IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

50

description

makalah antikonvulsi

Transcript of IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

Page 1: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

Volume1No.1, Juni 2014

e-ISSN: 2406-856X

Page 2: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

Tentang Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia

Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology

Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia (Indonesian Journal of Pharmaceutical

Science and Technology, IJPST) merupakan media publikasi ilmiah tentang semua aspek

dibidang Ilmu dan Teknologi Farmasi. IJPST diterbitkan 3 kali dalam setahun untuk

menyediakan forum bagi apoteker dan tenaga profesional kesehatan lainnya dalam berbagi

pengetahuan terkini, memperluas jaringan dan meningkatkan kerjasama diantaranya.

IJPST dimaksudkan untuk mempublikasikan artikel-artikel penelitian yang berkualitas di

bidang farmasi untuk menjadi panduan ilmiah dalam bidang yang berkaitan dengan Ilmu

dan Teknologi Farmasi. IJPST merupakan jurnal peer-reviewed dan menerbitkan artikel

penelitian, artikel review, laporan kasus, komentar, dan laporan dari suatu penelitian

pendahuluan tentang semua aspek Ilmu dan Teknologi Farmasi. IJPST juga merupakan

media untuk mempublikasikan pertemuan ilmiah dan berita yang berkaitan dengan

kemajuan dalam bidang Ilmu dan Teknologi Farmasi di Indonesia.

Tujuan dan Ruang Lingkup

Tujuan IJPST adalah menjadi media untuk publikasi artikel dalam bidang Ilmu dan

Teknologi Farmasi dan/atau implementasi praktis yang terkait dengan Ilmu dan Teknologi

Farmasi. Ruang lingkup dari IJPST meliputi penelitian dan aplikasinya yang berkaitan

dengan topik-topik berikut:

Farmassetika

Nanoteknologi

Sistem Penghantaran Obat Terbaru

Quality Control

Quality Assurance

International Regulatory

Teknik Validasi

Industri Farmasi

Bioteknologi

Bioinformatika

Proteomik

Biokimia

Farmakognosi

Herbal Medik

Fitokimia

Analisis Farmasi

PK / PD

Kimia Kiral

Kimia Sintetis

Pengembangan Obat

Farmakologi

Toksikologi

Farmasi Praktis

Farmakoinformatik

Farmasi Klinik

Farmakogenomik

Biofarmasi

dan bidang lain yang berkaitan

IJPST menerima tulisan-tulisan yang meliputi kategori berikut ini: artikel penelitian, artikel

review, laporan kasus, komentar terhadap suatu artikel, dan laporan dari suatu penelitian

pendahuluan. Semua tulisan yang masuk diperiksa oleh mitra bestari (peer-review) yang

sesuasi dengan bidangnya.

Page 3: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia

Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology

Dewan Editor

Director

Dr. Ahmad Muhtadi, MS, Apt.

(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)

Editorial-In-Chief

Muchtaridi, M.Si, Ph.D, Apt.

(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)

Editorial Member

Prof. Dr. Moelyono MW, MS, Apt.

(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)

Taofik Rusdiana, M.Si, Ph.D, Apt.

(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)

Dr. Marline Abdassah, MS, Apt.

(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)

Dr. Jutti Levita, M.Si, Apt.

(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)

Resmi Mustarichie, M.Sc, Ph.D, Apt.

(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)

Mutakin, M.Si, Ph.D, Apt.

(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)

Dr. rer. nat. Rahmana Emran, Apt.

(Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Indonesia)

Dr. Choi Sy Bing

(Universiti Sains Malaysia , Malaysia)

Dr. Vikneswaran a/l Murugaiyah

(Universiti Sains Malaysia, Malaysia)

Dr. Yam Wai Keat

(International Medical University, Malaysia)

Dr. Belal Omar AlNajjr

(Al-Ahliyya Amman University, Al-Salt, Jordan)

Page 4: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia

Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology

Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

Daftar Isi

Formulasi Granul Effervescent Sari Kering Lidah Buaya (Aloe vera L.) Sebagai

Makanan Tambahan

Muthmaina Wijayati, Nyi Mekar Saptarini, Irma Erika Herawati 1

Simulasi Docking Molekular Senyawa Xanthorrizol Sebagai Antinflamasi

Terhadap Enzim COX-1 dan COX-2

Deden Indra Dinata, Hardhi Suryatno, Ida Musfiroh 8

Formulasi Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Beras Hitam (Oryza sativa L.) dan

Evaluasi Efektivitasnya sebagai Antikerut

Ardian Baitariza, Sasanti Tarini Darijanto, Jessie Sofia Pamudji, Irda

Fidrianny 18

Pemanfaatan Tanaman Eceng-Ecengan (Ponteridaceae) sebagai Agen

Fitoremediasi dalam Pengolahan Limbah Krom Industri Penyamakan Kulit

Yola Desnera Putri, Holis Abd. Holik, Ida Musfiroh 26

Formulasi dan Evaluasi Tablet Alprazolam 1 mg

Yuti Mutiawati , Taofik Rusdiana, Fitrileni 34

Page 5: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

1

Formulasi Granul Effervescent Sari Kering Lidah Buaya (Aloe

vera L.) Sebagai Makanan Tambahan

Muthmaina Wijayati1, Nyi Mekar Saptarini

2, Irma Erika Herawati

1*

1Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Al Ghifari

2Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

[email protected]

Abstrak

Lidah buaya (Aloe vera L.) memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, tetapi rasanya

pahit sehingga jarang dikonsumsi langsung. Rasa pahit ini diatasi dengan cara

dibuat sediaan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan granul

effervescent sari kering lidah buaya sebagai makanan tambahan. Tahapan

penelitian meliputi pembuatan sari kering, penapisan fitokimia, formulasi sediaan

granul effervescent, uji kualitas, dan uji kesukaan granul effervescent. Hasil freeze

drying berupa sari kering sebesar 7,57%. Penapisan fitokimia menunjukkan

adanya kuinon, flavonoid, dan saponin. Granul effervescent diformulasikan

dengan konsentrasi sari kering 20% (F1), 25% (F2), dan 30% (F3). Hasil uji

kualitas granul menunjukkan bahwa granul effervescent yang dibuat memenuhi

persyaratan yang baik dengan kadar air sebesar 0,20-0,21%, kerapatan curah

0,5341-0,5384 g/mL, kerapatan mampat 0,6154-0,6178 g/mL dengan indeks Carr

13,29±0,025%, kecepatan alir 9,61-9,71 g/s, sudut istirahat 27,15-27,79o, pH 5,82-

5,8, serta F1 sebagai formula yang paling disukai.

Kata kunci : Lidah buaya, sari kering, granul effervescent, makanan tambahan

Formulation of Effervescent granule of Aloe (Aloe vera L.) Dry

Juice as Food Supplement

Abstract

Aloe vera has high nutrition content, but bitter taste so direct consumption

infrequently. The bitter taste overcome with preparation. The aim of this study is

to make effervescent granule of dried aloe gel as food supplement. The steps in

this study consist of making of dried aloe gel, phytochemistry screening,

formulation of effervescent granule, quality tests, and hedonic test of effervescent

granule. Freeze drying produced 7,57% dried aloe gel. Phytochemistry screening

showed quinones, flavonoids, and saponins content. Effervescent granule

formulated with concentration of dried gel 20% (F1), 25% (F2), and 30% (F3). The

result of granule quality tests showed that effervescent granule meet good

requirements with moisture content 0.20-0.21%, bulk density 0.5341-0.5384

g/mL, tapped density 0.6154-0.6178 g/mL with Carr index 13.29±0.025%, flow

rate 9.61-9.71 g/s, rest angel 27.15-27.79o, pH 5,82-5,8, and F1 as the most

favorable formula.

Keywords : Aloe vera, dried gel, effervescent granule, food supplement

Page 6: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

2

Pendahuluan

Lidah buaya (Aloe vera L.)

memiliki aktivitas biologis sebagai

imunostimulan, antiinflamasi,

menyembuhkan luka, mempercepat

kesembuhan akibat radiasi, anti

bakteri, anti virus, anti jamur, anti

diabetes, anti kanker, stimulan

hematopoiesis, dan antioksidan.1,2,3

Aktivitas biologis lidah buaya

diyakini bukan berasal dari senyawa

kimia tunggal, tetapi merupakan

kerja sinergis dari senyawa-senyawa

yang terkandung dalam lidah buaya.4

Komposisi kandungan kimia dalam

lidah buaya dapat dilihat pada Tabel

1.3,4,5

Lidah buaya memiliki aktivitas

biologis dan kandungan kimia yang

kompleks, sehingga lidah buaya

cocok untuk dibuat menjadi

suplemen makanan. Suplemen

makanan adalah produk yang

dimaksudkan untuk melengkapi

kebutuhan zat gizi makanan,

mengandung satu atau lebih bahan

berupa vitamin, mineral, asam amino

atau bahan lain (berasal dari

tumbuhan atau bukan tumbuhan)

yang memiliki nilai gizi dan/atau

efek fisiologis dalam jumlah

terkonsentrasi.6 Untuk memudahkan

penggunaan, mendapatkan khasiat

yang diinginkan, dan menutupi rasa

pahit, maka lidah buaya

diformulasikan menjadi bentuk

sediaan yang lebih praktis, salah

satunya adalah granul effervescent.

Granul effervescent berisi campuran

substansi asam dan karbonat yang

jika dimasukkan ke dalam air akan

mengeluarkan gas karbondioksida.7

Larutan dengan karbonat dapat

menutupi rasa yang tidak diinginkan,

sehingga cocok untuk produk dengan

rasa pahit dan asin.8 Pada penelitian

ini dilakukan formulasi sari kering

lidah buaya menjadi granul

effervescent, kemudian dilakukan uji

kualitas granul effervescent dan uji

kesukaan.

Tabel 1 Komposisi Kandungan Kimia Daun Lidah Buaya

Kelas Senyawa

Antrakuinon/

antron

Aloe-emodin, asam aloetat, antranol, aloin A dan B (barbaloin),

isobarbaloin, emodin, ester asam sinamat

Karbohidrat Manan murno, manan terasetilasi, glukomanan terasetilasi,

glukogalaktomanan, galaktan, galaktogalakturan, arabinogalaktan,

galaktoglukoarabinomanan, senyawa peptat, xilan, selulosa

Kromon 8-C-glukosil-(2’-O-sinamoil)-7-O-metilaloediol A, 8-C-glukosil-(S)-

aloesol, 8-C-glukosil-7-Ometil-(S)-aloesol, 8-C-glukosil-7-O-metil-

aloediol, 8-C-glukosil-noreugenin, isoaloeresin D, isorabaikromon,

neoaloesin A

Enzim Alkalin fosfatase, amilase, karboksipeptidase, katalase, oksidase,

siklooksidase, siklooksigenase, lipase, fosfoenolpiruvat karboksilase,

superoksidase dismutase

Senyawa

anorganik

Kalsium, klorin, kromium, tembaga, besi, magnesium, mangan,

kalium, fosfor, natrium, zink

Asam amino Alanin, arginin, asam aspartat, asam glutamat, fenilalanin, isoleusin,

leusin, lisin, glisin, histidin, hidroksiprolin, metionin, prolin, treonin,

Page 7: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

3

tirosin, valin

Protein Lektin, senyawa seperti lektin

Sakarida Manosa, glukosa, L-ramnosa, aldopentosa

Vitamin B1, B2, B6, C, β-karoten, kolin, asam folat, α-tokoferol

Senyawa lain Asam arakhidonat, γ-asam linoleat, steroid (kampestrol, β-sitosterol,

kolesterol), trigliserida, triterpenoid, giberelin, lignin, kalium sorbat,

asam salisilat, asam urat

Metode

Pembuatan Sari Kering Lidah

Buaya Lidah buaya usia 6 bulan

dikumpulkan dari perkebunan lidah

buaya di Kali Jati, Subang, Bandung.

Sebanyak 15 kg lidah buaya dikupas

dan diambil dagingnya, kemudian

daging lidah buaya dipotong dadu

dan dimasukkan ke dalam air

mendidih selama 10 detik. Potongan

dihaluskan dengan blender dan

disaring, sehingga diperoleh sari

lidah buaya yang kemudian

dikeringkan dengan menggunakan

freeze dryer (Eyela FD-81).

Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan

pada sari kering lidah buaya dengan

menggunakan metode Farnsworth.9

Formulasi Granul Effervescent

Tabel 2 Formulasi Granul Effervescent Sari Kering Lidah Buaya

Bahan (g) Formula 1 Formula 2 Formula 3

Sari kering lidah buaya

Asam sitrat

Natrium bikarbonat

Laktosa

PVP

Aerosil

Perasa lemon

3,00

3,15

4,50

3,80

0,30

0,075

0,175

3,75

3,15

4,50

3,05

0,30

0,075

0,175

4,50

3,15

4,50

2,30

0,30

0,075

0,175

Komponen asam terdiri atas sari

kering lidah buaya, asam sitrat,

laktosa, dan sebagian PVP dibasahi

dengan perasa lemon dalam alkohol

70% (1:4) hingga massa dapat

dikepal. Komponen basa terdiri atas

natrium bikarbonat dan sisa PVP

dibasahi dengan perasa lemon dalam

alkohol 70% (1:4) hingga massa

dapat dikepal. Masing-masing

komponen diayak dengan ayakan

No. 14, kemudian dikeringkan dalam

oven pada suhu 50o

C selama 18 jam.

Granul diayak kembali dengan

ayakan No. 16. Komponen asam,

komponen basa, dan aerosil

dicampur hingga homogen.

Pemeriksaan Kualitas Granul

Effervescent Kadar Air. Kadar air 5 g granul

ditentukan dengan moisture meter

(G-Won Hitech) pada suhu 105° C

selama 5 menit.10

Kerapatan Curah dan

Kerapatan Mampat. Sebanyak 30 g

Page 8: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

4

granul ditimbang, lalu dimasukkan

ke dalam gelas ukur dan dicatat

volumenya. Selanjutnya, kerapatan

mampat didapatkan dengan cara

mengetukkan gelas ukur yang berisi

granul setinggi 2,5 cm dengan

interval dua detik. Setiap 10 ketukan

volume dicatat hingga volume tidak

berubah.11,12

Kecepatan Alir dan Sudut

Istirahat. Kecepatan alir diperoleh

dari waktu (detik) yang diperlukan

oleh 20 g granul untuk mengalir

melewati corong. Sudut istirahat

diperoleh dengan mengukur tinggi

dan diameter tumpukan granul yang

terbentuk.13

Pemeriksaan pH. Sebanyak 4 g

granul dilarutkan ke dalam 150 mL

air, setelah granul larut sempurna

dilakukan pengukuran pH larutan

dengan pH meter.

Uji Kesukaan. Uji kesukaan

dilakukan terhadap 30 panelis

dengan parameter uji adalah rasa dari

15 g granul effervescent yang

dilarutkan dalam 150 mL air. Skala

penilaian berupa sangat tidak suka

(1), tidak suka (2), netral (3), suka

(4), dan sangat suka (5). Hasil

dianalisis secara statistik dengan

metode ANAVA pada 0,05 dengan

hipotesis nol adalah tidak ada

perbedaan dari ketiga formula. Hasil

ANAVA diuji rentang Newman-

Keuls untuk mengetahui keberartian

perbedaan uji kesukaan tersebut.

Hasil

Sebanyak 15 kg daun lidah buaya

menghasilkan 9,25 kg daging lidah

buaya. Hasil freeze drying berupa

700 g serbuk kering (rendemen

7,57%). Hasil penapisan fitokimia

menunjukkan sari kering lidah buaya

mengandung kuinon, flavonoid, dan

saponin. Serbuk kering diformulasi

menjadi tiga formula granul

effervescent dengan kualitas seperti

tertera pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Pemeriksaan Kualitas Granul Effervescent

Sifat fisik F1 F2 F3

Kadar air (%) 0,22 ± 0,05 0,21 ± 0,02 0,20±0,02

Kerapatan curah (g/mL) 0,5336 ± 0,0001 0,5348 ± 0,0016 0,5341±0,0007

Kerapatan mampat (g/mL) 0,6154 ± 0,0005 0,6160 ± 0,00007 0,6178±0,00007

Kecepatan alir (g/s) 9,61±0,73 9,64±0,84 9,71±0,65

Sudut istirahat (o) 27,15 ± 0,41 27,46 ± 0,40 27,79±0,80

pH 5,82 ± 0,03 5,83 ± 0,05 5,83±0,05

Analisis statistik pada uji

kesukaan (α 0,05) menunjukkan

bahwa F hitung lebih besar dari F

tabel, artinya terdapat perbedaan

kesukaan terhadap ketiga formula

granul effervescent sari kering lidah

buaya.

Pembahasan

Daging lidah buaya dimasukkan

ke dalam air mendidih untuk

menghilangkan zat pahit yang ada

pada lendir. Serbuk kering sari lidah

buaya berwarna putih kekuningan

dan sangat ringan (voluminous)

dengan rasa dan bau seperti lidah

Page 9: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

5

buaya. Serbuk kering diformulasi

menjadi sediaan effervescent untuk

memperbaiki rasa sediaan. Semua

bahan yang digunakan berupa

serbuk, sehingga aliran sediaan

bersifat kurang baik. Laju aliran

diperbaiki dengan granulasi basah

untuk membentuk granul

effervescent, granul mengalir lebih

cepat dan seragam dibandingkan

dengan serbuk. Asam sitrat

digunakan untuk memperoleh proses

effervescing karena asam sitrat akan

terhidrolisis oleh air sehingga

melepaskan asam yang akan bereaksi

dengan natrium bikarbonat untuk

menghasilkan gas karbon dioksida

dan air. Natrium bikarbonat juga

digunakan sebagai pengering

granul.8

Sediaan effervescent dapat juga

meningkatkan absorpsi zat aktif,

karena karbon dioksida yang

terbentuk oleh reaksi effervescent

dapat menginduksi permeabilitas zat

aktif sehingga mengubah jalur

paraselular.14

Jalur ini merupakan

rute utama absorpsi untuk zat aktif

yang hidrofilik karena solut berdifusi

ke dalam ruang interselular di antara

sel epitel. Karbon dioksida

memperluas ruang interselular di

antara sel, sehingga meningkatkan

absorpsi zat aktif yang dapat bersifat

hidrofilik dan hidrofobik.

Peningkatan absorpsi zat aktif

hidrofobik disebabkan oleh molekul

gas karbon dioksida yang non polar

berpartisi pada membran sel,

sehingga meningkatkan lingkungan

yang hidrofob, menyebabkan zat

aktif yang hidrofob dapat

terabsorbsi.15

Pada awal penelitian digunakan

sukrosa sebagai pemanis, tetapi

sukrosa yang bersifat higroskopis,

menyebakan granul yang dihasilkan

cenderung basah dan sulit

dikeringkan. Masalah ini diatasi

dengan menggunakan laktosa

sebagai pemanis dan pengering

granul.16

Rasa manis laktosa lebih

rendah dari sukrosa, sehingga

digunakan aspartam dengan tujuan

meningkatkan rasa manis dari

sediaan yang dibuat.

Penggunaan PVP pada

konsentrasi 0,5-5% menghasilkan

granul yang kuat dan cepat larut.17

Pemanis dan perasa lemon

digunakan untuk memberikan rasa

yang segar dan memperbaiki aroma

yang kurang menyenangkan dari sari

kering lidah buaya.

Kadar air granul yang rendah

menyebabkan granul menjadi terlalu

kering dan rapuh. Kerapuhan granul

yang baik adalah kurang dari 1%.7

Kadar air yang tinggi menyebabkan

granul yang basah dan memiliki daya

alir yang buruk, sehingga granul

akan mengalami kesulitan saat

pengemasan. Data menunjukkan

bahwa semakin banyak sari kering

lidah buaya yang ditambahkan, maka

semakin kecil kadar air yang

terkandung dalam sediaan. Hal ini

disebabkan karena sari kering lidah

buaya memiliki kadar air yang

rendah dengan partikel serbuk yang

kecil. Kandungan air dalam granul

effervescent dipengaruhi oleh

kelembaban ruangan. Keberadaan air

dalam granul effervescent memicu

adanya reaksi effervescing sebelum

pelarutan. Reaksi effervescing yang

terlalu awal menyebabkan reaksi

antara komponen asam dan basa

berjalan lambat dan reaksinya

hampir jenuh atau tidak terjadi reaksi

sama sekali ketika granul dilarutkan.

Hal ini ditunjukkan dengan lamanya

Page 10: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

6

waktu yang diperlukan oleh granul

effervescent untuk larut secara

sempurna dan menjadi bagian yang

terdispersi.

Granul memiliki aliran yang

baik, karena memiliki nilai 12-16,

sesuai dengan indeks konsolidasi

Carr.11,18

Nilai indeks Carr

dipengaruhi oleh ukuran partikel.

Jika terdapat perbedaan ukuran

partikel, maka partikel yang lebih

halus akan mengisi rongga partikel

yang lebih besar. Nilai indeks Carr

yang baik terjadi karena distribusi

massa dan ukuran partikel granul

yang seragam, hal tersebut akan

mempermudah proses pabrikasi

ketika proses pengemasan. Granul

bersifat mudah mengalir dengan laju

alir sebesar 4-10 g/s11

dan memiliki

tipe aliran yang baik, yaitu 25-30º.18

Sudut istirahat lebih kecil atau

sama dengan 30o menunjukkan

bahwa bahan dapat mengalir bebas.19

Kecepatan alir yang tinggi

menyebabkan sudut istirahat yang

rendah dan akan menghasilkan

granul yang baik. Aliran yang baik

disebabkan karena adanya aerosil.

Aerosil menyerap kandungan air

dalam granul dan mengatasi

penempelan partikel satu dengan

yang lain, sehingga mengurangi

gesekan antar partikel. Aerosil

membentuk lapisan tipis pada

partikel bahan padat dan

menyebabkan adsorbsi secara total

atau sebagian, hal ini bertujuan agar

granul tidak saling menempel ketika

proses pengemasan.

Granul effervescent yang telah

dihasilkan bersifat sedikit asam,

yaitu 5,82-5,83. Semakin banyak

serbuk lidah buaya yang

ditambahkan, pH granul semakin

asam. Hal ini disebabkan lidah buaya

yang mengandung senyawa

flavonoid yang merupakan senyawa

turunan dari fenol dan memiliki sifat

asam. Rasa asam disebabkan oleh

banyaknya ion hidrogen dari

flavonoid yang terionisasi.

Analisis statistik menunjukkan F1

merupakan formula yang paling

disukai dengan konsentrasi sari

kering lidah buaya paling kecil, yaitu

20%. Hal ini disebabkan oleh rasa

lidah buaya yang kurang

menyenangkan, meskipun sudah

digunakan perasa lemon, tetapi

aroma dan rasa yang kuat dari sari

kering lidah buaya masih terasa.

Rasa granul effervescent dapat

diperbaiki dengan penambahan

pemanis buatan seperti aspartam,

karena pengunaan pemanis alami

seperti sukrosa menyebabkan granul

basah, akibat sifat sukrosa yang

higroskopis.

Simpulan

Sari kering lidah buaya dapat

diformulasikan menjadi sediaan

granul effervescent yang memenuhi

persyaratan dengan kadar air 0,20-

0,21%, kerapatan curah 0,5341-

0,5384 g/mL dan kerapatan mampat

0,6154-0,6178 g/mL dengan indeks

Carr 13,14-13,55%, kecepatan alir

9,61-9,71 g/s, sudut istirahat 27,15-

27,79o, pH 5,82-5,8 dan F1 sebagai

formula yang paling disukai.

Daftar Pustaka

1. Reynolds T, Dweck AC. Aloe

vera gel: A Review Update. J.

Ethopharmacology, 1999, 68: 3-

37.

Page 11: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

7

2. Talmadge J, Chavez J, Jacobs

L, Munger C, Chinnah T, Chow

JT, Williamson D, Yates K.

Fractionation of Aloe vera L.

Inner gel, purification and

molecular profiling of activity.

Int Immunopharmacol,. 2004,

4(14): 1757-73.

3. Ni Y, Tizard IR. Analytical

methodology: the gel-analysis of

aloe pulp and its derivatives. In:

Reynolds (ed.) Aloes: The genus

Aloe. CRC Press, London, 2004,

p. 111-126.

4. Dagne E, Bisrat D, Viljoen A,

van Wyk BE. Chemistry of Aloe

spesies. Current Organic

Chemistry, 2000, 4: 1055-78.

5. Choi S, Chung MH. A review on

the relationship between Aloe

vera components and their

biologic effects. Seminar in

Integrative Medicine, 2003, v.1,

p.53-62.

6. Kepala BPOM, 2004, SK

BPOM No. HK.00.05.23.3644

tentang Ketentuan Pokok

Pengawasan Suplemen

Makanan, Jakarta: BPOM.

7. Parrot EL. Pharmaceutical

Technology. Iowa: University of

Iowa, 1987.

8. Ansel HC. Pengantar Bentuk

Sediaan Farmasi, Terjemahan

Farida Ibrahim Edisi 4, Jakarta:

UI Press, 1989

9. Fransworth NR. Biological and

Phytochemycal Screening of

Plants. J.Pharm. Sci. 1996; 1:

55.

10. Fausett H, Gayser C, Dash AK..

Evaluation of Quick

Disintegrating Calcium

Carbonate Tablets. 2000.

{Tersedia di

http://www.pharmscitech.com,

diakses 14 November 2013).

11. Aulthon ME. Pharmaceutics The

Science of Dosage Form Design,

New York: Longman Group

Churchill Livingstone, 1988.

12. Departemen Kesehatan RI.

Farmakope Indonesia, Edisi 4,

Jakarta: Departemen Kesehatan

RI. 1995.

13. Fudholi A. Metode Formulasi

Dalam Kompresi Direk. Medika,

1983, 7. 586-593.

14. Eichman JD, Robinson JR.

Mechanistic studies on

effervescent induced

permeability enhancement.

Pharmaceutical Research, 1998,

15(6): 925-930.

15. Eichman JD. Mechanistic

studies on effervescent induced

permeability enhancement,

Disertasi. University of

Wisconsin, Madison. 1997.

16. Kuswahyuning R. Pengaruh

Laktosa dan Povidon dalam

Formula Tablet Ekstrak

Kaempferia galangal L. Secara

Granulasi Basah. Skripsi,

Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta. 2005.

17. Mohrle R. Effervescent Tablets,

in Lieberman, H.A., and

Lachman, L., Pharmaceutical

Dosage Form Tablet, Vol I, New

York: Longman Group Churchill

Livingstone. 1989.

18. Voigt R. Buku Pelajaran

Teknologi Farmasi. Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada.,

1984., Ed 5. 169-586.

19. Banker GS, Anderson NR. Teori

dan Praktek Farmasi Industri,

Jilid II, Terjemahan Siti Suyatmi

dan Iis Aisyah, Edisi II, Jakarta:

Universitas Indonesia. 1994.

Page 12: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

8

Simulasi Docking Molekular Senyawa Santorizol Sebagai

Antiinflamasi Terhadap Enzim COX-1 dan COX-2

Deden Indra Dinata1, Hardhi Suryatno

1, Ida Musfiroh

2

1 Sekolah Tinggi Farmasi Bandung

2Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

[email protected]

Abstrak

Enzim yang mempengaruhi proses inflamasi yaitu enzim COX-1 dan COX-2,

kedua enzim tersebut berfungsi dalam pembentukan prostaglandin yang

berkontribusi dalam pembentukan inflamasi. Santorizol diketahui mempunyai

efek antiinflamasi sehingga dapat dilakukan uji simulasi docking xanthorrizol

terhadap enzim COX-1 dan COX-2. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

interaksi senyawa santorizol yang berasal dari tanaman temulawak (Curcuma

xanthorriza) dengan sisi aktif enzim COX-1 dan COX-2. Proses docking senyawa

tersebut dilakukan menggunakan software Autodock 3.0. Hasil docking molekular

antara santorizol dengan COX-1 yaitu atom O pada santorizol berinteraksi dengan

Arg120 dan Tyr355. Sedangkan interaksi santorizol dengan COX-2 yaitu gugus

OH dari santorizol berinteraksi dengan asam amino Gln178 dan Leu338. Leu338

merupakan salah satu asam amino spesifik pada kantung ikatan COX-2. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa santorizol dapat berinteraksi dengan sisi aktif

enzim COX-1 dan COX-2, dan memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk berikatan

pada sisi aktif COX-2 dibandingkan pada COX-1.

Kata Kunci: Docking, santorizol, antiinflamasi, COX-1, COX-2

Molecular Docking Simulation of Xanthorrizol Compounds Derived From

Temulawak as Antiinflammatory on Enzymes COX-1 AND COX-2

Abstract

There are two enzymes that influence inflammatory process, which are COX-1

and COX-2 enzymes, both of this enzymes have function in the establishment of

prostaglandin that contribute in inflammation. Santorizol is known has anti-

inflammatory effect, so it can developed and tested by docking simulation to

COX-1 and COX-2 enzymes. The aim of this research is to determine the

interaction between santorizol that is derived from temulawak (Curcuma

xanthorriza) with the active site of COX-1 and COX-2 enzymes. Docking

simulation was done by using AutoDock Tools 4.0. The interactions between

santorizol with COX-1 are O- santorizol interact with Arg120 and Tyr355. The

interactions between santorizol with COX-2 are OH-santorizol interact with

Gln178 and Leu338. Leu338 is specific amino acid in the binding pocket of COX-

2. Santorizol can interact with the active site of COX-1 and COX-2 enzymes, and

show better affinity to COX-2.

Keywords: Docking, santorizol, antiinflamasi, COX-1, COX-2

Page 13: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

9

Pendahuluan

Pada awal perkembangan obat,

usaha penemuan obat baru pada

umumnya bersifat coba-coba (trial

and error) sehingga biaya

pengembangan obat baru sangat

mahal. Hal ini dapat dipahami

mengingat bahwa dari 8.000 hingga

10.000 senyawa baru yang disintesis

atau yang didapat dari sumber alam,

setelah melalui berbagai uji kimia,

fisika, aktivitas, farmakokinetik,

toksisitas, farmakodinamik, dan uji

klinik, kemungkinan hanya satu

senyawa yang secara klinik dapat

digunakan sebagai obat.1

Waktu yang dibutuhkan, mulai

dari proses sintesis atau ekstraksi,

penapisan farmakologi, sampai

evaluasi klinik dan persetujuan

pendaftaran, memakan waktu lebih

kurang 10 tahun. Hal tersebut juga

disebabkan oleh ketatnya peraturan-

peraturan untuk obat baru untuk

diijinkan dipasarkan. Ini berarti

bahwa agar perkembangan obat baru

tetap layak secara ekonomi, perlu

terobosan pemikiran yang mendasar

bagaimana melakukan penelitian

dengan sejumlah kecil senyawa yang

terpilih, dan bagaimana merancang

senyawa dengan baik.1

Untuk mengatasi masalah

kekurangan dalam pengembangan

obat baru sudah mulai mengurang

dengan adanya teknik penemuan

obat baru melalui studi komputasi,

adalah cabang kimia yang

menggunakan hasil kimia teori yang

diterjemahkan ke dalam program

komputer untuk menghitung sifat-

sifat molekul dan perubahannya

maupun melakukan simulasi

terhadap sistem-sistem besar

(makromolekul seperti protein dan

asam nukleat) dan sistem besar bisa

mencakup kajian konformasi

molekul dan perubahannya (misalnya

proses denaturasi protein), perubahan

fase, serta peramalan sifat-sifat

makroskopik (seperti kalor jenis)

berdasarkan perilaku di tingkat atom

dan molekul . Istilah kimia teori

dapat didefinisikan sebagai deskripsi

matematika untuk kimia, sedangkan

kimia komputasi biasanya digunakan

ketika metode matematika

dikembangkan dengan cukup baik

untuk dapat digunakan dalam

program komputer. Metode kimia

komputasi tidak sepenuhnya dapat

bisa di gunakan secara langsung,

kimia komputasi dapat memprediksi

bukan berarti dapat digunakan secara

langsung, karena sedikit sekali aspek

kimia yang dapat dihitung secara

tepat. Hampir semua aspek kimia

dapat digambarkan dalam skema

komputasi kualitatif atau kuantitatif.1

Santorizol merupakan komponen

minyak atsiri dari rimpang

temulawak. Santorizol diketahui

memiliki aktivitas antiinflamasi.2

Inflamasi adalah suatu respon

organisme terhadap invasi oleh

benda asing, seperti bakteri, parasit

dan virus. Dalam konteks ini, respon

inflamasi merupakan suatu reaksi

protektif yang penting terhadap

iritasi, luka, atau infeksi, yang

ditandai dengan kemerahan, rasa

panas, bengkak, hilangnya fungsi

dan rasa sakit.3 PGs (prostaglandin)

merupakan suatu mediator endogen

inflamasi dan dibentuk dari asam

arakidonat oleh enzim konstitutif

COX-1 dan enzim indusibel COX-2.

Enzim COX-1 merupakan enzim

konstitutif yang dapat mengkatalisis

Page 14: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

10

pembentukan prostanoid regulatoris

pada berbagai jaringan, terutama

pada selaput lendir traktus

gastrointestinal, ginjal, platelet dan

epitel pembuluh darah.4,5,6

Sedangkan, COX-2 tidak

konstitutif tetapi dapat diinduksi,

antara lain bila ada stimulus

inflamasi, mitogenesis atau

onkogenesis.7, 8

Struktur santorizol mempunyai

satu cincin aromatik yang dapat

menimbulkan interaksi hidrofobik

dengan reseptor dan satu gugus

hidroksil yang dapat menjadi donor

dan akseptor ikatan hydrogen.

Interaksi santorizol dengan enzim

COX-1 dan COX-2 belum

dilaporkan.

Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui afinitas dan interaksi

senyawa santorizol terhadap enzim

COX-1 dan COX-2, mengetahui

ikatan hidrogen yang terbentuk

antara santorizol dengan enzim

COX-1 dan COX-2, serta

mengetahui selektivitas santorizol

dengan enzim COX-1 dan COX-2

dengan metode simulasi docking

molekular.

Metode

Alat

Perangkat lunak : ChemDraw

versi 8, Hyperchem versi 7, PDB

viewer, ArgusLab, dan Autodock 4.7

Bahan Bahan-bahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah struktur

ligan yang telah digambar melalui

perangkat lunak ChemDraw versi 8,

optimasi struktur menggunakan

software HyperChem v 7. Struktur

protein yang telah dikristalografi

yang diperoleh dari www.pdb.com.

Analisis kantung ikatan COX-1

melalui redocking

a. Persiapan reseptor

Persiapan reseptor enzim

COX dilakukan dengan

pengunduhan enzim COX

melalui website

www.pdb.org kode PDB:

1EQG.8

b. Isolasi ligan (kristal)

ibuprofen

c. Analisis binding site

Analisis binding site pada

tahap ini ditujukan untuk

melihat interaksi ibuprofen

dengan enzim COX-1

d. Re- ligan ibuprofen pada

COX-1

e. Analisis hasil docking dan

visualiasi hasil docking

Analisis kantung ikatan enzim

COX-2 melalui redocking

a. Persiapan reseptor

Persiapan reseptor enzim

COX-2 dilakukan dengan

pengunduhan enzim COX

melalui website

www.pdb.org kode PDB:

3LN1.9

b. Isolasi ligan alami celecoxib

c. Analisis binding site

Analisis binding site pada

tahap ini ditujukan untuk

melihat interaksi celecoxib

dengan enzim COX-2, dan

pada tahap ini kita dapat

mengetahui residu asam

amino kantung ikatan enzim

COX-2 .

d. Re-docking ligan celecoxib

pada COX-2

Page 15: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

11

e. Analisis hasil docking dan visualisasi.

Docking senyawa santorizol pada

kantung ikatan COX-1 dan COX-2

a. Penyiapan ligan santorizol

menggunakan program chem

draw untuk membuat ligan

santorizol dalam bentuk dua

dimensinya dalam format

*.mol, kemudian hasil

senyawa santorizol yang telah

kita buat dibuka pada

program HyperChem dan

tambahkan rantai hidrogen

kemudian energi semi-

empirical dipilih dan

digunakan AM1. Optimasi

geometrinya dengan polak-

ribiere lalu save dengan

format *.hin, hasil ligan yang

telah di optimasi convert

menjadi file *.pdb dengan

program Arguslab.

b. Docking santorizol pada

kantung ikatan COX-1 dan

COX-2. Setelah senyawa

santorizol telah dibuat dalam

file berformat *.pdb lalu kita

docking terhadap kantung

COX-1 dan COX-2

Hasil

Pada Tabel 1 menunjukkan hasil

validasi kantung ikatan enzim COX-

1 (kode pdb : 1EQG) melalui re-

docking ligan alami ibuprofen.

Parameter docking dipilih dengan

jumlah run 50, grid box 60³Å. Hasil

redocking ibuprofen dengan enzim

COX-1 yaitu ; Energi Docking = -

10.01 kkal/mol, Konstanta Inhibisi =

2.8 µM dan RMSD = 0.789 Å, residu

asam amino yaitu Ala527, Arg120,

Gly526, Ile532, Met522, Phe518,

Ser353, Try355, Val116, Val349.

Ikatan hidrogen (Gambar 3) yang

terbentuk antara ibuprofen dengan

enzim COX-1 adalah Arg120 dengan

jarak 1.601 Å dan 1.705 Å; Tyr355

dengan jarak 1.730 Å.

.

Tabel 1 Hasil validasi docking ibuprofen dengan enzim COX-1 kode pdb 1EQG.

Run Grid (ų) ED

(Kkal/mol)

Ki

(µM)

RMSD

(Å) Residu aa

50 60 -10,01 2.8 0.789

Ala527, Arg120, Gly526,

Ile532, Met522, Phe518,

Ser353, Try355, Val116,

Val349

ED = Energi Docking, Ki = Konstanta inhibisi, RMSD = Root mean square

deviation, Residua aa = Residu asam amino

Page 16: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

12

Gambar 1 Ikatan hidrogen yang terbentuk antara Ibuprofen dengan enzim COX-1

Pada Tabel 2 merupakan hasil

re-docking ligan alami celecoxib

(gambar 4) terhadap enzim COX-2(

kode pdb 3LN1) dengan parameter

terpilih yaitu jumlah run 50, grid box

yang digunakan 60³ dengan spasi

0,375 Å, menghasilkan data dengan

Energi Docking = -12.96 kkal/mol,

Konstanta inhibisi = 14.07 µM,

RMSD = 1.008 Å dengan residu

asam amino yang berikatan yaitu

His75, Arg106, Gln178, Val335,

Leu338, Ser339, Try341, Leu345,

Leu370, Trp373, Arg499, Ala502,

Ile503, Phe504, Met508, Val509,

Gly512, Ala513. Ikatan hidrogen

(Gambar 4) yang terbentuk pada saat

validasi adalah His75 dengan jarak

2,386 Å; Ser339 dengan jarak 3,476

Å; Leu338 dengan jarak 3,986 Å.

Tabel 2 Hasil validasi docking celecoxib dengan enzim COX-2 kode pdb 3LN1

Run Grid (ų) ED

(Kkal/mol)

Ki

(µM)

RMSD

(Å) Residu aa

50 60 -12.96 14.07 1.008

His75, Arg106, Gln178,

Val335, Leu338, Ser339,

Try341, Leu345, Leu370,

Trp373, Arg499, Ala502,

Ile503, Phe504, Met508,

Val509, Gly512, Ala513

Page 17: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

13

Gambar 2 Ikatan hidrogen yang terbentuk antara celecoxib dengan COX-2

Setelah dilakukan validasi

kantung ikatan melalui re-docking,

kemudian dilakukan docking

senyawa santorizol pada kantung

ikatan enzim COX-1 dan COX2.

Hasil docking senyawa uji santorizol

terhadap COX-1 (Gambar 5)

menunjukkan residu asam amino

yang berinteraksi yaitu Val116,

Arg120, Val349, Leu352, Ser353,

Tyr355, Phe381, Leu384, Tyr385,

Trp387, Phe518, Met522, Ile523,

Gly526, Ala527, Ser530, Leu531.

Sedangkan, ikatan hidrogen terjadi

dengan asam amino Arg120 dengan

jarak ikatan 2,02 A ⁰, dan Tyr355

dengan jarak ikatan 1,92 A ⁰. Energi

Docking = -8.85 kkal/mol,

Konstanta inhibisi = 1.63 µM (Tabel

3).

Tabel 3 Hasil docking santorizol dengan enzim COX-1 kode pdb 1EQG

ED

(Kkal/mol)

Ki

(µM) Residu aa

Ikatan hidrogen

-8.85 1.63

Tyr385, Trp387,

Phe518, Met522,

Ile523, Gly526,

Ala527, Ser530,

Leu531

Arg120 (2.019 A⁰)

Tyr355 (1.917A⁰)

Page 18: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

14

Gambar 3 Ikatan hidrogen yang terbentuk pada docking senyawa santorizol yang

berikatan dengan COX-1

Hasil docking senyawa

santorizol terhadap COX-2 (Tabel 4)

menunjukkan residu asam amino

yang berinteraksi yaitu : His75,

Gln178, Val335, Leu338, Ser339,

Phe367, Leu370, Tyr371, Trp373,

Arg499, Ala502, Ile503, Phe504,

Met508, Val509, Gly512, Ala513.

Sedangkan ikatan hidrogen (gambar

6) yang terbentuk antara lain Gln178

dengan jarak 2.060 Å; Leu338

dengan jarak 2.065 Å. Energi

Docking = -10.11 kkal/mol,

Konstanta inhibisi = 0.295 µM (Tabel 8).

Tabel 4 Hasil docking santorizol dengan enzim COX-2.

ED

(Kkal/mol)

Ki

(µM) Residu aa

Ikatan hidrogen

-10.11 0.295

His75, Gln178, Val335,

Leu338, Ser339,

Phe367, Leu370,

Tyr371, Trp373,

Arg499, Ala502,

Ile503, Phe504,

Met508, Val509,

Gly512, Ala513

Gln178 (2.060 Å).

Leu338 (2.065 Å)

Page 19: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

15

Gambar 4 Ikatan hidrogen yang terbentuk pada docking senyawa santorizol yang

berikatan dengan COX-2

Pembahasan

Pada Tabel 1 menunjukkan hasil

validasi kantung ikatan enzim COX-

1 (kode pdb : 1EQG) melalui re-

docking ligan alami ibuprofen.

Parameter docking yang dipilih run

50, grid box 60³ dengan spasi 0,375

Å. Hasil docking ibuprofen (Gambar

3) dengan enzim COX-1 yaitu ;

Energi Bebas Ikatan = -8.94

kkal/mol, Konstanta Inhibisi = 2.8

µM dan RMSD = 0.789 Å. Ikatan

hidrogen (Gambar 3) yang terbentuk

antara ibuprofen dengan enzim

COX-1 adalah Arg120 dengan jarak

1.601 Å pada atom O dan 1.705 Å

pada atom C; Tyr355 dengan jarak

1.730 Å pada atom C.

Hasil docking ligan alami

celecoxib terhadap enzim COX-2

kode pdb 3LN1 dengan variasi run

50 grid box yang digunakan 60³Å,

menghasilkan data dengan Enegi

Bebas Ikatan = -10.71 kkal/mol,

Konstanta Inhibisi = 14.07 µM,

RMSD = 1.008 Å. Ikatan hidrogen

(Gambar 4) yang terbentuk pada saat

validasi adalah His75 dengan jarak

2.386 Å pada atom N; Ser339

dengan jarak 3.476 Å pada atom N;

Leu338 dengan jarak 3.986 Å pada

atom N.

Hasil docking senyawa uji

santorizol terhadap COX-1

menunjukkan residu asam amino

Val116, Arg120, Val349, Leu352,

Ser353, Tyr355, Phe381, Leu384,

Tyr385, Trp387, Phe518, Met522,

Ile523, Gly526, Ala527, Ser530,

Leu531 dan ikatan hidrogen dengan

asam amino Arg120, Tyr355 dengan

jarak ikatan 2.02, 1.92 Å dan Energi

Bebas Ikatan -7.89 kkal/mol,

Konstanta Inhibisi 1.63 µM (Tabel

3).

Hasil analisis interaksi santorizol

dengan enzim COX-1 menunjukkan

bahwa adanya ikatan hidrogen yang

kuat antara santorizol dengan

kantung ikatan COX-1 tetapi residu

asam amino yang berikatan berbeda

dengan ibuprofen, interaksi pada

ibuprofen didapatkan residu asam

amino Ala527, Arg120, Gly526,

Ile532, Met522, Phe518, Ser353,

Try355, Val116, Val349 pada

senyawa santorizol hasil residu asam

amino yang didapat adalah Val116,

Arg120, Val349, Leu352, Ser353,

Tyr355, Phe381, Leu384, Tyr385,

Page 20: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

16

Trp387, Phe518, Met522, Ile523,

Gly526, Ala527, Ser530, Leu531.

Hasil tersebut menunjukkan

bahwa santorizol mampu berinteraksi

dengan residu asam amino penting

pada kantung ikatan COX-1.

Meskipun terdapat perbedaan jenis

residu asam amino yang berikatan

dengan ibuprofen, namun ikatan

hidrogen yang terbentuk (gambar 5)

antara lain Tyr335 dengan jarak

1.917 Å pada atom O; Arg120

dengan jarak 2.019 Å yang

merupakan residu asam amino

penting pada sisi aktif enzim COX-1,

menunjukkan bahwa senyawa

santorizol memiliki aktivitas

antiinflamasi dengan menghambat

enzim COX-1.

Hasil docking senyawa santorizol

terhadap COX-2 menunjukkan

residu asam amino yang berinteraksi

antara lain : His75, Gln178, Val335,

Leu338, Ser339, Phe367, Leu370,

Tyr371, Trp373, Arg499, Ala502,

Ile503, Phe504, Met508, Val509,

Gly512, Ala513. Ikatan hidrogen

yang terbentuk antara lain dengan

Gln178 dengan jarak 2.06 Å; Leu338

dengan jarak 2.07 Å; Energi docking

-10.11 kkal/mol, dan Konstanta

inhibisi 0.295 µM (Tabel 4). Hasil

tersebut menunjukkan bahwa

santorizol dapat berikatan dengan

residu asam amino penting pada

kantung ikatan COX-2 (Leu338)

sebagaimana ikatannya dengan

celecoxib.

Simpulan

Santorizol memiliki aktivitas

sebagai antiinflamasi yang

ditunjukkan dari hasil docking

senyawa santorizol terhadap enzim

COX-1 dan COX-2. Santorizol dapat

berikatan dengan kantung ikatan

COX-1 dan COX-2, namun lebih

selektiv terhadap COX-2 dengan

nilai energi docking yang lebih kecil

dibandingkan pada interaksinya

terhadap COX-1.

Daftar Pustaka

1. Siswandono; Soekardjo, B.,

2000. Kimia Medisinal Jilid 1.

Pengembangan Obat. Surabaya:

Airlangga University Press, 1-28;

313-336.

2. Chol Seung Lim, Da-Qing

Jin, Hyejung Mok, Sang Jin

Oh, Jung Uk Lee, Jae Kwan

Hwang, Ilho Ha, Jung-Soo Han,

Antioxidant and

antiinflammatory activities of

santorizol in hippocampal

neurons and primary cultured

microglia, J Neurosci Res. 2005

Dec 15;82(6):831-8.

3. McAdam, B.F., Lawson, F.C.,

Mardini, I.A., Kapoor, S.,

Lawson, J.A., Fitzgerald, G.A.,

1999. Systemic Biosynthesis of

Prostacyclin by

Cyclooxygenase (COX-2): The

Human Pharmacology of

Selective Inhibitor of COX-2.

Proc Natl Acad Sci, 96(1):272-

277.

4. McAdam, B.F., Lawson, F.C.,

Mardini, I.A., Kapoor, S.,

Lawson, J.A., Fitzgerald, G.A.,

1999. Systemic Biosynthesis of

Prostacyclin by

Cyclooxygenase (COX-2): The

Human Pharmacology of

Selective Inhibitor of COX-2.

Proc Natl Acad Sci, 96(1):272-

277.

5. Rajakariar, R., Yaqoob, M.M.,

Gilroy, D.W., 2006. COX-2 in

Page 21: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

17

Inflammation and Resolution.

Mol interv, 6(4):199-207.

6. Zimmermann, K.C., M. Sarbia,

K. Schror, A.A. Weber., 1998.

Constitutive cyclooxygenase-2

expression in healthy human and

rabbit gastric mucosa. Mol

Pharmacol, 54(3):536-540.

7. Garrett M. Moris., 5 Nov 2012.

User guide AutoDock ver 4.2.

Automated Docking of Flexible

Ligands to Flexible Receptors :

1-11.

8. Selinsky BS, Gupta K, Sharkey

CT, Loll PJ, Structural analysis

of NSAID binding by

prostaglandin H2 synthase: time-

dependent and time-independent

inhibitors elicit identical enzyme

conformations, Biochem, 2001

May 1;40(17):5172-80.

9. Wang JL, Limburg D, Graneto

MJ, Springer J, Hamper JR, Liao

S, Pawlitz JL, Kurumbail

RG, Maziasz T, Talley JJ, Kiefer

JR, Carter J, The novel

benzopyran class of selective

cyclooxygenase-2 inhibitors. Part

2: the second clinical candidate

having a shorter and favorable

human half-life. Boorg. Med.

Chem. Lett. 2010, (20): 7159-

71632010

Page 22: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

18

Formulasi Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Beras Hitam (Oryza

sativa L.) dan Evaluasi Efektivitasnya sebagai Antikerut

Ardian Baitariza*, Sasanti Tarini Darijanto, Jessie Sofia Pamudji, Irda Fidrianny

Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung

[email protected]

Abstrak

Radikal bebas dalam tubuh dapat memicu terjadinya kerut. Salah satu upaya

mengatasi hal ini adalah dengan antioksidan. Beras hitam telah terbukti memiliki

efek antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan sediaan mikroemulsi

ekstrak beras hitam yang stabil dan memiliki efek anti kerut. Penelitian diawali

dengan melakukan uji daya antioksidan ekstrak beras hitam secara in vitro

terhadap DPPH. Kemudian dilakukan optimasi terhadap basis sediaan

mikroemulsi. Basis yang optimal lalu diformulasikan dengan ekstrak beras hitam.

Terhadap sediaan mikroemulsi ekstrak beras hitam dilakukan uji stabilitas fisika

kimia dan uji efek anti kerut. Hasil menunjukkan bahwa formula mikroemulsi

ekstrak beras hitam yang stabil memiliki komposisi ekstrak beras hitam 4%, VCO

28,8%, Croduret-50-SS 28,8%, gliserin 28,8%, dan dapar sitrat fosfat pH 3,0

9,6%. Efektivitas anti kerut ekstrak beras hitam dalam sediaan mikroemulsi lebih

besar daripada dalam sediaan emulsi. Penurunan rata-rata level kerut oleh

mikroemulsi ekstrak beras hitam adalah 44,46% ± 19,7%, sedangkan oleh emulsi

ekstrak beras hitam adalah 36,6% ± 19,5%.

Kata kunci : Beras hitam, mikroemulsi, antikerut

Formulation and Evaluation of Anti-wrinkle Effect

Black Rice Extract (Oryza sativa L.) Microemulsion

Abstract

Free radicals in the body can lead to wrinkle. The use of antioxidants can prevent

wrinkle. Black rice known to have an antioxidant effect. The purpose of this study

is to get a microemulsion preparation of black rice extract that stable and has anti-

wrinkle effect. Research was started by antioxidant power test in vitro against

DPPH, then the optimization of the microemulsion preparation base. The

optimum base formula then formulated with black rice extract. Then tested the

chemical and physical stability test, also anti-wrinkle effect. The results showed

that black rice extract microemulsion has composition as black rice extract of 4%,

VCO of 28,8%, Croduret-50-SS of 28,8%, glycerol of 28.8%, and citrate-

phosphate buffer pH 3,0 of 9,6%. The anti-wrinkle effectivity of black rice extract

in microemulsion form was more than in emulsion form. The average decrease of

wrinkle level by black rice extract microemulsion was 44,46% ± 19.7%, and by

black rice extract emulsion was 36.6% ± 19.5%.

Keywords : Black rice, microemulsion, anti-wrinkle

Page 23: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

19

Pendahuluan

Kerut pada kulit merupakan salah

satu tanda penuaan dini, dimana

terjadi pengurangan jumlah kolagen

dan elastin pada dermis, sehingga

bagian epidermis mengalami

penurunan tekstur. Faktor pemicunya

adalah senyawa radikal bebas.

Ekstrak beras hitam telah terbukti

memiliki efek antioksidan. Hasil

penelitian Park (2008) menunjukan

bahwa ekstrak beras hitam dapat

menghambat peroksidasi asam

linoleat, meredam radikal DPPH,

meredam anion radikal superoksida,

dan meredam hidogen peroksida. 1,2

Penggunaan ekstrak beras hitam

ini memerlukan sistem penghantaran

yang baik, guna mencapai efek yang

optimum. Salah satunya adalah

bentuk sediaan mikroemulsi. Sistem

ini merupakan suatu emulsi dengan

ukuran globul yang sangat kecil,

yaitu sekitar 50 sampai 200 nm.

Dengan ukuran tersebut, globul dapat

terpenetrasi baik hingga menembus

epidermis.3 Sehingga ekstrak beras

hitam yang terlarut dalam globul itu

pun akan banyak berpenetrasi, yang

dapat menyebabkan meningkatnya

efektivitas antioksidan di dalam

epidermis.4

Tujuan dari penelitian ini adalah

mendapatkan sediaan mikroemulsi

ekstrak beras hitam yang stabil dan

memiliki efek anti kerut.

Metode

Alat

Timbangan analitik (Toledo),

spektrofotometer tipe UV/VIS

(Beckman), pengaduk elektrik

(IKA), viskometer (Brookfield DV-

I), pH meter (Beckman), sentrifuga

(Hettich EBA 85), particle size

analyser (delsaTM

Nano C, Beckman

Coulter), mikroskop digital (Dino

Lite), dan alat gelas laboratorium.

Bahan

Ekstrak beras hitam (Nanjing

Zelang Medical Technology Co.,

Ltd.), aquadest, kloroform, HCl,

butanol, asam asetat, silika GF 254,

DPPH, asam askorbat, minyak beras,

VCO, croduret-50-SS, gliserin,

etanol, sorbitol, propilen glikol, asam

sitrat, Na2HPO4.

Uji Daya Antioksidan In Vitro

Ekstrak Beras Hitam

Ekstrak beras hitam dibuat dalam

bentuk larutan pada berbagai nilai

konsentrasi, yakni 20, 40, 60, 80, dan

100 bpj. Sejumlah 1 ml larutan

sampel dicampurkan dengan 1 mL

larutan DPPH 50 bpj. Campuran

diinkubasi pada suhu kamar selama

tiga jam. Absorbansi DPPH dalam

larutan sampel diukur pada panjang

gelombang maksimumnya, yaitu .

Persen (%) peredaman DPPH oleh

ekstrak dapat dihitung. Kemudian

kurva persen (%) peredaman DPPH

terhadap konsentrasi ekstrak beras

hitam dibuat. Nilai IC50 ekstrak beras

hitam dapat ditentukan dari

persamaan linier kurva.

Bahan standar pembanding uji

yang digunakan adalah asam

askorbat. Asam askorbat dibuat

dalam bentuk larutan pada berbagai

nilai konsentrasi, yakni 2, 4, 6, 8, dan

10 bpj. Sejumlah 1 ml larutan asam

askorbat dicampurkan dengan 1 mL

larutan DPPH 50 bpj. Campuran

diinkubasi pada suhu kamar selama

tiga jam. Absorbansi DPPH dalam

larutan standar diukur pada panjang

gelombang maksimum dari DPPH.

Page 24: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

20

Persen (%) peredaman DPPH oleh

asam askorbat dapat dihitung.

Kemudian kurva persen (%)

peredaman DPPH terhadap

konsentrasi asam askorbat dibuat.

Nilai IC50 asam askorbat dapat

ditentukan dari persamaan linier

kurva.

Optimasi Basis Mikroemulsi

Penentuan komposisi basis

mikroemulsi yang optimum diawali

dari penentuan fase minyak. Minyak

beras dan VCO dipilih sebagai

kandidat fase minyak. Masing-

masing minyak diformulasikan

dengan surfaktan Croduret-50-SS

pada berbagai konsentrasi untuk

membentuk mikroemulsi tipe a/m.

Minyak yang dipilih adalah minyak

yang memerlukan konsentrasi

surfaktan terendah untuk dapat

membentuk mikroemulsi tipe a/m.5

Tahap optimasi selanjutnya yaitu

penentuan kosurfaktan. Etanol,

gliserin, propilenglikol, dan sorbitol,

dipilih sebagai kandidat kosurfaktan.

Masing-masing bahan tersebut

diformulasikan dengan fase minyak

terpilih dan surfaktan Croduret-50-

SS. Bahan yang dapat menghasilkan

sediaan yang jernih dipilih sebagai

kosurfaktan.

Tahap optimasi yang terakhir

adalah penentuan komposisi

optimum dari surfaktan dan

kosurfaktan. Formula mikroemulsi

dengan konsentrasi surfaktan

terendah ditetapkan sebagai basis.

Pembuatan Diagram

Pseudoternary Formula basis mikroemulsi yang

telah ditentukan dipetakan dalam

diagram tiga fasa. Caranya yaitu

membuat formulasi mikroemulsi

pada berbagai komposisi jumlah

minyak, air, surfaktan-kosurfaktan.

Kemudian, daerah mikroemulsi

dapat ditentukan.

Pembuatan Mikroemulsi Ekstrak

Beras Hitam

Fase minyak yang terdiri dari

Croduret-50-SS dan minyak terpilih

dicampurkan dan dipanaskan pada

suhu 500C. Fase air yang terdiri dari

dapar sitrat-fosfat pH 3, gliserin, dan

ekstrak beras hitam dicampurkan dan

dipanaskan pada suhu 500C. Fase air

dan fase minyak kemudian

dicampurkan dan diaduk pada 200

rpm selama 10 menit hingga

terbentuk mikroemulsi.

Evaluasi Sediaan Mikroemulsi

Ekstrak Beras Hitam

Uji stabilitas sediaan yang

dilakukan meliputi freeze-thaw,

sentrifugasi, viskositas, pH, dan daya

antioksidan in vitro.

Evaluasi Efek Anti Kerut

Mikroemulsi Ekstrak Beras Hitam

Evaluasi dilakukan terhadap

sukarelawan dengan kriteria usia 40

tahun ke atas. Pada awalnya

dilakukan pemeriksaan level kerut

pada semua sukarelawan dengan

menggunakan metode video

dermatoscope. Kemudian kepada

sukarelawan diberi tiga perlakuan

aplikasi topikal, yakni mikroemulsi

ekstrak beras hitam, basis

mikroemulsi, serta emulsi ekstrak

beras hitam. Perlakuan dilakukan

selama 15 hari. Pada akhir masa

perlakuan, pemeriksaan level kerut

sukarelawan dilakukan kembali. Dari

hasil pemeriksaan ini dapat dihitung

persentase penurunan level kerut

sukarelawan, serta perbedaan

Page 25: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

21

penurunan level kerut sukarelawan di

antara tiga perlakuan aplikasi topikal.

Hasil

Gambar 1 Kurva % peredaman

DPPH terhadap konsentrasi ekstrak

beras hitam

Gambar 2 Kurva % peredaman PPH

terhadap konsentrasi asam askorbat

Tabel 2 Optimasi Jenis Kosurfaktan

Bahan Formula (%)

V5 V6 V7 V8

VCO 30 30 30 30

Air 10 10 10 10

Croduret-

50-SS

30 30 30 30

Etanol 30 - - -

Gliserin - 30 - -

Propilen

glikol

- - 30 -

Sorbitol - - - 30

Hasil K J K K

Keterangan : K (Keruh), J (Jernih),

- (tidak ada)

Tabel 3 Optimasi Rasio

Surfaktan/Kosurfaktan

Bahan

Formula (%)

V9 V10 V11 V12 V6

5 : 1 4 : 1 3 : 1 2 : 1 1 : 1

VCO 40 40 40 30 30

Air 10 10 10 10 10

Croduret 41,7 40 37,5 40 30

Gliserin 8,3 10 12,5 20 30

Hasil J J K J J

Keterangan : K (Keruh), J (Jernih)

Tabel 1 Optimasi Fase Minyak untuk Basis Mikroemulsi

Bahan

Formula (%)

MB

1

MB

2

MB

3

MB4 V1 V2 V3 V4

Minyak

beras

50 40 30 20 - - - -

VCO - - - - 50 40 30 20

Air 10 10 10 10 10 10 10 10

Croduret 40 50 60 70 40 50 60 70

Hasil K K J J K J J J

Keterangan : MB (minyak beras), V (VCO), K (Keruh), J (Jernih), - (tidak ada)

Page 26: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

22

Tabel 4 Formula Mikroemulsi

Ekstrak Beras Hitam

Bahan Formula (%)

ME

Ekstrak Beras

Hitam

4

VCO 28,8

Dapar sitrat-fosfat

pH 3

9,6

Croduret-50-SS 28,8

Gliserin 28,8

Keterangan : ME (mikroemulsi

ekstrak beras hitam)

Gambar 3 Diagram tiga fasa

ket. : p25 (pH sediaan pada suhu

250C),

p40 (pH sediaan pada suhu

400C)

Gambar 4 Grafik pH sediaan pada

uji stabilitas

ket. : V25 (viskositas sediaan pada

suhu 250C),

V40 (viskositas sediaan pada

suhu 400C)

Gambar 5 Grafik viskositas sediaan

pada uji stabilitas

Page 27: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

23

ket. : D25 (daya antioksidan pada

suhu 250C),

D40 (daya antioksidan

pada suhu 400C)

Gambar 6 Grafik daya antioksidan

in vitro sediaan pada uji stabilitas

Tabel 5 Data Penurunan Level Kerut

Sukarelawan

Sukarelawan

Penurunan level kerut

(%)

ME BM EE

1 39,08 24,22 31,82

2 48,40 21,25 57,63

3 69,76 26,84 39,75

4 51,30 18,7 0,00

5 64,20 0,00 55,6

6 33,14 26,73 17,74

7 0,00 0,00 45,33

8 46,36 0,00 36,31

9 58,16 7,48 20,95

10 34,16 30,5 60,92

rata-rata 44,46

±

19,7

15,57

±

12,4

36,6

±

19,5

ket. : ME (mikroemulsi ekstrak beras

hitam), BM (basis

mikroemulsi), EE (emulsi

ekstrak beras hitam)

Pembahasan

Ekstrak beras hitam telah diuji

daya antioksidannya terhadap DPPH.

Nilai IC50 ekstrak terhadap DPPH

adalah 41,5 bpj. Sedangkan, nilai

IC50 standar asam askorbat terhadap

DPPH adalah 9,3 bpj.

Optimasi basis mikroemulsi

menunjukkan hasil bahwa fase

minyak yang dipilih adalah VCO,

kosurfaktan yang dipilih adalah

gliserin. Rasio surfaktan/kosurfaktan

yang dipilih adalah 1 : 1. Hasil

optimasi ini berdasar pada parameter

organoleptis sediaan, yaitu

kejernihan.

Hasil penentuan fase minyak

menunjukkan VCO lebih sedikit

membutuhkan surfaktan Croduret-

50-SS agar membentuk mikroemulsi

daripada minyak beras. VCO dipilih

sebagai fase minyak sediaan

mikroemulsi. Formula-formula yang

dioptimasi untuk memilih fase

minyak dapat dilihat pada Tabel 1.

Pada penentuan kosurfaktan

didapatkan hasil bahwa gliserin

menghasilkan mikroemulsi yang

jernih. Formula-formula yang

dioptimasi dalam menentukan

kosurfaktan dapat dilihat pada Tabel

2.

Tahap optimasi terakhir

menunjukkan bahwa rasio surfaktan :

kosurfaktan yang optimum adalah 1 :

1. Rasio ini dipilih karena jumlah

surfaktan yang dipakai bernilai

terendah dalam membentuk sediaan

mikroemulsi.

Pemetaan diagram tiga fasa telah

dibuat terhadap formula mikroemulsi

optimum. Diagram tiga fasa ini dapat

dilihat pada Gambar 3. Daerah

mikroemulsi pada diagram tiga fasa

ditunjukkan oleh titik-titik hijau.

Dari diagram ini dapat dilihat bahwa

daerah mikroemulsi terdapat pada

jumlah air yang kecil dan jumlah

minyak yang lebih besar. Ini

menunjukkan bahwa surfaktan

Croduret-50-SS merupakan jenis

Page 28: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

24

surfaktan pembentuk emulsi tipe

a/m.

Formulasi ekstrak beras hitam

kemudian dilakukan terhadap basis

mikroemulsi optimum. Formula

lengkapnya dapat dilihat pada Tabel

4.

Mikroemulsi ekstrak beras hitam

kemudian diuji stabilitas fisiko-

kimianya berdasarkan uji freeze

thaw, sentrifugasi, pH, viskositas,

dan daya antioksidan in vitro. Hasil

menunjukkan bahwa mikroemulsi

ekstrak beras hitam stabil selama 6

siklus uji freeze thaw, stabil selama 5

jam sentrifugasi, stabil pada nilai pH

dan daya antioksidan in vitro, serta

mengalami kenaikan pada nilai

viskositas.6

Evaluasi efek anti kerut

mikroemulsi ekstrak beras hitam

dilakukan pada 10 orang

sukarelawan. Hasil evaluasi efek ini

dibandingkan dengan efek anti kerut

basis mikroemulsi dan emulsi

ekstrak beras hitam. Persen

penurunan level kerut diperoleh di

antara tiga perlakuan topikal, dengan

hasil seperti dapat dilihat pada Tabel

5.

Berdasarkan ANOVA desain

acak sempurna, terdapat perbedaan

bermakna (α = 0,05) pada nilai

penurunan level kerut sepuluh

sukarelawan di antara tiga perlakuan.

Sediaan yang paling banyak

mengurangi level kerut (rougness)

adalah mikroemulsi ekstrak beras

hitam, kemudian emulsi ekstrak

beras hitam, dan terakhir basis

mikroemulsi.

Pada bentuk sediaan

mikroemulsi, globul-globul yang

berisi senyawa aktif ekstrak

berukuran kecil, sehingga mampu

berpenetrasi menembus epidermis

menghantarkan senyawa aktif.

Akibatnya efektivitas antioksidan

senyawa aktif dalam epidermis pun

menjadi meningkat. Faktor lain yang

menentukan adalah tingginya jumlah

surfaktan dalam mikroemulsi,

sehingga dapat menjadi peningkat

penetrasi bagi zat aktif.

Simpulan

Formula sediaan mikroemulsi

ekstrak beras hitam terbaik adalah

ekstrak beras hitam 4%, Croduret-

50-SS 28.8%, gliserin 28.8%, VCO

28.8%, dapar sitrat-fosfat pH 3 9,6%,

yang bersifat stabil berdasarkan hasil

uji freeze thaw, sentrifugasi, pH, dan

daya antioksidan in vitro. Adapun

nilai viskositas sediaan mengalami

kenaikan selama penyimpanan pada

suhu kamar.

Bentuk sediaan mikroemulsi

ekstrak beras hitam memiliki

efektivitas anti kerut yang paling

tinggi dibandingkan dengan basis

mikroemulsi dan emulsi ekstrak

beras hitam.

Daftar Pustaka

1. Park, Y, Sam., S, Joong Kim., H,

Ihl Chang., 2008, Isolation of

Abthocyanin from Black Rice and

Screening of its Antioxidant

Activities, Kor. J. Microbiol.

Biotechnol., Vol 36, No. 1, 1, 3

2. Swasti, 2007, Aktivitas

antioksidan antosianin beras

hitam dalam Low-Density

Lipoprotein (LDL) plasma darah

manusia secara in vitro, Thesis.

UGM : Yogyakarta

3. Kreilgaard, M., 2002, Influence of

microemulsions on cutaneous

Page 29: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

25

drug delivery, in Bull Tech Gatte,

No 95, 79

4. Ichihashi, M., 2009, Photoaging

of the skin, Japan Soc Anti-aging

med., 6, 52-53

5. Kyoung, J., Joong Kim, S., Young

Imm, J., 2006, Antioxidative

effects of crude anthocyanins in

water in oil microemulsion

system, Food Sci. Biotechnol.,

Vol 15, 2

6. Prince, L.M., 1977,

Microemulsions. Theory and

Practice., Academic Press, Inc.,

New York, 3, 7, 11-13, 17, 101

7. Lawrence, M. Jayne., Rees,

Gareth D., 2000, Microemulsion-

based media as novel drug

delivery systems, Adv Drug Del

Rev , 45, 2 – 7

Page 30: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

26

Pemanfaatan Tanaman Eceng-Ecengan (Ponteridaceae) sebagai

Agen Fitoremediasi dalam Pengolahan Limbah Krom Industri

Penyamakan Kulit

Yola Desnera Putri1*

, Holis Abd. Holik2, Ida Musfiroh

2

1Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia

2Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

[email protected]

Abstrak

Permasalahan pencemaran air yang disebabkan oleh limbah krom industri

penyamakan kulit di kawasan Sukaregang, Kabupaten Garut perlu diolah dengan

teknik fitoremediasi dengan tanaman dari famili Pontederiaceae. Penelitian ini

perlu dilakukan untuk mengetahui kadar penyerapan tanaman eceng-ecengan dan

menentukan eceng mana yang paling efektif menyerap krom. Penelitian ini

dilakukan dengan tahap pengumpulan bahan dan determinasi tanaman eceng –

ecengan, pengolahan limbah dengan fitoremediasi selama 21 hari, dan analisis

kadar krom dengan spektrofotometer serapan atom. Kapasitas penyerapan

Eichhornia crassipes solm, Heteranthera peduncularis dan Monochoria vaginalis

adalah 1,5395; 0,5728; dan 0,1057 µg/gr. Berdasarkan uji Duncan, disimpulkan

bahwa Eichhornia crassipes solm merupakan tanaman eceng paling efektif yang

memiliki kemampuan paling tinggi dalam menyerap logam krom limbah

penyamakan kulit.

Kata kunci: Fitoremediasi, krom, Eichhornia crassipes solm, Heteranthera

peduncularis, Monochoria vaginalis

Utilization of Pontederiaceae as Phytoremediation Agent in

Chrome Waste Treatment of Leather Tanning Industry

Abstract

Water pollution caused by waste chrome leather tanning industry at Sukaregang,

Garut Regency should be done by phytoremediation technique using plants from

Pontederiaceae family. This research needs to know the level of absorption of

Pontederiaceae plants and determine which one is the most effective to absorb

chrome. The phase of this research is by gathering materials and determination of

the Pontederiaceae plants, waste treatment with phytoremediation in 21 days, and

analysis of chromium levels with an atomic absorption spectrophotometer. The

absorption capacity of Eichhornia crassipes solm, Heteranthera peduncularis and

Monochoria vaginalis are 1.5395; 0.5728, and 0.1057 µg / gr. Based on the

Duncan test, it is concluded that Eichhornia crassipes solm is the most effective

among them with the highest ability to absorb metal chrome tannery wastes.

Key words: Phytoremediation, chrome, Eichhornia crassipes solm,

Heteranthera peduncularis, Monochoria vaginalis

Page 31: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

27

Pendahuluan

Permasalahan pencemaran air

yang disebabkan oleh industri

penyamakan kulit di kawasan

Sukaregang Kabupaten Garut terus

menjadi sorotan berbagai pihak.

Industri ini menggunakan krom (Cr)

dalam proses untuk memperoleh

kulit tersamak. Krom tersebut tidak

semuanya dapat diserap oleh kulit

sehingga menghasilkan limbah krom

yang terbukti sudah mencemari

Sungai Cigulampeng dan Sungai

Ciwalen.1,2

Oleh karena itu, diperlukan teknik

pengolahan limbah yang tepat,

praktis, dan murah untuk menangani

pencemaran air oleh logam Cr

tesebut . Pengolahan limbah industri

yang sedang berkembang pesat

adalah teknik fitoremediasi.

Fitoremediasi (phytoremediation)

merupakan suatu sistem tanaman

tertentu bekerjasama dengan

mikroorganisme dalam media (tanah,

koral dan air) dapat mengubah zat

kontaminan (pencemar/polutan)

menjadi kurang atau tidak berbahaya

bahkan menjadi bahan yang berguna

secara ekonomi.3

Penentuan tanaman yang dapat

digunakan pada penelitian

fitoremediasi dipilih tanaman yang

mempunyai sifat cepat tumbuh,

mampu mengkonsumsi air dalam

jumlah yang banyak pada waktu

yang singkat, mampu meremediasi

lebih dari satu polutan, dan toleransi

yang tinggi terhadap polutan.4

Pada beberapa penelitian di

lapangan memperlihatkan

kemampuan tanaman eceng gondok

dalam menyerap Cr cukup baik,

tetapi belum diketahui seberapa

besar kapasitas kemampuan tanaman

tersebut dalam menyerap Cr. Selain

eceng gondok, famili Pontederiaceae

lain seperti Monochoria vaginalis

dan Heteranthera peduncularis juga

memiliki kemampuan dalam

menyerap logam berat tertentu.

Penelitian Julius (2010) menyatakan

bahwa tanaman Monochoria

vaginalis mampu menyerap logam

berat merkuri (Hg) dan Zn.

Heteranthera peduncularis yang

sering dikenal sebagai Heteranthera

reniformis, selain berfungsi sebagai

indikator hama juga memiliki

kemampuan dalam menyerap logam

berat. Walaupun ketiga jenis eceng

tersebut mampu menyerap logam

berat cukup baik, tetapi belum

diketahui seberapa besar kapasitas

kemampuan tanaman tersebut dalam

menyerap logam krom. 5,6,7

Mekanisme kerja fitoremediasi

tanaman eceng-ecengan ini bersifat

rizofiltrasi dan fitoekstraksi.

Fitoekstraksi merupakan penyerapan

polutan oleh tanaman dari air atau

tanah dan kemudian diakumulasi/

disimpan didalam tanaman (daun

atau batang), tanaman seperti itu

disebut dengan hiperakumulator.

Setelah polutan terakumulasi,

tanaman bisa dipanen dan tanaman

tersebut tidak boleh dikonsumsi

tetapi harus di musnahkan dengan

insinerator. Proses penyerapan

polutan pada fitoekstraksi ini

mengikut aliran air seperti gambar 1.

Mekanisme ini terjadi ketika akar

tumbuhan mengabsorpsi larutan

polutan sekitar akar ke dalam akar,

yang selanjutnya ditranslokasi ke

dalam organ tumbuhan melalui

pembuluh xylem. Proses ini cocok

digunakan untuk dekontaminasi zat-

zat anorganik seperti logam-logam

berat.9,10

Page 32: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

28

Gambar 1 Skematik aliran oksigen, karbondioksida, air dan zat kimia pada

tanaman.7

Metode

Tahap awal analisis logam krom

pada sampel biologis adalah proses

destruksi untuk merusak bahan-

bahan organik. Sampel tanaman

Ponteridaceae didestruksi basah

dengan kombinasi pelarut asam kuat,

misalnya asam nitrat sebagai

oksidator yang dikombinasikan

dengan pengoksida lain seperti asam

sulfat, asam perklorat, dan hidrogen

peroksida. Sampel diukur dengan

SSA (Spektrofotometri Serapan

Atom) Atom-atom akan menyerap

cahaya pada panjang gelombang

357,9 nm untuk unsur krom.

Pengumpulan Bahan dan

Determinasi Tanaman Eceng-

Ecengan

Tanaman eceng-ecengan yang

digunakan merupakan spesies

Eichhornia crassipes Solms,

Heteranthera peduncularis, dan

Monochoria vaginalis yang

diperoleh dari Cisaranten, Bandung.

Determinasi tanaman dilakukan di

Laboratorium Taksonomi

Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas

MIPA, Universitas Padjadjaran.

Pengambilan cuplikan lumpur

dilakukan dengan ayakan mesh 80.

Lumpur yang diambil memiliki

tekstur lempung/ lanau yang

dibersihkan dari sisa tumbuhan dan

lumut yang mungkin terikut

Cuplikan limbah diambil dari

industri penyamakan kulit di Desa

Sukaregang, Kabupaten Garut.

Limbah yang diambil merupakan

limbah yang telah mengalami

pengenceran.

Pengolahan Limbah dengan

Fitoremediasi Tanaman Eceng-

Ecengan

Pengukuran Kadar Krom

Awal Tanaman Eceng-Ecengan.8

Tanaman eceng-ecengan dipotong,

dikeringkan di oven suhu 60OC, lalu

ditimbang lebih kurang 0,2 gram.

Page 33: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

29

Kemudian didestruksi dengan

penambahan 5 ml asam nitrat pekat

dan asam peroksida secara berulang-

ulang hingga ada gelembung dan

larutan jernih. Hasil destruksi

dianalisis dengan SSA pada panjang

gelombang 357,9 nm.

Pengukuran Kadar Krom

Awal Lumpur. Lumpur dibersihkan

dari akar tanaman dan pengotor

lainnya. Lumpur ditimbang 0,5 gram

lalu didestruksi dengan metode basah

dengan penambahan campuran 5 ml

asam flourida pekat dan 2 ml asam

perklorat pekat, panaskan hingga

kemerahan di teflon 50 ml.

Kemudian ditambahkan 7,5 ml asam

klorida, 1,5 ml asam nitrat, dan add

aquadest hingga setengah Teflon,

panaskan hingga semua larut. Hasil

destruksi dianalisis dengan

menggunakan SSA pada panjang

gelombang 357,9 nm.

Pengukuran Kadar Krom

Awal Limbah. 100 ml limbah krom

disaring, kemudian didestruksi

dengan asam nitrat pekat. Campuran

tersebut dipanaskan sampai volume

kering 10 ml yang ditandai dengan

residu putih pucat. Hasil destruksi

dianalisis dengan menggunakan SSA

pada panjang gelombang 357,9 nm.

Penanaman Tanaman Eceng-

Ecengan

Penanaman tanaman eceng ecengan

dilakukan dalam media lumpur

dalam pot berdiameter 20 cm.

Proses Aklimatisasi.

Aklimatisasi bertujuan untuk

penyesuaian diri tanaman eceng

gondok dalam lingkungan

laboratorium. Tanaman eceng-

ecengan diaklimatisasi selama satu

minggu. Setelah masa aklimatisasi

berakhir, sampel tanaman eceng-

ecengan yang akan diuji dipilih yang

benar-benar sehat.

Fitoremediasi Tanaman Eceng-

Ecengan. Setelah proses

aklimatisasi, dilakukan proses

fotoremediasi limbah krom terhadap

tanaman eceng-ecengan selama 21

hari. Tanaman eceng-ecengan

ditambahkan 10 ml limbah krom

setiap harinya selama 21 hari.

Kurva kalibrasi

Diawali dengan penyiapan

larutan baku kemudian pembuatan

kurva baku. Metode analisis yang

digunakan adalah metode kurva

kalibrasi. Dalam metode ini dibuat

suatu seri larutan standar dengan

berbagai konsentrasi dan absorbansi

dari larutan tersebut diukur dengan

SSA

Analisis Kadar Krom dalam

Limbah

Pengukuran kandungan krom

total pada tanaman eceng-ecengan

dilakukan pada hari ke-7,14, dan 21

hari menggunakan SSA pada

panjang gelombang 357,9 nm.

Analisis Data

Data penyerapan limbah krom

oleh tanaman eceng-ecengan pada

hari ke-7, 14, dan 21 hari dianalisis

secara statistik berdasarkan analisis

varians (ANAVA) Rancangan Acak

Lengkap (RAL) berdasar Tests Of

Between-Subjects Effects dan uji

Duncan.

Hasil

Pengukuran kadar krom awal

dilakukan terhadap tanaman eceng-

ecengan, lumpur dan limbah.

Page 34: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

30

Pengukuran ini bertujuan untuk

mengetahui konsentrasi krom awal

dari masing-masing spesies. Tahapan

dari pengukuran ini adalah preparasi

dan pengukuran dengan SSA.

Preparasi cuplikan sangat

menentukan keberhasilan analisis

SSA. Preparasi yang digunakan

adalah metode destruksi basah.8

Preparasi cuplikan dengan destruksi

basah menggunakan campuran asam

kuat untuk mendestruksi senyawa

organik dan bahan lain dalam

cuplikan. Pemilihan asam

pengoksidasi harus diperhatikan

untuk mempermudah dan

mempercepat proses oksidasi dan

mencegah hilangnya unsur-unsur

analit yang akan diukur.

Tabel 1 Hasil Pengukuran Kadar Krom Awal Tanaman Eceng-Ecengan,

Lumpur, Dan Limbah

Sampel Kadar (ppm)

Batang dan Daun Akar

Eichhornia crassipes Solm

Heteranthera peduncularis

Monochoria vaginalis

3,08

1,1

5,69

1,88

8,6

25,83

Lumpur

Limbah

61,44

1468

Tanaman dari eceng-ecengan

merupakan tanaman yang cepat

beradaptasi dengan lingkungan.9

Berdasarkan penelitian, tanaman

eceng-ecengan dapat beradaptasi

dengan lingkungan setelah 24 jam.

Tanaman yang telah beradaptasi

memiliki ciri-ciri batangnya tegak

dan munculnya tunas baru.

Sumber nyala yang dipakai

adalah campuran asetilen-udara

karena pembentukan oksida dari

logam pengganggu dapat

diminimalkan sehingga

meningkatkan sensitivitas

pengukuran.

Hasil pengukuran krom tanaman

eceng-ecengan setelah proses

fitoremediasi selama 21 hari dapat

dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Pengukuran Kadar Krom Tanaman Eceng-Ecengan Setelah

Fitoremediasi

Jenis eceng Hari ke 7 (µg/g) Hari 14 (µg/g) Hari 21 (µg/g)

Batang

+

daun

Akar Batang+

Daun

Akar Batang+

daun

Akar

Eichhornia

crassipes

0,448

0,326

0,387

1,626

0,551

1,089

0,016

0,016

0,042

0,301

0,489

0,0604

0,297

0,105

0,157

0,5611

0,531

0,252

Page 35: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

31

Heteranthera

peduncularis

0,11

2,74

1,43

1,92

2,85

2,38

0,12

0,03

0,061

0,15

0,069

0,134

- -

Monochoria

vaginalis

1,98

1,48

1,73

2,99

1,449

2,22

2,48

0,991

0,109

2,776

1,665

0,797

- -

Penyerapan eceng Heteranthera

peduncularis dan Monochoria

vaginalis pada hari ke-21 tidak ada

karena kedua eceng tersebut telah

mati pada hari ke-14. Eceng tersebut

mati karena akumulasi limbah krom

yang sangat tinggi dalam tubuhnya.

Data yang diperoleh

dianalisis berdasarkan analisis

varians (ANAVA) Rancangan Acak

Lengkap dengan program SPSS.

Berdasarkan hasil analisis variansi

data, diperoleh daftar ANAVA seperti

yang tertera pada tabel 3 dan 4.

Tabel 3 Hasil ANAVA

Pengukuran

A B C

Batang

dan Daun

Akar Batang

dan Daun

Akar Batang

dan Daun

Akar

(1) 0,387 1,090 0,025 0,285 0,186 0,448

(2) 1,427 2,383 0,070 0,118 0,000 0,000

(3) 1,730 2,220 1,193 1,746 0,000 0,000

Keterangan:

(1) = Hari ke- 7 A = Eichhornia crassipes

(2) = Hari ke- 14 B = Monochoria vaginalis

(3) = Hari ke- 21 C = Heteranthera peduncularis

Tabel 4 Daftar ANAVA Berdasar Tests Of Between-Subjects Effects

Source

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected Model 7,322(a) 5 1,464 3,803 ,027

Intercept 9,839 1 9,839 25,550 ,000

Jenis_Eceng 6,417 2 3,209 8,332 ,005

Jenis_Eceng *

Bagian ,310 2 ,155 ,402 ,677

Error 4,621 12 ,385

Total 21,782 18

Corrected Total 11,943 17

Page 36: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

32

Pembahasan

Berdasarkan tabel ANAVA Tests

Of Between-Subjects Effects

diperoleh nilai Pvalue jenis eceng

(0,005) yang lebih kecil dari taraf

signifikansi (0,05). Dengan

demikian pengujian menunjukan

hasil yang signifikan (Ho ditolak).

Hal ini berarti terdapat perbedaan

yang nyata dari setiap jenis tanaman

eceng-ecengan terhadap logam krom

limbah penyamakan kulit.

Oleh karena hasil ANAVA

menunjukan adanya perbedaan

kemampuan menyerap secara

signifikan maka dilanjutkan dengan

analisis uji Duncan. Analisis uji ini

dilakukan untuk mengetahui tanaman

mana saja yang memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap

logam krom limbah penyamakan

kulit.

Berikut disajikan hasil dari uji

Duncan untuk menunjukan

perbedaan kemampuan menyerap

tanaman eceng-ecengan terhadap

logam krom limbah penyamakan

kulit.

Tabel 5 Hasil Uji Duncan

Jenis Subset

N 1 2

Monochoria

vaginalis

Heteranthera

peduncularis

Eichhornia

crassipes solm

Sig

6

6

6

0,1057

0,5728

0,217

1,5395

1,000

Tabel diatas menggambarkan

bahwa tanaman eceng-ecengan

Monochoria vaginalis dan

Heteranthera peduncularis

memberikan hasil penyerapan yang

sama. Hal ini dapat dilihat dengan

terkelompoknya didalam subset 1.10

Sementara itu, tanaman eceng

Eichhornia crassipes solm

memberikan efek penyerapan yang

berbeda dengan tanaman eceng

lainnya.10, 11

Selain itu, juga dapat

disimpulkan bahwa tanaman eceng

Eichhornia crassipes solm (A)

merupakan tanaman eceng yang

memiliki kemampuan paling tinggi

dalam penyerapan tanaman eceng-

ecengan terhadap logam krom

limbah penyamakan kulit. Hal ini

dapat dilihat dari nilai rata-rata

penyerapannya sebesar 1,5395 µg/gr

yang lebih besar dari tanaman eceng

yang lainnya.

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa tanaman eceng-ecengan dapat

berperan sebagai agen fitoremediasi

terhadap limbah krom penyamakan

kulit dengan kapasitas penyerapan

Eichhornia crassipes solm,

Heteranthera peduncularis dan

Page 37: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

33

Monochoria vaginalis adalah 1,5395;

0,5728; dan 0,1057 µg/gr.

Berdasarkan uji statistik, dapat

disimpulkan bahwa Eichhornia

crassipes solm merupakan tanaman

eceng paling efektif yang memiliki

kemampuan paling tinggi dan

penyerapannya terhadap logam krom

limbah penyamakan kulit efektif

selama tujuh hari.

Daftar Pustaka

1. Kelly.E.B. 1997. Ground Water

Polution: Phytoremediation.

Available at: http://

www.cee.vt.edu/program_areas

/enviromental/teach/gwprimer

/phyto/phyto/htm. [Diakses

tanggal 17 Januari 2011].

2. Skoog, D.A. 1985. Principles of

Instrumental Analysis, 3rd ed.

Philadelphia Saunders College

Publ. 251-286.

3. Departemen Permukiman dan

Prasarana Wilayah Jakarta, 2003.

Fitoremediasi. Available at:

http://digilib-

ampl.net/file/pdf/fitoremediasi.pd

f. [Diakses tanggal 17 Januari

2011].

4. Wesley M.Johnson & John

A.Maxwell. 1981. Rock And

Mineral Analysis.Second Edition.

New York. Interscience

Publication. 93-105.

5. Gholib, I.G. dan A.Rohman.

2007. Kimia Farmasi Analisis.

Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

298-310.

6. Jadia, C. dan M.H Fulekar. 2008.

Phytoremediation of Heavy

Metals : Recent Techniques

[Review jurnal]. Afr J Biotech. 8

: (6) : 921-928.

7. Schnoor.J.L. 1997. Uptake and

Metabolism of Atrazine by

Poplar Trees [Review jurnal].

Env Sci Tech, 31:5.

8. Sumardi. 1987. Destruksi Contoh

dengan Menggunakan Metode

Kombinasi . Bandung. Puslitbang

LIPI Bandung.

9. Liao, S.W. dan W.L Chang.

2004. Heavy Metal

Phytoremediation by Water

Hyacinth at Constructed

Wetlands in Taiwan, J. Aquat

[Review]. Plant Manage. 42.

10. Julius, R.R. 2010. Kemampuan

tumbuhan air tumpe

(Monochoria vaginalis)

menyerap logam berat Hg dan

Zn. Available at:

http://etd.ugm.ac.id/index.php?m

od=penelitian_detail&sub=Peneli

tianDetail&act=view&typ=html

&buku_id=17109&obyek_id=4.

[Diakses tanggal 20 Juni 2011].

11. Youngman, L. 1999.

Physiological respon Of

Switchgrass (Panicum Virgatum

L) to Organic And Inorganic

Amened Heavy-Metal

Contaminated Chat Tailings.

Phytoremediation of Soil and

Water Contaminants.

Washington, D.C. American

Chemical society Symposium.

Page 38: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

34

Formulasi dan Evaluasi Tablet Alprazolam 1 mg

Yuti Mutiawati 1,2

, Taofik Rusdiana 1, Fitrileni

2

1Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

2Unit Riset dan pengembangan PT. Kimia Farma

[email protected]

Abstrak

Alprazolam merupakan obat golongan benzodiazepine yang digunakan untuk

menangani gangguan anxietas jangka pendek, juga digunakan untuk pengobatan

gangguan kepanikan, dengan atau tanpa agographobia. Beberapa faktor dapat

berpengaruh dalam kecepatan melarut obat dari sediaan tablet, yang berdampak

pada ketersediaan hayatinya, diantaranya adalah ukuran kristal zat aktif,

mekanisme dan kecepatan hancurnya tablet, metoda granulasi, jenis dan jumlah

penggranul, jenis, jumlah dan metoda inkorporasi zat penghancur dan pelincir,

proses dan formulasinya. Tujuan dari penelitian adalah untuk menyiapkan dan

mengevaluasi tablet Alprazolam 1 mg, dengan metoda granulasi basah, bahan

pembantu yang digunakan adalah Amylum maydis dan Laktosa sebagai pengisi,

Natrium Lauril Sulfat sebagai pengikat kelarutan, Natrium Starch Glycolat

sebagai penghancur, Erytrocin CI 45430 sebagai pewarna, Polivinyl Pirolidon K

30 sebagai pengikat dengan variasi konsentrasi, Ethanol 95 % sebagai pembasah,

Talkum, Silicon Dioksida Koloidal dan Magnesium Stearat sebagai pelincir dan

anti lengket, pemeriksaan yang dilakukan terhadap massa granul : kadar air,

waktu alir, sudut istirahat, kompresibilitas, distribusi ukuran partikel, dan

dilakukan pemeriksaan sediaan tablet dan terhadap formula yang dipilih

dilakukan Uji disolusi Terbanding dan Uji Bioekivalensi dibandingkan terhadap

Tablet innovator Alprazolam 1 mg, dengan hasil memenuhi persyaratan.

Kata kunci : Alprazolam, uji disolusi terbanding, uji bioekivalensi

Formulation and Evaluation Of 1 mg Alprazolam Tablet

Abstract

Alprazolam is benzodiazepines drug which used to manage short-term anxiety

disorder, also used for the treatment of panic disorder, with or without

agographobia. Many factors can affect drug dissolution rates from tablets, hence

possibly drug bioavailability- including the crystal size of the drug, tablet

disintegration mechanisms and rates, the method of granulation, type and amount

of granulating agent employed, type, amount and method of incorporation of

disintegrants and lubricants and other formulation and processing factors. The

aim of the study was to prepare and evaluate Alprazolam tablets with dosage

strengths 1 mg, with wet granulation method, as an adjuvant used: Corn Starch

and Lactosa sebagai filler, Sodium Lauril Sulfat as solubilizer , Sodium Starch

Glycolat as desintegrant, Erytrocin CI 45430 as Colloring, Polivinyl Pirolidon K

30 as binder with variatrion concentration, Ethanol 95 % as wetting agent, Talc,

Silicon Dioksida Coloidal and Magnesium Stearat as glidant and anti adherent,

Page 39: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

35

test for the granule are particle distribution, water content, angle of repose, bulk

density , taped density, apparent density (compresibitly) and test for the tablet

dosage are description of tablet, wight uniformity, hardness, desintegration time,

content uniformity, disolution, for the selected formula tested the comparison of

disolution and bioequivalence to 1 mg Alprazolam tablet inovator, the results

obtained, that the tablet Alprazolam 1 mg, are meet the requirements

Keywords: Alprazolam, dissolution comparison test, bioequivalence test.

Pendahuluan

Tablet merupakan bentuk sediaan

yang paling banyak digunakan, sebab

memiliki beberapa keuntungan,

diantaranya, kemudahan dalam

penggunaannya, tidak memerlukan

bantuan orang lain dalam

penggunaannya, meskipun beberapa

pasien terutama anak-anak dan orang

tua mengalami kesulitan dalam

menelannya, bentuknya kompak dan

mudah dalam proses produksinya.1

Kualitas sediaan Farmasi

tergantung pada beberapa faktor,

diantaranya kualitas bahan aktif dan

bahan pembantu yang digunakan

yang berkaitan dengan formula

sediaan, tehnologi proses produksi,

kontrol kualitas, dan juga

pengemasan yang sangat penting

untuk memberikan jaminan efikasi,

keamanan dan khasiat bagi suatu

produk, selain itu diperlukan

pemilihan bahan pembantu yang

tepat dalam rancangan formula tablet

Alprazolam 1 mg, dengan menilai

faktor manfaat dan ekonomis dari

beberapa bahan pembantu yang

digunakan, diantaranya dalam

penelitian terdahulu, digunakan

perbandingan bahan penghancur

tablet Alprazolam, yaitu : sodium

starch glycolat, Cross Carmelose

dan Cross Povidon dengan hasil

memenuhi persyaratan untuk ketiga

jenis zat penghancur,2 dalam

penelitian ini dipilih Sodium starch

glycolat sebagai zat penghancur, dan

3 variasi konsentrasi kollidon K 30.

Alprazolam mudah diserap dari

saluran pencernaan. Konsentrasi

maksimum dalam plasma tercapai

dalam waktu antara satu sampai dua

jam. Plasma level adalah

proporsional dengan dosis yang

diberikan, dosis antara 0,3 sampai

3,0 mg, kadar puncak yang teramati

8,0 sampai 37 ng/mL. Waktu paruh

alprazolam adalah sekitar 11,2 jam

(dalam kisaran antara 6,3 sampai

26,9 jam) pada orang dewasa yang

sehat.3 Secara in vitro, alprazolam

terikat 80 % pada protein serum,

terutama serum albumin. 3,4

Metode

Bahan

Alprazolam, Centaur Chemical

Private Limited, India; Amylum

Maydis, Cerestar; Laktosa, Meggle,

Germany; Sodium Lauril Sulfat,

Cognis; Eritrosin CI 45430, Sensient

Food Colors; FDC Blue No. 1,

Sensient Food Colors; Sodium Starch

Glycolate, Avebe, Holand; Polivinyl

Pirolidon K 30, ISP Tch Inc; Talkum,

Osmanthus; Aerosil, Cabot, USA ;

Magnesium Stearat, Faci Caraso,

Italy; Alkohol 95%, PT. Sumber Kita

Indah.

Page 40: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

36

Prosedur

Digunakan metoda granulasi

basah dalam pentabletan, dengan

merancang tiga formula, seperti pada

Tabel 1, dan untuk formula terpilih

dilakukan :

Produksi skala Pilot.

Evaluasi massa cetak.

Evaluasi sediaan tablet

Uji Disolusi terbanding dan

Uji Bioekivalensi.

Tabel 1 Formula Tablet Alprazolam 1 mg.

Komponen Formula per Tablet

Skala

Pilot

F1 (mg) F2 (mg) F3 (mg) (kg)

Alprazolam 1,00 1,00 1,00 0,10

Laktosa 59,74 58,74 57,74 5,974

Amylum Maydis 33,00 33,00 30,00 3,30

Sodium Lauril Sulfat 0,25 0,25 0,25 0,025

Sodium Starch

Glycolat 2,00 2,00 2,00 0,20

Erythrocin CI 45430 0,005 0,005 0,005 0,50 gr

FDC Blue No 1 0,005 0,005 0,005 0,50 gr

Kollidon K 30 3,00 4,00 5,00 0,30

Alkohol 95% 0,03 0,03 0,03 3,00 Lt

Sodium Starch

Glycolat 2,00 2,00 2,00 0,20

Aerosil 1,00 1,00 1,00 0,10

Talkum 0,50 0,50 0,50 0,05

Mg Stearat 0,50 0,50 0,50 0,05

Hasil

Terhadap ketiga formula

dilakukan evaluasi massa cetak dan

sediaan tablet, yang meliputi :

Pemeriksaan Granul Massa Cetak

Distribusi Ukuran partikel

Hasil pengukuran distribusi

ukuran partikel, adalah pada tabel

berikut:

Page 41: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

37

Tabel 2 Distribusi Ukuran partikel (kumulatif)

Ukuran ayakan

(mesh) % kumulatif

F1 F2 F3

18 1,60 1,65 1,72

30 39,50 40,00 41,00

45 17,80 17,50 17,00

60 15,50 15,52 15,72

80 10,50 10,45 9,71

100 5,30 5,20 5,00

120 1,30 1,20 1,25

170 1,90 1,85 1,91

Alas 6,50 6,63 6,69

Total 100,00 100,00 100,00

Tabel 3 Distribusi Ukuran Partikel (Ukuran berat)

Ukuran ayakan

(mesh) Ukuran Berat

Nilai tengah

Aritmatik F1 F2 F3

30/45 ( 470μ ) 19364 19575,5 20078,4

45/60 (300μ) 5340 5250 5100

60/80 (213μ) 3301,5 3305,76 3348,36

80/100 (163μ) 1711,5 1703,35 1582,73

100/140 (127μ) 673,1 660,4 635

140/200 (90μ ) 873 871,2 886,5

Total 31262,65 31365,21 31630,99

drata-rata (μ) 312,6265μ 313,6521μ 316,3099μ

Ketiga formula (F1, F2 dan F3)

memiliki rata-rata ukuran partikel

antara 312,6265μ -316,3099μ.

Kadar Air Granul

Hasil ketiga formula untuk kadar

air yang diperiksa dari beberapa titik

(atas, tengah dan bawah) adalah pada

rentang 2 – 4%.

Sudut Istirahat

Hasil untuk ketiga formula

adalah rata-rata 28o, parameter

penting lainnya yang berpengaruh

terhadap kompresibilitas adalah Bulk

density, Tapped density,

Compresibility and Hausner Ratio

Page 42: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

38

Pemeriksaan Sediaan Tablet

Bentuk sediaan merupakan tablet

Flat Beveled Edge, berwarna ungu,

diameter 6,4 – 6,6 mm, dari ketiga

Formula F1, F2 dan F3 diperoleh

hasil yang paling cepat hancur adalah

F1, maka terhadap Formula F1,

dilakukan pemeriksaan lengkap sbb.

Tabel 3 Spesifikasi Tablet Alprazolam 1 mg

No Jenis Pengujian Persyaratan Hasil

1 Pemerian tablet Memenuhi Memenuhi

2 Keseragaman Bobot 100,00 + 10,00 mg X20= 100,21, sd=1,97

3 Tebal 2,74 - 2,76 mm X20= 2,75, sd= 0,03

4 Kekerasan 40 -60 N X5= 50,26, sd= 2,74

5 Kerapuhan Maksimum 0,8% 0,09%

6 Waktu hancur Maksimum 15 mnt 2 mnt 27 dtk

7 Kadar Alprazolam 90,00 - 110,00 % 100,94%

8 Keseragaman kadar 85,00 - 115,00 % X10= 100,94, sd= 2,34

9 Disolusi, 30 menit Q> 80% 99,98 %

Uji Disolusi Terbanding

Tabel.4 Rekapitulasi Hasil Uji Disolusi Terbanding Tablet Alprazolam terhadap

Tablet innovator

Kondisi F1 < 10% F2 (50 -100)% Keterangan

Larutan Dapar pH 1,2 5,84 59,88 Memenuhi

Larutan Dapar pH 4,5 3,84 67,04 Memenuhi

Larutan Dapar pH 6,8 3,97 67,66 Memenuhi

Kesimpulan Uji Disolusi Terbanding : Similar

Uji Bioekivanensi Pilot (13 Subjek)

Tabel.5 Farmakokinetika Tablet Alprazolam – Tablet Inovator

Parameter

Farmakokinetika

Tablet alprazolam

(n=13)

Tablet Inovator

(n=13)

(mean + SD) (mean + SD)

Cmax (ng/mL) 17,32 + 5,34 17,20 + 5,38

AUC0-t 271,35 + 125,73 265,87 + 125,53

AUC0-inf 311,52 + 128,24 299,37 + 145,66

Tmax (h) 1,52 + 0,70 1,56 + 0,55

T1/2(h) 23,75 + 15,70 20,01 + 8,92

Page 43: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

39

Tabel 6 Farmakokinetika Tablet Alprazolam

Parameter

Farmakokinetika 90 CI (90%) Mean (%)

Log Cmax 96,06 – 105,84 100,83

LogAUC0-t 97,30 – 108,52 102,76

LogAUC0-inf 96,98 – 120,09 107,92

Gambar 1 Profil rata-rata konsentrasi plasma

Pembahasan

Kompresibilitas yang baik,

ditunjang oleh kandungan/kadar air

yang memenuhi persyaratan dari

setiap formula, kandungan air akan

berpengaruh terhadap aktifitas

pengikat dalam formula, dimana nilai

optimum kadar air akan memberikan

kompresibilitas yang baik, bila

terlalu kering, akan memberikan

kerapuhan, caping dan laminating

dari tablet, dan bila granul masih

lembab, dapat memberikan aliran

yang buruk dan akan terjadi

penempelan massa pada punch dan

dies.

Nilai sudut istirahat berkaitan

dengan sifat alir granul, yang akan

berpengaruh terhadap kualitas tablet,

nilai yang baik untuk sudut istirahat

adalan 25o - 40

o. Hasil yang

diperoleh sudah baik, yaitu 25 o.

Dilakukan perbandingan antara

inovator dengan tablet alprazolam

1 mg, uji disolusi terbanding

dilakukan dengan menggunakan

metoda basket pada 100 rpm atau

metoda paddle pada 50 rpm dalam

media pH 1,2 (larutan HCl), larutan

pH 4,5 (bufer sitrat) dan pH 6,8

(bufer phosfat), dengan waktu

pengambilan sampel untuk produk

obat lepas cepat : 10, 15, 30, 45 dan

4,1115 24,00; 4,0477

-5

0

5

10

15

20

25

0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72

Pla

sma

kon

sen

tras

i ng/

ml

waktu dalam jam

Profil rata-rata konsentrasi plasma vs waktu Alprazolam pada 13 subjek manusia

Produk Inovator

Produk Uji

Page 44: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

40

60 menit. Digunakan produk obat

minimal 12 unit dosis, profil disolusi

dibandingkan dengan menggunakan

faktor kemiripan f2, yang dihitung

dengan persamaan berikut :

f 2 = 50 log (

√ ∑ [ ]

)

Rt = presentasi kumulatif obat yang

larut pada setiap waktu sampling dari

produk pembanding (R = reference)

Tt = presentasi kumulatif obat yang

larut pada setiap waktu sampling

dari produk uji (T= test)

Nilai f2 (50 – 100) menunjukkan

kesamaan atau ekivalensi ke dua

kurva, yang berarti kemiripan profil

disolusi ke 2 produk.

Jika produk “copy” dan produk

pembanding memiliki disolusi yang

sangat cepat (>85% melarut dalam

waktu < 15 menit dalam ketiga

medium dengan metoda uji disolusi

yang dianjurkan), maka

perbandingan profil disolusi tidak

diperlukan. 5,6

Ketersediaan hayati adalah

persentasi dan kecepatan zat aktif

dari suatu produk obat yang

mencapai/ tersedia dalam sirkulasi

sistemik dalam bentuk utuh/aktiv

setelah pemberian produk obat

tersebut, diukur dari kadarnya dalam

darah terhadap waktu atau dari

eksresinya dalam urine.

Parameter farmakokinetika yang

dinilai dalam studi adalah luas area

di bawah kurva kadar-waktu selama

72 jam (AUC0-t), luas area dibawah

kurva kadar-waktu sampai waktu tak

terhingga (AUC0-inf), kadar puncak

(Cmax) dan waktu untuk mencapai

kadar puncak (tmax). menggunakan

rancangan menyilang, acak, tersamar

tunggal, yang mengikutsertakan 13

subjek dewasa sehat, berumur antara

18 – 55 tahun, dan diberi penjelasan

mengenai metode penelitian.

Penelitian ini disetujui oleh Komisi

Etik Fakultas kedokteran Universitas

Indonesia dan Badan Pengawas Obat

dan Makanan RI. Subjek dipuasakan

semalam dan keesokan harinya diberi

1 (satu) tablet Alprazolam 1 mg (test)

dan 1 (satu) tablet Alprazolam 1 mg

(innovator), contoh darah diambil

pada jam, 0, 15,30,45 menit,

1,1,5,2,2,5,3,4,6,8,12,14,36,48 dan

72 jam setelah pemberian obat,

setelah periode wash out 1 minggu,

prosedur diulang dengan

menggunakan obat lainnya. Kadar

obat diukur menggunakan UPLC-

MSMS tertera pada Tabel 5 dan

Tabel 6.

Simpulan

Berdasarkan hasil pengujian

sedian tablet alprazolam 1 mg, baik

pengujian fisika, kimia, adalah

memenuhi persyaratan. Uji disolusi

terbanding antara tablet alprazolam

uji dan inovator adalah memenuhi

persyaratan F2 (50 – 100) yang

menunjukkan kemiripan antara

kedua sediaan tablet tersebut, begitu

pula dengan uji ketersediaan hayati

komparatif terhadap innovator adalah

bioekivalen.

Ucapan Terimakasih

Ucapan terimakasih yang sebesar

besarnya disampaikan kepada :

1. Pimpinan dan staf PT. Kimia

Farma.

2. Pimpinan dan Staff PT. Pharma

Metric Labs, tempat dilakukan

pengujian Bioekuivalensi.

Page 45: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014

41

Daftar Pustaka

1. The United States Pharmacopeial

Convention Inc. 1997. Advice

for patient Drug Information in

Lay language: USPDI. 17th ed.

rand McNally, tauton

Massachutes.

2. Lieberman, A, herbert., L,

Lachman. 1980. Pharmaceutical

dosage forms : Tablets. vol 1,

Marcel Dekker, New york and

Basel, p : 61-62, 70, 88-92, 114-

116.

3. Damle Bharat., Tarabar Sanela.,

Kuruganti Uma., Crownover

Penelope., Labadie, R, Robert.,

Bioequivalence of Alprazolam

Sublingual Tablet Formulation

and Alprazolam Immediate

Release Tablet in Healthy

Volunteers” Pfizer Inc, New

Haven, CT, USA ,

http://dx.doi.org/10.4172/jbb.100

0150

4. PT. Kimia Farma. 2012.

Bioequivalence Study Report,

Pharma Metric Labs. Jakarta,

Indonesia.

5. Bioekivalensi. 2004. BPOM RI,

6. Maheswarappa MK, Desai PD.

2011. Design and in-

vitro evaluation of mouth

dissolving tablets of olanzapine

Asian J Pharm. 5:107-13

.

Page 46: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

Ucapan Terima Kasih

Dewan editor Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia (IJPST) menyampaikan

penghargaan yang setinggi-tingginya serta ucapan terima kasih kepada:

Dr. Arry Yanuar, M.Si, Apt.

(Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Indonesia)

Dr. rer. nat. Sophi Damayanti, M.Si, Apt.

(Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Indonesia)

Dr. rer. nat. Deni Rahmat, M.Si, Apt.

(Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Indonesia)

Dr. rer. nat. Anis Yohana, M.Si, Apt.

(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)

Rizky Abdullah, Ph.D, Apt.

(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)

Sebagai Mitra Bestari (Peer Reviewer) pada Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi (IJPST)

Volume 1, Nomor 1, Juni 2014 dan atas kerjasama yang terjalin selama ini dalam membantu

kelancaran penerbitan jurnal ini.

Jatinangor, Juni 2014

Dewan Editor

Page 47: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

Indeks Penulis

A

Ardian Baitariza, 18

D

Deden Indra Dinata, 8

F

Fitrileni, 34

Muthmaina Wijayati, 1

H

Hardhi Suryatno, 8

Holis Abd. Holik, 26

I

Ida Musfiroh, 8, 26

Irda Fidrianny, 18

Irma Erika Herawati,1

J

Jessie Sofia Pamudji, 18

N

Nyi Mekar Saptarini, 1

S

Sasanti Tarini Darijanto, 18

T

Taofik Rusdiana, 34

Y

Yola Desnera Putri, 26

Yuti Mutiawati, 34

Indeks Subjek

A

Aloe vera, 1 – 7

Alprazolam, 34 – 41

Antiinflamasi, 8 – 17

Antikerut, 18 – 25

B

Beras hitam, 18 – 25

C

Chrome, 26 – 33

COX-1, 8 – 17

COX-2, 8 – 17

D

Dried gel, 1 – 7

Docking, 8 – 17

E

Effervescent granule, 1 – 7

Eichhornia crassipes solm, 26 – 33

F

Food supplement, 1 – 7

H

Heteranthera peduncularis, 26 – 33

M

Mikroemulsi, 18 – 25

Monochoria vaginalis, 26 – 33

P

Phytoremediation, 26 – 33

S

Santorizol, 8 – 17

U

Uji bioekivalensi, 34 – 41

Uji disolusi terbanding, 34 – 41

Page 48: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

Petunjuk Penulisan

Naskah harus disiapkan sesuai dengan petunjuk di bawah ini dan dikirimkan melalui website

kami atau melalui email ke [email protected]. Artikel yang dikirimkan harus eksklusif

hanya dikirimkan ke Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia serta tidak pernah dan

tidak akan diterbitkan di media ilmiah lain. Jika artikel diterima untuk diterbitkan, maka

penulis dianggap menyetujui untuk mengizinkan artikelnya (termasuk abstrak) untuk

diterbitkan secara eksklusif di Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia (Indonesian

Journal of Pharmaceutical Science and Technology, IJPST) baik melalui media online

maupun cetak. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia. Abstrak

harus ditulis dalam bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Naskah harus diketik dua spasi

pada halaman ukuran A4. Panjang naskah maksimal sebagai berikut:

1. Penelitian 3000 kata

2. Review 5000 kata

3. Laporan Kasus dan Laporan Penelitian Pendahuluan 2000 kata

Untuk artikel penelitian dan laporan penelitian pendahuluan, naskah ditulis dengan urutan

sebagai berikut: Halaman Judul, Abstrak, Pendahuluan, Metode, Hasil, Pembahasan,

Simpulan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. Untuk laporan kasus (case report),

naskah ditulis dengan urutan sebagai berikut: Halaman Judul, Abstrak, Pendahuluan,

Presentasi Kasus, Pembahasan, Simpulan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka.

Berikut penjelasan masing-masing bagian:

1. Halaman Judul: berisi judul artikel dengan jumlah kata maksimal sebanyak 12 kata,

nama penulis dengan gelar lengkap, afiliasi dari masing-masing penulis, alamat email

penulis untuk korespondesi (corresponding author).

2. Abstrak: abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah

maksimal 250 kata. Abstrak ditulis dengan ringkas dan jelas yang mencakup

pendahuluan, metode, hasil, pembahasan, dan simpulan dari penelitian. Abstrak

dilengkapi dengan 3-6 kata kunci.

3. Pendahuluan: berisi tentang informasi mengenai latar belakang yang relevan dengan

tujuan penelitian. Tujuan dan hipotesis penelitian harus diutarakan dengan jelas.

4. Presentasi kasus: (untuk artikel berjenis laporan kasus): penjelasan mengenai kondisi

pasien, pengukuran outcomes, penilaian protokol, dan perlakuan. Metode dan hasil

harus melaporkan outcomes dari penanganan yang diukur dengan outcomes primer

dan data lain. Presentasi kasus dijelaskan secara singkat dan tidak mengandung

simpulan atau penilaian penulis mengenai kondisi pasien. Penarikan simpulan

dilakukan pada bagian pembahasan.

5. Metode: metode harus ditulis secara detail agar peneliti lain dapat mereproduksi hasil

yang diperoleh. Pemilihan kriteria inklusi dan eksklusi dari subjek penelitian dan

metode statistik yang digunakan harus ditulis dengan jelas.

6. Hasil: hasil dipresentasikan dengan format yang mudah dimengerti dalam bentuk

gambar 2D maupun tabel. Tabel harap disusun berurutan yang disampaikan terpisah

dalam bentuk lampiran. Setiap tabel harus diberi judul singkat dan penjelasan serta

singkatan ditempatkan pada keterangan tabel, bukan pada judul tabel. Gambar

dikirimkan terpisah dalam bentuk lampiran. Gambar harus diberi nomor urut sesuai

dengan pemunculannya dalam teks.

Page 49: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version

7. Pembahasan: pembahasan pada artikel penelitian dilakukan terhadap hasil yang

diperoleh dan dikorelasikan dengan studi lain yang relevan. Diskusi difokuskan pada

hasil utama penelitian. Keterbatasan penelitian dan dampak hasil penelitian dijelaskan

dengan rinci. Pembahasan pada artikel berjenis laporan kasus, kasus dan opini penulis

dijelaskan dengan membandingkan antara kasus dengan literatur. Evaluasi kasus dan

penanganan pasien yang rasional serta beberapa alasan mengenai pemilihan prosedur

penanganan dibahas dengan rinci. Penulis harus menjelaskan mengenai keterbatasan

dan rekomendasi penanganan yang didukung referensi.

8. Simpulan: simpulan dihubungkan dengan tujuan penelitian.

9. Ucapan Terima Kasih: bila diperlukan, sumber dana penelitian dapat dicantumkan

pada bagian ini. Bantuan yang diperoleh pada proses penelitian, pengambilan, dan

analisis data dapat dicantumkan pada bagian ini.

10. Daftar Pustaka: pustaka ditulis sesuai aturan penulisan Vancouver dan diberi nomor

urut sesuai dengan kemunculan dalam artikel bukan menurut abjad. Nama penulis

dicantumkan maksimal 6 orang, apabila lebih maka nama yang ditulis adalah nama 6

orang pertama dan selanjutnya dkk. Sebanyak 80% pustaka yang digunakan

merupakan terbitan 10 tahun terakhir. Sebanyak 80% pustaka yang digunakan

merupakan pustaka primer. Mohon diperhatikan contoh penulisan daftar pustaka

rujukan sebagai berikut:

a. Artikel

Guastaldi R, Reis A, Figueras A, Secoli S. Prevalence of potential drug-drug

interactions in bone marrow transplant patients. Int J Clin Pharm.

2011;33(6):1002-9.

Artikel lebih dari 6 penulis Lorgelly PK, Atkinson M, Lakhanpaul M, Smyth AR,

Vyas H, Weston V, et al. Oral versus i.v. antibiotics for community-acquired

pneumonia in children: a cost minimisation analysis. Eur Respir J.

2010;35(4):858-64.

b. Buku

DiPiro J, Talbert R, Yee G, Matzke G, Wells B, Posey L. Pharmacotherapy: a

pathophysiologic approach Edisi ke-7. New York: The McGraw-Hill Companies

Inc; 2008.

c. Disertasi, Tesis, dan Skripsi

Mahyuzar. Dinamika komunikasi antarbudaya pasca tsunami: studi dramaturgis

dalam kegiatan kemasyarakatan antar warga korban tsunami dan interaksi dengan

orang asing di Banda Aceh (disertasi). Bandung: Universitas Padjadjaran; 2010.

d. Prosiding Seminar

Abdulah R. Interactions of sulforaphane and selenium in inhibiting human breast

and prostate cancer cell lines proliferation. Proceedings of International Seminar

and Expo on Jamu; 2010 November 5; Bandung, Indonesia. Indonesia:

Universitas Padjadjaran; 2010.

e. Online

Cashin RP, Yang M. Medications prescribed and occurrence of falls in general

medicine inpatients [diunduh 12 Desember 2011]. Tersedia dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3203823/.

Page 50: IJPST Vol 1 No 1 Juni 2014 Online Version