STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

40
1 STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI PROPINSI DIY Amiluhur Soeroso 1 , D. Wahyu Ariani 2 dan Y. Sri Susilo 3 Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected] akultas Jaya Yogyakarta Abstract This research aims to explore cultural development indicators in Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), which seen having competitive advantage. Then, formulating its policy, strategy and implementation programs based on cultural development. Data were obtained from survey to inhabitants in four regencies and one city. We processed data statistically by factor and cluster analysis. In addition, we did SPACE (Strategic Position and Action Evaluation), internal-external analysis and using choice experiment to look for and chose priorities among them. The results indicate that imperative parameters of cultural shape are organic solidarity, spiritualism, social institution, introduction of Javanese culture and language on early education, appreciation of arts, using formal and non-formal institution simultaneous and doing well communication in society. Therefore, the critical factors of cultural physic are arts value, arts performance, supporting infrastructure of culture, heritage conservation, batik and lurik pattern, handicrafts, traditional fashion, discipline and caring Kraton as centre of Javanese culture. Consequently, government of DIY should push cognitive, affective and conative education and doing revitalization of tradition, custom and rituals that reflecting of identity, integrity and togetherness of Javanese ethnics. Keywords: DIY, strategy, culture, competitive advantage I PENDAHULUAN Industri kebudayaan adalah industri berorientasi masa depan yang berbasis ekonomi kreatif (cultural economics). Di dalam industri ini tercakup barang cetakan (termasuk batik), percetakan dan multimedia, sinematografis, audio-visual, kerajinan tangan dan disain, arsitektur bangunan, seni visual, pertunjukan, olah-raga, musik, pabrikan alat musik, periklanan dan pariwisata budaya (Unesco, 2007). Dalam dua dekade terakhir, perdagangan barang kebudayaan dunia tumbuh secara eksponensial mencapai US$ 390 juta per tahun. Industri kebudayaan penting bagi negara sedang berkembang, karena bersifat padat karya, inovatif dan proses komersialisasinya memberikan nilai tambah bagi kesejahteran masyarakat. Industri ini dapat meningkatkan keunggulan kompetitif, pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kemiskinan. Namun, pada saat ini serbuan barang kebudayaan barat ke negara sedang berkembang terutama ke Indonesia lambat laun menafikan kebudayaan lokal sehingga bila tidak diatasi akan menghilangkan identitas sebuah bangsa. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Transcript of STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

Page 1: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

1

STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI PROPINSI DIY

Amiluhur Soeroso1, D. Wahyu Ariani2 dan Y. Sri Susilo3

Fakultas Ekonomi

Universitas Atma Jaya Yogyakarta

[email protected], 2 [email protected], 3 [email protected] akultas Jaya

Yogyakarta

Abstract

This research aims to explore cultural development indicators in Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY),

which seen having competitive advantage. Then, formulating its policy, strategy and implementation programs

based on cultural development. Data were obtained from survey to inhabitants in four regencies and one city. We

processed data statistically by factor and cluster analysis. In addition, we did SPACE (Strategic Position and Action

Evaluation), internal-external analysis and using choice experiment to look for and chose priorities among them.

The results indicate that imperative parameters of cultural shape are organic solidarity, spiritualism, social

institution, introduction of Javanese culture and language on early education, appreciation of arts, using formal and

non-formal institution simultaneous and doing well communication in society. Therefore, the critical factors of

cultural physic are arts value, arts performance, supporting infrastructure of culture, heritage conservation, batik and

lurik pattern, handicrafts, traditional fashion, discipline and caring Kraton as centre of Javanese culture.

Consequently, government of DIY should push cognitive, affective and conative education and doing revitalization

of tradition, custom and rituals that reflecting of identity, integrity and togetherness of Javanese ethnics.

Keywords: DIY, strategy, culture, competitive advantage

I PENDAHULUAN Industri kebudayaan adalah industri berorientasi masa depan yang berbasis ekonomi

kreatif (cultural economics). Di dalam industri ini tercakup barang cetakan (termasuk batik),

percetakan dan multimedia, sinematografis, audio-visual, kerajinan tangan dan disain, arsitektur

bangunan, seni visual, pertunjukan, olah-raga, musik, pabrikan alat musik, periklanan dan

pariwisata budaya (Unesco, 2007).

Dalam dua dekade terakhir, perdagangan barang kebudayaan dunia tumbuh secara

eksponensial mencapai US$ 390 juta per tahun. Industri kebudayaan penting bagi negara sedang

berkembang, karena bersifat padat karya, inovatif dan proses komersialisasinya memberikan

nilai tambah bagi kesejahteran masyarakat. Industri ini dapat meningkatkan keunggulan

kompetitif, pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kemiskinan. Namun, pada saat ini serbuan

barang kebudayaan barat ke negara sedang berkembang terutama ke Indonesia lambat laun

menafikan kebudayaan lokal sehingga bila tidak diatasi akan menghilangkan identitas sebuah

bangsa.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 2: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

2

Perubahan konstelasi dunia yang cepat dengan adanya ASEAN-China Free Trade Area

dan Asian Communities untuk menandingi Uni Eropa menyebabkan pemerintah daerah Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bermaksud menjadikan daerahnya sebagai pusat pendidikan,

kebudayaan dan daerah tujuan wisata di tahun 2020. Masyarakat diharapkan mampu memilih

budaya moderen yang positif dan tetap melestarikan budaya lokal. Namun demikian sampai saat

ini belum ada arahan strategi yang tepat untuk mengatasinya.

Dengan demikian perumusan masalahnya adalah bagaimana strategi yang tepat, organik,

tepat sasaran dan secara faktual dapat diimplementasikan mengangkat “DIY sebagai pusat

budaya tahun 2020”? Berkaitan dengan itu maka tujuan penelitian ini adalah (1) merumuskan

indikator pengembangan dan strategi yang dipilih untuk mewujudkan program, dan (2)

merumuskan kebijakan, strategi dan implementasi sebagai dasar “pembangunan berbasis

budaya” yang berdaya saing tinggi.

II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Budaya

Budaya atau kebudayaan yang menjadi landasan aktivitas kreatif, berasal dari bahasa

Sansekerta “buddhayah”, bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal sehingga dapat

diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal dan budi. Kebudayaan adalah hasil cipta,

rasa dan karya masyarakat (Soemardjan dan Soemardi dalam Wikipedia, 2007) dipelajari oleh

pola-pola perilaku yang normatif, mencakup segala cara atau pola berpikir (Ranjabar, 2006).

Universalitas unsur kebudayaan meliputi peralatan dan perlengkapan hidup manusia, mata

pencaharian dan sistem ekonomi, kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan dan

religi (Koentjaraningrat, 2004). Budaya bersifat dinamis, mengikuti perkembangan, baik internal

dan eksternal, serta multidimensional (bukan unidimensional). Tiga wujud kebudayaan adalah

(1) ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, (2) perilaku manusia dalam masyarakat dan (3) benda

hasil karya manusia.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 3: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

3

Dengan demikian, secara umum budaya menunjukkan seluruh pengetahuan, pengalaman,

keyakinan, nilai-nilai, sikap, makna atau arti, hirarki, religi, peran, hubungan, konsep, dan obyek

fisik yang diperoleh oleh sekelompok orang yang dibangun melalui usaha individu atau

kelompok. Budaya juga berarti sisitem nilai bersama orang-orang dalam kelompok atau dapat

berarti komunikasi; sehingga komunikasi juga berarti budaya. Berdasarkan konsep

Koentjaraningrat (2004) yang digunakan sebagai pedoman, maka dapat dikatakan bahwa setiap

suku bangsa akan menghasilkan kebudayaan. Oleh karena itu, dalam keragaman suku bangsa di

Indonesia juga terdapat keragaman kebudayaan.

II.2 Potpurri Strategi

Hirarki kebijakan, strategi dan taktik digunakan dalam pengambilan keputusan terhadap

upaya manajemen (Gambar 1-1). Kebijakan mensintesiskan variasi dari prinsip-prinsip optimasi

dengan kebijakan publik dan proses legal; atau dapat diartikan sebagai keputusan yang didisain

untuk deal dengan masalah sosial yang ada sehingga dapat diambil tindakan tertentu yang sesuai

(Nagel, 1982: xiii)

Sementara itu, manajemen strategi adalah proses upaya untuk menyatukan rencana dan

sumberdaya yang dimiliki baik dengan lingkungan eksternal dan internal (Langabeer II, 1998).

Tujuannya meraih keunggulan dan menciptakan posisi aman dengan melakukan efisiensi,

kontrol kualitas, inovasi dan memperhatikan tanggapan konsumen; sasarannya adalah kelestarian

pengembangannya (Lee dan Snepenger, 1992: 48-49). Adapun taktik adalah bagian dari strategi

untuk mencapai sasaran yaitu pengembangan keberlanjutan eksistensi budaya. Pada level taktik,

dipilih cara untuk operasionalisasi faktor kebudayaan agar memiliki daya saing. Dalam

pembangunan budaya, ketiganya penting karena sektor ini harus memperhatikan

keseimbangannya. Agar tujuan dan sasaran manajemen kebudayaan yang bermuara pada

ekonomi kreatif berkelanjutan tercapai maka dalam melakukan redefinisi, revitalisasi dan

reposisi strategi keterlibatan stakeholders harus menjadi bagian dari pengambilan keputusan.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 4: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

4

Gambar 1 Hirarki Keputusan dan Tipologi Keputusan Sektor Publik

Sumber: Cappiello, et al. (1995: 5), Rubin (Bryson dan Einsweiller, 1988)

Rubin (Bryson dan Einsweiller, 1988) mengembangkan strategi sektor publik

berdasarkan waktu dan konteks terjadinya perubahan (Gambar 1-2). Strategi tersebut adalah:

pertama, “saga” (kronologi) yaitu pola tindakan jangka panjang untuk mengembalikan nilai dan

tujuan yang mulai terancam hilang karena perubahan lingkungan, ketidak-tepatan atau kapasitas

pengelolaan ke posisi semula. Idenya tidak mengembalikan masa lalu tetapi untuk memperoleh

kembali kualitas yang hilang tetapi merespon situasi yang baru. Jenisnya: (a) restoratif

mengembalikan kualitas yang hilang melalui kebijakan baru dan orientasi ulang; (b) reformatif,

merubah kebijakan dan prosedur pemerintah sehingga dapat merefleksikan apresiasi pada masa

lalu; (c) rumah lindung (conservatory), tempat preservasi nilai, institusi atau tujuan yang

terancam perubahan lingkungan. Kedua, “Quests” (pertanyaan) yang menitik beratkan pada

masa depan yang baru. Jenis strateginya (a) agenda baru tujuan dan sasaran jangka panjang; (b)

visi besar terhadap kota, wilayah atau lembaga; (c) tindakan alternatif jangka panjang untuk

mengantisipasi krisis atau konflik.

Ketiga, ventura (venture) yang berasosiasi dengan (a) target keuntungan pada

kesempatan yang relatif kecil; (b) percobaan (trial), eksperimen jangka pendek agar dapat

bertransaksi dengan berbagai isu; (c) kompak (compact) atau perjanjian jangka pendek antar

lembaga untuk melakukan aksi dan menanggung kesulitan secara bersama-sama. Terakhir,

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 5: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

5

“parlays”, upaya memitigasi tingkat risiko yang tidak diinginkan dengan memberikan

perlindungan jangka panjang. Tiga jenis strateginya adalah (a) proteksi (hedging) terhadap

risiko; (b) mendorong (leveraging atau engaging), upaya negosiasi untuk memperoleh

keunggulan; (c) peningkatan atau “advancing” – membuat respon jangka pendek pada situasi

yang penting.

III METODE PENELITIAN

III.1 Data, Daerah Penelitian dan Sampel

Penelitian ini dilakukan dengan survei, menggunakan data: (1) primer, melalui

wawancara dengan bantuan kuesioner terstruktur, dan (2) sekunder, dengan menggali dari

literatur. Lokasi penelitian adalah di empat kabupaten dan satu kota di DIY. Mengacu Watson et

al. (1993: 360) ukuran sampel ditentukan dengan cara:

n =

41/2

2

Z p 1 p 2

...................................................................................... (1)

n adalah ukuran sampel dengan harapan proporsi kesuksesan pengambilan sampel (p);

Z½, koefisien konfidensi, =L+R adalah batas kiri (L) dan kanan (R) toleransi kesalahan.

Dengan asumsi p=90%, =1%, L=R maksimal 4% maka menggunakan rumus (1) jumlah sampel

(n):

4. (2,58)2. (0,90).(0,10)/(2.0,04)2 = 3,39/0,0064 375 orang.

Untuk itu, peneliti menetapkan responden dalam penelitian ini sejumlah 380 orang,

distribusi sampel dilakukan secara purposif. Daftar responden terpilih yang dianggap mengerti

kebudayaan Jawa dan ekonomi kreatif disusun berdasarkan diskusi penulis dengan sejumlah

pakar dan birokrat Pemerintah Daerah Provinsi DIY. Responden tersebut meliputi guru terutama

kesenian, bahasa serta bimbingan dan penyuluhan (BP); akademisi, dinas/intansi terkait (dinas

pendidikan, kebudayaan, pariwisata, pertanian, Bappeda, museum serta balai pelestarian

peninggalan purbakala), seniman (pedalangan, tari, kriya, kerawitan, batik, musik, lukis, media

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 6: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

6

rekam, pemimpin sanggar seni, pengrajin kerajinan tangan), aktivis lembaga swadaya

masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat yang dianggap dapat memberikan kontribusi (dari

Kraton Yogyakarta, Pura Pakualaman, pemimpin organisasi pendidikan, kebudayaan dan

pertanian).

III.2 Instrumen Penelitian

Sebelum digunakan, instrumen penlitian diuji coba dulu terhadap 30 orang responden (n),

kemudian dianalisis dengan teknik -cronbach (Santosa, 2000b: 276-277; 280-281). Selanjutnya

analisis faktor digunakan untuk menentukan faktor-faktor dari subyek yang diteliti dengan

mereduksi jumlah pernyataan pada kuesioner. Inti setiap faktor dibentuk dari setiap pernyataan

yang berhubungan dengan yang lain dan kelompok pernyataan yang membentuk faktor (Hair et

al., 2006: 114-115; Santosa, 2000a: 100-101).

Prosesnya pertama, melihat nilai signifikansi KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) and Barrlett’s

test. Jika KMO> 0,50 dengan p < 0,10 maka pengujian dapat dilanjutkan (Hair et al., 2006: 114-

115; Santosa, 2002a: 100-101). Selanjutnya berdasarkan tabel Measure of sampling Adequacy

(MSA) dilakukan langkah: (1) menentukan hipotesis: (a) H0: sampel (variabel) belum memadai

untuk dianalisis lebih lanjut; (b) H1: sampel (variabel) sudah memadai untuk dianalisis lebih

lanjut; (2) menetapkan persyaratan: (a) jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima; sebaliknya; (b)

jika signifikan < 0,05 maka H0 ditolak; (3) menetapkan titik kritis: (a) MSA = 1 variabel dapat

diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain; (b) MSA > 0,5 variabel masih dapat diprediksi dan

dianalisis lebih lanjut; (c) MSA < 0,5 variabel tidak dapat diprediksi dan dianalisis lebih lanjut;

dan (4) mengambil keputusan: analisis dapat dilanjutkan atau tidak. Selanjutnya melihat

persentase variasi yang dijelaskan (percentage of variance explained) yaitu suatu ukuran yang

menyatakan berapa banyak total perbedaan variabel atau pernyataan diwakili oleh faktor-faktor.

Suatu faktor dianggap mewakili atau mendasari variabel-variabel yang ada bila persentasenya

lebih besar daripada rerata variabel atau total initial eigenvalues-nya lebih dari 1 (Hair et al,

2006: 120).

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 7: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

7

Kedua, (1) menentukan variabel yang dianalisis, (2) rotasi pada faktor yang dibentuk, (3)

interpretasi dan pemberian nama terhadap faktor yang terbentuk yang dapat dianggap mewakili

variabel anggota faktor tersebut. Signifikansi parameter factor loading ditentukan berdasarkan

sampel yang digunakan; dengan sampel di atas 350 diperlukan signifikan factor loading sebesar

0,30 (Hair et al., 2006: 128). Hasil perhitungan berupa skor faktor digunakan sebagai masukan

untuk analisis kelompok (cluster); dan hasilnya merupakan kelompok-kelompok faktor.

Kemudian, berlandaskan pada hasil analisis tersebut, kebijakan, strategi dan taktik

operasional dikonfimasikan dengan 15 orang pakar. Sistem yang dilakukan adalah dua putaran

pertemuan. Hasilnya dipetakan dan disintesiskan dengan menggunakan: (1) analisis SPACE

(Strategic Position and Action Evaluation) dan (2) analisis kekuatan internal-eksternal (IE).

Terakhir dilakukan proses hirarki analitik (Analytical Hierarchy Process, AHP) dengan

menggunakan perangkat lunak expert choice untuk menentukan prioritasnya (Saaty, 1986).

IV HASIL PENELITIAN

IV.1 Potensi Budaya DIY

Mayoritas penduduk DIY beretnis Jawa dengan bahasa pengantar keseharian Jawa dialek

Mataraman; dan bahasa Indonesia untuk kegiatan formal. Karakteristik masyarakat agraris

dengan lahan persawahan irigasi teknis, seringkali dikombinasikan dengan pembenihan ikan,

mina padi dan kolam. Sektor ini menjadi andalan karena relatif tidak memerlukan ketrampilan

khusus. Namun, seperti umumnya masyarakat pertanian, bercocok tanam baginya bukan hanya

matapencaharian tetapi juga praktik upacara dengan tata susila dan memperlihatkan identitas

etnis, sehingga pertanian terjalin dalam kebudayaan (O’Connor, 1995: 969).

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 8: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

8

Tabel 1 Rekapitulasi Sumberdaya Budaya di DIY

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY

DIY memiliki modal kebudayaan (cultural capital) berupa upacara adat, permainan

tradisional, benda cagar budaya, kuliner dan kerajinan. Beberapa produk kerajinan tangan dibuat

menggunakan pengetahuan tradisional dengan bahan baku lokal berbasis alam seperti sisa hasil

pertanian yang dikenal ramah lingkungan namun selama ini diabaikan seperti rumput, bambu,

kelopak bunga, daun, ranting dan dahan pohon yang tersedia banyak di perdesaan. Sumberdaya

ini relatif padat karya dan menjadi konsumsi ekspor sehingga memiliki prospek mendatangkan

devisa. Seni pertunjukan di antaranya wayang ditetapkan UNESCO sebagai “a masterpiece of

the oral and intangible heritage of humanity” pada tahun 2003 (Unesco, 2003).

Pada Tabel 1 terlihat infrastruktur penunjang kebudayaan DIY yaitu museum, sarana-

prasarana pariwisata dan institusi budaya (lembaga pendidikan, yayasan, paguyuban, intansi

pemerintah dan lain-lain. Fakta tersebut memperlihatkan bahwa sumberdaya kebudayaan di DIY

melimpah, namun perlu kebijakan dan strategi pengelolaan yang tepat agar dapat bersaing

dengan industri kebudayaan mancanegara.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 9: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

9

Gambar 2 Grafik Jumlah Pengunjung Sepuluh Besar Obyek Wisata di DIY

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY

Sebagai contoh, pemanfaatan obyek wisata di DIY lebih banyak pada modal alam

dibandingkan kebudayaan seperti candi atau obyek lain yang menawarkan seni pertunjukan

(Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa potensi budaya yang ada belum digarap optimal,

padahal keanekaragaman kebudayaan jauh lebih kompleks dibandingkan keanekaragaman

hayati.

IV.2 Profil Responden

Dari 380 buah kuesioner yang dihasilkan, satu buah kueisoner tidak lengkap sehingga

hanya digunakan 379 kuesioner. Responden adalah penduduk Kota Yogyakarta 39,3 persen,

Sleman 35,6 persen, Kulon Progo 2,6 persen, Bantul 21,2 persen dan Gunung Kidul sebanyak

1,1 persen. Mereka merupakan tokoh masyarakat (32,5%), guru (19,8%), aktivis LSM (1,8%),

dan lain-lain termasuk seniman dan muspida (45,9%) dengan wanita mencapai 44,1 persen

sedangkan pria 55,9 persen, yang berstatus menikah 81,8 persen dan tidak menikah 18,2 persen.

Pendidikan responden adalah pascasarjana 21,9 persen, sarjana 47,5 persen, akademi 5,3

persen, SLTA 23,5 persen, SLTP 1,3 persen dan lainnya 0,5 persen. Pekerjaannya, PNS sebesar

68,6 persen, pensiunan 2,4 persen dan swasta 8,2 persen dan lainnya 20,8 persen. Responden

penelitian memiliki kemampuan aktif berbahasa Jawa, Indonesia dan lainnya (Inggris, Perancis

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 10: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

10

dan lain-lain) sebesar 20,6 persen, Indonesia saja 2,6 persen dan sisanya Jawa dan Indonesia 76,8

persen.

Besaran proporsi responden dengan tingkat pendidikan tinggi, mencerminkan bahwa

mereka dianggap mewakili kaum yang memahami industri kebudayaan yang berbasis pada

aktivitas ekonomi kreatif. Namun, meski saat ini profesinya di bidang non-pertanian, pada

dasarnya ada responden masih terlibat dengan kegiatan petanian (misalnya memiliki ladang,

sawah, kebun, kolam perikanan, ternak) karena tinggal di wilayah perdesaan, sehingga

diasumsikan relevan dengan masyarakat agraris di Propinsi DIY yang mengangap pertanian

sebagai upacara dan tata susila kebudayaan nenek moyang.

IV.3 Uji Instrumen

Berdasarkan pengujian dengan teknik alpha Cronbach seluruh butir kuesioner (50 buah)

fisik budaya memiliki r hitung bertanda positif dan lebih besar dari titik kritis (r tabel = 0,2407,

pada df = n-2 dan n = 30, =5%), dengan koefisien - Cronbach sebesar 0,861. Oleh karena itu

seluruh butir kuesioner fisik budaya dinyatakan valid dan reliabel sehingga dapat dipergunakan

dalam penelitian.

Sementara itu dari pengujian 40 butir kuesioner wujud budaya, nomor 8, 9, dan 10

dinyatakan tidak valid (memiliki skor negatif atau lebih kecil dari r tabel sehingga dikeluarkan

dari daftar. Koefisien -Cronbach adalah 0,886. Instrumen yang valid dan reliabel dipergunakan

di dalam penelitian.

IV.4 Faktor Kebudayaan Jawa Yang Penting

IV.4.1 Faktor Wujud Kebudayaan Jawa

Dari analisis, ditemukan KMO sebesar 0,869 (p < 0,01), dengan MSA seluruh item lebih

besar dari 0,5 sehingga variabel memadai dianalisis dan proses pengujian dapat dilanjutkan.

Dengan cut off point 0,30 dan skor eigenvalues di atas 1 maka sepuluh faktor penting wujud

kebudayaan di DIY (Tabel 2) adalah pertama, solidaritas organis; tatanan sosial masyarakat tidak

lagi bersandar pada uniformitas mekanis (hanya bertumpu pada tradisi dan tekanan kolektif),

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 11: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

11

dituntut lebih kreatif, bebas tetapi bertanggung-jawab terpadu saling mengisi, rasional dan

berorientasi manusia. Warga masyarakat masih perlu memelihara budaya saling berkunjung,

menjaga suasana kekerabatan kondusif, penyelesaian konflik melalui musyawarah, menciptakan

kenyamanan kehidupan pergaulan di antara warga, gotong-royong dan menjaga bahkan

meningkatkan rasa percaya di antara anggota masyarakat.

Kedua, pranata sosial yaitu tradisi dan tata krama serta penghormatan kepada orang tua,

pepundhèn dan leluhur. Penghormatan masyarakat kepada kultus orang tua pada dasarnya karena

prioritas sifatnya yang kuasi religius. Selaku tetua mereka dianggap lebih dekat dengan asal,

sumber identitas dan kebijaksanaan, kehidupan serta garis yang harus diteruskan dengan

beranak-pinak dan membesarkannya sehingga disebut pepundhèn (yang diagungkan) oleh anak-

anak (Mulder, 2001: 164). Hal ini tampak pada tradisi pulang kampung saat lebaran yang selalu

dilakukan seorang anak meski dia telah berumah tangga untuk menghadap dan memohon berkah

orang tua. Ketergantungan anak pada berkah orang tua dilanjutkan meskipun mereka sudah

meninggal dunia dengan berziarah ke makamnya, mendoakan agar mereka mendapat tempat

yang baik dan memohon diberikan ketenteraman hidup. Ritual masyarakat dalam bentuk

peringatan-peringatan terhadap sesuatu yang dianggap penting sering dilakukan. Pada hari

peringatan tersebut mereka mengadakan slametan (kenduri) yang bermakna selamat; upacara

makan makanan bersama yang didahului doa tolak-bala oleh kyai atau kaum. Menurut Mulder

(2001: 163) hal ini sebenarnya merupakan ekspresi keprihatinan dan harapan mereka bagi

datangnya keselamatan yang lestari. Selain itu, perlu pula menjunjung norma kesusilaan, adat-

istiadat, tata nilai berbusana Jawa yang mengindikasikan perilaku sebagai orang Jawa.

Ketiga, pengenalan budaya sejak dini sebagai upaya apresiasi dan tanggung-jawab dalam

melestarikan budaya Jawa. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan dengan meminta bantuan

perguruan tinggi yang memiliki fakultas ilmu budaya Jawa. Keempat, spiritualisme, mendorong

masyarakat untuk mengimbangi derasnya arus konsumerisme fisik dalam era globalisasi melalui

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 12: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

12

peningkatan pendidikan (baik pengetahuan maupun ketrampilan) dan keimanan. Di sini

keimanan memperkuat pendidikan kebudayaan (misalnya budi pekerti).

Kelima, mendorong penggunaan bahasa Jawa bagi generasi muda, termasuk mencari

solusi untuk mengajarkan kromo hinggil agar mudah ditangkap. Intensitas pembelajaran dan

pengenalan budaya Jawa sejak dini melalui pendidikan formal dan non-formal, dan mendorong

penggunaan bahasa Jawa dalam keseharian, paling tidak dengan proporsi berimbang dengan

Bahasa Indonesia pada acara yang tidak formal. Hal ini penting karena bahasa pada dasarnya

merupakan simbol sebuah tindakan atau obyek yang secara sosial dapat dijadikan alat interaksi

(komunikasi) antar individu, dan alat berpikir intra individu. Bahasa komunikasi khususnya

simbol merupakan kunci untuk mengerti kehidupan sosial (Sunarto, 1985). Jadi,

mempertahankan bahasa Jawa berarti mempertahankan kehidupan sosial serta mempersatukan

aspek-aspek yang terdapat pada etnik Jawa. Sosialisasi pelestarian dapat dilakukan melalui agen-

agen sosial seperti lembaga pendidikan, media massa, keluarga dan lain-lain.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 13: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

13

Tabel 2 Faktor Wujud Kebudayaan Yang Penting

Item

Faktor

Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

W20: Suasana kekeluargaan 0.71 0.19 0.19 (0.00) 0.04 0.03 0.13 0.05

(0.01) 0.07 Solidaritas organis

W22: Kenyamanan bergaul antar warga 0.65 0.22 0.08 (0.01) 0.05 (0.10)

(0.04) 0.11 0.19 0.08

W21: Budaya saling berkunjung antar warga 0.64 0.16 0.05 (0.03) 0.06 0.07 0.13

(0.01) 0.32 0.10

W19: Musyawarah bagi penyelesaian konflik 0.61 0.17 0.14 0.02 0.11 0.02 0.20 0.03 0.05 0.18

W23: Kemudahan komunikasi antar warga 0.58 0.27 0.05 0.06 0.05 (0.06)

(0.05) 0.10 0.27 0.12

W18: Budaya gotong royong antar warga 0.45 0.26 0.21 0.02 0.00 0.01 0.33 0.12

(0.06) (0.00)

W39: Solidaritas antar warga 0.39 0.37 0.08 (0.01) 0.02 (0.14) 0.21 0.01 0.27 0.19

W33: Menjunjung tradisi dan tata karma 0.30 0.74

(0.00) (0.04) 0.17 0.03 0.07 0.13 0.05 0.26 Pranata sosial

W34: Penghormatan terhadap pepundhen 0.38 0.68 0.05 (0.04) 0.14 0.00 0.14

(0.00) 0.14 0.10

W32: Menjunjung norma kesusilaan 0.34 0.58

(0.01) (0.06) 0.15 0.06 0.27 0.06 0.06 0.18

W37: Menjunjung adat-istiadat 0.35 0.56 0.14 (0.04) 0.12 (0.08) 0.25 0.07 0.15 0.08

W30: Menjunjung tata nilai berbusana Jawa 0.05 0.37 0.02 (0.01) 0.31 0.03 0.20 0.17 0.16 0.17

W40: Menghormati etnik lain 0.18 0.32 0.14 0.02

(0.02) 0.00 0.02

(0.01) 0.25 0.04

W35: Penghormatan terhadap status perkawinan 0.21 0.27 0.26 0.08 0.18 0.00

(0.00) 0.04 0.16 (0.01)

W13: Pengenalan budaya Jawa sejak dini 0.08 0.10 0.76 0.03 0.08 (0.08)

(0.00) 0.10 0.00 0.08 Pengenalan budaya Jawa sejak dini

W11: Tanggungjawab pelestarian budaya Jawa 0.18 0.12 0.63 0.08 0.09 (0.08) 0.03 0.05 0.00 0.12

W12: Pendidikan kebudayaan Jawa di Perg Tinggi

(0.02) 0.02 0.49 (0.04) 0.24 0.04 0.01

(0.02) 0.21 0.11

W14: Peningkatan rubrik budaya pada media massa 0.17

(0.05) 0.45 0.01 0.03 0.17

(0.06) 0.07

(0.04) (0.08)

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 14: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

14

Lanjutan Tabel 2

W04: Kepercayaan terhadap pendidikan, laku atau olah bathin

(0.01)

(0.06) 0.05 0.86 0.05 0.08 0.01 0.11 0.00 0.02 Spiritualisme

W03: Kepercayaan terhadap supranatural 0.02 0.02

(0.05) 0.69

(0.01) 0.14 0.03 0.01 0.07 (0.08)

W05: Penggunaan petungan: naga dina & pranatamangsa

(0.01)

(0.01) 0.09 0.68

(0.01) 0.08

(0.07) 0.22

(0.05) 0.04

W29: Mendorong bahasa Jawa bagi generasi muda 0.07 0.06 0.44 0.07 0.60 0.11

(0.01) 0.08 0.01 0.01 Bahasa Jawa bagi generasi muda

W27: Kemudahan penerapan Kromo Hinggil 0.02 0.09

(0.02) 0.00 0.56 (0.04) 0.22 0.06 0.25 0.14

W26: Penggunaan bahasa Jawa dalam keseharian 0.05 0.13 0.19 0.01 0.53 0.08 0.04

(0.01) 0.11 0.03

W28: Penghormatan kepada orang tua melalui bahasa 0.31 0.18 0.28 (0.10) 0.50 (0.06)

(0.02) 0.10

(0.13) 0.07

W38: Restriksi terhadap budaya barat 0.04 0.11

(0.13) 0.13 0.28 0.18 0.09 0.02 0.22 0.07

W16: Peran teknologi terhadap degradasi budaya Jawa

(0.00) 0.01 0.01 0.09 0.08 0.79 0.00 0.07

(0.00) 0.01 Perlindungan terhadap kemajuan teknologi

W15: Peran teknologi terhadap degradasi tata karma

(0.07)

(0.05) 0.17 0.11

(0.01) 0.72 0.08 0.03 0.01 (0.02)

W17: Peran teknologi yang tidak seiring dengan budaya Jawa 0.02 0.06

(0.25) 0.17 0.06 0.43 0.05 0.01 0.14 0.11

W07: Penghargaan masyarakat terhadap karya seni 0.22 0.17

(0.08) (0.00) 0.13 0.04 0.67 0.08 0.03 0.25 Penghargaan karya seni

W06: Penghargaan pemerintah terhadap karya seni 0.18 0.24

(0.01) (0.03) 0.13 0.17 0.63 0.11 0.02 0.22

W02: Pelaksanaan ritual budaya Jawa 0.10 0.10 0.12 0.16 0.05 0.06 0.09 0.95 0.16 (0.00) Ritual

W01: Penghormatan terhadap leluhur 0.10 0.09 0.10 0.20 0.10 0.06 0.08 0.56

(0.02) 0.08

W24: Kepercayaan antar warga 0.38 0.16

(0.13) 0.05 0.12 (0.04) 0.21

(0.04) 0.50 0.05 Pemupukan rasa percaya

W25: Perasaan ketergantungan antar warga 0.17 0.09 0.05 (0.00) 0.14 0.05

(0.05) 0.07 0.43 0.06

W36: Persaudaraan antar warga 0.17 0.29 0.16 0.02 0.17 0.11

(0.03) 0.10 0.41 (0.02)

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 15: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

15

Lanjutan Tabel 2

W10: Keyakinan mempertahankan kebudayaan Jawa 0.12 0.15 0.15 (0.01) 0.18 0.00 0.24 0.03 0.20 0.60 Peran institusi formal & nonformal

W08: Kurikulum budaya Jawa pada lembaga pendidikan 0.24 0.20 0.02 0.02 0.17 0.17 0.18 0.02

(0.08) 0.46

W09: Peran institusi formal & orang tua untuk mempertahankan budaya Jawa 0.27 0.18 0.22 0.04 0.08 0.01 0.07 0.07 0.15 0.46

W31: Konsumerisme pada masyarakat

(0.05)

(0.12) 0.09 0.22 0.20 0.06

(0.18)

(0.03) 0.10 (0.31)

Eigenvalue 8.878 3.091 2.559 2.026 1.752 1.569 1.279 1.171 1.121 1.009

Sumber: Hasil Pengolahan Data (2008)

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 16: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

16

Keenam, memberikan stimulan yang dapat mengimbangi kemajuan teknologi;

misalnya menghidupkan kembali permainan (dolanan) pada anak seperti gobak sodor,

bekelan, pasaran, jèk-jèkan dan sebagainya yang relatif mendidik, menciptakan

kebersamaan, ada unsur olah-raga yang menyehatkan dan murah untuk mengimbangi

introduksi budaya asing yang individualistis dan memerlukan uang relatif banyak

(misalnya: play station atau computer game). Cara lain yang mudah adalah memberi

pemahaman penggunaan sesumber lokal (bukan impor dari daerah lain) seperti

mainan yang dibuat dari glagah (bunga tebu), janur (daun kelapa yang muda) dan

sebagainya. Kemudian, pemanfaatan teknologi informasi melalui media massa seperti

televisi, radio dan sebagainya untuk menunjang aktivitas dan kreativitas budaya.

Ketujuh, perlunya bantuan pemerintah untuk masyarakat melalui pemberian

penghargaan karya seni, mendorong mereka berperilaku sebagaimana orang Jawa

(nJawani). Acara-acara dapat dirancang agar orang dapat menggunakan kembali

simbol-simbol yang mencirikan budaya Jawa (lomba nembang, mancapat, pidato

berbahasa Jawa, menulis hanacaraka dan sebagainya). Kemudian faktor kedelapan

adalah mempertahankan ritual kebudayaan Jawa (garebeg, sekaten, bekakak gamping

dan lain-lain). Aktivitas sosial-budaya, tradisi, ritual dan spiritual seperti ini perlu

dipertahankan sebagai identitas budaya. Perkampungan unik, Kotagede dan Pecinan

direvitalisasi searah dengan spiritnya, serta menumbuhkan kembali sifat gotong-

royong dan rembug warga sebagai media pengikat nilai-nilai yang menjadi ciri khas.

Kesembilan, pemupukan rasa saling percaya dan persaudaraan antar warga

yang diharapkan menimbulkan ikatan kelompok baik dalam paguyuban yang bersifat

impulsif, kolektif dan setia kawan maupun patembayan yang lebih bersifat formal-

rasional. Hal ini penting dipikirkan untuk mengeliminasi dominasi satu kelompok dan

menciptakan integrasi yang mengakui perbedaan, meskipun perbedaan tersebut tidak

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 17: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

17

menjadi fokus utama dalam masyarakat. Dari sini dapat dibentuk institusi-institusi

sosial masyarakat melalui kemitraan, koperasi dan lain-lain. Kesepuluh, kebutuhan

peran institusi formal seperti sekolah dan non-formal (agen-agen sosialisasi seperti

keluarga, kelompok bermain dan media massa) terhadap pembelajaran masyarakat.

Sosialisasi dilakukan dengan cara partisipasi (participatory socialization) yang

menekankan pada interaksi, komunikasi dan penyampaian informasi secara

multilateral, memberi perhatian atau imbalan yang bersifat simbolis.

Komunikasi dalam proses pembelajaran perlu bertumpu pada: (1) kompetensi

yaitu (a) pengetahuan; (b) ketrampilan – keahlian mengembangkan kapabilitas; (c)

kemampuan mengerjakan sesuatu secara fisik, mental, finansial dan legal; (d)

pengalaman kerja; (2) inovasi – dengan pelatihan yang tidak membosankan; (3)

motivasi (meningkatkan produktivitas, efisiensi, profitabilitas dan fleksibilitas)

dengan: (a) mengurangi hambatan semantik yaitu meningkatkan kemampuan

berkomunikasi; (b) mengurangi hambatan teknis (merapikan sistem pengelolaan); (c)

mengurangi hambatan manusiawi melalui pengawasan terhadap proses kegiatan; dan

(d) mengurangi hambatan mekanis dengan cara mengubah proses sebagian atau

seluruh sistem yang tidak efisien; dan (4) perluasan visi dengan mencari pembanding.

Berdasarkan analisis kelompok (cluster) terhadap faktor-faktor penting dalam

pelestarian wujud kebudayaan diperoleh dua kelompok besar (Gambar 3). Di sini

ritual merupakan faktor yang mandiri, sedangkan yang lain bergabung menjadi satu

fokusnya pada pendidikan (khususnya pendidikan usia dini, PAUD) sebagai basis

kekuatan menghadapi persaingan industri kebudayaan global. Ritual kebudayaan

semacam mitoni, tingkeban, merti bumi, labuhan menjadi aktivitas unik yang menarik

dieksplorasi dan dijadikan wahana mengenalkan budaya Jawa ke mancanegara

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 18: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

18

(dikemas dalam audio-visual). Cara pemasaran yang baik dan benar akan menentukan

konsumsi, bahkan pembelian ulang konsumen.

Gambar 3 Kelompok Wujud Budaya Jawa

Sumber: Hasil Pengolahan Data (2007)

IV.4.2 Faktor Fisik Kebudayaan Jawa

Dari analisis faktor fisik, diperoleh KMO sebesar 0,812 (p < 0,01), dengan

MSA pada seluruh item lebih besar dari 0,5 sehingga pengujian variabel dilanjutkan.

Dari analisis fisik kebudayaan, dua belas faktor yang harus diperhatikan adalah (Tabel

3): pertama, menyampaikan kembali nilai-nilai yang terkandung di dalam kesenian

seperti wayang, kerawitan, tembang, tari dan kethoprak kepada masyarakat.

Percontohan pelestarian seni tari dan kerawitan dimulai dari institusi pemerintah

dengan membina anggota unit untuk mempelajarinya. Pada acara tertentu diadakan

pertandingan antar unit plus kelompok masyarakat yang ingin bergabung. Kedua,

menciptakan tampilan seni pertunjukan yang tidak ketinggalan jaman melalui inovasi

baik teknologi maupun sumberdaya manusianya. Ketiga, pelestarian kesenian sebagai

nilai warisan bagi generasi di masa depan, misalnya wayang kulit yang telah

ditetapkan sebagai pusaka dunia (world heritage), mancapat dan kethoprak dengan

memberikan ruang untuk tampil dan memasukkannya sebagai muatan lokal pada

kurikulum pendidikan yang dimulai sejak sekolah dasar.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 19: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

19

Tabel 3 Faktor Fisik Kebudayaan

Items 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Keterangan

F13: Nilai wayang 0.78 0.16 0.13 0.02 0.10 0.01 0.02 0.08 0.01 0.01 0.07 0.01 0.22

Nilai penting

kesenian

F05: Nilai kerawitan 0.78 0.12 0.14

(0.07) 0.10 (0.04) 0.09 0.01 0.11 (0.01) 0.01 0.07 (0.17)

F09: Nilai tembang 0.73 0.15 0.12 0.02 0.11 (0.02) 0.10 0.06 0.01 0.08 0.02 (0.09) (0.05)

F01: Nilai tarian 0.72 0.11 0.10 0.03 0.02 0.04 0.10 (0.01) 0.09 0.01 0.05 0.12 (0.03)

F17: Nilai

kethoprak 0.62 0.12 0.15

(0.03) 0.05 0.01 (0.00) 0.15 0.17 (0.02) 0.03 0.20 0.11

F36: Pembenahan

produk kasongan 0.23 0.11 (0.04) 0.13 0.09 0.04 0.17 0.15

(0.02) 0.10 (0.11) 0.02 (0.05)

F08: Seni kerawitan

up to date 0.12 0.80 0.10 0.04 0.08 0.06 0.05 (0.01) 0.03 (0.03) 0.02 0.03 (0.18)

Kesenian yang

tidak ketinggalan

jaman

F12: Mancapat up

to date 0.13 0.80 0.03

(0.02) 0.09 0.08 (0.02) 0.03 0.11 0.07 0.04 (0.04) (0.00)

F16: Wayang up to

date 0.12 0.70 0.21

(0.08) (0.03) 0.03 (0.03) 0.10 0.08 0.08 (0.02) 0.06 0.13

F04: Tarian up to

date 0.16 0.66 0.13

(0.01) (0.01) 0.07 0.09 0.01 0.03 (0.00) (0.01) 0.03 (0.04)

F20: Kethoprak up

to date 0.11 0.62 0.13 0.05 0.01 0.00 0.01 0.13 0.02 0.04 0.05 0.21 0.16

F06: Pelestarian

kerawitan 0.19 0.11 0.86

(0.15) 0.08 (0.01) 0.04 0.04 0.06 0.02 0.05 0.06 (0.31)

Pelestarian

kesenian

F14: Pelestarian

wayang 0.10 0.23 0.70

(0.19) 0.13 (0.04) 0.01 0.12 0.06 0.00 0.06 0.03 0.38

F02: Pelestarian

tarian gaya YK 0.14 0.10 0.69

(0.13) 0.11 0.09 0.10 0.00 0.04 0.03 (0.02) 0.06 (0.06)

F18: Pelestarian

kethoprak 0.09 0.15 0.62

(0.15) 0.06 0.08 0.06 0.11 0.11 (0.02) 0.11 0.17 0.19

F10: Pelestarian

mancapat 0.17 0.22 0.61

(0.16) 0.21 (0.02) (0.01) 0.05 0.10 0.07 0.11 (0.06) (0.00)

F43: Perbaikan

bang heritage 0.02 0.12 0.15 0.08 (0.01) 0.12 0.02 0.05

(0.04) (0.01) (0.03) 0.06 0.08

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 20: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

20

Lanjutan Tabel 3

F07: Modifikasi seni

kerawitan 0.00 0.01 (0.06) 0.75 (0.02) 0.13 0.10 (0.04)

(0.07) 0.02 (0.01) 0.03 0.02

Modifikasi

tampilan kesenian

F11: Modifikasi

mancapat

(0.03) 0.06 (0.06) 0.75 (0.06) 0.02 (0.02) 0.06 0.02 (0.03) (0.01) 0.05 0.02

F15: Modifikasi

wayang 0.04 (0.00) (0.14) 0.72 0.09 (0.01) 0.02 0.07 0.07 0.01 0.02 (0.04) 0.01

F03: Modifikasi

tarian 0.03 (0.05) (0.11) 0.66 (0.14) 0.06 0.03 (0.02)

(0.03) (0.05) 0.03 (0.07) (0.07)

F19: Modifikasi

kethoprak 0.02 (0.02) (0.07) 0.63 0.14 (0.03) (0.00) 0.03 0.02 0.06 0.01 (0.00) 0.01

F44: Pelestarian

bangunan heritage 0.05 0.02 0.16 0.01 0.76 (0.13) 0.08 0.06 0.02 0.05 0.04 0.01 0.07

Pelestarian

heritage

F45: Renovasi

bangunan heritage 0.10 (0.01) 0.15

(0.02) 0.71 0.14 0.07 0.11 0.08 (0.03) 0.02 0.03 0.02

F40: Kraton sebagai

pengayom 0.07 0.06 0.14

(0.01) 0.45 0.09 0.19 0.18 0.08 0.13 0.07 0.32 (0.06)

F23:

Mempertahankan

keaslian kraton 0.14 (0.00) 0.33

(0.00) 0.33 (0.04) 0.04 0.02 0.01 0.05 0.05 0.20 (0.05)

F48: Keterlibatan

sektor swasta

dalam pelestarian 0.15 0.21 0.00 0.09 0.30 (0.10) 0.08 0.17 0.03 0.10 0.05 (0.05) (0.06)

F41: Pembelajaran

melalui tempat

bersejarah 0.21 0.12 0.03

(0.01) 0.30 0.16 0.20 0.19 0.04 0.21 0.02 0.29 (0.05)

F46: Kelaikan

sarana & prasarana

pelestarian budaya 0.03 0.02 0.01 0.04 0.01 0.66 (0.01) 0.15 0.00 0.12 0.11 0.02 (0.02)

Infrasturktur

pendukung

budaya

F42: Kelaikan

sarana & prasarana

museum 0.04 0.15 0.14

(0.01) 0.02 0.58 0.03 0.20 0.07 0.13 0.07 0.08 (0.07)

F47: Kepedulian

pemerintah

terhadap budaya 0.08 0.01 (0.04)

(0.10) 0.11 0.50 0.01 0.25

(0.07) 0.28 0.04 0.04 (0.01)

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 21: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

21

Lanjutan Tabel 3. F22: Sentuhan

arsitektur pada

Kraton

(0.08) 0.04 (0.04) 0.19 (0.11) 0.31 (0.04) 0.04 0.08 0.06 (0.06) 0.03 (0.01)

F21: Nilai wibawa

Kraton Yogyakarta

(0.05) 0.01 0.03 0.09 (0.00) 0.30 (0.12) (0.07) 0.10 0.03 0.09 (0.02) 0.09

F32: Keagungan

tampilan motif batik

& lurik 0.10 0.04 0.08

(0.02) 0.04 0.01 0.86 0.06 0.21 (0.00) 0.05 0.06 (0.02)

Menjaga motif

batik dan lurik

F31: Kebanggaan

menggunakan motif

batik & lurik 0.08 0.00 0.06 0.04 0.16 (0.04) 0.74 (0.03) 0.22 0.01 0.02 0.02 0.07

F33: Morif batik &

lurik up to date 0.17 0.06 0.06 0.13 0.13 (0.14) 0.52 0.14

(0.08) 0.15 0.07 0.10 (0.06)

F38: Kualitas

kerajinan 0.07 0.02 0.10 0.05 0.05 0.25 (0.07) 0.70 0.03 0.11 0.14 0.00 0.06

Menjaga

keanekaragaman

kerajinan

F37: Ragam

kerajinan up to date 0.19 0.13 0.13 0.05 0.12 0.15 0.08 0.64 0.01 0.12 0.14 0.01 0.08

F39: Ketertarikan

wisatawan terhadap

kerajinan 0.01 0.07 0.02 0.01 0.18 0.13 0.13 0.61

(0.03) 0.10 0.06 0.10 (0.07)

F28: Kebanggaan

berkebaya &

bersurjan 0.13 0.07 0.02 0.01 0.10 0.02 0.16 0.05 0.68 0.04 (0.03) 0.06 (0.05)

Kebanggaan

berbusana

tradisional Jawa

F29: Perasaan

nyaman

menggunakan

kebaya & surjan 0.08 0.14 0.10 0.06 0.00 0.14 0.11 0.01 0.66 0.09 (0.02) (0.04) 0.02

F27: Prerferensi

terhadap rumah

beratap Joglo 0.06 (0.02) 0.04

(0.03) 0.06 (0.00) 0.04 (0.08) 0.48 (0.04) 0.10 0.22 0.04

F49: Menjaga

ketertiban dan

keteraturan 0.04 0.08 0.05 0.03 0.06 0.37 0.03 0.19 0.11 0.82 0.08 0.08 (0.00)

Menjaga

kedisiplinan

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 22: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

22

Lanjutan Tabel 3. F50: Menjaga

keasrian 0.03 0.10 0.07 0.04 0.12 0.37 0.15 0.20 0.09 0.73 0.04 0.08 0.01

F35: Model

tembikar Kasongan

up to date 0.04 0.03 0.04 0.04 0.12 0.08 0.05 0.19 0.05 0.08 0.96 0.08 0.03

Model dan

kualitas tembikar

yang tidak

ketinggalan

jaman

F34: Kualitas

tembikar Kasongan 0.11 0.03 0.16 0.00 0.03 0.24 0.08 0.16 0.04 0.02 0.49 0.09 (0.03)

F24: Kraton pusat

kebudayan

masyarakat 0.22 0.07 0.15

(0.05) 0.25 0.09 0.06 (0.03) 0.18 0.03 0.06 0.52 0.07

Menjaga Kraton

sebagai pusat

budaya Jawa

F25: Keindahan

bangunan beratap

Joglo 0.05 0.06 0.12

(0.10) (0.03) 0.19 (0.03) 0.13 0.27 0.08 0.02 0.34 0.04

F26: Rumah

beratap Joglo masih

up to date

(0.02) 0.18 0.07 0.03 (0.01) 0.02 0.09 0.01 0.28 0.08 0.11 0.34 (0.06)

F30: Modifikasi

kebaya untuk

kepraktisan 0.18 0.07 0.06 0.09 0.04 (0.14) 0.08 0.17

(0.03) (0.04) 0.04 0.20 (0.03)

Eigenvalue 8.31 3.94 3.15 2.74 2.20 2.01 1.87 1.51 1.45 1.25 1.18 1.08 1.03

Sumber: Hasil Pengolahan Data (2008)

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 23: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

23

Keempat, melakukan modifikasi terhadap performace seni pertunjukan (bukan

dalam pakemnya) misalnya kostum dan cara pengorganisasian penyelenggarannya.

Suasana progresif dunia olah-seni perlu dilakukan, agar tidak terkesan membosankan.

Hal ini penting karena secara frontal seni budaya lokal akan berhadap-hadapan

dengan budaya asing misalnya play station. Kelima, pelestarian warisan budaya atau

heritage (tangible dan intangible) yang eksis baik melalui retrofit, rehabilitasi,

restorasi, renovasi dan sebagainya (Tabel 4).

Tabel 4 Klasifikasi Warisan Budaya

Klasifikasi

Warisan budaya berujud (Tangible heritage)

Tidak Bergerak Warisan terbangun (built heritage) – monumen, bangunan, patung, inskripsi

(inscriptions), gua permukiman, bangunan tercatat: bangunan terpakai

(buildings in use), kelompok bangunan (group of buildings), pusat perkotaan

Situs – arkeologi, sejarah, etnik

Saujana (cultural landscapes)

Bergerak Artifak – lukisan, patung, obyek, koleksi

Media – media audiovisual, buku, permainan, pertandingan

Barang konsumen dan industri (consumer and industrial goods)

Warisan budaya tidak berujud (Intangible heritage)

Ekspresi seni (arts expressions) – musik, tari, literatur, teater

Seni bela diri (martial arts)

Bahasa

Kehidupan sehari-hari masyarakat (living cultures)

Tradisi oral (oral traditions)

Cerita (narratives)

Jaringan

Cerita rakyat (folklores)

Revolusi

Sumber: Klamer dan Zuidhof (GCI, 1998). Cetak tebal: warisan budaya yang tidak eksis di DIY.

Keenam, memperhatikan kelaikan infrastruktur, sarana prasarana pendukung

budaya, mendorong kepedulian semua pihak membantu pusat-pusat seni dan budaya

untuk tampil di berbagai kancah internasional. Pemerintah berperan sebagai mediator

dan regulator. Ketujuh, mempertahankan penggunaan busana dengan motif batik dan

lurik. Kedelapan, menjaga keanekaragaman kerajinan yang cukup diperhitungkan di

mancanegara sehingga perlu perbaikan dalam hal teknik pemilihan bahan baku,

proses dan finishing-nya, mendorong inovasi dan kreativitas pengrajin agar

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 24: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

24

rancangannya selaras selera jaman. Kesembilan, menumbuhkan kembali kebanggaan

berbusana tradisional Jawa, bukan seremonial pada hari atau peringatan tertentu

semata tetapi lebih intensif, misalnya mewajibkan pegawai instansi negeri dan swasta

menggunakannya dua hari seminggu. Kecuali mendorong kebanggaan terhadap motif

lokal diharapkan juga akan meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya

pengrajian atau pengusaha kecil dan menengah yang menanganinya.

Kesepuluh, menjaga budaya kedisplinan baik ketertiban dan keteraturan. Hal

paling kecil yang dapat dilakukan adalah membuang sampah. Budaya bersih ini harus

ditanamkan sejak dini. Kecuali itu, tata krama, unggah-ungguh yang lekat dengan

budaya Jawa mulai disosialisasikan kembali baik melalui institusi formal seperti

sekolah maupun non-formal (keluarga). Kesebelas, meningkatkan kualitas dan model

tembikar Kasongan agar tidak ketinggalan jaman. Peningkatan kualitas dilakukan

dengan memberikan bantuan tungku pemanas yang lebih dapat memberikan panas

tinggi sehingga produk yang dihasilkan fungsional bukan hanya sekedar cindera mata.

Keduabelas, menjaga Kraton tetap sebagai pusat budaya Jawa. Kraton bersifat

conditio sine quanon bagi kehidupan masyarakat Yogyakarta di masa kini dan

mendatang. Sebagai pusat kebudayaan Kraton ikut menjaga ketahanan nasional

karena membawa identitas bangsa sebagai kekuatan nasional. Institusi ini menjaga

asas moral untuk memperjuangkan tujuan nasional – kesatuan dan persatuan bangsa.

Sementara itu faktor ketigabelas tidak signifikan sehingga tidak diperhitungkan.

Kemudian dari analisis kelompok (cluster) terhadap faktor-faktor fisik

kebudayaan diperoleh dua kelompok besar (Gambar 4). Tembikar Kasongan yang

sudah go internasional adalah faktor yang mandiri, sedangkan yang lain bergabung

menjadi satu di dalam bentuk seni dan budaya. Oleh karena keramik Kasongan relatif

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 25: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

25

mudah memperoleh berbagai apresiasi, maka perhatian justru perlu pada faktor fisik

lain yang dirasakan masih lemah untuk bersaing dengan produk mancanegara.

Gambar 4 Kelompok Fisik Budaya Jawa

Sumber: Hasil Pengolahan Data (2007)

IV.5 Analisis SPACE dan Peta Daya Saing

Dalam analisis SPACE, diasumsikan kekuatan eksternal yang diprediksi

mempengaruhi budaya DIY diutamakan dari industri kebudayaan dan perekonomian

secara makro, ceteris paribus. Analisis internalnya menyangkut kekuatan nilai dan

unsur kompetitif kebudayaan yang dimiliki DIY, sedangkan eksternalnya dipengaruhi

oleh kekuatan lingkungan bisnis dan industri kebudayaan.

Indikator nilai penting yang dapat mendukung daya saing kebudayaan

Yogyakarta, meliputi suasana kekeluargaan masyarakat yang solid, terjaganya pranata

sosial termasuk tradisi, tata krama dan norma-norma, pengenalan kebudayaan Jawa

sejak usia dini, pendidikan yang baik, pelestarian bahasa daerah (Bahasa Jawa) dalam

pergaulan sehari-hari khususnya bagi generasi muda, teknologi, penghargaan elemen

masyarakat terhadap seni, pelestarian ritual-ritual atau upacara adat, saling percaya

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 26: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

26

antar warga melalui paguyuban, serta peran institusi formal (sekolah) dan non-formal

(keluarga, kelompok bermain) sebagai agen sosial pelestarian kebudayaan daerah.

Kemudian, indikator keunggulan kompetitif yang perlu dimiliki Yogyakarta

agar mampu bersaing dengan kebudayaan luar adalah melalui nilai-nilai penting yang

tertanam dalam kesenian daerah yang penuh inovasi, upaya pelestarian yang meliputi

kesenian dan bangunan heritage, batik, lurik, kerajinan kulit dan tembikar agar tidak

ketinggalan jaman, modifikasi seni pertunjukan, kebanggaan berbusana tradisional

Jawa, dukungan dan kepedulian swasta, pemerintah dan warga masyarakat,

kedisplinan, ketertiban, keteraturan, dan keasrian Yogyakarta, mempertahankan

Kraton sebagai pusat kebudayaan.

Dari lingkungan bisnis, faktor-faktor yang mempengaruhi usaha dalam bidang

kebudayaan meliputi sumbangan pajak terhadap upaya pelestarian budaya, penerapan

undang-undang yang terkait dengan kebudayaan (misalnya penerapan UU Nomor 5

tentang Benda Cagar Budaya, UU Sisdiknas, perda, dll), perubahan struktur sosial dan

gaya hidup masyarakat, peningkatan pendapatan perkapita, tingkat suku bunga usaha

perbankan, inflasi, kesiapan menghadapi perdagangan bebas, insentif, eksplorasi

kebudayaan untuk kepentingan industri kebudayaan dan pariwisata, serta pendidikan.

Tabel 5 Resultante SPACE

No Deskripsi Resultante No Deskripsi Resultante

1 Keunggulan kompetitif -4.40 3 Kekuatan lingkungan bisnis -3.70

2 Kekuatan industri 3.77 4 Kekuatan nilai 4.09

Jumlah (∑) -0.63 Jumlah (∑) 0.39

Sumber: Analisis (2007)

Dalam hal industri kebudayaan, faktor pendukung kelestariannya adalah

potensi pertumbuhan dan keuntungan, pertumbuhan keanekaragaman kebudayaan

daerah, suhu politik, country risk, kapabilitas, efektivitas dan efisiensi sumberdaya,

produktivitas kinerja, stabilitas finansial lembaga pengelola, kemudahan mendirikan

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 27: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

27

perusahaan di bidang usaha pendukung pengembangan kebudayaan (pertunjukan,

batik, kriya, penerbitan, multimedia, audio-visual, film, kerajinan tangan, musik, seni

pertunjukan, pariwisata kebudayaan dan lain-lain), serta dukungan istitusi pendidikan

terhadap pengembangan kebudayaan daerah.

Berdasarkan resume opini para pakar yang ditampilkan pada Tabel 5 dan

pemetaan postur stratejik SPACE (Gambar 5-1), diagram Cartessius menghasilkan

resultante postur strategik abAB pada kuadran II dengan profil yang konservatif di

titik R(-0,63; 0,39). Hasil ini memperlihatkan bahwa masyarakat masih memandang

nilai kebudayaan perlu dijunjung tinggi, meskipun secara faktual belum ada tindakan

konkrit untuk mengimbangi derasnya desakan aliran kebudayaan asing. DIY kalah

bersaing dengan daerah lain (juga mancanegara) karena belum memiliki keunggulan

kompetitif (competitive advantage).

Gambar 5 Analisis SPACE dan IE Kebudayaan di DIY

Sumber: Analisis (2007)

Kuadran konservatif menunjukkan pula bahwa kebudayaan DIY berada pada

kompetensi dasarnya (basic competencies) sehingga tidak perlu mengambil risiko

besar untuk perubahan radikal. Seperti pernyataan Hooley dan Saunders (1993) di sini

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 28: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

28

sebaiknya dilakukan pengembangan produk (product development), merekayasa

ulang (reengineering), memberi kemasan yang menarik dan merevitalisasi produk

yang sudah ada agar memiliki tampilan lebih memikat.

Tentu saja untuk melakukan aksi ini perlu cukup pengetahuan (knowledge)

dan ketrampilan (skill), meliputi pemahaman kognitif (cipta), afektif (rasa) maupun

konatif (karsa). Tindakan pembelajarannya dapat dilakukan melalui jalur formal

seperti sekolah maupun non-formal misalnya keluarga, kelompok bermain atau agen

sosialisasi lain, serta kampanye terus menerus, melalui tokoh masyarakat, budayawan,

seniman dan juga bengkel kerja (workshop).

Selain itu dapat pula dilakukan integrasi horizontal dan aliansi antar lembaga

budaya di masyarakat untuk saling mengisi, menumbuhkan ide, kreativitas dan lain-

lain. Kemudian, perlu perencanaan holistik dalam pengembangan disain wujud dan

tata nilai kebudayaan agar berkelanjutan, melakukan perlindungan budaya secara

terintegrasi, melakukan komunikasi dan pencitraan serta melakukan pelestarian

berbasis kearifan masyarakat lokal.

Harapannya di kemudian hari, dengan manajemen dan kooperasi lembaga

yang kuat dapat dilakukan pengembangan dan penetrasi pasar ke mancanegara secara

terintegrasi. Perlindungan budaya dilakukan pula dengan pengayaan keanekaragaman

wisata, sedangkan komunikasi dan pencitraan dilakukan melalui berbagai macam

sarana yang sudah sering digunakan dan relatif maju seperti leaflet, baliho, brosur dan

juga e-tourism (electronic-tourism), maupun yang konservatif tetapi mempunyai efek

yang tepat sasaran dan efisien yaitu pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth).

Daerah yang memiliki keunikan seperti Kotagede, pecinan (misalnya di daerah Jalan

Ketandan) atau pun kawasan perkampungan dan perdesaan dikembangkan sebagai

pusat ekobudaya lengkap dengan ekoresor yang menggunakan sumberdaya lokal

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 29: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

29

(misalnya kesenian yang ditampilkan menggunakan sumberdaya manusia setempat

dan amenitas yang disajikan berbahan baku lokal pula). Namun aktivitas ini semua

akan sukses jika dapat memberikan nilai tambah bagi perbaikan ekonomi masyarakat

sehingga tidaklah mudah dilakukan, perlu dukungan pemerintah sebagai pengarah.

IV.6 Analisis Kekuatan Internal-Eksternal

Berdasarkan rangkuman opini pakar (Tabel 6), terlihat bahwa konstelasi skor

antara daya tarik industri dengan kekuatan kebudayaan Yogyakarta terletak pada sel I

dengan koordinat 4,24; 3,73. Artinya, daya tarik industri kebudayaan tinggi (faktor

eksternal yang tidak dapat dikendalikan, bahkan informasinya tidak sempurna),

sedangkan kekuatan kebudayaan dipandang juga masih memiliki nilai tinggi (Gambar

5-2). Hal ini menjadikan DIY sebagai daerah tujuan pengembangan budaya asing

seperti video games dan play station bahkan sampai fashion dan mode baju, karena

memang secara etnik di wilayah ini penduduknya multikultur.

Tabel 6 Kombinasi Internal-Eksternal Kebudayaan

No Deskripsi Resultante No Deskripsi Resultante

1 Keunggulan kompetitif 4.40 3 Kekuatan lingkungan bisnis 3.70

2 Kekuatan nilai 4.09 4 Kekuatan industri kebudayaan 3.77

Jumlah (∑) 8.48 Jumlah (∑) 7.46

Rerata (μ) 4.24 Rerata (μ) 3.73

Sumber: Analisis (2007)

Agar bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat, pelestarian kebudayaan

dapat mengikutsertakan pihak swasta melalui kemitraan (partnership), investasi

ataupun hibah tidak mengikat. Sementara untuk peningkatan mutu dilakukan melalui

pendidikan dan pelatihan (diklat) kewirausahaan terutama bagi UMKM dalam bentuk

pelatihan, bantuan teknis dan manajemen.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 30: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

30

IV.7 Strategi Daya Saing Kebudayaan

IV.7.1 Penentuan Strategi

Setelah menetapkan sasaran yang hendak dicapai maka kebijakan, strategi dan

taktik (implementasi) daya saing bidang kebudayaan DIY diuraikan melalui Tabel 7.

Dua kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah, pertama, edukasi sejak usia dini

dengan strategi menumbuhkan rasa handarbèni masyarakat terhadap kebudayaan

melalui pemahaman (knowledge) kognitif dan afektif tentang pentingnya arti

pelestarian budaya serta pembekalan ketrampilan (skill) dan konatif (conative) atau

karsa. Wilayah edukasi mencakup program pendidikan, paket informasi, buku dan

lain-lain. Kemudian, memberikan lokakarya (workshop) bagi guru, administrator dan

keluarga dalam hal outcomed-based education dan site-based management. Sekolah

dapat pula menggunakan indikator kunci seperti student achievement dan student

enrollment sebagai tolok ukur kesuksesan implementasi program.

Tabel 7 Kebijakan, Strategi dan Taktik Agar Kebudayaan Berdaya Saing

No

Kebijakan

Strategi

Taktik (Implementasi)

1 Edukasi 1. Pemahaman

(knowledge) kognitif

dan afektif (perasaan)

tentang pentingnya arti

pelestarian budaya

kepada masyarakat

sejak dini –

menumbuhkan rasa

handarbeni

1. Pendidikan formal – melalui sekolah

2. Pendidikan non-formal – melalui keluarga

kelompok bermain – menghidupkan

kembali permainan (dolanan) anak dan

sesumber lokal

3. Sosialisasi berkesinambungan –

merevitalisasi adat-istiadat, ritual

kebudayaan Jawa dengan mengadakan

lomba (misalnya merangkai janur),

pertunjukan dan lain-lain yang dapat

menarik minat masyarakat

4. Kampanye penggunaan bahasa Jawa pada

anak sejak dini

5. Pendekatan kultural melalui tokoh

masyarakat, budayawan, seniman

2. Ketrampilan (skill) –

konatif (conative) –

karsa

1. Pendidikan formal – melalui sekolah –

menggalakkan kembali prakarya seperti

pembuatan keranjang dari anyaman bambu.

2. Pendidikan non-formal – melalui keluarga

kelompok bermain, koperasi, kelompok

usaha.

3. Bengkel kerja (workshop) di setiap

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 31: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

31

kecamatan – misalnya ketrampilan tepat

guna membuat sangkar burung, menanam

bunga dll.

2 Revitalisasi nilai-

nilai seni-budaya,

ritual, adat-

istiadat, dll

1. Perencanaan yang

holistik termasuk

pengembangan disain

wujud dan tata nilai

kebudayaan yang

berkelanjutan

1. Perencanaan kegiatan sosial-budaya –

penempatan guru kesenian, tari, musik ke

sekolah dan membantu kegiatan yang

diselenggarakan masyarakat

2. Mempertemukan kepentingan kebudayaan

manusia dengan alam termasuk manajemen

- menyampaikan nilai-nilai yang

terkandung di dalam kesenian kepada

masyarakat, termasuk manajemen dan

pembelajaran seni pertunjukan

2. Perlindungan budaya

secara terintegrasi

1. Pengayaan keanekaragaman wisata budaya

dengan basis pada komunitas dan

sumberdaya lokal, misalnya:

a. Wisata spiritual, ritual, dan religi

(pilgrim tourism) di Kotagede, bekakak

di Gamping, dll

b. Mendorong wisata kuliner

2. Pelestarian benda cagar budaya yang

menjadi identitas dan landmark Kota

Yogyakarta seperti Kraton, wayang dan

keris

3. Komunikasi dan

pencitraan

1. Komunikasi pemasaran yang terintegrasi --

Pemakaian alat pemasaran secara terpadu –

leaflet, eTourism, word of mouth, dll

2. Melakukan pemasaran bermasyarakat --

mempertemukan kebutuhan masyarakat,

produsen dan konsumen – memperkaya

cinderamata (souvenir) lokal, baik dalam hal

karyanya maupun bahan bakunya –

memberikan pengarahan kepada para

produsen dan pengecer (retailer) benda-

benda seni

4. Pelestarian berbasis

masyarakat lokal

1. Menjaga nilai-nilai pranata sosial, tata-

krama, unggah-ungguh, kedisiplinan dan

keteraturan – introduksi ke sekolah,

2. Mempertahankan identitas, integritas dan

nilai-nilai budaya masyarakat – gotong-

royong, rembug desa, dsb

3. Pengembangan desa sebagai ekoresor dan

pusat ekobudaya dengan menonjolkan

eksistensi kekhasan lokal-tradisional

5. Perbaikan

perekonomian

1. Menonjolkan aktivitas komunitas lokal –

kampanye, festival, perlombaan, atau acara

khusus lain dengan menggugah kembali

minat masyarakat untuk mempertahankan

properti, kesenian, makanan dan kerajinan

tradisional

2. Penggunaan produk berbasis sumberdaya

lokal – penyuluhan penggunaan bahan baku

yang ada di sekitarnya, dll

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 32: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

32

3. Kemitraan – investasi pihak swasta, hibah

tidak mengikat

4. Diklat kewirausahaan – pelatihan, bantuan

teknis dan manajemen kewirausahaan

terhadap usaha gurem, mikro, kecil dan

menengah

Sumber: Analisis (2007)

Kedua, melakukan revitalisasi terhadap nilai-nilai seni-budaya, ritual, adat-

istiadat yang selama ini mulai termarjinalisasi. Strateginya menggunakan perencanaan

yang holistik termasuk pengembangan rancang bangun wujud dan tata nilai yang

dapat diterima masyarakat, perlindungan budaya secara terintegrasi melibatkan

seluruh elemen masyarakat dan pemerintah, melakukan komunikasi dan pencitraan

terhadap budaya dan keunggulan kompetitif keanekaragaman yang dimiliki oleh

Yogyakarta, melakukan pelestarian berbasis masyarakat lokal. Namun demikian,

upaya pelestarian akan sia-sia jika tidak ada imbangan hasil terhadap kesejahteraan

masyakat, sehingga perbaikan perekonomian perlu pula menjadi fokus strategi.

Mengacu kepada Rubin (Bryson dan Einsweiller, 1988), secara keseluruhan

strategi yang diterapkan mempunyai dimensi jangka panjang dengan tujuan untuk

mengantisipasi atau memperbaiki perubahan konteks dalam hal ini kebudayaan di

DIY. Secara umum strateginya dalam sel “quest” atau pertanyaan dan “saga”

(Gambar 1-2). Dengan demikian langkah yang dilakukan bersifat: (1) restoratif untuk

mengembalikan “kebersamaan” masyarakat yang hilang melalui kebijakan dan

agenda orientasi institusional yang baru; (2) reformatif, merubah kebijakan dan

prosedur pemerintah dengan melakukan apresiasi terhadap sesumber lokal; sekaligus

(3) perlindungan terhadap nilai, norma atau hakekat kebudayaan Jawa yang terancam

oleh perubahan lingkungan.

Kemudian, sebagai langkah antisipasi terhadap semakin menurunnya fungsi

kebudayaan Jawa di masyarakat perlu (1) sebuah agenda baru dengan tujuan dan

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 33: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

33

sasaran jangka panjang berupa masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir batin

yang didukung oleh nilai-nilai kejuangan dan pemerintahan yang baik dan bersih

dengan mengembangkan ketahanan sosial-budaya dan sumberdaya berkelanjutan; (2)

penerapan visi besar terwujudnya pembangunan regional, wahana menuju kondisi

DIY pada tahun 2020 sebagai pusat pendidikan, kebudayaan, dan daerah tujuan

wisata terkemuka; dan juga (3) berbagai skenario, implementasi dan tindakan

alternatif yang tertuang di dalam Tabel 7.

Investasi pada komunikasi berarti memberikan atensi terhadap disain dan

penggunaan jaringan komunikasi, termasuk pesan dan distribusinya. Khususnya pada

saat ada perubahan besar, masyarakat perlu diberikan kesempatan mengembangkan

dan mengapresiasi implementasi perubahan yang akan mereka terima di masa depan.

Masyarakat perlu mendengar tentang usulan perubahan melalui berbagai saluran

dalam kurun waktu yang cukup sehingga pesan yang ingin disampaikan kepadanya

dapat dimengerti. Masyarakat juga harus dapat menyampaikan pendapatnya tentang

perubahan yang akan terjadi agar mereka dapat menginterpretasikan, melakukan

adaptasi dan mengeksplorasi implikasi yang akan terjadi.

Selain itu, harus dipikirkan pula cara untuk mengurangi resistensi sikap

penolakan dan kurangnya partisipasi masyarakat terhadap program aksi dengan

memberikan kepada mereka sesi orientasi, bahan pelatihan, tim problem-solving,

interaksi tatap muka dan asistensi teknik untuk mendukung strategi implementasi dan

mengatasi masalah. Penghargaan simbolik dan seremonial juga dapat diberikan untuk

membantu memperkuat dukungan masyarakat.

Implementasi program dapat dilakukan dengan dua cara yaitu langsung

(secara simultan) atau bertahap (gradual). Implementasi program secara langsung

dapat dilakukan bilamana secara teknis dan politis mudah, masyarakat menerima

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 34: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

34

dengan bijak, senang hati dan tidak timbul prasangka terhadap program pemerintah.

Jika dapat dilakukan, implementasi membutuhkan biaya yang murah dan memberikan

insentif yang cukup. Sebaliknya jika penerapan program secara teknis dan politis sulit

dilakukan, misalnya terdapat stakeholders yang problematik dan antagonistik, maka

perlu diambil jalan bertahap melalui beberapa “gelombang” agar pengadopsi awal

(initial adopter) dapat diikuti oleh pengadopsi berikutnya (later adopter).

Supaya implementasi efektif, perlu diperhatikan rancang bangun (design) dan

demonstrasi proyek percontohan (pilot project) serta melakukan transfer perubahan

secara hati-hati. Pada saat proses implementasi dilakukan secara gradual, perlu

perhatian khusus kepada masyarakat yang mengadopsi perubahan pada tahap awal.

IV.7.2 Prioritas Kebijakan

Untuk menentukan keputusan daya saing secara menyeluruh digunakan proses

hirarki analitik (PHA) dengan menetapkan prioritas antar elemen, mensintesiskan

pertimbangan (penilaian), meneliti konsistensi pertimbangan tersebut dan mengambil

keputusan akhir yang didasarkan atas hasil-hasil proses ini. Hasil penilaian pakar

diolah menggunakan perangkat lunak Expert Choice.

Gambar 6 Strategi Peningkatan Daya Saing Bidang Kebudayaan

Sumber: Analisis (2007)

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 35: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

35

Dari Gambar 6-1, terlihat overall inconsistency ratio index sebesar 0,02. Oleh

karena hasil tersebut signifikan, lebih kecil dari 0,1; maka hasil analisis dapat

dipercaya. Gambar 6-2 memperlihatkan diagram pohon strategi peningkatan daya

saing bidang kebudayaan, mulai dari kebijakan, strategi dan implementasinya. Secara

keseluruhan implementasi kebijakan dan strategi yang dilaksanakan adalah

pendidikan melalui jalur formal seperti sekolah (29%), melalui agen (21,4%),

sosialisasi dan pendekatan kultural masing-masing 11,4 persen, pembentukan bengkel

kerja (6,1%), pendayagunaan guru (3,2%).

Pengayaan keanekaragaman budaya dan amenitas, perlindungan heritage,

komunikasi dan pencitraan secara terintegrasi, menjaga pranata sosial, kampanye

aktivitas lokal, penggunaan produk dengan sumberdaya lokal, kemitraan, pendidikan

dan latihan kewirausahaan masing-masing memiliki peluang 1,6 persen. Adapun

pengembangan wilayah-wilayah yang unik sebagai ekoresor dan ekobudaya dan

manajemen seni pertunjukan, masing-masing berpeluang 0,8 dan 0,6 persen.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 36: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

36

Gambar 7 Analisis Sensitivitas: Opini Pakar

Sumber: Analisis (2007)

Selanjutnya dari analisis sensitivitas (Gambar 7), opini pakar menunjukkan

konstelasi peluang edukasi (70%) lebih didahulukan dibandingkan merevitalisasi

kebudayaan lokal (30%) sehingga pendidikan formal melalui sekolah merupakan

prioritas utama untuk meningkatkan daya saing kebudayaan Jawa, yang diikuti

dengan penggunaan jalur non formal seperti agen keluarga, kelompok bermain dan

sebagainya. Pendekatan lain dilakukan dengan menggunakan jasa tokoh masyarakat,

budayawan dan seniman, pendayagunaan guru, pembuatan bengkel kerja sebagai

penunjang ketrampilan, komunikasi pemasaran terintegrasi, mempertahankan

heritage baik yang tangible maupun intangible dan penganekaragaman jenis wisata.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 37: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

37

Gambar 8 Analisis Sensitivitas: Peluang Revitalisasi di atas Edukasi

Sumber: Analisis (2007)

Jika analisis dilanjutkan, dengan merubah konstelasi sehingga revitalisasi

kebudayaan diberikan peluang yang lebih tinggi sampai dengan 70% berbanding

dengan edukasi 30%, maka pada Gambar 8 terlihat bahwa dalam implementasi,

pendayagunaan guru kesenian, tari, musik ke sekolah dan masyarakat memperoleh

prioritas utama, diikuti oleh pendidikan sekolah dan melalui agen-agen.

V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut. (1) Faktor-faktor atau parameter penting agar kebudayaan lokal

memiliki daya saing dalam industri kebudayaan yang berbasis pada ekonomi kreatif

adalah: (a) Dalam wujud kebudayaan, masyarakat perlu memiliki solidaritas organis,

menjaga kondusivitas pranata sosial, mengedepankan spiritualisme dalam bentuk

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 38: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

38

pendidikan dan budi pekerti, melakukan pengenalan budaya Jawa sejak dini sekaligus

menggalakkan penggunaan bahasa Jawa pada acara non formal, mencari stimulan

yang dapat mengimbangi kemajuan teknologi dengan merevitalisasi adat-istiadat dan

ritual kebudayaan Jawa, memberikan apresiasi seni-budaya dengan melibatkan peran

serta seluruh elemen masyarakat, menciptakan komunikasi yang sehat dan rasa saling

percaya antar sesama warga (untuk menciptakan suasana kondusif), menggunakan

peran institusi formal dan non-formal. (b) Dalam hal fisik kebudayaan perlu digali

kembali nilai-nilai yang terkandung di dalam kesenian masyarakat serta memodifikasi

cara penyelenggaraan dan pembelajaran seni pertunjukan agar tidak ketinggalan

jaman, pelestarian kesenian dan heritage, mengoptimalkan infrastruktur pendukung

budaya, mempertahankan penggunaan busana dengan motif batik dan lurik, menjaga

keanekaragaman kerajinan, membangkitkan kembali kebanggaan berbusana Jawa,

kedisiplinan, ketertiban, keteraturan dan tata-krama, meningkatkan kualitas dan

model, dan menjaga Kraton sebagai pusat budaya Jawa. (2) Perlu pemahaman

terhadap edukasi dan melakukan perencanaan yang holistik termasuk pengembangan

disain wujud dan tata nilai kebudayaan yang berkelanjutan, melakukan perlindungan

budaya secara terintegrasi, melakukan komunikasi pemasaran dan pencitraan secara

simultan, melakukan pelestarian kebudayaan berbasis masyarakat lokal, perbaikan

perekonomian dengan menggunakan keunikan yang dimiliki masyarakat.

V.2 Saran

Berdasarkan temuan dari kajian dalam penelitian ini maka strategi yang tepat,

organik, tepat sasaran dan dapat diimplementasikan secara faktual untuk mengangkat

mainstream “DIY sebagai pusat budaya tahun 2020” adalah perlu penerapan dua

kebijakan penting sebagai berikut: (1) Merevitalisasi adat, istiadat, ritual sebagai

cerminan identitas, integritas dan kebersamaan, termasuk menggalakkan kembali

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 39: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

39

penggunaan bahasa Jawa. (2) Mendorong edukasi baik kognitif, afektif dan konatif,

serta pengenalan budaya Jawa sejak dini melalui jalur formal (sekolah) dan non-

formal (agen sosialisasi seperti keluarga, kelompok bermain, media massa dan lain-

lain).

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008

Page 40: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING BIDANG KEBUDAYAAN DI ...

40

Daftar Pustaka

Bryson, J.M. and R.C. Einsweiller. 1988. Strategic Planning: Threats and

Oppourtinities for Planners. Chicago: Planners Press.

Cappiello, S., M. Freed., M. Jacobsen., and J. Taylor. 1995. A Product Launch

Strategy for Kid Science. Paper presented in EES 283, June 9, 1995.

Getty Conservation Institute (GCI). 1998. Economics and Heritage Conservation: A

Meeting Organized by the Getty Conservation Institute. Los Angeles: Getty

Center.

Hair, J.F., Jr., W.C. Black, B.J. Babin, R.E. Anderson., and R.L. Tatham. 2006.

Multivariate Data Analysis. (5th ed.). Upper Saddle River, NJ, USA: Pearson

Education, Inc.

Hooley, G.J., and J. Saunders. 1993. Competitive Positioning: The Key to Market

Success. Hertfordshire, UK: Prentice Hall, Inc.

Koentjaraningrat. 2004. Bunga Rampai Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan.

Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Langabeer II, J. 1998. Competitive strategy in turbulent healthcare markets: An

analysis of financially effective teaching hospitals. Journal of Healthcare

Management, 43 (6): 512-526

Lee, D.N.B. and D.J. Snepenger. 1992. An ecotourism assessment of Tortuguero,

Costa Rica. Annals of Tourism Research, 19 (2): 1367-1370.

Nagel, S.S. 1982. Policy Evaluation: Making Optimum Decisions. New York, USA:

Praeger Publisher.

O'Connor, R.A. 1995. Agriculture change and ethnic succession in Southeast Asian

Studies: A case for regional anthropology. The Journal of Asian Studies, 54 (4):

969.

Ranjabar, J. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia: Suatu Pengantar. Jakarta : Ghalia

Indonesia.

Saaty, T.L. 1986. Decision Making for Leaders: The Analytical Hierarchy Process for

Decisions in Complex World. Pittsburgh, USA: University of Pittsburgh.

Santosa, S. 2000a. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Santosa, S. 2000b. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Sunarto, K. 1985. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Unesco. 2003. The Unesco hereby Proclaims Wayang Puppet Theatre – Indonesia as

a Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity.

www.unesco.org

________. 2007. Unesco Cultural Activities Worldwide. www.unesco.org

Watson, C.J., P. Ballingsley., D.J Croft., and D.V. Hundsberger. 1993. Statistic for

Management and Economics. Englewood Cliffs, NJ, USA: Prentice Hall, Inc.

Wikipedia. 2007. Budaya. www.wikipedia.com

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 23 No.3 Tahun 2008