Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya...

22

Click here to load reader

Transcript of Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya...

Page 1: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah

Fadjar Shadiq, M.App.Sc

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika SEAMEO QITEP (Quality Improvement for Teachers and Educational Personal) in Mathematics

[email protected] & www.fadjarp3g.wordpress.com

ABSTRACT

Ada dua permasalahan besar bangsa. Yang pertama berkait dengan karakter bangsa dan yang kedua berkait dengan keterampilan berpikir, kreativitas, dan inovasi. Berkait dengan dua permasalahan besar di atas, makalah ini hanya akan membicarakan permasalahan keterampilan berpikir. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan di antaranya adalah: “Mengapa bangsa lain lebih kreatif, kritis, dan inovatif sehingga pikiran mereka bisa lebih maju seperti itu?” Berpengetahuan [melalui core subjects] saja tidaklah cukup, para siswa harus dilengkapi dengan: (1) kemampuan kreatif – kritis dan (2) karakter kuat [bertanggung jawab, sosial, toleran, produktif, adaptif,...]. Untuk menjadikan bangsa Indonesia yang lebih kreatif, kritis, dan inovatif maka pertanyaan yang dapat diajukan diantaranya adalah: (1) Bagaimana pendidikan memberi solusi terhadap masalah keterampilan tersebut? (2) Apa kekurangan pembelajaran selama ini? (3) Apa yang harus diubah? (4) Bagaimana cara mengubahnya? Ke depan, kita tidak menginginkan siswa yang hanya mengikuti dan menunggu diperintah saja. Kita menginginkan siswa yang mandiri.

Seorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan (telling) atau hanya untuk pemahaman (understanding) saja, namun para guru dituntut juga unuk memfasilitasi siswanya untuk berpikir sehingga mereka dapat menjadi siswa yang mampu belajar secara mandiri (independent learners), berpikiran maju, dan kreatif. Untuk itu proses pembelajaran matematika di antaranya adalah: (1) harus bermakna di mana pengetahuan baru yang akan dipelajari siswa harus berkait dengan pengetahuan lama yang sudah dimiliki dan dipelajari siswa, (2) pembelajaran Matematika harus menyenangkan bagi siswa di mana guru harus menghindari pembelajaran yang monoton dan rutin dan dalam suasana pembelajaran yang tidak mencemaskan siswa, (3) pembelajaran Matematika harus membantu siswa belajar berpikir di mana Guru harus memfasilitasi siswa agar pembelajaran fokus pada proses pemecahan masalah, dan (4) pembelajaran Matematika harus membantu siswa untuk menjadi peserta didik yang mandiri di mana Guru memfasilitasi siswa agar memulai pembelajaran dengan masalah dan membantu siswa untuk bereksplorasi atau melakukan penyelidikan sendiri.

Keywords: karakter, keterampilan berpikir, penalaran, peecahan masalah, masalah kontekstual, peserta didik mandiri.

1. DUA PERMASALAHAN BANGSA

Di satu sisi, berkait dengan karakter bangsa kita, sebagai pendidik kita harus merasa gagal melihat perkelahian antar pelajar, penyalah gunaan narkoba, korupsi yang telah merambah segala segi dan sisi kehidupan, kolusi, nepotisme, plagiarism, menghalalkan segala cara, ataupun kecurangan lainnya. Ambillah contoh kasus Akil Mochtar dan Andi Malaranggeng. Pertanyaaan pertama yang dapat diajukan adalah: “Mengapa hal seperti itu terjadi di negara kita tidak terjadi di negara lain yang beradab? Bagaimana warga bangsa ini menjadi seperti itu? Adakah yang salah dengan pendidikan kita? Apakah kita akan diam saja melihat hal tersebut? Bagaimana mengatasinya?”

1

Page 2: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

Di sisi lain, berkait dengan keterampilan berpikir dan kreativitas bangsa kita, mengapa bangsa lain di Asia seperti Jepang dan Korea Selatan berpikiran maju, kritis, dan kreatif? Untuk hal-hal tertentu, harus diakui bahwa mereka telah mengalahkan AS dan negara-negara Eropa. Korea Selatan contohnya yang telah memenangkan persaingan bahkan dengan Jepang sekalipun dalam hal BlackBery. Jepang sudah sejak lama berjaya di bidang otomotif. Cina, Thailand, dan Vietnam juga sudah mulai mengeliat menjadi negara yang kompetitif. Pertanyaaan berikutnya yang dapat diajukan adalah: “Bagaimana pikiran mereka bisa maju seperti itu?”

Berdasar penjelasan di atas, ada dua permasalahan besar bangsa Indonesia. Yang pertama berkait dengan karakter bangsa dan yang kedua berkait dengan keterampilan berpikir dan kreativitas bangsa. Berkait dengan karakter bangsa, Ki Hadjar Dewantara (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1977:94) yang dikenal luas sebagai Bapak Pendidikan Nasional telah menyatakan:

“Pengetahuan dan kepandaian janganlah dianggap maksud dan tujuan; tetapi hanya merupakan alat atau perkakas. Lain tidak. Bunganya yang kelak akan jadi buah yang harus diutamakan. Buah pendidikan adalah matangnya jiwa yang akan dapat mewujudkan hidup dan kehidupan yang tertib, suci, dan bermanfaat bagi orang lain.”

Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mewujudkan perilaku hidup dan kehidupan yang tertib, suci, dan bermanfaat bagi orang lain. Sejatinya, pendidikan harus dapat mendidik bangsa ini untuk mewujudkan Indonesia Raya yang maju dan beradab, utamanya pada tahun emas 2045, di saat Negara RI berusia 100 tahun. Bukankah itu cita-cita jajaran Kemdikbud? Karena itu, pendidikan harus menyiapkan kader-kader bangsa berikutnya yang memiliki karakter, idealis, berpikiran maju, dan rasional. Kata lainnya, warga bangsa ini ke depan harus memiliki sikap, keterampilan, pengetahuan, dan etos kerja prima sehingga pada akhirnya para siswa tersebut dapat bersaing dengan para siswa dari Negara lain. Kalaulah bangsa dan negara ini berhasil mengelola pendidikan seperti yang diinginkan Ki Hadjar Dewantara, di mana pendidikan karakter yang dikenal luas merupakan aspek sikap, maka tentunya tidak akan terjadi perkelahian antar sesama, korupsi, jurang antara si miskin dan si kaya, ataupun menghalalkan segala cara untuk tujuan yang dapat merugikan bangsa dan negaranya. Pernyataan Ki Hadjar Dewantara di atas menunjukkan bahwa beliau menempatkan pendidikan karakter sebagai dasar dan fondasi yang sangat penting. Kurikulum 2013 menempatkan hal itu pada Kompetensi Inti 1 dan 2. Di atasnya, Kompetensi Inti 3 (berkait dengan pengetahuan) dan Kompetensi Inti 4 (berkait dengan keterampilan) akan ditempatkan.

Al Quran al Karim menyatakan bahwa: “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum (termasuk Rakyat Indonesia) tanpa kaum itu mau merubah nasibnya sendiri.” Di samping itu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib sudah bersabda: “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya. Sungguh mereka akan menghadapi masa yang berbeda dari masamu.” Di masa sekarang ini, Kemampuan brpikir semakin dibutuhkan sebagaimana dinyatakan National Research Council (NRC, 1989:1) beberapa tahun yang lalu: “Communication has created a world economy in which working smarter is more important than merely working harder. ... require worker who are mentally fit – workers who are prepared to absorb new ideas, to adapt to change, to cope with ambiguity, to perceive patterns, and to solve unconventional problems.” Karena itulah paper atau makalah yang ditulis ini akan berkait dengan pencapaian Kompetensi Inti 4 yang berkait dengan keterampilan. Pertanyaan yang dapat diajukan diantaranya adalah: (1) Bagaimana pendidikan memberi solusi terhadap masalah keterampilan tersebut? (2) Apa kekurangan pembelajaran selama ini? (3) Apa yang harus diubah? (4) Bagaimana cara mengubahnya? Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa pertanyaan tersebut.

2. BAGAIMANA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS

Perhatikan beberapa perintah yang berkait dengan bermain-main dengan bilangan berikut ini. 1. Tulis bilangan I yang terdiri atas tiga angka; dengan syarat angka ratusan harus paling tidak

dua lebihnya dari angka satuan (misalnya 724) 2. Tukar angka ratusan dengan angka satuan. Nyatakan itu sebagai bilangan II (dari pemisalan

pada 1, didapat 427)

2

Page 3: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

3. Bilangan I dikurangi bilangan II (dari pemisalan, didapat 724 – 427 = 297) 4. Tukar lagi angka ratusan dengan angka satuan 5. Jumlahkan kedua bilangan tersebut (didapat 297 + 792) 6. Berapa hasilnya? Hasilnya 1089 ya? Mengapa?

Pertanyaan yang dapat diajukan adalah:1. Apakah kebetulan hasilnya memang begitu atau bisa dibuktikan? Bagaimana

membuktikannya? 2. Kenapa bukan bangsa Indonesia yang mendapatkan hal menarik tersebut?3. Bagaimana pendidikan matematika yang kita lakukan dapat menghasilkan lulusan yang kreatif,

kritis dan inovatif sehingga ke depan bangsa kita dapat bersaing dengan bangsa- bangsa lainnya?Kurikulum 2013 (Kemdikbud, 2012: 17) menyatakan

bahwa: “Berpengetahuan [melalui core subjects] saja tidak cukup, harus dilengkapi: (1) kemampuan kreatif – kritis dan (2) karakter kuat [bertanggung jawab, sosial, toleran, produktif, adaptif,...].” Di samping itu, Kurikulum 2013 (Kemdikbud, 2012: 45) menyatakan juga bahwa ’keterampilan’ dimaksudkan untuk menghasilkan pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret. Untuk itu, para siswa diharapkan dapat belajar untuk mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta.

Even dan Ball (2009:1) menyatakan bahwa : “ ... teachers are key to students’ opportunities to learn mathematics.” Gambar di atas menunjukkan bahwa Descartes (berbaju merah) nampak hanya mengajukan pertanyaan. Yang lain (muridnya) sibuk berdiskusi dan tertarik untuk memecahkan masalah yang dikemukakan Descartes. Oleh karena itu, pembelajaran ‘ideal’ menurut Kurikulum 2013 pada saat ini adalah adanya perubahan pembelajaran:

Tabel 1: Perubahan Pembelajaran yang Diinginkan

Nomor Dari Ke1. Berpusat pada Guru Berpusat pada Siswa

2. Satu Arah Interaktif

3. Isolasi Lingkungan Jejaring

4. Pasif Aktif-Menyelidiki

5. Maya/Abstrak Konteks Dunia Nyata

6. Pribadi Pembelajaran Berbasis Tim

7. Luas (semua materi diajarkan) Perilaku Khas Memberdayakan Kaidah Keterikatan

8. Stimulasi Rasa Tunggal (beberapa panca indera)

Stimulasi ke Segala Penjuru (semua Panca indera)

9. Alat Tunggal (papan T) Alat Multimedia

10. Hubungan Satu Arah Kooperatif

Di samping itu, pembelajaran ‘ideal’ untuk mata pelajaran matematika pada saat ini menurut Kurikulum 2013 adalah adanya perubahan pembelajaran sesuai tabel berikut ini.

Tabel 2: Perubahan Pembelajaran Matematika yang Diinginkan

Nomor Kurikulum Lama Kurikulum 20131. Langsung masuk ke materi

abstrakMulai dari pengamatan permasalahan konkret,

kemudian ke semi konkret, dan akhirnya abstraksi permasalahan

2. Banyak rumus yang harus dihafal untuk menyelesaikan

Rumus diturunkan oleh siswa dan permasalahan yang diajukan harus dapat dikerjakan siswa hanya

3

Page 4: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

permasalahan (hanya bisa menggunakan)

dengan rumus-rumus dan pengertian dasar (tidak hanya bisa menggunakan tetapi juga memahami asal-

usulnya)3. Permasalahan matematika

selalu diasosiasikan dengan [direduksi menjadi] angka

Perimbangan antara matematika dengan angka dan tanpa angka [gambar, grafik, pola, dsb]

4. Tidak membiasakan siswa untuk berfikir kritis [hanya

mekanistis]

Dirancang supaya siswa harus berfikir kritis untuk menyelesaikan permasalahan yang diajukan

5. Metode penyelesaian masalah yang tidak terstruktur

Membiasakan siswa berfikir algoritmis

6. Data dan statistik dikenalkan di kelas IX saja

Memperluas materi mencakup peluang, pengolahan data, dan statistik sejak kelas VII serta materi lain

sesuai dengan standar internasional7. Matematika adalah eksak Mengenalkan konsep pendekatan dan perkiraan

Di Jepang, tujuan pendidikannya (Isoda & Katagiri, 2012:31) adalah sebagai berikut.“ … To develop qualifications and competencies in each individual school child, including the ability to find issues by oneself, to learn by oneself, to think by oneself, to make decisions independently and to act. So that each child or student can solve problems more skillfully, regardless of how society might change in the future.”Jadi, pada intinya tujuan pendidikan di Jepang adalah untuk menyiapkan generasi baru yang

mampu mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi di masyarakat. Untuk mengantisipasi dan memenuhi perubahan kebutuhan di masyarakat tersebut, setiap lima tahun, kurikulum mereka selalu berubah. Pada abad 21 kini, yang dikenal sebagai abad teknogi informasi, informasi sudah tersedia dimana saja dan kapan saja sehingga dengan mudah dapat dimanfaatkan, mesin dapat digunakan untuk perhitungan dan sudah menjangkau segala pekerjaan. Tentunya hal ini akan mengubah kebutuhan di masyarakat. Kemdikbud (2012:17) menengarai bahwa dua dari 10 kompetensi masa depan yang harus dimiliki siswa adalah kemampuan berkomunikasi dan kemampuan berpikir jernih dan kritis.

Namun hasil TIMSS 2007 (Kemdikud: 2012:14) menunjukkan bahwa hanya 5% siswa Indonesia yang dapat mengerjakan soal-soal dalam katagori tinggi dan advance [memerlukan penalaran], sedangkan 71% siswa Korea sanggup. Sebagai tambahan 78% siswa Indonesia hanya dapat mengerjakan soal-soal dalam katagori rendah yang hanya memerlukan ingatan atau hafalan yang baik saja, sehingga perlu dikembangkan kurikulum yang menuntut penguatan penalaran (reasoning). Kemdikud: (2012:11) menuntut adanya perubahan pada proses pembelajaran dari yang berpusat pada guru ke proses ke yang berpusat pada peserta didik. Adanya perubahan pada sifat pembelajarannya dari yang berorientasi pada buku teks ke pembelajaranyang kontekstual. Adanya perubahan pada buku teks yang hanya memuat materi bahasan ke buku teks yang memuat materi dan proses pembelajaran, sistem penilaian serta kompetensi yang diharapkan.

Di Jepang, Isoda & Katagiri (2012:25) menyatakan bahwa Shigeo Katagiri sudah sejak 1960 telah mengembangkan teori tentang berpikir matematis (mathematical thinking) dan sejak saat itu teori tersebut telah digunakan dan dimanfaatkan kelompok-kelompok lesson study. Pada 1980 teori tersebut mendekati rampung. Teori yang dimunculkan Katagiri tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Korea dari bahasa Jepang. Pada 2012 Isoda & Katagiri menerbitkannya dalam bahasa Inggris dengan judul: ‘Mathematical Thinking. How to Develop It in the Classroom’.

Itulah sebabnya, para siswa dilatih untuk tidak hanya mengikuti dan menunggu diperintah. Para siswa harus difasilitasi untuk belajar memutuskan hal-hal yang baik dan masuk akal. Seorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan (telling) atau hanya untuk pemahaman (understanding) saja, namun para guru dituntut juga unuk memfasilitasi siswanya untuk berpikir sehingga mereka dapat menjadi siswa yang mampu belajar secara mandiri (independent learners), berpikiran maju, dan kreatif. Dengan kata lain, guru yang secara demokratis dan tidak mendikte, akan menyebabkan para siswa terfasilitasi untuk belajar

4

Page 5: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

memutuskan sendiri, sehingga para siswa kita diharapkan akan menjadi Warga Negara Indonesia yang secara bersama-sama ikut bertanggung jawab dan peduli terhadap nasib bangsa, negara, dan warganya. Sejalan dengan itu, pada rasionalitas penambahan jam pelajaran (Kemdikbud, 2012:11) dinyatakan bahwa perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu).

Kemdikbud (2012:15) juga menyatakan bahwa proses pembelajaran yang diharapkan adalah proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan kontekstual, serta buku teks yang memuat materi, proses pembelajaran, dan sistem penilaian serta kompetensi yang diharapkan. Secara umum dapat disampaikan bahwa perubahan pembelajaran yang diinginkan adalah perubahan pembelajaran dari: (1) mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding) dan (2) model ceramah ke pendekatan: discovery learning, problem based approach, inductive learning, atau inquiry learning.

Belajar Bermakna

Perhatikan tiga bilangan berikut. Bilangan mana yang paling mudah diingat? Mengapa? Adakah kaitannya dengan pembelajaran di kelas?

1) 31.157.1322) 31.117.5323) 23.571.113

Bilangan 3, yaitu bilangan 23.571.113 akan bermakna atau mudah difahami/dikenal sehingga mudah diingat hanya jika bilangan tersebut dikaitkan dengan enam bilangan prima pertama, yaitu 2, 3, 5, 7, 11, 13 yang sudah dipelajari siswa. Bilangan 2 yaitu bilangan 31.117.532 menjadi bilangan berikutnya yang paling mudah diingat hanya jika bilangan tersebut dikaitkan dengan bilangan 3 dalam urutan terbalik. Sedangkan bilangan 1 yang paling sulit diingat karena tidak ada pengetahuan yang sudah dipelajari siswa yang berkait dengan bilangan 1 tersebut. Jadi jelaslah bahwa faktor yang paling menentukan pada proses pembelajaran adalah apa yang sudah diketahui siswa. Oleh karena itu, siswa difasilitasi guru sehingga para siswa dapat mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang sudah dipelajarinya. Ausubel lalu menyebut istilah belajar bermakna (meaningful learning) untuk pembelajaran yang dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan lama yang sudah dipelajari siswa. NCTM (National Council of Teachers of Mathematics, 2000) menggunakan istilah learning with understanding. Istilah lain adalah constructivism yang merupakan paham yang meyakini bahwa siswa seharusnya difasilitasi untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan berdasar pengetahuan yang sudah dimiliki siswa. Penjelasan di atas menunjukkan akan pentingnya pengetahuan prasyarat dan pentingnya siswa sendirilah yang membangun atau mengkonstruksi sendiri pengetahuan. Oleh karenanya, diharapkan peran guru sebagai fasilitator dan bukan pentransfer pengetahuan.

Pentingnya Kemampuan Berpikir

Pada suatu hari, Gauss Muda dan teman-temannya diminta menentukan hasil dari: 1 + 2 + 3 + … + 100. Mungkin yang dipikirkan Gauss Muda adalah jika ia menggunakan cara konvensional, yaitu: 1 + 2 = 3, 3 + 3 = 6, 6 + 4 = 10, 10 + 5 = 15, dan seterusnya, maka hal tersebut akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Gauss-pun berkelit. Ia berhenti dan tidak melanjutkan menggunakan cara konvensional tersebut dan mencari cara lain. Ia lalu mengamati dan menemukan bahwa:

1 + 2 + 3 + … + 98 + 99 + 100

1) Setiap bilangan mempunyai pasangan sehingga jumlahnya 101.2) Ada 100 bilangan yang dijumlahkan sehingga ada 50 pasang bilangan yang jumlahnya 101.3) Jadi, hasil penjumlahan di atas adalah 50 101 = 5050

5

Page 6: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

Alangkah indahnya cara berpikir dan bernalar yang dilakukan Gauss Muda dalam menarik kesimpulan. Kisah di atas telah menunjukkan pentingnya kemampuan berpikir, bernalar dan berinovasi yang dilakukan Gauss. Hal di atas menunjukkan juga kehebatan Gauss yang merupakan salah satu dari 5 matematikawan terbaik dunia. Jelaslah bahwa sejatinya belajar matematika adalah untuk memudahkan kita, dan bukan untuk mempersulit.

Penalaran .

Yang dilakukan Gauss pada contoh di atas merupakan contoh dari penalaran. Peanlaran adalah suatu kegiatan berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan benar. Selama mempelajari Matematika di kelas, aplikasi penalaran sering ditemukan meskipun tidak secara formal disebut sebagai belajar bernalar. Beberapa contohnya adalah:1. Untuk menentukan hasil dari 7 + 8, berdasar pengetahuan yang sudah dimiliki para siswa yaitu

7 + 7 = 14, maka para siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa 7 + 8 adalah sama dengan 14 + 1 atau sama dengan 15.

2. Untuk menentukan hasil dari 7 + 8, berdasar pengetahuan yang sudah dimilikinya yaitu 7 + 3 = 10 dan 8 = 3 + 5, para siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa 7 + 8 adalah sama dengan 7 + 3 + 5 = 10 + 5 = 15.

3. Untuk menentukan hasil dari 6 7, berdasar pengetahuan yang sudah dimiliki para siswa yaitu 5 7 = 35, maka para siswa diharapkan dapat menarik suatu kesimpulan 6 7 = 35 + 7 = 42.

4. Untuk menentukan hasil dari 998 + 1236, para siswa dapat mengambil 2 dari 1236 untuk ditambahkan ke 998 sehingga menjadi 1000. Dengan demikian, para siwa dapat dilatih untuk menyimpulkan bahwa 998 + 1236 sama nilainya dengan 1000 + 1234 atau sama dengan 2234. Dengan demikian, didapat kesimpulan bahwa 998 + 1236 = 1000 + 1234 = 2234.

5. Berdasar data dan gambar di bawah ini:1 + 3 = 4 = 2 2 1 + 3 + 5 = 9 = 3 31 + 3 + 5 + 7 = 16 = 4 4 1 + 3 + 5 + 7 + 9 = 25 = 5 5;maka siswa diharapkan dapat menarik kesimpulan atau menduga: 1 + 3 + 5 + 7 + … + 19 = 10 10 = 100, dan1 + 3 + 5 + 7 + … + 99 = 50 50 = 2500.

6. Jika Johan berumur 10 tahun dan Amir berumur dua tahun lebih tua, maka para siswa diharapkan dapat menentukan umur Amir 10 + 2 = 12 tahun.

7. Jika besar dua sudut pada suatu segitiga adalah 60 dan 100 maka sudut yang ketiga adalah 180 – (100 + 60) = 20. Hal ini didasarkan pada teori matematika yang menyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180.

8. Jika (x – 1)(x + 10) = 0 maka x = 1 atau x = –10.Dikenal dua macam penalaran, yaitu induksi atau penalaran induktif dan

deduksi atau penalaran deduktif. Perhatikan gambar di kanan ini di mana ABC siku-siku di A dan AE tegak lurus BC. Jika ditentukan C = 20 maka dengan mudah akan dapat dihitung B = 70 dan BAE = 20 sehingga dapat disimpulkan bahwa C = BAE. Analog jika C = 30 maka B = 60 dan BAE = 30 sehingga dapat disimpulkan juga bahwa C = BAE. Hal yang sama akan berlaku jika C = 32, C = 36 atau C = 63. Inilah contoh induksi. Kesimpulan yang didapat dari kasus-kasus tersebut hanya berlaku untuk segitiga siku-siku dengan besar B tersebut dan belum berlaku untuk besar C yang lain.

Dari setiap siswa atau kelompok siswa yang melakukan dengan benar kegiatan seperti dipaparkan di atas akan didapatkan suatu hasil yang sama yaitu ABC akan sebangun dengan EBA. Dari kasus-kasus khusus tersebut, barulah dapat ditentukan bentuk umum (generalisasi), yaitu jika C = x, B = (90 – x) dan BAE = 90 (90 – x) = x, sehingga dapat disimpulkan

6

E

C

A B

Page 7: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

bahwa C = BAE. Secara umum, dengan menggunakan deduksi dapat dibuktikan bahwa ABC sebangun dengan EBA.

Contoh deduksi lain adalah pengetahuan Aljabar yang berkait dengan bilangan real a, b, dan c terhadap operasi penjumlahan (+) dan perkalian (.) yang menurut Vance (19..) telah didasarkan pada enam aksioma atau postulat berikut: a. tertutup, a + b R dan a.b R.b. asosiatif, a + (b + c) = (a + b) + c dan a .(b . c) = (a . b) . cc. komutatif, a + b = b + a dan a.b = b.ad. distributif, a.(b + c) = a.b + a.c dan (b + c).a = b.a + c.ae. identitas, a + 0 = 0 + a = a dan a.1 = 1. a = a

f. invers, a + (a) = (a) + a = 0 dan a.1a =

1a .a = 1

Berdasar enam aksioma itu, teorema seperti b + (a + b) = a, b R dapat dibuktikan. Bukti: b + (a + b) = b + (b + a) Aks 3 Komutatif

= (b + b) + a Aks 2 Asosiatif= 0 + a Aks 6 Invers= a Aks 5 Identitas

Jelaslah bahwa bangunan pengetahuan matematika didasarkan pada deduksi semata-mata, kepada aksioma-aksioma yang dianggap benar tadi. Suatu hal yang banyak sudah jelas benar pun harus ditunjukkan atau dibuktikan kebenarannya dengan langkah-langkah yang benar secara deduktif. Karena itulah, bangunan matematika dikenal sebagai mata pelajaran yang dikembangkan secara deduktif-aksiomatis, atau sistem aksiomatik.

Dari contoh di atas, nampaklah bahwa induksi merupakan proses penarikan kesimpulan yang bersifat umum (general) dari hal-hal atau kasus-kasus khusus, sedangkan deduksi merupakan proses penarikan kesimpulan yang bersifat khusus dari hal-hal atau kasus-kasus yang bersifat umum (general). Contoh di atas menunjukkan juga akan benarnya pernyataan Giere (1984: 45) berikut: ”The general characteristic of inductive arguments is that they are kowledge expanding; that is, their conclusions contain more information than all they are premises combined”. Artinya, dari beberapa kasus khusus tentang sifat beberapa orang, disusunlah suatu kesimpulan yang bersifat umum (general) tentang sifat manusia yang akan mati. Berkait dengan deduksi Jacobs (1982: 32) menyatakan: “Deductive reasoning is a method of drawing conclusions from facts that we accept as true by using logic ”. Artinya, penalaran deduktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika.

Pada satu sisinya, dengan proses induksi atau penalaran induktif akan didapatkan suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) yang melebihi kasus-kasus khususnya (knowledge expanding); dan proses mendapatkan suatu pernyataan baru ini telah teridentifikasi sebagai suatu kelebihan dari induksi jika dibandingkan dengan deduksi, namun pada sisi lainnya, hasil yang didapat dari induksi tersebut masih berpeluang untuk menjadi salah. Pada deduksi yang valid atau sahih, kesimpulan yang didapat dinyatakan tidak akan pernah salah jika premis-premisnya bernilai benar (truth preserving); dan hal ini telah teridentifikasi sebagai kelebihan dari deduksi jika dibandingkan dengan hasil proses induksi. Sampai saat ini, para filusuf sedang mengimpikan suatu bentuk argumen atau penalaran yang dapat menghasilkan pernyataan baru yang bersifat umum yang melebihi kasus-kasus khususnya (knowledge expanding); dan hasilnya tidak akan salah jika premis-premisnya bernilai benar (truth preserving); namun menurut Giere (1984: 45) impian para filusuf tersebut tidak akan terlaksana dan manusia dituntut untuk memilih salah satunya sesuai dengan kebutuhannya sebagaimana pernyataannya: “The philosophers’ dream of finding a form of argument that would be both truth preserving and knowledge expanding is an impossible dream. You must choose one or the other. You cannot both”. Pernyataan Giere ini telah menunjukkan bahwa kedua penalaran itu memiliki kelemahan dan kekuatannya sendiri-sendiri.

Penarikan kesimpulan pada induksi yang bersifat umum (general) ini akan menjadi sangat penting, karena ilmu pengetahuan tidak akan pernah berkembang tanpa adanya penarikan kesimpulan ataupun pembuatan pernyataan baru yang bersifat umum. Hal inilah yang telah menjadi suatu kelebihan dari penalaran induktif (induksi) dibandingkan dengan penalaran deduktif

7

Page 8: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

(deduksi). Dari beberapa kasus khusus seperti: 6 + 2 = 2 + 6; 9 + (–2) = (–2) + 9; serta beberapa kasus lainnya akan didapat suatu sifat umum pada penjumlahan yaitu a + b = b + a yang dikenal dengan sifat komutatif. Pada aljabar (Vance, 19..: 22) sifat ini menjadi sifat yang tidak bisa dibuktikan karena tidak ada pijakan untuk melakukan hal itu. Pernyataan seperti itu lalu dianggap bernilai benar dan dikenal sebagai aksioma atau postulat. Dari aksioma atau postulat ini dapat dikembangkan bangunan matematika. Secara umum dapatlah disimpulkan bahwa:1. Pada awalnya, proses matematisasi yang dilakukan dan dihasilkan para matematikawan adalah

proses induksi atau penalaran induktif. Dimulai dari kasus-kasus khusus yang lalu digeneralisasi menjadi pernyataan umum (general).

2. Proses berikutnya adalah proses formalisasi pengetahuan matematika dengan terlebih dahulu menetapkan sifat pangkal (aksioma) dan pengertian pangkal, yang akan menjadi pondasi pengetahuan matematika berikutnya yang harus dibuktikan secara deduktif.Berkait dengan penalaran induktif dan deduktif ini, pernyataan George Polya (1973: VII)

berikut sudah seharusnya mendapat perhatian para pembaca, para guru matematika. Polya menyatakan bahwa: “Yes, mathematics has two faces; it is the rigorous science of Euclid but it is also something else. Mathematics presented in the Euclidean way appears as a systematic, deductive science; but mathematics in the making appears as an experimental, inductive science”. Pendapat Polya ini telah menunjukkan pengakuan beliau tentang pentingnya penalaran induktif (induksi) dalam pengembangan matematika. Jika pada masa lalu, siswa memulai belajar matematika secara deduktif aksiomatis, hal ini sesungguhnya telah mengingkari proses bertumbuh dan berkembangnya matematika. Mengikut pada yang telah dilakukan para matematikawan, matematika yang dipelajari para siswa di sekolah sudah seharusnya mengikuti proses didapatkannya matematika tersebut. Karena itu, pada masa kini, dengan munculnya teori-teori belajar seperti belajar bermakna dari Ausubel, teori belajar dari Piaget serta Vigotsky (kontruktivisme sosial), para siswa dituntun ataupun difasilitasi untuk belajar sehingga dapat menemukan kembali (reinvent) atau mengkonstruksi kembali (reconstruct) pengetahuannya yang dikenal dengan kontekstual learning, matematika humanistik, ataupun matematika realistik. Proses pembelajaran seperti ini, pada tahap-tahap awalnya akan lebih menggunakan penalaran induktif daripada deduktif seperti yang dinyatakan Polya tadi. Sejalan dengan teori pembelajaran terbaru seperti konstruktivisme dan munculnya pendekatan baru seperti RME (Realistic Mathematics Education), PBL (Problem Based Learning), serta CTL (Contextual Teaching & Learning), maka proses pembelajaran di kelas sudah seharusnya dimulai dari masalah nyata yang pernah dialami atau dapat dipikirkan para siswa, dilanjutkan dengan kegiatan bereksplorasi, lalu para siswa akan belajar matematika secara informal, dan diakhiri dengan belajar matematika secara formal. Mudah-mudahan dengan proses pembelajaran seperti ini, pada akhirnya akan muncul penemu-penemu besar dari negara tercinta kita, Indonesia.

Pemecahan Masalah

Perhatikan dua soal di bawah ini

Cobalah untuk menyelesaikan dua soal di atas terlebih dahulu. Manakah dari kedua soal tersebut yang merupakan masalah? Mengapa soal tersebut Anda kategorikan sebagai masalah? Atau, mengapa soal tersebut Anda kategorikan sebagai soal biasa dan tidak dikategorikan sebagai masalah? Jika ada siswa SMP ataupun SMA yang sudah pernah mendapat soal tersebut dan sudah tahu langkah-langkah pengerjaannya, apakah soal tersebut masih terkategori sebagai masalah bagi mereka? Berdasar pada jawaban terhadap pertanyaan di atas, sebagian besar ahli Pendidikan Matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon.

8

1. Hitung 54321 42. Ganti setiap huruf dengan angka, huruf yang sama harus diganti dengan angka yang sama,

sehingga didapat perkalian yang benar pada SIMAK 4 = KAMIS

Page 9: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

Namun mereka menyatakan juga bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku, seperti yang dinyatakan Cooney, et al. (1975: 242) berikut: “… for a question to be a problem, it must present a challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the student.”

Karena itu, untuk memecahkan soal nomor 2, yaitu SIMAK 4 = KAMIS, penulis membutuhkan 1,5 bulan untuk menyelesaikannya, sehingga diperlukan sikap pantang menyerah dalam memecahkan suatu masalah. Proses berpikirnya adalah sebagai berikut: S harus berupa bilangan genap (mengapa?), sehingga S = 0, 2, 4, 6 atau 8. Yang mungkin, S = 2 (mengapa?). K = 3 atau 8 (mengapa?). Yang mungkin, K = 8 (mengapa?). I harus ganjil (mengapa?). I = 1, 3, 5, 7 atau 9. Yang mungkin, I = 1 (mengapa?). Berikutnya, A = 2 atau 7 (mengapa?). Yang mungkin A = 7 (mengapa?). Dengan mencoba-coba, didapat M = 9. Jadi, 21978 4 = 87912 merupakan pemecahannya.

Implikasi dari definisi di atas, termuatnya ‘tantangan’ serta ‘belum diketahuinya prosedur rutin’ pada suatu pertanyaan yang akan diberikan kepada para siswa akan menentukan terkategorikan tidaknya suatu pertanyaan menjadi ‘masalah’ atau hanyalah suatu ‘pertanyaan’ biasa. Karenanya, dapat terjadi bahwa suatu ‘masalah’ bagi seseorang siswa akan menjadi ‘pertanyaan’ bagi siswa lainnya karena ia sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya. Secara umum, menentukan nilai 12345 4 tidak dapat dikategorikan sebagai suatu masalah bagi siswa SMA maupun siswa SMP karena mereka telah tahu prosedur penyelesaiannya. Namun soal nomor 2 di atas dapat dikategorikan sebagai masalah bagi sebagian besar siswa dan mungkin juga bagi para guru SMA karena mereka belum mengetahui prosedur atau langkah-langkah untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah adalah: (1) memahami masalahnya, (2) merencanakan cara penyelesaian, (3) melaksanakan rencana, dan (4) menafsirkan hasilnya.

Beberapa Strategi Pemecahan Masalah

Pada saat memecahkan masalah ada beberapa cara yang sering digunakan orang dan sering berhasil pada proses pemecahan masalah. Cara inilah yang disebut dengan strategi pemecahan masalah. Beberapa strategi yang sering digunakan menurut Polya (1973) dan Pasmep (1989) di antaranya dapat dilihat di bawah ini.

1. Mencoba-coba, yaitu strategi yang biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalahnya dengan mencoba-coba (trial and error). Proses mencoba-coba ini tidak akan selalu berhasil. Adakalanya gagal. Karenanya, proses mencoba-coba dengan menngunakan suatu analisis yang tajamlah yang sangat dibutuhkan pada penggunaan strategi ini.

2. Membuat diagram, yaitu strategi yang berkait dengan pembuatan sket atau gambar untuk mempermudah memahami masalahnya dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya. Dengan strategi ini, hal-hal yang diketahui tidak hanya dibayangkan di dalam otak saja namun dapat dituangkan ke atas kertas.

3. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana, yaitu strategi yang berkait dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan lebih sederhana, sehingga gambaran umum penyelesaian masalahnya akan lebih mudah dianalisis dan akan lebih mudah ditemukan

4. Membuat tabel, yaitu strategi yang digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan pikiran kita, sehingga segala sesuatunya tidak hanya dibayangkan oleh otak yang kemampuannya sangat terbatas.

5. Menemukan pola, yaitu strategi yang berkait dengan pencarian keteraturan-keteraturan. Dengan keteraturan yang sudah didapatkan tersebut akan lebih memudahkan kita untuk menemukan penyelesaian masalahnya.

6. Memecah tujuan, yaitu strategi yang berkait dengan pemecahan tujuan umum yang hendak kita capai menjadi satu atau beberapa tujuan bagian. Tujuan bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang sesungguhnya.

9

Page 10: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

7. Memperhitungkan setiap kemungkinan, yaitu strategi yang berkait dengan penggunaan aturan-aturan yang dibuat sendiri oleh para pelaku selama proses pemecahan masalah berlangsung sehingga dapat dipastikan tidak akan ada satupun alternatif yang terabaikan.

8. Berpikir logis, yaitu strategi yang berkait dengan penggunaan penalaran ataupun penarikan kesimpulan yang sah atau valid dari berbagai informasi atau data yang ada.

9. Bergerak dari belakang, yaitu strategi yang berkait dengan menganalisis bagaimana cara mendapatkan tujuan yang hendak dicapai. Dengan strategi ini, kita memulai proses pemecahan masalahnya dari yang diinginkan atau yang ditanyakan lalu menyesuaikannya dengan yang diketahui.

10. Mengabaikan hal yang tidak mungkin, yaitu strategi dari berbagai alternatif yang ada dan mungkin dilakukan, alternatif yang sudah jelas-jelas tidak mungkin agar dicoret/diabaikan sehingga perhatian dapat tercurah sepenuhnya untuk hal-hal yang tersisa dan masih mungkin saja.Mempelajari strategi pemecahan masalah ini bagi para siswa lalu menjadi sangat penting

karena dapat digunakan atau dimanfaatkan para siswa ketika mereka terjun langsung di masyarakat, maupun ketika mereka mempelajari mata pelajaran lainnya. Berkait dengan strategi ini, paling tidak ada dua hal yang harus diperhatikan: (1) strategi pemecahan masalah dapat ditransfer ke dalam kehidupan sehari-hari, (2) harus dilatihkan (analogi pemain bola) dan (3) guru harus menjadi contoh atau teladan dalam proses pemecahan masalah.

Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Matematika

W.W. Sawyer menulis di dalam bukunya Mathematician’s Delight, sebagaimana dikutip Jacobs (1982:12) suatu pernyataan berikut: “Everyone knows that it is easy to do a puzzle if someone has told you the answer. That is simply a test of memory. You can claim to be a mathematician only if you can solve puzzles that you have never studied before. That is the test of reasoning.” Pernyataan W.W. Sawyer ini telah menunjukkan bahwa pengetahuan yang diberikan atau ditransformasikan langsung kepada para siswa akan kurang meningkatkan kemampuan bernalar (reasoning) mereka. W.W. Sawyer menyebutnya hanya meningkatkan kemampuan untuk mengingat saja. Padahal di era global dan era perdagangan bebas, kemampuan bernalarlah serta kemampuan berpikir tingkat tinggi yang akan sangat menentukan keberhasilan mereka. Karenanya, pemecahan masalah akan menjadi hal yang akan sangat menentukan juga keberhasilan pendidikan matematika, sehingga pengintegrasian pemecahan masalah (problem solving) selama proses pembelajaran berlangsung hendaknya menjadi suatu keharusan.

Keterampilan serta kemampuan berpikir yang didapat ketika seseorang memecahkan masalah diyakini dapat ditransfer atau digunakan orang tersebut ketika menghadapi masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Karena setiap orang, siapapun orang tersebut akan selalu dihadapkan dengan masalah; maka pembelajaran pemecahan masalah atau belajar memecahkan masalah dijelaskan Cooney et al. (1975: 242) sebagai berikut: “… the action by which a teacher encourages students to accept a challenging question and guides them in their resolution.” Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu tindakan (action) yang dilakukan guru agar para siswanya termotivasi untuk menerima tantangan yang ada pada pertanyaan (soal) dan mengarahkan para siswa dalam proses pemecahannya.

Hal yang telah dipaparkan di atas telah menunjukkan pentingnya tantangan serta konteks yang ada pada suatu masalah sebagai motivasi bagi para siswa. Para siswa akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk memecahkan suatu masalah yang diberikan gurunya jika mereka menerima tantangan yang ada pada masalah tersebut. Sangatlah penting untuk memformulasikan kalimat pada masalah yang akan disajikan kepada para siswa dengan cara yang menarik, berkait dengan kehidupan nyata mereka sehingga tidak terlalu abstrak, dan dapat dipecahkan para siswa, baik dengan bantuan ataupun tanpa bantuan gurunya. Pemberian masalah yang tidak pernah dapat diselesaikan siswa dapat menurunkan motivasi mereka.

Dikenal dua macam masalah, yaitu soal ceritera (textbook word problem) dan masalah prosess (process problem). Pada masa-masa yang lalu, ‘masalah’ diberikan setelah teorinya didapatkan

10

Page 11: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

para siswa, sehingga para siswa hanya belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan matematika yang didapat namun tidak pernah atau sedikit sekali mendapat kesempatan untuk belajar memecahkan masalah yang terkategori sebagai ‘masalah proses’. Padahalnya, para siswa harus diberi kesempatan untuk mempelajari peoses pemecahan masaalah yang terkategori sebagai ‘masalah proses’. Untuk mengatasi hal ini, sesuai dengan pendekatan pembelajaran matematika yang baru, masalah diberikan di awal kegiatan sebagai tantangan bagi para siswa. Dengan masalah ini, para siswa diberi kesempatan untuk bereksplorasi atau menyelidiki, tentunya dengan pertanyaan-pertanyaan dari guru ataupun pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari para siswa sendiri dalam bentuk problem-posing, sehingga teorema, rumus, dalil, pengertian, maupun konsep baru dapat dimunculkan dari masalah yang dikemukakan pada awal kegiatan ini. Dengan cara seperti ini, para siswa kita tidak hanya diberikan teori-teori dan rumus-rumus matematika yang sudah jadi, akan tetapi para siswa dilatih dan dibiasakan untuk belajar memecahkan masalah selama proses pembelajaran di kelas sedang berlangsung sedemikian sehingga pemahaman suatu konsep atau pengetahuan haruslah dibangun sendiri (dikonstruksi) oleh siswa (pembelajar). Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan judul pendekatan pembelajaran dan penilaian (Depdiknas, 2002: 14) telah dinyatakan bahwa: “… suatu rumus, konsep, atau prinsip dalam matematika, seyogyanya ditemukan kembali oleh si pembelajar dibawah bimbingan guru (guided re-invention), kecuali untuk pengetahuan yang bersifat faktual dan prosedural, yang cukup dikenalkan dan diingat siswa misalnya: lambang bilangan dan notasi, prosedur mengalikan atau membagi.”

Sekali lagi, inti dari belajar memecahkan masalah adalah para siswa hendaknya terbiasa mengerjakan soal-soal yang tidak hanya memerlukan ingatan yang baik saja. Terutama di era global dan era perdagangan bebas, kemampuan berpikir kritis, kreatif, logis, dan rasionallah yang semakin dibutuhkan. Karenanya, disamping diberi masalah-masalah yang menantang, selama di kelas, seorang guru matematika dapat saja memulai proses pembelajarannya dengan mengajukan ‘masalah’ yang cukup menantang dan menarik bagi para siswa. Siswa dan guru lalu bersama-sama memecahkan masalahnya tadi sambil membahas teori-teori, definisi maupun rumus-rumus matematikanya.

Proses pembelajaran di kelas yang mengkondisikan siswa untuk belajar memecahkan dan menemukan kembali ini akan membuat para siswa terbiasa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu. Kegiatan belajarnya biasanya dimulai dengan penayangan masalah nyata yang pernah dialami atau dapat dipikirkan para siswa, dilanjutkan dengan kegiatan bereksplorasi dengan benda konkret, lalu para siswa akan mempelajari ide-ide matematika secara informal, belajar matematika secara formal dan diakhiri dengan kegiatan pelatihan. Dengan kegiatan seperti ini, diharapkan para siswa akan dapat memahami konsep, rumus, prinsip, dan teori-teori matematika sambil belajar memecahkan masalah. Intinya, penulis sangat mendukung isi dari dokumen KBK bahwa suatu rumus, konsep, atau prinsip dalam matematika, seyogyanya ditemukan kembali oleh si pembelajar di bawah bimbingan guru (guided re-invention).

Pemecahan masalah dapat diberikan di awal kegiatan yang dikenal dengan masalah kontekstual atau realistic, Beberapa contohnya adalah:1. Bagaimana menentukan luas belah ketupat ini? 2. Ada tiga piring. Setiap piring berisi dua permen. Berapa permen yang ada di

piring? Bagaimana mendapatkan hasil tersebut? Bagaimana notasinya?3. Pak Amir memiliki 1 roti. Roti tersebut dibagikan kepada beberapa orang,

Setiap orang mendapat ¼ bagian Ada berapa orang yang dapat roti? Bagaimana mendapatkan hasil tersebut? Bagaimana notasi matematikanya?

4. Bekerjalah dalam kelompok @ 4 orang. Perhatikan lima pengurangan di bawah ini.5 4 = ….5 3 = ….5 2 = ….5 1 = ….….Selidiki dan kembangkan untuk mendapatkan hasil yang menarik.

11

Page 12: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

Kembangkan untuk pola (keteraturan) lainnya5. Suatu persegi ABCD luasnya 9 satuan luas. Bagaimana menentukan panjang sisinya?6. Suatu Kubus ABCD.EFGH volumnya 8 satuan volum. Bagaimana menentukan panjang

rusuknya?7. Harga tanah Rp1.000.000,00/meterpersegi pada 1 Januari 2008. Jika tiap tahun, harga tanah

naik 10%. Tentukan harga tanah pada:1 Januari 20091 Januari 20101 Januari 2011

8. Amir akan membuat bendera yang terdiri atas dua warna. Tersedia lima warna kain: merah, kuning, hijau, biru, dan putih. Berapa macam bendera berbeda dapat dibuat?

9. Amir akan mencampur dua warna cat. Tersedia lima warna cat: merah, kuning, hijau, biru, dan putih. Berapa macam warna berbeda yang dapat dibuat?Pemecahan masalah juga dapat diberikan setelah

pengetahuan matematikanya didapat, Beberapa contohnya adalah:1. Ganti setiap huruf dengan angka, huruf yang sama harus

diganti dengan angka yang sama, sehingga didapat perkalian yang benar pada SIMAK 4 = KAMIS

2. Tentukan luas daerah yang diarsir pada 2 persegi ini? (Soal IMSO di Jakarta) Jawaban Tunggal. Bagaimana supaya jawabannya bisa menjadi jamak?

3. Bagi ABC ini menjadi 5 segitiga yang luasnya sama menggunakan 4 garis BDEFG.

4. Batang CD dihubungkan dengan batang AB di B dan AB=CB=BD. Jika kedudukan A adalah tetap dan D bergerak sepanjang garis datar, bagaimana dengan tempat kedudukan titik C?

5. Cari semua himpunan bilangan asli berurutan yang jumlahnya 1000.

6. Salah seorang di antara Alfan, Bravo, Charlie, atau Deltawan mencuri uang Profesor Pythagoras. Sang Profesor mengetahui pencurinya. Meskipun demikian, asistennya diberi tugas untuk menemukan sang pencuri. Di depan sang professor dan asistennya, keempat anak menyatakan hal-hal berikut:

Alfan: “Bukan saya pencurinya.”Bravo: “Alfan berbohong.”

Charlie: “Bravo berbohong, Pak.”Deltawan: “Bravo pencurinya.”

Profesor Pythagoras membisikkan pada asistennya bahwa hanya satu pernyataan saja yang benar dari empat pernyataan itu. Berdasar bisikan tersebut dan setelah berpikir agak lama, sang asisten dapat menentukan pencurinya dengan tepat. Tentukan pencuri tersebut. Mengapa? Jelaskan.Petunjuk: Jika dimisalkan Bravo pencurinya, apa yang terjadi? Apa kesimpulannya?Jika dimisalkan Alfan pencurinya, maka hanya pernyataaan bravo yang benar, sesuai yang dibisikkan Profesor Pythagoras. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Alfan pencurinya.

7. Perhatikan gambar persegi ABCD. Jika F adalah titik tengah sisi BC dari persegi ABCD. Jika luas segiempat CDEF adalah 45, maka tentukan luas segitiga BEF.

12

KH F

E

D C

BA20 cm

40 cm

E

D C

F

BA

Page 13: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

Bagaimana Pembelajaran Matematikanya?

Bagaimana proses pembelajaran pada topik 5 – (–2) = …. Berapa Hasilnya? Mengapa? Pada pembelajarannya, agar siswa hafal atau paham? Bagaimana caranya agar siswa dapat difasilitasi untuk belajar berpikir? Bagaimana sebaiknya pembelajarannya? Salah satu alternatif pembelajarannya adalah meminta siswa untuk menentukan hasil dari:

5 4 = …. 5 3 = …. 5 2 = …. 5 1 = ….….Guru lalu menanyakan hal-hal yang menarik dari hasilnya. Jelaslah bahwa proses pembelajaran

dimulai dengan ‘masalah’ atau ‘kegiatan’ (activity). Siswa lalu diminta menyelidiki (bereksplorasi). Apa keuntungan pembelajaran seperti itu? Apa kelemahan pembelajaran seperti itu? Cara mana yang lebih menguntungkan?

Bagaimana jika tidak ada siswa yang bisa menjawab? Jika siswa tidak mampu untuk menemukan sendiri maka yang dilakukan guru adalah dengan memfasilitasi dan membimbing siswa dengan pertanyaan seperti: “Bagaimana dengan bilangan yang dikurangi?’ Jawaban yang diharapkan: “Bilangannya tetap, yaitu 5.”

“Bagaimana dengan bilangan pengurangnya?’ Jawaban yang diharapkan: “Bilangannya berkurang satu-satu.”

“Bagaimana dengan hasilnya?’ Jawaban yang diharapkan: “Hasilnya naik satu-satu.”‘Mengapa demikian?” Jawaban yang diharapkan: “Karena pengurangnya berkurang satu-satu.”

atau “Karena pengurangnya makin kecil.”Sekali lagi, kemampuan berpikir semakin dibutuhkan, sehingga proses pembelajaran di kelas

harus berbeda dari sebelumnya. Guru harus bertindak sebagai fasilitator dan bukan pembagi pengetahuan (transfer of knowledge).

Dapatkah pertanyaan itu diubah? Mengapa? Perintah/pertanyaan: “Apa yang menarik pada data berikut?” Dapat diubah menjadi: “Apa yang akan Anda lakukan jika diberi data seperti ini?” Dengan demikian siswa difasilitasi untuk berpikir dan bernalar (menarik kesimpulan sendiri) serta siswa difasilitasi untuk paham karena pembelajaran dimulai dari pengurangan dua bilangan positif yang sudah dipelajari siswa. Siswa tidak diberikan dengan ilmu yang sudah jadi, akan tetapi mereka difasilitasi untuk menemukan sendiri dengan fasilitasi guru berdasar pengetahuan yang sudah dipelajari siswa. Pertanyaan awal tadi apat diubah menjadi: ‘Selidiki atau eksplorasi.” Dengan cara itu diharapkan siswa menjadi lebih mandiri.

3. KESIMPULAN

Ke depan, kita harus sepakat bahwa sebagai guru matematika kita tidak menginginkan siswa yang hanya mengikuti dan menunggu diperintah saja. Kita menginginkan siswa yang mandiri. Selama proses pembelajaran di kelas, para siswa hendaknya difasilitasi untuk belajar mandiri dalam memutuskan hal-hal yang baik dan masuk akal bagi mereka sendiri. Seorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan (telling) atau hanya untuk pemahaman (understanding) saja, namun para guru dituntut juga unuk memfasilitasi siswanya untuk berpikir kritis sehingga mereka dapat menjadi siswa yang mampu belajar secara mandiri (independent learners), berpikiran maju, dan kreatif. Dengan kata lain, guru yang secara demokratis dan tidak mendikte, akan menyebabkan para siswa terfasilitasi untuk belajar memutuskan sendiri, sehingga para siswa kita diharapkan akan menjadi Warga Negara Indonesia yang secara bersama-sama ikut bertanggung jawab dan peduli terhadap nasib bangsa, negara, dan warganya.

Empat pertanyaan dan alternatif jawaban berkait dengan pembelajaran matematika:1. Bagaimana caranya agar pembelajaran Matematika bermakna bagi siswa? Pengetahuan baru

yang akan dipelajari siswa harus berkait dengan pengetahuan lama yang sudah dimiliki dan dipelajari siswa.

2. Bagaimana caranya agar pembelajaran Matematika menyenangkan bagi siswa? Guru menghindari pembelajaran yang monoton dan rutin dan dalam suasana pembelajaran yang tidak mencemaskan siswa.

13

Page 14: Format Penulisan Makalah Seminar Nasional Web viewSeorang guru sudah seharusnya tidak hanya mengajari dengan cara mengumumkan ... Paper atau makalah ini ditulis untuk menjawab beberapa

3. Bagaimana caranya agar pembelajaran Matematika membantu siswa belajar berpikir? Guru memfasilitasi siswa agar pembelajaran fokus pada proses pemecahan masalah.

4. Bagaimana caranya agar pembelajaran Matematika membantu siswa untuk mandiri? Guru memfasilitasi siswa agar memulai pembelajaran dengan masalah dan membantu siswa untuk bereksplorasi atau melakukan penyelidikan. Dua macam masalah dalam pembelajaran matematika.

1. Di awal pembelajaran di mana ide matematika dapat muncul dari masalah (kontekstual atau realistik) tersebut.

2. Setelah pengetahuan didapat di mana para siswa diharapkan dapat menerapkan ide matematika yang baru dipelajari untuk memecahkan masalah. Empat hal yang dibutuhkan selama pemecahan masalah.

1. Pengetahuan 2. Strategi pemecahan masalah 3. Kemampuan berpikir Induksi (analogi dan generalisasi) serta deduksi. 4. Sikap tidak cepat menyerah.

4. DAFTAR PUSTAKA

1. Even R.; Ball, D.L. (2009). Setting the stage for the ICMI study on the professional education and development of teachers of mathematics. Pada Even R.; Ball, D.L. (Eds). The Professional Education and Development of Teachers of Mathematics. New York: Springer

2. Giere, R. N. (1984). Understanding Scientific Reasoning (2ndEdition). New York: Holt, Rinehart and Winston.

3. Isoda, M. & Katagiri, S. (2012). Mathematical Thinking. Singapore: World Scientific. 4. Jacobs, H.R. (1982). Mathematics, A Human Endeavor (2nd Ed). San Fransisco: W.H.

Freeman and Company 5. Kemdikbud (2012). Bahan Uji Publik Kurikulum 2013. Jakarta: Kemdikbud.6. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa (1977). Karya Ki Hadjar Dewantara. Bagian Pertama:

Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.7. NCTM (2000). Principles and Standarts for School Mathematics. Reston: NTCM.8. NRC (1989). Everybody Counts. A Report to the Nation on the Future of Mathematics

Education. Washington DC: National Academy Press.9. Pasmep (1989). Solve It, Problem Solving in Mathematics III. Perth: Curtin University of

Technology 10. Polya, G. (1973). How To Solve It (2nd Ed). Princeton: Princeton University Press.11. Vance, E.P. (19..). Modern College Algebra. Addison-Wesley.

14