FENOMENOLOGI : ALTERNATIF PENGEMBANGAN ILMU Mhd Halkis …

22
FENOMENOLOGI : ALTERNATIF PENGEMBANGAN ILMU Mhd Halkis E -mail : [email protected] Dosen Universitas Pertahanan Abstract:The aim of this study is to describe the role of the philosophy of science in the development of education, especially social-religion. This issue considered to be an important thing search of science because there aare some people still doubt about the existence of social-religion science development. The philosophy of science descipline, normatively it must meet the requirements of ontology, epistemology, and axiology. The debate among scientists about the purpose and the approach of a science discipline spawned different paradigms or sects of science. The essential purpose of contemporer science philosophy seemed to find out successful principles in the research of science from age to age, expected to be applied in the development of science. Keywords: Phenomenology, development, social-religion. PENDAHULUAN Pertarungan paling seru ketiga memposisikan diri pada suatu pradigma ternyata bukan terletak pada suatu kebenaran un sich. Untuk itu mata pelajaran logika dan matematika dasar tidak cukup kuat menopang pertarungan dalam pengembangan ilmu pengetahun, sekalipun tidak bisa ditinggalkan. Untuk itu buku Logical Investigations karya Husserl melebihi ketentuan-tententuan ketat dalam Logika Dasar sehingga dapat memberi ruang terhormat pada fenomenologi. Sekalipun fenomenologi banyak ilmuawan mengkritisi tapi justeru para pengkritik fenomenologi melahirkan filsuf era postmodern. Fenomenologi ditangan Husserl tidak hanya sebagai methode tapi menjadi sebuah mazhab dalam filsafat ilmu. Persaoalan yang diangkat sekarang adalah pengakuan produk ilmu pengetahuan yang lahir setelah naturalism-positivisme. Keberhasilan positivism tidak bisa diingkari, melalui pendekatan ilmu pasti dalam melihat fenomena kemasyarakat telah melahirkan pengetahuan yang objektif. Positivisme berhasil membangun kebudayaan manusia terlepas dari kebudayaan jahilia. Teknologi berkembang dalam membantu manusia menguasai alam. Ekonomi dan kemakmuran manusia meningkat, sehingga manusia menjadi mahluk yang istimewa yang tak bisa ditundukan oleh alam. Pada satu sisi pengetahuan berkembangan dalam dirinya sendiri dan hidup dalam suatu komunitas sementara pada sisi lain intitusi penguasa memerlukan sebuah kepastian dengan menggunakan kerangka yang ditetapkan oleh dirinya sendiri. Untuk itulah kiranya intitusi penyelenggara 35

Transcript of FENOMENOLOGI : ALTERNATIF PENGEMBANGAN ILMU Mhd Halkis …

FENOMENOLOGI : ALTERNATIF PENGEMBANGAN ILMU

Mhd HalkisE -mail : [email protected]

Dosen Universitas Pertahanan

Abstract:The aim of this study is to describe the role of the philosophy ofscience in the development of education, especially social-religion. This issueconsidered to be an important thing search of science because there aaresome people still doubt about the existence of social-religion sciencedevelopment. The philosophy of science descipline, normatively it must meetthe requirements of ontology, epistemology, and axiology. The debate amongscientists about the purpose and the approach of a science disciplinespawned different paradigms or sects of science. The essential purpose ofcontemporer science philosophy seemed to find out successful principles inthe research of science from age to age, expected to be applied in thedevelopment of science.

Keywords: Phenomenology, development, social-religion.

PENDAHULUAN

Pertarungan paling seru ketiga memposisikan diri pada suatupradigma ternyata bukan terletak pada suatu kebenaran un sich. Untuk itumata pelajaran logika dan matematika dasar tidak cukup kuat menopangpertarungan dalam pengembangan ilmu pengetahun, sekalipun tidak bisaditinggalkan. Untuk itu buku Logical Investigations karya Husserl melebihiketentuan-tententuan ketat dalam Logika Dasar sehingga dapat memberiruang terhormat pada fenomenologi. Sekalipun fenomenologi banyakilmuawan mengkritisi tapi justeru para pengkritik fenomenologi melahirkanfilsuf era postmodern. Fenomenologi ditangan Husserl tidak hanya sebagaimethode tapi menjadi sebuah mazhab dalam filsafat ilmu.

Persaoalan yang diangkat sekarang adalah pengakuan produk ilmupengetahuan yang lahir setelah naturalism-positivisme. Keberhasilanpositivism tidak bisa diingkari, melalui pendekatan ilmu pasti dalam melihatfenomena kemasyarakat telah melahirkan pengetahuan yang objektif.Positivisme berhasil membangun kebudayaan manusia terlepas darikebudayaan jahilia. Teknologi berkembang dalam membantu manusiamenguasai alam. Ekonomi dan kemakmuran manusia meningkat, sehinggamanusia menjadi mahluk yang istimewa yang tak bisa ditundukan oleh alam.Pada satu sisi pengetahuan berkembangan dalam dirinya sendiri dan hidupdalam suatu komunitas sementara pada sisi lain intitusi penguasamemerlukan sebuah kepastian dengan menggunakan kerangka yangditetapkan oleh dirinya sendiri. Untuk itulah kiranya intitusi penyelenggara

35

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol.14 , No.1 , Januari - Juni 2015

pendidikan mampu melihat perembangan filsafat ilmu sebagai ilmupengetahuan yang mengalami perkembangan dan varian-varian yang hidupdalam suatu komunitas. Untuk itu, para pemegang predikat “intelektual”dalam bidang apapun, sesungguhnya mata filsafat ilmu dan logika wajibdipelajari.

Kedudukan istimewa diperuntukan pada filsafat ilmu dalampengembangan ilmu pengetahuan agama merupakan titik tolak kajian ini.Asumsi dasarnya adalah kita sendiri memiliki ideologi, memiliki keyakinantentang ilmu, namun dalam banyak studi ternyata banyak teori ilmiah keliru.Hal ini dibuktikan dengan sikap kita terhadap teknologi denganmenempatkannya sebagai pengamat, peneliti, researcher, komentatorsampai menjadi staf ahli di lebaga lembaga terhormat dan saksi ahli dipengadilan.1 Kita dikekang oleh kepintaran kita sendiri, dengan simbol-simbolakademik sampai kebenaran itu menertawa kita. Banyak kebijakandirekomendasikan berdasarkan research ilmuawan, nyatanya persoalan takterselesaikan, keberadaan ilmuawan dipertanyakan.Michel Foucaultmengakui hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan perlu diperiksa dalamkonteks kebudayaan. Hubungan internal dan eksternal dengan psikologimembuat hubungan tersebut semakin rumit, karena filsafat dilihat sebagaikajian tidak terbatas, buta, gelap yang bergerak dalam kesaran denganmetodenya sendiri. Padahal sebagai ilmu huhamiora harus diolah denganjelas bersifat positivis, sehingga filsafat ditempatkan sebagai ilmupengetahuan yang jelas. Pada sisi lain antropologi sebagai ilmu yangmempelajari bagian luar kebudayaan, mestinya ikut bertanggungjawabmengapa filsafat terkubur dalam kegelapan, keterbatasan manusia. FilsafatBarat dapat memposisikan ilmu humaniora sebagi pendahuluan saja,program kosong yang akan dilakukan oleh ilmu humaniora. Pada posisi inilahkita berpikir, untuk memahami bahwa filsafat bukan kajian kosong2

Pemikiran awam melihat filsafat sebagai “ibu” ilmu pengetahuan adabenarnya. Kalau seorang anak berperilaku tidak baik, kita bertanya siapaibunya. Ibu ilmu pengetahuan adalah filsafat. Persoalanya kalau filsafat ibuilmu pengetahuan maka pertanyaannya; bagaimana seorang ibumengandung, bagaimana melahirkan dan memeliharanya dan bagaimana

1Lihat. Kasser, Jeffrey L. (Teaching Assistant Professor, North Carolina State University), Philosophy of Science Part I, The Teaching Company Limited Partnership, 2006,p.1

2 Lihat Rabinaw, Paul “Aestetic, Method, and Epistemologi: Esential Works of Faucaul 1954-1984” terjemahan oleh Arief dan Alia Swastika (editor), Michel Foucault, Pengetahuan & Metode, Karya-Karya Penting Michel Foucault, Jalasutra, Yogyakarta, 2011, p.29-35

36

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol.14 , No.1 , Januari - Juni 2015

pula memanfaatkannya. Ketika pertanyaan ini dijawab terasa bahwa filsafatsesungguhnya lebih tua dari ilmu pengetahuan. Sejarah ilmu pengetahuanmelihat sosok-sosok filsuf yang terkait dengan keberadaan ilmupengetahuan. Ilmu pengetahuan produk pemikian filsuf, dan ilmupengetahuan bermanfaat bagi manusia memahami dunianya, untuk ituseorang filsuf menjadi seorang yang mulia, pemuikirannya hidup sepanjangzaman, seorang filsuf melekat dalam dirinya sebagai seorang yang bijak.

Memahamami Filsafat Ilmu

Filsafat diambil dari kata filos= cinta dan sofiah= kebijaksanaan.Sedangkan Ilmu Pengetahuan secara sederhanya memiliki objek tertentu(ontologi),cara tertentu(epistemologi) dan manfaat tertentu (axiologi). Karenaontologi, epistemologi dan axiologi adalah kajian filsafat, maka filsafatmerupakan pintu gerbang bagi seseorang untuk menjadi ilmuan.Pudjawijatnamenjelasakan filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yangsedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran,sedangkanmenurut Hasbullah Bakri, filsafat adalah ilmu yang menyelidikisegala sesuatu dengan mendalam sehingga menghasilkan pengetahuanyang dapat dicapai akal.

Beberapa pendapat para ahli filsafat, secara sederhana filsafat mempunyai pengertian anatara lain;1. Filsafat adalah kegemaran dan kemauan untuk mendapatkan pengetahuanyang luhur (Plato).2. Filsafat adalah ilmu tentang kebenaran (Aristoteles, 384-322 SM)3. Filsafat adalah suka kepada pengetahuan (Phytagoras, 536-470 S.M.)4. Filsafat adalah pengetahuan yang terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya (Cicero, 106-3 S.M.)5. Filsafat adalah pengetahuan yang menerangkan hubungan hasil dan sebabnya, maka senantiasa ada perobahan (Thomas Hobbes, 1588-1679.6. Filsafat adalah ilmu yang menyediki dasar-dasar untuk mengetahui sesuatu dan bertindak (Immanuel Kant, 1724-1804)Filsafat adalah hasil berpikir secara radikal, spekulatif dan universal adalah berpikir filosofis, maksudnya :1. Radikal, artinya berpikir secara berakar atau mendasar dengan jalan meragukan sesuatu sebagai sesuatu yang benar (radix = akar)2. Spekulatif, artinya berpikir secara sistematis dengan memisahkan antara yang dapat diandalkan dengan yang tidak dapat diandalkan3. Universal, artinya hasil berpikir berlaku secara menyeluruh atau berkaitan dengan aspek lain.Filsafat sebagai sebuah disiplin ilmu memilki objek kajian;1. Ontologi, berasal dari kata ononthos, artinya yang ada (being). Ontologiadalah ilmu pengetahuan tentang “yang ada” sebagai yang ada, hakekat

37

Mhd Halkis, Fenomenologi: Alternatif Pengembangan Ilmu

sebenarnya tentang “yang ada” atau hakekat suatu obyek.Ontologi berpicaratentang yang ada, dan nyata adanya. Persoalanya adanya di mana ? dalampikiran (ide) atau dalam alam nyata (real). Para pelaku (subjek) seni lebihmenguatamakan tentang yang ada dalam pikiranya untuk menjawab persolanyang tampak di alamnya. Lain dengan ilmuawan ingin meneliti gejalah alamyang tampak (objek), dan diukur pun dengan indikator tertentu (objektif).2. Epistemologi adalah ilmu yang mempelajari proses munculnya yang ada,posisinya, susunan, metoda dan absahnya pengetahuan atau ilmu yangmempelajari tentang cara mendapatkan ilmu pengetahuan. Titik tolakmunculnya ilmu dari alam nyata (empirisme), yang diambil dari data lapanganbersifat iduktif menjadi kesadaran manusia ataukah konstruksi pemikiran(rasional) yang teratur (logika) dari alam ideal yang bersifat deduktif hendakdiwujudkan dalam alam nyata yang menjadi persolan. Interaksi empiris danrasional sesungguhnya proses yang tak dapat dihindari dan salingmenyempurnakan.3. Axiologi adalah bidang filsafat yang mempelajari kegunaan ilmupengetahuan bagi umat manusia. Axiologi adalah ilmu pengetahuan yangmenyelidiki tentang hakekat nilai; tentang benar” dan “salah” yang dikajidalam Logika, baik” dan buruk dikaji dalam Etika, dan masalah indah” danjelek” yang dikaji dalam Estetika.3Ilmu Pengetahuan merupakanpengembangan dalam lingkaran filsafat ini. Sebuah ilmu tidak bisa bersirisendiri kalau tidak memilki ontologi, epistemologi dan axiologi yang jelas-jelasberbeda dengan yang lain. Demikian juga halnya dengan sebuah penelitianyang akan dilakukan mahasiswa harus memiliki dimensi filosofis tersebut.Untuk itu pada kesempatan perdana ini dapat kita simpulkan bahwa filsafatfilsafat ilmu penting untuk menetaskantelor kesadaran kita, agar keluar daricangkang kegelapan pengetahuan berupa data yang bertebaran tak dapatdikatakan dan dimanfaatkan apa-apa. Logika penting, karena menatakesadaran kita, mengkonstruksi pemikiran kita, mengangkat data menjadifakta, hingga bermanfaat menjadi manusi berkebudayaan. Logikamengendalikan mahluk liar untuk membangun rel-rel dan pintu-pintu yangakan dilewati (prosedur) hingga berkembang dan dewasa (mandiri danbermanfaat). Haparapan sebagai dosen belajar terus menerus sebuahkeniscayaan, pengabdian dengan ketulusan sebagai pribadi yang luhurpengabdi kepada kebenaran hakiki merupakan produk lembaga pendidikanyang diharapkan.

Fenomomenologi.

3 Bahan Presentasi Semester Ganjil Mata Kuliah Ilmu Filsafat Ilmu Dan Logika Universitas Esa Unggul disipakan oleh H. Aminuddin dan Mulyo Wiharto.

38

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol.14 , No.1 , Januari - Juni 2015

Fenomenologi adalah salah satu mazhab filsafat Ilmu, disampingPositivisme, Radikal Theory, Pragmatisme dll. Pilihan pada fenomenologidiharapkan untuk dapat membantu melakukan advokasi terhadap eksistensidisiplin ilmu sosial keagamaan, seperti sosiologi agama, antropologi agama,psikologi agama dan lain sebagainaya. Sebagian ilmuawan berpendapatbahwa ilmu demikian adalah ilmu sosial murni yang diterapkan dalamkehidupan masyarakat kegamaan, namun ada yang lebih estrim lagi ilmudemikian sesungguhnya tidak ada. Manusia lahir dalam satu wilayah tertentumemiliki pola budaya tertentu dan dipahami melalui budaya mereka sendiri.Husserl dalam buku The Shorter Logical Investigations mengatakanfenomenologi melindungi esensi gramatikal pengalaman logis kita.4Istilahphenomenologi berasal dari bahasa Yunani: phainómenon berarti yangmuncul", dan logos "ilmu, kajian, studi". Oleh Edmund Husserl (1859- 1938)menjadi studi filosofis tentang struktur pengalaman subyektif dan kesadaran.Kemudian diperluas oleh lingkaran pengikutnya di Universitas Göttingen danMunich di Jerman. Hal ini kemudian menyebar ke Perancis, Amerika Serikat,dan di tempat lain, sering kali dalam konteks yang jauh dari pekerjaan awalHusserl.5Fenomenologi, dalam konsepsi Husserl, terutama berkaitan denganrefleksi sistematis dan studi tentang struktur kesadaran dan fenomena yangmuncul dalam tindakan kesadaran. Ontologi ini dapat dibedakan secara jelasdari metode Cartesian analisis yang melihat dunia sebagai obyek, set benda,dan benda-benda bertindak dan bereaksi terhadap satu sama lain. Konsepsifeneomenologi Husserl telah dikritik dan dikembangkan tidak hanya olehdirinya sendiri tetapi juga oleh siswanya seperti Edith Stein, oleh filsufhermeneutik, seperti Martin Heidegger, oleh eksistensialis, seperti MaxScheler, Nicolai Hartmann, Maurice Merleau-Ponty, Jean-Paul Sartre, danoleh para filsuf lainnya, seperti Paul Ricoeur, Emmanuel Levinas, dansosiolog Alfred Schütz dan Eric voegelin.

Memilih cara berpikir phenomenologi sebagi pilihan kita harusmenghindari dogma-dogma baku karena fenomenologi lebih mengutamakandalam praktek kehidupan untuk mencapai kebenaran yang hakiki dari apa-apa persoalan yang muncul karena mewujudkan diri dalam kesadaran. Untukitu langkah pertama jangan sampai terjebak dalam kesalahan konstruksi danmemaksakan diri ditempatkan pada pengalaman sebelumnya baik diambildari tradisi agama atau budaya, dari akal sehat sehari-hari, atau memang dariilmu itu sendiri. Penjelasan tidak diperkenanakan sebelum fenomena

4 Husserl, Edmund, The Shorter Logical Investigations, (Trans.by J.N.Findlay, Vol I and Vol. II edition Germany 1913) London and New York, Rotledge, 2002,p.92

5. Zahavi, Dan (2003), Husserl's Phenomenology, Stanford: Stanford University Press

39

Mhd Halkis, Fenomenologi: Alternatif Pengembangan Ilmu

dipahami dari dalam Bebas dari prasangka berarti mengatasi selubung tradisiyang ada, dan ini juga berarti menolak dominasi penyelidikan dengan metodeeksternal yang dipaksakan.

Sebagian besar tokoh pendiri fenomenologi menekankan perlunyapembaharuan filsafat sebagai pertanyaan radikal tidak terikat untuk setiaptradisi sejarah, dan mereka menganjurkan penolakan terhadap semuadogmatisms, kecurigaan apriori tempat metafisik pengetahuan, terutamakarena ditemukan di Neo-Hegelianisme dan positivisme, dan mengarahkanstabil memperhatikan hal sendiri. Fenomenologi dipandang sebagaimenghidupkan kembali kontak kehidupan kita dengan realitas.6Khasfenomenologi adalah asebagai usaha untuk menghidupkan kembalipemikiranfilsafati dengan kembali ke kehidupan subjek manusia itu sendiri. Dengandemikian, para pengikut pemikiran Husserl seperti Heidegger, Arendt danGadamer melihat upaya mendekati masalah dengan logis dan epistemologisdengan cara baru, segar, dan menarik cara. Pada 1930, baik Sartre danMerleau Ponty melihat-fenomenologi sebagai sarana untuk melampauikungkungan empiris, asumsi psikologi tentang manusia eksistensi,memperluas lingkup filsafat menjadi sekitar segalanya, menangkap hidupseperti yang tinggal. Dengan demikian, Sartre melihat fenomenologi sebagaimemungkinkan seseorang untuk menggambarkan hati-hati orang itu sendiriafektif, emosional, dan imajinatif hidup, bukan dalam kumpulan pemikiranstatis seperti dalam psikologi, tetapi dipahami dengan cara hidup bermakna.Sartre melihat pengalaman rasa malu dan menipu diri sendiri adalahdeskripsi fenomenologis klasik. Demikian pula, Fenomenologi EmmanuelLevinas yang memperhatikan cara di mana manusia lain menghunicakrawala pengalaman saya dan menyajikan diri mereka sebagai permintaankepada saya.

Pengalaman bagi Husserl bukanlah pintu melihat dunia, keberadaansemua yang ada merupakan pengalaman semua, bersinar ke ruangkesadaran, melainkan bukan hanya mengambil sesuatu yang asing bagikesadaran menjadi kesadaran. Pengalaman adalah kinerja yang bagiHusserl, mengalaminya, mengalami menjadi "ada", dan di sana sebagai apaitu, dengan seluruh konten dan modus adalah pengalaman itu sendiri, kinerjadalam ruang lingkup intensionalitas. Fenomenologi harus hati-hatimenjelaskan hal-hal seperti yang muncul untuk kesadaran. Dengan kata lain,masalah cara, benda, dan peristiwa mendekati harus melibatkan mengambilcara mereka penampilan kesadaran menjadi pertimbangan.7Fenomenologi'

6Moran, Dermot, Introduction to Phenomenology, London,New York, Canada;Rouledge, 2002, pp.4-5

7Ibit.p.6

40

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol.14 , No.1 , Januari - Juni 2015

dimulai pada abad XVIII mulai muncul dalam teks-teks filsafat oleh Lambert,Herder, Kant, Fichte, dan Hegel. Johann Heinrich Lambert seorang pengikutWolff menggunakan istilah 'fenomenologi' dalam judul bukunya NovusOrganon bagian keempat untuk menandakan science of appearance, ilmupenampilan (Schein) yang memungkinkan kita untuk melanjutkan daripenampilan kebenaran, seperti optik perspektif penelitian untukmenyimpulkan fitur sebenarnya dari obyek yang dilihat. Jadi Husserlbukanlah yang pertama untuk menggunakan istilah 'fenomenologi'. Lambertterinspirasi Immanuel Kant (1724-1804), yang sering menggunkan istilah'fenomenologi' di beberapa artikel-artikelnya. Misalnya, dalam sebuah suratkepada Lambert dari 2 September 1770, Kant mengatakan bahwa "metafisikaharus didahului dengan ilmu yang sangat berbeda, tetapi hanya negatif(phaenomenologica generalis)". Demikian pula, dalam suratnya kepadaMarcus Herz 21 Februari 1772, Kant berbicara tentang "fenomenologi secaraumum" (die Phänomenologie überhaupt), yang akhirnya berkembang menjadisalah satu bagian Aesthetic Transendental dari bukunya Critique of PureReason. Fenomenologi, bagi Kant, kemudian, adalah bahwa cabang ilmuyang berkaitan dengan hal-hal dengan cara mereka muncul kepada kita,misalnya, gerak relatif, atau warna, sifat yang tergantung pada pengamatmanusia.

Objektivitas terlihat dari sisi subjektif-dikritik oleh GWF Hegel (1770-1831) karena gagal untuk mengembangkan konsepsi pikiran selain sebagaikesadaran. Untuk itu, Hegel mengatakan bahwa filsafat Kant tetap "hanyafenomenologi bukan sebuah pikiran filsafat". Johann Gottlieb Fichte (1762-1814) juga membuat penggunaan istilah 'fenomenologi' diWissenschaftslehre nya 1804 untuk merujuk pada cara menurunkan duniapenampilan, yang illusorily tampaknya bebas dari kesadaran, dari kesadaransendiri. Hegel sendiri membuat penggunaan paling menonjol dari istilah'fenomenologi' tahun 1807 dengan judul Phänomenologie des Geistes(Fenomenologi Roh), tetapi pekerjaan ini sebagian besar dilakukan selamaabad kesembilan belas dan memiliki pengaruh yang kecil. Barulah padatahun 1920 dan 1930-an, setelah pelantikan Husserl fenomenologi, itu,terutama di Prancis, Alexandre Kojeve, Jean Hyppolite, Jean Wahl, MerleauPonty-, dan lain-lain mulai melihat ke Hegel sebagai nenek moyang sejatimetode fenomenologis.

Meskipun kejadian sebelumnya dari istilah 'fenomenologi', inspirasilangsung digunakan Edmund Husserl bukan dari Kant maupun Hegel, tapiFranz Brentano pertama kali menggunkan istilah phenomenologi pada tahun1889. Kemudian pada tahun 1894 teman Brentano seorang fisikawan ErnstMach mengusulkan "fenomenologi fisik umum" untuk menjelaskanpengalaman kita tentang fisika sebagai dasar teori fisik yang lebih umum.Mach ingin menggambarkan listrik dalam hal jumlah pengalaman yang kitamiliki itu. Husserl akrab dengan penggunaan Mach dari istilah 'fenomenologi'

41

Mhd Halkis, Fenomenologi: Alternatif Pengembangan Ilmu

bahkan pada awal karirnya, tetapi kemudian, dalam kuliah tahun 1929 iasecara eksplisit mengakui Mach sebagai pelopor dari fenomenologi.

Fenomenologi Brentano awalnya dipahami oleh Edmund Husserldalam edisi Pertama Logical Investigations, Investigasi logis berarti psikologideskriptif dan memiliki asal-usul dalam proyek Brentano. Dari Brentano,Husserl mengambil alih keyakinan bahwa filsafat adalah ilmu yang ketat,serta pandangan bahwa filsafat adalah deskripsi dan bukan penjelasankausal. Husserl juga diadopsi dari Brentano penghargaan umum dari tradisiInggris empirisme, terutama Hume dan Mill, bersama dengan antipatiterhadap Kantian dan idealisme Hegelian. Dalam cara yang tidak berbedadengan positivis, Husserl melanjutkan untuk menolak problematika Neo-Kantian dan Hegelian sebagai 'masalah palsu' (Scheinprobleme) danpseudo-filsafat. Bagi Husserl sebagaimana Brentano, filsafat adalah deskripsidari apa yang diberikan lansung dalam 'selfevidence'.

Fenomenologi Husserl memiliki antisipasi pertama dalam upayaBrentano untuk memikirkan kembali sifat psikologi sebagai ilmu. Brentanotelah mengusulkan bentuk psikologi deskriptif yang akan berkonsentrasi padamenerangi sifat batin, tindakan sadar diri kognisi tanpa menarik bagi kausalatau penjelasan genetik. Dengan kata lain, Brentano mengusulkan semacampsikologi filosofis, atau filsafat pikiran. Dalam Psikologinya dari sudutpandang yang empiris (1874), Brentano menetapkan untuk melakukan'empiris psikologi 'dengan deskriptif mengidentifikasi domain mental dalamhal dari intentionaliti. Menurut Brentano psikologi empiris bertentangandengan 'psikologi genetik '. Psikologi genetik mempelajari material psikistindakan-sifat organ-organ indera, pola saraf, dan sebagainya dan padadasarnya berkomitmen untuk penjelasan kausal. Psikologi empiris adalahmenjadi deskriptif, ilmu klasifikasi, menawarkan taksonomi mental tindakan.Kemudian, dalam ceramah pada Psikologi Deskriptif (1889), Brentanomenjelasakan fase 'psikologi deskriptif atau fenomenologi deskriptif' untukmembedakan ilmu ini dari genetik atau fisiologis psychologi.

Sebagaimana Cogito Descartes, Brentano percaya pada diri batinmental yang hidup dalam persepsi yang bertentangan dengan persepsi luar.Ini harus ditekankan bahwa Brentano memikirkan batin persepsi sebagaisangat berbeda dari introspeksi atau apa yang disebut dengan pengamatandari dalam.”Kami tidak dapat mengamati tindakan mental kami sementaramenduduki mereka tapi kita merenung dapat menangkap mereka saatmereka terjadi”. Konsepsi Brentano dipinjam dari Aristoteles dan Aquinas.Tidak ada tindakan tanpa objek, suatu tindakan yang kosong tidak bisamenjadi sadar akan dirinya sendiri. Mengingat kehadiran konten disengajaatau objek membangkitkan tindakan disengaja, maka perbuatan itu diarahkanterutama pada objek. Namun, tindakan dapat memiliki momen sekunderdimana mereka menjadi sadar diri. Tindakan sekunder menyertai refleksisehingga dibangun ke dalam tindakan asli yang tidak dapat salah tentang

42

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol.14 , No.1 , Januari - Juni 2015

sifat bertindak atas mana hal itu mencerminkan. Setelah analisis Aristotelesdalam De Anima-nya, Brentano menyatakan bahwa dalam penginderaan,saya sadar bahwa saya penginderaan. Kesadaran bukan merupakantindakan penginderaan sendiri yang objek yang tepat selalu masuk akalseperti itu, agak ada rasa batin yang umum yang menyadari operasi daritindakan utama. Tapi, bagi Brentano tindakan reflektif adalah sangat terbatasuntuk tindakan itu sendiri dan memori langsung itu.8

Dari pengalaman empiris seperti persepsi batin, kesadaran hukum umumbisa diekstraksi dengan cara refleksi. Keadaaran hukum mental umum, bagiBrentano tidak ada tindakan jiwa yang tidak baik presentasi atau berdasarkanpresentasi. Brentano melanjutkan untuk memikirkan hubungan antara obyekdan bertindak dalam hal hubungan antara unity bagian dan universality,keseluruhan. Ketika kita menyadari fenomena yang kompleks, kesadaranbagian hadir dalam kesadaran seluruh meskipun mungkin tidak secaraeksplisit melihat. Demikian ketika saya melihat sebuah patch merah, ituadalah bagian dari presentasi yang itu juga penyajian ekstensi, tapi inibagian-presentasi mungkin tidak secara eksplisit perhatikan. Seperti Sartredan John Searle, Brentano eksplisit menyangkal kemungkinan murnitindakan sadar mental. Tindakan mental menjadi objek kemungkinan refleksibatin dalam tradisi Brentanian.

Pemahaman Husserl fenomenologi tumbuh dari usahanya untukmemahami sifat kebenaran matematis dan logis, dan dari keprihatinan yanglebih umum dengan kritik alasan dimana semua konsep kunci yangdiperlukan untuk pengetahuan akan ketat diteliti untuk maknanya , validitas,dan justifikasi. Intuisi adalah tahap tertinggi pengetahuan dan dengandemikian wawasan mirip dengan penemuan matematika. Husserl berpikirbahwa intuitif serupa terjadi di banyak jenis pengalaman, dan tidak hanyaterbatas pada kebenaran matematika. Ketika saya melihat burung hitam dipohon di luar jendela saya dalam kondisi normal kondisi, saya juga memilikiintuisi yang dipenuhi oleh kepastian kehadiran fisik dari burungmempresentasikan dirinya kepada saya. Di sana adalah berbagai macampengalaman intuitif.

Husserl mengutamakan refleksi atas bermacama-macam pengalamanuntuk mencoba mengembangkan klasifikasi semua pengalaman, untukmengingat sifat penting mereka terhadap intuitif. Dalam karyanya, Husserlmenyebut intuisi 'originary memberikan' atau 'presentive' intuisi. Jadi, bahkansetelah gilirannya transendental, publik pertama mengumumkan Ide I (1913),Husserl mempertahankan keunggulan intuisi. Di Ide saya, ia mengumumkanprinsipnya semua prinsip: bahwa setiap intuisi presentive originarymerupakan sumber legitimasi kognisi, bahwa segala sesuatu originarily

8Ibit,p.8

43

Mhd Halkis, Fenomenologi: Alternatif Pengembangan Ilmu

(sehingga untuk berbicara dalam Surat "Pribadi" aktualitas ditawarkankepada kita dalam "intuisi" yang akan diterima hanya sebagai apa yangdisajikan sebagai, tetapi juga hanya dalam batas di mana ia disajikan di sana.Setiap tindakan pengetahuan adalah untuk dilegitimasi oleh "presentiveoriginary intuisi "(originär gebende Anschauung). Konsep originary intuisipresentive merupakan inti dari filosofi Husserl. Memang, dia mengkritikempirisme tradisional untuk naif mendikte bahwa semua penilaian dilegitimasioleh pengalaman, bukan menyadari bahwa berbagai bentuk intuisi mendasarikami penilaian dan proses penalaran kita (Ide saya, § 19, hal. 36; HuaIII/136).Husserl menyebut givenness(Gegebenheit) meringkas pandanganbahwa semua pengalaman adalah pengalaman kepada seseorang, menurutcara tertentu mengalami. Ada unsur 'dative' dalam pengalaman, sebuah'kepada siapa' pengalaman. Intuisi, bagi Husserl terjadi pada semuapengalaman pemahaman, tetapi dalam kasus-kasus tertentu pengetahuanasli, kami memiliki intuisi dengan jenis tertinggi pemenuhan atau bukti.

Dalam karya Husserl Logical Investigations menyebutkan suspensisebagai sikap alami. Husserl percaya bahwa pengawasan dari struktur danisi dari pengalaman sadar kita terhambat dan sangat terdistorsi oleh caraketerlibatan kita dengan pengalaman dalam kehidupan biasa, di manakeprihatinan praktis kita, asumsi rakyat, dan segelintir pengetahuan ilmiahsemua punya di cara pertimbangan murni pengalaman seperti yang diberikankepada kita. Agar memastikan terhadap sikap teoritis merayap kembali kemelihat fenomenologis fenomena, Husserl mengusulkan langkah-langkah,terutama fenomenologis Epoche, atau suspensi. Sikap alami, serta sejumlahpengurangan metodologis dan perubahan dari sudut pandang termasuk apayang disebut 'eidetik' dan 'Pengurangan' transendental, untuk mengisolasipenting pusat fitur dari fenomena yang diteliti. Bracketing ini berarti bahwasemua ilmiah, asumsi-asumsi filosofis, budaya, dan sehari-hari harusmengesampingkan tidak begitu banyak yang harus menegasikan untukdiletakkan di luar pengadilan dengan cara tidak berbeda dengan seoranganggota juri yang diminta untuk menangguhkan penilaian dan jenis normalberserikat dan gambar kesimpulan untuk fokus secara eksklusif pada bukti-bukti yang telah disampaikan kepada pengadilan. Dengan demikian, dalammempertimbangkan sifat tindakan sadar kita, kita harus tidak hanyamengasumsikan bahwa pikiran adalah semacam wadah, bahwa kenanganseperti gambar gambar, dan sebagainya. Juga harus kita bertanggung ilmiahatau hipotesis filosofis, misalnya bahwa peristiwa sadar hanya otak acara.Memang, dalam melihat fenomenologis asli, kita tidak diijinkan setiaphipotesis ilmiah atau filosofis. Kita harus hadir hanya untuk fenomena dalamcara mereka yang diberikan kepada kita, mereka mode givenness.Kemudian, banyak fenomenologis akan menarik bagi kami cara yangberbeda untuk mendekati karya seni sebagai paradigmatik untukmengungkapkan modus yang berbeda givenness fenomena.

44

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol.14 , No.1 , Januari - Juni 2015

Modus givenness terbaik didekati ketika asumsi tentang duniadiletakkan keluar. Husserl melihat suspensi sebagai sikap alami, danpembangunan manuver teoritis untuk tidak termasuk distorsi dalam rangkauntuk mendapatkan wawasan ke dalam sifat dari proses sadar sendiri,berada di pusat pemahamannya tentang praktek fenomenologi. Dengandemikian ia selalu menekankan bahwa penemuan yang terbesar adalahpengurangan. Penurunan dipimpin Husserl di dua arah secara bersamaan. Disatu sisi, hal itu membawanya dalam Neo-Kantian dan arah Cartesianterhadap ego transendental sebagai struktur formal dari semua pengalamandiri sendiri, sedangkan di sisi lain, hal itu membawanya menuju cara yang dimana kesadaran selalu terbungkus dalam disengaja yang berkorelasi, benar-benar terjebak dalam dunia. Ini intuisi dari keduniawian kesadaranmenyebabkan penyelidikan Husserl lingkungan dan dari dunia-kehidupan.Kehidupan dunia dan berada di dunia berfokus pada apa yang diberikansecara intuitif dalam pengalaman memimpin Husserl, pada akhir nya tulisan-tulisan seperti Experience and Judgment(1938), 20 untuk fokus pada apayang disebutnya "Pengalaman prepredicative" (die vorprädikative Erfahrung),pengalaman sebelumnya telah dirumuskan dalam penilaian dan dinyatakandalam bentuk linguistik luar, sebelum menjadi dikemas untuk kesadaraneksplisit. Seperti Husserl katakan, semua kognitif mengandaikan aktivitasdomain yang pasif pregiven, yang ada dunia karena saya menemukannya.Kembali untuk memeriksa dunia pregiven ini adalah kembali ke dunia-kehidupan (Lebenswelt), "dunia di mana kita selalu sudah hidup dan yangmelengkapi tanah untuk semua kinerja kognitif dan semua tekat ilmiah.Husserl mengklaim bahwa dunia pengalaman kita biasa adalah dunia bendaterbentuk mematuhi hukum-hukum universal ditemukan oleh ilmupengetahuan, tetapi pengalaman dasar yang memberikan kita seperti duniaagak berbeda: "Pengalaman ini dalam kedekatan yang tidak mengenal ruangyang tepat atau tujuan waktu dan kausalitas . Kembali ke-dunia hidup adalahuntuk kembali ke pengalaman sebelum objektivikasi tersebut dan idealisi.Dalam mencoba untuk memikirkan kembali dunia-kehidupan, kita harusmemahami dampak dari pandangan dunia ilmiah pada kesadaran kita.

Fenomenologi harus menginterogasi pandangan seharusnya tujuandari ilmu, apa yang telah disebut perspektif 'mata Tuhan', atau 'pemandangandari tempat'. Husserlian fenomenologi tidak membantah kemungkinanmendapatkan kami 'pemandangan dari mana ', dipahami sebagaiaperspectival, teoritis,' tujuan ' pemahaman hal. Ini memang adalah idealtradisional pengetahuan. Husserl khususnya sangat ingin memberikan kreditpenuh untuk pandangan ini, yang adalah pandangan yang diterapkan dalammatematika dan ilmu-ilmu eksakta. Tapi dia melihat ini sebagai idealisasi,sebagai konstruksi khusus dari sikap teoritis, satu remote dari pengalamansehari-hari.

45

Mhd Halkis, Fenomenologi: Alternatif Pengembangan Ilmu

Pandangan ini entah dari mana dibangun Menggambar padapenyelidikan Husserl dari cara di mana kesadaran adalah baik diaktifkan dandihambat oleh jasmani nya, Merleau Ponty-dieksplorasi hubungan kesadarandengan tubuh, dengan alasan untuk kebutuhan untuk mengganti kategori inidengan usaha diwujudkan manusia di dunia. Mengadopsi Husserl danScheler itu perbedaan antara badan jasmani (Körper) dan hidup, bernyawatubuh (Leib), Merleau Ponty-jauh mengeksplorasi cara pengalaman sayatubuh saya sendiri berbeda dari pengalaman saya benda mati fisik. Seluruhmodus saya menjadi dalam hal tubuh saya sangat berbeda dari hubungansaya ke hal-hal lain, dan fenomenologi harus menjadi perhatian untukmenggambarkan bahwa modus menjadi seakurat mungkin. Merleau Pontymempertahankan bahwa bangunan ilmiah keseluruhan dibangun di atasdunia secara langsung dirasakan, dan ilmu pengetahuan yang selalu ordekedua ekspresi dari dunia itu. Dia sangat curiga terhadap naturalisme ilmiahyang memperlakukan manusia sebagai hasil evolusi dan material proses. Inimengabaikan sifat kesadaran dan saya sendiri sebagai 'sumber mutlak' (lasumber absolue, PP ix, iii). Merleau Ponty-tentu saja mengklaim bahwa inikembali ke diri sebagai sumber mutlak dari semua makna bukanlah jenispembaharuan idealisme. Idealisme, baik dalam Cartesian atau Kantianbentuk, telah, untuk Merleau Ponty-, terlepas subjek dari dunia.

Fenomenologi Husserl sebagai usaha pencapaian pengetahuansempurna, beda dengan Brentano melihat fenomenologi berakar dalamdeskripsi Aristoteles tentang tindakan psikologis dalam De Anima. Husserlmelihatnya sebagai radikalisasi empirisme, fenomenologi telah seringdigambarkan oleh para kritikus sebagai sebuah banding ke bentuk panjang-membantah dari introspectionism, atau mistis, irasional intuisi, atau sebagaipengalaman hidup, atau berusaha untuk menolak ilmu pengetahuan danpandangan dunia ilmiah, dan sebagainya. Pandangan ini tidak hanya datangdari orang-orang analis filsafat, tapi sering diadakan oleh para pengikutstrukturalisme dan dekonstruksi, gerakan-gerakan yang telah tumbuh darifenomenologi itu sendiri. Memang, sebanyak satu harus membelafenomenologi dari berbagai salah tafsir saat ini di antara filsuf analitik.Bahkan beberapa praktisi terbaik fenomenologi telah bersalah bicara cerobohdalam kaitannya dengan Pendekatan fenomenologis. Misalnya, MauriceMerleau Ponty-dalam bukunya Phenomenology of Perception (1945),setelah menyatakan benar fenomenologi yang menggambarkan dari padamenjelaskan, kemudian mengkritik bracketing Husserlian seolah-olah ituadalah penolakan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, ia menulis,fenomenologi adalah "dari awal penolakan terhadap ilmu" (le désaveu de lascience). Hal ini menunjukkan bahwa Merleau Ponty melihat-fenomenologisebagai menggantikan ilmu pengetahuan, padahal ia dan Husserlmenganggapnya sebagai pendukung dan mengklarifikasi ilmu pengetahuandalam arti sepenuhnya.Masalah mengklarifikasi akurat sifat fenomenologi

46

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol.14 , No.1 , Januari - Juni 2015

memiliki diperparah dengan penerapan istilah untuk setiap samar-samardeskriptif, atau bahkan untuk membenarkan melanjutkan atas dasar firasatdan dugaan liar. Misalnya, istilah 'fenomenologi' juga semakin sering ditemuidalam filsafat analitik untuk menandai zona apapun.

Misteri sentral dari semua filsafat adalah pertanyaan: bagaimanaobjektivitas mendapatkan bentuk dalam kesadaran? Hanya ada objektivitas-untuk-subjektivitas. Pembangunannya sendiri Heidegger fenomenologididorong oleh ketidak bahagiaan yang mendalam dengan inescapablyNuansa metafisik Cartesian dalam konsep kesadaran Husserl. Dia terpaksabukan untuk deskripsi dari cara di mana Being muncul, yang berbicaratentang manusia sebagai situs yang muncul, menggunakan kata Dasein,eksistensi, atau secara harfiah 'there-being. perbedaan tersebut muncul, baikfilsuf berjuang mengekspresikan cara di mana dunia datang ke penampilan didalam dan melalui manusia. Konsepsi Fenomenologi tentang objektivitas-untuk-subyektifitas ini bisa dibilang kontribusi besar untuk filsafatkontemporer.

Intensionalitas dan keikhlasan.

Wawasan dasar yang memungkinkan Husserl untuk menjelaskankonsepsi intensional ini adalah objektivitas-untuk-subjektivitas adalahpemahaman radikal yang disengaja dalam struktur kesadaran, mirip dengankeikhlasan. Franz Brentano melihat intensional sebagai konsepsi tidakadanya disengaja obyek kesadaran dalam memerintahkan untukmengkarakterisasi sifat penting dari tindakan psikis. Husserl mengambil inisebagai struktur dasar intensionalitas dan setelah dilucutinya dari ruangmetafisik, disajikan sebagai tesis dasar bahwa semua pengalaman sadar(Erlebnisse) yang ditandai dengan 'aboutness'. Setiap tindakan yang penuhkasih adalah kasih sesuatu, setiap tindakan lihat adalah melihat sesuatu.Bagi Husserl mengabaikan atau tidaknya obyek dari tindakan itu ada,memiliki arti dan cara berada untuk kesadaran, itu adalah bermaknaberkorelasi dari tindakan sadar. Hal ini memungkinkan Husserl untukmenjelajahi keseluruhan baru domain-domain dari makna-berkorelasitindakan sadar dan mereka interkoneksi dan mengikat hukum-sebelum salahsatu harus menghadapi ontologis pertanyaan mengenai eksistensi aktual,dan sebagainya. Fenomenologi adalah untuk benar filsafat pertama.Meskipun benar, maka, fenomenologi yang berubah menjadi kesadaran, iamengusulkan di atas semua menjadi ilmu kesadaran berdasarkanmengelusidasi struktur disengaja tindakan dan korelatif mereka benda, apayang Husserl disebut struktur noetic-noematic kesadaran. Penekanan fenomenologi kadang kalapada saling rasa memiliki daripengertian subjektivitas dan objektivitas dinyatakan sebagai penanggulangankesenjangan subyek-obyek. Tapi ini mengatasi, setidaknya Husserl, benar-

47

Mhd Halkis, Fenomenologi: Alternatif Pengembangan Ilmu

benar merupakan pengambilan dari radikalitas penting dari proyek Cartesian.Intensional Husserl melihat sebagai cara menghidupkan kembali penemuanpusat dari cogito ergo sum Descartes. Alih-alih melanjutkan ke ontologis rescogitans sebagai cara berpikir Descartes sendiri lakukan, kita dapat fokuspada struktur yang disengaja Husserl menggambarkan sebagai ego cogitatio-cogitatum, diri, tindakan kesadaran dan tujuannya berkorelasi. Mengatasikesenjangan subyek-obyek hanya dengan mencari makna yang lebih dalamsubjektivitas itu sendiri. Ada, oleh karena itu, pusat paradoks dalam pemikiranHusserl yang berusaha untuk mengatasi jenis crude tertentu dariCartesianisme oleh pemikiran ulang yang radikal dari proyek Cartesiansendiri. Setelah Husserl, fenomenologis seperti Heidegger dan Levinasmelihat Husserlian fenomenologi sebagai pendewaan subjektif filsafatmoderen, filsafat cogito, dan memberontak melawannya. Heidegger dan lain-lain mengusulkan fenomenologi lebih radikal yang pecah dengan asumsimetafisik masih mendasari perusahaan Husserl. Levinas ingin mengarahkanfenomenologi berdasarkan pengalaman pendiri yang lain dan karenanyauntuk mengatasi subjektivitas egois dari awal. Sartre, di sisi lain, masihcenderung melihat fenomenologi sebagai membawa sebuah dari filsafatCartesian. Salah satu cara atau lain, fenomenologi selalu dalam ketegangandengan Descartes dan karenanya dengan pergantian subjektif modernfilsafat-baik radikal atau berusaha untuk mengatasinya.

Setelah Heidegger, Levinas baik dan Sartre menafsirkan tesisintensionalitas sebagai pernyataan cara di mana kesadaran datang ke kontaklangsung dengan dunia dan dengan menjadi dan dengan demikian dalam artikreatif disalahpahami Husserl. Kesalahpahaman ini telah menyebabkan baikLevinas dan Sartre ke intuisi ontologis berada di dirinya sebagai sesuatuyang tenang dan semua meliputi, sesuatu yang menolak kesadaran.Tanggapan Levinas adalah berusaha untuk mengidentifikasi cara-cara untukmenghindari makhluk ini mencakup semua, cara mencapai semacamtransendensi, semacam 'eksterioritas', sebuah pelestarian pengalaman yangtak terbatas dan tak terbatas terhadap totalitas. Sartre, dimulai dari sebuahtesis yang sangat mirip tentang hubungan sedang dan kesadaran,memahami kesadaran dalam hal upaya berkesudahan untuk berusaha untukmenjadi yang murni dan kegagalan untuk mencapai status itu. Merleau-Ponty, di sisi lain, menganggap hubungan kesadaran manusia untuk beradadi dirinya sebagai sehingga terjalin dan terjalin bahwa tidak ada kemungkinanbahkan mencoba untuk membuat konsep satu tanpa yang lain. Tantanganfilsafat Merleau Ponty kemudian, adalah untuk menggambarkan apa yang iasebut 'Chiasmic' persimpangan antara manusia dan dunia, relasi yang datanguntuk menjadi dalam tubuh hidup pribadi dengan menggunakan istilah'Chiasm' baik dalam arti retorika sebagai inversi frasa dan fisiologis

48

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol.14 , No.1 , Januari - Juni 2015

pengertian sebagai saraf terjalin dalam-mata akal, seperti yang diterapkan ketubuh-hubungan dunia, adalah reksa terjalinnya yang tidak dapat dibatalkan.9

Dari uraian di atas, pertama terlihat fenomenologi telah menjadi bahan kritikinternal, dan yang paling kritis Heidegger. Heidegger menolak tiga aspeksentral Husserlian fenomenologi. Di satu sisi, Husserl, terutama dalambukunya Logos essay, Philosophy as a Rigorous Science 1911, Filsafatsebagai Ilmu ketat, memiliki secara eksplisit menentang filsafat hidup danfilsafat pandangan dunia, sedangkan Heidegger, meskipun sangat kritisterhadap gerakan ini, tetap mengadopsi klaim sentral yang fenomenologiharus memperhatikan untuk historisitas, atau faktisitas hidup manusia, untukkesementaraan, atau hidup dalam waktu, dan lebih jauh lagi tidak harus tetappuas dengan deskripsi dari kesadaran internal waktu. Kedua, dari FriedrichSchleiermacher dan tradisi hermeneutika teologis, Heidegger menyatakanbahwa semua keterangan melibatkan interpretasi, memang bahwa deskripsihanya bentuk turunan dari interpretasi. Proyek Husserl murni deskripsi,kemudian, menjadi mustahil jika deskripsi tidak terletak di dalamhermeneutika radikal. Ketiga, Heidegger menolak Husserl konsep idealismetransendental dan filsafat pertama sebagai 'egology', dan bukannyamenyatakan bahwa fenomenologi adalah cara untuk mengajukan pertanyaanBeing, memimpin Heidegger untuk menyatakan secara terbuka, dari 1925dan seterusnya, yang hanya sebagai fenomenologi adalah ontologi mungkin.Meskipun Heidegger berubah nya cara berfilsafat di tahun-tahun berikutnyaBeing and Time, ia pernah menolak esensi dari pendekatan fenomenologis,yang Perhatian fenomenologis terhadap hal itu sendiri. Jadi dalam suratnya1962 William Richardson ia menyatakan bahwa ia bergerak melaluifenomenologi pemikiran (Denken), jika seseorang menerima fenomenologisberarti "proses membiarkan hal menampakkan diri" (als dasSichzeigenlassen der Sache selbst). Kritik eksternal fenomenologi berasaldari positivisme dan dari para anggota Lingkaran Wina. Moritz Schlick (1882-1936) mengkritik ketergantungan Husserl pada intuisi intelektual, Carnapdikritik Heidegger untuk mempromosikan berarti pseudo-metafisika, dan A. J.Ayer dipopulerkan kritik terhadap segala bentuk fenomenologi. Baris lainkritik datang dari Marxisme secara umum melihat fenomenologi sebagaipendewaan individualisme borjuis. Dengan demikian Horkheimer pendiriSekolah Frankfurt, melihat fenomenologi Husserl sebagai mencontohkan apayang dia disebut 'teori tradisional' terhadap yang menentang teori kritissendiri, yang bukan produk dari pemikiran ego terpencil di own.31 nyaAdorno juga dikenakan fenomenologi ke kritik imanen di sejumlah publikasipenting, terutama dalam Dialectics Negatif Di Perancis, stucturalism dariAlthusser, Levi-Strauss dan lain-lain juga menolak fenomenologi untuk

9P 16

49

Mhd Halkis, Fenomenologi: Alternatif Pengembangan Ilmu

menjaga kepercayaan naif dalam bukti kesadaran, umumnya membelaperspektif humanis, sedangkan strukturalisme ingin menyatakan bahwastruktur sadar invarian mendasari pengalaman kami sadar, bebas, yangberarti-berniat. Derrida dekonstruksi, dengan sengaja menyerang asumsikemungkinan kehadiran penuh arti dalam tindakan yang disengaja, dandengan menekankan perpindahan makna, menyebabkan runtuhnyafenomenologi sebagai Metode.

Hal ini sering berpendapat bahwa kontribusi utama fenomenologi telahcara yang di mana ia telah tetap dilindungi pandangan subjektif daripengalaman sebagai bagian penting dari setiap pemahaman penuh sifatpengetahuan. Fenomenologi akan terus memiliki peran sentral dalam filsafatkarena kritik yang mendalam naturalisme sebagai program filosofis. Dariawal, fenomenologi Husserl awalnya ditetapkan diri terhadap psychologismdan lebih umum melawan segala bentuk naturalisme. Husserl dan parapengikutnya melihat naturalisme sebagai diri sendiri karena sadar termasukkesadaran, sangat sumber segala pengetahuan dan nilai. Hari ini, itu cukupjelas bahwa fenomenologi berbagi banyak dengan Neo-Kantianisme,khususnya kritik terhadap naturalisme dan positivisme. Husserl sendiri jugamengkritik relativisme dan terutama versi budaya, ditandai di historisisme.Namun, Heidegger segera memperkenalkan kembali sejarah dan relatif kefenomenologi, dan Merleau Ponty-adalah sadar diri relativis sementaramenyatakan untuk berlatih versi metode fenomenologis. Inilah keragamanyang sangat dan konflik di kalangan praktisi fenomenologi yang mengarahsatu dari suatu kepentingan pertimbangan umum fenomenologi untukmempelajari pemikiran individu fenomenologis sendiri, termasuk dibidangilmu sosial keagamaanUntuk merumuskan kembali hubungan antarasubstansi kelimuan dan praktek di lapangan, maka Brentano dan Aristotelesdapat menjadi rujukan. Upaya-upaya ini dalam kalan Islam telah dilakukandengan keras oleh Ibnu Rusyd dalam mengembangkan garis besar teorihubungan antara bagian dan keutuhan pada umumnya. Ibnu Rusydmengembangkan teori asy-syarih. Ilmu ini pada dasarnya adalah ilmudeskripstif, sebagaimana halnya Brentano dalam Psikologi Deskriptif (1887-1891). Bedanya Brentano dilanjutkan muridnya Husserl dan pengikutnyamelalui kritik, sementara Ibnu Rusyd berkembang di dunia barat, dan duniatimur tinggal karya-karya suci dan mengharamkan kritik sejak Ibnu Rusydmengkritik karya Al Ghazali Tahafut Al Falasifah dengan bukunya Tahafud atTahfut. Pertarungan intelktual dalam Islam melalui fenomenologi dapat dilihatsebagai rahmatan lil’alamin..

Bagai Aristoteles, keseluruhan dan bagian yang tepat adalah tidakkeduanya sebenarnya pada saat yang sama, hanya keseluruhan adalah yangsebenarnya, hanya bagian berpotensi ada. Baik Brentano, mapupunAristoteles dan Leibniz tidak benar: keutuhan memiliki bagian-bagian yangnyata terhadap atas mana mereka bergantung. Dalam kuliahnya, diterbitkan

50

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol.14 , No.1 , Januari - Juni 2015

sebagai Psikologi deskriptif, Brentano mengembangkan perbedaan penting,yang akan menjadi sangat signifikan bagi Husserl, antara 'bergantung' dan'Independen' atau bagian 'dipisahkan'. Brentano lanjut membedakan antaraberbagai jenis bagian, antara fisik, dan metafisik dan bagian logis darikeseluruhan. Husserl akan membedakan antara konkrik dan abstrak,independen dan dependen bagian. Jadi jika 'sosiologi' adalah bagian nyatadari ilmu sosial, kemudian 'sosiologi menjadi berkembang' tergantung bagiandari pemetaan ilmu sosial yang disaksikan oleh filsafat ilmu. Brentano dalamceramah pada Psikologi Deskriptif, tindakan psikis berhubungan satu samalain sebagai bagian untuk keseluruhan, objek adalah bagian 'bersarang'presentasi dalam, dan presentasi pada gilirannya 'bersarang' di dalam sesuaipenilaian, dan sebagainya. Ini bersarang, akun mereological dari tindakanmental akan memiliki pengaruh besar pada Husserl Logical Investigasi.Sebelum membahas pemikiran Brentano tentang tindakan psikologis secaralebih rinci kita perlu memeriksa pandangannya tentang reformasi logika,seperti Husserl kemudian mengklaim bahwa ia terutama terkesan denganupaya Brentano di daerah ini. Kita perlu memahami peran penilaian dalamBrentano sebelum kita bisa mempertimbangkan pentingnya pemikiranHusserl.

Kesimpulan Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ilmu sosial kagamaan

berkembang dalam sebuah komunitas kalangan intelektual muslim danmerasakan manfaatnya, maka disiplin ilmu tersebut telah memiliki nilai(axiologi), berkembang dan berbeda dengan ilmu lain, artinya dia eksis atautelah ada atau memiliki unsur ontologi. Kemudian ilmu sosial keagamaantersebut ditemukan, diolah melalui prosedur keilmu yang diakui kesahihannyasesuai dengan ketentuan dalam epsistemologi. Namun agar dapat dipahamidalam konteks filsafat ilmu, maka pendekatan melalui mazhab fenomenologisebagai arternatif. Namun jika fenomenologi diangkat sebagai sebuahmetode, maka dapat diganti dengan istilah iqra’. Walaupun beberapaterminologi fenomenologi perlu penyesuaian dengan sebutan metode iqra’.Karena metode telah dimonopoli oleh guru ngaji untuk mempelajari tulisanarab. Sehingga dengan cara demikian Metode Iqra’ dapat dialihkan dalamranah akademis yang hidupan dalam kehidupan masayarakat Islami.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Benedict, Imagined Communities, Reflections on the Origin andSpread of Nationalism, London New York, First published Verso;1983

51

Mhd Halkis, Fenomenologi: Alternatif Pengembangan Ilmu

Atten, Mark van, Brouwer Meets Husserl On The Phenomenology of ChoiceSequences, The Netherlands Published by Springer,2007

Biceaga, Victor, The Concept of PassivityIn Husserl’s Phenomenology,London New York, Springer Dordrecht Heidelberg,2010

BorrasJoaquimSiles I, The Ethics of Husserl’s Phenomenology Responsibilityand Ethical Life, New York London; Continuum International PublishingGroup,2010

Brainard, Marcus, Belief And Its Neutralization Husserl’s System ofPhenomenology In Ideas I , State University of New York Press,2002

Brentano, Franz, On The Several Senses of Being in Aristotle, translatedRolf George, University of California Press, London Los Angeles,1975

-------------------, The Theory of Categories, Translated by Roderick M.Chisholm Norbert Guterman, Boston London, Martinus NijhoffPublishers, 1981

-------------------, The Origin of our Knowledge of Right and Wrong, edited byOskar Kraus, English Edition edited by Roderick M. Chisholm ,translated by Roderick M.Chisholm and Elizabeth Schneewind, Firstpublished in 1889 by Duncker and Humblot, Leipzig Second editionpublished in 1921. This edition first published in 2009 by Routledge,New York, 2009

-------------------, Descriptive Psychology, International Library of Philosophyedited by Tim Crane And Jonathan, Wolff University College,London,1920

--------------------, The True and The Evident, edited by Oskar Kraus, Englishedition edited by Roderick M.Chisholm, translated by RoderickM.Chisholm, Ilse Politzer and Kurt R.Fischer, London Routledge AndKegan Paul New York: The Humanities Press, 2009

---------------------, Philosophical Investigations on Space, Time and theContinuum, translated by Barry Smith, Simultaneously published in theUSA and Canada by Routledge, New York,2010

Centrone, Stefania (Universityo fHamburg, Germany), Logic and Philosophyof Mathematics in the Early Husserl, Dordrecht Heidelberg LondonNew York, Springer, 2010

Chaidar, Al., Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam indonesia S.M.Kartosoewirjo Fakta dan Data Sejarah Darul Islam, Jakarta; DarulFalah, Cet II 1999

----------------, Negara Islam Indonesia Antara Fitnah & Realita Jakarta;Madani Press, 2008

Denzin , Norman K. Symbolic Interactionism and Cultural Studies, thePolitics of Interpretation, Oxford UK & Cambridge USA; Blackwell,1992

52

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol.14 , No.1 , Januari - Juni 2015

Derrida, Jacques, Edmund Husserl's Origin of Geometry: An Introduction,translate by John P. Leavey, Jr. Lincoln and London, University ofNebraska Press 1989

Dijk, C. Van, Rebellion under the banner of Islam : the Darul Islam inIndonesia Netherlands : Koninklijk Institut Voor Taals, 1981

Feith, Herbert, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia, Jakartakuala Lumpur; Equanix Publishing, 2007

___________ and Lance Castles, Indonesia Political Thingking 1845-1965,Ithaca; Cornel University Press, 2007 lihat juga Buku Herbert FeithThe Decline of Constitutional Democracy in Indonesia, Jakarta KualaLumpur; Equanix Publishing, 2007

Formichi, Chiara, Islam And The Making Of The Nation Kartosuwiryo AndPolitical Islam In Twentieth-Century Indonesia, Leiden, KITLV Press,2012

Fourtunis,Glorgos.Althusser’s late materialism and the epistemological break--Aristotle University of Thessolaniki

Geertz, Clifford, Negara, The Theatre State in Nineteenh Century Bali, newjersey; Princeton Universirty Press, 1986

Gesink, Indira Falk, Islamic Reform And Conservatism Al-Azhar And TheEvolution Of Modern Sunni Islam, London New York; I.B. TaurisPublishers, 2007

Green, E. H. H., Ideologies of Conservatism Conservative Political Ideas inThe Twentieth Century, New York, Oxford University Press,2002

Giorgi, Amedeo, Concerning the Phenomenological Methods of Husserl andHeidegger and their Application in Psychology, Collection du CirpVolume 1, 2007

Girling, John,Social Movements and Symbolic Power Radicalism, Reformand the Trial of Democracy in France, NewYork; PalgraveMacmillan,2007

Gunawan, S. Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Idiologi Pancasila.Pen.Kanisius.Yogyakarta. 1993.

Gordy, Michel. Reading Althusser; Time and The Social Whole,1983Habermas, Jurgen, Kritikanatas Rasio Fungsionalis, (Teori Tindakan

Komunikatif), (terj.Nurhadi, Theorie des Kommunikativen Handeins,BanII, ZurKritik der funktionalistischen Vernunft), Yogyakarta; KreasiWacana, 2003

--------------------------, The Postnational Constellation, translated by MaxPensky, Tne MIT Press, Cambridge, 2001

Hale, Michelle. The Impact Of Radical Right-Wing Parties InWest EuropeanDemocracies, New York; Palgrave Macmillan, 2006

Hatta, Mohammad, Persoalan-persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia,Penerbit Djembatan (tanpa tahun)

________________, Mohammad Hatta Memoir, Tinta Mas Jakarta, 1979

53

Mhd Halkis, Fenomenologi: Alternatif Pengembangan Ilmu

Hegel, G.W. F., Phenomenology of Spirit (trans. from edition VII, 1955 by A. V.Miller With Analysis Of The Text and Foreword by J. N. Findlay, F.B.A.,F.A.A.A.S.), Oxford University Press, Oxford New York TorontoMelbourne, 1977

Heywood, Ian And Barry Sandywell ,Interpreting Visual Culture ExplorationsIn The Hermeneutics of The Visual, London, Routledge, 1999

Hickey, Thomas J., www.philsci.com, 2014,p.1.Holden, Mary T., Lynch Patrick, Choosing the Appropriate

Methodology;Understanding Research Philosophy, The ResearcherGratefully Acknowledges the Support Received From the IrishResearch Council for the Humanities and Social Sciences. Makalah inidijadikan salah satubahan Mata Kuliah Teoridan Metodologi PenelitianFilsafat Program Pascasarja S3 IlmuFilsafat FIB UI 2011/2012 olehDosen Pembimbin Vincent Jalasa,Ph.D

Husserl, Edmund, Logical Investigations, trans. J. N. Findlay, London:Routledge 1973.

-------------------, “Philosophy as Rigorous Science,” trans. in Q. Lauer(ed.), Phenomenology and the Crisis of Philosophy, New York: Harper1965

------------------, Ideas Pertaining to a Pure Phenomenology and to aPhenomenological Philosophy—First Book: General Introduction to aPure Phenomenology, trans. F. Kersten. The Hague: Nijhoff 1982(= Ideas).

------------------, Formal and Transcendental Logic, trans. D. Cairns. TheHague: Nijhoff 1969.

-------------------, Cartesian Meditations, trans. D. Cairns, Dordrecht: Kluwer1988.

------------------, Experience and Judgement, trans. J. S. Churchill and K.Ameriks, London: Routledge 1973

------------------, The Crisis of European Sciences and TranscendentalPhenomenology, trans. D. Carr. Evanston: Northwestern UniversityPress (= Crisis) 1970.

-------------------, Ideas Pertaining to a Pure Phenomenology and to aPhenomenological Philosophy—Third Book: Phenomenology and theFoundations of the Sciences, trans. T. E. Klein and W. E. Pohl,Dordrecht: Kluwer.Boston Lancaster; Martinus Nijhoff Publisher,1983

--------------------, Ideas Pertaining to a Pure Phenomenology and to aPhenomenological Philosophy—Second Book: Studies in thePhenomenology of Constitution, trans. R. Rojcewicz and A. Schuwer,Dordrecht: Kluwer., Fifth Printing 2000

------------------, On the Phenomenology of the Consciousness of Internal Time(1893–1917), trans. J. B. Brough, Dordrecht Boston London: KluwerAcademic Publisher, 1980.

54

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol.14 , No.1 , Januari - Juni 2015

-----------------, Early Writings in the Philosophy of Logic and Mathematics,trans. D. Willard, Dordrecht: Kluwer.

-------------------, Psychological and Transcendental Phenomenology and theConfrontation with Heidegger (1927–1931), trans. T. Sheehan and R.Palmer, Dordrecht: Kluwer.

-----------------------Die Lebenswelt, Auslegungen der Vorgegebenen Welt undIhrerConstitution,TexteausdemNachlass (1916–1937)\,Herausgegeben Von Rochus Sowa, Published by Springer, P.O. Box17, 3300 AA Dordrecht, The Netherlands

-----------------------, Analyses Concerning Passive and Active Synthesis, Lecturon Transcendental Logic, ( Ed.Rudolf BernetVol IX Trans. Anthony J.Steinbock) Illinois, USA; Southern Illinois University at Carbondale,Boston London Kluwer Academic Publisher,2001

-----------------------, Logical Investigation Vol I dan II , (trans.J.N.Fidlay,ed.Dermot Moran), London New York; Roudledge; 1913

-------------------------, Philosophy And The Crisis Of European Man, Vienna, 10May 1935; "The Vienna Lecture".

------------------------, Phenomenology and The Crisis of Philosopy, Philosophyas Rigorus Science and Philosophy and the Crisis ofe European Man,(trans. Quetin Lauer), New York, Harper Torchbooks Publisher,1965

------------------------, Phantasy, Image Consciousness, And Memory (1898–1925) Volume XI ( TranslationsPrepared Under The Auspices OfTheHusserl-Archives (Leuven) Rudolf Bernet (ed.) Netherlands ;Springer,2005

Kasser, Jeffrey L. (Teaching Assistant Professor, North Carolina StateUniversity), Philosophy of Science Part I, The Teaching CompanyLimited Partnership, 2006

Lubis, Akhyar Yusuf, MetodologiPosmodernis, Seri KajianFilsafat,AkademiaBogor, 2004

Maarif, Ahmad Syafii, Islam dan Pancasila sebagai dasar negara, Jakarta;LP3ES, 2006

Moustakas, Clark, Phenomenological Research Methods, London New Delhi,Sage Publication, 1994

Moran, Dermot, Introduction to Phenomenology, London,New York,Canada;Rouledge, 2002, pp.4-5

Rabinaw, Paul “Aestetic, Method, and Epistemologi: Esential Works ofFaucaul 1954-1984” terjemahan oleh Arief dan Alia Swastika (editor),Michel Foucault, Pengetahuan & Metode, Karya-Karya Penting MichelFoucault, Jalasutra, Yogyakarta, 2011,Warren, Nicolas De, HusserlAnd The Promise Of Time: Subjectivity In TranscendentalPhenomenology, New York; Cambridge University Press, 2009

Welton, Donn, The New Husserl, A Critical Reader, Bloomington, Indiana UP,2003

55

Mhd Halkis, Fenomenologi: Alternatif Pengembangan Ilmu

Zahavi, Dan, Husserl’s Phenomenology, Stanford California; StanfordUniversity Press, 2003

Zelić, Tomislav, On the Phenomenology of the Life-World, ColumbiaUniversity, Department of Germanic Languages and Literatures, 319Hamilton Hall, MC 2812,1130 Amsterdam Ave. USA- New York, 2007

56