5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Sampel
2.1.1 Selada Air
Menurut United States Department of Agriculture (2015), sistematika
tumbuhan selada air adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Capparales / Brassicales
Famili : Brassicaceae / Cruciferae
Genus : Nasturtium
Spesies : Nasturtium officinale
Nasturtium officinale adalah tumbuhan asli di Eropa, Asia Barat dan
Ethiopia. Namun, sekarang ini telah terdistribusi secara global di seluruh dunia.
Dimulai dari Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia, New Zealand, dan juga
daerah Asia (Barker, 2009). Di Indonesia, selada air dikenal dengan beberapa
nama daerah seperti sayur parit (di Sumatera Utara) (Anonim, 2011) dan jambak
atau kenci (di Jawa) (Anonim, 2014). Selada air juga dikenal dengan nama asing
watercress (Inggris) (Barker, 2009) dan sai-yeung-choi (China) (Anonim, 2013).
Selada air merupakan tanaman perenial akuatik dari famili Cruciferae
dengan pokok herba menjalar atau tegak, mempunyai akar tunggang dan memiliki
batang yang berongga (Ong, 2003). Selada air biasanya ditemukan dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
6
serumpun dan tumbuh di atau dekat dengan perairan. Daun selada air umumnya
bergelombang. Panjang daun sekitar 4-12 cm dan panjang batang sekitar 10-60
cm dengan akar yang kurus dan bercabang di dasarnya. Di bagian atas batang dan
tangkai terdapat bunga berwarna putih dengan ukuran 3-5 mm dan mempunyai 4
lembar petal. Buahnya berukuran panjang 10-25 mm dan lebar 2-2,5 mm dengan
bentuk silindris lurus atau melengkung (Barker, 2009).
Tanaman ini dapat bereproduksi melalui biji atau melalui segmen batang.
Perpindahan biji dapat terjadi melalui angin, air, hewan, dan manusia. Dengan
beberapa mekanisme reproduksi, selada air dapat berkembang biak tergantung
pada kondisi lingkungan (Barker, 2009).
2.1.2 Kandungan
Secara keseluruhan, selada air mengandung 93% air, 3-4% karbohidrat,
1,7-2% protein, 0,2-0,3% lemak, 0,8-1,1% serat dan juga banyak mineral dan
vitamin yang cukup lengkap (Ong, 2003). Selain itu, selada air juga merupakan
sumber karotenoid jenis lutein dan zeaxanthin (Marshall, 2006). Kandungan lain
selada air yang juga bermanfaat bagi tubuh adalah phenethyl isothiocyanate
(PEITC) (Rizki, 2013). Menurut penelitian Salamah, dkk. (2011), komponen-
komponen bioaktif yang terkandung pada ekstrak kasar selada air dari uji
fitokimia antara lain alkaloid, steroid/triterpenoid, fenol hidrokuinon, flavonoid,
karbohidrat dan asam amino.
2.1.3 Manfaat
Kemampuannya sebagai peluruh kencing (diuretik) sangat baik, sehingga
menyehatkan ginjal dan mengurangi risiko tekanan darah tinggi. Selada air juga
memiliki kemampuan detoksifikasi yang baik dan pelancar dahak di saluran
Universitas Sumatera Utara
7
tenggorokan. Selain itu, sayuran ini juga memiliki kemampuan bakterisida yang
baik (Lingga, 2012). Menurut penelitian Mazandarani, dkk. (2012), kandungan
total fenol dan flavonoid dari ekstrak selada air mempunyai hubungan korelasi
yang positif dengan aktivitas antioksidan sebagai penghambat radikal bebas.
Komponen fenol dan flavonoid merupakan konstituen penting sebagai
penghambat radikal bebas dan mengstabilkan lipid peroksidasi (Özen, 2009).
Khasiat selada air untuk mengobati penyakit kanker juga cukup baik karena
mengandung glukonasturtiin (phenethyl isothiocyanate atau PEITC) yang
merupakan salah satu senyawa yang memiliki efek kemoterapi terhadap kanker
paru (Khare, 2007). Penelitian Shahrokhi, dkk. (2009) juga menunjukkan adanya
aktivitas antidiabetes dari ekstrak selada air.
2.2 Mineral
Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral
makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg
sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari
(Almatsier, 2009).
Keseimbangan ion-ion mineral dalam tubuh mengatur proses metabolisme,
mengatur keseimbangan asam basa, tekanan osmotik, membantu transpor
senyawa-senyawa penting pembentuk membran, beberapa di antaranya
merupakan konstituen pembentuk jaringan tubuh. Secara tidak langsung, mineral
banyak yang berperan dalam proses pertumbuhan. Peran mineral dalam tubuh kita
berkaitan satu sama lainnya, dan kekurangan atau kelebihan salah satu mineral
akan berpengaruh terhadap kerja mineral lainnya (Poedjiadi, 1994).
Universitas Sumatera Utara
8
2.2.1 Kalium
Kalium adalah ion bermuatan positif terutama terdapat di dalam sel,
sebanyak 95% kalium berada di dalam cairan intraseluler. Kalium memegang
peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit serta
keseimbangan asam basa. Selain itu, kalium juga berfungsi sebagai katalisator
dalam banyak reaksi biologik, terutama dalam metabolisme energi dan sintesis
glikogen dan protein. Kalium berperan dalam pertumbuhan sel (Almatsier, 2009).
Sumber utama kalium adalah sayuran, buah dan kacang-kacangan.
Kebutuhan minimum kalium ditaksir sebanyak 2000 mg per hari. Kekurangan
kalium jarang terjadi, tetapi dapat terjadi ketika muntah dan diare kronis.
Kekurangan kalium dapat menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan,
kelumpuhan, mengigau dan konstipasi, jantung berdebar dan kemampuannya
memompa darah menurun. Kelebihan kalium dapat mengakibatkan gagal jantung
yang berakibat kematian (Cakrawati dan Mustika, 2012).
2.2.2 Kalsium
Tubuh manusia membutuhkan kalsium lebih banyak dari mineral lainnya
yaitu sekitar 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1
kg. Dari jumlah ini, sebanyak 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang
dan gigi, selebihnya tersebar luas di dalam tubuh. Kalsium berperan dalam
pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, katalisator reaksi-
reaksi biologik dan membantu otot berkontraksi (Almatsier, 2009).
Sumber utama kalsium adalah susu, hasil susu seperti keju, ikan, serealia,
kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu, tempe dan sayuran hijau.
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan
Universitas Sumatera Utara
9
pertumbuhan. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Kelebihan kalsium dapat
menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal serta dapat menyebabkan
konstipasi (susah buang air besar). Konsumsi kalsium sebaiknya tidak melebihi
2500 mg sehari (Cakrawati dan Mustika, 2012).
2.2.3 Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Di dalam tubuh,
natrium terdapat sebanyak 0,15% dari berat badan atau sekitar 83-97 g, dimana
40% terdapat pada tulang dan tidak mengalami pertukaran atau mengalami
pertukaran yang lambat dengan cairan tubuh (Cakrawati dan Mustika, 2012).
Natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartermen, mengatur tekanan
osmotik yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel,
menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh dan berperan dalam transmisi
saraf dan kontraksi otot (Almatsier, 2009).
Sumber utama natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamat
(MSG), kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Taksiran
kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 500 mg per hari.
Kekurangan natrium menyebabkan kejang, apatis, dan kehilangan nafsu makan.
Kekurangan natrium dapat terjadi sesudah muntah, diare, keringat berlebihan dan
bila menjalankan diet yang sangat terbatas dalam natrium. Kelebihan natrium
dapat menimbulkan edema dan hipertensi (Almatsier, 2009).
2.2.4 Magnesium
Hampir 60% dari magnesium di dalam tubuh terdapat di dalam tulang dan
gigi, 26% di dalam otot dan selebihnya ada di dalam jaringan lunak serta cairan
tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak sebagai
Universitas Sumatera Utara
10
katalisator dalam reaksi-reaksi biologik. Di dalam cairan sel ekstraseluler
magnesium berperan dalam transmisi saraf, kontraksi otot dan pembekuan darah
yang kerjanya berlawanan dengan kalsium. Magnesium juga mencegah kerusakan
gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi (Almatsier, 2009).
Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, kacang, gandum dan
polong-polongan. Kekurangan magnesium dapat menyebabkan kurang nafsu
makan, gangguan dalam pertumbuhan, mudah tersinggung, gugup, kejang,
gangguan sistem saraf pusat, halusinasi dan gagal jantung. Kelebihan magnesium
biasanya terjadi pada penyakit gagal ginjal (Cakrawati dan Mustika, 2012).
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom
Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya
oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini
mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi
elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti
memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan
tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-
macam (Khopkar, 1985).
Teknik spektrofotometri serapan atom menjadi alat yang canggih dalam
analisis. Ini disebabkan diantaranya oleh kecepatan analisisnya, ketelitiannya
sampai tingkat runut, tidak memerlukan pemisahan pendahuluan. Kelebihan
kedua adalah kemungkinannya untuk menentukan konsentrasi semua unsur pada
konsentrasi runut. Ketiga, sebelum pengukuran tidak selalu perlu memisahkan
unsur yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur dengan
Universitas Sumatera Utara
11
kehadiran unsur lain dapat dilakukan asalkan katoda berongga yang diperlukan
tersedia (Khopkar, 1985). Teknik ini digunakan untuk menetapkan kadar ion
logam tertentu dengan jalan mengukur intensitas emisi atau serapan cahaya pada
panjang gelombang tertentu oleh uap atom unsur yang ditimbulkan dari bahan,
misalnya dengan mengalirkan larutan zat ke dalam nyala api (Ditjem POM,
1995). Alat yang digunakan pada spektrofotometer serapan atom mempunyai
beberapa kemampuan khusus. Untuk tiap elemen yang ditetapkan sumber yang
spesifik mengemisikan garis spektra untuk diserap harus dipilih. Sumber biasanya
adalah lampu hollow katoda yang dirancang untuk mengemisikan radiasi yang
dikehendaki pada kondisi tereksitasi. Saat radiasi diserap oleh elemen contoh uji,
biasanya pada panjang gelombang yang sama dengan garis emisinya, elemen pada
lampu hollow katoda sama dengan elemen yang ditetapkan. Alat dilengkapi
dengan aspirator untuk membawa contoh uji ke dalam nyala. Detektor digunakan
untuk membaca sinyal dari bejana uji. Sistem deteksi, hanya membaca perubahan
sinyal dari sumber hollow katoda, yang berbanding langsung dengan jumlah atom
yang ditetapkan dari contoh uji (Ditjen POM, 2014).
Ketika suatu atom dalam keadaan bebas dikenai suhu tinggi atau disinari
dengan sumber sinar di daerah ultraviolet-sinar tampak, maka kemungkinan salah
satu elektronnya dipromosikan dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi adanya
sangat besar. Perpindahan elektron ini berhubungan dengan serapan energinya.
Hal inilah yang disebut dengan serapan atom. Sebaliknya, ketika atom kembali
secara spontan ke keadaan dasarnya maka atom dapat mengemisikan kembali
kelebihan energinya dalam bentuk satu atau beberapa foton (spektroskopi emisi
atom) (Gandjar dan Rohman, 2012).
Universitas Sumatera Utara
12
Ada perbedaan antara puncak-puncak serapan sinar oleh molekul-molekul
senyawa dengan puncak-puncak serapan oleh atom. Penyerapan sinar oleh
senyawa menghasilkan pita-pita panjang gelombang yang lebar karena di dalam
suatu molekul, disamping tingkat-tingkat energi elektronik terdapat juga tingkat-
tingkat energi vibrasi dan rotasi. Sebaliknya, dalam atom netral suatu unsur hanya
terdapat tingkat-tingkat energi elektronik saja dan tidak terdapat tingkat energi
vibrasi dan rotasi. Akibatnya puncak-puncak serapan atom berupa garis-garis
yang tajam (Gandjar dan Rohman, 2012).
Menurut Jeffery, dkk. (1989), prosedur dimana atom bebas dihasilkan di
dalam nyala dapat dijelaskan dalam beberapa tahapan berikut. Ketika suatu
larutan yang akan diperiksa komponen logamnya, diaspirasikan ke dalam nyala,
terjadi beberapa tahapan berikut dengan cepat yaitu:
1. Penguapan pelarut yang meninggalkan residu solid.
2. Penguapan zat padat (solid) dengan disosiasi menjadi konstituen atom, yang
mula-mula masih berada di keadaan dasar (ground state).
3. Beberapa atom akan tereksitasi oleh energi panas dari nyala ke tingkatan energi
yang lebih tinggi, dan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut akan
meradiasikan energi.
Keberhasilan analisis dengan metode spektrofotometri serapan atom ini
tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat.
Hal ini dapat diterangkan dari persamaan Boltzmann sebagai berikut.
Nj
No=
Pj
Poexp (-
Ej
KT )
dimana Nj dan No masing-masing merupakan jumlah atom yang tereksitasi dan
jumlah atom yang terdapat pada keadaan dasar, K merupakan tetapan Boltzmann
Universitas Sumatera Utara
13
(1,38 x 10-16
erg/K), T adalah temperatur absolut (K), Ej adalah perbedaan energi
tingkat eksitasi dan tingkat dasar. Pj dan Po adalah faktor statistik yang ditentukan
oleh banyaknya tingkat yang mempunyai energi setara pada masing-masing
tingkat kuantum. Pada umumnya fraksi atom tereksitasi yang berada pada gas
yang menyala, kecil sekali (Khopkar, 1985). Dapat dilihat dari persamaan di atas
bahwa rasio Nj/No dipengaruhi oleh energi eksitasi (Ej) dan temperatur (T).
Peningkatan temperatur dan penurunan energi (Ej) akan menghasilkan nilai rasio
Nj/No yang lebih tinggi (Jeffery, dkk., 1989).
2.3.1 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom
1. Sumber Sinar
Sumber sinar yang dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode
lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung katoda dan
anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau
dilapisi dengan logam tertentu yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2012).
2. Tempat Sampel (Atomizer)
Dalam tempat sampel inilah proses atomisasi terjadi. Dalam analisis secara
spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan
menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam
alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom
yaitu:
a. Dengan nyala (flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan
menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Suhu yang
dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan, misalkan untuk
Universitas Sumatera Utara
14
gas asetilen-udara: 2200 oC. Pada sumber nyala ini, asetilen sebagai bahan
pembakar dan udara sebagai agen pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2012).
Beberapa temperatur nyala yang lain dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Temperatur Nyala
Bahan Bakar Oksidan Udara Oksidan Oksigen N2O
Hidrogen 2100 2780 -
Asetilen 2200 3050 2955
Propana 1950 2800 -
Sumber: Khopkar (1985).
b. Tanpa nyala (Flameless)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Tungku merupakan
teknik atomisasi tanpa nyala. Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka
karena: atom gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala
terlalu besar, dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu, muncullah
suatu teknik atomisasi yang baru yaitu atomisasi tanpa nyala. Sejumlah sampel
diambil sedikit (untuk sampel cair, diambil hanya beberapa µL, sementara sampel
padat diambil beberapa mg), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian
tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus
listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah
menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang
berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi
sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2012).
3. Monokromator
Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum
sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian
Universitas Sumatera Utara
15
banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman,
2012).
4. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2012).
5. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
sistem pencatat hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah
terkalibrasi untuk pembacaan transmisi atau absorpsi. Hasil pembacaan dapat
berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas
emisi (Gandjar dan Rohman, 2012).
Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada
Gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (Sumber: Harris,
D.C. (2007).
2.3.2 Gangguan –Gangguan pada Spektrotofometer Serapan Atom
Menurut Gandjar dan Rohman (2012), yang dimaksud dengan gangguan-
gangguan (Interferences) pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa-
Universitas Sumatera Utara
16
peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis
menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya
dalam sampel. Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometri
serapan atom adalah sebagai berikut:
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi
banyaknya sampel yang mencapai nyala
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang
terjadi di dalam nyala.
3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang
dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di
dalam nyala. Adanya gangguan-gangguan di atas dapat diatasi dengan
menggunakan cara- cara sebagai berikut:
a. Penggunaan nyala/suhu atomisasi yang lebih tinggi
b. Penambahan senyawa penyangga
c. Pengekstraksian unsur yang akan dianalisis
d. Pengekstraksian ion atau gugus pengganggu
4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik
2.4 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,
2004). Validasi metode analisis perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa
metode yang digunakan sudah valid dan kesalahan (error) yang terjadi masih
dalam batas yang diizinkan (Gandjar dan Rohman, 2012).
Universitas Sumatera Utara
17
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi
metode analisis diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya.
1. Kecermatan (Accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:
a. Metode simulasi
Metode simulasi (spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu
bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang
sebenarnya) (Harmita, 2004).
b. Metode penambahan baku
Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode
yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi
tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan
divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa
penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan
menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat
ditentukan kembali (Harmita, 2004).
2. Keseksamaan (Precision)
Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien
variansi. Keseksamaan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian
Universitas Sumatera Utara
18
antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-
rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil
dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).
3. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004).
4. Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit
dalam sampel (Harmita, 2004). Linearitas suatu metode merupakan ukuran
seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan
konsentrasi (x) (Gandjar dan Rohman, 2012).
5. Batas Deteksi {Limit of Detection (LOD)} dan Batas Kuantitasi {Limit of
Quantitation (LOQ)}
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Top Related