DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF...

63
DAFTAR ISI DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I : PENDAHULUAN. 1.1. LATAR BELAKANG. 1.2. TUJUAN. BAB II : PENGELOLAAN SAMPAH. 2.1. PENGELOLAAN SAMPAH DEWASA INI. 2.2. PARADIGMA BARU. 2.2.1. Batasan Pengelolaan Sampah. 2.2.2. Lokasi Tempat Pemrosesan Akhir Sampah. 2.2.3. Urusan Pengelolaan Sampah. 2.2.4. Perribiayaan. 2.2.5. Larangan lmpor Sampah. BAB III : LANDASAN HUKUM. 3.1. LANDASAN KONSTUTUSIONAL. 3.2. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT. 3.2.1 Undang-undang Nomo 23 Tahun Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3.2.2. Undang-undang Nomor 4 Tahun Perumahan dan Permukiman. 3.2.3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 3.2.4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang 3.2.5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 3.2.6. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. BAB IV : MATERI MUATAN. 4.1. KETENTUAN UMUM. 4.1.1. Ketentuan Umum. 4.1.2. Tujuan. 4.2. HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PENGELOLAAN SAMPAH 4.211. Hak. 4.2.2. Kewajiban. 4.3. LINGKUP KEGIATAN PENGELOLAAN SAMPAH. 4.3.1. Pengurangan Sampah. 4.3.2. Penanganan Sampah. 4.4. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB. 4.4.1. Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah 4.4.2. Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah Propinsi. 4.4.3. Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah Kabupaten/ Kota. 29 ARSIP DAN DOKUMENTASI

Transcript of DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF...

  • DAFTAR ISI DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I : PENDAHULUAN. 1.1. LATAR BELAKANG. 1.2. TUJUAN. BAB II : PENGELOLAAN SAMPAH.

    2.1. PENGELOLAAN SAMPAH DEWASA INI. 2.2. PARADIGMA BARU.

    2.2.1. Batasan Pengelolaan Sampah. 2.2.2. Lokasi Tempat Pemrosesan Akhir Sampah. 2.2.3. Urusan Pengelolaan Sampah. 2.2.4. Perribiayaan. 2.2.5. Larangan lmpor Sampah.

    BAB III : LANDASAN HUKUM. 3.1. LANDASAN KONSTUTUSIONAL. 3.2. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT.

    3.2.1 Undang-undang Nomo 23 Tahun Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3.2.2. Undang-undang Nomor 4 Tahun Perumahan dan Permukiman. 3.2.3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 3.2.4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang 3.2.5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 3.2.6. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-undang

    Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. BAB IV : MATERI MUATAN.

    4.1. KETENTUAN UMUM. 4.1.1. Ketentuan Umum. 4.1.2. Tujuan.

    4.2. HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PENGELOLAAN SAMPAH 4.211. Hak. 4.2.2. Kewajiban.

    4.3. LINGKUP KEGIATAN PENGELOLAAN SAMPAH. 4.3.1. Pengurangan Sampah. 4.3.2. Penanganan Sampah.

    4.4. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB. 4.4.1. Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah 4.4.2. Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah Propinsi. 4.4.3. Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah Kabupaten/ Kota.

    29  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • 4.5. KERJA SAMA DAN KEMITRAAN. 4.5.1. Kerja sama Antar Daerah. 4.5.2. Kemitraan.

    4.6. PERIZINAN 4.7. Forum Pengelolaan Sampah. 4.8. LARANGAN. 4.9. PERAN SERTA MASYARAKAT. 4.10. PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI.

    4.10.1.Pembiayaan. 4.10.2.Kompensasi.

    4.11. PENYELESAIAN SENGKETA. 4.11.1.Prosedur. 4.11.2.Sengketa Antar Aparat Pemerintah. 4.11.3.Hak Gugat. 4.11.4.Gugatan Perwakilan Kelompok.

    4.12. PENGAWASAN. 4.13. SANKSI ADMINISTRASI. 4.14. KETENTUAN PIDANA. 4.15. KETENTUAN PERALIHAN. 4.16. KETENTUAN PENUTUP.

    BAB V : PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. 5.2. SARAN.

    LAMPIRAN: Rancangan Undang-undang Nomor........ Tahun....... tentang Pengelolaan Sampah

    30  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • RINGKASAN EKSEKUTIF Jumlah penduduk Indonesia telah meningkat menjadl hamplr dua kali lipat aelama 26' tahun

    terakhlr, yaltu dari 119,20 juta jiwa pada tahun 1971 bertumbuh menjadi 198,20 juta jiwa pada tahun 1996 dan bertambah kembali menjadi 204,78 juta jiwa pada tahun 1990. Jika tingkat pertumbuhan penduduk ini tidak _mengalami prubahan positif yang drastis, maka pada tahun 2020 jumlah penduduk' Indonesia diperkirakan akan mencapai 262,4 juta jiwa dengan asumsi tingkat pertumbuhan penduduk alami sekitar 0,9% per tahun.

    Pertambanan penduduk ini diperkirakan tidak akan tersebar merata,,,tetapi akan terkonsentrasi di kawasan perkotaan. Keadaan ini disebabkan karena kawas.n.:perkotaan merupakan tempat yang sangat menarik lotgi masyarakat untuk mengembangkan ke'nidupan sosial ekonomi. Selain itu,; pembangunan ekonomi Indonbsia melalui jalur industrIalisasi berpengaruh langsung terhadap pembangtman perkotaan.

    Pads tahun 1980 persentase jumlah penduduk kota di Indonesia adalah 27,29% dad jumlah penduduk Indonesia, sc.mentara pada tahun 1990 persentase tersebut bertamLah menjadi 30,93%. Diperkirakan bahwa pada tahun 2020 persentase jumlah penduduk kota di Indonesia mencapai 50% dari junilah penduduk Indonesia.

    Jumlah penduduk Indonesia dengan tingkat pertambahan penduduk yang relatif masih tinggi akan meningkatkan tingkat konsumsi dan aktivitas lainnya yang pada gilirannya akan meningkatkan volume sampah yang dihasilkan. Volume sampah *yang dihasilkan adalah berbanding lurus dengan jumlah dan pertambahan penduduk. Volume sampah yang dihasilkan dari konsumsi dan aktivitas masyarakat itu menjadi permasalahan lingkungan hidup karena seoara kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kesehatan manusia, mencemari lingkungan hidup, dan mengganggu kehidupan makhluk hidup lainnya.

    Volume sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan bertambah 5 (lima) kali lipat pada tahun 2020. Rata-rata prbduksi sampah tersebut diperkirakan meningkat dari 800 gram per hari per kapita pada tahun 1995 menjadi 910 gram per hari per kapita pada tahun 2020. Untuk kota Jakarta, pada tatiiin 1998/1999 produksi sampah per hari mencapai 26.320 meter Kubik. Dibandingkan tahun 1996/1997, produksi sampah di Jakarta tersebut naik sekitar 18%. Hal ini disebabkan bukan saja karena perturnbuhan penduduk tetapi juga karena meningkatnya ,timbulan sampah 'per kapita yang disebabkan oleh perbaikan tingkat ekonomi dan kesejahteraan.

    Hingga saat ini, penanganan dan pengelolaan sampah tersebut masih belum optimal. Baru 11,25% sampah di daerah perkotaan yang diangkut oleh petugas, 63,35% sampah ditimbun/dibakar, 6,35% sampah dibuat kompos, dan 19,05% sampah dibuang ke sungai/sembarangan. Sementara untuk di kawasan pedesaan, sebanyak 19% sanipah diangkut oleh petugas, 54% sampah ditImbun/d1bakar, 7% sampah dibuat kompos, dan 20% dibuang ke sungai/sembarangan.

    31  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • Perkembangan kehidupan masyarakat menunjukkan jumlah penduduk -Indonesia pada tahun 1999 adalah 204,78 juta jiwa. Dengan asumsi tingkat pertumbuhan penduduk alami sebesar 0,9% per tahun jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 262,4 juta jiwa. Jumlah penduduk Indcnesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi membawa akibat bertambahnya volume sampah. Pertambahan jumlah volume sampah adalah berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk.

    Di samping pertambahan volume sampah akibat pertambahan jumlah penduduk, fakta empiris juga menunjukkan bahwa jenis sampah yang dihasilkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat semakin beragam seiring dengan kehidupan masyarakat yang semakin konsumtif; volume sampah anorganik semakin bertambah seiring dengan semakin konsumtif kehidupan masyarakat..

    Sampai saat ini urusan persampahan menjadi tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota. Penanganan sampah yang dilakukan deb pemerintah kabupaten/kota meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah ke lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Pengelolaan sampah dengan tiga kegiatan tersebut pada hakekatnya adalah pengelolaan sampah pada hilirnya saja. Sedangkan masalah pengelolaan sampah justru ada pada hulu berupa pencegahan timbulan sampah. Pengelolaan sampah dari hulu sampai ke hilir merupakan suatu hierarki sebagai tingkat pengelolaan sampah yang mengarah pada peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya alam. Hierarki yang paling tinggi dalam pengelolaan sampah adalah pengurangan timbulan sampah pada hulunya baik oleh produsen maupun konsumen.

    Penanganan sampah pada hulu berupa pencegahan timbulan sampah memerlukan penotapan kebijakan dengan skala nasional. Penetapan kebijakan yang demikian itu tidak dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, melainkan harus dilakukan oleh Pemerintah. Tindakan pemerintahan berupa penetapan kebijakan yang dernikian itu memerlukan dasar hukum pada tingkat undang-undang.

    Kondisi pengelolaan sampah yang diterapkan dewasa ini menjadi mendesalk untuk diganti dengan paradigma baru pengeloiaan sampah yang memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai manfaat, sedangkan pengelolaannya bortumpu pada pendekatan sumber (pendekatan hulu Paradigma baru pengelolaan sampah meliputi seluruh sikius-hidup sampah mulai dari hulu sejak sebelum dihasilkan suatu produk sampai ke hilir pada fase produk sudah digunakan dan menjadi sampah yang kemudian di kirim ke tempat pemrosesan akhir sampah untuk dikembalikan ke media lingkungan secara aman.

    Dalam paradigma baru, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis don bsrl

  • yang dihaskan yang dikirim ke tempat pemrosesan akhir sampah mengindikasikan semakin baik kinerja pengelolaan sampah, dan sebaliknya.

    BAB PENDAHULUAN.

    1.1. LATAR BELAKANG. Jumlah penduduk Indonesia telah meningkat menjadi hampir dua kali lipat selama 25

    tahun terakhir, yaitu dari 119,20 juta jiwa pada tahun 1971 bertumbuh menjadi 198,20 juta jiwa pada tahun 1996 dan bertambah kembali menjadi 204,78 juta jiwa pada tahuni1999. Jika tingkat pertumbuhan penduduk ini tidak mengalami prubahan positif yang drastis, maka pada tahun 2020 jumlah penduduk Indonesia, diperkirakan akan mencapai 262,4 juta jiwa dengan asumsi tingkat pertumbuhan penduduk alami sekitar 0,9% per tahun1.

    Pertambahan penduduk ini diperkirakan tidak akan tersebar merata, tetapi akan terkonsentrasi di kawasan perkotaan. Keadaan ini disebabkan karena kawasan perkotaan merupakan tempat yarig sangat menarik bagi masyarakat untuk mengembangkan kehidupan sosial ekonomi. Selain itu, pernbangunan ekonomi Indonesia melalui jalur industrialisasi berpengaruh langsung terhadap pembangunan perkotaan.

    Pada tahun 1980 persentase jumlah penduduk kota di Indonesia adalah 27,29% vari jumlah penduduk Indonesia, sementara pada tahun 1990 persentase tersebut beitambah menjadi 30,93%. Diperklrakan bahwa pada tahun -2020 persentase jumlah penduduk kota di Indonesia mencapai 50% dari jumlah penduduk Indonesia2.

    Jumlah penduduk Indonesia dengati tingkat pertambahan penduduk yang relatif masih tinggi akan meningkatkan tingkat konsumsi dan .aktivitas Iainnya yang pada gilirannya akan meningkatkan jumlah sampah yang dihasilkan. Jumlah sampah yang dihasilkan adalah berbanding lurus dengan jumlah dan pertambahan penduduk. Jumlah sampah yang dihasilkan dari konsumsi dan aktivitas masyarakat itu menjadi permas'alahan Iingkungan hidup karena secara kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kesehatan manusia, mencemari Iingkungan hidup, dan mengganggu kehidupan makhluk hidup Iainnya.

    Jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan bertambah 5 (lima) kali lipat pada tahun 2020. Rata-rata produksi sampah tersebut diperkirakan meningkat dari 800 gram per hari per kapita pada tahun 1995 menjadi 910 gram per hari per kapita pada tahun 20203. Untuk kota Jakarta, pada tahun 1998/1999 produksl sampah per harl mencapal 28.370 meter kublk. Olbandingkan tahun 1996/1997, produksi sampah di Jakarta tersebut naik sekitar 18%. Hal lni disebabkan bukan saja karena pertumbuhan penduduk tetapi juga karena Maningkatnya timbulan sampah per kapita yang disebabkan oleh perbaikan tingkat ekonomi dan kesejahteraan.

                                                                1 Pusat Informaui Lingkungan Hidup, State of the Environment Report Indonesia 2001, BAPEDAL, 2001 Hal. II-3. 2 Ibid., hal.II-7 3 Ibid., hal 11-7

    33  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • Hingga saat ini, penanganan dan pengelolaan sampah tersebut masih belum optirrial. Baru 11,25% sampah di daerah perkotaan yang diangkut oleh petugas, 63,35% sampah ditimbun/dibakar, 6,35% sampah dibuat kompos, dan 19,05% sampah dibuang ke sungai/sembarangan. Sementara untuk di kawasan pedesaan, sebanyak 19% sampah diangkut oleh petugas, 54% sampah ditimbun/dibakar, 7% sampah dibuat kompos, dan 20% dibuang ke sungai/senribarangan (BPS, Tahun 1999).

    Apabila sampah tersebut tetap tidak dikelola dengan baik akan dapat menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan seperti4: 1. Ganggugan kesehatan, misalnya:

    • kumpulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat, dan lalat akan mendorong penularan infeksi;

    • sampah tersebut dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan tikus, seperti pas, leptospirosis, salmonelosis, tikus endemik, demam gigitan tikus, dan beberpa infeksi erbeviral. Pada kejadian pasca banjir di Jakarta tahun 2002 ini, jumlah kasus leptospirosir tercatat meningkat akibat tertimbunmnya sampah di beberapa wilayah di Jakarta.

    2. Penanganan sampah yang tidak baik-dapat menyebabkan timbunan sampah, yang dapat menjadi sumber kebakaran dan bahaya kesehatan yang serius bagi anak-anak yang bermain di dekatnya.

    3. Dapat menutup saluran air sehingga meningkatkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan banjir dan tanah tergenang air.

    4. Sebanyak 20% sampah yang dihasilkan dibuang ke sungai/sembarangan menyumbang sekitar 60% - 70% pencemaran sungai.

    1.2. TUJUAN Penyusun,.n suatu rancangan undang-undang perlu didahului dengan kajian

    akademis mengenal substansi rancangan undang-undang tersebut. Kajlan itu dituangkan dalam bentuk Naskah Akademis Rancangan Undang-undang. Melalui kajian akademis dal at diidentifikasi pokok materi Rancangan Undang-undang yang akan disusun.

    Tujuan penyusunan Naskah Akademis ini adalah sebagai panduan untuk menentukan materi muatan dan rumusan norma Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Sampah.

                                                                4 Komisi WHO mengenai kesehatan dan Lingkungan, Planet Kita Kesehatan Kita; Gajah Mada University Press, 2001, hal 299.

     

    34  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • BAB II PENGELOLAAN SAMPAH.

    2.1. PENGELOLAAN SAMPAH DEWASA Sumber daya alam Indonesia adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa ,kepada rakyat

    dan bangsa Indonesia yang wajib dilestatIkan dan dikembangkan fungsinya agar dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan bagi setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin dalam lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pengembangan manfaat sumber daya alam dilakukan baik melalul proses produksi maupun konsurnpi yang pada gilirannya menghasilkan sampah, sedangkan sampah itu pada akhirnya di buang ke media lingkungan.

    Perkembangan kehidupan masyaraltat menunjukkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1999 adalah 204,78 juta jiwa. Dengan asumsi tingkat pertumbuhan penduduk alami sebesar 0,9°/0 per tahun jumlah penduduk Indonesia pada tahun 202C diperkirakan akan mencapai 262,4 juta jiwa. Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi membawa akibat bertambahnya volume sampah. Pertambahan jumlah volume sampah adalah berbanding lurus dengan pertambahan jumlah penduduk.

    Janis sampah semakin beragam - Di samping pertambahan volume sampah akibat pertambahan jumlah penduduk, fakta em phis juga menunjukkan bahwa jenis sampah yang dihasilkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat semakin beragam seining dengan kehidupan masyarakat yang semakin konsumtif; volume sampah anorganik semakin bertambah seiring dengan semakin konsumtif kehidupan masyarakat..

    Perlakuan terhadap sampah - Secara umum dapat dikatakan bahwa sampah dipandang sebagai barang yang menjijikkan. Dalam wawasan yang demikian ini sampah diperlakukan sebagai sumber daya yang tidak mempunyal manfaat sehingga harus dibuang. Pembuangan sampah dilakukan di lokasi tempat pembuarigan akhir sampah.

    Kondisi temaat pembuangan akhir sampah - Tempat pembuangan akhir sampah yang ada dewasa ini pada umumnya menggunakan sistem open dumping, menimbun *ampeh, tanpa proses pengolahan. Cara penanganan sampah yang demikian sangat memberatkan alam untuk memrosesnya. Sampah anorganik, seperti kemasan plastik dan styrofoam yang ikut dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah tidal% dapat diurai oleh proses alam. Kondisi tempat pembuangan akhir sampah ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1: Kondisi Tempat Pembangan Akhir (TPA) di Beberapa Kabupaten/Kota

    Kabupaten/Kota Jumlah TPA Nama TPA Luas TPA (Ha) Jenis TPA

    Jakarta 1 Bantar Gebang 108.00 Control Landfiil Serang 1 Cilowong 5.50 Open Dumping Bekasi 1 Sumur Batu 10.00 Open Dumping Depok 1 Cipayung 9.10 Open Dumping 

    3 Jelekong 10.00 Open Dumping  Leuwipanjang 17.00 Open Dumping 

    Bandung

    Pasir Impun 10.00 Open Dumping Banjar 1 Ciminya 4.00 Open Dumping 

    35  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • 3 Handap Herang 5.80 Open Dumping  Cibadak 1.00 Open Dumping 

    Ciamis

    Purbahayu 4.00 Open Dumping Garut 1 Pasir Bajing 8. 06 Open Dumping 

    3 Heulet 3.50 Open Dumping  Talaga 0.50 Open Dumping 

    Majalengka

    Raja Galuk 0.50 Open Dumping Sleman 1 Piyungan Open Dumping 

    Bantul 1  Ngablak 12.50 Open Dumping Gunungkidul 1  Wukirsari 1.00 Open Dumping Kulonprogo 1  Ring Ardi 2.00 Open Dumping 

    Jepara 1  Bandengan 4.00 Open Dumping Tegal 1  Penujuh 4.00 Open Dumping 

    Kebumen 1  Kali Gending 3.90 Open Dumping Blora 1  Temurejo 5.60 Open Dumping 

    Karanganyar 1  Sukosari 2.00 Open Dumping Surakarta 1  Putro Cempu 17.00 Open Dumping 

    Temanggung 1  Bangusari 2.10 Open Dumping Purwokerto 1  Gunung Tugel 5.00 Open Dumping 

    Rembang 1  Landoh 3.56 Open Dumping Semarang 1  Jati Barang 46.18 Open Dumping 

    3 Mayungan 0.70 Open Dumping  Jombongan 1.70 Open Dumping 

    Klaten

    Joho 1.00 Open Dumping Magetan 1 Milang Asri 2.50 Open Dumping 

    3 Miajah 3.00 Open Dumping  Mertayasa 2.25 Open Dumping 

    Bangkalan

    Buluh 2.38 Open Dumping Blitar 3 Wlingi 1.41 Open Dumping 

    Srengat 0.55 Open Dumping  Sutojayan 0.50 Open Dumping 

    Ponorogo 1 Mrican 0.99 Open Dumping Probolinggo 1  Soboro 2.00 Open Dumping Mojokerto 1  Randengan 3.00 Open Dumping Surabaya 1  Benowo 26.70 Open Dumping Tabanan 1  Mandung 2.40 Open Dumping Negara 1  Kaliakah Open Dumping 

    Denpasar 1  Pelanggaran 1.00 Open Dumping Badung 1  Suwung 2.00 Open Dumping Buleleng 1  Bungkulan 16.00 Open Dumping Gianyar 1  Temesi 5.00 Open Dumping 

    Amla Pura 1  Linggasane Open Dumping Kiungkung 1  Pikat 1.80 Open Dumping 

    Bangli 1  Bangkit Open Dumping Kerinci 1  Sanggaran agung 10.00 Open Dumping 

    Tj. Jabung 1  Parut Lima 11.70 Open Dumping Merangin 1  Langling 10.00 Open Dumping 

    Tebo 1  Kandang Muara 35.40 Open Dumping Jambi 1  Talang Gulo Open Dumping 

    Batanghari 1  Muara Bulian 10.00 Open Dumping Muaro 1  Sengeti Open Dumping 

    Serolangin 1  Sp. Bukit 10.00 Open Dumping Makassar 1  Tamangapa 11.70 Open Dumping 

    Palangkaraya 1 Cilik Riwut 10.00 Open Dumping Banjarmasin 1 Lingkar Basarih 35.40 Open Dumping 

    Sumber: KLH, 2001 Lingkup pengelolaan sampah-Dapat dicermati bahwa pengelolaan sampah yang

    dilakukan sampai saat int adalah kegaiatan yang meliputi pengumpulan, pengangkutan, dan

    36  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • pembuangan sampah. Cara pengelolaan sampah yang demikian mengandalkan penanganan sampah pada hilirnya (pendekatan ujung-pipa). Cara penanganan sampah yang demikian itu memberikan beban yang sangat berat kepada tempat pembuangan akhir sampah.

    VoIume sampah yang terangkut - Dalam pada itu data empirlk juga menunjukkan bahwa volume sampah yang dihasilkan dari kehidupan sehari-hari warga masyarakat tidak seluruhnya dapat terangkut ke lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Dengan tidak terangkutnya semua sampah ke tempat pembuangan akhir sampah menyisakan timbunan sampah yang pada gilirannya menimbulkan dampak terhadap kesehatan masyarakat. Volume sampah yang dihasilkan dan volume sampah yang terangkut ke tempat pembuangan akhir sampah dikemukakan dalam Tabel 2. Tabel 2: Jumlah sampah yang dihasilkan dan yang terangkut di beberapa Kabupaten/Kota No. Propinsi Kabupaten/

    Kota Jumlah Sampah (m3/hari)

    Diangkut (m3/hari)

    Tidak Terangkut (m3/hari)

    Diangkut %

    Tidak Terangkut

    % 1. Jakarta Jakarta 25.600 23.866,88 1.733,12 93,23 6,7

    2. Banten Serang 666.5 180 486,5 27,01 72,99

    3. Jawa Barat Bekasi 4.252 1.063 3.189 25.00 75.00

    Depok 1.200 420 780 35,00 65,00

    Bandung 6.479 4.840 1.639 74,70 25,30

    Banjar 86 72 14 83,72 16,28

    Ciamis 283 241 42 85,16 14,84

    Garut 375 350 25 93,33 6,67

    Majalengka 107 107 0 100,00 0,00

    4. D.I.Ycgyakarta Sleman 2.550 188 2.362 7,37 92,63

    Bantul 200 87,5 112,5 43,75 56,25

    Gunungkidul 70 60 10 85,71 14,29

    Kulonprogo 50 50 0 100,00 0,00

    5. Jawa Tengah Jepara 300 213 87 71,00 29,00

    Tegal 330 230 100 69,70 30,30

    Kebumen 597 114 483 19,10 80,90

    Blora 255 216 39 84,71 15,29

    Karanganyar 145 108 37 74,48 25,52

    Surakarta 608 508 100 83,55 26,45

    Banjarnegara 198 167,5 30,5 84,60 15,40

    Temanggung 1.652 120 1.532 7,26 92,74

    Purwokerto 600 360 240 60,00 40,00

    Rembang 275 169,75 105,25 61,73 38,28

    Semarang 3.500 2.600 900 74,29 25,71

    37  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • Klaten 871 261,16 609,84 29,98 70,02

    6. Jawa Timur Magetan 107,26 104,24 3,02 97,18 2,82

    Bangkalan 168,06 140,14 27,92 83,39 16,61

    Blitar 262 204 78 72,34 27,66

    Ponorogo 190 190 0 100,00 0,00

    Probolinggo 151,67 28,5 123,17 18,79 81,21

    Mojokerto 315 246 69 78,10 21,90

    Surabaya 7.539,41 na na - -

    7. Bali Tabanan 775 200 575 25,81 74,19

    Negara 120 63 57 52,50 47,50

    Denpasar 1.904 na na - -

    Badung 1.000 840 160 84,00 16.00

    Buleleng 351 280 71 79,77 20,23

    Gianyar 538 448 90 83,27 16,73

    Amla Pura 72 72 0 100.00 0.00

    Klungkung 65 50 15 76,92 23,08

    Bangli 175 120 55 68,57 31,43

    8. Jambi Kerinci 140 132 8 94,29 5,71

    Tj Jabung 18 16 2 88,89 11,11

    Merangin 108 108 0 100,00 0,00

    Tebo 47 49 7 85,11 14,89

    Jambi 345 345 0 100.00 0.00

    Batanghari 52 26 26 50,00 50,00

    Muaro 12 12 0 100,00 0,00

    Soralangun 16 16 0 100,00 0,00

    9. Makassar Makassar 3.527 na na - -

    10. Sumut Medan 3.840 na na - -

    11. Kalteng Palangkaraya 360 228 132 63,33 36,67

    12. Kalsel Banjarmasin 700 450 250 54,29 35,71

    Total 74.176,9 40.960,67

    Sumber: KLH, 2001 Keterangan: na = tidak tersedia data

    Timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah memerlukan jangka waktu yang sangat panjang agar sampah dapat diurai oleh proses alam. Dalam jangka waktu itu sampah harus tetap dikelola yang pada gilirannya berarti diperlukannya biaya untuk mengelola sampah. Kondisi yang demikian ini mengandung arti bahwa generasi sekarang yang menghasilkan sampah memberikan beban berat kepada generasi mendatang untuk mengelola sampah dengan konsekuensi bahwa generasi mendatang harus menyediakan biaya pengelolaan sampah yang dihasilkan oleh generasi masa kini.

    38  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • Timbunan sampah di lokasi tempat pembuangan akhir sampah tanpa pengolahan dan sisa sampah yang tidak terangkut ke lokasi tempat pembuangan akhir sampah akan menjadi bom waktu berupa bencana lingkungan di masa mendatang.

    Dalam pada itu, pengelolaan sampah dengan pendekatan ujung-pipa tersebut juga menghadapi kendala khususnya keterbatasan lahan untuk lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Kondisi yang demikian ini membawa akibat semakin beratnya pengelolaan sampah dengan segala dampak ikutannya.

    Sampah kota - Persoalan sampah kota bermula dari belum adanya kebijakan yang menyeluruh dan konsisten pengelolaan sampah sehingga arah pengelolaan sampah menjadi bersifat temporer dan tidak mempunyai visi ke depan. Kenyataan lainnya adalah bahwa pengelolaan sampah perkotaan belum menjadi prioritas pembangunan sejajar dengan aspek pembangunan penting lainnya. OIeh karena itu tidak mengherankan apabila timbul masalah sampah dan segala ini mulai dari sistem pengumpulan, pengangkutan dan pembuangannya.

    Untuk itu sekarag sudah saatnya menempatkan pengelolaan sampah menjadi bagian dari pembangunan kota yang sangat penting sebagai bentuk pelayanan masyarakat berupa kebersihan kota dan kesehatan Iingkungan. Pengelolaan sampah kota, aspek teknologi merupakan salah satu bagian dari aspek-aspek penting lainnya. Tanpa dukungan dari aspek peraturan perundang-undangan, pendanaan, institusi pelaksanaan dan peran serta masyarakat, penerapan berbagai teknologi pengolahan sampah tidak ada artinya. Penerapan teknologi akan berjalan baik apabila mendapat dukungan dari aspek-aspek tersebut.

    Selain itu, penerapan teknologi harus disesuaikan dengan karakteristik sampah, situasi dan kondisi kota, karena tiap-tiap kota punya karaktersitik tersendiri. Teknologi pengelolaan sampah perkotaan terpadu skala regional menjadi pilihan yang realistis dalam mengatasi ,permasalahan TPA yang mengakibatkan konflik antar daerah5.

    Perencanaan kota - Sebagian perencanaan kota belum memasukkan komponen perencanaan sistem pengelolaan sampah, sehingga akhirnya timbul permasalahan persampahan yang cukup signifikan. Kondisi ini tercermin pada sebagian besar rencana umum tata ruang perkotaan di Indonesia yang belum memperhatikan secara rinci rencana lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, padahal produksi atau timbulan sampah di perkotaan terus meningkat. Sering terjadi, lokasi TPA dicari setelah sampah telah menumpuk, sedangkan sebelumnya sampah hanya dibuang di got, kali atau sungai dan ditumpuk di lokasi-lokasi kosong yang dianggap belum terpakai. Cara pembuangannya pun masih dengan cara konvensional yaitu membuang tanpa ada pengelolaan yang memenuhi syarat sanitasi. Sebagai contoh, ibukota Jakarta adalah kota yang mencari lokasi TPA agak terlambat, sehingga akhirnya lokasi TPA terpaksa harus terletak di wilayah kota lain, yaitu

                                                                5 Ir. Sri Babassari, M.SI dan Tim, Teknologi Pengelolaan Sampah Perkotaan Secara Terpadu Skala Regional Menuju Pembangunan Daerah Yang Berwawasan Lingkungan; Lokakarya Nasional Kajian Pengelolaan

    39  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • sekitar 40 km dari pusat kota. Tanpa disadari, hal ini menjadi titik awal dari semua bencana yang diakibatkan pencemaran sampah di wilayah perkotaan6.

    Urusan persampahan — Sampai saat ini urusan persampahan menjadi tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota. Penanganan sampah yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah ke lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Pengelolaan sampah dengan tiga kegiatan tersebut pada hakekatnya adalah pengelolaan sampah pada hilirnya saja. Sedangkan masalah pengelolaan sampah justru ada pada hulu berupa pencegahan timbulan sampah. Pengelolaan sampah dari hulu sampai ke hilir merupakan suatu hierarki sebagai tingkat pengelolaan sampah yang mengarah pada peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya alam. Hierarki yang paling tinggi dalam pengelolaan sampah adalah pengurangan timbulan sampah pada hulunya baik oleh produsen maupun konsumen.

    Penanganan sampah pada hulu berupa pencegahan timbulan sampah memerlukan penetapan kebijakan dengan skala nasional. Penetapan kebijakan yang demikian itu tidak dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, melainkan harus dilakukan oleh Pemerintah. Tindakan pemerintahan berupa penetapan kebijakan yang demikian itu memerlukan dasar hukum pada tingkat undang-undang.

    2.2. PARADIGMA BARU. Pengelolaan sampah sebagaimana dilakukan sampai saat Ini memandang sampah

    sebagai sumber daya yang tidak mempunyai manfaat dan bertumpu pada pendekatan ujung-pipa. Proyeksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 262,4 juta jiwa dengan asumsi tingkat pertumbuhan penduduk alami sekitar 0,9 % per tahun. Sedangkan jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan bertambah 5 (lima) kali lipat pada tahun 2020. Rata-rata produksi sampah tersebut diperkirakan meningkat dari 800 gram per hari per kapita pada tahun 1995 menjadi 910 gram per hari per kapita pada tahun 2020. Di samping itu komposisi sampah yang dihasilkan juga akan semakin beragam seiring dengan meningkatnya gaya hidup konsumtif masyarakat. Data empirik rnenunjukkan bahwa dari jumlah sampah yang dihasilkan ada sebagian yang tidak terargkut ke lokasi tempat pernbuangan akhir sampah. Kondisi yang demikian ini merupakan born waktu yang pada suatu saat nantinya akan meledak menjadi bencana lingkungan.

    Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada penanganan sampah pada hilir sebagaimana dilakukan dewasa ini sudah saatnya untuk ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah dari hula sampai ke hilir.

                                                                6 Sampah Secara Terintegrasi: Implementasi dan Kesiapan Daerah dalam Pengelolaan Sampah Regional Lintas Kabupaten/Kota, Semarang, 26 Februarl 2004 Ir. Srl Betassarl, M.Si dan Tim; op.cit.  

    40  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • Sampah sebagai sumber daya yang mempunyai manfaat - Paradigma baru pengelolaan sampah memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai manfaat, sedangkan pengelolaannya bertumpu pada pendekatan sumber (pendekatan hulu-hilir). Paradigma baru pengelolaan sampah meliputi seluruh siklus-hidup sampah mulai dari hulu sejak sebelum dihasilkan suatu produk sampal ke hilir pada fase produk sudah digunakan dan menjadi sampah yang kemudian di kirim ke tempat pemrosesan akhir sampah untuk dikembalikan ke media lingkungan secara aman. 2.2.1. BATASAN PENGELOLAAN SAMPAH.

    Dalam paradigma baru, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah bertujuan untuk mengurangi dan menangani sampah yang berwawasan lingkungan agar tercipta lingkungan hidup yang baik, bersih, dan sehat. Konsep dasar paradigma baru pengelolaan sampah di satu sisi mengurangi timbulan sampah, dan di sisi lain semakin sedikit mungkin sampah dikirim ke tempat pemrosesan akhir sampah. Semakin kecil persentase volume sampah dari sampah yang dihasilkan yang dikirim ke tempat pernrosesan akhir sampah mengindikasikan semakin baik kinerja pengelolaan sampah, dan sebaliknya. Perbandingan paradigma lama dan baru pengelolaan sampah digambarkan dalam diagram 1.

    Dalam pada itu perlu pula dikemukakan bahwa dalam mengelola sampalh perlu

    dipikirkan untuk menggunakan teknologi tinggi ramah lingkungan sebagai bagian dari upaya perlindungan lingkungan hidup, air tanah, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

    Dari batasan pengertian pengelolaan sampah sebagaimana dikemukakan di atas dapat dicerrnati bahwa pengelolaan sampah meliputi dua kegiatan, yaitu pengurangan dan penanganan sampah. Oleh karena itu perlu klarifikasi mengenai lingkup pengertian pengurangan sampah dan penanganan sampah 2.2.1.1. PENGURANGAN SAMPAH.

    Untuk mengurangi beban bagi tempat pemrosesan akhir sampah perlu ditangani mata rantai sampah di hulunya, yaitu penanganan sampah mulai

    41  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • dari sumbernya. Dengan pendekatan ini tidak lagi semata-mata bertumpu pada pamusnahan sampah yang sudah dihasilkan, melainkan bertumpu pada upaya saat sampah itu belum timbul dan/atau diproses untuk dikembalikan ke media lingkungan. Dengan pendekatan ini pengelolaan sampah mencakup di satu sisi upaya mendorong berkembangnya usaha berdasarkan prinsip 3M: mengurangi (reduce), memanfaatkan kembali (reuse), dan mendaur ulang (recycle) sampah. Di Sisi lain perlu pula didorong produk dan kemasannya yang tidak rarnah lingkungan menjadi bersifat rarnah lingkungan. Tujuan pengembangan produk dan kemasan ramah lingkungan adalah sebanyak mungkin mengurangi penggunaan bahan yang tidak dapat diural secara alami, khususnya bahan untuk kemasan yang pasti akan menjadi sampah.

    Kegiatan pengurangan sampah meliputi upaya: a. membatasi sampah untuk meminimalkan timbulan sampah;

    Upaya membatasi sampah untuk meminimalkan timbulan sampah merupakan fase awal, yaitu sebelum suatu produk dihasilkan, dari siklus-hidup sampah. Pada fase ini produsen harus mengurangi sampah dengan cara menggunakan bahan produksi, baik bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan maupun kemasan produk, yang dapat atau mudah diurai oleh proses alam, dan pemilihan proses produksi yang ramah lingkungan (teknologi bersih). Dalam melakukan pilihan penggunaan bahan produksi tersebut produsen hendaknya menantukan jumlah dan persentase pengurangan pemakaian bahan yang tidak dapat atau sulit diurai oleh proses alam dalam jangka waktu tertentu. Keharusan produsen memilih penggunaan bahan produksi untuk meminimalkan produk ,sampah merupakan bagian dari prinsip Perluasan Tanggungjawab Produsen (Extended Producer Responsibility). Sisi lain dari tanggungjawab produsen tersebut adalah kewajiban pemerintah menetapkan kebljakan pengelolaan sampah yang mendorong pelaksanaan prinsip Perluasan Tanggungjawab. Produsen dan penetapan instrumen kebijakan pengelolaan sampah yang memberikan stimuli kepada produsen untuk menggunakan bahan produksi yang dapat atau mudah diurai oleh proses alam.

    b. mengguna-ulang dalam bentuk penggunaan kembali sampah secara langsung; Di samping mengurangi timbulan sampah, kegiatan megguna-ulang perupakan penghematan. Barang atau bahan yang telah digunakan dan masih bisa digunakan tidak dibuang menjadi sampah, tetapi digunakan kembali. Untuk itu, lazimnya dilakukan pemilihan penggunaan

    42  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • barang atau bahan yang dapat digunakan secara berulang-ulang tanpa perlu dilakukan proses yang rumit.

    c. mendaur-ulang dalam bentuk pemanfaatan kemball sampah setelah melalui proses. Daur-ulang merupakan kegiatan pemanfaatan kembali sutu baran atau produk namun masih memerlukan suatu proses tambahan terlebih dahulu. Misalnya pemanfaatan kertas daur ulang yang berar,a1 dari kertas bekas. Kebijakan pengurangan sampah perlu disertai dengan tindakan nyata agar upaya mengguna-ulang dan mendaurulang .samakin berkembang, sehingga volume sampah yang dibuang ke tempat pemrosesan akhir menjadi semakin berkurang. Dalam rangka pengurangan sampah dilakukan upaya sebagai berikut : a. menetapkan sasaran claim jangka waktu tertentu terhadap

    pengurangan sampah, b. mengembangkan teknologi bersih dan label produk; c. menggunakan bahan produksi yang dapat diguna-ulang dan didaur-

    ulang; d. memfasilitasi kegiatan mengguna-ulang dan mendaur-ulang

    khususnya di tingkat kawasan; e. mengembangkan kesadaran penghasil sampah untuk mengguna-

    ulang darn mendaur-ulang; dan Upaya pengurangan sampah dilakukan menurut norma, standar, pedoman, dan manual mengenai pengurangan sampah.

    2.2.1.2. PENANGANAN SAMPAH. Kegiatan penanganan sampah meliputi upaya : a. pemilahan dalam bentuk mengelompokkan dan memisahkan sampah

    sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; Upaya pemilahan sampah pada prinsipnya adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap rumah tangga penghasil sampah. Namun demikian, kehidupan masyarakat menunjukkan keragaman kondisi dan budaya di setiap daerah. Oleh karena itu, pelaksanaan prinsip tersebut perlu mempertimbangkan kondisi dan budaya daerah setempat. Adalah bijaksana apabila pelaksanaan pemilanan sampah di setiap rumah tangga diatur dengan peraturan daerah. Dalam kaitan dengan kewajiban pemilahan sampah diperlukan peran Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melakukan pembinaan terhadap masyarakat agar melakukan pemilahan sampah. Untuk pendidikan budaya bersih Pemerintah Kabupaten/Kota, misalnya, membuat proyek percontohan pemilahan sampah. Berkenaan

    43  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • dengan pembinaan masyarakat Pemerintah Kabupaten/Kota wajib menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan sampah sebagai bagian dari pembinaan budaya pemilihan sampah menuju lingkungan hidup yang baik dan sehat. Untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, upaya pemilahan sampah dilakukan pada: a. sumber; b. tempat pengolahan sampah terpadu c. kawasan perumahan dalam bentuk klaster, yaitu apartemen, asrama,

    kondominium, real-estat, dan sejenisnya, fasilitas umum, yaitu .pasar, hotel, pusat perdagangan, dan sejenisnya, dan fasilitas sosial, seperti rumah sakit.

    b. pengumpulan dalam bentuk mengambil dan memindahkan sampah dari sumber sampah, ke tempat penampungan sementara dan/atau ke tempat pengolahan sampah terpadu. Kegiatan penanganan sampah berupa upaya pengumpulan sampah dilakukan dengan memindahkan sampah dari sumber sampah ke tempat penyimpanan sementara dan/atau ke tempat pengolahan sampah skala kawasan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.

    c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sementara dan/atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke pemrosesan akhir; Kegiatan penanganan sampah berupa upaya pengangkutan sampah dilakukan dari ternpat penyimpanan sementara ke tempat pendauran-ulang, pengolahan, dan/atau pemrosesan akhir sampah. Pengangkutan sampah itu dilakukan dengan alat angkut yang rnemenuhi persyaratan teknis alat angkut sampah. Persyaratan teknis alat angkut sampah harus memenuhi persyaratan keamanan, kesehatan, lingkungan, kenyamanan, dan kebersihan persyaratan teknis tersebut diperlukan untuk mencegah ceceran sampah selama perjalanan ke tempat pemrosesan akhir sampah.

    d. pengolahan dalam bentuk untuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah agar dapat diproses lebih lanjut, dimanfaatkan, atau dikembalikan ke media lingkungan secara aman; dan

    e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk mengembalikan sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media Iingkungan secara aman. Pemrosesan akhir sampah dilakukan di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah. Sedangkan pengoperasian tempat pemrosesan akhir sampah

    44  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • dilakukan sesuai dengan prosedur operasi teknis pemrosesan akhir sampah.

    2.2.1.3. PERLUASAN TANGGUNGJAWAB PRODUSEN. Perluasan Tanggungjawab Produsen (Extended Producer

    Responsibility) merupakan suatu instrumen kebijakan yang memperluas tanggungjawab produsen melampaui tanggunggugat produsen sebagaimana dikenal dewasa ini terhadap kesehatan dan keselamatan kerja, keamanan konsumen, dan biaya produksi-dengan menambahkan tanggungjawab terhadap siklus hidup biaya dari produknya dan kemasan yang digunakannya. Hal penthig dalam Perluasan Tanggungjawab Produsen (PTP) adalah kewajiban penghasil produk untuk "mengambil kernbali" sisa-akhir dari produk setelah digunakan dan menciptakan suatu sistem utnuk mencegah pencemaran dan penggunaan tidak efisien sumber daya. PTP menekankan suatu desain strategi dengan memperhitungkan dampak Iingkungan di tingkat hulu yang tersimpul dalam seleksi, penambangan dan ekstraksi material, dampak kesehatan, dan Iingkungan terhadap pekerja dan Iingkungan seklitar selama proses produksi berlangsung, dan di hilir dampak selama pemakaian, daur-ulang dan pembuangan produk. Tujuan akhir dari PTP adalah mendorong bahan produk bersih dan aman, serta proses produksi, maupun meminimalkan limbah pada setiap tahap siklus hidup dan produk7.

    PTP adalah suatu instrumen untuk menjamin bahwa tanggungjawab dibebankan kepada pihak yang mempunyai kemampuan paling besar untuk mengurangi dampak suatu produk terhadap Iingkungan hidup dan kesehatan manusia yaitu pemilik asli. Pada tahap perancangan, pemilik asli berada pada posisi untuk melakukan seleksi material yang, aman, meminimalkan limbah toksik pada seluruh siklus hidup, meningkatkan kegunaan suatu produk dan fasilitasi penggunaan kembeli produk yang dihasilkan pada akhir kegunaannya8.

    PTP adalah suatu instrumen untuk melibatkan produsen dalam menanggulangi ketidak-adilan sosial. Banyak produk yang digunakan dewasa ini dibuang ke tempat pembuangan akhir atau insinerator yang cenderung berlokasi di atau dekat masyarakat berpenghasilan rendah, atau diekspor ke negara berkembang dengan standar kesehatan dan kerja yang tidak memadai. Sebagai akibatnya, warga masyarakat di negara maju dan negara berkembang berhadapan dengan material toksik yang menyebabkan kanker,

                                                                7 Extended Producer Responsibility Working Group; Extended Produce.: Responsibility; A Prescriptionior Clean Production, Pollution Prevention and Zero Waste; amended July 2003.  

    8 Ibid.

    45  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • masalah reproduksi dan penyakit lainnya. PTP dapat mencegah kecenderungan ini dengan menjamin bahwa produsen menghasilkan produk yang aman, mengambil-kembali dan mendaur-ulang produk tersebut secara bertanggungjwab9.

    Perluasan Tanggungjawab Produsen merupakan prinsip generasi baru dalam kebijakan pencegahan pencemaran yang terfokus pada sistem produk daripada fasilitas produksi. Tujuan PTP adalah mendorong produsen mencegah pencemaran dan mengurangi pemakaian sumber daya dan energi pada setiap tahap siklus -hidup produk melalui perubahan perancangan produk dan proses teknologi. Dalam pengertian yang paling luas, PTP adalah prinsip bahwa penghasil memikul beban tanggungjawab tertentu atas semua dampak lingkungan yang timbul dari produk yang dihasilkannya. Hal ini meliputi dampak di hulu yang timbul dari pemilihan material dan dari proses manifaktur, dan dampak di hilir yang timbul dari penggunaan dan pembuangan produk. Penghasil menerima tanggungjawab tersebut apabila mereka menerima tanggungjawab hukum, fisik, atau ekonomik untuk dampak lingkungan yang tidak dapat dieliminasi oleh perancangan10.

    2.2.2. LOKASI TEMPAT PEMROSESAN AM -AR SAMPAH. Pemrosesan akhir sampah dilakukan di lokasi tempat pemrosesan akhir venial.

    Penetapan lokasi tempat pemrosesan akhir sampah didasarkan pada kriteria penetapan lokasi tempat pemrpsesan akhir sampah. Sedangkan penangar.an sampah dilakukan menurut norma, standar, pedoman, dan manual yang ditetapkan.

    Rencana pengoperasian tempat pemrosesan akhir sampah wajib dilengkapi dengan dokumen pengeloiaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    2.2.3. URUSAN PENGELOLAAN SAMPAH. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru adalah kegiatan yang sistematis

    dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah bertujuan untuk mengurangi dan menangani sampah yang berwawasan lingkungan agar tercipta lingkungan hidup yang baik, bersih, dan sehat. Lingkup paradigma baru pengelolaan sampah meliputi upaya penanganan sampah pada tingkat hulu, ketika sampah belum diproduksi dengan tujuan mengurangi timbulan sampah sampal ke hilir ketika sampah dikirim ke lokasi ternpat pemrosesan akhir sampah untuk dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Setiap tingkat dalam siklus hidup sampah merupakan suatu hierarki.

                                                                9 Ibid. 10 Beverley Thorpe arid Iza Kruszewska; Strategies to Promote Clean Production: Exetended Producer Responsibility; Clean Production Acylon, January 1999.

    46  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • Menurut batasan pengertiannya, paradigma baru pengelolaan sampah meliputi dua aspek, yaitu aspek pengurangan sampah dan aspek penanganan sampah. 2.2.3.1. PENGURANGAN SAMPAH.

    Aspek pengurangan sampah yang meliputi upaya a. membatasi sampah untuk meminimalkan produk sampah; b. mengguna-ulang sampah dalam bentuk penggunaan kembali sampah

    secara Iangsung, dan/atau c. mendaur-ulang sampah dalam bentuk pemanfaatan kembali sampah

    setelah meialui suatu proses. Untuk tercapainya tujuan upaya pengurangan sampah diperlukan

    penetapan. kebijakan yang berskala nasional. Daram hubungan ini perlu ditetapkan: 1. Kebijakan pengurangan sampah yang:

    1.1. mendorong agar para produsen mengurangi sampah dengan cara menggunakan bahan yang dapat atau mudah diurai oleh proses alam. Kebijakan tersebut hendaknya menetapkan jumlah dan persentase pengurangan pemakaian bahan yang tidak dapat atau sulit diurai oleh proses alam dalam jangka waktu tertentu.

    1.2. menumbuh-kembangkan upaya mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur-ulang (3M) produk yang dihasilkan;

    1.3. bertujuar, mengurangi produksi produk dan kemasan tidak ramah I ogkungan dan mendorong berkembangnya pasar produk dan kemasan ramah lingkungan:

    Kebijakan pengurangan sampah perlu disertai dengan kebijakan penetapan insentif bagi produsen yang menggunakan bahan produksi, baik bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan maupun kemasan produk, yang dapat atau mudah diurai oleh proses alam, proses produksi yang ramah lingkungan. Kebijakan pengurangan sampah tersebut perlu disertai dengan tindakan nyata agar upaya mengguna-ulang dan mendaurulang semakin berkembang, sehingga volume sampah yang dibuang ke tempat pemrosesan akhir menjadi semakin berkurang. Semakin kecil persentase volume sampah dari sampah yang dihasilkan yang dikirim ke lokasi tempat pemrosesan akhir sampah merupakan indikator kinerja pengelolaan sampah yang baik, dan sebaliknya.

    2. Program untuk mIelaksanakan kebijakan pengelolaan sampah pada umumnya, pengurangan sampah pada khususnya. Untuk mencapai tujuan

    47  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • penetapan ,kebijakan pengelolaan sampah dikembangkan program, seperti: 2.1. pengembangan teknik dan metoda penanganan akhir sampah yang

    ramah Iingkungan; Prpgram penerapan teknik dan metoda sanitary landfill yang ramah Iingkungan ditujukan untuk mengganti penanganan akhir sampah open dumping, dan menerapkan penanganan akhir sampah sanitary landfill. Ada berbagai macam teknik dan metoda penanganan akhir sampah : open dumping, controlled landfill, sanitary landfill, teknologi insinerator. Setiap teknik dan metoda mempuyai kelebihan dan kelernahan masingmasing. Oleh karena itu perlu dikaji teknik dan metoda mana yang paling sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Penetapan teknik dan metoda perlu memperhatikan, antara lain, aspek Iingkungan hidup, kesehatan, dan sosial. Dalam hubungan ini perlu ciitetapkan suatu jangka waktu kapan penanganan akhir sampah open dumping harus ditutup dan mulai diterapkannya penanganan akhir sampah sanitary landfill;

    2.2. waste to energy, yaitu pemanfaatan sampah organik sebagai sumber energi (biogas);

    2.3. pengembangan produk dan kemasan ramah lingkungan; 3. lnstrumen Regulasi.

    Untuk mangapal tujuan penetapan kebljakan pengololasin sampah ditetapkan instrumen regulasi, seperti; 3.1. Pengelolaan sampah di wilayah perairan pesisir dan kepulauan; 3.2. Pengelolaan sampah di kawasan pelabuhan; 3.3. Pengelolaan sampah di kawasan industri dan kawasan berikat; 3.4. Pengelolaan sampah antar daerah; 3.5. Kriteria penetapan lokasi tempat pemrosesan akhir sampah; 3.6. Pedoman penanganan akhir sampah sanitary landfill; pedernan

    teknik, standar, dan prosedur penanganan akhir sampah sanitary landfill;

    4. Instrumen Ekonomik. Untuk mencr pai tujuan penetapan kebijakan pengelolaan sampah ditetapkan instrumen ekonomik regulasi yang bersifat kondusif bagi tercapainya tujuan pengelolaan sampah. Suatu instrumen dapat diberi label "ekonomik" sepanjang instrumen tersebut terkait dengan perkiraan biaya dan keuntungan dad pilihan lindakan yang tersedia baryi pelaku ekonomi, dengan efek mempengaruhi

    48  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • pengambilan keputusan an perilaku sedemikian rupa bahwa pilihan yang diambil itu mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi lebih sesuai dengan yahg diinginkan dibanding dengan tidak menerapakan instrumen tersebut11. Berbeda halnya dengan pengaturan langsung, instrumen ekonomi menyerahkan kepada para pelaku ekonomi untuk mernberikan jawaban atas stimuli tertentu yang paling menguntungkan bagi dirinya12. Instrumen ekonomik banyak jenisnya. Maka menjadi penting untuk menentukan jenis instrumen ekonomi mana yang seyogyanya diterapkan agar dapat mengubah perilaku pelaku ekonomi agar menjadi ramah lingkungan. Pemilitian instrumen ekonomik yang akan diterapkan haruslah didasarkan pada pertirnbangan yang cermat terutama dalam kaitannya dengan kemungkinan dampak yang akan ditimbulkannya apabila instrumen ekonomik diterapkan. Instrurnen ekonomik yang dapat menghimpun dana adalah retribusi sampah. Instrumen ekonomik banyak jenisnya. Maka menjadi penting untuk menentukan jenis instruman ekonomi mana yang seyogyanya diterapkan agar dapat mengubah perilaku pelaku ekonomi menjadi ramah lingkungan. Pemilihan yang demikian itu sudah barang tentu tidak dapat dilakukan menurut selera penguasa, atau mengambil alih instrumen ekonomik di negara lain untuk diterapkan di Indonesia. Pemilihan itu haruslah didasarkan pada pertimbangan yang cermat terutama dalam kaitannya dengan kemungkinan dampak yang akan ditimbulkannya apabila instrumen ekonomik itu diterapkan. Salah satu instrumen ekonomik yang dapat menghimpun dana adalah pungutan pencemaran.Ada beberapa kIasikfikasi utama instrumen ekonomik13, yaitu:

    - pungutan (charges); Sampai suatu titik tertentu, pungtan dapat dikatakan sebagai "harga yang harus dibayar untuk pencemaran". Pungutan dapat dipandang sebagai insentif bagi penanggung jawab kegiatan dan/atau sebagai sumber pemasukan bagi pemerintah daerah yang bersangkutan. Secara teoritis harus dibedakan antara pungutan dan pajak: pungutan diasosiasikan dengan suatu jasa yang diterima, sedangkan pada pajak tidak.

    - subsidi;

                                                                11 Opschoor, Professor J.B. and Dr. Hans B. Vos; ibid. 12 Opschoor, Professor J.B. and Dr. Hans B. Vos; Ibid. 13 Opschoor, Professor J.B. and Dr. Hans B. Vos; Ibid.

    49  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • "Subsidi" merupakan istilah umum bagi berbagai bentuk bantuan finansial, yang harus merupakan suatu insentif bagi pencemar untuk mengubah perilakunya atau diberikan kepada perusahaan dalam menghadapi permasalahan dalam menaati standar yang ditentukan. Ada beberapa jenis bantuan finansial: » Grants yang berupa bantuan finansial yang tidak perlu dibayar

    kembali, dengan catatan kalau pihak pencemar melakukan upaya tertentu untuk :nenurunkan tingkat pencemaran di kemudian hari;

    » Soft loans, yang bunganya ditentukan lebih rendah dari market rate, yaitu bantuan finansial yang diberikan kepada pihak pencemar dengan syarat dia melakukan tindakan pencegahan pencemaran tertentu;

    » Tex allowances, yang diberikan kepada pelaku dengan cara memperbolehkan depresiasi atau bentuk pajak lain atau pembebasan atau pengurangan pembayaran kalau dilakukan tindakan pencegahan pencemaran tertentu. Mengenai subsidi ini ada pendapat yang keberatan untuk memasukkan subsidi sebagai suatu instrumen ekonomik. Hal ini terutama disebabkan oleh karena orientasi secara umurn tentang pendekatan kebijaksanaan lingkungan hidup didasarkan pada asas pencemar membayar. Menurut pemahamen ini pemberian subsidi adalah bertentangan dengan asas pencemar membayar, kecuali dalam hal tertentu yang dirumuskan dengan jelas. Skema subsidi memang diterapkan secara luas di berbagai negara, tetapi penerapan skema subsidi tersebut sangat berbeda antara negara yang satu dengan yang lain.

    - deposit-refund system; Dalam deposit-refund system, ada suatu biaya yang dikaitkan dengan harga suatu produk yang mempunyai potensi mencemarkan. Dapat diadakam perbodaan antara deposit-refund system yang bertujuan meningkatkan pemakaian kembali dan pembayaran premi yang merupakan insentif untuk melalzukan daur ulang.

    - market creation; Pasar dapat diciptakan dimana para aktor dapat mmbeli "hak mencemarkan" secara nyata atau potensial, atau dimana mereka dapati menjual "hak mencemarkan" atau residu dari suatu proses. Ada beberapa bentuk : Perdagangan emisi (emission trading). » Perdagangan emisi merupakan contoh yang spesifik.

    50  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • Perdagangan ini bisa terjadi apabila penanggung jawab kegiatan dapat menekan jumlah emisi yang dihasilkan dibawah jumlah emisi yang diizinkan untuk dibuang. Selisih jumlah emisi ini yang diperdagangkan. Perdagangan itu dapat terjadi dalam satu kegiatan, dalam satu perusahaan atau antara beberapa perusahaan. Untuk rnenerapkan perdagangan emisi diperlukan data yang akurat tentang daya tampung beban pencemaran. Data ini diperlukan untuk menghitung berapa jumlah beban pencemaran yang boleh dibuang dalam media lingkungan. Jumlah beban pencemaran ini menentukan berapa jumlah kegiatan (sumber pencemar) yang boleh didirikan dan berapa jumlah beban pencemaran yang boleh dibuang oleh masing-masing kegiatan itu ke dalam satu media lingkungan yang sama. Selain itu perdagangan emisi ini sampai titik tertentu dapat dipersepsikan sebagai "hak mencemarkan".

    » Intervensi pasar (market intervention). Intervensi pasar ini umumnya diterapkan di negara yang pasarnya sudah ada elan berfungsi dengan baik.

    » Liability insurance. Penetapan secara hukum tanggung gugat pencemar terhadap kerusakan lingkungan atau biaya pemulihan dikaitkan dengan emisi atau penyimpanan limbah dapat mendorong terbentuknya pasar dimana risiko sanksi terhadap kerusakan dialihkan kepada perusahaan asuransi. Premi merefleksikan kemungkinan kerugian atau biaya pemulihan darn perkiraan akan terjadinya kerugian. Dalam hat ini insentif itu berupa kemungkinan pembayaran premi yang lebih rendah apabila proses industri menjamin atau menghasilkan kerugian yang lebih kecil, lebih sedikit limbah atau kecelakaan.

    - financial enforcement incentives. Instrument ekonomik kategori ini kadang-kadang dapat cenderung dipandang sebagai instrumen hukum dari pada sebagai instrumen ekonomik: ketidaktaatan dapat dijatuhi sanksi ex ante (dengan pembayaran sejumlah uang yang dapat dibayarkan kembali apabila telah menaati) atau ex post (dengan cara menetapkan denda apabila terjadi ketidaktaatan). Namun demikian, insentif penegakan hukum dapat merupakan rasional ekonomik untuk ketaatan, terutama apabila

    51  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • ketidaktaatan dipandang sebagai alternatif. Ada dua jenis insentif penegakan hukum, yaitu: a) Non-compliance fee yang dibebankan apabila pencemarn tidak

    mematuhi ketentuan tertentu; b) Performance bond yaitu suatu pembayaran kapada pejabat yang

    berwenang dengan harapan terjadi ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku. Pembayaran tersebut akan dibayarkan kembali apabila telah terjadi ketaatan.

    Dari apa yang dikemukakan di atas dapat dicermati bahwa kategori instrumen ekonomik mengandung adanya elemen umum, yaitu: adanya stimuli financial, kemurigkinan adanya tindakan sukarela, keterlibatan kewenangan yang terkait dari pemerintah, dan adanya maksud (langsung atau tidak langsung) untuk memelihara atau meningkatkan kualitas lingkungan dengan menerapkan instrument itu. Instrumen ekonomik dapat merupakan suatu insentif (apabila dilaksanakan oleh penanggung jawab kegiatan) atau disinsentif (apabila tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab kegiatan). Dengan rnenerapkan instrumen ekonomik itu penanggung jawab kegiatan dihadapkan kepada pilihan yang harus dia lakukan secara sukarela. Penerapan instrumen ekonomik ini dimaksudkan untuk mengubah perilaku pelaku ekonomi agar menjadi ramah lingkungan. Oleh karena itu, penetapan suatu instrumen ekonomi harus dapat memotivasi penanggungjawab kegiatan untuk lebih baik mematuhi ketentuan peraturan nperundang-undangan yang berlaku, sebab kalau dia tidak mematuhinya, maka dia akan mendapatkan disinsentif (dikenakan sanksi).

    2.2.3.2. PENANGANAN SAMPAH. Aspek penanganan sampah meliputi upaya: a. pempahan sampah dalam bentuk mengelompokkan dan memisahkan

    sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah. Pemilahan sampah jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampalh rumah tangga dilakukan pada sumber sampah, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau di kawasan perumahan dalam bentuk klaster, fasilitas umum, dan fasilitas sosial.

    b. pengumpulan sampah dalam bentuk mengambil dan memindahkan sampah dari sumher sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu. Pengumpulan sampah ini dilakukan

    52  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu.

    c. pengangkutan sampah dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu menuju tempat pemrosesan akhir. Tempat penampungan sementara, yaitu tempat penampungan sampah sebelum sampah diangkut ke tempat penciauran-ulang, pengolahan, dan/atau pemrosesan akhir. Pengangkutan sampah dilakukan deri sumber dan/atau dari tempat penampungan sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu ke tempat pemrosesan akhir dengan alat angkut yang memenuhi persyaratan teknis alat angkut sampah.

    d. pengolahan sampah dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah agar dapat diproses lebih lanjut, dimanfaatkan, atau dikembalikan ke media lingkungan secara aman, dan/atau

    c. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk mengemballikan sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Pemrosesan, akhir sampah ini dilakukan di lokasi tempat pemrosesan akhir, yaitu tempat untuk mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman. Pengoperasian tempat pemrosesan akhir sampah tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur operasi teknis pemrosesan akhir sampah. Sedangkan penetapan lokasi tempat pemrosesan akhir sampah didasarkan pada kriteria penetapan lokasi tempat pemrosesan akhir sampah. Untuk tercapainya tujuan upaya penanganan sampah diperlukan, antara lain: 1. penetapan ragulasi tentang pemilahan sampah pada sumbernya; 2. ketersediaan:

    a. lahan untuk alokasi tempat penampungan sementara sampah; b. alat angkui sampah yang memenuhi persyaratan kelayakan teknis

    pengangkut sampah; c. lahan untuk lokasi tempat pemrosesan akhir sampah; d. sumber daya manusia serta sarana dan prasarana pengelolaan

    sampah; 2.2.3.3. SAMPAH YANG DIKELOLA.

    Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat. Dari rumusan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sampah adalah bahan sisa dari kegiatan kehidupan sehari-hari

    53  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • masyarakat. Sampah yang harus dikelolka dihasilkan oleh berbagai sumber yang dapat dogolongkan sebagai berikut: 1. sampah rumah tangga; 2. sampah sejenis sampah rumah tangga;

    Yang dimaksud dengan sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang dihasilkan oleh:

    2.1. keglatan komersiat: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, restoran, tempat hiburan;

    2.2. fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara, rumah sakit, klinik, puskesmas;

    2.3. tasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum, arrian, jalan, dan trotoar;

    2.4. industri; 2.5. fasilitas lainnya: perkantoran, sekolah. 2.6. hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau,

    pantai; 3. sampah

    Yang dimaksua dengan sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasinya, dan/atau jumlahnya memerlukan penanganan khusus Samaah spesifik meliputi, antara lain, sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti baterai bekas, puing pembongkaran banounan. Di antara sampah spesifik itu tidak dapat atau sulit diolah karena belum tersedianya teknologi pengolahannya, sehingga diperlukan penanganan secara khuslis.

    2.2.4. PEMBIAYAAN. Dalam pengelolaan sampah digunakan prinsip internalisasi eksternalitas.

    Penerapan prinsip internalisasi eksternalitas itu dalam pengelolaan; sampah berarti bahwa penghasil sampah harus menanggung biaya pemusnahan sampah yang dihasilkannya itu. Pada tingkat perkembangan kehidupan masyarakat dewasa ini orang lalu. mengandajkan jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk membtiang sampah. Penggunaan jasa pemerintah daerah tersebut dilakukan dengan membayar imbalan jasa berupa retribusi sampah. Jadi retribusi sampah liu sebenarnya adalah biaya yang harus ditanggung oleh warga masyarakat yang menghasikan sampah, biaya tersebut adalah bagian dari biaya kehidupan sehari- hari warga masyarakat. Karena retribusi sampah itu adalah biaya yang harus ditangpung oleh warga masyarakat untuk pemusnahan sampah, maka biaya itu juga harus digunakan untuk membiayai pamusnahan sampah. Itu adalah" makna penerapan prinsip internalisasi eksternalitas dalam pengelolaan sampah. Dari prinsip internalisasi

    54  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • eksternalitas dapat diderivasi suatu prinsip "pungutan biaya dari sampah digunakan untuk pengelolaan sampah", atau secara sIngkatnya daps" disebut prinsip "dari sampah untuk sampah". Pungutan retrIbusi sampah dilakukaa oleh pemerintah daerah. Menurut prinsip "dari sampah untuk sampah", rnaka berapa jumlah retribusi sampah yang diperoleh itu harus Walokasikan untuk pengelolaan sampah. Oleh karena itu hasil pungutan retribusi sampah dan penggunaannya untuk pengelolaan sampah harus dinyatakan dengan jelas dalam: anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

    2.2.5. LARANGAN IMPOR SAMPAH. Pengelolaan sampah untuk mengurangi dan menangani sampah yang

    berwawasan lingkungan agar tercipta lingkumgan hidup yang baik, bersih, dan sehat. Dalam tujuan pengelolaan sampah tersebut terkandung prinsip bahwa penghasil sampah memikul tanggung jawab untuk menangani sampah yang dihasilkennya. Implikasi dari prinsip ini adalah keharusan untuk merumuskan norma larangan dalam kaitan pengelolaan sampah. Larangan tersebut meliputi: 1. larangan memasukkan sampah atau bahan sisa dengan nama apapun yang

    didupa sebagai sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan ini. 1.1. Larangan sampah jenis sampah spesifik. Sampah spesifik meliputi, antara

    lain, sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) seperti baterat bekas. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) termasuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun yang menurut Undang-undang Nomor Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 21 dilarang untuk diimpor. Di antara, sampah spesifik itu, seperti puing pembongkaran bangunam, tidak dapat atau sulit diolah karena belum tersedianya teknoIogi pengolahannya, sehingga diperlukan pengaturan secara khusus. Masalah serius akan timbul apabila sampah spesifik tersebut diimpor.

    1.2. Larangan impor sampah jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Sarnpah jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga pada dasarnya dilarang untuk diimpor. Namun data empirik nenunjukkan adanya beberapa jenis sampah jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang diimpor. survai yang dilakukan oleh Institute of Developing Economies14 tentang Sumber Daya yang Dapat Didaur-ulang di Asia menunjukkan bahwa

                                                                14 Institute of Developing Economies, IDE-Jetro; Interhadonal Trade of Recyclable Resources In Asia, Edited by: Michlkuzu Kc, ma; IDE Sot Survey No. 29; May, 2005.

    55  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • Indonesia mengimpor dan mengekspor beberapa jenis sampah. Data mongenai impor dan ekspor sampah yang dapat didaur-ulang ditunjukkan dalam Tabei 1 dan Tabel 2

    2. Larangan pembuangan (dumping) sampah di laut. 3. Larangan bagi setiap orang

    a. membuanu sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dari disediakan; b. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat

    pemrosesan akhir c. mencampur Iimbah bahan berbahaya dan beracun dengan sampah; dan/atau

    mengotah jenis sampah spesifik bersama dengan sampah rumah tangga dan/atau sampah sejenis sampah rumah tangga.

    d. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.

    56  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • BAB III LANDASAN HUKUM.

    3.1. LANDASAN KONSTITUSIONAL. Pengelolaan sampah pada hakekatnya berangkat dari hak setiap orang atas

    lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana ditentukan dalam ketentuan pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 23/1997). Hal ini dikukuhkan dalam ketentuan pasal 28 H ayat (1) Undahg-Undang Dasar 1945 (sebagaimana telah diubah) yang menyatakan:

    "setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan." Adapun wewenang mengurus dan mengatur masalah sampah sebagai aspek dari

    pengelolaan lingkungan hidup berpangkal dari asas tanggung jawab negara,, suatu asas yang diderivasi dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (sebagaimana telah diubah). Sedangkan wewenang membuat undang-undang didasarkan pada ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Dasar 1945 (sebagaimana telah diubah).

    Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan terciptanya kehidupan yang sejahtera lahir dan batin dalam suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pengelolaan sampah dengan paradigma yang sampai saat ini dianut tidaklah kondusif untuk melaksanakan amanat konstitutional tersebut. Untuk dapat melaksanakan ketentuan Undang-Undang Desar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut pengelolaan sampah hams melandaskan diri pada paradigma baru yang memandang sampah sebagai sumber daya yang dapat memberikan manfaat. Manfaat yang dapat diperoleh dari sampah adalah, misalnya, penggunaan kembali sampah menjadi barang yang bermanfaat, mendaur-ulang sampah menjadi pupuk kompos, sampah dikembangkan sebagai biogas.

    Dengan proyeksi perkembangan kehidupan masyarakat di masa mendatang, maka paradigma pengelolaan sampah sebagaimana diterapkan sampai saat ini yang bertumpu pada pendekatan ujung-pipa dan memandang sampah sehagai sumber daya yang tidak berguna, tidak dapat dipertahankan. Paradigms tams pengelolaan sampah tersebut harus dlubsh dengan paradigma baru dengan pendekatan sumber dan mernandang sampah sebagai sumber daya yang bermanfaat.

    Pengelolaan sampah dengan paradigma baru bertumpu pada upaya mengurangi timbulan sampah pada sumbernya dan menangani sampah. Tahap akhir dari siklus hidup sampah adalah tempat pemrosesan akhir sampah.

    57  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • 3.2. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT. Dalam penyusunan rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan sampah perlu

    diperhatikan peraturan perundang-undangan lain yang telah berlaku. Terdapat beberapa undang-undang yang terkait dengan masalah pengelolaan sampah 3.2.1.UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN

    LINGKUNGAN HIDUP (L.N. Tahun 1997 Nomor 68, T.L.N. Nomor 3699). Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UU No. 23/1997) tidak secara spesifik mengatur masalah perSampahan. Narnun demikian, dalam UU No. 23/1997 pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dalam Pasal 1 angka 20 diberikan rumusan pengertian tentang dampak lingkungan hidup, yaitu pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta konsep dampak lingkungan menjadi pangkal permasalahan persampahan. Sampah yang dihasilkan oleh produsen dan konsumen mempunyai potensi dampak ta.rhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat.

    3.2.2.UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHIJN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN (L.N. Tahun 1992 Nomor 23, T.L.N. Nomor 3469). Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (selanjutnya disingkat: UU No. 4/1992) ditekankan pada keberadaan Prasarana Iingkungan. Prasarana lingkungan menurut ketentuan pasal 1 angku 5 UU No. 4/1992, adalah "kelengkapan dasar fisik Iingkungan yang memungkinkan Iingkungan permukiman berfungsi sebagaimana mestinya". Penjelasan Pasal ini menegaskan pentingnya pengelolaan sampah yang dianggap sebagai sarana dasar untuk suatu kawasan permukiman, adapun bunyi penjelasan pasal ini adalah: "Sarana dasar yang utama bagi berfungsinya suatu lingkungan permukiman adalah:,

    - jaringan Wan untuk mobilitas manusia; - jaringan saluran pembuangan air limbah dan tempat pembuangan sampah; - jaringan saluran air hujan untuk mencegah banjir. Menurut UU No. 4/1992, pengelolaan sampah di kawasan permukiman menjadi semakin panting dalam hubungannya dengan hak setiap warga negara. Dalam hubungen hal ini ketentuan Pasal 5 ayat (1) menyatakan: "setiap warga negara mempunyal hak unutk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiiiki rumah yang layak, dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur." Lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur ini adalah lingkungan yang memillki rencana pengelolaan lingkungan yang baik, yang di dalatnnya tersedia sarana dan fasilitas pengelolaan sampah.

    58  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • Konsekuensi dari ketentuan tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) yang mewajibkan pihak yang membangun rumah dan perumahan untuk: 1. mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif; 2. melakukan pemantauan lingkungan yang terkena dampak berdasarkan rencana

    pemantauan Iingkungan; 3. melakukan pengelolaan Iingkungan berdasarkan rencana pengelolaan

    Iingkungan. Selain satu upaya untuk mewujudkan lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teruatur adalah membuat rencana pengelolaan bagi lingkungan kawasan permuklman. Dalam rencana pengelolaan lingkungan ini termasuk di dalamnya rencana pengelolaan sampah permukiman. Rencana pangelolaan sampah yang diatur dengan matang akan sangat membentu untuk mewujudkan lingkungan ang memenuhi syarat-syarat ekologis. Berdasarkan UU No. 4/1992 diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan slap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun (L.N. Tahun 1999 Nomor 171, T.L.N. Nomor 3892). Dalam Paraturan PomerIntah Nomor 80 Tahun. 1999 (selanjutnya disingkat: PP No. 80/1990) dimuat ketentuan mengenai prasarana lingkungan, yaitu kelengkapan dasar fisik Iingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut PP No. 80/1999, dalam suatu kawasan permukiman terdapat kawasan yang disebut sebagai: a. Kawasan Siap Bangunan (Kasiba) yaitu sebidang tanah yang fisiknya telah

    diperciapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan slap bangun atau lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan terlebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarna lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh kepala daerah dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan.

    b. Lingkungan Siap Bangun (Lisiba) yaitu sebidang tanah yang merupakan bagian dari Kasiba ataupun berdiri sandhi yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarna lingkungan dan selain itu memenuhi standar pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang. Selanjutnya PP No. 80/1999 juga memuat pengaturan mengenai prasarna lingkungan; yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan, permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk berfungsinya kawasan permukiman diperlukan kelengkapan dasar yang berupa:

    59  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • a. jaringan jalan untuk mobilitas manusia dan angkutan barang, mencegah perambatan kehakaran serta menciptakan ruang dan bangunan yang teratur.

    b. Jaringan saluran pembuangan air Iimbah dan tempat pembuangan sampah untuk kiesehatan lingkungan;

    c. Jaringan saluran air hujan untuk pematusan (drainase) dan pencegahan banjir setempat. Dalam keadaan tidak terdapat air tanah sebagai sumber air bersih, jarinyan air bersih merupakan sarana dasar.

    Berdasarkan ketentuan dalam puaturan perundang-undangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam suatu Kasiba dan Lisiba, . pembuangan sampah merupakan salah satu sarana dasar yang harus disediakan oleh pengembang atau pengelola kawasan,permukiman.

    3.2.3. UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN. (L.N. TAHUN 1992 NOMOR 100, T.L.N. NOMOR 3495).

    Pengundangan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 (UU No. 23/1992) didasarkan pada pertimbangan bahwa kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai, dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 melalui pembangurian nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila. dan Undang-undang Dasar 1945. Perkembangan kesehatan diarahkan uuntuk mempertinggi derajat kesehatan, yang besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.

    Menurut UU No. 23/1992 Pasal 1 angka 1, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis. Ketentuan Pasal 4 menyatakan bahwa setiap orang rrempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang, optimal. Sisi lain dari hak tersebut adalah berkewajiban setiap orang untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan serajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan lingkungannya (Pasal 5).

    Selanjutnya ketentuan Pasal 10 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut dilaksanakan melalui, antara lain, kegiatan kesehatan lingkungan yang diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat.

    60  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • Mengenai kesehatan lingkungan, UU No. 23/1992 Pasal 22 menentukan bahwa kesehatan lingkungan, yang diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas Iingkungan yang sehat, dilaksanakan terhadap tempat umum, misalnya, hotel, terminal, pasar, pertokoan, bioskop, dan usaha-usaha lain sejenis, lingkungan pemukiman, misalnya, rumah tinggal, asrama, atau yang sejenis, Iingkungan kerja, misalnya, perkantoran, kawasan industri atau yang sejenis, angkutan umum, misalnya, kendaraan darat, laut, dan udara yang dipergunakan untuk umum dan lingkungan lainnya, yaitu lingkungan yang bersifat khusus seperti lingkungan yang berada dalam keadaan darurat, bencana, perpindahan penduduk secara besar- besaran, reaktor, atau tempat yang bersifat khusus.

    Adapun kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara pengamanan lirnbah padat, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya. Selain itu ditentukan pula bahwa setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan.

    Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, yang dapat dilakukan antara lain, melalui peningkatan sanitasi lingkungan, baik pada lingkungan tempatnya maupun terhadap bentuk atau wujud substantifnya yang berupa fisik, kimia, atau biologis, termasuk perubahan perilaku. Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup .manusia.

    3.2.4. UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG (L.N. Tahun 1992 Nomor 115, T.L.N. Nomor 3501).

    Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (selanjutnya disingkat: UU No. 24/1992), yang dimaksud dengan ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Sedangkan penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

    Merujuk rumusan pengertian tersebut, pengertian ruang meliputi: • ruang daratan, yaitu ruang yang terletak di atas dan dibawah permukaan daratan

    termasuk permukaan perairan daratan dan sisi darat dari garis laut terendah; • ruang lautan, yaitu ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai

    dari sisi luar garis laut terendah termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya, dan

    61  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • • ruang udara, yaitu ruang yang terletak di atas ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat di bumi di mana Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksi.

    Rencana tata ruang, yaitu hasil perencanaan tata ruang, dibedakan atas: (1) rencana tata ruang wilayah nasional yang merupakan strategi dan arahan

    kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara, meliputi: a. tujuan nasional dari pemanfaatan ruang untuk peningkatan kesejahteraam

    masyarakat dan pertahanan keamanan; b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional; c. kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya, dan

    kawasan tertentu. Rencana tata ruang wilayah nasional berisi:

    a. penetapan kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan tertentu yang ditetapkan secara nasional;

    b. norma dan kriteria pemanfaatan ruang c. pedoman pengendaltan pemanfaatan ruang, dan menjadi pedornan untuk:

    a) perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasioral; b) mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan

    perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor; c) pengarahan investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau

    masyarakat; d) penataan ruang wilayah propinsi dan wilayah kabupaten/kota. Jangka

    waktu rencana tata ruang wilayah nasional adalah 25 tahun. (2) rencana tata ruang wilayah propinsi yang merupakan penjabaran strategi dan

    arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah propinsi, meliputi: a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah propinsi untuk peningkatan kesejahteraan

    masyarakat dan pertahanan keamanan; b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah propinsi; c. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah propinsi;

    Rencana tata ruang wilayah propinsi berisi: a. arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya; b. arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan

    tertentu; c. arahan pengembangan kawasan pemukiman, kehutanan, pertanian,

    pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya; d. arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan;

    62  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • e. arahan pengembangan sistem prasarana wilayah yang meliputi prasarana transportasi, telekomunikasi, energi-pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan;

    f. arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan; g. arahan kebrjaksanaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, tata

    guna sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buaan, dan menjadi pedoman untuk:

    a) perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah propinsi; b) mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembengan

    antar wilayah propinsi serta keserasian antar sektor; c) pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan atau

    masyarakat; d) pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota yang merupakan dasar dalam

    pengawasan terhadap perizinan lokasi pembangunan. Jangka waktu rencana tata ruang wilayah propinsi adalah 15 tahun.

    (3) rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang merupakan penjabaran rencana tata ruang wilayah propinsi ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, meliputi a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota untuk peningkatan

    kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan; b. rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; c. rencana unium tata ruang wilayah kabupaten/kota; d. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/ kota;

    Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota berisi: a. pengelolaan kawasan lindung don kawasan budidaya; b. pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu; c. sistem kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesaan dan

    perkotaan; d. sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan

    prasarana pengelolaan lingkungan; e. penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan

    penatagunaan sumber daya alam Iainnya, serta memperhatikan keterpaduan dengan surnber daya manusia dan sumber daya buatan, dan menjadi pedoman untuk: a) perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah

    kabupaten/kota;

    63  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • b) mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah kabupaten/kota serta keserasian antar sektor;

    c) penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat di kabupaten/kota;

    d) penyusunan rencana rinci tata ruang di kabupaten/kota; e) pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan

    pembangunan. Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, yang jangka waktunya adalah 10 tahun, menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan.

    3.2.5. UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH DAERAH (L.N. Tahun 2004 Nomor 125, T.L.N. Nomor 4437). Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (selanjutnya disingkat: UU No. 32/2004), urusan pemerintahan yang menjadi kewenanyan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria eksternalitas, akentabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan bertahap dan ditetapkan oleh Pamerintah. Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: 1. perencanaan dan pengendalian pembangunan; 2. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 3. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; 4. penyedian sarana dan prasarana umum; 5. penanganan bidang kesehatan; 6. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber dana manusia potensial; 7. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; 8. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; 9. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas

    kabupaten/kota; 10. pengendalian lingkungan hidup; 11. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; 12. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

    64  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • 13. pelayanan administrasi urusan pemerintahan, 14. pelayanan adminsitrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; 15. penyeengoraan pelayanan dasar lalnnya yang barium dapat dilaksanalian oleh

    kabupaten/kota, dan 16. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Adapun urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahterean masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan wajib yang menjadi kewenanagan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyedian sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidding kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitesi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi urusan pemerintahan, n. pelayanan adminsitrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya, dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Adapun urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan melipuil urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, daerah yang bersangkutan. Mengenai penyelenggaraan pemerintahan, UU No. 32/2004 menentukan bahwa penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: a. asas kepastian hukum; b. asas tertib penyelenggaran negara; c. asas kepentingan umum; d. asas keterbukaan;

    65  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • e. asas proporsianalitas; f. asas profesionalitas; g. asas akuntabilitas; h. asas efisiensi, dan i. asas efektivitas. Asas umum penyelenggaraan negara ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme, ditambah asas efisiensi dan asas efektifitas.

    Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai: 1) hak:

    a. meagatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; b. memilih pimpinan daerah; c. mengelola aparatur daerah; d. mengelola kekayaan daerah; e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah; f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alarn dan sumber daya

    Iainnya yang berada di daerah; g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah, dan h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

    2) kewajiban: a. melindungl masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional,

    serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c. mengembangkan kehidupan demokrasi; d. mewujudkan keadilan dan pemerataan; e. meningkatkan pelayanan dasar pendidilan; f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang Iayak; h. mengembangkan sistem jaminan sosial; i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah; k. melestarikan lingkungan hidup; l. mengelola administrasi kependudukan; m. melestarikan nilai sosial budaya; n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan

    kewenangannya; dan o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

    66  

    ARSI

    P DA

    N DO

    KUME

    NTAS

    I

  • Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah itu harus dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut dan taat pada peraturan perundang-undangan.

    3.2.6.