ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran,...

26
ICASERD WORKING PAPER No.52 STUDI AGRIBISNIS KUBIS DI SUMATERA BARAT Bambang Rahmanto Mei 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Transcript of ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran,...

Page 1: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

ICASERD WORKING PAPER No.52

STUDI AGRIBISNIS KUBIS DI SUMATERA BARAT Bambang Rahmanto Mei 2004

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Page 2: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

ICASERD WORKING PAPER No. 52

STUDI AGRIBISNIS KUBIS DI SUMATERA BARAT Bambang Rahmanto Mei 2004

Working Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini, pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pandangan ilmiah, dan review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P. Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, dan Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi: Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Siti Fajar Ningrum SS, M. Rahmat, Kardjono dan Edi Ahmad Saubari. Alamat Redaksi: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161, Telp. 0251-333964, Fax. 0251-314496, E-mail : [email protected]

No. Dok.065.52.02.04

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Page 3: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

1

STUDI AGRIBISNIS KUBIS DI SUMATERA BARAT

Bambang Rahmanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian

Jl. A.Yani No.70 Bogor 16161

ABSTRAK

Komoditas kubis memiliki peranan penting bagi perekonomian petani sayuran di pedesaan Sumatera Barat. Hal itu disebabkan oleh biaya usahatani kubis yang relatif rendah, sehingga banyak dibudidayakan petani. Aktivitas agribisnis kubis diwarnai dengan kegiatan usahatani diversifikasi dengan tanaman sayuran lain, terutama bawang merah dan kentang. Ketersediaan saprodi didukung oleh adanya kios saprodi sebanyak 42 buah, namun sering terjadi kelangkaan dan permainan harga. Sumber permodalan petani sebagian besar berasal dari swadana (55%), dan sebagian lainnya memanfaatkan dana KUT kentang dan bawang merah (40%), serta kredit dari pedagang saprodi (5%). Resiko kegagalan usahatani kubis, baik dari segi produksi maupun harga cukup besar. Dalam upaya pemberdayaan petani sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas sayuran di wilayah SPAKU kubis di Kabupaten Solok. Selama proses pengembangannya, KUBA telah menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan mempersiapkan keorganisasian yang berbadan hukum, penyediaan kelengkapan sarana/prasarana usaha, pemupukan modal, dan menarik partisipasi aktif dari para anggotanya. Hasil evaluasi terhadap unsur-unsur faktor internal dan faktor eksternal KUBA mengindikasikan bahwa strategi pengembangan KUBA yang perlu ditempuh adalah melalui integrasi horizontal atau stabilitas. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah: (1) memperluas jaringan pemasaran; (2) meningkatkan produktivitas dan mutu hasil; (3) meningkatkan usaha efisiensi produksi; (4) mengembangkan modal usaha; (5) menyediakan saprodi dengan harga yang bersaing; (6) Pengadaan traktor; dan (7) perencanaan polatanam yang memper-timbangkan keseimbangan permintaan dan penawaran. Pembinaan dan fasilitasi dari pemerintah masih sangat diperlukan untuk mewujudkan kemandirian KUBA.

Kata kunci : agribisnis, kubis.

PENDAHULUAN

Dalam rangka menciptakan usaha pertanian yang efisien telah muncul

gagasan tentang pembangunan pertanian spesifik lokasi. Gagasan tersebut telah

terartikulasi dengan lahirnya konsep pengembangan komoditas unggulan di wilayah

tertentu. Disamping itu pengembangan komoditas spesifik lokasi sejalan pula dengan

tuntutan desentralisasi perencanaan pembangunan pertanian agar sesuai dengan

spesifik daerah yang bersangkutan. Pembangunan pertanian komoditas unggulan

tersebut tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan, tetapi

perlu pembenahan kelembagaan dan adanya peningkatan nilai tambah melalui

kegiatan agribisnis.

Komoditas kubis dan jagung merupakan bagian dari sekitar 16 komoditas

unggulan dalam program pengembangan agribisnis di daerah sentra produksi

maupun dalam program penumbuhan SPAKU di Sumatera Barat sejak tahun

anggaran 1996/1997. Komoditas kubis memiliki peranan penting dilihat dari luas

Page 4: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

2

areal penanaman maupun nilai produksi yang dihasilkan. Areal penanaman kubis

menduduki urutan kedua setelah tanaman cabai, yaitu mencapai luas 3.820 hektar

atau sekitar 16,9 persen dari total luas areal tanam komoditas sayuran pada tahun

1997, sedangkan nilai produksinya mencapai sekitar 67,4 milyar di atas komoditas

sayuran lainnya kecuali cabai. Berdasarkan hasil analisis usahatani yang dilakukan

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dati I Sumatera Barat (1997) menunjukkan bahwa

komoditas kubis memberikan tingkat kelayakan usaha yang cukup baik, dimana

nisbah keuntungan atas biaya usahatani mencapai 2,29.

Dalam mewujudkan program pembangunan pertanian yang berorientasi pasar

dengan memberdayakan sumberdaya unggulan di masing-masing wilayah, maka

Departemen Pertanian telah merekayasa suatu model kelembagaan perekonomian

petani yang kelak dapat dikembangkan menjadi koperasi, yang tercermin dari

program Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan (SPAKU). Melalui

SPAKU diupayakan untuk memberdayakan komoditas unggulan di suatu daerah yang

mampu bersaing di pasar. Dengan pengembang-an usaha komoditas secara terpusat

di suatu lokasi dimaksudkan agar skala produksi memungkinkan tumbuhnya berbagai

usaha agribisnis, baik hulu maupun hilir. Dengan skala usaha yang dikembangkan

dimungkinkan terwujudnya efisiensi usaha dari kegiatan usaha penyediaan sarana

produksi, kegiatan usaha pertanian, pengolahan hasil, dan pemasaran.

Penumbuhan SPAKU kubis melalui pengembangan kelembagaan KUBA

(Kelompok Usaha Bersama) telah dilakukan di Kecamatan Lembah Gumanti,

Kabupaten Solok. Hal ini didasarkan pada potensi daerah tersebut sebagai sentra

produksi kubis maupun komoditas sayuran penting lainnya seperti kentang, bawang

merah, dan bawang putih.

Dalam hubungan dengan hal tersebut, studi ini bertujuan untuk mempelajari

model agribisnis kubis di lokasi contoh sekaligus melihat kinerja kelembagaan KUBA

agar dapat digunakan sebagai masukan untuk menyusun kebijaksanaan dalam

rangka pembinaan dan penyempurnaan kelembagaan sejenis di masa depan.

METODE PENELITIAN

Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei di lokasi pengembangan

KUBA kubis di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera

Barat pada bulan September-Oktober 1999. Sumber data diperoleh dari petani

anggota dan non anggota KUBA sebanyak 25 responden yang dipilih secara acak,

pengurus KUBA, dan informan kunci lainnya yang terdiri dari tokoh masyarakat,

Page 5: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

3

pembina dan pejabat dari instansi terkait serta data sekunder sebagai pendukung

dalam memahami kondisi daerah penelitian dan identifikasi kondisi organisasi/

manajemen KUBA.

Metode Analisis

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan model agribisnis yang berlaku

secara umum di lokasi contoh maupun yang dilaksanakan oleh organisasi KUBA

guna memberikan gambaran kinerja KUBA sebagai badan usaha dan sekaligus

sebagai lembaga ekonomi rakyat. Analisis kelayakan finansial digunakan untuk

melihat tingkat kemampuan usahatani kubis dalam memberikan profitabilitas,

pendapatan dan nilai tambah kepada petani produsen. Analisis SWOT dipergunakan

untuk memformulasikan strategi pengembangan KUBA. Berdasarkan identifikasi

peubah-peubah internal (SW) dan eksternal (OT) dibuat tabel analisis internal faktor

(IFAS) dan tabel analisis eksternal faktor (EFAS) dengan memberi bobot dan rating.

Pemberian bobot didasarkan atas keunggulan keunggulan relatif terhadap faktor

lainnya, sedangkan pemberian rating didasarkan atas prediksi atau kemampuan

KUBA untuk masa yang akan datang. Berbagai alternatif strategi dapat dirumuskan

berdasarkan model analisis SWOT Matrik.

Indikator faktor internal yang mempengaruhi kinerja KUBA diasumsikan

mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

(1) Manajemen: struktur organisasi; pembagian tugas; dan kualitas kelengkapan

pengurus.

(2) Produksi: kapasitas; kualitas produk; skala ekonomi; diversifikasi produk;

biaya produksi; efisiensi biaya; ketersediaan bahan baku; dan integrasi

vertikal.

(3) Pemasaran: harga jual; penguasaan pasar; akses terhadap informasi pasar;

image, reputasi, dan kualitas; saluran distribusi; efektivitas promosi; dan

pembentukan harga.

(4) Sumberdaya fisik: lahan usaha; gudang; bangunan kantor; dan peralatan.

(5) Sumberdaya manusia: personil managemen; efektivitas sistem intensive;

spesialisasi keterampilan; dan pengalaman.

(6) Sumberdaya finansial: kemampuan peningkatan kapital jangka pendek;

kemam-puan peningkatan kapital jangka panjang; labor relation cost vs

pesaing; consistency and barier to entry; dan ability to reduce cost.

Page 6: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

4

Indikator faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja KUBA diasumsikan

mencakup unsur-unsur sebagai berikut :

(1) Kebijakan pemerintah: prioritas pengembangan pemerintah; pembinaan pasar

oleh petugas; adanya perkembangan teknologi; perubahan regulasi yang

meningkatkan daya saing; pencabutan tarif/liberalisasi perdagangan; dan

peningkatan infrastruktur perhubungan dan telekomunikasi.

(2) Kondisi pasar input/output: kondisi konsumen; harga input; peningkatan posisi

tawar pembeli; dan segmen pasar yang terabaikan.

(3) Kondisi sosial/kemasyarakatan: kependudukan; dan peningkatan hubungan

baik dengan konsumen.

(4) Kondisi perekonomian: kondisi ekonomi; dan keberadaan sumber modal dari

luar.

(5) Perkembangan sektor swasta: perusahaan mitra; perusahaan pesaing; dan

masuknya kompetitor baru.

(6) Kondisi politik dan keamanan.

(7) Cekaman hama/penyakit dan perubahan cuaca.

Untuk menentukan alternatif strategi pengembangan KUBA dilakukan evaluasi

dengan mengidentifikasi unsur-unsur yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari

aspek internal KUBA serta unsur-unsur yang menjadi peluang dan tantangan/

ancaman dari aspek eksternal KUBA. Selanjutnya dilakukan inventarisir terhadap

unsur-unsur kekuatan dan kelemahan maupun unsur-unsur peluang dan ancaman,

masing-masing dalam sebuah tabel analisis faktor internal dan tabel analisis faktor

eksternal dan memebrikan nilai skor untuk setiap unsur. Nilai skor diperoleh dari hasil

perkalian bobot dan skala. Pemberian bobot didasarkan atas keunggulan relatif

terhadap faktor lain, sedangkan pemberian skala didasarkan atas kondisi aktual atau

prediksi kemampuan organisasi di masa yang akan datang. Nilai bobot berkisar

antara 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (paling penting), sedangkan nilai skala berkisar

antara 1 (sangat buruk) sampai 4 (sangat baik). Hasil total nilai skor unsur kekuatan

dan kelemahan pada faktor internal dan total nilai skor unsur peluang dan ancaman

pada faktor eksternal memberikan indikasi alternatif strategi pengembangan KUBA

dengan mengacu pada kriteria seperti tersaji pada Diagram 1.

Page 7: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

5

HASIL DAN PEMBAHASAN Model Agribisnis Pengadaan Saprodi dan Modal Usahatani

Kebutuhan sarana produksi seperti benih, pupuk, pestisida, dan herbisida

pada umumnya dapat dilayani pengadaannya oleh 42 kios saprodi yang tersebar di

dua puluh desa di kecamatan Lembah Gumanti. Kebutuhan benih/bibit kubis dan

komoditas sayuran lainnya, selain diperoleh dari kios saprodi juga dapat dibeli dari

petani lain yang melakukan pembibitan atau petani melakukan pembibitan sendiri dari

hasil panen yang telah diseleksi untuk bibit. Pupuk kandang diperoleh dari pedagang

pengumpul pupuk kandang atau dari petani yang memelihara ternak ruminansia

(Gambar 1) sendiri. Tetapi, ada sebagian petani yang meminjam dari kios dalam

bentuk pupuk atau pestisida apabila kekurangan modal, dimana pengembaliannya

dibayar pada saat panen. Sebagian lainnya ada yang menggunakan bagian dari dana

KUT yang diperolehnya bagi komoditas tanaman kentang atau bawang merah

(Gambar 2).

Modal usahatani untuk tanaman kubis pada umumnya bersumber dari petani

Permasalahan yang terjadi dalam kaitannya dengan penyaluran KUT sayuran adalah

bahwa pengajuan kredit bagi anggota kelompok-kelompok tani yang memperoleh

dana KUT pada periode November 1998 dan telah melunasinya sebelum jatuh tempo

ternyata sampai dengan saat survei dilakukan belum direalisasikan pencairannya

oleh Kandep Koperasi & PPKM karena berbagai alasan. Di antaranya adalah : (1)

Dana KUT yang tersedia tidak mencukupi; (2) Pemerintah Daerah khawatir akan

terjadinya resiko kredit macet, karena setelah pengucuran dana KUT untuk tanaman

Total skor faktor internal Kuat Rata-rata Lemah 4,0 3,0 2,0 1,0

Kuat

3,0 I :

Pertumbuhan Strategi konsentrasi

melalui integrasi vertikal

II : Pertumbuhan

Strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal

III : Penciutan Strategi

turn around

Menengah

2,0

IV : Stabilitas

Strategi stabilitas

V : Pertumbuhan/stabilitas

Strategi integrasi horizontal/ stabilitas

VI : Penciutan Strategi divestasi

Rendah

1,0

VII: Pertumbuhan

Strategi diversifikasi konsentrik

VIII : Pertumbuhan

Strategi diversifikasi konglomerat

IX: Likuidasi Strategi likuidasi/ bangkrut

Tota

l sko

r fak

tor e

kste

rnal

Sumber: Rangkuti (1999) Diagram 1. Alternatif strategi SWOT matriks

Page 8: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

6

sayuran dalam jumlah yang cukup besar berdampak pada terjadinya kelebihan

pasokan produk yang diindikasikan oleh turunnya harga secara tajam; (3) Kurang

akuratnya data areal tanam yang diajukan dalam RDKK. Pengalihan tanggungjawab

pelayanan KUT dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) kepada Kandep Koperasi & PPKM

dan BUKOPIN telah menyebabkan timbulnya hambatan dalam hal kelancaran

keadministrasian dan penyaluran kredit, serta me-ningkatkan biaya pengurusan

pencairan KUT bagi koperasi/LSM yang ditunjuk sebagai penyalur KUT kepada

petani. Hal ini antara lain disebabkan oleh: (1) Kurangnya pengalaman petugas

Kandep Koperasi dan BUKOPIN dalam menangani penyaluran KUT; (2) Pemahaman

aparat terhadap aturan main (Juklak/Juknis) yang belum cukup; (3) Belum

tersedianya unit-unit cabang BUKOPIN di tingkat kecamatan, bahkan di tingkat

kabupaten; (4) Timbulnya kecemburuan sosial dari aparat Kandep Koperasi terhadap

PPL yang memperoleh fee sebesar 1 persen dari jumlah KUT yang dicairkan.

Pedagang

Petani lain

Seleksi hasil panen

Harga: Rp 50/bibit tanaman umur : ± 35 hari

Harga: Kapur Rp 5.950 ± 1.900/zak SP-36 Rp 1.740 ± 120/kg Urea Rp 1.200 ± 95/kg KCL Rp 2.220 ± 335/kg NPK Rp 3.000 ± 550/kg SS Rp 1.800 ± 500/kg

Harga: Rp 5.000 ± 1.600/karung

Benih impor Harga: Rp 3.500 ± .800/bungkus

Kios

Peternak

Pupuk Unorganik, Pestisida dan

Herbisida

Kapur

Pupuk Kandang

Kios

Kubis

Komoditas lainnya

Benih

Sarana produksi lainnya

Sumber : Data primer

Gambar 1. Sumber pengadaan dan harga sarana produksi untuk keperluan usahatani kubis dan tanaman sayuran lainnya di Kecamatan Lembah Gumanti, Solok, 1999

40%

60%

Page 9: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

7

Sub Sistem Produksi

A. Polatanam

Dari keragaan polatanam petani contoh setahun terakhir yang tersaji pada

Tabel 1 tampak ada tiga pola tanam yang dominan dilaksanakan petani, yaitu: (1)

Bawang merah - Kubis - Kentang; (2) Bawang merah - Bawang Merah - Kubis; dan

(3) Kubis - Kubis - Bawang merah. Pengaturan waktu tanam ketiga komoditas

tersebut sangat bervariasi, tergantung pada selera atau kalkulasi masing-masing

petani. Berdasarkan keragaan polatanam pada Tabel 1 tersebut diperkirakan proporsi

luas tanam bawang merah dan kubis dalam satu tahun terakhir adalah yang tertinggi,

yaitu masing-masing mencapai 40,7 dan 35,9 persen, sedangkan tanaman kentang

menduduki peringkat ketiga dengan persentase sebesar 18,9 persen. Tanaman

lainnya hanya memperoleh porsi sekitar 0,2 - 2,5 persen (Tabel 2).

Untuk menghindari resiko kegagalan panen atau resiko memperoleh harga

rendah dari salah satu komoditas yang diusahakan, maka bagi petani yang memiliki

lahan yang relatif luas melakukan model mix farming dengan cara membagi lahan ke

dalam 2-3 petakan, dimana setiap petakan ditanami dengan komoditas yang berbeda

dan dilakukan pergantian komoditas secara bergiliran pada setiap musimnya. Artinya

apabila pada musim I petak I ditanami bawang merah dan petak II ditanami Kubis,

55%

Modal sendiri Kredit

ke kios saprodi

Sumber modal

usahatani kubis

Memanfaatkan sebagian KUT

kentang/bw. merah

Khawatir resiko/tidak bisa melunasi

Dari modal sendirisudah cukup

Belum ada KUTuntuk kubis

Belum jadi anggota kelompok tani

Alasan

40% 5%

Gambar 2. Sumber permodalan usahatani kubis dari petani contoh di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, 1999

Page 10: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

8

Tabel 1. Sebaran frekuensi petani dan luas persil menurut polatanam setahun terakhir, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, 1999

Luas persil Jumlah petani No. Polatanam

(ha) (%) orang (%)

1. Bw. merah - Kubis – Kentang 8,50 38,2 10 33,32. Bw. merah - Bw. Merah - Kubis 3,55 15,9 6 20,03. Kubis - Kubis - Bw. merah 2,59 11,6 6 20,04. Bw.merah - Bw. merah - Bw. merah 0,48 2,2 3 10,05. Kubis - Kubis - Kentang 0,95 4,3 2 6,76. Cabai - Bw. merah - Bw. putih 0,60 2,7 1 3,37. Bw. merah - Cabai - Kubis 0,50 2,2 1 3,38. Bw. merah - Kubis - Bw. putih 0,25 1,1 1 3,39. Bw.merah - Bw. putih - Bw. merah 0,01 0,0 1 3,3

10. Padi - Ubijalar - Kubis 0,12 0,5 1 3,311. Padi - Kubis/Bw.merah 0,25 1,1 1 3,312. Kubis/Bw.merah/Cabai - Bw.merah/kentang-/-

Bw. merah 1,00 4,5 1 3,3

13. Kubis/B.merah/kentang-/-Kubis/B.merah -Kol/B.merah/kentang

1,00 4,5 1 3,3

14. Kubis/B.merah/kentang -/- Kubis/B.merah -Kubis/B.merah

0,75 3,4 1 3,3

15. Bw.merah - Kubis/Bw.merah - Kubis/Bw.merah

0,72 3,2 1 3,3

16. Kubis/B.merah - Kubis/B.merah -Kubis/B.merah

0,50 2,2 1 3,3

17. Bw.merah/Cabai - Kentang - Kol 0,50 2,2 1 3,3

Jumlah 22,27 100 30 100

Sumber: Data primer

maka pada musim II petak I ditanami kubis dan petak II ditanami bawang merah.

Pada Tabel 1 diwakili oleh polatanam nomer 12-17. Penentuan luas areal tanam

untuk masing-masing komoditas pada setiap musimnya tergantung pada ekspektasi

petani terhadap harga saat panen nanti, kesesuaian musim, banyaknya petani lain

yang menanam komoditas serupa, dan ketersediaan modal (Gambar 3).

Apabila petani dalam menentukan komoditas yang akan diusahakan

berorientasi pada harga, maka jika prediksi harga komoditas itu nantinya akan

meningkat atau paling tidak memberikan tingkat keuntungan yang layak, petani akan

meningkatkan skala usahanya dengan melakukan beberapa cara sebagai berikut: (1)

sewa lahan; (2) meningkatkan luas areal tanam atau menambah populasi tanaman;

dan (3) meningkatkan frekuensi tanam. Tetapi, tidak semua petani dapat melakukan

hal tersebut karena berbagai keterbatasan, seperti: (1) Kurang mampu dalam

meramal harga; (2) Keterbatasan modal; dan (3) Keterbatasan tenaga kerja keluarga.

Page 11: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

9

Tabel 2. Sebaran luas pertanaman komoditas sayuran menurut polatanam petani contoh setahun terakhir, Kecamatan Lembah Gumanti, 1999

Luas Tanam No. Komoditas

(ha) (%)

1. Bawang merah 27,10 40,7 2. Kubis 23,91 35,9 3. Kentang 12,55 18,9 4. Cabai 1,65 2,5 5. Bawang putih 0,86 1,3 6. Padi 0,37 0,6 7. Ubijalar 0,12 0,2

Total 66,56 100

Sumber: Data primer

Keputusan dalam penentuan luas tanam

dan komoditas Kesesuaian musim

Ganti Komoditas

lain

Tetap tanam

Skala usahatetap

Tinggi

• Sulit mengestimasi harga

• Pergiliran tanam • Tetap tanam, tetapi

luas areal dikurangi • Jika ketersediaan

modal sedikit, tanam kubis

• Sulit mengestimasi harga

• Tenaga kerja keluar-ga terbatas

• Modal terbatas

• Sewa lahan • Meningkatkan

luas petakan/ menambah populasi tanaman

• Meningkatkan frekuensi tanam

Skala usaha ditingkatkan

Pergiliran tanam

Ekspektasi harga

Jumlah penanam/pesaing

Ketersediaan modal

Gambar 3. Diagram keputuasan petani dalam menentukan luas areal tanam dan jenis komoditas yang akan diusahakan

Alasan

Rendah 37% 54% 46% 63%

Alasan Cara

Page 12: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

10

Antisipasi akan terjadinya harga rendah juga berbeda di antara petani satu

dengan lainnya. Sebagian petani tetap melakukan penanaman terhadap komoditas

yang diperkirakan akan mengalami harga rendah tersebut karena faktor: (1)

keterbatasan modal untuk menanam komoditas lain; (2) Pergiliran tanam/

kesesuaian dengan musim; (3) keterbatasan kemampuan meramalkan harga; dan (4)

tetap tanam, tetapi dengan luas areal yang sempit. Pada umumnya, apabila modal

yang dimiliki terbatas, petani memilih menanam komoditi kubis dari pada menanam

bawang merah, kentang, atau komoditas lain yang memerlukan modal yang relatif

lebih besar.

Budidaya padi kurang diminati oleh sebagian besar petani, karena

produktivitas varietas unggul padi dataran tinggi kurang berkembang, sehingga sejak

tahun 1974, berangsur-angsur petani beralih ke komoditas sayuran yang lebih

menguntungkan.

B. Produktivitas dan Harga

Tingkat hasil kubis antar petani bervariasi, dimana koefisien keragaman

produk-tivitas kubis per hektar mencapai 45,67 persen, dengan hasil rata-rata sekitar

20.800 kg/ha dan variasi antara 11.300-30.300 kg/ha (Tabel 4). Rata-rata hasil kubis

ini relatif tidak berbeda dengan laporan BIPP (1999) yaitu sebesar 18,7 ton/ha,

meskipun jauh di bawah tingkat hasil yang dikemukakan Badan Agribisnis (1999) dan

laporan pengurus KUBA yaitu sebesar 30 ton/ha. Jika dilihat dari variasinya,

menunjukkan bahwa petani berpeluang untuk mencapai tingkat hasil kubis sebesar

30 ton/ha. Sementara itu, tingkat hasil untuk komoditas bawang merah dan kentang

menurut laporan BIPP (1999) masing-masing mencapai 8,7 dan 16,6 ton/ha,

sedangkan menurut laporan pengurus KUBA, produktivitas bawang merah mencapai

7-10 ton/ha. Untuk komoditas kentang di Kabu-paten Solok, berdasarkan Laporan

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dati I Sumatera Barat (1997), produktivitasnya

mencapai 16,1 ton/ha.

Tabel 4. Rata-rata, simpangan baku dan koefisien keragaman tingkat hasil dan harga kubis yang diterima petani contoh pada MK II - 1998, MH 1998/1999, dan MK I - 1999

Produktivitas Harga Uraian

(kg/ha) (Rp/kg)

Rata-rata 20.800 520

Simpangan baku 9.500 300

Koefisien keragaman (%) 45,67 57,7

Sumber: Data primer

Page 13: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

11

Dari segi produksi, variasi hasil kubis yang tinggi tersebut mencerminkan

besarnya kemungkinan bagi petani mengalami resiko kerugian akibat kegagalan

panen. Semantara itu dari segi pemasaran, peluang petani untuk memperoleh harga

jual di bawah titik impas juga besar. Variasi harga kubis ditunjukkan oleh nilai

koefisien keragaman sebesar 57,7 persen, dimana berdasarkan nilai rata-rata dan

simpangan bakunya memperlihatkan kisaran harga kubis antara Rp 220 - Rp 820

(Tabel 4). Sementara itu, berdasarkan laporan dari pengurus KUBA, variasi harga

kubis dari bulan Januari - Juni 1999 berkisar antara Rp 300 - Rp 1.100 (Tabel 5),

sedangkan harga bawang merah pada bulan-bulan tersebut sedang mencapai

puncaknya, meskipun pada saat survei (September 1999) mengalami penurunan

hingga mencapai Rp 1.200 - Rp 1.700 per kilogramnya.

Tabel 5. Variasi harga kubis dan bawang merah pada bulan Januari sampai dengan Juni 1999

Bulan Kubis (Rp/kg) Bawang merah (Rp/kg)

Januari 800 - 1.000 10.000

Februari 600 - 900 7.000 - 8.000

Maret 600 - 700 6.000 - 7.000

April 300 - 400 6.000 - 7.000

Mei 500 - 800 5.000 - 6.000

Juni 1.000 - 1.100 5.500 - 6.000

Sumber : Laporan pengurus KUBA Keterangan : Harga bawang merah pada saat survei (September 1999) hanya mencapai Rp 1.200 - Rp 1.700/kg.

C. Kelayakan Usahatani

Hasil analisis usahatani kubis yang disajikan pada Tabel 6 memberikan

gambaran bahwa secara rata-rata untuk berusahatani kubis dengan luasan satu

hektar diperlukan biaya sekitar Rp 8.133.970. Pada tingkat produksi sebesar 20.800

kg dan tingkat harga Rp 520 per kilogram hasil diperoleh pendapatan sebesar Rp

10.816.000 dengan tingkat keuntungan sebesar 2.682.030 atau sekitar 33 persen dari

total biaya. Keuntungan sebesar itu diperoleh dengan asumsi bahwa hasil panen

ditebaskan, sehingga petani hanya membayar 10 persen kepada penebas sebagai

kompensasi penyusutan produk atau istilah setempat disebut dengan “potongan air”.

Apabila petani melaksanankan panen sendiri (biasanya pada saat harga kubis

rendah, kurang dari Rp 500), maka ia akan menanggung biaya potong/petik sebesar

Rp 10/kg dan biaya angkut sebesar Rp 30 - Rp 75/kg, tergantung jauh-dekatnya jarak

antara lahan usaha dengan tepi jalan tempat memasarkan hasil. Ini berarti tambahan

biaya untuk melakukan panen sendiri pada tingkat hasil 20.800 kg mencapai sekitar

Page 14: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

12

Rp 832.000 - Rp 1.768.000. Kenyataan ini menunjukkan bahwa apabila harga kubis

rendah, maka petani akan menanggung beban kerugian ganda, yaitu beban selisih

harga jual terhadap biaya produksi rata-rata (harga titik impas jika dijual tebasan)

yang bernilai negatif serta beban biaya petik dan angkut, karena tidak ada pedagang

yang mau membeli secara tebasan. Dalam kondisi yang demikian petani harus

Tabel 6. Analisis usahatani kubis per hektar, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, tahun 1999.

Komponen

biaya Satuan volume

Volume Harga (Rp/satuan)

Nilai (Rp/ha)

Biaya Saprodi 3.279.665 I. Benih Bungkus 10,8 32.500 351.000 II. Pupuk 2.070.465 1. Kapur Zak 8,70 5.950 51.765 2. Pupuk kandang Karung 7,00 5.000 35.000 3. Urea kg 240 1.200 288.000 4. SP-36 kg 540 1.740 939.600 5. Kcl kg 150 2.220 333.000 6. NPK kg 73 3.000 219.000 7. SS kg 15 1.800 27.000 8. Pupuk mikro 151.800 9. Ongkos angkut 25.300 III. Pestisida 786.800 IV. Herbisida 71.400 Biaya Tenaga Kerja 3.975.200 1. Pengolahan tanah JOKP 688,00 1.600 1.100.800 2. Tanam JOKP 146,50 1.600 234.400 3. Pemeliharaan JOKP 974,00 1.600 1.558.400 4. Panen 1) 1.081.600 Biaya lain-lain 879.105 1. Penyusutan alat 16.950 2. Sewa lahan 650.000 3. Pajak tanah 4.100 4. Bunga modal 208.055 A. Total Biaya 8.133.970 B. Pendapatan/produksi kg 20.800 520 10.816.000 C. Keuntungan 2.682.030 D. B/C Ratio 1,33 E. TIH (Rp/kg) 391,1 H. TI P (kg/ha) 15.642,3 Sumber : Data Primer Keterangan: 1) Diasumsikan panen dilakukan oleh penebas, sehingga petani tidak menge- luarkan biaya petik dan angkut hasil, kecuali memberikan kompensasi “potongan air” sebesar 10% dari produksi kotor kepada penebas.

Page 15: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

13

Tabel 7. Analisis usahatani bawang merah per hektar, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, 1999

Komponen biaya

Satuanvolume

Volume Harga (Rp/satuan)

Nilai (Rp/ha)

Biaya Saprodi 13.183.000 I. Benih kg 1.000 7.500 7.500.000 II. Pupuk 3.208.000 1. Pupuk kandang kg 600 80 48.000 2. Urea kg 200 1.250 250.000 3. SP-36 kg 700 1.900 1.330.000 4. Kcl kg 250 2.000 500.000 5. NPK kg 300 3.000 900.000 6. Pupuk mikro 180.000 III. Pestisida 2.250.000 IV. Herbisida 225.000 Biaya Tenaga Kerja HOKP 9321) 7.500 6.990.000 Biaya lain-lain 2) 1.218.206 1. Penyusutan alat 16.950 2. Sewa lahan 650.000 3. Pajak tanah 4.100 4. Bunga modal 547.156 A. Total Biaya 21.391.206 B. Pendapatan/produksi kg 10.000 5.500 55.000.000 C. Keuntungan 33.608.794 D. B/C Ratio 2,57 E. TIH (Rp/kg) 2.139,1 H. TI P (kg/ha) 3.889,3 Sumber: Laporan pengurus KUBA Keterangan: 1) Mengacu pada laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dati I Sumbar (1997) 2) Diperhitungkan seperti dalam analisis usahatani kubis

menggunakan tenaga keluarga dalam kegiatan petik dan angkut hasil guna

mengurangi kerugian atas pengeluaran biaya tunai untuk tenaga kerja petik dan

angkut hasil.

Berdasarkan hasil analisis usahatani pada Tabel 6 tersebut, titik impas harga

(TIH) dicapai pada tingkat harga sekitar Rp 391/kg, dan titik impas produksi (TIP)

dicapai pada tingkat hasil sekitar 15.642 kg/ha. Jika dianggap bahwa kriteria

kelayakan usahatani harus memenuhi B/C rasio tidak kurang dari 2,0, maka

untuk mencapai tingkat kelayakan

usahatani kubis, petani harus memperoleh harga jual minimal Rp 782/kg pada tingkat

hasil 20.800 kg/ha atau produksi minimal 31.285 kg/ha pada tingkat harga Rp

520/kg.Dari keragaan harga kubis pada Tabel 5 dapat diperkirakan bahwa pada bulan

April 1999 banyak petani yang menderita kerugian, sedangkan pada bulan-bulan

lainnya, sebagian besar petani bisa memperoleh kuntungan yang cukup tinggi,

Page 16: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

14

bahkan mencapai di atas tingkat kelayakan, terutama pada bulan Januari dan Juni

1999.

Dibandingkan dengan kubis, biaya untuk usahatani bawang merah mencapai

hampir 3 kalinya, yaitu sebesar Rp 21.391.206 per hektar. Pada tingkat produksi

sebesar 10 ton/ha dan harga Rp 5.500/kg diperoleh keuntungan sebesar Rp

33.608.794/ha atau sekitar 157 persen dari total biaya (Tabel 7). Titik impas harga

dicapai pada tingkat harga sekitar Rp 2.139/kg, dan titik impas produksi sekitar 3.889

kg/ha.

Angka nisbah TIP dan TIH terhadap tingkat produksi dan harga aktualnya

untuk komoditas kubis dan bawang merah masing-masing mencapai sebesar 75,2

dan 38,89 persen. Angka ini menunjukkan bahwa komoditas bawang merah memiliki

toleransi yang lebih tinggi terhadap terjadinya penurunan harga atau produksi

dibandingkan dengan komoditas kubis. Pada komoditas kubis, petani telah menderita

kerugian apabila harga atau produksi mengalami penurunan sekitar 24,8 persen dari

harga atau produksi aktual-nya. Sedangkan untuk bawang merah, petani baru

mengalami kerugian setelah harga atau produksi mengalami penurunan sebesar

61,11 persen dari harga atau produksi aktualnya.

Pemasaran

Saluran pemasaran hasil komoditas sayuran di tingkat petani tidak banyak

pilihan kecuali kepada pedagang pengumpul. Mekanisme pemasaran kubis

tergantung pada kondisi harga pasar. Jika harga tinggi (tidak kurang dari Rp 500),

pedagang melakukan pembelian dengan cara tebasan. Sedangkan apabila harga

pasaran kubis rendah, petani terpaksa melakukan panen sendiri, karena tidak ada

pedagang yang bersedia melakukan pembelian secara tebasan. Hal yang demikian

disebabkan oleh faktor biaya panen yang tinggi, yaitu untuk biaya petik mencapai

sekitar Rp 10 per kilogram hasil kubis, sedangkan biaya angkut dari sawah ke tepi

jalan raya berkisar antara Rp 30 - Rp 75 per kilogram hasil kubis. Potongan air atau

biaya penyusutan dibebankan kepada petani, baik

Page 17: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

Proporsi uang muka

40-50%

Ditebas

Proporsi uang muka 60-75%%

≥ Rp 5 Juta Tinggi

≥ Rp 500

Kondisi harga

Mekanisme Pemasaran

< Rp 5 juta

Rendah < Rp 500 Dipanen sendiri

dijual satuan

Cara Pembayaran

Komponen biaya: • Petik Rp 10/kg • Angkut hasil Rp 30-Rp 75/kg • Potongan air 10% volume jual

Komponen biaya: • Potongan air 10%

volume jual/nilai tebas

Panjar

tunai

Nilai tebas

Penawaran harga lebih rendah

Gambar 4. Mekanisme pemasaran komoditas kubis di tingkat petani produsen, Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, 1999

Sumber: Data primer

Page 18: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

16

Sesama petani yang telah menjual

Biaya: Rp 6.000/musim

Sumber info

Pasar Mencari informasi

Harga

Pedagang pengumpul: membandingkan harga

dengan menawarkan pada 2-5 pedagang

alasan

Langsung dijual: 41% Kiat pemasaran

Panen ditunda 1.2 minggu 20%

Langsung dijual 80%

Dijual ke luar daerah (Bukittinggi): 6%

Ditahan, menunggu harga lebih tinggi lagi: 53%

Rendah

Tinggi

Penentuan penjualan

hasil

Ya

87%

Tidak13%

• Faktor kepercayaan • Harga antar pedagang

relatif sama

Kondisiharga

Gambar 5. Tindakaan petani dalam pemasaran kubis dan perilaku dalam mengantisipasi fluktuasi harga

Sumber: Data primer

Page 19: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

17

pada cara tebasan maupun penjualan secara satuan, yang besarnya mencapai sekitar

10 persen dari volume jual atau nilai tebasan (Gambar 4).

Mekanisme pembayaran dilakuan dalam dua cara, yaitu dengan cara

pembayaran tunai dan panjar, tergantung kesepakatan antara petani dan pedagang.

Sebagian petani memilih untuk dibayar secara tunai agar tidak menanggung resiko

terjadinya tunggakan atau macetnya sisa pembayaran, meskipun biasanya harga yang

diperoleh dengan cara pembayaran tunai relatif lebih rendah dibandingkan dengan

cara panjar. Besarnya pro-porsi uang muka yang diberikan mencapai sekitar 40 - 75

persen, tergantung pada besarnya volume jual atau nilai tebasan. Apabila volume

penjualan mencapai nilai minimal Rp 5 juta, pembayaran uang muka sebesar 40 - 50

persen, sedangkan apabila nilai penjualan di bawah Rp 5 juta, uang muka dibayar

sebesar 60 - 75 persen.

Untuk memperoleh harga jual yang terbaik, biasanya petani (87%) melakukan

perbandingan harga antar pedagang pengumpul dengan menawarkan produknya

kepada lebih dari satu pedagang, sekitar 2-5 pedagang. Cara lain adalah dengan

mencari info harga ke pasar atau kepada sesama petani yang telah melakukan

penjualan (Gambar 5).

Dalam menghadapi kondisi harga rendah, sebagian petani (20%) melakukan

penundaan panen atau penjualan hasil sekitar 1-2 minggu sesuai dengan kondisi

tanaman kubis, menunggu terjadinya kenaikan harga. Sebaliknya, pada kondisi harga

tinggi, sekitar 41 persen petani melakukan penjualan sesegera mungkin, sedangkan

lainnya ada yang menunggu harga meningkat lebih tinggi lagi (53%) atau melakukan

penjualan ke luar daerah (6%).

Mekanisme pemasaran kubis sebagaimana diuraikan di muka mengindikasikan

masih lemahnya posisi petani dalam sistem perdagangan komoditas kubis pada khusus-

nya dan komoditas sayuran pada umumnya. Peranan KUBA dalam meningkatkan

kemampuan petani untuk memperoleh posisi yang lebih baik dalam sistem agribisnis

komoditas sayuran masih belum tampak nyata.

Kinerja Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) Kubis Latar Belakang Pembentukan

Pada awal penumbuhannya, sekitar tahun 1998, KUBA Kubis ini merupakan

himpunan dari empat kelompok tani yang ada di tiga desa. Dengan semakin tumbuhnya

kelompok-kelompok tani yang dirangsang oleh adanya kucuran dana KUT kepada

Page 20: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

18

petani tanaman sayuran yang dilaksanakan sejak bulan Nopember 1998, Maret 1999,

Mei 1999, dan Juli 1999, maka jumlah kelompok tani yang tergabung dalam organisasi

KUBA meningkat menjadi 25 kelompok.

Untuk meningkatkan peran dan fungsinya, KUBA Kubis yang diberi nama KUBA

Sungai Nanam Sepakat ini selanjutnya ditingkatkan statusnya menjadi unit otonom dari

KUD Sungai Nanam dengan surat integrasi nomor 012/ITG-KUD/VIII, tanggal 7 Agustus

1998 (Badan Agribisnis, 1999). Kemudian pada tahun 1999 ditetapkan sebagai koperasi

dengan surat keputusan Kakandep Koperasi dan PPKM Kabupaten Solok sebagai

koperasi berbadan hukum No. 56/BH/KIX.3.4/VI/1999.

Struktur Organisasi, Aturan Kelompok, dan Sumber Permodalan

Struktur organisasi KUBA kubis terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua, dan

dibantu oleh sekretaris, bendahara, serta empat manajer usaha. Atruan main organisasi

ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang disepakati oleh

seluruh anggota.

Permodalan KUBA, selain bersumber dari fee KUT selama MT 1998 – MT 1999

sebesar Rp 20.000.000, secara umum masih tergantung sepenuhnya dari pengumpulan

iuran pokok dan iuran wajib para anggotanya yang berjumlah lebih dari 274 orang.

Modal KUBA yang terhimpun dari iuran anggota tersebut mencapai sekitar Rp 9.498.000

hingga bulan September 1999. Pemupukan modal selanjutnya dilakukan melalui

kegiatan simpan-pinjam dan pengelolaan ladang kelompok.

Prasarana dan Sarana

Tempat pelayanan koperasi seperti gudang, kios saprodi, dan kios pelayanan

kebutuhan pokok bagi anggota KUBA dan masyarakat pada umumnya digunakan

bangunan bekas kantor wali negeri. Pembangunan sub terminal agribisnis masih

menung-gu kucuran dana dari pemerintah yang diperkirakan mencapai Rp 10 juta.

Fasilitas lain yang merupakan bantuan dari pihak pemerintah kepada sebagian

kelompok tani anggota KUBA adalah kulkas (tempat pendingin) untuk digunakan sebagi

penyimpan “agen hayati”. Agen hayati digunakan sebagai media pengendalian hama

dan penyakit tanaman sayuran sebagai substitusi penggunaan pestisida yang tidak

terkendali.

Page 21: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

19

Bantuan mesin pertanian seperti traktor belum tersedia. Sementara itu,

kelompok tani maupun masyarakat sendiri belum ada yang berinisiatif untuk

mengadakan traktor secara swadaya. Traktor sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi

kecenderungan petani meningkatkan skala usahanya melalui pembukaan lahan-lahan

tidur. Dengan tersedianya traktor akan mempercepat proses pengolahan tanah dan

sekaligus mengurangi hambatan keterbatasan tenaga kerja yang ada. Tumbuhnya

kelompok-kelompok tani di Kecamatan Lembah Gumanti telah memberikan dampak

positif terhadap pemanfaat lahan tidur sebagai lahan usahatani, karena sebagian dari

kelompok-kelompok tani tersebut telah memanfaatkan lahan-lahan tidur yang ada

sebagai “ladang Kelompok” melalui cara sewa.

Pembinaan Pembinaan merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung

perkembangan KUBA untuk tumbuh kuat dan mandiri. Kegiatan pembinaan yang telah

dilakukan oleh beberapa institusi pemerintah di antaranya berupa kegiatan kursus dan

pelatihan, studi banding, magang, dan temu usaha. Tetapi, kegiatan tersebut masih

terbatas diikuti oleh ketua, pengurus kelompok atau anggota-anggota tertentu saja,

sedangkan penyebarluasan pengetahuan yang diperoleh peserta kegiatan itu belum

menjangkau secara merata kepada seluruh anggota kelompok KUBA.

Peranan KUBA dalam Kegiatan Agribisnis

Peran KUBA dalam sistem agribisnis komoditas kubis dan tanaman sayuran

lainnya sampai saat dilakukan survei belum tampak terintegrasi. Artinya, seksi-seksi

kepengurusan seperti manajer produksi, manajer pemasaran, manajer alsintan, dan

manajer kendali mutu belum melaksanakan peran dan fungsinya sebagaimana yang

diharapkan. Dalam penyaluran KUT sayuran, peran KUBA juga belum menonjol, karena

penyaluran dananya masih dilakukan lewat KUD, Koperasi Markisa, maupun LSM.

Dari aspek pemasaran, peran KUBA juga masih lemah, karena dalam penjualan

hasil, petani anggota KUBA masih sangat tergantung kepada pedagang pengumpul.

Pada awal terbentuknya KUBA pernah terjalin hubungan pemasaran hasil kubis dengan

pengusaha Malaysia dan terjadi transaksi yang mencapai volume 10 ton. Kegiatan

pemasaran itu sekarang telah terhenti, karena pihak pengusaha Malaysia menuntut

adanya jaminan “Badan Hukum” yang jelas dan adanya jaminan mutu produk yang

dihasilkan,

Page 22: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

20

Tabel 8. Analisis faktor eksternal KUBA kubis Nanam Sepakat, Kabupaten Solok, 1999

Faktor Diskriminan Bobot Skala Skor

Peluang

1. Kondisi politik dan keamanan 0,047 3 0,141

2. Kependudukan 0,058 4 0,232

3. Perusahaan mitra 0,088 4 0,352

4. Kondisi konsumen 0,070 4 0,280

5. Keberadaan sumber modal dari luar 0,053 3 0,174

6. Segmen pasar terabaikan yang dapat dilayani 0,088 3 0,264

7. Adanya perkembangan teknologi 0,053 3 0,159

8. Peningkatan hubungan baik dengan konsumen/mitra 0,076 4 0,304

9. Peningkatan infrastruktur perhubungan dan telekomunikasi

0,070 3 0,210

10. Prioritas pengembangan pemerintah 0,053 3 0,159

Sub total 0,661 2,275

Ancaman

11. Kondisi ekonomi 0,058 2 0,116

12. Perusahaan pesaing 0,029 2 0,058

13. Pembinaan pasar oleh petugas 0,017 1 0,017

14. Perubahan regulasi yang meningkatkan daya saing 0,047 1 0,047

15. Peningkatan posisi tawar pembeli 0,053 2 0,106

16. Harga input 0,053 2 0,106

18. Serangan hama/penyakit 0,023 1 0,023

19. Pencabutan tarif/liberalisasi perdagangan 0,017 1 0,017

20. Perubahan cuaca 0,041 2 0,082

Sub total 0,339 0,572

Total 1,000 2,847

Page 23: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

21

Tabel 9. Analisis faktor internal KUBA kubis Nanam Sepakat, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, 1999

Faktor Diskriminan Bobot Skala Skor

Kekuatan

1. Struktur organisasi 0,046 3 0,138 2. Job description 0,046 3 0,138 3. Kualitas kelengkapan pengurus 0,023 4 0,092 4. Kapasitas 0,023 4 0,092 5. Kualitas produk 0,023 4 0,092 6. Diversifikasi produk 0,046 4 0,184 7. biaya produksi 0,023 4 0,092 8. Ketersediaan bahan baku 0,046 4 0,184 9. Skala ekonomi 0,046 4 0,184 10. Akses informasi pasar 0,023 4 0,092 11. Image, reputasi, kualitas 0,036 4 0,144 12. Efektivitas promosi 0,018 4 0,072 13. Lahan usaha 0,046 3 0,138 14. Gudang 0,036 3 0,108 15. Bangunan kantor 0,046 3 0,138 16. Personal manajemen 0,023 3 0,069 17. Efektivitas sistem insentive 0,018 3 0,054 18. Spesialisasi ketrampilan 0,018 3 0,054 19. Pengalaman 0,018 3 0,054 20. Kemampuan peningkatan kapital jangka pendek 0,023 3 0,069 21. Kemampuan peningkatan kapital jangka panjang 0,046 3 0,138 22. Consistency & barier to entry 0,018 4 0,072 23. Ability to reduce cost/efisiensi biaya 0,018 3 0,054

Sub total 0,709 2,452

Kelemahan 24. Integrasi vertikal 0,036 1 0,036 25. Harga jual 0,046 1 0,046 26. Penguasaaan pasar 0,046 2 0,091 27. Saluran distribusi 0,036 1 0,036 28. Pembentukan harga 0,046 2 0,091 29. Peralatan 0,046 1 0,046 30. Labor relation cost vs pesaing 0,036 2 0,072

Sub total 0,291 0,418

Total 1,000 2,870

Page 24: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

22

seperti kandungan residu pestisida pada produk kubis yang dapat dikonsumsi dengan

aman oleh konsumen. Dengan telah disyahkannya KUBA menjadi koperasi berbadan

hukum paling tidak telah memberikan jaminan “status” bagi KUBA dalam berhubungan

dengan mitra usaha di masa datang. Proses pemberdayaan KUBA masih perlu didorong

melalui pembinaan yang kontinyu dan terpadu maupun kucuran bantuan modal usaha,

baik berupa fasilitas kredit lunak maupun dalam bentuk alsintan, serta kegiatan promosi

melalui aktivitas temu usaha dengan pengusaha lokal maupun eksportir.

Strategi Pengembangan KUBA

Hasil evaluasi terhadap unsur-unsur peluang dan ancaman pada faktor eksternal

KUBA menghasilkan total nilai skor sebesar 2,847 (Tabel 8). Sedangkan evaluasi

terhadap unsur-unsur kekuatan dan kelemahan pada faktor internal KUBA menghasilkan

total nilai skor 2,870 (Tabel 9). Berdasarkan hasil skor faktor internal dan faktor eksternal

tersebut mengindikasikan bahwa strategi pengembangan KUBA yang perlu ditempuh

adalah melalui integrasi horizontal atau stabilitas. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah:

(1) meningkatkan upaya menghidupkan kembali kerjasama pemasaran dengan pihak

pengusaha Malaysia (menembus peluang ekspor); (2) meningkatkan mutu hasil kubis

yang dapat ditempuh dengan menghasilkan kubis bebas pestisida/residu pestisida

rendah; (3) meningkatkan usaha efisiensi produksi; (4) mengembangkan peman-faatan

lahan-lahan tidur sebagai ladang kelompok untuk akumulasi modal KUBA.

KESIMPULAN

Komoditas kubis merupakan bagian dari sekitar 16 komoditas unggulan/potensial

dalam program pengembangan agribisnis di daerah sentra produksi maupun dalam

program penumbuhan SPAKU di Sumatera Barat. Peranannya cukup ber-arti dilihat dari

luas areal penanaman maupun nilai produksi yang dihasilkan.

Aktivitas agribisnis kubis ditandai dengan kegiatan usahatani melalui diversifikasi

dengan tanaman sayuran lain, terutama bawang merah dan kentang, yang tercermin

dalam 17 polatanam. Ketersediaan saprodi didukung oleh adanya kios saprodi sebanyak

42 buah. Namun sering terjadi kelangkaan dan permainan harga. Sumber permodalan

petani berasal dari dana sendiri (55%), memanfaatkan KUT (40%), dan kredit dari

pedagang saprodi (5%).

Page 25: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

23

Kinerja KUBA kubis diawali setahun sebelum resmi berbadan hukum, yaitu sejak

menjadi bagian otonom dari KUD Sungai Nanam yang sudah berbadan hukum. Integrasi

itu terjadi pada bulan Agustus 1998, dua bulan sejak didirikan pada bulan Juni 1998.

Pada bulan Juni 1999, KUBA kubis dikukuhkan menjadi koperasi berbadan hukum,

karena telah memenuhi syarat dalam hal kelengkapan personel kepengurusan, AD/ART,

kegiatan ekonomi, sumber finansial, dan peningkatan sumberdaya manusia. Meskipun

demikian, kegiatan tersebut terkesan belum terkoordinasi dengan baik, sehingga

keberadaan KUBA belum terintegrasi dalam penanganan agribisnis sayuran.

Sejak berdirinya KUBA kubis yang berbadan hukum telah berkembang dari 6

kelompok yang melibatkan 131 petani dengan 43 hektar lahan garapan menjadi 25

kelompok yang melibatkan 582 petani dengan 180 hektar lahan garapan. Jumlah kelom-

pok tani yang telah diakomodasi oleh KUBA mencapai sekitar 35 persen dari jumlah

kelompok tani di Kecamatan Lembah Gumanti. Perkembangan pesat ini didasari oleh

pengurus yang dinamis mencari dan memanfaatkan peluang, sehingga selain jumlah

anggota meningkat, KUBA juga mampu mengumpulkan modal finansial sejumlah Rp 20

juta lebih melalui keberhasilannya merealisasikan penyaluran KUT selama 3 musim

tanam, yaitu November 1998, Maret 1999, dan Mei 1999. Pengalihan wewenang penya-

luran kredit dari BRI ke Bank Bukopin menyebabkan kelancaran administrasi tersendat,

sehingga pengajuan KUT bulan Juli 1999 tidak sempat terealisasi. Sampai bulan

September 1999, dari iuran wajib dan iuran pokok terkumpul modal sebesar Rp 9,5 juta.

Dampak dari kegiatan KUBA telah meningkatkan kegiatan usahatani anggota

yang mencatat pendapatan Rp 13,6 juta se tiap tahun, lebih besar 26 persen dari non

anggota. Walaupun non anggota lebih banyak berpeluang usaha di luar usahatani,

namun ternyata pendapatan total per tahun anggota KUBA tetap lebih tinggi 19 persen.

Usahatani sayuran menyumbang tidak kurang dari 80 persen pendapatan setahunnya.

Kemajuan KUBA juga ditandai dengan kegiatan merenovasi bangunan adat/desa

untuk keperluan sarana kantor koperasi serta tempat pelayanan saprodi dan kebutuhan

pokok. Direncanakan KUBA juga akan membangun sub terminal agribisnis untuk

transaksi dan pemasaran produksi sayuran. Sarana lain yang telah ada adalah lemari

pendingin untuk menyimpan agen hayati.

Selain asset lahan produksi individu, juga diciptakan lahan kelompok yang

memanfaatkan lahan tidur. Hasilnya untuk pemupukan modal kelompok. Semua

Page 26: ICASERD WORKING PAPER No - …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_52_2004.pdf · sayuran, pemerintah telah mendorong tumbuhnya Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) komoditas

24

anggota wajib bekerja di lahan kelompok. Kalau berhalangan didenda sebanyak hari

berhalangan dikali upah harian yang berlaku.

Harapan memperoleh kemitraan dengan pembeli dari Malaysia tertunda setelah

lulus dari kontrak tahap pertama sebesar 10 ton kubis. Pada tahap perjanjian kedua

mitra mengundurkan diri karena ketidakpastian muncul, sebagai akibat dari kehendak

aparat pembina agar kontrak melibatkan kelompok di luar KUBA.

Alternatif strategi pengembangan KUBA yang perlu ditempuh adalah melalui

integrasi horizontal atau stabilitas. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah: (1) Meningkat-

kan upaya menghidupkan kembali kerjasama pemasaran dengan pihak pengusaha

Malaysia (menembus peluang ekspor); (2) Meningkatkan mutu hasil kubis yang dapat

ditempuh dengan menghasilkan kubis bebas pestisida atau residu pestisida rendah; (3)

Meningkatkan usaha efisiensi produksi; dan (4) Mengembangkan pemanfaatan lahan-

lahan tidur sebagai ladang kelompok untuk akumulasi modal KUBA.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Agribisnis. 1998. Analisis Kebutuhan Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) pada

Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan (SPAKU) Menurut Provinsi,

Kabupaten, dan Kecamatan. Departemen Pertanian.

Badan Agribisnis. 1999. Company Profile “KUBA” pada SPAKU. Departemen Pertanian.

BIPP. 1999. Programa Penyuluhan Pertanian BPP Lembah Gumanti tahun 1999. Balai Informasi

Penyuluhan Pertanian. Pemerintah Kabupaten Dati II Solok.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dati I Sumatera Barat. 1997. Laporan Tahunan 1997.

Rangkuti, F. 1999. Analisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.