Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

43
LAPORAN ANALISIS JURNAL EFFECT OF A PREVENTIVE FOOT CARE PROGRAM ON LOWER EXTREMETY COMPLICATIONS IN DIABETIC PATIENTS WITH END STAGE RENAL DISEASE Di Ruang Anggrek RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Yogyakarta Tugas Kelompok Stase Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Ilmu Keperawatan OLEH : 1. AMANDA KURNIASIH 12/342112/KU/1542 2. TRI KUNARSIH 12/ 3. LISTYANTI ANINDA 12/ 4. ANKI TIAS YOLANDA 12/ PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

description

foot care pada penderita DM dengan penyakit ginjal

Transcript of Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

Page 1: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

LAPORAN ANALISIS JURNAL

EFFECT OF A PREVENTIVE FOOT CARE PROGRAM ON LOWER EXTREMETY

COMPLICATIONS IN DIABETIC PATIENTS WITH END STAGE RENAL DISEASE

Di Ruang Anggrek RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Yogyakarta

Tugas Kelompok

Stase Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan

OLEH :

1. AMANDA KURNIASIH 12/342112/KU/1542

2. TRI KUNARSIH 12/

3. LISTYANTI ANINDA 12/

4. ANKI TIAS YOLANDA 12/

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

BAB I

LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang

Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan suatu keadaan dimana ginjal secara bertahap dan

progresif kehilangan fungsi nefronnya. Penurunan fungsi ginjal ini bersifat kronis dan irreversible.

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang prevalensinya meningkat terus

diseluruh dunia. DM yang tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan komplikasi kronik, baik

komplikasi mikrovaskuler maupun komplikasi makrovaskuler. Adanya DM sebagai penyakit yang

menyertai PGK dapat memperburuk kondisi penderita, seperti komplikasi pada ekstremitas bawah.

Komplikasi pada ekstremitas bawah sangat sering terjadi pada penderita diabetes militus. Luka

yang muncul dapat memperburuk kondisi penderita dengan keadaan luka yang tak kunjung

sembuh, gula darah tidak terkontrol, infeksi jamur dan bakteri yang dapat berujung pada neuropati

dan amputasi. Penderita DM akan mengalami aliran darah yang buruk. Hal ini terjadi karena

kerusakan pembuluh darah yang disebabkan oleh kadar gula darah yang tinggi dalam waktu lama.

Aliran darah yang terganggu menyebabkan kaki tidak mendapatkan nutrisi yang cukup, sehingga

kulit kaki menjadi lemah, mudah luka dan sukar sembuh jika terjadi luka.

Selain itu, penderita DM juga mengalami kerusakan saraf. Kerusakan saraf terjadi karena kadar

gula darah yang tinggi dalam waktu lama. Kerusakan saraf menyebabkan kepekaan pasien DM

terhadap rasa nyeri menjadi berkurang, sehingga pasien tidak sadar saat kakinya terluka.

Disebabkan karena itu, perawatan kaki atau foot care sangat penting dilakukan setiap hari oleh

perawat terlatih apabila pasien berada di rawat inap atau kunjungan poli. Dan dapat dilakukan oleh

keluarga pada pasien yang berada di rumah.

Salah satu pasien di Bangsal A menunjukkan kekurangan pengetahuan tentang manajemen

diabetes dan CKD meliputi manajemen diet, cairan, kontrol glukosa, dan kurangnya perawatan diri

khususnya pada kaki.

Oleh karena latar belakang diatas, kami tertarik untuk mengetahui lebih lanjut terkait jurnal

ilmiah yang membahas tentang foot care, Apakah Foot Care Preventive dapat menerunkan

terjadinya neuropati dan meningkatkan keadekuatan penggunaan alas kaki?. Kami memilih jurnal

yang berjudul Effect of a preventive foot care program on lower extremety complications in

diabetic patients with end stage renal disease (Red, et al, 2012) untuk kami bahas sebagai tugas

analisis jurnal kami.

2

Page 3: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

B. Manfaat

Manfaat dari analisis jurnal ini adalah

1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat memperlajari lebih lanjut terkait diabetes militus dan CKD, khususnya

pada komplikasi yang sering terjadi di ekstremitas bawah. Mahasiswa juga dapat

mempelajari secara lebih dalam sesuai dengan jurnal yang dapat dijadikan sebagai evidence

based nursing khusus pada manfaat penerapan prefentif foot care.

2. Bagi Perawat Klinis

Perawat klinis dapat termotivasi untuk lebih giat menerapkan edukasi dan perawatan kaki

pada pasien yang mengalami diabetes dan CKD. Dan Perawat klinis juga dapat mempelajari

lebih dalam serta yakin dengan tindakan mandiri keperawatan yaitu foot care, edukasi

manajemen diabetes terutama diet dan kontrol gula darah.

3. Bagi Rumah Sakit

Rumah Sakit mendapatkan jurnal ilmiah terbaru tentang upaya perawatan prefentif pada

kaki yaitu foot care, manajemen diabetes, meliputi diet dan kontrol gula darah yang dapat

digunakan sebagai bahan pengembangan cabang keperawatan, pengadaan seminar atau

pelatihan bagi perawat untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

3

Page 4: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes dengan Renal Disease stadium akhir dan Hemodialisis

Dengan diabetes, pembuluh darah kecil dalam tubuh yang terluka. Ketika pembuluh darah di

ginjal terluka, ginjal tidak dapat membersihkan darah dengan benar. Tubuh akan mempertahankan

lebih banyak air dan garam dari seharusnya, yang dapat menyebabkan kenaikan berat badan dan

pergelangan kaki bengkak.  mungkin memiliki protein dalam urin . Selain itu, bahan limbah akan

membangun dalam darah .

Diabetes juga dapat menyebabkan kerusakan saraf dalam tubuh . Hal ini dapat menyebabkan

kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih . Tekanan yang dihasilkan dari kandung kemih

penuh dapat membuat cadangan dan melukai ginjal. Juga, jika urin tetap dalam kandung kemih

untuk waktu yang lama, dapat mengembangkan infeksi dari pesatnya pertumbuhan bakteri dalam

urin yang memiliki kadar gula tinggi.

Sekitar 30 persen pasien dengan tipe 1 (onset juvenil) diabetes dan 10 sampai 40 persen dari

mereka dengan diabetes tipe 2 (onset dewasa) akhirnya akan menderita gagal ginjal.

Tanda-tanda Penyakit Ginjal pada Penderita Diabetes

1. Albumin / protein dalam urin

2. Tekanan darah tinggi

3. Pergelangan kaki dan kaki bengkak, kram kaki

4. Pergi ke kamar mandi lebih sering di malam hari

5. Tingginya kadar BUN dan kreatinin dalam darah

6. Kurang kebutuhan insulin atau obat antidiabetes

7. Morning sickness, mual dan muntah

8. Kelemahan, pucat dan anemia

9. Gatal

Penyakit ginjal kronis (CKD) terjadi jika ginjal telah rusak. Ginjal dapat menjadi rusak dari

cedera fisik atau penyakit seperti diabetes atau tekanan darah tinggi. Setelah ginjal rusak, mereka

tidak mampu menyaring darah atau melakukan pekerjaan lain mereka cukup baik untuk membuat

tetap sehat. Beberapa penting ginjal pekerjaan lakukan:

1. Menyaring darah

2. Seimbangkan cairan tubuh

3. Mengatur hormon

4. Membantu menjaga tekanan darah di bawah kontrol

5. Menjaga tulang sehat

4

Page 5: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

6. Membantu membuat sel darah merah

Ada lima tahap penyakit ginjal kronis. Yang paling ringan adalah tahap 1 dan 2. Dalam tahap

awal penyakit ginjal, ginjal yang rusak dan tidak bekerja dengan kekuatan penuh. Pada tahap 3,

sekitar setengah dari fungsi ginjal telah hilang. Hal ini dapat menyebabkan masalah lain, seperti

tekanan darah tinggi atau masalah tulang. Pengobatan masalah ini sangat penting, dan bahkan dapat

membantu memperlambat hilangnya fungsi ginjal. Pada tahap 4, kerusakan ginjal yang parah telah

terjadi. Pada tahap ini, sangat penting untuk memperlambat hilangnya fungsi ginjal dengan

mengikuti rencana pengobatan , dan menangani masalah-masalah lain seperti tekanan darah tinggi

atau penyakit jantung. Tahap 5 adalah gagal ginjal. Jika gagal ginjal terjadi, akan membutuhkan

transplantasi ginjal atau dialisis untuk hidup.

Menurut Brunner & Suddarth (2002), gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir

(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

Konsep Hemodialisa

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut

dan memerlukan terapi dialisys jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien

dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi

jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen

yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid,

2009).

Menurut Nursalam (2006) hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi

sampah buangan. Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien

berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat.

Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah kematian. Namun demikian,

hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu

mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak

dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2002).

1. Prinsip yang Mendasari Kerja Hemodialisa

Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan

dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi

ke tubuh pasien.

5

Page 6: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

Sebagian besar dializer merupakan lempengan rata atau ginjal serat artificial berongga yang

berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran

darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya.

Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membrane

semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2002).

Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu difusi, osmosis, ultrafiltrasi.

Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak

dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih

rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel

yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran

air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah

dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat).

Gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative yang dikenal sebagai

ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negative diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan

penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Suharayanto dan Madjid, 2009).

2. Akses pada Sirkulasi Darah Pasien

Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas kateter subklavikula dan femoralis, fistula,

tandur (Suharayanto dan Madjid, 2009).

a. Kateter subklavikula dan femoralis

Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat dicapai melalui

kateterisasi subklavikula untuk pemakaian sementara. Kateter femoralis dapat dimasukkan ke

dalam pembuluh darah femoralis untuk pemakaian segera dan sementara.

b. Fistula

Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan (biasanya dilakukan pada lengan

bawah) dengan cara menghubungkan atau menyambung (anastomosis) pembuluh arteri dengan

vena secara side to side (dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula tersebut

membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu menjadi matang sebelum siap digunakan. Waktu ini

diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula pulih dan segmenvena fistula berdilatasi

dengan baik sehingga dapat menerima jarum berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum

ditusukkan ke dalam pembuluh darah agar cukup banyak aliran darah yang akan mengalir

6

Page 7: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

melalui dializer. Segmen vena fistula digunakan untuk memasukkan kembali (reinfus) darah

yang sudah didialisis.

c. Tandur

Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis, sebuah tandur dapat

dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena dari sapi, material Gore-tex

(heterograft) atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila

pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula.

4. Sistem Kerja Dializer

Terdapat 2 (dua) tipe dasar dializer (Suharyanto dan Madjid, 2009), yaitu :

a. Pararel plate dializer

Pararel plate dializer, terdiri dari dua lapisan selotan yang dijepit oleh dua penyokong.

Darah mengalir melalui lapisan-lapisan membran, dan cairan dialisa dapat mengalir dalam

arah yang sama seperti darah, atau dengan daerah berlawanan.

7

Page 8: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

b. Hollow Fiber atau capillary dializer

Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil, dan cairan dialisa

membasahi bagian luarnya. Aliran cairan dialisa berlawanan dengan arah aliran darah.

Suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan

dialisa. Bila sistem ini bekerja, darah mengalir dari penderita melalui tabung plastik (jalur

arteri), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke penderita melalui jalur vena.

Dialisat kemudian dimasukkan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar

serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat

terjadi di sepanjang membrane dialisis melalui proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi

Komposisi cairan dialisis diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion

darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit

yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++,

Mg++, Cl-, asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat, dan fosfat dapat berdifusi dengan

mudah dari darah ke dalam cairan dialisis karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam

cairan dialisis. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam cairan dialisis, akan

berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk mengoreksi asidosis

penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh tubuh penderita menjadi bikarbonat. Glikosa

dalam konsentrasi yang rendah (200 mg/100 ml) ditambahkan ke dalam bak dialisis untuk

mencegah difusi glukosa ke dalam bak dialisis yang dapat mengakibatkan kehilangan

kalori.

Heparin secara terus menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infuse lambat untuk

mencegah pembekuan. Bekuan darah dan gelembung udara dalam jalur vena akan

menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke aliran darah. Waktu yang dibutuhkan

seseorang untuk melakukan hemodialisa adalah tiga kali seminggu, dengan setiap kali

hemodialisa 3 sampai 5 jam.

4. Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Hemodialisa

Hemodilisa merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai upaya memperpanjang

usia penderita. Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit ginjal yang diderita pasien

tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal

(Wijayakusuma, 2008 dalam Desita, 2010).

Pasien hemodialisa harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap dalam gizi yang

baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya kematian pada pasien

hemodialisa. Asupan protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan

protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari. Pembatasan

8

Page 9: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-

umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah

air kencing yang ada ditambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-120 meq.hari

guna mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa

haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka

selama periode di antara dialisis akan terjad kenaikan berat badan yang besar (Perhimpunan

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).

Menurut Lumenta (1992) anjuran pemberian diet pada pasien hemodialisa 2 x/ minggu :

Protein : 1 – 1,2 gr/kgBB/hari

Kalori : 126 – 147 kj/ kgBB (30 – 35 kal/kgBB/hari)

Lemak : 30 % dari total kalori

Hidrat arang : sedikit gula (55 % total kalori)

Besi : 1,8 mmol/hari (100 mg)

Air : 750 – 1000 ml/hari (500 + sejumlah urin/24 jam)

Ca : 25 – 50 mmol/hari (1000 – 2000)

Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang

memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi)

harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan

jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Risiko timbuknya efek

toksik akibat obat harus dipertimbangkan (Brunner & Suddarth, 2002).

5. Indikasi dan Komplikasi Terapi Hemodialisa

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006) umumnya

indikasi dialisa pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG sudah kurang dari 5

ml/menit) sehingga dialisis baru dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal di

bawah :

a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata

b. K serum > 6 mEq/L

c. Ureum darah > 200 mg/L

d. Ph darah < 7,1

e. Anuria berkepanjangan (> 5 hari)

f. Fluid overloaded.

Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut (Brunner & Suddarth,

2002) :

a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan.

9

Page 10: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara

memasuki sistem vaskuler pasien.

c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi

darah di luar tubuh.

d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme

meninggalkan kulit.

e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul

sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat

gejala uremia yang berat.

f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan

ruang ekstrasel.

g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006) komplikasi yang

jarang terjadi misalnya sindrom disekuilibirum, reaksi dializer, aritmia, temponade jantung,

perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat

dialisis dan hipoksemia.

B. Komplikasi yang sering terjadi pada ekstremitas bawah

Setiap orang dapat mengalami masalah pada kaki seperti di bawah ini. Namun bagi penyandang

diabetes dengan kadar gula darah yang tidak terkendali, masalah kaki ini dapat mengarah kepada

terjadinya infeksi dan konsekuensi yang lebih serius seperti amputasi. 

1. Kalus

Merupakan penebalan kulit yang umumnya terjadi di telapak kaki. Kalus disebabkan

gesekan atau tekanan berulang pada daerah yang sama, distribusi berat tubuh yang tidak

seimbang, sepatu yang tidak sesuai, atau kelainan kulit. Kalus dapat menjadi berkembang

menjadi infeksi.

2. Kulit melepuh 

Dapat terjadi jika sepatu selalu menggesek kaki pada daerah yang sama. Disebabkan

penggunaan sepatu yang kurang pas atau tanpa kaus kaki. Kulit melepuh dapat berkembang

menjadi infeksi. Hal penting untuk menangani kulit melepuh adalah dengan tidak

meletuskannya, karena kulit melindungi lepuhan dari infeksi.

3. Kuku kaki yang tumbuh ke dalam 

Terjadi ketika ujung kuku tumbuh ke dalam kulit dan menimbulkan tekanan yang dapat

merobek kulit sehingga kulit menjadi kemerahan dan terinfeksi. Kuku kaki yang tumbuh ke

dalam dapat terjadi jika anda memotong kuku sampai ke ujungnya, dapat pula disebabkan

10

Page 11: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

pemakaian sepatu yang terlalu ketat atau trauma kaki karena aktivitas seperti berlari dan

aerobik. Jika ujung kuku kaki anda kasar, gunakan kikir untuk meratakannya.

4. Pembengkakan ibu jari kaki 

Terjadi jika ibu jari kaki condong ke arah jari di sebelahnya sehingga menimbulkan

kemerahan, rasa sakit, dan infeksi. Dapat terjadi pada salah satu atau kedua kaki karena

penggunaan sepatu berhak tinggi dan ujung yang sempit. Pembengkakan yang menimbulkan

rasa sakit dan deformitas (perubahan bentuk) kaki dapat diatasi dengan pembedahan.

5. Plantar warts

Kutil terlihat seperti kalus dengan titik hitam kecil di pusatnya. Dapat berkembang sendiri

atau berkelompok. Timbulnya kutil disebabkan oleh virus yang menginfeksi lapisan luar

telapak kaki.

6. Jari kaki bengkok 

Terjadi ketika otot kaki menjadi lemah. Kerusakan saraf karena diabetes dapat

menyebabkan kelemahan ini. Otot yang lemah dapat menyebabkan tendon (jaringan yang

menghubungkan otot dan tulang) di kaki memendek sehingga jari kaki menjadi bengkok. Akan

menimbulkan masalah dalam berjalan dan kesulitan menemukan sepatu yang tepat. Dapat juga

disebabkan pemakaian sepatu yang terlalu pendek.

7. Kulit kaki kering dan pecah 

Dapat terjadi karena saraf pada kaki tidak mendapatkan pesan dari otak (karena neuropati

diabetik) untuk berkeringat yang akan menjaga kulit tetap lembut dan lembab. Kulit yang

kering dapat pecah. Adanya pecahan pada kulit dapat membuat kuman masuk dan

menyebabkan infeksi. Dengan gula darah anda yang tinggi, kuman akan mendapatkan makanan

untuk berkembang sehingga memperburuk infeksi.

8. Athlete's foot (kaki atlet) 

Disebabkan jamur yang menimbulkan rasa gatal, kemerahan, dan pecahnya kulit. Pecahnya

kulit di antara jari kaki memungkinkan kuman masuk ke dalam kulit dan menimbulkan infeksi.

Infeksi dapat meluas sampai ke kuku kaki sehingga membuatnya tebal, kekuningan, dan sulit

dipotong.

11

Page 12: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

C. Foot Care, Pendidikan pasien tentang praktek perawatan kaki dan Pemilihan sepatu

Pendidikan yang disajikan secara terstruktur dan terorganisir, memainkan peran penting dalam

pencegahan masalah kaki. Tujuannya adalah untuk meningkatkan motivasi dan keterampilan.

Orang dengan diabetes harus belajar bagaimana mengenali potensial masalah kaki dan menyadari

langkah-langkah yang mereka perlu respon. Pendidik harus menunjukkan keterampilan, seperti cara

memotong kuku tepat.

Pendidikan harus disediakan dalam beberapa sesi, dan sebaiknya menggunakan metode

campuran. Hal ini penting untuk mengevaluasi apakah orang dengan diabetes telah memahami

pesan, termotivasi untuk bertindak, dan memiliki keterampilan perawatan mandiri. Selanjutnya,

dokter dan profesional kesehatan lainnya harus mengenyam pendidikan secara periodik untuk

meningkatkan perawatan untuk berisiko tinggi individu.

Perawatan harian yang dapat dilakukan adalah mencuci kaki dengan sabun dan air hangat.

Setelah itu, kaki harus dikeringkan dengan benar sampai ke sela-sela jari agar tidak terinfeksi

jamur. Oleskan pelembab untuk mencegah kulit kering, tetapi jangan oleskan pelembab pada sela-

sela jari. Jangan merendam kaki, karena akan membuat kulit rusak, sehingga mudah terkena

infeksi.

Saat mencuci atau mengoleskan pelembab pada kaki, perhatikan kaki. Apakah terdapat bercak

merah, kapalan, luka, kuku yang tumbuh menusuk jari kaki, kuku kuning dan rapuh,

pembengkakan kaki, kulit kaki pecah pecah ataupun melepuh. Perhatikan juga warna kulit kaki

yang menjadi biru atau hitam. Hal ini menandakan aliran darah yang buruk sehingga butuh

12

Page 13: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

penanganan segera. Jika sulit untuk melihat telapak kaki, gunakanlah cermin atau minta tolong

kepada orang serumah.

Guntinglah kuku kaki setiap bulan dengan arah lurus, kikir ujung-ujung kuku yang tajam

dengan pengikir kuku dan jangan menggunting kutikula kuku .

Pasian DM harus selalu menggunakan alas kaki yang nyaman dipakai, baik di dalam maupun di

luar rumah. Alas kaki tidak boleh kebesaran maupun kekecilan karena dapat menyebabkan kaki

lecet. Periksalah bagian dalam sepatu sebelum menggunakannya untuk memastikan tidak ada benda

tajam yang dapat melukai kaki. Sepatu dan alas kaki harus dipilih secara khusus untuk mencegah

adanya gesekan atau tekanan pada kaki.

Untuk menjaga aliran darah ke kaki tetap baik, angkat kaki saat duduk, lalu gerakkan jari-jari

kaki dan pergelangan kaki ke atas dan ke bawah selama 5 menit sebanyak 2 -3 kali sehari.  Jangan

melipat kaki dalam waktu lama.

Hal-hal yang harus dilakukan pada pasien berisiko tinggi

1. inspeksi kaki setiap hari, termasuk daerah antara jari kaki

2. perlunya orang lain yang terlatih untuk memeriksa kaki, (Jika penglihatan terganggu,

penderita diabetes tidak boleh mencoba melakukan perawatan kaki mereka sendiri)

3. mencuci kaki secara teratur dengan pengeringan hati-hati, terutama antara jari kaki13

Page 14: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

4. Temperatur air - selalu di bawah 37 ◦ C

5. Jangan gunakan pemanas atau botol air panas untuk menghangatkan kaki

6. Menghindari berjalan di ruangan tanpa alas kaki atau di luar ruangan dan mengenakan

sepatu tanpa kaos kaki

7. hindari agen kimia atau plester untuk menghilangkan kapalan - tidak boleh digunakan

8. inspeksi dan palpasi setiap hari bagian dalam sepatu

9. Jangan memakai sepatu ketat atau sepatu dengan tepi kasar dan jahitan tidak merata

10. Penggunaan minyak pelumas atau krim untuk kulit kering - tapi tidak antara jari kaki

11. ganti kaos kaki setiap hari

12. Jangan pernah memakai kaus kaki ketat atau setinggi lutut

13. Memotong kuku lurus

14. Kutil dan kapalan - harus dipotong oleh tenaga kesehatan

15. Memberitahukan penyedia layanan kesehatan sekaligus jika terdapat luka, goresan atau

sakit telah berkembang

D. Manajemen Luka diabetes

Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading dan kontrol

infeksi.

Debridement

Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka. Debridement

adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan

mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan

pengeluaran faktor pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka.

Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik, enzimatik, kimia,

mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia hanya membuang jaringan nekrosis

(debridement selektif), sedangkan metode mekanis membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup

(debridement non selektif).

Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus diabetes dan metode yang paling

efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat jaringan nekrosis atau terinfeksi. Pada kasus

dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau membahayakan jiwa pasien, amputasi diperlukan

untuk memungkinkan kontrol infeksi dan penutupan luka selanjutnya.Debridement enzimatis

menggunakan agen topikal yang akan merusak jaringan nekrotik dengan enzim proteolitik seperti

papain, colagenase, fibrinolisin-Dnase, papainurea, streptokinase, streptodornase dan tripsin. Agen

topikal diberikan pada luka sehari sekali, kemudian dibungkus dengan balutan tertutup.

Penggunaan agen topikal tersebut tidak memberikan keuntungan tambahan dibanding dengan

14

Page 15: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

perawatan terapi standar. Oleh karena itu, penggunaannya terbatas dan secara umum diindikasikan

untuk memperlambat ulserasi dekubitus pada kaki dan pada luka dengan perfusi arteri terbatas.

Debridement mekanis mengurangi dan membuang jaringan nekrotik pada dasar luka. Teknik

debridement mekanis yang sederhana adalah pada aplikasi kasa basah-kering (wet-to-dry saline

gauze). Setelah kain kasa basah dilekatkan pada dasar luka dan dibiarkan sampai mengering, debris

nekrotik menempel pada kasa dan secara mekanis akan terkelupas dari dasar luka ketika kasa

dilepaskan.

Offloading

Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu komponen penanganan

ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed

rest merupakan satu cara yang ideal untuk mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan Total

Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang paling efektif. TCC dibuat dari gips

yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien keluar dari area ulkus. Metode ini

memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan dan bermanfaat untuk mengontrol

adanya edema yang dapat mengganggu penyembuhan luka.

Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi tekanan pada luka dan itu ditunjukkan oleh

penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC antara lain membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi

dari gips dapat menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya.

Penanganan Infeksi

Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi ulkus diabetes masih sedikit,

sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman klinis. Terapi antibiotik harus didasarkan

pada hasil kuftur bakteri dan kemampuan toksistas antibiotika tersebut. Pada infeksi yang tidak

membahayakan (non-limb threatening) biasanya disebabkan oleh staphylokokus dan streptokokus.

Infeksi ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis dengan pemberian antibiotika oral, misalnya

cephalexin, amoxilin-clavulanic, moxifloxin atau clindamycin.

Sedangkan pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti staphylokokus,

streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas, enterokokus dan bakteri anaerob misalnya

bacteriodes, peptokokus, peptostreptokokus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan

pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram negatif, serta aerobik dan anaerobik.

Pilihan antibiotika intravena untuk infeksi berat meliputi imipenem-cilastatin, B-lactam B-

lactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilintazobactam), dan cephalosporin spektrum luass.

Perawatan Luka

Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang penting untuk memastikan

penanganan ulkus diabetes yang optimal. Pendapat mengenai lingkungan sekitar luka yang bersih

dan lembab telah diterima luas. Keuntungan pendekatan ini yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan

15

Page 16: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan

dengan sel target. Pendapat yang menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat meningkatkan

kejadian infeksi tidak pernah ditemukan.

Beberapa jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka serta didesain untuk

mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika), membantu debridement (enzim), dan mempercepat

penyembuhan luka.Balutan basah-kering dengan normal salin menjadi standar baku perawatan

luka. Selain itu dapat digunakan Platelet Derived Growth Factor (PDGF), dimana akan

meningkatkan penyembuhan luka, PDGF telah menunjukan dapat menstimulasi kemotaksis dan

mitogenesis neutrofil, fibroblast dan monosit pada proses penyembuhan luka.

Penggunaan pengganti kulit/dermis dapat bertindak sebagai balutan biologis, dimana

memungkinkan penyaluran faktor pertumbuhan dan komponen matrik esktraseluler. Recombinant

Human Platelet Derived Growth Factors (rhPDGF-BB) (beclpermin) adalah satu-satunya faktor

pertumbuhan yang disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA). Living skin equivalen

(LSE) merupakan pengganti kulit biologis yang disetujui FDA untuk penggunaan pada ulkus

diabetes

E. Neuropathy & pemeriksaan neuropathy

Neuropati Perifer

Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan diperkirakan merupakan akibat

penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum, disfungsi endotel, defisiensi mioinositol-

perubahan sintesis mielin dan menurunnya aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas kronis,

menyebabkan edema pada saraf tubuh serta pengaruh peningkatan sorbitol dan fruktose.

Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama sehingga menyebabkan

kelainan vaskuler dan metabolik. Peningkatan kadar sorbitol intraseluler, menyebabkan saraf

membengkak dan terganggu fungsinya. Penurunan kadar insulin sejalan dengan perubahan kadar

peptida neurotropik, perubahan metabolisme lemak, stress oksidatif, perubahan kadar bahan

vasoaktif seperti nitrit oxide mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf. Kadar glukosa yang tidak

teregulasi meningkatkan kadar advanced glycosylated end product (AGE) yang terlihat pada

molekul kolagen yang mengeraskan ruangan-ruangan yang sempit pada ekstremitas superior dan

inferior (carpal, cubital, dan tarsal tunnel). Kombinasi antara pembengkakan saraf yang disebabkan

berbagai mekanisme dan penyempitan kompartemen karena glikosilasi kolagen menyebabkan

double crush syndrome dimana dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan

autonomik.

Perubahan neuropati yang telah diamati pada kaki diabetik merupakan akibat langsung dari

kelainan pada sistem persarafan motorik, sensorik dan autonomik. Hilangnya fungsi sudomotor

16

Page 17: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

pada neuropati otonomik menyebabkan anhidrosis dan hiperkeratosis. Kulit yang terbuka akan

mengakibatkan masuknya bakteri dan menimbulkan infeksi. Berkurangnya sensibilitas kulit pada

penonjolan tulang dan sela-sela jari sering menghambat deteksi dari luka-luka kecil pada kaki.

Neuropati autonomik mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan pembukaan arteriovenous (AV)

shunt. Neuropati motorik paling sering mempengaruhi otot intrinsik kaki sebagai akibat dari

tekanan saraf plantaris medialis dan lateralis pada masing-masing lubangnya (tunnel).

Pemeriksaan Fisik Neuropati Perifer

Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi, hilangnya reflek

tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop, atrofi otot, dan pemembentukan calus hipertropik

khususnya pada daerah penekanan misalnya pada tumit. Status neurologis dapat diperiksa dengan

menggunakan monofilament Semmes-Weinsten untuk mengetahui apakah penderita masih

memiliki "sensasi protektif”, Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika penderita tidak dapat

merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki dengan tekanan yang cukup sampai

monofilamen bengkok.

17

Page 18: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

Alat pemeriksaan lain adalah garputala 128C, dimana dapat digunakan untuk rnengetahui

sensasi getar penderita dengan memeriksanya pada pergelangan kaki dan sendi

metatarsophalangeal pertama. Pada neuropati metabolik terdapat gradien intensitas dan paling

parah pada daerah distal. Jadi pada pasien yang tidak dapat merasakan getaran pada pergelangan

ketika garputala dipindahkan dari ibu jari kaki ke pergelangan menunjukkan gardien intensitas

karena neuropati metabolik. Pada umumnya, seseorang tidak dapat merasakan getaran garputala

pada jari tangan lebih dari 10 detik setelah pasien tidak dapat merasakan getaran pada ibu jari kaki.

Beberapa penderita dengan sensasi normal hanya menunjukkan perbedaan antara sensasi pada jari

kaki dengan tangan pemeriksa kurang dari 3 detik.

F. Pemeriksaan Fisik ekstremitas bawah

Pemeriksaan Ekstremitas3

Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah yang menjadi tumpuan

beban terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang menonjol (pada jari

pertama dan kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus karena pada daerah ini sering mendapatkan

trauma. Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaa fisik:

1. Kuku yang rapuh/pecah

2. Hammer toes

18

Page 19: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

3. Callus hipertropik

4. Fissure

19

Page 20: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

BAB III

ISI DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Jurnal

Judul Jurnal : Effect of a preventive foot care program on lower extremety complications

in diabetic patients with end stage renal disease

Peneliti : Andrew Red, Scoot Hurton, John M, Embil, Susan Smallwood, Lily

Thomson, James Zacharias, Mario Dascal, Mary Cheang, Elly Trepman,

Joshua Koulack

Halaman : 283-286 (4 halaman)

Terbitan : Elsevier Ltd on behalf of European Foot and Ankle Society. Foot and Ankle

Surgery 18 (2012)

Tahun Terbit : 2012

Pertanyaan Klinis : Apakah Foot Care Preventive dapat menerunkan terjadinya neuropati dan

meningkatkan keadekuatan penggunaan alas kaki?

P : Patient with diabetic and end stage renal disease

I : -

C : Preventive foot care

O : decrease in frequency of neuropathy and improved footwear adequacy

B. Isi Jurnal

Abstrak

Latar belakang : Komplikasi pada ekstremitas bawah merupakan penyebab utama morbiditas

maupun mortalitas pada pasien dengan end-stage renal disease (ESRD) dan diabetes meliitus.

Program edukasi pasien dapat menurunkan resiko komplikasi pada kaki diabetic.

Metode : Suatu program pencegahan dilaksanakan, program tersebut berisi pengkajian secara

regular oleh perawat foot care dengan keahlian pada bidang foot care dan manajemen luka serta

edukasi pasien terkait praktek foot care dan pemilihan alas kaki. Dilakukan review pada rekam

medis dan pemeriksaan pada pasien. Perbandingan dibuat dengan data terkait pasien dari penelitian

yang telah dilaksanakan sebelumnya oleh institusi ini terkait pengembangan program foot care.

Hasil : Pasien dengan diabetes lebih sering mengalami kelemahan pada otot left tibialis anterior,

left tibialis posterior, dan left peroneal dibandingkan pada orang tidak dengan diabetes. Terdapat

persentase yang lebih sedikit pada pasien dengan diabetes yang mengalami sensory neuropathy

dibandingkan pada penelitian sebelumnya (dari penelitian 5 tahun yang lalu), namun terdapat

20

Page 21: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

persentase yang lebih tinggi terkait pasien dengan diabetes yang mengalami absent pedal pulses

pada penelitian ini. Frekuensi ketidakadekuatan atau jeleknya kualitas alas kaki pada penelitian ini

lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.

Kesimpulan : Data pada penelitian ini mengungkapkan bahwa program foot care yang berisi

pengkajian keperawatan dan edukasi pasien berhubungan dengan penurunan frekuensi neuropati

dan meningkatkan keadekuatan alas kaki pada pasien dengan diabetes dan ESRD.

Pendahuluan

Komplikasi pada ekstremitas bawah merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas

pada pasien dengan end stage renal disease (ESRD) dan diabetes mellitus. Pada pasien diabetes

dengan ESRD, penggunaan alas kaki dan foot care seringkali kurang optimal. Sebagai tambahan,

pasien-pasien tersebut memiliki lebih dari dua kali komplikasi pada kaki dan 6,5-10 kali amputasi

pada alat gerak bawah dibandingkan pasien diabetes dengan fungsi renal yang baik. Komplikasi

kaki diabetes merupakan beban ekonomi utama pada system pelayanan kesehatan dan

mempengaruhi individu; di United States, pembiayaan dalam manajemen komplikasi kaki diabetes

melebihi pembiayaan dialysis pada seluruh pasien diabetes denga ESRD.

Kira-kira 15-25% pasien diabetes mengalami foot ulcer selama kehidupan mereka, dan 20%

dari mereka mengalami amputasi pada aal gerak bagian bawah. Angka mortalitas setelah amputasi

sebesar 13-40% pada tahun pertama, 35-65% pada tahun ketiga, dan 39-80% pada tahun kelima.

Lebih lanjut, 17% kematian pada pasien dengan dialisis mungkin berhubungan dengan komplikasi

pada kaki. Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa diantara pasien diabetes dengan/yang

menjalani dialysis, 88% mengalami neuropati sensori, 71% memiliki kondisi kuku yang buruk,

28% memiliki foot ulcer, dan 27% menjalani amputasi.

Program edukasi pasien mungkin dapat menurunkan resiko komplikasi kaki diabetes. Oleh

karena itu, program foot care dikembangkan bagi pasien dengan hemodialisis, yang didalamnya

terrmasuk pengkajian regular/berkesinambungan oleh perawat foot care dan pemberian edukasi

pada pasien mengenai praktek foot care dan pemilihan alas kaki.

Kami berhipotesis bahwa program foot care ini dapat menurunkan frekuensi komplikasi kaki

diabetes pada pasien yang menjalani hemodialisis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengevaluasi masalah pada ekstremitas bawah pada pasien dengan hemodialisis, termasuk

komplikasi ekstremitas bawah karena diabetes, dan untuk membandingkan frekuensi terjadinya

komplikasi pada pasien yang menerima program foot care dengan pasien yang dievaluasi sebelum

dimulainya program foot care ini.

Peneliti berhipotesis bahwa program Foot care dapat menurunkan komplikasi ekstremitas bawah

pada pasien diabetic dengan komplikasi hemodialis.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

21

Page 22: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

mengevaluasi masalah ekstremitas bawah pada pasien yang melakukan hemodialisis, termasuk

komplikasi ekstremitas bawah dari penyakit diabetes, dan untuk membandingkan frekuensi

komplikasi pada pasien yang menerima program foot care dengan pasien yang tidak menerima

program foot care.

Material and Method

Subjek

Jumlah pasien adalah 278 pasien yang menerima terapi hemodialisis di Pusat Ilmu Kesehatan, 800

tempat tidur di Rumah Sakit Pendidikan yang berafiliasi dengan Universitas Manitoba, selama 1

minggu ( 4-9 Juni 2007) diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Ekslusi : Bila pasien

menolak berpartisipasi, tidak mampu memberikan inform consent secara tertulis, atau berada dalam

isolasi karena peraturan pengendalian infeksi. Dalam penelitian ini, 14 pasien dikeluarkan karena

11 pasien dipindahkan ke fasilitas lain, mengundurkan diri 2 pasien, dan satu pasien meninggal

dunia. Semua pasien diberikan inform consent secara tertulis (123 pasien). Studi ini disetujui oleh

Etika Penelitian Manusia Dewan University of Manitoba.

Foot Care Program

Seorang Registered Nurse yang telah mengikuti pelatihan perawatan kaki dan menejemen luka,

rutin menilai pasien saat mereka menerima hemodialisis. Saat pemeriksaan pasien tidak memakai

kaus kaki dan sepatu. Instruksi standar diberikan tentang perawatan kaki dan alas kaki. Pasien

disarankan untuk memakai sepatu pelindung yang sesuai sesering mungkin. Pemeriksaan meliputi

sepatu dan kaus kaki, penjagaan kelembapan kaki, pemantauan perkembangan kapalan dan bisul,

dan mempertahankan gaya hidup sehat termasuk normoglikemia dan berhenti merokok. Kuku

dipangkas dan kapalan dikupas secara teratur. Setiap ulkus terdeteksi dievaluasi dan diobati oleh

konsultan bedah ortopedi dan pembuluh darah, penyakit menular, dan perawatan luka. Tindakan

ajuvan diberikan resep yang diperlukan termasuk Orthosis (segala alat yang ditambahkan ke tubuh

untuk menstabilkan atau immobilize bagian tubuh, mencegah kecacatan, melindungi dari luka, atau

membantu fungsi dari anggota tubuh), sol dibentuk sesuai bentuk kaki, dan alas kaki ortopedi yang

tepat selalu dipasang.

Evaluasi

Unit Dialisis dan Rumah Sakit tercatat 123 pasien tercatat meliputi karakteristik demografis,

adanya diabetes, komplikasi kaki diabetes, komplikasi ESRD, dan komorbiditas medis. Subyek

suku aborigin dari penduduk asli Kanada dan termasuk Perserikatan bangsa pertama (Indian

Amerika Utara) dan Metis orang dengan identitas suku budaya, dan politik yang beragam.

22

Page 23: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

Pemeriksaan fisik standar dari ekstremitas Dilakukan pemeriksaan fisik standar pada ekstremitas

bawah berdasarkan rekomendasi yang diterbitkan sebelumnya, dilakukan pada 100 (81%) subyek

yang tersedia (42 non-diabetes dan 58 subyek diabetes) selama periode 4 bulan, termasuk penilaian

bisul, tingkat amputasi, neuropati, kekuatasn motorik abnormal, penurunan tekanan kaki, dan status

alas kaki. Neuropati sensorik dinilai oleh tiga aplikasi dari 10 g semmes-weinstein monofilament

untuk setidaknya tiga lokasi pada permukaan plantar kedua kaki, sensasi pelindung itu dianggap

absen jika peserta studi tidak dapat secara akurat mendeteksi setidaknya dua dari tiga aplikasi.

Tekanan darah kaki diukur menggunakan manset kaki dan sensor aliran Doppler portable. Dalam

penilaian tindak lanjut, alas kaki peserta diabetes dievaluasi sesuai standar yang diterbitkan. Sangat

disayangkan, pada saat valuasi ini, 29 (50%) dari 58 subyek diabetes asli yang tidak tersedia karena

transfer ke pusat kesehatan lain (14 orang), kematian (12 orang), penerimaan transplantasi ginjal (2

orang) atau isolasi karena penyakit (1 orang).

Data Analisis

Semua data dianalisisdengan blind statistic terhadap kelompok pasien. Perbandingan kelompok

pasien dibuat dengan chi square, Mantel-Haenszel Chi Aquare, dan peringkat Wilcoxon tes sum.

Frekuensi komplikasi diabetes dibandingkan pada kelompok pasien dengan ESRD yang dilaporkan

sebelumnya. Signifikansi statistic didesinisikan oleh P < 0,05.

Result

Terdapat dua kali lebih banyak subyek yang mengalami diabetes dibandingkan dengan non

diabetes. Dan Subjek Aborigin lebih sering yang mengalami diabetes dibandingkan non diabetes

(Table 1). Subjek diabetes lebih sering mengalami hipertensi, infark miokard, atau gagal jantung

kongestif dibandingkan dengan subjek non diabetes (Tabel 2). Tidak ada perbedaan signifikan

dalam frekuensi komorbiditas medis antara subjek diabetes dan non diabetes (Tabel 2). Motor

Testing pada tungkai bawah menunjukkan bahwa penderita diabetes lebih sering memiliki

kelemahan kiri tibialis anterior, tibialis posterior kiri, dan otot peroneal kiri pada subjek non

diabetes.

23

Page 24: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

Tidak ada perbedaan signifikan lainnya yang diamati diantara subjek diabetes dan non-diabetes

dalam hal uji otot lainnya.

Pemeriksaan ekstremitas bawah menunjukkan bahwa persentase yang lebih kecil dari subyek

diabetes memiliki neuropati sensori dibandingkan dengan studi sebelumnya dari institusi ini 5

tahun sebelumnya, tetapi persentase yang lebih besar dari subyek diabetes tidak memiliki pulsasi di

kaki (pedal) di penelitian ini (Tabel 4). Frekuensi ketidakadekuatan atau lemahnya kualitas alas

kaki lebh rendah pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Tabel 4). Tidak

ada perubahan signifikan dalam frekuensi subyek dengan amputasi, ulkus saat ini, atau kaki

Charcot dari penelitian sebelumnya (Tabel 4).

Diskusi

Data saat ini mendukung hipotesis bahwa program perawatan kaki terdiri dari pengkajian

keperawatan dan pendidikan pasien mungkin terkait dengan penurunan pada beberapa komplikasi

kaki diabetik pada pasien dengan ESRD. Dibandingkan dengan studi sebelumnya sebelum

24

Page 25: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

pelaksanaan program, pasien diabetes hemodialisis dalam penelitian ini memiliki frekuensi yang

lebih rendah dalam hal neuropati dan ketidakadekuatan atau kurang berkualitasnya alas kaki.

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien dengan alas kaki tradisional pada studi saat

ini dan 5 tahun sebelumnya (Tabel 4), kemungkinan karena sejumlah kecil peserta memakai alas

kaki tradisional. Frekuensi yang lebih besar dari pasien saat ini dibandingkan dengan pasien

sebelumnya yakni penggunaan alas kaki yang adekuat (buatan pabrik dan sepatu tradisional

gabungan) (Tabel 4). Hal ini penting karena alas kaki yang tidak sesuai dapat berkontribusi dalam

perkembangan ulkus kaki diabetik. Disamping penemuan yang mendukung ini, didapatkan hasil

bahwa tidak ada pengurangan dalam frekuensi amputasi, ulkus, atau arthropathy Charcot (Tabel 4).

Hal ini sesuai/konsisten dengan penyelidikan lain yang gagal untuk menunjukkan hubungan antara

penurunan ulkus dan pendidikan pasien.

25

Page 26: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

C. Analisa Jurnal

Hasil yang ditemukan dari penelitian ini mendukung hipotesis bahwa program foot care yang

terdiri dari pengkajian keperawatan dan pendidikan pasien mungkin terkait dengan penurunan pada

beberapa komplikasi kaki diabetik pada pasien dengan ESRD. Pasien diabetes dengan ESRD pada

penelitian ini memiliki frekuensi neuropaty dan ketidakadekuatan alas kaki yang lebih rendah dari

penelitian sebelumnya. Frekuensi pasien yang menggunakan alas kaki yang adekuat lebih besar

daripada pasien di penelitian sebelumnya. Hal ini penting karena penggunaan alas kaki yang tidak

tepat dapat menimbulkan berkembangnya luka kaki diabetik.

Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada penurunan yang signifikan terlait

frekuensi amputasi, charcot foot, dan terjadinya ulkus, namun persentasi kejadian amputasi

charcot foot, dan ulkus diabetik cenderung lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya. Hal

ini kemungkinan berhubungan dengan rendahnya kejadian neuropati pada pasien-pasien/partisipan

penelitian ini, sehingga frekuensi kejadian amputasi, charcot, foot, dan ulkus pun juga lebih rendah.

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain jumlah partisipan yang mungkin terlalu

sedikit untuk mendemonstrasikan relevansi dan perbaikan yang signifikan dari intervensi yang

dilakukan (foot care), matching/pencocokan partisipan dari penelitian ini dan penelitian

sebelumnya tidak dapat dilakukan sehingga tidak dapat mengeliminasi perbedaan diantara

keduanya, beberapa partisipan mungkin tidak mengimplementasikan rekomendasi terkait foot wear

26

Page 27: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

karena keterbatasan sumber daya, dan pemeriksaan klinis dilakukan oleh beberapa investigator

yang berpotensi menimbulkan bias.

Meskipun terdapat beberapa kelemahan dalam penelitian ini, hasil dari penelitian ini sesuai

dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang mendukung dan menekankan pentingnya program-

program preventif serta terus melakukan foot care pada pasien diabetes dengan ESRD. Di

Indonesia sendiri, foot care tentunya dapat diterapkan pada pasien-pasien dengan diabetes mellitus

baik dengan ataupun tanpa ESRD. Hal-hal yang perlu diperbaiki untuk mengoptimalkan penerapan

foot care di Indonesia antara lain perlunya diadakan pelatihan/workshop bagi tenaga kesehatan,

khususnya perawat terkait foot care serta perlunya pengoptimalan peran perawat dalam bidang

edukasi manajemen diabetes, khususnya foot care. Pengembangan klinik keperawatan khusus

untuk edukasi terkait diabetes mellitus dan foot care dapat diadakan apabila memungkinkan, serta

praktek pelaksanaan foot care secara langsung oleh perawat.

Hal yang perlu diingat, bahwa untuk menjaga kualitas hidup dan mencegah terjadinya ulkus

diabetik dan amputasi, tidak dapat dilakukan dengan hanya melakukan foot care saja, namun

pengontrolan glukosa (menjaga agar tetap memiliki kadar normoglikemi) juga harus dilakukan,

salah satunya dengan memanajemen diet.

27

Page 28: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

BAB IV

IMPLIKASI KEPERAWATAN

Sebagai seorang perawat klinis, peran sebagai klinisi dan educator sangatlah penting. Hal-hal

yang dapat dilakukan menurut jurnal ini adalah

1. Memberikan Edukasi Manejemen Diabetes yang tepat meliputi kontrol gula darah dan

manajemen nutrisi.

Edukasi dapat diberikan secara lisan disertai dengan catatan tertulis seperti leaflet supaya

pasien dan keluarga dapat selalu mengingat dan menerapkan dengan benar dan tepat.

2. Pelaksanaan Foot Care oleh perawat dan memandirikan keluarga pasien untuk melakukan

foot care.

Selain praktek keperawatan secara langsung pada foot care, pemandirian keluarga dapat

dilakukan dengan cara praktek bersama, edukasi urgency dilakukan foot care, dapat disertai

dengan flip chart, leaflet atau buku saku khusus diabetes. Rutinitas perawatan dapat

meningkatkan kemandirian keluarga dalam melakukan foot care sekaligus sebagai evaluasi

recall pendidikan kesehatan yang telah diberikan.

Peran perawat sebagai advokat adalah mengusahakan dan memfasilitasi pasien dan keluarga

untuk mendapatkan pendidikan, perawatan, dan manajemen diabetes secara tepat, jelas, dan benar.

Sedangkan sebagai peneliti, perawat dapat mengembangkan penelitian ini dengan memperbaiki

kelemahan-kelemahan yang ada pada penelitian ini.

28

Page 29: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

BAB V

KESIMPULAN

Prevalensi diabetes militus yang mengarah ke penyakit ginjal stadium akhir meningkat dalam 2

tahun ini. Perlu dilakukan upaya preventif agar tidak terjadi komplikasi terkait ulkus diabetic pada

ekstremitas bawah, neuropati, dan ketidakadekuatan penggunaan alas kaki.

Jurnal dengan judul Effect of a preventive foot care program on lower extremety complications

in diabetic patients with end stage renal disease membahas tentang efek dari foot care pada pasien

gagal ginjal stage akhir dengan diabetes atau pun tanpa diabetes, untuk terjadinya komplikasi

dibandingkan dengan pasien yang belum menerima perawatan.

Jurnal ini dapat diterapkan di Indonesia secara mudah. Perlunya pengoptimalan peran perawat

dalam bidang edukasi manajemen diabetes, khususnya foot care. Pengembangan klinik

keperawatan khusus untuk edukasi terkait diabetes mellitus dan foot care dapat diadakan apabila

memungkinkan, serta praktek pelaksanaan foot care secara langsung oleh perawat.

Poin penting dari implikasi keperawatan aplikatif dari jurnal ini adalah perawat dapat

memberikan edukasi manejemen diabetes yang tepat meliputi kontrol gula darah dan manajemen

nutrisi dan pelaksanaan foot care oleh perawat dan memandirikan keluarga pasien untuk melakukan

foot care.

29

Page 30: Laporan Analisis Jurnal foot care.docx

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes. Clinical diabetes [Internet]. 2008 [cited 2011 Des 10]; 26(2) 77-82. Available from:.http://clinical.diabetesjournals.org/content/26/2/77.full.

Apelqvist., et all. 2008. Practical guidelines on the management and prevention of the diabetic foot, Based upon the International Consensus on the Diabetic Foot (2007), Prepared by the International Working Group on the Diabetic Foot. Diabetes Metab Res Rev 2008; 24(Suppl 1): S181–S187. Diakses dari http://onlinelibrary.wiley.com/store/10.1002/dmrr.848/asset/848_ftp.pdf?v=1&t=hklwmlnc&s=3195a4116d234fee9fbd06b565fd27cf0282e2e3 pada tanggal 21 Agustus 2013.

Diabetes Melitus. 2013. Perawatan Kaki Bagi Penderita Diabetes. Diakses dari http://diabetesmelitus.org/perawatan-kaki-diabetes/ pada tanggal 21 Agustus 2013.

Dinas Kesehatan. 2013. Manfaat Air Dalam Menjaga Kesehatan Ginjal. Diakses dari http://dinkes.sumbarprov.go.id/berita-179-manfaat-air-dalam-menjaga-kesehatan-ginjal.html pada tanggal 21 Agustus 2013.

Chasani S. Nefropati diabetika. In: Darmono, Suhartono T, Pemayun TGD, Padmomartono FS, editors. Naskah lengkap diabetes melitus ditinjau dari berbagai aspek penyakit dalam. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2007. p. 181-7.

Hariani, Lynda., Perdanakusuma, David. Perawatan Ulkus Diabetes. Diakses dari http://journal.unair.ac.id/filerPDF/02.%20Perawatan%20Ulkus%20Diabetes.pdf pada tanggal 21 Agustus 2013.

National Kidney Foundation. 2013. Living With Stage 4 Kidney Disease. Diakses dari http://www.kidney.org/patients/peers/stage4.cfm pada tanggal 21 Agustus 2013.

Natur Indonesia. 2009. Waspadai Komplikasi Kaki Diabetik. Diakses dari http://naturindonesia.com/diabetes-militus/artikel-tentang-diabetes/450-waspadai-komplikasi-kaki-diabetik.html pada tanggal 21 Agustus 2013.

Red, Andrew., Scoot Hurton., John M., Embil., Susan Smallwood., Lily Thomson., James Zacharias., Mario Dascal., Mary Cheang., Elly Trepman., Joshua Koulack. 2012. Effect of a preventive foot care program on lower extremety complications in diabetic patients with end stage renal disease. Elsevier Ltd on behalf of European Foot and Ankle Society. Foot and Ankle Surgery 18 pg 283-286

30