Volume1No.1, Juni 2014
e-ISSN: 2406-856X
Tentang Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia (Indonesian Journal of Pharmaceutical
Science and Technology, IJPST) merupakan media publikasi ilmiah tentang semua aspek
dibidang Ilmu dan Teknologi Farmasi. IJPST diterbitkan 3 kali dalam setahun untuk
menyediakan forum bagi apoteker dan tenaga profesional kesehatan lainnya dalam berbagi
pengetahuan terkini, memperluas jaringan dan meningkatkan kerjasama diantaranya.
IJPST dimaksudkan untuk mempublikasikan artikel-artikel penelitian yang berkualitas di
bidang farmasi untuk menjadi panduan ilmiah dalam bidang yang berkaitan dengan Ilmu
dan Teknologi Farmasi. IJPST merupakan jurnal peer-reviewed dan menerbitkan artikel
penelitian, artikel review, laporan kasus, komentar, dan laporan dari suatu penelitian
pendahuluan tentang semua aspek Ilmu dan Teknologi Farmasi. IJPST juga merupakan
media untuk mempublikasikan pertemuan ilmiah dan berita yang berkaitan dengan
kemajuan dalam bidang Ilmu dan Teknologi Farmasi di Indonesia.
Tujuan dan Ruang Lingkup
Tujuan IJPST adalah menjadi media untuk publikasi artikel dalam bidang Ilmu dan
Teknologi Farmasi dan/atau implementasi praktis yang terkait dengan Ilmu dan Teknologi
Farmasi. Ruang lingkup dari IJPST meliputi penelitian dan aplikasinya yang berkaitan
dengan topik-topik berikut:
Farmassetika
Nanoteknologi
Sistem Penghantaran Obat Terbaru
Quality Control
Quality Assurance
International Regulatory
Teknik Validasi
Industri Farmasi
Bioteknologi
Bioinformatika
Proteomik
Biokimia
Farmakognosi
Herbal Medik
Fitokimia
Analisis Farmasi
PK / PD
Kimia Kiral
Kimia Sintetis
Pengembangan Obat
Farmakologi
Toksikologi
Farmasi Praktis
Farmakoinformatik
Farmasi Klinik
Farmakogenomik
Biofarmasi
dan bidang lain yang berkaitan
IJPST menerima tulisan-tulisan yang meliputi kategori berikut ini: artikel penelitian, artikel
review, laporan kasus, komentar terhadap suatu artikel, dan laporan dari suatu penelitian
pendahuluan. Semua tulisan yang masuk diperiksa oleh mitra bestari (peer-review) yang
sesuasi dengan bidangnya.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Dewan Editor
Director
Dr. Ahmad Muhtadi, MS, Apt.
(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)
Editorial-In-Chief
Muchtaridi, M.Si, Ph.D, Apt.
(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)
Editorial Member
Prof. Dr. Moelyono MW, MS, Apt.
(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)
Taofik Rusdiana, M.Si, Ph.D, Apt.
(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)
Dr. Marline Abdassah, MS, Apt.
(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)
Dr. Jutti Levita, M.Si, Apt.
(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)
Resmi Mustarichie, M.Sc, Ph.D, Apt.
(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)
Mutakin, M.Si, Ph.D, Apt.
(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)
Dr. rer. nat. Rahmana Emran, Apt.
(Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Indonesia)
Dr. Choi Sy Bing
(Universiti Sains Malaysia , Malaysia)
Dr. Vikneswaran a/l Murugaiyah
(Universiti Sains Malaysia, Malaysia)
Dr. Yam Wai Keat
(International Medical University, Malaysia)
Dr. Belal Omar AlNajjr
(Al-Ahliyya Amman University, Al-Salt, Jordan)
Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
Daftar Isi
Formulasi Granul Effervescent Sari Kering Lidah Buaya (Aloe vera L.) Sebagai
Makanan Tambahan
Muthmaina Wijayati, Nyi Mekar Saptarini, Irma Erika Herawati 1
Simulasi Docking Molekular Senyawa Xanthorrizol Sebagai Antinflamasi
Terhadap Enzim COX-1 dan COX-2
Deden Indra Dinata, Hardhi Suryatno, Ida Musfiroh 8
Formulasi Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Beras Hitam (Oryza sativa L.) dan
Evaluasi Efektivitasnya sebagai Antikerut
Ardian Baitariza, Sasanti Tarini Darijanto, Jessie Sofia Pamudji, Irda
Fidrianny 18
Pemanfaatan Tanaman Eceng-Ecengan (Ponteridaceae) sebagai Agen
Fitoremediasi dalam Pengolahan Limbah Krom Industri Penyamakan Kulit
Yola Desnera Putri, Holis Abd. Holik, Ida Musfiroh 26
Formulasi dan Evaluasi Tablet Alprazolam 1 mg
Yuti Mutiawati , Taofik Rusdiana, Fitrileni 34
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
1
Formulasi Granul Effervescent Sari Kering Lidah Buaya (Aloe
vera L.) Sebagai Makanan Tambahan
Muthmaina Wijayati1, Nyi Mekar Saptarini
2, Irma Erika Herawati
1*
1Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Al Ghifari
2Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Abstrak
Lidah buaya (Aloe vera L.) memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, tetapi rasanya
pahit sehingga jarang dikonsumsi langsung. Rasa pahit ini diatasi dengan cara
dibuat sediaan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan granul
effervescent sari kering lidah buaya sebagai makanan tambahan. Tahapan
penelitian meliputi pembuatan sari kering, penapisan fitokimia, formulasi sediaan
granul effervescent, uji kualitas, dan uji kesukaan granul effervescent. Hasil freeze
drying berupa sari kering sebesar 7,57%. Penapisan fitokimia menunjukkan
adanya kuinon, flavonoid, dan saponin. Granul effervescent diformulasikan
dengan konsentrasi sari kering 20% (F1), 25% (F2), dan 30% (F3). Hasil uji
kualitas granul menunjukkan bahwa granul effervescent yang dibuat memenuhi
persyaratan yang baik dengan kadar air sebesar 0,20-0,21%, kerapatan curah
0,5341-0,5384 g/mL, kerapatan mampat 0,6154-0,6178 g/mL dengan indeks Carr
13,29±0,025%, kecepatan alir 9,61-9,71 g/s, sudut istirahat 27,15-27,79o, pH 5,82-
5,8, serta F1 sebagai formula yang paling disukai.
Kata kunci : Lidah buaya, sari kering, granul effervescent, makanan tambahan
Formulation of Effervescent granule of Aloe (Aloe vera L.) Dry
Juice as Food Supplement
Abstract
Aloe vera has high nutrition content, but bitter taste so direct consumption
infrequently. The bitter taste overcome with preparation. The aim of this study is
to make effervescent granule of dried aloe gel as food supplement. The steps in
this study consist of making of dried aloe gel, phytochemistry screening,
formulation of effervescent granule, quality tests, and hedonic test of effervescent
granule. Freeze drying produced 7,57% dried aloe gel. Phytochemistry screening
showed quinones, flavonoids, and saponins content. Effervescent granule
formulated with concentration of dried gel 20% (F1), 25% (F2), and 30% (F3). The
result of granule quality tests showed that effervescent granule meet good
requirements with moisture content 0.20-0.21%, bulk density 0.5341-0.5384
g/mL, tapped density 0.6154-0.6178 g/mL with Carr index 13.29±0.025%, flow
rate 9.61-9.71 g/s, rest angel 27.15-27.79o, pH 5,82-5,8, and F1 as the most
favorable formula.
Keywords : Aloe vera, dried gel, effervescent granule, food supplement
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
2
Pendahuluan
Lidah buaya (Aloe vera L.)
memiliki aktivitas biologis sebagai
imunostimulan, antiinflamasi,
menyembuhkan luka, mempercepat
kesembuhan akibat radiasi, anti
bakteri, anti virus, anti jamur, anti
diabetes, anti kanker, stimulan
hematopoiesis, dan antioksidan.1,2,3
Aktivitas biologis lidah buaya
diyakini bukan berasal dari senyawa
kimia tunggal, tetapi merupakan
kerja sinergis dari senyawa-senyawa
yang terkandung dalam lidah buaya.4
Komposisi kandungan kimia dalam
lidah buaya dapat dilihat pada Tabel
1.3,4,5
Lidah buaya memiliki aktivitas
biologis dan kandungan kimia yang
kompleks, sehingga lidah buaya
cocok untuk dibuat menjadi
suplemen makanan. Suplemen
makanan adalah produk yang
dimaksudkan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi makanan,
mengandung satu atau lebih bahan
berupa vitamin, mineral, asam amino
atau bahan lain (berasal dari
tumbuhan atau bukan tumbuhan)
yang memiliki nilai gizi dan/atau
efek fisiologis dalam jumlah
terkonsentrasi.6 Untuk memudahkan
penggunaan, mendapatkan khasiat
yang diinginkan, dan menutupi rasa
pahit, maka lidah buaya
diformulasikan menjadi bentuk
sediaan yang lebih praktis, salah
satunya adalah granul effervescent.
Granul effervescent berisi campuran
substansi asam dan karbonat yang
jika dimasukkan ke dalam air akan
mengeluarkan gas karbondioksida.7
Larutan dengan karbonat dapat
menutupi rasa yang tidak diinginkan,
sehingga cocok untuk produk dengan
rasa pahit dan asin.8 Pada penelitian
ini dilakukan formulasi sari kering
lidah buaya menjadi granul
effervescent, kemudian dilakukan uji
kualitas granul effervescent dan uji
kesukaan.
Tabel 1 Komposisi Kandungan Kimia Daun Lidah Buaya
Kelas Senyawa
Antrakuinon/
antron
Aloe-emodin, asam aloetat, antranol, aloin A dan B (barbaloin),
isobarbaloin, emodin, ester asam sinamat
Karbohidrat Manan murno, manan terasetilasi, glukomanan terasetilasi,
glukogalaktomanan, galaktan, galaktogalakturan, arabinogalaktan,
galaktoglukoarabinomanan, senyawa peptat, xilan, selulosa
Kromon 8-C-glukosil-(2’-O-sinamoil)-7-O-metilaloediol A, 8-C-glukosil-(S)-
aloesol, 8-C-glukosil-7-Ometil-(S)-aloesol, 8-C-glukosil-7-O-metil-
aloediol, 8-C-glukosil-noreugenin, isoaloeresin D, isorabaikromon,
neoaloesin A
Enzim Alkalin fosfatase, amilase, karboksipeptidase, katalase, oksidase,
siklooksidase, siklooksigenase, lipase, fosfoenolpiruvat karboksilase,
superoksidase dismutase
Senyawa
anorganik
Kalsium, klorin, kromium, tembaga, besi, magnesium, mangan,
kalium, fosfor, natrium, zink
Asam amino Alanin, arginin, asam aspartat, asam glutamat, fenilalanin, isoleusin,
leusin, lisin, glisin, histidin, hidroksiprolin, metionin, prolin, treonin,
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
3
tirosin, valin
Protein Lektin, senyawa seperti lektin
Sakarida Manosa, glukosa, L-ramnosa, aldopentosa
Vitamin B1, B2, B6, C, β-karoten, kolin, asam folat, α-tokoferol
Senyawa lain Asam arakhidonat, γ-asam linoleat, steroid (kampestrol, β-sitosterol,
kolesterol), trigliserida, triterpenoid, giberelin, lignin, kalium sorbat,
asam salisilat, asam urat
Metode
Pembuatan Sari Kering Lidah
Buaya Lidah buaya usia 6 bulan
dikumpulkan dari perkebunan lidah
buaya di Kali Jati, Subang, Bandung.
Sebanyak 15 kg lidah buaya dikupas
dan diambil dagingnya, kemudian
daging lidah buaya dipotong dadu
dan dimasukkan ke dalam air
mendidih selama 10 detik. Potongan
dihaluskan dengan blender dan
disaring, sehingga diperoleh sari
lidah buaya yang kemudian
dikeringkan dengan menggunakan
freeze dryer (Eyela FD-81).
Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan
pada sari kering lidah buaya dengan
menggunakan metode Farnsworth.9
Formulasi Granul Effervescent
Tabel 2 Formulasi Granul Effervescent Sari Kering Lidah Buaya
Bahan (g) Formula 1 Formula 2 Formula 3
Sari kering lidah buaya
Asam sitrat
Natrium bikarbonat
Laktosa
PVP
Aerosil
Perasa lemon
3,00
3,15
4,50
3,80
0,30
0,075
0,175
3,75
3,15
4,50
3,05
0,30
0,075
0,175
4,50
3,15
4,50
2,30
0,30
0,075
0,175
Komponen asam terdiri atas sari
kering lidah buaya, asam sitrat,
laktosa, dan sebagian PVP dibasahi
dengan perasa lemon dalam alkohol
70% (1:4) hingga massa dapat
dikepal. Komponen basa terdiri atas
natrium bikarbonat dan sisa PVP
dibasahi dengan perasa lemon dalam
alkohol 70% (1:4) hingga massa
dapat dikepal. Masing-masing
komponen diayak dengan ayakan
No. 14, kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 50o
C selama 18 jam.
Granul diayak kembali dengan
ayakan No. 16. Komponen asam,
komponen basa, dan aerosil
dicampur hingga homogen.
Pemeriksaan Kualitas Granul
Effervescent Kadar Air. Kadar air 5 g granul
ditentukan dengan moisture meter
(G-Won Hitech) pada suhu 105° C
selama 5 menit.10
Kerapatan Curah dan
Kerapatan Mampat. Sebanyak 30 g
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
4
granul ditimbang, lalu dimasukkan
ke dalam gelas ukur dan dicatat
volumenya. Selanjutnya, kerapatan
mampat didapatkan dengan cara
mengetukkan gelas ukur yang berisi
granul setinggi 2,5 cm dengan
interval dua detik. Setiap 10 ketukan
volume dicatat hingga volume tidak
berubah.11,12
Kecepatan Alir dan Sudut
Istirahat. Kecepatan alir diperoleh
dari waktu (detik) yang diperlukan
oleh 20 g granul untuk mengalir
melewati corong. Sudut istirahat
diperoleh dengan mengukur tinggi
dan diameter tumpukan granul yang
terbentuk.13
Pemeriksaan pH. Sebanyak 4 g
granul dilarutkan ke dalam 150 mL
air, setelah granul larut sempurna
dilakukan pengukuran pH larutan
dengan pH meter.
Uji Kesukaan. Uji kesukaan
dilakukan terhadap 30 panelis
dengan parameter uji adalah rasa dari
15 g granul effervescent yang
dilarutkan dalam 150 mL air. Skala
penilaian berupa sangat tidak suka
(1), tidak suka (2), netral (3), suka
(4), dan sangat suka (5). Hasil
dianalisis secara statistik dengan
metode ANAVA pada 0,05 dengan
hipotesis nol adalah tidak ada
perbedaan dari ketiga formula. Hasil
ANAVA diuji rentang Newman-
Keuls untuk mengetahui keberartian
perbedaan uji kesukaan tersebut.
Hasil
Sebanyak 15 kg daun lidah buaya
menghasilkan 9,25 kg daging lidah
buaya. Hasil freeze drying berupa
700 g serbuk kering (rendemen
7,57%). Hasil penapisan fitokimia
menunjukkan sari kering lidah buaya
mengandung kuinon, flavonoid, dan
saponin. Serbuk kering diformulasi
menjadi tiga formula granul
effervescent dengan kualitas seperti
tertera pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil Pemeriksaan Kualitas Granul Effervescent
Sifat fisik F1 F2 F3
Kadar air (%) 0,22 ± 0,05 0,21 ± 0,02 0,20±0,02
Kerapatan curah (g/mL) 0,5336 ± 0,0001 0,5348 ± 0,0016 0,5341±0,0007
Kerapatan mampat (g/mL) 0,6154 ± 0,0005 0,6160 ± 0,00007 0,6178±0,00007
Kecepatan alir (g/s) 9,61±0,73 9,64±0,84 9,71±0,65
Sudut istirahat (o) 27,15 ± 0,41 27,46 ± 0,40 27,79±0,80
pH 5,82 ± 0,03 5,83 ± 0,05 5,83±0,05
Analisis statistik pada uji
kesukaan (α 0,05) menunjukkan
bahwa F hitung lebih besar dari F
tabel, artinya terdapat perbedaan
kesukaan terhadap ketiga formula
granul effervescent sari kering lidah
buaya.
Pembahasan
Daging lidah buaya dimasukkan
ke dalam air mendidih untuk
menghilangkan zat pahit yang ada
pada lendir. Serbuk kering sari lidah
buaya berwarna putih kekuningan
dan sangat ringan (voluminous)
dengan rasa dan bau seperti lidah
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
5
buaya. Serbuk kering diformulasi
menjadi sediaan effervescent untuk
memperbaiki rasa sediaan. Semua
bahan yang digunakan berupa
serbuk, sehingga aliran sediaan
bersifat kurang baik. Laju aliran
diperbaiki dengan granulasi basah
untuk membentuk granul
effervescent, granul mengalir lebih
cepat dan seragam dibandingkan
dengan serbuk. Asam sitrat
digunakan untuk memperoleh proses
effervescing karena asam sitrat akan
terhidrolisis oleh air sehingga
melepaskan asam yang akan bereaksi
dengan natrium bikarbonat untuk
menghasilkan gas karbon dioksida
dan air. Natrium bikarbonat juga
digunakan sebagai pengering
granul.8
Sediaan effervescent dapat juga
meningkatkan absorpsi zat aktif,
karena karbon dioksida yang
terbentuk oleh reaksi effervescent
dapat menginduksi permeabilitas zat
aktif sehingga mengubah jalur
paraselular.14
Jalur ini merupakan
rute utama absorpsi untuk zat aktif
yang hidrofilik karena solut berdifusi
ke dalam ruang interselular di antara
sel epitel. Karbon dioksida
memperluas ruang interselular di
antara sel, sehingga meningkatkan
absorpsi zat aktif yang dapat bersifat
hidrofilik dan hidrofobik.
Peningkatan absorpsi zat aktif
hidrofobik disebabkan oleh molekul
gas karbon dioksida yang non polar
berpartisi pada membran sel,
sehingga meningkatkan lingkungan
yang hidrofob, menyebabkan zat
aktif yang hidrofob dapat
terabsorbsi.15
Pada awal penelitian digunakan
sukrosa sebagai pemanis, tetapi
sukrosa yang bersifat higroskopis,
menyebakan granul yang dihasilkan
cenderung basah dan sulit
dikeringkan. Masalah ini diatasi
dengan menggunakan laktosa
sebagai pemanis dan pengering
granul.16
Rasa manis laktosa lebih
rendah dari sukrosa, sehingga
digunakan aspartam dengan tujuan
meningkatkan rasa manis dari
sediaan yang dibuat.
Penggunaan PVP pada
konsentrasi 0,5-5% menghasilkan
granul yang kuat dan cepat larut.17
Pemanis dan perasa lemon
digunakan untuk memberikan rasa
yang segar dan memperbaiki aroma
yang kurang menyenangkan dari sari
kering lidah buaya.
Kadar air granul yang rendah
menyebabkan granul menjadi terlalu
kering dan rapuh. Kerapuhan granul
yang baik adalah kurang dari 1%.7
Kadar air yang tinggi menyebabkan
granul yang basah dan memiliki daya
alir yang buruk, sehingga granul
akan mengalami kesulitan saat
pengemasan. Data menunjukkan
bahwa semakin banyak sari kering
lidah buaya yang ditambahkan, maka
semakin kecil kadar air yang
terkandung dalam sediaan. Hal ini
disebabkan karena sari kering lidah
buaya memiliki kadar air yang
rendah dengan partikel serbuk yang
kecil. Kandungan air dalam granul
effervescent dipengaruhi oleh
kelembaban ruangan. Keberadaan air
dalam granul effervescent memicu
adanya reaksi effervescing sebelum
pelarutan. Reaksi effervescing yang
terlalu awal menyebabkan reaksi
antara komponen asam dan basa
berjalan lambat dan reaksinya
hampir jenuh atau tidak terjadi reaksi
sama sekali ketika granul dilarutkan.
Hal ini ditunjukkan dengan lamanya
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
6
waktu yang diperlukan oleh granul
effervescent untuk larut secara
sempurna dan menjadi bagian yang
terdispersi.
Granul memiliki aliran yang
baik, karena memiliki nilai 12-16,
sesuai dengan indeks konsolidasi
Carr.11,18
Nilai indeks Carr
dipengaruhi oleh ukuran partikel.
Jika terdapat perbedaan ukuran
partikel, maka partikel yang lebih
halus akan mengisi rongga partikel
yang lebih besar. Nilai indeks Carr
yang baik terjadi karena distribusi
massa dan ukuran partikel granul
yang seragam, hal tersebut akan
mempermudah proses pabrikasi
ketika proses pengemasan. Granul
bersifat mudah mengalir dengan laju
alir sebesar 4-10 g/s11
dan memiliki
tipe aliran yang baik, yaitu 25-30º.18
Sudut istirahat lebih kecil atau
sama dengan 30o menunjukkan
bahwa bahan dapat mengalir bebas.19
Kecepatan alir yang tinggi
menyebabkan sudut istirahat yang
rendah dan akan menghasilkan
granul yang baik. Aliran yang baik
disebabkan karena adanya aerosil.
Aerosil menyerap kandungan air
dalam granul dan mengatasi
penempelan partikel satu dengan
yang lain, sehingga mengurangi
gesekan antar partikel. Aerosil
membentuk lapisan tipis pada
partikel bahan padat dan
menyebabkan adsorbsi secara total
atau sebagian, hal ini bertujuan agar
granul tidak saling menempel ketika
proses pengemasan.
Granul effervescent yang telah
dihasilkan bersifat sedikit asam,
yaitu 5,82-5,83. Semakin banyak
serbuk lidah buaya yang
ditambahkan, pH granul semakin
asam. Hal ini disebabkan lidah buaya
yang mengandung senyawa
flavonoid yang merupakan senyawa
turunan dari fenol dan memiliki sifat
asam. Rasa asam disebabkan oleh
banyaknya ion hidrogen dari
flavonoid yang terionisasi.
Analisis statistik menunjukkan F1
merupakan formula yang paling
disukai dengan konsentrasi sari
kering lidah buaya paling kecil, yaitu
20%. Hal ini disebabkan oleh rasa
lidah buaya yang kurang
menyenangkan, meskipun sudah
digunakan perasa lemon, tetapi
aroma dan rasa yang kuat dari sari
kering lidah buaya masih terasa.
Rasa granul effervescent dapat
diperbaiki dengan penambahan
pemanis buatan seperti aspartam,
karena pengunaan pemanis alami
seperti sukrosa menyebabkan granul
basah, akibat sifat sukrosa yang
higroskopis.
Simpulan
Sari kering lidah buaya dapat
diformulasikan menjadi sediaan
granul effervescent yang memenuhi
persyaratan dengan kadar air 0,20-
0,21%, kerapatan curah 0,5341-
0,5384 g/mL dan kerapatan mampat
0,6154-0,6178 g/mL dengan indeks
Carr 13,14-13,55%, kecepatan alir
9,61-9,71 g/s, sudut istirahat 27,15-
27,79o, pH 5,82-5,8 dan F1 sebagai
formula yang paling disukai.
Daftar Pustaka
1. Reynolds T, Dweck AC. Aloe
vera gel: A Review Update. J.
Ethopharmacology, 1999, 68: 3-
37.
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
7
2. Talmadge J, Chavez J, Jacobs
L, Munger C, Chinnah T, Chow
JT, Williamson D, Yates K.
Fractionation of Aloe vera L.
Inner gel, purification and
molecular profiling of activity.
Int Immunopharmacol,. 2004,
4(14): 1757-73.
3. Ni Y, Tizard IR. Analytical
methodology: the gel-analysis of
aloe pulp and its derivatives. In:
Reynolds (ed.) Aloes: The genus
Aloe. CRC Press, London, 2004,
p. 111-126.
4. Dagne E, Bisrat D, Viljoen A,
van Wyk BE. Chemistry of Aloe
spesies. Current Organic
Chemistry, 2000, 4: 1055-78.
5. Choi S, Chung MH. A review on
the relationship between Aloe
vera components and their
biologic effects. Seminar in
Integrative Medicine, 2003, v.1,
p.53-62.
6. Kepala BPOM, 2004, SK
BPOM No. HK.00.05.23.3644
tentang Ketentuan Pokok
Pengawasan Suplemen
Makanan, Jakarta: BPOM.
7. Parrot EL. Pharmaceutical
Technology. Iowa: University of
Iowa, 1987.
8. Ansel HC. Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi, Terjemahan
Farida Ibrahim Edisi 4, Jakarta:
UI Press, 1989
9. Fransworth NR. Biological and
Phytochemycal Screening of
Plants. J.Pharm. Sci. 1996; 1:
55.
10. Fausett H, Gayser C, Dash AK..
Evaluation of Quick
Disintegrating Calcium
Carbonate Tablets. 2000.
{Tersedia di
http://www.pharmscitech.com,
diakses 14 November 2013).
11. Aulthon ME. Pharmaceutics The
Science of Dosage Form Design,
New York: Longman Group
Churchill Livingstone, 1988.
12. Departemen Kesehatan RI.
Farmakope Indonesia, Edisi 4,
Jakarta: Departemen Kesehatan
RI. 1995.
13. Fudholi A. Metode Formulasi
Dalam Kompresi Direk. Medika,
1983, 7. 586-593.
14. Eichman JD, Robinson JR.
Mechanistic studies on
effervescent induced
permeability enhancement.
Pharmaceutical Research, 1998,
15(6): 925-930.
15. Eichman JD. Mechanistic
studies on effervescent induced
permeability enhancement,
Disertasi. University of
Wisconsin, Madison. 1997.
16. Kuswahyuning R. Pengaruh
Laktosa dan Povidon dalam
Formula Tablet Ekstrak
Kaempferia galangal L. Secara
Granulasi Basah. Skripsi,
Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. 2005.
17. Mohrle R. Effervescent Tablets,
in Lieberman, H.A., and
Lachman, L., Pharmaceutical
Dosage Form Tablet, Vol I, New
York: Longman Group Churchill
Livingstone. 1989.
18. Voigt R. Buku Pelajaran
Teknologi Farmasi. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.,
1984., Ed 5. 169-586.
19. Banker GS, Anderson NR. Teori
dan Praktek Farmasi Industri,
Jilid II, Terjemahan Siti Suyatmi
dan Iis Aisyah, Edisi II, Jakarta:
Universitas Indonesia. 1994.
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
8
Simulasi Docking Molekular Senyawa Santorizol Sebagai
Antiinflamasi Terhadap Enzim COX-1 dan COX-2
Deden Indra Dinata1, Hardhi Suryatno
1, Ida Musfiroh
2
1 Sekolah Tinggi Farmasi Bandung
2Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Abstrak
Enzim yang mempengaruhi proses inflamasi yaitu enzim COX-1 dan COX-2,
kedua enzim tersebut berfungsi dalam pembentukan prostaglandin yang
berkontribusi dalam pembentukan inflamasi. Santorizol diketahui mempunyai
efek antiinflamasi sehingga dapat dilakukan uji simulasi docking xanthorrizol
terhadap enzim COX-1 dan COX-2. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
interaksi senyawa santorizol yang berasal dari tanaman temulawak (Curcuma
xanthorriza) dengan sisi aktif enzim COX-1 dan COX-2. Proses docking senyawa
tersebut dilakukan menggunakan software Autodock 3.0. Hasil docking molekular
antara santorizol dengan COX-1 yaitu atom O pada santorizol berinteraksi dengan
Arg120 dan Tyr355. Sedangkan interaksi santorizol dengan COX-2 yaitu gugus
OH dari santorizol berinteraksi dengan asam amino Gln178 dan Leu338. Leu338
merupakan salah satu asam amino spesifik pada kantung ikatan COX-2. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa santorizol dapat berinteraksi dengan sisi aktif
enzim COX-1 dan COX-2, dan memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk berikatan
pada sisi aktif COX-2 dibandingkan pada COX-1.
Kata Kunci: Docking, santorizol, antiinflamasi, COX-1, COX-2
Molecular Docking Simulation of Xanthorrizol Compounds Derived From
Temulawak as Antiinflammatory on Enzymes COX-1 AND COX-2
Abstract
There are two enzymes that influence inflammatory process, which are COX-1
and COX-2 enzymes, both of this enzymes have function in the establishment of
prostaglandin that contribute in inflammation. Santorizol is known has anti-
inflammatory effect, so it can developed and tested by docking simulation to
COX-1 and COX-2 enzymes. The aim of this research is to determine the
interaction between santorizol that is derived from temulawak (Curcuma
xanthorriza) with the active site of COX-1 and COX-2 enzymes. Docking
simulation was done by using AutoDock Tools 4.0. The interactions between
santorizol with COX-1 are O- santorizol interact with Arg120 and Tyr355. The
interactions between santorizol with COX-2 are OH-santorizol interact with
Gln178 and Leu338. Leu338 is specific amino acid in the binding pocket of COX-
2. Santorizol can interact with the active site of COX-1 and COX-2 enzymes, and
show better affinity to COX-2.
Keywords: Docking, santorizol, antiinflamasi, COX-1, COX-2
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
9
Pendahuluan
Pada awal perkembangan obat,
usaha penemuan obat baru pada
umumnya bersifat coba-coba (trial
and error) sehingga biaya
pengembangan obat baru sangat
mahal. Hal ini dapat dipahami
mengingat bahwa dari 8.000 hingga
10.000 senyawa baru yang disintesis
atau yang didapat dari sumber alam,
setelah melalui berbagai uji kimia,
fisika, aktivitas, farmakokinetik,
toksisitas, farmakodinamik, dan uji
klinik, kemungkinan hanya satu
senyawa yang secara klinik dapat
digunakan sebagai obat.1
Waktu yang dibutuhkan, mulai
dari proses sintesis atau ekstraksi,
penapisan farmakologi, sampai
evaluasi klinik dan persetujuan
pendaftaran, memakan waktu lebih
kurang 10 tahun. Hal tersebut juga
disebabkan oleh ketatnya peraturan-
peraturan untuk obat baru untuk
diijinkan dipasarkan. Ini berarti
bahwa agar perkembangan obat baru
tetap layak secara ekonomi, perlu
terobosan pemikiran yang mendasar
bagaimana melakukan penelitian
dengan sejumlah kecil senyawa yang
terpilih, dan bagaimana merancang
senyawa dengan baik.1
Untuk mengatasi masalah
kekurangan dalam pengembangan
obat baru sudah mulai mengurang
dengan adanya teknik penemuan
obat baru melalui studi komputasi,
adalah cabang kimia yang
menggunakan hasil kimia teori yang
diterjemahkan ke dalam program
komputer untuk menghitung sifat-
sifat molekul dan perubahannya
maupun melakukan simulasi
terhadap sistem-sistem besar
(makromolekul seperti protein dan
asam nukleat) dan sistem besar bisa
mencakup kajian konformasi
molekul dan perubahannya (misalnya
proses denaturasi protein), perubahan
fase, serta peramalan sifat-sifat
makroskopik (seperti kalor jenis)
berdasarkan perilaku di tingkat atom
dan molekul . Istilah kimia teori
dapat didefinisikan sebagai deskripsi
matematika untuk kimia, sedangkan
kimia komputasi biasanya digunakan
ketika metode matematika
dikembangkan dengan cukup baik
untuk dapat digunakan dalam
program komputer. Metode kimia
komputasi tidak sepenuhnya dapat
bisa di gunakan secara langsung,
kimia komputasi dapat memprediksi
bukan berarti dapat digunakan secara
langsung, karena sedikit sekali aspek
kimia yang dapat dihitung secara
tepat. Hampir semua aspek kimia
dapat digambarkan dalam skema
komputasi kualitatif atau kuantitatif.1
Santorizol merupakan komponen
minyak atsiri dari rimpang
temulawak. Santorizol diketahui
memiliki aktivitas antiinflamasi.2
Inflamasi adalah suatu respon
organisme terhadap invasi oleh
benda asing, seperti bakteri, parasit
dan virus. Dalam konteks ini, respon
inflamasi merupakan suatu reaksi
protektif yang penting terhadap
iritasi, luka, atau infeksi, yang
ditandai dengan kemerahan, rasa
panas, bengkak, hilangnya fungsi
dan rasa sakit.3 PGs (prostaglandin)
merupakan suatu mediator endogen
inflamasi dan dibentuk dari asam
arakidonat oleh enzim konstitutif
COX-1 dan enzim indusibel COX-2.
Enzim COX-1 merupakan enzim
konstitutif yang dapat mengkatalisis
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
10
pembentukan prostanoid regulatoris
pada berbagai jaringan, terutama
pada selaput lendir traktus
gastrointestinal, ginjal, platelet dan
epitel pembuluh darah.4,5,6
Sedangkan, COX-2 tidak
konstitutif tetapi dapat diinduksi,
antara lain bila ada stimulus
inflamasi, mitogenesis atau
onkogenesis.7, 8
Struktur santorizol mempunyai
satu cincin aromatik yang dapat
menimbulkan interaksi hidrofobik
dengan reseptor dan satu gugus
hidroksil yang dapat menjadi donor
dan akseptor ikatan hydrogen.
Interaksi santorizol dengan enzim
COX-1 dan COX-2 belum
dilaporkan.
Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui afinitas dan interaksi
senyawa santorizol terhadap enzim
COX-1 dan COX-2, mengetahui
ikatan hidrogen yang terbentuk
antara santorizol dengan enzim
COX-1 dan COX-2, serta
mengetahui selektivitas santorizol
dengan enzim COX-1 dan COX-2
dengan metode simulasi docking
molekular.
Metode
Alat
Perangkat lunak : ChemDraw
versi 8, Hyperchem versi 7, PDB
viewer, ArgusLab, dan Autodock 4.7
Bahan Bahan-bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah struktur
ligan yang telah digambar melalui
perangkat lunak ChemDraw versi 8,
optimasi struktur menggunakan
software HyperChem v 7. Struktur
protein yang telah dikristalografi
yang diperoleh dari www.pdb.com.
Analisis kantung ikatan COX-1
melalui redocking
a. Persiapan reseptor
Persiapan reseptor enzim
COX dilakukan dengan
pengunduhan enzim COX
melalui website
www.pdb.org kode PDB:
1EQG.8
b. Isolasi ligan (kristal)
ibuprofen
c. Analisis binding site
Analisis binding site pada
tahap ini ditujukan untuk
melihat interaksi ibuprofen
dengan enzim COX-1
d. Re- ligan ibuprofen pada
COX-1
e. Analisis hasil docking dan
visualiasi hasil docking
Analisis kantung ikatan enzim
COX-2 melalui redocking
a. Persiapan reseptor
Persiapan reseptor enzim
COX-2 dilakukan dengan
pengunduhan enzim COX
melalui website
www.pdb.org kode PDB:
3LN1.9
b. Isolasi ligan alami celecoxib
c. Analisis binding site
Analisis binding site pada
tahap ini ditujukan untuk
melihat interaksi celecoxib
dengan enzim COX-2, dan
pada tahap ini kita dapat
mengetahui residu asam
amino kantung ikatan enzim
COX-2 .
d. Re-docking ligan celecoxib
pada COX-2
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
11
e. Analisis hasil docking dan visualisasi.
Docking senyawa santorizol pada
kantung ikatan COX-1 dan COX-2
a. Penyiapan ligan santorizol
menggunakan program chem
draw untuk membuat ligan
santorizol dalam bentuk dua
dimensinya dalam format
*.mol, kemudian hasil
senyawa santorizol yang telah
kita buat dibuka pada
program HyperChem dan
tambahkan rantai hidrogen
kemudian energi semi-
empirical dipilih dan
digunakan AM1. Optimasi
geometrinya dengan polak-
ribiere lalu save dengan
format *.hin, hasil ligan yang
telah di optimasi convert
menjadi file *.pdb dengan
program Arguslab.
b. Docking santorizol pada
kantung ikatan COX-1 dan
COX-2. Setelah senyawa
santorizol telah dibuat dalam
file berformat *.pdb lalu kita
docking terhadap kantung
COX-1 dan COX-2
Hasil
Pada Tabel 1 menunjukkan hasil
validasi kantung ikatan enzim COX-
1 (kode pdb : 1EQG) melalui re-
docking ligan alami ibuprofen.
Parameter docking dipilih dengan
jumlah run 50, grid box 60³Å. Hasil
redocking ibuprofen dengan enzim
COX-1 yaitu ; Energi Docking = -
10.01 kkal/mol, Konstanta Inhibisi =
2.8 µM dan RMSD = 0.789 Å, residu
asam amino yaitu Ala527, Arg120,
Gly526, Ile532, Met522, Phe518,
Ser353, Try355, Val116, Val349.
Ikatan hidrogen (Gambar 3) yang
terbentuk antara ibuprofen dengan
enzim COX-1 adalah Arg120 dengan
jarak 1.601 Å dan 1.705 Å; Tyr355
dengan jarak 1.730 Å.
.
Tabel 1 Hasil validasi docking ibuprofen dengan enzim COX-1 kode pdb 1EQG.
Run Grid (ų) ED
(Kkal/mol)
Ki
(µM)
RMSD
(Å) Residu aa
50 60 -10,01 2.8 0.789
Ala527, Arg120, Gly526,
Ile532, Met522, Phe518,
Ser353, Try355, Val116,
Val349
ED = Energi Docking, Ki = Konstanta inhibisi, RMSD = Root mean square
deviation, Residua aa = Residu asam amino
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
12
Gambar 1 Ikatan hidrogen yang terbentuk antara Ibuprofen dengan enzim COX-1
Pada Tabel 2 merupakan hasil
re-docking ligan alami celecoxib
(gambar 4) terhadap enzim COX-2(
kode pdb 3LN1) dengan parameter
terpilih yaitu jumlah run 50, grid box
yang digunakan 60³ dengan spasi
0,375 Å, menghasilkan data dengan
Energi Docking = -12.96 kkal/mol,
Konstanta inhibisi = 14.07 µM,
RMSD = 1.008 Å dengan residu
asam amino yang berikatan yaitu
His75, Arg106, Gln178, Val335,
Leu338, Ser339, Try341, Leu345,
Leu370, Trp373, Arg499, Ala502,
Ile503, Phe504, Met508, Val509,
Gly512, Ala513. Ikatan hidrogen
(Gambar 4) yang terbentuk pada saat
validasi adalah His75 dengan jarak
2,386 Å; Ser339 dengan jarak 3,476
Å; Leu338 dengan jarak 3,986 Å.
Tabel 2 Hasil validasi docking celecoxib dengan enzim COX-2 kode pdb 3LN1
Run Grid (ų) ED
(Kkal/mol)
Ki
(µM)
RMSD
(Å) Residu aa
50 60 -12.96 14.07 1.008
His75, Arg106, Gln178,
Val335, Leu338, Ser339,
Try341, Leu345, Leu370,
Trp373, Arg499, Ala502,
Ile503, Phe504, Met508,
Val509, Gly512, Ala513
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
13
Gambar 2 Ikatan hidrogen yang terbentuk antara celecoxib dengan COX-2
Setelah dilakukan validasi
kantung ikatan melalui re-docking,
kemudian dilakukan docking
senyawa santorizol pada kantung
ikatan enzim COX-1 dan COX2.
Hasil docking senyawa uji santorizol
terhadap COX-1 (Gambar 5)
menunjukkan residu asam amino
yang berinteraksi yaitu Val116,
Arg120, Val349, Leu352, Ser353,
Tyr355, Phe381, Leu384, Tyr385,
Trp387, Phe518, Met522, Ile523,
Gly526, Ala527, Ser530, Leu531.
Sedangkan, ikatan hidrogen terjadi
dengan asam amino Arg120 dengan
jarak ikatan 2,02 A ⁰, dan Tyr355
dengan jarak ikatan 1,92 A ⁰. Energi
Docking = -8.85 kkal/mol,
Konstanta inhibisi = 1.63 µM (Tabel
3).
Tabel 3 Hasil docking santorizol dengan enzim COX-1 kode pdb 1EQG
ED
(Kkal/mol)
Ki
(µM) Residu aa
Ikatan hidrogen
-8.85 1.63
Tyr385, Trp387,
Phe518, Met522,
Ile523, Gly526,
Ala527, Ser530,
Leu531
Arg120 (2.019 A⁰)
Tyr355 (1.917A⁰)
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
14
Gambar 3 Ikatan hidrogen yang terbentuk pada docking senyawa santorizol yang
berikatan dengan COX-1
Hasil docking senyawa
santorizol terhadap COX-2 (Tabel 4)
menunjukkan residu asam amino
yang berinteraksi yaitu : His75,
Gln178, Val335, Leu338, Ser339,
Phe367, Leu370, Tyr371, Trp373,
Arg499, Ala502, Ile503, Phe504,
Met508, Val509, Gly512, Ala513.
Sedangkan ikatan hidrogen (gambar
6) yang terbentuk antara lain Gln178
dengan jarak 2.060 Å; Leu338
dengan jarak 2.065 Å. Energi
Docking = -10.11 kkal/mol,
Konstanta inhibisi = 0.295 µM (Tabel 8).
Tabel 4 Hasil docking santorizol dengan enzim COX-2.
ED
(Kkal/mol)
Ki
(µM) Residu aa
Ikatan hidrogen
-10.11 0.295
His75, Gln178, Val335,
Leu338, Ser339,
Phe367, Leu370,
Tyr371, Trp373,
Arg499, Ala502,
Ile503, Phe504,
Met508, Val509,
Gly512, Ala513
Gln178 (2.060 Å).
Leu338 (2.065 Å)
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
15
Gambar 4 Ikatan hidrogen yang terbentuk pada docking senyawa santorizol yang
berikatan dengan COX-2
Pembahasan
Pada Tabel 1 menunjukkan hasil
validasi kantung ikatan enzim COX-
1 (kode pdb : 1EQG) melalui re-
docking ligan alami ibuprofen.
Parameter docking yang dipilih run
50, grid box 60³ dengan spasi 0,375
Å. Hasil docking ibuprofen (Gambar
3) dengan enzim COX-1 yaitu ;
Energi Bebas Ikatan = -8.94
kkal/mol, Konstanta Inhibisi = 2.8
µM dan RMSD = 0.789 Å. Ikatan
hidrogen (Gambar 3) yang terbentuk
antara ibuprofen dengan enzim
COX-1 adalah Arg120 dengan jarak
1.601 Å pada atom O dan 1.705 Å
pada atom C; Tyr355 dengan jarak
1.730 Å pada atom C.
Hasil docking ligan alami
celecoxib terhadap enzim COX-2
kode pdb 3LN1 dengan variasi run
50 grid box yang digunakan 60³Å,
menghasilkan data dengan Enegi
Bebas Ikatan = -10.71 kkal/mol,
Konstanta Inhibisi = 14.07 µM,
RMSD = 1.008 Å. Ikatan hidrogen
(Gambar 4) yang terbentuk pada saat
validasi adalah His75 dengan jarak
2.386 Å pada atom N; Ser339
dengan jarak 3.476 Å pada atom N;
Leu338 dengan jarak 3.986 Å pada
atom N.
Hasil docking senyawa uji
santorizol terhadap COX-1
menunjukkan residu asam amino
Val116, Arg120, Val349, Leu352,
Ser353, Tyr355, Phe381, Leu384,
Tyr385, Trp387, Phe518, Met522,
Ile523, Gly526, Ala527, Ser530,
Leu531 dan ikatan hidrogen dengan
asam amino Arg120, Tyr355 dengan
jarak ikatan 2.02, 1.92 Å dan Energi
Bebas Ikatan -7.89 kkal/mol,
Konstanta Inhibisi 1.63 µM (Tabel
3).
Hasil analisis interaksi santorizol
dengan enzim COX-1 menunjukkan
bahwa adanya ikatan hidrogen yang
kuat antara santorizol dengan
kantung ikatan COX-1 tetapi residu
asam amino yang berikatan berbeda
dengan ibuprofen, interaksi pada
ibuprofen didapatkan residu asam
amino Ala527, Arg120, Gly526,
Ile532, Met522, Phe518, Ser353,
Try355, Val116, Val349 pada
senyawa santorizol hasil residu asam
amino yang didapat adalah Val116,
Arg120, Val349, Leu352, Ser353,
Tyr355, Phe381, Leu384, Tyr385,
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
16
Trp387, Phe518, Met522, Ile523,
Gly526, Ala527, Ser530, Leu531.
Hasil tersebut menunjukkan
bahwa santorizol mampu berinteraksi
dengan residu asam amino penting
pada kantung ikatan COX-1.
Meskipun terdapat perbedaan jenis
residu asam amino yang berikatan
dengan ibuprofen, namun ikatan
hidrogen yang terbentuk (gambar 5)
antara lain Tyr335 dengan jarak
1.917 Å pada atom O; Arg120
dengan jarak 2.019 Å yang
merupakan residu asam amino
penting pada sisi aktif enzim COX-1,
menunjukkan bahwa senyawa
santorizol memiliki aktivitas
antiinflamasi dengan menghambat
enzim COX-1.
Hasil docking senyawa santorizol
terhadap COX-2 menunjukkan
residu asam amino yang berinteraksi
antara lain : His75, Gln178, Val335,
Leu338, Ser339, Phe367, Leu370,
Tyr371, Trp373, Arg499, Ala502,
Ile503, Phe504, Met508, Val509,
Gly512, Ala513. Ikatan hidrogen
yang terbentuk antara lain dengan
Gln178 dengan jarak 2.06 Å; Leu338
dengan jarak 2.07 Å; Energi docking
-10.11 kkal/mol, dan Konstanta
inhibisi 0.295 µM (Tabel 4). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa
santorizol dapat berikatan dengan
residu asam amino penting pada
kantung ikatan COX-2 (Leu338)
sebagaimana ikatannya dengan
celecoxib.
Simpulan
Santorizol memiliki aktivitas
sebagai antiinflamasi yang
ditunjukkan dari hasil docking
senyawa santorizol terhadap enzim
COX-1 dan COX-2. Santorizol dapat
berikatan dengan kantung ikatan
COX-1 dan COX-2, namun lebih
selektiv terhadap COX-2 dengan
nilai energi docking yang lebih kecil
dibandingkan pada interaksinya
terhadap COX-1.
Daftar Pustaka
1. Siswandono; Soekardjo, B.,
2000. Kimia Medisinal Jilid 1.
Pengembangan Obat. Surabaya:
Airlangga University Press, 1-28;
313-336.
2. Chol Seung Lim, Da-Qing
Jin, Hyejung Mok, Sang Jin
Oh, Jung Uk Lee, Jae Kwan
Hwang, Ilho Ha, Jung-Soo Han,
Antioxidant and
antiinflammatory activities of
santorizol in hippocampal
neurons and primary cultured
microglia, J Neurosci Res. 2005
Dec 15;82(6):831-8.
3. McAdam, B.F., Lawson, F.C.,
Mardini, I.A., Kapoor, S.,
Lawson, J.A., Fitzgerald, G.A.,
1999. Systemic Biosynthesis of
Prostacyclin by
Cyclooxygenase (COX-2): The
Human Pharmacology of
Selective Inhibitor of COX-2.
Proc Natl Acad Sci, 96(1):272-
277.
4. McAdam, B.F., Lawson, F.C.,
Mardini, I.A., Kapoor, S.,
Lawson, J.A., Fitzgerald, G.A.,
1999. Systemic Biosynthesis of
Prostacyclin by
Cyclooxygenase (COX-2): The
Human Pharmacology of
Selective Inhibitor of COX-2.
Proc Natl Acad Sci, 96(1):272-
277.
5. Rajakariar, R., Yaqoob, M.M.,
Gilroy, D.W., 2006. COX-2 in
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
17
Inflammation and Resolution.
Mol interv, 6(4):199-207.
6. Zimmermann, K.C., M. Sarbia,
K. Schror, A.A. Weber., 1998.
Constitutive cyclooxygenase-2
expression in healthy human and
rabbit gastric mucosa. Mol
Pharmacol, 54(3):536-540.
7. Garrett M. Moris., 5 Nov 2012.
User guide AutoDock ver 4.2.
Automated Docking of Flexible
Ligands to Flexible Receptors :
1-11.
8. Selinsky BS, Gupta K, Sharkey
CT, Loll PJ, Structural analysis
of NSAID binding by
prostaglandin H2 synthase: time-
dependent and time-independent
inhibitors elicit identical enzyme
conformations, Biochem, 2001
May 1;40(17):5172-80.
9. Wang JL, Limburg D, Graneto
MJ, Springer J, Hamper JR, Liao
S, Pawlitz JL, Kurumbail
RG, Maziasz T, Talley JJ, Kiefer
JR, Carter J, The novel
benzopyran class of selective
cyclooxygenase-2 inhibitors. Part
2: the second clinical candidate
having a shorter and favorable
human half-life. Boorg. Med.
Chem. Lett. 2010, (20): 7159-
71632010
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
18
Formulasi Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Beras Hitam (Oryza
sativa L.) dan Evaluasi Efektivitasnya sebagai Antikerut
Ardian Baitariza*, Sasanti Tarini Darijanto, Jessie Sofia Pamudji, Irda Fidrianny
Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung
Abstrak
Radikal bebas dalam tubuh dapat memicu terjadinya kerut. Salah satu upaya
mengatasi hal ini adalah dengan antioksidan. Beras hitam telah terbukti memiliki
efek antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan sediaan mikroemulsi
ekstrak beras hitam yang stabil dan memiliki efek anti kerut. Penelitian diawali
dengan melakukan uji daya antioksidan ekstrak beras hitam secara in vitro
terhadap DPPH. Kemudian dilakukan optimasi terhadap basis sediaan
mikroemulsi. Basis yang optimal lalu diformulasikan dengan ekstrak beras hitam.
Terhadap sediaan mikroemulsi ekstrak beras hitam dilakukan uji stabilitas fisika
kimia dan uji efek anti kerut. Hasil menunjukkan bahwa formula mikroemulsi
ekstrak beras hitam yang stabil memiliki komposisi ekstrak beras hitam 4%, VCO
28,8%, Croduret-50-SS 28,8%, gliserin 28,8%, dan dapar sitrat fosfat pH 3,0
9,6%. Efektivitas anti kerut ekstrak beras hitam dalam sediaan mikroemulsi lebih
besar daripada dalam sediaan emulsi. Penurunan rata-rata level kerut oleh
mikroemulsi ekstrak beras hitam adalah 44,46% ± 19,7%, sedangkan oleh emulsi
ekstrak beras hitam adalah 36,6% ± 19,5%.
Kata kunci : Beras hitam, mikroemulsi, antikerut
Formulation and Evaluation of Anti-wrinkle Effect
Black Rice Extract (Oryza sativa L.) Microemulsion
Abstract
Free radicals in the body can lead to wrinkle. The use of antioxidants can prevent
wrinkle. Black rice known to have an antioxidant effect. The purpose of this study
is to get a microemulsion preparation of black rice extract that stable and has anti-
wrinkle effect. Research was started by antioxidant power test in vitro against
DPPH, then the optimization of the microemulsion preparation base. The
optimum base formula then formulated with black rice extract. Then tested the
chemical and physical stability test, also anti-wrinkle effect. The results showed
that black rice extract microemulsion has composition as black rice extract of 4%,
VCO of 28,8%, Croduret-50-SS of 28,8%, glycerol of 28.8%, and citrate-
phosphate buffer pH 3,0 of 9,6%. The anti-wrinkle effectivity of black rice extract
in microemulsion form was more than in emulsion form. The average decrease of
wrinkle level by black rice extract microemulsion was 44,46% ± 19.7%, and by
black rice extract emulsion was 36.6% ± 19.5%.
Keywords : Black rice, microemulsion, anti-wrinkle
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
19
Pendahuluan
Kerut pada kulit merupakan salah
satu tanda penuaan dini, dimana
terjadi pengurangan jumlah kolagen
dan elastin pada dermis, sehingga
bagian epidermis mengalami
penurunan tekstur. Faktor pemicunya
adalah senyawa radikal bebas.
Ekstrak beras hitam telah terbukti
memiliki efek antioksidan. Hasil
penelitian Park (2008) menunjukan
bahwa ekstrak beras hitam dapat
menghambat peroksidasi asam
linoleat, meredam radikal DPPH,
meredam anion radikal superoksida,
dan meredam hidogen peroksida. 1,2
Penggunaan ekstrak beras hitam
ini memerlukan sistem penghantaran
yang baik, guna mencapai efek yang
optimum. Salah satunya adalah
bentuk sediaan mikroemulsi. Sistem
ini merupakan suatu emulsi dengan
ukuran globul yang sangat kecil,
yaitu sekitar 50 sampai 200 nm.
Dengan ukuran tersebut, globul dapat
terpenetrasi baik hingga menembus
epidermis.3 Sehingga ekstrak beras
hitam yang terlarut dalam globul itu
pun akan banyak berpenetrasi, yang
dapat menyebabkan meningkatnya
efektivitas antioksidan di dalam
epidermis.4
Tujuan dari penelitian ini adalah
mendapatkan sediaan mikroemulsi
ekstrak beras hitam yang stabil dan
memiliki efek anti kerut.
Metode
Alat
Timbangan analitik (Toledo),
spektrofotometer tipe UV/VIS
(Beckman), pengaduk elektrik
(IKA), viskometer (Brookfield DV-
I), pH meter (Beckman), sentrifuga
(Hettich EBA 85), particle size
analyser (delsaTM
Nano C, Beckman
Coulter), mikroskop digital (Dino
Lite), dan alat gelas laboratorium.
Bahan
Ekstrak beras hitam (Nanjing
Zelang Medical Technology Co.,
Ltd.), aquadest, kloroform, HCl,
butanol, asam asetat, silika GF 254,
DPPH, asam askorbat, minyak beras,
VCO, croduret-50-SS, gliserin,
etanol, sorbitol, propilen glikol, asam
sitrat, Na2HPO4.
Uji Daya Antioksidan In Vitro
Ekstrak Beras Hitam
Ekstrak beras hitam dibuat dalam
bentuk larutan pada berbagai nilai
konsentrasi, yakni 20, 40, 60, 80, dan
100 bpj. Sejumlah 1 ml larutan
sampel dicampurkan dengan 1 mL
larutan DPPH 50 bpj. Campuran
diinkubasi pada suhu kamar selama
tiga jam. Absorbansi DPPH dalam
larutan sampel diukur pada panjang
gelombang maksimumnya, yaitu .
Persen (%) peredaman DPPH oleh
ekstrak dapat dihitung. Kemudian
kurva persen (%) peredaman DPPH
terhadap konsentrasi ekstrak beras
hitam dibuat. Nilai IC50 ekstrak beras
hitam dapat ditentukan dari
persamaan linier kurva.
Bahan standar pembanding uji
yang digunakan adalah asam
askorbat. Asam askorbat dibuat
dalam bentuk larutan pada berbagai
nilai konsentrasi, yakni 2, 4, 6, 8, dan
10 bpj. Sejumlah 1 ml larutan asam
askorbat dicampurkan dengan 1 mL
larutan DPPH 50 bpj. Campuran
diinkubasi pada suhu kamar selama
tiga jam. Absorbansi DPPH dalam
larutan standar diukur pada panjang
gelombang maksimum dari DPPH.
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
20
Persen (%) peredaman DPPH oleh
asam askorbat dapat dihitung.
Kemudian kurva persen (%)
peredaman DPPH terhadap
konsentrasi asam askorbat dibuat.
Nilai IC50 asam askorbat dapat
ditentukan dari persamaan linier
kurva.
Optimasi Basis Mikroemulsi
Penentuan komposisi basis
mikroemulsi yang optimum diawali
dari penentuan fase minyak. Minyak
beras dan VCO dipilih sebagai
kandidat fase minyak. Masing-
masing minyak diformulasikan
dengan surfaktan Croduret-50-SS
pada berbagai konsentrasi untuk
membentuk mikroemulsi tipe a/m.
Minyak yang dipilih adalah minyak
yang memerlukan konsentrasi
surfaktan terendah untuk dapat
membentuk mikroemulsi tipe a/m.5
Tahap optimasi selanjutnya yaitu
penentuan kosurfaktan. Etanol,
gliserin, propilenglikol, dan sorbitol,
dipilih sebagai kandidat kosurfaktan.
Masing-masing bahan tersebut
diformulasikan dengan fase minyak
terpilih dan surfaktan Croduret-50-
SS. Bahan yang dapat menghasilkan
sediaan yang jernih dipilih sebagai
kosurfaktan.
Tahap optimasi yang terakhir
adalah penentuan komposisi
optimum dari surfaktan dan
kosurfaktan. Formula mikroemulsi
dengan konsentrasi surfaktan
terendah ditetapkan sebagai basis.
Pembuatan Diagram
Pseudoternary Formula basis mikroemulsi yang
telah ditentukan dipetakan dalam
diagram tiga fasa. Caranya yaitu
membuat formulasi mikroemulsi
pada berbagai komposisi jumlah
minyak, air, surfaktan-kosurfaktan.
Kemudian, daerah mikroemulsi
dapat ditentukan.
Pembuatan Mikroemulsi Ekstrak
Beras Hitam
Fase minyak yang terdiri dari
Croduret-50-SS dan minyak terpilih
dicampurkan dan dipanaskan pada
suhu 500C. Fase air yang terdiri dari
dapar sitrat-fosfat pH 3, gliserin, dan
ekstrak beras hitam dicampurkan dan
dipanaskan pada suhu 500C. Fase air
dan fase minyak kemudian
dicampurkan dan diaduk pada 200
rpm selama 10 menit hingga
terbentuk mikroemulsi.
Evaluasi Sediaan Mikroemulsi
Ekstrak Beras Hitam
Uji stabilitas sediaan yang
dilakukan meliputi freeze-thaw,
sentrifugasi, viskositas, pH, dan daya
antioksidan in vitro.
Evaluasi Efek Anti Kerut
Mikroemulsi Ekstrak Beras Hitam
Evaluasi dilakukan terhadap
sukarelawan dengan kriteria usia 40
tahun ke atas. Pada awalnya
dilakukan pemeriksaan level kerut
pada semua sukarelawan dengan
menggunakan metode video
dermatoscope. Kemudian kepada
sukarelawan diberi tiga perlakuan
aplikasi topikal, yakni mikroemulsi
ekstrak beras hitam, basis
mikroemulsi, serta emulsi ekstrak
beras hitam. Perlakuan dilakukan
selama 15 hari. Pada akhir masa
perlakuan, pemeriksaan level kerut
sukarelawan dilakukan kembali. Dari
hasil pemeriksaan ini dapat dihitung
persentase penurunan level kerut
sukarelawan, serta perbedaan
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
21
penurunan level kerut sukarelawan di
antara tiga perlakuan aplikasi topikal.
Hasil
Gambar 1 Kurva % peredaman
DPPH terhadap konsentrasi ekstrak
beras hitam
Gambar 2 Kurva % peredaman PPH
terhadap konsentrasi asam askorbat
Tabel 2 Optimasi Jenis Kosurfaktan
Bahan Formula (%)
V5 V6 V7 V8
VCO 30 30 30 30
Air 10 10 10 10
Croduret-
50-SS
30 30 30 30
Etanol 30 - - -
Gliserin - 30 - -
Propilen
glikol
- - 30 -
Sorbitol - - - 30
Hasil K J K K
Keterangan : K (Keruh), J (Jernih),
- (tidak ada)
Tabel 3 Optimasi Rasio
Surfaktan/Kosurfaktan
Bahan
Formula (%)
V9 V10 V11 V12 V6
5 : 1 4 : 1 3 : 1 2 : 1 1 : 1
VCO 40 40 40 30 30
Air 10 10 10 10 10
Croduret 41,7 40 37,5 40 30
Gliserin 8,3 10 12,5 20 30
Hasil J J K J J
Keterangan : K (Keruh), J (Jernih)
Tabel 1 Optimasi Fase Minyak untuk Basis Mikroemulsi
Bahan
Formula (%)
MB
1
MB
2
MB
3
MB4 V1 V2 V3 V4
Minyak
beras
50 40 30 20 - - - -
VCO - - - - 50 40 30 20
Air 10 10 10 10 10 10 10 10
Croduret 40 50 60 70 40 50 60 70
Hasil K K J J K J J J
Keterangan : MB (minyak beras), V (VCO), K (Keruh), J (Jernih), - (tidak ada)
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
22
Tabel 4 Formula Mikroemulsi
Ekstrak Beras Hitam
Bahan Formula (%)
ME
Ekstrak Beras
Hitam
4
VCO 28,8
Dapar sitrat-fosfat
pH 3
9,6
Croduret-50-SS 28,8
Gliserin 28,8
Keterangan : ME (mikroemulsi
ekstrak beras hitam)
Gambar 3 Diagram tiga fasa
ket. : p25 (pH sediaan pada suhu
250C),
p40 (pH sediaan pada suhu
400C)
Gambar 4 Grafik pH sediaan pada
uji stabilitas
ket. : V25 (viskositas sediaan pada
suhu 250C),
V40 (viskositas sediaan pada
suhu 400C)
Gambar 5 Grafik viskositas sediaan
pada uji stabilitas
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
23
ket. : D25 (daya antioksidan pada
suhu 250C),
D40 (daya antioksidan
pada suhu 400C)
Gambar 6 Grafik daya antioksidan
in vitro sediaan pada uji stabilitas
Tabel 5 Data Penurunan Level Kerut
Sukarelawan
Sukarelawan
Penurunan level kerut
(%)
ME BM EE
1 39,08 24,22 31,82
2 48,40 21,25 57,63
3 69,76 26,84 39,75
4 51,30 18,7 0,00
5 64,20 0,00 55,6
6 33,14 26,73 17,74
7 0,00 0,00 45,33
8 46,36 0,00 36,31
9 58,16 7,48 20,95
10 34,16 30,5 60,92
rata-rata 44,46
±
19,7
15,57
±
12,4
36,6
±
19,5
ket. : ME (mikroemulsi ekstrak beras
hitam), BM (basis
mikroemulsi), EE (emulsi
ekstrak beras hitam)
Pembahasan
Ekstrak beras hitam telah diuji
daya antioksidannya terhadap DPPH.
Nilai IC50 ekstrak terhadap DPPH
adalah 41,5 bpj. Sedangkan, nilai
IC50 standar asam askorbat terhadap
DPPH adalah 9,3 bpj.
Optimasi basis mikroemulsi
menunjukkan hasil bahwa fase
minyak yang dipilih adalah VCO,
kosurfaktan yang dipilih adalah
gliserin. Rasio surfaktan/kosurfaktan
yang dipilih adalah 1 : 1. Hasil
optimasi ini berdasar pada parameter
organoleptis sediaan, yaitu
kejernihan.
Hasil penentuan fase minyak
menunjukkan VCO lebih sedikit
membutuhkan surfaktan Croduret-
50-SS agar membentuk mikroemulsi
daripada minyak beras. VCO dipilih
sebagai fase minyak sediaan
mikroemulsi. Formula-formula yang
dioptimasi untuk memilih fase
minyak dapat dilihat pada Tabel 1.
Pada penentuan kosurfaktan
didapatkan hasil bahwa gliserin
menghasilkan mikroemulsi yang
jernih. Formula-formula yang
dioptimasi dalam menentukan
kosurfaktan dapat dilihat pada Tabel
2.
Tahap optimasi terakhir
menunjukkan bahwa rasio surfaktan :
kosurfaktan yang optimum adalah 1 :
1. Rasio ini dipilih karena jumlah
surfaktan yang dipakai bernilai
terendah dalam membentuk sediaan
mikroemulsi.
Pemetaan diagram tiga fasa telah
dibuat terhadap formula mikroemulsi
optimum. Diagram tiga fasa ini dapat
dilihat pada Gambar 3. Daerah
mikroemulsi pada diagram tiga fasa
ditunjukkan oleh titik-titik hijau.
Dari diagram ini dapat dilihat bahwa
daerah mikroemulsi terdapat pada
jumlah air yang kecil dan jumlah
minyak yang lebih besar. Ini
menunjukkan bahwa surfaktan
Croduret-50-SS merupakan jenis
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
24
surfaktan pembentuk emulsi tipe
a/m.
Formulasi ekstrak beras hitam
kemudian dilakukan terhadap basis
mikroemulsi optimum. Formula
lengkapnya dapat dilihat pada Tabel
4.
Mikroemulsi ekstrak beras hitam
kemudian diuji stabilitas fisiko-
kimianya berdasarkan uji freeze
thaw, sentrifugasi, pH, viskositas,
dan daya antioksidan in vitro. Hasil
menunjukkan bahwa mikroemulsi
ekstrak beras hitam stabil selama 6
siklus uji freeze thaw, stabil selama 5
jam sentrifugasi, stabil pada nilai pH
dan daya antioksidan in vitro, serta
mengalami kenaikan pada nilai
viskositas.6
Evaluasi efek anti kerut
mikroemulsi ekstrak beras hitam
dilakukan pada 10 orang
sukarelawan. Hasil evaluasi efek ini
dibandingkan dengan efek anti kerut
basis mikroemulsi dan emulsi
ekstrak beras hitam. Persen
penurunan level kerut diperoleh di
antara tiga perlakuan topikal, dengan
hasil seperti dapat dilihat pada Tabel
5.
Berdasarkan ANOVA desain
acak sempurna, terdapat perbedaan
bermakna (α = 0,05) pada nilai
penurunan level kerut sepuluh
sukarelawan di antara tiga perlakuan.
Sediaan yang paling banyak
mengurangi level kerut (rougness)
adalah mikroemulsi ekstrak beras
hitam, kemudian emulsi ekstrak
beras hitam, dan terakhir basis
mikroemulsi.
Pada bentuk sediaan
mikroemulsi, globul-globul yang
berisi senyawa aktif ekstrak
berukuran kecil, sehingga mampu
berpenetrasi menembus epidermis
menghantarkan senyawa aktif.
Akibatnya efektivitas antioksidan
senyawa aktif dalam epidermis pun
menjadi meningkat. Faktor lain yang
menentukan adalah tingginya jumlah
surfaktan dalam mikroemulsi,
sehingga dapat menjadi peningkat
penetrasi bagi zat aktif.
Simpulan
Formula sediaan mikroemulsi
ekstrak beras hitam terbaik adalah
ekstrak beras hitam 4%, Croduret-
50-SS 28.8%, gliserin 28.8%, VCO
28.8%, dapar sitrat-fosfat pH 3 9,6%,
yang bersifat stabil berdasarkan hasil
uji freeze thaw, sentrifugasi, pH, dan
daya antioksidan in vitro. Adapun
nilai viskositas sediaan mengalami
kenaikan selama penyimpanan pada
suhu kamar.
Bentuk sediaan mikroemulsi
ekstrak beras hitam memiliki
efektivitas anti kerut yang paling
tinggi dibandingkan dengan basis
mikroemulsi dan emulsi ekstrak
beras hitam.
Daftar Pustaka
1. Park, Y, Sam., S, Joong Kim., H,
Ihl Chang., 2008, Isolation of
Abthocyanin from Black Rice and
Screening of its Antioxidant
Activities, Kor. J. Microbiol.
Biotechnol., Vol 36, No. 1, 1, 3
2. Swasti, 2007, Aktivitas
antioksidan antosianin beras
hitam dalam Low-Density
Lipoprotein (LDL) plasma darah
manusia secara in vitro, Thesis.
UGM : Yogyakarta
3. Kreilgaard, M., 2002, Influence of
microemulsions on cutaneous
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
25
drug delivery, in Bull Tech Gatte,
No 95, 79
4. Ichihashi, M., 2009, Photoaging
of the skin, Japan Soc Anti-aging
med., 6, 52-53
5. Kyoung, J., Joong Kim, S., Young
Imm, J., 2006, Antioxidative
effects of crude anthocyanins in
water in oil microemulsion
system, Food Sci. Biotechnol.,
Vol 15, 2
6. Prince, L.M., 1977,
Microemulsions. Theory and
Practice., Academic Press, Inc.,
New York, 3, 7, 11-13, 17, 101
7. Lawrence, M. Jayne., Rees,
Gareth D., 2000, Microemulsion-
based media as novel drug
delivery systems, Adv Drug Del
Rev , 45, 2 – 7
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
26
Pemanfaatan Tanaman Eceng-Ecengan (Ponteridaceae) sebagai
Agen Fitoremediasi dalam Pengolahan Limbah Krom Industri
Penyamakan Kulit
Yola Desnera Putri1*
, Holis Abd. Holik2, Ida Musfiroh
2
1Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia
2Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Abstrak
Permasalahan pencemaran air yang disebabkan oleh limbah krom industri
penyamakan kulit di kawasan Sukaregang, Kabupaten Garut perlu diolah dengan
teknik fitoremediasi dengan tanaman dari famili Pontederiaceae. Penelitian ini
perlu dilakukan untuk mengetahui kadar penyerapan tanaman eceng-ecengan dan
menentukan eceng mana yang paling efektif menyerap krom. Penelitian ini
dilakukan dengan tahap pengumpulan bahan dan determinasi tanaman eceng –
ecengan, pengolahan limbah dengan fitoremediasi selama 21 hari, dan analisis
kadar krom dengan spektrofotometer serapan atom. Kapasitas penyerapan
Eichhornia crassipes solm, Heteranthera peduncularis dan Monochoria vaginalis
adalah 1,5395; 0,5728; dan 0,1057 µg/gr. Berdasarkan uji Duncan, disimpulkan
bahwa Eichhornia crassipes solm merupakan tanaman eceng paling efektif yang
memiliki kemampuan paling tinggi dalam menyerap logam krom limbah
penyamakan kulit.
Kata kunci: Fitoremediasi, krom, Eichhornia crassipes solm, Heteranthera
peduncularis, Monochoria vaginalis
Utilization of Pontederiaceae as Phytoremediation Agent in
Chrome Waste Treatment of Leather Tanning Industry
Abstract
Water pollution caused by waste chrome leather tanning industry at Sukaregang,
Garut Regency should be done by phytoremediation technique using plants from
Pontederiaceae family. This research needs to know the level of absorption of
Pontederiaceae plants and determine which one is the most effective to absorb
chrome. The phase of this research is by gathering materials and determination of
the Pontederiaceae plants, waste treatment with phytoremediation in 21 days, and
analysis of chromium levels with an atomic absorption spectrophotometer. The
absorption capacity of Eichhornia crassipes solm, Heteranthera peduncularis and
Monochoria vaginalis are 1.5395; 0.5728, and 0.1057 µg / gr. Based on the
Duncan test, it is concluded that Eichhornia crassipes solm is the most effective
among them with the highest ability to absorb metal chrome tannery wastes.
Key words: Phytoremediation, chrome, Eichhornia crassipes solm,
Heteranthera peduncularis, Monochoria vaginalis
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
27
Pendahuluan
Permasalahan pencemaran air
yang disebabkan oleh industri
penyamakan kulit di kawasan
Sukaregang Kabupaten Garut terus
menjadi sorotan berbagai pihak.
Industri ini menggunakan krom (Cr)
dalam proses untuk memperoleh
kulit tersamak. Krom tersebut tidak
semuanya dapat diserap oleh kulit
sehingga menghasilkan limbah krom
yang terbukti sudah mencemari
Sungai Cigulampeng dan Sungai
Ciwalen.1,2
Oleh karena itu, diperlukan teknik
pengolahan limbah yang tepat,
praktis, dan murah untuk menangani
pencemaran air oleh logam Cr
tesebut . Pengolahan limbah industri
yang sedang berkembang pesat
adalah teknik fitoremediasi.
Fitoremediasi (phytoremediation)
merupakan suatu sistem tanaman
tertentu bekerjasama dengan
mikroorganisme dalam media (tanah,
koral dan air) dapat mengubah zat
kontaminan (pencemar/polutan)
menjadi kurang atau tidak berbahaya
bahkan menjadi bahan yang berguna
secara ekonomi.3
Penentuan tanaman yang dapat
digunakan pada penelitian
fitoremediasi dipilih tanaman yang
mempunyai sifat cepat tumbuh,
mampu mengkonsumsi air dalam
jumlah yang banyak pada waktu
yang singkat, mampu meremediasi
lebih dari satu polutan, dan toleransi
yang tinggi terhadap polutan.4
Pada beberapa penelitian di
lapangan memperlihatkan
kemampuan tanaman eceng gondok
dalam menyerap Cr cukup baik,
tetapi belum diketahui seberapa
besar kapasitas kemampuan tanaman
tersebut dalam menyerap Cr. Selain
eceng gondok, famili Pontederiaceae
lain seperti Monochoria vaginalis
dan Heteranthera peduncularis juga
memiliki kemampuan dalam
menyerap logam berat tertentu.
Penelitian Julius (2010) menyatakan
bahwa tanaman Monochoria
vaginalis mampu menyerap logam
berat merkuri (Hg) dan Zn.
Heteranthera peduncularis yang
sering dikenal sebagai Heteranthera
reniformis, selain berfungsi sebagai
indikator hama juga memiliki
kemampuan dalam menyerap logam
berat. Walaupun ketiga jenis eceng
tersebut mampu menyerap logam
berat cukup baik, tetapi belum
diketahui seberapa besar kapasitas
kemampuan tanaman tersebut dalam
menyerap logam krom. 5,6,7
Mekanisme kerja fitoremediasi
tanaman eceng-ecengan ini bersifat
rizofiltrasi dan fitoekstraksi.
Fitoekstraksi merupakan penyerapan
polutan oleh tanaman dari air atau
tanah dan kemudian diakumulasi/
disimpan didalam tanaman (daun
atau batang), tanaman seperti itu
disebut dengan hiperakumulator.
Setelah polutan terakumulasi,
tanaman bisa dipanen dan tanaman
tersebut tidak boleh dikonsumsi
tetapi harus di musnahkan dengan
insinerator. Proses penyerapan
polutan pada fitoekstraksi ini
mengikut aliran air seperti gambar 1.
Mekanisme ini terjadi ketika akar
tumbuhan mengabsorpsi larutan
polutan sekitar akar ke dalam akar,
yang selanjutnya ditranslokasi ke
dalam organ tumbuhan melalui
pembuluh xylem. Proses ini cocok
digunakan untuk dekontaminasi zat-
zat anorganik seperti logam-logam
berat.9,10
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
28
Gambar 1 Skematik aliran oksigen, karbondioksida, air dan zat kimia pada
tanaman.7
Metode
Tahap awal analisis logam krom
pada sampel biologis adalah proses
destruksi untuk merusak bahan-
bahan organik. Sampel tanaman
Ponteridaceae didestruksi basah
dengan kombinasi pelarut asam kuat,
misalnya asam nitrat sebagai
oksidator yang dikombinasikan
dengan pengoksida lain seperti asam
sulfat, asam perklorat, dan hidrogen
peroksida. Sampel diukur dengan
SSA (Spektrofotometri Serapan
Atom) Atom-atom akan menyerap
cahaya pada panjang gelombang
357,9 nm untuk unsur krom.
Pengumpulan Bahan dan
Determinasi Tanaman Eceng-
Ecengan
Tanaman eceng-ecengan yang
digunakan merupakan spesies
Eichhornia crassipes Solms,
Heteranthera peduncularis, dan
Monochoria vaginalis yang
diperoleh dari Cisaranten, Bandung.
Determinasi tanaman dilakukan di
Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas
MIPA, Universitas Padjadjaran.
Pengambilan cuplikan lumpur
dilakukan dengan ayakan mesh 80.
Lumpur yang diambil memiliki
tekstur lempung/ lanau yang
dibersihkan dari sisa tumbuhan dan
lumut yang mungkin terikut
Cuplikan limbah diambil dari
industri penyamakan kulit di Desa
Sukaregang, Kabupaten Garut.
Limbah yang diambil merupakan
limbah yang telah mengalami
pengenceran.
Pengolahan Limbah dengan
Fitoremediasi Tanaman Eceng-
Ecengan
Pengukuran Kadar Krom
Awal Tanaman Eceng-Ecengan.8
Tanaman eceng-ecengan dipotong,
dikeringkan di oven suhu 60OC, lalu
ditimbang lebih kurang 0,2 gram.
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
29
Kemudian didestruksi dengan
penambahan 5 ml asam nitrat pekat
dan asam peroksida secara berulang-
ulang hingga ada gelembung dan
larutan jernih. Hasil destruksi
dianalisis dengan SSA pada panjang
gelombang 357,9 nm.
Pengukuran Kadar Krom
Awal Lumpur. Lumpur dibersihkan
dari akar tanaman dan pengotor
lainnya. Lumpur ditimbang 0,5 gram
lalu didestruksi dengan metode basah
dengan penambahan campuran 5 ml
asam flourida pekat dan 2 ml asam
perklorat pekat, panaskan hingga
kemerahan di teflon 50 ml.
Kemudian ditambahkan 7,5 ml asam
klorida, 1,5 ml asam nitrat, dan add
aquadest hingga setengah Teflon,
panaskan hingga semua larut. Hasil
destruksi dianalisis dengan
menggunakan SSA pada panjang
gelombang 357,9 nm.
Pengukuran Kadar Krom
Awal Limbah. 100 ml limbah krom
disaring, kemudian didestruksi
dengan asam nitrat pekat. Campuran
tersebut dipanaskan sampai volume
kering 10 ml yang ditandai dengan
residu putih pucat. Hasil destruksi
dianalisis dengan menggunakan SSA
pada panjang gelombang 357,9 nm.
Penanaman Tanaman Eceng-
Ecengan
Penanaman tanaman eceng ecengan
dilakukan dalam media lumpur
dalam pot berdiameter 20 cm.
Proses Aklimatisasi.
Aklimatisasi bertujuan untuk
penyesuaian diri tanaman eceng
gondok dalam lingkungan
laboratorium. Tanaman eceng-
ecengan diaklimatisasi selama satu
minggu. Setelah masa aklimatisasi
berakhir, sampel tanaman eceng-
ecengan yang akan diuji dipilih yang
benar-benar sehat.
Fitoremediasi Tanaman Eceng-
Ecengan. Setelah proses
aklimatisasi, dilakukan proses
fotoremediasi limbah krom terhadap
tanaman eceng-ecengan selama 21
hari. Tanaman eceng-ecengan
ditambahkan 10 ml limbah krom
setiap harinya selama 21 hari.
Kurva kalibrasi
Diawali dengan penyiapan
larutan baku kemudian pembuatan
kurva baku. Metode analisis yang
digunakan adalah metode kurva
kalibrasi. Dalam metode ini dibuat
suatu seri larutan standar dengan
berbagai konsentrasi dan absorbansi
dari larutan tersebut diukur dengan
SSA
Analisis Kadar Krom dalam
Limbah
Pengukuran kandungan krom
total pada tanaman eceng-ecengan
dilakukan pada hari ke-7,14, dan 21
hari menggunakan SSA pada
panjang gelombang 357,9 nm.
Analisis Data
Data penyerapan limbah krom
oleh tanaman eceng-ecengan pada
hari ke-7, 14, dan 21 hari dianalisis
secara statistik berdasarkan analisis
varians (ANAVA) Rancangan Acak
Lengkap (RAL) berdasar Tests Of
Between-Subjects Effects dan uji
Duncan.
Hasil
Pengukuran kadar krom awal
dilakukan terhadap tanaman eceng-
ecengan, lumpur dan limbah.
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
30
Pengukuran ini bertujuan untuk
mengetahui konsentrasi krom awal
dari masing-masing spesies. Tahapan
dari pengukuran ini adalah preparasi
dan pengukuran dengan SSA.
Preparasi cuplikan sangat
menentukan keberhasilan analisis
SSA. Preparasi yang digunakan
adalah metode destruksi basah.8
Preparasi cuplikan dengan destruksi
basah menggunakan campuran asam
kuat untuk mendestruksi senyawa
organik dan bahan lain dalam
cuplikan. Pemilihan asam
pengoksidasi harus diperhatikan
untuk mempermudah dan
mempercepat proses oksidasi dan
mencegah hilangnya unsur-unsur
analit yang akan diukur.
Tabel 1 Hasil Pengukuran Kadar Krom Awal Tanaman Eceng-Ecengan,
Lumpur, Dan Limbah
Sampel Kadar (ppm)
Batang dan Daun Akar
Eichhornia crassipes Solm
Heteranthera peduncularis
Monochoria vaginalis
3,08
1,1
5,69
1,88
8,6
25,83
Lumpur
Limbah
61,44
1468
Tanaman dari eceng-ecengan
merupakan tanaman yang cepat
beradaptasi dengan lingkungan.9
Berdasarkan penelitian, tanaman
eceng-ecengan dapat beradaptasi
dengan lingkungan setelah 24 jam.
Tanaman yang telah beradaptasi
memiliki ciri-ciri batangnya tegak
dan munculnya tunas baru.
Sumber nyala yang dipakai
adalah campuran asetilen-udara
karena pembentukan oksida dari
logam pengganggu dapat
diminimalkan sehingga
meningkatkan sensitivitas
pengukuran.
Hasil pengukuran krom tanaman
eceng-ecengan setelah proses
fitoremediasi selama 21 hari dapat
dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2 Hasil Pengukuran Kadar Krom Tanaman Eceng-Ecengan Setelah
Fitoremediasi
Jenis eceng Hari ke 7 (µg/g) Hari 14 (µg/g) Hari 21 (µg/g)
Batang
+
daun
Akar Batang+
Daun
Akar Batang+
daun
Akar
Eichhornia
crassipes
0,448
0,326
0,387
1,626
0,551
1,089
0,016
0,016
0,042
0,301
0,489
0,0604
0,297
0,105
0,157
0,5611
0,531
0,252
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
31
Heteranthera
peduncularis
0,11
2,74
1,43
1,92
2,85
2,38
0,12
0,03
0,061
0,15
0,069
0,134
- -
Monochoria
vaginalis
1,98
1,48
1,73
2,99
1,449
2,22
2,48
0,991
0,109
2,776
1,665
0,797
- -
Penyerapan eceng Heteranthera
peduncularis dan Monochoria
vaginalis pada hari ke-21 tidak ada
karena kedua eceng tersebut telah
mati pada hari ke-14. Eceng tersebut
mati karena akumulasi limbah krom
yang sangat tinggi dalam tubuhnya.
Data yang diperoleh
dianalisis berdasarkan analisis
varians (ANAVA) Rancangan Acak
Lengkap dengan program SPSS.
Berdasarkan hasil analisis variansi
data, diperoleh daftar ANAVA seperti
yang tertera pada tabel 3 dan 4.
Tabel 3 Hasil ANAVA
Pengukuran
A B C
Batang
dan Daun
Akar Batang
dan Daun
Akar Batang
dan Daun
Akar
(1) 0,387 1,090 0,025 0,285 0,186 0,448
(2) 1,427 2,383 0,070 0,118 0,000 0,000
(3) 1,730 2,220 1,193 1,746 0,000 0,000
Keterangan:
(1) = Hari ke- 7 A = Eichhornia crassipes
(2) = Hari ke- 14 B = Monochoria vaginalis
(3) = Hari ke- 21 C = Heteranthera peduncularis
Tabel 4 Daftar ANAVA Berdasar Tests Of Between-Subjects Effects
Source
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model 7,322(a) 5 1,464 3,803 ,027
Intercept 9,839 1 9,839 25,550 ,000
Jenis_Eceng 6,417 2 3,209 8,332 ,005
Jenis_Eceng *
Bagian ,310 2 ,155 ,402 ,677
Error 4,621 12 ,385
Total 21,782 18
Corrected Total 11,943 17
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
32
Pembahasan
Berdasarkan tabel ANAVA Tests
Of Between-Subjects Effects
diperoleh nilai Pvalue jenis eceng
(0,005) yang lebih kecil dari taraf
signifikansi (0,05). Dengan
demikian pengujian menunjukan
hasil yang signifikan (Ho ditolak).
Hal ini berarti terdapat perbedaan
yang nyata dari setiap jenis tanaman
eceng-ecengan terhadap logam krom
limbah penyamakan kulit.
Oleh karena hasil ANAVA
menunjukan adanya perbedaan
kemampuan menyerap secara
signifikan maka dilanjutkan dengan
analisis uji Duncan. Analisis uji ini
dilakukan untuk mengetahui tanaman
mana saja yang memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap
logam krom limbah penyamakan
kulit.
Berikut disajikan hasil dari uji
Duncan untuk menunjukan
perbedaan kemampuan menyerap
tanaman eceng-ecengan terhadap
logam krom limbah penyamakan
kulit.
Tabel 5 Hasil Uji Duncan
Jenis Subset
N 1 2
Monochoria
vaginalis
Heteranthera
peduncularis
Eichhornia
crassipes solm
Sig
6
6
6
0,1057
0,5728
0,217
1,5395
1,000
Tabel diatas menggambarkan
bahwa tanaman eceng-ecengan
Monochoria vaginalis dan
Heteranthera peduncularis
memberikan hasil penyerapan yang
sama. Hal ini dapat dilihat dengan
terkelompoknya didalam subset 1.10
Sementara itu, tanaman eceng
Eichhornia crassipes solm
memberikan efek penyerapan yang
berbeda dengan tanaman eceng
lainnya.10, 11
Selain itu, juga dapat
disimpulkan bahwa tanaman eceng
Eichhornia crassipes solm (A)
merupakan tanaman eceng yang
memiliki kemampuan paling tinggi
dalam penyerapan tanaman eceng-
ecengan terhadap logam krom
limbah penyamakan kulit. Hal ini
dapat dilihat dari nilai rata-rata
penyerapannya sebesar 1,5395 µg/gr
yang lebih besar dari tanaman eceng
yang lainnya.
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tanaman eceng-ecengan dapat
berperan sebagai agen fitoremediasi
terhadap limbah krom penyamakan
kulit dengan kapasitas penyerapan
Eichhornia crassipes solm,
Heteranthera peduncularis dan
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
33
Monochoria vaginalis adalah 1,5395;
0,5728; dan 0,1057 µg/gr.
Berdasarkan uji statistik, dapat
disimpulkan bahwa Eichhornia
crassipes solm merupakan tanaman
eceng paling efektif yang memiliki
kemampuan paling tinggi dan
penyerapannya terhadap logam krom
limbah penyamakan kulit efektif
selama tujuh hari.
Daftar Pustaka
1. Kelly.E.B. 1997. Ground Water
Polution: Phytoremediation.
Available at: http://
www.cee.vt.edu/program_areas
/enviromental/teach/gwprimer
/phyto/phyto/htm. [Diakses
tanggal 17 Januari 2011].
2. Skoog, D.A. 1985. Principles of
Instrumental Analysis, 3rd ed.
Philadelphia Saunders College
Publ. 251-286.
3. Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah Jakarta, 2003.
Fitoremediasi. Available at:
http://digilib-
ampl.net/file/pdf/fitoremediasi.pd
f. [Diakses tanggal 17 Januari
2011].
4. Wesley M.Johnson & John
A.Maxwell. 1981. Rock And
Mineral Analysis.Second Edition.
New York. Interscience
Publication. 93-105.
5. Gholib, I.G. dan A.Rohman.
2007. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
298-310.
6. Jadia, C. dan M.H Fulekar. 2008.
Phytoremediation of Heavy
Metals : Recent Techniques
[Review jurnal]. Afr J Biotech. 8
: (6) : 921-928.
7. Schnoor.J.L. 1997. Uptake and
Metabolism of Atrazine by
Poplar Trees [Review jurnal].
Env Sci Tech, 31:5.
8. Sumardi. 1987. Destruksi Contoh
dengan Menggunakan Metode
Kombinasi . Bandung. Puslitbang
LIPI Bandung.
9. Liao, S.W. dan W.L Chang.
2004. Heavy Metal
Phytoremediation by Water
Hyacinth at Constructed
Wetlands in Taiwan, J. Aquat
[Review]. Plant Manage. 42.
10. Julius, R.R. 2010. Kemampuan
tumbuhan air tumpe
(Monochoria vaginalis)
menyerap logam berat Hg dan
Zn. Available at:
http://etd.ugm.ac.id/index.php?m
od=penelitian_detail&sub=Peneli
tianDetail&act=view&typ=html
&buku_id=17109&obyek_id=4.
[Diakses tanggal 20 Juni 2011].
11. Youngman, L. 1999.
Physiological respon Of
Switchgrass (Panicum Virgatum
L) to Organic And Inorganic
Amened Heavy-Metal
Contaminated Chat Tailings.
Phytoremediation of Soil and
Water Contaminants.
Washington, D.C. American
Chemical society Symposium.
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
34
Formulasi dan Evaluasi Tablet Alprazolam 1 mg
Yuti Mutiawati 1,2
, Taofik Rusdiana 1, Fitrileni
2
1Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
2Unit Riset dan pengembangan PT. Kimia Farma
Abstrak
Alprazolam merupakan obat golongan benzodiazepine yang digunakan untuk
menangani gangguan anxietas jangka pendek, juga digunakan untuk pengobatan
gangguan kepanikan, dengan atau tanpa agographobia. Beberapa faktor dapat
berpengaruh dalam kecepatan melarut obat dari sediaan tablet, yang berdampak
pada ketersediaan hayatinya, diantaranya adalah ukuran kristal zat aktif,
mekanisme dan kecepatan hancurnya tablet, metoda granulasi, jenis dan jumlah
penggranul, jenis, jumlah dan metoda inkorporasi zat penghancur dan pelincir,
proses dan formulasinya. Tujuan dari penelitian adalah untuk menyiapkan dan
mengevaluasi tablet Alprazolam 1 mg, dengan metoda granulasi basah, bahan
pembantu yang digunakan adalah Amylum maydis dan Laktosa sebagai pengisi,
Natrium Lauril Sulfat sebagai pengikat kelarutan, Natrium Starch Glycolat
sebagai penghancur, Erytrocin CI 45430 sebagai pewarna, Polivinyl Pirolidon K
30 sebagai pengikat dengan variasi konsentrasi, Ethanol 95 % sebagai pembasah,
Talkum, Silicon Dioksida Koloidal dan Magnesium Stearat sebagai pelincir dan
anti lengket, pemeriksaan yang dilakukan terhadap massa granul : kadar air,
waktu alir, sudut istirahat, kompresibilitas, distribusi ukuran partikel, dan
dilakukan pemeriksaan sediaan tablet dan terhadap formula yang dipilih
dilakukan Uji disolusi Terbanding dan Uji Bioekivalensi dibandingkan terhadap
Tablet innovator Alprazolam 1 mg, dengan hasil memenuhi persyaratan.
Kata kunci : Alprazolam, uji disolusi terbanding, uji bioekivalensi
Formulation and Evaluation Of 1 mg Alprazolam Tablet
Abstract
Alprazolam is benzodiazepines drug which used to manage short-term anxiety
disorder, also used for the treatment of panic disorder, with or without
agographobia. Many factors can affect drug dissolution rates from tablets, hence
possibly drug bioavailability- including the crystal size of the drug, tablet
disintegration mechanisms and rates, the method of granulation, type and amount
of granulating agent employed, type, amount and method of incorporation of
disintegrants and lubricants and other formulation and processing factors. The
aim of the study was to prepare and evaluate Alprazolam tablets with dosage
strengths 1 mg, with wet granulation method, as an adjuvant used: Corn Starch
and Lactosa sebagai filler, Sodium Lauril Sulfat as solubilizer , Sodium Starch
Glycolat as desintegrant, Erytrocin CI 45430 as Colloring, Polivinyl Pirolidon K
30 as binder with variatrion concentration, Ethanol 95 % as wetting agent, Talc,
Silicon Dioksida Coloidal and Magnesium Stearat as glidant and anti adherent,
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
35
test for the granule are particle distribution, water content, angle of repose, bulk
density , taped density, apparent density (compresibitly) and test for the tablet
dosage are description of tablet, wight uniformity, hardness, desintegration time,
content uniformity, disolution, for the selected formula tested the comparison of
disolution and bioequivalence to 1 mg Alprazolam tablet inovator, the results
obtained, that the tablet Alprazolam 1 mg, are meet the requirements
Keywords: Alprazolam, dissolution comparison test, bioequivalence test.
Pendahuluan
Tablet merupakan bentuk sediaan
yang paling banyak digunakan, sebab
memiliki beberapa keuntungan,
diantaranya, kemudahan dalam
penggunaannya, tidak memerlukan
bantuan orang lain dalam
penggunaannya, meskipun beberapa
pasien terutama anak-anak dan orang
tua mengalami kesulitan dalam
menelannya, bentuknya kompak dan
mudah dalam proses produksinya.1
Kualitas sediaan Farmasi
tergantung pada beberapa faktor,
diantaranya kualitas bahan aktif dan
bahan pembantu yang digunakan
yang berkaitan dengan formula
sediaan, tehnologi proses produksi,
kontrol kualitas, dan juga
pengemasan yang sangat penting
untuk memberikan jaminan efikasi,
keamanan dan khasiat bagi suatu
produk, selain itu diperlukan
pemilihan bahan pembantu yang
tepat dalam rancangan formula tablet
Alprazolam 1 mg, dengan menilai
faktor manfaat dan ekonomis dari
beberapa bahan pembantu yang
digunakan, diantaranya dalam
penelitian terdahulu, digunakan
perbandingan bahan penghancur
tablet Alprazolam, yaitu : sodium
starch glycolat, Cross Carmelose
dan Cross Povidon dengan hasil
memenuhi persyaratan untuk ketiga
jenis zat penghancur,2 dalam
penelitian ini dipilih Sodium starch
glycolat sebagai zat penghancur, dan
3 variasi konsentrasi kollidon K 30.
Alprazolam mudah diserap dari
saluran pencernaan. Konsentrasi
maksimum dalam plasma tercapai
dalam waktu antara satu sampai dua
jam. Plasma level adalah
proporsional dengan dosis yang
diberikan, dosis antara 0,3 sampai
3,0 mg, kadar puncak yang teramati
8,0 sampai 37 ng/mL. Waktu paruh
alprazolam adalah sekitar 11,2 jam
(dalam kisaran antara 6,3 sampai
26,9 jam) pada orang dewasa yang
sehat.3 Secara in vitro, alprazolam
terikat 80 % pada protein serum,
terutama serum albumin. 3,4
Metode
Bahan
Alprazolam, Centaur Chemical
Private Limited, India; Amylum
Maydis, Cerestar; Laktosa, Meggle,
Germany; Sodium Lauril Sulfat,
Cognis; Eritrosin CI 45430, Sensient
Food Colors; FDC Blue No. 1,
Sensient Food Colors; Sodium Starch
Glycolate, Avebe, Holand; Polivinyl
Pirolidon K 30, ISP Tch Inc; Talkum,
Osmanthus; Aerosil, Cabot, USA ;
Magnesium Stearat, Faci Caraso,
Italy; Alkohol 95%, PT. Sumber Kita
Indah.
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
36
Prosedur
Digunakan metoda granulasi
basah dalam pentabletan, dengan
merancang tiga formula, seperti pada
Tabel 1, dan untuk formula terpilih
dilakukan :
Produksi skala Pilot.
Evaluasi massa cetak.
Evaluasi sediaan tablet
Uji Disolusi terbanding dan
Uji Bioekivalensi.
Tabel 1 Formula Tablet Alprazolam 1 mg.
Komponen Formula per Tablet
Skala
Pilot
F1 (mg) F2 (mg) F3 (mg) (kg)
Alprazolam 1,00 1,00 1,00 0,10
Laktosa 59,74 58,74 57,74 5,974
Amylum Maydis 33,00 33,00 30,00 3,30
Sodium Lauril Sulfat 0,25 0,25 0,25 0,025
Sodium Starch
Glycolat 2,00 2,00 2,00 0,20
Erythrocin CI 45430 0,005 0,005 0,005 0,50 gr
FDC Blue No 1 0,005 0,005 0,005 0,50 gr
Kollidon K 30 3,00 4,00 5,00 0,30
Alkohol 95% 0,03 0,03 0,03 3,00 Lt
Sodium Starch
Glycolat 2,00 2,00 2,00 0,20
Aerosil 1,00 1,00 1,00 0,10
Talkum 0,50 0,50 0,50 0,05
Mg Stearat 0,50 0,50 0,50 0,05
Hasil
Terhadap ketiga formula
dilakukan evaluasi massa cetak dan
sediaan tablet, yang meliputi :
Pemeriksaan Granul Massa Cetak
Distribusi Ukuran partikel
Hasil pengukuran distribusi
ukuran partikel, adalah pada tabel
berikut:
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
37
Tabel 2 Distribusi Ukuran partikel (kumulatif)
Ukuran ayakan
(mesh) % kumulatif
F1 F2 F3
18 1,60 1,65 1,72
30 39,50 40,00 41,00
45 17,80 17,50 17,00
60 15,50 15,52 15,72
80 10,50 10,45 9,71
100 5,30 5,20 5,00
120 1,30 1,20 1,25
170 1,90 1,85 1,91
Alas 6,50 6,63 6,69
Total 100,00 100,00 100,00
Tabel 3 Distribusi Ukuran Partikel (Ukuran berat)
Ukuran ayakan
(mesh) Ukuran Berat
Nilai tengah
Aritmatik F1 F2 F3
30/45 ( 470μ ) 19364 19575,5 20078,4
45/60 (300μ) 5340 5250 5100
60/80 (213μ) 3301,5 3305,76 3348,36
80/100 (163μ) 1711,5 1703,35 1582,73
100/140 (127μ) 673,1 660,4 635
140/200 (90μ ) 873 871,2 886,5
Total 31262,65 31365,21 31630,99
drata-rata (μ) 312,6265μ 313,6521μ 316,3099μ
Ketiga formula (F1, F2 dan F3)
memiliki rata-rata ukuran partikel
antara 312,6265μ -316,3099μ.
Kadar Air Granul
Hasil ketiga formula untuk kadar
air yang diperiksa dari beberapa titik
(atas, tengah dan bawah) adalah pada
rentang 2 – 4%.
Sudut Istirahat
Hasil untuk ketiga formula
adalah rata-rata 28o, parameter
penting lainnya yang berpengaruh
terhadap kompresibilitas adalah Bulk
density, Tapped density,
Compresibility and Hausner Ratio
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
38
Pemeriksaan Sediaan Tablet
Bentuk sediaan merupakan tablet
Flat Beveled Edge, berwarna ungu,
diameter 6,4 – 6,6 mm, dari ketiga
Formula F1, F2 dan F3 diperoleh
hasil yang paling cepat hancur adalah
F1, maka terhadap Formula F1,
dilakukan pemeriksaan lengkap sbb.
Tabel 3 Spesifikasi Tablet Alprazolam 1 mg
No Jenis Pengujian Persyaratan Hasil
1 Pemerian tablet Memenuhi Memenuhi
2 Keseragaman Bobot 100,00 + 10,00 mg X20= 100,21, sd=1,97
3 Tebal 2,74 - 2,76 mm X20= 2,75, sd= 0,03
4 Kekerasan 40 -60 N X5= 50,26, sd= 2,74
5 Kerapuhan Maksimum 0,8% 0,09%
6 Waktu hancur Maksimum 15 mnt 2 mnt 27 dtk
7 Kadar Alprazolam 90,00 - 110,00 % 100,94%
8 Keseragaman kadar 85,00 - 115,00 % X10= 100,94, sd= 2,34
9 Disolusi, 30 menit Q> 80% 99,98 %
Uji Disolusi Terbanding
Tabel.4 Rekapitulasi Hasil Uji Disolusi Terbanding Tablet Alprazolam terhadap
Tablet innovator
Kondisi F1 < 10% F2 (50 -100)% Keterangan
Larutan Dapar pH 1,2 5,84 59,88 Memenuhi
Larutan Dapar pH 4,5 3,84 67,04 Memenuhi
Larutan Dapar pH 6,8 3,97 67,66 Memenuhi
Kesimpulan Uji Disolusi Terbanding : Similar
Uji Bioekivanensi Pilot (13 Subjek)
Tabel.5 Farmakokinetika Tablet Alprazolam – Tablet Inovator
Parameter
Farmakokinetika
Tablet alprazolam
(n=13)
Tablet Inovator
(n=13)
(mean + SD) (mean + SD)
Cmax (ng/mL) 17,32 + 5,34 17,20 + 5,38
AUC0-t 271,35 + 125,73 265,87 + 125,53
AUC0-inf 311,52 + 128,24 299,37 + 145,66
Tmax (h) 1,52 + 0,70 1,56 + 0,55
T1/2(h) 23,75 + 15,70 20,01 + 8,92
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
39
Tabel 6 Farmakokinetika Tablet Alprazolam
Parameter
Farmakokinetika 90 CI (90%) Mean (%)
Log Cmax 96,06 – 105,84 100,83
LogAUC0-t 97,30 – 108,52 102,76
LogAUC0-inf 96,98 – 120,09 107,92
Gambar 1 Profil rata-rata konsentrasi plasma
Pembahasan
Kompresibilitas yang baik,
ditunjang oleh kandungan/kadar air
yang memenuhi persyaratan dari
setiap formula, kandungan air akan
berpengaruh terhadap aktifitas
pengikat dalam formula, dimana nilai
optimum kadar air akan memberikan
kompresibilitas yang baik, bila
terlalu kering, akan memberikan
kerapuhan, caping dan laminating
dari tablet, dan bila granul masih
lembab, dapat memberikan aliran
yang buruk dan akan terjadi
penempelan massa pada punch dan
dies.
Nilai sudut istirahat berkaitan
dengan sifat alir granul, yang akan
berpengaruh terhadap kualitas tablet,
nilai yang baik untuk sudut istirahat
adalan 25o - 40
o. Hasil yang
diperoleh sudah baik, yaitu 25 o.
Dilakukan perbandingan antara
inovator dengan tablet alprazolam
1 mg, uji disolusi terbanding
dilakukan dengan menggunakan
metoda basket pada 100 rpm atau
metoda paddle pada 50 rpm dalam
media pH 1,2 (larutan HCl), larutan
pH 4,5 (bufer sitrat) dan pH 6,8
(bufer phosfat), dengan waktu
pengambilan sampel untuk produk
obat lepas cepat : 10, 15, 30, 45 dan
4,1115 24,00; 4,0477
-5
0
5
10
15
20
25
0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72
Pla
sma
kon
sen
tras
i ng/
ml
waktu dalam jam
Profil rata-rata konsentrasi plasma vs waktu Alprazolam pada 13 subjek manusia
Produk Inovator
Produk Uji
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
40
60 menit. Digunakan produk obat
minimal 12 unit dosis, profil disolusi
dibandingkan dengan menggunakan
faktor kemiripan f2, yang dihitung
dengan persamaan berikut :
f 2 = 50 log (
√ ∑ [ ]
)
Rt = presentasi kumulatif obat yang
larut pada setiap waktu sampling dari
produk pembanding (R = reference)
Tt = presentasi kumulatif obat yang
larut pada setiap waktu sampling
dari produk uji (T= test)
Nilai f2 (50 – 100) menunjukkan
kesamaan atau ekivalensi ke dua
kurva, yang berarti kemiripan profil
disolusi ke 2 produk.
Jika produk “copy” dan produk
pembanding memiliki disolusi yang
sangat cepat (>85% melarut dalam
waktu < 15 menit dalam ketiga
medium dengan metoda uji disolusi
yang dianjurkan), maka
perbandingan profil disolusi tidak
diperlukan. 5,6
Ketersediaan hayati adalah
persentasi dan kecepatan zat aktif
dari suatu produk obat yang
mencapai/ tersedia dalam sirkulasi
sistemik dalam bentuk utuh/aktiv
setelah pemberian produk obat
tersebut, diukur dari kadarnya dalam
darah terhadap waktu atau dari
eksresinya dalam urine.
Parameter farmakokinetika yang
dinilai dalam studi adalah luas area
di bawah kurva kadar-waktu selama
72 jam (AUC0-t), luas area dibawah
kurva kadar-waktu sampai waktu tak
terhingga (AUC0-inf), kadar puncak
(Cmax) dan waktu untuk mencapai
kadar puncak (tmax). menggunakan
rancangan menyilang, acak, tersamar
tunggal, yang mengikutsertakan 13
subjek dewasa sehat, berumur antara
18 – 55 tahun, dan diberi penjelasan
mengenai metode penelitian.
Penelitian ini disetujui oleh Komisi
Etik Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia dan Badan Pengawas Obat
dan Makanan RI. Subjek dipuasakan
semalam dan keesokan harinya diberi
1 (satu) tablet Alprazolam 1 mg (test)
dan 1 (satu) tablet Alprazolam 1 mg
(innovator), contoh darah diambil
pada jam, 0, 15,30,45 menit,
1,1,5,2,2,5,3,4,6,8,12,14,36,48 dan
72 jam setelah pemberian obat,
setelah periode wash out 1 minggu,
prosedur diulang dengan
menggunakan obat lainnya. Kadar
obat diukur menggunakan UPLC-
MSMS tertera pada Tabel 5 dan
Tabel 6.
Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian
sedian tablet alprazolam 1 mg, baik
pengujian fisika, kimia, adalah
memenuhi persyaratan. Uji disolusi
terbanding antara tablet alprazolam
uji dan inovator adalah memenuhi
persyaratan F2 (50 – 100) yang
menunjukkan kemiripan antara
kedua sediaan tablet tersebut, begitu
pula dengan uji ketersediaan hayati
komparatif terhadap innovator adalah
bioekivalen.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih yang sebesar
besarnya disampaikan kepada :
1. Pimpinan dan staf PT. Kimia
Farma.
2. Pimpinan dan Staff PT. Pharma
Metric Labs, tempat dilakukan
pengujian Bioekuivalensi.
IJPST Volume 1, Nomor 1, Juni 2014
41
Daftar Pustaka
1. The United States Pharmacopeial
Convention Inc. 1997. Advice
for patient Drug Information in
Lay language: USPDI. 17th ed.
rand McNally, tauton
Massachutes.
2. Lieberman, A, herbert., L,
Lachman. 1980. Pharmaceutical
dosage forms : Tablets. vol 1,
Marcel Dekker, New york and
Basel, p : 61-62, 70, 88-92, 114-
116.
3. Damle Bharat., Tarabar Sanela.,
Kuruganti Uma., Crownover
Penelope., Labadie, R, Robert.,
Bioequivalence of Alprazolam
Sublingual Tablet Formulation
and Alprazolam Immediate
Release Tablet in Healthy
Volunteers” Pfizer Inc, New
Haven, CT, USA ,
http://dx.doi.org/10.4172/jbb.100
0150
4. PT. Kimia Farma. 2012.
Bioequivalence Study Report,
Pharma Metric Labs. Jakarta,
Indonesia.
5. Bioekivalensi. 2004. BPOM RI,
6. Maheswarappa MK, Desai PD.
2011. Design and in-
vitro evaluation of mouth
dissolving tablets of olanzapine
Asian J Pharm. 5:107-13
.
Ucapan Terima Kasih
Dewan editor Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia (IJPST) menyampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya serta ucapan terima kasih kepada:
Dr. Arry Yanuar, M.Si, Apt.
(Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Indonesia)
Dr. rer. nat. Sophi Damayanti, M.Si, Apt.
(Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Indonesia)
Dr. rer. nat. Deni Rahmat, M.Si, Apt.
(Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Indonesia)
Dr. rer. nat. Anis Yohana, M.Si, Apt.
(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)
Rizky Abdullah, Ph.D, Apt.
(Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Indonesia)
Sebagai Mitra Bestari (Peer Reviewer) pada Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi (IJPST)
Volume 1, Nomor 1, Juni 2014 dan atas kerjasama yang terjalin selama ini dalam membantu
kelancaran penerbitan jurnal ini.
Jatinangor, Juni 2014
Dewan Editor
Indeks Penulis
A
Ardian Baitariza, 18
D
Deden Indra Dinata, 8
F
Fitrileni, 34
Muthmaina Wijayati, 1
H
Hardhi Suryatno, 8
Holis Abd. Holik, 26
I
Ida Musfiroh, 8, 26
Irda Fidrianny, 18
Irma Erika Herawati,1
J
Jessie Sofia Pamudji, 18
N
Nyi Mekar Saptarini, 1
S
Sasanti Tarini Darijanto, 18
T
Taofik Rusdiana, 34
Y
Yola Desnera Putri, 26
Yuti Mutiawati, 34
Indeks Subjek
A
Aloe vera, 1 – 7
Alprazolam, 34 – 41
Antiinflamasi, 8 – 17
Antikerut, 18 – 25
B
Beras hitam, 18 – 25
C
Chrome, 26 – 33
COX-1, 8 – 17
COX-2, 8 – 17
D
Dried gel, 1 – 7
Docking, 8 – 17
E
Effervescent granule, 1 – 7
Eichhornia crassipes solm, 26 – 33
F
Food supplement, 1 – 7
H
Heteranthera peduncularis, 26 – 33
M
Mikroemulsi, 18 – 25
Monochoria vaginalis, 26 – 33
P
Phytoremediation, 26 – 33
S
Santorizol, 8 – 17
U
Uji bioekivalensi, 34 – 41
Uji disolusi terbanding, 34 – 41
Petunjuk Penulisan
Naskah harus disiapkan sesuai dengan petunjuk di bawah ini dan dikirimkan melalui website
kami atau melalui email ke [email protected]. Artikel yang dikirimkan harus eksklusif
hanya dikirimkan ke Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia serta tidak pernah dan
tidak akan diterbitkan di media ilmiah lain. Jika artikel diterima untuk diterbitkan, maka
penulis dianggap menyetujui untuk mengizinkan artikelnya (termasuk abstrak) untuk
diterbitkan secara eksklusif di Jurnal Ilmu dan Teknologi Farmasi Indonesia (Indonesian
Journal of Pharmaceutical Science and Technology, IJPST) baik melalui media online
maupun cetak. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia. Abstrak
harus ditulis dalam bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Naskah harus diketik dua spasi
pada halaman ukuran A4. Panjang naskah maksimal sebagai berikut:
1. Penelitian 3000 kata
2. Review 5000 kata
3. Laporan Kasus dan Laporan Penelitian Pendahuluan 2000 kata
Untuk artikel penelitian dan laporan penelitian pendahuluan, naskah ditulis dengan urutan
sebagai berikut: Halaman Judul, Abstrak, Pendahuluan, Metode, Hasil, Pembahasan,
Simpulan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka. Untuk laporan kasus (case report),
naskah ditulis dengan urutan sebagai berikut: Halaman Judul, Abstrak, Pendahuluan,
Presentasi Kasus, Pembahasan, Simpulan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka.
Berikut penjelasan masing-masing bagian:
1. Halaman Judul: berisi judul artikel dengan jumlah kata maksimal sebanyak 12 kata,
nama penulis dengan gelar lengkap, afiliasi dari masing-masing penulis, alamat email
penulis untuk korespondesi (corresponding author).
2. Abstrak: abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah
maksimal 250 kata. Abstrak ditulis dengan ringkas dan jelas yang mencakup
pendahuluan, metode, hasil, pembahasan, dan simpulan dari penelitian. Abstrak
dilengkapi dengan 3-6 kata kunci.
3. Pendahuluan: berisi tentang informasi mengenai latar belakang yang relevan dengan
tujuan penelitian. Tujuan dan hipotesis penelitian harus diutarakan dengan jelas.
4. Presentasi kasus: (untuk artikel berjenis laporan kasus): penjelasan mengenai kondisi
pasien, pengukuran outcomes, penilaian protokol, dan perlakuan. Metode dan hasil
harus melaporkan outcomes dari penanganan yang diukur dengan outcomes primer
dan data lain. Presentasi kasus dijelaskan secara singkat dan tidak mengandung
simpulan atau penilaian penulis mengenai kondisi pasien. Penarikan simpulan
dilakukan pada bagian pembahasan.
5. Metode: metode harus ditulis secara detail agar peneliti lain dapat mereproduksi hasil
yang diperoleh. Pemilihan kriteria inklusi dan eksklusi dari subjek penelitian dan
metode statistik yang digunakan harus ditulis dengan jelas.
6. Hasil: hasil dipresentasikan dengan format yang mudah dimengerti dalam bentuk
gambar 2D maupun tabel. Tabel harap disusun berurutan yang disampaikan terpisah
dalam bentuk lampiran. Setiap tabel harus diberi judul singkat dan penjelasan serta
singkatan ditempatkan pada keterangan tabel, bukan pada judul tabel. Gambar
dikirimkan terpisah dalam bentuk lampiran. Gambar harus diberi nomor urut sesuai
dengan pemunculannya dalam teks.
7. Pembahasan: pembahasan pada artikel penelitian dilakukan terhadap hasil yang
diperoleh dan dikorelasikan dengan studi lain yang relevan. Diskusi difokuskan pada
hasil utama penelitian. Keterbatasan penelitian dan dampak hasil penelitian dijelaskan
dengan rinci. Pembahasan pada artikel berjenis laporan kasus, kasus dan opini penulis
dijelaskan dengan membandingkan antara kasus dengan literatur. Evaluasi kasus dan
penanganan pasien yang rasional serta beberapa alasan mengenai pemilihan prosedur
penanganan dibahas dengan rinci. Penulis harus menjelaskan mengenai keterbatasan
dan rekomendasi penanganan yang didukung referensi.
8. Simpulan: simpulan dihubungkan dengan tujuan penelitian.
9. Ucapan Terima Kasih: bila diperlukan, sumber dana penelitian dapat dicantumkan
pada bagian ini. Bantuan yang diperoleh pada proses penelitian, pengambilan, dan
analisis data dapat dicantumkan pada bagian ini.
10. Daftar Pustaka: pustaka ditulis sesuai aturan penulisan Vancouver dan diberi nomor
urut sesuai dengan kemunculan dalam artikel bukan menurut abjad. Nama penulis
dicantumkan maksimal 6 orang, apabila lebih maka nama yang ditulis adalah nama 6
orang pertama dan selanjutnya dkk. Sebanyak 80% pustaka yang digunakan
merupakan terbitan 10 tahun terakhir. Sebanyak 80% pustaka yang digunakan
merupakan pustaka primer. Mohon diperhatikan contoh penulisan daftar pustaka
rujukan sebagai berikut:
a. Artikel
Guastaldi R, Reis A, Figueras A, Secoli S. Prevalence of potential drug-drug
interactions in bone marrow transplant patients. Int J Clin Pharm.
2011;33(6):1002-9.
Artikel lebih dari 6 penulis Lorgelly PK, Atkinson M, Lakhanpaul M, Smyth AR,
Vyas H, Weston V, et al. Oral versus i.v. antibiotics for community-acquired
pneumonia in children: a cost minimisation analysis. Eur Respir J.
2010;35(4):858-64.
b. Buku
DiPiro J, Talbert R, Yee G, Matzke G, Wells B, Posey L. Pharmacotherapy: a
pathophysiologic approach Edisi ke-7. New York: The McGraw-Hill Companies
Inc; 2008.
c. Disertasi, Tesis, dan Skripsi
Mahyuzar. Dinamika komunikasi antarbudaya pasca tsunami: studi dramaturgis
dalam kegiatan kemasyarakatan antar warga korban tsunami dan interaksi dengan
orang asing di Banda Aceh (disertasi). Bandung: Universitas Padjadjaran; 2010.
d. Prosiding Seminar
Abdulah R. Interactions of sulforaphane and selenium in inhibiting human breast
and prostate cancer cell lines proliferation. Proceedings of International Seminar
and Expo on Jamu; 2010 November 5; Bandung, Indonesia. Indonesia:
Universitas Padjadjaran; 2010.
e. Online
Cashin RP, Yang M. Medications prescribed and occurrence of falls in general
medicine inpatients [diunduh 12 Desember 2011]. Tersedia dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3203823/.
Top Related