Ultra Vires

download Ultra Vires

of 187

description

Ultra Vires understanding

Transcript of Ultra Vires

  • 1BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Hukum positif di Indonesia pada pokoknya mengenal

    bentuk-bentuk perusahaan seperti Firma (Fa), Commanditair

    Vennootschap (CV), Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi. Akan

    tetapi dari bentuk-bentuk yang ada itu, selain koperasi yang

    memang didorong perkembangannya, maka yang banyak didirikan

    adalah PT.

    Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini frekuensi

    pendirian PT mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini

    dapat disimak dari pandangan bahwa dari berbagai bentuk

    perusahaan yang ada di Indonesia, seperti firma, persekutuan

    komanditer, koperasi dan lain sebaginya, maka bentuk perusahaan

    PT merupakan bentuk yang paling lazim, bahkan sering dikatakan

    bahwa PT merupakan bentuk perusahaan yang dominan.1

    Banyaknya pendirian PT baik yang dilakukan oleh Warga

    Negara Indonesia(WNI) maupun Warga Negara Asing terutama

    dalam rangka kegiatan penanaman modal, lebih banyak

    dilatarbelakangi pertimbangan sehubungan dengan status badan

    1 Irna Nurhayati, 16/02/2010 10:55, Ulasan Tentang Status Badan Hukum Perseroan Terbatas Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. H.1. Magister Hukum UGM, http://mhugm.wikidot.com

    1

  • 2hukum yang melekat pada PT, di samping itu juga karena sifat PT

    sebagai suatu asosiasi.

    Sifat sebagai asosiasi menempatkan PT itu dalam bidang

    yang luas karena istilah tersebut dapat mengandung pengertian

    bahwa pada satu sisi PT merupakan asosiasi modal dan pada sisi

    lain PT adalah asosiasi orang. Sebagai asosiasi modal berarti

    terdapat pengumpulan modal dari berbagai pihak dalam PT, dan

    asosiasi orang mencerminkan PT merupakan wadah berkumpulnya

    banyak pihak yang bekerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan

    yang telah dituangkan dalam anggaran dasar.

    Dari sifat-sifat baik sebagai asosiasi modal maupun orang,

    keduanya mencerminkan satu pemahaman bahwa keberadaan PT

    dapat memberikan kesempatan untuk ikut berpartisipasi bagi

    angkatan kerja atau juga menciptakan peluang-peluang usaha

    bagi banyak pihak yang nantinya merupakan mitra bisnis.

    Ditinjau dari aspek hukum perjanjian perbuatan mendirikan,

    memiliki dan mengelola Perseroan Terbatas (PT) tidaklah

    merupakan perbuatan tunggal, melainkan sejak bentuk badan

    hukum perusahaan dikenal sudah menjadi perbuatan yang

    melibatkan lebih dari satu orang, bahkan banyak orang. Di dalam

    PT terdapat berbagai hubungan hukum yaitu antara pemegang

    saham yang satu dengan yang lain, antara perseroan dengan

  • 3direksi, komisaris, pegawai, dan antara perseroan dengan pihak

    ketiga.

    Keberadaan berbagai hubungan tersebut merupakan suatu

    indikator atau suatu pertanda yang menunjukan bahwa PT sejak

    mulai dari perancangan pendiriannya, tahap operasional sampai

    dengan berakhirnya jangka waktu untuk mana PT itu didirikan

    sebenarnya penuh dengan berbagai perjanjian. Oleh karena itu

    dikemukakan bahwa PT merupakan perwujudan dari perjanjian-

    perjanjian.

    Bertumpu pada uraian singkat tersebut semakin jelaslah di

    dalam suatu PT terdapat suatu proses yang didukung oleh berbagai

    perjanjian. Keberadaan perjanjian-perjanjian itu bersifat

    menghidupkan, memelihara kelangsungan hidup PT yang

    bersangkutan, bahkan dapat juga mengantarkan menuju pada

    proses yang mengakhiri eksistensi PT itu sendiri. Perjanjian

    diantara para pemegang saham pada pokoknya bersifat

    menghidupkan dan sebaliknya mengakhiri, sedangkan perjanjian

    dengan direksi, stake holder terutama karyawan serta pihak ketiga

    mengandung sifat yang bertujuan memelihara kelangsungan hidup

    PT.

    Berkaitan dengan pengelolaan dan pemeliharaan dalam

    rangka kelangsungan hidup atau operasional PT, maka pertama-

  • 4tama terlihat pentingnya kedudukan pemegang saham termasuk

    Rapat Umum Pemegang Saham(RUPS) dan direksi, komisaris

    termasuk pula para staf serta pegawai yang dipekerjakan pada PT

    dan tidak ketinggalan pihak ketiga, misalnya perjanjian-perjanjian

    yang dibuat oleh Direksi sebagai wakil PT dengan pihak lain

    seperti perjanjian dagang.

    Seluruh komponen yang telah disebutkan itu pada

    pokoknya memberikan kontribusi yang tidak kecil berupa

    kewajiban-kewajiban dan atau peranan sesuai porsinya masing-

    masing dalam rangka memajukan dan meningkatkan

    perkembangan PT. Oleh karena itu agar tercipta suatu

    keseimbangan, maka dipandang perlu untuk memberikan perhatian

    mengenai aspek perlindungan hukumnya.

    Sehubungan dengan pandangan bahwa PT merupakan suatu

    bentuk yang paling dikenal, banyak digunakan sebagai bentuk

    dominan dari perusahaan , maka perkembangan pemanfaatan PT

    yang pesat ini memperoleh perhatian secara yuridis. Hal ini dapat

    dilihat dengan adanya pengaturan PT yang berkembang dengan

    pesat pula. Pengaturan yang pada awalnya dituangkan dalam Kitab

    Undang-undang Hukum Dagang (pasal 26 s/d pasal 56 KUHD)

    diganti dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang

    Perseroan Terbatas yang kemudian diganti dengan Undang-undang

  • 5No. 40 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

    2007 Nomor 106) atau yang disingkat dengan UUPT.

    Sejalan dengan pertimbangan bahwa PT merupakan

    kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka

    mewujudkan kesejahteraan rakyat, maka UUPT pada pokoknya

    memberikan kesempatan yang lebih luas kepada PT untuk

    menjalankan atau mewujudkan maksud dan tujuan serta kegiatan

    usahanya sesuai dengan yang telah dicantumkan dalam anggaran

    dasar.

    Berkaitan dengan penyelenggaraan PT, undang-undang

    memberikan kewenangan yang sangat luas kepada Rapat Umum

    Pemegang Saham (RUPS). Hal ini dapat dilihat antara lain dalam

    Pasal 75 ayat (1) UUPT yang menentukan : RUPS mempunyai

    segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau

    Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini

    dan / atau Anggaran Dasar. Disamping itu juga hak-hak lain

    seperti hak untuk memperoleh segala keterangan yang berkaitan

    dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan atau Komisaris.

    Sedangkan yang berkaitan dengan pengurusan perseroan,

    Pasal 92 ayat (1) UUPT menentukan : Direksi menjalankan

    pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai

    dengan maksud dan tujuan Perseroan. Penjelasan pasal tersebut

  • 6menyatakan, bahwa ketentuan tadi menugaskan Direksi untuk

    mengurus Perseroan yang antara lain meliputi pengurusan sehari-

    hari dari Perseroan.

    Bertumpu pada ketentuan yang tertuang dalam pasal 92 ayat

    1 UUPT tersebut sebenarnya Direksi sudah dibatasi wewenangnya

    dimana Direksi dalam menjalan pengurusan Perseroan harus tetap

    berpedoman dan tidak boleh bertentangan dengan maksud serta

    tujuan Perseroan sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar

    Perseroan.

    Apabila dirinci lebih jauh lagi, Direksi dalam menjalankan

    pengurusan Perseroan tunduk pada prinsip-prinsip, pertama,

    Direksi dalam pengurusan harus memegang prinsip kehati-hatian

    dalam bertindak, kedua, direksi harus mengutamakan kepentingan-

    kepentingan Perseroan daripada kepentingan pribadinya, dan yang

    ketiga, tindakan-tindakan Direksi haruslah tetap sesuai dengan

    maksud dan tujuan Perseroan yang tertuang dalam Anggaran

    Dasar. Apabila Direksi menyimpang dari prinsip ini terutama

    terhadap yang ketiga, maka Direksi secara tidak langsung telah

    menempatkan Perseroan dalam posisi melakukan tindakan yang

    melampaui kewenangan yang telah diberikan. Dalam berbagai

    kepustakaan hukum, tindakan ini disebut dengan ultra vires.

  • 7Tindakan ultra vires itu dapat menimbulkan kerugian pada

    Perseroan yang berarti kerugian pula bagi para pemegang saham.

    Di samping itu ultra vires juga dapat merugikan pihak ketiga.

    Sebagai contoh dapat dikemukakan disini misalnya Direksi sebuah

    PT Perbankan yang justru lebih banyak mengalirkan dana kepada

    pemegang saham sehingga mengakibatkan PT Perbankan itu

    bangkrut dan atau dilikuidasi serta merugikan nasabah penyimpan.

    Dalam hal ini timbul ketidaksesuaian antara norma hokum (das

    sollen) pada satu sisi dengan kenyataannya dalam praktek (das

    sein) pada sisi lain.

    Dalam hal ultra vires yang dilakukan Direksi merugikan

    pemegang saham, maka UUPT telah menyediakan norma-norma

    hukum yang dapat dimanfaatkan dalam rangka memberikan

    perlindungan hukum kepada pemegang saham baik yang mayoritas

    maupun minoritas. Norma hukum yang dimaksud antara lain

    ketentuan yang mengatur hak pemegang saham melalui RUPS

    meminta pertanggungjawaban Direksi, dan ketentuan mengenai

    hak pemegang saham minoritas untuk meminta dilakukannya

    pemeriksaan atas jalannya Perseroan.

    Akan tetapi apabila ultra vires yang dilakukan Direksi

    merugikan pihak ketiga, maka pertanggungjawaban Direksi

    tidaklah jelas dan UUPT tidak mengaturnya secara tegas atau tidak

    jelas mengaturnya. Bab VII Bagian Kesatu UUPT mulai dari Pasal

  • 892 sampai dengan Pasal 107 tidak dijumpai ketentuan yang secara

    tegas mengatur mengenai pertangungjawaban tersebut. Akan tetapi

    apabila mengacu pada Pasal 97 ayat (1) yang menentukan Direksi

    bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) bahwa Direksi menjalankan

    pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai

    dengan maksud dan tujuan perseroan, maka pada satu sisi dapat

    dikemukakan terdapat pengaturan tanggung jawab direksi tetapi

    pada sisi lain pengaturan itu tidak jelas dan lebih menekankan

    tanggung jawab terhadap perseroan. Ketidakjelasan pengaturan

    tersebut merupakan suatu permasalahan hukum yang harus

    dicarikan kejelasannya. Di samping dalam rangka keperluan

    memperjelas hukum perseroan juga berkaitan dengan upaya

    menciptakan kepastian hukum dan rasa aman kepada pihak ketiga

    yang sangat berperan dalam kemajuan Perseroan.

    1.2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah seperti

    di atas dapatlah dirumuskan dua pokok masalah sebagai berikut:

    a. Bagaimanakah dasar-dasar perlindungan hukum terhadap Pihak

    Ketiga dalam hal Direksi Perseroan Terbatas melakukan tindakan ultra

    vires?

  • 9b. Bagaimana upaya pemulihan hak-hak Pihak Ketiga atas

    tindakan ultra vires Diresksi Perseroan Terbatas

    1.3. Ruang Lingkup Masalah

    Sehubungan dengan maksud memperoleh hasil analisis yang

    terfokus, maka terhadap rumusan masalah perlu diberikan batas-

    batas atau ruang lingkupnya.

    Dalam rumusan masalah yang pertama permasalahan yang

    dibahas berkisar pada pertanyaan bagimana hak-hak pihak ketiga,

    apakah terhadap tindakan ultra vires Direksi Perseroan Terbatas

    terdapat dasar hukum untuk memberikan perlindungan bagi Pihak

    Ketiga. Disamping itu relevan pula dibahas adalah mengenai

    kondisi dasar hukum tersebut apakah memadai dan dapat

    diterapkan, serta bagaimana pula bentuk-bentuk perlindungan

    hukumnya.

    Sehubungan dengan rumusan masalah yang kedua

    permasalahannya berkisar mengenai bentuk dan proses

    pelaksanaan perlindungan hukumnya bagi Pihak Ketiga, apakah

    diberikan secara langsung atau melalui perseroan dan atau

    pemegang saham mengingat direksi itu diangkat oleh dan

    bertanggung jawab kepada pemegang saham melalui Rapat Umum

    Pemagang Saham.

  • 10

    1.4. Tujuan Penelitian

    1.4.1. Tujuan Umum

    Sejalan dengan banyaknya dilakukan pendirian PT

    untuk keperluan bisnis, pemahaman dan pengembangan aspek-

    aspek ilmu hukum yang berkaitan dengan PT harus dilakukan

    secara seimbang dan tidak boleh berhenti. Hal ini sesuai dengan

    paradigma science as a process (ilmu sebagai proses) dimana

    dengan paradigma ini ilmu tidak akan pernah mandek (final)

    dalam penggaliannya atas keebnaran di bidang obyeknya

    masing-masing2. Oleh karena itu secara umum penelitian ini

    bertujuan mengembangkan aspek ilmu hukum khususnya

    hukum tentang Perseroan Terbatas.

    1.4.2.Tujuan Khusus

    1) Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis

    perlindungan hokum terhadap Pihak Ketiga dalam hal

    Direksi Perseroan Terbatas melakukan tindakan ultra vires

    2) Untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme serta

    upaya-upaya yang dapat dilakukan terhadap pemulihan hak

    Pihak Ketiga atas tindakan ultra vires Direksi Perseroan

    Terbatas.

    2 Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, 2008, Program Studi Magisetr Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana, hal. 10

  • 11

    1.5. Manfaat Penelitian

    1.5.1. Manfaat Teoritis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

    teoritis bagi pengembangan ilmu hukum khususnya mengenai PT

    dalam berbagai hubungan hukumnya dengan berbagai pihak.

    1.5.2. Manfaat Praktis

    Secara praktis hasil penelitian diharapkan dapat

    menjadi pedoman yang komprehensif bagi semua pihak yang

    terkait pendirian, pemilikan, pengelolaan dan pihak-pihak yang

    berhubungan atau mengadakan transaksi dengan PT dalam

    pemecahan masalah tanggung jawab terhadap pihak ketiga

    berkaitan dengan tindakan ultra vires.

    1.6. Landasan Teoritis

    Peningkatan pendirian tersebut dapat ditandai terjadinya

    hampir berbarengan dengan mulai meningkatnya aktivitas

    perkenomian Indonesia setelah pertengahan dasawarsa 1960an.

    Disusul dengan mengalirnya investasi asing yang masuk

    Indonesia dan juga bangkitnya gairah para pemilik modal

  • 12

    nasional untuk menanamkan modalnya baik secara mandiri

    maupun berpatungan dengan investor asing. Peningkatan ini

    berdampak positif terhadap perkembangan pendirian PT.

    Di samping itu turut pula memacu peningkatan

    pendirian PT di tanah air adalah semakin berkembangnya aspek

    yuridis berupa penyempurnaan pengaturan terhadap bentuk

    perusahaan ini yang dimulai dengan diundangkannya Undang-

    undang No. 4 Tahun 1971 tentang Perubahan dan Penambahan

    atas Ketentuan pasal 54 KUHD. Dilanjutkan dengan

    diundangkannya Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang

    Perseroan Terbatas yang menggantikan pasal 21 sampai dengan

    Pasal 56 KUHD. Terakhir undang-undang ini diganti dengan

    Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Petrseroan

    Terbatas.

    Perkembangan pengaturan itu secara tidak langsung

    menunjukan perkembangan pemahaman mengenai PT sehingga

    mengakibatkan banyak yang memilih bentuk perusahaan ini.

    Apabila ditinjau lebih jauh, terpilihnya PT sebagai bentuk

    perusahaan berbadan hukum yang paling diminati saat ini

    tidaklah terlepas dari elemen-elemen yang terkandung secara

    integral dalam PT itu sendiri.

  • 13

    Berdasarkan penelusuran terhadap suatu bahan hukum

    sekunder3 terdapat 15 elemen yuridis dari PT pada pokoknya

    sebagai berikut :

    1) Perjanjian

    Perjanjian yang merupakan dasar pendirian PT adalah

    perjanjian yang dibuat diantara para pendiri PT tersebut.

    Perjanjian seperti ini dan sepanjang memenuhi syarat-syarat

    menurut Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

    (KUH Perdata) menimbulkan perikatan diantara pihak-pihak

    yang membuatnya.

    2) Adanya para pendiri

    Pendiri PT sering juga disebut dengan perintis yang terdiri dari

    minimal 2(dua) orang. Mengingat PT merupakan suatu badan

    hukum dalam pengertian person(orang) secara semu, maka PT

    itu didirikan, bukan dilahirkan sehingga perlu adanya pendiri

    yang menurut Pasal 7 UU. No. 40 Tahun 2007 diwajibkan

    menjadi pemegang saham.

    3) Pendiri atau pemegang saham bernaung dibawah satu nama

    bersama

    3 Samuel Label, 22/02/2010 13:00, Perseroan Terbatas dan 15 Elemen Yuridisnya, http://rechtheory.blogspot.com.

  • 14

    Undang-undang mewajibkan bahwa PT harus mempunyai nama

    dan Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun

    1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas yang masih

    berlaku hingga saat ini menyatakan, Perseroan Terbatas dalam

    kiprahnya sebagai salah satu bentuk usaha yang berbadan

    hukum memerlukan suatu nama sebagai jati dirinya. Pasal 2 PP

    tersebut pada pokoknya menentukan, penggunaan perkataan

    Perseroan Terbatas atau yang disingkat PT yang diletakkan di

    depan nama perseroan hanya dapat dilakukan oleh badan usaha

    yang didirikan berdasarkan UUPT. Hal ini merupakan

    perlindungan hukum terhadap nama PT dan menimbulkan daya

    tarik tersendiri untuk mendirikan PT.

    4) Merupakan asosiasi dari pemegang saham

    Bertumpu pada teori yang menyatakan bahwa PT merupakan

    perwujudan dari perjanjian dan dalam perjanjian itu sendiri

    pada pokoknya terdapat dua orang atau lebih saling berjanji

    untuk melaksanakan sesuatu hal, maka dikatakanlah PT itu

    sebagai asosiasi orang dan karena orang-orang yang merupakan

    pendiri itu diwajibkan menjadi pemegang saham yang berarti

    harus mengeluarkan modal sehingga dengan demikian PT juga

    merupakan asosiasi modal.

    5) Merupakan badan hukum

  • 15

    PT merupakan suatu badan hukum atau rechtpersoon, legal

    entity, corpotaion. Dalam keadaan seperti ini PT memiliki

    kedudukan yang dipersamakan dengan manusia dan karena itu

    disebut juga manusia semu. PT sebagai badan hukum memiliki

    kekayaan yang terpisah dengan kekayaan pribadi para

    pemegang sahamnya. Pemisahan tersebut sesuai dengan sistem

    tanggung jawab terbatas pemegang saham terhadap perikatan-

    perikatan yang dibuat oleh PT melalui Direksi.

    6) Diciptakan oleh hukum

    PT merupakan suatu badan hukum yang dipersamakan

    pengertiannya dengan person atau orang. Akan tetapi dalam hal

    ini baru menjadi badan hukum atau subyek hukum menurut

    Pasal 7 ayat (6) UU No. 40 Tahun 2007 (UUPT) setelah akte

    pendiriannya disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM. Inilah

    yang dimaksudkan dengan pernyataan bahwa PT diciptakan

    oleh hukum.

    7) Mempunyai kegiatan usaha

    Sesuai pengertian Perseroan Terbatas yang tercantum dalam

    dalam pasal 1 ayat (1) UUPT dan juga anggaran-aggaran dasar

    PT terlihatlah bahwa tujuan pendirian PT adalah melaksanakan

    satu atau beberapa bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang

    akan diberikan kepada pemegang saham dalam bentuk deviden

  • 16

    sesuai kebijaksanaan perseroan sebagaimana telah menjadi

    keputusan Rapat Umum Pemegang Saham. Agar dapat

    membagikan keuntungan maka PT itu harus memiliki dan

    menjalankan usaha.

    8) Berwenang melakukan kegiatan usaha

    Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum adalah subyek

    hukum yang berarti pula merupakan pendukung dalam

    pengertian pemilik dan pelaksana hak serta kewajiban-

    kewajiban hukum. Dengan demikian PT sebagai badan hukum

    dapat melakukan kegiatan sendiri seperti layaknya manusia

    yang dilaksanakan oleh Direksi yang merupakan salah satu

    organ PT. Dalam rangka eksisetnsi kelangsungan hidupnya PT

    memang layak diberi wewenang melakukan kegiatan usaha.

    Untuk selanjutnya wewenang yang diberikan tetap menjadi

    pedoman dalam bertindak.

    9) Kegiatannya termasuk dalam ruang lingkup yang ditentukan

    oleh hukum positif

    Kegiatan atau aktivitas terutama bisnis perseroan harus sesuai

    dengan ruang lingkup sebagaimana tercantum dalam anggaran

    dasarnya. Apabila PT melalui tindakan-tindakan direksinya

    melakukan kegiatan di luar ruang lingkup usaha seperti yang

    ditentukan dalam anggaran dasarnya, maka PT tersebut berarti

  • 17

    telah melakukan ultra vires. Sehubungan dengan ini perlu

    dijelaskan lebih jauh lagi mengenai siapa yang bertanggung

    jawab dan mekanisme pertanggungjawabannya.

    10) Adanya modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor

    Setelah PT memperoleh status badan hukum, maka PT harus

    memiliki modal dasar (authorized capital), modal ditempatkan

    (issued capital) dan modal disetor(paid up capital). Diantara

    modal-modal yang telah disebutkan itu maka modal yang

    bersifat operasional adalah modal disetor. Modal ini secara

    langsung menunjukkan nilai nominal saham yang telah diambil

    dan dibayar tunai oleh pemegang saham.

    11) Modal perseroan dibagi kedalam saham-saham

    Modal perseroan dibagi kedalam saham-saham dalam

    pengertian dari modal dasar kemudian ada modal ditempatkan

    dan modal disetor. Modal yang terakhir inilah yang harus

    dibayar secara tunai oleh pemegang saham. Setiap saham

    mengandung nilai nominal modal yang disetor.

    12) Esksistensinya terus berlangsung

    Kecuali disebabkan karena terjadinya kepailitan (bankruptcy)

    dan dilakukan likuidasi, PT merupakan suatu bentuk

    perusahaan yang dapat mempertahankan masa hidupnya atau

  • 18

    kelangsungan hidup secara terus menerus, meskipun para

    pemegang sahamnya silih berganti, bahkan meninggal dunia.

    Suatu PT dapat memiliki sifat seperti ini disebabkan karena PT

    menganut prinsip keterpisahan sehingga eksistensi PT sebagai

    badan hukum terpisah dengan para pemegang sahamnya.

    Dengan demikian PT dapat berlangsung terus, walaupun terjadi

    pergantian pemegang saham, peralihan saham termasuk apabila

    saham itu dijadikan jaminan utang. Berkaitan dengan

    kelangsungan hidup PT secara terus-menerus itu dikemukakan

    bahwa PT memiliki perpetual succession. Menurut ensiklopedi

    Wikipedia4 perpetual succession merupakan the continuation of

    a corporations or other organizations existence despite the

    death, bankruptcy, insanity, change in membership or an exit

    from the business of any owner or member, or any transfer of

    stock, etc... Perpetual succession, along with a common seal, is

    one of the features defining a corporations legal existence as

    separate from those of its owners. Sementara itu Lewis D.

    Solomon dan Alan R. Palmiter5, yang mengemukakan, the

    corporation creates an immortial juridical entity that exists

    beyond the lives of its participants. Dari pandangan-pandangan

    tersebut dapat dapat disimpulkan, PT sebagai badan hukum

    dilengkapi dengan prinsip perpetual succession yang

    4 Wikipedia Encyclopedia, 24/02/10, Perpetual Succession, www.En.wikipedia.org5 Lewis D. Solomon dan Alan R. Palmiter, 1994, Corporation, Examples and Explanations, Little, Brown and Company, Boston, hal. 13.

  • 19

    memberikan semacam kehidupan atau eksistensi secara terus

    menerus. Ketika jangka waktu pendiriannya berakhir, jangka

    waktu tersebut masih dapat diperpanjang lagi. Ini berarti PT

    akan dapat menjamin kelangsungan eksistensinya.

    13) Berwenang menerima, mengalihkan dan memegang aset-

    asetnya

    Dalam melaksanakan kegiatan usahanya PT mempunyai

    kewenangan untuk menerima, mengalihkan dan memegang

    aset-asetnya menurut peraturan yang berlaku. Namun demikian

    terhadap kewenangan itu terdapat juga pembatasanya. Salah

    satu pembatasan yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan

    pemilikan hak atas tanah. PT sebagai badan hukum yang berarti

    juga merupakan subyek hukum tidak ada permasalahan apabila

    memegang Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha

    (HGU), Hak Pakai dan Hak Sewa. Akan tetapi untuk dapat

    memegang Hak Milik atas Tanah, maka tidaklah setiap PT

    dapat diberikan hak milik atas tanah, kecuali badan hukum yang

    bergerak di bidang sosial dan PT-PT tertentu milik negara yang

    bergerak di bidang perbankan. Pembatasan-pembatasan seperti

    ini dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun

    1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum Yang Dapat

    Mempunyai Hak Milik Atas Tanah (Lembaran Negara Republik

    Indonesia/LNRI Tahun 1963 Nomor 61).

  • 20

    14) Dapat menggugat dan digugat di pengadilan

    Sehubungan dengan pelaksanaan aktivitas bisnis sehari-hari

    suatu PT sudah sewajarnya apabila menjalin hubungan hukum

    dengan pihak lainnya atau stake holder yang antara lain

    meliputi pemerintah, karyawan, dan pihak ketiga. Dalam

    hubungan hukum tersebut seringkali terdapat tindakan-tindakan

    yang melanggar perjanjian yang sudah disepakati. Dalam upaya

    mempertahankan hak-hak masing-masing, baik PT maupun

    pihak lain tersebut dapat menggugat dan digugat di pengadilan.

    Dalam hal PT menggugat atau digugat di pengadilan, maka

    Direksilah yang mewakili perseroan (Pasal 98 UUPT), dan

    apabila dilakukan penyitaan, sesuai dengan prinsip pemisahan

    kekayaan, maka penyitaan itu dilakukan terhadap aset

    perseroan.

    15) Mempunyai organ perseroan

    PT memiliki 3 (tiga) orang yang terdiri dari Rapat Umum

    Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris. RUPS

    adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak

    diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas

    yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan/atau anggaran

    dasar. Direksi merupakan organ perseroan yang berwenang dan

  • 21

    bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk

    kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan

    perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di

    luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

    Sedangkan Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang

    bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus

    sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada

    Direksi. Menurut T. Kitagawa yang pada pokoknya

    mengemukakan, the development of an organic theory of the

    corporation may also be considered a response to the organic

    theory of the state, memang tampak persamaan antara organ

    perseroan dengan organ pemerintahan terutama apabila dilihat

    dari segi fungsinya. Sehubungan dengan ini perlu dikemukakan

    Theory of the Corporation menurut pandangan Lewis D.

    Solomon dan Alan R. Palmiter6 bahwa the corporation

    separates the functions of funding and managing the business.

    Secara garis besarnya organ-organ PT menurut fungsi yang

    dijalankan pada pokoknya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi

    pendanaan dan fungsi pengelolaan. Fungsi pertama mencakup

    keberadaan pemegang saham dan yang kedua mencakup direksi

    serta komisaris.

    6 Ibid. hal. 5

  • 22

    Dari elemen-elemen tersebut maka yang sangat perlu

    dicermati khususnya karena menyangkut topik penelitian yang

    sedang digarap ini adalah elemen yang pertama, yaitu perjanjian

    yang menurut Prof. Subekti7 merupakan suatu peristiwa dimana

    seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu

    saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Sedangkan

    menurut Prof. Wirjono Projodjodikoro8 perjanjian itu adalah

    suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua

    pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji

    untuk melakukan sesuatu hal dan untuk tidak melakukan

    sesuatu hal, sedang pihak lain berhak atas pelaksanaan janji itu.

    Apabila dicermati dalam kegiatan-kegiatan mendirikan,

    memiliki dan mengurus PT ternyata terdapat perjanjian-

    perjanjian. Pada saat para pendiri mengadakan kesepakatan

    mendirikan PT terdapat perjanjian yang kemudian dituangkan

    dalam akte pendirian dan anggaran dasar. Sehubungan

    pemilikan saham yang sebenarnya berarti pemilikan PT juga

    dijumpai adanya perjanjian, misalnya perjanjian jual-beli

    saham. Pengurusan PT yang dilakukan Direksi pada pokoknya

    merupakan pula pelaksanaan dari perjanjian bahwa Direksi

    akan melaksanakan tugasnya sesuai anggaran dasar. Dengan

    demikian dapat dikatakan bahwa PT sebagai badan hukum

    7 R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 78 Syarif Basir, 2009, Aspek Hukum Suatu Perjanjian, dalam: Newsletter, Edisi XI, hal. 1

  • 23

    sebenarnya merupakan implementasi atau perwujudan dari

    berbagai perjanjian baik yang terjadi diantara sesama pendiri,

    sesama pemegang saham, antara pemegang saham dengan

    pengurus atau direksi, dan antara perseroan melalui direksi

    dengan berbagai komponen stake holder atau pihak ketiga.

    Terhadap fenomena PT merupakan perwujudan dari

    perjanjian-perjanjian melalui penelusuran berbagai kepustakaan

    dijumpai landasan teoritisnya. Landasan yang dimaksud

    diformulasikan dalam The Nexus of Contract Theory. Menurut

    Wikipedia Encyclopedia9, PT sebagai a nexus of contract

    mengandung pengertian bahwa teori tersebut .... is an

    idea....which asserts that corporations are nothing more than a

    collection of contracts between different parties - primarily

    shareholders, directors, employees, suppliers, and customers.

    Sedangkan Stefano Lombardo dan Piero Pasotti10

    mengemukakan bahwa The Nexus of Contract Theory pada

    pokoknya ....views the business corporation a set of

    coordinated contracts among different parties.

    Dengan menelusuri makna dari The Nexus of Contract

    Theory sebenarnya sudah dapat dipahami bahwa teori tersebut

    9 Wikipedia Encyclopedia, 16/02/2010 12:11, Nexus of Contract, http://en.wikipedia.0rg 10 Stefano Lombardo dan Oiero Pasotti, 2009, Disintegrating The Regulation of The Business Corporation As a Set of Coordinated Contracts Among Different Parties, http://journals.cambridge.org hal. 35

  • 24

    secara tidak langsung mencerminkan subyek-subyek hukum

    yang menjadi para pihak dalam perjanjian-perjanjian (the

    contracting party) dalam dan dengan PT itu sendiri.

    Berdasarkan asas Pacta Sun Servanda yang berarti

    perjanjian harus ditaati para pihak yang melakukan perjanjian11

    seperti terkandung dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang

    Hukum Perdata, sepanjang perjanjian itu tidak bertentangan

    dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum

    tercermin, maka perjanjian itu berlaku seperti undang-undang

    atau mengikat para pihak sehingga karena itu harus ditaati.

    Di samping asas Pacta Sun Servanda, maka perlu juga

    memperhatikan asas Itikad Baik yang menurut M.L. Wry

    seperti dikutip oleh Setia DTH12 merupakan perbuatan tanpa

    tipu daya, tanpa tipu muslihat, tanpa cilat-cilat, akal-akal, tanpa

    menggangu pihak lain, tidak dengan melihat kepentingan

    sendiri saja, tetapi juga dengan melihat kepentingan orang lain.

    Di samping asas itikad baik, asas kepastian hukum yang

    menunjuk kepada perberlakuan hukum yang jelas, tetap,

    konsisten dan konsekuen,13 mengajarkan agar memberikan

    perlindungan terhadap hak-hak pihak ketiga yang sangat

    11 Budiono Kusumohamidjojo, 1986, Pacta Sun Servanda,http:// www.kamushukum.com hal. 112 Setia DTH, 2008, Itikad Baik Menurut Hukum, http://setia-ceriahati.blogspot.com 22/02/10 13:15, hal. 113 Raimond Flora Lamandesa, 2008, Penegakan Hukum, WWW.Scribb.com hal.1

  • 25

    berperan dalam menunjang perkembangan perseroan. Tanpa

    ada pihak ketiga sebenarnya suatu perseroan tidak akan

    berkembang.

    Berdasarkan uraian-uraian di atas dapatlah

    dikemukakan, makna-makna yang terkandung dalam The Nexus

    of Contract Theory yang dikaitkan dengan Asas Pacta Sun

    Servanda dan Asas Itikad Baik serta asas kepastian hukum

    merupakan landasan teoritis untuk memformulasikan dasar

    hukum yang sangat dibutuhkan untuk memberikan

    perlindungan hukum bagi para pihak dalam hal ini terutama

    pihak ketiga.

    Perlindungan hukum terhadap pihak ketiga perlu

    mendapat perhatian sehubungan dengan alasan karena pihak

    ketiga dapat mengalami kerugian yang diakibatkan oleh

    perseroan dan perseroan itu sendiri menderita kerugian antara

    lain karena tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Direksi

    sebagai wakil perseroan. Tindakan-tindakan yang dimaksudkan

    itu diantaranya adalah tindakan yang bersifat menyimpang dari

    ruang lingkup fungsinya dalam mewakili perseroan atau

    tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap anggaran dasar.

    Dalam Hukum Perseroan tindakan seperti itu disebut dengan

    ultra vires.

  • 26

    Robert W. Hamilton14 mengemukakan ultra

    vires.literally beyond the scope of the purpose or powers of a

    corporation. Sementara itu Stephen H. Gifis seperti dikuti

    Munir Fuady15 pada pokoknya menyatakan hukum disetiap

    negara tanpa melihat ke dalam sistem mana dia tunduk

    umumnya menghadapi masalah yuridis yang disebut dengan

    pelampauan kewenangan (ultra vires) dari suatu perseroan.

    Terminologi ultra vires dipakai khususnya terhadap tindakan

    perseroan yang melebihi kekuasaannya sebagaimana diberikan

    oleh Anggaran Dasarnya atau oleh peraturan yang melandasi

    pembentukan perseroan tersebut.

    Pandangan tradisional mengenai utra vires pada

    pokoknya memandang bahwa tindakan itu dapat menimbulkan

    konsekuensi yuridis dimana tindakan tersebut batal demi

    hukum (null and void) dan karena itu maka tindakan yang

    diklasifikan ultra vires itu tidak dapat diratifikasi atau tidak

    dapat disahkan oleh perseroan melalui RUPS.

    Pandangan secara tradisional juga menyediakan upaya-

    upaya hukum yang merupakan konsekuensi yuridis antara lain

    sebagai berikut :

    14 Robert W. Hamilton, 1991, The Law Of Corporation In Nutshell, West Publishing Company, St. Paul, Minnesota, hal. 5215 Munir Fuady, 2002, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,hal. 110.

  • 27

    a. Pihak kreditur mempunyai hak untuk membawa gugatan untuk memaksa perseroan untuk tidak melaksanakan kontrak ultra vires tersebut jika kreditur dapat membuktikan bahwa dengan kontrak yang ultra vires tersebut dapat mengakibatkan tidak cukupnya aset perseroan untuk membayar utang-utangnya,

    b. Pihak perseroan dapat mengajukan gugatan terhadap direksi atau pejabat perseroan yang melakukan perbuatan yang tergolong ultra vires tersebut,

    c. Atas nama kepentingan umum, jaksa dapat melakukan gugatan yang disebut dengan action in quo warranto untuk membubarkan perseroan.16

    Ternyata upaya-upaya hukum yang disediakan oleh

    pandangan secara tradisional tersebut bersifat sangat terbatas

    sehingga tidak atau kurang maksimal dalam memberikan

    perlindungan hukum terhadap pihak ketiga, padahal peranan

    dan kontribusi pihak ketiga sehubungan dengan kelangsungan

    bisnis perseroan tidaklah kecil.

    Pandangan mengenai konsekuensi yuridis dari tindakan

    perseroan yang ultra vires itu ternyata juga mengalami

    perkembangan dan dalam perkembangan tersebut pada

    pokoknya dikemukakan,

    .sebagai akibat dari berbagai modifikasi terhadap konsepsi ultra vires, telah berkembang beberapa akibat hukum yang mungkin timbul dari adanya ultra vires antara lain tanggung jawab pribadi. Tidak selamanya ultra vires mengakibatkan pembebanan tanggung jawab pribadi dari direksi atau petugas yang melakukan tindakan ultra vires itu. Memang, umumnya tindakan ultra vires menyebabkan timbulnya tanggung jawab

    16 Ibid. hal. 130.

  • 28

    pribadi direksi atau petugas yang bertanggungjawab atas tindakan tersebut, antara lain berdasarkan doktrin piercing the corporate veil.

    Pandangan seperti di atas pada dasarnya sudah

    menunjukkan perkembangan Doktrin Ultra vires dari sifatnya

    yang tradisional berkembang ke arah yang lebih luwes dan

    beragam. Dari perkembangan itu pula sebenarnya tercermin

    mekanisme yang dapat ditempuh mengenai bagaimana

    memulihkan kerugian-kerugian yang dialami oleh pihak ketiga

    akibat tindakan direksi yang diklasifikasikan ultra vires.

    Terlepas dari persoalan mekanisme tersebut menurut

    Teori Keadilan Distributif yaitu keadilan yang memberikan

    kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya,17 dengan ini dapat

    dikemukakan bahwa pihak ketiga merupakan pihak yang

    berjasa dalam hal ini sebesar nilai transaksi. Sehingga

    berdasarkan teori ini harus diberikan keadilan, dalam pengertian

    hak-haknya dapat dipulihkan.

    Dari uraian-uraian yang telah disajikan pada intinya

    doktrin, dan pandangan-pandangan yang telah dikemukakan itu

    mengarah pada satu hal yang sangat penting bahwa pihak PT

    tetap bertanggung jawab terhadap kerugia-kerugian yang

    dialami oleh Pihak ketiga, dan kendati pun masih mengandung

    beberapa kekaburan pada berbagai aspeknya, akan tetapi

    17 L.J. van Apeldoorn, 1978, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 23

  • 29

    doktrin dan pandangan itu dapat digali lebih dalam lagi untuk

    menemukan penjelasan atas permasalahan yang diangkat

    melalui tesis ini.

    1.7. Metode Penelitian

    1.7.1.Jenis Penelitian

    Dalam Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan

    Tesis Program Studi Magister Ilmu Hukum18 dijelaskan Ilmu

    Hukum mengenal dua jenis penelitian yakni Penelitian Hukum

    Normatif dan Penelitian Hukum Empiris. Usulan penelitian

    untuk tesis ini termasuk dalam kategori jenis Penelitian Hukum

    Normatif. Pemilihan pada jenis itu didasarkan pada alasan

    karena Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga Dalam

    Hal Diresksi Perseroan Terbatas Melakukan Tindakan Ultra

    vires merupakan permasalahan kesenjangan hukum. Undang-

    undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

    mengatur perlindungan hak-hak para pemegang saham secara

    lebih terperinci. Sedangkan perlindungan terhadap pihak ketiga

    yang sebenarnya sangat berperan demi kelangsungan hidup PT

    tidak ada pengaturannya atau walaupun ada maka sifatnya

    18 Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, Op.cit. hal. 1.

  • 30

    kurang jelas. Jadi disinilah terjadi kesenjangan dalam norma

    hukum.

    1.7.2. Jenis Pendekatan

    Penelitian hukum normatif pada umumnya mengenal 7

    jenis pendekatan yakni :

    - Pendekatan Kasus (The Case Approach)

    - Pendekatan Perundang-undangan (The Statue Approach)

    - Pendekatan Fakta (The Fact Approach)

    - Pendekatan Analisis dan Konsep Hukum (Analitical &

    Conseptual Approach)

    - Pendekatan Frasa (Words & Phrase Approach),

    - Pendekatan Sejarah (Historical Approach),

    - Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach).

    Sejalan dengan tujuan dan rumusan masalahnya,

    Usulan penelitian ini menggunakan 3 jenis pendekatan yang

    terdiri dari:

    - Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach)

    - Pendekatan Analisis Konsep Hukum (The Analitical &

    Conceptual Approach).

  • 31

    - Pendekatan Perbandingan Hukum (comparatif Approach)

    Pendekatan Perundang-undangan bertujuan mengalisis

    peraturan perundangan dalam hal ini Undang-undang PT

    terutama yang berkaitan dengan kekosongan atau kekaburan

    norma hukum yang mengatur tentang perlindungan hukum

    terhadap pihak ketiga. Sedangkan Pendekatan Analisis

    Konsep Hukum pada pokoknya mengedepankan analisis-

    analisis terhadap konsep-konsep hukum. Direksi, PT, Pihak

    Ketiga dan Ultra vires adalah merupakan konsep-konsep

    hukum. Analisis terhadap konsep-konsep ini ditekankan

    pengertian, hak dan kewajiban (Direksi, PT, dan Pihak

    Ketiga), serta tidak ketinggalan adalah mengenai ruang

    lingkup dan perkembangan ultra vires. Akan tetapi karena

    bahan-bahan yang dianalisis juga berkaitan dengan bahan-

    bahan yang diperoleh dari sistem hukum yang berlaku di

    negara lain, maka tidak tertutup kemungkinannya, usulan

    penelitian ini juga menggunakan Pendekatan Perbandingan

    (The Comparative Approach).

    1.7.3. Sumber Bahan Hukum

    Penelitian hukum normatif menggunakan Bahan Hukum

    Primer dan Bahan Hukum Sekunder. Bahan Hukum Primer

  • 32

    dalam hal ini terdiri dari Asas Itikad Baik, Asas Pacta Sun

    Servanda dan norma-norma hukum yang tersusun terutama

    dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

    Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya,antara lain

    Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1998 tentang Nama

    Perseroan Terbatas. Sedangkan Bahan Hukum Sekunder

    meliputi buku teks hukum (legal text book), Jurnal hukum,

    karya tulis hukum yang memuat pandangan ahli hukum baik

    dalam bentuk buku maupun yang termuat dalam media masa,

    kamus hukum, ensiklopedi hukum.

    Dalam penelitian ini dibahas juga bahan-bahan hukum

    yang diperoleh dari media internet yang berkembang dengan

    pesat dewasa ini seperti definisi-definisi hukum.

    1.7.4. Bahan Hukum Penunjang

    Di samping bahan-bahan hukum baik primer maupun

    sekunder maka dalam penelitian ini digunakan pula bahan-

    bahan yang diperoleh dari praktisi hukum dalam ini Notaris

    yang berpengalaman atau pun pihak lain yang memahami

    permasalahan mengenai tatacara menyelesaikan tanggung

    jawab PT terhadap pihak ketiga. Bahan Hukum Penunjang

    dapat diperoleh melalui penelusuran jaringan internet yang

  • 33

    menyediakan fasilitas informasi yang relevan dengan topik

    tesis ini.

    1.7.5.Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

    Terhadap bahan-bahan hukum yang diperlukan dan

    yang akan dianalisis dalam penelitian ini pengumpulannya

    dilakukan dengan menggunakan sistem kartu (card system).

    Berdasarkan sistem ini informasi yang diperoleh dari berbagai

    sumber itu dicatat secara cermat substansi, sumber informasi

    (penulis, informan), waktu diperolehnya dan tempat

    (perpustakaan, kantor).

    Dalam penelitian ini tidak tertutup kemungkinannya

    diperoleh bahan yang sudah tersusun dengan rapi baik berupa

    buku, laporan maupun bentuk-bentuk lain yang bersifat tertulis

    dan terhadap bahan-bahan seperti ini tetap diterapkan card

    system yang ditekankan pada pencatan mengenai informasi

    yang relevan dengan topik permasalahan.

    1.7.6. Teknik Analisis Bahan Hukum

    Dalam menganalisis bahan-bahan yang telah

    diterapkan teknik-teknik sebagai berikut :

  • 34

    1) Teknik Interpretasi diterapkan terhadap norma-norma hukum

    yang tidak jelas rumusannya sehingga harus ditafsirkan untuk

    memperoleh pemahaman yang jelas dan dapat diaplikasikan untuk

    memecahkan permasalahan yang dihadapi.

    2) Teknik evaluasi yang berupa penilaian mengenai tepat atau

    tidak tepatnya suatu informasi baik diperoleh dari Bahan Hukum

    Primer maupun Sekunder juga diterapkan dalam penelitian ini untuk

    memperoleh hasil yang benar-benar sesuai dengan topik yang dibahas.

    3) Teknik argumentasi mengetengahkan alasan-alasan yang

    merupakan hasil penalaran setelah dilakukannya teknik evaluasi.

    Dalam pembahasan masalah penelitian ini sedapat mungkin akan

    dilakukan teknik argumentasi menurut kemampuan yang serba

    terbatas.

    4) Teknik Sistematisasi yang merupakan upaya mencari hubungan

    suatu norma hukum antara peraturan perundang-undangan yang

    sederajat maupun antara yang tidak sederajat.

    5) Teknik Deskripsi merupakan teknik yang paling mendasar dan

    bersifat mutlak. Hal ini mengandung pengertian, teknik ini harus

    dilaksanakan dalam pembahasan hukum agar pembahasan dapat

    dipahami oleh orang lain. Dalam penelitian ini berdasarkan Teknik

    Deskripsi, isu-isu hukum digambarkan atau diuraikan secara lengkap

  • 35

    dan jelas sehingga dapat diketahui duduk persoalannya dan dapat

    ditentukan arahnya untuk mencapai suatu solusi.

    BAB II

    TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN BERTINDAK

    PERSEROAN TERBATAS DAN ULTRA VIRES

    2.1. Pengertian Perseroan Terbatas dan Unsur-unsurnya

    Terhadap bentuk perusahaan yang menjadi topik bahasan dalam

    tesis ini terdapat berbagai istilah yang bersumber dari berbagai bahasa.

    Beberapa diantaranya yang seringkali dibahas dalam kepustakaan

    adalah, Company Limited by shares, Naamloze Vennootschap(NV) dan

    Perseroan Terbatas yang masing-masing perlu dijelaskan maknanya.

    Menurut E.W. Chance19 Company Limited by shares is a partnership, the liablity of its members is restricted to the amount remaining unpaid on his shares The limitation of

    19 E.W. Chance, 1948, Principles of Mercantile Law, The Gregg Publishing Co., Ltd, London, hal. 171-172

  • 36

    liability in a limited company is in respect only of the liability of the members, which is to the company. The liability of the company to its creditors is in no way restricted: the creditors may look only to the company for payment of their debts and they have no rights against the members as such. Unlike a partnership, a company is at law a corporate body, a legal persona with an existence quite independent of its members.

    Naamloze Vennootschap atau yang sering disingkat dengan(NV) pada pokoknya menurut Achmad Ichsan20 merupakan suatu sebutan pada zaman Hindia Belanda untuk perseroan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 36 s/d 56. Sebutan naamloos dalam arti tanpa nama ini disebabkan karena N.V itu tidak mempunyai nama seperti firma dan pada umumnya juga tidak menggunakan salah satu nama dari anggauta peseronya; identifikasinya terletak dalam obyek perusahaan yang menjadi tujuan usahanya umpama PT. Perusahaan Dagang Beras.

    Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, istilah Perseroan

    Terbatas atau yang sering disingkat dengan PT dapat dikatakan

    merupakan istilah mulai populer penggunaannya di Indonesia. Hal ini

    dapat ditelusuri dari banyaknya definisi yang diberikan oleh para

    sarjana sebagai berikut:

    M.H. Tirta Amidjaja mengemukakan bahwa perseroan terbatas

    itu ialah perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan

    dengan modal yang tertentu, yang terbagi atas saham-saham dan tiap-

    tiap pesero-pemegang saham-turut serta didalamnya sebanyak satu

    20 Achmad Ichsan, 1983, Hukum Dagang; Lembaga Perserikatan, Surat-Surat Berharga, Aturan-Aturan Angkutan, Pradnya Paramitha, Jakarta, hal. 134

    34

  • 37

    saham atau lebih dengan tidak bertanggungjawab sendiri untuk

    persetujuan-persetujuan perseroan itu.21

    Dengan kalimat yang kurang-lebih sama maknanya K.R.M.T Tirtodiningrat kemudian mengemukakan bahwa perseroan terbatas adalah suatu persekutuan dengan modal tertentu yang dibagi-bagikan dalam beberapa sero atau saham, dimana tiap-tiap anggota mengambil bahagian secara memiliki satu atau beberapa sero, sedang pemegang-pemegang sero bertanggung jawab atas pinjaman-pinjaman dari perseroan terbatas hanya hingga jumlah yang tersebut pada sero yang dimiliki itu.22

    Pandangan beberapa sarjana mengenai definisi PT tersebut

    secara tidak langsung menunjukkan perjalanan sejarah dari istilah atau

    nama yang dipergunakan secara khusus dan resmi untuk

    menggambarkan perseroan yang diatur dalam Kitab Undang-undang

    Hukum Dagang(KUHD) mulai dari Pasal 36 sampai dengan Pasal 56.

    Pada intinya istilah Perseroan Terbatas tidaklah merupakan terjemahan

    dari istilah Naamloze Vennootschap, namun demikian istilah

    Perseroan Terbatas disamping merupakan istilah yang diserap dari

    perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia, istilah tersebut lebih

    relevan dan dapat secara lebih tepat mendeskripsikan bentuk dan sifat

    perseroan yang diatur dalam pasal-pasal KUHD itu.

    21 M.H. Tirta Amidjaja, 1956, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan, Djambatan, Jakarta, hal. 108. 22 K.R.M.T. Tirtodiningrat, 1963, Ihtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Pembangunan, Jakarta, hal. 132

  • 38

    Hal ini dapat ditelusuri dari pendapat yang dikemukakan oleh

    Prof. Soekardono23 bahwa pada dasarnya istilah tersebut lebih sesuai

    dengan sifat-sifatnya bentuk perusahaan yang dijalankan.

    Ditambahkan dengan pandangan

    bahwa Perseroan Terbatas atau yang disingkat dengan PT, terjadi dari dua kata, yaitu: perseroan dan terbatas. Perseroan ialah persekutuan yang modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham(aandeel, aktien), sedangkan kata terbatas itu tertuju pada tanggung jawab pemegang saham atau pesero yang bersifat terbatas pada jumlah nominal daripada saham-saham yang dimilikinya.

    ....istilah perseroan terbatas lebih tepat daripada istilah Naamloze Vennootschap, sebab arti istilah perseroan terbatas lebih jelas dan tepat menggambarkan tentang keadaan senyatanya....24,

    maka makna dari istilah Perseroan Terbatas menjadi semakin

    jelas dan pada akhirnya istilah tersebut dipergunakan sebagai istilah

    resmi dalam berbagai keperluan baik yang menyangkut dokumen

    notariil maupun dokumen-dokumen negara seperti Berita Negara

    Republik Indonesia(BNRI) dan Tambahan Berita Negara Republik

    Indonesia(TBNRI).

    Kendati pun pengaturan mengenai Perseroan Terbatas yang

    dituangkan dalam KUHD mulai dari Pasal 26 sampai dengan Pasal 56

    secara berturut-turut sudah digantikan dengan diundangkannya

    Undang-undang No. 1 Tahun 1995 dan Undang-undang No. 47 Tahun 23 R. Soekardono, 1983, Hukum Dagang Indonesia Jilid I (bagian kedua), CV. Rajawali, Jakarta, hal. 12724 H.M.N. Purwosutjipto, 1984, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2 (Bentuk-Bentuk Perusahaan), Djambatan, Jakarta, hal. 89

  • 39

    2007, penggunaan istilah Perseroan Terbatas masih tetap

    dipertahankan.

    Di samping menggunakan Perseroan Terbatas sebagai nama

    atau titel, kedua undang-undang tersebut secara khusus juga

    mencantumkan pengertian atau definisi mengenai apa yang

    dimaksudkan dengan Perseroan Terbatas. Pengertian tersebut diatur

    dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 47 Tahun 2007 yang

    menentukan :

    Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

    Dari pengertian yang ditentukan secara yuridis tersebut dapatlah

    diuraikan adanya 5(lima) unsur yang pada pokoknya saling berkaitan

    sebagai beikut:

    a. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan

    persekutuan modal,

    b. didirikan berdasarkan perjanjian,

    c. melakukan kegiatan usaha,

    d. modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham,

  • 40

    e. memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang

    ini serta peraturan pelaksanaannya.

    Mengingat karena beberapa hal menyangkut unsur-unsur

    tersebut sudah disinggung secara garis besarnya pada bahasan

    terdahulu, maka dalam bahasan pada sub bab ini sebenarnya akan lebih

    ditekankan pada penguraian unsur Perseroan Terbatas adalah badan

    hukum yang merupakan persekutuan modal. Namun demikian dan

    mengingat pula bahwa unsur-unsur yang lainnya juga memiliki arti

    yang tidak kalah pentingnya, maka penguraiannya tidaklah cukup

    hanya berupa penegasan semata-mata. Terhadap unsur-unsur yang

    lainnya itu akan ditambahkan pula penjelasan-penjelasan yang perlu

    dan relevan.

    Ad.a. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan

    persekutuan modal,

    Pernyataan yang dituangkan dalam Undang-undang No. 47 Tahun

    2007 tentang Perseroan Terbatas(UUPT)bahwa Perseroan

    Terbatas(PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal

    mengandung dua hal; pertama,memberikan ketegasan dan kedua,

    UUPT tidak menentukan secara rinci penegasan PT sebagai badan

    hukum persekutuan modal.

    Mengenai hal yang pertama, hendaknya patut diberikan

    apresiasi yang tinggi karena dengan ditegaskannya bahwa PT adalah

  • 41

    badan hukum yang merupakan persekutuan modal, berarti UUPT telah

    memberikan suatu kepastian hukum mengenai status hukum PT. Di

    samping itu penegasan tersebut merupakan langkah maju apabila

    dibandingkan terutama dengan KUHD yang tidak menentukan secara

    tegas tentang status PT sebagai badan hukum.

    Berkaitan dengan hal yang kedua, perihal badan hukum dan

    persekutuan modal merupakan pilar-pilar penting bagi PT yang

    menimbulkan keingintahuan untuk mendalaminya lebih jauh lagi, akan

    tetapi UUPT justru UUPT tidak mengatur secara terperinci mengenai

    pengertian istilah tersebut. Oleh karena itu pemahamannya dilakukan

    melalui penelusuran terhadap sumber bahan hukum sekunder.

    Menurut R. Subekti25 badan hukum adalah suatu

    perkumpulan/organisasi yang oleh hukum diperlakukan seperti

    seorang manusia, yaitu sebagai pengemban hak-hak dan kewajiban-

    kewajiban, dapat memiliki kekayaan, dapat menggugat dan digugat di

    muka pengadilan. Selanjutnya ditambahkan.perseroan terbatas atau

    NV sebagai badan hukum atau rechtspersoon berarti bahwa perseroan

    terbatas mempunyai suatu kekayaan tersendiri, terlepas dari kekayaan

    para pesero atau pengurusnya.26

    25 R. Subekti, 1973, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 1426 R. Subekti, 1977, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 171.

  • 42

    Rochmat Soemitro27 mengemukakan badan hukum, dalam

    bahasa Belanda Rechtspersoon, ialah suatu badan yang dapat

    mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang

    pribadi.

    Kedua pandangan tersebut dilatarbelakangi oleh pemikiran

    hukum Belanda yang pada pokoknya mengikuti alur berpikir menurut

    Civil Law System. Oleh karena itu untuk mengimbanginya, maka

    sehubungan dengan penguraian perihal badan hukum dalam bahasan

    ini perlu pula diuraikan pandangan dari sistem hukum lain sebagai

    pembanding.

    Dalam sistem common law, badan hukum dipadankan dengan

    corporation dan Henry Campbell Black28 mengemukakan bahwa

    corporation merupakan an artificial person or legal entity created by

    or under the authority of the laws of a state or nation. Selanjutnya

    secara lebih rinci, Lewis D. Solomon dan Alan R. Palmiter29

    memandanga corporation is a structuring device for conducting

    modern business. It is a framework-a legal person- through which a

    business can enter into contracts, own property, sue in court and be

    sued.

    27 Rochmat Soemitro, 1993, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, PT. Eresco, Bandung, hal. 1028 Henry Campbell Black, 1979, Blacks Law Dictionary, West Publishing Co, ST.Paul Minn, hal. 30729 Lewis D. Solomon dan Alan R. Palmiter, Op.cit., hal. 3

  • 43

    Berdasarkan penelusuran sumber-sumber bahan hukum

    sekunder baik dari penulis yang pemikirannya dilatarbelakangi prinsip-

    prinsip civil law system maupun common law system dapat dipetik

    makna yang umum, bahwa badan hukum itu pada pokoknya

    merupakan suatu entitas yang diciptakan oleh hukum dan diperlakukan

    sama seperti layaknya manusia.

    Dengan mengadopsi pandangan bahwa untuk adanya suatu

    badan haruslah dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

    a. adanya harta kekayaan yang terpisah,

    b. mempunyai tujuan tertentu,

    c. mempunyai kepentingan sendiri,

    d. adanya organisasi yang teratur30

    maka dapat dikemukakan PT sebagai badan hukum yang merupakan

    persekutuan modal mengandung pengertian, bahwa PT itu ditetapkan

    secara yuridis mewadahi kegiatan pemupukan, pengelolaan dan

    pemanfaatan modal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi para

    pemegang sahamnya yang bertanggungjawab secara terbatas pada

    sejumlah modal yang disetor untuk kepentingan menjalankan usaha

    perseroan.

    Ad.b. didirikan berdasarkan perjanjian, 30 R. Ali Rido, 1984, Hukum Dagang Tentang Aspek-Aspek Hukum Dalam Asuransi Udara Dan Perkembangan Perseroan Terbatas, Remadja Karya, Bandung, hal. 231

  • 44

    PT menurut The Nexus of Contract Theory sebagaimana telah dikutip

    pada halaman terdahulu pada pokoknya merupakan suatu akumulasi

    atau kumpulan dari berbagai perjanjian yang dibuat diantara berbagai

    pihak terutama dengan para pemegang saham, direksi, tenaga kerja,

    para suplier dan pelanggan. Jadi sebenarnya PT itu penuh dengan

    berbagai perjanjian.

    Diantara tahap-tahap pendirian (konstruksi), beroperasi

    (operasional) dan berakhirnya jangka waktu keberadaan PT(terminasi),

    maka keberadaan berbagai perjanjian itu memang sangat dominan

    ketika PT berada pada tahap operasional. Akan tetapi hal ini tidak

    berarti bahwa perjanjian tidak terdapat pada tahap-tahap yang lainnya.

    Keberadaan perjanjian dalam PT sebenarnya sudah dimulai dan

    berperan ketika PT itu dirancang pendiriannya oleh dua atau lebih

    calon pendiri. Kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan melalui

    perjanjian tersebut kemudian dituangkan ke dalam anggaran dasar PT

    yang bersangkutan. Perjanjian semacam inilah yang oleh Andrew

    Hicks dan S.H. Goo31 termasuk dalam hubungan hukum yang disebut

    dengan Pre-Incorporation Contracts yaitu perjanjian-perjanjian yang

    dipersiapkan untuk dibuat oleh suatu perseroan sebelum perseroan

    tersebut memasuki tahapan memperoleh status sebagai badan hukum(a

    contract purpoted to be made by a company before the date of

    incorporation).31 Andrew Hicks dan S.H. Goo, 2001, Case And Materials On Company Law, Blackstone Press, London, hal. 80

  • 45

    Pasal 7 ayat (1) UUPT menentukan Perseroan didirikan oleh

    2(dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa

    Indonesia. Berdasarkan penafsiran secara gramatikal, ketentuan

    tersebut mengandung pengertian bahwa sebelum datang menghadap di

    hadapan notaris, para pendiri sebenarnya sudah mempersiapkan

    kesepakatan-kesepakan yang dihasilkan dari perjanjian pendahuluan

    diantara mereka sebelumnya.

    Adanya perjanjian pendahuluan yang sifatnya

    konsensual(consensueel) atau suatu perjanjian yang didasarkan pada

    kata sepakat32 itu dan juga akta notaris yang juga berisi anggran dasar

    sebagai tonggak awal berdirinya suatu PT tersebut keduanya semakin

    memperlihatkan dengan pasti bahwa PT didirikan berdasarkan

    perjanjian. Oleh karena itu dapat dikemukakan pendirian dan

    eksistensinya PT sebenarnya merupakan implementasi atau

    perwujudan dari perjanjian terutama yang terjadi diantara sesama

    pendiri.

    Mengingat PT itu didirikan berdasarkan perjanjian, maka hal ini

    mencerminkan bahwa sebenarnya pendirian PT tunduk pada Hukum

    Perjanjian atau Contract Law yang menurut Gordon D Schaber dan

    Claude D. Rohwer33 .is initially concerned with determining what

    32 J.C.T. Simorangkir, et.al., Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 2933 Gordon D. Schaber dan Claude D. Rohwer, 1990, Contracts In A Nutshell, West Publishing, St.Paul Minn., hal. 1

  • 46

    promises the law will enforce or otherwise recognize as creating legal

    rights.

    Ad.c. melakukan kegiatan usaha,

    Berkaitan dengan unsur ini Pasal 2 UUPT menentukan Perseroan harus

    mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak

    bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

    ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.

    Pertama-tama yang patut dikemukakan pasal ini pada pokoknya

    merupakan suatu konsekuensi logis dari pemikiran teoritis bahwa

    pendirian PT didasarkan pada perjanjian dan sebagai hasil

    implementasi dari perjanjian. Oleh karena itu segala sesuatunya dan

    dalam hal ini menyangkut maksud, tujuan serta kegiatan usaha

    perseroan tidak boleh bertentangan dengan ketiga batasan

    sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum

    Perdata itu.

    Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya untuk dikemukakan

    adalah bahwa melakukan kegiatan usaha merupakan kewajiban bagi

    PT. Mengikuti pandangan H.L.A. Hart34 yang menekankan kewajiban

    merupakan primary rules(aturan-aturan yang menetapkan kewajiban-

    kewajiban dan hak-hak warga masyarakat), dimana sebenarnya

    kewajiban tersebut berkaitan erat dengan keyakinan serta motivasi

    34 H.L.A. Hart, 1986. The Concept of Law, ELBS/Oxford University Press, Oxford, hal. 6

  • 47

    internal, bahwa apabila tidak dilaksanakan akan timbul akibat-akibat

    yang tidak menyenangkan. Sebaliknya dengan melaksanakannya

    diharapkan akibat-akibat tersebut tidak akan terjadi, bahkan diyakini

    akan mendatangkan suatu kenikmatan. Dengan demikian kewajiban

    tersebut harus dilaksanakan, karena apabila sebaliknya akan

    menimbulkan sanksi-sanksi.

    Kewajiban melaksanakan kegiatan usaha yang dibebankan oleh

    Pasal 2 UUPT disamping karena dirumuskan dengan kata harus

    sebagai pernyataan perintah yang terdapat dalam pasal itu sendiri,

    keharusan melaksanakannya juga dikaitkan kewajiban mengisi format

    isian untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan

    badan hukum Perseroan(Pasal 9 ayat (1) ). Apabila tidak melaksanakan

    pasal ini maka berlakulah Pasal 10 ayat (4) dimana sebagai sanksinya

    Menteri langsung memberitahukan penolakan pengesahan.

    Secara ringkas dapatlah diuraikan, The Nexus if Contract

    Theory sebenarnya mengandung makna bahwa melaksanakan kegiatan

    usaha merupakan maksud dan tujuan yang dengan sendirinya harus

    terbangun(built-in) dalam rangkaian perjanjian-perjanjian mendirikan

    dan mengelola PT. Disamping itu mengingat PT juga merupakan

    wahana bisnis, maka melaksanakan kegiatan usaha merupakan

    aktivitas yang pokok dan mutlak sifatnya.

    Ad.d. modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham,

  • 48

    Sebelum sampai pada topik pokoknya maka terlebih dahulu akan

    diuraikan mengenai komposisi permodalan Perseroan Terbatas.

    Dengan demikian berarti pertama-tama yang diuraikan itu menyangkut

    permasalahan modal Perseroan Terbatas itu terdiri dari apa saja atau

    dari unsur-unsur apa saja permodalan Perseroan dibentuk.

    Menyangkut komposisi tersebut, ketentuan-ketentuan Pasal 31 ayat

    (1) dan Pasal 33 ayat UUPT pada pokoknya sudah menyatakan modal

    Perseroan itu terdiri dari 3 jenis modal yaitu modal dasar(authorized

    capital), modal ditempatkan(issued capital) dan modal disetor(paid up

    capital). Akan tetapi dalam hal ini UUPT tidak menentukan mengenai apa

    yang dimaksud dengan ketiga jenis modal itu.

    Rochmat Soemitro35 yang menggunakan istilah modal perseroan,

    modal yang ditempatkan dan modal bayar, secara garis besarnya

    menjelaskan makna-makna dari ketiga jenis modal itu sebagai berikut:

    Modal dasar merupakan modal perseroan disebut juga modal saham atau modal sero, atau dalam bahasa Belanda maatschappelijk kapitaal (statutair kapital) ialah jumlah modal yang disebut dalam akta pendirian dan merupakan suatu jumlah maksimum, sampai jumlah mana dapat dikeluarkan surat-surat saham.

    Mengenai modal ditempatkan dijelaskan, modal perseroan menurut kebiasaan tidak seluruhnya sekaligus ditempatkan, akan tetapi sebagian dahulu ditempatkanm sedangkan sebagian lagi disimpan dalam portpolio, dan baru akan dikeluarkan jika ternyata dibutuhkan modal lebih banyak lagi.

    Modal bayar ialah modal perseroan yang diwujudkan dalam jumlah uang.

    35 Rochmat Soemitro, Loc.cit., Hal. 21-23

  • 49

    Berkaitan dengan modal perseroan perlu dijelaskan pengertian

    tersebut murni merupakan pengertian yuridis.tidak ada hubungannya

    dengan pengertian ekonomis.dan perihal modal perseroan itu praktis

    selalu dicantumkan dalam anggaran dasar.36 Pendapat ini semakin relevan

    karena dalam UUPT memang telah ditentukan kewajiban untuk

    mencantum jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal

    disetor(Pasal 9 ayat 1 huruf d). Apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, maka

    Menteri dapat melakukan penolakan(Pasal 10 ayat 4).

    Dari ketentuan Pasal 31 ayat (1) dapat diketahui modal perseroan

    terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Ketentuan ini sejalan dengan

    pendapat bahwa modal Perseroan Terbatas itu selalu dibagi ke dalam

    saham-saham.37 Modal perseroan yang kemudian dibagi ke dalam saham-

    saham tersebut adalah modal dasar sesuai dengan klasifikasi saham

    menurut UUPT.

    Sehubungan dengan klasifikasi saham, Pasal 48 ayat (1) UUPT

    menentukan, saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Dalam

    Penjelasan pasal ini dinyatakan, yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah

    Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama

    pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk.

    Sedangkan Pasal 53 ayat (1) UUPT menentukan, anggaran dasar

    menetapkan 1(satu) klasifikasi saham atau lebih.

    36 Rudhi Prasetya, 1996, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 180.37 Nindyo Pramono, 2006, Bunga Rampai Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal. 133

  • 50

    Pengertian yang terkandung dalam ketentuan-ketentuan UUPT

    tersebut menunjukkan seluruh saham yang dikeluarkan Perseroan

    merupakan saham atas nama, tidak ada jenis saham lainya yang boleh

    dikeluarkan. Jadi setiap saham yang dikeluarkan Perseroan itu menurut

    UUPT sebenarnya sama jenisnya dan hanya berbeda klasifikasinya seperti

    yang ditentukan dalam Pasal 53 ayat (4) UUPT antara lain:

    a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara

    b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi

    dan/atau anggota Dewan Komisaris

    c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar

    dengan klasifikasi saham lain

    d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima

    dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas

    pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif

    e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima

    lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa

    kekayaan Perseroan dalam likuidasi.

    Selanjutnya berdasarkan Pasal 48 ayat (1), Pasal 53 ayat (1) dan

    ayat (4), Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama

    dengan satu klasifikasi atau lebih, dimana menurut Penjelasan Pasal 53

    ayat (4), klasifikasi saham tidak berdiri sendiri tetapi dapat merupakan

    gabungan dua atau lebih klasifikasi.

  • 51

    Uraian tersebut diatas pada pokoknya memperlihatkan kedudukan

    modal dalam perseroan dan sehubungan dengan pentingnya peranan modal

    disetor dalam menunjang operasional Perseroan, maka permasalahan

    mengenai penyetoran atas modal saham Perseroan perlu pula diuraikan

    secara garis besarnya.

    Mengenai penyetoran atas modal saham Perseroan, Pasal 34

    UUPT menentukan:

    (1) Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang

    dan/atau dalam bentuk lainnya,

    (2) Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penilaian setoran modal saham

    ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga

    pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan,

    (3) Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus

    diumumkan dalam 1(satu) Surat Kabar atau lebih, dalam jangka waktu

    14(empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah

    RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.

    Pasal 34 tersebut sebenarnya mengandung makna yang sangat

    luas dan memberikan kesempatan yang luas pula kepada semua pihak yang

    berkeinginan menanamkan modal melalui pemilikan saham Perseroan.

    Dalam hal ini Pasal 34 itu memperbolehkan penyetoran atas modal saham

  • 52

    perseroan tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk

    lainnya yang penilaiannya berdasarkan harga wajar sesuai harga pasar atau

    penilaian ahli yang independen.

    Di samping dalam bentuk uang yang memang secara umum sudah

    dilakukan dan dalam bentuk lain yang dinilai dengan uang secara wajar,

    Pasal 34 UUPT secara khusus menyebutkan penyetoran saham juga dapat

    dilakukan dalam bentuk benda tidak bergerak. Dari sekian banyak contoh

    benda tidak bergerak, maka untuk Indonesia tanah merupakan yang paling

    potensial dijadikan setoran atas modal saham Perseroan. Hal ini didukung

    fakta karena tanahlah yang paling mungkin dimiliki terutama oleh investor

    Indonesia yang akan berpatungan mendiri Perseroan dengan investor

    asing.

    Uraian mengenai unsur modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

    saham(ad.d.) tersebut pada satu sisi memberikan makna bahwa dibaginya

    modal dasar kedalam saham sebenarnya dimaksudkan untuk memberikan

    kesempatan yang luas kepada khalayak khususnya investor yang berminat

    menanamkan modal dengan jalan memiliki saham baik melalui partisipasi

    langsung ketika PT didirikan maupun bursa efek. Pada sisi lainnya,

    pembagian kedalam saham juga dimaksudkan seperti diungkapkan oleh

    Mas Soebagio38 pada pokoknya adalah untuk mengetahui dan dapat

    mengukur besarnya tanggung jawab dalam arti hak dan kewajiban setiap

    pemegang saham dalam hubungannya dengan Perseroan Terbatas. 38 Mas Soebagio, 1976, Permasalahan Dalam Bidang Hukum Pidana, Perdata & Dagang, Alumni, Bandung, hal. 135

  • 53

    Ad.e. memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-

    undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

    Unsur ini pada pokoknya semakin memperlihatkan bahwa merancang,

    mendirikan dan mengelola PT sebenarnya akumulasi atau perwujudan

    dari perjanjian-perjanjian(a nexus of contracts) di antara para pendiri

    yang kemudian menjadi pemegang saham, antara PT dengan direksi,

    dan antara PT melalui direksi dengan pihak ketiga.

    Berdasarkan uraian tersebut di atas jelaslah bahwa PT

    merupakan a nexus of contract dan berarti tunduk pada Asas

    Kebebasan berkontrak(Freedom of Contract atau Beginselen van

    Contractvrijheid).

    Di dalam asas tersebut terkandung suatu pandangan bahwa

    orang bebas melakukan atau tidak melakukan perjanjian, bebas

    dengan siapa ia mengadakan perjanjian, bebas tentang apa yang

    diperjanjikan dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat perjanjian.39

    Pandangan yang pada pokoknya memberikan ruang lingkup

    kebebasan berkontrak yang sangat luas itu ternyata dalam prakteknya

    menurut berbagai sistem hukum tidaklah berarti bahwa perjanjian

    dapat dibuat dan dilakukan dengan sebebas-bebasnya. Hal dapat

    disimak dari pendapat sebagai berikut:

    39 Peter Mahmud Marzuki, 2003, Batas-Batas Kebebasan Berkontrak dalam : Yuridika Vol 18, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, hal. 219.

  • 54

    Asas kebebasan berkontrak bukan tanpa pembatasan. Untuk mencegah disalahgunakan asas itu baik dengan undue influence di negara-negara dengan sistem common law atau misbruik van omstandigheden di negara-negara dengan civil law, asas kebebasan berkontrak perlu didampingi asas aequitas praestationis, yaitu asas yang menghendaki jaminan keseimbangan dan ajaran justum pretium, yaitu kepantasan menurut hukum. Asas-asas ini dapat dijumpai di dalam undang-undang, kepatutan dan ketertiban umum(openbare orde) atau public policy dalam konsep Anglo-Amerikan.40

    Pendapat tersebut pada pokoknya mengemukakan setiap

    perjanjian haruslah mengandung kepantasan dan kepantasan itu sendiri

    dapat dijumpai dalam undang-undang baik secara implisit maupun

    eksplisit. Oleh karena itu ditentukanlah bahwa PT harus memenuhi

    persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang.

    Disamping itu pendapatan tersebut juga menyiratkan tentang

    pentingnya kedudukan Undang-undang dalam hubungannya dengan

    perjanjian. Tentang pentingnya kedudukan itu dapat disimak dari

    pendapat Robert Duxbury41 berkaitan dengan perjanjian dalam sistem

    common law yang mengemukakan, a contract may be expressly

    forbidden by a statutory provision.

    Di Indonesia kedudukan yang sama kuatnya dapat dijumpai

    pada Paragraf kedua Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

    yang pada pokoknya menentukan persetujuan-persetujuan itu tidak

    40 Ibid.41 Robert Duxbury, 2006, Contract In A Nutshell, Sweet & Maxwell, London, hal. 92

  • 55

    dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau

    karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup itu.

    2.2. Kompetensi Perseroan Terbatas

    Sehubungan dengan sub bahasan ini sebenarnya terdapat dua istilah

    yaitu kewenangan dan kompetensi. Secara gramatikal kedua istilah ini

    memiliki pengertian yang hampir sama, akan tetapi istilah kewenangan

    itu sendiri pada pokoknya merupakan suatu istilah yang biasanya

    dipergunakan dalam Hukum Administrasi Negara. Hal ini dapat

    disimak antara lain dari sebuah artikel yang disusun oleh Yosran42

    sebagai berikut :

    Pengertian kewenangan adalah :

    Sumber-sumber kewenangan terdiri atas :

    1. ATRIBUSI, yaitu Pemberian kewenangan pada badan atau lembaga/ pejabat negara tertentu baik oleh pembentuk Undang Undang Dasar maupun pembentuk Undang Undang. Sebagai contoh : Atribusi kekuasaan Presiden dan DPR untuk membentuk Undang Undang.

    2. DELEGASI, yaitu Penyerahan atau Pelimpahan kewenangan dari badan /lembaga pejabat tata usaha negara kepada Badan atau Lembaga pejabat tata usaha negara lain dengan konsekwensi tanggung jawab beralih pada penerima delegasi. Sebagai contoh : Pelaksanaan persetujuan DPRD tentang pengajuan calon wakil kepala daerah.

    3. MANDAT, yaitu Pelimpahan kewenangan dengan tanggung jawab masih dipegang oleh sipemberi mandat. Sebagai contoh : tanggung jawab membuat keputusan-keputusan oleh menteri dimandatkan kepada bawahannya.

    42 Yosran, 2008, Teknik Pembuatan Keputusan Tata Usaha, http://ptunpdg.blogspot.com. Hal.1

  • 56

    Di samping karena istilah kewenangan dapat dikatakan sudah menjadi

    bagian dari dalam hukum administrasi negara, tampak pula istilah itu

    tidak ada relevansinya dengan topik bahasan tesis ini.

    Sementara itu istilah kompetensi dapat dijumpai penerapannya

    dalam Hukum Acara Perdata meliputi absolute kompetentie dan

    relatief kompetentie.43 Absolute kompetentie atau kekuasaan mutlak

    menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan dilihat

    dari macamnya pengadilan menyangkut pemberian kekuasaan untuk

    mengadili.sedangkan relatief kompetentie atau kekuasaan relatif

    menyangkut batas wilayah dari satu macam pengadilan.44 Di samping

    itu istilah kompetensi atau competency dipergunakan baik dalam

    hukum pembuktian(in the law of evidence) yang menunjukkan

    kesempurnaan alat bukti dan dalam hukum kontrak(in the law of

    contract). Dalam bidang hukum ini, kompetensi pada pokoknya

    mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian dibuat oleh para pihak

    yang tidak memiliki cacat mental atau tidak memiliki

    kapasitas(without mental disability or incapacity).45 Dalam Bahasa

    Belanda, istilah kompetensi mengacu pada istilah bevoeg yang artinya

    berwenang atau berkompeten.46

    43 R. Wirjono Prodjodikoro, 1980, Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, hal. 3944 Moh. Taufik Makarao, 2004, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 1945 Henry Campbell Black, Op.cit. hal. 257.46 J.C.T. Simorangkir, et.al., Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 200. Hal. 19

  • 57

    Secara keseluruhan uraian mengenai pengertian kompetensi

    tersebut pada pokoknya mengarah pada satu makna, bahwa kompetensi

    itu menunjukkan kapasitas atau kemampuan melakukan tindakan.

    Apabila pembahasannya menyangkut kompetensi PT, maka itu berarti

    membahas kemampuan PT melakukan tindakan-tindakan apa saja.

    Inilah yang merupakan pertimbangan mengapa dalam sub bahasan

    tesis ini dipergunakan istilah kompetensi. Namun demikian karena

    maknanya yang hampir sama dan sepanjang tidak mengganggu

    konsistensi uraian, penggunaan istilah kewenangan secara bergantian

    dengan istilah kompetensi kiranya masih dapat diterima.

    Secara garis besarnya dapat diuraikan bahwa kompetensi

    tersebut berkaitan erat dengan hak atau recht atau right yaitu

    kekuasaan/wewenang yang dimiliki seseorang untuk mendapatkan atau

    berbuat sesuatu.47 PT sebagai badan hukum merupakan subyek hukum

    yang dapat memiliki kewajiban dan hak-hak. Oleh karena itu

    dikatakanlah PT memiliki kompetensi. Namun demikian mengingat

    antara manusia dan badan hukum terdapat perbedaan, maka ruang

    lingkup kompetensi subyek hukum tersebut juga berbeda.

    Terdapat dua teori yang dapat menjelaskan perbedaan antara

    manusia (natural person) dengan badan hukum(artificial person)

    dalam kompetensinya berkaitan dengan hak-hak konstitusional

    47 Ibid.hal. 60

  • 58

    misalnya, yaitu The Business Interest Theory dan The Purely Personal

    Theory.

    The Business Interest Theory holds that a corporation does have constitutional rights but only those necessary to the firms business interests. For example, when a state creates a corporation with the power to acquire and utilize property, it necessarily and implicitly guarantees that the corporation will not be deprived of that property absent due process of law.

    under The Purely Personal Theory, a corporation has all the constitutional rights enjoyed by natural person except those that are purely personal. is determined on the basis of the nature, history, and purpose of that particular right.48

    Menurut kedua teori yang berkembang di Amerika Serikat

    tersebut sebenar kompetensi badan hukum perusahaan(business firm

    corporation) itu sepanjang dipandang perlu bagi perusahaan sangat luas

    ruang lingkupnya hingga meliputi hak-hak konstitusional, kecuali yang

    menyangkut hak-hak yang sifatnya sangat pribadi. Dalam kaitan ini

    dapatlah dikemukakan sebagai suatu contohnya adalah hak untuk

    dipilih dan memilih dalam pemilihan umum. Dikaji dari aspek sifat,

    sejarah dan tujuannya, hak tersebut merupakan very purely personal

    right sehingga hanya dapat diberikan kepada natural person dan tidak

    dapat diberikan kepada badan hukum.

    Untuk mengetahui apakah PT di Indonesia memiliki

    kompetensi dan sampai sejauh mana ruang lingkupnya pertama-tama

    48 Gary A. Moore, tanpa tahun, The Legal Environtment Of Business: A Contextual Approach, South Western, hal. 79

  • 59

    dipastikan kedudukan PT tersebut dalam hukum(apakah merupakan

    badan hukum atau tidak) dan selanjutnya dianalisis prasyarat yang

    harus dimiliki untuk dapat diberikan kompetensi.

    Mengenai PT yang dinyatakan sebagai badan hukum

    sebenarnya tidaklah mengherankan karena semenjak ditetapkan dalam

    Wetboek van Koophandel(WvK), apa yang kemudian dikenal dengan

    istilah Perseroan Terbatas itu sudah diterima sebagai suatu bentuk

    badan hukum persekutuan modal atau badan hukum yang bersifat

    komersial. Oleh karena itu persoalannya tidaklah terletak pada

    pertanyaan apakah PT itu merupakan badan hukum atau tidak,

    melainkan apakah PT sebagai badan hukum dapat memiliki kehendak

    dan apabila dapat, maka apakah kehendak tersebut dapat dilaksanakan

    oleh PT itu sendiri.

    Berkaitan dengan persoalan kehendak, Friedrich Carl von

    Savigny dengan Teori Fiksi sebagaimana dikutip oleh Chidir Ali49

    pada pokoknya mengemukakan sebagai berikut:

    .hanya manusia saja yang mempunyai kehendak.

    Badan hukum adalah suatu abstraksi, bukan merupakan suatu hal yang konkrit. Jadi karena hanya suatu abstraksi, maka tidak mungking menjadi suatu subyek dari hubungan hukum.badan hukum itu suatu fiksi yakni sesuatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang-orang menghidupkannya dalam bayangannya untuk menerangkan sesuatu hal.Jadi, orang bersikap seolah-olah ada subyek hukum yang lain, tetapi wujud yang tidak riil itu tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan, sehingga yang melakukannya ialah manusia sebagai wakil-wakilnya.

    49 Chidir Ali, 1999, Badan Hukum, Alumni, Bandung, hal. 32

  • 60

    Kendati pun sangat menegaskan badan hukum tidak dapat

    membuat kehendak sendiri, Teori Fiksi sebagaimana diuraikan secara

    ringkas tersebut sebenarnya mengakui adanya kehendak dalam badan

    hukum dan sudah tentu kehendak itu tidak dibuat oleh badan hukum itu

    sendiri. Kehendak itu direncanakan oleh orang-orang yang mendirikan

    badan hukum yang bersangkutan dan sekaligus melalui suatu

    mekanisme berfungsi melaksanakan atau mewujudkan kehendak untuk

    dan atas nama badan hukum.

    Intinya, PT sebagai badan hukum memiliki kehendak yang

    nantinya merupakan kompetensi badan hukum itu sendiri untuk

    melaksanakannya. Di Indonesia berdasarkan Pasal 2 UUPT yang

    menentukan, Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta

    kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan

    perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan, maka

    adanya kompetensi PT dapat disaksikan dalam rumusan mengenai

    Maksud Dan Tujuan Serta Kegiatan Usaha yang terdapat pada setiap

    Akta Pendirian-Anggaran Dasar PT.

    Untuk memperjelas uraian tersebut diatas selanjutnya disajikan

    contoh rumusan Maksud Dan Tujuan Serta Kegiatan Usaha yang

    dikutip dari sebuah Akta Pendirian-Anggaran Dasar PT berikut :

    MAKSUD DAN TUJUAN SERTA KEGIATAN USAHA

    Pasal 3

  • 61

    1. Maksud dan tujuan Perseroan ialah :

    Industri penempaan, pengepresan, dan penggulungan logam;

    2. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas Perseroan dapat melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut:

    - diversifikasi produk didalam lingkup industri penempaan, pengepresan, dan penggulungan logam, termasuk tetapi tidak terbatas pada pengerjaan baja nir-karat terpadu(integrated stainless steel work), penggulungan panas dan dingin (hot and cold rolling), grinding, polishing, annealing, pickling, slitting, leveling, tube making, blanking, circle cutting.

    Berdasarkan ketentuan Pasal 2 tersebut dapat dikemukakan,

    UUPT pada pokoknya hanya mengatur hak-hak komersial(commercial

    rights) saja, dan dari ketentuan itu pula dapat diketahui bahwa PT

    harus mempunyai maksud dan tujuan atau kehendak serta wajib

    melaksanakan kegiatan usaha yang telah ditentukan secara limitatif

    dalam anggaran dasar. Berkaitan dengan bidang usaha, maka rumusan

    tersebut merupakan kompetensi PT itu sendiri untuk melaksanakannya.

    Penyebutan secara rinci mengenai maksud dan tujuan serta

    kegiatan usaha tersebut secara langsung pula me