BERITA KOMPAK

4
1 / BERITA KOMPAK / APRIL 2021 BERITA KOMPAK APRIL 2021 Jurus Jitu Kabupaten Pekalongan Tekan Angka Kemiskinan hal.1 Memastikan Akurasi Data untuk Kesejahteraan Masyarakat Tanah Papua hal.2 SIBUBA untuk Keluarga Sehat Sejahtera hal.3 Bergeliat di Kala Pandemi hal.4 Meita Annissa KOMPAK mendukung Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan meningkatkan pendapatan masyarakat miskin perajin gula aren di Desa Botosari. Sekarang mereka berbangga hati. Harga gula aren yang mereka produksi sebelumnya hanya Rp14.000 hingga Rp15.000 per kilogram, sekarang terdongkrak hingga Rp20.000. Para perajin mendapat pelatihan untuk bisa memproduksi berbagai jenis variasi gula aren, seperti gula aren dengan rasa jahe. “Kami juga diajarkan bagaimana cara mengemasnya, hingga kami bisa punya merek sendiri, yaitu Gula Aren Semut Nethes. Jadi harga jual kami bisa tinggi,” ujar Diyono, Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Perajin Gula Aren Lestari (Pagar). Pelatihan bagi perajin gula aren ini adalah satu dari berbagai program pengentasan kemiskinan yang lahir dari Laboratorium Kemiskinan, sebuah inovasi Pemerintah Kabupaten Pekalongan yang diperkenalkan sejak 2018 dan melibatkan lintas sektor. Inovasi ini diuji coba di tiga desa miskin yaitu yaitu Botosari, Kertijaya dan Mulyorejo. Laboratorium Kemiskinan memanfaatkan aplikasi SEPAKAT (Sistem Perencanaan, Penganggaran, Pemantauan, Evaluasi, dan Analisis Kemiskinan Terpadu). Aplikasi yang dikembangkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama KOMPAK dan Bank Dunia ini memiliki fitur- fitur yang digunakan dalam proses perencanaan dan penganggaran program pembangunan. Dengan aplikasi SEPAKAT, pemerintah daerah terbantu untuk menganalisis kemiskinan hingga ke tingkat individu sekaligus mengevaluasi permasalahan kemiskinan secara terpadu dan akurat. “KOMPAK memperkenalkan dan memberi pelatihan SEPAKAT untuk Organisasi Perangkat Daerah atau OPD. Kami mempelajari cara kerja SEPAKAT yang digunakan untuk menemukan permasalahan dan menentukan prioritas sekaligus mencari solusi pengentasan kemiskinan yang cocok di daerah kami,” terang Didin Nasruddin, Kepala Bidang Pemerintahan dan Sosial Budaya Bappeda Litbang Kabupaten Pekalongan. Selama lebih dari dua tahun berjalan, beberapa indikator menunjukan inovasi Laboratorium Kemiskinan mampu menekan angka kemiskinan di tiga desa sasaran. Misalnya, jumlah rumah tangga miskin dari 1.425 menjadi 1.120 rumah tangga. Inovasi ini juga mampu menekan jumlah RTLH dari 348 menjadi 86 RTHL serta beberapa penurunan indikator kemiskinan lainnya. Inovasi ini juga mengantar Kabupaten Pekalongan memenangkan penghargaan Top 45 Inovasi Pelayanan Publik dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada 2020. “Tahun 2021, Laboratorium Kemiskinan akan kami perluas hingga ke enam desa dengan program meliputi pelatihan kerja dan pemberian alat bantu kerja, perbaikan RTLH, jambanisasi, penyediaan air bersih, penanganan anak tidak sekolah dan penanganan individu dengan disabilitas,” terang Didin Nasruddin. Jurus Jitu Kabupaten Pekalongan Tekan Angka Kemiskinan Aplikasi SEPAKAT membantu program pengentasan kemiskinan lebih tepat sasaran di Pekalongan

Transcript of BERITA KOMPAK

Page 1: BERITA KOMPAK

1 / BERITA KOMPAK / APRIL 2021

BERITAKOMPAKAPRIL 2021Jurus Jitu Kabupaten Pekalongan Tekan Angka Kemiskinan hal.1

Memastikan Akurasi Data untuk Kesejahteraan Masyarakat Tanah Papua hal.2

SIBUBA untuk Keluarga Sehat Sejahtera hal.3

Bergeliat di Kala Pandemi hal.4

Meita Annissa

KOMPAK mendukung Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan meningkatkan pendapatan masyarakat miskin perajin gula aren di Desa Botosari. Sekarang mereka berbangga hati. Harga gula aren yang mereka produksi sebelumnya hanya Rp14.000 hingga Rp15.000 per kilogram, sekarang terdongkrak hingga Rp20.000.Para perajin mendapat pelatihan untuk bisa memproduksi berbagai jenis variasi gula aren, seperti gula aren dengan rasa jahe. “Kami juga diajarkan bagaimana cara mengemasnya, hingga kami bisa punya merek sendiri, yaitu Gula Aren Semut Nethes. Jadi harga jual kami bisa tinggi,” ujar Diyono, Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Perajin Gula Aren Lestari (Pagar).

Pelatihan bagi perajin gula aren ini adalah satu dari berbagai program pengentasan kemiskinan yang lahir dari Laboratorium Kemiskinan, sebuah inovasi Pemerintah Kabupaten Pekalongan yang diperkenalkan sejak 2018 dan melibatkan lintas sektor. Inovasi ini diuji coba di tiga desa miskin yaitu yaitu Botosari, Kertijaya dan Mulyorejo.

Laboratorium Kemiskinan memanfaatkan aplikasi SEPAKAT (Sistem Perencanaan, Penganggaran, Pemantauan, Evaluasi, dan Analisis Kemiskinan Terpadu). Aplikasi yang dikembangkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama KOMPAK dan Bank Dunia ini memiliki fitur-fitur yang digunakan dalam proses perencanaan dan penganggaran program pembangunan. Dengan aplikasi SEPAKAT, pemerintah daerah terbantu untuk menganalisis kemiskinan hingga ke tingkat individu sekaligus mengevaluasi permasalahan kemiskinan secara terpadu dan akurat. “KOMPAK memperkenalkan dan memberi pelatihan SEPAKAT untuk Organisasi Perangkat Daerah atau OPD. Kami mempelajari cara kerja SEPAKAT yang digunakan untuk menemukan permasalahan dan menentukan prioritas sekaligus mencari solusi pengentasan kemiskinan yang cocok di daerah kami,”

terang Didin Nasruddin, Kepala Bidang Pemerintahan dan Sosial Budaya Bappeda Litbang Kabupaten Pekalongan.

Selama lebih dari dua tahun berjalan, beberapa indikator menunjukan inovasi Laboratorium Kemiskinan mampu menekan angka kemiskinan di tiga desa sasaran. Misalnya, jumlah rumah tangga miskin dari 1.425 menjadi 1.120 rumah tangga. Inovasi ini juga mampu menekan jumlah RTLH dari 348 menjadi 86 RTHL serta beberapa penurunan indikator kemiskinan lainnya.

Inovasi ini juga mengantar Kabupaten Pekalongan memenangkan penghargaan Top 45 Inovasi Pelayanan Publik dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada 2020. “Tahun 2021, Laboratorium Kemiskinan akan kami perluas hingga ke enam desa dengan program meliputi pelatihan kerja dan pemberian alat bantu kerja, perbaikan RTLH, jambanisasi, penyediaan air bersih, penanganan anak tidak sekolah dan penanganan individu dengan disabilitas,” terang Didin Nasruddin.

Jurus Jitu Kabupaten Pekalongan Tekan Angka Kemiskinan

Aplikasi SEPAKAT membantu program pengentasan kemiskinan lebih tepat sasaran di Pekalongan

Page 2: BERITA KOMPAK

2 / BERITA KOMPAK / APRIL 2021

Reyki Gantare

Pemerintah Provinsi Papua Barat dengan dukungan KOMPAK dan Yayasan BaKTI menyelenggarakan pelatihan bagi kader kampung Program Strategis Peningkatan Pembangunan Kampung (PROSPPEK) Otonomi Khusus (Otsus) dari Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Sorong Selatan, Tambrauw, Maybrat, Raja Ampat, Manokwari, Teluk Bintuni, dan Pegunungan Arfak pada 10-18 Desember 2020.

Pelatihan daring yang diikuti 984 kader kampung (642 laki-laki dan 342 perempuan) ini bertujuan mempersiapkan mereka untuk menjalankan tugasnya mengumpulkan data kependudukan individu maupun rumah tangga serta mengoperasikan aplikasi Sistem Administrasi dan Informasi Kampung Plus (SAIK+).

PROSPPEK Otsus merupakan replikasi dari inisiatif-inisiatif penguatan distrik, kampung dan sektor yang diujicoba oleh KOMPAK di Papua Barat sejak 2017. Program ini diperuntukan untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan, pembangunan sektor ekonomi, serta pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat asli Papua. PROSPPEK Otsus memiliki empat komponen dimana salah satunya adalah memperkuat SAIK+.

“Data yang dikumpulkan kader kampung melalui SAIK+ akan menjadi acuan arah kebijakan pembangunan Provinsi Papua Barat. Maka kader kampung memiliki peran penting untuk memastikan keakuratan data,” terang Miracle Ginuny, Kepala Subbidang Data Pembangunan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Papua Barat pada pembukaan pelatihan.

Menurut Ginuny, SAIK+ menjadi penghubung antar sektor dan layanan. Data kependudukan, potensi kampung, pendidikan dan kesehatan yang ada

di dalam SAIK+ menjadi bahan bagi pemerintah dalam merencanakan program pembangunan termasuk penyediaan layanan dasar.

Samuel Waromi (56) Kepala Kampung Waroser, mengatakan SAIK+ membantu pemerintah kampung menyusun rencana kerja serta mengatur keuangan kampung. Menurut pria yang sudah empat tahun menjabat ini, SAIK+ berisi data yang akurat sehingga penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung (APBK) menjadi lebih realistis dan terukur. “Dulu kita hanya kira-kira saja. Oh, orang itu miskin, orang itu tidak. Tapi dengan SAIK+ semua data ada. Kita bisa menilai tingkat kemiskinan satu keluarga berdasarkan data yang dikumpulkan kader kampung,” terangnya. “Apalagi di masa COVID-19 ini, data yang akurat menjadi kebutuhan untuk memastikan program bantuan pemerintah dapat tepat sasaran,” imbuhnya.

“Melihat manfaat tersebut maka Pemerintah Provinsi Papua Barat akhirnya mereplikasi SAIK+ yang sudah diterapkan di 87 kampung untuk digunakan di seluruh kampung di Papua Barat dalam rangka mendukung PROSPPEK Otsus,” terang Miracle Ginuny lagi.

Pemerintah Kampung Waroser melalui Badan Pelaksana Program PROSPPEK tingkat kampung berencana memanfaatkan dana PROSPPEK untuk membuat saluran air bersih, membantu masyarakat miskin memanfaatkan lahan pekarangan untuk kebun keluarga, dan membuat kompos dari kotoran ternak. “Mengingat badan pelaksana ini baru dibentuk maka program-program PROSPPEK di Kampung Waroser akan terus berkembang termasuk untuk memulihkan sektor ekonomi, kesehatan, dan sosial di masa pandemi COVID-19,” tutup Samuel Waromi.

Memastikan Akurasi Data untuk Kesejahteraan Masyarakat Tanah Papua

Dengan dukungan dari kader kampung, pembangunan di Papua Barat akan lebih terencana

Pada tahun anggaran 2020, Pemerintah Provinsi Papua Barat telah menyalurkan dana PROSPPEK Otsus sebesar Rp250 juta/kampung bagi 1.742 kampung. Dana ini salah satunya digunakan untuk memperkuat kapasitas kampung memberikan pelayanan dasar termasuk membangun sinergi perencanaan dengan unit layanan dasar khususnya sekolah dan puskesmas.

Page 3: BERITA KOMPAK

3 / BERITA KOMPAK / APRIL 2021

SIBUBA untuk Keluarga Sehat SejahteraPaulus Enggal

Sayuti melahirkan anak keduanya dengan selamat di Rumah Sakit Umum Dr. H. Koesnadi Bondowoso pada pertengahan Januari. Meskipun termasuk ibu hamil dengan risiko tinggi akibat penyakit hipertensi, warga Desa Jatisari Kecamatan Wringin ini menjalani proses persalinan dengan senang hati.

“Alhamdulillah proses kelahiran anak saya berjalan lancar. Satu minggu sebelum melahirkan, pak tinggi1 bersama kader posyandu sudah datang ke rumah untuk mengantar saya ke puskesmas,” tutur Sayuti.

Muhammad Yasin, Kepala Desa Jatisari mengatakan kalau dirinya selalu berkoordinasi dengan bidan desa untuk memantau ibu hamil yang berisiko tinggi. “Apalagi semenjak ada SIBUBA. Kami terbantu sekali. Saya ingat waktu Ibu Sayuti ini mau melahirkan, posisi bidan desa kami juga sedang cuti pasca persalinan. Namun beliau tetap bisa memantau ibu hamil lewat aplikasi SIBUBA yang ada di handphone,” terang Muhammad Yasin.

Sistem Informasi Ibu dan Bayi (SIBUBA) adalah inovasi yang diluncurkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bondowoso dengan dukungan KOMPAK pada 2018 untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Menurut Titik Erna Erawati, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso, angka kematian ibu melahirkan (AKI) di kabupaten ini cukup tinggi. “AKI di Bondowoso rata-rata lebih tinggi dari AKI di Provinsi Jawa Timur,” terangnya. “Misalnya di tahun 2018, AKI di Bondowoso mencapai 187 per 100.000 kelahiran. Sementara AKI Provinsi Jawa Timur 91 per 100.000 kelahiran.”

Pemerintah Daerah Kabupaten Bondowoso sebelumnya telah menginisiasi berbagai terobosan guna menurunkan angka kematian bayi dan ibu melahirkan. Diantaranya program Persalinan Aman, Inisiasi Menyusui Dini, dan ASI Eksklusif (UMI PERSAMEDA), Bunda KESPRO (Kesehatan Reproduksi) untuk menekan angka pernikahan dini serta Sinergi Total Pencegahan Bersalin di Dukun Bayi dan Selamatkan Ibu (STOP BERDUKA).

“Namun upaya-upaya tersebut belum berhasil menurunkan angka kematian ibu karena pemantauan aktif terhadap kondisi ibu hamil, khususnya yang berisiko tinggi, harus dilakukan sedini mungkin dengan dukungan data yang akurat,” jelas Titik lagi. “Nah, SIBUBA adalah inovasi yang menjawab kebutuhan tersebut sekaligus melengkapi upaya-upaya yang sudah ada sebelumnya.”

SIBUBA adalah aplikasi berbasis android yang digunakan oleh bidan desa untuk mendata dan memantau kondisi ibu hamil di wilayahnya. Aplikasi ini antara lain memuat data-data fisik ibu hamil (tinggi dan berat badan, tekanan darah), riwayat persalinan sebelumnya, riwayat vaksinasi

dan penyakit bawaan yang diderita. Data-data inilah yang akan menentukan tingkat risiko seorang ibu hamil sehingga bidan bersama puskesmas setempat dapat segera menentukan langkah-langkah pemantauan dan pencegahan yang tepat.

“Apalagi SIBUBA sudah terhubung dengan data kependudukan. Kita cukup masukkan NIK2, maka akan keluar data kartu keluarganya. Dari situ kita sudah terbantu untuk melihat usia dan jarak dengan persalinan sebelumnya. Selain itu karena berbasis NIK maka tidak ada potensi salah data,” terang Apriatin Eka Marta, bidan Desa Jatisari.

Data SIBUBA juga dapat diakses melalui Sistem Administrasi dan Informasi Desa (SAID). Keterhubungan ini memudahkan pihak-pihak terkait untuk ikut memantau kondisi ibu hamil di Kabupaten Bondowoso sekaligus menggunakan data tersebut sebagai basis perencanaan dan penganggaran.

Pada 2019, Pemerintah Kabupaten Bondowoso mengalokasikan anggaran untuk Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sebesar Rp270 juta atau meningkat 15 persen dari anggaran 2018. “Ini karena kita sudah memiliki data yang akurat tentang kondisi ibu hamil di Kabupaten Bondowoso sehingga pemerintah daerah memiliki dasar yang lebih kuat untuk mengalokasikan anggaran sesuai kebutuhan,” pungkas Titik.

Aplikasi SIBUBA memastikan ibu hamil selalu terpantau dengan baik

1 Kepala Desa2 Nomor Induk Kependudukan

Page 4: BERITA KOMPAK

4 / BERITA KOMPAK / APRIL 2021

Bergeliat di Kala PandemiMeita Annissa

Berbagai persoalan, terus dihadapi oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk tumbuh dan berkembang. Terlebih di masa pandemi, tak sedikit UMKM yang harus ‘gulung tikar’. Tantangan juga dialami oleh ibu-ibu perajin eceng gondok di Desa Kubu, Kecamatan Arongan Lambalek, Aceh Barat, yang tergabung dalam Kelompok UKM Kreatif Kubu.

Cut Afnizar (35), salah seorang pengelola UKM bercerita, sebenarnya meski pandemi permintaan produk-produk kerajinan eceng gondok mereka tetap ada. Namun persoalan lain muncul saat permintaan tersebut tidak dibarengi dengan kemampuan produksi, karena para ibu yang biasa menganyam eceng gondok jumlahnya terus berkurang. “Ibu-ibu maunya setelah menganyam, mereka langsung dapat uang. Tapi tidak bisa karena hasil kerajinan harus dikumpulkan dulu, baru dikirim ke pembeli dan dibayar sekitar satu bulan kemudian,” sebut Cut Afni.

Cut Afni sempat patah arang dengan kondisi tersebut karena Kelompok UKM Kreatif Kubu tidak memiliki dana yang cukup untuk membantu memodali ibu-ibu perajin eceng gondok. Beruntung pada bulan Juni 2020, KOMPAK melalui program Keperantaraan Pasar membantu menghubungkan Kelompok UKM Kreatif Kubu dengan sumber pendanaan yaitu

BRI Syariah Cabang Meulaboh, Aceh Barat. KOMPAK juga membantu Cut Afni melengkapi berbagai syarat yang dibutuhkan.

Setelah melalui proses penilaian, BRI Syariah akhirnya mengabulkan kredit usaha mikro yang diajukan sebesar Rp20 juta untuk jangka waktu tiga tahun. Menurut Cut Afni, UKM Kreatif Kubu cukup menyisikan Rp610 ribu per bulan untuk membayar angsuran kredit usaha mikro itu. Dengan suntikan modal tersebut, hasil kerajinan ibu-ibu bisa langsung dibayarkan sehingga mereka semakin terpacu untuk menghasilkan kerajinan lebih bagus dan lebih banyak lagi.

“Alhamdulillah, sejak menerima kredit usaha mikro kami jadi bisa memenuhi permintaan yang ada dan penjualan terus meningkat. Misalnya seperti di bulan Agustus 2020 lalu, penjualan kami bisa mencapai Rp24 juta per bulan. Padahal sebelumnya, hanya sekitar Rp5-9 juta saja,” ujar Cut Afni penuh senyum.

Kini jumlah ibu-ibu perajin eceng gondok di Kelompok UKM Kubu Kreatif telah mencapai 35 orang, dari awalnya 10 – 12 orang. Diantara ibu-ibu tersebut, sebanyak empat orang merupakan perempuan kepala keluarga dan 14 orang adalah penerima bantuan sosial yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Kerajinan eceng gondok, telah membuka kesempatan bagi warga sekitar, termasuk yang miskin untuk memperoleh pekerjaan. Salah satunya Ernawati (40). Ibu tiga anak ini bisa membantu perekonomian keluarga karena suami yang sehari-hari bekerja sebagai petani sering sakit. “Alhamdulillah, dalam sebulan bisa dapat satu juta rupiah. Sangat membantu sekali,” kata Ernawati.

Selain Ernawati, Caribanun (65) juga bersyukur di usia yang tidak lagi muda, ia masih bisa membantu mencukupi kebutuhan keluarga dengan menjadi perajin selama lima bulan terakhir ini. Dengan menganyam eceng gondok, ia merasa lebih berdaya. “Pasti kemampuan saya tidak sama dengan yang muda. Tapi saya senang karena banyak yang membantu,” ujar Caribanun.

Kelompok UKM Kubu Kreatif sendiri telah mendapat dampingan KOMPAK bersama dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat melalui program Keperantaraan Pasar sejak tahun 2018. Mereka mendapat pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas produk-produk mereka, dengan melibatkan para pelaku pasar. Sejak tahun 2019, produk-produk dari UKM Kreatif Kubu telah menembus pasar di luar Provinsi Aceh, seperti Yogyakarta dan Jakarta. “Kami bersyukur selalu didampingi KOMPAK, sehingga apapun kendalanya bisa kami hadapi,” pungkas Cut Afni.

Kelompok ibu-ibu pengrajin eceng gondok di Aceh Barat, tetap bertahap di tengah pandemi