Desember 2019, Gagasan & Inovasi / Ulasan (delete yang ...
Transcript of Desember 2019, Gagasan & Inovasi / Ulasan (delete yang ...
Edisi 06 No. 04, Oktober – Desember 2019, p. 70-77
70
Gagasan & Inovasi / Ulasan (delete yang tidak perlu)
Penguatan Peran Badan Perwakilan Desa (BPD) dalam
Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan Desa
Cepi Safrul Alam1
1 Widyaiswara Ahli Utama pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah Provinsi Banten
(Diterima 11 November 2019; Direvisi 21 November 2019; Disetujui 30
November 2019; Diterbitkan 26 Desember 2019)
Abstract: This paper talks about strengthening the role of the Village Consultative Body,
where its role according to the Village Law is no longer as a village apparatus but as a
legislator. Its role is very important in overseeing the running of the village government. Every
policy made by the Village Head must obtain approval and study from the BPD so that the
results of its development can truly match the aspirations of the community. Basic education
for BPD administrators must be a priority in recruiting candidates for BPD management or
members so that their performance when they occupy a position is in accordance with the
expectations of the community. As a legislator, the BPD must have competence in drafting
laws and regulations so that it can carry out reviews and provide important notes if there are
odd clauses. Quality village financial reports are where the BPD is able to review the reports
and provide important notes for improvement so that the RAPBdes submitted to the Regency
immediately gets approval from the Regent without having to be returned again.
Keywords: Financial reports, Village Financial Management Principles, BPD
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Author: Cepi Safrul Alam, E-mail: , Tel. +62-0811-125-438.
Pendahuluan
Kualitas laporan keuangan desa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia
penyusunnya dan kualitas data keuangan yang dimiliki desa (Setyawan, 2018, hal. 6).
Keduanya bersinergi satu sama lain saling melengkapi. Laporan keuangan desa yang
berkualitas akan menentukan kecepatan desa dalam pengajuan anggaran dana desa
berikutnya ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten masing-masing.
Terlambatnya desa mendapatkan pencairan dana desa seringkali disebabkan oleh
keterlambatan desa dalam penyusun laporan keuangan dan juga sebagai dampak tidak
berkualitasnya laporan yang disusun.
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 06 No. 04, Oktober – Desember 2019, p. 70-77 ISSN: 2355-4118
71
Tahap dalam pembuatan laporan keuangan desa adalah sebagai berikut:
Membuat rencana berdasarkan visi misi yang dituangkan dalam penyusunan anggaran.
1. Anggaran yang dibuat terdiri dari akun pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Setelah
anggaran disahkan maka perlu dilaksanakan.
2. Dalam pelaksanaan anggaran timbul transaksi. Transaksi tersebut harus dilakukan
pencatatan lengkap berupa pembuatan buku kas umum, buku kas pembantu, buku
bank, buku pajak, buku inventaris dengan disertai pengumpulan bukti-bukti transaksi.
3. Untuk memperoleh informasi posisi keuangan, kemudian berdasarkan transaksi yang
terjadi dapat dihasilkan sebuah neraca. Neraca ini fungsinya untuk mengetahui
kekayaan/posisi keuangan desa.
4. Selain menghasilkan neraca bentuk pertanggungjawaban pemakaian anggaran
dibuatlah laporan realisasi anggaran desa.
Untuk mengetahui kualitas laporan keuangan maka harus ada standar yang menjadi
rujukan. Bahwa untuk menyusun standar akuntansi desa, satu satunya standar setter yang
dibentuk berdasar amar UU Keuangan Negara memang Komite Standar Akuntanasi
Pemerintahan (KSAP). KSAP yang mesti menyusun Standar Akuntansi Pelaporan Keuangan
Desa. Perlu sekali standar keuangan desa. Kemudian dasar hukumnya yaitu harus Peraturan
Pemerintah (Sumarna, 2016).
Standar ideal adalah standar yang dibuat agar diterima (general accepted) desa se-
Indonesia dengan segala heterogenitasnya. Dalam UU Desa, pendidikan minimal perangkat
desa SMA sedangkan kepala desa yaitu SMP. Jadi standar dibuat sesederhana mungkin,
artinya standar SMP. Yang paling penting bahwa penyusunan laporan keuangan bukan
paksaan tetapi sukarela, bukan pada rule based tetapi principle based dan voluntary based.
Standar Pelaporan Keuangan Desa harus dibuat se-low level mungkin, diterima semua pihak
tanpa bantuan konsultan atau pakar (Sumarna, 2016).
Apa saja yang menjadi objek laporan keuangan desa. Menurut (Sujarweni, 2015) yang
objek laporan keuangan desa, yaitu:
1. Anggaran pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) APBDes adalah rencana keuangan tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintahan desa yang dibahas dan disepakati antara pemerintahan desa dan badan
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 06 No. 04, Oktober – Desember 2019, p. 70-77 ISSN: 2355-4118
72
permusyawarahan desa, serta ditetapkan oleh peraturan desa. Anggaran dibuat sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. 2. Buku Kas Umum Buku kas umum digunakan untuk mencatat berbagai aktivitas yang menyangkut penerimaan dan pengeluaran kas, baik secara tunai maupun kredit, digunakan juga untuk mencatat mutasiperbankan atau kesalahan dalam pembukuan. Buku kas umum dapat dikatakan sebagai sumber dokumen transaksi. 3. Buku Kas Harian Pembantu Buku kas harian pembantu adalah buku yang digunakan untuk mencatat transaksi pengeluaran dan pemasukan yang berhubungan dengan kas saja. 4. Buku Bank Buku bank digunakan untuk membantu buku kas umum, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang berhubungan dengan uang bank. 5. Buku Pajak Buku pajak digunakan untuk membantu buku kas umum, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang berhubungan dengan pajak. 6. Buku Inventaris Desa Buku inventaris digunakan untuk membantu buku kas umum, dalam mencatat barang-barang yang dimiliki oleh desa. 7. Buku Persediaan Buku persediaan adalah buku yang mencatat aliran persediaan bahan-bahan yang habis pakai yang masuk dan digunakan untuk desa yang berasal baik dari pembelian dan pemberian. 8. Buku Modal Buku modal/ekuitas dana adalah buku yang digunakan untuk mencatat dana-dana dan hibah yang mengalir ke desa. 9. Buku Piutang Buku piutang adalah buku yang digunakan untuk mencatat piutang desa. Piutang adalah harta desa yang timbul karenanya terjadinya transaksi penjualan/sewa menyewa yang pembayarannya dilakukan secara kredit oleh perorangan/badan usaha. 10.Buku Hutang/Kewajiban Buku hutang/kewajiban adalah buku yang digunakan untut mencatat hutang atau kewajiban desa. 11.Neraca Neraca adalah catatan yang menyajikan posisi keuangan desa dalam satu periode tertentu. Neraca menggambarkan posisi keuangan desa mengenai aktiva, kewajiban, dan modal dana pada satu periode. Pos-pos dalam neraca terbentuk dari transaksi-transaksi yang terjadi di desa. 12.Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Desa Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan SPAP menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
Ke dua belas objek laporan keuangan desa di atas harus dibuat dengan baik dan benar.
Baik dalam artian, sesuai dengan standar KSAP dan benar artinya sesuai dengan asas-asas
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 06 No. 04, Oktober – Desember 2019, p. 70-77 ISSN: 2355-4118
73
dalam pengelolaan keuangan desa, yaitu transparan, akuntabel, partisipatif, tertib dan
disiplin anggaran.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam sistem pemerintahan desa sekarang ini
menempati posisi yang sangat penting. Fungsi BPD adalah membahas dan menyepakati
Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat desa dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Dari tiga tugas ini sudah
jelas BPD adalah lembaga yang memiliki kekuatan dalam dalam menyepakati peraturan desa
yang bakal menjadi pedoman pelaksanaan pembangunan desa (Bulelengkab.go.id, 2019).
Mengingat pentingnya posisi BPD dalam mengawasi jalannya pemerintahan desa
maka penguatan BPD harus menjadi prioritas dalam tatakelola pemerintahan desa. Hal yang
harus menjadi perhatian adalah pertama rekrutmen pengurus BPD harus dimulai dengan baik
dan benar. Yaitu, dilakukan penjaringan secara terbuka dengan berbasis pada kebutuhan
audit keuangan. Dengan demikian, latar belakang pendidikan pengurus BPD harus ada yang
berbasis akuntansi agar memahami tata cara pengelolaan keuangan. Anggota BPD juga harus
memiliki kemampuan legal drafting, sehingga saat Kepala Desa mengajukan RAPBDes, tidak
asal sahkan tetapi didalami terlebih dahulu. BPD juga harus mampu menyerap aspirasi warga
masyarakat yang ingin turut serta aktif dalam pembangunan desanya.
Upaya-upaya penguatan peran BPD ini harus didukung semua pihak agar dana desa
dapat dikelola secara baik dan benar. Untuk penguatan fungsi pengawasan keuangan,
pengurus BPD wajib mendapat pelatihan akuntansi atau pengelolaan keuangan. Sedangkan
untuk menguatkan perannya sebagai legislator, BPD dikirim untuk mengikuti pelatihan legal
drafting.
Sebelum Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diundangkan, Badan
Permusyaratan Desa (BPD) merupakan suatu lembaga yang berkedudukan sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota Badan Permusyartan Desa (BPD)
adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang
ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota Badan Permusyaratan Desa
(BPD) terdiri dari ketua rukun warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan
tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota Badan Permusyaratan Desa
(BPD)adalah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali
masa jabatan berikutnya. Jumlah anggota Badan Permusyaratan Desa (BPD) ditetapkan
dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas)
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 06 No. 04, Oktober – Desember 2019, p. 70-77 ISSN: 2355-4118
74
orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan
keuangan desa. Peresmian anggota Badan Permusyaratan Desa (BPD) ditetapkan
dengan keputusan Bupati/Walikota dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Pimpinan
BPD yang terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua, dan 1 (satu)
orang sekretaris (Masuara, 2014).
Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memposisikan kembali BPD
sebagai lembaga legislatif desa, menggeser posisi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa menjadi lembaga desa. Sebagai lembaga
desa, fungsi dan kedudukan BPD semakin jelas, yaitu lembaga legislatif desa. Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai fungsi membahas dan menyepakati Rancangan
Peraturan Desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
desa dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa (pasal 55 UU Desa) (Susanti, 2018).
Peran BPD selalu terkait dengan fungsi, tugas dan kewenangan yang dimilikinya.
Fungsi BPD membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa, dan melakukan pengawasan kinerja
Kepala Desa (Susanti, et al, 2018).
Menurut Fauzan (2010), peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam Proses dan
Penyusunan Peraturan Desa masih lemah karena dipengaruhi faktor Rendahnya SDM anggota
BPD dibidang hukum, kurangnya bimbingan teknis dari pemerintah daerah dalam bidang
legislasi, budaya hukum masyarakat rendah, dan adanya kepentingan politik (Fauzan, 2010).
(Kushandajani, 2008) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan dilakukan melalui
proses musyawarah antara BPD, kepala Desa, dan masyarakat. Proses itu dilakukan setiap
tahun dan dilaksanakan dibalai desa melalui musyawarah pembangunan desa (Musbangdes).
Analisa
Salah satu solusi adalah penguatan peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) adalah badan yang didirikan di desa sebagai ‘mitra’ kepala
desa, sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. BPD mempunyai fungsi pengawasan
dan fungsi legislasi. Peraturan Desa (Perdes), misalnya, baru bisa berlaku jika dibahas bersama
antara kepala desa dan BPD. BPD juga mengawasi pelaksanaan pemerintahan desa
(HukumOnline.com, 2016).
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 06 No. 04, Oktober – Desember 2019, p. 70-77 ISSN: 2355-4118
75
Pengawasan BPD terhadap pelayanan dan penggunaan anggaran dapat ditingkatkan.
Kendala penguatan BPD karena belum ada payung hukum yang jelas mengatur pengawasan
BPD, sehingga ketika ada masalah hanya dapat dibicarakan melalui musyawarah bersama
dengan kepala desa dan tokoh masyarakat. Perlu adanya penguatan pengawasan BPD dalam
menilai kinerja melalui pembinaan secara intensif yang dilakukan oleh instansi pemerintah
yang berhubungan dengan pemerintahan desa. Penguatan dapat dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan, workshop, dan bimbingan teknis menurut Baranta (2009).
Berbagai pendapat dikemukakan para narasumber perdesaan. Dari pendapat-
pendapat itu nantinya dapat dijadikan resolusi, atau alternatif pemecahan masalah dalam
menguatkan peran BPD. Penguatan peran ini dilakukan agar tata kelola pemerintahan desa
berjalan baik dan benar mulai dari tahap perencanaan pembangunan, pengelolaan keuangan,
pengelolaan badan usaha milik desa, dan urusan lainnya. BPD adalah pengawas jalannya
pemerintah desa. Jika peran ini diabaikan maka tidak ada wasit dalam menengahi atau
meluruskan hal-hal yang kurang tepat dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengendaliannya. menyatakan bahwa pengawasan dapat meningkatkan kinerja organisasi
BPD. BPD dapat memberikan penilaian atas kinerja organisasi dan membantu untuk
mengkoreksi masalah-masalah yang ada dalam kinerja organisasi, sekaligus mencegah
terjadinya kerugian/pemborosan yang tidak diinginkan (Napir, 2014).
Ucapan terimakasih
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Daerah Provinsi Banten yang telah memberikan rekomendasi terhadap karya
tulis ini sehingga dapat dimuat di media sebagai bentuk pengembangan profesi
kewidyaiswaraan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada reviewer dan redaktur
Jurnal Lingkar Widyaiswara yang telah sudi membaca, mereview dan mengedit karya tulis
yang penulis susun.
Daftar Pustaka
Baranta, A. (2009). Dasar- dasar Pengawasan. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Bulelengkab.go.id. (2019, Oktober 21). TUGAS DAN FUNGSI BPD(BADAN PENGAWAS DESA).
Diambil kembali dari https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/tugas-dan-fungsi-
bpdbadan-pengawas-desa: https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/tugas-dan-
fungsi-bpdbadan-pengawas-desa-45
Fauzan, A. (2010). Implementasi peraturan pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang desa
Terkait dengan peran badan permusyawaratan desa Dalam penyusunan dan
penetapan Peraturan Desa Di Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes. The Journal
Politic, 316-318.
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 06 No. 04, Oktober – Desember 2019, p. 70-77 ISSN: 2355-4118
76
HukumOnline.com. (2016, Agustus 15). Pattiro Bahas Penguatan Peran BPD. Diambil
kembali dari https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57b1925f1ccf6/pattiro-
bahas-penguatan-peran-bpd/:
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57b1925f1ccf6/pattiro-bahas-
penguatan-peran-bpd/
Kushandajani. (2008). Otonomi Desa Berbasis Modal Sosial Dalam Perspektif Socio Legal.
jakarta: PT. Golbal Media.
Masuara, R. (2014). PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)
DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA ( Suatu Studi Di Desa
Bolangitang Satu Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara). Politico: Jurnal Ilmu Politik, 1-8.
Napir, S. (2014). Analisis Penguatan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa
Karyamukti Kabupaten Gorontalo. Gorontalo, Journal of Government & Politics
Studies, 40-50.
Setyawan, S. A. (2018). ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS LAPORAN
KEUANGAN DENGAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI SEBAGAI
VARIABEL MEDIASI. Surakarta: PROGRAM STUDI AKUNTANSI , FAKULTAS EKONOMI
DAN BISNIS, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA.
Sujarweni, W. (2015). Akuntansi desa : tata keuangan kelola desa . Yogyakarta : Pustaka
Baru Press.
Sumarna, A. (2016, November 7). Standar Pelaporan Keuangan Desa. Diambil kembali dari
https://www.keuangandesa.info/2016/07/standar-pelaporan-keuangan-desa.html:
https://www.keuangandesa.info/2016/07/standar-pelaporan-keuangan-desa.html
Susanti, M. H. (2018). PENGUATAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)
DALAM MENDUKUNG SINERGITAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI
KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2018. INTEGRALISTIK No.2/Th. XXIX/2018, 208-218.
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 06 No. 04, Oktober – Desember 2019, p. 70-77 ISSN: 2355-4118
77
Abstrak: Tulisan ini berbicara tentang penguatan peran Badan Permusyawaratan Desa,
dimana perannya menurut Undang Undang Desa bukan lagi sebagai perangkat desa
melainkan legislator. Perannya sangat penting dalam mengawasi jalannya pemerintah desa.
Setiap kebijakan yang dibuat Kepala Desa wajib mendapat persetujuan dan kajian dari BPD
supaya hasil pembangunannya dapat betul-betul sesuai dengan aspirasi masyarakat. Dasar
pendidikan pengurus BPD harus menjadi prioritas dalam menjaring calon pengurus atau
anggota BPD sehingga kinerjanya ketika sudah menduduki jabatan sesuai dengan harapan
masyarakat. Sebagai legislator, BPD harus memiliki kompetensi dalam penyusunan peraturan
perundangan sehingga pihaknya dapat melakukan review dan memberikan catatan penting
jika terdapat klausul yang janggal. Laporan keuangan desa yang berkualitas berada bagaimana
BPD mampu melakukan review terhadap laporan dan memberikan catatan penting untuk
perbaikan agar RAPBdes yang diajukan ke Kabupaten langsung mendapat persetujuan Bupati
tanpa harus dikembalikan lagi.
Kata kunci: Laporan keuangan, Asas-asas Pengelolaan Keuangan Desa, BPD