Buku Perjalanan Himastron

download Buku Perjalanan Himastron

If you can't read please download the document

description

Sejarah Himpunan Mahasiswa Astronomi (Himastron) ITB Sejak Awal Berdirinya!

Transcript of Buku Perjalanan Himastron

  • Perjalanan Himastron ITB1965 2005

    Perjalanan Himastron ITB

    (1965 2005)

    Editor:

    Aldino Adry Baskoro (AS 99),

    Achmad Setio Adinugroho (AS 00),

    Muhammad Yusuf (AS 01)

    Layout Naskah:

    Ayu Damayanti (AS 99),

    Achmad Setio Adinugroho (AS 00)

    Desain Sampul & Layout Foto:

    M. Lut Agung G. (AS 00),

    Ayu Damayanti (AS 99)

    Karikatur:

    Kemaru dan Solomon

    Copyright Himastron ITB 2005

  • Dipersembahkan Untuk

    Himastron ITB Tercinta

    Janji Himastron

    KamiDebu-debu alam semesta

    Berkontraksi membentuk bintang-bintangDalam gugus Himastron ITB

    Taat berotasi dan berrevolusiMenurut perintah DiaPencipta jagat raya ini

    Setia memeliharaIkatan gravitasi gugus Himastron

    Serta menjunjung tinggiKebersamaan dalam orbit

    Di bawah panji bendera kami

    VIVAT HIMASTRONVIVAT HIMASTRONVIVAT HIMASTRON

  • Daar Isi

    Kata Pengantar vii

    Sambutan Ketua Himastron ITB periode 2005 2006

    xi

    I. Era de facto

    Kenangan Manis Bersama HIMASTRONDjoni N. Dawanas (H* 69)

    3

    Selintas Kenangan 6 Tahun di HIMASTRONMoedji Raharto (H* 74)

    7

    II. Era de Jure : AD/ART HIMASTRON ITB

    HIMASTRON ITB dan ke HIMASTRONan:Esensi masa lalu dan potensi untuk masa depanHakim L. Malasan (H* 80)

    13

    Meninjau Kembali Peran HIMASTRONIman Santosa (H* 85)

    19

    Happy Birthday HIMASTRONIka Bagus Pramudhito (H* 85)

    23

    Kisah Open House AstronomiBaju Indradjaja (H* 88)

    WarnaFerry M. Simatupang (H* 91)

    26

    28

    Himastron dan SepakbolaGabriel Iwan Prasetyono (H* 95)

    33

    III. Era AD/ART Himastron ITB revisi 2001

    Menumbuhkan Kepercayaan Pada Diri SendiriAldino Adry Baskoro (H* 99)

    42

    Himastron ITB: Kecil-Kecil Cabe RawitAchmad Setio Adinugroho (H* 00)

    48

    Surat yang Tidak Dapat DikirimkanDading Hadi Nugroho (H* 00)

    56

    Di Bawah Panji Bendera Kami:Mengabdikan Astronomi Kepada MasyarakatHanindyo Kuncarayakti (H* 01)

    Himastron, Luar Biasa!Hanief Trihantoro Wasito

    63

    69

    IV. Era AD dan ART Himastron ITB revisi 2004

    Himastron: Dinamika Cluster Mahasiswa AstronomiEdwards Tauqurrahman (H* 02)

    76

    Himastron ITB. MY SHINING STARKapriasi Neng Rahayu (H* 03)

    Himastron 2020Alma Nuradnan Pramudita

    82

    85

    Ketua Himastron ITB (Sejak 1965 hingga 2005) 91

    Prestasi Yang Pernah Diraih 93

    Lembar Aspirasi 95

    Lembar-lembar Kenangan 97

  • Perjalanan Himastron

    Kata Pengantar

    40 tahun sudah Himastron ITB berdiri. Kalau umur ini kita samakan dengan skala umur manusia, maka Himastron dapat dikatakan sudah matang sekali terutama dalam membina dirinya sendiri. Memang pada kenyataannya di dalam tubuh Himastron sendiri terjadi proses evolusi menjadi sebuah organisasi yang dapat memenuhi kebutuhan para anggotanya. Selain itu juga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat banyak yang haus akan ilmu astronomi dengan program/metode pengajarannya sendiri.

    Proses menjadi sebuah organisasi yang jempolan memang tidaklah mudah. Apalagi dilatarbelakangi oleh dinamisnya keanggotaan termasuk kepengurusan di dalam badan Himastron. Mulai dari anggota Himastron yang masuk tiap angkatannya tidak lebih dari 5 orang, sampai kepada anggota Himastron yang masuk per angkatan lebih dari 20 orang. Bahkan terkadang ketika Himastron masih muda, tidak tiap tahun Himastron menerima anggotanya yang baru. Program kerja yang dilaksanakan mulai dari acara bakar-bakar yang bersifat internal hingga acara seminar yang bersifat nasional tidak jarang dilakukan oleh Himastron. Dan meskipun sedikitnya anggota Himastron, tidak mengurungkan niat anggotanya untuk dapat pergi keluar kota, baik itu hanya sekedar refreshing ataupun memang untuk mencari momen astronomis.

    Perjalanan Himastron diawali sekitar tahun 1965. Ketika itu, mahasiswa astronomi berkumpul untuk membicarakan pembentukan suatu organisasi kemahasiswaan yang berbasiskan ilmu astronomi. Rapat pertama kali untuk mendirikan organisasi ini adalah di suatu ruangan yang akrab sekali dengan mahasiswa (bahkan sampai sekarang), yaitu ruang baca Observatorium Bosscha. Pada awalnya rapat yang dihadiri oleh prof. The Pik Sin ini sepakat memberikan nama organisasi dengan nama HIMASTRO. Tapi kemudian disempurnakan menjadi HIMASTRON

    oleh Bapak Winardi Sutantyo karena nama HIMASTRON terdengar lebih ilmiah seperti halnya protron, neutron, dsb.

    Sekalipun dari segi penamaan dapat dikatakan sudah terungkap namun dari segi penanggalan masihlah misterius. Informasi kenapa di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD dan ART) Himastron ITB tertulis Himastron lahir tanggal 19 Oktober (meskipun secara de facto) masih belum terungkap. Tulisan-tulisan dari buku ini juga pada kenyataannya masih belum membantu.

    Hal lain yang menjadi misteri sampai buku ini dikeluarkan adalah tentang ketua dan kepengurusan Himastron ITB ketika Himastron masih sangat hau. Kami, editor, mengalami kesulitan dalam mendapatkan nama-nama Ketua Himastron yang benar antara tahun 1965 hingga 1981. Akan tetapi yang jelas ada perbedaan tentang pemilihan Ketua Himastron zaman dahulu dan sekarang. Zaman dahulu, terutama ketika Himastron belum memiliki AD dan ART, pemilihan ketua masih bersifat turunan. Seperti cerita yang dipaparkan oleh Bapak Moedji Raharto di dalam buku ini yang menerima langsung jabatan ketua dari Bapak Suryadi Siregar. Namun, setelah AD dan ART Himastron dibuat, di dalamnya terdapat aturan yang menyebutkan bahwa Ketua Himastron dipilih melalu suatu proses pemilu.

    Terjadinya evolusi penamaan juga menjadi satu hal yang menarik di dalam perjalanan ini. Adanya perubahan kata HIMASTRON (seluruh huruf kapital) dengan Himastron (hanya huruf pertamanya saja yang kapital) bukan berarti tanpa makna. Meskipun juga salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah ejaan dari Bahasa Indonesia itu sendiri. Dalam kata pengantar ini, kami tidak akan menjabarkan mengapa terjadi perubahan redaksional kata HIMASTRON menjadi Himastron, biarkanlah nanti sejarah yang akan menjawabnya sendiri.

    Meskipun Himastron ITB bukanlah suatu himpunan yang besar, namun sebagian besar anggota Himastron baik yang dahulu maupun yang sekarang merasa mendapatkan atmosfer yang berbeda dan bersahabat setelah masuk menjadi anggota Himastron ITB. Rasa senang bercampur bangga hadir di dalam dada ketika bisa menyumbangkan apapun yang bisa kita berikan untuk Himastron tercinta. Memang tidak mudah melacak jejak Himastron hingga 40 tahun ke belakang, akan tetapi kenangan-kenangan yang terukir manis di dalam lubuk hati para anggotanyalah yang membuat sejarah Himastron tidaklah mustahil untuk di jelajahi kembali.

    viii

  • Perjalanan Himastron

    Jika ditilik dari segi pengarsipan, ternyata pengarsipan Himastron bisa dikatakan belumlah terlalu baik. Hal ini mengakibatkan meskipun sejarah Himastron bisa ditelusuri berdasarkan kenangan yang ada namun banyak sekali hal-hal kecil dan detil yang hilang.

    Tulisan-tulisan di dalam buku ini dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu berdasarkan urutan kejadian perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himastron ITB. Kenapa pengelompokan ini yang dipilih? Sebenarnya editor sulit sekali menentukan pengelompokan mana yang terbaik. Namun pengelompokan berdasarkan perkembangan AD dan ART yang dipilih karena kami merasa bahwa AD dan ART sendiri merupakan salah satu syarat utama eksisnya sebuah organisasi. Memang, kalau dilihat sepertinya tidak ada hubungan antara isi tulisan dengan ke-4 era/pengelompokanya. Meskipun begitu, penyusunan tulisan di dalam buku ini memang didasarkan kepada urutan dari zaman sebelum Himastron memiliki AD dan ART sampai kepada AD dan ART yang telah direvisi terakhir kali pada tahun 2004.

    Demikianlah sekilas tentang perjalanan Himastron ITB beserta susahnya menggali kembali kenangan masa lalu. Semua kenangan itu sangatlah berharga dan tidak dapat dibayarkan dalam nilai berapa pun juga. Karena itulah buku ini sengaja dibuat. Berharap dapat memberikan tidak hanya sebersit kenangan yang dapat membuat para pelaku sejarah terharu dan tertawa juga sebagai bahan pelajaran kepada generasi selanjutnya tentang suka dan duka yang pernah Himastron alami.

    Akhir kata, kami tim pembuat buku Perjalanan Himastron ini mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman Himastron yang telah membantu dalam menyelesaikan buku ini. Buku ini memang jauh dari kesempurnaan, karena itu kami berharap teman-teman Himastron dapat membantu untuk dapat menyempurnakan buku ini. Memang sulit sekali mengumpulkan bukti-bukti sejarah yang ada. Termasuk di dalamnya sulit menghubungi para pelaku sejarah Himastron yang memang sudah berkelana entah kemana. Pengalaman editor sendiri dalam membuat buku ini cukup melelahkan mulai dari mencari, menghubungi, sampai kepada menagih tulisan. Tapi kami yakin kalau semua itu dapat dilakukan jika kita bersatu padu dalam semangat Himastron demi Himastron yang lebih baik VIVAT HIMASTRON!

    Selamat membaca

    Bandung, Oktober 2005Tim Editor:

    Aldino Adry Baskoro (Himastron 99)Achmad Setio Adinugroho (Himastron 00)

    Muhammad Yusuf (Himastron 01)

    xixKata Pengantar

  • Perjalanan Himastron

    Sambutan Ketua Himastron ITB Periode 2005 2006

    -Astronomy is useful because it raises us above ourselves; it is useful because it is grand;it shows us how small is mans body, how great his mind. His intellegence can embrace the whole of this dazzling immensity in which his body is only an obscure point, and enjoys its silent harmony. Thus we aain self insight, something which can not cost too dear, since this sight makes us great-

    Henri Poincare

    Kutipan kalimat dari seorang matematikawan bangsa Perancis pada tahun 1903 ini mungkin sangat tepat mendeskripsikan tentang astronomi dan juga manusia makhluk yang mempelajari astronomi dalam pengembaraan untuk mengerti alam.

    Berbicara mengenai astronomi khususnya di Indonesia, (masih) satu-satunya institusi pendidikan perguruan tinggi yang mengemban amanah dan tanggung jawab membumikan astronomi adalah di Departemen Astronomi ITB. Suatu universitas (tentunya) tak lepas dari mahasiswa, maka mahasiswa astronomi yang berhimpun dalam Himpunan Mahasiswa Astronomi (HIMASTRON) ITB mencoba memenuhi tanggung jawabnya dengan segala aktivitas kemahasiswaannya.

    Tentunya setiap masa pasti selalu akan berubah, tiap masa juga memiliki zaman dan ruhnya sendiri. Bagaimanapun jua, masa kini ada karena adanya masa lalu. Masa lalu yang dapat dikenang, apakah itu sedih ataupun bahagia, berhasil atau gagal, tawa ataupun tangis. Untuk itulah, di-ejawantahkan-nya buku ini agar kenangan itu tetap abadi, tergoreskan tinta pena yang akan dibaca berjuta penerus, menjadi kenangan untuk masa lalu, dan menjadi pembelajaran untuk masa depan.

    Saya, sebagai Ketua Himastron ITB periode 2005-2006 mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada semua pihak yang turut andil dalam proses penyusunan buku ini serta kerja keras dari teman-teman anggota Himastron (baik anggota biasa maupun anggota kehormatan) yang mempunyai ide brilliant dan kerja keras dalam mewujudkan buku iniTerima kasihTerima kasih Terima kasih Mungkin seribu kata terima kasih yang terucap tidak akan mampu membayar hasil jerih payah teman-teman sekalian, namun saya tahuteman-teman Himastron mempunyai berjuta cinta untuk Himastron walaupun tanpa tanda terima kasih...seperti pahlawan tanpa tanda jasa

    Selamat menikmati hasil utuh buku ini, kata demi katamilik Anda.

    Vivat Himastron.!!!

    With love, Kapriasi Neng Rahayu

    Ketua Himastron ITB periode 2005-2006

    xii

  • Era De Facto

  • Perjalanan Himastron

    Kenangan Manis Bersama HIMASTRON

    Djoni N. DawanasKetua HIMASTRON Tahun 1971

    Pertama kali saya bertemu dengan anggota HIMASTRON adalah pada hari pertama saya memasuki kampus ITB, yaitu bulan Agustus 1969. Pagi itu diadakan penerimaan mahasiswa baru ITB oleh Rektor ITB (pada waktu itu dabat oleh Prof. Dr. Dodi Tisnaamidjaja) di pintu gerbang jalan Ganesha. Setelah selesai upacara, semua mahasiswa baru dibawa ke lapangan Aula Barat. Di sinilah dimulai acara penggojlokan oleh mahasiswa-mahasiwa senior ITB dengan nama MAPRAM (MAsa PeRkenAlan Mahasiswa). Acara MAPRAM pagi itu dilakukan terpusat untuk seluruh mahasiswa ITB. Siang harinya mahasiswa baru dikumpulkan lagi dan semua mahasiswa baru diharuskan pergi ke himpunannya masing-masing. Di sinilah mulai merasakan sedihnya menjadi mahasiswa sendirian. Karena memang pada tahun 1969 itu mahasiswa astronomi yang diterima hanya satu orang. Teman-teman dari jurusan lain semuanya demput oleh senior-senior mereka, tapi saya tidak ada satu pun mahasiswa senior astronomi yang menjemput saya. Akhirnya saya mencoba mencari Himpunan Mahasiswa Astronomi (HIMASTRON), di kampus ITB, tapi semua orang yang saya tanya tidak ada yang tahu di mana itu HIMASTRON. Setelah lelah mencari HIMASTRON sekitar jam tiga sore akhirnya saya memutuskan untuk pulang ke tempat kost dan terus tidur. Kira-kira jam 5 sore, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar saya. Setelah saya buka, di depan saya berdiri seorang pria bertubuh subur, berkacamata dan dengan rambut model ABRI. Beliau mengenalkan diri sebagai anggota HIMASTRON dan

    mengatakan bahwa mahasiswa baru astronomi MAPRAM-nya disatukan dengan mahasiswa DIPIA (Departemen Ilmu Pasti dan Ilmu Alam yang terdiri dari Fisika, Matematika, Astronomi dan Geosika dan Meteorologi) dan tempatnya di HIMAFI yaitu di depan Departemen Fisika sekarang. Saat itu juga saya ganti baju dan diantar oleh anggota HIMASTRON tersebut ke tempat berlangsungnya acara MAPRAM himpunan. Pada hari-hari berikutnya saya bertemu lagi dengan beberapa anggota HIMASTRON lainnya dan di sinilah saya tahu bahwa anggota HIMASTRON hanya ada beberapa gelintir saja (di bawah 10 orang).

    Oleh karena pada waktu itu anggota himpunan mahasiswa Fisika, Matematika, Astronomi dan Geosika dan Meteorologi masih sedikit, maka acara MAPRAM keempat himpunan ini selalu digabung. Yang paling berkesan dari acara MAPRAM gabungan ini adalah acara pembubaran MAPRAM yang selalu dilakukan dengan berkemah di pantai Pangandaran. Perjalanan dari Bandung ke Pangandaran selalu menggunakan kereta api yang digerakkan dengan bahan bakar batu bara sehingga begitu sampai di Pangandaran, semua muka menjadi hitam.

    Setelah kuliah berjalan, salah seorang anggota HIMASTRON mengajak saya ke Observatorium Bosscha untuk bertemu dengan anggota HIMASTRON lainnya. Di Observatorium Bosscha saya dikenalkan dengan ketua HIMASTRON pada waktu itu yaitu pak Darsa dan juga anggota HIMASTRON lainnya di antaranya pak Winardi dan pak Radiman (pada waktu itu belum pada jadi Bapak), karena ketiga senior inilah yang pada waktu itu menjadi mahasiswa penghuni Observatorium Bosscha. Kemudian saya diajak keliling-keliling Bosscha dan saya diajak menginap di asrama mahasiswa (pada waktu itu asrama mahasiswanya adalah rumah yang ditempati pak Hakim sekarang). Hati saya agak ciut juga melihat ketiga senior bekerja, mereka bekerja dan belajar siang malam tanpa mengenal lelah dan tanpa mengenal waktu, sampai-sampai tidak ada waktu untuk ngobrol. Pada waktu itu saya bertanya dalam hati, apakah saya mampu belajar dan bekerja seperti mereka?

    Di akhir semester, saya diajak oleh para senior HIMASTRON berkunjung ke Planetarium Jakarta. Ternyata kunjungan ke Planetarium ini merupakan tradisi HIMASTRON dalam menyambut junior-juniornya.

    Tahun 1971, saya diangkat menjadi Ketua HIMASTRON. Walaupun saya baru dua tahun menjadi mahasiswa astronomi, tetapi saya terima juga amanah tersebut. Pada waktu itu setiap ketua himpunan mahasiswa ITB otomatis menjadi anggota senat mahasiswa. Dengan demikian saya pun

    4

  • Perjalanan Himastron

    selalu terlibat dengan kegiatan di Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM). Setiap saya berada di MPM (di Student Center yang sudah dibongkar sekarang) saya selalu sedih, karena bendera himpunan mahasiswa lain selalu berkibar di ruang MPM, tetapi bendera HIMASTRON tidak ada. Yang lebih menyedihkan lagi kalau ada kegiatan mahasiswa yang diadakan oleh Dewan Mahasiswa, semua bendera himpunan dikibarkan dipinggir lapangan basket, tetapi bendera HIMASTRON tidak pernah ada.

    Dengan keberanian yang luar biasa dan dengan hati yang berdebar-debar akhirnya saya memberanikan diri menghadap Pak Bambang Hidayat yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua Jurusan Astronomi. Saya ceritakan kesedihan saya melihat HIMASTRON tidak mempunyai bendera dan saya meminta bantuan beliau untuk mendapatkan dana guna membuat bendera HIMASTRON. Ternyata beliau memahami kegalauan saya, dan beliau meminta saya untuk membuat anggaran biayanya serta membuat model benderanya. Malam itu juga saya mencoba membuat anggaran dan membuat gambar bendera HIMASTRON. Dua hari kemudian anggaran untuk bendera beserta sketsa benderanya saya serahkan ke Pak Bambang. Pada waktu bertemu dengan pak Bambang, beliau menanyakan arti dari setiap warna yang ada di bendera tersebut, saya terangkan semuanya dan juga saya terangkan alasan jumlah anggaran yang saya buat. Ahirnya beliau menyetujuinya dan meminta saya untuk datang lagi seminggu kemudian.

    Setelah seminggu, saya datang lagi dan pak Bambang langsung memberikan uang untuk pembuatan bendera. Besoknya saya pergi ke toko kain untuk membeli bahan-bahan dan dilanjutkan ke tukang jahit untuk dibuatkan sebuah bendera. Selama dua hari saya nongkrong di tukang jahit untuk mengawasi pembuatan bendera tersebut. Akhirnya hari ketiga jadilah bendera HIMASTRON seperti yang ada sampai sekarang. Dengan demikian mulai saat itu bendera HIMASTRON selalu berkibar di pinggir lapangan basket setiap ada kegiatan kemahasiswaan. Oleh karena itu saya berpesan, tolong jaga baik-baik bendera HIMASTRON yang sekarang sudah berumur 34 tahun.

    Setelah selesai kegalauan saya dengan bendera, selanjutnya saya juga merasa bosan membawa mahasiswa baru setiap tahun ke Planetarium Jakarta. Ahirnya dengan keberanian yang sama, saya temui lagi pak Bambang untuk meminta bantuan pencarian dana guna membawa mahasiswa baru (pada waktu itu mahasiwa angkatan 71) pergi study tour ke tempat lain. Ternyata bak gayung bersambut, pak Bambang

    Djoni N. D. -- Kenangan Manis Bersama HIMASTRON 5

    juga mempunyai rencana untuk mengajak mahasiswa study tour. Setelah dilakukan beberapa penjajakan selanjutnya ditetapkan bahwa objek study tour adalah Jurusan Fisika Universitas Gajah Mada.

    Untuk mempersiapkan segala sesuatunya, saya diutus oleh pak Bambang ke Jogja. Walaupun pada waktu itu saya baru sekali ke Jogja dan belum mengenal betul kota Jogjakarta, saya berangkat juga ke Jogja sendirian. Dua minggu kemudian, berangkatlah kami mahasiswa astronomi beserta pak Bambang (karena dosennya hanya ada satu). Tetapi karena pada waktu itu mahasiswi astronomi hanya ada satu, maka akhirnya kami mengajak mahasiswi jurusan Fisika, Matematika dan Geologi untuk bergabung ikut study tour ke Jogja.

    Banyak kegiatan besar yang dilakukan HIMASTRON pada waktu itu, salah satunya adalah membantu jurusan mengadakan International School for Young Astronomer: (ISYA) pada tahun 1972. Lagi-lagi karena HIMASTRON kekurangan mahasiswi kami juga mengajak rekan-rekan mahasiswi dari jurusan Fisika, Matematika bahkan dari UNPAD.

    Kegiatan lain yang pernah dilakukan HIMASTRON adalah mendirikan Himpunan Astronomi Amatir Indonesia (HAAI) bekerjasama dengan Harian Pikiran Rakyat. Pada waktu itu anggotanya mencapai sekitar 300 orang mulai dari siwa SMP sampai pensiunan. Selain kegiatan ceramah astronomi dan mengadakan pengamatan di Observatorium Bosscha, HAAI juga mengadakan kegiatan tur lapangan. Sayang sewaktu saya tinggalkan ke Perancis untuk studi lanjutan, kegiatan HAAI jadi terhenti, karena tidak ada yang meneruskan.

    Masih banyak kegiatan-kegiatan HIMASTRON yang kami lakukan pada waktu itu, tapi karena terbatasnya waktu untuk membuat tulisan ini, maka saya akhiri dulu saja kenangan manis saya bersama HIMASTRON.

    6

  • Perjalanan Himastron

    SELINTAS KENANGAN 6 TAHUN DI HIMASTRON (Periode Mahasiswa 1974-1980)

    Moedji RahartoKetua HIMASTRON Periode 1976-1977

    Saya mencoba mengingat kenangan ketika masuk di ITB tahun 1974. Waktu itu kemahasiswaan di ITB, OS bersifat gabungan bagi seluruh mahasiswa baru ITB dan bersifat legal. Saya masih mempunyai azah OS walaupun nilainya B. Sepuluh hari pertama yang paling berat mesti menggunakan sepeda yang sering daili. Paling sering pentil ban sepeda dibuang, jadi mesti menuntun sepeda di malam hari. Pada saat pulang, tugas Prama bertambah dengan tugas harus mengantar Prami sampai ke tempat tinggalnya. Suasana senang dan sedih pada waktu OS silih berganti. Saya mendapat bagian ke jurusan Teknik Kimia. Sempat pula dimasukkan ke kolam yang berada di dekat gedung BNI dalam kampus yang sekarang. Kemudian berlanjut ikut OS dalam unit olah raga dan kesenian, saya pilih atletik dan ECC (English Conversation Club) yang kemudian berubah nama menjadi SEF (Student English Forum).

    OS pada saat itu tak disambut meriah mahasiswa astronomi, karena jumlahnya sangat sedikit dan mahasiswa senior konsentrasi pada penelitian astronomi atau mengerjakan TA atau ada tugas lainnya mengamati bintang ganda di teropong Zeiss. Bahkan saya mengenal astronomi dan Bosscha lewat inisiatif sendiri dan kemudian kenal dengan Mas Yulianto, mas Gatot Sudarminto, mas Iwan Tedjawidjaja; mbak Kiki (Sri Redjeki).

    Pak Djoni dan pak Suryadi sedang sibuk dengan penyelesaian TA. Saya berkenalan dengan pak Suhardja, pak Djoni, dan pak Suryadi kalau sedang makan siang di rumah kediaman pak Hakim yang sekarang. Kami bermain ping pong di dalam ruangan itu.

    Malam umum diselenggarakan dan tanpa dipungut bayaran. Memang kalau rezeki datang, ada saja yang mengirim kue kemudian dibagi melalui permainan dengan tujuan untuk menghabiskan kue. Aturannya, siapa yang kalah dalam main kartu berhak makan kue, yang kalah dapat tugas mengocok kartu tapi kenyang.

    Gambaran pada masa sekitar 30 tahun silam itu antara lain: dunia mahasiswa tanpa internet, dunia mahasiswa masih tanpa kalkulator yang canggih, masih meminjam buku dan slide rule, serta komputer dengan ukuran raksasa dengan bahasa pemrograman Fortran. Hidup di zaman itu tanpa mesin fotokopi, penggandaan pengumuman masih menggunakan mesin stensil. Menulis artikel untuk koran mesti diketik menggunakan mesin tik ber-kertas karbon (satu digunakan untuk arsip) dan dikirim lewat pos dan harus bersabar hingga 2 pekan lamanya. Dulu merk mesin tik terkenal bernama ROYAL.

    Angkot Lembang Bandung dulu dinamakan Oplet, mobil dengan mesin Chevrolet berbadan kayu. Motor Yamaha Bebek V75 susah naik ke Lembang. Motor jenis ini tidak bisa ngebut.

    Pusat perkantoran astronomi berlokasi di Observatorium Bosscha, Lembang. Baru sekitar tahun 1986, pusat perkantoran menempati ruangan yang kurang memadai di gedung yang sekarang. HIMASTRON belum mempunyai tempat atau kantor di ITB. Alhasil, kantor pun berpindah-pindah di rumah mahasiswa (sekarang menjadi rumah staf).

    Dosen dan mahasiswa yang sedikit jumlahnya membuat suasana akrab. Perkenalan dengan mahasiswa baru dilakukan di Lembang. Makanan dimasak di rumah anggota untuk selanjutnya dibawa ke Lembang. Staf bersama isteri sesekali menyempatkan hadir dalam acara mahasiswa, walaupun sore hari. Acara syukuran sarjana juga masih bisa diselenggarakan di rumah kost.

    Berikut ini saya paparkan suka-duka menjabat sebagai ketua HIMASTRON. Di zaman tahun 1976-an saya menjadi ketua menerima estafet dari pak Suryadi. Proses pemilihan tidaklah terlalu serius yaitu dengan bermusyawarahasal mau saja karena tidak ada pilihan lagi karena mahasiswanya sedikit. Anggota termuda ditunjuk untuk bekerja. Maka jadilah saya berposisi sebagai ketua sekaligus merangkap sebagai

    8

  • sekretaris. Program HIMASTRON (1976-1977) praktis tidak banyak. Yang rutin dilakukan adalah berpartisipasi dalam lomba yang diselenggarakan oleh unit dengan tujuan agar eksistensi mahasiswa astronomi bisa tetap berkibar. Selain itu, sebagai ketua juga mesti menjabat sebagai Senator Himpunan pada Lembaga Permusyawaratan Mahasiswa (LPM) yang salah satu fungsinya adalah untuk memilih Ketua Dewan Mahasiswa ITB. Saat itu saya ikut dalam Komisi keuangan LPM. Di LPM ITB, saya sezaman dengan Al Hilal Hamdi dan Haa Rajasa. Sempat pula mengikuti latihan wartawan pers Mahasiswa Berita-Berita ITB dan latihan Kepemimpinan Dewan Mahasiswa. Saya sebagai mahasiswa menjadi aktif karena jabatan rangkap di zaman Kemal Taruc, Dariatmo, Heri Ahmadi, dsb.

    Acara OS Himpunan di tengah acara OS terpusat juga ada, namun terbatas waktunya. Pengurusnya yang sedikit membuat OS di astronomi menjadi paling enak di ITB. Hal ini disebabkan panitianya gampang lelah. Walaupun demikian, dulu kami pernah menang dalam acara kabaret dalam acara OS yaitu dengan gagasan memberi kritik penggunaan WC ITB yang eksklusif. Gagasan yang tertuang dalam kabaret ini mendapat penilaian tinggi.

    Anggota Himastron kemudian berkembang: Pak Ninok, pak Widagdo, Ibu Ida Naudur , pak Riyanto Gozali, Ibu Karlina, pak Cecep dsb. Mahasiswa baru astronomi tiap angkatan lebih dari satu orang. Dan babak mahasiswa yang tidak sendiri pun mulai berakhir.

    Moedji R. -- Selintas Kenangan 6 Tahun di HIMASTRON 9

    Era De Jure:(AD/ART HIMASTRON ITB)

  • Perjalanan Himastron

    HIMASTRON ITB dan keHIMASTRONan:

    Esensi masa lalu dan potensi untuk masa depan

    Hakim L. MalasanKetua HIMASTRON Periode 1983-1985

    Prolog

    Permintaan penyunting untuk mengisi buku Perjalanan HIMASTRON sungguh saya rasakan berat walaupun menjadi suatu kegembiraan tersendiri. Gembira karena dapat mengetengahkan suatu episode penting sejarah HIMASTRON akan tetapi berat karena harus secara jujur memaparkan masa-masa sulit menemukan kembali wajah organisasi mahasiswa ini yang kadang harus dapat dilakukan sambil mengekang emosi diri. Harus saya akui sejujurnya, bahwa untuk menyurutkan pikiran 20 tahun ke belakang bukan pekerjaan ringan. Untungnya saya masih dibekali arsip-arsip pribadi. Tidak selalu pemaparan kesulitan-kesulitan masa lalu dapat menjadi alat didik dan pembinaan yang optimum, malah seringkali pemaparannya menjadi bias.

    Kendati demikian saya akan mencoba melihat kembali secara rasional dan logis serta menawarkan visi (dan misi) organisasi mahasiswa satu-satunya di bumi pertiwi ini. Harapan saya makalah singkat ini dapat menggugah kita sekalian akan pentingnya mencintai dan memiliki wadah kita ini.

    Kelahiran kembali (pasca-1978)

    Secara defacto, HIMASTRON sebenarnya terbentuk pada masa Djoni N. Dawanas, Suryadi Siregar, dan Suhardja D. Wiramihardja pertengahan dekade 60-an. Dinamika organisasi kala itu masih didominasi oleh kontrol lembaga sentral sehingga dapat dilihat bahwa kekompakan dibicarakan dalam konteks yang global, yakni kekompakan ITB. Dengan jumlah anggota yang sangat kecil, tentunya ragam kegiatan pun terbatas, tapi dapat dicatat partisipasi anggota HIMASTRON dalam kegiatan-kegiatan di pusat. Bendera HIMASTRON dirancang dan ditetapkan pada masa kepemimpinan Djoni N. Dawanas.

    Tidak banyak dokumen dan catatan yang dapat diselamatkan setelah periode perombakan total dalam tubuh kemahasiswaan ITB di tahun 1978. Himpunan yang besar atau lembaga kemahasiswaan pusat di ITB sekalipun tidak dapat mempertahankan sistem kearsipannya pada saat itu. Apalagi HIMASTRON yang praktis tidak memiliki home base (sekretariat). Tapi patut dicatat di sini aktitas Leksono Dermawan (AS75, yang aktif dalam pers semenjak mahasiswa, juga di grup apresiasi musik klasik), Riyanto Gozali (AS75), Karlina Supelli (AS77), dan Agus Burhan (AS77). Tokoh-tokoh ini sangat aktif di lembaga sentral, terutama dalam masa-masa kritis. Yang terpatri dalam sejarah HIMASTRON adalah gagasan dan rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang dibuat pada tanggal 16 Oktober 1978.

    Stagnasi yang mengikuti pembekuan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa ITB melanda hampir semua himpunan mahasiswa jurusan. Krisis juga melanda sikap lembaga maupun mahasiswa ITB. Masih teringat kala awal 80-an yang ada hanyalah papan pengumuman dan kotak pos HIMASTRON di pelataran gedung FMIPA lama (dekat lapangan bola dalam kampus yang sekarang menjadi gedung Labtek IX).

    Tahun 1981, Erna Wilda (AS78) dan rekan-rekannya mencoba memprakarsai kelahiran kembali HIMASTRON. Selama setahun berbagai upaya dilakukan, akan tetapi dengan sulitnya memperoleh sekretariat, ketertarikan, apalagi motivasi, anggota sangat sulit untuk diperoleh. Mengapa demikian sulitnya memperoleh sekretariat? Menurut saya ada 2 aspek yang menjadi penyebab, yakni : 1. bahwa lembaga melihat jumlah anggota HIMASTRON yang sangat sedikit, dan; 2. belum munculnya struktur organisasi HIMASTRON yang solid dan dapat meyakinkan ITB (c.q. Pembantu Dekan bidang kemahasiswaan)

    14

  • Perjalanan Himastron

    akan pentingnya menyediakan sebuah sekretariat di kampus.Tahun 1982 ditandai dengan diterimanya 25 mahasiswa baru. Jumlah

    ini besar dan mengejutkan kita. Yang menggembirakan adalah dengan kuantitas mahasiswa astronomi yang banyak, diharapkan HIMASTRON dapat lebih memunculkan identitasnya. Kalau dapat saya katakan bahwa tahun 1982 merupakan era kebangkitan kembali HIMASTRON, karena saat itulah kita senantiasa memperoleh kuorum dalam setiap pelaksanaan rapat. Kebutuhan mendesak akan suatu wadah kemahasiswaan lebih menjadi pendorong utama pembentukan kembali, dan bukan karena desakan pihak lembaga ataupun pihak eksternal.

    Organisasi HIMASTRON yang berlandaskan AD-ART dan kegiatannya.

    Begitulah, periode kepengurusan 1984-1985 merupakan titik awal organisasi HIMASTRON yang formal karena dilandasi sepenuhnya kepada eksistensi AD-ART nal.

    Kendati organisasi HIMASTRON formal telah ada, bukan berarti antusiasme akan kegiatan mengikutinya. Melalui Buletin Himastron (muncul pertama kali pada tahun 1985), himbauan demi himbauan terus dilakukan dan kala itu pengurus memperlakukan seluruh mahasiswa astronomi sebagai anggotanya tanpa klasikasi. Kondisi kegiatan kemahasiswaan di ITB sangatlah menyedihkan, karena masih harus menanggung hukuman dari pemerintah dalam bentuk dihentikannya kucuran dana. Kala itu memang pendanaan praktis nol dan hanya mengandalkan iuran anggota yang kerap kali seret. Eksistensi HIMASTRON baru tidak saja dilakukan ke dalam, yakni dengan Jurusan Astronomi (kala itu ketuanya Pak Winardi Sutantyo), UPT Obsevatorium Bosscha, tetapi juga keluar, antara lain dengan Pembantu Dekan III FMIPA (Ibu Hasiana Ibkar). Dengan memanfaatkan momentum pembentukan forum ketua himpunan jurusan pada tahun 1984, HIMASTRON untuk pertama kalinya berpartisipasi keluar. Sambutan yang diberikan sangat menggembirakan, bahkan dalam buletin perdana FKHJ, himpunan kita mendapat komentar khas.

    Masa awal kepengurusan HIMASTRON modern saya akhiri pada bulan April tahun 1985, dengan formalitas memorandum akhir jabatan.

    15Hakim L. M. -- HIMASTRON ITB dan keHIMASTRONan

    Epilog: Suatu rekapitulasi terhadap sumberdaya manusia dan program kerja

    Kesadaran yang harus ditumbuhkembangkan mungkin bertautan dengan misi kegiatan kemahasiswaan. Bahwasanya kegiatan kurikuler dan ko-kurikuler merupakan integrasi proses pendidikan secara keseluruhan sudah kita sadari. Sehingga dengan demikian mahasiswa melalui kegiatan kokurikuler dapat mengembangkan daya, potensi, kerjasama, dan sikap bertanggungjawab.

    Beberapa pengamatan terhadap kendala sikap mental mahasiswa diantaranya dapat diikhtisarkan sebagai berikut:1. Kurangnya sikap responsif2. Apatis (tidak ada keinginan untuk melakukan perubahan)3. Adanya persepsi kegiatan adalah student movement yang

    berorientasi politis4. Beban akademik tinggi dan kurang dapat membagi waktu

    Oleh karenanya, orientasi apa yang diperlukan? Dapat kita lihat bahwa penekanan kegiatan hendaknya pada:1. Kegiatan penunjang akademik: responsi, diskusi buku2. Kegiatan profesi dan pembinaan 3. Kegiatan pengabdian masyarakat4. Kegiatan memupuk bakat dan minat yang saling menunjang.

    Tentunya pelaksanaan kegiatan ini harus memiliki tolok ukur yang meliputi:1. Adanya perhatian dan keterlibatan penuh anggota 2. Tumbuhnya kesan dan citra baik dari pembina dan pimpinan

    lembaga3. Sedapat mungkin diperoleh kerjasama yang baik dengan masyarakat4. Apabila kegiatan bersifat interdisipliner, hendaknya melibatkan

    himpunan jurusan lainnya.

    Saya melihat bahwa dengan telah dipenuhinya basic requirement himpunan mahasiswa jurusan, maka sudah saatnya fokus ditujukan kepada hal-hal sebagai berikut:

    16

  • Perjalanan Himastron

    1. Sumberdaya manusia (anggota)

    Jika potensi yang ada meliputi: aspek kemampuan berorganisasi, rasa memiliki, rasa bertanggungjawab, daya pikir dan nalar, kreasi, idealisme serta minat dan bakat, maka masalah pokoknya adalah: kurangnya pengembangan pengetahuan, keterampilan, apresiasi kerja dalam organisasi. Untuk itu hendaknya kegiatan ditujukan kepada pengembangan partisipasi dalam aktitas, wawasan, pengetahuan dan profesi.

    Beberapa strategi yang dapat disusun meliputi: Pelaksanaan rutin pelatihan-pelatihan Peningkatan kesejahteraan anggota dan organisasi Pengembangan daya tarik organisasi dan program Perluasan wawasan (diskusi internal, seminar, studium generale, dsb.) Pemberikan kesempatan pengembangan daya nalar dan daya cipta

    2. Sumberdaya material dan nansial

    Inventarisasi sarana sik hendaknya dilakukan secara terprogram dan sistematis meliputi : gedung sekretariat, kearsipan dan sarana komunikasi (buletin). Di lain pihak, sumber-sumber nansial harus dicari dan dikembangkan pemanfaatannya dengan memperhatikan kriteria: potensial, aman dan tidak mengikat, serta wajar dan legal. Implementasinya dapat berupa iuran anggota, unit usaha, subsidi lembaga, alumni/donatur dan sponsor.

    Langkah-langkah pengembangan dapat meliputi: Mobilisasi sumberdaya internal: mahasiswa, lembaga Mobilisasi sumberdaya eksternal: donatur/alumni, sponsor, unit

    usaha Alokasi dan perencanaan yang esien dan bertanggungjawab.

    Sebagai penutup, chart di bawah memperlihatkan bagaimana suatu kegiatan dapat dadwalkan bagi suatu masa depan suatu periode kepengurusan organisasi:

    17Hakim L. M. -- HIMASTRON ITB dan keHIMASTRONan

    Kegiatan Pelaksana SaranaH-L H-L H-H Tempat Waktu

    I. Akademik- Diskusi Buku- Seminar- Responsi

    II. Profesi- Studi Kasus

    III. Pembinaan- Anggota Baru- Pelatihan - pelatihan

    IV. Komunikasi- Penerbitan Buletin

    V. Pengembangan Minat & Bakat

    Catatan:H : HimpunanH-L : Himpunan dan Lembaga (Departemen/KK, Fakultas/UKS, ITB)H-H : Antar himpunan

    18

  • Perjalanan Himastron

    Meninjau Kembali Peran HIMASTRON

    Iman SantosaKetua HIMASTRON periode 1988-1989

    Tahun 1986 di lapangan sepakbola ITB (persis di tengah kampus, tetapi kini sudah hilang dan sebagai gantinya berdirilah gedung-gedung baru di lapangan itu), saya dan teman-teman Jurusan Astronomi ITB Angkatan 85 terselip di tengah ribuan mahasiswa baru yang sedang mengikuti apel OS KM ITB (Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa ITB). Jumlah mahasiswa Astronomi 85 hanya 10 orang namun tidak semuanya mengikuti ritual penerimaan anggota himpunan. Jadi jumlah kami semakin menciut dan saya merasa minder berhadapan dengan massa himpunan lain yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan. Apalagi ketika harus meneriakkan yel-yel ITB, himpunan lain terdengar gagah dengan suaranya yang membahana menggaung di langit. Kami? Hanya terdengar seperti suara liliput.

    Zaman itu adalah zamannya kekuatan otot, yang ditunjukkan dengan jumlah massa, masih begitu penting sebagai alat untuk menegakkan eksistensi seseorang, atau sekelompok orang. Untunglah saya tidak berlama-lama mengikuti pola pikir yang sempit ini. Ketika masuk ke dalam Himpunan Mahasiswa Astronomi (HIMASTRON), saya menemukan sebuah dunia kecil yang mengasyikkan. Kalau tidak salah ingat, jumlah seluruh anggota HIMASTRON saat itu sekitar 60 mahasiswa. Sangat kecil dibandingkan dengan himpunan lain di ITB. Namun dari

    jumlah yang kecil itu, saya menemukan banyak sekali individu dengan karakter yang berbeda-beda tetapi kuat dan menarik. Sebaran karakter yang beragam ternyata juga menghasilkan sebuah komunitas sosial yang sangat bersahabat. Saya pun mengerti, ternyata tidak ada yang salah dengan jumlah yang kecil sepanjang ada kebersamaan di dalamnya. Sejak itulah perasaan minder saya sebagai warga himpunan terkecil di ITB menghilang dan bahkan berubah menjadi perasaan bangga.

    Pada tahun-tahun berikutnya ketika saya aktif di himpunan, saya belajar banyak dari rekan-rekan maupun dari sistem yang dibangun secara bersama-sama di dalam HIMASTRON. Di sini saya ingin menegaskan bahwa banyak nilai positif yang kita dapatkan dengan menjadi anggota himpunan. Meskipun demikian, sebagai organisasi, masih banyak hal yang harus dibenahi di dalam HIMASTRON.

    Reposisi HIMASTRON

    Organisasi mahasiswa lahir sebagai respon atas kebutuhan mahasiswa. Setidaknya ada dua hal yang mendorong mahasiswa berhimpun membentuk organisasi. Pertama, kebutuhan mahasiswa untuk bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Kedua, mahasiswa membutuhkan media pembelajaran dalam proses transisi dari dunia kampus yang minim konik menuju dunia nyata luar kampus. Ke arah mana organisasi mahasiswa bergerak tentu sangat tergantung pada situasi zamannya. Sejak sebelum merdeka hingga kini organisasi mahasiswa lebih banyak bergerak di ruang publik di luar wilayah akademiknya. Khususnya sejak pertengahan tahun 60-an, mahasiswa merepresentasikan diri sebagai kelompok kritis terhadap kebakan pemerintah dan bergerak dalam ranah moral. Maka demonstrasi mahasiswa menentang kenaikan BBM, atau menuntut menteri bodoh mundur, atau menentang penggusuran paksa, dan lain-lain, menjadi pemandangan rutin sehari-hari. Demikianlah arus utama gerakan mahasiswa Indonesia.

    Namun pada level mikro kegiatan mahasiswa bisa sangat beragam dan di sinilah keberadaan himpunan mahasiswa jurusan memainkan peranan yang sangat penting. Demikian pula HIMASTRON yang menyediakan wadah yang sangat eksibel untuk memfasilitasi berbagai bentuk kegiatan mahasiswa astronomi. Dari sejumlah kegiatan tersebut yang paling potensial untuk dikembangkan adalah semua yang berkaitan

    20

  • Perjalanan Himastron

    dengan bidang studi astronomi.Lima belas tahun yang lalu ketika saya masih menjadi mahasiswa,

    kegiatan HIMASTRON sangat monoton, meskipun kehidupan sosialnya sangat menarik. HIMASTRON rupanya terjebak pada rutinitas penerimaan anggota baru dan perayaan ulang tahun himpunan. Respon terhadap perkembangan astronomi sangat minim, untuk tidak mengatakan nol sama sekali. Memang ada sejumlah kegiatan HIMASTRON yang mendapat acungan jempol. Namun kegiatan itu lebih sebagai program sesaat dan bukan bagian dari rencana jangka panjang. Sementara itu dewasa ini, apresiasi masyarakat luas terhadap astronomi demikian besar. Lihatlah setiap ada fenomena astronomi yang popular, semisal ketika Mars berada pada posisi terdekatnya dengan Bumi, rasa ingin tahu masyarakat demikian membuncah sampai menimbulkan anarki. Himpunan astronomi amatir juga sudah mulai menjamur. Saya melihat tuntutan masyarakat kepada para astronom untuk membagi ilmunya semakin mendesak. HIMASTRON adalah kumpulan para calon astronom, atau mereka yang bakal memiliki pengetahuan astronomi. Bagaimana HIMASTRON menyikapi perkembangan ini? Dalam pandangan saya, meninjau ulang posisi HIMASTRON dalam perkembangan peradaban dewasa ini adalah sebuah keharusan.

    Membangun Komunitas Profesi

    Terdapat sejumlah peluang untuk bisa harmonis dengan perkembangan zaman. Yang pasti HIMASTRON harus menghindari sikap reaktif dan mulai merumuskan langkah untuk mengantisipasi perkembangan. Katakanlah semacam rencana jangka panjang yang bisa menjangkau rentang waktu 10 sampai 15 tahun ke depan. Gagasan ini mungkin terdengar tidak relevan dengan sifat himpunan yang cenderung cair. Bagi saya justru sebaliknya. Mengapa himpunan tidak dibangun untuk sesuatu yang lebih serius dan bermanfaat ketimbang tempat bermain? Pilihan menarik adalah menjadikan HIMASTRON sebagai media untuk mengembangkan embrio komunitas profesi. Himpunan sangat potensial menelurkan cita-cita kolektif mahasiswa, misalnya membangun masyarakat astronomi Indonesia. Cita-cita itu bisa diturunkan terus-menerus kepada setiap angkatan. Mahasiswa yang lulus mungkin ada yang tergerak untuk mewujudkannya.

    21Iman S. -- Meninjau Kembali Peran HIMASTRON

    Tentu saja cita-cita kolektif itu tidak harus tunggal. Ada banyak alternatif untuk secara bersama-sama membangun profesi setelah lulus. Peranan himpunan adalah mengumpulkan peluang karir dalam lingkup astronomi, termasuk di dalamnya adalah semua bidang teknologi yang terkait dengan astronomi. Kegiatan ini sangat menarik karena memberi peluang kepada mahasiswa melakukan eksplorasi pengetahuan dan teknologi untuk persiapan karir mereka. Dalam hal hubungan dengan alumni merupakan isu penting. Sementara itu diskusi di dalam himpunan sangat berpeluang membuka wilayah-wilayah baru yang mendekatkan astronomi kepada masyarakat luas.

    Peran HIMASTRON membangun komunitas profesi memberi keuntungan ganda kepada para mahasiswa. Pertama, mahasiswa sudah tahu apa yang akan dilakukannya setelah lulus. Kedua, dengan demikian mahasiswa akan lebih tenang menyelesaikan kuliahnya. Membangun komunitas profesi adalah kegiatan jangka panjang dan pada hakekatnya merupakan interaksi yang intens antara HIMASTRON dengan dinamika yang terjadi di masyarakat dan di dunia ilmu pengetahuan. Saya yakin jika peran ini dikelola dengan baik bukan tidak mungkin akan lahir semacam cetak biru astronomi Indonesia di masa depan yang lahir dari pemikiran kreatif para anggota HIMASTRON.

    Selamat Ulang Tahun ke-40

    22

  • Perjalanan Himastron

    Happy Birthday HIMASTRON

    Ika Bagus PramudhitoSie Buletin periode 1986-1987Wakil Ketua periode 1987

    Salut atas ide rekan-rekan membuat buku buku PERJALANAN HIMASTRON (sekaligus terharu he...he...he...). Saya tidak tahu bagaimana kondisi HIMASTRON saat ini atau lebih luas lagi bagaimana Dep. ASTRONOMI. Tentu jauh lebih baik dibandingkan saat-saat saya di sana dulu, apalagi dibandingkan pada zaman para senior & founding-father kita. Melalui buku tsb diharapkan dapat menumbuhkan semangat bagi generasi sekarang, juga sebagai album kenangan bagi para senior & founding-father.

    Wah jadi inget masa-masa lalu. Saat baru masuk terasa gersang, karena seangkatan cowok semua hahaha Untung masih sering ketemu AS-82, AS-83 dan AS-84 yang ada mahasiswinya. Kemudian setahun kemudian datang juga mahasiswi-mahasiswi baru AS-86 dan AS-87, dst.

    Saya rasa waktu itu HIMASTRON belum ada markas tetap, setiap meeting di lokasi tempat tinggal Ketuanya yaitu rekan Atman AS-83 (maaf kalo salah sebut, koq saya udah pikun ya). Bahkan ospek-pun diadakan/dipusatkan di sana ha...ha...ha... Baru kemudian tahun 1986 sempet 3 kali pindah markas, karena ruangan yang kita pinjam di kampus selalu kena gusur. (Ada yang punya photonya nggak ?) Nah, menjelang saat-saat terakhir saya di sana kita selalu bergiliran piket terutama setiap nggak ada kuliah. Supaya markas tetap ada tanda-tanda kehidupan dan nggak digusur lagi.

    Inget masa-masa kuliah gabungan dengan jurusan lain, kita selalu termasuk golongan minoritas dalam hal jumlah. Tapi dalam hal prestasi kita selalu berusaha mayoritas lho. Terbukti (kondisi paling ekstrim) saat kuliah Fisika Modern yang diajar Bapak Sukardi, dengan peserta dari 3 jurusan (kalo nggak salah Fisika, Astronomi, Geosika & Meteorologi). Saat itu entah karena sulit (atau kami semua yg bodoh), nilai lulus maksimum cuma nilai C. Itu pun hanya 2 (dua) orang dan keduanya dari astronomi. Satu lagi mbak siapa ya? (saya lupa namanya, kalo nggak salah AS-83) Hihihi dapet C aja koq bangga ya. Bukan gitu, sebenarnya malu juga sih cuma waktu itu lega aja. Nilai D nggak sampai 10 orang, dan sisanya E (kalo nggak salah lebih dari 40 orang).

    Nah, masih masalah minoritas di kelas gabungan. Kalau jurusan lain ngasih pengumuman selalu di depan kelas. Kita juga nggak mau kalah, walaupun sebenarnya bisik-bisik antar teman aja sudah bisa he...he...he...

    Demikian juga dalam rangka unjuk gigi. Saat itu Dies atau Lustrum, kebetulan kita sudah agak mapan (tidak kena gusur-gusur lagi) maka dibentuklah panitia. Berbagai acara mulai dari lomba-lomba, candle-nite party, sampai pengguntingan pita peluncuran balon berhadiah. Karena anggaran terbatas, hadiahnya foto-foto tentang astronomi ... kasihaaan deh yang dapet orang dari pelosok lagi (saya lupa desa apa, tapi dari jauh di luar kota). Abis... balon gasnya terlalu jauh/tinggi terbangnya. Dari raut mukanya nampak orang tersebut agak kecewa menerima sebingkai photo set, akhirnya Ketua Himastron (rekan Andonala AS-84) merogoh kocek untuk memberikan amplop sebagai tambahan hadiah.

    Yang paling repot saat mulai melahirkan buletin HIMASTRON. Pertama harus mendesain bagaimana bentuknya/formatnya sampai logo dan cover depannya. Kedua, bagaimana merangsang tiap anggota untuk rajin nulis, agar bisa terbit bulanan. Eh, bagaimana kondisinya sekarang, apakah masih ada Buletin Himastron? Tentunya sudah jauh lebih bagus ya. Dulu diketik manual sih (11 jari lagi ha...ha...ha...) ... maklum komputer masih termasuk barang mewah & rental pun belum ada.

    Yah sebenernya masih banyak lagi kenangan. Anyway, Happy Birthday to HIMASTRON. Semoga the blue-ag makin berkibar tidak hanya di kelamnya langit malam, tapi juga di dataran Ganesha. Bersinar seterang bintang di langit.

    Sebagai hadiah, saya nyanyikan ref. dari lagu Ku Ada di Sini -nya Rio Febrian (karena ada kata-kata bintangnya hehehe) :

    24

  • Re : tak perlu seribu bintangyang bertaburan di langit sanatuk temani malam-malammuku ada di sinitak perlu seribu sahabatdengan senyum sapa dan hangat cintacukup satu alasan indahku ada di sini

    udah ya ntar Rio Febrian kalah top hahaha

    25I. B. Pramudhito -- Happy Birthday HIMASTRON

    Kisah Open House Astronomi

    Baju IndradjajaPanitia Open House Astronomi Tahun 1988

    Tulisan ini merupakan sebuah usaha untuk mengingat kembali kejadian beberapa tahun yang lalu.

    Saat itu kami sedang melakukan brainstorming untuk mengisi acara dalam rangka Dies Himastron XXIII (kalau tidak salah ingat). Sebuah ide yang menarik adalah mengadakan open house astronomi, dalam artian publik diperkenankan melihat wakil dari wajah Jurusan Astronomi ITB. Kesulitan pertama yang terpikirkan adalah lokasi jurusan yang berada di lantai IV gedung Labtek III. Nampaknya open house tidak akan berhasil apabila publik diharapkan untuk naik empat lantai. Alternatif yang diusahakan adalah open house diadakan di sebuah tempat yang mudah diakses oleh publik: Student Center Barat.

    Proses untuk mewujudkan open house pun dimulai. Panitia inti hanya terdiri dari tiga orang: BI, YE, dan EEY (Baju Indradjaja, Yenny Esari, dan Eka Efriarni Yusri ed). Rekan-rekan lain akan membantu semampunya. Semua hal yang diperlukan segera dipersiapkan: peminjaman ruang, materi pameran, dan penceramah. Materi pameran adalah buku, jurnal, atau tulisan tentang astronomi, alat-alat peraga astronomi, dan pemutaran video Cosmos. Penulis tidak sempat mengingat siapa saja yang menjadi penceramah pada kegiatan tersebut, karena kesibukan lain dan lamanya waktu yang sudah lewat. Video Cosmos diperoleh berkat pinjaman seorang rekan, IW (Iman Wicaksono ed.), yang saat itu adalah senior kami. Dari Planetarium Jakarta pun kami mendapat pinjaman lm, yang judulnya tidak penulis ingat. Papan poster harus kami sewa dari Jurusan Seni Rupa, yang diangkut dengan kendaraan bak terbuka.

  • Mondar-mandir Jakarta-Bandung, terutama untuk urusan dengan Planetarium, harus dilakukan. Promosi juga dilakukan melalui selebaran yang dicetak gratis, berkat bantuan rekan penulis. Namun luas jangkauan hanya sebatas kota Bandung. Hingga malam hari pun, penulis masih beredar di kota Bandung untuk menempelkan selebaran tersebut. Tidak terpikir untuk memanfaatkan media radio ataupun televisi, yang menurut penulis akan sangat repot dan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Saat itu internet belum sepenuhnya menyentuh dunia mahasiswa, sehingga promosi lewat internet tidak dilakukan.

    Yang mendebarkan adalah saat-saat pembukaan, yang sesuai harapan berjalan lancar. Panitia pun menempati posnya masing-masing. Kalau tidak salah, openhouse berlangsung selama tiga hari. Saat malam di antara hari-hari openhouse, penulis pun berjaga di ruang pameran, karena tidak ada cara lain untuk mengamankannya. Untungnya tidak ada satu pun barang yang hilang selama pameran. Sayangnya tidak dilakukan sesuatu untuk menampung ide, saran, atau kritik yang diberikan oleh pengunjung saat openhouse, kecuali sekedar karton untuk menuliskannya di pintu keluar.

    Satu yang diingat oleh penulis, bahwa ada pengunjung yang berkomentar Saya melihat U.F.O..

    Terima kasih.

    27Baju I. -- Kisah Open House

    Warna

    Ferry M. SimatupangKetua Divisi Asteroid periode 1993-1994

    Hmm, sudah berapa lama aku meninggalkan Himastron ya? Tentu saja meninggalkan yang kumaksudkan itu adalah tidak lagi sebagai anggota biasa, yaitu sejak aku tidak lagi menjadi mahasiswa. Dan itu berarti semenjak awal tahun 1997, lebih dari delapan tahun lalu. Cukup lama juga. Tapi tidak berarti aku jauh dari Himastron (selanjutnya akan disingkat H*), karena kebetulan tempat kerjaku bersebelahan dengan Sekretariat H* (you know what I mean).

    Karena itu, tiap hari aku biasa melihat ke arah Sekretariat H*. Dan saat melihat ke arah Sekre H* dari dapur Departemen Astronomi (saat menyeduh kopi), aku kadang suka tersenyum sendiri. Dan kadang pikiranku melayang-layang, membanding-bandingkan apa yang sedang kulihat saat itu dengan saat aku masih aktif di Himpunan. Dan satu kata yang selalu muncul di pikiranku pada saat seperti itu adalah: warna.

    -------

    Pertama kali kontak dengan H* mungkin adalah saat-saat pertama kali menginjakkan kaki ke kampus. Bagi mereka yang hampir tidak pernah bepergian jauh seperti aku, bertemu orang yang ramah di tempat baru, tentunya menjadi hal yang menyenangkan. Saat itu, sebagai angkatan baru, beberapa perwakilan dari Himastron (angkatan 90) menyambut kami dengan ramah. Pertemuan pertama ini kemudian dilanjutkan dengan interaksi-interaksi berikutnya dengan H*. Sampai akhirnya sebagian besar angkatanku mengikuti OS dan menjadi anggota H*.

  • Perjalanan Himastron

    Saat masih menjadi anggota muda, sampai sekitar tahun 1994, Sekre H* berada di lokasi yang sekarang ini berdiri Labtek X. Di depan himpunan, terhampar lapangan yang (secara sepihak) kita namakan Lapangan Andromeda. Di lapangan ini, kita masih bisa main sepak bola jika kebetulan bosen nongkrong seharian di Sekre. Dan di lapangan inilah aku pernah juga membuktikan bahwa Bumi itu memang berputar. (Sebenarnya sih, waktu itu kami sedang mengikuti pra-OS. Pada satu kesempatan, nyak dan babe dengan senang hati meminta kami berguling di Lapangan Andromeda. Dan saat itulah aku berhasil merasakan putaran rotasi Bumi...)

    Suasana di Sekre cukup menyenangkan, walau dengan keadaan seadanya. Lantainya masih lantai semen kasar setengah jadi (yang sepertinya tidak pernah berhasil dibersihkan). Karena itu, selama di dalam Sekre, kita masih harus tetap memakai sepatu jika tidak ingin kaki menjadi kotor. Sebenarnya sih, ada karpet yang menutupi separuh ruangan. Tapi berhubung lingkungannya cukup banyak debunya, tiap hari tetap harus dibersihkan jika tidak ingin debu tebal menumpuk. Karena itu biasanya sepatu jadi malas dibuka.

    Sekre punya perabot seadanya. Rak buku di salah satu pojok, dengan sejumlah koleksi buku astronomi baik yang sifatnya text book, maupun astronomi populer. Meja tempat belajar seadanya. Dan salah satu perlengkapan yang penting adalah selembar kasur kapuk tempat menghilangkan kantuk jika kebetulan abis begadang tadi malam. Masih ada lagi meja karambol, yang berperan besar mengumpulkan anak-anak H* (apalagi saat dies). Selain itu, masih ada kartu remi. Kartu remi ini kadang dadikan alat penghilang suntuk saat malas ngerjain sesuatu sementara masih harus menunggu jadwal kuliah. Sempat ada juga grup yang belajar truf, karena kebetulan ada yang cukup jago dan bersedia mengajarkannya.

    Jadi, meski Sekre keadaanya hanya seadanya (benar-benar seadanya jika dibandingkan dengan yang sekarang), tapi suasana di Sekre cukup ramai dan meriah. Ada berbagai kegiatan: responsi, bikin PR bareng (standarlah.. !), olah raga, sampai acara curhat tengah malam, tempat berkumpul mereka yang belum berkesempatan malam mingguan.

    Aku sendiri punya ikatan khusus dengan Sekre lama tsb, karena pernah magang sekitar 1 bulan di H* (seingatku sih lebih dari 1 bulan, mungkin 3 bulan, cuma tidak ingat pasti...). Magang itu dilakukan karena belum dapat tempat kost baru, sementara di tempat lama aku harus sudah

    keluar. But thats another storyDan ketika kita harus berpisah dengan Sekre lama, cukup sedih

    juga. Memang Sekre baru yang berada di puncak Gedung Labtek III itu jauh lebih bagus. Tapi banyak cerita (suka dan duka) yang tergurat di dinding-dinding Sekre lama. Dan cerita-cerita itu seolah tercabik-cabik saat dinding-dinding Sekre lama diruntuhkan. Sebagai kenang-kenangan, kami membawa beberapa potong pecahan Sekre lama yang disimpan di bawah Sekre baru. Tepatnya di pojok kiri-depan-bawah bangunan Sekre baru. Sayangnya terakhir kuperiksa, pecahan Sekre lama itu tidak lagi di tempat. Mungkin di buang karena kami lupa menorehkan catatan.

    Di Sekre baru, suasana memang lebih enak. Dekat dengan Departemen sehingga tidak perlu turun-naik tangga jika ada keperluan dengan perpustakaan atau tata usaha departemen, atau jika ada kuliah di Ruang Seminar. Apalagi saat internet pertama kali masuk himpunan. Waktu itu Departemen Astronomi sempat menitipkan beberapa komputer dari labkom untuk digunakan di Sekre, lengkap dengan koneksi internetnya. Dengan demikian, tugas-tugas kuliah bisa dikerjakan kapan saja di Sekre, tentu saja selama tidak ada yang menggunakan komputer-komputer tsb. Sekre menjadi ramai sampai malam (bahkan pagi), sesuatu yang agak jarang dirasakan di Sekre lama. Dan saat-saat malam, ketika kecapekan atau suntuk, biasanya ada diskusi-diskusi bebas. Apalagi saat mendekati tengah malam. Karena itu, secara (tidak?) resmi, ada kegiatan yang dinamakan diskusi tengah malam oleh KDTM (Kelompok Diskusi Tengah Malam).

    Kegiatan yang lebih bersifat keastronomian saat itu tidak seramai sekarang. Tapi kita sudah punya forum untuk presentasi bagi yang akan maju seminar atau sidang. Sedangkan kegiatan pengamatan hampir tidak ada, karena tidak ada seorang pun anggota H* yang memiliki teleskop. Teleskop hanya ada di Obs. Bosscha. Tapi teleskop yang sifatnya mobile hampir tidak ada, sehingga kegiatan pengamatan di Bandung tidak dimungkinkan (kecuali jika Teleskop Bamberg atau Bimasakti boleh dipinjam ke Bandung :D).

    Karena itu, kegiatan pengamatan selalu mengikuti kegiatan di Obs Bosscha. Misalnya lewat malam umum, atau kegiatan-kegiatan khusus saat ada even astronomi yang menarik (gerhana, dll).

    Saat aktif di kepengurusan H*, yang paling berkesan bagiku adalah saat memegang kendali Asteroid. Bersama-sama dengan teman-teman seide, kami berusaha mengaktian kembali majalah intern H* tsb yang

    29Ferry M. S. -- Warna 30

  • Perjalanan Himastron

    telah beberapa waktu terhenti penerbitannya. Meski kita hanya komunitas kecil, tapi kita punya rencana besar untuk Asteroid ini. Saat itu, jumlah kita memang masih sedikit, lebih sedikit dibandingkan sekarang. Bayangkan aja, satu angkatan hanya ada sekitar 10 orang. Lewat dari tahun pertama, beberapa orang gugur. Dan ditambah masih juga ada yang non-himp, sehingga satu angkatan yang akan menjadi anggota H* (pada zaman itu) dan kelak menjadi pengurus H*, terhitung sedikit. Mungkin karena kendala yang salah satunya seperti ini, maka dua orang angkatan 89 pernah berturut-turut menjadi ketua himpunan, baru kemudian diikuti oleh yang dari angkatan 91.

    Mengurus sebuah majalah intern memang menarik bagiku. Tapi itu tidaklah berarti hal yang mudah. Yang kuingat, hanya 3 orang (angkatanku) yang aktif (dalam struktur) bergerak mencoba menghidupkan dan mengembangkan Asteroid. Aku sebagai ketua, Sungging (Emmanual Sungging Mumpuni) yang menangani lay-out, dan Senja (Moch. Arief Senja) yang membantu di bagian distribusi dan pemasaran. Namun sebenarnya ketika turun ke lapangan, semuanya dikerjakan bersama (dan tentu juga dibantu oleh rekan-rekan lainnya). Untuk urusan lay-out, berhubung komputer masih cukup langka dan masing-masing kita juga tidak ada yang punya komputer, maka untuk kerjaan itu, Sungging dan aku biasanya kelayapan mencari pinjaman pemakaian komputer. Dan dengan soware seadanya, kita sempat menerbitkan Asteroid beberapa edisi. Kami sempat bermimpi besar untuk mengembangkan Asteroid lebih lanjut. Menjadikan Asteroid tidak hanya menjadi majalah intern H*. Sebagai langkah awal, Asteroid sempat disebar ke himpunan-himpunan mahasiswa se-ITB untuk memperoleh feedback. Guna peningkatan kualitas Asteroid.

    Pada perkembangan berikutnya, pengurus mencari cara bagaimana supaya Asteroid bisa konsisten dalam sebuah organisasi mengalir seperti himpunan mahasiswa. Diusulkan supaya Asteroid memiliki organisasinya sendiri, terlepas dari kepengurusan himpunan. Tapi Asteroid sendiri tetap di bawah H*. Rencana itu baru setengah jadi ketika kita sampai pada titik di mana penerbitan Asteroid tidak dimungkinkan lagi. Rintangan paling besar adalah biaya. Setiap penerbitan membutuhkan biaya yang cukup besar bagi kocek organisasi kecil seperti H*. Asteroid juga tidak berhasil mencari sponsor atau mendapatkan suntikan dana dari sumber lain selain H*. Akibatnya, dengan berat hati penerbitan Asteroid terpaksa dihentikan. Sedih memang

    Saat-saat terakhir sebagai anggota biasa di H*, perkembangan keadaan H* terlihat semakin baik. Baik dari segi kegiatan maupun fasilitas. Kalaupun masih ada hal yang agak mengganjal di H* (yang kurasakan sampai saat akhir status anggota biasaku di H*) adalah masalah komunikasi. Banyak masalah yang seharusnya tidak terjadi, tetap terjadi hanya karena kekurangan skill kita dalam berkomunikasi. Karena masalah ini pula aku (dengan berat hati) sempat meninggalkan sebuah kegiatan besar H*, sebagai protes karena merasa komunikasi antar anggota yang begitu jelek. Beberapa kegiatan H* juga sempat batal gara-gara kurang komunikasi. Mudah-mudahan masalah seperti ini tidak ada lagi di H* saat ini.

    -------

    Warna. Satu kata itu kembali menari-nari dalam pikiranku saat kopi seduhanku siap diminum. Mengapa warna? Mungkin karena aku sering memperhatikan kegiatan dan aktivitas H* dari waktu ke waktu. Yang kuperhatikan, tiap periode (pengurus, angkatan, dll) membawa warna yang unik pada H*. Warna-warna baru bisa memperkuat, memberikan nuansa baru, atau malah amat kontras dari komposisi warna yang telah ada. Tiap warna baru menambah dimensi baru pada H*. Semuanya memperkaya bias pelangi H*. Dan sambil meninggalkan dapur untuk melanjutkan pekerjaan, aku menoleh sekali lagi ke arah Sekre H*. Aku kembali tersenyum. Karena aku kembali melihat bias warna-warni H* dalam benakku

    31Ferry M. S. -- Warna 32

  • Perjalanan Himastron

    Himastron dan Sepakbola

    Gabriel Iwan PrasetyonoSekretaris Umum Himastron ITB periode 1998-1999

    Himastron identik dengan sepakbola. Setidaknya itu kesan pertama saya terhadap Himastron. Ya.. di pertengahan tahun 1995 hingga 1998, kekuatan Himastron sangat diperhitungkan di kancah persepakbolaan ITB.

    Tersebutlah seorang senior saya yang bernama lengkap Mochammad Arief Senja (AS91). Dialah penggerak utama dari semuanya ini. Dia memiliki keyakinan bahwa jika semua cowok Himastron dikumpulkan dan dilatih akan tercipta sebuah tim sepakbola yang tangguh. Berangkat dari keyakinan ini bergeraklah beliau mengumpulkan dan melatih teman-temannya. Setelah dikumpulkan ternyata didapati tidak sedikit cowok-cowok Himastron yang berbakat dalam olahraga.

    Liga ITB dan Amisca Cup

    Tahun-tahun 1993 dan 1994 adalah tahun-tahun yang sulit bagi tim Himastron. Himastron dengan kostum kebanggaan berwarna ungu (temen-temen masih dapat melihat fotonya berjajar dengan deretan piala kita) menjadi bulan-bulanan tim lawan.

    Pelan namun pasti tim Himastron semakin tangguh. Dengan kostum baru berwarna biru, tim Himastron memasuki kancah Liga ITB 1995 dan berhasil menjadi seminalis sebelum akhirnya dikalahkan oleh MTI (kalau tidak salah).

    Di mata seorang junior seperti saya, inilah kebanggaan riil yang bisa saya rasakan menjadi seorang Himastroners. Pernah suatu ketika pertandingan Himastron bentrok dengan jadwal kuliah Astrosika I. Entah mendapat ide dari mana, ketua angkatan saya membuat sebuah surat yang ditujukan kepada asisten kuliah saat itu, Bapak Budi Dermawan, bahwa peserta kuliah Astrosika I tidak dapat menghadiri kuliah karena akan menonton pertandingan Himastron. Kontan saja Pak Budi Dermawan marah besar dan pada pertemuan berikutnya beliau ngambek tidak mau mengajar.

    Ada sebuah cerita ketika Himastron harus berhadapan dengan HMIF di lapangan Sabuga. Teman saya satu angkatan dari HMIF bertanya kepada saya Himastron mau dikasih berapa nih?. Karena saya yakin bahwa Himastron akan menang, maka saya jawab Lihat aja nantee!. Peluit tanda pertandingan ditiup dan dimulailah penderitaan anak-anak HMIF. Gol demi gol lahir dari kaki anak-anak Himastron. Babak I berakhir dengan skor 4 0 untuk Himastron dan saya tersenyum puas kepada teman saya itu. Penderitaan HMIF tidak berhenti sampai di situ karena gol demi gol masih menghujani gawang mereka di babak II. Ketika skor menjadi 5 0 saya melihat panitia sibuk menuliskan angka 5 pada selembar kertas untuk ditempelkan di papan skor. Rupanya mereka tidak menyangka bahwa skor hari itu melebihi angka 4. Kesibukan panitia tidak berhenti sampai di situ karena mereka harus mengulangi pekerjaan yang sama sampai 3 kali. Ya.. pertandingan hari itu berakhir dengan skor 8 0 untuk Himastron. Sebuah kemenangan terbesar dalam sejarah sepakbola Himastron. Itulah ganjarannya jika Anda meremehkan Himastron!

    Karena jumlah cowok Himastron yang sedikit, maka saya berpikir bahwa akan tiba saatnya bagi saya mengenakan kostum tim nasional Himastron. Dan benar saja.. pada kesempatan Amisca Cup tahun 1996 saya sudah diturunkan sebagai starter. Pada pertandingan pertama kami harus berhadapan dengan MTI, juara liga ITB tahun 1995. Kami menang dengan skor 1-0 berkat gol penalti yang dicetak oleh Sugiono (AS93) karena penjaga gawang MTI handsball di daerahnya sendiri. Aneh ya.. penjaga gawang kok bisa handsball. Ya.. dia memegang kembali bola tendangan gawang yang sudah diperintahkan wasit untuk ditendang. Dengan kemenangan itu kami pun berhak melangkah ke perempatnal berhadapan dengan GEA (Gile Cing.. nih undian berat banget!) nalis liga ITB tahun 1995.

    34

  • Perjalanan Himastron

    Pertandingan dengan GEA adalah pertandingan paling berkesan yang pernah saya alami bersama timnas Himastron. Bagaimana tidak, jika melihat reputasi GEA yang seperti itu. Anak-anak GEA berbadan kekar-kekar dan terkenal kumal dan kasar, maklum anak lapangan. Satu lagi... suporter GEA tidak pernah bisa menerima jika timnya kalah. Masih terkenang di benak saya jalannya nal liga ITB 1995 di mana GEA dikalahkan MTI. Setelah pertandingan usai, suporter GEA mengejar-ngejar dan memukuli pemain MTI. Hiiiyyy... syerem. Apakah hal itu bakal terjadi juga pada Himastron?

    Karena kesibukan dari masing-masing pihak, pertandingan perempatnal tersebut ditunda beberapa kali hingga berlangsung hanya 2 hari sebelum pertandingan seminal digelar. Maklum, jika ada satu saja anggota tim Himastron yang berhalangan hadir karena harus kuliah, maka Himastron tidak dapat bertanding.

    Maju terus pantang mundur, sing penting sehat! Tiada lagi semboyan yang dapat kami ungkapkan. Karena semua cowok harus memakai kostum tim nasional, maka tinggallah cewek-cewek Himastron yang menjadi suporter kami. Inilah aset berharga kami. Namun demikian kami tetap was-was.. bagaimana jadinya suporter kami ketika kami sedang dipukuli oleh suporter GEA?

    Karena kami sadar bahwa kami adalah pihak yang lemah, maka tidak ada pilihan strategi bagi kami selain bertahan. Dua kali 35 menit yang penuh penderitaan karena kami berada dalam tekanan tidak cuma sik tetapi juga mental. Caci-maki harus kami terima bukan cuma dari pemain lawan tetapi juga dari para suporternya. Julukan-julukan kebun binatang keluar dengan begitu lancar dari mulut mereka. Tetapi hawa sejuk kami peroleh dari para suporter kami karena mereka pun lancar mengeluarkan julukan-julukan kebun binatang bagi tim lawan (saluuut dah buat cewek-cewek perkasa Himastron ). Dua kali 35 menit berakhir dengan skor 0 0 dan kami pun harus menjalani adu penalti. Sampai penendang ke-5 kedua tim mampu melesakkan bola ke gawang lawan masing-masing. Penendang ke-6 dari Himastron adalah Nandi Gunarsa (AS 90) sang penjaga gawang. Nandi berhasil menunaikan tugasnya dengan baik. Penendang ke-6 dari pihak GEA juga sang penjaga gawang. Dan dia gagal! Meluncurlah kami ke seminal Eiiit tunggu dulu apakah drama berikutnya akan terjadi? Ternyata pria-pria GEA adalah pria-pria gentlemen. Mereka ternyata tidak mengejar-ngejar kami (setelah pertandingan usai kami langsung berlindung di balik para suporter kami

    :-p). Rupa-rupanya mereka takut terhadap suporter-suporter kami yang masih terus saja berteriak-teriak mencaci maki mereka. Heheheh... rasain luh!.

    Andai saja kami pemain timnas Indonesia, istirahat 2 hari tentu sudah cukup bagi kami. Tetapi bilur-bilur luka ini belum sembuh ketika di seminal kami harus menghadapi HMT (seminalis liga ITB 1995 dan akhirnya juara turnamen ini) yang sudah istirahat selama 1 minggu. Kaki ini sudah tidak mau dipaksa lagi untuk berlari. Di lapangan pun kami merasa ajal kami sudah dekat saking capeknya. Kami pun kalah dengan skor 2 0. Tetapi kami pulang dengan kepala tegak, karena kami telah berjuang sampai... hampir mati. Satu hal yang perlu dicatat pada turnamen Amisca Cup saat itu bahwa kami mencapai seminal dengan semua gol berasal dari titik penalti :-D.

    Itulah prestasi-prestasi yang dicapai oleh footballers Himastron. Setelah Amisca Cup 1996 Himastron tidak lagi dapat mencapai prestasi tinggi. Selain mulai ditinggalkan oleh para pemain handalnya juga karena lawan mulai melakukan perhitungan jika berhadapan dengan kami sampai akhirnya PS-ITB dan Amisca tidak lagi mampu mengadakan liga ITB dan Amisca-Cup. Konon kabarnya biaya sewa lapangan Sabuga sangat mahal.

    FMIPA Cup 1997

    Rasanya belum puas kalau kami belum bisa menjadi juara. Kami sadar bahwa untuk menjadi juara di tingkat ITB adalah pekerjaan yang sangat berat. Jika saja ada satu turnamen tingkat fakultas, rasa-rasanya kami bisa menjadi juara. Itulah alasan Himastron untuk mengadakan turnamen sepakbola tingkat fakultas.

    Enam tim himpunan di FMIPA kami undang (HIMATIKA, HIMAFI, HMGF, Amisca, HMF dan Nympheae). Berhubung dana yang terbatas, kami tidak dapat mengadakan satu kejuaraan dengan sistem kompetisi. FMIPA Cup berlangsung dengan sistem gugur. Tapi bagaimana ini.. kita khan cuma bertujuh? Akhirnya disepakati untuk mengundang tim tamu KMSR dengan pertimbangan bahwa mereka adalah satu-satunya himpunan yang mewakili 1 fakultas. Turnamen ini didukung penuh oleh kepala UPT Olahraga saat itu: Bapak Suhardja D. Wiramihardja yang selain jebolan Himastron juga merupakan dosen wali saya :p. Selain

    35Gabriel I. P. -- HIMASTRON dan Sepakbola 36

  • Perjalanan Himastron

    menyumbang sejumlah uang, Pak Hardja juga berkenan memberikan potongan harga sewa lapangan (koneksi nih ye.. :p).

    Undian mewajibkan Himastron melakukan pertandingan pertama melawan HIMAFI dan ternyata Himastron KALAH 2 - 3! Huahahah1000. Inilah peristiwa paling konyol dalam sejarah persepakbolaan Himastron. Pingin juara tapi malah kalah di pertandingan pertama! Jika para footballer yang bertanding saat itu dikumpulkan saat ini dan disuruh mengenang saat-saat itu maka akan tercipta satu koor tawa (karena sudah tidak sanggup lagi menangis) yang akan berlangsung selama berjam-jam.

    Yah apa boleh buat pada pertandingan-pertandingan selanjutnya kami hanya bertindak sebagai pencatat papan skor untuk tim lain (hiks..hiks). Itulah turnamen FMIPA Cup yang pertama dan yang terakhir sampai saat ini yang duarai oleh KMSR sebuah tim dari fakultas lain (semakin lengkaplah kekonyolan turnamen ini!).

    Tur

    Footballers juga mengadakan tur sebab event kejuaraan di dalam ITB sangat sedikit. Tur-tur ini tidak hanya berlangsung di Bandung saja. Kami pernah bertanding di Cililin, Cipanas, Kuningan bahkan sampai Bungbulang sebuah kota kecamatan terpencil di selatan Garut. Khusus untuk tour ini kami tidak peduli hasilnya. Yang penting bagi kami adalah sehat dan senang karena selain main bola juga sekalian jalan-jalan.

    Pada sebuah tur ke Kuningan, ketika kami sedang dalam perjalanan ke rumah Safaat Bahrun (AS92, budak Kuningan yang mengundang kami), kami melihat sebuah mobil pick-up dengan seperangkat sound-system ditumpangi sekelompok anak muda berkeliling-keliling kota. Di atas pick-up itu berkibarlah 2 bendera besar. Dengar punya dengar ternyata mobil tersebut sedang mengumumkan akan adanya sebuah pertandingan sepakbola akbar. Lihat punya lihat Wheeeladalah! Ternyata salah satu bendera besar yang berkibar di atas pick-up tersebut adalah bendera Himastron! Silakan bayangkan bagaimana perasaan kami saat itu!

    Saat tur ke Bungbulang, salah satu mobil yang kami tumpangi mogok di tengah kebun teh di pedalaman Garut. Saat itu lepas magrib dan listrik ternyata belum masuk desa itu. Suasana begitu gelap, dan langit begitu cerah. Dasar anak Himastron... kesempatan saat itu tidak kami sia-siakan untuk berdiskusi mengenai langit. Barangkali inilah kesempatan

    pertama bagi sebagian besar anak-anak berada di bawah langit cerah jauh dari pengaruh cahaya kota. Untuk pertama kalinya saya melihat sosok Bima-Sakti (benar-benar sosok Bima-Sakti, bukan hanya Milky Way!) di situ.

    Jika kami bertanding di pelosok, maka dapat dipastikan 100% bahwa penonton-penonton wanita akan mendukung kami. Yah.. itulah kenikmatan lain dari tur-tur ke luar kota.. kami jadi pujaan kaum hawa di situ. Ketika gawang kami terancam (dan seringkali memang terancam) maka terdengarlah jeritan-jeritan histeris (yang terdengar sangat mesra di telinga kami :p) dari mulut mereka. Sesaat kami menjadi seperti selebritis. Wajar kalau mereka histeris, sebab selain kami ini anak-anak ITB, kulit kami lebih terawat daripada kulit tim tuan rumah hahahah... Dan bukan alasan itu pula jika kami selalu kalah besar jika harus bertanding di pelosok :p. Sesaat kami lupa pada suporter-suporter kami yang ada di Bandung sebab transportasi yang terbatas membuat kami tidak bisa mengangkut mereka :p.

    Dampak

    Ternyata keberhasilan footballers memberikan dampak yang luar biasa pada cabang olahraga lain. Kekompakan kami di lapangan sepakbola terbawa juga sampai ke lapangan bola voli. Kami berhasil menjadi nalis HMS Cup! Kekompakan ini juga menular ke para suporter kami, para cewek perkasa Himastron. Mereka berhasil meraih juara III kejuaraan bola voli Kartini Cup. Sesaat mereka boleh berbangga karena piala juara III Kartini Cup mereka lebih besar daripada piala juara II HMS Cup kami heheheh...

    Bukom Footballers

    Footballers mempunyai bukom, yakni bagian belakang bukom resmi huahahah Di sana kami menulis uraian tentang pertandingan yang baru saja kami lewati, tentang strategi mendatang, tentang calon lawan kami, bahkan juga tentang pertandingan-pertandingan yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan footballers. Porsi terbanyak tulisan di bukom itu adalah tentang Liverpool. Dasar Si Boyke (Boyke Ramdhani,

    37Gabriel I. P. -- HIMASTRON dan Sepakbola 38

  • footballers angkatan 94, hooligan Liverpool)! Jika tiba saatnya Piala Eropa dan Piala Dunia datang (1996 dan 1998), bukom footballers menjadi ajang caci-maki antara pendukung Jerman vs pendukung Inggris. Sebenarnya pendukung Jerman cuma satu yaitu Senja, dan pendukung Inggris cuma satu yaitu Boyke, tapi mereka sanggup menghabiskan berlembar-lembar bukom footballers untuk saling mencacimaki. Mengaku sebagai pendukung mati Jerman dan Inggris, tetapi ketika saling mencacimaki mereka menggunakan bahasa Sunda! Huh!

    Penutup

    Kapan kumpul lagi yeuh!

    Formasi terbaik yang pernah dimiliki Himastron (seminalis Liga ITB 1995):

    Era AD/ART Himastron ITB

    Revisi 2001

    39Gabriel I. P. -- HIMASTRON dan Sepakbola

  • Perjalanan Himastron

    Menumbuhkan Kepercayaan Pada Diri Sendiri

    Aldino Adry BaskoroKetua Himastron ITB Periode 2001-2002

    Gerbang Pembuka

    Mendengar kata Himastron mengingatkan saya pada masa-masa awal di mana saya berusaha menjadi mahasiswa dan manusia. Masa-masa awal di TPB merupakan Tahap Paling Berat menurut saya karena pada saat itu saya berada pada kondisi bertransformasi dari bocah yang pendiam menjadi yang pendiam. Masa-masa kritis ini untungnya dapat terlalui dengan seringnya berinteraksi dengan lingkungan ITB termasuk dengan Himastron ITB melalui kaderisasinya. Himastron ITB merupakan salah satu komponen dalam hidup saya yang membangunkan saya dari tidurnya. Memang kalau mengandalkan ingatan akan sulit menceritakan hal-hal yang terjadi saat kepengurusan berada pada masa angkatan saya (Angkatan 99) berkuasa. Catatan-catatan pribadi penulis tentang organisasi kecil ini sangat membantu dalam penyusunan manuskrip ini. Ketertarikan penulis untuk menulis pengalaman-pengalaman di H* dalam sebuah buku pribadi terilhami dari sebuah buku catatan pribadi yang ditulis oleh almarhum seorang wartawan, Ahmad Wahib, yang berjudul Pergolakkan Pemikiran Islam. Yang menarik adalah saat di H* (panggilan sayang untuk Himastron ITB) inilah saya mulai dikenal sebagai seorang pujangga kecil karena puisi-puisi saya yang banyak terserak di bukom H*. Inspirasi dan bahasa jiwa sering mampir ketika saya berkontemplasi di terowongan angin ini (baca: sekre H*).

    Masa Pengembalian Kepercayaan Diri

    Saya masih ingat ketika hearing pemilihan ketua H* dulu, visi dan misi yang saya kemukakan tidaklah terlalu hebat. Membuat Himastron menjadi organisasi yang tidak dilecehkan bahkan oleh pengurusnya sendiri. Menurut saya hal ini penting karena kalau kita tidak mempercayai dan menghargai diri sendiri sebagai organisasi, kita tidak akan pernah ada kemauan untuk mengembangkan diri. Dan anehnya, saya yang malah mendapat durian runtuh itu yaitu mengemban amanat menjadi ketua. Kepengurusan 2001-2002 sempat molor beberapa bulan dikarenakan sebelumnya angkatan 99 tidak ada yang maju sebagai calon ketua sehingga dibentuklah presidium sebagai solusi agar tidak ada vaccum of power. Salah satu tugas dari presidium adalah membuat AD-ART baru dan mengesahkannya.

    Boleh dikatakan, kepengurusan periode 2001-2002 merupakan uji coba dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himastron ITB 2001. Kondisi internal diperbaiki dan hubungan dengan lembaga lain antara lain Departemen Astronomi maupun himpunan lain mulai dalin kembali. Perbaikan kondisi internal meliputi menyamankan suasana rapat, memperbaiki sistem pengarsipan, melakukan pembersihan sekretariat secara teratur, dan meningkatkan kas H*. Dulu, kebanyakan anggota pengurus H* pada masa itu, ketika mendengar kata rapat, persepsi yang terbayang di kepala adalah sesuatu yang sangat membosankan karena suasana yang serius. Rapat-rapat H* kemudian dirombak dengan suasana yang santai dan serius, terkadang bercanda namun tidak melupakan inti pembahasan. Pimpinan rapat pada setiap pertemuan di-rolling (bergantian), agar setiap anggota pengurus merasakan bagaimana nikmatnya menjadi pimpinan rapat ini. Hal ini juga berlaku apabila H* membuat suatu kegiatan baik itu syukuran wisuda, pengamatan langit malam, maupun kegiatan lainnya. Tujuannya sama, agar setiap anggota, khususnya pengurus, merasakan bagaimana pengalaman menjadi pucuk pimpinan.

    Hubungan dengan pihak departemen diperbaiki dengan melakukan sosialisasi badan kepengurusan di awal masa jabatan. Kepanitian syukuran wisuda yang diambil alih oleh pengurus menjadi momen bagi departemen untuk melihat H* baru. Salah seorang dosen pernah mengatakan kepada saya: Himastron jangan hanya mengurusi urusan internal saja dong, sudah saatnya keluar! Dan pernyataan ini coba kami jawab dengan memberanikan diri menerima tawaran dari Pembinaan

    43

  • Perjalanan Himastron

    Anak Salman ITB untuk melakukan pengamatan langit malam di daerah Cipatujah, Tasikmalaya, Jawa Barat. Seluruh konsep acara dari plan A sampai plan AZ, benar-benar dipikirkan secara bersama-sama dan keluar dari kepala anak-anak H* sendiri. Sebagai catatan, saat itu, kegiatan yang sifatnya pengabdian masyarakat lebih sering dilakukan oleh Himpunan Astronomi Amatir Bandung (HAAB) yang notabenenya banyak menyerap anggota H* sebagai pekerjanya. Hal ini tentu saja kurang baik sehingga Divisi Ekstern, bersama Ketua H*, pada permulaan tugasnya melakukan pembicaraan terhadap pentolan HAAB tentang pengaturan pemberdayaan anggota H* di HAAB dan pemisahan alamat sekretariat.

    Media komunikasi H* bertambah dengan mulai di-launching-nya homepage H* versi 1 yang dapat diakses pada www.as.itb.ac.id/himastron. Selain itu dalam jagad maya, H* mendapat fasilitas berupa alamat email yang diperoleh dari departemen dengan alamat [email protected] (tanpa students lho!). Media email ini terbilang efektif karena kita bisa menjalin hubungan dengan pihak luar termasuk juga memberikan masukan-masukan kepada masyarakat baik yang ingin menjadi mahasiswa astronomi maupun yang menanyakan tentang konsep-konsep astronomi.

    Di bidang eksternal, hubungan dengan Kabinet KM-ITB boleh dikatakan kurang karena Ketua H* jarang mampir ke sekretariat kabinet. Namun, hubungan dengan himpunan departemen lain cukup baik melalui forum komunikasi antara ketua himpunan departemen (FKHD = Forum Komunikasi Ketua Himpunan Departemen). Bahkan H* pernah menjadi koordinator bulanan yaitu bulan Juli 2002 dengan tempat pelaksanaan rapat di sekretariat H*. Banyak ketua himpunan yang berkomentar positif ketika melihat sekretariat himpunan kita yang eksotis dan romantis ini. Eksotis karena letaknya yang paling tinggi sehingga pemandangan ITB dari atas maupun langit biru dapat terlihat, romantis karena jika kita beruntung, kita dapat meneropong menggunakan binokular untuk melihat perilaku burung-burung yang sedang bercengkrama. Hal lainnya adalah H* mulai melakukan hubungan dengan pihak dari luar negeri yaitu dengan Anglo Australian Observatory (AAO) via David Malin. H* diberikan secara gratis beberapa citra astronomi beresolusi tinggi (tepatnya 34 citra) yang dapat dimanfaatkan bagi pembuatan poster maupun dicetak dalam kertas foto. Produk ini diperbolehkan dual di Indonesia yang tentunya sangat bermanfaat bagi H* untuk menambah kasnya. Kerjasama ini dilakukan dalam bentuk penandatanganan nota kesepahaman antara tiga belah pihak yaitu Ketua H*, Ketua Departemen Astronomi yaitu oleh Bapak

    44Aldino A. B. -- Menumbuhkan Kepercayaan Pada Diri Sendiri

    Tauq Hidayat, dan David Malin mewakili pihak AAO .Jika boleh saya katakan masa presidium adalah masa perancangan

    dari pondasi, maka masa kepengurusan 2001-2002 adalah masa perintisan dan peletakkan pondasi. Salah satu perintisan yang pernah dilakukan adalah Astrofotogra dengan Denny Mandey sebagai motor penggeraknya. H* mulai mencoba melakukan pengamatan-pengamatan secara rutin di Observatorium Bosscha dengan target mendapatkan citra objek-objek langit baik planet, bulan, maupun bintang. Dua buah benda yang sangat legendaries bagi H* menurut saya adalah Teleskop Takahashi dan Kamera Digital Sony Cyber Shoot. Teleskop ini sudah seringkali menemani perjalanan Himastron baik dalam mempopulerkan astronomi kepada khalayak maupun digunakan untuk pengamatan-pengamatan intern organisasi. Teleskop ini pulalah yang menjadi idola dan jagoan pada saat kegiatan astrofotogra diadakan. Penjagaan ketat oleh Bapak Hakim L. Malasan tentang penggunaan teropong ini mengajarkan kami bagaimana menghargai alat. Tidak hanya sekedar bisa memakai tetapi juga harus bisa menjaga dan merawatnya. Tak jarang jantung kami dipacu dengan cepat manakala sehabis menggunakan teropong ini dan kami telah merasa mengembalikannya seperti semula, ternyata masih dipanggil oleh pak Hakim. Sungguh suatu pengalaman yang menarik dan penuh dengan pelajaran.

    Meneropong Masa Depan

    Louis Pasteur, penemu antibiotika penicillin, pernah mengatakan Chance Favours The Prepared Mind, artinya kesempatan berpihak pada mereka yang siap. Pernyataan ini sangat relevan dan jika kita hubungkan dengan H*, kita akan melihat di mana pernyataan ini berlaku. Saya akan mengambil contoh dari salah satu misi H* yaitu mensosialisasikan ilmu astronomi. Ada yang beranggapan antara kuliah dan kegiatan mahasiswa keduanya tidak pas. Pernyataan ini tidak sepenuhnya tepat. Di H*, sosialisasi ilmu astronomi melalui kegiatan-kegiatan pengamatan baik di Bandung maupun di luar Bandung, dapat dilakukan apabila anggotanya memiliki kemampuan dasar tentang ilmu-ilmu astronomi. Bayangkan jika para anggota H* yang masih berkuliah tidak belajar dengan tekun. Ketika harus menyampaikan ilmu ini ke publik, kita tidak akan bisa bercerita banyak. Pendalaman materi astronomi di kuliah dapat diaplikasikan di H*.

    45

  • Perjalanan Himastron

    Kesempatan untuk bisa mensosialisasikan ilmu ini datangnya bisa sewaktu-waktu. Berdasarkan pengalaman, institusi berbasis pendidikan mulai dari SD sampai PT-lah yang sering mengundang H* untuk mengisi materi astronomi. Tentunya dengan persiapan yang matang dari para himastroners, kita bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari kesempatan-kesempatan yang datang ini.

    Saya akan membagi H* masa depan menjadi dua bagian yaitu dari sudut ilmiah dan dari sudut popularisasi ilmu astronomi di Indonesia. Keduanya menurut penulis sangat penting karena sisi ilmiah tidak bisa kita lepaskan karena kita belajar di sebuah institusi ilmiah bermerk gajah duduk (baca: ITB)walau kini lambang gajahnya semakin mengecilsedangkan dari sisi popularisasi astronomi, tidak bisa kita pungkiri bahwa masyarakat Indonesia masih banyak yang mempertanyakan apa guna ilmu ini bagi mereka.

    Sisi Ilmiah

    H* harus berani merutinkan kajian-kajian bertemakan astronomi dengan pemateri dari anggotanya sendiri, minimal sebulan sekali. Pengamatan-pengamatan yang sifatnya riset harus dikembangkan. Kita harus beranipenulis mengistilahkanMenghimastronkan Bosscha dan Mem-Bosscha-kan Himastron. Kegiatan-kegiatan pengamatan yang sifatnya ilmiah seharusnya dapat dilaksanakan secara teratur dan berkesinambunan. Targetnya adalah H* mampu membuat jurnal-jurnal ilmiah yang dipublikasikan secara internasional. Tak menutup kemungkinan H* akan diundang ke berbagai negara untuk mempresentasikan hasil pengamatannya. Kegiatan ini tentu saja sangat didukung oleh pihak departemen. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah pengadaan teropong bintang di H*. Teropong ini sangat berguna apabila ada anggota-anggota H* yang bermalam di sekretariat H*. Apabila cuaca cerah, maka dengan adanya teropong yang bersemayam di sekre H*, anggota akan lebih mudah mempraktekkan skill penggunaan alat astronomi pengintip ini.

    Popularisasi keilmuan Astronomi.

    Pengalaman penulis ketika nimbrung di sebuah pelatihan tentang Migas di Hotel Hya Bandung sekitar awal tahun 2005-an menjadikan mimpi

    46Aldino A. B. -- Menumbuhkan Kepercayaan Pada Diri Sendiri

    tersendiri bagi penulis. Training yang dilakukan bersifat eksklusif karena pesertanya hanya empat orang dengan ruangan ber-AC yang sangat nyaman. Kedepannya penulis sangat mengharapkan H* bisa melakukan hal yang serupa. Serupa yang dimaksud tentunya bukan tema tetapi lebih ke suasananya yang eksklusif. Presentasi yang kita lakukan, tentunya tentang astronomi, ditujukan bagi masyarakat kelas atas yang haus akan ilmu pengetahuan. Tentunya mereka akan berani membayar mahal untuk kegiatan semacam ini. Kesempatan ini semakin terbuka dengan diadakannya Olimpiade Astronomi Nasional sebagai bagian dari Olimpiade Sains Nasional. Banyak daerahtermasuk pula daerah-daerah kaya yang concern pada pendidikanyang memerlukan pelatih bidang astronomi. Ini peluang bagi kita.

    Mungkin ada yang berpendapat: Kok kita jadi doyan duit dan menjadi eksklusif? Tidak, bukan ini tujuannya. Dari dana-dana besar yang kita peroleh maka kita dapat melakukan subsidi silang. Artinya H* bisa melakukan road show, misalnya ke 10 kota besar (atau kurang banyak?) di Indonesia, saat masa liburan akhir semester genap. Kita bisa menjangkau ke sekolah-sekolah atau ke institusi-institusi yang kurang mampu. Dengan demikian fungsi mahasiswa sebagai guardian of knowledge dapat kita lakukan. Kita turut mencerdaskan bangsa ini dengan ilmu yang kita punyai. Dengan semakin tersosialisasinya ilmu langit ini diharapkan masyarakat kita mengentahui posisi penting keilmuan astronomi bagi kehidupannya yang tentunya tidak hanya berada di tataran praktis saja. Curiosity atau rasa keingintahuanlah yang menyebabkan manusia bisa berkembang.

    Gerbang Penutup

    Walaupun saat ini organisasi mahasiswa di ITB termasuk juga Himastron ITB sedang mengalami tekanansaya menamakannya NKK/BKK jilid IIdi mana kaderisasi himpunan dilarang oleh pihak rektorat, saya mengharapkan kaderisasi Himastron ITB tetap berjalan dengan berstrategi dan berkomunikasi. Kita mempunyai stakeholder yang besar di masyarakat walaupun secara power sangat lemah untuk mempengaruhi kebakan institusi ITB. Tri Dharma Perguruan Tinggi seharusnya dilaksanakan tidak dengan timpang dalam arti hanya menonjolkan di satu sisi saja. Dan Himastron ITB mempunyai peran dalam pengabdian pada masyarakat. Tetaplah berjuang dan tetaplah mengabdi untuk masyarakat.

    47

  • Perjalanan Himastron

    Himastron ITB: Kecil-Kecil Cabe

    Rawit

    Achmad Setio AdinugrohoKetua Himastron Periode 2002-2003

    Perjalanan Himpunan Mahasiswa Astronomi (Himastron) ITB memang unik. Sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan yang berusaha bergerak secara profesional memang dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan yang non-prot dan tidak memiliki keterikatan yang sangat erat bagi tiap anggota kepada organisasi Himastron ITB itu sendiri, tentu saja perjuangan untuk menjadikan Himastron ITB menjadi sebuah organisasi yang profesional akan tersendat-sendat. Namun, beberapa hal penting untuk menuju ke arah sana (baca: organisasi profesional) sudah mulai terwujudkan. Himastron ITB yang saat ini sudah memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sendiri yang telah direvisi sebanyak 3 kali, memiliki atribut-atribut penunjang kiprah Himastron ITB sebagai sebuah organisasi sampai kepada Janji Himastron yang harus diucapkan dan merupakan syarat bagi siapa pun yang ingin masuk ke alam Himastron ITB untuk menjadi anggota.

    Sesuai dengan judul yang saya cantumkan di atas, Himastron ITB adalah sebuah organisasi kecil yang sebenarnya membawa misi yang penting bagi perkembangan suatu cabang ilmu pengetahuan, yaitu Astronomi. Meskipun kecil, Himastron juga dinamis (karena itu saya mengandaikannya dengan pedasnya cabe rawit), apalagi kalau dilihat dari sejarahnya. Kecil yang saya maksudkan di sini adalah dari segi keanggotaan.

    Ketika akhir kepengurusan periode 2002-2003, anggota biasa Himastron berjumlah 52 anggota. Sedangkan anggota kehormatan hiamstron ITB yang tercatat sekitar 160 anggota. Jumlah ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan organisasi kemahasiswaan lainnya (dalam konteks ini saya hanya akan membandingkan dengan himpunan mahasiswa di ITB). Namun, sekali pun begitu, permasalahan yang dihadapi di dalam tubuh Himastron ITB dapat dikatakan tidak jauh berbeda dengan permasalahan yang ada di dalam himpunan lain. Malahan kalau boleh saya bilang, lebih rumit dibandingkan dengan himpunan lain. Sebagai contoh, jika himpunan lain pada ribut tentang siapakah yang pantas menjadi ketua himpunan dari calon-calon yang ada, Himastron ITB malah kebingungan bagaimana caranya supaya calon anggota Himastron mau mendaar sebagai calon ketua. Contoh lain, tidak seperti himpunan lain yang apabila ada pengurus yang mangkir dari kerjaannya kondisi kepengurusannya masih stabil, di dalam Himastron ITB jika ada yang hilang satu pengurus, kepengurusan tidak dapat terjamin akan stabil. Malahan kalau tidak diusahakan dipertahankan bisa amburadul!

    Dalam kesempatan ini, saya tidak akan berbicara terlalu banyak tentang apa yang terjadi saat Himastron ITB masih muda, melainkan saya akan berbicara tentang keadaan Himastron ITB ketika saya memilih untuk aktif dalam organisasi ini.

    Kepengurusan periode 2002-2003

    Sebenarnya keadaan/kehidupan Himastron I