Kelainan Bulosa Pada Masa Anak-anak (lanjutan)
Diterjemahkan dari: Bullous disorders of chilhood
Dalam Buku: Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology fourth edition; bab 13, hal 308-313. Anthony J. Mancini, MD & Amy S. Paller, MD
Oleh:
Azhar Ramadan Nonci
Pembimbing:
dr. I.G.A.A Dwi Karmila, Sp.KK
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RS SANGLAH DENPASAR
2013
1
Epidermolisis bulosa distrofik
Epidermolisis bulosa distrofik (tipe skar) umumnya dibagi dalam bentuk dominan
dan resesif (Tabel 13.5, 13.6). Bentuk resesif selanjutnya telah dibagi lagi menjadi
bentuk generalisata berat dan bentuk generalisata yang lain. Bentuk epidermolisis
bulosa distrofik dominan (EBDD) tampak jauh lebih ringan; individu yang
terkena umumnya sehat, memiliki tubuh yang normal, dan tampak bula yang
terlokalisir pada kulit. Epidermolisis bulosa distrofik resesif (EBDR) tipe
generalisata berat sebaliknya tampak parah dengan keadaan umum lemah.
Terdapat keterlambatan pertumbuhan, perkembangan, fungsi deformitas tangan
dan kaki akibat jaringan parut yang luas dan biasanya dapat terjadi anemia berat
dan hipoalbumin. Semua bentuk epidermolisis bulosa distrofik mempengaruhi
anchoring fibrils, elemen-elemen penting untuk taut dermo-epidermal, dan
merupakan akibat dari mutasi pada kolagen tipe VII.
Tabel 13.5
Klasifikasi dan penyebab dari bentuk mayor epidermolisis bulosa distrofik
Tipe Penurunangenetik
Kerusakan gen
Dominan AD Kolagen VII
Generalisata AD Kolagen VII
Akral AD Kolagen VII
Pretibia AD Kolagen VII
Pruriginosa AD Kolagen VII
Kuku AD Kolagen VII
Dermolisis bulosa pada bayi baru lahir AD Kolagen VII
Resesif
Generalisata berat AR Kolagen VII
Generalisata lainnya AD Kolagen VII
Inversa AR Kolagen VII
Pretibia AR Kolagen VII
Pruriginosa AR Kolagen VII
Sentripetal AR Kolagen VII
Dermolisis bulosa pada bayi baru lahir AR Kolagen VII
Tabel 13.6 Karakteristik bentuk mayor epidermolisis bulosa distrofik
1
Tipe Manifestasi klinis
Distrofik dominan Onset saat lahir sampai awal masa bayi
Bula predominan pada punggung tangan, siku, lutut dan kaki bagian bawahLesi milia dengan skar
Beberapa pasien terdapat lesi seperti skar, terutama pada badan80% memiliki kuku distrofik
Distrofik resesif,
generalisata berat
Onset saat lahir
Bula yang menyebar luas, skar, lesi milia
Deformitas: pseudosyndactily, kontraktur sendi
Keterlibatan membran mukosa berat, kuku; alopesia
Retardasi mental & pertumbuhan, gizi buruk
Anemia
Mottled, karies gigi
Osteoporosis, terlambat puberitas, kardiomiopati, glomerulonefritis, amiloidosis renal, nefropati IgAPredisposisi menjadi karsinoma sel skuamus pada area skar yang parah
Distrofik resesif
generalisata lainnya
Bula generalisata sejak lahir dengan skar lesi milia
(Anemia, retardasi pertumbuhan dan mukosa) lebih jarang terjadi, namun sering terdapat masalah esofagus pada usia lebih dewasa
Epidermolisis bulosa distrofik dominan
Epidermolisis bulosa distrofik dominan (EBDD, generalisata) umumnya terjadi
saat baru lahir atau segera sesudahnya, meskipun pada kasus yang ringan dapat
tidak timbul bula atau kelainan kuku sampai dewasa. Bula dan skar serta lesi milia
umumnya terdapat pada area ekstensor dari ekstremitas dan punggung tangan
(Gambar. 13.13). Pada 80% kasus terdapat penebalan, distrofi atau kerusakan total
pada kuku (Gambar. 13.14). Pada 20% dari kasus, terdapat lesi pada membran
mukosa namun cenderung ringan dan bukan merupakan suatu masalah. Gigi dan
rambut umumnya tidak terpengaruh dan tidak terdapat gangguan perkembangan
fisik. EBDD tipe kuku tidak timbul bula, melainkan terdapat kerusakan dan
hilangnya kuku. Bentuk akral (EBDD akral) terdapat bula hanya pada tangan dan
kaki, sedangkan bentuk pretibial (EBDD pretibial) juga tampak lesi seperti
gambaran liken planus pada area pretibial. EBD pruriginosa ditandai dengan lesi
EBD tipikal (dominan atau resesif) namun onset pada masa kanak-kanak dan
terdapat pruritus yang berat.
1
Dermolisis bulosa pada bayi baru lahir (EBD-DBB, yang sebelumya disebut DBB
transien) menujukkan adanya bula pada kulit yang cukup luas, saat kelahiran atau
Gambar 13.13. EB distrofik dominan. Ditandai dengan bula pada area punggung tangan, predominan diatas area ruas-ruas jari dengan skar residual dan milia
Gambar 13.14. EB distrofik dominan. Distrofik kuku, terutama pada jari kaki sering terdapat pada individu dengan EB distrofik dominan
Gambar 13.15. Dermolisis bulosa transien pada bayi baru lahir. Setelah perluasan bula pada ekstremitas bawah saat lahir, tidak muncul bula lagi setelahnya. Pemeriksaan immunomapping terjadi pemisahan pada lapisan atas dermis dan pewarnaan pada kolagen tipe IV berkurang.
1
di awal masa bayi (Gambar. 13.15). Bula secara dramatis akan membaik mulai
pada bulan pertama sampai usia dua tahun dan terjadinya bula bukan merupakan
suatu masalah meskipun dapat menyebabkan atrofi residual ringan, pembentukan
skar, distrofi kuku dan peningkatan risiko karies gigi,. Kelainan ini disebabkan
oleh adanya mutasi ringan pada COL7A1, dan dapat menurun secara dominan atau
resesif.
Epidermolisis bulosa distrofik resesif generalisata berat
Anak-anak dengan EB distrofik resesif generalisata berat (EBDR) mengidap suatu
penyakit bula berat yang mempengaruhi kualitas hidup yang ditandai dengan skar
distrofik dan deformitas yang luas disertai keterlibatan mukosa yang berat. EBDR
dapat memiliki gambaran sebagai bentuk yang ringan (EDBR generalisata bentuk
lainnya) dengan adanya bula yang tidak parah pada kulit dan mukosa. Dua bentuk
yang lain dari EBDR memiliki lebih banyak keterlibatan kulit yang terlokalisir.
Bula pada EBDR inversa selain cenderung mengenai mukosa yang luas termasuk
struktur esofagus, juga terjadi pada area aksial intertrigenosa, lumbosakral dan
akral. EBDR sentripetal cenderung terjadi pembentukan bula, skar dan lesi milia
yang terbatas pada area pretibial dan kuku (mirip EBDD), namun pada beberapa
pasien juga terdapat bula yang ringan sampai sedang pada area mukosa. Meskipun
pada bayi beberapa area kulit dapat terkena, namun area yang paling sering
terkena adalah tangan, kaki, bokong, pundak, wajah, kepala bagian belakang, siku
dan lutut. Pada anak yang berusia lebih tua, area yang paling sering terkena adalah
tangan, kaki, lutut, siku dan leher bagian belakang/punggung bagian atas
(Gambar. 13.16). Bula dapat mengalami perdarahan dan terjadi pada area yang
luas, terutama pada ekstremitas bawah yang dapat terjadi area tanpa kulit sama
sekali. Ketika suatu bula robek atau atapnya terkelupas, maka akan menyebabkan
keluhan nyeri pada permukaannya. Tanda dari Nikolsky (suatu penekanan ringan
pada bula yang menyebabkan perluasan dari bula atau keluarnya cairan abrasi
pada kulit) sering positif. Bula berisi cairan yang meskipun awalnya steril, namun
bisa terjadi infeksi sekunder yang dapat menyebabkan sepsis; dengan organisme
penyebab terbanyak yaitu Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.
1
Seringkali bula akan menjadi suatu skar atrofik dan berbagai macam
derajat hiperpigmentasi dan hipopigmentasi. Tampak skar milia yang khas. Pada
pemeriksaan dermoskopi, kadang-kadang tampak bercak gelap menjadi kehitaman
dengan bentuk ireguler, namun secara histologis tampak nevus jinak atau
peningkatan deposit pigmen basal. Lesi perubahan warna kulit dapat hilang secara
spontan. Pada tangan dan kaki bagian bawah sering terjadi bula dan skar yang
berat. Jari-jari tangan dan kaki dapat menyatu, yang menyebabkan
pseudosyndactyly dimana jari-jari disatukan oleh kantung epidermal menyerupai
gambaran sarung tangan sehingga menyebabkan claw-like clubbing atau mitten-
like deformities (Gambar. 13.17).
Jari-jari tangan dan kaki menjadi tidak dapat bergerak (biasanya saat usia satu
tahun), dan pergelangan tangan, siku, lutut serta pergelangan kaki dapat menetap
Gambar 13.16. EB distrofik resesif. Pada anak perempuan ini terdapat ‘shawl sign’ dari EBDR. Meskipun rambut sudah dipotong, dilakukan dressing dan proteksi ketat dari trauma, area ini telah menjadi bula yang terbuka selama 5 tahun.
Gambar 13.17. EB distrofik resesif. Pseudosyndactyly atau deformitas mitten pada kedua tangan seorang anak perempuan berusia 5 tahun ini, disertai skar atrofik yang luas
1
pada posisi fleksi karena kontraktur, menyebabkan imobilitas dan sering menjadi
tergantung pada kursi roda.
Keterlibatan mukosa oral sering terjadi segera setelah lahir, menyebabkan
disfagia dan keterbatasan kemampuan untuk menyusui dengan baik. Erosi pada
esofagus dapat menyebabkan stenosis segmental (paling sering pada sepertiga
bagian atas) menyebabkan kesulitan dalam penyerapan. Seringkali terjadi
gastroesophageal reflux disease, terutama yang menyebabkan muntah yang parah.
Konstipasi sering terjadi dan mungkin disebabkan oleh fisura ani, kurang
konsumsi serat dan efek pemberian zat besi. Anak yang menderita penyakit ini
memiliki rasa enggan untuk makan dan sering terjadi fisik yang gagal
berkembang, sehingga membutuhkan peningkatan kebutuhan nutrisi akibat defisit
protein dan nutrisi lainnya karena adanya luka. Seiring perkembangan usia
terdapat kecenderungan penyakit menjadi lebih ringan, tapi harus menghindari
minum air yang hangat, makanan yang kasar dan partikel besar yang dapat
menyebabkan bula pada rongga mulut, faring atau esofagus. Pasien mengalami
kelainan khas mikrostomia yang disebabkan oleh pembentukan skar intraoral dan
suatu frenulum yang membatasi gerak. Pada mata dapat timbul bula yang disertai
dengan inflamasi okular dan menjadi skar pada kornea yang dapat menyebabkan
gangguan penglihatan. Bula dan skar pada laring dapat menyebabkan suara parau,
suara hilang dan bahkan stenosis laring. Pada pasien epidermolisis bulosa,
khususnya EBDR terdapat kandungan mineral yang rendah pada tulang, sehingga
mungkin dapat terjadi insufisiensi nutrisi campuran, penurunan akitivitas fisik dan
inflamasi kronik.
Gigi pada penderita EBDR sering mengalami karies gigi dini yang berat.
Pembentukan skar intra oral yang progresif menyebabkan mikrostomia dan
penurunan produksi saliva. Bahkan perawatan gigi berkala dapat menyebabkan
erupsi bula dan erosi pada bibir, ginggiva dan mukosa oral. Kuku dapat terjadi
distrofi yang berat atau hilangnya kuku keseluruhan. Rambut dan kulit kepala
dapat terlihat jarang secara menyeluruh dan bisa terdapat bercak alopesia sikatrik.
Pada pasien dengan EBDR bentuk generalisata berat, kematian dapat
terjadi pada masa bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh sepsis, pneumonia
atau gagal ginjal. Pasien dengan EBDR (dan jarang pada EBDD) memiliki risiko
1
tinggi mengalami glomerulonefritis, amiloidosis renal dan nefropati IgA.
Kehilangan banyak cairan, darah dan protein melalui beberapa area di kulit yang
disertai malnutrisi dapat menyebabkan hipoalbumin dan anemia. Kardiomiopati
yang luas merupakan komplikasi yang jarang terjadi, tetapi dapat berakibat fatal
terutama pada pasien yang secara bersamaan mengalami gagal ginjal kronik.
Kardiomiopati disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kelebihan zat besi
akibat tranfusi, miokarditis oleh karena virus dan defisiensi dari selenium dan
karnitin. Komplikasi lain dari EBDR diantaranya erosi dan skar pada daerah anal
(sering menyebabkan rasa tidak nyaman yang berat, konstipasi kronis dan keadaan
anal yang kotor), stenosis uretra, retensi urin, hipertrofi kandung kencing dan
kadang-kadang hidronefrosis.
Pasien dengan EBDR (dan sedikit banyak EBJ tapi bukan EBDD)
menunjukan suatu peningkatan progresif risiko terjadinya karsinoma sel skuamus
(secara berurutan 7,5%, 68%, 80% dan 90% pada usia 20, 35, 45 dan 55 tahun)
pada area kulit dengan ulserasi dan skar yang berat. Lesi ini sering timbul diatas
area persendian dan ekstremitas bagian distal sebagai lesi nodular atau ulkus yang
sulit sembuh. Adanya masa yang dicurigai suatu keganasan, sebaiknya dilakukan
biopsi untuk membedakan karsinoma sel skuamus dari suatu lesi jinak seperti
verruciform xanthoma. Karsinoma kulit cenderung menjadi agresif pada area
setempat. Seringkali harus diamputasi dan cenderung mengalami metastasis yang
menyebabkan kematian.
Kematian yang terjadi pada masa kanak-kanak paling sering pada jenis
EBJ (pertengahan usia 4-6 bulan). Sepsis, gagal berkembang dan gagal nafas
merupakan penyebab tersering terjadinya kematian pada masa kanak-kanak.
Anak-anak dengan EBDR umumnya masih bertahan hidup pada masa neonatus
dan bayi, namun tidak dapat bertahan terhadap infeksi selanjutnya pada masa
kanak-kanak atau menjadi karsinoma kulit yang agresif pada usia dewasa.
Pengobatan epidermolisis bulosa
Seperti pada kelainan heriditer lainnya, merupakan suatu tanggung jawab dokter
untuk memberikan informasi kepada orang tua tentang risiko terjadinya
1
abnormalitas yang diturunkan dari orang tua. Ketika kondisi dipastikan oleh suatu
gen dominan (seperti pada EBDD) dan orang tua menderita, risiko terjadi kelainan
pada anak-anaknya sebesar 50%. Pada suatu keluarga dimana seorang anak
memiliki abnormalitas akibat suatu gen resesif (seperti pada EBDR), risiko orang
tua memiliki kemungkinan terjadi abnormalitas pada keturunan selanjutnya di
setiap kehamilan sebesar 25%. Memberikan konseling genetik yang sesuai
berdasarkan diagnosis yang akurat. Karena perjalanan klinis dari bermacam
bentuk epidermolisis bulosa sangat beragam, terutama selama masa neonatus dan
bayi, direkomendasikan bahwa pasien sebaiknya dievaluasi sedini mungkin
dengan pemeriksaan imunofluoresen, pemeriksaan antibodi monoklonal dan
analisis DNA jika dianggap sesuai dalam upaya untuk menentukan diagnosis yang
tepat. Diagnosis prenatal pada semua bentuk dari epidermolisis bulosa saat ini
dapat menggunakan cara molekular, namun akan lebih mudah jika gen yang
terkena sudah diketahui dari keluarganya. Diagnosis preimplantasi telah ada, dan
merupakan suatu pilihan dengan menggunakan fertilisasi in vitro untuk
memastikan suatu fetus yang normal tanpa risiko keguguran.
Efek psikososial pada epidermolisis bulosa terutama bentuk yang lebih
berat, pada individu dan keluarga yang terkena, memiliki efek paling dramatis
diantara penyakit kulit lainnya. Anak-anak yang menderita merasa memiliki kulit
yang gatal, nyeri, memiliki kesulitan berpartisipasi, sulit untuk memahami
individu yang lain dan merasa berbeda. Orang tua dari anak yang menderita kuatir
anaknya menjadi lain; anak mengeluh kesakitan; merasa tidak percaya diri;
keterbatasan dalam melakukan pekerjaan dan waktu luang, masalah dalam
mengatur perawatan, menjadi tidak produktif dalam pekerjaan; masalah keluarga;
ketidakpedulian serta ketidakcakapan dari pemberi perawatan lainnya dan adanya
perlawanan oleh anak tersebut dalam perawatan. Masalah-masalah ini sebaiknya
dibicarakan dan diberikan bantuan psikologis untuk pasien dan keluarganya
sebagai bagian dari perawatan optimal.
Terapi epidermolisis bulosa adalah paliatif, dengan melindungi dari
gesekan atau panas yang berlebihan, mencegah dari abrasi dan kontriksi,
penanganan infeksi sekunder, suplementasi nutrisi dan penanganan nyeri. Karena
bula disebabkan oleh cedera mekanis, sebaiknya diambil tindakan untuk
1
mengurangi tekanan dan mencegah trauma yang tidak perlu. Pakaian seharusnya
yang terbuat dari bahan yang lembut dan dipakai secara terbalik. Label pakaian
baru yang dapat menggesek kulit sebaiknya dibuang. Penutup baju jenis velcro
lebih tidak traumatis dibandingkan jenis lain. Sarung tangan dapat digunakan
untuk meminimalisir trauma akibat diri sendiri. Sepatu sebaiknya dari bahan halus
dan berukuran yang sesuai; sepatu kulit dengan permukaan kulit di bagian dalam,
direkomendasikan idealnya dengan lipatan pada bagian luar (seperti sepatu orang
indian). Selama musim panas, sepatu kanvas dan sandal jelly merupakan pilihan
yang terbaik. Sepatu sebaiknya cukup longgar untuk mengakomodasi dressings
dan meminimalisir gesekan. Sol dapat dibuat dari cooling gel, kulit domba atau
dressing pelindung. Bayi yang terkena dapat diangkat dan dipindahkan pada alas
yang lembut, bak mandi bayi dapat dilapisi dengan handuk tebal. Lingkungan
sekitar yang dingin dan lubrikasi untuk meminimalisir gesekan pada permukaan
kulit sangat membantu memperbaiki lesi bula. Ketika bula timbul, perluasan dapat
dicegah dengan aspirasi cairan bula secara aseptik. Apabila masih memungkinkan,
atap bula sebaiknya dibiarkan tetap intak untuk melindungi kulit dasarnya.
Pada epidermolisis bulosa simpleks, menjaga telapak tangan dan telapak
kaki tetap dingin dan kering membantu untuk meminimalisir timbulnya bula,
terutama saat musim panas. Hiperhidrosis sering terjadi secara bersamaan, dan
sebaiknya dilakukan langkah untuk meminimalisir timbulnya bula yang terjadi
akibat hiperhidrosis. Aplikasi terapi dapat diberikan 20% alumunium chloride
hexahydrate pada waktu malam hari dan dikeringkan dengan pengering rambut
temperatur dingin, menggunakan kaos kaki yang menyerap keringat dan menaburi
area yang terkena dengan bedak yang menyerap seperti Zeasorb. Untuk kasus
yang parah dan pasien usia lebih tua dengan EBS lokalisata, injeksi botulinum
toxin telah dilaporkan. Penggunaan silver-impregnated socks dapat mengurangi
infeksi dan membuat kaki terasa lebih nyaman.
Kasur air dan lapisan bulu yang lembut akan membantu mengurangi
gesekan dan trauma. Mandi rutin setiap hari dan pengolesan krim pelindung pada
area erosi atau pemberian salep antibiotik (biasanya basitrasin) terutama jika
terdapat sedikit krusta. Dressing pelindung yang tidak melekat pada luka
sebaiknya diaplikasikan pada area erosi untuk membantu penyembuhan namun
1
harus mencegah pengelupasan selanjutnya ketika penggantian dressing
(contohnya: petrolatum-impregnated gauze, Telfa, Mepilex, Mepilex transfer,
Mepitel, Restore). Pada anak-anak dengan EBDR, dressing sebaiknya dilakukan
secara hati-hati pada lokasi yang tepat diantara jari-jari untuk mencegah risiko
terjadi pseudosyndactyly (Gambar. 13.18).
Penggantian dressing harus dilakukan secara steril untuk mencegah risiko
terjadinya infeksi oleh bakteri. Dressing pada area terkena dapat menggunakan
kasa gulung (seperti Kerlix) dengan plester yang dilekatkan hanya pada dressing
itu sendiri atau dengan stockinette seperti (Surgifix atau Spandage). Dressing
dengan bahan perak telah memperbaiki keadaan pasien dari infeksi yang berulang,
namun penggunaan silver sulfadiazine dilaporkan telah mengakibatkan argyria.
Keuntungan pemberian preparat perak pada kulit penderita EB dan akibat yang
tidak diketahui dari kadar perak yang tinggi dalam darah, banyak keluarga yang
mempertimbangkan keuntungan pemberian pada penurunan infeksi dan
mempercepat penyembuhan luka menjadi bisa mendapat risiko yang lebih berat.
Suatu penggunaan preparat topikal lainnya sedang dilakukan atau dalam
penelitian untuk tujuan mempercepat penyembuhan luka seperti thymosin beta 4
dan madu yang dapat menyembuhkan. Area yang berkrusta dan purulen sebaiknya
dilakukan kultur dan diterapi sesuai sensitifitas tehadap organisme penyebab.
Pemberian secara topikal salep mupirosin dan atau gentamisin bermanfaat pada
Gambar 13.18. EB distrofik resesif. Non-adherent dressings sebaiknya ditempatkan diantara jari-jari tangan dan kaki pada anak-anak dengan EBDR untuk mencegah risiko terjadinya pseudosyndactyly. Ditandai dengan skar pada kulit dan anonikia
1
area dengan krusta yang tidak luas. Keterlibatan yang lebih luas membutuhkan
terapi antibiotik sistemik. Penggunaan antibiotik sistemik secara berlebihan
sebaiknya dihindari karena berisiko tinggi terjadi resistensi. Larutan gentamisin
(480 mg/L salin), larutan asam asetik (cuka putih yang diencerkan) dan
penambahan sedikit pemutih pada air untuk mandi (misal seperempat sampai
setengah gelas per bak mandi) telah digunakan untuk menghambat kembang-biak
organisme staphylococcal dan pseudomonas. Pada bayi dan neonatus berisiko
tinggi mengalami sepsis dan pasien harus diamati dan dimonitor secara cermat.
Pemberian steroid sistemik dan topikal umumnya tidak diperlukan pada pasien
dengan EB dan sebaiknya dihindari karena dapat memicu terjadi infeksi dan efek
samping yang lain. Pemberian steroid topikal poten yang dibatasi, atau talidomid
telah membantu pembentukan jaringan granulasi pada laminin 332 yang terkena.
Penanganan nyeri merupakan suatu hal yang penting pada perawatan EB,
terutama pada bayi. Penggantian dressing pada lokasi bula menyebabkan nyeri
yang sangat hebat bagi pasien, harus dilakukan mulai dari beberapa kali seminggu
hingga dua kali sehari berdasarkan luas drainase dan adanya infeksi. Metadon dan
sirup penekan batuk dekstrometorfan telah digunakan untuk menghilangkan rasa
tidak nyaman pada bayi. Pada anak yang lebih tua, asetaminofen dengan kodein,
midazolam oral atau morfin telah digunakan sebelum penggantian dressing dan
mandi untuk mengurangi nyeri. Amitriptilin dan cara perawatan yang benar juga
telah diberikan untuk mengurangi nyeri kronis dan ketidaknyamanan.
Pemberian suplemen nutrisi penting untuk pasien EB dengan bentuk yang
lebih parah untuk mencegah terjadinya gagal tumbuh kembang yang terkait
dengan mortalitas pada 20,5% pasien dengan EBJ-H umur dua tahun. Kekurangan
protein, zat besi dan darah melalui area kulit yang tebuka menyebabkan
hipoalbumin, defisiensi besi dan kekurangan mineral. Selanjutnya, gangguan
kronis dari epitel usus halus menyebabkan gangguan penyerapan nutrisi dan nyeri
dengan penurunan asupan makan. Konsultasi ke ahli gizi penting untuk
memaksimalkan asupan kalori dan protein serta pemberian nutrisi dan vitamin
khusus, seperti zat besi, zinc dan vitamin D3. Preparat besi oral memiliki efek
toleransi yang buruk pada saluran pencernaan dan konstipasi merupakan masalah
penting; pemberian zat besi secara intravena atau tranfusi darah mungkin
1
diperlukan untuk menjaga nilai Hgb setidaknya 8 g/dL pada anak-anak yang sakit
berat. Sebaiknya menggunakan dot yang lembut seperti haberman feeder dengan
lubang yang lebar untuk mengurangi keinginan menghisap. Bibir harus dilindungi
dengan petrolatum sebelum mulai makan. Biasanya, pemberian makan melalui
saluran nasogastrik sebaiknya dihindari atau jika diperlukan dapat menggunakan
saluran yang sesuai untuk pemberian makan. Penempatan titik lubang saluran
gastrotomi sebaiknya dipertimbangan pada bayi yang mulai mengalami penurunan
grafik dari kurva tumbuh kembang. Sebagai sarana pemberian makanan tambahan
untuk asupan kalori dan sebagai rute alternatif untuk pemberian oral, sebaiknya
dipikirkan penempatan dini posisi gastrostomi pada EBJ-H dan EBDR. Intervensi
gigi rutin, bagus untuk mencegah karies; gigi dapat dibersihkan dengan kasa
lembab yang halus dan dicuci klorheksidin. Implan endosseous telah ditempatkan
dengan berhasil pada pasien dengan EB.
Pada EBDR, disfagia merupakan keluhan yang sering timbul akibat
adanya keterlibatan mukosa. Ini dapat disebabkan dari adanya suatu reaksi
inflamasi yang reversible atau dari striktur yang permanen. Pada pemeriksaan
barium tampak lesi esofagus; namun pemeriksaan endoskopi tidak disarankan.
Mengkonsumsi makanan yang lunak selama beberapa minggu tidak rnenghasilkan
perbaikan keluhan yang signifikan. Jika dalam pemberian asupan makan yang
baik secara konservatif gagal, sebaiknya dilakukan dilatasi esofagus dengan
tuntunan fluoroskopi, dan dapat diulang kembali jika terjadi stenosis yang
rekuren. Terjadinya perforasi pada esofagus merupakan komplikasi yang paling
serius dari tindakan dilatasi esofagus. Pembedahan merupakan tindakan alternatif,
melalui interposisi dan reseksi pada lokasi terjadinya striktur dengan tindakan
end-to-end anastomosis, tetapi tindakan ini berisiko tinggi. Dilatasi esofagus juga
dapat menyebabkan eksaserbasi gastroesophageal reflux, tapi membaik dengan
pengobatan H2-blockers, proton pump inhibitors atau pro-motility agents dan
komposisi susu yang lebih kental. Konstipasi ditangani dengan asupan cairan dan
konsumsi makanan berserat yang adekuat serta pemberian laksatif seperti
polyethylene glycol 3350 (Miralax). Perbaikan fungsi dari fusi yang berat dan
deformitas fleksi pada tangan dan kaki sering berhasil dengan tindakan fisioterapi
dan bedah plastik. Penyembuhan pada tindakan ‘degloving’ ini dapat dilakukan
1
dengaan penggunaan ‘biological dressing’ dengan tissue engineered skin
subsitutes dan autologous epidermal grafts pada luka tersebut (Gambar. 13.19).
Pada prosedur anestesi terdapat penyulit, namun dapat menggunakan mask
anesthesia, endotracheal tube, sedasi secara intravena dan blok lokal anestesi.
Karsinoma sel skuamus (KSS) yang melibatkan kulit atau membran
mukosa pada EBDR sampai EBJ-H yang tidak terlalu luas, terjadi akibat adanya
bula dan ulkus yang berulang serta pembentukan skar. Luka yang sulit sembuh
atau tampak menetap terutama pada usia dewasa, dibutuhkan biopsi untuk
mencari kemungkinan suatu KSS. KSS jarang terjadi pada lidah dan esofagus.
Risiko akumulatif pada EBDR sebesar 13% pada usia 20 tahun, 57% pada usia 35
tahun dan 87% pada usia 45 tahun. Melanoma dapat terjadi pada anak-anak
dengan EBDR dan risiko terjadinya karsinoma sel basal tampak meningkat pada
usia dewasa dengan EBS-DM. Intervensi dini merupakan langkah tepat untuk
melakukan eksisi full-thickness dengan margin luas. Mohs surgery tidak
memberikan keuntungan jangka panjang dalam mencegah rekurensi lokal,
metastase atau kematian. Pada 42% pasien EBDR dan KSS diperlukan tindakan
amputasi, dengan insiden yang hampir sama pada tangan dan kaki. Pembedahan
pengangkatan tumor dan terapi radiasi merupakan tindakan paliatif untuk
mengurangi nyeri dan perdarahan. Cetuximab (EGFR antagonis) merupakan
terapi terkini yang telah dilaporkan pada satu pasien dapat mengontrol metastase
pada KSS.
Selama beberapa tahun belakangan ini, penelitian pada binatang telah
menunjukan hasil adanya perubahan gen dan protein pada EB bentuk resesif.
Transplantasi gene-corrected cultured epidermal stems cells dari pasien EBJ-non-
Gambar 13.17. Dressing biologi pada EBDressing biologi dapat digunakan secara selektif, untuk mempercepat penyembuhan pada area
1
Herlitz menunjukan hasil kulit yang tampak normal dalam waktu kurang lebih
satu tahun tapi tindakan ini menggunakan insersi retroviral. Injeksi intradermal
allogeneic fibroblasts secara temporal menstimulasi peningkatan ekspresi dari
kolagen tipe VII dari pasien (bukan donor) fibroblas, terutama pada pasien EBDR
dengan kondisi yang tidak parah. Studi terkini, dilaporkan beberapa pasien EBDR
telah menunjukan perbaikan secara gradual setelah transplantasi stem cell.
Penelitian lebih lanjut seperti penurunan intensitas pengondisian regimen sedang
dilakukan.
Sindroma Kindler
Sindroma kindler ditandai dengan poikiloderma generalisata yang progresif, bula
kongenital pada kulit daerah akral, atrofi kulit difus (Gambar. 13.20), kerapuhan
pada kulit, webbing pada jari-jari tangan dan kaki, distrofi kuku, lesi mukosa oral
dan fotosensitifitas yang kadang-kadang terjadi hanya dalam beberapa menit
setelah paparan. Gambaran klinis yang lain adalah hiperkeratosis pada telapak
tangan dan kaki, leukokeratosis, red friable hyperplastic gums, konstipasi dan
kadang-kadang kolitis berat; stenosis pada esofagus, laring, anal, vaginal dan
saluran uretra; dan fimosis. Meskipun fotosensitifitas dan bula tampak menurun
seiring peningkatan usia, terjadinya skar atrofi dan poikiloderma tampak
meningkat. Terdapat peningkatan insiden dari karsinoma sel skuamus pada area
akral dan mulut. Pada kelainan ini dibutuhkan penanganan seperti menghindari
trauma, penggunaan emolien yang sesuai, pelindung matahari yang tepat dan
penggunaan antibiotik yang rasional untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
Perawatan gigi berkala dan skrining dini adanya metastasis sangat penting, seperti
pemberian zat besi pada kondisi anemia dan penanganan dari stenosis dan kolitis.
Mutasi gen yang terjadi pada sindroma Kindler adalah FRMT1 (dahulu disebut
KIND-1), mengatur fermitin family homolog 1 (FFH 1) protein atau Kindlin-1,
suatu protein adhesi fokal yang menghubungkan sitoskeleton aktin dengan matrik
ekstraselular dan mengontrol bentuk lamellipodia pada keratinosit, demikian itu
merupakan proses adhesi dan motalitas sel.
1
Gambar. 13.20. Sindroma Kindler pada anak-anak.Kasus pada seorang anak laki-laki menunjukkan adanya poikiloderma, atrofi kulit, distrofi kuku dan webbing pada jari-jari tangan
Top Related