Koagulopati Dan Transfusi Komponen Darah Pada Trauma

download Koagulopati Dan Transfusi Komponen Darah Pada Trauma

of 13

Transcript of Koagulopati Dan Transfusi Komponen Darah Pada Trauma

Article Reading

Coagulopathy and Blood Component Transfusion in Trauma

Oleh: Sandy Wijaya 0710710018

Pembimbing: dr. Djudjuk Rahmad Basuki, Sp.An, K-AKV

LABORATORIUM / SMF ANASTESI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG 2011

Koagulopati Dan Transfusi Komponen Darah Pada Trauma1

D. R. Spahn1* and R. Rossaint2 Department of Anaesthesiology, University Hospital Lausanne, Lausanne, Switzerland. 2 Department of Anaesthesiology of the University Hospital, RWTH, Aachen, Germany *Corresponding author: Department of Anaesthesiology, University Hospital Lausanne, CHUV, rue du Bugnon 46, CH-1011 Lausanne, Switzerland. E-mail: [email protected]

Trauma adalah masalah kesehatan global yang serius dan terjadi sekitar satu dari 10 kematian di seluruh dunia. Jumah pendarahan tak terkendali berjumlah sekitar 39% dari kematian yang berhubungan dengan trauma dan merupakan penyebab utama kematian yang berpotensi dapat dicegah pada pasien dengan trauma berat. Meskipun perdarahan dari cedera pembuluh darah biasanya dapat diperbaiki dengan operasi, perdarahan terkait koagulopati seringkali lebih sulit untuk dikelola dan mungkin juga dapat mengelabui lokasi cedera vaskular. Penyebab koagulopati pada pasien dengan trauma parah bersifat multifaktorial, termasuk konsumsi dan dilusi trombosit dan faktor koagulasi, serta disfungsi trombosit dan sistem koagulasi. Interaksi antara hipotermia, asidosis dan koagulopati progresif, disebut sebagai lethal triad, sering menyebabkan perdarahan masif. Manajemen saat ini pada perdarahan terkait koagulopati didasarkan pada terapi penggantian komponen darah. Namun, ada batas level hemostasis yang dapat dipulihkan dengan terapi pengganti. Selain itu, ada bukti bahwa transfusi sel darah merah segera setelah cedera meningkatkan terjadinya infeksi pasca-cedera dan kegagalan organ multiple (MOF). Strategi untuk mencegah koagulopati yang signifikan dan untuk mengontrol perdarahan kritis secara efektif pada keadaan koagulopati dapat menurunkan kebutuhan transfusi darah, sehingga meningkatkan keadaan klinis pada. pasien dengan trauma berat. Br J Anaesth 2005; 95: 130-9 Kata kunci: darah, hemostasis; darah, transfusi; komplikasi, perdarahan; komplikasi, koagulopati; komplikasi, luka; komplikasi, trauma

Trauma adalah masalah kesehatan global yang serius dan terjadi sekitar satu dari 10 kematian di seluruh dunia. Trauma bertanggungjawab atas 5 juta kematian pertahun, dimana 1 juta kematian diantaranya terjadi di Eropa. Diperkirakan pada tahun 2010, mortalitas akibat trauma di seluruh dunia akan meningkat menjadi 8,4 juta per tahun. Hampir 50% mortalitas akibat trauma terjadi pada rentang umur 17 44 tahun. Resusitasi pada pasien trauma telah berkembang secara signifikan selama bertahun-tahun. Namun, perdarahan yang tidak terkontrol tetap merupakan tantangan besar, dan bertanggung jawab terhadap sekitar 40% kematian akibat trauma, selain itu perdarahan yang tidak terkontrol merupakan penyebab utama kematian yang dapat dicegah. Oleh karena itu, kontrol perdarahan secara efektif dapat menurunkan angka mortalitas. Perdarahan yang mengancam jiwa pada pasien trauma biasanya disebabkan oleh kombinasi antara cedera vaskular dan koagulopati. Cedera pada pembuluh darah besar sering membutuhkan intervensi pembedahan, namun embolisasi arteri dapat merupakan pendekatan yang berguna untuk mengontrol perdarahan, sekalipun pada pasien dengan trauma multipel. Perdarahan diffsue akibat koagulopati sulit untuk ditangani. Penyebab koagulopati bermacam-macam (multifaktorial) dan saling berhubungan, termasuk konsumsi dan dilusi faktor koagulan dan platelet, disfungsi platelet dan sistem koagulasi, kompromi

sistem koagulan akibat pemberian koloid, hipokalsemi, dan sindrom yang mirip dengan disseminated intravascular coagulation. Koagulopati yang berhubungan dengan hipotermia dan asidosis sering disebut sebagai lethal triad karena angka mortalitasnya yang tinggi. Resusitasi pada pasien trauma dengan perdarahan yang gawat melibatkan infusi kristaloid dan koloid dalam jumlah besar yang diikuti dengan pemberian transfusi sel darah merah. Namun, konsentrat sel darah merah mengandung jumlah platelet dan faktor koagulasi yang tak berarti. Akibatnya, transfusi sel darah merah, meskipun meningkatkan transport oksigen, tidak memperbaiki penurunan faktor koagulan dan platelet dan dapat menyebabkan koagulopati. Tata laksana perdarahan akibat koagulopati kini terutama berdasarkan transfusi fresh frozen plasma (FFP), platelet, konsentrat faktor koagulasi (konsentrat kompleks fibrinogen dan prothrombin) dan cryoprecipitate jika tersedia. Ketika koagulopati disertai dengan hipotermia dan asidosis, maka akan terjadi perdarahan masif. Koagulopati terjadi pada awal periode pasca cedera, dan berperan sebagai prediktor independent pada mortalitas. Namun, perbaikan pada koagulopati dapat menurunkan angka kematian pada pasien dengan trauma berat. Infeksi dan kegagalan multi organ merupakan komplikasi serius pada pasien yang bertahan dari trauma. Bukti menyatakan bahwa transfusi sel darah merah jangka panjang dapat menimbulkan efek negatif dengan meningkatnya kejadian infeksi dan kegagalan multi organ pasca-cedera. Pengurangan transfusi sel darah merah dapat menurunkan komplikasikomplikasi tersebut dan dapat mempercepat penyembuhan. Artikel ini mendiskusikan patofisiologi koagulopati pada trauma mayor, hubungan antara transfusi sel darah merah masif, masalah-masalah yang belum terpecahkan pada terapi penggantian komponen darah, dan efek pemberian sel darah merah alogenik. Selain itu, artikel ini menyediakan beberapa panduan penggunaan komponen darah untuk terapi. Patofisologi koagulopati pada trauma Proses hemostasis Respon hemostasis pada cedera vaskular terdiri atas sebuah rangkaian interaksi antara matrix subendothelial, platelet, dan protein koagulasi (Gambar 1). Normalnya, sel endotelial yang melapisi dinding dalam pembuluh darah mencegah matriks subendotelial dan tissue factor mengalami kontak langsung dengan platelet dan protein koagulan yang tersirkulasi. Cedera vaskular merusak integritas lapisan endotel, sehingga mengekspos matriks subendotelial. Penempelan platelet pada matriks subendotelial menyebabkan aktifasi platelet dan terbentuknya formasi plak platelet. Plak platelet bertindak sebagai permukaan katalis untuk memanggil dan mengaktifkan protein koagulasi serta mengoptimalisasi proses koagulasi.

Gambar 1. Proses Hemostasis

Proses koagulasi (gambar 2) diawali dengan pengikatan faktor VII yang teraktifasi (yang normalnya tersirkulasi dalam jumlah sedikit) pada tissue factor yang terkspos, yang mengawali koagulasi dengan mengaktifkan faktor IX dan X. Faktor IX yang teraktifasi juga mengaktifkan faktor X. Faktor X yang teraktifasi dengan cepat mengubah protrombin menjadi trombin, menghasilkan trombin dalam jumlah kecil yang tidak cukup untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Pembentukan trombin diperkuat oleh beberapa mekanisme timbal balik. Pertama, pembentukan faktor VII yang teraktifasi ditingkatkan dengan aktifasi faktor VII yang terikat pada tissue factor oleh faktor VII, IX, dan X yang teraktifasi. Kedua, trombin yang terbentuk mengaktifkan faktor V dan VIII, kofaktor yang mengakselerasi aktivasi protrombin dan kemudian faktor X. Trombin meningkatkan pembentukan faktor IX yang terkatifasi dengan mengubah faktor XI menjadi bentuk aktif. Pembentukan faktor X yang terkaktifasi dalam jumlah besar oleh faktor IX dan VII yang teraktifasi memastikan trombin dalam jumlah yang cukup terus dihasilkan untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin, sehingga membentuk klot. Pada langkah akhir pembentukan koagulasi, trombin mengaktifkan faktor XIII menjadi faktor XIII yang teraktifasi, yang kemudian berhubungan silang dengan monomer fibrin terlarut untuk membentuk stable fibrin clot. Selain itu, trombin mengaktifkan thrombin-activable-fibrinolysis inhibitor yang melindungi klot dari fibrinolisis prematur. Sistem hemostatik diatur oleh beberapa protein dan penghambat antikoagulant, seperti proses fibrinolisis. Ketika dalam keadaan seimbang, proses inter-dependent itu memastikan bahwaklot fibrin yang terbentuk sudah berhasil menghentikan perdarahan dan kemudian terjadi revaskularisasi untuk mengantur aliran darah. Perdarahan masif pada pasien dengan trauma mayor dapat memperpanjang kapasitas proses koagulasi hingga mencapai batas, menyebabkan koagulopati, perdarahan yang tidak terkendali, walaupun pada pasien yang sebelumnya memiliki hemostasis normal. Consumption coagulopathy Patogenesis koagulopati pada pasien trauma sangat kompleks. Penyebab pastinya sulit untuk diidentifikasi dan multifaktorial (Tabel 1). Kerusakan jaringan, anoksia, dan shock mengaktifkan sistem koagulasi, yang dapat mengaktifkan fibrinolisis. Terjadinya trombi intravaskular multipel yang dihubungkan dengan area-area nekrosis fokal pada berbagai

macam organ-organ vital mirip dengan temuan pada pasien dengan disseminated intravascular coagulation. Apakah perubahan-perubahan itu menunjukkan DIC yang sesungguhnya masih belum jelas. Namun, aktifasi normal sistem koagulasi dan fibrinolitik menyebabkan terjadinya konsumsi platelet dan faktor koagulasi , dan berlanjutnya perdarahan menyebabkan penurunan bahan-bahan hemostatik dari sirkulasi.

Gambar 2. Proses Koagulasi Tabel 1. Penyebab Koagulasi

Peningkatan Fibrinolisis Bukti laboratoris telah mendemonstrasikan kondisi hipofibrinolitik dan hiperfibrinolitik pada pasien trauma. Keadaan fibrinolitik pada pasien trauma dapat bermacam-macam tergantung pada tingkat keparahan dan waktu terjadinya trauma sampai pemeriksaan aktifitas fibrinolitk dilakukan. Simmons telah menunjukkan bahwa aktifitas fibrinolitik sesaat setelah trauma meningkat. Aktifitas tersebut akan kembali normal setelah 24 jam pertama pada pasien dengan cedera ringan sampai sedang, tetapi tetap tinggi pada pasien dengan cedera berat. Dengan adanya hipotermia, aktifitas fibrinolitik meningkat. Namun, harus dicatat bahwa penelitian yang menunjukkan peningkatan fibrinolisis pada pasien trauma telah ada sebelum 1990. Ini hal ini menunjukkan bahwa ketrampilan di kegawatdaruratan, keputusan perubahan resusitasi cairan, dan peningkatan kualitas komponen darah dapat menghasilkan hasil yang berbeda jika penelitian-penelitian seperti itu dilakukan sekarang. Koagulopati akibat hipotermia Pada pasien trauma tanpa penyakit yang telah ada sebelumnya atau cedera kepala berat telah diidentifikasi sebagai faktor risiko untuk koagulopati yang mengancam nyawa yang signifikan: skor keparahan cedera >25, tekanan darah sistolik 7,2) harus tercapai sebelum pemberian rFVIIa. Seperti halnya agen hemostatik, ada kekhawatiran atas potensi thrombogenicity dari rFVIIa. Namun demikian, ada beberapa data klinis yang menunjukkan berbagai macam keuntungan. Kesimpulan Akhir-akhir ini, resusitasi pada pasien trauma dengan shock perdarahan telah berkembang. Namun demikian, perdarahan yang bisa dikoreksi tanpa pembedahan masih menjadi tantangan utama. Sebenarnya, terapi penggantian komponen darah masih menjadi andalan untuk perdarahan yang terkait dengan koagulopati. Pada kasus tertentu, hal di atas dapat gagal dan menyebabkan perdarahan. Meskipun transfusi sel darah merah dapat menyelamatkan jiwa, efek negatif pada pasca cedera sudah terdokumentasikan. Agen hemostatik yang dapat mengontrol perdarahan secara efektif dan mengurangi jumlah transfusi sel darah merah yang dibutuhkan, dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada pasien trauma, tetapi tidak mungkin untuk menggantikan transfusi darah sepenuhnya.