 dan 1080 cm-1

menunjukkan adanya vibrasi ulur asimetris Si-O dari Si-

O-Si.19 Pita serapan disekitar 3610 cm-1 menunjukkan

vibrasi ulur -OH dari Si-OH atau air pada laju kenaikan

suhu 0.9oC/menit.19

(a)

(b)

Gambar 5. Spektra FTIR (a) Silika dengan laju kenaikan

suhu 0.7 oC/menit, (b) Silika laju kenaikan suhu

0.9 oC/menit.

Berdasarkan kedua spectra IR tersebut terlihat bahwa

silika yang diekstraksi dari abu sekam padi memiliki

kandungan air relatif rendah. Selain itu kemungkinan

besar silika lebih didominasi oleh gugus siloksan (Si-O-

Si), dibandingkan dengan gugus silanol (Si-OH). Hal

tersebut ditunjukkan dengan rendahnya intensitas

serapan lebar dari gugus –OH di 3610 cm-1. Dengan

munculnya puncak Si-O sebanyak 2 kali pada kedua

spektra IR tersebut, maka dapat dilakukan analisis

konstanta anharmonik dan konstanta pegasnya. Vibrasi

ulur asimetri Si-O untuk kelajuan suhu 0.7°C/menit

memiliki konstanta pegas sebesar 997.78 N/m,

sedangkan pada kelajuan suhu 0.9°C/menit konstanta

pegas yang diperoleh sebesar 1081.48 N/m.

Page 36: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

35 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

IV. SIMPULAN

Kelajuan suhu annealing 0.7oC/menit dan

0.9oC/menit mampu meningkatkan kemurnian silika,

namun belum mampu membebaskan pengotor

seluruhnya. Pada laju kenaikan suhu annealing

0.7oC/menit diperoleh kemurnian silika sebesar 81.96%

sedangkan pada laju kenaikan suhu annealing

0.9oC/menit diperoleh kemurnian silika sebesar 87.48%.

Silika yang dihasilkan mengandung gugus fungsi silanol

(Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si). Vibrasi ulur asimetri Si-

O untuk kelajuan suhu 0.7°C/menit memiliki konstanta

pegas sebesar 997.78 N/m, sedangkan pada kelajuan

suhu 0.9°C/menit konstanta pegas yang diperoleh

sebesar 1081.48 N/m.

DAFTAR PUSTAKA

1. [BPS] Badan Pusat Statistik. Produksi Padi, Jagung, dan

Kedelai (Angka Ramalan I Tahun 2013). [diunduh 3 September

2013]. Tersedia pada

[http://www.bps.go.id/brs_file/aram_01jul13.pdf], 2013.

2. Artini, Ni Putu J. Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida (HCL)

Terhadap Rasio C/Sio2 dan Adsorptivitas Silika Hitam dari

Sekam Padi. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia, 2009.

3. Folleto E. et al: Mat. Res. 9, 335, 2006.

4. Enymia, Suhanda, dan Sulistarihani, N. Pembuatan Silika Gel

dari Sekam Padi untuk Bahan Pengisi Karet Ban. Jurnal

Keramik dan Gelas Indonesia, Vol. 7 No. 1 dan 2, 1998.

5. Kalapathy. U.. A. Proctor. and J. Schultz. A Simple Method for

Production of Pure Silica from Rice Hull Ash. Bioresources.

Technology. Vol.73, 257-262, 2000.

6. Nuryono, Narsito, dan Astuti, E. Sintesis Silika Gel Terenkapsl

Enzim dari Abu Sekam Padi dan Aplikasinya Untuk Biosensor,

(Laporan Penelitian Hibah Bersaing XI/2), Lembaga Penelitian

UGM, Yogyakarta, 2004.

7. Houston, D.F. Rice,Chemistry and Technology, Vol IV.

American Association of Cereal Chemist Inc. St Paul,

Minnecota, pp. 245, 1971.

8. Prasad C.S., Maiti K,N., Venugopal R. Effect of rice husk ash

in whiteware compositions. Ceramic International, 27, 629-635,

2001.

9. Irzaman, H. Alatas, H. Darmasetiawan, A. Yani dan Musiran.

Tungku Sekam Padi sebagai Energi Alternatif dalam

Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat (Kajian Ekonomi

dan Finansial Tungku Sekam Padi : Skala Rumah Tangga).

Laporan Kegiatan Pengembangan IPTEK. Institut Pertanian

Bogor, 2007.

10. Sembiring, Simon dan Karo-Karo, Pulung. Pengaruh Suhu

Sintering Terhadap Karakteristik Termal Dan Mikrostruktur

Silika Sekam Padi. Jurnal Sains dan Teknologi MIPA.

Universitas Lampung, 2007.

11. Ahmad, Lius. Uji Sifat Listrik dan Sifat Struktur Bahan Silikon

Dioksida dan Semikonduktor Silikon dari Sekam Padi.[Tesis].

Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Institut Petanian Bogor, 2012.

12. Faiz, M Afif. Teknologi Proses Ekstrasi Silikon dari Sekam

untuk semikonduktor [Skripsi]. Bogor: Program Sarjana,

Institut Pertanian Bogor, 2013.

13. Muzikarno, Otto. Penambahan Magnesium Berlebih dalam

Menghasilkan Silikon Murni dari Sekam Padi sebagai Bahan

Semikonduktor. [Tesis]. Departemen Fisika Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Petanian

Bogor, 2013.

14. Ismail, M. S. and Waliuddin, A. M. Effect of Rice Husk Ash on

High Strength Concrete. Construction and Building Materials.

10 (1), 521-526, 1996.

15. [IPSIT] Indian Institute of Science Precipitated Silikon

dioksida Technology. Precipitated silikon dioksida from rice

husk ash. [diunduh 3 September 2013]. Tersedia pada

[http://cgpl.iisc.ernet.in/site/Portals/0/Technologies/

PrecipitatedSilikon dioksida.pdf], 2010.

16. Genieva SD, Turmanova SC, Dimitrova AS, Vlaev LT.

Characterization of rice husks and the product of its thermal

degradation in air or nitrogen atmosphere. J of Thermal

Analysis and Calorimetry. 9(2), 387-396, 2008.

17. Samsiah, Robiatuh. Karakterisasi Biokomposit Apatit-Kitosan

dengan XRD (X-Ray Diffraction) FTIR (Fourier Transform

Infrared), SEM (Scanning Electron Microscopy). [Skripsi].

Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Institut Petanian Bogor, 2009.

18. Hamdan, H. Introduction to Zeolites: Synthesis,

Characterization and Modification. Universiti Teknologi

Malaysia, Kualalumpur, 1992.

19. Silverstein. R. M.. G. C. Bassler and T. C. Morril.

Spectrometric Identification of Organic Compound. 5th ed.

John Wiley & Sons. Inc. New York, 1991.

20. Thomas N, Sorrell. Interpreting Spectra of Organic Molecules.

University of North Ccarolina at Chapel Hill : University

Science Books Mill Valley California, 1988.

21. Yakin Khusnul. Perhitungan Energi Disosiasi Ca-O dan C-O

pada Gugus Fungsi Hidroksiapatit Menggunakan Pemodelan

Spektroskopi Inframerah [Skripsi]. Bogor (ID). Institut

Pertanian Bogor, 2013.

22. Irzaman, H. Darmasetiawan, H. Alatas, Irmansyah, A.D. Husin,

M.N. Indro. Development of Cooking Stove with Rice-Husk

Fuel. Workshop on Renewable Energy Technology

Applicaitons to Support E3i Village, Jakarta Indonesia, 22 – 24

July, 2008.

23. Hikmawati. Produksi Bahan Semikonduktor Silikon dari

Silikon dioksida Limbah Arang Sekam Padi sebagai Alternatif

Sumber Silikon [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor, 2010.

24. Masrur. Optimasi Penambahan Magnesium Berlebih dan

Kelajuan Pemanasan pada Ekstraksi Silikon Dioksida dan

Silikon Berbahan Dasar Sekam Padi. [Tesis]. Departemen

Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Petanian Bogor, 2014.

25. Wogo, dkk. Sintesis Silika Gel Terimobilisasi Dithizon melalui

Proses Sol-Gel. Jurnal Sains dan Terapan Kimia, Vol.5, No. 1,

84-95, 2011.

26. Onojah, A., dkk. Comparative Studies of Silicon from Rice

Husk Ash and Natural Quartz. Am. J. Sci. Ind. Res. 3(3): 146-

149, 2012.

Page 37: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

36 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

27. A. M. Venezia and V. La Parola. Journal of Solid State

Chemistry. 161, 373-378, 2001.

28. Junko, Umeda. Process Optimization to Prepare High Purity

Amorphous Silika from Risk Husk via Citric Acid Leaching

Treatment. Transaction of JWRI, Vol. 37, No.1, 2008.

Page 38: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

37 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MESOPORI

ZSM-5 DARI LUMPUR SIDOARJO MELALUI

PENDEKATAN GREEN CHEMISTRY

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF

MESOPOROUS ZSM-5 FROM SIDOARJO MUD

THROUGH GREEN CHEMISTRY

APPROACHES

Muhibullah Abdisy Syakur Al Mubarok1,a, Lisna Putri Setiawan2,b, Maisari Utami3,c, Hurul Aini As Silmi4,d,

Wega Trisunaryanti5,e, Sutarno6,f dan Akhmad Syoufian7,g

1,2,3,4Jurusan Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. aEmail: [email protected],

bEmail: [email protected], cEmail: [email protected] dan dEmail: [email protected]

5,6,7 Jurusan Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. eEmail: [email protected], fEmail: [email protected],

gEmail: [email protected]

Abstrak- Metana telah dijadikan sebagai sumber

bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan.

ZSM-5 merupakan katalis yang digunakan untuk

konversi metana menjadi bensin. Material ini

umumnya disintesis menggunakan templat organik

yang dapat menimbukan permasalahan lingkungan.

Mesopori ZSM-5 telah berhasil disintesis dari

lumpur Sidoarjo sebagai sumber silika tanpa

templat organik. Silika dari lumpur Sidoarjo

diekstraksi menggunakan larutan natrium

hidroksida untuk mendapatkan larutan natrium

silikat kemudian dilanjutkan dengan pengendapan

melalui penambahan HCl sampai pH=8 untuk

membentuk silika alcogel dan pengeringan untuk

membentuk silika gel. Produk ini kemudian

digunakan sebagai prekursor dalam sintesis ZSM-5

menggunakan natrium aluminat sebagai sumber

alumina. Sintesis ZSM-5 dilakukan di bawah kondisi

reaksi berikut: SiO2/Al2O3 = 50, Na2O/SiO2 = 0,13,

H2O/SiO2 = 27 pada 190 oC selama 48 jam. Silika gel

dihasilkan dari lumpur Sidoarjo dengan kemurnian

98,1 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

mesopori ZSM-5 telah berhasil dibentuk dengan

rasio SiO2/Al2O3 = 21,63, luas permukaan spesifik =

5,166 m2/g, volume pori total = 6,515x10-3 cc/g dan

rata-rata radius pori = 2,522 nm. Hasil ini jelas

menunjukkan bahwa kation Na+ berperan penting

dalam mengarahkan struktural serta

menyeimbangkan muatan.

Kata Kunci—Lumpur Sidoarjo; Mesopori ZSM-5;

Green Chemistry; Metana menjadi Bensin.

Page 39: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

38 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Abstract- Methane has been used as a source of

renewable fuels that are environmentally friendly.

ZSM-5 catalyst is used for the conversion of

methane into gasoline. These materials are

generally synthesized using an organic template that

is likely to cause environmental problems.

Mesoporous ZSM-5 was synthesized successfully

from Sidoarjo mud as silica source without any

organic template. Silica from Sidoarjo mud was

extracted using sodium hydroxide solution to obtain

sodium silicate solution then proceeded with

precipitation by adding HCl until pH = 8 to form

silica alcogel and drying to form silica gel. The

product was then used as a precursor in the

synthesis of ZSM-5 with sodium aluminate used as

aluminum source. The synthesis of ZSM-5 was

conducted under the following reaction conditions:

SiO2/Al2O3=50, Na2O/SiO2=0.13, H2O/SiO2=27 at 190 oC for 48 hours. Silica gel was produced from

Sidoarjo mud with a purity of 98.1%. The results

showed that mesoporous ZSM-5 was successfully

formed with ratio of SiO2/Al2O3=21,63, specific

surface area=5,166 m2/g, total pore

volume=6,515x10-3 cc/g, and average radius

pore=2,522 nm. The results clearly show that Na+

cations playing a structural directing role as well as

charge balancing role.

Keywords — Sidoarjo Mud; Mesoporous ZSM-5;

Green Chemistry; Methane to Gasoline.

Page 40: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

39 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

I. PENDAHULUAN

Krisis bahan bakar minyak (BBM) sedang

mengancam dunia saat ini seiring dengan

meningkatnya penggunaan bahan bakar. Hal

tersebut menyebabkan defisit pada cadangan minyak

yang ada sehingga harganya pun terus meningkat

tajam. Salah satu solusi dari permasalahan tersebut

yaitu dengan melakukan konversi metana menjadi

bahan bakar berupa bensin menggunakan suatu

katalis yang dapat memberikan fraksi bensin dengan

nilai oktan yang tinggi sehingga kualitasnya lebih

baik dibandingkan bensin yang ada. Bensin yang

dihasilkan juga lebih ramah lingkungan daripada

bensin biasa, baik dari segi emisi gas yang

ditimbulkan maupun dari limbah produksinya [1].

Katalis yang sering digunakan dalam konversi

tersebut adalah ZSM-5.

Penelitian mengenai penggunaan katalis ini dalam

konversi metana menjadi bensin telah banyak

dilakukan [2-4]. Pada awalnya, ZSM-5 merupakan

katalis utama dalam perengkahan minyak bumi.

Namun seiring dengan semakin defisitnya cadangan

minyak yang ada membuat para peneliti mencoba

melakukan inovasi untuk mengatasi masalah ini.

Mereka berhasil mengkonversi gas metana menjadi

bensin menggunakan katalis ZSM-5. Kemudian

proses ini mulai banyak dilakukan oleh para pelaku

industri minyak bumi di dunia, salah satunya

Chevron.

ZSM-5 merupakan zeolit yang mempunyai pori

sedang dengan unit sel orthombik. Salurannya

terdiri dari beberapa cincin yang membentuk

selektivitas zeolit. ZSM-5 memiliki aktivitas dan

selektivitas yang tinggi pada beberapa reaksi

konversi hidrokarbon dan tidak mudah terdeaktivasi

[5]. Katalis ini memiliki harga yang sangat mahal

dan sampai saat ini Indonesia masih mengimpor

dari negara lain.

Sintesis ZSM-5 dari bahan alam telah dilakukan

oleh banyak peneliti [6-7]. Namun metode tersebut

umumnya dilakukan menggunakan templat organik

(TPA+). Walaupun efek templat organik bagus dalam

sintesis ZSM-5 namun menimbulkan permasalahan

seperti bersifat toksik, biaya produksi tinggi, terjadi

kontaminasi dengan limbah cair dan terjadi polusi

udara dari hasil dekomposisi termalnya. Untuk

mengatasi masalah ini, telah berhasil dilakukan

sintesis katalis ZSM-5 tanpa templat organik oleh

beberapa peneliti [8].

Selain itu, silika dari bahan alam yang digunakan

juga harus diperoleh dengan pembakaran pada

temperatur tinggi. Sehingga dibutuhkan energi yang

besar untuk memperoleh sumber silika. Padahal

kandungan silika yang cukup tinggi dari lumpur

Sidoarjo dapat disintesis menjadi silika amorf hanya

dengan temperatur yang cukup rendah [9]. Hal ini

membuat lumpur Sidoarjo berpotensi besar

digunakan sebagai sumber silika untuk sintesis

ZSM-5.

Jalur metode sintesis ZSM-5 ini merupakan suatu

metode sintesis dengan pendekatan Green

Chemistry. Hal tersebut karena metode ini memiliki

beberapa poin dari prinsip tersebut, diantaranya

yaitu peningkatan efisiensi energi, desain sintesis

yang tidak berbahaya dan peminimalan resiko

kecelakaan kerja. Lumpur Sidoarjo yang memiliki

kandungan silika tinggi dapat digunakan sebagai

bahan dasar sintesis ZSM-5. Hal ini diharapkan

dapat membantu dalam mengembangkan solusi

alternatif bahan bakar selain minyak bumi yang

harganya terus meningkat tajam tiap tahunnya.

Dengan adanya konsep ini, kita perlu

mempertimbangkan setiap aspek, bukan hanya di

akhir suatu proses, tapi dari awal kita melakukan

proses produksi, apakah menghasilkan limbah yang

berpotensi membahayakan lingkungan atau tidak.

Green chemistry merupakan konsep penting yang

perlu dikembangkan dan dilakukan secara

berkelanjutan agar bumi ini tetap menjadi tempat

tinggal yang layak bagi manusia.

Konsep ini dapat mengundang dan menantang

setiap ilmuwan untuk mengembangkan inovasi

dalam proses kimia dengan memperbaharui proses

kimia konvensional menjadi lebih ramah terhadap

Page 41: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

40 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

lingkungan dan manusia tanpa meninggalkan

prinsip-prinsip optimasi dalam proses produksi.

II. METODE PENELITIAN

A. Preparasi Sumber Silika

Batuan lumpur Sidoarjo ditumbuk sampai

berukuran kecil menggunakan mortar dan lumpang.

Kemudian direndam dengan akuades dalam gelas

beker sambil diaduk selama 24 jam menggunakan

magnetic stirrer pada temperatur kamar. Lumpur

tersebut lalu disaring dengan kertas saring biasa

menggunakan Buchner. Lumpur yang telah disaring

dikeringkan dalam oven pada temperatur 100 oC

selama 12 jam. Lumpur kering kemudian ditumbuk

kembali hingga halus sampai membentuk serbuk.

Serbuk diayak menggunakan pengayak 150 mesh.

Selanjutnya serbuk lumpur Sidoarjo dikarakterisasi

dengan FTIR, XRD dan XRF.

Lumpur yang telah dipreparasi kemudian direfluks

dengan 100 mL larutan NaOH sambil diaduk dengan

pengaduk magnet selama 5 jam pada temperatur 90

oC. Konsentrasi NaOH yang digunakan yaitu 6 M.

Sampel hasil refluks dipisahkan menggunakan alat

sentrifugasi dengan kecepatan 2100 rpm selama 10

menit. Filtrat kemudian disaring menggunakan

kertas saring whatman No. 1. Larutan yang diperoleh

merupakan larutan natrium silikat.

Natrium silikat hasil pelarutan dititrasi dengan

HCl sedikit demi sedikit sampai pH 8. Gel yang

terbentuk didiamkan selama sehari kemudian

dipisahkan dengan cara disaring menggunakan

kertas whatman No. 1. Gel kemudian dicuci dengan

akuabides sambil diaduk dengan pengaduk magnet

selama sehari pada temperatur kamar. Gel disaring

kembali kemudian dikeringkan dalam oven selama 5

jam pada temperatur 100 oC. Serbuk silika gel

dianalisis menggunakan FTIR, XRD dan XRF.

B. Sintesis Mesopori ZSM-5

Katalis ZSM-5 disintesis melalui reaksi hidrotermal

di dalam autoklaf menggunakan sumber alumina,

sumber silika dan NaOH sebagai agen pengarah

struktur. Sumber silika yang digunakan berasal dari

silika gel hasil pelarutan silika lumpur Sidoarjo.

Sintesis katalis ZSM-5 menggunakan sumber

alumina berupa natrium aluminat. Sebanyak 1 gram

natrium aluminat (Al2O3=55%, Na2O=45%)

ditambahkan dengan 2,87 gram NaOH yang telah

dilarutkan dalam 10 mL air. Campuran tersebut

ditambahkan 83,30 mL air dan diaduk pada

temperatur kamar. Setelah 30 menit kemudian

ditambahkan 16,51 gram silika gel. Campuran

diaduk selama 30 menit pada temperatur kamar

kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf. Campuran

dipanaskan pada temperatur 170 oC selama 48 jam.

Produk hasil hidrotermal tersebut merupakan ZSM-

5. Produk sintesis kemudian dikalsinasi pada

temperatur 550 oC selama 3 jam dengan laju

pemanasan 3 oC per menit.

C. Karakterisasi Material

Sampel lumpur Sidoarjo, silika gel dan produk

ZSM-5 dikarakterisasi dengan X- Ray Difraction

(XRD Shimadzu 6000) menggunakan filter Cu (λ=

0.15 nm) dengan kondisi operasi pada 40 kV dan 30

mA untuk mengetahui fasa kristal. Fourier

Transform Infrared Spectrometer (FTIR Shimadzu

8201 PC) digunakan untuk karakterisasi struktur

kerangka sampel yang diukur pada bilangan

gelombang 300-1600 cm-1. X-ray Fluorescence

Spectrometer (XRF PANalytical MiniPal 4)

Page 42: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

41 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

digunakan untuk menentukan komposisi kimia

sampel dengan kondisi operasi pada 7 kV

menggunakan atmosfir udara dan helium.

Transmission Electron Microscopy (TEM JEOL

JEM 1400) dengan kondisi operasi pada 120 kV

digunakan untuk mengetahui morfologi ZSM-5 dan

Surface Area Analyzer (SAA NOVA 1000) untuk

mengetahui luas permukaan spesifik, volume total

pori dan jari-jari rerata pori.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Spektra Inframerah

Gambar 1 (a) menunjukkan terdapat serapan

inframerah lumpur Sidoarjo pada bilangan

gelombang 470,63 dan 1033,58 cm-1 yang

merupakan vibrasi tekuk dan ulur dari gugus Si-O-Si

pada sistem lembar TO4 suatu lempung, sedangkan

puncak pada 532,35 dan 1427,32 cm-1 merupakan

vibrasi tekuk dan ulur gugus fungsi Si-O-Al dimana

Al merupakan kation pusat dari sistem TO6 pada

suatu lempung [10]. Keberadaan gugus Si-O untuk

sistem TO4 dan gugus Al-O untuk sistem lembar TO6

mengindikasikan bahwa lumpur Sidoarjo

merupakan material aluminosilikat dengan jenis

lempung.

Gambar 1 (b) menunjukkan serapan yang kuat dan

tajam pada bilangan gelombang 1095,57 cm-1

merupakan serapan dari vibrasi ulur asimetri gugus

Si-O pada gugus siloksan

(Si-O-Si). Serapan di sekitar 1200 cm-1 merupakan

serapan dari vibrasi ulur asimetri Si-O pada gugus

silanol (Si-OH). Bahu yang muncul pada serapan

tersebut menunjukkan telah berlangsungnya

polimerisasi silika dan merupakan karakter vibrasi

eksternal SiO4.

Berdasarkan Gambar 1 (c), pada spektra

inframerah ZSM-5 muncul dua serapan cincin ganda

pada bilangan gelombang 563,21 dan 632,65 cm-1.

Menurut Jacobs dan Martens [11] serapan vibrasi

cincin ganda dari ZSM-5 muncul pada dua bilangan

gelombang, yaitu 580 dan 560 cm-1. Serapan vibrasi

ulur simetris eksternal ZSM-5 muncul di bilangan

gelombang 810,10 cm-1. Jacobs dan Martens [11]

juga menyatakan bahwa vibrasi ulur simetris

eksternal dari ZSM-5 ditunjukkan pada bilangan

gelombang 800 cm-1. Sehingga produk diindikasikan

merupakan ZSM-5.

Gambar 1. Spektra Inframerah Lumpur Sidoarjo

(a), Silika Gel (b) dan ZSM-5 (c)

(c)

(b)

(a) 1600 1400 1200 1000 800 600 400

Inte

nsi

tas

(a.u

)

panjang gelombang (cm-1

)

Page 43: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

42 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Inte

nsi

tas

(a.u

)

2Theta (derajat)

B. Difraktogram Sinar-X

Berdasarkan Gambar 2 (a), terlihat puncak-puncak

difraksi lumpur Sidoarjo muncul pada 2θ = 5,78o

dan 6,52o yang memiliki kesesuaian dengan JCPDS

montmorillonit pada no. 13-135 dan 29-1498.

Kesesuaian nilai d pada puncak 2θ = 20,06o; 25,27o;

28,04o dan 36,79o dengan JCPDS illit no. 29-1496;

43-685; 29-1496 dan 26-911 sehingga puncak

tersebut diidentifikasi sebagai puncak dari mineral

illit.

Gambar 2. Difraktogram Lumpur Sidoarjo (a)

Silika Gel (b) dan ZSM-5 (c)

Puncak 2θ = 21,05o merupakan puncak khas dari

mineral kuarsa yang sesuai dengan data JCPDS

kuarsa no. 82-511. Puncak dengan intensitas

tertinggi muncul pada 2θ = 26,87o yang memiliki

kesesuaian dengan JCPDS montmorilonit no. 13-135.

Puncak pada 2θ = 12,40o; 24,24o dan 28,76o

memiliki kesesuaian dengan JCPDS kaolinit no. 80-

886. Berdasarkan hasil tersebut maka lumpur

Sidoarjo mengandung mineral montmorillonit,

kaolinit, illit dan kuarsa.

Berdasarkan Gambar 2 (b), pola difraksi dari silika

gel menunjukkan puncak yang muncul pada 2θ =

21,74o dan 22,38o yang memiliki kesesuaian dengan

JCPDS kuarsa no. 86-1565. Menurut Kalapathy et al.

[12], pola difraksi silika dengan pucak melebar di

sekitar 2θ = 22,00o menunjukkan telah terbentuknya

struktur silika amorf. Berdasarkan Gambar 2 (c),

semua puncak yang muncul pada ZSM-5 hasil

sintesis memiliki kesesuaian dengan nilai d pada

JCPDS no. 79-1638 mineral ZSM-5. Oleh karena itu

puncak-puncak tersebut dapat diidentifikasikan

sebagai puncak mineral ZSM-5.

Tabel 1. Hasil Analisis Komposisi Kimia Material

Oksid

a

% Berat relatif

Lumpur

Sidoarjo Silika gel ZSM-5

SiO2

Al2O3

K2O

CaO

TiO2

MnO

50,1 98,1 89,4

14,4 - 6,70

4,82 0,17 1,30

10,4 0,68 0,89

3,93 0,06 -

8,40 - 0,03

C. Komposisi, Morfologi dan Isoterm Adsorpsi

Tabel 1 menunjukkan komposisi kimia dari lumpur

Sidoarjo yang terdiri dari campuran beberapa unsur

dengan silika sebagai komponen paling dominan.

Sedangkan komposisi kimia silika gel menunjukkan

kemurnian silika hasil sintesis yang tinggi sehingga

sangat baik digunakan sebagai sumber silika untuk

sintesis ZSM-5. Hasil analisis komposisi kimia ZSM-

5 pada Tabel 1 menunjukkan bahwa metode

hidrotermal tanpa templat organik dapat

menghasilkan produk dengan rasio Si/Al = 21,64.

Page 44: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

43 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Hasil ini jelas menunjukkan bahwa kation Na+

berperan penting dalam mengarahkan struktural

serta menyeimbangkan muatan sehingga dapat

membentuk ZSM-5.

Gambar 3. Kurva isoterm adsorpsi gas nitrogen

dari ZSM-5

Berdasarkan Gambar 3, maka dapat dilakukan

perhitungan analisis BET dan BJH dari ZSM-5 hasil

sintesis. Hasil perhitungan tersebut memberikan

informasi bahwa ZSM-5 hasil sintesis memiliki luas

permukaan spesifik = 5,166 m2/g, total volume pori

= 6,515x10-3 cc/g, dan jari-jari rerata pori = 2,522

nm. Data ini menunjukkan bahwa material tersebut

termasuk dalam kelompok mesopori. Sedangkan

Gambar 4 menunjukkan bahwa morfologi ZSM-5

hasil sintesis memiliki kemiripan dengan mesopori

ZSM-5 standar.

(a) (b)

Gambar 4. Morfologi mesopori ZSM-5 hasil

sintesis (a) dan mesopori ZSM-5 standar

(b) (Zhang et al. [13])

Kation Na+ merupakan agen pengarah struktur

dalam sistem sintesis zeolit. Keberadaan spesies ini

sangat diperlukan sebagai pemacu mobilitas ion-ion

silikat dan aluminat dalam proses nukleasi. Proses

ini terjadi melalui pelarutan spesies silikat yang

membentuk monomer-monomer kemudian menjadi

dimer, trimer, tetramer dan akhirnya menjadi

oligomer-oligomer silikat yang pada gilirannya akan

bereaksi dengan spesies aluminat. Spesies

aluminosilikat yang dihasilkan akan membentuk inti

kristal yang perlahan-lahan mengendap. Spesies

tersebut selanjutnya tumbuh menjadi kristal secara

spontan pada tahap kristalisasi. Hal ini membuat

terbentuknya struktur zeolit dengan keteraturan

tertentu seperti mesopori ZSM-5.

Page 45: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

44 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Menurut Subagjo [14], zeolit ZSM-5 mempunyai

sifat unik yaitu mempunyai ukuran pori 0,54 x 0,57

nm (lebih kecil dari ukuran molekul hidrokarbon C11),

berstruktur tiga dimensi dan bersifat organofil.

Kombinasi ketiga sifat diatas menyebabkan ZSM-5

bersifat selektif terhadap pembentukan hidrokarbon

≤ C11, mempunyai umur katalis yang panjang serta

tahan terhadap perlakuan panas dan asam. Oleh

karena itu, bensin yang dihasilkan akan memiliki

nilai oktan yang lebih tinggi daripada bansin yang

ada saat ini. Bensin yang berbahan dasar metana

akan bersifat lebih ramah lingkungan dibandingkan

bensin biasa, baik dari segi emisi gas yang

ditimbulkan maupun dari limbah produksinya.

IV. KESIMPULAN

Mesopori ZSM-5 telah berhasil disintesis

menggunakan pendekatan Green Chemistry, dimana

sintesis dilakukan tanpa templat organik dengan

sumber silika dari lumpur Sidoarjo. ZSM-5 yang

diperoleh memiliki rasio SiO2/Al2O3 = 21,63 dengan

luas permukaan spesifik = 5,166 m2/g, volume pori

total = 6,515x10-3 cc/g, dan rerata jari-jari pori =

2,522 nm sehingga material ini termasuk dalam

kelompok mesopori. Pemanfaatan lumpur Sidoarjo

sebagai sumber silika untuk sintesis ZSM-5 perlu

dikembangkan supaya material ini dapat digunakan

secara masal sebagai katalis dalam konversi metana

menjadi bensin. Bensin yang dihasilkan akan

memiliki nilai oktan tinggi serta lebih ramah

lingkungan, baik dari segi emisi gas yang

ditimbulkan maupun pembakarannya. Penelitian ini

juga dapat menjadi usulan yang sangat strategis

untuk dilaksanakan di Indonesia. Hal ini

dikarenakan kondisi buruk yang dialami Indonesia

dalam menghadapi permasalahan kenaikan harga

minyak mentah dunia, sehingga perlu suatu solusi

yang cepat dan tepat untuk mencegah semakin

buruknya dampak dari kondisi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

[1] D.C. Bressler and K.D. Maher, “Pyrolysis of triglyceride

materials for the production of renewable fuels and

chemicals”, Bioresource Technology, Vol. 90, 2007, pp.

2351-2368, Canada.

[2] C-J. Liu, R. Malloinson and L. lobban, “Comparative

investigations on plasma catalytic methane conversion to

higher hydrocarbons over zeolites”, Applied Catalysis A, Vol.

178, 1999, pp. 17-27.

[3] A.K.A. Gheit, A.E. Awadallah, A.A.A. Enein and A.L.H.

Mahmoud, “Molybdenum substitution by copper or zinc in

H-ZSM-5 zeolite for catalyzing the direct conversion of

natural gas to petrochemicals under non-oxidative

conditions”, Fuel, Vol. 90, 2011, pp. 3040-3046.

[4] D.D Anggoro and N.A.S Amin, “Methane to liquid fuels over

metal loaded HZSM-5 catalyst”, Journal of Sustainable

Energy and Environment, Vol. 2, 2011, pp. 57-59.

[5] A.A. Fernandes, E.U. Frajndlich dan H.G Riella, “A low cost

ZSM-5 zeolite obtained from rice hull ash”, Materials Science

Forum, Vol. 498-499, 2005, pp. 676-680, Trans Tech

Publications, Switzerland.

[6] M. Chareonpanich, T. Namto, P. Kongkachuichay, J.

Andlimtrakul, “Synthesis of ZSM-5 zeolite from lignite fly ash

and rice husk ash”, Journal of Fuel Processing Technology,

Vol. 85, 2004, pp. 1623- 1634.

[7] L.T.H. Nam dan N.T.T. Loan, “Influence of silica resource

from rice husk on structure of HZSM-5 zeolite”, Journal of

Chemistry, Vol. 47, 2009, pp. 586-590.

[8] L.A. Putro dan D. Prasetyo, “Abu sekam padi sebagai sumber

silika pada sintesis zeolit ZSM-5 tanpa menggunakan templat

organik”, Akta Kimindo,Vol. 3, 2007, pp. 33-36.

[9] A.F. Fadli, R.T Tjahjanto and Darjito, “Ekstraksi silika dalam

lumpur lapindo menggunakan metode kontinyu”, Kimia

Student Journal, Vol. 1, 2013, pp. 182-187.

[10] W. Xue, H. He, J. Zhu and P. Yuan, “FTIR Investigation of

CTAB-Al-Montmorillonite complexes”, Spectrochim. Acta,

Part A, Vol. 67, 2006, pp. 1030-1036.

[11] P.A. Jacobs and J.A. Martens, Synthesis of high-silica

aluminosilicate zeolites, 1987, Elsevier Science Publisher.

[12] U. Kalapathy, A. Proctor and J. Shultz, “A simple method for

production of pure silica from rice hull ash”, Biores. Tech.,

Vol. 73, 2000, pp. 257-262.

[13] F. Zhang, X. Chen, J. Zhuang, Q. Xiao, Y. Zhong and W. Zhu,

“Direct oxidation of benzene to phenol by N2O over meso-Fe-

Page 46: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

45 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

ZSM-5 catalysts obtained via alkaline post-treatment”, Catal.

Sci. Technol., Vol. 1, 2011, pp. 1250-1255.

[14] Subagjo,” Zeolit I, Struktur dan Sifat-sifatnya”, Warta

Insinyur Kimia, Vol 7, 1993.

Page 47: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

46 Inovasi Vol. 23 No. 1, Feb 2015

Konversi Limbah Pertanian (Lignoselulosa)

Menjadi Bio-aftur

Conversion of Agricultural Waste

(Lignocellulose) to Aviation Biofuel

Jindrayani Nyoo Putroa

Pembimbing: Suryadi Ismadjib dan Felycia Edi Soetaredjoc

aEmail: [email protected], bEmail: [email protected], cEmail: [email protected]

Jurusan Teknik Kimia, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Kalijudan 37, Surabaya 60114, Indonesia.

Abstrak- Limbah pertanian dengan jumlahnya

yang melimpah di dunia dan tidak memiliki nilai

guna dapat dimanfaatkan untuk produksi bio-

avtur yang distandarisasi dengan ASTM D1655

yang dipakai secara internasional sebagai

spesifikasi bahan bakar avtur pesawat terbang.

Pemanfaatan limbah pertanian ini bisa mengatasi

masalah menipisnya minyak bumi dan pemanasan

global di dunia yang akan membawa dampak baik

bagi sektor aviasi di dunia. Konversi limbah

pertanian ini dapat dilakukan dengan berbagai

macam rute yang berbeda yaitu gasifikasi,

likuifasi dan hidrolisis yang memiliki keunggulan

masing-masing. Karakterisasi bio-avtur nantinya

akan dibahas secara rinci di penelitian ini.

Kemungkinan penggunaan ampas tebu sebagai

bahan baku pembuatan bio-avtur juga diberikan

pada makalah ini.

Kata Kunci: Limbah pertanian, bioavtur, aviasi.

Abstract- Agricultural waste has abundant

availability in the world and has no value can be

utilized for the aviation biofuel production that is

standardized by ASTM D1655 which is

internationally used for aviation fuel

specifications in aircraft. Utilization of

agricultural waste could solve the problem of

petroleum oil depletion and global warming in the

world that will bring good impact for aviation

sector in the world. Conversion of agricultural

waste can be done through different routes,

namely gasification, hydrolysis, and liquefaction

which have their own advantages. This study also

will discuss the characterization of aviation

biofuel in detail. The possibility of using sugarcane

bagasse as the raw material for bio-jet fuel

production also given in this paper.

Keywords: Agricultural waste, biofuel, aviation.

Page 48: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

47 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

1. Pendahuluan

Perkembangan transportasi khususnya sektor

penerbangan di Indonesia saat ini sangat pesat. Pada

tahun 2001 konsumsi avtur di transportasi udara

sebesar 716 juta liter per hari dan terus meningkat secara

stabil hingga 751 juta liter per hari di tahun 2008, bahan

bakar avtur menyumbang sekitar 10-15% dari biaya

operasi maskapai penerbangan [1]. Banyaknya jumlah

konsumsi avtur ini memberi kontribusi yang signifikan

terhadap semakin menipisnya cadangan minyak bumi di

dunia. Dengan semakin menipisnya cadangan minyak

bumi dan harga bahan bakar yang tidak stabil menuntut

manusia untuk mencari sumber daya terbarukan yang

bisa menggantikan bahan bakar avtur.

Dalam beberapa dekade terakhir banyak penelitian

yang membahas tentang bahan bakar dengan sumber

terbaharukan dari berbagai jenis biomassa [2]. Dari

biomassa terdapat 3 jenis bahan baku yang bisa

dimanfaatkan untuk produksi bahan bakar yaitu: pati,

trigliserida, dan lignoselulosa (lihat Gambar 1). Bahan

baku pati biasanya diolah untuk menjadi bioethanol

karena struktur kimianya yang mudah dihidrolisa

menjadi gula monomer. Trigliserida merupakan bahan

baku yang biasanya diolah untuk menjadi biodiesel,

sumber bahan yang mengandung trigliserida bisa

didapatkan dari tanaman dan hewan, contoh: minyak

sayur atau lemak hewan. Lignoselulosa merupakan

bahan baku yang paling melimpah di dunia

dibandingkan 2 jenis bahan baku yang lainnya, karena

pati dan trigliserida hanya terdapat di tanaman tertentu

sedangkan lignoselulosa ada di semua tanaman untuk

menunjang struktural dalam suatu tanaman [3].

Gambar 1. Biomassa dan konversi menjadi bahan

bakar [3]

Limbah pertanian merupakan biomassa lignoselulosa

yang melimpah di Indonesia karena negara kita memiliki

sumber daya alam yang sangat kaya. Contoh limbah

pertanian yang bisa digunakan sebagai bahan baku

pembuatan bio-avtur dapat dilihat pada Tabel 1.

Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis yang

memiliki keuntungan dalam menghasilkan produk

pertanian seperti jagung, tebu, asam jawa, kapas, pisang,

padi dan produk pertanian lainnya. Dengan banyaknya

sumber pertanian dan perkebunan di Indonesia, sudah

bisa dipastikan limbah pertanian yang dihasilkan juga

banyak dan hal ini bisa dimanfaatkan untuk produksi

bahan bakar yang akan meningkatkan nilai jual dan

guna dari limbah tersebut.

Page 49: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

48 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

Tabel 1. Limbah pertanian dan komposisinya (%

berat kering) [4]

Limbah pertanian Selulosa Hemiselulosa Lignin

Kulit pisang 13 15 14

Tongkol jagung 32,3-

45,6

39,8 6,7-13,9

Brangkasan

jagung

35,1-

39,5

20,7-24,6 11-19,1

Jerami padi 29,2-

34,7

23-25,9 17-19

Ampas tebu 25-45 28-32 15-25

Sekam padi 28,7-

35,6

11,96-29,3 15,4-20

Ampas kopi 33,7-

36,9

44,2-47,5 15,6-

19,1

Biji asam jawa 10-15 55-56 -

Batang kapas 31 11 30

Lignoselulosa merupakan biomassa yang terdiri dari 2

komponen utama yaitu karbohidrat dan lignin, dimana

sekitar 50-60% bagiannya terdiri dari karbohidrat

(selulosa dan hemiselulosa) dan 20-35% lignin.

Kandungan karbohidrat dan lignin pada tiap biomassa

berbeda tergantung dari spesiesnya. Selulosa memiliki

ikatan rantai hydrogen yang kuat sehingga tidak bisa

larut dalam larutan yang umum, termasuk air, dan

sangat mudah terhidrolisa secara enzimatis.

Hemiselulosa terdiri dari ikatan pendek yang memiliki

banyak rantai percabangan dari berbagai macam

pentosa, yaitu xylosa dan arabinosa, dan heksosa

(manosa, galaktosa dan glukosa). Lignin merupakan

komponen yang memiliki senyawa polifenolik yang

sangat kompleks dan melekat dengan karbohidrat [5].

Pemanfaatan limbah pertanian ini memiliki tingkat

kesulitan yang cukup tinggi dimana struktur karbohidrat

dan lignin sangat susah untuk diproses lebih lanjut

menjadi bahan bakar, maka dari itu pretreatment

merupakan tahap yang sangat penting, dimana tahapan

ini mempengaruhi hasil akhir dari proses khususnya

dari segi ekonomi [6]. Dalam karya tulis ini penulis akan

membahas pembuatan bahan bakar bio-avtur dari

limbah pertanian mulai dari tahap pretreatment,

pembuatan bio-avtur (3 jalur konversi: gasifikasi,

likuifasi dan hidrolisa) beserta karakterisasi bio-avtur.

Pembuatan bio-avtur dari ampas tebu dengan

menggunakan katalis bentonite dan Pt/TiO2 dengan

proses hidrolisis pada kondisi subcritical water juga

akan disajikan dalam karya tulis ini.

2. Pretreatment limbah pertanian

Karena struktur lignoselulosa yang kompleks maka

dibutuhkan pretreatment untuk memecah ikatan

kompleks antara lignin-hemiselulosa-selulosa. Ada 4

jenis pretreatment untuk menghancurkan ikatan

kompleks lignoselulosa yaitu fisik, kimia, suhu, dan

biologis. Pretreatment secara fisik biasanya dilakukan

dengan mengecilkan ukuran partikel dari limbah

pertanian tersebut, akan tetapi ada pro dan kontra

mengenai pretreatment ini. Efek yang diberikan

pretreatment secara fisik ini berbeda tergantung dari

tiap karakteristik biomassa [7]. Liu melakukan

penelitian dengan menggunakan brangkasan jagung

mengungkapkan bahwa seiring bertambah besarnya

ukuran partikel brangkasan jagung, maka konversi gula

dari biomassa meningkat [8], sedangkan Khullar

menguji biomassa miscanthus dengan hasil yang

bertolak belakang dari Liu [9]. Pretreatment dengan

bantuan kimia merupakan pretreatment yang banyak

digunakan untuk proses delignifikasi, salah satu faktor

yang memberikan pengaruh sangat penting dalam

pretreatment kimia ini adalah pH. Nilai pH sangat

mempengaruhi perbandingan dan selektifitas komponen

lignoselulosa yang terlarut, contohnya hemiselulosa

memiliki kelarutan yang sangat baik pada pH rendah

(kondisi asam) sedangkan kelarutan lignin yang baik

terjadi pada pH tinggi (kondisi basa) [10]. Pretreatment

dengan bantuan suhu memiliki keuntungan yang lebih

dibandingkan 3 jenis pretreatment lainnya karena tidak

menggunakan bahan kimia, memanfaatkan kandungan

Page 50: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

49 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

hemiselulosa yang optimal dalam biomassa, dan biaya

energi yang rendah. Lignin dapat larut dalam air pada

suhu 200˚C, akan tetapi proses ini memiliki reaktifitas

tinggi yang menyebabkan kondensasi yang nantinya

akan mengendapkan biomassa sehingga muncul produk

sampingan seperti humin [11]. Pretreatment biomassa

yang terakhir adalah dengan bantuan enzim untuk

menghidrolisa selulosa menjadi monomer yang lebih

sederhana, biasanya pretreatment ini selalu dibantu

oleh pretreatment kimia atau suhu untuk

menghilangkan bagian lignin pada biomassa.

3. Konversi limbah pertanian menjadi bio-avtur

3.1 Gasifikasi

Gasifikasi adalah proses termo-kimia dengan reaksi

oksidasi di suhu yang tinggi dengan bantuan gas [12].

Gasifikasi dilakukan dengan membakar biomassa

sehingga dihasilkan syngas, yang mengandung CO2, CH4

dan N2 (producer gas) [3]. Proses ini biasanya dilakukan

pada suhu 727oC, dan gas yang dipakai pada umumnya

untuk proses ini adalah CO2 [12, 13, 14]. Dan hasil akhir

syngas yang didapatkan dari proses ini akan

ditingkatkan menjadi bio-avtur dengan proses tambahan

yaitu Fischer-Tropsch (FT). Keuntungan dari proses

gasifikasi ini adalah prosesnya tidak dibatasi oleh jenis

biomassa yang ada, sehingga semua jenis biomassa bisa

dikonversi menjadi bio-avtur dengan proses ini, tetapi

kandungan air dan pengotor di biomassa yang

terkandung oleh syngas bisa menjadi kendala pada

bagian peningkatan hasil melalui proses Fischer-Tropsch

dimana gas harus dialirkan terus-menerus [3]. Berikut

ini merupakan skema proses gasifikasi dan peningkatan

hasil menjadi bio-avtur dengan proses Fischer-Tropsch:

Gambar 2. Skema proses gasifikasi [3]

3.2 Likuifasi

Proses likuifasi merupakan konversi secara termo-

kimia yang dilakukan secara anaerobik, yang mengubah

biomassa ke produk cair seperti bio-oil. Proses ini

mengubah polimer biomassa menjadi senyawa dengan

ukuran yang lebih sederhana dengan suhu sekitar 252-

452oC dan tekanan sekitar 5-20 atm (proses likuifasi bisa

dilihat pada Gambar 3). Pada proses likuifasi, selulosa

mulai terdegradasi pada suhu 200oC. Seiring

meningkatnya suhu, maka reaksi akan berlangsung lebih

cepat. Faktor suhu, tekanan dan waktu ini membuat

proses likuifasi menghasilkan produk bio-oil yang

memiliki kandungan oksigen sekitar 12-14%, dan

membutuhkan proses yang lebih sederhana untuk

pengolahan bio-oil menjadi bio-avtur dibandingkan

proses gasifikasi [3, 15].

Page 51: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

50 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

Gambar 3. Skema proses likuifasi [3]

3.3 Hidrolisa

Hidrolisa merupakan proses yang sangat cocok untuk

memproses biomassa lignoselulosa dengan selektifitas

yang tinggi, seperti produksi kimia atau hidrokarbon

untuk bahan bakar transportasi [3]. Proses ini dilakukan

dengan cara depolimerisasi selulosa menjadi glukosa,

proses ini sangat mudah dibandingkan proses gasifikasi

dan pirolisis, akan tetapi untuk mencapai efisiensi tinggi

dalam proses degradasi selulosa ada beberapa faktor

yang perlu diketahui, salah satunya adalah kandungan

lignin dalam biomassa yang cukup banyak. Maka dari itu

diperlukan pretreatment pada biomassa sebelum

melalui proses hidrolisa ini. Secara umum faktor yang

mempengaruhi reaksi ini adalah suhu, jenis katalis, rasio

biomassa dan pelarut, lamanya proses. Pada proses

hidrolisa ada berbagai macam reaksi yang terjadi untuk

mencapai produk akhir bio-avtur, berikut ini penjabaran

reaksi biomassa menjadi bio-avtur:

Selulosa Glukosa HMF LA GVL Bio-Avtur

*HMF = Hydroxymethylfurfural, LA = Levulinic acid, GVL = Gamma-valerolactone

4. Karakterisasi bio-avtur

Avtur merupakan bahan bakar yang dipakai untuk

pesawat terbang, di dunia aviasi bahan bakar avtur ini

disebut Jet A-1. Bahan bakar selalu memiliki standar

tertentu mengenai karakter fisiknya, badan internasional

yang mengatur mengenai standar dari bahan bakar

tersebut adalah American Society for Testing and

Material (ASTM). Spesifikasi karakter fisik yang umum

mengenai avtur sesuai dengan ASTM D1655 bisa dilihat

pada Tabel 2. Beberapa alat yang dipakai untuk analisa

karakter fisik adalah sebagai berikut: untuk analisa

energy density dilakukan dengan bantuan alat bomb

calorimeter, analisa flash points diukur dengan metode

Tag Closed Cup Tester dan analisa densitas dihitung

dengan alat hydrometers. Sedangkan untuk analisa

kandungan senyawa pada bio-avtur dapat digunakan

Gas Chromatography.

Tabel 2. Spesifikasi karakter fisik bio-avtur ASTM

D1655

Komponen Metode

analisa

Energy density (MJ/kg) Min. 42,80 ASTM D240

Viskositas @ -20˚C (cSt) Maks. 8,000 ASTM D445

Densitas @15˚C (kg/m3) 775 – 840 ASTM D1298

Flash point (˚C) Min. 38,0 ASTM D56

Freezing point (˚C) Maks. -47 ASTM D2386

5. Bio-avtur dari ampas tebu

5.1. Persiapan bahan baku

Ampas tebu yang digunakan dalam penelitian ini

diperoleh dari pedagang kaki lima minuman tebu di

sekitar lokasi kampus. Sebelum digunakan ampas tebu

dicuci berulang-ulang untuk memisahkan kotoran-

kotoran yang menempel pada ampas, kemudian

dikeringkan hingga kadar air mencapai sekitar 10% dan

dihancurkan dalam grinder.

Sebelum proses hidrolisis, dilakukan proses

penghilangan lignin pada ampas tebu dengan

Page 52: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

51 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

menggunakan larutan NaOH 18%. Ampas tebu

direndam dalam larutan NaOH selama 24 jam dan

setelah proses penghilangan kadar lignin selesai,

dilakukan pencucian berulang ulang dan ampas tebu

dikeringkan hingga kadar air mencapai 10%.

5.2. Pembuatan katalis

Pada percobaan pembuatan bio-avtur dari ampas tebu

ini terdapat 3 jenis katalis yang digunakan yaitu Pt/TiO2,

bentonite termodifikasi (SiO2/Al2O3) dan Amberlyst 70.

Bentonite termodifikasi dibuat dengan cara merendam

bentonite dengan larutan asam sulfat 2 N selama 24 jam

pada suhu 60oC. Selama perendaman dilakukan

pengadukan secara konstant pada kecepatan

pengadukan 300 putaran/menit. Katalis Pt/TiO2 dibuat

dengan cara perendaman TiO2 dalam larutan H2PtCl6

selama 24 jam, kemudian dilanjutkan dengan proses

kalsinasi pada suhu 400oC selama 2 jam. Katalis

Amberlyst 70 diperoleh dari Rohm and Haas,

Philadelphia USA.

5.3. Karakterisasi ampas tebu dan katalis

Komposisi kimia ampas tebu ditentukan dengan

menggunakan metode analisa thermogravimetry (TGA).

Analisa TGA dilakukan dengan menggunakan alat

TGA/DSC-1 star system (Mettler toledo). Laju

pemanasan dan pendinginan selama proses analisa

adalah sebesar 20oC/menit. Analisa TGA dilakukan pada

rentang suhu 30oC hingga 800oC. Selama proses analisa

berlangsung gas nitrogen dengan laju alir sebesar 20

mL/menit dialirkan ke dalam system.

Struktur pori dan luas permukaan BET dari katalis

diukur dengan menggunakan nitrogen sorption

analyzer Quadrasorb SI. Kurva adsorpsi-desorpsi

nitrogen pada katalis yang digunakan pada penelitian ini

diperoleh pada suhu -196oC dan tekanan relative 0,001

hingga 0,995. Luas permukaan BET dihitung dengan

menggunakan perangkat lunak persamaan BET yang

terdapat di dalam alat Quadrasorb SI.

Topografi permukaan ampas tebu dan katalis dianalisa

dengan mengunakan metode Scanning Electron

Microscope (SEM). Analisa SEM dilakukan dengan

menggunakan alat SEM JEOL JSM 6390 yang

dilengkapi dengan pendeteksi backscattered electron

(BSE) pada akselerasi voltase sebesar 20 KV dan jarak

kerja 12 mm.

5.4. Hidrolisis ampas tebu menjadi asam levulinat

Hidrolisis ampas tebu menjadi asam levulinat pada

kondisi subcritical water dilakukan pada suhu 180oC

dan tekanan 30 bar. Katalis yang digunakan adalah

bentonite termodifikasi sebanyak 2% berat/berat.

Prosedur pembuatan asam levulinat dari ampas tebu

adalah sebagai berikut: 10 gram ampas tebu dimasukkan

ke dalam reaktor hidrolisa, kemudian ke dalam reaktor

ditambahkan 90 mL air dan 2 gram bentonite

termodifikasi. Setelah itu reaktor ditutup rapat dan

sistem dialirkan gas nitrogen selama beberapa saat.

Setelah kondisi inert di dalam reaktor tercapai, tekanan

sistem dinaikkan dengan mengalirkan gas nitrogen

hingga tekanan terbaca pada manometer menunjukkan

angka 10 bar dan pemanas dinyalakan hingga suhu

mencapai 200oC. Jika pembacaan pada manometer

kurang dari 30 bar, maka aliran gas nitrogen dihidupkan

hingga tekanan mencapai 30 bar.

Setelah waktu reaksi selama 180 menit tercapai,

reaktor didinginkan dan tekanan diturunkan hingga

mencapai tekanan atmosfer. Campuran dalam reaktor

kemudian dipisahkan antara padatan dan cairan.

Kandungan gula (heksosa dan pentose), furfural, HMF,

dan asam levulinat dianalisa dengan menggunakan

HPLC (Jasco HPLC system). Campuran air dan

asetonitril (20:80 v/v) digunakan sebagai fase bergerak.

Laju alir fase bergerak adalah 1 mL/menit. Kolom yang

digunakan adalah Luna C-18 (5 lm particle size, 250 mm

x 4.6 mm, Phenomenex, USA).

5.5. Hidrogenasi asam levulinat menjadi γ-valerolactone

Page 53: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

52 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

Hidrogenasi asam levulinat menjadi γ-valerolactone

dilakukan pada suhu 200oC dan waktu reaksi selama 6

jam. Katalis yang digunakan untuk proses hidrogenasi

asam levulinat menjadi γ-valerolactone adalah

campuran antara Pt/TiO2 dan bentonite termodifikasi.

Proses hidrogenasi dilakukan pada tekanan hydrogen

sebesar 50 bar. Prinsip kerja proses hidrogenasi asam

levulinat menjadi γ-valerolactone adalah sebagai

berikut: 100 mL filtrat asam levulinat yang diperoleh

dari percobaan hydrolysis diumpankan ke dalam reaktor,

kemudian 1 gram katalis Pt/TiO2 dan 1 gram katalis

bentonite termodifikasi ditambahkan ke dalam filtrat

tersebut. Selanjutnya reaktor ditutup rapat dan dialirkan

gas hydrogen hingga tekanan dalam reaktor mencapai

50 bar, kemudian reaktor dipanaskan hingga suhu

mencapai 200oC dan reaksi dijaga pada suhu tersebut

selama 6 jam. Setelah waktu 6 jam tersebut tercapai,

reaksi dihentikan dengan cara mendinginkan reaktor

dan tekanan pada reaktor diturunkan hingga mencapai

tekanan atmosfer. Padatan katalis dan filtrat kemudian

dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Komposisi senyawa

kimia dalam filtrate ditentukan dengan menggunakan

gas kromatografi (Shimadzu 2014). Fase diam yang

digunakan adalah kolom kapiler Agilent DBWaxetr. Gas

helium digunakan sebagai carrier gas dengan laju alir

30 cm/s. Detektor yang digunakan adalah tipe FID.

5.6. Konversi γ-valerolactone menjadi avtur

Reaksi γ-valerolactone menjadi hidrokarbon dilakukan

dalam sebuah reaktor unggun (fixed bed). Metode yang

digunakan untuk pembuatan avtur dari γ-valerolactone

adalah metode dari Serrano-Ruiz dkk [16]. Katalis yang

digunakan adalah bentonite (SiO2/Al2O3) dan Amberlyst

70. Sebagai variable proses dalam pembuatan

hidrokarbon dari γ-valerolactone adalah suhu (150, 200,

250, dan 300oC) dan waktu reaksi (1, 2, 3, 4, dan 5 jam).

Tekanan sistem 30 bar. Analisa komposisi kimia

dilakukan dengan menggunakan GC-MS.

6. Hasil dan Pembahasan

6.1. Karakterisasi ampas tebu dan katalis

Hasil karakterisasi TGA ampas tebu dan ampas tebu

yang telah mengalami pretreatment dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia ampas tebu dan ampas tebu

yang mengalami perlakuan awal

Suhu, oC Komponen Ampas

tebu, %

Ampas tebu

dengan

perlakuan

awal, %

30-200 Kadar air 9,3 6,8

200-350 Selulosa dan

hemiselulosa

44,1 62,6

400-500 Lignin 28,6 6,3

> 500 Abu 18,0 24,3

Dasar dari analisa TGA adalah proses pirolisis yaitu

perengkahan atau dekomposisi bahan pada suhu tinggi

tanpa adanya oksigen. Pada suhu 30 sampai 200oC

ampas tebu kehilangan massa diakibatkan oleh

penguapan air baik dalam bentuk air bebas (free

moisture content) atau air terikat (bound water). Pada

suhu 200-350oC, penurunan massa ampas tebu

diakibatkan oleh dekomposisi termal selulosa dan

hemiselulosa menjadi senyawa-senyawa yang lebih

sederhana dan produk dari dekomposisi selulosa dan

hemiselulosa adalah gas dan tar (bio-oil). Dekomposisi

lignin terjadi pada suhu 400-500oC, hasil dekomposisi

dari lignin adalah tar dengan komponen utama senyawa-

senyawa fenol dan turunannya. Sedangkan sisa dari

dekomposisi termal tersebut adalah abu dan karbon

tetap. Perlakuan awal ampas tebu dengan larutan NaOH

berhasil menghilangkan sebagian besar lignin seperti

terlihat pada Tabel 3. Dengan hilangnya sebagian besar

lignin diharapkan pembentukan heksosa dan pentose

Page 54: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

53 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

selama proses hidrolisis pada kondisi subcritical water

akan berjalan dengan baik.

Struktur pori dari ampas tebu, ampas tebu sesudah

pretreatment, bentonite, bentonite termodifikasi,

penyangga katalis TiO2 dan katalis Pt/TiO2 dapat dilihat

pada Tabel 4. Secara keseluruhan perubahan struktur

pori tidak terlalu signifikan. Untuk ampas tebu yang

merupakan bahan alam dan tidak berpori, setelah

mengalami proses perlakuan awal dengan NaOH juga

tidak berpori, tetapi BET surface area mengalami

peningkatan cukup signifikan, hal ini karena hilangnya

sebagian besar lignin menimbulkan suatu rongga-rongga

kosong diantara struktur ampas tebu.

Tabel 4. Struktur pori bahan baku dan katalis

Sifat AT ATT Ben BenT TiO2 Pt/TiO2

BET,

m2/g

5,1 9,8 197 184 55 52

Vmikro,

cm3/g

- - 0,10 0,08 0,02 0,02

Vmeso,

cm3/g

- - 0,20 0,21 0,11 0,10

VTotal,

cm3/g

0,01 0,01 0,31 0,32 0,15 0,14

Keterangan: AT = ampas tebu; ATT = ampas tebu terdelignifikasi; Ben

= bentonite; BenT = bentonite termodifikasi

Penurunan luas permukaan BET bentonite termodifikasi

disebabkan terjadinya kenaikan jarak antar lapisan

(interlayer spacing) penyusun bentonite karena

perlakuan asam. Sedangkan pada katalis Pt/TiO2

penurunan luas BET disebabkan oleh penempelan logam

Pt pada struktur pori TiO2.

Gambar SEM dari ampas tebu, ampas tebu dengan

perlakuan awal, bentonite termodifikasi dan katalis

Pt/TiO2 dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. SEM (a) ampas tebu, (b) ampas tebu

dengan pretreatment, (c) Bentonite termodifikasi,

dan (d) Pt/TiO2

Dari gambar 4 terlihat bahwa berkurangnya kadar lignin

dalam ampas tebu menyebabkan terjadinya perubahan

topografi permukaan dari ampas tebu (gambar 4a dan

4b). Gambar 4c menunjukkan topografi permukaan

bentonite termodifikasi. Modifikasi dengan asam

menghilangkan ciri khas permukaan bentonite yaitu

susunan antar lapisan yang berbentuk seperti trombosit

mulai berkurang. Bentuk partikel dari katalis Pt/TiO2

cenderung tidak beraturan (gambar 4d) dengan

diameter partikel rata-rata antara 0,2 sampai 0,3 m.

Modifikasi dengan menggunakan asam sulfat 2 N

selama 24 jam tidak merubah kristalitas dari bentonite,

sedikit pergeseran harga d spacing teramati yaitu dari

d100 = 1,42 nm ke d100 = 1,45 nm. Struktur

montmorillonite dari bentonite teramati pada sudut

refleksi 2θ = 8o, 19o, dan 35o. Sedangkan untuk katalis

a b

c d

Page 55: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

54 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

2 , o

0 20 40 60 80

Inte

nsity

Pt/TiO2 juga dijumpai fenomena yang sama, yaitu

adanya logam Pt dalam struktur TiO2 tidak merubah

kurva XRD dari TiO2. Kemungkinan yang terjadi dengan

tidak berubahnya kurva XRD TiO2 karena logam Pt

terdistribusi merata dalam struktur penyangga katalis

TiO2. Kurva karateristik XRD dari bentonite

termodifikasi dan Pt/TiO2 dapat dilihat pada gambar 5.

2 , o

20 30 40 50 60 70 80

Inte

nsity

Pt/TiO2

TiO2

Gambar 5. Kurva XRD (a) bentonite termodifikasi,

dan (b) katalis Pt/TiO2

6.2. Hidrolisis ampas tebu menjadi asam levulinat

Pada proses hidrolisis ampas tebu dengan

menggunakan proses subcritical water disertai

penambahan katalis bentonite termodifikasi dihasilkan

beberapa senyawa kimia dengan produk utama asam

levulinat. Reaksi pembentukan asam levulinat dari

ampas tebu ini merupakan reaksi berkelanjutan yang

cukup komplek.

Pada kondisi subcritical, molekul air akan terdisosiasi

menjadi ion-ion H3O+ dan OH-. Ion H3O+ ini bersama-

sama dengan ion H+ dari katalis bentonite termodifikasi

akan menyerang ikatan β-1,4-glycosidic yang mengikat

beberapa monomer D-glukosa menjadi suatu rantai

panjang. Selulosa akan terpecah menjadi monomer-

monomer glukosa, sedangkan hemiselulosa akan

terpecah menjadi heksosa (glukosa, manosa dan

galaktosa) dan pentose (xilosa dan arabinose).

Pada suhu tinggi, proton (H3O+ dari subcritical water

dan H+ dari katalis bentonite termodifikasi) yang

terdapat dalam sistem akan sangat reaktif, monomer-

monomer gula C6 (glukosa, manosa dan galaktosa) yang

terbentuk akan terdehidrasi menjadi 5-hidroksi-

metilfurfural (HMF), sedangkan monomer-monomer

gula C5 (xilosa dan arabinose) terdehidrasi menjadi

furfural. Selanjutnya HMF yang terbentuk akan

terdehidrasi lebih lanjut menjadi asam levulinat dan

asam format. Pada suhu 200oC dan tekanan 30 bar,

produk reaksi yang dihasilkan antara lain glukosa (1,15

g/L), xilosa (3,71 g/L), galaktosa (0,11 g/L), arabinose

(0,08 g/L), HMF (0,13 g/L), furfural (0,34 g/L), dan

asam levulinat (12,53 g/L). Dengan kandungan selulosa

dan hemiselulosa sebesar 62,6% maka yield asam

levulinat yang dihasilkan adalah sebesar 20%. Hasil yang

diperoleh cukup rendah karena sebagian dari asam

levulinat dan produk intermediate yang lain terdehidrasi

lebih lanjut membentuk humin.

6.3. Hidrogenasi asam levulinat menjadi γ-valerolactone

γ-valerolactone merupakan salah satu bahan kimia

penting yang banyak digunakan sebagai bahan baku

untuk parfum dan perisa, pelarut dan campuran untuk

bio-fuel, dan bahan baku berbagai macam produk

farmasi dan bahan kimia lainnya. Konversi asam

levulinat menjadi γ-valerolactone terjadi dalam 2

mekanisme reaksi, yang pertama adalah dehidrasi asam

levulinat menjadi angelica lakton dan diikuti reaksi

reduksi angelica lakton menjadi γ-valerolactone.

Mekanisme yang kedua ialah reduksi asam levulinat

menjadi asam 4-hidroksi pentanoat dan dilanjutkan

dengan dehidrasi asam 4-hidroksi pentanoat menjadi γ-

valerolactone. Pada penelitian yang kami lakukan ini,

reaksi samping juga terbentuk, sebagian γ-valerolactone

tereduksi menjadi 1,4 pentanadiol dan senyawa ini

terhedirasi lebih lanjut menjadi metiltetrahidrofuran

(MTHF).

a b

Page 56: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

55 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

Konversi reaksi dari asam levulinat pada suhu 200oC

dan tekanan hydrogen 50 bar selama 6 jam adalah

sebesar 96,4% dan γ-valerolactone yang terbentuk

adalah sebesar 91,2%. γ-valerolactone yang terbentuk

lebih rendah dari asam levulinat yang terkonversi

menunjukan adanya reaksi pembentukan MTHF.

6.4. Pembentukan hidrokarbon dari γ-valerolactone

Gambar 6 menunjukan yield hidrokarbon dari

konversi katalitis γ-valerolactone sebagai fungsi waktu

pada berbagai macam suhu reaksi.

Gambar 6. Pengaruh suhu dan waktu terhadap total

yield hidrokarbon

Reaksi pembentukan hidrokarbon dari γ-valerolactone

merupakan reaksi yang komplek dan bersifat endotermis

dan biasanya berlangsung pada suhu tinggi. Dengan

naiknya suhu maka konversi γ-valerolactone menjadi

hidrokarbon juga akan naik seperti terlihat pada gambar

6. Total yield hidrokarbon yang dihasilkan adalah 25,6%.

Dari hasil analisa GC-MS senyawa hidrokarbon yang

terdapat dalam bio-fuel adalah C9, C10, C12, C16, C20,

C22, C24 dan beberapa senyawa lain. Senyawa C9, C10,

C12, dan C16 adalah komponen penyusun avtur yang

merupakan bahan bakar untuk pesawat terbang.

Sehingga hasil yang diperoleh dengan proses pemurnian

akan didapatkan bahan bakar terbarukan yang dapat

digunakan untuk industri pesawat terbang. Energy

density dari produk yang diperoleh adalah 43,2 MJ/kg

dengan densitas 810 kg/m3.

7. Kesimpulan

Limbah pertanian di Indonesia memiliki peluang

untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar bio-avtur

dengan berbagai macam jalur konversi yang ada.

Pemanfaatan limbah pertanian memerlukan

pretreatment untuk semakin meningkatkan hasil bio-

avtur. Hasil bio-avtur yang diperoleh dari bahan baku

ampas tebu mempunyai kandungan energi sebesar 43,2

MJ/kg dan densitas 810 kg/m3.

DAFTAR PUSTAKA

[1] G. Liu, B. Yan, G. Chen, “Technical review on jet fuel production,”

Renewable and Sustainable Energy Reviews 25, 59-70, 2013.

[2] R. E. H. Sims, W. Mabee, J. N. Saddler, dan M. Taylor, “An

overview of second generation biofuel technologies,” Bioresource

Technology 101, 1570-1580, 2010.

[3] D. M. Alonso, J. Q. Bond, J. A. Dumesic, “Catalytic conversion of

biomass to biofuels,” Green Chemistry, 12, 1493-1513, 2010.

[4] V. Menon, M. Rao, “Trends in bioconversion of lignocellulose:

Biofuels, platform chemicals & biorefinery concept,” Progress in

Energy and Combustion Science 38, 522-550, 2012.

[5] M. Galbe, G. Zacchi, “Pretreatment: The key to efficient utilization

of lignocellulosic materials,” Biomass and Bioenergy 46, 70-78.

[6] J. K. Kurian, G. R. Nair, A. Hussain, G. S. V. Raghavan,

“Feedstocks, logistics and pre-treatment processes for sustainable

lignocellulosic biorefineries: A comprehensive review”,

Renewable and Sustainable Energy Reviews 25, 205-219, 2013.

[7] P. Adapa, L. Tabil, G. Schoenau, “Grinding performance and

physical properties of non-treated and steam exploded barley,

canola, oat and wheat straw,” Biomass and Bioenergy 35, 549-561,

2011.

[8] Z. H. Liu, L. Qin, F. Pang, M. J. Jin, B. Z. Li, Y. Kang, B. E. Dale, Y.

J. Yuan, “Effects of biomass particle size on steam explosion

pretreatment performance for improving the enzyme digestibility

of corn stover,” Industrial Crops and Products 44, 176-184, 2013.

Waktu, jam

0 1 2 3 4 5 6

To

tal y

ield

hid

roka

rbo

n (

%)

0

5

10

15

20

25

30

150oC

200oC

250oC

300oC

Page 57: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

56 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

[9] E. Khullar, B. S. Dien, K. D. Rausch, M. E. Tumbleson, V. Singh.

“Effect of particle size on enzymatic hydrolysis of pretreated

Mischantus,” Industrial Crops and Products 2013, 44, 11-17.

[10] A. Garcia, M. G. Alriols, J. Labidi, “Evaluation of different

lignocellulosic raw materials as potential alternative feedstocks in

biorefinery processes,” Industrial Crops and Products 53, 102-110,

2014.

[11] K. Wormeyer, T. Ingram, B. Saake, G. Brunner, I. Smirnova,

“Comparison of different pretreatment methods for lignocellulosic

materials. Part II: Influence of pretreatment on the properties of

rye straw lignin,” Bioresource Technology 102, 4157-4164, 2011.

[12] L. Lin, M. Strand, “Investigation of the intrinsic CO2 gasification

kinetics of biomass char at medium to high temperatures,”

Applied Energy, 109, 220-228, 2013.

[13] S. Irmak, M. Kurtulus, A. Hasanoglu (Hesenov), O. Erbatur,

“Gasification efficiencies of cellulose, hemicellulose and lignin

fractions of biomass in aqueous media by using Pt on activated

carbon catalyst,” Biomass and Bioenergy, 49, 102-108, 2013.

[14] T. G. Madenoglu, N. Boukis, M. Saglam, M. Yuksel, “Supercritical

water gasification of real biomass feedstocks in continuous flow

system,” International Journal of Hydrogen Energy 36, 14408-

14415, 2011.

[15] Y. Gao, X. H. Wang, H. P. Yang, H. P. Chen, “Characterization of

products from hydrothermal treatments of cellulose,” Energy, 42,

457-465, 2012.

[16] J.C. Serrano-Ruiz, D. Wang, J.A. Dumesic, “Catalytic upgrading of

levulinic acid to 5-nonanone,” Green Chemistry, 12, 574-577,

2010.

Page 58: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

57 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

Tinjauan Daktilitas Lentur Dinding Bata Merah

dengan Perkuatan Strapping Band

(Studi Kasus: Dinding Plesteran 1 cm dengan Beban

Siklik Quasistatik dan Arah Retak Vertikal)

Ductility Flexural Review of Brick Masonry Wall

Strengthened by Strapping Band

(Case Study: 1 cm Plastered Wall with Cyclic

Quasistatic Loads and Vertical Direction of Crack)

Frederica Neo1,a dan Andreas Triwiyono2,b

1,2Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA.

[email protected], [email protected]

Abstrak- Dinding bata merah sering digunakan pada rumah

tinggal dan berbagai bangunan gedung lainnya. Di kawasan

rawan gempa seperti Indonesia, dinding tersebut perlu untuk

diberi perkuatan. Salah satu perkuatan yang mudah didapatkan

dan murah adalah strapping band. Penelitian ini bertujuan

meninjau pengaruh strapping terhadap daktalitas dinding pada

daerah gempa, dimana pada penelitian ini, beban gempa tersebut

diwakili dengan pembebanan lentur siklik quasistatik arah tegak

lurus bidang dinding. Benda uji dinding dibuat dengan variasi:

tanpa strapping, dengan strapping interval 20 cm, 15 cm dan 10

cm. Pada proses pengujian, benda uji diberi pembebanan bolak-

balik sebanyak 12 siklus. Setiap siklus dilakukan sebanyak 3 kali

pengulangan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan

strapping band tidak meningkatkan kekuatan selama dinding

belum rusak. Dinding dengan kekuatan maksimum awal

tertinggi adalah dinding tanpa strapping dan dinding dengan

strapping 15 cm. Strapping band mulai memberi pengaruh setelah

dinding retak, yaitu dengan adanya kekuatan residual.

Penambahan jumlah strapping berpengaruh pada peningkatan

kekuatan akhir. Dengan strapping interval 10 cm, kekuatan akhir

pada defleksi 0,02 L sebesar 56,4 % kekuatan awalnya.

Kata Kunci—Bata Merah, Strapping Band, Beban Siklik.

Abstract- Brick masonry wall is usually used as chamber

partition in Indonesia. As Indonesia is at earthquake-prone area,

those brick masonry walls need to be strengthened. One of the

applicable and cheap wall strengthening method is by using

strapping-band meshes. The purpose of this research is to review

about the flexural ductility of the wall at earthquake-prone area,

on which that earthquake load was represented by cyclic

quasistatic flexural load in out-of plane direction of walls. Wall

specimens were made in 4 variations: without strapping, with

strapping interval of 20 cm, 15 cm and 10 cm. Reversed cyclic

load was applied to all of the walls in 12 cycles with 3 repetitions

for each. These experiment results show that applying strapping

band on the walls doesn’t increase the initial maximum strength.

The specimens with highest initial maximum strength were wall

without strapping and wall with strapping interval of 15 cm.

Strapping band starts to give effects after initial crack occured

by giving additional residual strength. The increasing number of

strapping will cause the increasing of final strength. Wall with

strapping interval of 10 cm has final strength 56,4% of it’s initial

strength, at displacement of 0,02 L.

Keywords— Brick Masonry, Strapping Band, Cyclic Load.

Page 59: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

58 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

I. PENDAHULUAN

Indonesia berada di jalur pertemuan lempeng benua dan

hal ini menyebabkan sebagian besar wilayahnya rawan

bencana gempa. Dalam beberapa kasus gempa yang telah

terjadi, banyak bangunan yang mengalami kegagalan dan

menimbulkan korban jiwa. Keruntuhan dinding merupakan

salah satu dari kegagalan tersebut. Berbagai metode perkuatan

pun dilakukan untuk mengatasi permasalahan keruntuhan

dinding. Tali strapping band yang berbahan dasar plastik,

mudah ditemukan dan cukup ekonomis[1], menarik perhatian

peneliti untuk mengkaji lebih dalam terhadap penggunaan

strapping band sebagai solusi dari permasalahan tersebut.

Khusus dalam arah tegak lurus dinding, penelitan

terdahulu yang berkaitan dengan perkuatan menggunakan

strapping band dilakukan dengan pembebanan statik,

sedangkan pembebanan dinamis umumnya menggunakan

meja getar yang jauh lebih kompleks. Oleh karena itu, peneliti

merasa perlu meninjau secara sederhana terhadap kuat lentur

arah tegak lurus dinding bata merah melalui pembebanan yang

relatif lebih mewakili kondisi gempa dibandingkan beban

statik, yaitu pembebanan siklik quasistatik.

Penelitian ini bertujuan mendapatkan kurva beban

terhadap deformasi akibat pembebanan siklik quasistatik,

membandingkan nilai kapasitas momen lentur, daktalitas

lentur arah retakan vertikal dari dinding tanpa perkuatan

strapping dan dinding dengan perkuatan strapping. Tujuan

lainnya yaitu memberikan informasi kelayakan penggunaan

strapping band sebagai perkuatan dinding dari segi

peningkatan biaya material.

Mayorca et. al. [2] melakukan penelitian terhadap lentur

out of plane dinding bata merah yang diberi perkuatan

strapping. Benda uji berupa dinding bata (burned) berukuran

475 mm x 235 mm x 50 mm dengan variasi tanpa strapping

dan dengan strapping interval 45 mm. Panjang bentang

pengujian 440 mm. Pengujian statik out of plane pada arah

retak vertikal, menghasilkan beban maksimal awal rerata

dinding tanpa strapping sebesar 0,67 kN dan dinding dengan

tali strapping jarak 45 mm sebesar 0,52 kN.

Strapping menurunkan kemampuan awal dinding saat

retak, namun apabila pembebanan dilanjutkan untuk deformasi

yang lebih besar, dinding tanpa strapping langsung runtuh

atau gagal, sementara dinding dengan tali strapping jarak 45

mm mengalami penurunan kemampuan hingga pada kekuatan

residualnya yaitu setidaknya 30% kekuatan maksimum awal

dinding. Pembebanan lebih lanjut lagi masih dapat diterima

oleh dinding, bahkan melebihi kekuatan awal dinding saat

retak. Hal ini berarti daktilitas dari dinding meningkat setelah

diberi perkuatan strapping band dan tembok semakin kecil

kemungkinannya untuk runtuh atau mencederai penghuni.

Adiartha [3] melakukan penelitian kuat

lentur tegak lurus bidang dinding bata merah pejal

dengan benda uji dinding diberi perkuatan tali

strapping, lebar 7 mm dan tebal 0,8 mm, dengan

variasi jumlah 1, 2 dan 3. Dinding juga diberi

variasi berupa tebal plasteran 1cm. Pembebanan

dilakukan secara statik satu arah hingga dinding

mengalami retak lentur vertikal dengan jarak

perletakan 500 mm. Ukuran dinding 738,33 x

164,96 x 114,30 mm3. Hasil Penelitian Adiartha,

kuat lentur dinding semakin besar dengan semakin

bertambah jumlah strapping. Untuk dinding tanpa

plasteran dan strapping kuat lentur sebesar 0,79

MPa, dinding dengan tali strapping 1 sebesar 1,79

MPa, dinding dengan tali strapping 2 sebesar 1,83

MPa dan dinding dengan tali strapping 3 sebesar

1,87 MPa.

Sathiparan, et al. [4] melakukan penelitian terhadap

strapping sebagai perkuatan dinding batu. Pengujian statik

dilakukan untuk mendapatkan karakteristik geser diagonal (in-

plane). Ukuran dinding batu 300 x 300 x 150 mm3. Tali

strapping yang dipakai memiliki kuat tarik 1,592 kN.

Dari hasil pengujian statik tersebut, diperoleh hasil

bahwa dengan semakin rapat strap yang terpasang,

kemampuan geser diagonal residual (Vr) dan kemampuan

geser diagonal ultimit (Vf) dibandingkan dengan kemampuan

geser maksimum inisial (Vo) mengalami peningkatan.

Pengaruh positif ini juga diperkirakan berlaku pada arah tegak

lurus bidang dinding.

Kuat lentur dinding dihitung menggunakan persamaan

(1).

𝑓𝑙 =3𝑃𝐿

2𝑏𝑑2 (1)

Dimana P adalah beban maksimum yang dapat ditahan

dinding, L bentang atau jarak antar tumpuan, b lebar dinding,

dan d tebal dinding.

Untuk menghitung daktilitas, digunakan perhitungan

seperti dalam ASTM E 2126-02a [5].

yield memerupakan simpangan leleh yang didapatkan

dari equivalent elastic-plastic curve. ke merupakan kekakuan

geser elastis yang didapatkan dengan persamaan (2).

𝑘𝑒 =0,4𝑃𝑝𝑒𝑎𝑘

∆0,4𝑃𝑝𝑒𝑎𝑘

(2)

Untuk menghitung daktilitas, digunakan perhitungan

seperti dalam ASTM E 2126-02a. Dimana ke merupakan

kekakuan geser elastis (kN/mm); 0,4Ppeak merupakan beban

pada saat 0,4 kali beban puncak (kN) dan Δ0,4Ppeak merupakan

simpangan saat beban 0,4 beban puncak (mm).

Beban saat leleh (Pyield) diperoleh dari menyamakan

luasan di bawah kurva elastis plastis dengan luasan di bawah

envelope curve (A). Pyield dapat dihitung dengan persamaan (3).

𝑷𝒚𝒊𝒆𝒍𝒅 = (∆𝒖 − √∆𝒖𝟐 −

𝟐𝑨

𝒌𝒆) 𝒌𝒆 (𝟑)

Page 60: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

59 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

DIMANA PYIELD MERUPAKAN BEBAN LELEH (KN),

ΔU SIMPANGAN ULTIMIT (MM), A MERUPAKAN

LUASAN DI BAWAH ENVELOPE CURVE, DARI NOL

HINGGA SIMPANGAN ULTIMIT (KNMM) DAN KE

MERUPAKAN KEKAKUAN GESER ELASTIS

(KN/MM).

DAKTILITAS, ΜS DIHITUNG DENGAN :

µs = Δ𝑦

Δ𝑢 (4)

DIMANA µS MERUPAKAN DAKTILITAS, ΔY

MERUPAKAN SIMPANGAN YIELD (MM) DAN ΔU

MERUPAKAN SIMPANGAN ULTIMIT (MM).

II. METODE PENELITIAN

Pengujian dimulai dengan pengujian kualitas bahan,

antara lain: kuat tekan bata merah, kuat tekan mortar dan kuat

tarik strapping band. Setelah itu, dilanjutkan dengan

pengujian dinding.

Benda uji dinding memiliki ukuran rata-rata 120 cm x 77

cm x 12,3 cm (lihat Gambar 1). Variasi yang digunakan

adalah dinding tanpa strapping (TP), dengan strapping

interval 20 cm (DS-20cm), 15 cm (DS-15cm) dan 10 cm (DS-

10cm). Seluruh dinding diberi plesteran tebal 1 cm dan

berjumlah 1 buah untuk masing-masing variasi.

GAMBAR 1 BENDA UJI BERUKURAN 120 X 77 CM2

Untuk menghubungkan dinding dengan strapping,

digunakan konektor berupa kawat bendrat yang diselipkan di

antara mortar pada saat proses pembuatan dinding. Pada benda

uji dengan strap interval 10 cm, kawat dipasang setiap jarak

20 cm arah vertikal dan 30 cm arah horizontal. Pada benda uji

dengan strap interval 15cm, kawat dipasang setiap jarak 30 cm

arah vertikal dan 30 cm arah horizontal. Sementara pada

benda uji dengan strap setiap 20 cm, kawat dipasang setiap

jarak 20 cm arah vertikal dan 40 cm arah horizontal.

Strapping band dibuat dengan mengayam tali strapping

terlebih dahulu sesuai jarak yang dibutuhkan, perpotongan

antar strap direkatkan dengan lem bakar. Kemudian dipasang

ke dinding bata yang siarnya telah mengering. Antar strap

dihubungkan dengan klep plastik dan lem bakar (lihat Gambar

2), setelah itu, dinding yang berstrap ditutup dengan plesteran

1 cm.

GAMBAR 2 PEMASANGAN ANYAMAN STRAPPING

BAND

Benda uji dibiarkan mengeras selama lebih dari 28 hari.

Kemudian dipasang ke set-up pengujian yang telah disiapkan

(lihat Gambar 3 dan Gambar 4). Tumpuan mewakili tumpuan

sendi-rol dan dipasang dengan bentang 100 cm.

Pengukuran beban menggunakan loadcell kapasitas 5 ton.

Loadcell dipasang di depan hydraulic jack dan dihubungkan

ke data logger. Beban titik yang diberikan oleh hydraulic jack

perlu diubah menjadi beban garis setinggi benda uji. Oleh

karena itu, setelah load cell dan sendi penghubung, dipasang

pemberi beban. Dua buah LVDT dipasang di dekat tumpuan

dan satu buah LVDT dipasang pada tengah bentang benda uji.

GAMBAR 3 SETTING ALAT DAN DINDING

Page 61: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

60 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

GAMBAR 4 DETAIL SET-UP PENGUJIAN: (A)

TUMPUAN HYDRAULIC JACK, (B) HYDRAULIC

JACK, (C) TUMPUAN, (D) PEMBERI BEBAN, (E)

PENGHUBUNG TUMPUAN DENGAN DASAR FRAME

SEKALIGUS PENGAKU, (F) DASAR FRAME

Hydraulic Jack dipompa dengan kecepatan konstan,

pembacaan dilakukan pada LVDT dan beban diberikan hingga

defleksi yang direncanakan. Pembebanan diberikan hingga

defleksi benda uji mencapai 64 mm. Lihat Gambar 5.

GAMBAR 5 SIKLUS PEMBEBANAN

III. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Kualitas Bahan Dinding

Hasil pengujian terhadap bahan penyusun dinding dapat

dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1 Kualitas Bahan Dinding Bahan Karakteristik Hasil

Bata Merah Kuat Tekan 1,832 MPa

Strapping band Kuat Tarik 0,912

kN

Tegangan Maks. 61,456

MPa

Regangan Maks. 18,9 % Mortar Kuat Tekan 3,988 MPa

B. Hysteresis Loop

Dari hasil pengujian dan grafik hysteresis loop, kondisi

dinding sebelum dinding mengalami retak berbeda dengan

kondisi setelah retak. Sebelum mengalami retak, hysteresis

loop cenderung langsing dan tegak, dinding masih sangat kaku.

Namun setelah terjadi retak, hysteresis loop menjadi lebih

gemuk.

Pada pengujian benda uji TS yaitu dinding tanpa

perkuatan strapping band (Gambar 6(a)), setelah dinding

mengalami retak, dinding langsung kehilangan kekuatan

lenturnya. Benda uji dinding mengalami patah, sehingga

grafik hysteresis loopnya hanya terbatas pada lendutan kecil

sebelum dinding patah.

Sebelum dinding mengalami retak, keadaan hysteresis

loop hampir sama untuk semua benda uji. Kemampuan

maksimal baik tarik maupun tekan berkisar antara 3-5 kN.

(a) Benda Uji TS (b) Benda Uji DS-20cm

(c) Benda Uji DS-15cm (d) Benda Uji DS-

10cm

loop pre-crack loop post-

crack

Series1, 2, 0.125

Series1, 16, -0.25

Series1, 26, 0.5

Series1, 40, -0.75

Series1, 54, 1

Series1, 64, -1.5

Series1, 78, 2

Series1, 88, -4

Series1, 90, 4

Series1, 102, 8

Series1, 104, -8

De

fle

ksi

(mm

)

Beb

an (k

N)

Lendutan (mm)

Beb

an (

kN

)

Lendutan (mm)

Beb

an (

kN

)

Lendutan (mm)

Beb

an (

kN

)

Lendutan (mm)

(c)

(a) (b)

(d) (c)

(e)

(f)

(e)

dst s/d 64 mm

Page 62: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

61 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

GAMBAR 6 HYSTERESIS LOOP

Setelah dinding mengalami retak, hyteresis loop menjadi

lebih gemuk dan semakin tegak seiring dengan pertambahan

jumlah strapping. Bila membandingkan kondisi kurva pada

lendutan 32 mm baik tarik maupun tekan, benda uji DS-20cm

membutuhkan beban 1-2 kN (Gambar 6(b) loop hitam), DS-

15cm membutuhkan 2-2,5 kN (Gambar 6(c) loop hitam) dan

DS-10cm membutuhkan 2,5-3 kN (Gambar 6(d) loop hitam).

Hal ini menunjukkan kekakuan dinding semakin meningkat

bila strapping band yang dipasang semakin rapat.

C. Envelope Curve

Envelope curve diperoleh dengan menghubungkan puncak

-puncak pada hysteresis loop dari siklus pertama hingga akhir.

Terdapat perbedaan beban puncak pada fase tarik dan fase

dorong meskipun lendutan yang dijadikan acuan sama. Hal ini

karena kekakuan tumpuan dan alat pada kedua arah berbeda.

Seluruh benda uji mengalami kegagalan pada salah satu arah

pembebanan (fase dorong), oleh karena itu, pembahasan

mengenai envelope curve didasarkan pada hasil dari fase

tersebut.

Tabel 2 Pengaruh Kerapatan Strapping band

Benda uji Po (kN) Pr (kN) Pf (kN) Pr / Po Pf / Po

DS-10cm 4,346 0,510 2,968 0,117 0,683

DS-15cm 4,846 0,775 2,413 0,160 0,498

DS-20cm 4,444 0,579 1,530 0,130 0,344

Dimana Po merupakan gaya maksimum awal, Pr

merupakan gaya setelah crack atau gaya residual dan Pf

merupakan gaya akhir atau ultimit. Karena kemampuan alat

yang terbatas, maka Pf diambil dari gaya pada saat lendutan

28,5 mm.

GAMBAR 7 ENVELOPE CURVE PADA FASE

DORONG

Seperti hasil perbandingan dari Sathiparan et al. (2013),

perbandingan antara kemampuan ultimit dengan kemampuan

awal (Pf/Po) meningkat dengan pertambahan kerapatan

strapping band. Perbandingan kemampuan residual dengan

kemampuan awal (Pr/Po) naik dari DS-20cm ke DS-15cm

namun menurun saat DS-10cm. Hal ini akibat perbedaan

tegangan pada strapping yang terpasang. Bila strapping yang

terpasang lebih longgar, maka pergantian penahanan beban

dari dinding bata ke strapping akan membutuhkan deformasi

yang lebih besar, sehingga pada deformasi kecil setelah crack,

kemampuan dinding menjadi sangat rendah.

Bentuk envelope curve dalam penelitian ini memiliki

kemiripan dengan grafik beban-deformasi hasil Mayorca et

al.(2006). Dalam grafik Mayorca et al, kurva naik hingga

puncak, kemudian menurun tajam dan kembali naik. Begitu

pula dengan hasil penelitian ini (Gambar 7), dimana

pembebanan yang diberikan berupa beban bolak-balik. Namun,

kekuatan residual tidak mencapai 30% kekuatan awal seperti

pada penelitian Mayorca et al (2006). Kekuatan residual

terbesar hanya 0,16 atau 16% dari kekuatan awal yaitu pada

dinding DS-15cm. Perbedaan yang besar dari penelitian ini

dibandingkan penelitan Mayorca et al (2006) adalah jenis

pembebanan siklik quasistatik. Dengan pembebanan bolak-

balik sebelum dinding mencapai kekuatan awal, strapping

band telah mengalami pembebanan berulang-ulang yang

menyebabkan tegangan strapping telah jauh berkurang. Pada

saat dinding mengalami crack, transfer tanggungan beban dari

dinding ke strapping menjadi semakin tidak kontinu

(strapping lebih longgar dan membutuhkan deformasi yang

lebih besar untuk bekerja), sehingga pada deformasi kecil

setelah crack, dinding telah rusak, sementara strapping belum

bekerja sepenuhnya. Hal ini berakibat pada kemampuan

residual quasistatik lebih rendah dari kemampuan residual

statik.

D. Kuat Lentur Dinding

Perhitungan kuat lentur dinding menggunakan

Persamaan (1), hasil perhitungan disajikan dalam Tabel 3.

Pada Tabel 3, benda uji dengan kuat lentur terbesar

adalah benda uji TP dan DS-15cm, yaitu sebesar 0,624 MPa.

Ada indikasi bahwa penambahan kerapatan strapping band

menurunkan kuat lentur awal (lihat Gambar 8), karena

strapping band mengurangi area lekatan antara dinding

dengan plasteran. Terdapat kecenderungan kuat lentur yang

menurun dengan penambahan strapping, namun benda uji DS-

15cm memiliki kuat lentur yang sama dengan benda uji TP.

Selain itu, dengan benda uji dinding bata yang tingkat

homogenitasnya rendah, jumlah benda uji belum dapat

memberikan kesimpulan tersebut. Dibutuhkan lebih banyak

benda uji untuk menyimpulkan hal itu.

Tabel 3 Hasil Perhitungan Kuat Lentur

Tipe Benda Uji

Beban

Maksimum Tebal dinding Kuat Lentur

P d fl

Beb

an (

kN

)

Defleksi Tengah Bentang (mm)

TP-TekanDS-20cm-TekanDS-15cm-TekanDS-10cm-Tekan

Po

Pr

Pf

Page 63: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

62 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

(kN) (m) (MPa)

TP 4,846 0,123 0,624

DS-20cm 4,444 0,123 0,572

DS-15cm 4,846 0,123 0,624

DS-10cm 4,346 0,123 0,560

dimana L = 100 cm dan b = 77cm, sama untuk seluruh benda

uji.

GAMBAR 8 KUAT LENTUR AWAL DINDING

E. Daktalitas Dinding

Perhitungan daktalitas dinding menggunakan Persamaan

(2), (3) dan (4), hasil perhitungan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Hasil Perhitungan Daktalitas Benda Uji Dinding

Benda Uji

Ppeak Δu Pyield Δyield Daktilitas

(kN) (mm) (kN) (mm) μs

TP 4,846 1,07 - - 1

DS-20cm 4,444 64 1,67 0,086 743,17

DS-15cm 4,846 64 2,25 0,091 701,23 DS-10cm 4,346 64 2,22 0,094 682,76

Nilai simpangan maksimum (Δu) pada DS-20cm, DS-

15cm dan DS-10cm tidak diperoleh karena keterbatasan alat

LVDT untuk bisa mengukur lendutan yang cukup besar saat

strapping band putus. Oleh karena itu, dalam perhitungan ini

digunakan Δu = 64 mm, dimana pada kondisi dinding dengan

strapping band yang sebenarnya nilai Δu melebihi 64 mm dan

μs akan lebih besar dari μs perhitungan ini.

Perhitungan benda uji TP tidak dapat menggunakan

rumus seperti pada ASTM, karena kondisi grafik yang tidak

memungkinkan untuk menentukan nilai yield (lihat Gambar 7).

Benda uji TP langsung gagal setelah crack, tidak ada daerah

elastis plastis. Oleh karena itu, nilai daktilitas dianggap 1.

Pada Tabel 4, Nilai μs benda uji TP < 2 dan μs semua benda

uji dengan perkuatan > 5. Berdasarkan FEMA 306 [6], benda

uji TP diklasifikasikan dalam daktilitas rendah dan semua

benda uji DS diklasifikasikan dalam daktilitas tinggi.

F. Pola Kerusakan Dinding

Seluruh benda uji mengalami retak di sekitar tengah

bentang, seperti pada Gambar 9. Posisi ini sesuai dengan letak

tegangan maksimum. Pembebanan garis pada tengah bentang

menghasilkan momen maksimum yang terjadi terletak di

tengah bentang. Momen maksimum tersebut akan

menyebabkan tegangan tarik maksimum pada salah satu sisi

dinding dan tegangan tekan maksimum pada sisi dinding

lainnya.

GAMBAR 9 POLA KERUSAKAN BENDA UJI DS-

10CM

Pada pengujian bahan, diperoleh nilai kuat tekan rata-rata

bata adalah 1,832 MPa, lebih rendah dari kuat tekan rata-rata

mortar yang digunakan yaitu 3.988 MPa. Lihat Tabel 1. Ini

menunjukkan inhomogenitas dinding dan bata yang menjadi

bagian lemah dari dinding. Oleh karena itu, pada pengujian

benda uji dinding, kerusakan dimulai dari bata dan diikuti oleh

siar yang melekatkan diantara bata, sehingga rusak/retak

cenderung lurus dan melewati kedua bahan.

G. Pengaruh Pemasangan Strapping

terhadap Biaya Material

Dengan menggunakan harga material selama pembuatan

benda uji, dilakukan perhitungan terhadap harga material

untuk dinding plasteran 1 cm. Hasil perhitungan dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5 Biaya Material 1 m2 dinding

Tipe

Dindin

g

Harga

Kebutuhan

Material

% Kenaika

n

Terhadap

dinding

tanpa strap

Tanpa

(-)

Strap

Rp

72.500,0

0

-

Strap Rp 9%

Series1, TP, 0.624

Series1, DS-20cm,

0.572

Series1, DS-15cm,

0.624

Series1, DS-10cm,

0.56

y = -0.014x + 0.63R² = 0.2852

Ku

at L

entu

r In

isia

l C

rack

(M

Pa)

Page 64: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

63 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

Interval 20

cm

79.300,00

Strap interva

l 15

cm

Rp 81.300,0

0

12%

Strap

interva

l 10 cm

Rp

84.400,0

0

16%

Tabel 6 Persentase Peningkatan Kekuatan Akhir Dinding

Tipe

Dinding

K

ek

u

at

a

n

M

ak

s

im

u

m

A

wa

l

(

k

N)

% Kekuatan

Akhir

Δ = 0,02L thdp

Kekuatan Maksimum

Awal

Tanpa

(-) Strap 4,846

-

Strap

Interval 20 cm 4,444

30,2%

Strap

interval 15 cm 4,846

42,8%

Strap

interval 10 cm 4,346

56,4%

Dari Tabel 5 dan Tabel 6, berdasarkan kekuatan maksimum awal, jarak pemasangan strapping yang optimum berkisar pada jarak 15 cm. Pada jarak optimum ini, luasan lekatan plasteran dengan bata yang berkurang akibat strapping dapat tergantikan oleh jumlah strapping. Sehingga beban maksimum awal yang mampu ditahan dinding dengan strapping jarak 15 cm ini sama besarnya dengan dinding tanpa strapping. Namun bila jumlah strapping bertambah lagi (pada percobaan ini jarak 10 cm), luas lekatan yang berkurang tidak dapat diimbangi lagi oleh penambahan jumlah strapping.

Dinding yang memiliki kekuatan akhir paling besar terhadap kekuatan maksimum awalnya adalah dinding dengan jumlah strapping yang paling banyak (jarak 10 cm), yaitu 54,6%. Namun untuk variasi jarak strapping yang lain, 20 cm dan 15 cm, tidak jauh berbeda yaitu 30,2% dan 42,8%. Dapat disimpulkan dari kenaikan harga pemasangan strapping, kekuatan maksimum awal dinding, dan kekuatan akhir dinding, dinding dengan jarak strapping 15 cm yang paling optimal.

IV. KESIMPULAN

Berikut ini kesimpulan yang didapat dari penelitian ini.

a. Perkuatan dengan strapping band tidak meningkatkan

kapasitas momen dan kuat lentur awal dinding sebelum

terjadi retak pada bata dan siar.

Kuat lentur awal terbesar terjadi pada dinding

tanpa perkuatan dan dinding dengan jarak

strapping 15 cm, yaitu sebesar 0,624 MPa.

Sedangkan dinding dengan jarak strapping 20 cm

dan 10 cm masing-masing 0,572 MPa dan 0,56

MPa.

b. Penambahan strapping memberikan kekuatan residual

setelah dinding mengalami retak.

Kekuatan residual setelah dinding retak yang

paling rendah hanya mencapai 11,7% dari

kekuatan awal dinding. Namun, dengan

penambahan beban, kemampuan residual ini akan

terus meningkat. Peningkatan kerapatan strapping

meningkatkan kekuatan akhir. Dengan strapping

interval 10cm, kekuatan akhir 56,4% dari

kekuatan awal pada deformasi 0,02 L.

c. Pada dinding dengan plasteran 1 cm, penggunaan

strapping band interval 20cm, 15cm dan 10cm sebagai

perkuatan dinding, secara berurutan meningkatkan biaya

material pembuatan dinding sebesar 9%, 12% dan 16%.

d. Dengan membandingkan biaya material dan peningkatan

kekuatan dengan adanya strapping band, jarak

pemasangan strapping paling optimum adalah 15 cm.

DAFTAR PUSTAKA

[1] P. Mayorca and K. Meguro, “A step towards the formulation of a simple

method to design pp-band mesh retrofitting for adobe/masonry houses,”

The 14th World Conference on Earthquake Engineering, Beijing, China,

12-17 October 2008.

[2] P. Mayorca, S. Navaratnaraj and K. Meguro, Report on The State of The Art in The Seismic Retrofitting of Unreinforced Masonry Houses by PP-

Band Meshes, Tokyo: Institute of Industrial Science The University of

Tokyo, 2006. [3] G. Adiartha, Tugas Akhir Penggunaan Tali untuk Meningkatkan

Daktalitas Lentur Tegak Lurus Bidang Dinding Bata Merah Pejal untuk

Retakan Arah Vertikal studi kasus : Plesteran 1:4 Mortar 1:6, Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah

Mada, 2009.

[4] N. Sathiparan, K. Sakurai, M. Numada, and K. Meguro, “Experimental investigation on the seismic performance of pp-band strengthening stone

masonry house,” Springer Science Business Media Dordrecht, 2013.

Page 65: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

64 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

[5] ASTM, “Standard Test Methods for Cyclic (Reversed) Load Test for Shear Resistance of Walls for Buildings,” In Annual Books of ASTM

Standards, E 2126-02a, USA, 2003.

[6] ATC-43 Project, “Evaluation of earthquake damaged concrete and masonry wall building,” In FEMA 306, California: Applied Technology

Council,1998

Page 66: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

65 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

Modifikasi Dolomit Gresik Sebagai Katalis

dalam Sintesis Biodiesel dari Minyak

Nyamplung (Tamanu Oil)

Modified Gresik Dolomite as Catalysts in

Synthesis of Biodiesel from Nyamplung Oil

(Tamanu Oil)

Heri Septya Kusuma, Hendarta Agasi, Mohammad Taufiq Akbar, dan Abdulloh

Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga

Abstrak- Transesterifikasi minyak nyamplung

(Tamanu Oil) dapat dilakukan dengan

menggunakan katalis heterogen dengan cara

mereaksikan metanol dengan dolomit yang telah

dimodifikasi pada suhu 60oC. Modifikasi dolomit

Gresik dilakukan dengan dikalsinasi pada suhu

850oC. Setelah dikalsinasi, dolomit Gresik diuji

dengan menggunakan XRD. Hasilnya

menunjukkan bahwa dolomit yang telah

dikalsinasi mengalami perubahan struktur. Hal

ini dapat diamati dari difraktogram XRD yang

menunjukkan adanya perubahan yang terjadi

pada sudut 2 theta. Selain itu, luas area dari

katalis dolomit termodifikasi yang diukur dengan

metode BET adalah 17,288 m2/g. Sedangkan

kekuatan dan jumlah situs basa dari katalis

dolomit termodifikasi adalah 7,2 < H– < 15,0 dan

0,035 mmol/g. Ketika katalis heterogen ini

digunakan untuk proses transesterifikasi dalam

sintesis biodiesel, maka katalis dolomit

termodifikasi mempunyai nilai konversi yang

mencapai 92,34% dengan waktu reaksi 4 jam.

Kata Kunci—dolomit Gresik, katalis heterogen,

minyak nyamplung (Tamanu Oil),

transesterifikasi, biodiesel.

Abstract- Transesterification of nyamplung oil

(Tamanu Oil) can be done by using a

heterogeneous catalyst by reacting methanol with

dolomite which has been modified at a

temperature of 60oC. Modifications of Gresik

dolomite made by calcined at 850oC. After

calcined Gresik dolomite tested using XRD. The

results showed that the calcined dolomite undergo

structural changes. It can be observed from the

XRD diffractogram shows the changes in the angle

2 theta. In addition, the area of modified dolomite

catalyst which measured by the BET method is

17.288 m2/g. While the strength and amount of

base site from modified dolomite catalyst is 7.2 <

H- < 15.0 and 0.035 mmol/g. When these

heterogeneous catalysts used for

transesterification process in the synthesis of

biodiesel, the modified dolomite catalyst has a

conversion value reached 92.34% with a reaction

time of 4 hours.

Keywords — Gresik dolomite, heterogeneous

catalysts, nyamplung oil (Tamanu Oil),

transesterification, biodiesel

Page 67: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

66 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

I. PENDAHULUAN

Pertumbuhan industri dan transportasi di Indonesia

semakin meningkat. Seiring dengan adanya

peningkatan tersebut, maka komsumsi bahan bakar

pun semakin meningkat pula. Sedangkan

ketersediannya di alam tidaklah mencukupi untuk

memenuhi kebutuhan sampai dengan masa

mendatang, karena bahan bakar dari minyak bumi

merupakan bahan bakar yang tidak dapat

diperbaharui. Selain itu, penggunaan bahan bakar

minyak bumi memiliki dampak negatif. Hal ini

disebabkan karena hasil pembakaran bahan bakar

minyak bumi yang berupa CO2 sangat mungkin

mempengaruhi kandungan gas-gas diatas atmosfer

bumi, dan kondisi ini dapat mengakibatkan

peningkatan temperatur bumi diatas rata-rata.

Alasan tersebut memacu manusia untuk mencari

bahan bakar alternatif yang ketersediaannya dapat

diperbaharui dan ramah lingkungan. Salah satu bahan

bakar alternatif yang sesuai dengan masalah seperti ini

adalah dengan memanfaatkan minyak nabati sebagai

biodiesel. Biodiesel dapat digunakan untuk

menggantikan solar karena ketersediaannya yang

dapat diperbaharui dan ramah lingkungan.

Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, minyak

hewani, atau minyak goreng bekas/daur ulang. Saat ini

telah dikembangkan bahan bakar alternatif dari bahan

biji nyamplung, kacang kedelai, kelapa sawit, dan biji

jarak pagar untuk biodiesel sebagai pengganti BBM.

Produksi biodiesel dari berbagai tanaman tersebut

dalam tiap tahun adalah sebagai berikut: biji

nyamplung (2.200 liter per hektar) [1], kacang kedelai

(446 liter per hektar), biji jarak pagar (1.500 liter per

hektar) dan kelapa sawit (5800 liter per hektar) [2].

Produksi minyak nyamplung menjadi biodiesel

dilakukan melalui reaksi transesterifikasi, yaitu reaksi

antara suatu alkohol dengan trigliserida yang hasilnya

berupa senyawa metil ester. Pada minyak nyamplung,

proses transesterifikasi menghasilkan metil ester asam

lemak (FAME = Fatty Acid Methyl Ester). Reaksi

transesterifikasi ini memerlukan katalis basa, dan

pada umumnya katalis basa yang digunakan adalah

CaO.

CaO merupakan salah satu katalis heterogen yang

sering digunakan dalam reaksi transesterifikasi.

Berdasarkan studi literatur, diketahui bahwa katalis

CaO dapat mengubah trigliserida menjadi FAME

dengan nilai konversi mencapai 93%, dan mudah

dipisahkan dari hasil reaksi [3].

Dolomit merupakan sumber lain dari CaO. Dolomit

adalah mineral alam yang memiliki rumus kimia

CaMg(CO3)2. Berdasarkan studi literatur, diketahui

bahwa dolomit juga dapat digunakan sebagai katalis

pada reaksi transesterifikasi dengan terlebih dahulu

dimodifikasi dengan proses kalsinasi menjadi

CaO.MgO [4]. Penyebaran dolomit di Indonesia yang

cukup besar terdapat di Propinsi Sumatera Utara,

Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan

Madura dan Papua. Di beberapa daerah sebenarnya

terdapat juga potensi dolomit, namun jumlahnya

relatif jauh lebih kecil dan hanya berupa lensa-lensa

pada endapan batugamping.

a. Propinsi Nangroe Aceh Darussalam; Aceh Tenggara,

desa Kungki berupa marmer dolomit. Cadangan

masih berupa sumberdaya dengan kandungan

MgO = 19%.

b. Propinsi Sumatera Utara; Tapanuli Selatan, desa

Pangoloan, berupa lensa dalam batugamping.

Cadangan berupa sumberdaya dengan kandungan

MgO = 11 - 18%.

c. Propinsi Sumatera Barat; Daerah Gunung Kajai.

(antara Bukittinggi - Payakumbuh). Umur

diperkirakan Permokarbon.

d. Propinsi Jawa Barat; daerah Cibinong, yaitu di

Pasir Gedogan. Dolomit di daerah ini umumnya

berwarna putih abu-abu dan putih serta termasuk

batugamping dolomitan yang bersifat keras,

kompak dan kristalin.

e. Propinsi Jawa Tengah; 10 km timur laut Pamotan.

Endapan batuan dolomit dan batugamping

dolomitan.

f. Propinsi Jawa Timur;

Gn. Ngaten dan Gn. Ngembang, Tuban, formasi

batu-gamping Pliosen. MgO = 18,5% sebesar 9

Page 68: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

67 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

juta m3, kandungan MgO = 14,5% sebesar 3 juta

m3;

Tamperan, Pacitan. Cadangan berupa

sumberdaya dengan jumlah sebesar puluhan

juta ton. Kandungan MgO = 18%;

Sekapuk, sebelah Utara Kampung Sekapuk

(Sedayu - Tuban). Terdapat di Bukit Sekapuk,

Kaklak dan Malang, formasi gamping umur

Pliosen, ketebalan 50 m, bersifat lunak dan

berwarna putih. Cadangan sekitar 50 juta m3;

Kandungan MgO di Sekapuk (7,1 - 20,54%); di

Sedayu (9,95 - 21,20 %); dan di Kaklak (9,5 -

20,8%);

Gunung Lengis, Gresik. Cadangan sumberdaya,

dengan kandungan MgO = 11,1 - 20,9 %,

merupakan batuan dolomit yang bersifat keras,

pejal, kompak dan kristalin;

Socah, Bangkalan, Madura; satu km sebelah

Timur Socah. Cadangan berupa sumberdaya

dengan jumlah sebesar 430 juta ton. Termasuk

Formasi Kalibeng berumur Pliosen, warna putih,

dan agak lunak. Ada di bawah batugamping

dengan kandungan MgO 9,32 - 20,92%.

Pacitan, Sentul dan Pancen; batugamping

dolomitan 45,5 - 90,4%, berumur Pliosen.

g. Propinsi Sulawesi Selatan; di Tonassa, dolomit

berumur Miosen dan merupakan lensa-lensa dalam

batugamping.

h. Propinsi Papua; di Abe Pantai, sekitar Gunung

Sejahiro, Gunung Mer dan Tanah Hitam;

kandungan MgO sebesar 10,7-21,8%, dan

merupakan lensa-lensa dan kantong-kantong

dalam batugamping.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka pada

penelitian ini akan dilakukan upaya pemanfaatan

dolomit sebagai katalis basa dalam produksi biodiesel

dari minyak nyamplung (Tamanu Oil). Dengan

dilakukannya produksi biodiesel dari minyak

nyamplung (Tamanu Oil) dengan katalis dolomit yang

dimodifikasi diharapkan biodiesel yang dihasilkan

mempunyai nilai konversi yang tingga serta dapat

meningkatkan daya guna dolomit sebagai mineral

tambang, sehingga nilai jual dari dolomit pun semakin

meningkat pula.

II. METODOLOGI

A. Bahan

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini

adalah minyak nyamplung (Tamanu Oil) yang

diperoleh dari Desa Karangmangu, Kroya, Cilacap dan

dolomit yang diperoleh dari Gresik. Sedangkan bahan

yang digunakan metanol 99%, H2SO4, H3PO4, n-

heksana, etanol, aquades, KOH, indikator PP (Phenol

Pthalein), bromthymol biru, 2,4-dinitroanilin, dan 4-

nitroanilin.

B. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah seperangkat alat refluks, labu leher tiga, hot

plate, furnace, magnetic stirrer, sentrifuge, neraca

analitik, pipet volume, buret, erlenmeyer, rotary

vacum evaporator, desikator, dan kertas saring.

C. Pembuatan Katalis Dolomit

Dalam pembuatan katalis dolomit ini, dolomit yang

diperoleh dari Gresik mula-mula dikalsinasi pada suhu

850oC. Selanjutnya katalis yang telah terbentuk di uji

sifat kristalinnya dengan XRD, luas permukaannya

dengan BET, dan penentuan kekuatan dan jumlah

situs basa.

D. Pretreatment Minyak Nyamplung (Tamanu Oil)

Minyak nyamplung (Tamanu Oil) yang didapatkan dari

Desa Karangmangu, Kroya, Cilacap terlebih dahulu di

lakukan proses degumming untuk memisahkan minyak

dengan getah dan lendir yang terkandung di dalamnya.

Proses degumming dilakukan pada suhu 80oC selama 15

menit dengan menggunakan H3PO4.

Minyak hasil degumming kemudian diesterifikasi

Page 69: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

68 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

selama 4 jam untuk menurunkan kadar FFA (bilangan

asam) sampai dengan 2%. Reaksi esterifikasi

menggunakan perbandingan rasio molar metanol

dengan minyak nyamplung (Tamanu Oil) yaitu 20:1.

E. Proses Transesterifikasi

Minyak hasil proses esterifikasi kemudian di

transesterifikasi dengan menggunakan katalis dolomit

yang telah terbentuk. Pada proses transesterifikasi,

direaksikan sebanyak 7,6 gr metanol, 10,0 gr minyak

hasil proses esterifikasi, dan katalis dolomit 0,5 b/b

pada suhu 60oC dengan pengadukan selama 1 jam

(Shuli Yan, 2009). Dilakukan variasi waktu pada

proses transesterifikasi ini yaitu 1 – 5 jam. Pemisahan

katalis dengan hasil reaksi dilakukan dengan

menggunakan sentrifuge. Biodiesel yang telah

terbentuk dari proses ini kemudian di uji dengan GC-

MS untuk melihat nilai konversi dan senyawa yang

menyusun biodiesel ini. Selain itu juga di lakukan uji

kadar FFA.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakterisasi Katalis

Berdasarkan difraktogram XRD dapat dilihat bahwa

telah terjadi pergeseran sudut 2θ dan d-spacing pada

katalis dolomit termodifikasi. Hal ini menunjukan

bahwa perlakuan modifikasi terhadap dolomit

mengakibatkan terjadinya pergeseran sudut 2θ dan d-

spacing antara dolomit alam dan katalis dolomit

termodifikasi

Pergeseran yang terjadi pada difraktogram

menunjukan bahwa pada katalis dolomit telah

terbentuk senyawa CaO.MgO. Hal ini dapat dilihat

dengan membandingkan difraktogram dolomit

sebelum kalsinasi dan dolomit setelah kalsinasi

dengan difraktogram dari CaO dan MgO. Apabila

difraktogram dari dolomit setelah kalsinasi dan CaO

dibandingkan, maka dapat dilihat adanya peak yang

berada pada sudut 2 theta yang sama, yaitu pada sudut

2 theta sebesar 32o, 53o, dan 64o. Selain itu, pada

difraktogram dolomit setelah kalsinasi dan MgO juga

tampak adanya peak yang berada pada sudut 2 theta

yang sama, yaitu pada sudut 2 theta sebesar 62o.

Gambar 1. Difraktogram Dolomit Gresik Sebelum

Kalsinasi

2 theta

d-s

pa

cin

g

Page 70: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

69 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

Gambar 2. Difraktogram Dolomit Gresik Setelah

Kalsinasi

Hasil dari uji BET menunjukan bahwa bahwa katalis

dolomit termodifikasi memiliki luas permukaan yaitu

sebesar 17,288 m2/g. Luas permukaan katalis dolomit

termodifikasi ini lebih besar apabila dibandingkan

dengan katalis CaO yang digunakan oleh Kouzhu pada

tahun 2007, yaitu sebesar 13 m2/g. Dengan luas

permukaan yang lebih besar, maka kontak antara

permukaan katalis dolomit temodifikasi dengan

reaktan juga menjadi semakin besar, sehingga dapat

mengakibatkan peningkatan yield pada proses

transesterifikasi.

Grafik isotherm adsorbtion hasil uji BET

menunjukan bahwa interaksi antara katalis dan

reaktan relatif lemah. Hal ini mengindikasikan atau

menunjukkan bahwa katalis membutuhkan waktu

yang lebih lama untuk mengabsorb reaktan.

Gambar 3. Grafik Isotherm Adsorbtion Hasil Uji

BET

Untuk mengetahui kekuatan situs basa digunakan

indikator bromthymol biru, Phenol Pthalein, 2,4-

dinitroanilin, dan 4-nitroanilin. Tiap-tiap indikator

dimasukan pada katalis yang sebelumnya telah

ditambahakan dengan pelarut toluena. Saat

penambahan indikator pada katalis terjadi perubahan

warna katalis. Berikut ini adalah perubahan warna

yang terjadi pada katalis.

Gambar 4. Perubahan Warna pada Katalis Setelah

Dilakukannya Penambahan Indikator; (A) 4-

2 theta

d-s

pa

cin

g

A B C D

Page 71: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

70 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

nitroanilin, (B) 2,4-dinitroanilin, (C) Phenol

Pthalein, (D) bromthymol biru

Pada gambar diatas terlihat bahwa terjadi perubahan

warna pada katalis yang ditambahkan dengan

indikator bromthymol biru, phenol pthalein, dan 2,4-

dinitroanilin. Sedangkan pada katalis yang

ditambahkan dengan indikator 4-nitroanilin tidak

terjadi perubahan warna. Ini menunjukan bahwa

rentang kekuatan dari katalis yaitu antara pKBH

bromthymol biru sampai dengan 2,4-dinitroanilin

(pKBH = 7,2 – 15,0). Perubahan warna yang terjadi

pada katalis dikarenakan terjadinya pendonoran

elektron dari katalis terhadap indikator yang pada hal

ini berperan sebagai asam yang teradsorbsi.

Sedangkan jumlah situs basa adalah jumlah (atau

mmol) situs basa per unit berat atau per unit luas

permukaan. Dari hasil uji penentuan situs basa yang

dilakukan dengan metode titrasi, dapat diketahui

bahwa jumlah situs basa yang terdapat pada katalis

dolomit yaitu sebesar 0,035 mmol/g.

Jumlah dan kekuatan situs basa sangat erat dengan

aktifitas katalitik suatu katalis. Jumlah dan rentang

kekuatan situs basa yang besar menunjukan bahwa

katalis dolomit ini memiliki aktifitas katalitik yang

besar. Sehingga pada proses sintesis biodiesel, reaksi

akan berjalan dengan cepat dan asam lemak yang

terkonversi dapat mencapai nilai maksimumnya.

B. Sintesis Biodiesel

Pada proses esterifikasi, lamanya reaksi yang

berlangsung memberi pengaruh terhadap turunnya

bilangan asam minyak nyamplung (Tamanu Oil).

Lama reaksi yang memberikan hasil bilangan asam

paling kecil adalah reaksi selama 4 jam yaitu 1,742 mg

KOH/g. Berikut ini adalah grafik penurunan bilangan

asam yang terjadi pada reaksi esterifikasi.

Gambar 5. Grafik Penurunan Bilangan Asam

Setelah Reaksi Esterifikasi

Pada tahap transesterifikasi dilakukan proses

transesterifikasi terhadap minyak nyamplung (Tamanu Oil)

yang telah diesterifikasi sebelumnya. Proses transesterifikasi

ini dilakukan dengan menggunakan minyak nyamplung

(Tamanu Oil) yang telah diesterifikasi dengan waktu reaksi

4 jam. Penggunaan minyak nyamplung (Tamanu Oil) yang

telah diesterifikasi selama1 4 jam disebabkan karena minyak

nyamplung (Tamanu Oil) pada kondisi tersebut memiliki

bilangan asam yang paling kecil. Dimana dengan semakin

kecilnya bilangan asam, maka reaksi penyabunan pada saat

proses transesterifikasi dapat dihindari (tidak terjadi

transesterifikasi). Proses transesterifikasi ini dilakukan

dengan menggunakan katalis dolomit termodifikasi.

Hasil dari proses transesterifikasi kemudian diuji

dengan menggunakan GC-MS. Melalui kromatogram

GC-MS dapat diketahui besarnya konversi minyak

nyamplung (Tamanu Oil) menjadi biodiesel. Dari

perhitungan dapat diketahui bahwa rendemen reaksi

transesterifikasi pada 1 jam (0,27%), 2 jam (0,57%), 3

jam (19,41%), 4 jam (92,34%) dan 5 jam (54,33%).

Hasil ini menunjukan bahwa reaksi yang

menghasilkan rendemen maksimal yaitu pada waktu

reaksi 4 jam.

Biodiesel dari minyak nyamplung (Tamanu Oil) ini

memiliki karakteristik, yaitu kadar FFA atau bilangan

asam sebesar 0,11 mg KOH/g, angka penyabunan

sebesar 190,0446 mg KOH/g, dan kadar gliserol total

sebesar 0,74%. Dari data-data tersebut dapat

ditentukan besar konversi hasil biodiesel melalui

perhitungan, yang kemudian diketahui bahwa

konversi hasil biodiesel mencapai 92,82%. Bila

Page 72: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

71 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

dibandingkan dengan standar SNI, biodiesel ini

kurang memenuhi syarat yang ditetapkan SNI yaitu

angka penyabunan maksimal 115 mg KOH/g dan

kadar gliserol total maksimal 0,24%.

Lamanya waktu reaksi yang diperlukan katalis

dolomit termodifikasi untuk mengkonversi dengan

maksimal disebabkan karena tingkat interaksi antara

katalis dengan reaktan yang relatif lemah, sehingga

waktu yang diperlukan agar reaktan dapat terdifusi

pada katalis juga menjadi lebih lama. Oleh karena itu,

untuk mengkonversi trigliserida menjadi metil ester

(biodiesel) pun juga semakin lama. Dalam reaksi ini

yang berperan penting dalam reaksi bukanlah

interaksi antara katalis dengan reaktan (absorbat-

absorban), namun antara metoksi dengan trigliserida

(absorban-absorban).

III. KESIMPULAN

Katalis dolomit termodifikasi dapat dibuat dengan

cara mengkalsinasi dolomit pada suhu 850oC. Katalis

dolomit termodifikasi yang dihasilkan memiliki luas

permukaan 17,288 m2/g, sedangkan kekuatan dan

jumlah situs basa dari katalis dolomit termodifikasi

yaitu sebesar 7,2 < H– < 15,0 dan 0,035 mmol/g.

Katalis dolomit termodifikasi dapat digunakan untuk

proses transesterifikasi dalam sintesis biodiesel.

Dengan katalis dolomit termodifikasi nilai konversinya

mencapai 92,34% pada waktu reaksi 4 jam. Biodiesel

dari minyak nyamplung (Tamanu Oil) memiliki

karakteristi antara lain, kadar FFA (bilangan asam)

sebesar 0,11 KOH mL/g, angka penyabunan sebesar

190,0446 mg KOH/g, dan kadar gliserol total sebesar

0,74%.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Mahfuds, 2008. Potensi Pengembangan Nyamplung. “Potensi

dan Peluang Nyamplung sebagai Bahan Baku Biodiesel di

Indonesia”. Balai Besar Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman

Hutan Jogjakarta.

[2] Amri, I. 2007. Dilema, Biofuel sebagai Sumber Energi

Alternatif. Faculty of Chemical and Natural Resource

Engineeering. UTM. Malaysia.

[3] Kouzu, Masato., Takekazu Kasuno., Masahiko Tajika., Yoshikazu

Sugimoto., Shinya Yamakanaka., Jusuke Hidaka, Calcium

Oxide as Solid Base Catalyst for Transesterification of Soybean

Oil and its Application to Biodiesel Production, Elsevier Fuel,

Vol 87, pp.798-2806, 2008.

[4] Warren, John. 2000. Dolomite: occurence,evolution and

economically important associations. University Brunai

Darussalam. Bandar Seri Begawan.

[3] Andya, W. F. 2011. Pengembangan Katalis Kalsium Oksida

untuk Sintesis Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol.

11, No. 2, pp.66-73, 2012.

[6] Darnoko, D dan M. Cheyan, Kinetics of Plam Oil

Transestrification in a Bstvh Reactor, JAOCS, Vol 77, No. 12,

pp.1263-1267, 2000.

[7] Liu Xuejun, Xianglan Piao, Yujun Wang, Shenlin Zhu, Huayang

He, Calcium Methoxide As A Solid Base Catalyst for the

Transesterification of Soybean Oil to Biodiesel With Metahnol,

Elsevier Fuel, Vol. 87 pp.1076-1082, 2008.

[8] Ngamcharussrivichai, C., Wipawee W., Sarunyarak W., Modified

dolomides as catalyst for palm kernel oil transesterification,

Journal of Molecular Catalyst, Vol. 276, pp.24-33, 2007.

[9] Pakpahan, A. 2001. Palm Biodiesel Its Potency, Technology,

Business Prospect, and Environmental Implication in

Indonesia. Proceeding of the International Biodiesel

Workshop, Enhancing Biodiesel Development and Use. Dalam

skripsi Kajian Proses Produksi Biodiesel dari Minyak Biji

Nyamplung oleh Dedeh muniarsih, 2009.

[10] Scuchardt Ulf, Ricardo Sercheli, Rogerio Matheus Vargas,

Transesterification of Vegetable Oils: a Review. Chem. Soc, Vol.

9, No. 1, pp.199-210, 1998.

[11] Yan, Shuli., Manhoe Kim., Steven O. Slley., K.Y. Simon Ng., Oil

Transesterification over Calcium Oxide Modified with

Lanthanum, Elsevier Applied catalysis A, Vol. 360, pp.163-170,

2009.

Page 73: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

72 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

Restrukturisasi Perdagangan: Identifikasi

Potensi Industri Domestik Menggunakan

Analisis Pemetaan Produk untuk Meningkatkan

Daya Saing Ekspor

Trade Restructurization: Identification of

Domestic Industry Potentials Using Product

Mapping Analysis to Enhance Exports

Competitiveness

Dyah Savitri Pritadrajati1,a

1Faculty of Economics and Business, Universitas Gadjah Mada, Jln. Sosio Humaniora Bulaksumur No. 1,

Yogyakarta 55281, Indonesia aEmail: [email protected]

Abstrak- Keluhan akan banjir produk impor,

terutama produk murah dari Cina, ke dalam pasar

Indonesia sebagai hasil liberalisasi perdagangan

kerap muncul. Sebagian besar mengungkapkan

bahwa produk Indonesia belum dapat bersaing

dengan produk asing karena harganya yang relatif

mahal. Oleh karena itu, Indonesia harus mampu

mengidentifikasi kekuatan dan merancang strategi

perdagangan agar dapat bersaing dalam pasar

internasional. Penulisan paper ini bertujuan untuk

mengidentifikasi potensi industri dalam negeri

menggunakan analisis pemetaan produk (product

mapping) yang dapat digunakan untuk merancang

strategi peningkatan daya saing. Analisis pemetaan

produk disusun dengan menggunakan Revealedp

Symmetric Comparative Advantage (RSCA) dan

Trade Balance Index (TBI). Dalam analisis tersebut,

makna produk ekspor yang unggul dapat dilihat

dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu neraca

perdagangan domestik dan daya saing internasional.

Selanjutnya dari pemetaan produk yang dilakukan

dapat diketahui industri mana saja yang memiliki

potensi untuk dikembangkan demi meningkatkan

daya saing ekpor produk dalam negeri. Selain itu,

pemerintah dan swasta juga mampu menyusun

kebijakan serta rencana investasi yang lebih terarah

berdasarkan potensi-potensi industri yang ada.

Kata Kunci — perdagangan internasional, daya

saing, pemetaan produk.

Page 74: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

73 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

Abstract- Complaints toward the overflowing

imported products, especially cheap products from

China, into the Indonesian market as a result of

trade liberalization often arise. Most of the products

produced by Indonesia are considered unable to

compete with other imported products since the

price is relatively expensive. Therefore, Indonesia

must be able to identify its strengths as well as to

devise trading strategies in order to be able to

compete in international markets. This paper aims

to identify the potentials of the domestic industries

using product mapping analysis that can be used to

design strategies to enhance competitiveness.

Product mapping analysis is developed using the

Revealed Symmetric Comparative Advantage

(RSCA) and the Trade Balance Index (TBI). In this

analysis, leading exported products can be seen

from two different viewpoints, namely the domestic

trade balance and international competitiveness.

Furthermore, the product mapping can be used to

analyze which industries have the potentials to be

developed in order to enhance the domestic product

competitiveness in the international market. In

addition, the government and private sectors are

also able to formulate a more targeted policy and

investment planning based on the existing industry

potentials.

Keywords— international trade, competitiveness,

product mapping.

I. PENDAHULUAN

Keluhan akan banjir produk impor, terutama produk

murah dari Cina ke dalam pasar Indonesia sebagai hasil

liberalisasi perdagangan kerap muncul di berbagai

media. Sebagian besar mengungkapkan bahwa produk

Indonesia belum dapat bersaing dengan produk asing

karena harganya yang relatif mahal terutama jika

dibandingkan dengan produk import lainnya. Namun

jika diteliti lebih lanjut pernyataan tersebut tidak dapat

begitu saja dijustifikasi karena sebenarnya Indonesia

memiliki jumlah kekayaan alam dan jumlah tenaga kerja

berupah rendah (low-cost labor) yang cukup signifikan.

Keunggulan komparatif ini menunjukkan bahwa

Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan

industri yang unggul dan meraih keuntungan dari

liberalisasi perdagangan. Tidak hanya tugas pemerintah

namun juga pihak swasta untuk dapat mendorong

potensi industri manufaktur dengan melakukan

investasi sehingga dapat meningkatkan produktivitas.

Sebuah industri yang kompetitif akan mampu

membantu menciptakan lapangan kerja bagi tenaga

kerja yang terus tumbuh dan membantu sektor

perdagangan Indonesia untuk memperoleh keuntungan

dari liberalisasi perdagangan. Namun sejauh ini industri

di Indonesia belum cukup kuat untuk memenuhi

tantangan berbagai liberalisasi perdagangan. Kondisi ini

adalah akibat langsung dari kurangnya investasi dalam

industri ketimbang liberalisasi perdagangan itu sendiri.

Misalnya, tingginya biaya produksi adalah hasil dari

biaya transportasi yang tinggi, waktu pengiriman yang

lama, tarif listrik yang tinggi dan lain sebagainya.

Investasi dalam pembentukan industri yang kompetitif

akan menjadi indikator kunci dari kesuksesan

restrukturisasi di Indonesia. Ada banyak rintangan

untuk investasi tersebut, termasuk infrastruktur yang

buruk, peraturan ketenagakerjaan serta perizinan yang

ketat. Menurut Doing Business Index yang dikeluarkan

oleh Bank Dunia, Indonesia di tahun 2013 berada pada

posisi 128 dari 185 negara. Posisi tersebut masih

menunjukkan prestasi yang buruk bagi investasi di

Indonesia karena investor masih menganggap bahwa

investasi di Indonesia kurang menguntungkan dan

cukup berisiko walaupun Indonesia telah meningkat dua

poin dari tahun sebelumnya [1].

Rintangan tersebut harus diatasi melalui intervensi

kebijakan dari pemerintah antara lain dengan adanya

restrukturisasi yang bertujuan untuk meningkatkan

kerangka kelembagaan, peraturan dan kebijakan untuk

meminimalkan hambatan dan dengan demikian mampu

meningkatkan daya saing dan kinerja ekonomi

Indonesia. Kesempatan yang dapat diperoleh melalui

Page 75: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

74 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

keterbukaan perdagangan dan investasi asing (foreign

direct investment) tidak dapat terwujud jika kebijakan

yang ada tidak mendukung persaingan dan efisiensi.

Restrukturisasi perdagangan akan membantu

mendukung liberalisasi perdagangan dengan

meningkatkan daya saing industri di Indonesia. Suatu

kebijakan tidak dapat mengakomodir seluruh

kepentingan masyarakat walaupun demikian perlu

adanya komitmen atau political will dari pihak

pemerintah untuk melaksanakan restrukturisasi yang

menyakitkan ini demi mencapai perdagangan terbuka

dan masa depan yang lebih baik industri dan

perdagangan di Indonesia.

Untuk membantu mendukung jalannya restrukturisasi

dalam perdagangan Indonesia perlu dilakukan

identifikasi potensi industri dalam negeri sebagai dasar

untuk merancang strategi perdagangan melalui paket-

paket kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, dalam

penulisan paper ini dilakukan identifikasi potensi

industri dalam negeri menggunakan analisis pemetaan

produk (product mapping) yang dikembangkan oleh

Widodo (2009) dan disusun dengan menggunakan

Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA)

dan Trade Balance Index (TBI). Selanjutnya dari

pemetaan produk (product mapping) yang dilakukan

dapat diketahui industri mana yang memiliki potensi

untuk dikembangkan demi meningkatkan daya saing

ekpor dalam negeri. Selain itu, pemerintah dan swasta

juga mampu menyusun paket-paket kebijakan dan

rencana investasi yang mendukung secara lebih terarah

berdasarkan potensi-potensi industri yang ada.

II. DASAR TEORI

A. Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) Dalam ilmu ekonomi, keunggulan komparatif

mengacu pada kemampuan suatu pihak untuk

menghasilkan barang atau jasa tertentu dengan biaya

marjinal (marginal cost) dan biaya kesempatan

(opportunity cost) yang lebih rendah dibandingkan

pihak yang lain [2]. David Ricardo adalah orang yang

pertama kali memperkenalkan konsep keunggulan

komparatif ini. Ungkapan “komparatif” berarti relatif,

bukan mutlk atau absolute [3]. Bahkan jika satu negara

lebih efisien dalam memproduksi semua barang

(absolute advantage) dibandingkan pihak yang lain,

kedua negara masih akan mendapatkan manfaat dari

perdagangan, selama di antara keduanya masih memiliki

efisiensi relatif yang berbeda. Suatu negara harus

melakukan speasialiasi dalam produksi dan ekspor

komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan

melakukan impor komoditas yang tidak memiliki

keunggulan komparatif.

Keunggulan komparatif negara atas suatu komoditas

dapat direpresentasikan dengan indikator-indikator

sebagai berikut:

i. Revealed Comparative Advantage (RCA) Indeks RCA menggunakan pola perdagangan

untuk mengidentifikasi sektor-sektor dalam

perekonomian yang memiliki keunggulan

komparatif, dengan membandingkan proporsi

ekspor komoditas suatu negara dengan dengan

rata-rata dunia [4]. RCA dapat dirumuskan

sebagai berikut:

RCAij merupakan Revealed Comparative

Advantage negara i untuk kelompok produk j; dan

Xij menunjukkan total ekspor negara i pada

kelompok produk j. Subscript r mengacu pada

semua negara-negara tanpa negara i, dan

subscript n mengacu pada semua kelompok

produk kecuali kelompok produk j. Nilai indeks

bervariasi dari 0 hingga tak terbatas (0 ≤ RCAij ≤

∞). RCAij lebih besar dari satu berarti negara i

memiliki keunggulan komparatif dalam kelompok

produk j. Sebaliknya, RCAij kurang dari satu

menunjukkan bahwa negara i memiliki

(1)

Page 76: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

75 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

comparative disadvantage dalam kelompok

produk j.

ii. Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA)

RCAij menghasilkan nilai yang tidak dapat

dibandingkan pada kedua sisi distribusi, Dalum et

al. (1998) dan Laursen (1998) menyusun RSCA,

yang dirumuskan sebagai berikut [5] [6]:

Nilai-nilai indeks RSCAij dapat bervariasi dari

minus satu hingga satu (-1 ≤ RSCAij ≤ 1). RSCAij

lebih besar dari nol menunjukkan bahwa negara i

memiliki keunggulan komparatif dalam kelompok

produk j. Sebaliknya, RSCAij kurang dari nol

menyiratkan bahwa negara i memiliki

comparative disadvantage dalam kelompok

produk j.

B. Spesialisasi Ekspor Dari sudut pandang domestik, produk ekspor yang

unggul adalah produk ekspor yang dapat

memberikan jumlah devisa yang lebih besar bagi

perekonomian domestik. Oleh karena itu, Trade

Balance Index (TBI) digunakan untuk menganalisis

apakah negara memiliki spesialisasi dalam ekspor

(sebagai net-eksportir) atau impor (sebagai net-

importir) untuk kelompok produk tertentu [7]. TBI

dapat dirumuskan sebagai berikut:

TBIij menunjukkan indeks neraca perdagangan

negara i untuk kelompok produk j; Xij dan Mij

masing-masing mewakili ekspor dan impor dari

kelompok produk j oleh negara i. Rentang nilai

indeks berada dari minus satu hingga satu (-1 ≤ TBIij

≤ 1). Jika TBI sama dengan -1 berarti sebuah negara

hanya melakukan impor, sebaliknya, TBI sama

dengan +1 berarti sebuah negara hanya melakukan

ekspor. Indeks tidak dapat didefinisikan (undefined)

ketika sebuah negara tidak ekspor dan tidak impor.

Setiap nilai di antara -1 dan +1 menyiratkan bahwa

negara melakukan ekspor dan impor komoditas

secara bersamaan. Suatu negara disebut sebagai

"net-importir" dalam kelompok produk tertentu jika

nilai TBI adalah negatif, dan sebagai "net-eksportir"

jika nilai TBI adalah positif.

III. METODOLOGI

Analisis pemetaan produk (product mapping) yang

dilakukan mengikuti metode yang dikembangkan oleh

Widodo (2009). Dalam model tersebut makna produk

ekspor yang unggul dapat dilihat dari dua sudut pandang

yang berbeda yaitu neraca perdagangan domestik dan

daya saing internasional [8]. Pertama dari sudut

pandang domestik, argumen ini mengarah pada produk

ekspor yang dapat memberikan cadangan devisa yang

lebih besar bagi perekonomian domestik. Dari sudut

pandang ini, semakin tinggi porsi produk tertentu dalam

total ekspor domestik maka semakin signifikan

kontribusi ekspor produk ini bagi perekonomian

domestik. Kedua, dari sudut pandang daya saing

internasional, produk yang unggul adalah produk yang

memiliki keunggulan komparatif yang tinggi di pasar

internasional. Suatu produk yang unggul adalah yang

memiliki porsi besar dalam total ekspor dunia.

Menurut Widodo (2009) terdapat dua variabel penting

dalam analisis keunggulan komparatif catching-up

economies yakni neraca perdagangan domestik

(domestic trade-balance) dan daya saing internasional

(international competitiveness). Dengan demikian alat

analisis yang meliputi kedua variabel tersebut perlu

dikembangkan. Revealed Symmetric Comparative

(2

)

(3

)

Page 77: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

76 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

Advantage (RSCA) yang dikembangkan oleh Dalum et.al

(1998) dan Laursen (1998) digunakan sebagai indikator

keunggulan komparatif dan Trade Balance Index (TBI)

yang dikembangkan oleh Lafay (1992) digunakan

sebagai indikator aktivitas ekspor dan impor [8].

Pemetaan produk (product mapping) disusun dengan

menggunakan RSCA dan TBI. Produk dalam SITC dapat

dikategorisasikan menjadi empat yaitu kelompok A, B, C,

dan D seperti yang digambarkan dalam Gambar 1.

Kelompok A terdiri dari produk yang memiliki keduanya,

keunggulan komparatif dan spesialisasi ekspor;

kelompok B terdiri dari produk yang memiliki

keunggulan komparatif namun tidak memiliki

spesialisasi ekspor; kelompok C terdiri dari produk yang

memiliki spesialisasi ekspor namun tidak memiliki

keunggulan komparatif; dan kelompok D terdiri dari

produk yang tidak memiliki keduanya [8].

Gambar 1. Pemetaan Produk (Product Mapping)

IV. HASIL ANALISIS

Data yang digunakan dalam paper ini adalah data ekspor

dan impor yang dipublikasikan oleh Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB), yaitu United Nations Commodity Trade

Statistics Database (UNCOMTRADE) [9]. Komoditas yang

diperdagangkan secara internasional diklasifikasikan

berdasarkan standar klasifikasi seperti, Standard International

Trade Classification (SITC), Harmonized Commodity

Description and Coding System (HS) and the Broad Economic

Categories (BEC). Penelitian ini menggunakan SITC Revisi 2,

3 digit dan fokus pada 237 kelompok produk. Sesuai dengan

hasil pengolahan data ekspor dan impor Indonesia yang

menghasilkan nilai Revealed Symmetric Comparative

Advantage (RSCA), Trade Balance Index (TBI), serta

pemetaan produk (product mapping), komoditas yang

dihasilkan oleh industri dalam negeri dapat

dikelompokkan sebagai berikut: kelompok A (52

komoditas), kelompok B (7 komoditas), kelompok C (29

komoditas), dan kelompok D (149 komoditas). Dalam

kata lain, 22 persen produk Indonesia ada dalam

kelompok A, 3 persen dalam kelompok B, 12 persen

dalam kelompok C, dan 63 persen dalam kelompok D.

Pernyataan tersebut dapat dirangkum dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah Komoditas berdasarkan Product

Mapping

Kelompok Jumlah

Komoditas

Persentase

(%)

Kelompok A 52 22

Kelompok B 7 3

Kelompok C 29 12

Kelompok D 149 63

Gambar 2 memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai

pemetaan produk berdasarkan RSCA dan TBI.

Page 78: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

77 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

Gambar 2 selain menjelaskan pemetaan produk, juga

menunjukkan hubungan positif antara keunggulan

komparatif dengan keseimbangan perdagangan (trade

balance). Semakin tinggi keunggulan komparatif dari

komoditas tertentu, maka semakin tinggi pula

kemungkinan suatu negara untuk menjadi net-eksportir.

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Ricardo

(1817) mengenai teori keunggulan komparatif bahwa

suatu negara akan memperoleh manfaat dari

perdagangan dengan melakukan ekspor barang dan jasa

yang memiliki keunggulan komparatif yang lebih besar

dan melakukan impor barang dan jasa yang memiliki

keunggulan komparatif yang lebih kecil [3].

Dari keempat kelompok tersebut, pemerintah selaku

pembuat kebijakan dan swasta selaku investor baiknya

fokus pada komoditas dalam kelompok B dan C.

Kelompok B terdiri dari produk yang memiliki

keunggulan komparatif namun tidak memiliki

spesialisasi ekspor, sedangkan kelompok C terdiri dari

produk yang memiliki spesialisasi ekspor namun tidak

memiliki keunggulan komparatif. Upaya peningkatan

daya saing dilakukan agar komoditas dalam kelompok B

dan C dapat menjadi komoditas dalam kelompok A,

yaitu yang memiliki keunggulan komparatif dan

spesialisasi ekspor. Agar komoditas dalam kelompok B

dapat unggul menjadi komoditas dalam kelompok A,

maka perlu dilakukan peningkatan ekspor yang menjadi

ranah kebijakan Kementrian Perdagangan. Sedangkan

agar komoditas dalam kelompok C dapat unggul menjadi

komoditas dalam kelompok A, maka perlu dilakukan

dorongan industri secara sektoral yang merupakan

ranah kebijakan Kementrian Perindustrian.

Secara rinci, komoditas dalam kelompok B dan C

tersebut dapat dijelaskan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2. Komoditas SITC Rev. 2 dalam Kelompok B

SITC

Rev.

2

Description RSCA

2013 TBI 2013

Product

Mapping

121 Tobacco unmanufactured; tobacco

refuse 0.156507 -0.51725 B

266 Synthetic fibres suitable for

spinning 0.085918 -0.62269 B

333 Crude petroleum and oils obtained

from bituminous minerals 0.211367 -0.14212 B

531 Synthetic dye, natural indigo, lakes 0.062143 -0.46209 B

562 Fertilizers, manufactured 0.016268 -0.44365 B

653 Fabrics, woven, of man-made fibres

(not narrow or special fabrics) 0.390981 -0.04371 B

785 Cycles, scooters, motorized or not;

invalid carriages 0.162042 -0.10589 B

Tabel 3. Komoditas SITC Rev. 2 dalam Kelompok C

SITC

Rev. 2

Description RSCA 2013 TBI 2013 Product

Mapping

047 Other cereal meals and flour -0.87227 0.624159 C

048

Cereal, flour or starch

preparations of fruits or

vegetables

-0.2509 0.056257 C

058 Fruit, preserved, and fruits

preparations -0.34649 0.443057 C

112 Alcoholic beverages -0.95082 0.324117 C

223

Seeds and oleaginous fruit,

whole or broken, for other

fixed oils

-0.22993 0.472924 C

265 Vegetable textile fibres,

excluding cotton, jute, and

-0.15292 0.513573 C

TBI2013

1.000.500.00-0.50-1.00

RS

CA

20

13

1.00

0.50

0.00

-0.50

-1.00

895

893

892885

884

881

873

872

812

793

786

784

782 781

778

776

774

772

771

764

759

752

749

745

743

742

726

725

724

723

713712

711697

695

694

693

684

679

678

677

674

665

663

662

661

656

655

652

628

621

613

612

611

592

591

585

583

582

553

551

541

522513

511

411

334

323

286

277

273

268

263

244

233

81

73

61

57

56

54

46

4241

25

22

12

1

971

941

899

897

896

894

883

847

831

821

775

691

688

681

671

667

664

659

658

642

514

288

281

265

223

112

5848

47

785

653

562531

333

266

121

898

851

848

846

845

844

843

842

773

763

762

761

751

687

682 666

651

641

635

634

625

598

554

532

512

431424

341

335

322

292

289

269

267

251

248

246

245

232

122

98

9175

74

72

71

62

37

36

35

34

Gambar 2. Product Mapping untuk

Komoditas SITC Rev.2 Tahun 2013

Page 79: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

78 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

waste

281 Iron ore and concentrates -0.59023 0.161983 C

288 Non-ferrous base metal waste

and scrap, nes -0.20542 0.281817 C

514 Nitrogen-function

compounds -0.05893 0.061359 C

642

Paper and paperboard,

precut, and articles of paper

or paperboard

-0.11239 0.033643 C

658

Made-up articles, wholly or

chiefly of textile materials,

nes

-0.46658 0.571039 C

659 Floor coverings, etc -0.38484 0.34273 C

664 Glass -0.25395 0.04417 C

667

Pearl, precious and semi-

precious stones, unworked or

worked

-0.96711 0.908919 C

671

Pig and sponge iron,

spiegeleisen, etc, and ferro-

alloys

-0.12667 0.018465 C

681 Silver, platinum and other

metals of the platinum group -0.73935 0.632684 C

688

Uranium depleted in U235,

thorium, and alloys, nes;

waste and scrap

-0.90554 1 C

691 Structures and parts, nes, of

iron, steel or aluminium -0.05069 0.191875 C

775 Household type equipment,

nes -0.24908 0.094326 C

821 Furniture and parts thereof -0.02637 0.61774 C

831

Travel goods, handbags etc,

of leather, plastics, textile,

others

-0.49574 0.040094 C

847 Clothing accessories, of

textile fabrics, nes -0.22868 0.575505 C

883 Cinematograph film, exposed

and developed -0.35099 0.342484 C

894 Baby carriages, toys, games

and sporting goods -0.24851 0.377456 C

896 Works of art, collectors'

pieces and antiques -0.91751 0.76796 C

897

Gold, silver ware, jewelry and

articles of precious materials,

nes

-0.77113 0.664401 C

899 Other miscellaneous

manufactured articles, nes -0.15682 0.146233 C

941

Animals, live, nes, (including

zoo animals, pets, insects,

etc)

-0.41003 0.721634 C

971

Gold, non-monetary

(excluding gold ores and

concentrates)

-0.22642 0.968028 C

V. DISKUSI KEBIJAKAN

Melakukan restrukturisasi perdagangan dapat

diartikan sebagai upaya-upaya yang dilakukan

perekonomian untuk meningkatkan hasil yang diperoleh

dari produk dimana suatu negara memiliki keunggulan

komparatif dan mampu menghasilkan devisa bagi

negara (net-ekspor). Dalam hal ini, peningkatan daya

saing ekspor dan industri dapat dilakukan melalui

beberapa strategi, baik strategi yang dilihat dari

perspektif peningkatan efisiensi maupun pemasaran

hasil produksi.

Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam infant

industry cenderung membutuhkan waktu dan biaya

yang lebih tinggi untuk melakukan pengembangan

teknologi. Secara agregat, pengembangan teknologi ini

dapat dilihat dalam analisis learning curve (Krugman,

2006). Perusahaan atau industri yang bergerak dalam

skala kecil akan menghadapi biaya rata-rata yang lebih

tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang mapan.

Dari perspektif harga jual produk, infant industry

cenderung tidak dapat bersaing dengan industri serupa

yang sudah matang milik negara lain. Rendahnya daya

saing dalam variabel harga sangat berpengaruh kepada

kemampuan produk untuk memenangkan persaingan di

pasar, sehingga apabila penurunan biaya tidak dilakukan

maka produk akan gagal di pasaran.

Arahan bagi perusahaan-perusahaan dalam

perekonomian untuk bersikap lebih kooperatif ditujukan

untuk meningkatkan daya saing produk secara nasional.

Khususnya dalam fase infant industry, pola interaksi

antarpelaku bisnis dalam industri akan berkembang

lebih cepat melalui kegiatan-kegiatan kooperatif.

Kooperasi ini dapat diartikan sebagai sinkronisasi

faktor-faktor produksi dan pemanfaatan keunggulan

masing-masing perusahaan secara kolektif. Kooperasi

antarpelaku bisnis akan membantu industri mencapai

level biaya rata-rata yang lebih rendah. Namun, hasil ini

mensyaratkan adanya fungsi biaya yang identik

antarpelaku bisnis dalam industri tersebut. Identifikasi

Page 80: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

79 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

fungsi biaya ini dapat tercapai melalui sinkronisasi

faktor-faktor produksi, khususnya teknologi dan barang

modal yang cenderung lebih beragam dibandingkan

tenaga kerja. Apabila teknologi dapat diklasifikasikan

sebagai barang publik dalam industri, maka kebijakan

yang pro pengembangan teknologi layaknya menjadi

tanggungjawab pemerintah dalam mendorong kemajuan

industri secara kolektif. Insentif sebaiknya diberikan

kepada perusahaan-perusahaan yang berprestasi dalam

pengembangan teknologi di industrinya masing-masing.

Bentuknya dapat berupa tax holiday atau pemberian

subsidi sebagai kompensasi pengganti biaya penelitian

dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan.

Alternatif lain yang dapat dijadikan solusi adalah

pengadaan transfer teknologi oleh pemerintah kepada

industri, baik dengan cara pemberian kredit khusus bagi

pembelian barang modal berteknologi tinggi maupun

pelatihan-pelatihan yang melibatkan pelaku bisnis.

Melalui kerjasama dengan sektor swasta, pemerintah

juga dapat berperan sebagai agen yang melakukan

pemasaran secara kolektif bagi perusahaan-perusahaan

dalam infant industry. Secara individual, perusahaan

yang masih berproduksi dalam skala kecil akan

menghadapi biaya dengan proporsi yang tinggi apabila

akan melakukan penetrasi ke dalam pasar baru (ekspor).

Subsidi dan pemasaran kolektif dapat dilakukan oleh

pemerintah sebagai salah satu strategi peningkatan

ekspor. Model Sogo Shosha (Yoshino et al, 1986) yang

dikembangkan di Jepang menjadi salah satu contoh

sukses dari strategi collective marketing bagi industri-

industri kecil. Dengan memfokuskan usaha-usaha

pemasaran dalam satu instansi, biaya dalam

memasarkan produk dapat ditekan [10]. Fenomena

assymetric information yang sering terjadi antarpelaku

bisnis juga dapat diminimalisasi dengan memfokuskan

pusat informasi dalam instansi ini. Instansi ini akan

bertanggungjawab dalam memasarkan produk dan

menginisiasi penetrasi pasar bagi produk-produk infant

industry.

Pembentukan instansi collective marketing ini dapat

dilakukan dengan mengkombinasikan pihak swasta dan

pemerintah dalam bentuk private-public partnership

(PPP). Pihak swasta bertanggungjawab dalam

pengelolaan secara profesional dan pihak pemerintah

dapat mendukung instansi ini dalam penyediaan ekuitas.

Pemanfaatan koneksi dan hubungan luar negeri juga

bisa menjadi nilai tambah yang dapat disediakan

pemerintah dalam PPP. Pemasaran dilakukan dengan

pengadaan dan partisipasi dalam acara-acara pameran

internasional maupun penetrasi langsung berdasarkan

kerjasama-kerjasama yang telah dijalin baik oleh pihak

pemerintah maupun swasta.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan

instansi ini antara lain adalah model institusi, model

pemberian insentif dan tata kelola organisasi. Desain

institusi harus mengatur tentang hubungan-hubungan

antarpihak secara jelas dan aturan-aturan main

diarahkan dalam membangun kooperasi antarpelaku

bisnis. Semua pihak dijamin untuk mendapatkan hak

dan kewajiban yang sama, tentunya tanpa mengabaikan

sistem insentif yang baik untuk mendorong

perkembangan industri. Karakter rent seeking yang

sering dijumpai dalam instansi pemerintahan tidak

boleh diadopsi ke dalam suatu organisasi yang

mengedepankan daya saing sebagai ujung tombak.

Untuk pihak swasta, kontribusi melalui information

sharing memiliki peranan penting dalam membangun

sumber daya institusi. Kapasitas jaringan individual

yang dimiliki oleh suatu produsen dapat dibagikan,

tentunya dengan insentif-insentif yang disepakati.

Kemudian, penyediaan SDM oleh sektor swasta yang

dikelola secara profesional menjadi salah satu poin

tersendiri yang dapat menjadi kontribusi swasta dalam

pengembangan industri ini demi mencapai economies of

scale.

Peningkatan daya saing industri tidak hanya dilakukan

dari segi marketing, namun juga perlu memperhatikan

aspek infrastruktur dan aksesibilitas industri terhadap

faktor produksi. Berdasarkan pemeringkatan

infrastruktur yang dibuat oleh World Economic Forum,

dari 100 negara yang disurvei Indonesia berada pada

peringkat 78. Hal ini menandakan Indonesia masih

kurang kompetitif dalam hal infrastruktur dalam

menjalankan bisnis. Padahal, infrastruktur merupakan

salah satu faktor utama yang menentukan efisiensi dari

suatu bisnis. Infrastruktur yang baik akan menghasilkan

Page 81: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

80 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

low cost economy di mana perusahaan dapat melakukan

aktivitas ekonomi dengan biaya rendah. Hal ini menjadi

suatu masalah umum yang seharusnya diperhatikan juga

oleh pemerintah, mengingat infrastruktur merupakan

barang publik yang menjadi tanggungjawab otoritas

publik. Selain infrastruktur, pola aglomerasi industri

menjadi salah satu cara yang dapat digunakan dalam

menekan biaya perusahaan. Pendirian suatu kawasan

industri yang khusus pada produksi produk tertentu

menghilangkan assymetric information dalam pasar,

dimana seluruh perusahaan memiliki kesempatan yang

sama dalam hal aksesibilitas terhadap faktor produksi.

Selain itu, pembangunan infrastruktur dalam kawasan

industri akan lebih efektif dibandingkan apabila harus

membangun konektivitas antarkawasan yang berbeda-

beda.

V. KESIMPULAN

Suatu negara sebaiknya melakukan spesialisasi dan

fokus terhadap pengembangan industri tertentu agar

bisa menghasilkan output yang mampu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan analisis

menggunakan model product mapping, pemerintah

selaku pembuat kebijakan dan swasta selaku investor

baiknya fokus pada komoditas dalam kelompok B dan C.

Kelompok B terdiri dari produk yang memiliki

keunggulan komparatif namun tidak memiliki

spesialisasi ekspor, sedangkan kelompok C terdiri dari

produk yang memiliki spesialisasi ekspor namun tidak

memiliki keunggulan komparatif. Upaya peningkatan

daya saing dilakukan agar komoditas dalam kelompok B

dan C dapat menjadi komoditas dalam kelompok A,

yaitu yang memiliki keunggulan komparatif dan

spesialisasi ekspor. Berbagai kendala masih dihadapi

oleh beberapa industri, terutama yang masih tergolong

infant industry. Untuk mendukung perkembangan

industri dalam negeri, ada beberapa strategi yang dapat

diterapkan pemerintah yaitu: (1) pengembangan

institusi collective marketing, (2) kooperasi antarpelaku

dalam industri, dan (3) insentif pajak beserta

pembangunan infrastruktur. Tujuan utamanya adalah

untuk meningkatkan efisiensi industri dan daya saing

dalam pasar dunia. Untuk mencapai efisiensi dalam

pelaksanaan strategi peningkatan daya saing

perdagangan ini, pemerintah dan pelaku industri harus

melakukan koordinasi dan penyelarasan informasi

antarkedua belah pihak agar tidak terjadi kebijakan-

kebijakan yang tidak tepat. Selain itu, sifat-sifat rent

seeking yang seringkali ditemui dalam birokrasi harus

dihilangkan agar tidak menjadi bumerang bagi efisiensi.

Komitmen semua pihak untuk bekerjasama demi

kepentingan kolektif menjadi syarat mutlak yang

diperlukan agar tujuan akhir yaitu kesejahteraan

bersama dapat tewujud.

DAFTAR PUSTAKA

[1] The World Bank, Doing Business Index, dikutip 9 Oktober 2013 dari

The World Bank: http://www.doingbusiness.org/.

[2] P. Krugman, International Economics: Theory and Policy, Boston:

Pearson, 2006. [3] D. Ricardo, On the Principles of Political Economy and Taxation,

London: John Murray, 1817.

[4] B. Balassa, “Trade Liberalization and Revealed Comparative

Advantage”, The Manchester School of Economics and Social

Studies, Vol. 33, No. 2, pp. 99-123, 1965.

[5] B. Dalum, K. Laursen, G. Villumsen, “Structural Change in OECD

Export Specialization Patterns: Despecialization and Stickiness”,

International Review of Applied Economics, Vol. 12, pp. 447-467,

1998.

[6] K. Laursen, “Revealed Comparative Advantage and The

Alternatives as Measures of International Specialization”, DRUID

Working Paper, No. 98-30, Danish Research Unit for Industrial

Dynamics (DRUID), 1998.

[7] G. Lafay. “The Measurement of Revealed Comparative

Advantages”, in M.G. Dagenais and P.A. Muet (eds.),

International Trade Modeling.London: Chapman & Hill, 1992.

Page 82: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

81 Vol. 1 No. 23, Feb 2015

[8] T. Widodo, “Comparative Advantage: Theory, Empirical Measures

and Case Studies”, Review of Economic and Business Studies,

Issue 4, pp 57-82, 2009.

[9] The United Nations (UN), United Nation Commodity Trade

Statistics Database (UN COMTRADE), dikutip 23 Juni 2014 dari

http://unstats.un.org/unsd/servicetrade/.

[10] M. Yoshino dan L. Thomas. The Invisible Link: Japan's Sogo

Shosha and the Organization of Trade, Boston: MIT Press.

Page 83: Inovasi - Edisi TICA 2014 Bagian 1

Tokyo Tech Indonesian Commitment Award EDISI KHUSUS

82 Vol. 1 No. 23, Feb 2015