YIELD SBN10 Aim for the moon. If you miss, you may hit a ... · K risis menurut Kamus Besar Bahasa...
Transcript of YIELD SBN10 Aim for the moon. If you miss, you may hit a ... · K risis menurut Kamus Besar Bahasa...
Aim for the moon. If you miss, you may hit a star. W Clement Stone
EdisiXXVI/VII/2018
Ket: Aliran Dana Masuk/Aliran Dana Keluar-14.45
-13.54
-7.91
-7.60
-7.23
-4.71
-3.09
-2.35
4.55
China SHCOMP
Philippines PSEi Index
Vietnam Hanoi Index
Indonesia JCI
Korea Stock KOSPI Index
Thailand SET Index
Singapore STI Index
FTSE Malaysia KLCI Index
India NSE Nifty 50 Index
16-Jul-18 20-Jul-18 WTD YTD 16-Jul-18 20-Jul-18 WTD YTD
IDRUSD 14394 14495 0.70% 6.93% BRENTUSD/BAREL 71.84 73.07 1.71% 20.94%
YENUSD 112.29 111.41 -0.78% -1.14% TEMBAGAUSD/LB 275.70 275 -0.40% 9.60%
EUROUSD 0.85 0.85 -0.09% 2.41% BATU BARAUSD/MT 118.25 117.70 -0.47% 16.77%
YUANUSD 6.69 6.77 1.17% 4.04% EMASUSD/OZ 1240.93 1229.53 -0.92% -5.62%
POUNDUSD 0.76 0.76 0.78% 2.86% GAS ALAMUSD/MMBTu 2.76 2.76 -0.07% -99.98%
16-Jul-18 20-Jul-18 WTD YTD 16-Jul-18 20-Jul-18 WTD YTD
INDONESIAIHSG 5905.16 5872.78 -0.55% -7.60% CPOMYR/MT 2143 2180 1.73% -10.80%
JEPANGNIKKEI 22697.36 22697.88 0.00% -0.29% KAKAOUSD/MT 2410 2322 -3.65% 22.73%
SINGAPURASTI 3232.79 3297.83 2.01% -3.09% GULAUSD/LB 345.10 322.20 -6.64% -18.37%
ASDOW JONES 25064.36 25058.12 -0.02% 1.37% GANDUMUSD/BAREL 488.50 516 5.63% 20.84%
HONGKONGHSI 28539.66 28224.48 -1.10% -5.66% KEDELAIUSD/BUSHEL 829.50 850 2.44% -10.72%
16-Jul-18 20-Jul-18 WTD YTD
YIELD SBN10% 7.54 7.88 4.55% 24.69%
PUAB RATE% 7.15 6.86 -4.06% 17.87%
OVERNIGHT% 4.97 5.02 1.09% 28.78%
FA SAHAMJUTA USD 5.28 -1.01 -119.09% -104.06%
FA SBNJUTA USD 32.40 -19.94 -161.54% -153.13%
PASAR VALAS PASAR KOMODITAS MINERAL
PASAR SAHAM PASAR KOMODITAS PERTANIAN
PASAR UANG
PERINGKAT SAHAM ASIA (%) YTD s.d 20 JULI 2018
-8.11
-7.19
-6.94
-4.04
-2.32
-1.53
-0.38
1.14
Indian Rupee
Philippine Peso
Indonesian Rupiah
Chinese Renminbi
Thai Bath
Vietnam Dong
Malaysian Ringgit
Japanese Yen
PERINGKAT NILAI TUKAR ASIA (%) YTD s.d 20 JULI 2018
Ket: (-) Depresiasi(+) Apresiasi
Rilis Mingguan (16 20 Juli 2018)
07/16 Indonesia Imports YoY (Jun) 12.66% 28.30%
Exports YoY (Jun) 11.47% 13.08%
Trade Balance (Jun) $1743m -$1454m
07/17 Motorcycle Sales (Jun) 375034 589304
Local Auto Sales (Jun) 58837 100468
07/19Bank Indonesia 7D Reverse
Repo (Jul 19)5.25% 5.25%
07/17 US Industrial Production MoM (Jun) 0.6% -0.5%
Capacity Utilization (Jun) 78.0% 77.7%
07/19 Leading Index (Jun) 0.5% 0.2%
07/19 Japan Trade Balance (Jun) 721.4b -580.5b
07/20 Natl CPI YoY (Jun) 0.7% 0.7%
All Industry Activity Index
MoM (May)0.1% 1.0%
07/16 China GDP YoY (2Q) 6.7% 6.8%
Industrial Production YoY
(Jun)6.0% 6.8%
07/16 EU Trade Balance SA (May) 16.9b 18.0b
07/18 CPI YoY (Jun F) 2.0% 2.0%
07/20 Current Account NSA (May) 4.6b 27.3b
Ket: F (Final)
Aliran Dana Asing
YTD (Juta USD)Bond Saham
Periode
(Bond/Saham)
Indonesia 210.6 -3,669.5 Per 20 Juli 18
Malaysia -3,411.5 -2,074.6 Per 30 Juni / 20 Juli 18
Thailand 3303.7 -6,164.6 Per 20 Juli 18
Vietnam 1,479.3 Per 20 Juli 18
Filipina 2,547.6 -1,308.7 Per 31 Mei / 20 Juli 18
China 33,200.5 11,663.2 Per 31 Mar 18
India -6,212 -951.1 Per 20 Juli 18
US 192,739 -8,504 Per 31 Mei 18
Ket: (+) Depresiasi, (-) Apresiasi
Krisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)diartikan sebagai kondisi genting dan berbahaya. Secara lebih
spesifik pada bidang finansial, krisis finansial, dipahami sebagai
suatu kondisi institusi keuangan yang kehilangan nilai dari
sebagian aset yang dimiliki. Kemudian pada abad 19 dan 20,
krisis keuangan dianalogikan dengan krisis yang menimpa
perbankan serta dengan jenis krisis lain di bursa saham dan
krisis mata uang.
Menurut Stiglitz (2009) yang berkaca dari krisis Amerika
Serikat (AS), krisis finansial dapat terjadi akibat kesalahan di
hampir semua putusan ekonomi atau disebut dengan system
failure. Selain karena kesalahan pengambilan kebijakan, krisis
finansial menurut Eichengreen (2008) juga terjadi akibatmoral
hazard pelaku pasar berupa keserakahan dalam aktivitas pasar
keuangan. Penyebab-penyebab ini akan berdampak pada
stabilitas ekonomi suatu negara dan diperlukan kebijakan yang
strategis dan menyeluruh untukmengatasinya.
Krisis keuangan juga pernah melanda Indonesia, terutama
pada tahun 1998 dan 2008. Sebagai open middle-income and
emerging country, Indonesia tidak akan terlepas dari dampak
berbagai gejolak perekonomian dunia.
Krisis Finansial 1998 : Ulah Spekulan?
Indonesia merupakan negara dengan tingkat performa yang
baik pada awal tahun 1996. Hal tersebut ditunjukan dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata yang mencapai 7,6
persen pada tahun 1967 hingga 1996 (Basri, 2013). Sektor-
sektor unggulan seperti pertanian, manufaktur, dan jasa telah
berkontribusi besar terhadap citra positif ekonomi Indonesia.
Bahkan Bank Dunia mencatat bahwa kemiskinan pada periode
sebelum 1997 cenderung menurun hingga 11 persen dari total
jumlah penduduk saat itu. Namun demikian, mimpi buruk
itupun tiba.
Berbagai sumber mengatakan bahwa krisis ini diawali dengan
banyaknya pelaku di pasar keuangan yang memborong mata
uang AS (USD) kemudian menjualnya dengan harga tinggi,
sehingga berdampak pada terperosoknya mata uang Asia.
Dampak paling parah dari jatuhnya nilai mata uang ini dialami
Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, dan Thailand. Krisis 1998
di Indonesia diperparah dengan respon kebijakan yang keliru
dari pemerintah Indonesia pasca krisis di Thailand, World
Bank mendefinisikan ini sebagai Contagion Effect yang
merupakan shock yang tertransmisikan melewati batas negara.
Ditambah lagi adanya peningkatan hubungan saling
mempengaruhi selama terjadinya krisis dibadingkan saat
perekonomian normal. Kebijakan pengetatan anggaran dan
pengerekan suku bunga justru membuat para debitur
kelabakan akibat tidak mampu membayar bunga pinjaman.
Akibatnya tingkat Non Performing Loan (NPL) (tingkat gagal
bayar) menukik tajam hingga 27 persen dan Loan to Deposit
Ratio (rasio hutang terhadap deposit) mencapai 100 persen
(Basri & Raharja, 2010).
Krisis menghasilkan kesulitan likuiditas yang luar biasa bagi
perbankan, khususnya saat ambruknya Pasar Uang Antar Bank
(PUAB). Adanya liberalisasi perbankan berakibat pada
menjamurnya institusi perbankan saat itu yang tidak terlepas
dari kemudahan pendirian perbankan -hanya dibutuhkan Rp1
Miliar rupiah saja untuk mendirikan perbankan. Akibatnya,
banyak institusi perbankan yang terbangun dan melakukan
pinjaman dari luar negeri dengan tenor pendek. Pada
akhirnya, saat terjadi pergejolakan global, bank-bank kecil ini
teracam eksistensinya.
Bank Indonesia sebagai lender of the last resortmengupayakan
berbagai cara untuk mempertahankan kelangsungan ekonomi
nasional seperti tindakan pengetatan rupiah melalui
peningkatan pengetatan anggaran serta suku bunga serta
pengalihan dana BUMN/yayasan dari perbankan ke Bank
Indonesia (SBI). Namun, justru upaya ini berdampak pada
keringnya likuiditas perbankan yang kemudian direspon
negatif oleh masyarakat melalui penurunan kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan. Akibatnya masyarakat
berbondong-bondong menarik uang dari bank-bank
MENGENAL KRISIS FINANSIAL 1998 DAN 2008 SERTA IMPLIKASINYA
TERHADAP EKONOMI INDONESIA
Oleh : Mohammad Zeqi Yasin
sehingga terjadi kemacetan sistem pembayaran.
Untuk mengatasi hal krisis likuiditas, Bank Indonesia telah
mengucurkan dana besar-besaran melalui Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia (BLBI) yang diperuntukan pada bank-bank
yang dirasa masih mampu bertahan. Sementara pada
perbankan yang sudah terlanjur ambruk, Bank Indonesia
memutuskan untuk melikuidasinya. Namun, pada kenyataanya
pemberian BLBI tidak serta merta menyembuhkan kesehatan
perbankan meskipun tercatat terdapat 38 perbankan yang
pada akhirnya bersaldo debet. Terdapat kebobrokan lain
pasca dikucurkannya dana BLBI ini seperti ketidaksesuaian
peruntukan dana BLBI yang seharusnya untuk Dana Pihak
Ketiga (DPK) tetapi justru untuk tebusan transaksi bank yang
tidak layak didanai oleh BLBI.
Konsekuensi liberalisasi di pasar internasional akibat
perluasan globalisasi menjadi salah satu konsekuensi krisis
1998 di Indonesia. Faktor-faktor seperti nilai tukar mata uang,
indeks saham, suku bunga, dan harga komoditas akan sangat
dipengaruhi oleh faktor eksternal dari negara-negara lain.
Dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap valuta asing,
khususnya USD, berakibat pada krisis kepercayaan
masyarakat terhadap rupiah sekaligus perbankan yang tentu
saja bermuara pada krisis kepercayaan pada pemerintah
sebagai pemadam kekacauan.
Krisis Finansial 2008 : Ajang Pembuktian Kesiapsiagaan
Indonesia
Satu dekade pasca krisis Asia 1998 telah menguatkan
Indonesia dalam merespon terjadinya krisis global.
Pembuktian ini terlihat pada saat krisis global kembali
melanda pada tahun 2008. Krisis global pada tahun ini
disebabkan oleh membludaknya gagal bayar kredit
perumahan (subprimemortgage) di Amerika Serikat.
Mimpi buruk ini bermula dari adanya pelonggaran kredit
perumahan di Amerika Serikat yang diberikan bahkan kepada
debitur yang tidak memiliki sejarah kredit sama sekali,
sehingga kredit ini tergolong jenis kredit berisiko tinggi.
Dampaknya adalah terjadi kenaikan penyaluran kredit dari
200 miliar USD pada tahun 2002 menjadi 500 miliar USD pada
tahun 2005 (Detik-Finance, 2009). Namun, pernyataan BNP
Paribas Perancis pada tahun 2007 yang mendeklarasikan
ketidaksanggupan pencairan sekuritas terkait subprime
mortgage menjadi benih-benih krisis global 2008. Akibatnya
dana massif yang telah digelontorkan pada BNP Paribas
Perancis terancam tidak dapat likuid dan berdampak pada
ekonomi AS. Keparahan semakin memuncak tatkala Lehman
Brothers sebagai bank investasi terbesar di AS gulung tikar.
Untuk mengatasi kemelut krisis yang berkepanjangan, The Fed
menurunkan suku bunga hingga level terendahnya dan
memberikan paket penyelamatan bank sebesar 838 miliar
USD.
Ekonomi Amerika Serikat yang semakin memanas tentu saja
berimplikasi pada ekonomi Indonesia, khususnya pada nilai
ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Berdasarkan data BPS,
tercatat terjadi penurunan nilai ekspor ke AS sebesar 16,7
persen. Penurunan tersebut terutama disumbang oleh
komoditas karet, nikel, aluminium, dan tembaga.
Krisis yang terjadi pada tahun 2008 ternyata dideteksi dengan
sangat cepat oleh pemerintah Indonesia. Saat adanya sinyal-
sinyal krisis global melanda, pemerintah tidak dapat terbuai
kembali seperti saat krisis finansial 1998. Adanya kelesuan
ekonomi domestik akibat penurunan daya beli internasional
telah direspon melalui kebijakan seperti memastikan adanya
likuiditas yang baik dan stabil, mengelola kepercayaan sektor
perbankan dengan menyediakan jaminan hingga Rp2 miliar
per akun, memitigasi dampak krisis global hingga ke segmen
menengah ke bawah dengan pemberian social safety net,
kebijakan moneter pada instrument suku bunga hingga 50
basis yang diturunkan tiga kali masing-masing pada minggu
kedua bulan Januari 2009 serta minggu pertama Februari dan
Maret 2009, serta kebijakan fiskal melalui paket stimulus
ekonomi domestik hingga Rp73,3 triliun. Kebijakan-kebijakan
ini ternyata membuat Indonesia dapat bertahan dan tidak
terpuruk berkepanjangan seperti saat krisis Asia tahun 1998.
Simpulan
Krisis finansial yang sempat terjadi pada tahun 1998 dan 2008
ternyata memiliki banyak perbedaan bagi Indonesia, baik pada
dampak yang dirasakan maupun upaya mitigasi pemerintah.
Pada tahun 1998, kebijakan yang dilakukan pemerintah
cenderung gagal dan harus mengorbankan banyak pihak,
sedangkan pada tahun 2008, pemerintah Indonesia dengan
sigap membuktikan proses evaluasinya pada krisis 1998
dengan kebijakan yang tepat dan strategis. Oleh karena itu,
krisis yang terjadi pada tahun 2008 tidak terlalu berdampak
lama dan sistemik terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.
Referensi :
Basri, M. C. (2013). A tale of two crises: Indonesias politicaleconomy.Working Paper of JICA Research Institute Number 27.Tokyo-Japan.
Basri, M. C., & Rahardja, S. (2009, September). Indonesianavigating beyond recovery: Growth strategy for an archipelagiccountry. In conference on Growth Performance andSustainability in the Enhanced Engagement Countries.Conference organized by the OECD Economics Department, Paris(Vol. 24).
Detik Finance. 2009. Kronologi dan Latar Belakang KrisisFinansial Global. Artikel padahttps://finance.detik.com/moneter/d-1115753/kronologi-dan-latar-belakang-krisis-finansial-global. Diakses pada 18.07.2018
Eichengreen, B. (2008) Anatomy of Financial Crisis. Artikelpada https://voxeu.org/article/anatomy-financial-crisis. Diakses19.07.2018
Stiglitz, J. E. (2009). The Economic Crisis : Capitalist Fools.Artikel padahttps://www.vanityfair.com/news/2009/01/stiglitz200901?currentPage/&printable=true. Diakses 19.07.2018
https://finance.detik.com/moneter/d-1115753/kronologi-dan-latar-belakang-krisis-finansial-globalhttps://voxeu.org/article/anatomy-financial-crisishttps://www.vanityfair.com/news/2009/01/stiglitz200901?currentPage/&printable=true