Makalah TSS
-
Upload
m-iqbal-fadillah -
Category
Documents
-
view
104 -
download
3
Transcript of Makalah TSS
Tugas Teknologi Sediaan Solida
Dosen : Dina Rahmawanty, S.Far, M.Farm.,Apt.
{Formulation And Evaluation of Bi-Layer Matrix Tablet of Baclofen Using
Xanthan Gum }
Disusun oleh :
1. {Muhamad Iqbal Fadillah}{J1E111012}
2. {Hayatun Pardah}{J1E111044}
3. {Shofia Annisa}{J1E111213}
Program Studi Farmasi
FMIPA UNLAM
2013
Formulation And Evaluation of Bi-Layer Matrix Tablet of Baclofen Using
Xanthan Gum
Abstract
In the present study, Baclofen bi-layer tablets were formulated consisting of two
layers such as fast releasing layer and sustaining layer. Fast releasing layer
was prepared by using super disintigrant like sodium starch glycolate and
sustained release layer was prepared by using natural polymer like xanthan
gum by wet granulation method. The tablets were evaluated for physico-
chemical properties such as hardness, friability, thickness, weight variation, drug
content uniformity. The In vitro release studies were performed in 0.1 N HCl
for first two hr and in 7.4 pH phosphate buffer up to 24 hr. It was observed
that bi-layer matrix tablets having formulation code BX II which contained 65 %
xanthan gum were successfully sustained the release of drug up to 24 hr. FT-IR
studies revealed that there was no interaction between the drug and polymer used
in the study.
Key words: Bi-layer tablets, Baclofen, Sustained release, xanthan gum.
Abstrak
Dalam penelitian ini, Baclofen bi-layer tablet diformulasikan terdiri dari dua
lapisan seperti lapisan yang cepat melepaskan dan lapisan yang mempertahankan.
Lapisan cepat melepaskan dibuat dengan menggunakan Super disintigrant seperti
natrium pati glikolat dan lapisan yang melepaskan secara berkelanjutan dibuat
dengan menggunakan polimer alami seperti xanthan dengan metode granulasi
basah. Tablet dievaluasi untuk sifat fisiko-kimia seperti kekerasan, kerapuhan,
ketebalan, variasi berat, keseragaman kandungan obat. Dalam hasil in vitro yang
dilakukan dengan 0,1 N HCl untuk dua jam dan 7,4 pH dapar fosfat hingga 24
jam. Diamati bahwa tablet matriks bi-layer dengan kode formulasi BX II yang
berisi 65% xanthan berhasil berkelanjutan pelepasan obat hingga 24 jam. Studi
FT-IR menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara obat dan polimer yang
digunakan dalam penelitian ini.
Kata Kunci: Bi-layer tablets, Baclofen, pelepasan berkelanjutan, xanthan gum.
BAB I
PENDAHULUAN
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet-
tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya
hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan
metode pembuatannya.
Tablet bilayer yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tablet yang
memiliki dua lapisan yang dapat melepaskan obatnya secara cepat dan ada pula
lapisan yang mempertahankan pelepasan obatnya tersebut. Keuntungan
farmakokinetiknya bergantung pada pelepasan obat dari lapisan yang melepaskan
secara cepat mengarah pada peningkatan yang mendadak dalam konsentrasi
peningkatan darah.
Tablet lebih banyak digunakan pada pemberian obat-obat secara oral dan
kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa
dan lapisan-lapisan dalam berbagai jenis. Tablet lain yang penggunaannya dengan
cara sublingual, bukal ataupun melalui vagina, tidak boleh mengandung bahan
tambahan seperti pada tablet yang digunakan secara oral. Penggunaan secara oral
banyak digunakan sebagai pilihan karena dikaitkan dengan penerimaan pasien
dalam menggunakannya, kemudahan administrasi, dosis yang akurat, serta biaya
manufaktur yang efektif dan bentuk yang fleksibel sehingga mudah untuk
digunakan. Dengan komposisi yang bermacam-macam dalam satu recipe maka
penggunaan oral dapat memenuhi tujuan dasar dari terapi yang diinginkan agar
dapat mencapai tingkat darah dan tingkat jaringan yang efektif serta tidak beracun
untuk jangka waktu yang telah ditentukan.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1. Pengertian tablet
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa cetak, berbentuk rata
atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau
lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Anief, 2005). Tablet adalah sediaan
padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan
metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa.
Tablet merupakan bentuk sediaan farmasi yang paling banyak tantangannya
didalam mendesain dan membuatnya. Misalnya kesukaran untuk memperoleh
bioavailabilitas penuh dan dapat dipercaya dari obat yang sukar dibasahi dan
melarutkannya lambat, begitu juga kesukaran untuk mendapatkan
kekompakan kahesi yang baik dari zat amorf atau gumpalan. (Depkes, 1995).
1.2. Jenis-jenis tablet
Ada beberapa jenis tablet yang diketahui saat ini, yaitu:
Tablet kompresi
Tablet kompresi ganda
Tablet salut gula
Tablet diwarnai coklat
Tablet salut selaput
Tablet Salut enterik
Tablet sublingual atau bukal
Tablet kunyah
Tablet effer vescent
Tablet triturate
Tablet hipodermik
Tablet pembagi
Tablet penglepas terkendali
(Ansel, 2005).
1.3. Syarat-syarat tablet
Memenuhi keseragaman ukuran
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 13
tebal
tablet.
Memenuhi keseragaman bobot
Memenuhi waktu hancur
Memenuhi keseragaman isi zat berkhasiat
Memenuhi waktu larut (dissolution test)
Sebelumnya tablet harus diuji mengenai kekerasan tablet dengan alat
Hardness tester dan juga kerapuhan tablet dengan alat Friability tester.
(Anief, 2005).
1.4. Pembuatan tablet
Untuk membuat tablet diperlukan zat tambahan berupa:
Zat pengisi (diluent), dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet.
Biasanya digunakan Saccharum lactis, amylum manihot, calcii phosphas,
calcii carbonas dan zat lain yang cocok.
Zat pengikat (binder), dimasukkan agar tablet tidak pecah atau retak dan
merekat. Biasanya digunakan adalah mucilage gummi arabici 10-20%.
Zat penghancur (disintegrator), dimaksudkan agar tablet dapat hancur
dalam perut. Biasanya yang digunakan adalah amylum manihot kering,
gelatinum, agar-agar, natrium alginate.
Zat pelican (lubricant), dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan.
Biasanya digunakan talcum 5%, magnesia stearas, acidum stearicum.
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain, kecuali zat pelicin
dibuat granul (butiran kasar). Karena serbuk yang halus tidak mengisi
cetakan tablet dengan baik, maka dibuat granul agar mudah mengalir (free
folowing) mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak retak (capping)
(Anief, 2005).
1.5. Kerusakan-kerusakan dalam pembuatan tablet.
Binding : Kerusakan tablet akibat massa yang akan di cetak melekat pada
dinding ruang cetakan.
Sticking/picking : pelekatan yang terjadi pada punch atas dan bawah
karena permukaan punch tidak licin, pencetak masih ada lemaknya, zat
pelicinnya kurang, atau massanya basah.
Whiskering : Terjadi karena pencetak tidak pas dengan ruang cetakan
sehingga terjadi pelelahan zat aktif saat pencetakan pada tekanan tinggi.
Motling : terjadi karena zat warna tersebar tidak merata pada permukaan
tablet.
Crumbling : tablet menjadi retak dan rapuh. Penyebabnya adalah
kurangnya tekanan pada pencetakan tablet dan kurangnya zat pengikat.
Splitting/capping : Splitting adalah lepasnya lapisan tipis dari permukaan
tablet, terutama pada bagian tengah. Capping adalah membelahnya tablet
di bagian atas. Penyebabnya :
Kurangnya daya pengikat dalam massa tablet.
Massa tablet terlalu banyak fine atau terlalu banyak mengandung udara
sehingga udara akan keluar setelah di cetak.
Tenaga yang di berikan pada pencetakan tablet terlalu besar sehingga
udara yang berada di atas massa yang akan di cetak sukar keluar dan ikut
tercetak.
Formulanya tidak sesuai.
Die dan punch tidak rata.
(Syamsuni, 2006).
1.6. Sediaan lepas lambat (sustained release)
Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk
melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap
supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat. Kebanyakan
bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya pemakaian satu unit
dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah
pemakaiannya, secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan
secara berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah obat lainnya
selama periode waktu yang diperpanjang biasanya 8 sampai 12 jam (Ansel,
2005).
Bentuk sediaan lepas lambat (Sustained release) banyak mendapatkan
perhatian dalam pengembangan sistem penghantaran obat karena
dibandingkan bentuk sediaan konvensional, bentuk lepas lambat memiliki
beberapa kelebihan. Antara lain sediaan lepas lambat dapat mengurangi efek
samping, mengurangi/menjarangkan jumlah penggunaan, mengurangi
fluktuasi obat dan secara umum dapat meningkatkan kenyamanan bagi pasien
(Welling, 1997).
Keuntungan bentuk sediaan lepas lambat dibandingkan bentuk sediaan
konvensional adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.
b. Mengurangi frekuensi pemberian.
c. Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien.
d. Mengurangi efek samping yang merugikan.
e. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan.
(Ansel, 2005).
Berbagai cara pembuatan dan mekanisme kerja sediaan lepas lambat
antara lain:
a. Penyalutan
Penyalutan ini berfungsi mengendalikan ketersediaan bahan aktif
dalam bentuk larutan. Penyalutan serbuk bahan aktif dapat dilakukan
dengan metode mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi adalah suatu proses
di mana bahan-bahan padat, cairan bahkan gas pun dapat dijadikan kapsul
(encapsulated) dengan ukuran partikel mikroskopik, dengan membentuk
salutan tipis wall (dinding) sekitar bahan yang akan dijadikan kapsul
(Ansel, 2005).
b. Sistem matriks
Pencampuran dengan matriks adalah dengan mencampurkan bahan
obat yang akan dibuat sediaan lepas lambat, digabungkan dengan bahan
lemak atau bahan selulosa, kemudian diproses menjadi granul yang dapat
dimasukkan dalam kapsul atau ditablet (Shargel et al., 2005).
c. Sistem terkontrol membran atau reservoir
Membran dalam sistem ini berfungsi sebagai pengontrol kecepatan
disolusi dari bentuk sediaan. Agar obat dapat berdifusi kelar maka
membran harus bersifat permeable terhadap obat misalnya dengan hidrasi
air di saluran gastrointestinal. Obat yang terlarut dalam komponen
membran seperti plasticizer tidak seperti sistem matriks hidrofil, polimer
membran tidak bersifat mengembang dan tidak mengalami erosi (Collett
& Moreton, 2002).
d. Sistem pompa osmotik (osmotic pump)
Pelepasan obat dari sistem pompa osmotik dikontrol oleh suatu
membran yang mempunyai satu lubang (hole). Obat dimasukkan dalam
suatu tablet inti yang bersifat larut air dan dapat melarutkan obat ketika
kontak dengan air. Tablet inti disalut dengan suatu membran
semipermiabel (dapat melewati air yang masuk ke dalam tablet inti dan
melarutnya). Ketika tablet inti terlarut maka timbul tekanan hidrostatik dan
menekan larutan obat keluar melewati lubang membran (Collett &
Moreton, 2002).
BAB III
METODE PENELITIAN
1.1. Farmakologi Zat Aktif
Zat aktif yang digunakan berupa Baclofen yang diperoleh sebagai
sampel hadiah dari Natco Pharma. Khasiat dari baclofen ini sendiri adalah
obat pengendur otot dan agen antispatik. Obat ini digunakan untuk
mengobati gejala otot yang disebabkan oleh sklerosis, termasuk kejang,
nyeri dan kaku otot. Berkhasiat sebagai pelemas otot yang bekerja sentral
tidak berefek langsung pada sambungan saraf - otot, tetapi mengurangi
transmisi monosinaptik maupun polisinaptik di sumsum tulang belakang.
Baclofen mengatasi sebagian komponen spasitisitas spinal, spasme
fleksor dan ektensor yang involuntier terutama akibat lesi spinal.
Relaksan otot rangka yang bekerja sentral, yang secara luas digunakan
dalam pengobatan kelenturan akibat multiple sklerosis, kejang otot,
kekakuan otot dan cedera tulang belakang. Baclofen dengan cepat diserap
dari saluran pencernaan dan konsentrasi plasma puncak dicapai dalam
waktu sekitar 2 jam. Hal ini terutama diekskresikan dalam urin, 80% tidak
berubah sebagai obat dan sisanya sebagai metabolit. Penghapusan paruh
telah dilaporkan menjadi 4 jam dan dengan demikian membuatnya
menjadi kandidat kuat untuk sediaan lepas lambat (lacy, et all, 2009).
1.2. Fungsi Zat Tambahan
Zat tambahan yang digunakan adalah natrium pati glikolat
digunakan sebagai bahan pengisi (diluent) dan penghancur atau
pengembang (disintegrant), xanthan gum sebagai bahan pengikat (binder),
manitol sebagai bahan pengisi, magnesium stearat dan talkum sebagai
bahan pelicin (lubrikan) (syamsuni, 2006).
Bahan Obat
Natrium pati glikolat
Ditambahkan dengan
Hasil
Dicampurkan hingga merata
1.3. Formula Tablet
Bahan (mg/tab)
Formulasi
BX I BX II BX III
Lapisan Langsung Rilis
Baclofen 5 5 5
SSG 10 10 10
Lapisan Rilis Berkelanjutan
Baclofen 21 21 21
Manitol 113 67 21
Xanthan Gum 152 198 244
PVP K 30 15 15 15
Mg-Stearat 2 2 2
Talc 2 2 2
Berat total 320 320 320
1.4. Metode Pembuatan Tablet
Metode yang digunakan untuk membuat metode ini adalah metode
Granulasi Basah. Secara skematis metode pembuatannya adalah sebagai
berikut:
1.4.1. Pembuatan lapisan yang rilis cepat
Baclofen, Xanthan gum, Manitol
Serbuk campuran
Ditimbang dengan akurat
Dicampurkan hingga merata
Ditambahkan
PVP K 30
Dicampurkan di dengan air suling hingga terbentuk massa basah
Massa yang terbentuk
1.4.2. Formulasi lapisan yang rilis berkelanjutan
Diayak menggunakan ayakan No. 16
Granul
Dikeringkan dalam oven dengan suhu 500˚ C selama satu jam
Granul kering
Diayak menggunakan ayakan No 22
Granul yang didapat
Diayak menggunakan ayakan No 22
Talc dan Mg Stearat
Serbuk
Dicetak dengan mesin pencetak tablet ukuran 8 mm
Dicampurkan
Bubuk lapisan pelepasan cepat
Ditambahkan ketika proses pencetakkan tablet
Tablet bi-Layer
20 Tablet
Diambil secara acak
Dihitung berat rata-rata
Masing-masing tablet
Dibandingkan dengan berat rata-rata
Hasil
1.5. Evaluasi Tablet
Beberapa evaluasi dilakukan terhadap tablet yang sudah dibuat. Evaluasi
ini bertujuan untuk mengetahui kualitas yang dihasilkan. Berikut
beberapa evaluasi yang dilakukan beserta dengan skematika kerjanya:
1.5.1. Variasi Berat
Ditimbang
Tiga tablet
Diambil secara acak
Diuji dengan alat Monsanto hardness tester
Hasil
20 Tablet
Diambil dan dimasukkan ke dalam alat Roche friabilator dan diproses dengan kecepatan 24 rpm selama 4 menit
Tablet hasil kompresi
Dihitung beratnya, dimana tablet tidak boleh kehilangan 1% dari berat semula dengan menggunakan persamaan% F = {1 - (Wo / W)} × 100
Hasil
1.5.2. Kekerasan Tablet
1.5.3. Kerapuhan Tablet
1.5.4. Ketebalan Tablet
20 Tablet
Diambil secara acak
Dihitung berat rata-rata
Masing-masing tablet
10 Tablet
Diambil dan digerus
Serbuk
Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml
70 ml larutan penyangga fosfat
Ditambahkan
Digojok selama 10 menit
Hasil
Ditambahkan volume hingga tanda batas
1.5.5. Kadar Obat
Ditimbang
Dibandingkan dengan berat rata-rata
Hasil
BAB IV
KESIMPULAN
Ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari penulisan makalah ini,
yaitu:
1. Tablet yang dibuat terdiri dari dua lapisan, dimana lapisan pertama merupakan
lapisan yang cepat melepas obat dan yang kedua adalah lapisan yang lambat
untuk melepas obat.
2. Kemudahan dalam administrasi, dosis yang akurat, serta biaya manufaktur
yang efektif dan bentuk yang fleksibel dari sediaan tablet, sehingga peneliti
mengambil sediaan tablet ini untuk digunakan dalam penelitiannya.
3. Metode pembuatan tablet yang digunakan dengan teknik Granulasi Basah.
4. Beberapa evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui kualiatas tablet adalah
kekerasan tablet, keseragaman bobot tablet, ketebalan tablet, kerapuhan tablet,
dan kadar bobot.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2005. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ansel. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia. Jakarta.
Collett J. & Moreton C. 2002, Modified-release Peroral dosage forms: Aulton ME, Pharmaceutics the science of dosage form design, 2nd ed. Churchill Livinstone, London.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Lacy, F. C., Lora L. A., Norton P. D., Leonardo L. L. 2009. Drug Information Handbook 18 th Edition. American Pharmacist Assosiation. Amerika
Shargel, L., Susanna W, P., Andrew, B,C. 2005. Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 5th edition. McGraw Hill. Singapore.
Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. EGC. Jakarta.
Welling, P.G. 1997. Pharmacokinetics: Processes, Mathematics, and Applications. 2nd edition. Washington DC.