efektivitas pendidikan seksualitas terhadap peningkatan kontrol diri ...
IMPLEMENTASI TEKNIK KONTROL DIRI DAN TEKNIK DALAM ...
Transcript of IMPLEMENTASI TEKNIK KONTROL DIRI DAN TEKNIK DALAM ...
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
1
IMPLEMENTASI TEKNIK KONTROL DIRI DAN TEKNIK SELF MANAGEMENT
DALAM MENINGKATKAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL BAGI
KLIEN “DN” PENYALAHGUNA NAPZA
DI YAYASAN GRAPIKS BANDUNG
Windi Sihombing
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Dharma Bekasi
Kementerian Sosial R.I
Abstract
Social functioning included equilibrium exchange, suitability, compatibility, and mutual adjustment
among people, individually or collectively, and their environment. This study aims to obtain
empirical description and analysis of the techniques of self-control and self-management techniques
to improve the recovery of social functioning of clients in an effort to change behavior in a more
positive direction of Bandung Grapiks Foundation.
The research method used in this study is Single Subject Design (SSD) N = 1. This study uses a
model of multiple cross design variables. Data collection techniques used were observation,
interview and documentation. The data source used is the primary data source and secondary data
source. Test the validity of using a statistical test with the formula of Pearson's product moment
correlation and reliability testing using Chronbach Alpha technique. The results of this study were
analyzed using the technique of quantitative analysis using the formula 2 standard deviations.
The results showed that the applied self-control and self-management techniques can be used for
improving the social functioning of subjects, including the ability to implement aspects of social
roles, ability to meet the needs and social problem-solving skills. Interventions performed using an
individual approach.
Key words: social functioning, drug users, self-control techniques, self-management techniques
Abstrak
Keberfungsian sosial menunjukkan keseimbangan pertukaran, kesesuaian, kecocokan, dan
penyesuaian timbal balik antara orang, secara individual atau secara kolektif, dan lingkungan
mereka. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara empirik dan menganalisa
tentang teknik kontrol diri dan teknik self management dalam meningkatkan pemulihan
keberfungsian sosial klien sebagai upaya perubahan perilaku ke arah yang lebih positif di Yayasan
Grapiks Bandung.
Penelitian ini menggunakan metode Single Subjek Design (desain subyek tunggal) N = 1. Penelitian
ini menggunakan model multiple design cross variables. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Adapun sumber data yang digunakan adalah
sumber data primer dan sumber data sekunder. Uji validitas menggunakan uji statistik dengan rumus
korelasi product moment dari Pearson dan uji reliabilitas menggunakan teknik Alpha Chronbach.
Selanjutnya hasil penelitian ini dianalisis menggunakan teknik analisis kuantitatif menggunakan
rumus 2 standar deviasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik kontrol diri dan teknik self management yang dilakukan
terhadap subyek dapat meningkatkan keberfungsian sosial yang mencakup aspek kemampuan
melaksanakan peran sosial, kemampuan memenuhi kebutuhan dan kemampuan memecahkan
masalah sosial. Intervensi dilakukan dengan menggunakan pendekatan individu.
Kata kunci: keberfungsian sosial, pengguna NAPZA, teknik kontrol diri, teknik self management
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
2
Pendahuluan
Permasalahan yang dialami oleh para
penyalahguna NAPZA sangat kompleks mulai
dari aspek fisik, psikologis, ekonomis, sampai
pada aspek sosiologis. Pada aspek fisik
penyalahguna NAPZA menimbulkan
komplikasi kerusakan pada lever dan jantung
sehingga tubuh menjadi semakin lemah serta
mempengaruhi sistem saraf yang semakin
rusak. Pada aspek psikologis para
penyalahguna NAPZA menjadi pemurung dan
depresi tinggi, sedangkan pada aspek
ekonomis penyalahguna NAPZA menjadi
bangkrut karena NAPZA sudah menjadi
kebutuhan yang mana harganya cukup mahal
serta harus dipenuhi secara terus menerus.
Selain itu aspek sosiologis yang muncul akibat
dari ketidakmampuan untuk membeli NAPZA
menyebabkan pengguna NAPZA
menggunakan segala cara untuk mendapatkan
uang seperti mencuri, prostitusi, dan semua itu
merupakan permasalahan sosial yang dapat
mengganggu ketentraman masyarakat dan
tidak mudah untuk memberantasnya. Aspek
sosiologis diatas yang merupakan
permasalahan sosial memerlukan pemulihan
untuk meningkatkan keberfungsian sosial
klien.
Sebagaimana salah satu tujuannya, pekerjaan
sosial sangat fokus pada upaya untuk
mencapai keberfungsian sosial dari individu,
keluarga, kelompok maupun masyarakat.
Dubois dan Miley (1992: 13-16) mengatakan
bahwa ada tiga jenis keberfungsiaan sosial,
antara lain: (a) keberfungsian sosial adaptif
(adaptive social funtioning), (b) keberfungsian
sosial berisiko (at-risk social functioning), dan
(c) kesulitan berfungsi sosial (difficulties in
social functioning). Jenis yang terakhir disebut
juga keberfungsian sosial yang tidak mampu
beradaptasi (maladaptive). Dalam kondisi
tertentu sistem seperti ini tidak mampu
beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan
manusia, karena masalah begitu sangat parah
(exacerbated) manusia dapat mengalami
depresi teralienasi dari sistemnya itu sendiri.
Keberfungsian sosial menunjukkan
keseimbangan pertukaran, kesesuaian,
kecocokan, dan penyesuaian timbal balik
antara orang, secara individual atau secara
kolektif, dan lingkungan mereka.
Keberfungsian sosial dinilai berdasarkan
apakah keberfungsian sosial tersebut
memenuhi kebutuhan dan memberikan
kesejahteraan kepada orang dan
komunitasnya, dan apakah keberfungsian itu
normal dan dibenarkan secara sosial.
Keberfungsian sosial dipandang dari berbagai
aspek, yaitu: (a) kemampuan melaksanakan
peran sosial, (b) kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan, dan (c) kemampuan untuk
memecahkan permasalahan sosial yang
dialami.
Berdasarkan permasalahan tersebut, pada
kesempatan ini penulis akan melanjutkan
penanganan dari hasil praktikum pada subyek
“DN”. Penanganan intervensi yang dilakukan
pada subyek ketika praktikum dilaksanakan
adalah dengan teknik kontrol diri. Dari
intervensi tersebut diperoleh hasil yang cukup
signifikan, yaitu subyek mengalami
pengurangan dalam dosis pemakaian anti
depresan dari yang sebelumnya 12 ml/ hari
menjadi 6 ml/ hari. Namun selama proses
praktikum berlangsung ada dugaan bahwa
subyek tidak dapat melaksanakan
keberfungsian sosialnya. Hal tersebut terlihat
dari observasi penulis bahwa subyek tidak
memasukkan anak subyek ke sekolah
sedangkan usia anak subyek sudah mencukupi
untuk bersekolah. Selain itu menurut
informasi yang didapat dari subyek saat
ditemui di Klinik Teratai RS Hasan Sadikin
saat ini subyek sedang mengalami masalah
dengan istri subyek yang disebabkan karena
status subyek yang sedang tidak memiliki
pekerjaan. Sejak subyek berhenti bekerja pada
bulan Desember 2014 subyek belum
mendapatkan pekerjaan kembali untuk
memenuhi kebutuhan hidup subyek dan
keluarganya.
Hal tersebut diatas terjadi karena faktor di
dalam diri subyek. Subyek memiliki emosi
yang mudah tersulut yang menyebabkan
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
3
subyek mendapat banyak masalah. Contohnya
adalah subyek pernah kehilangan pekerjaan
karena memukul atasannya di tempat kerja
subyek. Subyek yang pada saat itu bekerja
sebagai pelayan di salah satu kafe menolak
diperintah oleh atasannya dengan langsung
memukul atasannya tersebut sehingga
membuat subyek langsung dipecat saat itu
juga. Subyek juga sering bermasalah dengan
hukum karena emosinya tersebut. Subyek
pernah dipenjara karena membakar konter hp
milik temannya karena teman subyek tidak
kunjung membayar hutangnya kepada subyek.
Hubungan subyek yang saat ini sedang
memiliki masalah dengan istrinya juga
disebabkan oleh emosi subyek yang naik
turun. Pada saat subyek baru menikah dengan
istrinya, subyek begitu merasa bahagia
sampai-sampai subyek yang mengetahui
bahwa istrinya positif HIV/ AIDS melakukan
hubungan suami istri tanpa menggunakan
pengaman dan tidak merasa masalah bila
dirinya dapat tertular penyakit HIV/ AIDS
dengan alasan bahwa subyek sangat mencintai
istrinya. Namun, saat subyek berselisih dengan
istrinya yang membuat istri subyek pergi
meninggalkan rumah, subyek berkata tidak
masalah untuk bercerai dari isterinya. Oleh
karena itu pada pelaksanaan penelitian ini
penulis akan melakukan pengembangan model
teknik kontrol diri dengan menambahkan
teknik self management.
Menurut Block dan Block (dalam Gufron,
2010) ada tiga jenis kualitas kontrol diri, yaitu
over control, under control, dan appropriate
control. Over control merupakan kontrol diri
yang dilakukan oleh individu secara
berlebihan yang menyebabkan individu
banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap
stimulus. Under control merupakan suatu
kecenderungan individu untuk melepaskan
impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan
yang masak. Sementara appropriate control
merupakan kontrol individu dalam upaya
mengendalikan impuls secara tepat.
Berdasarkan uraian dan penjelasan diatas,
maka untuk mengukur kontrol diri biasanya
digunakan aspek-aspek seperti di bawah ini:
(a) Kemampuan mengontrol perilaku, (b)
Kemampuan mengontrol stimulus, (c)
Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa
atau kejadian, (d) Kemampuan menafsirkan
peristiwa atau kejadian, dan (e) Kemampuan
mengambil keputusan.
Penggunaan satu teknik penanganan intervensi
masih kurang efektif dilakukan pada subyek
yang mengurangi dosis pemakaian anti
depresan dan sebagai gantinya menaikkan
dosis metadon, sehingga masih memerlukan
satu teknik lagi yang dapat menunjang
efektifnya pelaksanaan penelitian yaitu
menggunakan teknik self management. Teknik
self management dapat menjadi salah satu
alternatif dalam menunjang teknik kontrol diri
yang telah penulis lakukan di tahap penelitian.
Tujuan dari pemberian teknik ini adalah untuk
membantu subyek menyelesaikan masalah,
teknik ini menekankan pada perubahan
tingkah laku subyek yang dianggap merugikan
orang lain. Teknik Self
management melibatkan pemantauan diri,
reinforcement yang positif, kontrak atau
perjanjian dengan diri sendiri dan penguasaan
terhadap rangsangan. Teknik Self management
atau pengelolaan diri merupakan suatu strategi
pengubahan perilaku yang bertujuan untuk
mengarahkan perilaku seseorang dengan suatu
teknik atau kombinasi teknik terapeutik.
Merriam & Caffarella (Martin, 1996)
menyatakan bahwa self management
merupakan upaya individu untuk melakukan
perencanaan, pemusatan perhatian, dan
evaluasi terhadap aktivitas yang dilakukan. Di
dalamnya terdapat kekuatan psikologis yang
memberi arah pada individu untuk mengambil
keputusan dan menentukan pilihannya serta
menetapkan cara-cara yang efektif dalam
mencapai tujuannya.
Teknik kontrol diri dan teknik self
management merupakan salah satu teknik
dalam cognitive behavior therapy yaitu suatu
teknik terapi pengubahan perilaku yang
berdasarkan pada asumsi yang sama bahwa
individu merupakan orang yang paling
mengetahui cara atau bentuk perilaku apa yang
harus ditampilkannya dalam memecahkan
masalah (Miltenberger, 2001 : 381). Metode
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
4
dalam teknik kontrol diri juga terdapat pada
teknik self management yaitu pencatatan diri
(self monitoring), evaluasi diri (self
evaluation), dan pengukuhan diri (self
reinforcement). Perbedaan tampak dari
beberapa teknik lain yang ada pada teknik
kontrol diri tetapi tidak ada di dalam teknik
self management dan begitupun sebaliknya.
Dan perbedaan tersebut dapat digunakan untuk
meningkatkan keberfungsian klien. Komponen
kontrol diri dan self management memiliki
prosedur self regulation yang sama yaitu self
monitoring, self reinforcement, dan self
evaluation. Perbedaan tampak dari komponen
lain yang dimiliki self managment yang dapat
melengkapi teknik kontrol diri, yaitu
komponen value dan goals. Terdapat
hubungan timbal balik antara goals dan value.
Goals haruslah merupakan upaya menuju
value dan untuk mewujudkan value diperlukan
aktivitas kongkrit yang dirumuskan dalam
goals.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian terhadap “Bagaimana
implementasi teknik kontrol diri dan teknik
self management dalam meningkatkan
keberfungsian sosial klien”. Sedangkan
rumusan masalah secara rinci diuraikan ke
dalam sub-sub masalah sebagai berikut: 1)
Bagaimana gambaran keberfungsian sosial
klien? 2) Bagaimana implementasi teknik
kontrol diri dan teknik self management dalam
meningkatkan pemulihan keberfungsian sosial
klien?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran secara empirik dan menganalisa
tentang teknik kontrol diri dan teknik self
management dalam meningkatkan pemulihan
keberfungsian sosial klien sebagai upaya
perubahan perilaku ke arah yang lebih positif
di Yayasan Grapiks Bandung. Secara khusus
penelitian ini ditujukan untuk: 1) Memahami
permasalahan yang dialami oleh “Dn”, dan
menangani permasalahan tersebut dengan
menggunakan teknik kontrol diri dan teknik
self management, 2) Mengetahui faktor-faktor
yang mendukung keberhasilan pelaksanaan
teknik kontrol diri dan teknik self management
dalam meningkatkan pemulihan keberfungsian
sosial “Dn”, 3) Mengetahui faktor-faktor yang
menghambat keberhasilan pelaksanaan teknik
kontrol diri dan teknik self management dalam
meningkatkan pemulihan keberfungsian sosial
“Dn”.
Manfaat
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan
dapat bermanfaat bagi praktek pekerjaan
sosial, khususnya mengenai implementasi
teknik kontrol diri dan teknik self management
dalam meningkatkan pemulihan keberfungsian
sosial klien penyalahguna NAPZA, dan secara
praktis hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan sumbangan praktis dalam upaya
meningkatkan pemulihan keberfungsian sosial
“Dn” dengan menggunakan teknik Kontrol
Diri dan Teknik Self Management.
Tinjauan Teknik Kontrol Diri
Teknik Kontrol diri diartikan sebagai
kemampuan untuk menyusun, membimbing,
mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku
yang dapat membawa ke arah konsekuensi
positif. Teknik Kontrol diri merupakan salah
satu potensi yang dapat dikembangkan dan
digunakan individu selama proses-proses
dalam kehidupan, termasuk dalam
menghadapi kondisi yang terdapat di
lingkungan sekitarnya. Para ahli berpendapat
bahwa kontrol diri dapat digunakan sebagai
suatu intervensi yang bersifat preventif selain
dapat mereduksi efek-efek psikologis yang
negatif dari stressor-stressor lingkungan.
Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan
teknik kontrol diri (self-control) sebagai
pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan
perilaku seseorang, dengan kata lain
serangkaian proses yang membentuk dirinya
sendiri. Goldfried dan Merbaum dalam MN.
Gufron (2003) mendefinisikan kontrol diri
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
5
sebagai suatu kemampuan untuk menyusun,
membimbing, mengatur, dan mengarahkan
bentuk perilaku yang dapat membawa individu
ke arah konsekuensi positif. Kontrol diri juga
menggambarkan keputusan individu yang
melalui pertimbangan kognitif untuk
menyatukan perilaku yang telah disusun untuk
meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti
yang diinginkan.
Synder dan Gangestad (1986) mengatakan
bahwa konsep mengenai kontrol diri secara
langsung sangat relevan untuk melihat
hubungan antara pribadi dengan lingkungan
masyarakat dalam mengatur kesan masyarakat
yang sesuai dengan isyarat situasional dalam
bersikap dan berpendirian yang efektif.
Adapun teknik yang digunakan adalah sebagai
berikut: 1) Pencatatan diri (self recording, self
observation, self monitoring), yaitu membuat
catatan kegiatan diri sehari-hari dengan
menggunakan tabel atau buku harian. Klien
diajarkan untuk mencatat perilaku sederhana
yang konkret dialami sehari-hari, 2) Evaluasi
diri (self evaluation), klien membuat evaluasi
konkret untuk menilai perilakunya sendiri, 3)
Pengukuhan diri (self reinforcement), memberi
pujian terhadap diri sendiri atas pencapaian
yang telah berhasil diraih.
Tinjauan Teknik Self Management
Dasar teoritis dari teknik self management
adalah pendekatan perilaku dan kognitif.
Teknik ini dikatakan memiliki dasar teori
perilaku karena dalam penerapannya klien
belajar untuk memunculkan perilaku baru
yaitu perilaku mengelola waktu dan potensi
pribadi untuk tujuan yang lebih bernilai atau
bermanfaat. Proses untuk memunculkan atau
merubah perilaku melalui proses pembelajaran
ini dijelaskan Fischer & Gochros (1975:4), it
is assumed - and there is abundant research
evidence supporting this assumption - that
most behaviors are learned; i.e., they develop
out of the interaction between an individual
and his environment.
Selain memiliki dasar pendekatan perilaku,
teknik self management pada penerapannya
juga mengandung upaya pengembangan pada
aspek kognitif saat teknik ini dapat membantu
klien memunculkan pemikiran baru mengenai
tujuan-tujuan hidup yang bernilai (generating
value and goal setting) yang akan mendasari
perilakunya.
Selain itu self efficacy sebagai bagian dari
skema self management, merupakan kekuatan
yang dimunculkan dari aspek kognisi. Asumsi
inti dan terapi kognitif sendiri adalah cara
orang memahami dunianya merupakan salah
satu penentu utama - jika bukan penentu yang
paling utama - perasaan dan perilaku mereka
(Davison, 2006 : 817). Secara teoritis dapat
dijelaskan pula bahwa terdapat saling
mempengaruhi secara timbal balik antara
kognisi dan perilaku dalam model ini yaitu
perilaku baru dapat mengubah pemikiran, dan
cara-cara berfikir baru pada gilirannya dapat
memfasilitasi perilaku baru.
Teknik Self management merupakan salah satu
teknik dalam cognitive behavior therapy. Self
management melibatkan pemantauan diri,
reinforcement yang positif, kontrak atau
perjanjian dengan diri sendiri dan penguasaan
terhadap rangsangan. Self management atau
pengelolaan diri merupakan suatu strategi
pengubahan perilaku yang bertujuan untuk
mengarahkan perilaku seseorang dengan suatu
teknik atau kombinasi teknik terapeutik.
Penerapan teknik self management
memerlukan partisipasi penuh dari subyek
pengguna teknik. Komponen dari teknik ini
terdiri dari value, goals dan prosedur self
regulation yaitu self monitoring, self
reinforcement, dan self evaluation. Salah satu
teknik dalam cognitive behavior therapy
menyangkut apa yang diinginkan atau apa
yang dituju. Subyek menentukan apa value
dalam hidupnya. Goals merupakan aktivitas-
aktivitas kongkrit dari value yang sudah
ditetapkan. Misalnya untuk value sehat dan
kuat, maka goals-nya adalah jogging 20 menit
sehari, setiap dua tahun melakukan medical
check up, menu setiap hari menyertakan buah
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
6
dan sayuran, dan sebagainya. Terdapat
hubungan timbal balik antara goals dan value.
Goals haruslah merupakan upaya menuju
value dan untuk mewujudkan value diperlukan
aktivitas kongkrit yang dirumuskan dalam
goals.
Tinjauan Keberfungsian Sosial
Istilah keberfungsian sosial mengacu pada
cara-cara yang dipakai oleh individu atau
kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah
laku agar dapat melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya serta dapat memenuhi
kebutuhannya. Juga dapat diartikan sebagai
kegiatan-kegiatan yang dianggap penting dan
pokok bagi penampilan beberapa peranan
sosial tertentu yang harus dilaksanakan oleh
setiap individu sebagai konsekuensi dari
keanggotaannya dalam masyarakat.
Penampilan dianggap efektif diantaranya jika
suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-
tugasnya, keberfungsian seseorang adalah
kemampuan seseorang dalam melaksanakan
tugas dan peranannya selama berinteraksi
dalam situasi sosial tertentu berupa adanya
rintangan dan hambatan dalam mewujudkan
nilai dirinya mencapai kebutuhan hidupnya.
Keberfungsian sosial mengandung pengertian
pertukaran dan kesinambungan, serta adaptasi
resiprokal antara keluarga dengan
anggotannya, dengan lingkungannya, dengan
tetangganya dan lain-lain. Kemampuan
berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi
sebuah keluarga salah satunya jika berhasil
dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan,
peranan dan fungsinya terutama dalam
sosialisasi terhadap anggota keluarganya.
Keberfungsian sosial dibagi kedalam beberapa
aspek melalui definisi yang diberikan oleh
Suharto (2009, h. 28), yaitu: 1) Kemampuan
melaksanakan peran sosial, 2) Kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan, 3) Kemampuan
untuk memecahkan permasalahan sosial yang
dialami
Keberfungsian sosial sering dipandang sebagai
kemampuan dalam melaksanakan peranan
sosial. Keberfungsian sosial dapat dipandang
sebagai penampilan dan pelaksanaan peranan
yang diharapkan sebagai anggota suatu
kolektivitas. Keberfungsian sosial dipandang
sebagai kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan. Orang selalu dihadapkan pada
usaha untuk memenuhi kebutuhannya.
Keberfungsian sosial juga mengacu pada cara-
cara yang digunakan oleh individu maupun
kolektivitas dalam memenuhi kebutuhan hidup
mereka.
Tinjauan NAPZA
Napza adalah singkatan dari narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya atau yang
lebih populer di masyarakat dengan sebutan
narkoba. Penyalahgunaan napza merupakan
penggunaan napza bukan untuk maksud
pengobatan tetapi ingin menikmati
pengaruhnya dalam jumlah berlebihan, teratur
dan cukup lama sehingga menyebabkan
gangguan kesehatan, fisik, mental dan
kehidupan sosialnya.
Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika ditegaskan bahwa narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan
Psikotropika menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997
pada Pasal 1 Ayat 1, dijelaskan bahwa:
”Psikotropika adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.”
Zat adiktif adalah obat serta bahan-bahan aktif
yang apabila dikonsumsi oleh organisme
hidup dapat menyebabkan kerja biologi serta
berpotensi besar menimbulkan ketergantungan
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
7
atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek
ingin menggunakannya secara terus-menerus.
Jika pemakaian dihentikan dapat memberi
efek lelah, gelisah atau rasa sakit luar biasa.
Zat adiktif lainnya ini merupakan bahan/ zat
yang berpengaruh psikoaktif tetapi tidak
termasuk dalam kelompok narkotika dan
psikotropika.
Secara garis besar napza dapat dibagi dalam 3
(tiga) golongan besar, yaitu: stimulan,
depresan, dan halusinogen. Masing-masing
golongan memiliki karakter dan efek yang
berbeda-beda.
Tinjauan Terapi Rumatan Metadon
(PTRM)
Terapi rumatan metadon adalah program
untuk mengalihkan penggunaan narkotik yang
menggunakan jarum suntik (penasun/ IDUs)
ke penggunaan oral, program ini efektif untuk
menghindarkan penularan HIV atau virus
lainnya yang dapat tertular melalui
penggunaan jarum suntik yang dipakai secara
bergantian, disamping itu bertujuan untuk
memperkecil dampak buruk narkoba pada
seseorang yang ketergantungan pada obat dan
untuk menormalkan gaya hidup perilakunya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode eksperimen yaitu
metode penelitian yang bertujuan untuk
menentukan pengaruh teknik kontrol diri dan
teknik self management terhadap
keberfungsian sosial subyek. Untuk
menjelaskan pengaruh ini, peneliti akan
melakukan kontrol dan pengukuran terhadap
variabel-variabel penelitian dengan
menggunakan analisis statistik.
Jenis rancangan eksperimen yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan subyek tunggal (single subject
design) atau yang dikenal dengan rancangan N
of 1. Bellini dan Akullian (2007)
mengemukakan bahwa dalam paradigma
modifikasi perilaku rancangan subyek tunggal
telah menjadi pendekatan eksperimental yang
paling menonjol.
Model rancangan subyek tunggal yang akan
digunakan adalah model multiple baseline
design cross variables. Model ini digunakan
dengan pertimbangan karena peneliti ingin
meningkatkan keberfungsian sosial subyek
melalui teknik kontrol diri dan teknik self
management, dimana intervensi tersebut
diperkirakan dapat memberikan efek terhadap
keberfungsian sosial subyek yang menjadi
target perilaku.
Pembahasan
Pertama: Keberfungsian Sosial Subyek “Dn”
Subyek penelitian ini berinisial “Dn”, berjenis
kelamin laki-laki dan berumur 34 tahun.
Subyek “Dn” adalah dampingan Yayasan
Grapiks Bandung yang juga mengikuti
program terapi rumatan metadon (PTRM) di
Rumah Sakit Hasan Sadikin. Subyek memiliki
istri dan seorang anak perempuan, serta
tinggal di rumah ibunya.
Untuk mengetahui tingkat keberfungsian
sosial subyek “Dn” sebelum diberikan
intervensi maka dilakukan pengukuran dengan
menggunakan pedoman observasi
keberfungsian sosial yang didasarkan pada
kategori dari keberfungsian yang dikenalkan
oleh MacNair (1981), MacNair dan McKinney
(1983), dan Daniel Memorial Institute (1995).
Hasilnya adalah tingkat keberfungsian sosial
yang dimiliki subyek “Dn” masuk kedalam
kategori rendah dengan skor yang diperoleh 58
poin (hasil pengukuran secara rinci dapat
dilihat pada tabel).
Hasil observasi terhadap tingkat keberfungsian
sosial subjek sebelum diberikan Teknik
Kontrol Diri dan Teknik Self Management
diperlihatkan pada tabel 1 dibawah ini.
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
8
Tabel 1
Hasil Observasi Tingkat Keberfungsian Sosial
Subjek “Dn”
NO ASPEK Nilai
1. Kemampuan Melaksanakan Peran Sosial 21
2. Kemampuan Memenuhi Kebutuhan 18
3. Kemampuan Memecahkan Masalah 19
Jumlah 58
Keterangan : Interval Tinggi : 91–120
Interval Sedang : 61–90
Interval Rendah : 30–60
Tabel 1 menunjukkan bahwa keberfungsian
sosial memiliki 3 aspek dimana setiap
aspeknya terdiri dari 10 item pertanyaan
dimana jumlah terendah yang bisa didapatkan
adalah 10 dan nilai tertinggi 40 dengan
melihat skala 1-4.
Pada aspek kemampuan melaksanakan peran
sosial, jumlah nilai yang subyek dapatkan
adalah 21 dari jumlah tertinggi yaitu 40, ini
berarti perlu ditingkatkan kembali. Aspek
kemampuan memenuhi kebutuhan, jumlah
nilai yang subyek dapatkan adalah 18 dari
jumlah tertinggi yaitu 40. Ini berarti perlu
ditingkatkan lagi. Sedangkan pada aspek
kemampuan memecahkan masalah, jumlah
nilai yang subyek dapatkan adalah 19 dari
jumlah tertinggi yaitu 40. Ini berarti perlu pula
untuk lebih ditingkatkan.
Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah nilai
terendah ada pada aspek kemampuan
memenuhi kebutuhan yaitu 18 poin dan
jumlah nilai tertinggi ada pada aspek
kemampuan memecahkan masalah yaitu 21
poin.
Kedua: Efektifitas Teknik Kontrol Diri dan
Teknik Self Management dalam meningkatkan
Keberfungsian Sosial
Kemampuan Melaksanakan Peran Sosial:
Pengamatan terhadap kemampuan dalam
melaksanakan peran sosial subyek pada fase
baseline dilakukan enam sesi dan tahap
intervensi dilakukan selama enam sesi. Hasil
pengamatan tersebut diperlihatkan pada tabel
2 dibawah ini:
Tabel 2
Rekapitulasi Pengukuran
Tahap Baseline dan Intervensi
Teknik Kontrol Diri dan Teknik Self Management
dengan
Aspek Kemampuan Melaksanakan Peran Sosial
Fase Pengukuran
1 2 3 4 5 6
Baseline 0 0 4 2 4 2
Intervensi 5 3 3 5 7 10
Tabel 2 menunjukkan bahwa fase baseline
terjadi sebanyak 6 (enam) data poin dan fase
intervensi dilakukan selama 6 (enam) sesi.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menghitung mean frekuensi kemunculan
perilaku pada tahap baseline dan tahap
intervensi serta membandingkannya dengan
nilai dua standar deviasi dari mean tahap
baseline yaitu 3,58. Skor mean pada tahap
baseline adalah 2 sedangkan mean pada tahap
intervensi adalah 5,5. Nilai 5,5 lebih besar dari
nilai 2 SD yaitu 2 sehingga dapat dikatakan
bahwa teknik kontrol diri dan teknik self
management untuk meningkatkan
keberfungsian sosial signifikan.
Untuk lebih jelas dalam melihat perubahan
yang terjadi pada aspek kemampuan
melaksanakan peran sosial ditunjukkan pada
gambar 1 dibawah ini:
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
9
Gambar 1
Aspek Kemampuan Melaksanakan Peran Sosial
Intervensi Teknik Kontrol Diri dan Teknik Self Management
fase baseline dan fase intervensi
Grafik pada gambar 1 menunjukkan terjadi-
nya peningkatan yang cukup signifikan dan
stabil yang dimulai pada saat intervensi
dibandingkan dengan pengujian baseline
dimana peningkatan terlihat pada sesi ke
empat sampai sesi ke enam. Pengujian
hipotesis dengan memakai rumus 2 standar
deviasi diperoleh hasil nilai mean frekuensi
tahap intervensi lebih besar dibandingkan
dengan skor 2 standar deviasi dari
meanbaseline, maka dikatakan bahwa
intervensi yang dilakukan signifikan. Dengan
demikian hipotesis nol (H), yaitu Teknik
Kontrol Diri dan Teknik Self Management
tidak dapat meningkatkan kemampuan
melaksanakan peran sosial subyek ditolak.
Ketiga: Efektifitas Teknik Kontrol Diri dan
Teknik Self Management dalam meningkatkan
Keberfungsian Sosial
Kemampuan Memenuhi Kebutuhan:
Pengamatan terhadap kemampuan memenuhi
kebutuhan subyek menjadi target perilaku,
pengamatan pada fase baseline dilakukan
selama enam sesi dan tahap intervensi
dilakukan selama enam sesi.
Tabel 3 dibawah ini menunjukkan bahwa fase
baseline terjadi sebanyak enam data poin dan
fase intervensi dilakukan enam sesi. Pengujian
hipotesis dilakukan dengan menghitung mean
frekuensi kemunculan perilaku pada tahap
baseline dan tahap intervensi serta
membandingkannya dengan nilai dua standar
deviasi (2 SD) dari mean tahap baseline yaitu
4,9. Skor mean pada tahap baseline adalah 3
sedangkan mean t dikatakan bahwa teknik
kontrol diri dan teknik self management dalam
meningkatkan keberfungsian sosial signifikan.
Tabel 3
Rekapitulasi Pengukuran
Tahap Baseline dan Intervensi
Teknik Kontrol Diri danTeknik Self Management
dengan Aspek Kemampuan Memenuhi Kebutuhan
Fase Pengukuran
1 2 3 4 5 6
Baseline 0 0 6 4 4 4
Intervensi 3 4 4 7 8 12
Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa subyek
“Dn” mulai menampilkan perubahan pada
aspek kemampuan memenuhi kebutuhan pada
sesi ke empat sampai sesi ke enam secara
konsisten mengalami peningkatan, karena
subyek sudah mulai memahami tentang
pencatatan diri yang dilakukan untuk melihat
kemajuan yang subyek capai.
Untuk lebih jelas dalam melihat perubahan
yang terjadi pada aspek memenuhi kebutuhan
ditunjukkan pada gambar 2 dibawah ini:
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Baseline
Intervensi
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
10
Gambar 2
Kemampuan Memenuhi Kebutuhan Intervensi Teknik Kontrol Diri dan Teknik Self Management
Fase Baseline dan Fase Intervensi
Grafik pada gambar 2 diatas menunjukkan
terjadinya peningkatan pada aspek
kemampuan memenuhi kebutuhan yang
dimulai pada sesi ke empat dan terus naik
sampai kepada sesi keenam pada fase
intervensi.
Pengujian hipotesis dengan memakai rumus 2
standar deviasi (2 SD) diperoleh hasil bahwa
nilai mean frekuensi intervensi lebih besar
dibandingkan dengan skor 2 standar deviasi
dari mean baseline, maka dikatakan bahwa
intervensi yang dilakukan signifikan. Dengan
demikian hipotesis nol (H02), yaitu Teknik
Kontrol Diri dan Teknik Self Management
tidak dapat meningkatkan kemampuan
memenuhi kebutuhan ditolak.
Kemampuan Memecahkan Masalah:
Pengamatan terhadap aspek kemampuan
memecahkan masalah subyek menjadi target
perilaku, pengamatan pada fase baseline
dilakukan selama enam sesi dan tahap
intervensi dilakukan selama enam sesi.
Tabel 4 berikut ini menunjukkan bahwa fase
baseline terjadi sebanyak enam data poin dan
fase intervensi dilakukan enam sesi.
Tabel 4
Rekapitulasi Pengukuran
Tahap Baseline dan Intervensi
Teknik Kontrol Diri danTeknik Self Management
dengan Aspek Kemampuan Memecahkan Masalah
Fase Pengukuran
1 2 3 4 5 6
Baseline 4 4 3 4 4 7
Intervensi 8 5 5 8 11 11
Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menghitung mean frekuensi kemunculan
perilaku pada tahap baseline dan tahap
intervensi serta membandingkannya dengan
nilai dua standar deviasi (2 SD) dari mean
tahap baseline yaitu 2,74. Skor mean pada
tahap baseline adalah 4,33, sedangkan mean
pada tahap intervensi adalah 7,33. Nilai 7,33
lebih besar dari nilai 2 SD dari 2,74 yaitu 4,33
sehingga dapat dikatakan bahwa teknik
kontrol diri dan teknik self management dalam
meningkatkan keberfungsian sosial signifikan.
Untuk lebih jelas dalam melihat peningkatan
yang terjadi pada aspek kemampuan
memecahkan masalah sosial ditunjukkan pada
gambar 3 dibawah ini:
0
2
4
6
8
10
12
14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Baseline
Intervensi
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
11
Gambar 3
Aspek Kemampuan Memecahkan Masalah
Intervensi Teknik Kontrol Diri dan Teknik Self Management
Fase Baseline dan Fase Intervensi
Grafik pada gambar 3 diatas menunjukkan
bahwa peningkatan mulai terjadi pada sesi ke
empat dan stabil meningkat di sesi ke lima dan
ke enam pada fase intervensi. Pengujian
hipotesis dengan memakai rumus 2 standar
deviasi (2 SD) diperoleh hasil bahwa nilai
mean frekuensi intervensi lebih besar
dibandingkan dengan skor 2 standar deviasi
dari mean baseline, maka dikatakan bahwa
intervensi yang dilakukan signifikan. Dengan
demikian hipotesis nol (H03 ), yaitu Teknik
Kontrol Diri dan Teknik Self Management
tidak dapat meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah ditolak.
Pengujian Hipotesis Utama
Teknik Kontrol Diri dan Teknik Self
Management tidak dapat meningkatkan
kemampuan pelaksanaan peran sosial,
kemampuan memenuhi kebutuhan dan
kemampuan memecahkan masalah.
Pengujian terhadap hipotesis utama dilakukan
dengan mengakumulasikan selisih mean
frekuensi fase baseline dan fase intervensi
kemampuan pelaksanaan peran sosial,
kemampuan memenuhi kebutuhan dan
kemampuan memecahkan masalah dengan
hasil 9,83 kemudian mengakumulasikan 2 SD
pada seluruh mean tahap baseline yaitu 11,22
kemudian dibandingkan dengan akumulasi
selisih mean frekuensi tahap baseline dan
intervensi (9,83<11,22). Jadi dapat dikatakan
bahwa intervensi yang dilakukan signifikan.
Dengan demikian hipotesis utama (H0), yaitu
Teknik Kontrol Diri dan Teknik Self
Management tidak dapat meningkatkan
kemampuan melaksanakan peran sosial,
kemampuan memenuhi kebutuhan dan
kemampuan memecahkan masalah ditolak.
Pengujian hipotesis utama terhadap
kemampuan melaksanakan peran sosial,
kemampuan memenuhi kebutuhan dan
kemampuan memecahkan masalah yang
diberikan intervensi menunjukkan hasil bahwa
ketiga sub hipotesis nol dan satu hipotesis nol
utama dinyatakan ditolak. Hal ini berarti
implementasi Teknik Kontrol Diri dan Teknik
Self Management dapat meningkatkan
kemampuan melaksanakan peran sosial,
kemampuan memenuhi kebutuhan dan
kemampuan memecahkan masalah subyek
“Dn”. Penolakan terhadap hipotesis nol ini
juga menunjukkan bahwa Teknik Kontrol Diri
dan Teknik Self Management efektif
diimplementasikan untuk meningkatkan
keberfungsian sosial subyek “Dn”.
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Baseline
Intervensi
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
12
Gambar 4 (terdiri dari 3 grafik) dibawah ini
menunjukkan bahwa pada setiap baseline
keberfungsian sosial subyek “Dn” baik
kemampuan melaksanakan peran sosial,
kemampuan memenuhi kebutuhan, dan
kemampuan memecahkan masalah
menunjukkan cukup rendah, hal tersebut
dikarenakan subyek “Dn” belum mendapatkan
intervensi dari peneliti dalam masih keadaan
natural. Apabila dilihat pada grafik intervensi
disebelah kanan, terlihat adanya peningkatan
dari ketiga aspek tersebut baik kemampuan
melaksanakan peran sosial, kemampuan
memenuhi kebutuhan dan kemampuan
memecahkan masalah pada diri subyek “Dn”.
Hal tersebut dikarenakan subyek “Dn” telah
diberikan intervensi berupa Teknik Kontrol
Diri dan Teknik Self Management yang
dilaksanakan sebanyak enam sesi.
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Baseline
Intervensi
0
2
4
6
8
10
12
14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Baseline
Intervensi
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
13
Gambar 4
Keberfungsian Sosial
(Kemampuan Peran Sosial, Memenuhi Kebutuhan, dan Memecahkan Masalah)
Subyek “Dn”
Fase Baseline dan Fase Intervensi
Simpulan
Keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara
yang dipakai oleh individu atau kolektivitas
seperti keluarga dalam bertingkah laku agar
dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupannya
serta dapat memenuhi kebutuhannya. Juga
dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang
dianggap penting dan pokok bagi penampilan
beberapa peranan sosial tertentu yang harus
dilaksanakan oleh setiap individu sebagai
konsekuensi dari keanggotaannya dalam
masyarakat.
Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan
skala keberfungsian sosial, subyek “Dn”
berada di level rendah dengan poin 58 melihat
dari berbagai aspek yaitu kemampuan
melaksanakan peran sosial, kemampuan
memenuhi kebutuhan, dan kemampuan
memecahkan masalah. Hasil dari pengukuran
tersebut menunjukan perlunya intervensi
dengan menggunakan teknik kontrol diri dan
teknik self management.
Teknik kontrol diri dan teknik self
management dalam penerapannya membutuh-
kan partisipasi penuh subyek dalam
pengambilan keputusan dan tindakan sebagai
upaya pembelajaran sehingga memungkinkan-
nya untuk lebih bisa menentukan dan
mengatur diri secara mandiri tanpa
dipengaruhi faktor luar atau orang lain.
Memandang diri mampu melakukan sesuatu
atau memecahkan masalah merupakan sebuah
keberdayaan diri yang dihasilkan dari
penerapan teknik ini. Dengan demikian teknik
kontrol diri dan teknik self management dapat
dianggap pula sebagai model bantu diri.
Subyek “Dn” adalah seorang pengguna
NAPZA yang sedang mengikuti program
terapi rumatan metadon di Rumah Sakit Hasan
Sadikin. Subyek sedang memiliki masalah
dengan perannya sebagai ayah dan suami.
Sebelumnya peneliti melakukan pengamatan
terhadap target perilaku Keberfungsian Sosial
subjek “Dn” yaitu pada fase baseline dimana
tidak ada intervensi apapun maupun feedback
atas perilaku subjek. Fase baseline
dilaksanakan selama 6 hari dengan waktu yang
telah ditentukan.
Pada fase intervensi, peneliti kembali
melakukan pengamatan terhadap keberfungsi-
an sosial subyek “Dn” yang dilakukan dalam 6
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Baseline
Intervensi
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
14
sesi. Hasil yang didapatkan untuk aspek
kemampuan melaksanakan peran, kemampuan
memenuhi kebutuhan, dan kemampuan
memecahkan masalah sosial menunjukkan
adanya peningkatan jumlah frekuensi target
perilaku tiap sesi yang dimulai dari sesi
keempat sampai sesi keenam. Hal ini
menunjukkan bahwa keberfungsian sosial
dapat ditingkatkan melalui teknik kontrol diri
dan teknik self management namun
membutuhkan waktu dalam proses
peningkatan perilaku yang diharapkan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran secara empirik dan menganalisa
tentang teknik kontrol diri dan teknik self
management dalam meningkatkan
keberfungsian sosial subyek sebagai upaya
perubahan perilaku ke arah yang lebih positif.
Pengujian terhadap hipotesis utama dilakukan
dengan mengakumulasikan selisih mean
frekuensi fase baseline dan fase intervensi
kemampuan pelaksanaan peran sosial,
kemampuan memenuhi kebutuhan dan
kemampuan memecahkan masalah dengan
hasil 3,47 kemudian mengakumulasikan 2 SD
pada seluruh mean tahap baseline yaitu 3,02
kemudian dibandingkan dengan akumulasi
selisih mean frekuensi tahap baseline dan
intervensi (3,47>3,02). Jadi dapat dikatakan
bahwa intervensi yang dilakukan signifikan.
Dengan demikian hipotesis utama (H0), yaitu
teknik kontrol diri dan teknik self management
tidak dapat meningkatkan kemampuan
melaksanakan peran sosial, kemampuan
memenuhi kebutuhan dan kemampuan
memecahkan masalah ditolak.
Pengujian hipotesis nol terhadap kemampuan
melaksanakan peran sosial, kemampuan
memenuhi kebutuhan dan kemampuan
memecahkan masalah yang diberikan
intervensi menunjukkan hasil bahwa ketiga
sub hipotesis nol dan satu hipotesis nol utama
dinyatakan ditolak. Hal ini berarti
implementasi Teknik Kontrol Diri dan Teknik
Self Management dapat meningkatkan
kemampuan melaksanakan peran sosial,
kemampuan memenuhi kebutuhan dan
kemampuan memecahkan masalah subyek
“Dn”. Penolakan terhadap hipotesis nol ini
juga menunjukkan bahwa Teknik Kontrol Diri
dan Teknik Self Management efektif
diimplementasikan untuk meningkatkan
keberfungsian sosial subyek “Dn”.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
Brian Sheldon (2005) bahwa sebagai suatu
teknik dalam pengubahan perilaku, kontrol diri
adalah suatu teknik pengubahan perilaku pada
diri individu melalui upaya peningkatan
kemampuan seseorang dalam mengendalikan
berbagai dorongan internal maupun eksternal
untuk melakukan suatu tindakan yang dapat
merugikan diri dan lingkungan sosialnya ke
arah tindakan yang lebih menguntungkan.
Rekomendasi
Teknik kontrol diri dan teknik self
management merupakan teknik yang berbasis
internal locus of control yang menekankan
aspek keberdayaan diri (self efficacy). Oleh
karena itu, subyek yang menerapkan teknik ini
harus bisa mengendalikan lingkungan luar
yang mungkin mengganggu sehingga subyek
tidak menjadi obyek yang dikendalikan oleh
sesuatu di luar diri yang tidak sejalan dengan
value yang dikejarnya.
Faktor lingkungan yang merupakan faktor
yang berpotensi mengganggu konsistensi
subyek dalam mengejar value perlu diatasi.
Dengan demikian sejalan dengan penerapan
teknik ini, diperlukan pula kemampuan lain
yaitu keterampilan yang bisa membuat subyek
pengguna teknik resisten dari lingkungan luar
yang mengganggu yaitu lingkungan yang tidak
sejalan dengan value yang dikejar.
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.15 No.1, Juni 2016
15
Daftar Pustaka
Adi Fahrudin, Ph. D. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: Refika Aditama
Davison, C. Gerald, John M. Neale & Ann M. Kring. 2006. Psikologi Abnormal, Edisi ke-9. Jakarta;
Rajawali Press
Dubois, Brenda., & Miley, Karla Krogsrud. 1992. Social Work, an Empowering Profession. Allyn
and Bacon
Dwi Heru Sukoco. 1992. Profesi Pekerjaan Sosial. Bandung: Koperasi Mahasiswa STKS Bandung
Endang Rahayu Sedyaningsih. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
422/MENKES/SK/III/2010. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Johnson, Jerry L. 2004. Fundamentals of Substance Abuse Practice, Canada. Brooks/ Cole. A.
Division of Thomson Learning, Inc.
Juang Sunanto, Takeuchi, Koji, & Nakata, Hideo. 2005. Pengantar Penelitian dengan Subjek
Tunggal. Universitas of Tsukuba
Miltenberger G. Raymond. 2008. Behavior Modification: Principles and Procedures. University of
South Florida
Payne, Malcome. 1997. Modern Social Work Theory. Macmillan Press, Ltd.
Sheaford, Bradford W., & Horejsi, Charles R. 2003. Techniques and Guidelines for Social Work
Practice. Pearson Educatin, Inc.