FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN...

83
FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN PENAMBAHAN PUREE PISANG DAN INULIN SKRIPSI NI PUTU AYU LESTARI F24070019 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Transcript of FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN...

Page 1: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

i

FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK

DENGAN PENAMBAHAN PUREE PISANG DAN INULIN

SKRIPSI

NI PUTU AYU LESTARI

F24070019

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 2: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

ii

FORMULATION OF SYNBIOTIC YOGHURT

MADE WITH BANANA PUREE AND INULIN

Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, and Dewi Desnilasari

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology,

Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone +62 878 7090 8640, E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Recently, one of functional food which has become popular in the market is probiotic,

prebiotic and or synbiotic yoghurt. Synbiotic yoghurt is fermented milk containing both probiotic and

prebiotic. Many inovations in yoghurt production by food scientists were developed by adding local

ingredients. Banana is abundant local comodity in West Java. Besides having high nutrient, banana

also contains 0.5-1.4 g/100g inulin which is a good source of prebiotic. The purpose of this research

was to make synbiotic yoghurt containing banana puree and inulin as a functional food using local

comodity. In this research, the synbiotic yoghurt was made from banana puree added with

Lactobacillus casei as probotic and commercial inulin as prebiotic. This research was divided into

three steps, first step was to obtain an optimum ratio between skim milk and banana puree to produce

an acceptable yoghurt by sensory evaluation (hedonic ranking test), second step was to obtain an

optimum one by addition of commercial inulin to the previous formula based on sensory evaluation

(hedonic rating test), and the third step was to determine chemical and microbiology quality of the

synbiotic yoghurt. Result of the first step of the research, suggested that skim milk : banana puree

ratio = 1:1 was the most preferred product by panelists. Addition of 2% inulin yoghurt resulted in the

highest rank yoghurt likened by the panelists. Based on the chemical and microbiological analysis,

the resulted synbiotic yoghurt complied standard requirement yoghurt in Indonesia (SNI 01.2981-

2009). The synbiotic yoghurt contained BAL 3.6 x 109 cfu/ml probiotic lactic acid bacteria and

approximately about 3.88 g/100g prebiotic. Based on proximate analysis, the fat content of this

synbiotic yoghurt is less than 5% thus it can be classified as non fat yoghurt.

Keywords: Lactobacillus casei, synbiotic yoghurt, banana, inulin, synbiotic food

Page 3: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

iii

Ni Putu Ayu Lestari. F24070019. Formulasi Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Puree Pisang

dan Inulin. Di bawah bimbingan Ratih Dewanti-Hariyadi dan Dewi Desnilasari. 2011

RINGKASAN

Salah satu pangan fungsional yang populer di kalangan masyarakat dan dikembangankan

oleh para industri pangan adalah susu fermentasi dalam bentuk yoghurt sinbiotik. Pengembangan

produk inovasi yoghurt yang menggunakan susu sebagai bahan baku utama, dapat ditambahkan

dengan bahan baku lain yang berasal dari pangan lokal. Salah satu komoditi lokal yang jumlahnya

melimpah di Jawa Barat dan belum dimanfaatkan secara maksimal adalah pisang. Pisang merupakan

buah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia dan memiliki kandungan gizi yang tinggi.

Selain itu, pisang juga mengandung sumber prebiotik yang baik yaitu inulin sebanyak ± 1g/100g

pisang. Namun, kandungan inulin tersebut belum memenuhi standar prebiotik yaitu sekitar 1-3% pada

produk yoghurt, sehingga diperlukan penambahan inulin komersil sebagai sumber prebiotik.

Metode yang dilakukan dalam pembuatan yoghurt sinbiotik ini terdiri atas tiga tahap

penelitian. Tahap I adalah optimasi puree pisang dalam pembuatan yoghurt sinbiotik untuk

mendapatkan perbandingan susu skim dan puree pisang yang tepat berdasarkan uji organoleptik.

Tahap II adalah optimasi inulin komersial dalam pembuatan yoghurt sinbiotik untuk mendapatkan

jumlah penambahan inulin komersial yang tepat dan disukai sebagai sumber prebiotik berdasarkan uji

organoleptik. Tahap III adalah analisis mutu yoghurt sinbiotik formula terpilih.

Penelitian tahap I dilakukan dengan membuat yoghurt sinbiotik menggunakan susu skim dan

puree pisang Ambon sebagai bahan baku utama dengan perbandingan antara susu skim: puree pisang

adalah (A) 1:0.5, (B) 1:1, dan (C) 1:2. Formula terpilih merupakan hasil penilaian kesukaan panelis

berdasarkan uji organoleptik ranking hedonik. Berdasarkan uji ranking tersebut, formula yoghurt yang

paling disukai menurut panelis dan dipilih sebagai formula terpilih tahap I adalah yoghurt dengan

perbandingan antara susu skim : puree pisang sebanyak 1:1.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan adalah penelitian tahap II yaitu optimasi inulin dalam

pembuatan yoghurt sinbiotik. Penelitian ini menggunakan formula terpilih tahap I yang ditambahkan

inulin dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Terdapat empat formulasi penambahan inulin yaitu

formula A (0% inulin), B (1% inulin), C (2% inulin), dan D (3% inulin). Hasil pada tahap II

berdasarkan uji rating hedonik yaitu untuk semua atribut yang diujikan mencakup aroma, tekstur, rasa,

dan keseluruhan mendapat penilaian oleh panelis dari netral sampai agak suka. Hasil penilaian panelis

terhadap penambahan inulin sebanyak 0-3% pada yoghurt berdasarkan analisis sidik ragam adalah

tidak berbeda nyata atau tidak memberikan pengaruh yang berbeda secara organoleptik. Penambahan

0-3% inulin hanya berfungsi sebagai penambah sumber prebiotik pada produk yoghurt. Namun

sampel yang mempunyai tingkat kesukaan paling tinggi menurut penilaian panelis dan dipilih menjadi

formula terpilih tahap II secara keseluruhan berdasarkan jumlah kandungan inulinnya dan segi

ekonomisnya adalah sampel C (2% inulin).

Tahap terakhir pada penelitian ini adalah tahap III yaitu analisis mutu yoghurt sinbiotik

formula terpilih. Berdasarkan hasil analisis mutu kimia, produk yoghurt sinbiotik mempunyai

kandungan kadar air 84.46%; kadar abu 0.75%; kadar protein 2.79%; kadar lemak 0.2%; kadar

karbohidrat 11.8%; dan kadar inulin 3.88 g/100g dengan pH 4.3; TAT 0.745, dan total padatan

15.36%. Sedangkan berdasarkan hasil analisis mutu mikrobiologi, produk yoghurt sinbiotik

mempunyai jumlah total bakteri asam lakat sebesar 3.6 x 109

cfu/ml. Jumlah ini tidak berubah secara

signifikan jika disimpan selama 14 hari dalam suhu dingin yaitu 4°C. Pengujian cemaran mikroba

Page 4: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

iv

yaitu cemaran koliform dan Salmonela dinyatakan negatif pada produk yoghurt yang dihasilkan baik

pada hari ke-0 maupun hari ke-14. Cemaran koliform pada produk adalah <3 g MPN/100ml dan

Salmonella adalah negatif salmonella/25 g yoghurt.

Keseluruhan hasil uji mutu yang dilakukan tersebut telah sesuai dengan persyaratan SNI

01.2981-2009 tentang yoghurt. Kadar probiotik dan prebiotik yang dimiliki oleh yoghurt sinbiotik

telah memenuhi persyaratan sehingga produk dapat dikatakan sebagai produk pangan sinbiotik. Selain

itu produk yoghurt sinbiotik ini juga dapat diklaim sebagai yoghurt non-fat karena kandungan

lemaknya yang rendah yaitu kurang dari 0.5%.

Page 5: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

v

FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK

DENGAN PENAMBAHAN PUREE PISANG DAN INULIN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

NI PUTU AYU LESTARI

F24070019

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 6: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

vi

Judul Skripsi : Formulasi Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Puree Pisang dan

Inulin

Nama : Ni Putu Ayu Lestari

NIM : F24070019

Menyetujui,

Bogor, 14 Oktober 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dewi Desnilasari, S.Si

NIP. 19620920 198603 2 002 NIP. 19811208 200801 2 008

Mengetahui,

Plt. Ketua Departemen ITP

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si

NIP. 19610802 198703 2 002

Tanggal Sidang : 19 September 2011

Page 7: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

vii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Formulasi Yoghurt

Sinbiotik dengan Penambahan Puree Pisang dan Inulin adalah hasil karya saya sendiri dengan

arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan B2PTTG Lipi Subang serta belum diajukan dalam bentuk

apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 14 Oktober 2011

Yang membuat pernyataan

Ni Putu Ayu Lestari

F24070019

Page 8: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

viii

© Hak cipta milik Ni Putu Ayu Lestari, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi,

microfilm, dan sebagainya

Page 9: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ni Putu Ayu Lestari dilahirkan pada tanggal 25

Maret 1989 di kota Singaraja dan merupakan putri pertama dari tiga

bersaudara dari pasangan Made Suarjaya dan Ni Made Ardani. Penulis

menempuh pendidikan di TK Adiyaksa Palangkaraya (1993-1995),

pendidikan dasar di SDN Langkai 12 Palangkaraya (1995-2001),

pendidikan menengah pertama di SMPN 2 Palangkaraya (2001-2004),

pendidikan menengah atas di SMAN 2 Pahandut Palangkaraya (2004-

2007).

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI

dan masuk Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi

Pertanian pada tahun 2007. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif di dalam kegiatan

kepanitiaan yang diselenggarakan oleh HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan).

Diantaranya adalah panitia LCTIP (2009), PLASMA (2009), BAUR (2009), dan KAPANGAN

(2009), penulis juga mengikuti lomba kreativitas mahasiswa (pengembangan yoghurt ubi jalar ungu)

dan berpartisipasi dalam organisasi KMHD (Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma) sebagai Bendahara

I (2009). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul ―Formulasi Yoghurt

Sinbiotik dengan Penambahan Puree Pisang dan Inulin‖ di bawah bimbingan Dr. Ir. Ratih Dewanti-

Hariyadi, M.Sc dan Dewi Desnilasari, S.Si.

Page 10: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas

asungkerta dan waranugraha-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul

―Formulasi Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Puree Pisang dan Inulin‖ dilaksanakan di

Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor sejak bulan Maret

sampai Agustus 2011.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis menyampaikan

penghargaan dan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Keluarga tercinta penulis: Bapak Made Suarjaya, Ibu Made Ardani, dan Adik Nyoman Budi

Suryawan yang selalu memberi doa, kasih sayang, dukungan moral dan finansial serta nasihat

untuk terus belajar dengan sebaik-baiknya.

2. Dosen Pembimbing Akademik I, ibu Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc. yang saya hormati

dan kagumi yang telah memberi banyak bimbingan dan arahan serta motivasi selama penulis

melakukan penelitian hingga penulisan tugas akhir.

3. Dosen Pembimbing Akademik II, ibu Dewi Desnilasari, S.Si.

4. Dosen Penguji ibu Antung Sima Firlieyanti, STP, M.Sc.

5. Lembaga LIPI Subang yang telah memberikan topik penelitian dan bantuan dana penelitian

sehingga penelitian ini tidak mengalami hambatan biaya dan berjalan dengan lancar.

6. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang telah membagi

ilmunya kepada penulis sehingga penulis berhasil menjadi Sarjana Teknologi Pertanian dan

dapat mengaplikasikan ilmunya menjadi bermanfaat.

7. Semua teknisi dan laboran Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan: Mas Aldi, Mas Edi, Pak

Rojak, Mba Ari, Pak Gatot, Ibu Rubiah, Ibu Antin, Ibu Endang atas bimbingan dan bantuan serta

kerjasama yang baik selama penulis melakukan penelitian.

8. Seluruh pustakawan PITP dan LSI yang telah membantu penulis dalam mencari sumber pustaka

9. Semua guru dari TK sampai SMA yang telah memberi ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

10. Adik ketemu gede sekaligus sahabat tercinta, Rizwana Syarifah yang selalu membantu dan

memberi semangat kepada penulis.

11. Sahabat tersayang dan tak terlupakan Meiada Prabawani baik hati, juga Bertha Mahestarini dan

Tiara Indah Kesuma atas canda dan tawa serta dukungan yang besar kepada penulis untuk selalu

rajin dan tekun menyelesaikan skripsi serta Silvia Mawarti, Lutfhi Kartika, Cintya Ade, Vania,

Norita, Kak Dewi, Diara Mutiarani, Antin, Fiqhi, Veni, Rida, Gita, Beta, Berlian, dan teman-

teman semua di kos Tri Dara atas kebersamaannya selama ini sehingga penulis merasa di

lingkungan yang sangat nyaman.

12. Teman-teman satu bimbingan Melia Christian yang merupakan pendorong bagi penulis untuk

sesegera mungkin menyelesaikan penelitian, seminar, sidang, dan penulisan skripsi sehingga

skripsi penulis dapat terbit tepat pada waktunya, juga Iman Indrajaya atas kerjasama dan

kebersamaannya selama ini.

13. Teman-teman ITP 44 Michael Devega dan Yohana Maria Leoni yang sudah membantu

pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan penulis dengan baik, teman-teman di LAB

Mikrobiologi : Nidya Pramitasari, Erlindawati, Andreas Romulo, Yusuf, Kak Sarah, Ashari; dan

juga teman-teman LAB lainnya : Indri, Siska, Ronald Anugrah, Alya, Yesica, Ulfa, Anya,

Khafid, Suriah, Dina, Ricky, Mba Mus, Puji, Desir, Irwan, Mumun, Adi, Dimas, Marisa, Trancy,

Elisabeth, dan Amelinda.

14. Keluarga besar ITP 42, 43 khususnya Kak Septi, dan ITP 45.

Page 11: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

xi

15. Keluarga Besar KMHD : Bli Arya, Kadek Putra, Wenes, Sukma, Angie, Esta, dkk.

16. Semua pihak yang sudah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan saran dan kritik bagi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat

bagi pembaca dan memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang

pangan.

Bogor, 14 Oktober 2011

Ni Putu Ayu Lestari

Page 12: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

xii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. x

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL .................................................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ xv

I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG ......................................................................................... 1

1.2 TUJUAN .............................................................................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 3

2.1 PANGAN FUNGSIONAL ................................................................................... 3

2.2 PROBIOTIK ........................................................................................................ 4

2.3 PREBIOTIK ......................................................................................................... 7

2.4 SINBIOTIK .......................................................................................................... 10

2.5 YOGHURT .......................................................................................................... 11

III. BAHAN DAN METODE ................................................................................................ 16

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ............................................................ 16

3.2 BAHAN DAN ALAT .......................................................................................... 16

3.3 METODE PENELITIAN ..................................................................................... 16

3.3.1 Optimasi Puree Pisang dalam Pembuatan Yoghurt Sinbiotik .................. 16

3.3.2 Optimasi Inulin dalam Pembuatan Yoghurt Sinbiotik .............................. 20

3.3.3 Analisis Mutu Yoghurt Sinbiotik .............................................................. 20

3.4 METODE PENGUKURAN ................................................................................. 21

3.4.1 Analisis Sifat Kimia .................................................................................. 21

3.4.2 Analisis Mikrobiologi ............................................................................... 23

3.4.3 Uji Organoleptik ....................................................................................... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 25

4.1 OPTIMASI PUREE PISANG DALAM PEMBUATAN YOGHURT

SINBIOTIK......................................................................................................... 25

4.1.1 Persiapan Kultur ....................................................................................... 25

4.1.2 Formulasi Yoghurt Sibiotik dengan Penambahan Puree Pisang .............. 27

4.2 OPTIMASI INULIN DALAM PEMBUATAN YOGHURT SINBIOTIK .......... 31

4.3 ANALISIS MUTU YOGHURT SINBIOTIK ...................................................... 35

4.3.1 Analisis Mutu Kimia ................................................................................. 35

4.3.2 Analisis Mutu Mikrobiologi ..................................................................... 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 43

5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 43

5.2 Saran .................................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 44

LAMPIRAN ............................................................................................................................ 51

Page 13: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jenis-Jenis Bakteri Probiotik ...................................................................................... 5

Tabel 2. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Pisang Ambon dalam 100 gram Buah yang

Dapat Dimakan .......................................................................................................... 9

Tabel 3. SNI 01.2981-2009 Tentang Yoghurt .......................................................................... 11

Tabel 4. Hasil Analisis Mutu Kimia Formula Terpilih Yoghurt Sinbiotik ............................... 35

Tabel 5. Hasil Analisis Proksimat Formula Terpilih Yoghurt Sinbiotik .................................. 37

Tabel 6. Hasil Uji Koliform ..................................................................................................... 40

Tabel 7. Hasil Uji Salmonella .................................................................................................. 41

Page 14: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Inulin ...................................................................................................... 7

Gambar 2. Perubahan Laktosa menjadi Asam Laktat ............................................................ 12

Gambar 3. Pewarnaan Gram .................................................................................................. 17

Gambar 4. Pemeliharaan Kultur ............................................................................................. 18

Gambar 5. Pembuatan Kultur Starter ..................................................................................... 18

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Puree Pisang Ambon ................................................... 19

Gambar 7. Formulasi Yoghurt Sinbiotik Menggunakan Puree Pisang Ambon ..................... 19

Gambar 8. Formulasi Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Inulin .................................... 20

Gambar 9. Analisis Mutu Yoghurt Sinbiotik ......................................................................... 21

Gambar 10. Kultur Lactobacillus Casei Perbesaran 1000x...................................................... 25

Gambar 11. Pengawetan kultur L. Casei dalam MRS Chalk Semi Solid dan MRS Broth ....... 26

Gambar 12. Kultur Induk dan Kultur Starter............................................................................ 26

Gambar 13. Yoghurt dengan Penambahan Puree Pisang ......................................................... 27

Gambar 14. Histogram Uji Ranking Atribut Aroma pada Penelitian Optimasi Puree Pisang

dalam Pembuatan Yoghurt Sinbiotik .................................................................... 28

Gambar 15. Histogram Uji Ranking Atribut Tekstur pada Penelitian Optimasi Puree Pisang

dalam Pembuatan Yoghurt Sinbiotik .................................................................... 29

Gambar 16. Histogram Uji Ranking Atribut Rasa pada Penelitian Optimasi Puree Pisang

dalam Pembuatan Yoghurt Sinbiotik .................................................................... 30

Gambar 17. Histogram Uji Ranking Atribut Keseluruhan pada Penelitian Optimasi Puree

Pisang dalam Pembuatan Yoghurt Sinbiotik ........................................................ 31

Gambar 18. Histogram Uji Rating Atribut Aroma pada Penelitian Optimasi Inulin dalam

Pembuatan Yoghurt Sinbiotik .............................................................................. 32

Gambar 19. Histogram Uji Rating Atribut Tekstur pada Penelitian Optimasi Inulin dalam

Pembuatan Yoghurt Sinbiotik .............................................................................. 33

Gambar 20. Histogram Uji Rating Atribut Rasa pada Penelitian Optimasi Inulin dalam

Pembuatan Yoghurt Sinbiotik .............................................................................. 33

Gambar 21. Histogram Uji Rating Atribut Keseluruhan pada Penelitian Optimasi Inulin

dalam Pembuatan Yoghurt Sinbiotik .................................................................... 34

Gambar 22. Jumlah Total BAL selama 15 hari ........................................................................ 39

Gambar 23. Media Selektif Pertumbuhan Salmonella ............................................................. 41

Page 15: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Total BAL pada Kultur Induk dan Starter ..................................... 52

Lampiran 2. Contoh Form Uji Organoleptik Ranking Hedonik ............................................. 53

Lampiran 3. Contoh Form Uji Organoleptik Rating Hedonik................................................ 54

Lampiran 4. Hasil Uji Rangking Pada Tahap Optimasi Puree Pisang pada Pembuatan

Yoghurt Sinbiotik .............................................................................................. 55

Lampiran 5. Hasil Uji Rating Pada Tahap Optimasi Inulin Komersial pada Pembuatan

Yoghurt Sinbiotik .............................................................................................. 57

Lampiran 6. Hasil Analisis Proksimat Yoghurt Sinbiotik ...................................................... 61

Lampiran 7. Jumlah Total Bakteri Asam Laktat selama 15 Hari ........................................... 64

Lampiran 8. Gambar Hasil Uji Total Bakteri Asam Laktat dari Hari ke-1 sampai ke-15 ...... 65

Lampiran 9. Hasil Uji Koliform Hari Ke-1 dan Hari ke-15 ................................................... 67

Lampiran 10. Hasil Uji Koliform pada Media BGLBB ........................................................... 68

Page 16: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

1

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menurut Badan POM (2005) pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun

telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah

dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan

fungsional ini dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik

sensori berupa penampakan, warna, tekstur, dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selain

itu, tidak memberikan kontra indikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang

dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya.

Salah satu pangan fungsional yang populer di kalangan masyarakat dan banyak

dikembangankan oleh para ahli pangan adalah susu fermentasi dalam bentuk yoghurt. Hal tersebut

terkait dengan bukti ilmiah bahwa yoghurt dipercaya mengandung nutrisi yang baik serta memiliki

khasiat terhadap kesehatan manusia, terutama bagi saluran pencernaan dan sistem kekebalan tubuh

karena mengandung bakteri baik didalamnya.

Semakin meningkatnya pengetahuan gizi dan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan,

maka sekarang ini bentuk yoghurt yang banyak diminati adalah yoghurt sinbiotik yang mempunyai

komponen fungsional ganda. Yoghurt sinbiotik adalah susu hasil fermentasi oleh mikroba probiotik

dan diberi penambahan prebiotik sebagai makanan dari probiotik tersebut. Probiotik dan prebiotik

merupakan komponen yang sudah terbukti dapat memberi manfaat kesehatan bagi manusia.

Produk yoghurt biasa dibuat dengan menggunakan bahan baku utama yaitu susu sapi yang

memiliki kandungan gizi yang tinggi. Dalam rangka mengembangkan produk inovasi yoghurt

sinbiotik sebagai minuman fungsional, saat ini banyak dikembangkan yoghurt sinbiotik yang dibuat

dari hasil fermentasi susu oleh bakteri probiotik dengan ditambahkan sumber prebiotik yang berasal

dari bahan baku lokal. Salah satu bahan baku lokal yang dapat digunakan sebagai sumber prebiotik

adalah pisang. Pisang merupakan buah yang memiliki rasa yang enak, dapat mengenyangkan,

memiliki kandungan gizi yang tinggi, dan mengandung sumber prebiotik yang baik yaitu inulin.

Pisang mengandung inulin sekitar ± 1 g/100g pisang. Inulin adalah salah satu prebiotik yang baik

yang mempunyai peran sebagai serat pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan dan

dapat dimanfaatkan oleh bakteri baik di usus (Roberfroid, 2005).

Pemanfaatan pisang sebagai bahan baku tambahan dalam pembuatan yoghurt dapat

meningkatkan nilai guna pisang, karena pisang merupakan salah satu produk pertanian yang

jumlahnya melimpah yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Berdasarkan data FAO (2002)

produksi pisang di dunia pada tahun 2001 mencapai 66.5 juta ton. Di Indonesia sendiri produksi

pisang menempati peringkat tertinggi dibanding komoditi hasil pertanian yang lainnya. Pada tahun

2010 jumlah produksi pisang di Indonesia mencapai 5.814.576 ton dengan kontribusi terbesar dari

daerah Jawa Barat (1.089.472 ton) (BPS, 2010). Namun pemanfaatan buah pisang ini pada umumnya

hanya sebatas pembuatan tepung pisang, kripik pisang, dan konsumsi secara segar.

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan pengembangan yoghurt sinbiotik yang

mengandung probiotik sekalius prebiotik yang mempunyai nilai fungsional yang tinggi. Inovasi

pengembangan yoghurt sinbiotik ini berupa penelitian pembuatan yoghurt sinbiotik berbasis pangan

lokal dengan penggunaan puree pisang dan penambahan inulin komersial sebagai sumber prebiotik

serta menggunakan kultur bakteri Lactobacillus casei sebagai sumber probiotik.

Page 17: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

2

1.2 TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk membuat yoghurt sinbiotik dengan penambahan puree pisang

dan inulin komersial sebagai sumber prebiotik.

Page 18: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PANGAN FUNGSIONAL

Peran utama makanan adalah untuk memberikan nutrisi yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan gizi individu. Meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini menemukan

bukti secara ilmiah bahwa beberapa makanan dan komponen makanan memiliki efek fisiologis dan

psikologis yang menguntungkan disamping penyediaan kandungan nutrisi dasar. Oleh karena itu

fokus penelitian telah bergeser lebih ke identifikasi komponen biologis aktif dalam makanan yang

memiliki potensi untuk mengoptimalkan kesehatan fisik dan mental serta dapat mengurangi risiko

penyakit. Banyak produk makanan tradisional, termasuk buah-buahan, sayuran, kedelai, gandum dan

susu telah ditemukan mengandung komponen dengan manfaat kesehatan potensial. Pangan ini disebut

pangan fungsional.

Istilah pangan fungsional pertama kali diperkenalkan di Jepang sekitar pertengahan tahun

1980an dengan nama FOSHU (Foods for Specified Health Use). FOSHU mengacu pada makanan

yang mengandung bahan yang berfungsi untuk kesehatan dan secara resmi telah diklaim mempunyai

efek fisiologis pada tubuh manusia. Tujuan mengonsumsi FOSHU dimaksudkan untuk pemeliharaan

dan peningkatan kesehatan terutama bagi orang-orang yang ingin mengontrol kondisi kesehatan,

termasuk tekanan darah, kolesterol darah atau bagi orang yang ingin menjaga tubuhnya tetap sehat.

Istilah FOSHU sekarang telah dikenal dengan nama functional food atau pangan fungsional (Hasler,

1995).

Umumnya pangan fungsional dianggap sebagai bagian pangan yang memiliki fungsi diet dan

memiliki komponen biologi aktif yang berguna untuk meningkatkan kesehatan atau mengurangi risiko

penyakit. Pangan fungsional termasuk dalam konsep pangan yang tidak hanya penting bagi kehidupan

tetapi juga sebagai sumber mental dan fisik, mendukung pencegahan dan mengurangi faktor risiko

sakit untuk beberapa penyakit serta penambahan terhadap fungsi fisiologis tertentu.

Banyak definisi tentang pangan fungsional yang telah dikemukakan, diantaranya menurut

kosensus pada The First International Conference on East-West Perspective on Functional Foods

tahun 1996 yang mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang memiliki kandungan

komponen aktif sehingga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan

oleh zat-zat gizi yang terkandung didalamnya (Hasler, 1995). Pangan fungsional juga didefinisikan

oleh Functional Food Science in Europe (FUFOSE) sebagai pangan dalam bentuk makanan sehari-

hari yang biasa dikonsumsi dengan jumlah rata-rata konsumsi pada umumnya, menunjukkan efek

fisiologis bagi tubuh. Pangan fungsional tersebut dapat berasal dari makanan alami, makanan yang

telah ditambahkan komponen fungsional, atau makanan hasil bioteknologi. Pangan fungsional dapat

juga berasal dari makanan yang satu atau lebih sifat komponennya telah dimodifikasi, atau makanan

yang satu atau lebih bioavailabilitasnya komponennya telah dimodifikasi, atau kombinasi dari

keduanya. Pangan fungsional ini dapat dikonsumsi oleh seluruh populasi atau untuk kelompok

tertentu, misalnya kelompok usia tertentu atau golongan penderita penyakit tertentu (Madsen, 2007).

Menurut FAO (2004) definisi pangan fungsional adalah makanan yang mempunyai

penampakan sama dengan makanan konvensional (minuman dan makanan), dikonsumsi sebagai

bagian dari makanan sehari-hari yang mengandung komponen-komponen biologis aktif yang

mempunyai manfaat fisiologis dan mempunyai potensi mengurangi risiko penyakit kronis disamping

nilai gizi yang dikandunganya. Komponen biologis aktif yang dimaksud dapat berasal dari bahan baku

makanan yang terdapat secara alami atau ditambahkan ke dalam makanan.

Page 19: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

4

Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.5.52.0685 tahun 2005 tentang Ketentuan Pokok

Pengawasan Pangan Fungsional mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan olahan yang

mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi

fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan, dan bermanfaat bagi kesehatan. Komponen dalam

pangan yang tergolong sebagai pangan fungsional berdasarkan BPOM (2005) adalah vitamin, mineral,

gula, alkohol, asam lemak tidak jenuh, asam amino, serat pangan, prebiotik, probiotik, kolin, lesitin

dan inositol, karnitin dan skualen, isoflavon, fitosterol dan fitostanol, dan polifenol (teh).

Badan POM (2005) membuat persyaratan suatu produk dapat dikatakan sebagai pangan

fungsional antara lain: (1) wajib memenuhi kriteria produk pangan; (2) menggunakan bahan yang

memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan;

(3) mempunyai manfaat bagi kesehatan yang dinilai dari komponen pangan fungsional berdasarkan

kajian ilmiah Tim Mitra Bestari; (4) disajikan dan dikonsumsi sebagai mana layaknya makanan dan

minuman; (5) memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur, atau konsistensi dan

cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen; (6) komponen pangan fungsional tidak boleh

memberikan interaksi yang tidak diinginkan dengan komponen lain.

Muchtadi (2001) menyatakan bahwa pangan fungsional memiliki tiga fungsi dasar yaitu

sensori (warna dan penampilan menarik serta cita rasa yang enak), nutrisional (bergizi tinggi), dan

fisiologikal (memberi pengaruh fisiologis bagi tubuh). Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan

antara lain mencegah timbulnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, meregulasi kondisi ritme

fisik tubuh, memperlambat proses penuaan dan membantu proses penyembuhan. Saat ini jenis produk

pangan fungsional telah banyak beredar di pasaran yang sebagian besarnya didominasi oleh produk-

produk susu dan olahannya (Toma & Pokrotnieks, 2006). Salah satu yang paling populer saat ini di

kalangan industri adalah yoghurt.

Probiotik dan prebiotik merupakan bahan pangan yang termasuk ke dalam kategori pangan

fungsional. Probiotik dikatakan termasuk pangan fungsional karena probiotik mempunyai manfaat

menjaga fungsi saluran cerna dan meningkatkan kesehatan (Sanders, 1999). Golongan bakteri asam

laktat terutama Lactobacilli dan Bifidobacteria merupakan bakteri probiotik yang banyak digunakan

diberbagai negara (Tamime et al., 2005). Bakteri tersebut banyak digunakan dalam pembuatan

yoghurt, dimana saat ini yoghurt merupakan salah satu jenis produk makanan yang dapat

meningkatkan kesehatan manusia. Menurut Saxelin (2008) produk-produk probiotik yang beredar di

pasaran dunia, 72% merupakan produk dalam bentuk yoghurt probiotik. Sedangkan prebiotik adalah

makanan bagi probiotik yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri probiotik dan meningkatkan

kesehatan tubuh manusia (FAO, 2007). Beberapa jenis prebiotik yang paling banyak digunakan adalah

inulin dan fruktooligosakarida (FOS). Menurut Sveje (2007), di pasaran dunia terdapat lebih dari 180

macam produk prebiotik yang telah ada.

2.2 PROBIOTIK

Probiotik didefinisikan sebagai mikroba hidup yang ditambahkan pada makanan untuk

kebutuhan diet dan memberi efek kesehatan bagi inangnya dengan cara meningkatkan keseimbangan

mikroflora usus (Fuller, 1989). Sedangkan menurut FAO/WHO (2002), probiotik adalah

mikroorganisme hidup yang masuk dalam jumlah yang cukup sehingga dapat memberikan manfaat

kesehatan bagi inangnya. Jumlah yang cukup yang dimaksud oleh FAO/WHO (2002) ini adalah 106-

108

cfu/ml dan diharapkan dapat berkembang menjadi 1012

cfu/ml di dalam kolon. Jumlah probiotik

hidup harus mampu melewati kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seperti terekspos asam

lambung dan garam empedu, sehingga masih memiliki aktivitas. Produk yang mengandung probiotik

dikategorikan sebagai pangan fungsional dan di Indonesia hal ini resmi dinyatakan dalam Peraturan

Page 20: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

5

Pangan Fungsional dari BPOM tahun 2005, namun belum secara spesifik dinyatakan regulasi dan

jumlah minimal kandungannya.

Bakteri yang umum digunakan sebagai sumber probiotik sebagian besar berasal dari

golongan bakteri asam laktat. Beberapa jenis bakteri yang termasuk dalam bakteri probiotik dapat

dilihat pada Tabel 1. Bakteri asam laktat dapat digolongkan sebagai probiotik jika memenuhi beberapa

persyaratan antara lain (Salminen et al., 2004) :

1. Suatu probiotik harus non-patogenik yang mewakili mikrobiota normal usus dari inang tertentu

serta masih aktif pada kondisi asam lambung dan konsentrasi garam empedu yang tinggi dalam

usus halus

2. Suatu probiotik yang baik harus mampu tumbuh dan bermetabolisme dengan cepat serta terdapat

dalam jumlah yang tinggi dalam usus

3. Probiotik yang ideal dapat mengkolonisasi beberapa bagian dari saluran usus untuk sementara

4. Probiotik dapat memproduksi asam-asam organik secara efisien dan memiliki sifat antimikroba

terhadap bakteri merugikan

5. Mudah diproduksi, mampu tumbuh dalam sistem produksi skala besar, dan hidup selama kondisi

penyimpanan

Tabel 1. Jenis-Jenis Bakteri Probiotik a

Mikroflora Spesies Produsenb

Lactobacili

Lactobacillus acidophillus Rhodia, Inc (Madison Wis)

Lactobacillus rhamnosus Valio Dairy (Helsintei Finland)

Lactobacillus reuteri Biogaia Biologis

Lactobacillus casei Yakult (Tokyo)

Lactobacillus plantarum Probi AB (Lund Sweden)

Lactobacillus johnsonii Nestle (Switzerland)

Bifidobacteria

Bifidobacterium bifidum Danisco

Bifidobacterium longum Morinaga Milk Ind. Co Ltd

(Zama City)

Bifidobacterium breve Yakult (Tokyo)

Bifidobacterium infantis Procter & Gamble aTamime (2007) ,

bReid (1999)

Efek positif dari aktivitas probiotik terbagi dalam tiga aspek, yaitu nutrisi, fisiologi, dan

antimikroba. Aspek nutrisi berasal dari penyediaan enzim yang membantu metabolisme penyerapan

laktosa (laktase), sintesis beberapa jenis vitamin (vitamin K, asam folat, piridoksin, asam pantotenat,

biotin, dan riboflavin), serta dapat menghilangkan racun hasil metabolit komponen makanan di usus.

Aspek fisiologis meliputi kemampuan untuk menjaga keseimbangan komposisi mikrobiota usus

sehingga menekan risiko infeksi penyakit dan menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Aspek

kemampuan antimikroba dinyatakan melalui kemampuan memperbaiki ketahanan terhadap patogen.

Karena alasan tersebut, teknik probiotik diterapkan untuk meningkatkan kesehatan saluran pencernaan

serta sistem imunitas tubuh (Winarno, 2003).

Penelitian-penelitian yang telah banyak dilakukan juga mendukung pernyataan bahwa

probiotik dapat meningkatkan kesehatan diantaranya yaitu (1) probiotik dapat meningkatkan

pencernaan laktosa karena dapat menghasilkan enzim pemecah laktosa (Kim & Gilliland, 1983), (2)

mengurangi efek samping dari antibiotik dengan cara merangsang pengaktifan kembali bakteri baik

pada usus yang telah terkena efek antibiotik (Lidbeck, 1995), (3) mencegah infeksi saluran usus

dengan cara memproduksi asam-asam organik dan zat antibakteri (Gilliland & Speck, 1977), (4)

Page 21: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

6

mencegah kanker (Reddy et al., 1983), (5) meningkatkan sistem imun (Hatcher & Lambrecht, 1993),

dan (6) menurunkan kolesterol (Gilliland & Walker, 1990).

Salah satu jenis bakteri yang tergolong probiotik dan banyak digunakan di industri pangan

dalam pembuatan susu fermentasi adalah kultur Lactobacillus casei. Bakteri ini mempunyai morfologi

berbentuk batang, berada dalam koloni tunggal maupun berantai, memiliki panjang 1.5-5.0 µm dan

lebar 0.6-0.7 µm, gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora maupun kapsul, tidak

memiliki flagela, anaerobik fakultatif, hidup dengan baik pada suhu optimum 15-410C, dan pH 3.5

atau lebih. Lactobacillus casei tahan terhadap kondisi asam dengan sebagian besar produk akhir

metabolisme berupa asam laktat dan sudah terbukti prebiotik (Tamime & Robinson, 1989).

Lactobacillus casei termasuk ke dalam kategori bakteri asam laktat homofermentatif yaitu

memecah glukosa terutama menjadi asam laktat kira-kira 90%. Kemampuan ini lebih tinggi

dibandingkan dengan jenis bakteri asam laktat heterofermentatif yang hanya dapat memecah glukosa

menjadi asam laktat kurang dari 90% (Winarno & Fardiaz, 1984). Selain itu juga L. casei dapat

menghasilkan sejumlah kecil asam sitrat, asam malat, asam asetat, asam suksinat, asetaldehid, diasetil,

dan asetoin yang berperan dalam pembentukan flavor (Varnam & Sutherland, 1994). Menurut para

peneliti di Jepang, L. casei dapat memproduksi L(+) asam laktat lebih dari 95%, sedangkan

Lactobacillus bulgaricus memproduksi hampir 100% D(-) asam laktat. Asam laktat dalam bentuk

L(+) lebih dapat digunakan di dalam tubuh dibandingkan dengan bentuk D(-).

Beberapa jenis Lactobacillus casei sudah terbukti dan terindentifikasi termasuk probiotik

(Crittenden et al., 2002). Lactobacillus casei mempunyai manfaat bagi kesehatan diantaranya : (1)

mendukung respon sistem imun, (2) mendukung kesehatan sel dan meningkatkan bakteri

menyehatkan di dalam usus, (3) dapat memodifikasi potensi aktivitas bakteri berbahaya seperti β-

glukoronidase dan nitroreduktase (Goldin & Gorbach, 1984), dan (4) meningkatkan kesehatan

manusia (Takeshi, 2003).

Konsumsi yoghurt dengan kandungan L. casei pada manusia memiliki potensi menurunkan

risiko beberapa penyakit dan menunjang kesehatan tubuh, terutama yang banyak diteliti adalah bakteri

L. casei galur Shirota diantaranya menurunkan risiko kanker kandung kemih (Ohashi et al., 2002).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Ishikawa et al. (2005) juga menunjukkan L.casei galur Shirota

berpotensi mencegah kanker pada saluran kandung kemih pada studi in vivo. Penelitian terkait peran

L. casei galur Shirota pada sistem imun dilakukan oleh Nagao et al. (2000) yang menunjukkan bahwa

asupan L. casei dapat meningkatkan aktivitas sel Natural Killer (NK) pada manusia. Penelitian

lanjutan membuktikan bahwa aktivitas sel NK dapat ditingkatkan oleh L. casei galur Shirota pada

manusia yang memiliki kebiasaan merokok (Morimoto et al., 2005). Selain itu penelitian oleh

Yuniastuti (2004) tentang pengaruh pemberian susu fermentasi L. casei galur Shirota terhadap

perubahan kadar fraksi lipid serum tikus hiperkolesterolemik, menyimpulkan bahwa pemberian susu

fermentasi Lactobacillus casei galur Shirota pada dosis 2.5 ml/ekor/hari menurunkan kadar kolesterol

total, trigliserida dan kolesterol LDL serta meningkatkan kolesterol HDL secara signifikan.

Kultur bakteri L. casei pada produk-produk susu fermentasi dapat digunakan sebagai kultur

tunggal maupun kultur campuran. Penggunaan kultur tunggal mempunyai beberapa keuntungan yaitu

mudah dalam pemeliharaan, penggunaan, dan juga perhitungan total mikroba probiotik. Selain itu

juga mudah dalam mendeteksi kontaminasi dan menentukan kondisi optimum inkubasi produk

yoghurt. Begitu pula menurut hasil penelitian Oliveira et al. (2001) menyebutkan bahwa jumlah

bakteri probiotik pada kultur tunggal akan lebih stabil dan terjaga viabilitasnya dibanding pada kultur

campuran. Penggunaan kultur tunggal ini juga tidak kalah dengan penggunaan kultur campuran

karena kultur yang digunakan adalah kultur yang sudah pasti probiotik yang bermanfaat bagi

Page 22: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

7

kesehatan tubuh dan menurut Yulianis (2004) penggunaan L. casei pada produk fermentasi tergolong

disukai konsumen dari segi tekstur, aroma dan rasa.

Penelitian penggunaan kultur tunggal L. casei dalam pembuatan susu fermentasi telah banyak

dilakukan, antara lain penelitian melihat jumlah total BAL pada susu fermentasi oleh Yulianis (2004)

yang membuat susu fermentasi dari ampas tahu menggunakan kultur tunggal L. casei. Hasilnya adalah

penambahan kultur sebanyak 5% sudah menghasilkan produk yang mengandung probiotik tinggi yaitu

sekitar 3.9-7.5 109

cfu/ml dan produk yang dihasilkan disukai oleh panelis. Penelitian lain oleh Artanti

(2009) yang melihat pertumbuhan L.casei pada dua jenis prebiotik yaitu inulin dan FOS. Hasilnya

adalah L. casei dapat tumbuh dengan baik di dua jenis prebiotik tersebut, akan tetapi L. casei

cenderung memberikan jumlah sel hidup yang lebih tinggi pada prebiotik inulin yaitu sebesar 10.0 log

cfu/ml.

2.3 PREBIOTIK

Prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak tercerna yang berfungsi menstimulasi

pertumbuhan dan atau aktivitas dari satu atau lebih bakteri tertentu dalam usus besar, yang dapat

memperbaiki kesehatan inang. Banyak pangan dengan oligosakarida atau polisakarida (termasuk serat

pangan) yang diklaim mempunyai aktivitas prebiotik, meskipun tidak semua karbohidrat pangan

adalah prebiotik (Roberfroid, 2005). Golongan fruktooligosakarida sudah terbukti sebagai prebiotik

dan saat ini inulin dan oligofruktosa juga sudah diakui sebagai sumber prebiotik (Coussement, 2007).

Peraturan mengenai standar jumlah prebiotik yang dikonsumsi belum ada karena umumnya

asupan prebiotik tergantung kepada kebiasaan penduduk suatu negara (FAO, 2007). Pada umumnya

dosis konsumsi harian 5-8 g/hari dari FOS atau GOS memberikan efek prebiotik pada orang dewasa.

Venter (2007) menyatakan bahwa peraturan Foodstuffs Cosmetics and Disinfectans Act (Act No 54 of

1972) di Afrika Selatan menyatakan bahwa jumlah dan sumber prebiotik yang harus tercantum pada

label suatu produk dengan klaim prebiotik adalah minimal 3 gram prebiotik per penyajian harian.

Indonesia mengatur regulasi prebiotik dalam Peraturan Pangan Fungsional yang dikeluarkan oleh

BPOM tahun 2005, namun regulasi jumlahnya belum dikeluarkan. Surono (2004) menyarankan

jumlah prebiotik yang efektif adalah 1-3 g per hari untuk anak-anak dan 5-15 g per hari untuk dewasa.

Menurut Roberfroid (2005), inulin adalah salah satu jenis prebiotik yang baik digunakan dan

kini legal diklasifikasikan sebagai bahan pangan yang diterima dan digunakan tanpa batas, dan

dianggap sebagai model prebiotik. Inulin merupakan polisakarida (khususnya fruktan) yang terdiri

dari fruktosa yang dihubungkan oleh ikatan glikosidik β-(2-1) dan terminal glukosa pada bagian

ujungnya, dimana struktur kimianya dapat berbentuk lurus, bercabang, ataupun cyclic. Panjang rantai

dari inulin hingga sekitar 60 dengan panjang rantai terbanyak adalah 9 (Tungland, 2002) dengan

perbandingan antara glukosa dan fruktosa adalah 20 : 80. Pada umumnya native inulin (diekstrak dari

umbi segar) mengandung glukosa, fruktosa, sukrosa, dan oligosakarida. Inulin mempunyai karakter

tidak berasa, tidak berbau, dan berwarna putih serta tahan panas (Roberfroid, 2005). Struktur kimia

dari inulin dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Stuktur Kimia Inulin

Page 23: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

8

Inulin mempunyai banyak kegunaan terutama dalam bidang pangan dan kesehatan. Pada

dasarnya, penggunaan inulin dalam bidang pangan adalah karena sifat-sifat teknologisnya dan

fisiologisnya. Sifat-sifat teknologisnya yaitu sebagai pengganti gula dan lemak, sedangkan sifat-sifat

fisiologisnya digunakan sebagai sumber prebiotik.

Sifat fisiologis inulin sebagai sumber prebiotik salah satunya digunakan dalam pembuatan

yoghurt sinbiotik. Inulin tergolong sebagai prebiotik karena mampu melewati saluran pencernaan atas

dan mencapai usus besar, sehingga dianggap juga sebagai ―colonic foods‖ bagi mikroflora usus. Hasil

penelitian menurut Roberfroid (2005) yang dilakukan secara in vitro dan in vivo menyatakan bahwa

inulin dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas Bifidobacteria dan Lactobacilli yang

merupakan mikroflora yang berperan dalam saluran cerna.

Hasil fermentasi inulin di usus besar adalah asam lemak rantai pendek yang terdiri dari asam

asetat, asam propionat, dan asam butirat. Khususnya asam butirat, asam lemak rantai pendek ini

berperan dalam mempertahankan mukosa usus melalui metabolisme, proliferasi, dan melakukan

pembedaan dari tipe sel epitel yang berbeda (Roberfroid, 2005).

Roberfroid (2005) menyatakan bahwa, inulin merupakan tanaman karbohidrat yang dapat

bertahan di saluran pencernaan atas, untuk kemudian difermentasi di usus besar. Dengan

meningkatkan biomassa fekal dan kandungan air dalam feses, inulin mampu memperbaiki ―bowel

habits‖. Juga dengan karakternya dalam melindungi dan memperbaiki mukosa usus, inulin dapat

mengurangi risiko penyakit saluran cerna di usus.

Beberapa penelitian penggunaan inulin sebagai prebiotik banyak dilakukan pada produk-

produk susu fermentasi terutama yoghurt. Artanti (2009) melakukan penelitian pembuatan yoghurt

dengan L. casei pada dua jenis prebiotik yaitu inulin dan FOS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

bakteri L. casei tumbuh baik pada kedua jenis prebiotik tersebut, akan tetapi L. casei cenderung

memberikan jumlah sel hidup yang lebih tinggi pada prebiotik inulin dibanding pada FOS yaitu

sebesar 10 log cfu/ml. Hasil penelitian tersebut juga sama dengan hasil penelitian sebelumnya oleh

Donkor et al. (2007) yang menyebutkan bahwa inulin dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan

aktivitas dari bakteri L. acidophilus dan L. casei selama penyimpanan. Penelitian lainnya yaitu tentang

kualitas atribut yoghurt yang dibuat menggunakan bakteri L. casei dan berbagai jenis prebiotik oleh

Aryana dan McGrew (2007). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa L. casei dengan penambahan

inulin pada yoghurt menghasilkan pH, viskositas, warna, dan organogleptik produk yoghurt yang baik

dimana jika disimpan pada suhu 4°C mempunyai jumlah total L. casei yang cenderung tetap tinggi

selama 15 hari yaitu rata-rata 3.2 x 106 cfu/ml.

Penggunaan inulin pada produk-produk olahan susu seperti yoghurt antara lain, yaitu: (1)

dapat meningkatkan viskositas dan penggumpalan curd (Ibrahim et al., 2004); (2) dapat mengurangi

sineresis; (3) dapat menghasilkan flavor dan tekstur yang lembut (Seydin et al., 2005); (4) dapat

mempertahankan warna dan aw; (5) menghasilkan skor organoleptik yang lebih tinggi dibandingkan

dengan yoghurt tanpa penambahan inulin (Staffolo et al., 2004); (6) dapat meningkatkan viabilitas

dari bakteri asam laktat (Sadek et al., 2004); (7) menurunkan pH pada yoghurt (Hardi & Slacanac,

2000); dan (8) meningkatkan konsentrasi asam amino dan asam organik yang berperan penting dalam

pengolahan yoghurt (Chen et al., 2004).

Asupan prebiotik dari konsumsi harian tidak dapat memenuhi jumlah kebutuhan prebiotik

yang berkhasiat menekan infeksi penyakit, sehingga konsumsi tambahan prebiotik komersial dari

makanan sangat diperlukan. Menurut Franck dan De Leenheer (2005) pengunaan inulin sebanyak 1-

3% pada produk yoghurt sudah memberi efek prebiotik dan penggunaan inulin hingga 15 g per hari

tidak menyebabkan efek samping yang negatif. Manfaat mengonsumsi prebiotik dalam jumlah yang

cukup menurut beberapa penelitian antara lain: (1) menghambat patogen melalui mekanisme langsung

Page 24: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

9

atau tidak langsung dengan memblok sisi reseptor pelekatan patogen pada mukosa usus dan secara

tidak langsung mendukung pertumbuhan probiotik (Roberfroid, 2005); (2) mencegah kanker usus; (3)

meningkatkan penyerapan kalsium, manesium, dan besi karena fermentasi probiotik menjadi SCFA

(short chain fatty acid); (4) meningkatkan jumlah bakteri baik pada usus; (5) membantu mencerna

protein, mengurangi penyerapan lemak, dan membantu tubuh mengeluarkan racun (Jenkins et al.,

1999); (6) menurunkan kolesterol dengan memicu pertumbuhan probiotik atau BAL yang

memproduksi enzim atau pengikat kolesterol oleh membran (Surono, 2004); dan (7) meningkatkan

imunitas dengan meningkatkan pertumbuhan probiotik yang berinteraksi dengan sistem imun

(Roberfroid, 2005).

Sumber inulin banyak terdapat di alam seperti pada bawang merah, Jerusalem artichoke,

chicory, asparagus, bawang daun, bawang putih, globe artichoke, gandum, rye, barley, dandelion, dan

salah satunya adalah pisang (Tungland, 2000). Pisang mengandung sekitar ± 1g/100g inulin

(Roberfroid, 2005). Selain itu pisang mempuyai nilai gizi yang tinggi dan penting (seperti terlihat

pada Tabel 2) karena mengandung karbohidrat, mineral, dan vitamin yang dapat digunakan sebagai

bahan makanan bayi maupun untuk makanan tambahan bagi para remaja yang masih dalam

pertumbuhan.

Pisang (Musa paradisiaca) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang menonjol di

Indonesia. Berdasarkan data FAO (2002) produksi pisang di dunia pada tahun 2001 mencapai 66,5

juta ton. Di Indonesia sendiri produksi pisang menempati peringkat tertinggi diikuti oleh jeruk pada

urutan kedua dan nanas urutan ketiga. Pada tahun 2010 jumlah produksi pisang di Indonesia mencapai

5.814.576 ton dengan kontribusi terbesar dari daerah Jawa Barat (1.089.472 ton), diikuti oleh Jawa

Timur (921.964 ton) dan Jawa Tengah (854.383 ton) (BPS, 2010).

Pisang terbagi dalam dua jenis yaitu pisang meja dan pisang olahan. Jenis pisang yang

termasuk dalam tipe pisang meja (banana) antara lain Ambon Putih, Ambon Hijau, pisang Mas,

pisang Raja, pisang Susu, pisang Badak, pisang Seribu, dan pisang Angling. Jenis pisang meja adalah

jenis pisang yang mengandung banyak gula sehingga pada umumnya rasanya lebih manis. Jenis

pisang yang tergolong dalam pisang olahan (plantain) antara lain pisang Siam, pisang Nangka, pisang

Kapas, pisang Kepok, pisang Gembor, pisang Menggala, dan pisang Tanduk. Jenis pisang olahan ini,

kandungan karbohidratnya lebih banyak tersusun atas pati sehingga cocok untuk diolah menjadi

tepung pisang (Prabawati, 2009).

Tabel 2. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Pisang Ambon dalam 100 gram bagian yang dapat

dimakan

Komponen Satuan Pisang Ambon

Protein Gram 1.2

Lemak Gram 0.2

Karbohidrat Gram 25.8

Air Gram 72.0

Kalori Kal 99.0

Kalsium Mg 8.0

Phosfor Mg 28.0

Besi Mg 0.5

Vitamin A SI 146.0

Vitamin B Mg 0.1

Vitamin C Mg 3.0

BDD Persen 75.0 a)

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981)

Page 25: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

10

Pengolahan buah pisang sejauh ini adalah sebagai tepung pisang, keripik pisang, dan

dimakan segar. Salah satu alternatif pemanfaatan pisang yang juga dapat dilakukan adalah dengan

mengolah pisang sebagai bahan baku tambahan pada yoghurt. Karbohidrat yang terkandung di dalam

pisang terutama dalam bentuk gula dapat digunakan oleh bakteri probiotik sebagai substrat sehingga

penambahan pisang dalam produk yoghurt tidak akan menghambat proses fermentasi susu. Pisang

yang cocok digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah dalam bentuk puree. Puree pisang adalah

hancuran buah pisang tanpa mengalami penambahan air dan penyaringan. Biasanya untuk diolah

menjadi puree, pisang yang digunakan adalah jenis pisang meja karena rasanya lebih manis (lebih

banyak mengandung gula) dan teksturnya lebih lembut serta mengandung banyak air. Penambahan

dalam bentuk puree ke dalam produk yoghurt akan menghasilkan aroma, rasa, dan tekstur yang bagus.

Pengolahan pisang menjadi puree dapat dilakukan dengan cara diblansir selama 5-7 menit

pada suhu kurang dari 100°C terlebih dahulu untuk mencegah reaksi pencoklatan pada saat diblender,

kemudian dipotong-potong dan dihancurkan dengan menggunakan waring blender (Ferawati, 2009).

Proses blansir yang diterapkan pada pembuatan puree merupakan salah satu upaya untuk membunuh

mikroba awal yang terdapat dalam pisang, selain dapat bertujuan untuk melunakan jaringan buah

pisang agar mudah dihancurkan dan mencegah reaksi pencoklatan. Menurut Luky (1996), dalam

penelitiannya tentang uji kecukupan blansir menyebutkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk

proses blansir puree pisang Ambon adalah selama 5-7 menit pada suhu kurang dari 100°C.

Pisang sebagai bahan baku tambahan pada yoghurt dapat berfungsi sebagai penambah cita

rasa sekaligus sebagai sumber prebiotik berupa karbohidrat komplek seperti FOS dan inulin yang

dapat meningkatkan viabilitas dari bakteri baik pada yoghurt.

2.4 SINBIOTIK

Sinbiotik didefinisikan sebagai suatu kombinasi dari prebiotik dan probiotik (Panesar et al.,

2009) yang menguntungkan inang dengan meningkatkan pertahanan dan implantasi suplemen

makanan yang mengandung mikroba hidup dalam saluran pencernaan dengan secara selektif memicu

pertumbuhan dan atau mengaktifkan metabolisme dari sejumlah bakteri baik sehingga meningkatkan

kesehatan inangnya. Beberapa pendekatan yang dapat memberikan manfaat gizi bagi kesehatan

diantaranya adalah meningkatkan pertahanan bakteri hidup dalam produk pangan sehingga

memperpanjang umur simpan, meningkatkan jumlah bakteri mencapai kolon dalam keadaan hidup,

memicu pertumbuhan bakteri dalam kolon, dan aktivasi metabolisme bakteri.

Prebiotik, probiotik, dan sinbiotik mempunyai aplikasi farmasi yang potensial disamping

manfaat gizinya, seperti meningkatkan level pertumbuhan bakteri tertentu dalam saluran pencernaan

manusia yang diimplikasikan sebagai faktor pertahanan tidak saja untuk kerusakan di usus tetapi juga

sistemik. Konsep sinbiotik banyak dikembangkan terutama di bidang pangan yaitu pangan sinbiotik.

Salah satu jenis pangan sinbiotik yang populer adalah yoghurt sinbiotik yang terbuat dari hasil

fermentasi susu oleh bakteri probiotik misalnya golongan Lactobacillus dan Bifidobacterium dengan

ditambahkan sumber prebiotik seperti FOS, GOS, dan inulin.

Beberapa penelitian tentang yoghurt sinbiotik telah banyak dilakukan diantaranya penelitian

oleh Fung et al. (2009) menyebutkan bahwa mengonsumsi pangan sinbiotik dapat mengurangi

penyakit Lactose intolerant, meningkatkan sistem imun, aktivitas antimikroba, dan karsinogenik,

menurunkan tingkat kolesterol, mencegah infeksi lambung oleh Helicobacter pylory, dan menjaga

kesehatan usus. Beragam manfaat yang sama dari mengonsumsi pangan sinbiotik juga telah banyak

dilaporkan seperti meningkatkan penyerapan mineral dan kalsium sehingga dapat mencagah

osteoporosis (Bosscher et al., 2006), menurunkan risiko terkena penyakit diare, menurunkan

kolesterol (Renhe et al., 2008), dan mengurangi risiko obesitas (Delzenne & Cani, 2010).

Page 26: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

11

2.5 YOGHURT

Standar Nasional Indonesia (2009) mendefinisikan yoghurt sebagai produk yang diperoleh

dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan mengunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus

dan Streptococcus thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan/ atau tanpa

penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Yoghurt yang berupa

minuman cair ketal dengan rasa asam (dari akumulasi asam laktat) dan flavor yang khas (dari

komponen asetaldehida, sejumlah kecil diasetil, aseton, asetoin) merupakan hasil dari aktivitas starter

BAL melalui proses fermentasi susu. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu produk yoghurt

sesuai SNI 01.2981-2009, dapat dilihat pada Tabel 3.

Yoghurt yang beredar saat ini dapat kita jumpai dalam berbagai bentuk dan aneka rasa.

Tamime dan Robinson (1989) mengklasifikasikan yoghurt komersial ke dalam tiga kelompok, yaitu

plain yoghurt atau natural yoghurt yaitu yoghurt tanpa penambahan flavor lain sehingga rasa asamnya

sangat tajam, fruit yoghurt yaitu yoghurt dengan penambahan buah, dan flavoured yoghurt yaitu

yoghurt yang diberi flavor sintetik dan zat pewarna. Sedangkan berdasarkan perbedaan metode

pembuatannya, tipe yoghurt dibagi menjadi dua yaitu set yoghurt dan stirred yoghurt. Klasifikasi ini

berdasarkan pada sistem pembuatan dan struktur fisik dari koagulumnya. Set yoghurt adalah produk

dimana pada waktu inkubasi atau fermentasi susu berada di kemasan kecil dan karakteristik

koagulumnya tidak berubah. Sedangkan pada stirred yoghurt, fermentasi susu dilakukan pada wadah

yang besar dan setelah inkubasi produk hasil inkubasi dikemas dalam kemasan kecil sehingga

memungkinkan koagulumnya rusak atau pecah sebelum pendinginan dan pengemasan selesai

(Helferich & Westhoff, 1980).

Tabel 3. SNI 01.2981-2009 Tentang Yoghurt

No Kriteria Uji Satuan Yoghurt

1 Keadaan

1.1 Penampakan - Cairan kental-padat

1.2 Bau - Normal/khas

1.3 Rasa - Asam/khas

1.4 Konsistensi - Homogen

2 Kadar lemak (b/b) % 0.5

3 Total padatan (b/b) % Min. 8.2

4 Protein (Nx6,38)(b/b) % 2.7

5 Kadar abu (b/b) % Maks. 1.0

6 Keasaman (dihitung sebagai asam laktat)(b/b) % 0.5-2.0

7 Cemaran mikroba

7.1 Bakteri coliform APM/g atau koloni/g Maks. 10

7.2 Salmonella - Negatif/25g

8 Jumlah bakteri starter Koloni/g Min. 107

*sesuai dengan pasal 2 (istilah dan definisi)

Secara garis besar proses pembuatan yoghurt terdiri atas 4 langkah dasar, yaitu : (1)

pemanasan susu, (2) inokulasi kultur starter, (3) inkubasi, dan (4) pendinginan. Pemanasan bertujuan

untuk menghancurkan dan menginaktivasi organisme yang tidak diinginkan yang dapat berkompetisi

dengan bakteri yoghurt. Selain itu, pemanasan juga mempengaruhi protein dalam susu untuk mengikat

air sehingga diperoleh curd yang lebih kompak dan suhu pemansan yang tinggi dapat membebaskan

oksigen sehingga menciptakan kondisi anaerob selama fermentasi (Helferich & Westhoff, 1980).

Page 27: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

12

Pemanasan susu dapat dilakukan dengan suhu pasteurisasi, baik secara LTLT (Low

Temperature Long Time) dengan suhu pemanasan 650C selama 30 menit atau secara HTST (High

Temparature Short Time) dengan suhu pemanasan 75°C selama 15-16 detik (Buckle et al., 1987).

Sebelum proses pemanasan susu, umumnya dilakukan proses homogenisasi. Proses homogenisasi

pada proses pembuatan yoghurt bertujuan untuk memperkecil ukuran globula lemak, memperbaiki

viskositas yoghurt, mencegah terjadinya sineresis (wheying off) (Tamime & Robinson, 1987) dan

membuat lebih homogen. Perlakuan homogenisasi akan membuat campuran dari bahan-bahan yang

digunakan menjadi lebih seragam sehingga nantinya tekstur yoghurt akan lebih lembut. Hal ini juga

sesuai dengan hasil penelitian Triyono (2011) yang menyatakan bahwa proses homogenisasi juga

dapat membuat tekstur menjadi lebih homogen dan kekentalannya meningkat.

Inokulasi kultur starter biasanya dilakukan sesuai suhu optimum kultur starter yang

digunakan dalam pembuatan yoghurt. Kultur bakteri yang biasa dipergunakan dalam produksi yoghurt

adalah Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus (Deeth & Tamime, 1981). Kedua

bakteri tersebut mempunyai suhu optimum 42- 45°C. Sedangkan jika menggunakan kultur starter jenis

lain misalnya Lactobacillus casei, akan mempunyai suhu optimum yang berbeda yaitu sekitar 37°C.

Kultur yang digunakan dalam proses fermentasi susu tidak hanya jenis bakteri yang disebutkan di

atas, namun jenis bakteri asam laktat (BAL) yang dapat mengubah laktosa pada susu menjadi asam

laktat dapat digunakan sebagai kultur starter. Organisme yang tergolong bakteri asam laktat dibagi

menjadi 20 genus, diantaranya Streptococcus (termasuk Lactococcus), pediococcus, Leuconoctoc,

Lactobacillus, dan Bifidobacterium (Tamime & Robinson, 1989).

Susu yang telah diinokulasi kultur starter kemudian diinkubasi sampai diperoleh keasaman

yang diinginkan. Namun, proses fermentasi umumnya berlangsung selama 1 hari pada suhu 370C

(Tamime & Robinson, 1989). Selama proses inkubasi berlangsung, terdapat tiga hal penting yang

terjadi, yaitu :

1. Kultur memanfaatkan laktosa sebagai sumber energi. Mula-mula laktosa dihidrolisis oleh enzim

D-galaktosidase dalam sel bakteri menjadi glukosa dan galaktosa. Glukosa ini dimetabolisme

oleh sel bakteri membentuk asam piruvat, lalu diubah menjadi asam laktat. Secara sederhana,

reaksi perubahan laktosa menjadi asam laktat dapat dilihat pada Gambar 2 (Tamime &

Robinson, 1989):

Laktosa + Air Asam laktat

C12H22O11 H2O 4C3H6O3

Gambar 2. Perubahan Laktosa menjadi Asam Laktat

2. Akumulasi asam laktat menyebabkan keasaman pada susu meningkat yang mengakibatkan

kompleks kalsium-kasein-fosfat dalam susu menjadi tidak stabil. Keasaman susu yang semakin

tinggi sampai akhirnya pH turun mencapai 4.6-4.7 menyebabkan terbentuknya koagulum atau

curd pada susu.

3. Selama proses fermentasi juga terjadi pembentukan kompleks flavor seperti asetaldehid, aseton,

asetonin, dan diasetil.

Menurut Rahman et al. (1992), starter merupakan bagian yang penting dalam pembuatan

yoghurt. Beberapa aspek penting dari kultur yaitu bebas dari kontaminasi, pertumbuhan yang cepat,

menghasilkan flavor yang khas, tekstur, dan bentuk yang bagus, tahan terhadap bakteriogfage, dan

juga tahan terhadap antibiotik. Menurut Nuraida et al. (1995), kultur starter yoghurt yang aktif harus

memenuhi karakteristik sebagai berikut : (a) harus mengandung jumlah sel yang maksimum, (b) harus

bebas dari cemaran mikroba lain, dan (c) harus aktif di bawah kondisi fermentasi.

Aktifitas mikroba dalam starter dapat menurun dengan cepat tergantung dari kecocokan

spesies dan varietas (strain) mikroba terhadap kondisi tersebut. Perubahan dari fermentasi yang

Page 28: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

13

normal dapat merupakan suatu indikasi adanya kerusakan. Kerusakan atau penurunan viabilitas dari

starter dapat disebabkan oleh suhu inkubasi, keberadaan mikroba lain, pH, keasaman dan kandungan

oksigen terlarut pada yoghurt (Dave & Shah, 1996). Kerusakan atau penurunan viabilias starter akan

berpengaruh terhadap : (1) kekurangan pembentukan asam, (2) flavor yang tidak mencukupi atau

menyimpang, dan (3) terbentuknya gas dan lendir (Rahman et al., 1992).

Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan viabilitas dari kultur starter

adalah dengan pemeliharaan kultur. Pemeliharaan kultur dapat dilakukan dengan metode pendinginan,

pembekuan, dan pengeringan. Pada penelitian ini digunakan metode pendinginan untuk pemeliharaan

kultur, karena metode ini cenderung mudah untuk dilakukan dan tidak memerlukan peralatan yang

rumit. Tetapi metode ini memiliki kekurangan, yaitu kultur yang diawetkan/dipelihara tidak dapat

disimpan dalam waktu lama, sehingga harus dilakukan penyegaran setiap satu minggu sampai satu

bulan sekali.

Viabilitas yang baik dari kultur starter pada produk yoghurt dapat ditunjang dari penggunaan

bahan baku yoghurt. Bahan baku yang paling penting dalam pembuatan yoghurt adalah susu. Susu

merupakan bahan baku penyuplai karbohidrat utama pada yoghurt untuk menghasilkan energi yang

dibutuhkan oleh bakteri. Karbohidrat jenis gula-gula sederhana menjadi asam laktat, alkohol, dan

berbagai senyawa kimia menyediakan energi yang cepat untuk metabolisme. Susu merupakan media

fermentasi yang serbaguna dan mengandung semua bahan-bahan yang diperlukan oleh tiap organisme

yang secara nutrisi membutuhkannya seperti jenis lactobacillus terutama komponen laktosa dan

kasein. Jenis susu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan yoghurt dapat berupa susu skim

ataupun susu murni.

Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal setelah krim diambil sebagian atau seluruhnya.

Susu skim mengandung semua komponen gizi dalam susu yang tidak dipisahkan, kecuali lemak dan

vitamin-vitamin dalam lemak (Buckle et al., 1987). Susu skim dalam bentuk bubuk memiliki

kandungan lemak sebesar 0.6%, protein 36.1% dan laktosa 52.9% (Tamime & Robinson, 1989).

Laktosa yang terkandung tersebut merupakan fermentable sugar yang dapat dimanfaatkan oleh BAL

untuk pertumbuhan sehingga susu skim merupakan salah satu media yang baik untuk pertumbuhan

BAL.

Tamime dan Robinson (1989) menyatakan bahwa penggunaan susu skim bubuk ternyata

dapat meningkatkan kandungan total padatan dari susu yang berpengaruh nyata terhadap kekentalan,

aroma dan total asam minuman fermentasi, dimana semakin tinggi total padatan akan semakin tinggi

pula total asam yang akan dihasilkan. Penambahan susu skim bubuk juga dapat meningkatkan

kandungan protein, selain sebagai sumber laktosa bagi kehidupan kultur bakteri asam laktat.

Kandungan protein yang semakin meningkat ini akan menaikkan total padatan susu yang kemudian

akan mempengaruhi kekentalan susu fermentasi. Penambahan susu skim kira-kira sebanyak 10% agar

terbentuk penggumpalan atau curd yang baik, karena jika ditambahkan sekitar 5-7% susu fermentasi

yang dihasilkan akan encer (Selamat, 1992) dan menurut Setyaningsih (1992), penambahan susu skim

10% paling disukai oleh panelis memiliki nilai organoleptik paling tinggi. Selain itu Yulianis (2004)

menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa kombinasi penambahan susu skim yang terlalu tinggi

yaitu sekitar 20% akan menghasilkan bentuk curd yang padat dan pecah. Hal ini diasumsikan karena

penggumpalan yang terjadi terlalu banyak sehingga aroma asam yang dihasilkan juga berlebihan (over

fermented).

Keuntungan dari penggunaan susu bubuk skim adalah tingkat kemudahan memperoleh bahan

baku, kepraktisan dalam pembuatannya, dan kemudahan dalam melakukan standarisasi susu dalam

pembuatan yoghurt. Selain itu popularitas susu skim semakin meningkat disebabkan karena semakin

Page 29: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

14

populernya konsumsi akan diet dan menjaga tubuh tetap langsing dengan mengurangi konsumsi

lemak.

Bahan yang juga digunakan dalam pembuatan yoghurt, selain susu adalah gula atau sukrosa.

Gula dalam bentuk sukrosa akan memberikan tambahan substrat sebagai penyedia energi awal bagi

bakteri untuk proses fermentasi sehingga menghasilkan homogenitas yoghurt yang baik. Selain itu

menurut Buckle et al. (1987) penambahan gula dapat memberi rasa manis, menyempurnakan rasa

asam serta cita rasa lain. Pembuatan yoghurt ini menggunakan penambahan gula sebanyak 5%.

Penambahan gula sekitar 2% yang dilakukan oleh Selamat (1992) tidak menghasilkan homogenitas

penggumpalan yang baik. Hal ini disebabkan karena terlalu sedikit sumber energi awal yang tersedia

sebelum bakteri asam laktat mampu menggunakan laktosa didalam susu skim. Sebaliknya menurut

Mc Gregor dan White (1987), konsentrasi gula yang terlalu pekatpun dapat menghambat pertumbuhan

bakteri asam laktat. Hal ini disebabkan karena meningkatnya tekanan osmotik terhadap sel bakteri

yang berakibat menurunnya aktivitas dari bakteri tersebut.

Yoghurt tergolong produk yang aman, namun dalam pengolahannya harus diperhatikan

sanitasi dan proses pengolahan yang baik agar tidak terkontaminasi oleh cemaran mikroba yang tidak

diinginkan. Standar Nasional Indonesia (2009) menyebutkan bakteri indikator sanitasi dalam produk

yoghurt adalah koliform dan Salmonella. Koliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan

sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan,

susu, dan produk-produk susu. Adanya bakteri koliform di dalam makanan atau minuman

menunjukkan adanya kemungkinan mikroorganisme yang bersifat enteropatogenik dan/atau

toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan. Bakteri koliform dapat dibedakan atas dua grup yaitu: (1)

koliform fekal, misalnya Escherichia coli dan (2) koliform non fekal, misalnya Enterobacter

aerogenes. E.coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan maupun manusia, sedangkan E.

Aerogenes biasanya ditemukan pada hewan atau tanaman-tanaman yang telah mati.

Salmonella adalah kelompok bakteri batang gram negatif, tidak berspora, yang dapat

dibedakan dari flora normal usus berdasarkan kriteria biokimia dan antigen. Bakteri Salmonella spp.

dapat tumbuh pada suhu antara 5°C-47°C dengan suhu optimum 35-37°C (Adam & Moss, 1995).

Karakteristik pertumbuhan bakteri Salmonella dipengaruhi oleh variasi suhu, pH, dan kadar air.

Bakteri ini dapat tumbuh pada tingkat pH antara 4.5-5.4 atau kisaran pH optimumnya sekitar 7,

namun tidak tahan terhadap panas sehingga dapat mati pada suhu pasteurisasi Jay (2000) dan menurut

Lund (2000) dengan suhu pasteurisasi mampu menurunkan jumlah sel hidup Salmonella sebanyak 105

sel. Bakteri Salmonella yang mengkontaminsi produk yoghurt dapat berasal dari susu skim bubuk atau

proses sanitasi yang tidak baik saat pengolahan yoghurt.

Penelitian tentang yoghurt telah banyak dilakukan karena yoghurt merupakan salah satu jenis

minuman fermentasi yang paling populer diantara jenis susu fermentasi yang lain (Tamime &

Robinson, 2007). Yoghurt yang banyak dikembangakan untuk diteliti dan dikaji manfaatnya adalah

yoghurt sinbiotik baik itu dalam bentuk set yoghurt maupun strirred yoghurt. Penelitian yoghurt

sinbiotik dari segi kesehatan salah satunya dilakukan oleh Utami (2010) yang melihat pengaruh

mengonsumsi yoghurt dapat memberi efek sebagai antidiare dan imunomodulator pada tikus

percobaan. Selain dari segi kesehatan, juga dilakukan penelitian pengembangan pembuatan yoghurt

dengan berbagai sumber probiotik seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium serta sumber prebiotik

ekstrak ubi jalar, sari kacang komak, sari kedelai, sari jagung, dan lain-lain. Salah satu penelitiannya

adalah pembuatan yoghurt sinbiotik dengan kultur campuran probiotik dan sari kedelai sebagai

sumber prebiotik (Supriadi, 2003).

Penelitian yoghurt sinbiotik lainnya yaitu pengembangan yoghurt sinbiotik dengan

penambahan buah untuk meningkatkan kesukaan konsumen terhadap produk-produk susu fermentasi.

Page 30: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

15

Penelitian Kuntarso (2007) tentang penambahan buah nenas segar dalam bentuk cacahan dan puree

dengan perbandingan puree buah banding susu skim yaitu 1:1 dapat meningkatkan penerimaan

panelis dengan penilaian ―suka‖ terhadap low fat fruity bio yogurt. Selain itu secara visual, low fat

fruity bio yogurt memiliki tekstur yang cukup kental, creamy, dan berwarna putih sedikit kekuningan.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Kailasapathy et al. (2007) tentang yoghurt sinbiotik dengan

penambahan buah berry dan campuran buah. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa yoghurt

yang mengandung 10g/100g dan 5g/100g tambahan buah berry dan buah berry campuran tidak

mempengaruhi kelangsungan hidup L. acidophilus, selain itu juga memiliki penilaian organoleptik

yang baik.

Pembuatan yoghurt terus dikembangkan guna pemenuhan kebutuhan terhadap permintaan

akan pangan yang berfungsi untuk kesehatan dan memiliki komponen fisiologis yang tinggi. Hal

tersebut karena tujuan mengonsumsi yoghurt, selain untuk tujuan diet (dietetic purpose), sering

dikonsumsi juga untuk tujuan kesehatan (therapeutic purpose). Dengan mengonsumsi yoghurt secara

teratur dapat menyeimbangkan mikroflora usus, dimana bakteri-bakteri yang merugikan dapat ditekan

jumlahnya dan sebaiknya usus akan didominasi oleh bakteri yang menguntungkan (Silvia, 2002).

Fungsi lainnya mengonsumsi yoghurt antara lain meningkatkan pertumbuhan tubuh, mengatur saluran

pencernaan, memperbaiki gerakan perut, mencegah kanker, menghambat pertumbuhan bakteri

patogen, membantu penderita lactose intolerance dan sebagai anti diare (Astawan, 2002).

Page 31: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

16

III. BAHAN DAN METODE

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan yaitu dari bulan Maret sampai bulan Agustus

2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium mikrobiologi pangan dan biokimia pangan

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan adalah susu skim bubuk merek Sunlac dan gula pasir merek

Gulaku yang diperoleh dari swalayan pasar Bogor, pisang Ambon dengan tingkat kematangan penuh

(pisang Ambon siap konsumsi) yang dapat dilihat dari sudut-sudut pada buah yang sudah tidak ada

lagi dan mempunyai indeks warna sekitar 6, berwarna kuning di seluruh jari buah serta tidak keras

saat ditekan. Pisang ini diperoleh dari pasar-pasar di wilayah sekitar kampus IPB Darmaga, inulin

komersial dari pasaran, glukosa, dan kultur bakteri Lactobacillus casei yang diperoleh dari

Laboratorium Pusat Antar Universitas IPB. Media-media yang digunakan dalam uji mikrobiologi

adalah MRS Broth, MRSA, BSA, HEA, XLDA, SCB, BGLBB, EMBA, dan larutan pengencer NaCl

0.85% serta bahan-bahan kimia untuk uji proksimat yang diperoleh dari stockroom Laboratorium

Departemen ITP IPB.

Alat-alat yang digunakan adalah water bath, pengaduk, gelas piala, cawan petri, cawan

aluminium, jarum ose, bunsen, erlenmeyer, tabung durham, kapas, mikropipet, tips, sudip, desikator,

inkubator (Yamato), homogenizer (Silverson L4R, Armfield FT 40, CAT REF FT40-15, Serial No

023297-001, Inspected BY PS), neraca analitik (Shimadzu AW 220), vorteks, otoklaf (Vision),

mikroskop, refrigerator (Sharp), pH meter, buret, waring blender (National), gelas plastik, plastik

bening tahan panas, serta peralatan lain untuk uji sifat fisik dan kimia seperti alat soxhlet (Soxtec Foss

Tecator 2055), alat destilasi protein (Behr Labortech) serta uji peringkat dan uji hedonik.

3.3 METODE PENELITIAN

Yoghurt sinbiotik pada penelitian ini dibuat dalam tiga tahap penelitian. Tahap I adalah

optimasi puree pisang dalam pembuatan yoghurt sinbiotik untuk mendapatkan perbandingan susu

skim dan puree pisang yang tepat secara uji organoleptik. Tahap II adalah optimasi inulin komersial

dalam pembuatan yoghurt sinbiotik untuk mendapatkan jumlah penambahan inulin komersial yang

tepat dan disukai sebagai sumber prebiotik secara uji organoleptik. Tahap III adalah analisis evaluasi

mutu yoghurt sinbiotik.

3.3.1 Optimasi Puree Pisang dalam Pembuatan Yoghurt Sinbiotik

Optimasi puree pisang dalam pembuatan yoghurt sinbiotik dilakukan dalam tiga tahap

yaitu (1) persiapan kultur, (2) pembuatan puree pisang Ambon, dan (3) formulasi yoghurt

sinbiotik dengan penambahan puree pisang. Untuk mendapatkan kultur starter yang baik, tahap

persiapan kultur dilakukan dengan beberapa tahap pengerjaan yaitu (1) pengamatan morfologi

sel dengan uji pewarnaan gram, (2) pemeliharaan kultur dengan metode pendinginan, dan (3)

pembuatan kultur induk dan kultur starter.

Page 32: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

17

3.3.1.1 Persiapan Kultur

1) Uji Pewarnaan Gram

Pewarnaan gram dilakukan untuk mengetahui morfologi dan keseragaman kultur.

Pewarnaan gram dilakukan dengan memberikan warna dengan bahan tertentu pada preparat

basah yang kemudian diamati di bawah mikroskop. Pengamatan dilakukan dengan cara

mengamati keseragaman terhadap ukuran, bentuk, dan cara pengelompokkan. Reaksi gram

positif ditandai dengan warna sel ungu atau biru dan gram negatif berwarna merah muda.

Berdasarkan keterangan sebelumnya, telah diketahui bahwa BAL adalah bakteri gram positif

berbentuk kokus. Tahapan persiapan preparat basah yang akan diamati di bawah mikroskop

dapat dilihat pada Gambar 3.

Penyebaran 1 loop kultur bakteri di atas gelas objek

Proses fiksasi gelas objek dengan nyala api yang kecil

Penetesan pewarna ungu kristal dan biarkan selama 1 menit

Pembilasan dengan air mengalir dan sisa air diserap dengan kertas serap

Penetesan larutan lugol dan biarkan selama 1 menit

Pembilasan dengan air

Pembilasan dengan menggunakan alkohol 95%

Pembilasan dengan air

Penetesan pewarna safranin selama 10-20 detik

Pembilasan dengan air dan sisa air diserap dengan kertas serap

Pengamatan di bawah mikroskop

Gambar 3. Pewarnaan Gram

2) Pemeliharaan Kultur

Pemeliharaan kultur dilakukan dengan metode pendinginan. Media yang digunakan

dalam pemeliharaan kultur adalah MRSA semi solid dan MRS Broth. Pemeliharaan kultur

dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 33: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

18

Pembuatan tusukan kultur pada media MRS chalk semi solid

Inkubasi pada suhu 370C selama 1 hari

Penyimpanan pada lemari es

Penumbuhan kembali dilakukan dengan cara pengambilan1 loop kultur murni tersebut

Inokulasikan pada media MRS Broth

Inkubasi pada suhu 370C selama 1 hari

Gambar 4. Pemeliharaan Kultur

3) Pembuatan Kultur Induk dan Kultur Starter

Kultur starter (kultur kerja) dibuat dari kultur murni. Sebelum dibuat menjadi kultur

starter maka perlu dibuat kultur induk terlebih dahulu, kemudian baru dibuat kultur starter.

Pada kultur induk media yang digunakan adalah susu skim, sedangkan pada pembuatan kultur

starter media yang digunakan adalah susu skim dan puree pisang. Pembuatan kultur starter

dapat dilihat pada Gambar 5.

Penambahan 1% kultur murni ke dalam 200 ml larutan berisi susu skim 10% steril

Inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam

Kultur induk

Penambahan 5% kultur induk ke dalam 200 ml larutan berisi susu skim 10% dan puree pisang

10%

Inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam

Kultur starter (kultur kerja)

Gambar 5. Pembuatan Kultur Sarter

3.3.1.2 Pembuatan Puree Pisang Ambon

Pisang yang dipilih sebagai bahan baku adalah pisang ambon. Pisang jenis ini

mengandung gula yang tinggi yang diperlukan sebagai substrat oleh bakteri, memiliki daging

buah yang lembut dan berkadar air yang tinggi sehingga mudah untuk diolah menjadi puree

pisang, memberikan aroma dan karakteristik yang baik dibanding jenis pisang lain serta

ketersediaannya yang melimpah dan harga yang terjangkau. Puree pisang Ambon sebagai

bahan baku tambahan dalam proses pembuatan yoghurt sinbiotik dibuat dari pisang Ambon

yang dihancurkan menggunakan waring blender (Ferawati, 2009). Berikut diagram alir

pembuatan pureee pisang Ambon pada Gambar 6.

Page 34: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

19

Pisang Ambon matang penuh

Pencucian, pengupasan, dan pemanasan selama 7 menit

Pemotongan dengan ukuran kira-kira 0.5-1 cm

Penghancuran dengan waring blender

Puree Pisang

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Puree Pisang Ambon

3.3.1.3 Formulasi Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Puree Pisang

Penelitian tahap I dilakukan dengan membuat yoghurt sinbiotik menggunakan susu

skim dan puree pisang Ambon sebagai bahan baku utama dengan perbandingan antara susu

skim : puree pisang adalah (A) 1:0.5, (B) 1:1, dan (C) 1:2. Penelitian tahap ini bertujuan untuk

mencari perbandingan antara susu skim dan puree pisang yang terbaik berdasarkan uji

organoleptik ranking hedonik. Pembuatan yoghurt sinbiotik secara rinci dapat dilihat pada

Gambar 7.

Penyiapan larutan yang berisi susu skim 10%

Penambahan glukosa 3% yang dilarutkan menggunakan air matang

Penambahan puree pisang Ambon dengan perbandingan susu skim : puree pisang ambon 1:0.5

(A) atau 1:1 (B) atau 1:2 (C)

Homogenisasi selama 3 menit

Pemanasan dalam waterbath 65 °C selama 30 menit

Pendinginan hingga suhu 37°C

Inokulasi kultur strater tunggal L. casei sebanyak 5%

Pengemasan dalam wadah kecil (cup)

Inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam

Penyimpanan pada suhu dingin

Pengujian organoleptik ranking hedonik

Gambar 7. Formulasi Yoghurt Sinbiotik Menggunakan Puree Pisang Ambon

Page 35: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

20

3.3.2 Optimasi Inulin Dalam Pembuatan Yoghurt Sinbiotik

Penelitian tahap II dilakukan dengan menggunakan formula terpilih tahap I yang

diberi perlakuan penambahan inulin dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Terdapat empat

formulasi penambahan inulin yaitu sampel A (0% inulin), B (1% inulin), C (2% inulin), dan D

(3% inulin). Proses pembuatan yoghurt dengan penambahan inulin hampir sama dengan

pembuatan yoghurt pada tahap sebelumnya yang ditunjukkan pada Gambar 7, hanya saja

ditambahkan inulin bersamaan dengan penambahan susu skim, puree pisang dan gula sebelum

dilakukan proses pasteurisasi. Berikut disajikan pembuatan yoghurt sinbiotik dengan

penambahan inulin pada Gambar 8.

Penyiapan larutan yang berisi susu skim 10%

Penambahan gula 5% yang dilarutkan menggunakan air matang

Penambahan puree pisang Ambon : susu skim sebanyak 1:1

Penambahan inulin dengan konsentrasi (A) 0%, atau (B) 1%, atau (C) 2%, atau (D) 3%

Homogenisasi selama 3 menit

Pemanasan di dalam water bath 65 °C selama 30 menit

Pendinginan hingga suhu 37°C

Inokulasikan kultur strater tunggal L. casei 5%

Pengemasan dalam wadah kecil (cup)

Inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam

Penyimpanan pada suhu dingin

Pengujian organoleptik rating hedonik

Gambar 8. Formulasi Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Inulin

3.3.3 Analisis Mutu Yoghurt Sinbiotik

Penelitian tahap III adalah analisis evaluasi mutu yoghurt formula terpilih tahap II.

Analisis mutu yoghurt yang dilakukan meliputi analisis mutu kimia dan analisis mutu

mikrobiologi. Analisis mutu kimia meliputi uji proksimat, pH, TAT, total padatan terlarut dan

kadar inulin. Sedangkan Analisis mutu mikrobiologi meliputi jumlah total BAL produk serta

cemaran mikrobanya yaitu koliform dan Salmonella. Berikut disajikan pengujian yoghurt

sinbiotik pada Gambar 9.

Page 36: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

21

Pembuatan produk yoghurt yang merupakan sampel terpilih pada penelitian tahap II

Analisis mutu kimia yang meliputi pH, TAT, total padata, kadar inulin, dan analisis proksimat

(kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat)

Analisis mutu mikrobiologi meliputi perhitungan total BAL, koliform, dan Salmonella

Penghitungan jumlah total bakteri asam laktat dilakukan pada yoghurt yang disimpan pada

suhu dingin selama 14 hari dengan pengamatan setiap 3-4 hari sekali

Penghitungan jumlah cemaran mikrobiologi yaitu koliform dan Salmonella pada hari ke-0 dan

ke-14

Gambar 9. Analisis Mutu Yoghurt Sinbiotik

3.4 METODE PENGUKURAN

3.4.1 Analisis Mutu Kimia

3.4.1.1 Derajat keasaman (pH)

Pengukuran derajat keasaman dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.

Sebelum digunakan, alat dikalibrasi terlebih dahulu, kemudian distandarisasi dengan

menggunakan dua larutan buffer, yaitu pH 4 dan pH 7, pH sampel di ukur dengan

mencelupkan elektroda ke dalam sampel, kemudian dilakukan pembacaan setelah dicapai nilai

yang tetap.

3.4.1.2 Total asam tertitrasi (AOAC, 1995)

Pengukuran asam tertitrasi dilakukan dengan prinsip titrasi asam basa. Mula-mula

yoghurt diencerkan yaitu dengan mengambil 10 ml yoghurt dan ditepatkan dalam labu takar

100ml. Kemudian sebanyak 10 ml contoh (yang telah diencerkan) dimasukkan ke dalam

erlenmeyer, kemudian ditambah dengan tiga tetes indikator fenolftalein 1%. Contoh dikocok

dan dititrrasi dengan NaOH 0.1 N yang telah distandarisasi. Titrasi dihentikan jika warna

berubah menjadi merah muda.

3.4.1.3 Kadar air (AOAC, 1995)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Langkah awal

pengukuran kadar air adalah dengan mengeringkan cawan alumunium pada suhu 1000C selama

15 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator selama 10 menit. Cawan alumunium

kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca analitik (a gram). Sebanyak 2-10 gram (x

gram) sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot kosongnya.

Kemudian dikeringkan dalam oven 1050C selama 5 jam, lalu didinginkan di dalam desikator

dan ditimbang sampai diperoleh bobot konstan (y gram).

Page 37: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

22

3.4.1.4 Kadar abu (AOAC, 1995)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 15 menit, kemudian didinginkan

dalam desikator. Cawan porselen lalu ditimbang dengan timbangan analitik (a gram). Sebanyak

2 gram sampel (w gram) ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot

kosongnya. Sampel diarangkan di atas hot plate selama 30-60 menit sampai tidak berasap.

Kemudian dimasukkan kedalam tanur bersuhu 6000C selama 4-6 jam, lalu didinginkan di

dalam desikator dan ditimbang (x gram).

3.4.1.5 Kadar protein (Metode Kjeldahl) (Latimer, Horwitz 2007)

Sampel sebanyak ±100-250 mg dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, ditambah dengan

1±0.1 g K2SO4, 40±10 mg HgO, dan 2±0,1 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi selama 30

menit hingga cairan menjadi jernih. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan dibilas 5-6

kali dengan air destilata sebanyak 1-2 ml, kemudian ditambahkan 8-10 ml campuran larutan

60% NaOH-5% Na2S2O3. Labu tersebut disambungkan dengan alat destilasi dan kondensor

yang telah dilengkapi dengan penampung yang berisi larutan H3BO3. Destilasi dilakukan

sampai diperoleh volume destilat sebanyak 15 ml kemudian destilat ditritasi dengan HCl 0.02

N sampai larutan berubah warna dari hijau menjadi abu-abu (titik akhir). Indikator yang

digunakan dalam titrasi ini adalah campuran 2 bagian 0.2% metal merah dalam etanol dan satu

bagian 0.2% metilen biru dalam etanol, sebelum digunakan HCl terlebih dahulu distandarisasi

menggunakan NaOH dengan indikator fenolftalein. NaOH sebelumnya distandarisasi

menggunakan larutan kaliumhidrogenftalat (KHP) dengan indikator fenolftalein. Kadar protein

contoh dapat dihitung dengan persamaan:

3.4.1.6 Kadar lemak (metode hidrolisis) (Latimer & Horwitz, 2007)

Labu lemak disediakan sesuai dengan ukur alat ekstraksi soxhlet yang digunakan.

Labu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110°C selama 15 menit, kemudian didinginkan

dalam desikator lalu ditimbang (A). Sejumlah sampel cair dengan bobot atau volume tertentu

(B) diteteskan pada kapas bebas lemak yang dimasukkan dalam kertas saring. Kertas saring

beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor.

Pelarut hexsana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya dan dilakukan refluks selama 5

jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak

didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C. Setelah dikeringkan

sampai mencapai bobot yang tetap dan didinginkan dalam desikator, labu beserta lemak

ditimbang (C). Kadar lemak contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut :

3.4.1.7 Kadar Karbohidrat (metode by difference)

Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak, dan protein dengan

metode by difference.

Page 38: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

23

3.4.1.8 Kadar Inulin (AOAC, 1995)

Kadar inulin diukur dengan menggunakan metode HPLC. Metode ini meliputi

pembuatan larutan standar, ekstraksi sampel, dan hidrolisis sampel. Sampel yang telah

diekstraksi dan dihidrolisis dihitung konsentrasi inulin dengan membandingkannya dengan

kurva larutan standar.

Larutan standar dibuat dengan menimbang fruktosa sebagai standar sebanyak 2 mg.

Fruktosa dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan dengan menggunakan akuades

lalu dikocok hingga homogen. Dari larutan tersebut dibuat larutan induk 1000 ppm, kemudian

buat deret konsentrasi 5 ppm, 25 ppm, 50 ppm dengan masing-masing ditambah internal

standar konsentrasi 50 ppm. Saring dengan filter dan masukkan ke dalam vial untuk

disuntikkan pada HPLC.

Proses ekstraksi sampel dilakukan dengan cara menghomogenkan sampel yang

kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala. Tambahkan air panas sebanyak 40 ml dan

tambahkan KOH 0.05 N atau HCL 0.05 N hingga pH sekitar 6.5-8. Larutan tersebut kemudian

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, dipanaskan 85°C, dan diaduk. Larutan tersebut

didinginkan dan kemudian dipindahkan ke dalam gelas piala untuk diaduk kuat. Setelah itu

encerkan hingga mengandung 1% fruktan.

Langkah berikutnya adalah hidrolisis sampel hasil ekstraksi dengan menggunakan

enzim inulinase. Mula-mula diambil 15 g sampel (A), kemudian ditambah 15 g buffer asetat

hingga memiliki pH 4.5. Ditambahkan amiloglukosidase sebanyak 35 mg dan diinkubasi

selama 30 menit pada suhu 60°C, lalu ditimbang (B). Sebanyak 10 g sampel ditimbang dan

ditambah enzim inulinase. Sampel tersebut diinkubasi kembali pada suhu 60°C selama 30

menit. Biarkan dingin, lalu ditimbang (C). Hasil ekstraksi A, B, dan C masing-masing

diencerkan, ditambahkan internal standar (glukoheptosa) 20 ppm, disaring, lalu diinjeksikan

pada HPLC.

3.4.1.8 Total padatan (AOAC, 1995)

Penentuan total padatan didasarkan pada penetapan kadar air. Sebanyak 5 gram bahan

ditimbang dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobot kosongnya, kemudian

dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C sampai beratnya konstan.

3.4.2 Analisis Mutu Mikrobiologi

3.4.2.1 Viabilitas kultur starter atau total bal/bakteri asam laktat (BSN, 2009)

Sebanyak 1 ml sampel diencerkan dalam 9 ml larutan garam fisiologis (NaCl 0.85%)

hingga pengenceran 10-8

. Kemudian dipipet sebanyak 1 ml atau 0,1 ml sampel yang telah

diencerkan ke dalam cawan petri steril (pemupukan dari tingkat pengenceran 10-7

dilakukan

duplo), ditambahkan dengan 15-20 ml MRSA cair (media yang belum memadat) steril.

Kemudian cawan petri digoyangkan secara mendatar agar sampel menyebar rata. Setelah agar

membeku, diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 370C selama 2-3 hari. Jumlah koloni

yang tumbuh dihitung dengan metode SPC dan dinyatakan dalam satuan cfu/ml.

3.4.2.2 Pengukuran bakteri koliform (BSN, 2009)

Sampel sebanyak 1 ml ditambahkan 9 ml larutan pengencer. Pengenceran dibuat

dari 10-0

-10-3

dengan menggunakan medium BGLBB dan tabung durham di dalam masing-

Page 39: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

24

masing media BGLBB. Setelah seluruh sampel diencerkan pada empat tingkat pengenceran

maka tabung diinkubasi pada suhu 37°C selama 2 hari. Kemudian dihitung jumlah tabung

positif yang ditandai dengan adanya pembentukan gas pada tabung durham. Kemudian hasil

pengamatan dicocokkan dengan tabel MPN kombinasi 3 seri, dihitung dan dinyatakan dalam

cfu/ml.

3.4.2.3 Pengukuran bakteri Salmonella (BSN, 2009)

Pengujian bakteri Salmonella dimulai dari tahap enrichment yaitu sampel 25 ml

dimasukkan ke dalam media SCB lalu diinkubasi selama 37°C selama 1 hari. Setelah itu ambil

satu ose kultur dari tahap enrichment dan goreskan masing-masing pada agar cawan HEA,

BSA, dan XLDA dan dinkubasi pada suhu 37°C selama 1-2 hari. Amati adanya koloni

Salmonella yaitu berupa koloni keruh atau bening dan tidak berwarna dengan atau tanpa bintik

hitam di tengah. Apabila positif Salmonella maka dapat dilakukan uji lanjut dengan membuat

goresan dan tusukan pada agar miring TSI dan tusukan pada agar tegak SIM.

3.4.3 Uji Organoleptik (Meilgaard et al., 2009)

Uji organoleptik akan dilakukan baik pada penelitian optimasi puree pisang dalam

pembuatan yoghurt sinbiotik maupun pada penelitian optimasi inulin dalam pembuatan yoghurt

sinbiotik. Pada penelitian optimasi puree pisang, ketiga jenis formulasi yang dihasilkan akan

diranking oleh panelis berdasarkan urutan kesukaannya (ranking 1 untuk sampel yang paling disukai

dan ranking 3 untuk sampel yang paling tidak disukai) dengan menggunakan panelis sebanyak 70

orang. Parameter yang dinilai antara lain atribut aroma, tekstur, rasa, dan overall. Hasil uji ranking

diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007, yaitu dengan mencari rata-rata hasil uji ranking.

Pada penelitian tahap optimasi inulin dilakukan uji rating hedonik. Keempat sampel yang

dihasilkan pada tahap ini, akan dinilai oleh panelis berdasarkan tingkat kesukaannya dengan

menggunakan uji rating hedonik. Skala hedonik yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tujuh

skala numerik, yaitu sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka

(5), suka (6), dan sangat suka (7). Panelis yang digunakan berjumlah 70 orang. Parameter yang

dinilai antara lain atribut aroma, tekstur, rasa, dan overall. Hasil uji rating hedonik diolah dengan

menggunakan one way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji duncan. Penggunaan panelis sebanyak 70

orang panelis pada kedua uji hedonik menggunakan persyaratan dari American Standard Testing

Material (ASTM).

Page 40: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 OPTIMASI PUREE PISANG DALAM PEMBUATAN YOGHURT

SINBIOTIK

4.1.1 Persiapan Kultur

Menurut Rahman et al. (1992), kultur starter merupakan bagian yang penting dalam

pembuatan yoghurt. Viabilitas kultur starter yang tinggi sangat diharapkan untuk proses

fermentasi susu. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kultur starter yang baik dilakukan beberapa

tahap pengerjaan persiapan kultur yaitu: (1) pengamatan morfologi sel dengan uji pewarnaan

gram, (2) pemeliharaan kultur dengan metode pendinginan, dan (3) pembuatan kultur induk dan

kultur starter.

Kultur yang didapatkan adalah kultur L. casei cair dalam MRSB sebanyak 1 buah.

Kultur tersebut diamati keseragaman dan bentuk morfologinya dengan uji pewarnaan gram.

Hasil pengamatan kultur di bawah mikroskop dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Kultur Lactobacillus casei Perbesaran 1000x

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kultur L. casei secara seragam, keseluruhannya

berbentuk batang dan sel-selnya berwarna ungu serta tidak terdapat kontaminasi dari bakteri

gram negatif. Hasil tersebut menyimpulkan bahwa kultur murni yang diperoleh dapat digunakan

dalam pembuatan yoghurt sinbiotik.

Pemeliharaan kultur dilakukan dengan metode pendinginan dengan cara membuat

tusukan pada MRS chalk semi solid dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 48 jam, kemudian

disimpan pada lemari es. Kultur disimpan pada media MRS chalk semi solid agar dapat berumur

hingga 6 minggu. Untuk menumbuhkannya kembali, diambil satu loop kultur kemudian

diinokulasi pada MRS broth dan inkubasi 37°C selama satu atau dua hari sampai terbentuknya

kekeruhan pada MRS broth. Kultur murni pada MRS broth inilah yang dipergunakan dalam

tahap selanjutnya, yaitu pembuatan kultur induk dan kultur starter. Berikut dapat dilihat gambar

dari kultur pada MRS chalk semi solid dan MRS broth pada Gambar 11.

Page 41: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

26

(a) (b)

Gambar 11. Pengawetan Kultur dalam (a) MRS chalk semi solid dan (b) MRS broth

Pembuatan produk yoghurt dengan kualitas yang baik sangat tergantung pada kultur

yang digunakan. Kultur dalam pembuatan yoghurt menggunakan kultur biakan murni L. casei

yang dibuat menjadi kultur starter yang siap ditambahkan kedalam susu dan bahan lainnya.

Tujuan dibuatnya kultur starter adalah untuk menjaga viabilitas dari sel bakteri agar tetap tinggi

dan memberikan waktu adaptasi terhadap lingkungan yang terdapat susu, gula, dan bahan baku

lain seperti puree pisang sehingga jumlah bakteri asam laktat dapat mencapai 106-10

8 cfu /ml.

Sebelum membuat kultur starter, terlebih dahulu dibuat kultur induk. Kultur induk dibuat dengan

cara menambah sebanyak 1% kultur murni (dari MRS broth) ke dalam susu skim yang telah

dipasteurisasi dan diinkubasi pada suhu 37°C selama satu 1 hari.

Pembuatan kultur starter sama dengan cara pembutan kultur induk, namun

menggunakan medium susu skim yang ditambah dengan glukosa 3% dan puree pisang sebanyak

1:1 dengan susu skim. Hal ini dimaksudkan untuk masa penyesuaian kultur agar tetap viabel

terhadap bahan baku tambahan lain yaitu puree pisang. Selain itu penambahan glukosa sebanyak

3% bertujuan untuk menyediakan sumber energi awal yang mudah digunakan oleh bakteri

sehingga memudahkan kultur melakukan penyesuaian terhadap media. Campuran susu skim,

glukosa dan puree pisang tersebut kemudian dipasteurisasi dan diinkubasi pada suhu 37°C

selama 1 hari. Kultur induk dan kultur kerja yang telah dibuat dilakukan perhitungan jumlah total

BAL. Jumlah total BAL pada kutur induk dan kultur starter berturut-turut adalah 7.4 x 108

dan

4.85 x 109 cfu/ml. Jumlah kultur yang lebih dari 10

6 cfu/ml ini sudah mampu menggumpalkan

protein susu dengan baik dan mampu menghasilkan aroma asam khas yoghurt. Gambar dari

kultur induk dan kultur starter dapat dilihat dari Gambar 12.

(a) (b)

Gambar 12. (a) Kultur Induk dan (b) Kultur Kerja

Page 42: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

27

4.1.2 Formulasi Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Puree Pisang

Formulasi yoghurt sinbiotik dibuat dengan menambahkan puree pisang. Puree pisang

yang digunakan adalah puree pisang Ambon. Alasan dipilihnya pisang Ambon dibanding pisang

meja yang lainnya karena pisang Ambon memiliki kandungan gizi yang tinggi, terutama

karbohidrat sebagai penyumbang gula. Pisang Mas, pisang Raja, dan pisang Susu juga termasuk

pisang yang mempunyai kandungan gula yang tinggi. Akan tetapi jenis pisang ini teksturnya

lebih keras dan kandungan airnya lebih rendah dibanding pisang Ambon sehingga lebih susah

untuk dilakukan penghancuran menjadi puree dengan menggunakan blender. Pisang Ambon juga

salah satu jenis pisang yang memiliki flavor yang kuat, mempunyai rasa yang manis, enak, dan

beraroma kuat. Selain itu pisang Ambon mudah didapatkan di daerah Jawa barat dan kebanyakan

berasal dari daerah Jawa Barat sehingga dari segi ketersediaan sangat mudah untuk didapat dan

harganya terjangkau.

Terdapat tiga formulasi yang dibuat pada yoghurt sinbiotik dengan penambahan puree

pisang yaitu dengan perbandingan susu skim : puree pisang A (1:0.5), B (1:1), dan C (1:2).

Gambar produk yoghurt yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Yoghurt dengan Penambahan Puree Pisang

Ketiga jenis formulasi tersebut diranking oleh panelis berdasarkan urutan kesukaannya

(ranking 1 untuk sampel yang paling disukai dan ranking 3 untuk sampel yang paling tidak

disukai). Berdasarkan hasil uji rangking hedonik diperoleh hasil seperti yang disajikan pada

Gambar 14-17.

Aroma

Aroma merupakan salah satu parameter mutu yang penting pada yoghurt. Yoghurt yang

dibuat dalam penelitian ini merupakan yoghurt yang ditambahkan bahan baku puree pisang

sehingga aroma yang terbentuk pada yoghurt selain merupakan hasil pembentukan senyawa

volatil oleh bakteri asam laktat, juga merupakan kontribusi dari senyawa volatil yang terdapat

pada puree pisang. Menurut Tamime dan Robinson (1989), terdapat 4 kategori senyawa

pendukung flavor yoghurt, yaitu: (1) asam tidak menguap, yaitu asam piruvat, asam laktat, dan

asam oksalat; (2) asam yang mudah menguap, yaitu asam format, asam asetat, dan asam butirat;

(3) senyawa karbonil, yaitu asetaldehid, aseton, asetoin, dan diasetil; dan (4) senyawa dari hasil

degradasi laktosa, protein, dan lemak hasil pemanasan. Asam yang mudah menguap merupakan

senyawa yang mempengaruhi aroma dari yoghurt terutama kelompok karbonil yang menurut

penelitian Kaminarides et al. (2007) memberi dampak yang signifikan terhadap aroma yoghurt

karena konsentrasinya relatif lebih tinggi. Kelompok senyawa karbonil yang paling berperan

memberi aroma khas pada yoghurt adalah asetaldehid (Hamdan et al., 1971). Sedangkan

komponen volatil yang berasal dari pisang yang juga memberi peran dalam membentuk flavor

akhir pada yoghurt antara lain amil asetat, amil butirat, dan asetaldehid. Amil asetat adalah

Page 43: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

28

komponen utama dari bau khas buah pisang. Komponen tersebut terutama terdapat banyak pada

pisang matang penuh (Loesecke, 1950).

Atribut aroma yang dihasilkan pada semua formula sudah menghasilkan aroma khas

yoghurt dimana telah sesuai dengan ketentuan SNI 01.2981-2009. Hasil uji organoleptik

rangking hedonik pada Gambar 14 menunjukkan bahwa rata-rata penilaian panelis terhadap

atribut aroma mulai dari yang paling disukai hingga yang paling tidak disukai berturut-turut

adalah formula B, formula C, dan formula A. Formula B dengan penambahan susu skim:puree

pisang sebesar 1:1 memiliki skor penilaian terendah yaitu sebesar 1.96 yang berarti paling

disukai oleh konsumen dibanding dua sampel yang lainnya. Skor penilaian tersebut tidak

berbeda jauh jika dibandingkan dengan skor penilaian pada formula C yaitu sebesar 1.99. Akan

tetapi berbeda halnya dengan formula A yang mempunyai skor penilaian yang sedikit jauh

berbeda yaitu sebesar 2.06. Hal ini menyimpulkan bahwa konsumen menyukai penambahan

puree pisang dalam pembuatan yoghurt. Menurut hasil survei penelitian Ningsih (2002) tentang

pengembangan agribisnis pisang Ambon, menunjukkan bahwa pisang Ambon tergolong jenis

pisang yang paling digemari oleh penduduk Indonesia sehingga penambahannya sebagai bahan

baku yoghurt akan berdampak baik terhadap penilaian panelis.

Gambar 14. Histogram Uji Ranking Atribut Aroma pada Penelitian Optimasi Puree Pisang

dalam Pembuatan Yoghurt Sinbiotik

Tekstur

Atribut tekstur yang dihasilkan pada semua formula produk yoghurt berada pada kisaran

kental-semi padat. Tekstur tersebut sesuai dengan persyaratan SNI 01.2981-2009. Hasil uji

organoleptik rangking hedonik pada Gambar 15 menunjukkan bahwa, rata-rata penilaian panelis

terhadap atribut tekstur mulai dari yang paling disukai hingga yang paling tidak disukai berturut-

turut adalah formula A, formula B, dan formula C. Formula A dengan penambahan susu

skim:puree pisang sebesar 1:0.5 memiliki skor penilaian terendah yaitu sebesar 1.83 yang berarti

paling disukai oleh konsumen dibanding dua formula yang lainnya.

1.90

1.95

2.00

2.05

2.10 2.06

1.96

1.99

Ra

ta-r

ata

pen

ila

ian

uji

ran

kin

g h

edo

nik

Aroma

A (Susu skim:puree = 1:0.5)

B (Susu skim:puree = 1:1)

C (Susu skim:puree = 1:2)

1 = paling disukai

2 = biasa

3 = tidak disukai

Page 44: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

29

Gambar 15. Histogram Uji Ranking Atribut Tekstur pada Penelitian Optimasi Puree Pisang

dalam Pembuatan Yoghurt Sinbiotik

Tekstur pada yoghurt yang dihasilkan jika dilakukan proses pengadukan dan

pencicipan, dapat dibedakan satu sama lain kepadatan dan kelembutannya. Pada formula A

tekstur yang terbentuk lebih padat dan lembut dibandingkan pada formula B dan C. Sedangkan

pada formula C teksturnya rapuh, tidak lembut (terdapat granula-granula), dan tidak homogen

jika dibanding dengan formula A dan B. Hal tersebut menyimpulkan bahwa semakin banyak

puree pisang yang ditambahkan maka menghasilkan tekstur yoghurt yang semakin kasar.

Gambar 15 memperlihatkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur yoghurt

berbanding terbalik dengan semakin banyaknya puree pisang yang ditambahkan pada yoghurt.

Panelis lebih menyukai tekstur yoghurt yang padat dan lembut dibanding dengan tekstur yang

kasar. Hal tersebut terlihat dari skor penilaian formula B dan C yang lebih tinggi (semakin tidak

disukai) yaitu 1.99 dan 2.19 dibandingkan dengan formula A yaitu 1.83.

Penambahan puree pisang yang lebih sedikit menghasilkan tekstur yang lebih bagus

karena penambahan puree pisang dapat menyebabkan berkurangnya homogenitas adonan. Puree

pisang yang ditambahkan memiliki ukuran granula yang lebih besar dibandingkan dengan susu

skim sehingga menimbulkan kesan kasar saat di lidah. Selain itu komponen protein yang

terdapat pada susu skim mengalami penggumpalan yang disebut curd yang teksturnya padat dan

lembut, sedangkan puree pisang tidak mengalami penggumpalan. Oleh karena itulah semakin

sedikit puree pisang yang ditambahkan maka tekstur yoghurt menjadi semakin padat dan lembut

seperti pada formula A dimana sampel ini paling disukai oleh panelis. Sedangkan yoghurt yang

ditambah puree pisang paling banyak menghasilkan tekstur yang tidak padat (rapuh) dan kasar

karena kandungan puree pisangnya yang dominan seperti pada formula C dimana sampel ini

paling tidak disukai oleh panelis.

Rasa

Atribut rasa yang terbentuk pada yoghurt dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya

kemampuan bakteri yang digunakan sebagai kultur untuk melakukan pemecahan laktosa. Bakteri

L. casei mampu memecah laktosa menjadi asam laktat dan sejumlah kecil asam sitrat, malat,

asetat, suksinat, asetaldehid, diasetil, dan asetoin (Varnam & Sutherland, 1994). Selain

pemecahan laktosa, pemecahan protein oleh bakteri juga menghasilkan cita rasa atau flavor yang

enak pada yoghurt (Tamime & Robinson, 1989). Selain itu rasa juga dipengaruhi oleh bahan

baku yang digunakan dalam pembuatan yoghurt. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

1.60

1.70

1.80

1.90

2.00

2.10

2.20

A B C

1.83

1.99

2.19

Ra

ta-r

ata

pen

ila

ian

uji

ran

kin

g h

edo

nik

Tekstur

A (Susu skim:puree = 1:0.5)

B (Susu skim:puree = 1:1)

C (Susu skim:puree = 1:2)

1 = paling disukai

2 = biasa

3 = tidak disukai

Page 45: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

30

oleh Kuntarso (2007), penambahan buah-buahan dapat membuat penerimaan konsumen terhadap

produk yoghurt semakin meningkat atau mempunyai tingkat kesukaan yang yang lebih tinggi

jika dibanding dengan yoghurt tanpa penambahan buah (yoghurt plain).

Hasil uji organoleptik rangking hedonik pada Gambar 16 menunjukkan bahwa rata-rata

penilaian panelis terhadap atribut rasa mulai dari yang paling disukai hingga yang paling tidak

disukai berturut-turut adalah formula B, formula C, dan formula A. Formula B dengan

penambahan susu skim:puree pisang sebesar 1:1 memiliki skor penilaian terendah yaitu sebesar

1.87 yang berarti paling disukai oleh konsumen dibanding dua formula yang lainnya.

Penambahan puree pisang yang tepat dapat menghasilkan rasa yang disukai karena penambahan

puree pisang yang berlebihan dapat menyebabkan timbulnya rasa sepat. Menurut Loesecke

(1950) rasa sepat pada pisang disebabkan karena kandungan tanin yang dapat menggumpalkan

protein sehingga terjadi penyamakan pada bagian mukosa rongga mulut.

Gambar 16. Histogram Uji Ranking Atribut Rasa pada Penelitian Optimasi Puree Pisang dalam

Pembuatan Yoghurt Sinbiotik

Keseluruhan

Atribut terakhir yang dilihat adalah atribut secara keseluruhan. Uji sensori keseluruhan

atribut yoghurt perlu dilakukan untuk melihat penilaian panelis terhadap produk yoghurt sebagai

suatu kesatuan. Hasil uji organoleptik rangking hedonik pada Gambar 17 menunjukkan bahwa

rata-rata penilaian panelis terhadap atribut secara keseluruhan mulai dari yang paling disukai

hingga yang paling tidak disukai berturut-turut adalah formula B, formula C, dan formula A.

Formula B dengan penambahan susu skim:puree pisang sebesar 1:1 memiliki skor penilaian

terendah yaitu sebesar 1.84 yang berarti paling disukai oleh panelis dibanding dua formula yang

lainnya. Secara keseluruhan, yoghurt dengan penambahan puree pisang yang paling sedikit

kurang disukai panelis dibanding formula yang ditambahkan puree pisang dengan konsentrasi

yang lebih banyak. Hal ini menyimpulkan bahwa panelis menyukai penambahan puree pisang

pada yoghurt dengan konsentrasi yang tepat.

1.70

1.80

1.90

2.00

2.10

2.20

A B C

2.13

1.87

2.00

Ra

ta-r

ata

pen

ila

ian

uji

ran

kin

g h

edo

nik

Rasa

1 = paling disukai

2 = biasa

3 = tidak disukai

A (Susu skim:puree = 1:0.5)

B (Susu skim:puree = 1:1)

C (Susu skim:puree = 1:2)

Page 46: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

31

Gambar 17. Histogram Uji Ranking Atribut Keseluruhan pada Penelitian Optimasi Puree Pisang

dalam Pembuatan Yoghurt Sinbiotik

Hasil secara keseluruhan menyebutkan bahwa formula B memiliki ranking terbaik (skor

terendah) atau paling disukai untuk atribut aroma, rasa, dan keseluruhan dengan rata-rata

penilaian berturut-turut adalah 1.96, 1.87, dan 1.84. Sedangkan untuk atribut tekstur, formula

yang memiliki ranking terbaik adalah formula A. Akan tetapi formula A dipilih panelis memiliki

ranking terburuk (skor terbesar) untuk atribut aroma, rasa, dan keseluruhan. Formula C sebagai

peringkat kedua formula yang disukai panelis untuk atribut keseluruhan, jika dibandingkan

dengan formula A, hanya memiliki kelemahan pada atribut tekstur. Sedangkan untuk atribut rasa,

aroma, dan keseluruhan formula C dinilai lebih disukai oleh panelis dibanding formula A.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penilaian panelis terhadap atribut keseluruhan lebih

mempertimbangkan kesukaan terhadap atribut rasa dan aroma dari yoghurt dibandingkan atribut

tekstur. Oleh karena itu formula yang terpilih sebagai formula yang paling disukai dan dipilih

sebagai formula yang digunakan pada tahap selanjutnya adalah formula B.

4.2 OPTIMASI INULIN DALAM PEMBUATAN YOGHURT SINBIOTIK

Penelitian selanjutnya yang dilakukan adalah penelitian tahap II yaitu tahap optimasi inulin

dalam pembuatan yoghurt sinbiotik. Tujuan tahapan ini adalah menambahkan inulin komersial

sebagai penambah sumber prebiotik selain dari puree pisang dan melihat tingkat kesukaan konsumen

terhadap yoghurt yang ditambahkan inulin. Penelitian ini menggunakan formula terpilih tahap I yaitu

yoghurt sampel B dengan penambahan puree pisang:susu skim sebanyak 1:1. Pada tahap ini dibuat

yoghurt menjadi 4 formula yaitu sampel A (0% inulin), B (1% inulin), C (2% inulin), dan D (3%

inulin).

Proses pembuatan yoghurt pada tahap ini sama dengan pada tahap sebelumnya, hanya saja

dilakukan proses penambahan inulin sebelum proses pasteurisasi. Penambahan inulin dilakukan

sebelum proses pasteurisasi agar menghindari terjadi kontaminasi oleh inulin jika ditambahkan setelah

proses pasteurisasi. Hal ini juga didukung bahwa menurut Roberfroid (2005), inulin tahan jika

dipanaskan hingga proses pasteurisasi.

Keempat sampel tersebut dinilai berdasarkan tingkat kesukaannya oleh panelis dengan

menggunakan uji rating hedonik. Panelis pada uji ini diminta untuk mengungkapkan tanggapannya

tentang tingkat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap sampel yang disajikan dengan parameter yang

dinilai antara lain atribut aroma, tekstur, rasa, dan overall. Berdasarkan hasil uji rating hedonik,

diperoleh hasil seperti yang disajikan pada Gambar 18-21.

1.60

1.70

1.80

1.90

2.00

2.10

2.20

A B C

2.14

1.84

2.01

Rata

-rata

pen

ilaia

n u

ji r

an

kin

g

hed

on

ik

Keseluruhan

1 = paling disukai

2 = biasa

3 = tidak disukai

A (Susu skim:puree = 1:0.5)

B (Susu skim:puree = 1:1)

C (Susu skim:puree = 1:2)

Page 47: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

32

Aroma

Hasil analisis sidik ragam uji hedonik atribut aroma pada selang kepercayaan 95%

(Lampiran 8) menunjukkan bahwa penambahan inulin yang diberikan pada yoghurt sebagai penambah

sumber prebiotik memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap aroma yoghurt. Hal ini

berarti penambahan inulin tidak mengubah aroma dari yoghurt hingga penambahan sebanyak 3%. Hal

ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa salah satu karakeristik inulin adalah tidak berbau

(Roberfroid, 2005). Akan tetapi berdasarkan Gambar 18 dapat dilihat bahwa formula yoghurt tanpa

penambahan inulin (formulal A) dinilai oleh panelis mempunyai aroma dengan tingkat kesukaan yang

paling tinggi dengan skor penilaian 4.60. Sedangkan formula sampel B (1% inulin) dinilai oleh

panelis sebagai formula yang memiliki tingkat kesukaan yang paling rendah dengan skor penilaian

4.16. Skor yang diberikan oleh panelis menunjukkan bahwa yoghurt yang dihasilkan masih dapat

diterima oleh konsumen dengan nilai netral hingga agak suka.

Gambar 18. Histogram Uji Rating Atribut Aroma pada Penelitian Optimasi Inulin dalam

Pembuatan Yoghurt Sinbiotik

Tekstur

Hasil analisis sidik ragam uji hedonik terhadap atribut tekstur yoghurt (Lampiran 8)

menunjukkan bahwa skor kesukaan panelis tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

Artinya panelis menilai tekstur yoghurt pada semua formulasi penambahan inulin adalah sama.

Formula yang dinilai memiliki tekstur dengan tingkat kesukaan paling tinggi berdasarkan Gambar 19

adalah formula C (2% inulin) dengan skor penilaian 4.74. Sedangkan formula yang memiliki tingkat

kesukaan paling rendah adalah formula B (1% inulin) dengan skor 4.31. Skor penilaian tersebut

menunjukkan bahwa yoghurt yang dihasilkan masih dapat diterima oleh konsumen yaitu dari netral

hingga agak suka.

3.80

4.00

4.20

4.40

4.60

A (inulin 0%) B (inulin 1 %) C (inulin 2%) D (inulin 3%)

4.60

4.16

4.314.37

Rata

-rata

pen

ilaia

n h

asi

l u

ji r

ati

ng

hed

on

ik

Aroma

1 = sangat tidak suka 4 = netral 7 = sangat suka

2 = tidak suka 5 = agak suka

3 = agak tidak suka 6 = suka

Page 48: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

33

Gambar 19. Histogram Uji Rating Atribut Tekstur pada Penelitian Optimasi Inulin dalam

Pembuatan Yoghurt Sinbiotik

Rasa

Rasa yang dihasilkan pada yoghurt dengan penambahan inulin konsentrasi 0-3% tidak

menimbulkan perbedaan satu sama lain. Hal ini dilihat berdasarkan hasil analisis sidik ragam uji

hedonik terhadap rasa yoghurt (Lampiran 8) yang menunjukkan bahwa penambahan berbagai

konsentrasi inulin yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa yoghurt pada selang

kepercayaan 95%. Penambahan inulin yang tidak memberikan efek berbeda nyata terhadap atribut

rasa pada yoghurt menandakan bahwa penambahan inulin tidak memberi rasa yang negatif atau

menyimpang terhadap penilaian konsumen. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa inulin

memiliki karakteristik tidak berasa (Roberfroid, 2005). Formula yang dinilai memiliki rasa dengan

tingkat kesukaan paling tinggi berdasarkan Gambar 20 adalah formula D (3% inulin) dengan skor

penilaian 4.80. Sedangkan formula yang memiliki tingkat kesukaan paling rendah adalah formula B

(1% inulin) dengan skor penilaian 4.34. Skor penilaian yang diberikan berkisar dari netral hingga agak

suka, yang menunjukkan produk yoghurt yang dihasilkan masih dapat diterima oleh konsumen.

Gambar 20. Histogram Uji Rating Atribut Rasa pada Penelitian Optimasi Inulin dalam Pembuatan

Yoghurt Sinbiotik

4.00

4.10

4.20

4.30

4.40

4.50

4.60

4.70

4.80

A (inulin 0%) B (inulin 1 %) C (inulin 2%) D (inulin 3%)

4.69

4.31

4.74

4.46R

ata

-ra

ta p

enil

aia

n h

asi

l u

ji r

ati

ng

hed

on

ik

Tekstur1 = sangat tidak suka 4 = netral 7 = sangat suka

2 = tidak suka 5 = agak suka

3 = agak tidak suka 6 = suka

4.10

4.20

4.30

4.40

4.50

4.60

4.70

4.80

A (inulin 0%) B (inulin 1 %) C (inulin 2%) D (inulin 3%)

4.71

4.34

4.764.80

Ra

ta-r

ata

pen

ila

ian

ha

sil

uji

ra

tin

g

hed

on

ik

Rasa1 = sangat tidak suka 4 = netral 7 = sangat suka

2 = tidak suka 5 = agak suka

3 = agak tidak suka 6 = suka

Page 49: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

34

Keseluruhan

Atribut terakhir yang dilihat adalah atribut secara keseluruhan. Hasil analisa sidik ragam uji

hedonik terhadap keseluruan atribut yoghurt dengan uji lanjut Duncan (Lampiran 8) menunjukkan

bahwa penambahan inulin pada konsentrasi 0-3% pada yoghurt tidak berpengaruh nyata terhadap

keseluruhan atribut yoghurt pada selang kepercayaan 95%. Hal tersebut didukung oleh pernyataan

Roberfroid (2005) yang menyatakan bahwa inulin mempunyai karakter tidak berasa, tidak berbau, dan

berwarna putih sehingga jika ditambahkan pada produk yoghurt tidak memberi pengaruh yang

signifikan secara organoleptik. Penambahan inulin dalam jumlah 1-3% ke dalam produk yoghurt lebih

dimanfaatkan sifat fisiologisnya yaitu sebagai sumber prebiotik (Franck & De Leenheer, 2005).

Formula yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi berdasarkan atribut keseluruhan pada

Gambar 21 adalah formula C (2% inulin) dengan skor penilaian 4.69. Sedangkan formula yang

memiliki tingkat kesukaan panelis yang paling rendah adalah formula B (1% inulin) dengan skor

penilaian 4.27. Skor penilaian ini berkisar antara netral hingga agak suka yang menunjukkan bahwa

yoghurt yang dihasilkan masih dapat diterima oleh konsumen.

Gambar 21. Histogram Uji Rating Atribut Keseluruhan pada Penelitian Optimasi Inulin dalam

Pembuatan Yoghurt Sinbiotik

Semua atribut yang diujikan yaitu aroma, tekstur, rasa, dan keseluruhan mendapat penilaian

dari panelis dengan nilai diantara 4 sampai 5 yang artinya menurut panelis, yoghurt sinbiotik yang

dihasilkan bernilai netral hingga agak suka. Selain itu berdasarkan hasil analisis sidik ragam, untuk

semua atribut yang diujikan seluruhnya tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Hal ini

menunjukkan bahwa penambahan inulin tidak memberikan pengaruh negatif terhadap organoleptik

produk yoghurt. Oleh karena itu, semua formula yoghurt dengan penambahan inulin (1, 2, dan 3%)

dapat dipilih sebagai formula terpilih tahap II.

Formula yang dipilih sebagai formula terpilih tahap II adalah formula C dengan penambahan

inulin 2%. Alasan dipilih formula C adalah memiliki kandungan prebiotik yang lebih tinggi jika

dibanding formula B (1% inulin). Selain itu formula B adalah formula dengan penambahan inulin

dengan batas bawah suatu produk dikatakan prebiotik yaitu 1%. Hal ini tidak dapat menjamin bahwa

pada produk akhir kandungan inulin masih sebesar 1% karena bisa saja terjadi fermentasi inulin oleh

kultur pada saat inkubasi walaupun hal tersebut kecil peluangnya untuk terjadi. Sedangkan formula D

dengan penambahan inulin 3% merupakan produk yang paling banyak penambahan inulinnya

sehingga mempunyai biaya produksi yang lebih tinggi dibanding formula yang lainnya. Oleh karena

4.00

4.10

4.20

4.30

4.40

4.50

4.60

4.70

A (inulin 0%) B (inulin 1 %) C (inulin 2%) D (inulin 3%)

4.59

4.27

4.69 4.67

Rata

-rata

pen

ilaia

n h

asi

l u

ji r

ati

ng

hed

on

ik

Keseluruhan

1 = sangat tidak suka 4 = netral 7 = sangat suka

2 = tidak suka 5 = agak suka

3 = agak tidak suka 6 = suka

Page 50: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

35

itu dipilih yoghurt dengan penambahan inulin sebanyak 2%. Penambahan inulin sebanyak 2% sudah

dapat memberikan efek prebiotik yang baik. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sadek et al.,

(2004), yang menyatakan bahwa penambahan 2% inulin ke dalam yoghurt dapat meningkatkan

viabilitas dari bakteri asam laktat.

4.3 ANALISIS MUTU YOGHURT SINBIOTIK

Pengujian mutu yoghurt sinbiotik yang dilakukan adalah analisis mutu kimia dan mutu

mikrobiologi. Analisis mutu kimia meliputi pH, TAT, total padatan, kadar inulin dan uji proksimat

(kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat). Sedangkan analisis mutu mikrobiologi meliputi

jumlah total BAL produk serta cemaran mikrobanya yaitu koliform dan Salmonella. Hasil uji tersebut

kemudian dibandingkan dengan SNI yoghurt tahun 2009.

4.3.1 Analisis Mutu Kimia

Mutu kimia merupakan salah satu hal yang perlu diketahui dalam pembuatan suatu

produk. Pengukuran mutu kimia produk yoghurt sinbiotik meliputi pH, TAT, total padatan,

kadar inulin dan analisis proksimat pada formula terbaik. Hasil analisis mutu kimia produk

yoghurt sinbiotik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisis Mutu Kimia Formula Terpilih Yoghurt Sinbiotik

pH

(Derajat Keasaman)

TAT

(% asam laktat)

TPT Kadar inulin

(g/100g)

4.3 0.74 15.36 3.88

4.3.1.1 Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH merupakan faktor penting dalam menentukan ketahanan bahan pangan

terhadap kontaminasi mikroorganisme, karena peranan asam (pH) terhadap daya hambat

pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Nilai pH ini merupakan salah satu ciri khas dari suatu

produk fermentasi, terutama yoghurt. Nilai pH yang rendah pada produk yoghurt terbentuk

karena adanya asam laktat sebagai hasil degradasi laktosa oleh bakteri asam laktat. Semakin

banyak total asam laktat yang diproduksi oleh bakteri asam laktat maka nilai pH semakin

menurun.

Produk yoghurt sinbiotik yang dihasilkan memiliki pH 4.3. Nilai ini sudah memenuhi

pH yoghurt yang baik. Menurut Tamime dan Robinson (1989) yoghurt yang baik memiliki pH

3.8-4.6, bahkan Jay (2000) memberikan kisaran pH yoghurt yang lebih luas lagi yaitu antara

3.65-4.40. Penelitian tentang yoghurt dengan penambahan buah yang dilakukan oleh Kuntarso

(2007) juga mempunyai kisaran pH yang sama yaitu 4.3, begitu pula dengan hasil penelitian

Aryana dan McGrew (2007) yang membuat yoghurt dengan bakteri L. casei dan penambahan

berbagai jenis inulin yang mempunyai pH antara 4.32-4.60.

Nilai pH yang rendah yaitu < 4.5 sudah dapat menggumpalkan protein kasein pada susu

dan membentuk tekstur yang baik. Hasil penelitian membuktikan bahwa yoghurt yang dihasilkan

dengan nilai pH 4.3 sudah mampu menggumpalkan kasein dan membentuk tekstur yang baik,

selain itu dengan tingkat keasaman tersebut sudah menghasilkan flavor yoghurt yang khas yaitu

aroma asam susu fermentasi. Nilai pH yang cukup rendah pada produk yoghurt memiliki

kemungkinan yang sangat kecil timbulnya pertumbuhan bakteri patogen. Selain itu, yoghurt

dengan pH 4.3 dapat mempertahankan viabilitas dari bakteri probiotik (Lankaputhra, 1996).

Page 51: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

36

4.3.1.2 Total Asam Tertitrasi

Pengukuran total asam tertitrasi (TAT) didasarkan atas komponen asam yang ada, dan

nilai tersebut sebanding dengan jumlah asam laktat. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa

rata-rata total asam tertitrasi sampel terpilih yoghurt sinbiotik adalah sebesar 0,74%. Nilai ini

menurut Silvia (2002) sudah cukup dalam menghasilkan tekstur yang lembut serta flavor asam

yang cukup kuat. Selain itu hasil tersebut menurut SNI 01.2981-2009 tentang standar mutu

yoghurt masih mempunyai nilai yang baik yaitu termasuk dalam kisaran 0.5-2% (b/b).

Banyaknya asam laktat yang terbentuk dari hasil fermentasi susu dapat mempengaruhi

pembentukkan tekstur pada yoghurt. Hal ini terbukti dari tekstur yang terbentuk pada yoghurt

mengalami penggumpalan atau pembentukan gel yang baik. Yoghurt sinbiotik yang dibuat

mempunyai tekstur padat dan telah memenuhi standar SNI 01.2981-2009. Pembentukkan gel

yang baik pada yoghurt karena tersedianya cukup asam yang dapat menggumpalkan protein

kasein yang berasal dari susu.

4.3.1.3 Total Padatan

Mutu yoghurt juga ditentukan oleh kandungan total padatan pada yoghurt. Nilai total

padatan dapat mempengaruhi tekstur yoghurt yang dihasilkan. Total padatan produk ditentukan

berdasarkan kadar air dengan cara menguapkan air dari bahan atau hasil dari 100%-kadar air.

Berdasarkan hasil analisis, yoghurt sinbiotik mempunyai total padatan sebesar 15.36%. Hasil ini

sesuai dengan literatur menurut Tamime dan Robinson (1989) yang menyatakan bahwa yoghurt

yang baik memiliki nilai total padatan berkisar antara 14-18%. Nilai ini juga sudah memenuhi

persyaratan SNI 01.2981-2009 yang menyebutkan bahwa total padatan produk yoghurt minimal

8.2%.

Total padatan yang tinggi pada produk yoghurt diperoleh karena bahan baku yang

digunakan adalah susu skim. Menurut Tamime dan Robinson (1989) penambahan susu skim

bubuk dapat meningkatkan kandungan protein, selain sebagai sumber laktosa bagi kehidupan

kultur bakteri asam laktat. Kandungan protein yang semakin meningkat akan menaikkan total

padatan susu karena penggumpalan kasein yang terjadi semakin banyak. Penggumpalan kasein

ini yang kemudian akan mempengaruhi kekentalan susu fermentasi dan meningkatkan total

padatannya. Selain itu, penambahan pisang tidak dalam bentuk ekstrak melainkan dalam bentuk

puree juga dapat menambah jumlah total padatan pada produk yoghurt.

4.3.1.4 Kadar Inulin

Penentuan kadar inulin pada produk yoghurt sinbiotik penting dilakukan untuk

mengetahui jumlah prebiotik yang terkadung dalam produk agar memenuhi persyaratan suatu

produk dapat dikatakan berprebiotik. Penambahan inulin sebagai sumber prebiotik pada produk

fermentasi menurut Frank (2005) yaitu sebesar 1-3% per kemasannya. Berdasarkan hasil uji

organoleptik yang dilakukan pada tahap II, formula yoghurt yang terpilih adalah yoghurt dengan

penambahan 2% inulin. Hasil pengujian inulin menggunakan HPLC menunjukkan bahwa kadar

inulin pada produk akhir yoghurt sinbiotik adalah sebesar 3.88g/100g. Jumlah ini sudah

memenuhi persyaratan yoghurt berprebiotik. Namun jumlah ini sedikit lebih tinggi dibandingkan

dengan jumlah inulin komersial yang ditambahkan pada awal proses pengolahan produk yaitu

2g/100g. Hal ini disebabkan karena kadar inulin yang terdapat pada produk akhir tidak hanya

berasal dari penambahan inulin komersial pada produk, tetapi juga berasal dari bahan baku

pisang yang digunakan.

Page 52: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

37

Proses fermentasi oleh bakteri asam laktat tidak menyebabkan banyak penurunan

jumlah kadar inulin. Bakteri asam laktat melakukan seleksi prioritas dalam menggunakan gula

yang terdapat dalam medium susu. Bakteri menggunakan substrat yang tergolong gula-gula

sederhana terlebih dahulu sebelum menggunakan substrat yang lebih kompleks. Oleh karena itu,

substrat berupa susu skim dan gula pada yoghurt digunakan terlebih dahulu oleh bakteri sebelum

menggunakan inulin.

Standar dan metode yang digunakan dalam pengukuran inulin juga turut mempengaruhi

kadar inulin yang dihasilkan. Standar yang digunakan adalah fruktosa, sedangkan metode yang

digunakan adalah penambahan enzim inulinase pada preparasi sampel agar inulin yang terdapat

pada produk terhidrolisis menjadi fruktosa dan dapat dihitung kadarnya dengan kurva standar

fruktosa. Hal tersebut menyebabkan kadar inulin yang terukur merupakan jumlah seluruh

fruktosa yang terdapat pada produk yoghurt, baik fruktosa yang berasal dari hasil pemecahan

inulin oleh enzim inulinase maupun yang berasal dari gula (fruktosa) yang ditambahkan saat

pengolahan yoghurt. Oleh karena itulah kadar inulin yang terukur sedikit lebih besar dibanding

inulin yang ditambahkan.

4.3.1.5 Analisis Proksimat

Uji proksimat bertujuan untuk mengetahui komponen kimia pada suatu bahan pangan.

Hasil analisis proksimat yang dihasilkan memberi gambaran secara umum tentang nilai gizi dari

produk yoghurt sinbiotik. Uji proksimat pada penelitian ini dilakukan pada sampel yoghurt

terbaik hasil dari formula terpilih tahap I dan II yang diperoleh dari uji ranking hedonik dan

rating hedonik yaitu sampel dengan penambahan puree pisang 10% dan inulin 2%. Hasil uji

tersebut kemudian dibandingkan dengan SNI 01.2981-2009 tentang yoghurt. Beberapa

persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu produk yoghurt dapat dilihat pada Tabel 1 dan hasil

uji analisis proksimat sampel terpilih yoghurt sinbiotik dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Proksimat Formula Terpilih Yoghurt Sinbiotik (berdasarkan %bb).

Komposisi Kandungan (%)

Kadar Air 84.46

Kadar Abu 0.75

Kadar Protein 2.79

Kadar Lemak 0.20

Kadar Karbohidrat 11.80

SNI 01.2981-2009 tentang yoghurt pada Tabel 1 menyebutkan bahwa kadar abu, kadar

protein, dan kadar lemak berturut-turut adalah maksimal 1.0%, minimal 2.7%, dan <0.5%.

Berdasarkan hasil uji proksimat pada Tabel 5 terlihat bahwa kadar abu, kadar protein, dan kadar

lemak pada produk yoghurt sinbiotik yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan.

Kadar air pada produk berdasarkan hasil analisis proksimat adalah sebesar 84.46%.

Nilai kadar air ini sudah tergolong baik untuk produk yoghurt walaupun kadar air bukan

termasuk salah satu persyaratan produk yoghurt menurut SNI (2009). Nilai kadar air produk

yoghurt yang tergolong baik, dapat dilihat dari sudah tercukupinya nilai total padatan dari

produk yoghurt yang dihasilkan dimana dengan kadar air 84.46%, total padatannya sudah

memenuhi persyaratan SNI yaitu sebesar 15.54% dan menghasilkan tekstur yoghurt yang padat.

Kadar abu pada produk pangan dipengaruhi oleh kandungan mineral di dalam produk.

Kandungan mineral yang terkandung dalam produk yoghurt dapat berasal dari bahan baku

Page 53: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

38

pisang dan susu skim. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa kandungan mineral pada susu

skim adalah sekitar 8%. Artinya penambahan susu skim sebanyak 10% akan menyumbang

mineral sebanyak 0.8% pada produk yoghurt. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil analisis

proksimat yang tertera pada Tabel 5 yaitu sebesar 0.75%.

Kadar protein pada produk adalah sebesar 2.79%. Kadar protein pada produk yoghurt

banyak disumbangkan oleh susu skim sebagai bahan bakunya. Akan tetapi nilai ini sedikit lebih

kecil dibandingkan dengan nilai kadar protein pada susu skim yaitu sebesar 3.7% (Buckle et al.,

1987). Kadar protein pada yoghurt umumnya tidak terdapat perubahan yang signifikan hanya

saja terjadi peningkatan daya cerna karena terjadi penguraian protein menjadi unit-unit yang

sederhana.

Hasil uji proksimat kadar lemak pada yoghurt sinbiotik yaitu sebesar 0.2%. Kadar

lemak yang terkandung pada produk tergantung pada bahan baku yang digunakan dalam

pembuatan yoghurt. Kadar lemak yang diperoleh sangat rendah karena yoghurt dibuat

menggunakan susu skim yang rendah lemak dan puree pisang yang juga mengandung lemak

yang sangat kecil. Menurut Buckle et al. (1987) susu skim hanya mengandung sekitar 0.1%

lemak, sehingga jika yoghurt yang dibuat hanya menggunakan susu skim akan memiliki kadar

lemak yang rendah pula. Data ini dapat digunakan untuk mengklaim bahwa produk yoghurt yang

dihasilkan digolongkan sebagai yoghurt non-fat (kadar lemak <0.5%).

Hasil analisis proksimat yang terakhir adalah kadar karbohidrat. Berdasarkan Tabel 5

dapat dilihat kadar karbohidratnya sebesar 11.8%. Nilai kadar karbohidrat ini sangat tergantung

pada bahan-bahan lain yang ditambahkan pada yoghurt. Pada penelitian ini, sumber karbohidrat

dapat berasal dari susu skim, selain itu bahan baku pisang sebagai buah yang ditambahkan ke

dalam yoghurt tentunya berperan dalam meningkatkan kadar karbohidrat pada yoghurt.

4.3.2 Analisis Mutu Mikrobiologi

4.3.2.1 Total Bakteri Asam Laktat

Probiotik menurut FAO/WHO (2002) adalah mikroorganisme hidup yang masuk dalam

jumlah yang cukup sehingga dapat memberikan manfaat kesehatan bagi inangnya. Jumlah yang

cukup yang dimaksud oleh FAO/WHO (2002) ini adalah 106-10

8 cfu/ml dan diharapkan dapat

berkembang menjadi 1012

cfu/ml di dalam kolon. Oleh karena itulah penting untuk mengetahui

jumlah total bakteri asam laktat pada sampel terpilih yoghurt sinbiotik dan mengetahui

viabilitasnya selama penyimpanan.

Pembuatan yoghurt sinbiotik ini hanya menggunakan kultur tunggal bakteri yang sudah

terbukti probiotik yaitu Lactobacillus casei. Pengamatan terhadap total bakteri asam laktat

(BAL) dari segi kuantitas dan viabilitas pada yoghurt, dilakukan selama 14 hari pada yoghurt

yang disimpan di suhu dingin dan pengamatan dilakukan setiap 3-4 hari sekali.

Pengamatan dilakukan pada yoghurt yang disimpan pada suhu dingin karena suhu yang

tepat untuk menyimpan produk-produk hasil fermentasi adalah suhu dingin. Alasan lain yaitu

berdasarkan banyak penelitian yang sudah dilakukan, jumlah total BAL yang mampu bertahan

hingga hari terakhir penyimpanan pada suhu dingin lebih banyak dari pada jumlah BAL yang

mampu bertahan hingga hari terakhir penyimpanan suhu ruang.

Hasil perhitungan total bakteri asam laktat yang terdapat dalam produk yoghurt

sinbiotik formulasi terpilih berdasarkan Gambar 22 adalah sebanyak 3.6 x 109 cfu/ml. Jumlah

tersebut sudah memenuhi persyaratan suatu produk dapat dikatakan probiotik menurut

FAO/WHO (2002) yaitu 106-10

8 cfu/ml. Jumlah total BAL ini pada hari ke-0 hingga hari ke-5

pada produk yoghurt sinbiotik mengalami kenaikan yaitu mulai dari 3.6 x 109 hingga 8.6 x 10

9

Page 54: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

39

cfu/ml. Sedangkan dari hari ke-6 hingga hari ke-12 terjadi penurunan jumlah total BAL yaitu

menurun hingga 3.7 x 109 cfu/ml dan mengalami kenaikan kembali pada hari terakhir yaitu hari

ke-14 menjadi 4.1 x 109 cfu/ml.

Gambar 22. Jumlah Total BAL selama 14 hari

Peningkatan jumlah total BAL yang terlihat pada hasil penelitian tidak terlalu

signifikan. Peningkatannya hingga hari ke-5 hanya sekitar 3.1% (kurang dari 1 siklus log). Pada

penyimpanan suhu dingin, terdapat hambatan aktivitas mikroorganisme berupa temperatur yang

rendah. Hal ini menyebabkan aktivitas bakteri tidak optimal dan pertumbuhannya menjadi

lambat atau bahkan terhambat. Menurut Buckle et al. (1987), faktor utama yang mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme salah satunya adalah suhu.

Peningkatan jumlah total BAL selama disimpan hingga hari ke-5 disebabkan masih

banyaknya substrat yang terdapat pada bahan baku seperti susu skim, gula, dan puree pisang

yang dimetabolisme oleh bakteri. Terutama bahan baku susu skim yang mengandung lebih dari

50% laktosa yang merupakan karbohidrat utama dalam susu. Jumlah laktosa yang mencapai

separuh komposisi susu skim mengakibatkan BAL memperoleh nutrisi yang cukup (Winarno,

1997). Menurut Sunarlim dan Usmiati (2006), pada waktu tertentu jumlah substrat dalam bahan

baku untuk melakukan fermentasi masih tersedia cukup banyak sehingga bakteri masih bisa

memperbanyak diri dengan lambat walaupun disimpan pada suhu dingin. Hasil penelitian yang

sama juga didapat oleh Setiawan (2010) yang mendapatkan hasil bahwa bakteri L. casei yang

ditumbuhkan pada produk dadih yang disimpan pada suhu dingin mengalami peningkatan yang

tidak signifikan hingga hari ke-7 dan memiliki rata-rata jumlah total bakteri asam laktat

sebanyak 2.2 x 1011

cfu/ml.

Jumlah substrat atau laktosa sebagai sumber karbon utama semakin lama semakin

menurun sehingga bakteri relatif tidak aktif memperbanyak diri dan bakteri sudah melewati fase

logaritmik. Oleh karena itu terjadi penurunan total bakteri asam laktat (BAL) selama

penyimpanan sehingga viabilitasnya menurun. Selain itu, faktor yang menyebabkan jumlah total

BAL menurun adalah ketidakmampuan bakteri tersebut untuk melawan sifat toksik dari hasil

metabolitnya yang menumpuk di lingkungan seperti jumlah asam laktat yang tinggi. Menurut

Oberman (1985), jumlah BAL pada yoghurt sebesar 2.0 x 108-1.0 x 10

9, tetapi jumlah tersebut

terus mengalami penurunan selama penyimpanan.

Meskipun begitu penurunan total bakteri asam laktat tidak signifikan yaitu hanya sekitar

3.1%. Perubahan ini masih kurang dari satu siklus log, hal ini menunjukkan bahwa Lactobacillus

9.6

9.99.9

9.8

9.7 9.6

9.6

5

6

7

8

9

10

0 3 5 7 10 12 14

Ju

mla

h B

AL

(L

og

ari

tmik

)

cfu

/ml

Penyimpanan Hari Ke-

Page 55: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

40

casei memiliki ketahanan yang baik pada kondisi asam. Hal serupa juga dikemukakan oleh

Aryana dan McGrew (2007) tentang hasil penelitiannya yang melihat pertumbuhan L. casei

dengan penambahan inulin pada yoghurt yang disimpan pada suhu 4°C yang menyatakan bahwa

selama penyimpanan L. casei mengalami penurunan kurang dari 1 siklus log selama 2 minggu.

Menurut Yamazaki et al. (1973) dikutip dalam Lee dan Wong (1998), Lactobacillus dan

Bifidobacteria memiliki ketahanan yang baik pada pH yang rendah, begitu pula menurut

Salminen dan Wright (1998), Lactobacillus casei dapat bertahan lebih lama dalam susu

fermentasi.

4.3.2.2 Bakteri Koliform

Uji total koliform perlu untuk dilakukan dalam produk yoghurt. Uji ini dilakukan untuk

mengetahui keberadaan mikroba koliform atau indikator sanitasi pada suatu produk. Jenis bakteri

koliform ini yaitu bakteri Esherichia coli dan Enterobacter yang pada produk yoghurt dapat

berasal dari susu, air, dan buah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan yoghurt.

Uji koliform dilakukan dengan metode MPN yang bersifat kuantitatif. Pengamatan

dilakukan dengan melihat tabung positif dengan mengamati timbulnya kekeruhan, atau

terbentuknya gas di dalam tabung Durham dalam media BGLBB untuk mikroba pembentuk gas.

Pada umumnya setiap pengenceran digunakan tiga atau lima seri tabung. Lebih banyak tabung

yang digunakan menunjukkan ketelitian yang lebih tinggi, tetapi alat gelas yang digunakan juga

lebih banyak. Pada penelitian ini digunakan tiga seri tabung, karena produk yang diuji yaitu

produk yoghurt yang telah diproduksi secara pasteurisasi dan tergolong kedalam pangan berasam

tinggi sehingga kemungkinan terjadinya pertumbuhan koliform kecil dan mengandung sedikit

koliform.

Pengujian bakteri koliform pada yoghurt dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-14 yang

disimpan pada suhu dingin. Uji kuantitatif yang dilakukan adalah uji penduga. Berikut data hasil

pengujian koliform dari uji penduga dengan menggunakan media BGLBB pada produk yoghurt

hari ke-0 dan hari ke-14 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji Koliform

Hari ke- Hasil Kuantitatif

(MPN/g)

0 <3.0

14 <3.0

Berdasarkan data uji penduga diperoleh bahwa seluruh tabung reaksi dengan 4 tingkat

pengenceran tidak ditemukan adanya pembentukan gas pada tabung Durham, baik itu pada hari

ke-0 produk yoghurt maupun dengan hari ke-14. Sehingga berdasarkan penggunaan tabel MPN

seri 3 tabung diperoleh total koliform pada produk yoghurt sebesar <3 MPN/100ml. Menurut

hasil tersebut maka dapat dikatakan produk yoghurt sinbiotik dengan penambahan puree pisang

dan inulin ini memenuhi persyaratan SNI 01.2981-2009.

Produk yang telah diolah dengan cara yang baik dan benar, memiliki kemungkinan

kontaminasi oleh bakteri koliform yang rendah. Dengan adanya blansir pada bahan baku pisang

dan proses pasteurisasi pada susu sudah dapat mematikan bakteri koliform. Hal ini didukung

oleh pernyataan menurut Tamime dan Robinson (1989) yang menyatakan bahwa grup koliform

tidak tahan pada pH rendah, penyimpanan suhu rendah dan tidak tahan dengan adanya zat hasil

Page 56: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

41

metabolisme BAL seperti zat antimikroba dan asam laktat sehingga adanya bakteri koliform

pada yoghurt sangat kecil.

4.3.2.3 Keberadaan Bakteri Salmonella

Salmonella adalah salah satu kelompok bakteri enteropatogenik penyebab infeksi

gastrointestinal dan keracunan makanan. Di dalam SNI 01.2981-2009 dinyatakan bahwa produk

yoghurt paling tidak harus negatif Salmonella dalam 25 g setelah diuji secara kualitatif. Selain

itu walaupun yoghurt tergolong makanan yang aman dikonsumsi, namun bahan baku susu yang

digunakan dapat saja terkontaminasi oleh Salmonella jika pembuatan susu bubuknya

menggunakan metode penyemprotan dan proses sanitasinya tidak baik. Susu skim yang beredar

di pasaran jika sudah memenuhi persyaratan SNI 01.2970-2006 pasti mengandung negatif koloni

Salmonella/100 g. Oleh karena itu perlu dilakukan uji Salmonella pada produk yoghurt.

Uji Salmonella dilakukan secara kualitatif pada produk yoghurt hari ke-0 dan hari ke-

14 yang disimpan pada suhu dingin dengan melakukan tahap enrichment dan tahap seleksi.

Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui apakah produk yoghurt sinbiotik yang

dihasilkan mengandung Salmonella atau tidak. Berikut data hasil uji Salmonella pada hari ke-0

dan ke-14 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Salmonella

Hari ke- Hasil Kualitatif

(MPN/g)

0 Negatif/25g

14 Negatif/25g

Hasil uji yang telah dilakukan terhadap produk yoghurt formula terpilih, menyatakan

bahwa jumlah Salmonella pada hari ke-0 negatif Salmonella/25 g yoghurt. Begitu pula dengan

jumlah Salmonella pada hari ke-14. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 23, dimana pada media

HEA (media berwarna coklat) tidak terdapat koloni berwarna biru kehijauan, dengan atau tanpa

warna hitam ditengahnya. Pada media XLDA (media berwarna merah) tidak terdapat koloni

berwarna merah muda dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya dan tidak tampak koloni

yang besar, berwarna hitam mengkilap ditengahnya. Begitu pula pada media BSA (media

berwarna abu-abu) tidak terdapat koloni berwarna coklat, abu-abu atau hitam berwarna kilau

metalik. Menurut hasil uji inilah maka dapat dikatakan bahwa produk yoghurt yang dihasilkan

telah memenuhi persyaratan dan aman dari cemaran mikroba enteropatogenik.

(a) (b) (c)

Gambar 23. Media Selektif Perumbuhan Salmonella

Produk yoghurt yang dihasilkan tidak mengandung bakteri Salmonella karena produk

ini telah diolah dengan baik dan benar, salah satunya penerapan proses pasteurisasi. Salmonella

tidak tahan terhadap panas sehingga dapat mati pada suhu pasteurisasi. Menurut Jay (2000)

Salmonella dapat dihancurkan pada proses pemanggangan pada suhu 71.1°C dan menurut Lund

Page 57: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

42

(2000) dengan suhu pasteurisasi tersebut mampu menurunkan jumlah sel hidup Salmonella

sebanyak 105

sel. Selain itu produk-produk yoghurt mempunyai pH yang rendah sehingga

mikroba patogen tidak dapat tumbuh, serta terbentuknya asam-asam organik dan zat antimikroba

yang berasal dari bakteri probiotik dapat membunuh mikroba-mikroba patogen (Tamime &

Robinson, 1989).

Produk yoghurt yang dihasilkan tidak mengandung bakteri indikator sanitasi koliform

dan Salmonella yang menandakan bahwa proses pasteurisasi yang dilakukan sudah cukup untuk

membunuh kedua jenis bakteri tersebut. Selain itu, tidak terjadi kontaminasi kembali setelah

proses pengolahan sehingga produk tidak terkontaminasi bakteri indikator sanitasi hingga diakhir

penyimpanan suhu dingin selama 14 hari.

Page 58: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

43

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pengembangan yoghurt sinbiotik dapat dilakukan dengan menggunakan penambahan bahan

baku lokal yang jumlahnya melimpah sehingga dapat meningkatkan nilai gunanya selain menciptakan

alternatif pangan fungsional baru yang disukai. Hal ini terbukti dari penambahan puree pisang pada

produk yoghurt mendapat penilaian yang baik dari panelis. Formulasi penambahan puree pisang yang

paling disukai oleh panelis adalah pemberian puree pisang 1:1 dengan susu skim. Formula terpilih ini

kemudian dilakukan penambahan inulin komersial sebagai sumber prebiotik. Penambahan inulin

komersial pada konsentrasi 1-3% tidak memberikan pengaruh nyata pada atribut aroma, rasa, tekstur,

dan keseluruhan dari yoghurt sinbiotik. Penambahan inulin ini lebih berfungsi sebagai penambah

sumber prebiotik pada yoghurt. Penambahan inulin pada yoghurt yang memiliki tingkat kesukaan

paling tinggi berdasarkan penilaian panelis adalah penambahan 2% inulin dengan skor penilaian

antara netral hingga agak suka. Formula penambahan inulin 2% pada yoghurt dipilih sebagai formula

terpilih tahap II berdasarkan kandungan prebiotik dan dari segi ekonomisnya.

Yoghurt sinbiotik yang dihasilkan telah diuji mutunya secara kimia dan mikrobiologi. Hasil

uji mutu tersebut menunjukkan bahwa yoghurt sinbiotik yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan

SNI 01.2981-2009. Produk ini juga sudah memenuhi kategorikan sebagai produk sinbiotik karena

kandungan probiotik dan prebiotiknya telah terpenuhi. Yoghurt sinbiotik yang dihasilkan mempunyai

kandungan probiotik dengan total BAL sebanyak 3.6 x 109 cfu/ml dimana total BAL tersebut mampu

bertahan dengan jumlah penurunan kurang dari satu siklus log selama 14 hari dalam penyimpanan

suhu dingin. Sedangkan kandungan prebiotik dari yoghurt sinbiotik yang dihasilkan sebanyak 3.88%.

Selain itu dari hasil analisis proksimat, yang dapat dilihat adalah kadar lemaknya yang kurang dari

5%, sehingga dapat dikategorikan sebagai yoghurt tanpa lemak (non-fat).

5.2 Saran

Penelitian lanjutan formulasi yoghurt sinbiotik berbasis puree pisang dan inulin ini perlu

dilakukan diantaranya penelitian tentang umur simpan produk yoghurt serta melihat pengaruhnya

terhadap penerimaan konsumen. Selain itu dapat juga dilakukan pengembangan produk yoghurt

dengan menggunakan berbagai jenis probiotik yang lain atau menggunakan kultur campuran, agar

dapat diketahui hasil produk yang lebih baik. Dalam pembuatannya dapat dilakukan penambahan

bahan penstabil atau bahan pengental sebagai parameter baru dalam formulasi yoghurt sinbiotik untuk

membuat puree pisang tetap homogen dan tidak mengendap selama penyimpanan sehingga dapat

dihasilkan yoghurt dengan tekstur yang lebih baik. Dalam pengembangannya, dapat juga dilakukan

penelitian tentang sumber-sumber prebiotik yang lain yang berasal dari pangan lokal yang dapat

dikembangkan menjadi alternatif pangan fungsional baru.

Page 59: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

44

DAFTAR PUSTAKA

[BPOMRI] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Pengaturan Kepala

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Tentang Ketentuan Pokok

Pengawasan Pangan Fungsional. BPOMRI, Jakarta.

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2010. Produktivitas Hortikultura Buah. http://www.bps.go.id [11 Juli

2011]

[FAO] Food Agriculture Organization. 2007. FAO technical meeting prebiotics. AGNS-FAO, Italy.

Adam MR dan Moss MO. 1995. Food Microbiology. The Royal society of Chemistry, Cambridge.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemists. Washington

D.C.

Artanti A. 2009. Pengaruh Prebiotik Inulin dan Fruktooligosakarida (FOS) Terhadap Pertumbuhan

Tiga Jenis Probiotik. Skripsi. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Aryana KJ dan McGrew P. 2007. Quality attributes of yogurt with Lactobacillus casei and various

prebiotics. LWT 40: 1808-1814.

Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 01.1298-2009 Yoghurt. Badan Standarisasi Nasional Jakarta.

Bosscher D, Van Loo J, dan Franck A. 2006. Inulin and oligofructose: as functional ingredients to

improve bone mineralization. Int Dairy J 16:1092–97.

Buckle KA, RA Edwards, GH Fleet, dan Wooton. 1987. Ilmu Pangan, Terjemahan H. Purnomo dan

Adiono. UI Press, Jakarta.

Chen MJ, Chen KN, Lin CW, dan Mao HM. 2004. Study on the optimal growth rates of probiotics in

yogurt by genetic algorithms. Taiwan Nongye Huaxue Yu Shipin Kexue 42(4): 306-314.

Coussement Paul AA. 2007. Supplement. Inulin and Oligofructose: Safe Intakes and Legal Status.

Orafti. Aaandorenstraat 1,330 Tienen, Belgium.

Crittenden R, Saarela M, Matto J, Ouwehand AO, Salminen S, Pelto L, Vaughan EE, De Vos WV,

von Wright A, Fonden R, dan Mattila-Sandholm T. 2002. Lactobacillus paracasei subsp.

paracasei F19: Survival, ecology and safety in the human intestinal tract. A survey of

feeding studies within the PROBDEMO project. Microbial Ecology in Health and Disease

2(Suppl.): 22–26.

Dave RI dan Shah NP. 1997. Viability of yoghurt and probiotic bacteria in yoghurts made from

commercial starters cultures. International Dairy Journal 7: 31-41.

Deeth HC dan Tamime AY. 1981. Yoghurt: nutritive and therapeutic aspects. J. Food Prot 44: 78-86.

Page 60: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

45

Dello Staffolo M, Bertola N, Martino M, dan Bevilacqua A. 2004. Influence of dietary fiber addition

on sensory and rheological properties of yogurt. International Dairy Journal 14(3): 263-

268.

Delzenne MN dan Cani PD. 2010. Nutritional modulation of gut microbiota in the context of obesity

and insulin resistance: potential interest of prebiotics. Int Dairy J 20: 277–80.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1981. Kebijakan dan Program

Pembangunan Pertanian. Deparetemen Kesehatan, Jakarta.

Donkor ON, Nilmini SLI, Stolic P, Vasiljevic T, dan Shah NP. 2007. Survival and activity of selected

probiotic organisms in set-type yoghurt during cold storage. International Dairy Journal

17: 657-665.

FAO. 2004. Report of the regional consultation of the Asia-Pacific network for food and nutrition on

functional foodss and their implications in the daily diet. RAP Publication 33: 61.

FAO/WHO. 2002. Guidelines for the evaluation of probiotics in food. Report of joint FAO/WHO

Working Group on drafting Guidelines for the evaluation of probiotics in food. London

Ontario, Canada.

Ferawati. 2009. Formulasi Dan Pembuatan Banana Bars Berbahan Dasar Tepung Kedelai, Terigu,

Singkong, dan Pisang Sebagai Alternatif Pangan Darurat. Skripsi. Fakultas Teknologi

Pertanian, IPB, Bogor.

Franck A dan De Leenher L. 2005. Inulin in Polysaccharides and Polyamides in the Food Industry.

Steinbuchel A, Rhee SK (ed). WILEY-VCH, Weinheim.

Fuller R. 1989. Probiotics in man and animals. Journal of Applied Bacteriology 66: 365-378.

Functional Food Science in Europe. 1998. Functional Foods. British Journal of Nutrition 80(1):S1-

S193.

Fung WY, Woo YP, Wan-Abdullah WN, Ahmad R, Easa AM, dan Liong MT. 2009. Benefits of

probiotics: beyond gastrointestinal health. Milchwissenschaft 64:17–20.

Gibson GR dan Roberfroid MR. 1995. Dietary modulation of the human colonic microbial:

Introducing the concept of prebiotics. Journal of Nutrition 125(6): 1401-1412.

Gilliland SE dan Speck ML. 1997. Antagonistic action of L. acidophilus towards intestinal bacteria

enzyme activity. American Journal of Clinical Nutrition 39: 756-761.

Gilliland SE dan Walker DK. 1990. Factors of condsider when selecting a culture of L. acidophilus as

a dietary adjunct to produce a hypocholesterolemic effect on humans. Journal of Dairy

Science 73: 905.

Goldin BR dan Gorbach SL. 1984. The effect of milk and Lactobacillus feeding in human intestinal

bacterial enzyme activity. American Journal of Clinical Nutrition 39: 756-761.

Page 61: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

46

Hamdan IY, Kunsman JE Jr, dan Deane DD. 1971. Acetaldehyde production by combined yogurt

cultures. J Dairy Sci 54(7): 1080–2.

Hardi J dan Slacanac V. 2000. Examination of coagulation kinetics and rheological properties of

fermented milk products: The influence of starter culture, milk fat content and addition of

inulin. Mijekarstco 50(3): 217-226.

Hasler CM. 1995. Functional Foods: The Western Perspective. A Paper Presented in the First

International Conference on: East-West Perspective on Functional Foods, Singapore

September 26-27.

Hatcher GE dan Lambrecht RS. 1993. Augmentation of macrophage phagocytic activity by cell free

extract of selected lactic acid producing bacteria. Journal of Dairy Science 76: 2485-2492.

Helferich W dan D. Westhoff. 1980. All About Yogurt. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliff, New

Jersey.

Ibrahim GA, Mehanna NS, El-Rab DAG, Abd El-Salam MH, Kholif AM, Abdou SM dan El-Shibiny

S. 2004. Preparation and properties of set fermented milk containing inulin and different

probiotics. In 9th Egyptian Conference for Dairy Science and Technology, Cairo, Egypt,

October 9-11, 2004 (pp. 117-132). Cairo, Egypt: Egyptian Society of Dairy Science.

Ishikawa, H., I. Akedo, T. Otani, T. Suzuki, T. Nakamura, I. Takeyama, S. Ishiguro, E. Miyaoka, T.

Sobue, dan T. Kakizoe. 2005. Randomized trial of dietary fiber and Lactobacillus casei

administration for prevention of colorectal tumors. Int. J. Cancer 116: 762-767.

Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology. 6th

Edition. Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg, Maryland.

Jenkins DJA, Kendall CWC dan Vuksan V. 1999. Inulin, oligofructose and intestinal function.

Journal of Nutrition 129: 1431S-1433S.

Kailasapathy K, Hamstorf I, dan Phillips M. 2007. Survival of Lactobacillus acidophilus and

Bifidobacterium animalis ssp. lactis in stirred fruit yogurts. LWT 41(2008): 1317-1322.

Kaminarides S, Stamou P, dan Massouras T. 2007. Comparison of the characteristics of set-type

yoghurt made from ovine milk of different fat content. Int J Food Sci Technol 42(9): 1019–

28.

Kim HS dan Gilliland S. 1983. L. acidophilus as dietary adjunct for milk to aid lactose digestion in

humans. Journal of Nutrition 129: 1431S-1433S.

Kuntarso A. 2007. Pengembangan Teknologi Pembuatan Low-Fatfruity Bio-Yoghurt (Lo-Bio F).

Skripsi. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Lankaputhra WEV, Shah NP, dan Britz ML. 1996. Survival of bifidobacteria during refrigerated

storage in the presence of acid ang hydrogen peroxide. Milchwissenschaft 51: 65-70.

Latimer GW, dan Horwitz W. 2007. Official Methods of Analysis of The Association of Official

Analytical Chemist International. Ed ke-18. AOAC International, Washington DC.

Page 62: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

47

Lee dan Wong (1998). Stability of Lactic Acid Bacteria in Fermented Milk. Dalam: Salminen, S. Dan

A.Von Wright (eds). Lactic Acid Bacteria: Microbiology an Functional Aspects. 2nd

edition.

Marcel Dekker Inc., New York.

Lidbeck A. 1995. Effect of oral supplementation with lactic acid bacteria during intake of

antimicrobial agent. In International Dairy Lactic Acid Bacteria Conference, NZ.

Loesecke HWVon. 1950. Bananas. Interscience Publisher Inc, New York.

Luky. 1996. Perubahan Mutu Yoghurt dengan Penambahan Buah-Buahan selama Penyimpanan

Dingin. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Lund M. 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food. Aspen Publishers, Inc, Maryland.

Madsen C. 2007. Functional foods in Europe. Ann Nutr Metab 51:298-299

Maulidya A. 2007. Kajian Pembuatan Yoghurt Susu Jagung sebagai Minuman Probiotik

Menggunakan Campuran Kultur Lactobacillus delbruekii subsp. Bulgaricus, Streptococcus

salivarus subsp. Thermophillus dan Lactobacillus casei subsp. ramnosus. Skripsi. Fakultas

Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

McGregor JV dan White CH. 1987. Effect of sweeteners on major volatile compounds and flavour of

yoghurt. J. Dairy sciences (70): 1824-1834.

Meilgaard M, Civille, Gail Vance, Carr, dan Thomas B. 1999. Sensory Evaluation Techniques. CRC

Press LLC, USA.

Morimoto K, Takeshita T, Nanno M, Tokudome S, dan Nakayama K. 2005. Modulation of natural

killer cell activity by supplementation of fermented milk containing Lactobacillus casei in

habitual smokers. Preventive Medicine 40: 589-594.

Muchtadi D. 2001. Potensi Pangan Tradisional sebagai Pangang Fungsional dan Suplemen. Di dalam

L. Nuraida dan RD Hariyadi. (eds). Pangan Tradisional. Pusat Kajian Makanan Tradisional.

IPB.

Nagao FM, Nakayama T, Muto, dan Okumura K. 2000. Effects of fermented milk drink containing

Lactobacillus casei starin Shirota on the immune system in healthy human subjects. Biosci.

Biotechnol. Biochem 64: 2706-2708.

Ningsih Y. 2002. Analisis Kelayakan Investasi Pengembangan Agribisnis Pisang Ambon Lokal di

Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Propinsi Sumatera Barat. Tesis. Manajemen Bisnis,

IPB, Bogor.

Nuraida L, DR Adawiyah, dan Subarna. 1995. Pembuatan dan pengawetan kultur kering yoghurt. Bul.

Tek. Dan Industri Pangan VI (3): 85-93.

Oberman H. 1985. Fermented Milk. In : Microbiology of Fermented Milk, Challenges for Health

Science. Y. Nakazawa dan A. Hosono (ed.). Elsevier Applied Science Publishers Ltd.,

London

Page 63: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

48

Ohashi Y, Nakai S, Tsukamoto T, Masumori N, Akaza H, Miyanaga N, Kitamura T, Kawabe K,

Kotake T, Kuroda M, Naito S, Koga H, Saito Y, Nomata K, Kitagawa M, dan Aso Y. 2002.

Habitual intake if lactic acid bacteria and risk reduction of bladder cancer. Urologia

Internationalis 68: 5134-5138.

Oliveira MN, Sodini I, Remeuf F, dan Corrieu G. 2001. Effect of milk supplementation and culture

composition on acidification, textural properties and microbiological stability of fermented

milks containing probiotic bacteria. International Dairy Journal 11: 935-942.

Panesar PS, Kaur G, Panesar R, dan Bera MB. 2009. Synbiotics: potential dietary supplements in

functional foods. Food Science Central. www.foodsciencecentral.com/fsc/ixid15649 [10

Agustus 2011].

Prabawati S, Suyanti, dan Setyabudi DA. 2009. Teknologi Pasca Panen dan Pengolahan Buah Pisang.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

Rahman A, S Fardiaz, WP Rahayu, Suliantari, dan CC Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi Susu.

Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Reddy GV, Friend BA, Shahani KM, dan Farmer RE. 1983. Ati-tumor activity of yogurt components.

Journal of Food Protection 46(1): 8-11.

Reid G. 1999. The scientific basis for probiotic strains of lactobacillus. Applied Environmental

Microbiology 65(9): 3763–3766.

Renhe IRT, Volp ACP, Barbosa KBF, dan Stringheta KBF. 2008. Prebi´oticos e os benef´ıcios de seu

consumo na sa´ude. Rev Bras Nut Clin 23: 119–26.

Roberfroid M. 2005. Inulin-type fructans : functional food ingredients. CRC Press, Florida.

Sadek ZI, El-Shafei K, dan Murad HA. 2004. Utilization of xanthan gum and inulin as prebiotics for

lactic acid bacteria. In 9th Egyptian Conference for Dairy Science and Technology, Cairo,

Egypt, October 9-11, 2004, 9 (Research Papers 1) (pp. 269-283). Cairo, Egypt: Egyptian

Society of Dairy Science.

Salminen S dan A. Von Wright (eds). 1998. Lactic Acid Bacteria : Mikrobiology and Functional

Aspects. 2nd

edition. Marcel Dekker Inc., New York.

Sanders ME. 1998. Development of consumer probiotics for the US market. Brit J Nut 80:213–8.

Saxelin M. 2008. Probiotic formulation and applications, the current probiotic market, and changes in

the marketplace: a European perspective. Clin Infect Dis 46:76–79.

Selamat DP. 1992. Mutu Simpan Yakult Kedelai yang Difermentasi oleh Lactobacillus Casei Subsp

Rhamnosus pada Suhu Ruang dan Suhu Lemari Es. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,

IPB, Bogor.

Setiawan B. 2010. Produksi Dadih Probiotik Menggunakan Lactobacillus casei, Lactobacillus

plantarum, Bifidobacterium longum serta Pengaruhnya Selama Penyimpanan.

Page 64: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

49

Setyaningsih L. 1992. Pengaruh Jenis Kultur Lactobacillus Casei Penambahan Susu Skim dan

Glukosa Terhadap Mutu Yakult Kedelai. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB,

Bogor.

Seydin ZBG, Sarikus G, dan Okur OD. 2005. Effect of inulin and dairy-Lo as fat replacers on the

quality of set type yogurt. Milchwissenschaft 60(1): 51-55.

Silvia. 2002. Pembuatan Yogurt Kedelai (Soygurt) dengan Menggunakan Kultur Campuran

Bifidobacterium Bifidum dan Streptococcus Thermophilius. Skripsi. Fakultas Teknologi

Pertanian, IPB, Bogor.

Supriadi Y. 2003. Pembuatan Soyghurt Sinbiotik dengan Menggunakan Kultur Campuran

Bifidobacterium bifidum, Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus casei galur Shirota.

Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Surnalim R dan S Usmiati. 2006. Sifat Morfologi dan Sensori Dadih Susu Sapi yang Difermentasi

Menggunakan Lactobacillus plantarum dalam Kemasan yang Berbeda. Buletin Peternakan.

Vol (30). November 2006.

Surono IS. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. YAPMMI, Jakarta.

Sveje N. 2007. Prebiotics and probiotics—Improving consumer health through food consumption.

Nutracoss 28–31.

Takeshi M. 2003. Health properties of milk fermented with Lactobacillus casei strain Shirota (LcS).

In E. R. Farnworth (Ed), Handbook of fermented functionl foods (pp. 145-175). Boca

Raton, FL: CRC Press LLC.

Tamime AY dan RK Robinson. 1989. Yoghurt Science and Technology. Pergamon Press, Ltd.,

Canada.

Tamime AY dan Robinson RK. 2007. Tamime and Robinson’s Yoghurt. Science and Technology.

Ed-3. CRC Press, Cambridge.

Tamime AY dan Robinson RK. 2007. Yoghurt science and technology. 3rd ed. Abington, Cambridge,

England: Woodhead Publishing Ltd. LLC, NW, U.S.A.: CRC Press. 791 p.

Tamime AY, Saarela M, Sondergaard AK., Mistry VV, dan Shah NP. 2005. Production and

maintenance of viability of probiotic micro-organisms in dairy products. In A. Y. Tamime

(Ed.), Probiotic dairy products (pp. 39–72). Oxford: Blackwell Publishing.

Toma MM dan Pokrotnieks J. 2006. Probiotics as Functional Food: Microbiological and Medical

Aspects. Acta Universitatis Latviensis (710): 117-129.

Triyono A. 2011. Mempelajari Pengaruh Maltodekstrin dan Susu Skim terhadap Karakteristik

Yoghurt Kacang Hijau (Phaseolu raditus L,). Makalah seminar. Balai Besar Pengembangan

Teknologi Tepat Guna, LIPI, Subang.

Page 65: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

50

Tungland BC, dan Meyer. 2002. Nondigestible oligo-and polysaccharides (dietary fiber): Their

physiology and role in human health and food. Comprehensive Reviews in Food Sci. and

Food Safety 3(2002):73-91.

Utami SD. 2010. Pengaruh Yoghurt Sinbiotik Berbasis Probiotik Lokal Terhadap Proliferasi Sel

Limfosit, Kadar Malonaldehida, dan Aktivitas Superoksida Dismutase pada Tikus

percobaan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Varnam AH dan Sutherland P. 1994. Milk and Milk Products: Technology Chemistry and

Microbiology. Chapman and Hall, London.

Venter CS. Prebiotics for the improvement of human health. Diunduh dari:

www.krepublishers.com/.http://kholisahnasution.multiply.com/JHE-SI-14-01-001-006-

Venter-C-S/JHE-SI-14-01-001-006-Venter-C-S-Text.pdf, [18 Februari 2011].

Winarno FG, Fardiaz S, dan Fardiaz D. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Winarno FG, Wida WA, dan Weni. W. 2003. Mikroflora Usus dan Yoghurt. M-Brio Press, Bogor.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yulianis N. 2004. Pemanfaatan Tepung Ampas Tahu Dalam Pembuatan Minuman Fermentasi

Probiotik dengan Starter Lactobacillus Casei. Skripsi. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Page 66: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

51

LAMPIRAN

Page 67: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

52

Lampiran 1. Jumlah Total BAL pada Kultur Induk dan Starter

Pengenceran Kultur Induk Kultur Starter

U1 U2 U1 U2

10-8

5 8 42 44

10-7

82 66 443 484

10-6

711 712 2592 2416

Jumlah (cfu/ml) 7.4 x 108 4.85 x 10

9

Contoh perhitungan : kultur induk

= 7.4 x 108

*Jumlah koloni yang dihitung hanya yang berjumlah 25-250

Page 68: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

53

Lampiran 2. Contoh Form Uji Organoleptik Ranking Hedonik

Uji Rangking Hedonik

Produk : Susu Fermentasi Tanggal :

Nama :

Petunjuk

Urutkan tingkat kesukaan Anda terhadap tiga sampel minuman fermentasi di bawah ini berdasarkan

atribut sensori yaitu aroma, rasa, tekstur, dan overall. Lakukan pencicipan sampel dengan mengambil

sampel pada cup menggunakan sendok yang tersedia lalu letakan pada sendok Anda. Untuk pengujian

terhadap atribut aroma, dekatkan sampel pada indra penciuman. Untuk pengujian terhadap atribut rasa

dan tekstur letakkan sampel pada lidah Anda dan rasakan selama 10 detik. Berikan penilaian Anda

dengan membandingkan ketiga sampel tersebut kemudian berilah nilai 1 untuk sampel yang paling

Anda sukai hingga nilai 3 untuk sampel yang paling Anda tidak sukai. Anda diperbolehkan mencicip

ulang sampel-sampel tersebut sebelum anda melakukan penilaian.

Aroma Rasa

Kode Rangking

Tekstur Overall

Kode Rangking

Komentar:.................................................................................................................... ...............................

....................................................................................................................................................................

....................................................................................................................................................................

..............................................................................................................................

Kode Rangking

Kode Rangking

Page 69: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

54

Lampiran 3. Contoh Form Uji Organoleptik Rating Hedonik

UJI RATING HEDONIK

Nama : Tanggal :

No. Hp :

Sampel : Yoghurt pisang sinbiotik

Instruksi :

1. Lakukan pencicipan sampel satu persatu secara berurutan dari kiri ke kanan dengan

mengambil sampel pada gelas menggunakan sendok yang tersedia lalu letakan pada sendok

Anda.

2. Untuk pengujian terhadap atribut rasa dan tekstur letakkan sampel pada lidah Anda dan

rasakan selama 10 detik. Untuk pengujian terhadap atribut aroma, dekatkan sampel pada

indra penciuman.

3. Berikan penilaian Anda terhadap tekstur, aroma, rasa, dan overall sampel dengan menuliskan

angka

1 = sangat tidak suka 4 = netral 7 = sangat suka

2 = tidak suka 5 = agak suka

3 = agak tidak suka 6 = suka

4. Setelah selesai menilai, netralkan lidah Anda dengan meminum air mineral dan diamkan

selama 5 detik. Demikian seterusnya hingga sampel terakhir.

Kode Tekstur Aroma Rasa Overall

Komentar:………………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………………………

……………….

Page 70: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

55

Lampiran 4. Hasil Uji Rangking Pada Tahap Optimasi Puree Pisang pada

Pembuatan Yoghurt Sinbiotik

No Aroma Tekstur Rasa Keseluruhan

5% 10% 20% 5% 10% 20% 5% 10% 20% 5% 10% 20%

1 2 1 3 3 2 1 3 1 2 3 1 2

2 2 1 3 1 2 3 2 1 3 1 2 3

3 3 2 1 3 1 2 2 3 1 3 2 1

4 1 2 3 1 2 3 3 1 2 3 1 2

5 3 2 1 2 1 3 3 2 1 3 2 1

6 3 1 2 3 2 1 3 1 2 3 1 2

7 3 2 1 3 1 2 3 2 1 3 2 1

8 1 2 3 1 3 2 3 2 1 2 3 1

9 3 2 1 3 2 1 2 3 1 3 2 1

10 2 1 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

11 3 2 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1

12 1 3 2 1 2 3 1 2 3 1 2 3

13 3 1 2 1 3 2 1 2 3 3 1 2

14 2 3 1 3 2 1 3 1 2 3 1 2

15 1 3 2 2 1 3 2 1 3 1 2 3

16 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

17 2 1 3 2 3 1 3 1 2 3 1 2

18 1 2 3 2 1 3 2 1 3 1 2 3

19 3 2 1 2 3 1 2 3 1 3 2 1

20 3 1 2 3 1 2 3 2 1 3 1 2

21 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

22 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

23 1 3 2 1 3 2 2 3 1 2 3 1

24 2 3 1 1 2 3 1 3 2 1 3 2

25 1 2 3 2 3 1 2 3 1 2 3 1

26 2 3 1 1 2 3 1 3 2 1 3 2

27 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2

28 1 3 2 1 3 2 2 3 1 2 3 1

29 2 1 3 1 3 2 2 1 3 2 1 3

30 2 3 1 3 1 2 2 3 1 2 3 1

31 2 3 1 3 2 1 2 3 1 2 3 1

32 2 3 1 1 3 2 2 1 3 3 1 2

33 3 2 1 1 2 3 2 1 3 2 1 3

34 2 3 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1

35 2 1 3 1 3 2 1 3 2 1 3 2

36 1 2 3 1 3 2 1 2 3 1 2 3

37 3 2 1 3 2 1 1 3 2 3 2 1

38 1 3 2 1 2 3 3 2 1 2 1 3

39 3 1 2 1 2 3 3 1 2 2 1 3

40 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

41 2 3 1 2 3 1 2 1 3 2 3 1

Page 71: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

56

No Aroma Tekstur Rasa Keseluruhan

5% 10% 20% 5% 10% 20% 5% 10% 20% 5% 10% 20%

42 3 2 1 3 1 2 3 1 2 3 1 2

43 1 2 3 1 2 3 3 1 2 3 1 2

44 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

45 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2

46 3 2 1 1 3 2 3 2 1 3 2 1

47 2 1 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

48 3 2 1 3 1 2 3 1 2 3 1 2

49 3 2 1 3 1 2 3 2 1 3 2 1

50 3 1 2 3 2 1 3 1 2 3 1 2

51 3 1 2 3 2 1 3 2 1 3 2 1

52 3 2 1 1 2 3 1 2 3 2 1 3

53 3 2 1 3 1 2 3 2 1 3 1 2

54 2 1 3 3 1 2 2 1 3 2 1 3

55 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2

56 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3

57 1 2 3 1 3 2 2 3 1 1 3 2

58 3 2 1 1 2 3 3 2 1 3 2 1

59 1 2 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3

60 1 2 3 2 3 1 2 3 1 2 3 1

61 3 1 2 1 2 3 1 2 3 1 2 3

62 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

63 3 1 2 2 1 3 2 1 3 2 1 3

64 3 1 2 3 2 1 3 2 1 3 2 1

65 1 3 2 1 2 3 3 1 2 3 2 1

66 2 3 1 1 2 3 3 1 2 3 1 2

67 2 3 1 3 2 1 3 1 2 3 1 2

68 3 2 1 3 1 2 3 2 1 3 2 1

69 1 3 2 1 2 3 1 2 3 1 2 3

70 2 1 3 1 2 3 2 3 1 1 3 2

Total 144 137 139 128 139 153 149 131 140 150 129 141

Rata-

rata 2.06 1.96 1.99 1.83 1.99 2.19 2.13 1.87 2.00 2.14 1.84 2.01

Keterangan :

1 = Paling disukai

2 = Netral

3 = Paling tidak disukai

Page 72: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

57

Lampiran 5. Hasil Uji Rating pada Tahap Optimasi Inulin Komersial pada

Pembuatan Yoghurt Sinbiotik dengan Menggunakan ANOVA dan

Uji lanjut Duncan.

HASIL EVALUASI SENSORI ATRIBUT OVERALL

Page 73: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

58

HASIL EVALUASI SENSORI ATRIBUT TEKSTUR

Page 74: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

59

HASIL EVALUASI SENSORI ATRIBUT AROMA

Page 75: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

60

HASIL EVALUASI SENSORI ATRIBUT RASA

Page 76: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

61

Lampiran 6. Hasil Analisis Proksimat Yoghurt Sinbiotik

1. Kadar Air

Ulangan Berat cawan

(g)

Berat awal sampel

(g)

Berat setelah di oven

(g)

Berat akhir sampel

(g)

Kadar air

(%)

1 (A) 4.3931 5.0147 8.6277 0.7801 84.44

1 (B) 4.6071 5.0234 8.8495 0.7810 84.45

2 (A) 32.5251 2.2393 32.8727 0.3476 84.48

2 (B) 31.4585 2.3396 31.8223 0.3638 84.45

Rata-rata 84.46

Contoh perhitungan kadar air yoghurt sinbiotik ulangan 1(A) :

= 84.44%

2. Kadar Abu

Ulangan Berat cawan

(g)

Berat awal sampel

(g)

Berat setelah di tanur

(g)

Berat abu

(g)

Kadar abu

(%)

1 (A) 19.7133 2.0504 19.7285 0.0152 0.74

1 (B) 20.8423 2.0672 20.8579 0.0156 0.75

2 (A) 20.3831 2.0496 22.4170 0.0157 0.76

2 (B) 18.3222 2.0332 20.3401 0.0153 0.75

Rata-rata 0.75

Contoh perhitungan kadar abu yoghurt sinbiotik ulangan 1(A) :

= 0.74%

Page 77: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

62

3. Kadar Protein

Ulangan Berat sampel

(g)

Titrasi sampel

(ml) N HCl

Blanko

(ml) K. Protein (%)

1 (A) 0.4337 3.90 0.090 0.15 2.78

1 (B) 0.4420 3.98 0.090 0.15 2.79

2 (A) 0.4453 4.01 0.090 0.15 2.79

2 (B) 0.4380 3.95 0.090 0.15 2.79

Rata-rata 2.79

Contoh perhitungan kadar protein yoghurt sinbiotik ulangan 1 (A) :

= 0.4359

= 2.78%

4. Kadar Lemak

Ulangan Berat sampel awal

(g)

Berat cawan

(g)

Berat setelah di oven

(g)

Berat

sampel akhir

(g)

K. Lemak

(%)

1 (A) 2.1857 37.4156 37.4199 0.0043 0.20

1 (B) 2.3795 38.5468 38.5499 0.0031 0.13

2 (A) 2.0421 37.9045 37.9089 0.0044 0.22

2 (B) 2.1063 39.1099 39.1145 0.0046 0.22

Rata-rata 0.20

Contoh perhitungan kadar lemak yoghurt sinbiotik ulangan 1(A) :

= 0.20%

Page 78: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

63

5. Total Asam tertitrasi

Ulangan V. contoh

(ml)

V. NaOH

(ml) N NaOH

Total Asam Tertitrasi

(%)

1 (A) 10 0.65 0.1228 0.7183

1 (B) 10 0.65 0.1228 0.7183

2 (A) 10 0.63 0.1228 0.6963

2 (B) 10 0.68 0.1228 0.7515

Rata-rata 0.7211

Contoh perhitungan TAT yoghurt sinbiotik ulangan 1(A) :

= 0.7183 %

Page 79: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

64

Lampiran 7. Jumlah Total Bakteri Asam Laktat selama 14 hari

Hari ke 10-7

10-8

10-9

jumlah BAL

(cfu/ml)

0 350 26

3.6 x 109

354 46

3 67 8

7.9 x 109

72 26

5 84 9

8.5 x 109

85 1

7 416 55

6.1 x 109

412 68

10 612 82 7

5.3 x 109

620 25 9

12 356 44 3

3.7 x 109

351 30 7

14 410 56 15

4.1 x 109

424 56 10

Page 80: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

65

Lampiran 8. Gambar Hasil Uji Total Bakteri Asam Laktat dari Hari ke-0

sampai ke-14

Hari ke-0

108

Hari ke-3

108

Hari ke-5

108 10

9

Page 81: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

66

Hari ke-7

107 10

8

Hari ke-10

107 18

8 10

9

Hari ke-12

107 18

8 10

9

Hari ke-14

107 18

8 10

9

Page 82: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

67

Lampiran 9. Hasil Uji Koliform Hari ke-0 dan Hari ke-14

Hari Pengenceran Koliform Hasil Kuantitatif

(MPN/g) 1 2 3

Ke-0 10-0

- - - < 3.0

10-1

- - -

10-2

- - -

10-3

- - -

Ke-14 10-0

- - - < 3.0

10-1

- - -

10-2

- - -

10-3

- - -

Page 83: FORMULASI YOGHURT SINBIOTIK DENGAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/53048/9/F11npa.pdf · Ni Putu Ayu Lestari, Ratih Dewanti-Hariyadi, ... three steps, first step

68

Lampiran 10. Hasil Uji Koliform pada Media BGLBB

Hari ke-0 Hari ke-14

Keterangan: seluruh tabung negatif koliform