BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

19
33 BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme Kata “pluralisme” berasal dari bahasa Inggris, “pluralism”. Apabila merujuk dari Wikipedia bahasa Inggris, definisi Pluralism adalah: “In the social sciences, pluralism is a framework in which groups show sufficient respect and tolerance of each other, that hey fruitfully coexist and interact without confiuct or assimilation.” Suatu ruang lingkup dimana tempat setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleransi satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi (pembauran/pembiasaan). Dalam kamus teologi, Pluralisme adalah pandangan filosofis yang tidak menganggap segala sesuatu pada satu prinsip terakhir, melainkan menerima adanya keragaman. Pluralisme dapat menyangkut bidang cultural, politik dan religius. 1 Sedangkan pluralisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pluralisme adalah keadaan masyarakat yang mejemuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya). 2 Saat ini, plualisme menjadi polemik di Indonesia karena perbedaan mendasar antara pluralisme dengan pengertian awalnya, pluralism, perbedaan itu adalah: 1. Pluralisme diliputi semangat religius, bukan hanya sosial kultural. 2. Pluralisme digunakan sebagai alasan pencampuran antar-ajaran agama. 1 Moh. Shofan, Pluralisme Menyelamatkan Agama-agama, Yogyakarta, Samudra Biru, 2011, hlm. 48 2 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (KBBI), Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, 2005, hal. 883

Transcript of BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

Page 1: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

33

BAB III

TINJAUAN UMUM PLURALISME

A. Pengertian Pluralisme

Kata “pluralisme” berasal dari bahasa Inggris, “pluralism”. Apabila merujuk

dari Wikipedia bahasa Inggris, definisi Pluralism adalah: “In the social sciences,

pluralism is a framework in which groups show sufficient respect and tolerance

of each other, that hey fruitfully coexist and interact without confiuct or

assimilation.” Suatu ruang lingkup dimana tempat setiap kelompok menampilkan

rasa hormat dan toleransi satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi

(pembauran/pembiasaan). Dalam kamus teologi, Pluralisme adalah pandangan

filosofis yang tidak menganggap segala sesuatu pada satu prinsip terakhir,

melainkan menerima adanya keragaman. Pluralisme dapat menyangkut bidang

cultural, politik dan religius.1

Sedangkan pluralisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

pluralisme adalah keadaan masyarakat yang mejemuk (bersangkutan dengan

sistem sosial dan politiknya).2

Saat ini, plualisme menjadi polemik di Indonesia karena perbedaan

mendasar antara pluralisme dengan pengertian awalnya, pluralism, perbedaan itu

adalah:

1. Pluralisme diliputi semangat religius, bukan hanya sosial kultural.

2. Pluralisme digunakan sebagai alasan pencampuran antar-ajaran agama.

1 Moh. Shofan, Pluralisme Menyelamatkan Agama-agama, Yogyakarta, Samudra Biru,

2011, hlm. 48 2 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(KBBI), Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, 2005, hal. 883

Page 2: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

34

3. Pluralisme digunakan sebagai untuk merubah ajaran suatu agama agar sesuai

dengan ajaran agama lain alasan.

Jika melihat kepada ide dan konteks konotasi yang berkembang, jelas bahwa

pluralisme di Indonesia tidak sama dengan pluralism, melainkan bentuk sintetis

asimilasi yang dikemas dalam kata lain. Dan, tidaklah aneh jika kondisi ini

memancing timbulnya reaksi dari berbagai pihak. Sehingga pertentangan yang

terjadi semakin membingungkan disebabkan adanya perbedaan pemahaman dalam

mengartikan suatu bahasa, kerena munculnya kerancuan bahasa seorang yang

mengucapkan pluralisme-non-asimilasi akan bingung jika bertemu dengan kata

pluralisme-asimilasi, sudah semestinya muncul penelusuran pendapat agar tidak

timbul kerancuan.

Bagi mereka yang mendefinisikan pluralisme-non-asimilasi, hal ini disalah

pahami sebagai pelarangan terhadap pemahaman mereka, masyarakat yang terdiri

atas berbagai suku, ras, dan agama bukan sesuatu yang dianggap baik, dianggap

suatu kemunduran berbangsa. sementara di sisi lain bagi penganut definisi

pluralisme-asimilasi, pelarangan ini berarti pukulan bagi ide yang mereka

kembangkan. Ide mereka untuk mencampurkan ajaran yang berbeda pemikiran

dan perkembangan.

Pluralisme tidak hanya menunjuk pada kenyataan tentang adanya

kemajemukan. Namun, yang dimaksud bagaimana pluralisme terlibat aktif

terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Pluralisme agama dan budaya dapat

dijumpai dimana-mana. Di dalam masyarakat tertentu, di kantor tempat bekerja, di

sekolah tempat belajar, bahkan di pasar tempat berbelanja. Tapi seseorang baru

Page 3: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

35

dapat dikatakan menyandang sifat tersebut apabila ia dapat berinteraksi positif

dalam lingkungan kemajemukan tersebut. Dengan kata lain, pengertian pluralisme

agama adalah bahwa setiap pemeluk agama di tuntut bukan saja mengakui

keberadaan dan hak agama lain, tapi terlibat dalam usaha memahami perbedaan

dan persamaan guna tercapainya kerukunan dalam kebhinekaan.3

B. Pluralisme dalam Agama

1. Sejarah dan Perkembangan Pluralisme Agama

Pemikiran pluralisme agama muncul pada masa yang disebut pencerahan

(enlightenment) Eropa, tepatnya pada abad ke-18 Masehi, masa yang sering

disebut sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern. Yaitu

masa yang diwarnai dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran manusia

yang berorientasi pada superioritas akal (nasionalisme) dan pembebasan akal dari

kukungan-kukungan agama. Di tengah hiruk-pikuk pergolakan pemikiran di

Eropa yang timbul sebagai konsekuensi logis dan konflik-konflik yang terjadi

antra gereja dan kehidupan nyata di luar gereja, muncullah suatu paham yang

dikenal dengan “liberalisme”, yang komposisi utamanya adalah kebebasan,

toleransi, persamaan dan keraganan atau pluralisme.

Oleh karena paham “liberalisme” pada awalnya muncul sebagai mazhab

sosial politis, maka wacana pluralisme yang lahir dari rahimnya, termasuk

gagasan pluralisme agama, juga lebih kental dengan nuansa dan aroma politik.

Maka tidaklah aneh jika kemudian gagasan pluralisme agama itu sendiri muncul

3 Imam Subkhan, Hiruk Pikuk Wacana Pluralisme di Yogya, Yogyakarta, Kanisius, 2007,

Hlm. 27-29

Page 4: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

36

dan hadir dalam kemasan “pluralisme politik”, yang merupakan produk dari

“liberalisme politik”. Muhammad Legenhausen, seorang pemikir Muslim

Kontemporer, juga berpedapat bahwa munculnya faham “liberalisme politik” di

eropa pada abad ke-18, sebagian besar didorong oleh kondisi masyarakat yang

carut-marut akibat memuncaknya sikap-sikap intoleran dan konflik-konflik etnis

dan sektarian yang pada akhirnya menyeret kepada pertumpahan darah antar ras,

sekte dan mazhab pada masa reformasi keagamaan. Jelas, faham “liberalisme”

tidak lebih merupakan respon politis terhadap kondisi sosial masyarakat Kristen

Eropa yang plural dengan keragaman sekte, kelompok dan mazhab. Namun

kondisi pluralistic semacam ini hanyalah terbatas dalam masyarakat Kristen Eropa

untuk sekian lama, baru kemudian pada abad ke-20 berkembang hingga mencakup

komunitas-komunitas lain di dunia.

Meskipun hembusan angin pluralisme telah mulai mewarnai pemikiran

Eropa pada saat itu, namun masih belum secara kuat menakar dalam kultur

masyarakat. Beberapa sekte Kristen masih mengalami perlakuan dikriminatif dari

gereja. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa gagasan pluralisme agama

sebenarnya merupaka upaya peletakan landasan teoritis dalam teologi Kristen

untuk berinteraksi secara toleran dengan agama lain. Pada dataran ini, gagasan

pluralisme agama bisa dilihat sebagai salah satu elemen gerakan reformasi

pemikiran agama atau liberalisasi agama yang dilancarkan oleh Gereja Kristen

pada abad ke-19, dalam gerakan “Liberal Protestanism” yang dipelopori Friedrich

Schleiermacher.4

4 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama…, hlm. 16-18.

Page 5: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

37

2. Pengertian Pluralisme Agama

Dari pluralisme lahirlah pluralisme agama, istilah “pluralisme agama”

sendiri sering disalah artikan atau mengandung pengertian yang kabur, meskipun

terminologi ini begitu populer dan tampak disebut begitu hangat secara universal.

Hal ini dapat dilihat dari semakin banyak nya orang yang mengkajinya sampai

internasional, khususnya setelah Konsili Vertikan II. Sungguh sangat

mengejutkan, ternyata tidak banyak, bahkan langka, yang mencoba

mendefinisikan pluralisme agama itu. Seakan wacana pluralisme agama sudah

disepakati secara konsensus dan finaliti, dan untuk itu taken for granted. Karena

pengaruhnya yang luas, istilah ini memerlukan pendefinisian yang jelas dan tegas

baik dari segi arti literalnya.

Secara etimologis, pluralisme agama, berasal dari dua kata, yaitu

“pluralisme” dan “agama”. Dalam bahasa Arab diterjemahkan “al-ta’addudiyyah

al-diniyyah” dan dalam bahasa Inggris “religious pluralism”. Oleh karena istilah

pluralisme agama ini berasal dari bahasa Inggris, maka untuk mendefinisikannya

secara akurat harus merujuk kepada kamus bahasa tersebut. Pluralism berarti

“jamak” atau lebih dari satu. Dalam kamus bahasa Inggris mempunyai tiga

pengertian. Pertama, pengertian kegerejaan; (i) sebutan untuk orang yang

memegang lebih dari satu jabatan dalam struktur kegerejaan, (ii) memegang dua

jabatan atau lebih secara bersama, baik sifat kegerejaan maupun non-kegerejaan.

Kedua, pengertian filosofis: berarti sistem pemikiran yang mengakui adanya

landasan pemikiran yang mendasar yang lebih dari satu. Sedangkan ketiga,

pengertian sosio-politis; adalah suatu sistem yang mengakui koeksistensi

Page 6: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

38

keragaman kelompok, baik yang bercorak ras, suku, aliran maupun partai dengan

tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat karakteristik diantara

kelompok-kelompok tersebut. Ketiga pengertian tersebut sebenarnya bisa

disederhanakan dalam satu makna, yaitu koeksistensinya sebagai kelompok atau

keyakinan di satu waktu dengan setiap terpeliharanya perbedaan-perbedaan dan

karakteristik masing-masing.

Sementara itu, definisi agama dalam wacana pemikiran Barat telah

mengundang perdebatan dan polemik yang tak berkesudahan, baik di bidang ilmu

filsafat agama, teologi, sosiologi, antropologi, maupun di bidang ilmu

perbandingan agama (religion swissens chaff) sendiri. Sehingga sangat sulit,

bahkan hampir bisa dikatakan mustahil, untuk mendapatkan definisi agama yang

bisa diterima atau disepakati semua kalangan. Dan saking sulitnya, sampai-sampai

sebagai pemikir berpendapat bahwa agama adalah kata-kata yang tidak mungkin

didefinisikan. Seorang pakar ilmu perbandingan agama, Wilfred Cantwell Smith,

juga mengakui betapa sulitnya mendefinisikan agama, dia menyatakan bahwa:

“Terminologi (agama) luar biasa sulitnya di definisikan (The term is

notoriously indefinable). Paling tidak, dalam beberapa dasawarsa terakhir

ini terdapat beragam definisi yang membingungkan yang tak satu pun

diterima secara luas… Oleh karenanya, istilah ini harus dibuang dan

ditinggalkan untuk selamanya.”5

Pandangan Smith ini tentu saja sangat berlebihan, karena sebagian besar

sarjana ahli agama tak berpendapat demikian. Disamping secara obyektif,

terminologi agama masih tetap digunakan dalam bahasa sehari-hari baik oleh

orang awam maupun para ahli. Berangkat dari kenyataan ini, tidaklah salah-

5 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama…, hlm. 11-12.

Page 7: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

39

bahkan suatu keniscayaan untuk memilih satu definisi agama yang memadai

sebagai pijakan ilmiah dan metodologi yang mutlak diperlukan untuk melakukan

sebuah pengkajian dan analisis. Untuk mendefinisikan agama yang melakukan

sebuah pengkajian dan analisis.6

Pluralisme tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa

masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama,

yang justru hanya gambaran kesan fragmantasi, bukan pluralisme. Pluralisme juga

tidak boleh dipahami sekedar sebagai “kebaikan negatif” (negative good), hanya

ditilik dari kegunaannya untuk menyingkirkan fanatisisme (to keep fanaticism at

bay), Pluralisme harus dipahami sebagai “pertalian sejati kebhinekkaan dalam

ikatan-ikatan keadaban” (genuine engagement of diversities within the ponds of

civility). Bahkan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat

manusia, antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang

dihasilkannya. Dalam kitab suci justru disebutkan bahwa Allah menciptakan

mekanisme pengawasan dan pengembangan antara sesama manusia guna

memelihara keutuhan bumi, dan merupakan salah satu wujud kemurahan Tuhan

yang melimpah kepada umat manusia. “Seandainya Allah tidak mengimbangi

segolongan manusia dengan segolongan yang lain, maka pastilah bumi hancur

namun Allah mempunyai kemurahan yang melimpah kepada seluruh Alam.” (Qs.

Al-Baqarah 2:251).

Tulisan di atas menegaskan adanya masalah besar dalam kehidupan

beragama yang ditandai oleh kenyataan pluralisme sekarang ini. Dan salah satu

6 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama…, hlm. 13

Page 8: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

40

masalah besar dari paham pluralisme yang telah menjadi perdebatan abadi,

menyangkut masalah keselamatan adalah bagaimana suatu teologi dari suatu

agama mendefinisikan dirinya di tengah agama-agama lain. Dalam bahasa John

Lyden, seorang ahli agama-agama, what should one think about religions other

than one’s own? (apa yang seseorang pikirkan mengenai agama lain,

dibandingkan agama sendiri?). Berkaitan dengan semakin berkembang

pemahaman mengenai pluralisme dan toleransi agama-agama, berkembanglah

suatu paham teologia religionum (teologi agama-agama) yang menekankan

semakin pentingnya dewasa ini untuk dapat “berteologi dalam konteks agama-

agama,” untuk suatu tujuan:

Berteologi dalam konteks agama-agama mempunyai tujuan untuk memasuki

dialog antar agama, dan dengan demikian mencoba memahami cara baru yang

mendalam mengenai bagaimana Tuhan mempunyai jalan penyelamat.

Pengalaman ini penting untuk memperkaya pengalaman antar iman, sebagai pintu

masuk ke dalam dialog teologis.

Dalam pergaulan antar agama sekarang ini, memang semakin hari semakin

merasakan pertemuan agama-agama itu. Pada tingkat pribadi, sebenarnya

hubungan antartokoh-tokoh agama di Indonesia, terlihat suasana yang semakin

akrab, penuh toleransi, dengan keterlibatan yang sungguh-sungguh dalam usaha

memecahkan persoalan-persoalan hubungan antaragama yang ada dalam

masyarakat. Tetapi pada tingkat teologis yang merupakan dasar dari agama itu

muncul kebingungan-kebingungan, khususnya menyangkut bagaimana

masyarakat harus mendefinisikan diri di tengah agama-agama lain yang juga

Page 9: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

41

eksis, dan punya keabsahan. Dalam persoalan ini didiskusikanlah apakah ada

kebenaran dalam agama lain yang implikasinya adalah apakah ada keselamatan

dalam agama lain? Pertanyaan ini sebelumnya berakar dalam pertanyaan teologis

yang sangat mendasar, apakah manusia menyembah Tuhan yang sama? Dan

repotnya, justru ketika mencoba memahami konsep ketuhanan antaragama itu dan

menganggap bahwa menyembah Tuhan yang sama tupanya setiap agama

mempunyai konsep ketuhanan yang berbeda.7

3. Pluralisme dalam Agama

Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua

agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative, oleh

sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya

saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga

mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan

di surga.

Menurut Nurcholis Madjid, Pluralisme agama dapat diambil melalui tiga

sikap agama:

a. Sikap eksklusif dalam melihat agama-agama lain

Sikap ini memandang agama-agama lain adalah jalan yang salah, yang

menyesatkan umat.

b. Sikap Inklusif

Sikap ini memandang agama-agama lain adalah bentuk implicit agama kita.

7 Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis…, hlm. 39-41

Page 10: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

42

c. Sikap pluralis

Sikap ini bisa terekspresikan dalam macam-macam rumusan, misalnya

“agama-agama lain adalah jalan yang sama-sama sah untuk mencapai kebenaran

yang sama”, “agama-agama lain berbicara berbeda, tetapi merupakan kebenaran

yang sama sah”, atau “ setiap agama mengepresikan bagian penting bagi sebuah

kebenaran”.

Sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada dasarnya Islam bersifat

inklusif dan merentangkan tafsirannya kearah yang semakin pluralis, buktinya

dalam surat Ali Imran: 85

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali

tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan Dia di akhirat

Termasuk orang-orang yang rugi.8

Yang diterjemahkan oleh Abdurrahman Wahid ayat tersebut jelas

menunjukkan kepada masalah keyakinan Islam yang berbeda dengan keyakinan

lainnya, dengan tidak menolak kerjasama antara Islam dengan berbagai agama

lainnya.9

Jadi, pluralisme sesungguhnya adalah sebuah ketetapan Tuhan (sunnatullah)

yang tidak akan berubah, sehingga tidak mungkin kalau tidak menjunjung tinggi

semua keberagaman yang ada atau multikulturalisme.10

8 Lihat QS. Ali-Imran: 85 9Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita, Jakarta, The Wahid Institute,

2002, hlm. 133 10 Nurcholis Madjid, Mencari Akar-akar Islam bagi Pluralisme Modern: Pengalaman

Indonesia. Dalam Jalan Baru, hlm. 106

Page 11: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

43

Selanjutnya menurut Nurcholish Madjid yang dikutip Rachman,

mengatakan bahwa Pluralisme agama tidak dapat dipahami hanya dengan

mangatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, berdiri dari

berbagai suku dan agama yang justru hanya menggambarkan kesan fragmentasi

bukan pluralisme. Pluralisme harus dipahami sebagai pertalian kebhinekkaan

dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine angagement of diversities within the bond

of civility).

Pada era sekarang ini, yang oleh Nurcholis Madjid, di istilahkan menjadi

“desa buana” (Global Village), dimana manusia bebas dan mudah berhubungan

dengan manusia yang lain, baik secara etnis, budaya, bahasa, dan agama. Dalam

kondisi semacama ini, manusia akan semakin mudah dalam halnya mengenal dan

memahami orang lain, sekaligus akan lebih mudah terbawa pada penghayatan

konfrontasi langsung.

Adanya dunia “tanpa jarak” ini, menuntut sikap kritis dan apresiasif dengan

mengedepankan sikap yang memandang bahwa semua adalah bagian dari

keniscayaan hidup yang harus dihargai sebagai semestinya. Sehingga dapat hidup

menjadi bagian dari masyarakat dunia.

Seringnya terjadi konflik, yang berakhir pada kerusuhan dan kekerasan fisik

saat ini, sebagai ketidak mampuan sikap sebagai kelompok atau agama untuk

melakukan adaptasi dan menyikapi secara kritis terhadap perkembangan informasi

budaya. Latar belakang yang menjadi pemicunya memang beragam, namun situasi

seperti itu, agama seringkali menjadi faktor yang paling sering terjadi dan simbol-

simbol agama menjadi spanduk menangis, meskipun akar masalahnya tidak

Page 12: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

44

memiliki kaitan sedikitpun dengan agama, namun konflik yang di tampakkan

dipermukaan dicoba, dikaitkan dengan agama, sehingga bersimbol agama dan di

anggap “perang suci”.

C. Pluralisme Agama dalam Pandangan Islam

Islam memandang pluralisme sebagai sikap saling menghargai dan toleransi

terhadap agama lain, namun bukan berarti semua agama adalah sama artinya tidak

menganggap bahwa dalam Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang kalian

sembah. Namun demikian Islam tetap mengakui adanya pluralisme agama yaitu

dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum dinukum

waliyadin), disini pluralisme diorientasikan untuk menghilangkan konflik,

perbedaan dan identitas agama-agama yang ada.

Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menunjukkan pada nilai-nilai

pluralisme, sebagaimana al-Qur’an sampaikan:

Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan

cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka,

dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan

kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu

adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".11

Di dalam buku Anggukan retmis kaki pak kyai (1995) Emha Ainun Najib

sampaikan bahwa ditengah pluralitas sosial dan agama di era modern saat ini

11 Lihat Qs. Al-Ankabut : 46

Page 13: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

45

merupakan lahan kita untuk menguji dan memperkembangkan kekuatan

keislaman kita. 12 karena pemenang dilihat dari siapa yang konsisten dengan

keimanan dan berpegang teguh pada ketaqwaannya, maka dialah pemenangnya.

Keberagaman merupakan sunnatullah yang harus dirasakan dan dipercayai

kunci bagi keberlangsungan dalam menjalankan agamanya masing-masing adalah

umat beragama itu sendiri. Setiap agama itu memiliki kebenaran sendiri, dalam

filsafat prenial suatu konsep dalam wacana filsafat yang banyak membicarakan

hakekat Tuhan sebagai wujud absolute merupakan sumber dari segala sumber

wujud. Sehingga semua agama samawi berasal dari wujud yang satu, atau adanya

the common vision menghubungkan kembali the man of good dalam realitas

eksoterik agama-agama. Di samping itu pluralisme harus dipahami sebagai

pertalian sejati kebhinnekaan dalam ikatan-ikatan keadaban, bahkan pluralisme

adalah suatu keharusan bagi keselamatan manusia, melalui mekanisme dan

pengimbangan masing-masing pemeluk agama dan menceritakan secara obyektif

dan transparan tentang histories agama yang dianutnya. (QS. Al-Baqarah 2: 251),

agama sering dijadikan faktor munculnya berbagai persoalan dan perkelahian,

yang memicu adanya kebencian, padahal semua itu muncul di karenakan

kurangnya pengertahuan seseorang terhadap agama termasuk budaya itu sendiri,

padahal semua agama mengjarkan tentang kebaikan dan kemanusia, seperti

dalam. (QS. Al-Maidah 6:48).13

12 Emha Ainun Najib, Anggukan retmis kaki pak kyai, Surabaya, Risalah gusti, 1995, hlm.

79 13 M. Syaiful Rahman, Islam dan Pluralisme, Jurnal, Pascasarjana STAIN Pamekasan,

Fikrah, Vol. 2, No. 1, Juni 2014, hlm. 404-405

Page 14: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

46

Sayyid Huseyn Fadhlullah (tokoh Hizbullah Lebanon) menafsirkan surat al-

Baqarah : 62, yang diulang dengan redaksi yang agak berbeda pada al-Maidah: 69

dan al-Hajj: 17, dikutip dari buku Jalaluddin Rahmat “Islam dan Pluralisme:

“sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang

Nasrani, dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang

benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal saleh,

mereka akan menerima pahala dari Tuhan merek, tidak ada kekhawatiran

terhadap mereka, dan tidak (pula mereka bersedih hati)”14

Sayyid Husyen Fadhlullah dalam tafsirannya menjelaskan:

“Makna ayat ini sangat jelas. Ayat ini menegaskan bahwa keselamatan pada

hari akhirat akan dicapai oleh semua kelompok agama ini yang berbeda-

beda dalam pemikiran dan pandangan agamanya berkenaan dengan akidah

dan kehidupan dengan satu syarat: memenuhi kaidah iman kepada Allah,

hari akhir, dan amal saleh. Ayat-ayat itu memang sangat jelas untuk

mendukung pluralisme. Ayat-ayat itu tidak menjelaskan semua kelompok

agama benar, atau semua kelompok agama sama. Tidak! Ayat-ayat ini

menegaskan bahwa semua golongan agama akan selamat selama mereka

beriman kepada Allah, hari akhir, dan beramal saleh. Sebagian mufasir yang

eksklusif mengakui makna ayat-ayat itu sebagaimana dijelaskan oleh

Husseyn Fadhlullah, tetapi, mereka menganggap ayat-ayat itu dihapus

(mansukh) oleh Al-Imran: 85; barang siapa mencari agama lain selain

agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima dari padanya, dan

dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. Mereka bersandar pada

hadist yang lemah dari Ibn ‘Abbas.

Menurut Sayyid Husseyn Fadhlullah, makna ayat ini tidaklah bertentangan

dengan ayat yang di bicarakan. Karena itu, tidak ada ayat yang dimansukh.

Islam pada Al-Imran 85 adalah Islam yang “umum yang meliputi semua

risalah langi, bukan Islam dalam arti istilah”, bukan Islam dalam arti agama

Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Kesimpulan itu diambil

Fadhlullah dari konteks ayat itu. Pada Al-Imran 19, Tuhan berfirman:

sesungguhnya agama itu di sisi Allah adalah Islam. Menurut Alquran,

semua agama itu Islam. Ini diperkuat dengan ayat-ayat yang lain: Ingatlah

ketika Tuhannya berkata kepadanya (Ibrahim); Islamlah kamu. Ibrahim

berkata: Aku Islam kepada Tuhan Pemelihara semesta Alam. Dan ketika

Ibrahim dan Ya’qub berwasiat dengannya kepada anak-anaknya: wahai

anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih bagi kamu agama, maka

janganlah kamu mati kecuali kamu menjadi orang-orang Islam (Qs. al-

Baqarah: 131-132)”15

14 Jalaluddin Rahmat, Islam dan Pluralisme: Akhlak Qur’an Menyikapi Perbedaan,

Jakarta, Serambi, 2006, hlm. 22 15 Jalaluddin Rahmat, Islam dan Pluralisme…,hlm. 23-25.

Page 15: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

47

Jadi disimpulkan dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleran

kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan, sebagai bagian dari

keberagaman. Namun lain halnya di Indonesia anggapan yang mengatakan bahwa

semua agama itu sama (pluralisme) tidak diperkenankan. Pada 28 Juli 2005,

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwah melarang paham pluralisme

dalam agama Islam. Dalam fatwah tersebut, pluralisme didefinisikan sebagai

“Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan

kerenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk

agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar

sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua

pihak agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga”

Sementara itu MUI mempunyai pendapat lain mengenai paham ini. Melalui

fatwahnya yang dikeluarkan dalam MUNAS ke 7 tahun 2005, MUI telah dengan

tegas menyatakan bahwa Pluralisme merupakan paham yang bertentangan dengan

ajaran Islam. Bahkan melarang kepada segenap umat Islam untuk mengikuti

apalagi mengamalkan paham ini. Argumentasi MUI melarang paham ini adalah

ayat-ayat al-Qur’an, seperti firman Allah SWT:

Barang siapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-

kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan Dia di akhirat

Termasuk orang-orang yang rugi.16

16 Lihat Ali-Imran :85

Page 16: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

48

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.

tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab17 kecuali sesudah

datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di

antara mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka

Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.18

untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.19

Selain ayat Al-Qur’an argumentasi lainnya adalah Hadist Rasulullah SAW.

Imam Muslim (w.262 H) dalam kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan hadist

Rasulullah SAW: “Demi zat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada

seorangpun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari

umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku

bawa, kecuali ia mati akan menjadi penghuni neraka”. Begitu juga Nabi

mengirimkan surat-surat Dakwah kepada orang-orang non muslim, antara lain

kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-najasyi raja Absenia

yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, dimana Nabi

mengajak mereka untuk masuk Islam. (Hadist Riwayat Ibnu Sa’ad dalam al-

Thabaqat al-Kubra dan Imam al-Bukhari dalam shahih al Bukhari).

Namun demikian, paham pluralisme ini banyak dijalankan dan kian

disebarkan oleh kalangan Muslim itu sendiri. Solusi Islam terhadapnya adanya

17 maksudnya ialah kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al Quran. 18 Lihat Ali-Imran :19 19 Lihat Al-Kaafirun :6

Page 17: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

49

pluralisme agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama

masing-masing. Walaupun ada sebagian berpendapat bahwa solusi paham

pluralisme agama diorientasikan untuk menghilangkan konflik dan sekaligus

menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada. Salah satu

kelompok yang di anggap mendukung pluralisme agama adalah Jaringan Islam

Liberal (JIL). Di halaman utama situsnya tertulis: “Dengan nama Allah, Tuhan

Pengasih, Tuhan Penyayang, Tuhan segala agama”.20

Ali Mansyur Musa didalam bukunya “Membumi Islamkan Nusantara:

Raspon Islam Terhadap Isu-Isu Aktual” menafsirkan Qs. Ali-Imran 19:

“Bahwa Islam secara tegas mengajarkan umatnya untuk senantiasa menjaga

hubungan baik dengan sesama manusia. Selama non-Muslim tidak

mengganggu seorang Muslim dalam menjalankan ibadahnya, umat Islam

dilarang untuk mengganggu pemeluk agama lain. Rasulullah saw, telah

memberikan teladan yang sangat baik dalam hal ini. Beliau adalah seorang

pemimpin yang bijaksana dan senantiasa berlaku adil kepada manusia.

Fakta-fakta sejarah, antara lain tertulis di dalam Piagam Madinah,

menunkkan toleransi yang luar biasa dari pihak muslim kepada golongan

non-muslim, seandainya prinsip-prinsip Piagam Madina ini dapat kita

implementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak mustahil

akan tercipta sebuah tatanan kehidupan bernegara yang diidamkan oleh

semua anak bangsa.”21

Dengan demikian, perbedaan dan keragaman merupakan fakta yang harus

diterima sebagai sunnatullah. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah

menciptakan semua ini dengan hikmah dan maksud yang sangat mulia. Karena

perbedaan sesungguhnya tidak hanya dalam ranah agama-agama tapi juga intra

agama. Umat Islam dianjurkan untuk memahami keragaman tersebut lewat al-

20 Syamsudin Arif, Orientalis dan Diabolisme Intelektual, Jakarta, Gema Insani Pers,

2008, hlm. 80-83. 21 Ali Mansyur Musa, Membumi Islamkan Nusantara: Raspon Islam Terhadap Isu-Isu

Aktual, Jakarta, Serambi, 2014, hlm. 52.

Page 18: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

50

Qur’an sehingga bisa terwujudnya suatu keharmonisan dan toleransi hubungan

antar umat beragama.

Dapat disimpulkan pluralitas dalam Islam adalah Sunnah ilahiyah disemua

bidang kehidupan yang telah menjadi karakteristik utama makhluk Allah.

Pluralitas dalam persperktif Islam juga merupakan telitas yang telah mewujud dan

mungkin dipungkiri karena suatu hakikat perbedaan dan keagamaan yang timbul

sebab adanya kekhususan dan karakteristik yang diciptakan Allah.

Konsep dan pemahaman pluralitas seperti ini didukung oleh naql (teks

wahyu) dan realtas historis. Banyak ayat al-Qur’an yang menegaskan bahwa

perbedaan dan keragamaan memang telah dikehendaki oleh Allah, selain itu

adanya piagam madina di masa Rasulullah merupakan bukti historis bahwa sikap

pluralitas agama telah menjadi realitas kehidupan bermasyarakat.

Oleh karena itu, isu pluralitas agama lebih sesuai digunakan dalam

perspektif Islam ketimbang pluralisme agama. Karena pluralitas agama

merupakan pengakuan akan realitas ontologis agama-agama yang beraneka ragam

yang merupakan konsekuensi logis dari pandangan Islam terhadap fenomena

keberagamaan agama, dan pluralitas agama tidak bisa disejajarkan dengan

pluralisme agama yang merupakan pengakuan akan realitas teologis (ajaran atau

syariat) agama-agama.22

Jadi, pluralisme tidak lahir dari Islam namun Islam menegakkan toleransi

dengan penganut agama apa saja, Islam juga mengajarkan umatnya untuk saling

22 Erwan Susanto, Pemikiran Pluralisme Agama Zauhari Misrawi…, hlm. 60-61.

Page 19: BAB III TINJAUAN UMUM PLURALISME A. Pengertian Pluralisme

51

menghormati dan menyuruh kepada umat nya untuk hidup berdampingan secara

damai.