BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Akuntansi Lingkunganeprints.mercubuana-yogya.ac.id/492/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Akuntansi Lingkunganeprints.mercubuana-yogya.ac.id/492/3/BAB II.pdf ·...
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Akuntansi Lingkungan
AICPA (American Institute of Certified Public Accounting) (2014)
dalam Volisin (2008:3) mengidentifikasikan Akuntansi Lingkungan Sebagai :
“The identification, measurement, and allocation of environmental costs¸ the
integration of these environmental costs into business decisions, and the
subsequent communication of the information to a company’s stakeholders”.
Artinya adalah akuntansi lingkungan merupakan akuntansi yang di
dalamnya terdapat identifikasi, pengukuran, dana lokasi biaya lingkungan, di
mana biaya-biaya lingkungan ini di integrasikan dalam pengambilan keputusan
bisnis, dan selanjutnya dikomunikasikan kepada para stakeholder.
Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau United
States Environment Protection Agency (US EPA) akuntansi lingkungan adalah:
“Suatu fungsi penting tentang akuntansi lingkungan adalah untuk
menggambarkan biaya-biaya lingkungan supaya diperhatikan oleh para
stakeholders perusahaan, yang mampu mendorong dalam
pengidentifikasian cara-cara mengurangi atau menghindari biaya-biaya
ketika pada waktu yang bersamaan, sedang memperbaiki kualitas
lingkungan” (Arfan Ikhsan, 2008).
US EPA menambahkan bahwa istilah akuntansi lingkungan di bagi
menjadi dua. Pertama, akuntansi lingkungan merupakan biaya yang secara
langsung berdampak pada perusahaan secara menyeluruh (disebut dengan
istilah “biaya pribadi”). Kedua, akuntansi lingkungan juga meliputi biaya-biaya
12
individu, masyarakat maupun lingkungan suatu perusahaan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Akuntansi lingkungan juga didefinisikan sebagai
pencegahan, pengurangan, dan atau penghindaran dampak terhadap
lingkungan, bergerak dari beberapa kesempatan, dimulai dari perbaikan
kembali kejadian-kejadian yang menimbulkan bencana atas kegiatan-kegiatan
tersebut (Arfan Ikhsan, 2008).
Akuntansi lingkungan menjadi hal yang penting untuk dapat
dipertimbangkan dengan sebaik mungkin karena akuntansi lingkungan
merupakan bagian akuntansi atau sub yang termasuk kedalam bagian akuntansi.
Alasan yang mendasarinya adalah mengarah pada keterlibatannya dalam
konsep ekonomi dan informasi lingkungan. Akuntansi lingkungan juga
merupakan suatu bidang yang terus menerus berkembang dalam
mengidentifikasi pengukuran-pengukuran dan mengomunikasikan biaya-biaya
aktual perusahaan atau dampak potensial lingkungannya. Biaya ini meliputi
biaya-biaya pembersihan atau perbaikan tempat-tempat yang terkontaminasi,
biaya pelestarian lingkungan, biaya hukuman dan pajak, biaya pencegahan
polusi teknologi dan biaya manajemen pemborosan.
2.1.1. PSAK No. 01 (Revisi 2009) Tentang Laporan Keuangan
Pelaporan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia
diatur oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) yang menyarankan kepada
13
perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab mengenai sosial dan
lingkungan sebagaimana tertulis pada Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) no 1 (Revisi 2009) paragraf 12 berbunyi:
“Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan,
laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah
(value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor
lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri
yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna
laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan
tersebut di luar lingkup Standar Akuntansi Keuangan”.
a) Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK 01 (Revisi 2009)
PSAK 1 (Revisi 2009) selanjutnya cukup disebut “PSAK 1 (2009)”
merevisi PSAK sebelumnya yang dikeluarkan pada tahun 1998
dengan judul sama. PSAK ini mengadopsi IAS 1 (2009):
Presentation of Financial Statements.
Pada tabel dibawah ini menunjukan tujuan dan ruang lingkup PSAK
No.01 (Revisi 2009)
Tabel II.1
Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK No. 01 Revisi 2009
Perihal Deskripsi
Tujuan
a) untuk menetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan
bertujuan umum agar dapat dibandingkan, baik dengan laporan
keuangan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas
lain.
14
b) untuk mengatur persyaratan bagi penyajian laporan keuangan, struktur
laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan
Ruang
lingkup
Entitas menerapkan PSAK 1 dalam penyusunan dan penyajian
laporan keuangan bertujuan umum sesuai dengan SAK.
PSAK 1 tidak berlaku bagi penyusunan dan penyajian laporan
keuangan entitas syariah karena entitas syariah mengacu pada SAK
tersendiri.
PSAK 1 tidak diterapkan bagi struktur dan isi laporan keuangan
interim ringkas yang disusun sesuai dengan PSAK 3: Laporan
Keuangan Interim, kecuali untuk paragraf 13-33 yang diterapkan
bagi laporan keuangan interim tersebut.
PSAK 1 berlaku bagi seluruh entitas, termasuk entitas yang
menyajikan laporan keuangan konsolidasian dan laporan keuangan
terpisah sebagaimana diatur dalam PSAK 4: Laporan Keuangan
Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri.
PSAK 1 menggunakan terminologi yang cocok bagi entitas yang
berorientasi laba, termasuk entitas bisnis sektor publik. Jika entitas
tidak berorientasi laba menerapkan PSAK 1, entitas tersebut
mungkin perlu menyesuaikan deskripsi beberapa pos yang terdapat
dalam laporan keuangan dan istilah laporan keuangan itu sendiri.
Entitas yang tidak memiliki ekuitas, sebagaimana didefinisikan
dalam PSAK 50 (Revisi 2006):Instrumen Keuangan: Penyajian dan
Pengungkapan (misalnya beberapa reksadana) dan entitas yang
modalnya bukan ekuitas mungkin perlu mengadaptasi penyajian
laporan keuangan kepentingan peserta atau pemegang unit
(members or unitholder interests)
15
b) Konsep Utama
Entitas yang dimaksud dalam deskripsi Tabel II.1 adalah entitas
yang laporan keuangannya digunakan oleh pemakai yang
mengandalkan laporan keuangan tersebut sebagai sumber utama
informasi keuangan dari entitas tersebut [par. 8 PSAK 1].
Laporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial
statements) yang selanjutnya disebut ‘laporan keuangan’ adalah
laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
bersama sebagian besar pengguna laporan [par. 5 PSAK No. 01].
c) Perlakuan Akuntansi
a. Penyusunan Laporan Keuangan
Paragraf 9 PSAK 1 yang berbunyi : “Entitas menyajikan semua
komponen laporan keuangan lengkap dengan tingkat
keutamaan yang sama”.
Paragraf tersebut menjelaskan bahwa laporan keuangan disusun
untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian
kalangan pengguna laporan keuangan dalam keputusan
ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil
16
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya
yang dipercayakan kepada mereka.
b. Persyaratan Penyajian Laporan Keuangan
Selain penyusunan laporan keuangan, manajemen juga
bertanggung jawab atas penyajian laporan keuangan entitas (par.
15 PSAK 1). Dalam rangka mencapai tujuan penyusunan
laporan keuangan, paragraf 9 PSAK 1 menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang
meliputi :
Aset
Liabilitas
Ekuitas
Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian
Kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam
kapasitasnya sebagai pemilik
Arus kas
Keenam informasi di atas beserta informasi lain yang terdapat
dalam catatan atas laporan keuangan membantu pengguna
laporan keuangan dalam memprediksi arus kas masa depan
17
dan,khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas
dan setara kas.
c. Struktur dan Persyaratan Minimal Untuk Isi Laporan Keuangan
Entitas harus mengidentifikasikan laporan keuangan secara jelas
dan membedakannya dari informasi lain dalam dokumen
publikasi yang sama [par.46 PSAK 1]. Selain itu, Entitas juga
menyajikan informasi secara jelas dan mengulangnya jika
dibutuhkan sehingga dapat dipahami. SAK hanya berlaku untuk
laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan
dalam laporan tahunan, dokumen yang disampaikan kepada
regulator atau dokumen lainnya. Karena itu, sangat penting
bahwa pengguna dapat membedakan laporan yang disusun
sesuai SAK dengan informasi lain yang juga bermanfaat bagi
pengguna laporan [par. 47 PSAK 1]. Informasi mata uang dalam
unit ribuan atau jutaan diperkenankan sepanjang entitas
mengungkapkan tingkat pembulatan dan tidak menghilangkan
informasi yang material [par.50 PSAK 1].
18
2.1.2. PSAK No. 33 (Revisi 2011) Tentang Akuntansi Pertambangan
Umum
Dari sisi standar akuntansi, Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSAK IAI) memutuskan untuk merevisi PSAK 33 (1994)
tentang Akuntansi Pertambangan Umum dalam rangka proses
konvergensi IFRS di Indonesia. PSAK 33 (1994) tentang Akuntansi
Pertambangan Umum direvisi menjadi PSAK 33 (revisi 2011) tentang
Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Pada Pertambangan Umum. Ruang lingkup PSAK 33 (revisi
2011) tentang Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pada Pertambangan Umum diantaranya mengatur
perlakuan akuntansi atas aktivitas pengelolaan lingkungan hidup.
a) Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK No. 33 (Revisi 2011)
PSAK ini menggantikan PSAK 33: Akuntansi Pertambangan
Umum. PSAK ini juga tidak mengadopsi IFRS. Seperti dikutip dari
ED PSAK 64, alasan revisi PSAK 33 adalah adanya beberapa
bagian dari PSAK 33, yang dianggap masih relevan, belum diatur
dalam SAK lainnya, dan memiliki karakteristik spesifik sehingga
tidak bisa menggunakan SAK lain. Penyempitan ruang lingkup
PSAK 33 (Revisi 2011) disebabkan adopsi IFRS 6: Exploration for
and Evaluation of Mineral Resources menjadi PSAK 64: Eksplorasi
19
dan Evaluasi Sumber Daya Mineral yang mengatur akuntansi terkait
dengan aktivitas eksplorasi. Selain itu, penyempitan ruang lingkup
PSAK 33 (Revisi 2011) juga dikarenakan perubahan SAK lain yang
mengatur akuntansi terkait dengan aktivitas pengembangan dan
konstruksi. PSAK 33 (Revisi 2011) berlaku efektif untuk periode
tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2012.
Tujuan dan ruang lingkup PSAK 33 (Revisi 2011) ini dapat dilihat
pada Tabel II.2 dibawah ini.
Tabel II.2
Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK No. 33 Revisi 2011
Perihal Deskripsi
Tujuan PSAK 33 (Revisi 2011) bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi
atas aktivitas pengupasan lapisan tanah dan aktivitas pengelolaan
lingkungan hidup pertambangan umum.
Ruang
lingkup
PSAK 33 (Revisi 2011) diterapkan untuk akuntansi pertambangan umum
yang terkait dengan:
a) aktivitas pengupasan lapisan tanah; dan
b) aktivitas pengelolaan lingkungan hidup
b) Konsep Utama
Paragraf 4 PSAK 33 (Revisi 2011) menjelaskan bahwa dengan
adanya kegiatan penambangan pada suatu daerah tertentu, akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar lokasi
penambangan.
Dampak tersebut meliputi beberapa hal namun tidak terbatas pada:
20
a. Pencemaran Lingkungan
yaitu masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi,
dan komponen lain ke dalam lingkungan dan/atau berubahnya
tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam,
sehingga kualitas lingkungan sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
b. Perusakan Lingkungan
yaitu adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung
atau tidak langsung terhadap perubahan sifat-sifat dan/atau
hayati lingkungan yang mengakibatkan lingkungan itu kurang
berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan
berkesinambungan.
Sebagai usaha untuk mengurangi dan mengendalikan dampak
negatif kegiatan usaha penambangan, perlu dilakukan
pengelolaan lingkungan hidup yang merupakan kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup,
termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang
memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia, serta mahluk hidup lainnya. Pengelolaan tersebut
meliputi upaya terpadu dalam pemanfaatan,
21
penataan,pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, dan
pengembangan lingkungan hidup.
c) Perlakuan Akuntansi
Perlakuan Akuntansi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel II.3
Perlakuan Akuntansi Pertambangan Umum
Perihal Deskripsi
Aktivitas
Pengupasan
Lapisan
Tanah
Biaya pengupasan tanah awal diakui sebagai aset (beban
tangguhan), sedangkan biaya pengupasan tanah lanjutan diakui
sebagai beban [par.6]
Biaya pengupasan tanah lanjutan pada dasarnya dibebankan
berdasarkan rasio rata-rata tanahpenutup (average stripping ratio),
yaitu perbandingan antara taksiran kuantitas lapisan
batuan/tanah penutup terhadap taksiran ketebalan bahan galian
(seperti batubara) yang juga dinyatakan dalam satuan unit kuantitas
[par.7]
Dalam hal rasio aktual tanah penutup (yaitu rasio antara kuantitas
tanah/batuan yang dikupas pada periode tertentu terhadap kuantitas
bagian cadangan yang diproduksi untuk periode yang sama)
berbeda jauh dengan rasio rata-ratanya, apabila rasio aktual lebih
besar dari rasio rataratanya,kelebihan biaya pengupasan diakui
sebagai aset (beban tangguhan). Selanjutnya, aset tersebut akan
dibebankan pada periode ketika rasio aktual jauh lebih kecil dari
rasio rata-ratanya[par.7]
Aktivitas
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Provisi pengelolaan lingkungan hidup harus diakui jika:
a) terdapat petunjuk yang kuat bahwa telah timbul kewajiban pada
tanggal pelaporan keuangan akibat kegiatan yang telah dilakukan;
22
b) terdapat dasar yang wajar untuk menghitung jumlah kewajiban
yang timbul [par.8]
Taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul
sebagai akibat kegiatan eksplorasi dan pengembangan diakui
sebagai aset (beban tangguhan) [par.9].
Taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul
sebagai akibat kegiatan produksi tambang diakui sebagai beban
[par.10].
Pada tanggal pelaporan, jumlah provisi pengelolaan lingkungan
hidup harus dievaluasi kembali untuk menentukan apakah jumlah
akrualnya telah memadahi [par.11].
Jika jumlah pengeluaran pengelolaan lingkungan hidup yang
sesungguhnya terjadi pada tahun
berjalan sehubungan dengan kegiatan periode lalu lebih besar dari
pada jumlah akrual yang telah dibentuk, selisihnya dibebankan ke
periode ketika kelebihan tersebut timbul [par.12]
Sumber: (PSAK 33 (Revisi 2011) (IAI, 2011))
Pasal 95 butir b UU No. 4/2009 menyatakan bahwa Pemegang IUP
dan IUPK wajib mengelola keuangan sesuai dengan sistem
akuntansi Indonesia. Untuk perlakuan akuntansi pertambangan
umum di PSAK 33 (Revisi 2011), cakupannya hanya untuk aktivitas
pengupasan lapisan tanah dan aktivitas pengelolaan lingkungan
hidup (Tabel II.2). Perlakuan akuntansi terkait di luar kedua
aktivitas tersebut mengacu pada PSAK 64 dan PSAK lainnya.
Ringkasan perlakuan akuntansi untuk PSAK 33 (Revisi 2011)
terlihat pada Tabel II.3.
23
2.1.3. Sistem Akuntansi Lingkungan
Konsep sistem akuntansi lingkungan dapat diterapkan oleh perusahaan
dalam skala yang besar maupun kecil dalam setiap industri dalam sektor
manufaktur dan jasa. Penerapan akuntansi lingkungan harus dilakukan
dengan sistematis atau didasarkan pada kebutuhan perusahaan.
Keberhasilan dalam penerapan akuntansi lingkungan terletak pada
komitmen manajemen dan keterlibatan fungsional.
Sistem akuntansi lingkungan itu sendiri terdiri dari dua dasar, yaitu :
a) Akuntansi Lingkungan Konvensional
Akuntansi lingkungan konvensional yaitu akuntansi yang mengukur
dampak-dampak dari lingkungan alam pada suatu perusahaan dalam
istilah-istilah keuangan.
b) Akuntansi Ekologis
Akuntansi ekologis yaitu sistem yang mencoba untuk mengukur
dampak suatu perusahaan berdasarkan lingkungan, tetapi
pengukuran dilakukan dalam bentuk unit fisik (sisa barang produksi
dalam kilogram, pemakaian energi dalam kilojoules), akan tetapi
standar pengukuran yang digunakan bukan dalam bentuk satuan
keuangan.
24
2.1.4. Ruang Lingkup Akuntansi Lingkungan
Akuntansi lingkungan bertujuan mengukur biaya dan manfaat sosial
sebagai akibat dari aktivitas perusahaan dan pelaporan presentasi
perusahaan (Halim, Irawan, 1998).
Akuntansi lingkungan adalah sebuah alat fleksibel yang dapat
diterapkan dalam skala penggunaan dan cakupan ruang lingkup yang
berbeda. Namun pada dasarnya akuntansi lingkungan mempunyai dua
pembagian ruang lingkup, yaitu :
a) Didasarkan pada kegiatan akuntansi lingkungan suatu perusahaan
baik secara nasional maupun regional.
b) Berkaitan dengan akuntansi lingkungan untuk perusahaan-
perusahaan dan organisasi lainnya.
2.1.5. Konsep Akuntansi Lingkungan
Secara garis besar, keutamaan penggunaan konsep akuntansi
lingkungan bagi perusahaan adalah kemampuan untuk meminimalisasi
persoalan-persoalan lingkungan yang dihadapinya. Namun pada
dasarnya penjelasan mengenai konsep akuntansi lingkungan harus
mengikuti beberapa factor berikut, antara lain :
a) Biaya konservasi lingkungan (diukur dengan menggunakan nilai
satuan uang).
25
b) Keuntungan konservasi lingkungan (diukur dengan unit fisik).
c) Keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan (diukur
dengan nilai satuan uang/rupiah).
2.1.6. Peranan Penting Akuntansi Lingkungan
Untuk menempatkan biaya-biaya lingkungan agar diperhatikan oleh
para skateholders perusahaan yang sanggup dan termotivasi untuk
mengidentifikasi bagaimana cara-cara mengurangi atau menghindari
biaya-biaya ketika pada saat yang bersamaan sedang memperbaiki
kualitas lingkungan.
Dengan mengidentifikasi dan mengendalikan biaya-biaya lingkungan,
sistem Akuntansi Lingkungan dapat membantu manajer lingkungan
untuk menjustifikasi perencanaan produksi pembersih, dan
mengidentifikasi berbagai cara baru dan penghematan uang serta
memperbaiki kinerja lingkungan pada waktu yang bersamaan,
mengidentifikasi biaya-biaya lingkungan yang sering tersembunyi
dalam sistem akuntansi umum.
26
2.2. Perusahaan Tambang
2.2.1. Pengertian Perusahaan Tambang
Berdasarkan UU nomor 4 tahun 2009, Perusahaan tambang adalah
merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dalam
rangka pengusahaan mineral yang terdapat di dalam perut bumi dengan
meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.
Tahapan-tahapan kegiatan pertambangan ini meliputi :
a) Penyelidikan umum (prosfeksi)
b) Eksplorasi
c) Studi kelayakan
d) Konstruksi
e) Penambangan
f) Pengolahan dan pemurnian
g) Pengangkutan dan penjualan
h) Pasca tambang
2.2.2. Peranan Penting Perusahaan Tambang
Peran penting industri pertambangan semakin penting bagi
perekonomian negara-negara didunia termasuk Indonesia. Dewan
27
Internasional Pertambangan dan Mineral (ICMM) melaporkan baru-
baru ini bahwa pada 2010 nilai nominal produksi mineral dunia
meningkat empat kali dibanding tahun-tahun sebelumnya, contoh pada
tahun 2002 senilai $474 miliar. Peningkatan ini sebagian besar didorong
oleh pertumbuhan yang tinggi dalam perekonomian China, India, dan
beberapa negara yang kekuatan ekonominya juga berkembang.
Indonesia dengan nilai produksi mineral $12,22 miliar atau setara
dengan Rp. 109,98 triliun menyumbang 10,6% dari total ekspor pada
tahun 2010 lalu. Laporan ini menegaskan pandangan bahwa produksi
dan penciptaan pendapatan merupakan kekuatan utama dalam
pertumbuhan perekonomian dimana industri pertambangan memiliki
peran penting yang semakin meningkat. Realitas ini telah dipahami dan
dicerminkan dalam agenda beberapa perusahaan tambang dunia yang
bertanggung jawab namun belum dipahami secara konsisten oleh
pemerintah, perusahaan, masyarakat, dan pemangku kepentingan lain
dinegara-negara yang memiliki investasi pertambangan yang besar
(Kasan Mulyono, 2013).
2.2.3. Perkembangan Perusahaan Tambang
Industri pertambangan di tanah air diperkirakan akan tumbuh pesat
dalam beberapa tahun kedepan dan menjadi sektor yang makin strategis
28
bagi Indonesia. Hal ini akan mendorong meningkatnya investasi asing
di sektor tersebut dengan dukungan perbankan nasional maupun
internasional.
Menurut Dirckx, sektor pertambangan telah menjadi sektor yang
semakin strategis bagi Indonesia dan karenanya pihak di BNP Paribas
bertekad untuk tumbuh bersama didalamnya. Indonesia merupakan
penghasil tembaga terbesar ke empat didunia, dan juga penghasil timah
dan nikel terbesar ke dua di dunia. Saat ini industri pertambangan di
Indonesia merupakan industri yang menarik karena pertumbuhannya
sangat signifikan dalam 10 tahun terakhir (Kompas, 2011).
2.3. Limbah Tambang
2.3.1. Pengertian Limbah
Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) no. 18/1999 dan PP 85/1999,
limbah difenisikan sebagai sisa buangan dari suatu usaha atau kegiatan
manusia. Ketika mencapai jumlah atau konsentrasi tertentu, limbah
yang dibuang kelingkungan dapat menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan. Limbah dapat menimbulkan dampak negatif apabila
jumlah atau konsentrasinya dilingkungan telah melebihi baku mutu.
Limbah pertambangan berasal dari kegiatan pertambangan. Kandungan
29
limbah ini terutama berupa material tambang, seperti logam atau
batuan.
2.3.2. Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena
perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak
menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, hewan
dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing
(seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.)
sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan
tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).
Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah
contoh kasus keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari
limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional
merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya dan
beracun) yang mencemari lingkungan.
Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil,
pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri
(Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat
merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar
penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah.
30
Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu
dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah
limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.
Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih
banyak lagi. Pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang
tersimpan jauh di dalam tanah, karena jumlahnya lebih banyak dan
memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah konsentrasi
mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian
dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil
kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk
penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya adalah
menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya
dibawa ke processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah
tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah, tailing pasti
memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
2.3.3. Dampak Negatif Limbah Tambang
Salah satu dampak negatif pencemaran lingkungan yang paling
ditakutkan sebagai contoh dari penambangan emas, yaitu rembesan
limbah cair yang mengandung logam berat raksa (Hg). Pada proses
penambangan emas, merkuri digunakan untuk meningkatan laju
31
pengendapan emas dari lumpur. Partikel merkuri akan membentuk
anglomerasi dengan emas sehingga meningkatkan perolehan emas.
Sebenarnya peraturran internasional sudah tidak lagi memperbolehkan
penggunaan merkuri untuk pertambangan pada skala besar.
Logam berat ini sangat berbahaya meskipun pada konsentrasi rendah.
Hg larut dalam air dan ketika terakumulasi di perairan baik sungai atau
laut dapat berdampak langsung membahayakan masyarakat. Studi
kasus menunjukkan pengaruh buruk mercuri seperti tremor, kehilangan
kemampuan kognitif, dan gangguan tidur dengan gejala kronis yang
jelas bahkan pada konsentrasi uap mercuri yang rendah 0.7–42 μg/m3.
Penelitian menujukkan bahwa jika menghirup langsung mercuri selama
4-8 jam pada konsentrasi 1.1 to 44 mg/m3 menyebabkan sakit dada,
batuk, hemoptysis, pelemahan dan pneumonitis. Pencemaran akut
mercuri menunjukkan akibat parah seperti terganggunya sistem syaraf,
seperti halusinasi, insomnia, dan kecenderungan bunuh diri. Yang lebih
membahayakan adalah bahaya laten mercury. Jika masuk ke perairan,
mercuri akan terakumulasi pada ikan dan akan memberikan efek
langsung seperti yang dijelaskan tadi jika ikan tersebut dikonsumsi.
Oleh karena itu upaya penanganan limbah cair ini sangat mendesak
untuk dilakukan.
32
Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat
merusak ekosistem hutan. Apabila tidak dikelola dengan baik,
penambangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan secara
keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.
2.3.4. Limbah Tailing
Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil
pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan. Sebagai contoh,
tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral inert
(tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai
jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas mengandung
salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti Arsen (As),
Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya.
Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat
yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini
bila bercampur dengan enzime di dalam tubuh manusia menyebabkan
hilangnya kemampuan enzime untuk bertindak sebagai katalisator
untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap ke dalam
tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit.
33
Karena sifatnya beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat
berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang
sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah
kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan
menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa
merkuri di antaranya kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan
terganggunya sistem syaraf.
Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan upaya pendekatan
melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan
lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri
untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.
2.3.5. Cara Penanggulangan
Untuk menanggulangi pencemaran lingkungan di kawasan
penambangan harus digunakan teknologi yang telah terbukti dan teruji,
mudah dibuat dan tersedia secara lokal seluruh bahan baku dan material
pembuatannya. Salah satu teknologi klasik yang digunakan adalah
menggunakan bioabsorber. Teknik ini salah satunya digunakan untuk
konservasi sungai yang tercemar logam berat pasca revolusi industri di
inggris dan eropa daratan. Teknik biosorpsi ini menggunakann
34
tumbuhan air-eceng gondok untuk menyerap logam berat yang larut
pada air.
Eceng gondok memiliki kapasitas biosorbsi yang besar untuk berbagai
macam logam berat terutama Hg. Logam berat tersebut diabsorbsi dan
dikonversi menjadi building block sehingga tidah lagi membahayakan
lingkungan. Namun demikian proses biosorbsi sangat sulit untuk
menghasilkan air yang bebar logam berat. Selain laju biosorbsi yang
lambat, distribusi eceng gondok juga hanya mengapung dipermukaan
sehingga menyulitkan pengolahan yang homogen. Hal ini bisa
diantisipasi dengan desain embung yang luas namun dangkal atau
dengan melibatkan proses pengolahan lanjut dengqn pengolahan
tambahan.
Secara teknis dapat dilakukan dengan membuat embung/waduk kecil
sebelum pembuangan akhir (sungai atau laut). Embung tersebut harud
dijadikan sebagai muara buangan air limbah pertambangan rakyat
sehingga terkonsentrasi pada satu tempat. Pada embung tersebut
ditumbuhkan eceng gondok yang akan mengadsorpsi logam berat yang
terlarut didalamnya. Tentu saja aspek teknis untuk desain detail
mengenai waktu tinggal dan lain-lain mesti disesuaikan dengan keadaan
real lapangan dan spesifikasi desainnya dengan mudah didapatkan di
jurnal-jurnal penelitian. Sebagai pengolahan akhir sebelum dibuang ke
35
pembuangan air dapat digunakan saringan karbon aktif untuk
mengadsorbsi kandungan sisa yang belum dapat diikat/di absorbsi oleh
eceng gondok. Saringan karbon aktif memiliki resolusi/derajat
pemisahan yang sangat tinggi sehingga menjamin kandungan logam
berat keluaran nihil atau sangat rendah. Karbon aktif secara sederhana
dapat dengan mudah dibuat dari arang melalui proses aktifasi. Arang
komersial (karbon) dapat dijadikan karbon aktif melalui aktifasi fisik
dengan pemanasan pada temperatur 600-800 °C selama 3-6 jam.
2.3.6. Alternatif Solusi Terhadap Limbah Tambang
Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia agar kualitasnya tidak
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam beberapa
bentuk yaitu, Pertama remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan
permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu
in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site
adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih
mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
36
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan
kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman,
tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya, tanah tersebut
disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih
dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar
dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi
pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan
rumit.
Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah
dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi
bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi
bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan
air).
Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu
dilakukan agar dapat mengurangi pencemaran Hg.
Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) dalam menyusun kebijakan yang berkaitan
dengan kegiatan pertambangan. Sebelum dilaksanakannya, kegiatan
penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya terhadap
lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan
37
baik dan terus-menerus implementasinya, bukan sekedar formalitas
kebutuhan administrasi.
Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3
lainnya perlu dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan
surveilans risiko kesehatan masyarakat akibat pencemaan B3 di wilayah
penambangan.