Kajian Kualitas Air di Sungai Belik Yogyakarta

8
1 Kajian Kualitas Air di Sungai Belik Yogyakarta Victor Kusuma Ramadan [email protected] M. Widyastuti [email protected] Abstract Belik River is a river in the middle of city. By administration entered the territory Sleman and Yogyakarta. Rivers in urban areas have potential uses as sources of clean water, irrigation, and ecotourism. The quality of water is less well certainly will affect the life of the community. The purpose of this study is to identify the source of pollutants in the Belik River. The result showed that, waste originated from domestic waste flowing through drainage channels. Keyword: Water Quality (WQ), Pollutant Source, Belik River Abstrak Sungai Belik merupakan sungai yang berada di tengah perkotaan. Secara administrasi masuk wilayah Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Sungai di perkotaan memiliki potensi pemanfaatan sebagai sumber air bersih, irigasi, dan ekowisata. Kualitas air yang kurang baik tentu akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini yakni mengidentifikasi sumber pencemar di Sungai Belik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, limbah Sungai Belik berasal dari limbah domestik yang mengalir melalui saluran drainase. Kata Kunci: Kualitas Air (KA), Sumber Pencemar, Sungai Belik PENDAHULUAN Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang sebagian besar wilayahnya berupa perairan, sehingga sangat penting menjaga kelestarian sumberdaya air. Sumberdaya air merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Sumberdaya air yang tercemar akan membawa dampak buruk bagi kehidupan. Saat ini pencemaran air sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini terlihat dari upaya pemerintah melakukan pengelolaan pada DAS prioritas di Indonesia. Sungai Belik merupakan sungai yang berada di tengah perkotaan, yang secara

Transcript of Kajian Kualitas Air di Sungai Belik Yogyakarta

1

Kajian Kualitas Air di Sungai Belik Yogyakarta

Victor Kusuma Ramadan

[email protected]

M. Widyastuti

[email protected]

Abstract

Belik River is a river in the middle of city. By administration entered the territory

Sleman and Yogyakarta. Rivers in urban areas have potential uses as sources of clean water,

irrigation, and ecotourism. The quality of water is less well certainly will affect the life of the

community. The purpose of this study is to identify the source of pollutants in the Belik River.

The result showed that, waste originated from domestic waste flowing through drainage

channels.

Keyword: Water Quality (WQ), Pollutant Source, Belik River

Abstrak

Sungai Belik merupakan sungai yang berada di tengah perkotaan. Secara administrasi

masuk wilayah Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Sungai di perkotaan memiliki potensi

pemanfaatan sebagai sumber air bersih, irigasi, dan ekowisata. Kualitas air yang kurang baik

tentu akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini yakni

mengidentifikasi sumber pencemar di Sungai Belik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa,

limbah Sungai Belik berasal dari limbah domestik yang mengalir melalui saluran drainase.

Kata Kunci: Kualitas Air (KA), Sumber Pencemar, Sungai Belik

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara

Kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

berupa perairan, sehingga sangat penting

menjaga kelestarian sumberdaya air.

Sumberdaya air merupakan aspek penting

dalam kehidupan manusia. Sumberdaya air

yang tercemar akan membawa dampak

buruk bagi kehidupan. Saat ini pencemaran

air sering terjadi di beberapa daerah di

Indonesia. Hal ini terlihat dari upaya

pemerintah melakukan pengelolaan pada

DAS prioritas di Indonesia.

Sungai Belik merupakan sungai yang

berada di tengah perkotaan, yang secara

2

administrasi masuk wilayah Kabupaten

Sleman dan Kota Yogyakarta. Bagian hulu

sungai ini melewati permukiman padat di

wilayah Kabupaten Sleman, kemudian

melewati Kampus UGM, dan melewati

permukiman padatkembali saat memasuki

Kota Yogyakarta hingga bagian hilir.

Saluran aliran airnya sempit dan di

beberapa saluran kondisinya tertutup.

Sungai di perkotaan memiliki potensi

pemanfaatan sebagai sumber air bersih,

irigasi, dan ekowisata. Selain itu, sungai

juga memiliki nilai ekonomi yang penting

bagi masyarakat. Kualitas air yang kurang

baik tentu akan berpengaruh pada

kehidupan masyarakat.

Aktivitas manusia di sekitar Sungai

Belik semakin masif, yaitu ditandai dengan

adanya pemukiman padat pada bantaran

sungai. Hal ini disebabkan kebutuhan

tempat tinggal yang semakin meningkat.

Tetapi ketersediaan lahan permukiman

semakin menurun, sehingga mendorong

berdirinya lahan di bantaran sungai. Harga

yang cenderung lebih murah dan lokasi

yang tetap dekat dengan pusat kegiatan

menjadi faktor pendorongnya (Hizbaron

dan Hasanati, 2016). Hal ini menyebabkan

terjadinya pencemaran air sungai dan

kerusakan lingkungan di sekitar sungai.

Banyaknya pencemaran air sungai yang

terjadi menyebabkan sudah tidak dapat

dikendalikan dengan kemampuan self-

natural purification sungai itu sendiri.

Dampak pencemaran sungai memberi

pengaruh yang besar terhadap kesehatan

dan lingkungan (Peterson et al., 1971 dalam

Regmi et al., 2017).

Pencemaran air merupakan adanya zat

atau benda asing yang masuk ke dalam air,

sehingga menyebabkan air tercemar dan

tidak dapat digunakan sebagaimana

mestinya (PP No 82 Tahun 2001).

Pembangunan yang dilakukan tanpa

memperhatikan lingkungan dapat

menyebabkan pencemaran baik lingkungan

maupun air. Ancaman pencemaran air dapat

merugikan lingkungan alami dan manusia.

Akan tetapi di saat yang bersamaan, dapat

pula memberikan keuntungan secara

ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi sumber pencemar di

Sungai Belik.

METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu data kualitas air, data debit aliran,

dan data penggunaan lahan. Terdapa 5

stasiun pengamatan kualitas air pada

penelitian ini (Gambar 1). Data kualitas air

yang digunakan yakni bulan Oktober 2017

hingga Agustus 2018 dan bersumber dari

Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta.

Parameter kualitas air yang dikaji adalah

Temperatur, Daya Hantar Listrik (DHL),

Total Suspended Solids (TSS), pH,

Dissolved Oxygen (DO), Biochemical

Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygem

Demand (COD), NO2, dan NO3.

3

Data debit aliran berasal dari

rekonstruksi debit. Pengukuran debit aliran

menggunakan data TMA sungai dibagian

hulu. Rumus yang digunakan adalah

metode Parshall Flume sebagai berikut.

𝑄 = 4𝑊𝐻𝑎1,522𝑊0,026

………….(1)

Kemudian debit aliran pada masing-

masing stasiun dihitung menggunakan

rumus metode rasional sebagai berikut.

𝑄 = 0,278 × 𝐶𝐼𝐴………………(2)

Data penggunaan lahan yang digunakan

bersumber dari citra Google Earth tahun

2019.

Analisis data penelitian menggunakan

pendekatan deskripsi kuantitatif. Analisis

deskripsi kuantitatif digunakan untuk

mendiskripsikan kualitas air serta

menghubungkan korelasi kondisi kualitas

air dengan penggunaan lahan.

Gambar 1 Peta Titik Sampel Sungai Belik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan temperatur air

(Gambar 2), stasiun 1 hingga stasiun 5

memiliki nilai rentang 25,9-30 °C. Rentang

suhu tersebut masih termasuk kadar baik

bagi ekosistem perairan. Suhu antara 20-30

°C merupakan suhu yang baik bagi

fitoplankton. Selain itu, peningkatan

temperatur dapat meningkatkan kandungan

oksigen dalam air (Effendi, 2003). Menurut

Ghufran, dkk, (2007), suhu antara 28-32 oC

merupakan suhu optimum bagi kehidupan

ikan di perairan tropis.

Gambar 2 Hasil Pemantauan Temperatur Air Sungai

Belik

Hasil pengamatan TSS Sungai Belik

(Gambar 3), kandungan TSS dari bulan

Oktober hingga Agustus cenderung

fluktuatif. Nilai TSS berada pada rentang 1-

40,3 mg/L. Musim penghujan kandungan

TSS di badan sungai cenderung meningkat.

Kemudian, kandungan TSS mengalami

penurunan pada musim kemarau.

Kandungan TSS mengalami peningkatan

kembali ketika diakhir musim kemarau dan

awal musim penghujan di bulan Agustus.

4

Gambar 3 Hasil Pemantauan TSS Sungai Belik

DHL yang terkandung pada bulan

Oktober hingga bulan Agustus mengalami

fluktuasi yakni rentang 398 µmhos/cm

hingga 128,1 µmhos/cm (Gambar 4). Air

pada badan air Sungai Belik dikategorikan

pada air tawar. Hal ini ditandai dengan nilai

DHL yang masih kurang dari 1.500

µmhos/cm (Suherman (2007) dalam

Hehanusa & Bakti, 2005). Kandungan DHL

yang baik yakni tidak melebihi 1.500

µmhos/cm (Effendi, 2003). Nilai DHL pada

musim hujan cenderung lebih kecil

dibandingkan pada musim kemarau.

Artinya kondisi badan air ketika musim

kemarau cenderung lebih keruh dibanding

musim penghujan. Kondisi yang keruh

tersebut mengindikasikan terdapat larutan

ion-ion garam yang lebih banyak pada

badan sungai.

Gambar 4 Hasil Pemantauan DHL Sungai Belik

Hasil pengamatan pada Gambar 5

menunjukkan nilai pH pada badan air

Sungai Belik dari Oktober hingga Agustus

berada diantara nilai 6 dan 9. Artinya nilai

pH masih dapat ditoleransi oleh badan air

untuk kehidupan hampir semua organisme

(Syofyan, dkk, 2011). Perbedaan lokasi

hulu hingga hilir tidak mempengaruhi nilai

pH secara signifikan.

Gambar 5 Hasil Pemantauan PH Sungai Belik

Gambar 6 menunjukkan hasil

pengamatan BOD Sungai Belik.

Berdasarkan lokasi stasiun 1 hingga stasiun

5, lokasi stasiun yang berada di tengah

permukiman lebih padat memiliki nilai

BOD yang lebih tinggi. Salah satunya

adalah stasiun 1. Stasiun 1 cenderung

memiliki nilai BOD yang tinggi. Hal ini

disebabkan banyaknya limbah domestik

5

yang masuk ke badan sungai (Priyambada,

dkk, 2008). Masuknya limbah domestik ke

badan air melalui saluran pembuangan yang

berasal dari rumah tangga. Konsentrasi

BOD yang termasuk dalam ketaegori

perariran yang baik yakni sebesar 0-10 ppm

(Salmin, 2005).

Gambar 6 Hasil Pemantauan BOD Sungai Belik

Terdapat beberapa lokasi dan waktu

memiliki nilai COD diatas baku mutu yang

berlaku. Hal ini mengindikasikan terdapat

hasil pengamatan yang menunjukkan

buruknya kualtas air parameter COD. Hasil

pengamatan Gambar 7 menunjukkan pada

musim kemarau nilai COD lebih besar

dibandingkan musim penghujan. Artinya

kualitas air parameter COD pada musim

kemarau lebih buruk dibandingkan musim

penghujan. Hal ini seperti yang terjadi pada

parameter BOD. Nilai COD cenderung

lebih tinggi pada daerah permukiman yang

lebih padat.

Gambar 7 Hasil Pemantauan COD Sungai Belik

Hasil pengamatan DO menunjukkan,

stasiun 1 dan stasiun 3 yang terletak setelah

permukiman padat cenderung memiliki

nilai DO rendah dibanding stasiun lainnya

(Gambar 8). Hal ini dibuktikkan dengan

hanya terdapat 1 waktu nilai DO yang

melebihi baku mutu air yang berlaku. Nilai

DO tertinggi terjadi pada bulan Agsutus di

stasiun 2 yakni sebesar 6,2416 mg/L.

Tingginya konsentrasi DO berfungsi untuk

mengurangi beban pencemaran pada badan

air (Salmin, 2005). Nilai DO terendah

terjadi pada bulan Juli di stasiun 5 yakni

sebesar 0,4027 mg/L. Rendahnya nilai DO

mengindikasikan terjadi pencemarn dalam

badan air (Wardhana, 2001). Nilai DO yang

kurang dari 5 mg/L menandakan terjadi

pencemaran tingkat tinggi (Salmin, 2005).

Gambar 8 Hasil Pemantauan DO Sungai Belik

6

Hasil pengamatan nitrat menunjukkan

nitrat memiliki nilai rentang 14,430 hingga

0,0002 (Gambar 9). Nilai nitrat dari stasiun

1 hingga stasiun 5 cenderung meningkat.

Artinya dari hulu hingga hilir

mengindikasikan terjadi akumulasi nilai

nitrat. Akumulasi nitrat berasal dari

buangan limbah domestik masyarakat

khususnya buangan tinja yang langsung

mengalir ke badan air (Kadim & Pasisingi,

2018).

Gambar 9 Hasil Pemantauan Nitrat Sungai Belik

Hasil pengamatan nitrit menunjukkan,

nilai nitrit dari stasiun 1 hingga 5 cenderung

meningkat (Gambar 10). Hal ini

mengindikasikan terjadi akumulasi

kandungan nitrit. Pola akumulasi nitrit

sejalan dengan akumulasi nitrat. Tingginya

konsentrasi nitrit berpotensi dioksidasi

menjadi nitrat. Selain itu, dibuktikan juga

dengan hasil pengamatan nilai nitrit yakni

nilai terendah dan nilai tertinggi. Nilai nitrit

tertinggi terjadi pada bulan April di stasiun

4 yakni sebesar 1,5613 mg/L. Tingginya

nitrit berasal dari limbah domestik (Effendi,

2003). Nilai nitrit terendah terjadi pada

bulan November di stasiun 1 yakni sebesar

0,2519 mg/L. Kandungan nitrit berbanding

terbalik dengan kandungan DO. Hal ini

dikarenakan nitrit membutuhkan oksigen

untuk oksidasi menjadi nitrat (Risamasu &

Prayitno, 2011).

Gambar 10 Hasil Pemantauan Nitrit Sungai Belik

Penggunaan lahan pada sub DAS Belik

didominasi oleh permukiman (Gambar 12).

Pengamatan di lapangan juga menunjukkan

banyak saluran pembuangan limbah

domestik yang mengalir langsung ke badan

sungai (Gambar 13). Hal ini menjadi faktor

utama penyebab terjadi pencemaran di

Sungai Belik.

7

Gambar 11 Peta Penggunaan Lahan Sungai Belik

Gambar 12 Saluran Pembuangan Limbah Rumah

Tangga

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan

dapat disimpulkan bahwa, sumber

pencemar Sungai Belik berasal dari limbah

domestik yang mengalir melalui saluran

drainase. Limbah domestik tersebut terdiri

dari limbah rumah tangga, limbah

perkantoran, dan limbah rumah makan serta

pedagang kaki lima. Sebagian besar limbah

tersebut mengalir langsung menuju badan

air tanpa melalui perlakuan khusus.

Kualitas air yang dikaji pada penelitian ini

terdiri dari parameter fisika dan kimia.

Parameter fisika terdiri dari temperatur,

TSS, dan DHL. Parameter kimia terdiri dari

pH, BOD, COD, DO, nitrat, dan nitrit.

Kondisi kualitas air dari hasil pemantauan

menunjukkan, beberapa parameter seperti

DO, BOD, dan nitrit dominan memiliki

nilai yang melebihi ambang batas/baku

mutu air yang berlaku. Ketika musim

kemarau parameter kualitas air cenderung

menunjukkan lebih banyak yang melebihi

baku mutu air yang berlaku dibandingkan

ketika musim penghujan.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta.

2017. Laporan: Analisa Hasil

Pemantauan Kualitas Air. Yogyakarta.

Dinas Lingkungan Hidup Kota

Yogyakarta

Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta.

2018. Laporan: Analisa Hasil

Pemantauan Kualitas Air. Yogyakarta.

Dinas Lingkungan Hidup Kota

Yogyakarta

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air:

Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam

dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta:

Kanisius.

8

Ghufran, M., Kordi, H., & Tancung, A. B.

(2007). Pengelolaan Kualitas Air

dalam Budidaya Perairan. Jakarta:

Rineka Cipta.

Hizbaron, D. R., & Hasanati, S. (2016).

Menuju Kota Tangguh di Sungai Code

Yogyakarta: Perencanaan Integratif

Perkotaan dengan Pendekatan

Pengelolaan DAS dan Pengurangan

Risiko Bencana. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Hehanusa, & Bakti, H. (2005). Sumber

Daya Air di Pulau Kecil. Jakarta: LIPI

Press.

Kadim, M. K., & Pasisingi, N. (2018).

Status Mutu Perairan Teluk Gorontalo

Dengan Menggunakan Metode

Pollution Index. Journal of Fisheries

and Marine Research, 2(1), 1-8.

Pemerintah Republik Indonesia. (2001).

Peraturan Pemerintah No 82 Tahun

2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air

dan Pengendalian Pencemaran Air.

Jakarta: Pemerintah Republik

Indonesia.

Priyambada, I. B., Oktiawan, W., &

Suprapto, R. P. (2008). Analisa

Pengaruh Perbedaan Fungsi Tata Guna

Lahan Terhadap Beban Cemaran BOD

Sungai (Studi Kasus: Sungai Serayu-

Jawa Tengah). Jurnal Presipitasi, 5(2),

55-62.

Regmi, R. K., Mishra, B. K., Masago, Y.,

Luo, P., Toyozumi-Kojima, A., &

Jalilov, S.-M. (2017). Applying A Water

Quality Index Model To Assess the

Water Quality of the Major Rivers In the

Kathmandu Valley , Nepal.

Environmental Monitoring Assessment,

189(382), 1-16.

Salmin. (2005). Oksigen Terlarut (DO) dan

Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)

Sebagai Salah Satu Indikator Untuk

Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal

Oseana, 30(3), 21-26.

Syofyan, I., Usman, & Nasution, P. (2011).

Studi Kualitas Air Untuk Kesehatan

Ikan dalam Budidaya Perikanan pada

Aliran Sungai Kampar Kiri. Jurnal

Perikanan dan Kelautan, 16(1), 64-70.

Wardhana, W. A. (2001). Dampak

Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta:

ANDI