8/19/2019 Abd. Rachman Assegaf Book Review Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif
1/12
BOOK
REVIEW
Judul
PenuUs
Penerbit
Tahunterbitan
Cetakan
Ukuran
.Tunilahhalaman
ISBN
ISLAMICSTUDIESDI
PERGURUAN
TrNGGI
Pendekatan Integratif-mterkonektif
AminAbduUah
PustakaPelajar
2006
I
14cmx21 cm
xx +
434
halaman
979-2458-15-8
MENIMBANG PARADIGMA KEILMUAN
ISLAM
YANG INTEGRATIF-INTERKONEKTIF
Abd.
achman
ssegaf
Buku yang merupakan
publikasi
dari berbagai tuk'san in i dibagi
dalam empat
bagian, yakni pada bagian pertama memuat seputar
filsafat ihnu-ihnu
keislaman yang
pembahasannya mek'puti problematika
fibafat blam
m oden% pendekatan
dalam
kaj
ian
Islam, dan epistemologi keihnuan
yang
integralistik. Padabagian
kedua
dibahas
tentang upayapembaharuan dalam filsafat
Islam,
kajian iknu kalam di
L^tN,
dan
perubahanparadigmapenafsiranKitab
Suci.
Bagianketigamenjelaskanpendekatan
hermeneutis dalam studi sosial-budaya serta fatwa keagamaan.
Sedang
bagian
keempat mencoba untuk menawarkan arah baru
pergeseran
paradigma dalam studi
keislaman.
Dengan
demikian buku yang
diterbitkan
oleh
Pustaka
Pelajar ini
mendiskusikan
masalah kajian Islam
atau Islamic Studies di
lingkungan
Perguruan
Tinggi
secara
filosofis. Namun karena penuk'snya adalah
rektorUB> J
Sunan Kakjaga,
maka
apa yang dibahas dapat
dijadikan
sebagai representasi sekaligus referensi
bagi model pengembangan
kampus tersebut.
238
JURNALPENELITIANAGAMA. VOLXVII NO.
1JANUARI-APKIL2008
8/19/2019 Abd. Rachman Assegaf Book Review Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif
2/12
Abd Rachman
Assegaf
Menimbang
Paradigma
Keilmuan /s/om yang lntegratif-lnterkonektif
Tiga Lapis W ilayah Keilmuan
l s lam
Melalui
paradigma keilmuan yang integratif-interkoneklif,
UE^J
Sunan Kalij aga
Yogyakarta m encoba
untuk
m engembangan konsep segitiga
hadharah,
yaitu
hadharah
al-nash
(peradaban teks),
hadharah al- 'ilm (peradaban
i lmu),
dan
hadharah
a l - f a I s a f a h
fceradaban filsafat). Menariknya,
dalam buku
ini ketiga
wilayah
tersebut tidak dikaji secara
parsial,
m elainkan
secara integratif-interkonektif,
atau
saBng bertiubungan satu
sam a
lain.
Jika ditelaah
secara
historis,
bidang-bidang keitauan
tersebut sesungguhnya pernah dikaji dan dikem bangkan oleh para
ihnuwan
M uslim
pada era klasik dan
tengah,
m eskipun kem udian kurang m em peroleh perhatian dari
generasi M uslim berikutnya.
Dengan
dem ikian, seluruh bidang keiknuan
itu
dapat
dikatakan sebagai irm u-iknu keislam an, selama secara ontologis,
epistem ologis,
dan
aksiologis, berangkat dari atau sesuai
dengan
nilai-nilai dan etika Islam . Di sinilah
perbedaannya dengan irm u-iknu sekuler yang meskipun m engklaim dirinya sebagai
valuefree,
namun
kenyataannya
penuh dengan muatan
kepentingan.
Realitas
inilah
yang
m enyebabkan m uncurnya
kritik dari
berbagai pihak terhadap
irmu-iknu
sekuler
yang dianggap
ikut
m endorong
proses dehum anisasi.
nmu-iknukeMamandanumumyangmenjadiwitayahkajianUnvfSunanKarijaga
Yogyakarta berangkat dari paradigm a keihnuan integratif-interkonektif. Iim u-iknu
yang diaj arkan di UTN in i
didasarkan
pada
nom enklatur
keibmian yang ada yang
mencakup irm u-irm u alam ,
sosial,
dan hum aniora, dengan menempatkan
A lquran
dan Hadis sebagai kajian utama. Dialog keitauan ini
m embagi
wuayah studi keislaniaii
dalam tiga bagian, yaitu: hadlarah al-nash, yakni kem ajuan peradaban yang
bersumber
dari nash (agama), hadlarah al- 'ilm, yakni kem ajuan peradaban yang
bersumber
dari
ilm u-ilmu
kealam an (naturalscience s) dan kemasyarakatan
(so-
cial
sciences),
dan
hadlarah al-falsafah,
yakni kem ajuan peradaban bersum ber
dari etika
dan
falsafah.
Pen ulis buku ini dengan cermat
m engetengahkan
tiga lapis w ilayah sekaligus
peringkat iknu-ibnu keislaman yang m encakup: pada tepispertama, w ilayah praktik
keyakinan dan pemaham an terhadap wahyu
yang
telah diinterpretasikan sedem ikian
rupa oleh para ulam a,
tokoh
panutan
m asyarakat
dan para
ah li di bidangnya, serta
masyarakat
pada
umumnya M enurut
A m in Abdullah, w ilayah praktik
ini umum nya
tanpamelalui klarifikasi dan penjemihan teoretik keiknuan . Yang dipentingkan di sisi
adalah pengam alan. Pada level ini, perbedaan antar agama
dan
tradis i,
agama dan
bud aya, serta antara
beliefdsn
habits
ofmind,
sulit
dipisahkan
(h.72).
JURNAL
PENELITIAN
AGAMA
VOL.
XVII NO. 1JANUARI-APK/L 2003 239
8/19/2019 Abd. Rachman Assegaf Book Review Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif
3/12
Abd. Rachman Assegaf Menimbang Poradigma Ke ilmuan lslam yang lntegratif-lnterkonektif
Pada lapis kedua, wilayah teori keitauan yang dirancang secara sistem atis dan
m etodologis oleh
para
ihnuwan,
ahli,
dan ulam a yang
sesuai
dengan
bidangnya.
Apa
yang
disebut
sebagai
ulum
al-tafsir,
ulum
al-hadis, Islam ic though t
Qcalam
falsafah,
dan tasawuf), hukum dan pranata sosial, se j
arah
dan peradaban
Islam , pem ikiran
lslam
dandakwah lslam ,
sem uanyaberadapadaw ilayahini. Denganbegitu, wilayah
ini tidak lain
m erapakan
teori-teori keibnuan
agam a
Islam yang
diabs traksikan
baik
secara deduktifdari nash-nash atau teks wahyu, m aupun secara induktifdari praktik
keagamaan
yang
hidup dalani
m asyarakat M uslim
(h.73).
Sedang lapis
ketiga
merupakan wUayah kajian kritis yang
lebih
populer disebut
sebagai meta discourse, terhadap sejarahperkembanganjatuh bangunnyateori-
teori
yang
disusun oleh kalangan
iknuwan dan
uIam a pada lapis kedua. Lebih-lebih
jikateori-teoripadadisipbnihnutertentu,misahiyaulumal^3uran,didialogkandengan
teori-teori yang
bisa
berlaku pada w ilayah lain, misalnya u lum al-hadis, sej arah
peradaban Islam,
dan seterusnya. M enurutnya,
w ilayah keihnuan yang ketiga inilah
yang kom pleks atau sophisticated namun
dibidangi
oleh filsafat iknu-ih nu
keislam an
(h.74).
Amin Abd ullah
berpendapat
bahwa lapis ketiga tersebu t kian hari m akin
dirasakankeperluanpengembangannya,mengingat/5/amrc5fta/(esbukanlahdisipUn
ibnu
yang tertutup m elainkan
terbuka.
Selain itu, agam a Islam bukanlah
satu-satunya
agama
yang hidup (living religion), nam un saat
ini
banyak
terdapat living
religion
yang m em punyai siste,
tata pikir, nilai
dan keyakinan sendiri-sendiri.
Ditam bah
lagi,
saat in i
kontak individu
m aupun sosial an tara
berbagai etnik,
ras, suku, dan agam a
semakin dekat akibat perkem bangan teknologi, sarana transportasi, komunikasi,
dan inform asi yang canggih
̂ .75).
M enghadapi tantangan lapis ketiga ini, diperlukan upaya pengem bangan tiga
pola
pikir, yaitu:
pertama,
pola pikir keagamaan Islam yang be rsifat absolutely
absolute
atau ta 'abbudy yang m em andang persoalan agam a
senantiasa
bersifat
tauqify,
dim ana unsu r agama dikedepankan daripada akal. P olapikir ini
sangat
rigid,
kaku
dan tidak m engenal kom prom i. Sem boyan
yang
digunakan adalah right
or wrong
is my
country. M ereka para pendu kung pola piki r
in i
m udah terjebak
pada proses taqdis al-qfkar al-diniyah ^5ensakralan pem ikiran keagamaan). Kedua,
pola pem ikiran keagamaan yang bersifat
absolutely relative
atau
ta
'aqq uly yang
berpendapat bahwa perilaku agam a identik dengan perilaku sosial
dan
budaya.
Di
sini sulit dib edakan antara agam a dengan tradisi, karen anya pola pikir in i sangat
240 JURNALPENELiT/ANAGAMA VOLXVII.
NO.1JANUARI-APRIL2008
8/19/2019 Abd. Rachman Assegaf Book Review Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif
4/12
Abd.
Rachman
Assegaf
Menimbang
Paradigma
Keitmuan
lstam
yang lntegratif-lnterkonektif
longgarbahkan
cenderung
sekuler.
Dalam
istilah
sosiologi agama, corak pem ikiran
keagamaan yang kedua ini
lebih bersifat reduksionistik
daripada yang
pertama
yang
bersifat idealistik.
Sedang pola
pikir
ketiga
adalah
relative ly
absolute
yang tidak
memandang rendah terhadap aqidah
yang
dimiliki serta tidak beralasan un tuk
memandang rendah ajaran dan doktrin agama,
adat
istiadat, dan tradisi
yang
dijunjung
tinggi oleh orang lain. U m at beragama
tetap
harus m enjaga
dan memelihara
doktrin
dan ajaranmereka sendiri karena itulah sumber
hukum
dan pedoman
hidup
yang
mereka miliki,
n a m u n
tidak serta
merta
meniadakan atau menganggap remeh
kelompok
lain yang
memiliki pandangan hidup,
keyakinan
dan
keimanan
yang
dipegang oleh orang lain secara absolut pula ̂ i.82-89). Pola pikir ketiga inilah yang
m enurutnya m erupakan
pandangan
bara yang perlu dikembangkan dalam hubungan
antarumat
beragama di todonesia.
Epistemologi Bayani Irfani dan
Burhani
Penutis
buku ini
berargumen bahwa yang lebih dipentingkan dalam
studi
agama
Islam
di
perguruan tinggi adalah m engkaji secara mendalam
dan
k demik aspek
filosofis,
baik yang menyentuh wilayah
ontologis,
etis
m aupun
epistemologis,
dari
keberagamaan
Islam
0i.229).
W uayah
ontologis
m enunjukkan
adanya
^nakna
yang
sangat mendalam, mendasar, transendental
sekaligus spirituaI.
Oleh
karenanya, setiap
agama berbeda-beda dalam menjabarkan, menafsirkan,
membahasakan, dan
mengaktuahsasikandimensi
spirituaUtas-transendentaUtaslantaran faktorbahasadan
budaya
yang selalu menyertai dimensi ontologis ini. Dapat
dipahami,jika
dimensi
ontologis tampak
mempunyai
visi liberatif-emansipatoris.
Ia
dapat membuka visi
dan horizonbaru, ketika seorang agamawan telah 'tergoda untuk menutup
diri.
Sedang wilayah etis bicara soal
baik
dan buruk. Dalam teori Islam
kIasik
hanya
ada dua pilihan: the theistic-subjectivism atau rationalistic-objectivism. Yang
pertama menekankan pada pemahaman bahwa
baik
dan buruk hanya
ditentukan
oleh
Tuhan.
Sedangkan yang kedua lebih menekankan pada
peran akal
dalam
menentukan
baik-buruknya
sesuatu. Teori pertama menekankan pada Tuhan lewat
kitab suci.
Tetapi,
dalam praktiknya, sering kali apa yang diistilahkan
dengan
Tuhan
tersebut -jika tidak hati-hati—dapat
saja direduksi
menjadi subjektivitas masing-
masing individu
pengikut
agama-agama. Peran individu di sini juga dapat diganti
oleh peran kelompok.
yang
keduaJugademikian hataya.
Perbuatan
baik dan buruk
hanya tergantung dan diukur oleh
kemampuan rasio
individu masing-masing.
JURNALPENELIT IANAGAMA VOL.XVII NO.
1JANUARI-APRIL2008
241
8/19/2019 Abd. Rachman Assegaf Book Review Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif
5/12
Abd Rachman
Assegaf
Men/mbang Paradigma Keilmuan /s/am yang lntegratif-lnterkonektif
Wilayah
epistemologis m em bangun peraikiran keagam aan Islam
dari sumber,
asal usu l (origin),
metodologi
yang
digunakan (me thods), dan peran akal pikiran
dalam m erum uskan bangu nan epistem ologi tersebut
(validity).
Semua
rancang
bangun epistem ologi itam-ilm u agama Islam yang
dipelajari
saat ini
dulunyajuga
mempakanresponsdaiiparauli imaketikamerekabcrgumuldengantaiitanganzaman
klasik-skolastik.
Sampai di
sini, bila dicermati
lebih
lanjut, epistemologi dalam
w ilayah kajian
keiknuan
agama Islam
m em itiki ciri
khas
dan karakter tersendiri yang dibangun secara
integral, bukan
dikotomis-atomistik.
Melalui
inspirasi
M uham m ad Abid al-Jabiri,
Am in Abdullah mem odifikasi
perkem bangan epistemologi
dabm
tradisi
keiknuan
dalam perspektif6oyan;, irfani
dan burhani.
Menurut al-Jabiri, corak epistemologi bayani didukung oleh
pola pikir fikih
dan kalam . Dalam keihn uan agam a Islam di DU N dan STALN , besar kem ungkinan
juga
pengaj
aran
agama Islam
di sekolah-sekoteh, perguruan tinggi um um
negeri
dan
swasta, dan lebih-lebih di pesantren-pesantren, corak
pemikiran
keislam an m odel
6ayan;'sangatlahmendominasidanbersi&thegemoniksehinggasuUtberaialogdengan
tradisi epistem ologi
irfani
dan
bu rhani.
Oleh karenanya, hal tersebut
mem bentuk
m odel dikotom ik-atom istik. Corak pem ikiran
irfani
(tasawuf,
intuitif,
al-
a t i f y )
kurang
begitu disukai oleh tradisi
keilm uan
bayani (fikih dan kaIam ) yang mumi,
lantaranbercampuraduknyabahkandikaburkannyatradisi
berpikir
kei lmuan irfani
dengan
kelom pok-kelompok atau organisasi-organisasi
tarekat
dengan syatahat-
syatahat-nya
serta mem ang kurang dipahaminya struktur
fundamental
epistemologi
dan pola pikir irfani berikut nilai m anfaat yang
terkandun g di
dalam nya (h.373).
Pengembangan pola pikir bayani
hanya
dapat dilakukan jika ia m am pu
m em ahami, berdialog
dan
mengambil m anfaat dari sisi fun dam ental yang
dim iliki
oleh pola pikir irfani m aupun pola pikir bu rhani, dan begitu pula sebaliknya.
Kelemahan mencolok dari tradisi nalar epistem ologi bayani adalahketika
ia
harus
berhadapan
dengan teks-teks keagam aan yang dim iliki oleh
komunitas, kultur,
bangsa atau m asyarakat yang beragama
lain,
d im ana umum nya mereka
bersifat
dogmatik, defensif,
apologis,
dan polemis dengan sem boyan kurang lebih sem akna
dengan right or wrong is my coun try.
Berbeda dengan itu, corak berpikir burhani bersum ber pada realitas atau al-
w aqi'. B aik realitas
alam,
sosial, hum anitas m aupun keagam aan.
Ibrm -ilm u
yang
muncul
dari tradisi burhani
disebut sebagai
al-'ihn
al-husuli, yaitu iknu yang dikonsep,
242
JURNALPENELITlANAGAMA VOLXVII
NO.
1JANUARI-APRIL2008
8/19/2019 Abd. Rachman Assegaf Book Review Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif
6/12
Abd. Rachman Assegaf
Menimbang Paradigma
Keitmuan Islam yang lntegratif-lnterkonektif
disusun
dan disistematisasikan lewat premis-premis logika atau al-manthiq, dan
bukannya lewat otoritas teks atau salafdan bukan pula lewat otoritas intuisi .
Kalau saja
tiga
pendekatan
kei lm uan
agama
Islam,
yaitu
bayani,
irfani
dan
burhani bisa saling terkait,
terjaring
dan terpatri dalam satu kesatuan yang u tuh ,
maka corak dan model keberagamaan Islam, menurut Amin Abdu l lah, jauh lebih
komprehensifdanbukannyabercorak
dikotomis-atomistik seperti yang dijumpai
sekarang
ini.
Keihnuan Tarbiyah Asn]ugnDakwah
atau
fakultas
yang lain belum
tentu
memahami basis
filosofi kelimuan
Islam yang fundamental
ini dan
implikasi
serta
konsekuensinya
dalam
dunia praktis
kependidikan
agama, dunia praktis
kedakwaan,
kesyaria'ahan,
keushuludinan,
dan
seterusnya. Sekaranglah momen-
tum untuk
menyempumakan
kembah
kIaim-klaim
dan
keabsahan
iknu
yang
bersifat
myopic
melalui
kajian keagamaan
secara
integratif-interkonektif.
Memperkenalkan Konsep Pendidikan Hadlari
Pendidikan
hadhari
dapat
dipahami
sebagai pendidikan yang
berkem ajuan
dan berperadaban
yang
dDandasi
oleh
nU ai-nilai keislaman. H adhari semakna dengan
ma
8/19/2019 Abd. Rachman Assegaf Book Review Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif
7/12
Abd.
Rachman Assegaf. Menimbang Paradigma Ke i lmuan lslam yang lntegratif-tnterkonektif
agama
tearat
mata air, sumber Alquran dan Hadis, adalah
yang paling mumi danjemih
dalam
membentuk
ciri
khas
falsafah
pendidikan
lslani
yang integralistik-interkonektif
atau yang saya sebut
seb& gaifakafah
al-hadhariyah.
Dari
mata air inilah terbukti
telah
mampu
membangkitkan keiknuan Mustim hingga memancarkan hadharah al-
Islam selama
sekitar
5 abad.
Falsafah al-hadhariyah bertumpu
pada prinsip
keterpaduan
antara dimensi ketuhanan (teosentris) dengan kemanusiaan
(antroposentris),
sesuatu yang
berbeda secara diametral
dengan
falsafah
umum yang
hanya berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan semata (antroposentris). Falsafah al-
hadhariyah
mengakui adanya alam nyata sekaligus ghaib, fisik dan metafisik,
sementara falsafah umumnya dibatasi oleh gejala yang nampak dan tertangkap oleh
indra. Falsafah
al-hadhariyah
memandang
penting peran wahyu, dan nilai-nilai
moral
dalam pendidikan, sementara
falsafah
umumnya
mengambil
posisi
sekularistik
dan
mendasarkan padaperanan akal, budaya
dan nilai-nilai
sosial.
Falsafah al-
hadhariyah
menilai bahwa perolehan itaiu itu demi tercapai keridhaan Allah (sci-
encefor
mardhatillah,
thalab
al-
'ilm
li
mardhatillah), lebih
dari
sekedar
i lm u
untuk
iknu (science for science atau artfor art) sebagaimana hal ini dikehendaki
oleh falsafah umum. Karena prinsipnya yang bersumber dari wahyu itu makafakafah
al-hadhariyah
sarat
nilai (value-bond},
bukan value-free.
Secara lebih
utuh, ciri
Vaas,falsafah
al-hadhariyah bila
dibandingkan dengan falsafah pada umumnya,
dapat di j
elaskan
dalam tabel
berikut.
244
JURNALPENELITIANAGAMA
VOLXVII
NO. 1JANUARI-APRIL2008
8/19/2019 Abd. Rachman Assegaf Book Review Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif
8/12
Rachman
Assegaf Menimbang Paradigma
Keilmuan
lslam yang lntegratif-lnterkonektif
Tabel2
Karakteristik
Falsafah
al-Hadhariyah Dibandingkan
dengan
FalsafahUmum
N0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
FALSAFAH
U M U M
(Barat)
Antroposentris (dalam konsep dan
teorinya
tidak men ghubungkan
dengan
wahyu/agama)
Positivistik-empirik (hanya mengakui
adanya dan berdasarkan
pada gejala
yang nampak)
Sekularistik (menegasikan dimensi
ketuhanan dan
keakhiratan
dan bahwa
pendidikan didasarkan pada rasio,
budaya dan nilai-nilai sosial)
Bersumber
pada rasio dan budaya
Etika pragmatik-hedonistik (science
for
science)
Pertimbangan interaksi sosial semata
Ganjaran
dan hukum an hanya
di
dunia
Modal
psikis berpikir
berangkat dan
rasio dan skeptis
Dasar ilm u adalah value-free
FALSAFAH AL-HADHARIYAH
(Perspektif Islami)
Teo-Antroposentris (konsep dan teorinya
integral antara
akal
manusia dengan
wahyu Tuhan)
Real-Transendental (mengakui adanya
yang alam
nyata dan
ghaib)
Non-Sekularistik (mengakui adanya
dimensi ketuhanan dan keakhiratan, serta
pentingnya peran
moral
dan agam a
dalam
pendidikan)
Bersumber pada wahyu, rasio dan
budaya
E tika demi keridhaan Allah (science
for
mardhatillah)
Interaksi
v ertikal dan horizontal
(hablun
minallah
wa
hablun minanas)
Pahala
dan dosa (di dunia dan
akhirat)
Modal psikis berpikir berangkat dari
keyakinan (iman), kalbu (conscience)
dan
rasio
Dasar ilmu adalah value-bond dan
humanistik
Bicara
sejujumya,
modernitas dan
kemajuan
itampengetahuan dan
teknologi
saat
ini
tak luput dari andil
falsafah
Barat dan Eropa yang telah
berjaya
sejak masa
renaissance, aufklanmg,
Revolusi
Mdustri, modernismehinggapost-modemisme.
Tak ubahnya seperti mata rantai yang sabng
bertautan,
renaissance telah menimbuBcan
kemajuan
kemanusiaan dan ilmu pengetahuan yang spektakuler. Dunia
seakan
mengecil,jarak tak menjadi hambatan, dan komunikasi dilakukan tanpa harus
tergantung
pada tempat
dan
kabel. Temuan mesin uap James Watt, listrik Thomas
Alfa Edison, mikroskop Louis Pasteur, inti nuklir Marie Currie dan Piere Currie
serta ihnuwan
lainnya
telah merubah wajah dunia Barat dan Eropa dari
DarkAges
JURNALPENELITIANAGAMA.VOLXVI/
NO. 1JANUARI-APRIL2008
5
8/19/2019 Abd. Rachman Assegaf Book Review Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif
9/12
Abd. Rachman
Assegaf Menimbang Paradigma Keilmuan /s/om
yong lntegratif-lnterkonektif
menuju G olden
Ages. Gelom bang renaissance
dinikm ati hasitaya oleh m anusia
saat
ini
dengan
m uncuh iya berbagai industri
canggih dan mesin-mesin
m ekanik
yang siap
membantu
kerj
a
berat man usia
serta
me nciptakan tingkat
kenyam anan h idup,
pola
kerjaprofesional dan gaya
hidup
m odern.
Akan tetapi, keterpisahan
falsafah
Barat dan Eropa dari pentingnya
pertimbangan
nilai, peran m oral
dan
agam a, telah
pula
m enimbuDcan
dampak
serius.
Sekularisme m uncul ketika kekuasaan negara yang dijalankan oleh Pem erintah harus
terpisah w ew enangnya dengan otoritas gereja. Tem uan G alileo G alilei m elalui
percobaan
gaya
grafitasinya terhadap
benda
yang
dijatuhkan
dari tempat yang tinggi,
serta
teropong
yang m engamati pergerakan
benda
angkasa, menghasiBom
kesim pulan
bahwa
bum i
bukan lah pusat tata surya (geo-sentris),
me lainkan m atahari
sebagai
pusat tata surya (helio-sentris), dinyatakan menyalahi tafsir
oleh
pihak gerej a yang
menganut geo-sentris, lalu m enghukum
ibnuw an tersebut. Hubungan
antara ibnu dan
agamadiBarat
m encatatbahwapem im pin gerejamenolak teori helio-sen tris Gah'leo
atau
teori
evolusi Darwin. Pem im pin
gerej a
m erabuat pernyataan yang berada
di
luar kom petensinya. Tak
lama
setelah itu
kekuasaan negara dipisahkan dari otoritas
gereja, dan m uncullah paham
sekularisme.
Sekularisme
m enegasikan
peran penting
agama dan dim ensi
spiritual-ukrawi,
serta berpola
pikir
worldly
or
material ori-
ented. Hidup
di
luar lingku p
biara,
pendeta, ataupunjam aahn ya. Sekularism e
berpandangan
bahw a m oraUtas dan pend idikan tidak boleh didasarkan pada agama,
morality
and edu cation should not be based on religion.
Sebaliknya,
Issac
Newton dan tokoh
ihnu-itau
sekuler
m enem patkan
Tuhan
hanya
sekedar sebagai pen utup sem entara lobang kesulitan (tofills
gaps)
yang
tidak
terpecahkan dan
terjawab oleh teori keiknu an
mereka, sampai
tiba
waktunya
diperoleh
data yang lebih lengkap atau teori baru yang dapat m en jaw ab kesulitan
tersebut.
Begitu kesutitan itu
terjawab, m aka
secara otom atis
intervensi T uhan tidak
lagi
diperlukan. Akhimya, Tuhan
dalam
benak para ibnuwan
sekuler
hanya ibarat
pembuatjam
(clock
maker).
B egitu alam semesta ini selesai
diciptakan,
ia tidak
peduli lagi dengan alam raya ciptaanN ya dan alam sem esta pun berj alan sen diri
secara m ekanis tanpa campur tangan tujuan agung ketuhanan.
Tak
pelak lagi,
kemajuan
i lmu pengetahuan
dan
teknologi modern yang
diakibatkan oleh re naissance tersebut menj adi kering spiritual
dan
moraUtas.
M anusia
telah
m am p u
m enjelajahi
ruang angkasa
dan menancapkan
bendera
di
bulan,
membangunjaringan satelit, atau m enjelajahi kedalaman
lautan
sampai
ke
tingkat
246 JURNALPENELITIANAGAMA VOLXVll NO.1JANUAR/-APRIL2008
8/19/2019 Abd. Rachman Assegaf Book Review Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif
10/12
Abd. Rachman
Assegaf
Menimbang
Poradigma
Ke i lmuan
lslam yang lntegratif-lnterkonektif
paling
dasar, nam un apa yang ditem ukan dari rahasia alani ini tak menambah bukti
akan keyakinan
dan
kesadarannya kepada adanya Dzat Yang Maha
Pencipta,
atau
beriman
kepada
Allah
s.w.t., m elainkan
sekedar eksplorasi alam
dan
berhenti
sampai
di situ saja.
Interaksi
antar sesama manusia dipandang sebagai sekedar kontrak
sosial-budaya,
sehingga
segala hal yang bersifat tabu dalam
pandangan moralitas
kemanusiaan dan
nilai-nilai
agarna,
men j
adi permisif, yang penting suka
sama
suka
dantidakadakekerasan.
Berbuatbaikdinilai tidakharusberdasarkanpadaajaran
agama, melainkan orang bisa berbuat baik karena rasa kemanusiaan. Mencapai
kebahagiaan batin pun, orang
tidak
harus melalui
agama,
namun bisajuga diperoleh
dengan olah
batin, yoga,
konsultasi,
kehidupan
mistik, atauj aton
spirituah'stik lainnya.
Inilah
dampak
serius
dari
renaissance
dan sekularisme.
Kemajuan yang dinikmati oleh Barat dan Eropa m enjadi timpang dan tidak
lengkap
karena adanya worldview yang terlampau antroposentris, rasio-budaya-
oriented, dan sekvdaristik. Suatu hal yang kontras terjadi, ketika
umat
Islam mengalami
Golden Ages pada
masa
Abbasiyah, kem ajuan ihnu pengetahuan beriringan dengan
kehidupan
beragama, bahkan kem ajuan itu sendiri dipastikan
sebagai diinspirasi
oleh spirit Islam. Jangan
dilupakan, bahwa gelombang
renaissance yang terj
adi di
Barat itu dipicu oleh adanya kontak dan kontribusi dengan dan oleh para ihnuwan
Muslim.
Hanya
saja,
disayangkan, bahwa dalam
perkembangannya,
konflik
politik
dan
sekterianisme
m enimbuUcan
problem akut dalam umat
dan
pendidikan Islam.
Tidak
ada
problem sekularisme dalam Islam, karena negara vis a vis
agama, tak
terpisahkan, meU unkan
bersimbiosis
antara perintah
taat
pada
Allah,
RasuDvfya, dan
u/aamri(QS.An-Nisa':59),namunyangmenjadiproblempendidikanbkm,bahkan
sampai saat ini, adalah dikotomi ihnu.
Untuk memperbaharui
kembali pendidikan
Islam yang m aju dan
mampu
men jawab isu kontemporer, problem epistemologis
dikotomi ihnu ini, mau tak mau,
la budda,
harus diselesaikan. Konsepfalsafah al-
hadhariyah
berapaya
untuk
mengembatikan konsep keihnuan
secara
integralistik-
interkonektifdan
menghindari
dikotomi ihnu.
Wallahu a 'lam bi shawab.
aftar Pustaka
Abd
Rachman Assegaf.
'Membangun Format
Pendidikan Islam
di
Era
Globalisasi''
dalam Pendidikan Islam
dan
Tantangan Globalisasi. Yogyakarta: al-
Ruzz,2004.
—
JPendidikan
Islam
Integratif.
Yogyakarta: Pustaka
P elajar,
2005.
JURNALPENEUTIANAGAMA VOLXVII
NO.1JANUARI-APRIL2008
247
8/19/2019 Abd. Rachman Assegaf Book Review Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif
11/12
Abd. Rachman Assegaf Menimbang Paradigma Ke ilmuan lslam yang lntegratif-lnterkonektif
Abdurrahman
Mas'ud. Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik:
Humanisme
Religius
sebagai Paradigma
Pendidikan lslam.
Yogyakarta:
G amaM edia, Septem ber2002.
Abdurrahman Saleh
Abdullah. Teoriteori Pendidikan Berdasarkan Alquran.
Jakarta: Rin ekaC ipta, 1990.
AlAbrasyi,
M uhamm ad
'Athiyah.
Ittijahat alHadisahfi al-Tarbiyah. Mesir: Isa
Babial-Halabi,1943.
—, alTarbiyah alIslamiyah wa Falasifatuha.
Kairo: Isa Ba-bi alHalabi,
1975.
,
Ruhu alTarbiyah wa alTa
'lim.
M esir:
Isa Babi
aHa-labi,
t.t.
Ali Asyraf.
N ew
Horizons
in
Muslim Education.
Cambridge:
Hodder and
Stoughton,
1985.
Ali Jhalil
Abu al-'Ainaini. Fahafat al-Tarbiyah
al-IslamiyahfiAlqwan al-Karim.
(t.k.:
Daral-Fikral-'Arabi, 1980.
Amin
A bdullah
dalam Etika Tauhidik
sebagai
Dasar Kes atuan
E pistem ologu
Keibnuan Agam a
dan Umum: Dari
Paradigma Positivistik-Sekularistik
ke
Arah
Teoantroposentrik-mtegralistik dalam
Menyatukan Kembali
ttmu-
ilmu Agama
dan
Umum: Upaya Mempertemukan Epistemologi
ls-
lam dan Umum,
Yogyakarta:
SukaPress, 2003.
Anthony
Flew. A
Dictionary
ofP hilosophy.
N ew
York:
St. M artin 'sPress, 1989.
AS
H ornby.
Oxford
Advanced Dictionary
ofCurrent EngIish.
Great
Britain:
OxfordUniversityPress, 1986.
Dagobert D. Runes. Dictionary
ofPhilosophy.
N ew
Jersey:
Littlefield, Adam s &
CO, 1971.
Departemen Agama R.I .
Alquran
dan
Terjemahnya. Jakarta: Yayasan
PenyelenggaraPenerjemah/PentafsirAlquran,
1971.
Depdikbud. Kamus Besar
Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
1 986.
Edward
M cNall Burns.
Western Civilization.
N ew
York:
W . W. N orton & CO,
1958.
George
R. Knight.
Issue s
andAlternatives
in Edu cationalPhilosophy.
Michi -
gan:
AndrewsU niversityPress, 1 982.
Hamid
Hasan Bilgrami
dan
Sayid 'Ali Asyraf.
Konsep Universitas Islam.
Yogyakarta:
T iaraWacana, 1 989.
248 JURNAL PEN ELITIANAGAMA
VO L
XVII
NO.
1 JANU ARI-APKIL 2008
8/19/2019 Abd. Rachman Assegaf Book Review Islamic Studies Di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif
12/12
Abd. Rachman Assegof Me n imbang Paradigma Kei lmuan lstam /ang
lntegratif-lnterkonektif
Harun N asution .
Akal
dan
Wahyu
dalam Islam.
Jakarta:
U I Press,
1986.
Ismail
Raji al-Faruqi. Islamization ofKnowIedge: GeneralPrinciples and
Work
Plan
OJSA:
Memational
m stitute
ofIslam ic
Th ought,
1987.
Kamsul Abraha Epistemologi dan Paradigm a
Keterpaduan
Iptek dan
Islam
dalam
PerspektifAlqurandanal-Sunnah dalam M enyatukanKem baUItaiu-Iknu
AgamadanUmum:
UpayaMempertemukan
Epistemologi Islam dan
U m u m .
Y ogyakarta: SukaPress ,
2003.
M .
Amin A bdullah dkk. Menyatukan Kembali
Ilmu-Ilmu
Agama
dan
Umum.
Yogyakarta: Suka
Press,
L^N Sunan Kalij aga, 2003.
—, Desain Pengembangan Akademik IAfN M enuju
UTN
Sunan Kalijaga:
Dari
Pola
Pendekatan Dikotomis-Atomistik ke Arah
Integratif
Interdiciplinary dalam
Integrasi Ilmu
dan
Agama:
Interpretasi
untuk
Aksi. Bandung: M izan, 2005.
Mehd i
Nakosteen. H istory ofIslamic O rigins ofW estern Education A.D. 800-
1350.
USA:
UniversityofColorado, 1964.
Muhammad Fadlil al-Jamali.
FilsafatPendidikan
dalam Alqwan. Surabaya: B ina
Ihnu, 1986.
Munir Baalbaki.
Al-Mawrid:
A
Modern
Arabic-Eng lish
Dictionary.
Beirut: Dar
al-'Ilmilial-Mabyin, 1969.
,
Al-Maw rid: A Modem Eng lish-Arabic
Dictionary. Beirut: Dar
al-'Ito
li
al-Malayin, 1969.
OmarMuhammad alToumi alSyaebani. Falsafah Pendidikan
Islam.
terjemah: Dr.
Hasan
Langgulung. Jakarta: B u-lan Bintang,
1979.
Pokja Akademik.
Kerangka
DasarKeilmuan dan
Pengembangan
Kurikulum
UHiSunan Kalijaga Yogyakarta. Yogyakarta: U D J Sunan Kalijaga,
2004.
Syed al-Naquib al-Attas. Aims and
O bjective
ofIslamic Education. Jeddah: King
AbdulAziz,t.t.
Syed Sajjad Husein
dan
Syed
A li
Ash raf. Crisis in
Mu slim Edu cation, Jeddah:
Hodder and Stoughton, Kin Abdul A ziz Un iversity,
1979,
Wan M ohd N or Wan Daud. The Concept ofKnowIedge in Islam and its Impli-
cationsfor Education
in a De veloping
Country. London: Mansell, 1989.
JURNALPENELITIANAGAMA VOLXVII NO.
1JANUARI-APRIL2008
249
Top Related