Artikel Code Mixing (2)

21
1 ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PEDAGANG DI PASAR BARU BANDUNG Penulis: Puji Lestari Silmi Kaffah Winda Nurkomala Dewi Hajra Indrayati Dini Nurhayati Moch. Bayu Sadewa Aen Nurfalah. Abstract The purpose of this research is to investigate the use of code switching and mixing in Pasar Baru Bandung, especially Bandung souvenirs traders. This research examines thet ypes of code switching and mixing that occurs in the dialogue by the traders to the visitors, the reason why they switch or mix their dialogue, and the context of code switching and mixing in the dialog. Data were collected by writing dialogues of code mixing and switching and then mark the words or phrases or sentences in the dialogue. Data were analyzed by using the theory of Hudson about the types of code switching and code mixing. Moreover, the theory of Suwito and Mutmainnah about the reason of code switching and mixing is used in

Transcript of Artikel Code Mixing (2)

Page 1: Artikel Code Mixing (2)

1

ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PEDAGANG DI

PASAR BARU BANDUNG

Penulis:

Puji Lestari

Silmi Kaffah

Winda Nurkomala Dewi

Hajra Indrayati

Dini Nurhayati

Moch. Bayu Sadewa

Aen Nurfalah.

Abstract

The purpose of this research is to investigate the use of code switching and

mixing in Pasar Baru Bandung, especially Bandung souvenirs traders. This research

examines thet ypes of code switching and mixing that occurs in the dialogue by the

traders to the visitors, the reason why they switch or mix their dialogue, and the

context of code switching and mixing in the dialog. Data were collected by writing

dialogues of code mixing and switching and then mark the words or phrases or

sentences in the dialogue. Data were analyzed by using the theory of Hudson about

the types of code switching and code mixing. Moreover, the theory of Suwito and

Mutmainnah about the reason of code switching and mixing is used in this research.

In this study calculated how much frequency traders use code switching and mixing.

The results showed that most of them use the conversational code switching and inner

code mixing in workings of their conversation because there are many Regional and

English languages that are familiar to them, so they can use in their sentences easily.

The results showed that most of them use code switching and mixing in their dialogue

as express their group identity.

Keywords: Code Mixing, Code Switching.

Page 2: Artikel Code Mixing (2)

2

Abstrak

Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

penggunaan alih kode dan campur kode pada para pedagang di Pasar Baru Bandung,

khususnya pada para pedagang oleh-oleh khas Bandung. Studi ini mengkaji tentang

jenis alih kode dan campur kode yang terjadi dalam dialog yang diucapkan oleh para

pedagang kepada para pengunjung, alasan mengapa mereka beralih atau mencampur

dialog mereka, dan konteks alih kode dan campur kode dalam dialog kode. Data

dikumpulkan dengan menulis dialog berisi campur kode dan alih kode dalam catatan

lapangan dan kemudian menandai kata-kata atau frasa campuran atau kalimat dalam

dialog. Data dianalisis menggunakan teori Hudson mengenai jenis alih kode dan

campur kode. Selain itu, teori Suwito dan Mutmainnah tentang alasan alih kode dan

campur kode juga digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini dihitung

seberapa banyak frekuensi para pedagang menggunakan alih kode dan campur kode.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mereka menggunakan

conversational code switching dan inner code mixing dalam percakapan mereka

karena ada banyak istilah bahasa daerah dan Inggris yang akrab bagi mereka sehingga

dapat mereka gunakan dalam kalimat mereka dengan mudah. Hasil penelitian juga

menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka menggunakan alih kode dan campur

kode dalam dialog mereka karena mengekspresikan identitas kelompok mereka.

Kata Kunci: Campur Kode, Alih Kode.

Page 3: Artikel Code Mixing (2)

3

1. Pendahuluan

Alih kode (code switching) merupakan salah satu wujud penggunaan bahasa

oleh seorang dwibahasawan, yaitu penggunaan lebih dari satu bahasa oleh seorang

dwibahasawan yang bertutur dengan cara memilih salah satu kode bahasa disesuaikan

dengan keadaan (Hudson 1996:51-53). Terdapat dua jenis alih kode, yaitu Situational

code-switching dan Metaphorical codeswitching (Hudson, 1996:52-53; Wardhaugh,

1986: 102-103; Istiati. S, 1985). Situational code-switching adalah adanya perubahan

bahasa yang terjadi karena adanya perubahan situasi. Seorang dwibahasawan

menggunakan satu bahasa dalam satu situasi tutur dan menggunakan bahasa yang lain

pada situasi tutur yang lain (Hudson 1996:52; Wardhaugh 1986:102-103). Menurut

Hudson (1996), alih kode jenis ini dinamakan situational code-switching karena

perubahan bahasa-bahasa oleh seorang dwibahasawan selalu bersamaan dengan

perubahan dari satu situasi eksternal (misalnya berbicara kepada anggota keluarga) ke

situasi eksternal lainnya (misalnya berbicara dengan tetangga).

Dalam disertasinya, Istiati (dalam Mutmainnah 2008:44-45) menyatakan

bahwa alih bahasa jenis ini terjadi terutama disebabkan oleh latar dan topik. Selain

itu, umur, seks, pengetahuan penutur, status, sosial, dan kesukuan menentukan pula

terjadinya alih kode. Dengan demikian, kaidah-kaidah sosial budaya merupakan

faktor yang dominan. Jenis alih kode yang kedua ialah Metaphorical code-switching,

yaitu ketika sebuah perubahan topik membutuhkan sebuah perubahan bahasa yang

digunakan. Alih kode ini terjadi apabila penutur merasa bahwa dengan beberapa kata

atau kalimat yang diucapkan dalam bahasa lain, maka ia dapat menekankan apa yang

diinginkan sehingga akan mendapat perhatian dari pendengarnya.

Suwito (dalam Oktora 2012) membagi alih kode menjadi dua, yaitu alih kode

ekstern bila alih bahasa, seperti dari bahasa Indonesia beralih ke bahasa Inggris atau

sebaliknya, dan alih kode intern, yaitu bila alih kode berupa alih varian, seperti dari

bahasa Jawa ngoko merubah ke krama.

Beberapa faktor yang menyebabkan alih kode sebagai yaitu; penutur, seorang

penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan.

Misalnya mengubah situasi dari resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya. Mitra

tutur, yang latar belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode

dalam wujud alih varian dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda

Page 4: Artikel Code Mixing (2)

4

cenderung alih kode berupa alih bahasa. Hadirnya penutur ketiga, untuk menetralisasi

situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra

tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka berbeda. Pokok

pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan

terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan

dengan ragam baku, dengan gaya netral dan serius dan pokok pembicaraan yang

bersifat informal disampaikan dengan bahasa tak baku, gaya sedikit emosional, dan

serba seenaknya. Untuk membangkitkan rasa humor biasanya dilakukan dengan alih

varian, alih ragam, atau alih gaya bicara.

Untuk sekadar bergengsi walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan

faktor sosio-situasional tidak mengharapkan adanya alih kode, terjadi alih kode,

sehingga tampak adanya pemaksaan, tidak wajar, dan cenderung tidak komunikatif.

Campur kode (code-mixing) merupakan wujud penggunaan bahasa lainnya

pada seorang dwibahasawan. Berbeda dengan alih kode, dimana perubahan bahasa

oleh seorang dwibahasawan disebabkan karena adanya perubahan situasi, pada

campur kode perubahan bahasa tidak disertai dengan adanya perubahan situasi

(Hudson, 1996:53). Menurut Istiati (dalam Mutmainnah 2008:46), campur kode

dilakukan oleh penutur bukan semata-mata karena alasan situasi pada saat terjadinya

interaksi verbal, melainkan oleh sebab-sebab yang bersifat kebahasaan. Sumber dari

campur kode bisa datang dari kemampuan berbahasa, bisa pula datang dari

kemampuan berkomunikasi, yakni tingkah laku. Jika gejala itu hadir karena penutur

telah terbiasa menggunakan bahasa campur demi kemudahan belaka sebagai hasil dari

sistem budaya, sistem sosial atau sistem kepribadian secara terus menerus, maka

gejala itu datang dari sistem tingkah laku. Artinya, gejala ini bersumber dari

kemampuan berkomunikasi.

Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan

suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa

lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar

belakang sosial, tingkat pendidikan, dan rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya

berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan

bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada

Page 5: Artikel Code Mixing (2)

5

keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi.

Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).

Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu: campur kode ke dalam (innercode-

mixing), merupakan campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala

variasinya dan campur kode ke luar (outer code-mixing), merupakan campur kode

yang berasal dari bahasa asing. Adapun latar belakang terjadinya campur kode dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu sikap (attitudinal type), merupakan latar belakang

sikap penutur dan kebahasaan (linguistik type) merupakan latar belakang keterbatasan

bahasa, sehingga ada alasan identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan

untuk menjelaskan atau menafsirkan. Dengan demikian campur kode terjadi karena

adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi

bahasa. Beberapa wujud campur kode antara lain berupa penyisipan kata, frasa,

klausa, ungkapan atau idiom, dan penyisipan bentuk baster (gabungan pembentukan

asli dan asing).

Berdasarkan teori-teori tersebut perlu adanya penelitian mengenai pemilihan

kode tersebut untuk mengetahui apakah benar bahwa masyarakat pada umumnya

menggunakan Alih Kode dan Campur Kode, dalam penelitian ini diambil sample

yaitu para pedagang oleh-oleh. Dalam penelitian ini dapat diketahui seberapa sering

para pedagang oleh-oleh di Pasar Baru menggunakan Alih Kode dan Campur Kode

dalam perdagangan.

2. Metode Penelitian

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka perlu diuraikan lebih

lanjut tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini. Bagian metode

penelitian ini dibagi menjadi dua pokok bahasan, yaitu objek penelitian dan metode

penelitian. Objek kajian bisa diteliti berdasarkan tiga langkah-langkah yang penting,

yaitu langkah penyediaan data, langkah analisis data, dan langkah penyajian hasil

analisis. Satu hal yang harus diperhatikan dalam penelitian sosiolinguistik, yaitu

bahwa aspek luar bahasa sangat signifikan menjelaskan atau dijelaskan oleh bahasa

itu sendiri. Dengan kata lain, konsep dasar kajian sosiolinguistik adalah konsep

korelasi. Yang dilakukan peneliti di bidang ini adalah mengkorelasikan bahasa

dengan aspek sosial.

Page 6: Artikel Code Mixing (2)

6

3. Objek Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian pemakaian alih kode dan campur

kode pada pedagang dalam sosialisasi bahasa dalam konteks multikultural di Pasar

Baru Bandung. Pasar Baru Bandung merupakan sebuah pasar yang dihuni mahasiswa

yang heterogen atau multikultural, baik asal daerah, suku, bahasa, agama, pendidikan,

dan adat-istiadat. Pasar Baru Bandungberalamat di Jl. Otto Iskandardinata No. 99,

Pasar Baru, Kota Bandung 40181, Indonesia

Pemilihan Pasar Baru Bandung sebagai lokasi penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan data sesuai dengan topik penelitian. Data dalam penelitian ini

bersumber dari penggunaan campur kode dalam sosialisasi bahasa pedagang yang

terjadi Pasar Baru Bandung. Penggunaan bahasa itu terjadi secara alami dari peristiwa

tutur yang wajar dalam komunikasi sehari-hari di pasar.

Setiap penelitian ilmiah tentu berhubungan dengan masalah sumber data.

Pemilihan dan penentuan sumber data pada suatu penelitian tergantung pada

permasalahan yang akan diselidiki dan hipotesis yang hendak diuji kebenaran atau

ketidakbenarannya. Populasi pada penelitian ini adalah populasi heterogen, yaitu

pemakaian campur kode dalam sosialisasi bahasa hanya pada suatu masyarakat

bahasa tertentu, yakni pedagang. Selain itu, populasi pada penelitian ini merupakan

populasi teoritis, artinya ialah sejumlah sumber data yang batas-batasnya ditetapkan

secara kualitatif, sehingga dari segi jumlah, secara kuantitatif tidak dapat ditetapkan

secara tegas (Nawawi 1993).

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mendeskripsikan bentuk

penggunaan alih kode dan campur kode dalam sosialisasi bahasa pada pedagang

dengan konteks multikultural di Pasar Baru Bandung dan mendeskripsikan faktor-

faktor yang mempengaruhi bentuk sosialisasi bahasa sehari-hari pedagang di Pasar

Baru Bandung, maka sampel pada penelitian ini adalah tuturan pedagang di Pasar

Baru Bandung yang ditemukan pada ranah-ranah penelitian yang mengandung unsur-

unsur campur kode dalam sosialisasi bahasa sehari-hari. Penentuan sampel pada

penelitian ini menggunakan jenis purposive sample, yaitu salah satu jenis sample yang

pemilihan subyeknya didasarkan atasciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah

Page 7: Artikel Code Mixing (2)

7

diketahui sebelumnya, yaitu tuturanpada pedagangoleh-oleh di Pasar Baru Bandung

yang ditemui.

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu metode penelitian

yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi

objek yang alamiah dan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik

pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data

menggunakan instrumen penelitian, dan analisis data bersifat kualitatif dengan tujuan

untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan Metode ini disebut juga metode

penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah

(natural setting) (Sugiyono 2010:14). Objek kajian pada penelitian ini diteliti

berdasarkan tiga langkah penting, yaitu: (1) pengumpulan data, (2) analisis data, dan

(3) penyajian hasil analisis data.

1.1 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan seorang peneliti

untuk mendapatkan data yang diperlukan. Dengan metode pengumpulan data yang

tepat dalam suatu penelitian akan memungkinkan pencapaian pemecahan masalah

secara valid dan terpercaya yang akhirnya akan memungkinkan dirumuskannya

generalisasi yang obyektif (Nawawi 1991:13).

Penelitian ini menggunakan metode observasi Menurut Gunarwan (2001a:44),

metode wawancara mirip dengan metode survei, yakni menggunakan sejumlah

pertanyaan untuk menjaring informasi atau data dari responden. Peneliti terlibat

langsung selama proses pengumpulan data. Data dikumpulkan selama kurang lebih

satu minggu baik secara langsung maupun tidak langsung selama ada tuturan dari

sampel terkait penggunaan alih kode dan campur kode dalam perdagangan. Teknik

yang digunakan adalah dengan mencatat tuturan sampel untuk mendapatkan data yang

valid dan lengkap. Tuturan yang menjadi data penelitian ini terealisasi di dalam

penggalan tuturan pedagang.

Page 8: Artikel Code Mixing (2)

8

Setelah data diperoleh, tugas peneliti selanjutnya adalah menganalisis data

tersebut. Langkah analisis data ini adalah langkah terpenting untuk mendapatkan

jawaban dari masalah yang ingin dipecahkan. Kaidah dan simpulan aspek-aspek alih

kode dan campur kode dalam sosialisasi bahasa pada pedagang dengan konteks

multikultural di Pasar Baru Bandung dianalisis dengan menggunakan metode analisis

kontekstual.

Dalam kaitannya dengan penelitian Sosiolinguistik, bahasa dipandang sebagai

variabel dependen atau varibel terikat, sedangkan unsur luar bahasa dalam hal ini

konteks situasi dan konteks sosial budaya dipandang sebagai variabel independen atau

variabel bebas (Arimi dalam Mutmainnah 2008:61).

Analisis data pada penelitian ini dilakukan melalui empat langkah, yaitu 1)

reduksi data, 2) transkripsi data, 3) pengelompokan kategori data dari catatan, dan 4)

penyimpulan pola penggunaan alih kode dan campur kode dalam sosialisasi bahasa

pada pedagang oleh-oleh di Pasar Baru.

1.2 Hasil Analisis Data

Pada penelitian ini, hasil analisis data disajikan dengan menggunakan metode

informal. Penerapan metode informal dalam penelitian ini tampak pada pemaparan

hasil analisis tentang penggunaan alih kode dan campur kode dalam sosialisasi

bahasa. Dengan metode informal ini, penyajian hasil analisis data dilakukan dengan

menyajikan diskripsi khas verbal dengan kata-kata.

4. Diskusi dan Temuan:

Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka pembahasan dibagi menjadi tiga

bagian. Secara lengkap pembahasan tersebut sebagai berikut.

1. Penggunaan Alih Kode

Penggunaan alih kode pada para pedagang oleh-olehdi Pasar Baru Bandung dapat

dilihat dari dialog berikut:

Percakapan 1

Tempat : Kios oleh-oleh 1

Waktu : ± 11.30 WIB

Page 9: Artikel Code Mixing (2)

9

Konteks: Pedagang sedang menunggu pembeli

Penutur : Hajra (ingin menukarkan uang)

Petutur : Pedagang Keripik Tempe

Pedagang kios 1 : “Sok Neng mangga cobian kiripikna!”

Hajra :“Aduh Bu maaf saya mau nuker uang sama sepuluh ribuan

lima.”

Pedagang kios 1 : “Aduh Ibu gak punya uang kecil.”

Pada percakapan di atas umumnya menggunakan Bahasa Indonesia (BI) untuk

bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari. Kemultikulturalan yang ada di Pasar Baru

mengharuskan para pedagang menggunakan BI karena pembeli berasal dari daerah

yang berbeda. Di antara penggunaan bahasa dalam percakapan di atas terdapat alih

kode ke dalam Bahasa Indonesia dari Bahasa Sunda. Berdasarkan dialog di atas alih

kode yang terjadi disebabkan oleh situsasi yang memaksa pedagang tersebut beralih

dari Bahasa Sunda ke Bahasa Indonesia karena Hajra tidak mengerti Bahasa Sunda.

Pecakapan 2

Tempat : Kios oleh-oleh 5

Waktu : ± 11.45 WIB

Konteks : Pedagang sedang menunggu pembeli sambil berbincang-bincang

dengan pedagang yang lain.

Penutur : Pedagang Kios 6

Petutur : Pedagang Kios 5

Pedagang kios 5 sedang menunggu pembeli sambil berbincang-bincang

dengan pedagang kios 6.

Pedagang kios 5: ”Iyo tukang ojeg nan dakek rumah ambo bacarito ado panumpang

nan lupo bayia ongkos.”

Pedagang kios 6: “Oiyo? Manga bisa coitu?”

Page 10: Artikel Code Mixing (2)

10

Tiba-tiba ada pembeli datang ke kios 5, dan secara spontan pedagang kios 5

mengalihkan bahasanya menjadi bahasa Indonesia.

Pedagang kios 5: “Mari-mari, silahkan dipilih oleh-olehnya.”

Dalam percakapan tersebut, terjadi alih kode dari Bahasa Padang ke Bahasa

Indonesia. Alih kode tersebut terjadi karena adanya perubahan situasi dimana ada

pembeli yang datang saat mereka berbincang-bincang, pedagang tersebut tidak

mengetahui bahasa apa yang digunakan oleh pembeli itu. Jadi, pedagang itu

mensiasati hal tersebut dengan mengalihkan ke bahasa Indonesia.

2. Penggunaan Campur Kode

Percakapan 1

Tempat : Kios oleh-oleh 7

Waktu : ± 12.15 WIB

Konteks : Pedagang sedang menawarkan oleh-oleh kepada pembeli di

depan tokonya

Penutur : Pedagang Kios 7

Petutur : Winda

Pedagang kios 7 : “Sok teh, mau apa oleh-olehnya sok dicoba dulu?”

Winda : “Teh, upami dodol sekilonya berapa?”

Pedagang kios 7 : “Sekilonya 12 ribu neng.”

Dari percakapan diatas, para pedagang secara tidak sadar mencampur-

campurkan atau menyisipkan bahasa Sunda ke Bahasa Indonesia maupun sebaliknya.

Hal tersebut terjadi karena kebiasaan bahasa mereka yang digunakan sehari-hari.

Pecakapan 2

Tempat : Kios oleh-oleh 12

Waktu : ± 13.00 WIB

Konteks: Pedagang sedang sibuk melayani pembeli.

Penutur : Pedagang Kios 12

Page 11: Artikel Code Mixing (2)

11

Petutur : Ibu-ibu

Pedagang kios 12: “Sok kripikna-kripikna 12 ribu sekilo-sekilo!”

Ibu-ibu: “ Naha mang awis-awis teuing, biasana oge 10 sakilona.”

Dari percakapan diatas, pedagang kios 12 menyisipkan kata “Sekilo” dalamkalimat

Sunda yang secara tidak langsung itu merupakan campur kode.

Percakapan-percakapan di atas merupakan beberapa contoh dari hasil

pengamatan pada para pedagang oleh-oleh di Pasar Baru Bandung. Setelah

menganalisis 30 sample penggunaan Alih Kode dan Campur Kode yang telah

dilampirkan, maka diperoleh data sebagai berikut :

3 dari 30 sample menggunakan Situational Code Switching.

7 dari 30 sample menggunakan Conversational Code Switching.

16 dari 30 sample menggunakan Inner Code Mixing

1 dari 30 sample menggunakan Outer Code Mixing.

Dan 3 dari 30 sample tidak menggunakan Code Switching maupun Code

Mixing.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar dari mereka

menggunakan Inner Code Mixing dan Conversational Code Mixing.

5. Simpulan

Dari hasil penelitian di atas dapat di simpulkan bahwa sebagian besar

Pedagang oleh-oleh di Pasar Baru Bandung menggunakan Inner Code Mixing dan

Conversational Code Switching, hal tersebut di pengaruhi oleh keberagaman bahasa

serta perbedaan budaya yang ada antara pedagang dan pembeli di Pasar tersebut.

Hasil penelitian ini menggambarkan dan memberi penjelasan tentang

penggunaan campur kode pada pedagang dalam sosialisasi bahasa dengan konteks

multikultural di Pasar Baru Bandung. Meskipun demikian, hasil penelitian ini

bukanlah sebuah generalisasi penggunaan alih kode dan campur kode di Pasar Baru

Bandung. Hal tersebut dikarenakan masing-masing daerah memiliki adat yang

berbeda-beda walaupun masih satu wilayah. Oleh karena itu, penelitian berikutnya

dapat dilakukan di wilayah yang lebih luas untuk mendeskripsikan lebih jauh

Page 12: Artikel Code Mixing (2)

12

penggunaan campur kode dalam sosialisasi bahasa. Selanjutnya, dalam upaya

memperdalam dan memperluas pemahaman tentang alih kode, campur kode, dan

sosialisasi bahasa perlu dilakukan kajian yang lebih mendetail.

6. Daftar Pustaka

Arsanti, Meilan. 2012. Alih Kode dan Campur Kode. (Diunduh 11 April 2013)

Hudson, Richard A. 1996. Sociolinguistics. Second edition. Cambridge: Cambridge

University Press. http://books.google.co.id/books/about/Sociolinguistics.html?

hl=id&id=B2kST7BcVtwC (Diunduh 19 Juni 2012).

Mutmainnah, Yulia (2008) Pemilihan Kode dalam Masyarakat Dwibahasa: Kajian

Sosiolinguistik pada Masyarakat Jawa di Kota Bontang Kalimantan Timur.

Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

http://eprints.undip.ac.id/17680/(Diunduh 19 Juni 2012).

Rokhman, Fathur. 2003. Pemilihan Bahasa pada Masyarakat Dwibahasa: Kajian

Sosiolinguistik di Banyumas. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah

Mada.

Rokhman, Fatur. 2009. Fenomena Pemilihan Bahasa dalam Masyarakat Multilingual:

Paradigma Sosiolinguistik

http://fathurrokhmancenter.wordpress.com/2009/06/04/fenomena-pemilihan-

bahasa-dalam-masyarakat-multilingual-paradigma-sosiolinguistik/?

blogsub=confirming#subscribe-blog (Diunduh 6 Juni 2012).

Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Basil

Blackwell.http://books.google.co.id/books/about/An_Introduction_to_Sociolin

guistics.html?id=0J2VOzNYtKQC&redir_esc=y (Diunduh 19 Juni 2012).

Lampiran

Page 13: Artikel Code Mixing (2)

13

Berikut merupakan pengelompokan Alih Kode dan Campur Kode dari hasil

pengamatan pada para pedagang oleh-oleh di Pasar Baru Bandung:

No Kalimat UjaranAlih Kode

Campur Kode

Keteragan

1 Sok neng barade? Sayang mau apa oleh-olehnya? √Conversational Code Switching

2 Sok teh mau apa oleh-olehnya say? √ Inner Code Mixing

3 Hayu neng makanan pedesnya dua belas ribu. √ Inner Code Mixing

4 Mangga, silahkan teh cobian dulu. √ Inner Code Mixing

5 Ayo teh cobain dorokdokna. √ Inner Code Mixing

6 Ayo Ibu belanja, mau yang mana? - - -

7Sok neng mau dodolnya lima belas ribu, darimana neng?

√ Inner Code Mixing

8 De belanja dulu oleh-olehnya. - - -

9 Dua limaan weh bu, sok teh mangga. - - -

10 Ini semua pasna sabarahaeun bu? √ Inner Code Mixing

11 Aya artos alit teu? Ibu belum dapet penglaris. √Conversational Code Switching

12Ibu ieu kiripik sabarahaan? Boleh nyobain dulu engga?

√Conversational Code Switching

13 Pa, aya kiripik Maicih teu? Sekilonya berapa? √Conversational Code Switching

14Mang mahal banget. Biasana oge sapuluh rebu sakilo.

√Conversational Code Switching

15 Sok neng sini, cobian heula. Nyobian mah gratis da. √ Inner Code Mixing

16 Semprong sekilo ne piro mas? √ Inner Code Mixing

17

Pedagang kios 1 :  “Sok Neng manga cobiankiripikna!”Hajra : “Aduh Bu maaf saya mau nuker uang sama sepuluh ribuan lima.”Pedagang kios 1 : “Aduh Ibu gak punya uang kecil.”

√Situational Code

Switching

18 Pedagang kios 5: ” Iyo tukang ojeg nan dakek rumah ambo bacarito ado panumpang nan lupo bayia ongkos.”Pedagang kios 6: “Oiyo? Manga bisa coitu?”

Situational Code Swiitching

Page 14: Artikel Code Mixing (2)

14

Tiba-tiba ada pembeli datang ke kios 5, dan secara spontan pedagang kios 5 mengalihkan bahasanya menjadi bahasa Indonesia.Pedagang kios 5: “ Mari-mari, silahkan dipilih oleh-olehnya.”

19

Pedagang kios 7: “ Sok teh, mau apa oleh-olehnya sok dicoba dulu?”Winda: “ Teh, upami dodol sekilonya berapa?”Pedagang kios 7: “Sekilonya 12 ribu neng.”

√ Inner Code Mixing

20

Pedagang kios 12: “Sok kripikna-kripikna 12 ribu sekilo-sekilo!”Ibu-ibu: “Naha mang awis-awis teuing, biasana oge 10 sakilona.”

√ Inner Code Mixing

22Hoyong kue anu mana bu? Boleh nyobain dulu kok silahkan.

√Conversational Code Switching

23 Oleh-olehna Bos buat di rumah. √ Inner Code Mixing

24Kurupukna, Kiripikna, Dodolna, sok manga kesini dulu.

√ Inner Code Mixing

25 Sok dicobain dulu Bu peuyeumna, diical mirah kok. √ Inner Code Mixing

26 Ibu Bapak kerupuk seblaknya dijual murah. √ Inner Code Mixing

27

Pedagang : “sepuluh ribu tiga bungkus, siapa lagi ayo-ayo.Pembeli :“ari nu ieu sami wae sapuluh tilu?”Pedagang : “muhun bu sadayana oge sapuluh tilu.”

√Situational Code

Switching

28Pedagang : “Colenak colenak aneka rasa, sapuluh rebu sabungkus.”Pembeli : “Didiscount ya Bu?”

√ Outer Code Mixing

29Pisang sale asli ti Bandung, mangga mangga dua belas rebu sakilo.

- - -

30 Bapak, Ibu, Teteh sok mangga wajitnya diborong. √ Inner Code Mixing