THE FACTORS AFFECTING THE USE OF INTERNET...

25
FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENGGUNAAN INTERNET FINANCIAL REPORTING (IFR) MELALUI E-GOVERNMENT DI INDONESIA THE FACTORS AFFECTING THE USE OF INTERNET FINANCIAL REPORTING (IFR) THROUGH E-GOVERNMENT IN THE INDONESIAN Abdul Saming, Grace T. Pontoh, dan Syarifuddin Rasyid Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Alamat Korespondensi: Abdul Saming Jurusan Akuntansi Universitas Hasanuddin Makassar HP. 082316063741 Email: [email protected]

Transcript of THE FACTORS AFFECTING THE USE OF INTERNET...

FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENGGUNAAN INTERNET FINANCIAL REPORTING (IFR) MELALUI E-GOVERNMENT DI INDONESIA

THE FACTORS AFFECTING THE USE OF INTERNET FINANCIAL REPORTING (IFR) THROUGH E-GOVERNMENT IN THE INDONESIAN

Abdul Saming, Grace T. Pontoh, dan Syarifuddin Rasyid

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi:

Abdul Saming

Jurusan Akuntansi

Universitas Hasanuddin

Makassar

HP. 082316063741

Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh langsung ukuran badan publik, tingkat utang,

belanja modal, kapabilitas audit internal, dan opini audit BPK terhadap penggunaan IFR serta

menguji pengaruh tidak langsungnya melalui e-government. Populasi penelitian ini adalah

semua badan publik yang terdapat dalam daftar indeks pemeringkatan e-government (PeGI)

tahun 2015 yang berjumlah 119 yang menjadi sampel sebanyak 102. Penelitian ini

menggunakan variabel mediasi yaitu e-government. Alat analisis yang digunakan adalah

software SPSS 21 menggunakan uji analsis jalur berdasarkan Baron and Kenny (1986). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ukuran badan buplik, kapabilitas audit internal, dan opini

audit BPK berpengaruh langsung terhadap penggunaan IFR dan juga berpengaruh secara

tidak langsung melalui e-government. Kemudian tingkat utang dan belanja modal tidak

berpengaruh langsung terhadap penggunaan IFR dan juga tidak berpengaruh secara tidak

langsung melalui e-government. Jadi penelitian ini membuktikan bahwa ukuran badan publik,

kapabilitas audit internal, dan opini audit sebagai faktor penentu penggunaan IFR baik secara

langsung maupun tidak langsung melalui e-government dan belum ada alasan yang kuat untuk

membuktikan tingkat utang dan belanja modal sebagai faktor penentu penggunaan IFR baik

secara langsung maupun tidak langsung melalui e-government.

Kata Kunci: Ukuran badan publik, tingkat utang, belanja modal, kapabilitas audit internal,

opini audit BPK, internet financial reporting, e-government.

Abstract

This study aims to examine the direct effect of the public agency size, the debt level, the

capital expenditure, the internal audit capability, and the BPK audit opinion on the use of

IFR, and to examine the indirect effect of the public agency size, the debt level, the capital

expenditure, the internal audit capability and the BPK audit opinion on the use of IFR

through e-government. The population of this research is all public agencies listed in the e-

government rating index (PeGI) of 2015 issued by the Ministry of Communications and

Informatics which is amounting to 119. The number of observations is 102. The main

variables in this research are the internet financial reporting, the size of public agency, the

debt level, the capital expenditure, the internal audit capability, and the BPK audit opinion.

This research uses mediation variable that is e-government. Path analyze based on Baron and

Kenny (1986) is used to analyze the sample.The results showed that the size of public agency,

the internal audit capabilities, and the BPK audit opinion directly affect the use of IFR, and

also indirectly affect the use of IFR through e-government. The level of debt and the capital

expenditure does not directly affect the use of IFR, and also does not indirectly affect the use

of IFR through e-government.

Keywords: Size of public agency, debt level, capital expenditure, internal audit capability,

BPK audit opinion, internet financial reporting, e-government.

PENDAHULUAN

Pada era globalisasi saat ini, perkembangan teknologi semakin pesat diiringi

perkembangan sistem informasi yang berbasis teknologi dengan berbagai macam alat dan

sarana penunjang hidup masyarakat. Teknologi yang dimaksud adalah internet yang

merupakan teknologi informasi yang banyak menjanjikan kemudahan dan fasilitas.

Penggunaan media internet untuk menyampaikan informasi berkembang pesat, hal ini sejalan

dengan semakin meningkatnya jumlah pengguna internet di tengah masyarakat. Keunggulan

yang fundamental dengan menggunakan internet adalah tidak mengenal batas waktu dan

wilayah. Media informasi dan komunikasi ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan

dengan media lain, yaitu informasi yang didapatkan lebih mudah, cepat, dan murah dengan

jangkauan global.

Tren penggunaan internet sebagai media pengungkapan informasi juga berdampak

pada sektor pemerintahan. Pemerintah sangat menyadari hal ini karena itu pemerintah

menempuh berbagai upaya antara lain dengan menerapkan sistem elektronic government (e-

government) atau pemerintahan berbasis elektronik (Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2001

dan intruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003), sehingga mendorong pemerintah untuk

membangun dan mengembangkan website mereka untuk memberikan informasi kepada para

pengguna informasi. Sistem ini dimaksudkan untuk mendukung pemerintahan yang baik

(good governance), dimana pemerintahan tradisional (traditional government) yang identik

dengan paper-based administration ataupun pengerjaan secara manual mulai ditinggalkan.

Pengungkapan atau pelaporan keuangan sektor publik dengan menggunakan media

website pemerintah (e-government) merupakan konten yang biasa disebut IFR (Internet

Financial Reporting). Menurut Oyerele et al. (2003), IFR merupakan kombinasi kapasitas dan

kapabilitas multimedia internet untuk mengkomunikasikan secara interaktif tentang informasi

keuangan. Situs web badan publik yang terdapat pada internet yang memuat segala informasi

tentang kondisi badan publik, termasuk informasi keuangan badan publik tersebut yang

merupakan pengembangan aplikasi e-goverment yang dilakukan oleh badan publik terkait

dapat dikategorikan sebagai IFR (Internet Financial Reporting). Hal ini didasarkan pada

kemajuan perkembangan teknologi informasi dimana laporan keuangan yang biasanya

dicetak, melalui internet laporan keuangan dapat didistribusikan lebih cepat (aspek timeliness)

dalam bentuk softcopy dan mampu mengeksploitasi kegunaan teknologi ini untuk lebih

membuka diri dengan menginformasikan laporan keungannya (aspek disclosure).

IFR (Internet Financial Reporting) melalui e-government merupakan media yang yang

paling memenuhi aspek 3E (Efisien, Efektifitas, dan Ekonomi) untuk menyediakan dan

mengumumkan informasi mengenai laporan keuangan kepada semua stakeholder publik

antara lain pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, DPRD, BPK, analis ekonomi, investor,

kreditor, donatur, dan masyarakat sesuai dengan yang tertuang dalam UU KIP Pasal 9 Ayat

(1), (2c), dan ayat (4). Pina et al. (2010:351) berpendapat bahwa Internet Financial Reporting

(IFR) diharapkan dapat menjadi pertimbangan oleh warga sebagai perbaikan dalam

transparansi dan akuntabilitas keuangan. Transparansi dan akuntabilitas dapat efektif apabila

informasi yang disajikan relevan dan dapat diakses oleh semua pihak, dengan demikian agar

laporan keuangan dapat diakses oleh semua pihak maka publikasi laporan keuangan dapat

dilakukan melalui media-media yang dapat dijangkau oleh masyarakat yang salah satunya

adalah melalui internet.

Publikasi informasi keuangan pemerintah melalui internet merupakan suatu upaya

yang ditempuh oleh pengelola keuangan atau badan publik untuk meningkatkan hubungannya

dengan masyarakat, karena pemerintah sangat menyadari bahwa dalam menjalankan

pengelolaan keuangan negara di dalamnya terdapat hubungan antara principal dan agent yang

dapat di jelaskan melalui teori keagenan (agency theory). Hubungan agensi terdapat di mana-

mana, termasuk di dalam sektor publik, yaitu antara warga negara dan politisi, serta politisi

dan birokrasi. Buchanan (1962) mengadopsi pandangan bahwa negara yang diwakili oleh

warga negara yang terpilih secara demokratis adalah agen tuntutan warga negara yang

membuat keputusan bersama dan menetapkan kebijakan publik. Di sektor publik, hubungan

keagenan sering ditangani dari sudut pandang public choice theory yang menganggap bahwa

negara diwakili oleh politisi yang dipilih secara demokratis untuk mendorong kebijakan

publik yang melayani kepentingan masyarakat sipil (Lemieux, 2015). Dari sudut pandang

public choice theory, negara bukanlah entitas yang dominan, melainkan produk pertukaran

politik yang ada untuk melayani masyarakat (Buchanan, 1962). Alasan ini menyerupai konsep

hubungan agensi Jensen and Meckling (1976), dimana masyarakat sipil dapat dipandang

sebagai prinsipal dan negara sebagai agen. Keputusan yang diambil oleh birokrat terdiri dari

pilihan-pilihan publik.

Di sektor publik, masalah keagenan juga terdiri atas adverse selection dan moral

hazard. Adverse selection dapat terjadi karena prosedur birokrasi, volume dokumen yang

melimpah yang menyertai setiap langkah aktivitas agen dan keyakinan prinsipal mengenai

kemungkinan skala besar dari pengawasan agen. Pendekatan yang berbeda dari adverse

selection di sektor publik dapat terjadi ketika otoritas publik membeli barang dan jasa. Aturan

pengadaan barang publik tidak bisa berkurang hingga menghilangnya asimetri informasi.

Adverse selection terjadi ketika pemerintah menerima tawaran dari produsen yang tidak

efisien karena tidak dapat mengamati biaya produksi yang diharapkan penawar sebelum

pemberian kontrak. Namun pada saat ini, terdapat faktor heterogenitas diantara pengelola

keuangan negara di Indonesia dimana informasi akuntansi di internet diungkap secara

bervariasi mulai dari yang paling sedikit hingga yang paling lengkap.

Fenomena yang banyak terjadi pada negara-negara berkembang terkait dengan IFR

adalah masih kurangnya penggunaan konten ini dalam aktifitas penyelenggaraan negara

terkait dengan pelaporan keuangan. Khususnya di Indonesia, berdasarkan data penelitian

Verawaty (2015), dari total 81,82% e-government pemerintah provinsi, hanya 25,93% yang

melakukan IFR (Internet Financial Reporting). Adapun dari total 84,85% e-government

pemerintah kabupaten/kota, hanya 39,29% yang melakukan IFR (Internet Financial

Reporting). Hal ini berarti diseminasi informasi ini erat kaitannya dengan kesiapan badan

publik untuk menyediakannya agar mudah diakses oleh publik. Walaupun secara keuangan

serta didukung SDM yang handal, ternyata tidak semua pemerintah daerah melakukannya.

Prabowo (2016) juga menyatakan bahwa pada kenyataannya, di Indonesia terdapat

beragam kondisi dimana belum semua pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi

memiliki situs resmi aktif yang terpelihara dengan baik dari sisi muatan maupun berita terkini.

Selain itu, belum semua pemerintah daerah provinsi yang telah memiliki situs resmi

menerbitkan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) mereka pada situs resmi. Oleh

karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

motivasi dari pengelola keuangan negara untuk mengungkapkan informasi keuangannya

kepada masyarakat menggunakan media internet.

Penelitian yang menguji faktor-faktor yang menentukan tingkat pengungkapan

informasi akuntansi di internet telah banyak dilakukan baik di luar negeri maupun di dalam

negeri, namun umumnya penelitian tersebut dilakukan pada sektor privat. Berdasarkan hal

tersebut, maka penelitian ini berfokus pada sektor publik yang masih kurang diteliti. Beberapa

penelitian di luar negeri seperti Styles and Tennyson (2007), Cinca et al. (2008), Pina et al.

(2010), Garcia and Garcia (2010), dan Bolivar (2014) menguji faktor ukuran pemerintah

(size) dan mendapati hasil bahwa size berpengaruh positif terhadap pengungkapan laporan

keuangan pemerintah di internet namun penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Sinaga

dan Prabowo (2011), Afryansyah dan Haryanto (2013), Rahman et al. (2013) dan Verawaty

(2015) justru mendapati hasil yang berbeda yaitu size justru tidak memiliki pengaruh terhadap

pengungkapan laporan keuangan pemerintah di internet. Bolivar (2014) berpendapat bahwa

size atau ukuran pemerintah dapat dilihat dari jumlah penduduk kota area pemerintahan,

kemudian menurut Sinaga dan Prabowo (2011) total aset juga dapat digunakan untuk menilai

ukuran pemerintahan.

Faktor lain yang banyak diuji terkait dengan pengungkapan laporan keuangan di

internet adalah tingkat utang. Perez et al. (2014:27) berpendapat bahwa pentingnya

diseminasi informasi tentang utang publik, sebagai sarana evaluasi tanggung jawab dan

efektivitas badan pemerintah, terutama ketika tingkat utang yang rendah. Transparansi

kebijakan tersebut oleh badan publik digunakan untuk mendukung keterlibatan yang lebih

besar oleh masyarakat umum dalam pengelolaan sumber daya publik, sehingga hasil

penelitiannya adalah ada hubungan negatif antara informasi keuangan pemerintah yang

dilaporkan di website dengan tingkat utang. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan oleh

Laswad et al. (2005), Style and Tennyson (2007), dan Garcia and Garcia (2010) justru

mendapati hasil yang positif. Perbedaan hasil penelitian terkait variabel ini semakin jelas

ketika penelitian yang dilakukan oleh Verawaty (2015) dan Prabowo (2016) di Indonesia

justru mendapati hasil bahwa tidak ada pengaruh antara tingkat utang dengan aksesibilitas

IFR.

Jumlah belanja modal merupakan faktor lain yang terkait dengan pengungkapan

laporan keuangan di internet. Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) belanja

modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya

menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi,

termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya

mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas aset. Penelitian

yang dilakukan oleh Sipahutar dan Sutaryo (2016) mendukung hal tersebut dimana belanja

modal berpengaruh positif terhadap implementasi e-government pemerintah daerah di

Indonesia, kemudian Garcia and Garcia (2010) juga mendapati hasil yang sama yaitu IFR

meningkat seiring dengan peningkatan jumlah investasu atau jumlah belanja modal yang

dimiliki.

Faktor selanjutnya yang dapat menentukan pengungkapan laporan keuangan di

internet adalah faktor yang terkait dengan pelaksana tugas pengawasan terhadap pengelolaan

keuangan badan publik, yaitu auditor internal yang memiliki peran untuk memberikan jasa

assurance dan jasa konsultasi. Agar kedua peran ini dapat direalisasikan dengan baik maka

diperlukan kapasitas yang memadai dari auditor internal, kapabilitas aparat pengawasan

internal pemerintah (APIP) menunjukkan kemampuan APIP terkait kapasitas, kewenangan,

dan kompetensi sumber daya manusia untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pengawasan.

Kapabilitas APIP terdiri atas lima level, yaitu initial, infrastructure, integrated, managed, dan

optimizing (Perka BPKP 1633,2011). Penelitian yang dilakukan oleh Sipahutar dan Sutaryo

(2016) mendukung hal tersebut dimana kapabilitas auditor internal berpengaruh positif

terhadap implementasi e-government pemerintah daerah di Indonesia.

Berdasarkan penelitian Styles and Tennyson (2007) berpendapat bahwa pemda yang

mendapat penghargaan dari organisasi eksternal atas praktek pelaporan keuangan yang baik,

cenderung untuk menyajikan laporan keuangannya di internet. Hasil penelitian Pina at al

(2010) juga mendapati hasil yang sama yaitu IFR meningkat seiring dengan kondisi

pemerintah daerah yang laporan keuangannya telah diaudit oleh pihak eksternal baik itu

swasta atau lainnya. Bentuk penghargaan yang diterima badan publik di Indonesia atas

keberhasilannya dalam menyajikan laporan keuangan yang baik dapat dilihat dari opini yang

diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Semakin baik opini audit yang diperoleh

badan publik diharapkan dapat mendorong badan publik tersebut untuk mengungkap laporan

keuangannya, begitu pula sebaliknya jika opini yang diperoleh kurang baik maka

kecenderungan untuk menutupi atau bahkan tidak menyampaikannya di internet juga lebih

besar.

Berdasarkan pemaparan tersebut diperoleh gambaran bahwa penelitian di luar negeri

terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan laporan keuangan di internet

yang dilakukan oleh Laswad and Oyelere (2005), Styles and Tennyson (2007), Cinca et al.

(2008), Pina et al. (2010), Garcia and Garcia (2010), dan Bolivar (2014) didapati hasil-hasil

yang mendukung maupun berlawanan dengan penelitian-penelitian yang ada di Indonesia

yaitu yang dilakukan oleh Sinaga dan Prabowo (2011), Afryansyah dan Haryanto (2013),

Rahman et al. (2013), Verawaty (2015) dan Prabowo (2016) sehingga beberapa hasil tidak

dapat dikonklusikan dan terdapat hasil yang kontradiktif.

Penggunaan konten IFR sebagai media pengungkapan atau pelaporan keuangan sektor

publik memerlukan dukungan web pemerintah (e-government) karena IFR merupakan bagian

kecil dari e-government sesuai dengan pernyataan Oyerele et al. (2003), IFR merupakan

kombinasi kapasitas multimedia internet sebagai pengembangan dari e-government untuk

mengkomunikasikan secara interaktif tentang informasi keuangan badan publik sehingga ada

tidaknya dan baik tidaknya konten IFR yang dimiliki oleh badan publik juga bergantung pada

e-government yang dimiliki.

Organisasi merupakan sarana untuk mewujudkan kebersamaan dan sebagai wadah

untuk menyampaikan ide atau gagasan sehingga tujuan organisasi dapat terwujud. Organisasi

dapat dijadikan sebagai ajang untuk bersosialisasi dan bekerja sama dengan rasional dan

sistematis. Berdasarkan data yang diperoleh dari United Nations E–Government Survey

(2016:109) Indonesia masih tergolong dalam kelompok Middle EGDI (E-Government

Development Index), hal ini berarti bahwa negara Indonesia belum maksimal dalam

menggunaan e-government. Sementara itu dalam menggunakan Internet Financial Reporting

(IFR) diperlukan dukungan e-government yang baik untuk lebih memudahkan dalam

mengungkapkan laporan keuangan yang ada sebagai bentuk dukungan organisasi yang baik

dalam konteks organizational theory. Berdasarkan alasan tersebut maka untuk menguji

hubungan faktor-faktor yang menentukan pengungkapan laporan keuangan di internet dalam

penelitian ini e-government menjadi variabel antara atau intervening.

Perbedaan hasil penelitian di Indonesia dengan penelitian di luar negeri terkait dengan

penggunaan IFR dapat dipengaruhi oleh faktor organisasi yaitu implementesi e-government.

Berdasarkan data yang diperoleh dari United Nations E–Government Survey (2016:109)

Indonesia masih tergolong dalam kelompok Middle EGDI (E-Government Development

Index) berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di negara-negara yang

notabenya telah masuk dalam kelompok Very High EGDI seperti New Zealand, United States

of America, Spain. Maka dari itu, dalam penelitian ini menggunakan e-government sebagai

variabel mediasi sekaligus sebagai perbedaan mendasar penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya yang ada di Indonesia yang mana hanya menguji pengaruh langsung terhadap

IFR dan belum ada yang menguji pengaruh tidak langsungnya yaitu menggunakan e-

government yang diperoleh dari indeks pemeringkatan e-government (PeGI) yang dikeluarkan

oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi yang didasari oleh organization theory sebagai

variabel mediasi (antara) atau intervening dalam hubungan faktor-faktor yang menentukan

pengungkapan laporan keuangan di internet.

Untuk memeroleh hasil yang terbaru dan berdasarkan pemaparan yang ada terkait

fenomena yang terjadi di Indonesia dan adanya inkonsistensi hasil para peneliti sebelumnya

maka penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu pelaporan

keuangan di internet melalui e-government di Indonesia dengan menggunakan beberapa

variabel yang telah di uji oleh para peneliti sebelumnya yaitu ukuran badan publik, tingkat

utang, jumlah belanja modal, kapabilitas auditor internal, dan opini audit BPK. Dasar

penelitian ini adalah berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Verawaty (2015) dan

didukung oleh penelitian-penelitian di luar negeri serta berdasarkan pada agensi theory dan

organization theory.

BAHAN DAN METODE

Rancangan dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis (hypotesis testing) yang menjelaskan

sifat hubungan-hubungan tertentu atau menetapkan perbedaan-perbedaan antara dua faktor

(kelompok) independen atau lebih dalam sebuah situasi (Sekaran 2006). Jenis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data dokumenter. Sumber data yang digunakan adalah

data sekunder. Data sekunder untuk variabel independen ukuran badan publik, tingkat utang,

belanja modal, dan opini audit BPK menggunakan data yang tersedia pada laporan keuangan

badan publik yaitu pemerintah provinsi, pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga

pemerintah non kementerian yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun

2015. Kemudian untuk variabel independen kapabilitas auditor internal menggunakan data

dari badan pengawas keuangan dan pembangunan (BPKP).

Sumber data variabel intervening dalam penelitian ini yaitu e-government

menggunakan data indeks pemeringkatan e-government (PeGI) tahun 2015 yang dikeluarkan

oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (www.kominfo.go.id). Kemudian untuk data

variabel dependen, yaitu tingkat pengungkapan informasi akuntansi di internet atau internet

financial reporting (IFR) oleh badan publik, diperoleh dengan mengamati langsung pada situs

resmi badan publik. Alamat situs resmi badan publik yang diperoleh dari Kementerian Dalam

Negeri (www.kemendagri.go.id.).

Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah badan publik yang ada di Indonesia yaitu

kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kota/kabupaten yang terdapat dalam daftar indeks pemeringkatan e-government (PeGI) tahun

2015 yang dikeluarkan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (www.kominfo.go.id).

Populasi dalam penelitian ini sebanyak 119 badan publik, kemudian keseluruhan jumlah

populasi tersebut menjadi obyek dalam penelitian ini namun karena ada 17 badan publik yang

mengalami outlier sehingga jumlah pengamatan menjadi 102.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah riset internet

(online research). Pengumpulan data penelitian badan publik diunduh melalui situs resmi

badan publik.

Analisis Data

Hipotesis dalam penelitian ini diuji menggunakan analisis kuantitatif yang merupakan

bentuk analisis yang diperuntukkan bagi data yang besar, yang dapat dikelompokkan ke

dalam kategori-kategori yang berwujud angka-angka. Metode analisis yang digunakan adalah

uji asumsi klasik dan uji analisis jalur (path analysis) dengan menggunakan software SPSS

21. Berdasarkan pada regresi variabel mediasi dengan metode kausal step maka model

penelitian ini menggunakan tiga model penelitian. Model penelitian tersebut adalah sebagai

berikut.

Y= β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + ε (1)

M= β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + ε (2)

Y= β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6 M + ε (3)

Keterangan:

Y = IFR

β0 = Konstanta

β1- β5 = Koefisien Regresi

X1 = Ukuran Badan Publik

X2 = Tingkat Utang

X3 = Jumlah Belanja Modal

X4 = Kapabilitas Audit Internal

X5 = Opini Audit BPK

M = E-Government

ε = Variabel Gangguan

HASIL

Uji Asumsi Klasik

Hasil uji normalitas menggunakan uji kolmogorov-smirnov pada model 1,2, dan 3

diperoleh bahwa probailitas nilai Z uji K-S tidak signifikan yaitu pada model 1 sebesar 0,108,

model 2 sebesar 0,746, dan model 3 sebesar 0,404 (sig>0,05) maka asumsi normalitas

terpenuhi untuk setiap model, artinya bahwa residual telah terdistribusi dengan normal. Hasil

uji multikolinearitas pada model 1,2, dan 3 menunjukkan bahwa nilai tolerance seluruhnya di

atas 0,10 (>0,10) dan VIF seluruhnya di bawah 10 (<10) sehingga tidak terjadi

multikolinearitas, artinya variabel bebas yang diteliti tidak saling berhubungan sehingga dapat

digunakan sebagai variabel bebas dalam model. Hasil uji glejser menunjukkan bahwa variabel

yang diuji tidak mengandung heteroskedastisitas, karena seluruh nilai sig >0.05, artinya tidak

ada korelasi antara besarnya data dengan residual sehingga bila data diperbesar tidak

menyebabkan residual (kesalahan) semakin besar pula.

Uji Hipotesis

Hasil uji hipotesis pada model pertama menunjukkan bahwa hubungan langsung

variabel ukuran badan publik terhadap penggunaan IFR menunjukkan nilai 0,032 (sig t ≤

0.05) dengan koefisien regresi (c) = 0.118 dan nilai t sebesar 2,174. Nilai tersebut lebih besar

dari t tabel (1,993) dan tingkat probabilitas di bawah 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa

ukuran organisasi berpengaruh langsung terhadap penggunaan IFR. Berdasarkan hasil ukuran

badan publik berpengaruh signifikan terhadap Y (IFR) dengan nilai 0,032 (sig t ≤ 0.05)

dengan koefisien regresi (c) = 0.118; hasil regregi kedua ditemukan bahwa ukuran badan

publik berpengaruh signifikan terhadap M (e-government) dengan nilai 0.009 (sig t ≤ 0.05)

dengan koefisien regresi (a) = 0.138; dan hasil regresi ketiga ditemukan bahwa M (e-

government) berpengaruh signifikan terhadap Y (IFR) dengan nilai 0,013 (sig t ≤ 0.05)

dengan koefisien regresi (b) = 0,218. Kemudian ditemukan direct effect c’ sebesar 0,110 yang

lebih kecil dari c = 0.118. Pengaruh variabel independen ukuran badan publik terhadap

variabel dependen Y (IFR) berkurang namun tetap signifikan (sig t > 0.05), setelah

mengontrol variabel mediator M (e-government). Berdasarkan kriteria Baron dan Kenny

(1986) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis mediasional terdukung karena jalur (a), (b),

dan (c) signifikan sedangkan jalur (c’) tetap signifikan namun mengalami penurunan nilai

koefisien.

Hasil uji hipotesis pada model pertama menunjukkan bahwa hubungan langsung

variabel tingkat utang terhadap penggunaan IFR menunjukkan nilai 0,512 (sig t ≤ 0.05)

dengan koefisien regresi (c) = 2,501 dan nilai t sebesar 0,658. Nilai tersebut lebih kecil dari t

tabel (1,993) dan tingkat probabilitas di atas 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat utang

tidak berpengaruh positif terhadap penggunaan IFR. Berdasarkan hasil tingkat utang tidak

berpengaruh terhadap IFR dengan nilai 0,512 (sig t>0.05) dengan koefisien regresi (c) =

2,501; hasil regregi kedua ditemukan bahwa tingkat utang tidak berpengaruh terhadap M

(e-government) dengan nilai 0,298 (sig t >0.05) dengan koefisien regresi (a) = -3,801; dan

hasil regresi ketiga ditemukan bahwa M (e-government) berpengaruh signifikan terhadap IFR

dengan nilai 0,013 (sig t ≤ 0.05) dengan koefisien regresi (b) = 0,218. Kemudian ditemukan

direct effect c’ sebesar 3,878 yang lebih besar dari c = 2,501. Pengaruh variabel independen

tingkat utang terhadap variabel dependen IFR bertambah dan tidak signifikan (sig t > 0.05),

setelah mengontrol variabel mediator M (e-government). Berdasarkan kriteria Baron dan

Kenny (1986) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis mediasional tidak terdukung karena

jalur (a) dan (c) tidak signifikan.

Hasil uji hipotesis pada model pertama menunjukkan bahwa hubungan langsung

variabel Belanja Modal terhadap penggunaan IFR menunjukkan nilai 0,002 (sig t ≤ 0.05)

dengan koefisien regresi (c) = -0,185 dan nilai t sebesar -3,217. Nilai tersebut lebih besar dari

t tabel (1,993) dan tingkat probabilitas di atas 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa belanja

modal berpengaruh negatif terhadap penggunaan IFR. Berdasarkan hasil belanja modal

berpengaruh negatif terhadap IFR dengan nilai 0,002 (sig t>0.05) dengan koefisien regresi (c)

=-0,185; hasil regregi kedua ditemukan bahwa belanja modal berpengaruh signifikan terhadap

M (e-government) dengan nilai 0,039 (sig t >0.05) dengan koefisien regresi (a) = 0,115; dan

hasil regresi ketiga ditemukan bahwa M (e-government) berpengaruh signifikan terhadap IFR

dengan nilai 0,013 (sig t ≤ 0.05) dengan koefisien regresi (b) = 0,218. Kemudian ditemukan

direct effect c’ sebesar -0,204 yang lebih besar dari c = -0,185. Pengaruh variabel independen

belanja modal terhadap variabel dependen IFR bertambah dan signifikan (sig t > 0.05),

setelah mengontrol variabel mediator M (e-government). Berdasarkan kriteria Baron dan

Kenny (1986) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis mediasional tidak terdukung

meskipun jalur (a), (b) dan (c) signifikan akan tetapi jalur (c’) tetap signifikan dan nilai

koefisien regresinya bertambah.

Hasil uji hipotesis pada model pertama menunjukkan bahwa hubungan langsung

variabel Kapabilitas Audit Internal terhadap penggunaan IFR menunjukkan nilai 0,042 (sig t

≤ 0.05) dengan koefisien regresi (c) = 0,613 dan nilai t sebesar 2,060. Nilai tersebut lebih

besar dari t tabel (1,993) dan tingkat probabilitas di bawah 0,05. Hasil ini menunjukkan

bahwa Kapabilitas Audit Internal berpengaruh langsung terhadap penggunaan IFR.

berdasarkan hasil kapabilitas audit internal berpengaruh signifikan terhadap IFR dengan nilai

0,042 (sig t ≤ 0.05) dengan koefisien regresi (c) = 0,613; hasil regregi kedua ditemukan

bahwa kapabilitas audit internal berpengaruh signifikan terhadap M (e-government) dengan

nilai 0,013 (sig t ≤ 0.05) dengan koefisien regresi (a) = 0,718; dan hasil regresi ketiga

ditemukan bahwa M (e-government) berpengaruh signifikan terhadap IFR dengan nilai 0,013

(sig t ≤ 0.05) dengan koefisien regresi (b) = 0,218. Kemudian ditemukan direct effect c’

sebesar 0,289 yang lebih kecil dari c = 0,613. Pengaruh variabel independen X4 (kapabilitas

audit internal) terhadap variabel dependen Y (IFR) berkurang dan tidak signifikan (sig t >

0.05), setelah mengontrol variabel mediator M (e-government). Berdasarkan kriteria Baron

dan Kenny (1986) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis mediasional terdukung karena

jalur (a), (b), dan (c) signifikan sedangkan jalur (c’) tidak signifikan. Dalam hal ini terjadi

complete mediation atau mediasi sempurna.

Hasil uji hipotesis pada model pertama menunjukkan bahwa hubungan langsung

variabel Opini Audit BPK terhadap penggunaan IFR menunjukkan nilai 0,022 (sig t ≤ 0.05)

dengan koefisien regresi (c) = 0,389 dan nilai t sebesar 2,321. Nilai tersebut lebih besar dari t

tabel (1,993) dan tingkat probabilitas di bawah 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa Opini

Audit BPK berpengaruh langsung terhadap penggunaan IFR. Berdasarkan hasil opini audit

BPK berpengaruh signifikan terhadap IFR dengan nilai 0,022 (sig t ≤ 0.05) dengan koefisien

regresi (c) = 0,389; hasil regregi kedua ditemukan bahwa opini audit BPK berpengaruh

signifikan terhadap M (e-government) dengan nilai 0,025 (sig t ≤ 0.05) dengan koefisien

regresi (a) = 0,364; dan hasil regresi ketiga ditemukan bahwa M (e-government) berpengaruh

signifikan terhadap IFR dengan nilai 0,013 (sig t ≤ 0.05) dengan koefisien regresi (b) = 0,218.

Kemudian ditemukan direct effect c’ sebesar 0,289 yang lebih kecil dari c = 0,389. Pengaruh

variabel independen opini audit BPK terhadap variabel dependen IFR berkurang dan tidak

signifikan (sig t < 0.05), setelah mengontrol variabel mediator M (e-government).

Berdasarkan kriteria Baron dan Kenny (1986) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis

mediasional terdukung karena jalur (a), (b), dan (c) signifikan sedangkan jalur (c’) tidak

signifikan dan mengalami penurunan koefesien regresi. Dalam hal ini terjadi complete

mediation atau mediasi sempurna.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran badan publik berpengaruh langsung

terhadap penggunaan IFR. Hasil pengujian hipotesis tersebut menunjukkan bahwa semakin

besar ukuran badan publik, maka semakin tinggi pula penggunaan IFR badan publik.

Sebaliknya semakin kecil ukuran badan publik, maka penggunaan IFR juga akan semakin

rendah. Hasil penelitian ini memberi bukti bahwa ukuran badan publik berpengaruh positif

signifikan terhadap penggunaan IFR.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa badan publik yang memiliki ukuran besar

dituntut untuk melakukan transparansi atas pengelolaan keuangannya sebagai bentuk

akuntabilitas publik melalui pengungkapan informasi yang lebih banyak dalam laporan

keuangan sehingga mendukung agency theory yang menjelaskan hubungan antara principal

dan agent. Penelitian ini sejalan dengan agency theory dalam konteks pemerintahan menurut

zimmerman (1977) yang menjelaskan bahwa agency problem juga ada dalam konteks

organisasi pemerintahan. Rakyat sebagai prinsipal memberikan mandat kepada pemerintah

sebagai agen, untuk menjalankan tugas pemerintahan dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Untuk mengurangi masalah keagenan maka prinsipal dituntut untuk

lebih transparan atau memiliki kewajiban untuk melaporkan hasil penyelenggaraan

pemerintahan, dan salah satu cara yang digunakan untuk melaporkannya adalah melalui

pelaporan keuangan di internet.

Berdasarkan kriteria Baron dan Kenny (1986) maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis mediasional terdukung karena jalur (-a), (-b), dan (-c) signifikan sedangkan jalur (c’)

signifikan tetapi mengalami penurunan nilai koefisien regresi. Hal tersebut menunjukkan

terjadi mediasi persial (partial mediation). Artinya bahwa pengaruh ukuran badan publik

terhadap IFR tidak sepenuhnya dimediasi oleh e-government. Artinya bahwa, semakin baik e-

government yang dimiliki suatu badan publik maka semakin besar pula pengaruh mediasi e-

government terhadap hubungan antara ukuran badan publik terhadap penggunaan IFR. Hasil

penelitian ini memberikan bukti bahwa e-government mampu memediasi hubungan antara

ukuran badan publik terhadap penggunaan IFR.

Penelitian ini sejalan dengan agency theory dalam konteks pemerintahan menurut

zimmerman (1977) yang menjelaskan bahwa agency problem juga ada dalam konteks

organisasi pemerintahan. Untuk mengurangi masalah keagenan maka prinsipal dituntut untuk

lebih transparan atau memiliki kewajiban untuk melaporkan hasil penyelenggaraan

pemerintahan, dan salah satu cara yang digunakan untuk melaporkannya adalah melalui

pelaporan keuangan di internet. Pelaporan keuangan di internet dapat diwujudkan dengan

adanya e-government yang baik dan hasil ini sejalan dengan orgazation theory dimana

penggunaan konten Internet Financial Reporting (IFR) dalam pengungkapan laporan

keuangan di internet oleh badan publik membutuhkan dukungan organisasi yang baik dari

badan publik itu sendiri berupa tingkat e-government yang baik, sehingga tujuan dari

penggunaan konten IFR tersebut dapat tercapai dengan baik. Badan publik yang memiliki

ukuran yang besar maka tuntutan akuntabilitas publik pun semakin besar, maka semakin besar

pula agency cost yang dibutuhkan untuk mengurangi masalah keagenan sehingga

e-government dibutuhkan sebagai media untuk mempermudah terciptanya transparansi

dengan menyediakan konten IFR.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat utang tidak berpengaruh langsung

terhadap penggunaan IFR. Makna hasil pengujian hipotesis tersebut dengan melihat nilai

koefisien regresi yang bernilai positif namun tidak signifikan menunjukkan bahwa semakin

besar tingkat utang badan publik, maka semakin tinggi pula penggunaan IFR badan publik.

Sebaliknya semakin rendah tingkat utang badan publik, maka penggunaan IFR juga akan

semakin rendah. Hasil penelitian ini memberi bukti bahwa tingkat utang badan publik tidak

berpengaruh positif signifikan terhadap penggunaan IFR. Penelitian ini tidak mendukung

agency theory menurut Zimmerman (1977), pengunaan hutang untuk membiayai aktivitas

publik merupakan pendorong bagi manajer sektor publik untuk mengurangi biaya hutang. Hal

ini dapat diraih dengan IFR karena dengan media internet, pendistribusian laporan keuangan

menjadi lebih efisien, efektif, dan ekonomis sehingga agency cost yang timbul dapat

diminimalkan.

Hal tersebut dapat terjadi karena badan publik yang diteliti rata-rata memiliki tingkat

utang yang rendah sehingga tidak ada tuntutan dari pemberi hutang (debitur) atas transparansi

dan akuntabilitas keuangan badan publik karena berdasarkan penelitian Gore (2004)

menemukan bahwa insentif yang diberikan oleh pemilik hutang untuk mempublikasikan

laporan keuangan lebih dominan dari biaya-biaya atau tekanan-tekanan regulasi dan politis

yang berhubungan dengan hal yang sama tanpa pengungkapan di internet. Hal ini disebabkan

oleh pemberi hutang (debitur) akan menuntut transparansi dan akuntabilitas dengan cara yang

paling aplikatif atau dengan kata lain aksesibilitas yang lebih mudah dalam hal ini adalah

melalui pengungkapan laporan keuangan di internet.

Berdasarkan kriteria Baron dan Kenny (1986) maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis mediasional tidak terdukung karena jalur (a) dan (c) tidak signifikan. Artinya bahwa

tingkat utang tidak berpengaruh terhadap IFR melalui e-government. Makna hasil pengujian

hipotesis tersebut menunjukkan bahwa tingkat utang tidak berpengaruh secara langsung

terhadap IFR dan tingkat utang juga tidak berpengaruh terhadap IFR melalui e-government.

Artinya bahwa, e-government yang dimiliki suatu badan publik belum mampu memediasi

hubungan antara tingkat utang badan publik terhadap penggunaan IFR. Hasil penelitian ini

memberikan bukti bahwa e-government belum mampu memediasi hubungan antara tingkat

utang badan publik terhadap penggunaan IFR.

Hasil penelitian ini didukung oleh Verawaty (2015) yang mendapati bahwa tingkat

utang tidak berpengaruh terhadap pelaporan keuangan di internet, hal ini dapat terjadi karena

disebabkan oleh tingkat utang yang dimiliki cukup rendah sehingga tidak ada tuntutan yang

besar dari kreditur untuk menuntut transparansi. Meskipun e-government yang dimiliki sudah

cukup baik sebagai bentuk dukungan organisasi yang baik sesuai orgazation theory, namun

belum mampu memediasi hubungan antara tingkat utang badan publik terhadap penggunaan

IFR. Sepanjang pengetahuan penulis, belum ada literatur atau penelitian lainnya yang khusus

membahas mengenai hubungan mediasi e-government terhadap tingkat utang dengan

penggunaan IFR, namun setidaknya penelitian ini sudah mengindikasikan tidak ada hubungan

mediasi dan bisa menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja modal berpengaruh negatif terhadap

penggunaan IFR. Makna hasil pengujian hipotesis tersebut menunjukkan bahwa semakin

besar belanja modal, maka semakin rendah penggunaan IFR badan publik. Sebaliknya

semakin kecil belanja modal, maka penggunaan IFR juga akan semakin besar. Hasil

penelitian ini memberi bukti bahwa belanja modal berpengaruh negatif signifikan terhadap

penggunaan IFR. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa badan publik yang memiliki

belanja modal yang besar masih cenderung untuk tidak menggunakan IFR sebagai media

untuk melaporkan laporan keuangannya atau masih memilih cara pelaporan yang lainnya baik

melalui koran atau semacamnya.

Seharusnya belanja modal yang besar dapat mendukung penggunaan IFR yang lebih

maksimal karena dalam penggunaan IFR diperlukan pengadaan infrastruktur yang memadai,

hal ini untuk mengantisipasi hambatan kurangnya alat teknologi informasi dan komunikasi

(TIK) yang diperlukan dalam penerapan IFR. Adanya peningkatan belanja modal maka

diharapkan akan menambah alokasi belanja modal untuk pengadaan peralatan dan mesin TIK.

Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh sikap oportunistik dari badan publik yaitu adanya moral

hazard sesuai dengan theory agency yaitu cenderung untuk menyembunyikan informasi dan

tidak menggunakan IFR untuk melaporkan laporan keuangannya karena dengan

menggunakan IFR maka aksesibilitas dari agen akan semakin mudah dan akses informasi

terhadap belanja-belanja modal yang besar juga akan mudah diketahui.

Berdasarkan kriteria Baron dan Kenny (1986) maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis mediasional tidak terdukung meskipun jalur (-a), (-b), dan (-c) signifikan namun

jalur (-c’) tetap signifikan dan koefisien regresinya semakin besar. Artinya bahwa jumlah

belanja modal tidak berpengaruh terhadap IFR melalui e-government. Makna hasil pengujian

hipotesis tersebut menunjukkan bahwa belanja modal tidak berpengaruh terhadap IFR melalui

e-government. Artinya bahwa, e-government yang dimiliki suatu badan publik belum mampu

memediasi hubungan antara belanja modal badan publik terhadap penggunaan IFR.

Berdasarkan hasil penelitian ini didapati hasil bahwa adanya e-government yang baik

belum mampu mendorong tercapainya pengungkapan laporan keuangan badan publik melalui

internet meskipun telah di dukung oleh infrastruktur yang memadai untuk memenuhi

kebutuhan IFR sebagai dukungan oraganisasi yang baik berdasarkan orgazation theory.

Kondisi ini bisa saja terjadi karena e-government yang dimiliki belum maksimal

dipergunakan untuk aktifitas pelaporan keuangan namun lebih berfokus pada aktifitas-

aktifitas non keuangan badan publik. Sepanjang pengetahuan penulis, belum ada literatur atau

penelitian lainnya yang khusus membahas mengenai hubungan mediasi e-government

terhadap tingkat utang dengan penggunaan IFR, namun setidaknya penelitian ini sudah

mengindikasikan tidak ada hubungan mediasi dan bisa menjadi dasar bagi penelitian

selanjutnya.

Hasil penelitian menunjukkan kapabilitas audit internal berpengaruh langsung

terhadap penggunaan IFR. Makna hasil pengujian hipotesis tersebut menunjukkan bahwa

semakin tinggi kapabilitas audit internal, maka semakin tinggi pula penggunaan IFR badan

publik. Sebaliknya semakin rendah kapabilitas audit internal, maka penggunaan IFR juga

akan semakin rendah. Hasil penelitian ini memberi bukti bahwa kapabilitas audit internal

berpengaruh positif signifikan terhadap penggunaan IFR. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin tinggi kapabilitas audit internal yang dimiliki oleh badan publik maka semakin tinggi

pula kemampuan APIP dalam melakukan pengawasan terhadap penyusunan laporan

keuangan pemerintah, artinya laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah lebih andal

dan berkualitas dan dapat di ungkapkan kepada masyarakat salah satunya adalah melalui

internet. Untuk mengurangi masalah keagenan yaitu assymetri informasi maka prinsipal

dituntut untuk lebih transparan atau memiliki kewajiban untuk melaporkan hasil

penyelenggaraan pemerintahan, dan salah satu cara yang digunakan untuk melaporkannya

adalah melalui pelaporan keuangan di internet.

Kapabiltas audit internal merupakan faktor penentu penggunaan IFR. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi kapabilitas audit internal yang dimiliki oleh badan publik

maka semakin tinggi pula kemampuan APIP dalam melakukan pengawasan terhadap

penyusunan laporan keuangan pemerintah, artinya laporan keuangan yang dihasilkan oleh

pemerintah lebih andal dan berkualitas dan dapat di ungkapkan kepada masyarakat salah

satunya adalah melalui internet.

Berdasarkan kriteria Baron dan Kenny (1986) maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis mediasional terdukung karena jalur (-a), (-b), dan (-c) signifikan sedangkan jalur (c’)

tidak signifikan dan mengalami penurunan nilai koefisien regresi. Hal tersebut menunjukkan

terjadi complete mediation atau mediasi sempurna. Artinya bahwa pengaruh kapabilitas audit

internal terhadap IFR sepenuhnya dimediasi oleh e-government. Makna hasil pengujian

hipotesis tersebut menunjukkan bahwa kapabilitas audit internal dapat berpengaruh secara

langsung terhadap IFR dan juga dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap IFR

melalui e-government. Artinya bahwa, semakin baik e-government yang dimiliki suatu badan

publik maka semakin besar pula pengaruh mediasi e-government terhadap hubungan antara

kapabilitas audit internal terhadap penggunaan IFR. Hasil penelitian ini memberikan bukti

bahwa e-government mampu memediasi hubungan antara kapabilitas audit internal terhadap

penggunaan IFR.

Penelitian ini sejalan dengan agency theory dalam konteks pemerintahan menurut

zimmerman (1977) yang menjelaskan bahwa untuk mengurangi masalah keagenan maka

prinsipal dituntut untuk lebih transparan atau memiliki kewajiban untuk melaporkan hasil

penyelenggaraan pemerintahan, dan salah satu cara yang digunakan untuk melaporkannya

adalah melalui pelaporan keuangan di internet. Pelaporan keuangan di internet dapat

diwujudkan dengan adanya e-government yang baik dan hasil ini sejalan dengan orgazation

theory dimana penggunaan konten Internet Financial Reporting (IFR) dalam pengungkapan

laporan keuangan di internet oleh badan publik juga sangat membutuhkan dukungan

organisasi yang baik dari badan publik itu sendiri berupa tingkat e-government yang baik,

sehingga tujuan dari penggunaan konten IFR tersebut dapat tercapai dengan baik.

Hasil penelitian menunjukkan opini audit BPK berpengaruh langsung terhadap

penggunaan IFR. Makna hasil pengujian hipotesis tersebut menunjukkan bahwa semakin baik

opini audit BPK, maka semakin tinggi pula penggunaan IFR badan publik. Sebaliknya

semakin jelek opini audit BPK, maka penggunaan IFR juga akan semakin rendah. Hasil

penelitian ini memberi bukti bahwa opini audit BPK berpengaruh positif signifikan terhadap

penggunaan IFR. Penelitian ini sesuai dengan agency theory yaitu semakin baik opini audit

yang diperoleh badan publik maka diharapkan dapat mendorong badan publik tersebut untuk

mengungkap laporan keuangannya, begitu pula sebaliknya jika opini yang diperoleh kurang

baik maka kecenderungan untuk menutupi atau bahkan tidak menyampaikannya di internet

juga lebih besar, kondisi ini akan memperparah agency problem yang ada dan mempertajam

assymentri informasi antara prinsipal dan agen (agency theory).

Berdasarkan kriteria Baron dan Kenny (1986) maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis mediasional terdukung karena jalur (-a), (-b), dan (-c) signifikan sedangkan jalur (c’)

tidak signifikan dan mengalami penurunan nilai koefisien regresi. Hal tersebut menunjukkan

terjadi complete mediation atau mediasi sempurna. Artinya bahwa pengaruh opini audit BPK

terhadap IFR sepenuhnya dimediasi oleh e-government. Makna hasil pengujian hipotesis

tersebut menunjukkan bahwa opini audit BPK dapat berpengaruh secara langsung terhadap

IFR dan juga dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap IFR melalui e-government.

Artinya bahwa, semakin baik e-government yang dimiliki suatu badan publik maka semakin

besar pula pengaruh mediasi e-government terhadap hubungan antara opini audit BPK

terhadap penggunaan IFR. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa e-government

mampu memediasi hubungan antara opini audit BPK terhadap penggunaan IFR.

Semakin baik opini audit yang diperoleh badan publik diharapkan dapat mendorong

badan publik tersebut untuk mengungkap laporan keuangannya, begitu pula sebaliknya jika

opini yang diperoleh kurang baik maka kecenderungan untuk menutupi atau bahkan tidak

menyampaikannya di internet juga lebih besar, kondisi ini akan memperparah agency problem

yang ada dan mempertajam asymentri informasi antara prinsipal dan agen (agency theory).

Pelaporan keuangan di internet dapat diwujudkan dengan adanya e-government yang baik dan

hasil ini sejalan dengan orgazation theory dimana penggunaan konten Internet Financial

Reporting (IFR) dalam pengungkapan laporan keuangan di internet oleh badan publik juga

sangat membutuhkan dukungan organisasi yang baik dari badan publik itu sendiri berupa

tingkat e-government yang baik, sehingga tujuan dari penggunaan konten IFR tersebut dapat

tercapai dengan baik. Semakin besar ukuran badan publik maka akan semakin tinggi

penggunaan IFR, semakin besar ukuran badan publik maka akan semakin baik pula e-

government yang dimiliki, kemudian semakin besar ukuran badan publik maka pengaruhnya

terhadap penggunaan IFR tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh e-government. Badan publik

yang memiliki ukuran yang besar maka tuntutan akuntabilitas publik pun semakin besar,

maka semakin besar pula agency cost yang dibutuhkan untuk mengurangi masalah keagenan

sehingga e-government dibutuhkan sebagai media untuk mempermudah terciptanya

transparansi dengan menyediakan konten IFR.

KESIMPULAN DAN SARAN

Tingkat utang tidak berpengaruh terhadap penggunaan IFR, tingkat utang juga tidak

berpengaruh terhadap e-government, kemudian tingkat utang tidak beprpengaruh terhadap

IFR melalui E-government. Sehingga tingkat utang tidak berpangaruh terhadap pengungkapan

laporan keuangan di internet bisa saja disebabkan karena tingkat utang yang dimiliki cukup

rendah sehingga tidak ada tuntutan yang besar dari kreditur untuk menuntut transparansi

aktifitas pengelolaan keuangan. Belanja modal berpengaruh negatif terhadap penggunaan IFR,

jumlah belanja modal berpengaruh positif terhadap e-government, kemudian jumlah belanja

modal tidak berpengaruh terhadap penggunaan IFR melalui e-government. Kondisi ini bisa

saja terjadi karena dipengaruhi oleh sikap oportunistik dari badan publik yaitu adanya moral

hazard sesuai dengan theory agency yaitu cenderung untuk menyembunyikan informasi dan

tidak menggunakan IFR untuk melaporkan laporan keuangannya karena dengan

menggunakan IFR maka aksesibilitas dari agen akan semakin mudah dan akses informasi

terhadap belanja-belanja modal yang besar juga akan mudah diketahui dan juga karena e-

government yang dimiliki belum maksimal dipergunakan untuk aktifitas pelaporan keuangan

namun lebih berfokus pada aktifitas-aktifitas non keuangan badan publik.

Kapabilitas audit internal berpengaruh terhadap penggunaan IFR, kapabilitas audit

internal berpengaruh terhadap e-government, kemudian kapabilitas audit internal berpengaruh

terhadap penggunaan IFR melalui e-government. Semakin baiknya implementasi e-

government maka diharapkan pengungkapan laporan keuangan badan publik di internet juga

menjadi lebih baik karena dukungan kapabilitas auditor yang baik serta dukungan e-

government yang lebih baik. Opini audit BPK berpengaruh terhadap penggunaan IFR, opini

audit BPK berpengaruh terhadap e-government, kemudian opini audit BPK berpengaruh

terhadap penggunaan IFR melalui e-government. Pelaporan keuangan di internet dapat

diwujudkan dengan adanya e-government yang baik dan hasil ini sejalan dengan orgazation

theory dimana penggunaan konten Internet Financial Reporting (IFR) dalam pengungkapan

laporan keuangan di internet oleh badan publik juga sangat membutuhkan dukungan

organisasi yang baik dari badan publik itu sendiri berupa tingkat e-government yang baik,

sehingga tujuan dari penggunaan konten IFR tersebut dapat tercapai dengan baik.

Berdasarkan hasil simpulan yang telah dikemukakan di atas, maka beberapa saran

yang mungkin dapat bermanfaat bagi peneliti berikutnya adalah menggunakan data time

series sehingga dapat dilihat tren penyediaan IFR melalui media e-government dari tahun ke

tahun seiring dengan perkembangan UU yang ada dan menambahkan variabel-variabel

lainnya yang layak digunakan serta menguji hasil dari analisis faktor yang telah di lakukan

pada penelitian Sepanjang pengetahuan penulis, belum ada literatur atau penelitian lainnya

yang khusus membahas mengenai hubungan mediasi e-government terhadap opini audit BPK

dengan penggunaan IFR, namun setidaknya penelitian ini sudah mengindikasikan adanya

hubungan mediasi dan bisa menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Afryansyah, Dian Rahmad, dan Haryanto. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pengungkapan Informasi Akuntansi di Internet oleh Pemerintah Daerah. Diponegoro

Journal Of Accounting, 2 (3): 1-11.

Baron, M. Reuben and Kenny, A. David. 1986. The Moderator-Mediator Variable Distinction

in Social Psychological. Journal of Personality and Social Psychology, 51 (6): 1173-

1182.

Bolivar, Rodriguez Pedro Manuel. Munoz, Alcaide Laura. And Hernandez, M. Lopez

Antonio. 2014. Determinants of Financial Transparency in Government. International

Public Management Journal. 16 (4): 557–602.

Buchanan, James M. and Tullock, Gordon. 1962. The calculus of consent: logical foundation

of constitutional democracy. Indianapolis:Liberty Fund.

Cinca, Serrano Carlos.Tomas, Rueda Mar. and Tarragona, Portillo Pilar. 2008. Factors

influencing e-disclosure in local public administrations. Documento de Trabaj, 3: 1-

44.

Gore, A., 2004. The Effects of GAAP Resolution and Bond Market Interaction on Local

Government Disclosure. Journal of Accounting and Public Policy, 23: 23-52.

Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan

TELEMATIKA di Indonesia. 2001. Jakarta : Presiden Republik Indonesia.

Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan E-Government. 2003. Jakarta : Presiden Republik Indonesia.

Jensen, M dan W. Meckling. 1976. Theory of the firm: Managerial Behaviour, Agency Cost,

and Ownership Structure. Jurnal of Financial Economics, 3 (4): 305-360.

Lemieux, Pierre. The state and public coice. The Independent Review, 20 (1):23-31.

Oyelere, Peter, Laswad, Fauzi, and Fisher, Richard, 2003. Determinant of Internet Financial

Reporting by New Zealand Companies. Journal of International Financial

Management and Accounting, 14: 1-39.

Peraturan Kepala BPKP Nomor 1633 Tahun 2011 tentang Pedoman Teknis Peningkatan

Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Jakarta : Badan Pemeriksa

Keuangan dan Pembangunan.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Jakarta : Presiden Republik Indonesia.

Perez, del Carmen Caba Maria. Bolivar, Rodriguez Pedro Manuel. Hernandez, M. Lopez

Antonio. 2014. The determinants of government financial reports online.

Transylvanian Review of Administrative Sciences, 42: 5-31.

Pina, Vicente. Torres, Lourdes. And RoyoIs, Sonia. 2010. Is e-government promoting

convergence towards more accountable local governments?. International Public

Management Journal. 13 (4): 350–380.

Prabowo, Wicaksono Adhi Daniel. 2016. Publikasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

(LKPD114) melalui Internet (IFLGR) dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jurnal

Manajemen dan Bisnis Media Ekonomi. 16 (1): 114-129.

Rahman, A., Sutaryo, dan Budiatmanto, A. 2013. Determinan Internet Financial Local

Government Reporting di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XVI. 16: 1299-

1323.

Sekaran, Uma (2006). “Metodologi Penelitian untuk Bisnis”, Jakarta: Salemba Empat.

Sinaga, Yurisca F dan Tri Jatmiko Wahyu Prabowo. 2011. Analisis Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Pelaporan Keuangan di Internet Secara Sukarela oleh Pemerintah

Daerah. Jurnal Universitas Diponegoro, 1 (3): 1-33.

Sipahutar, Sarjono R. Indra, dan Sutaryo. 2016. Faktor-Faktor Penentu Implementasi E-

Government Pemerintah Daerah di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XIX.

Styles, Alan K., dan Mack Tennyson. 2007. The Accessibility Of Financial Reporting U.S.

Municipalities On The Internet. Journal of Public Budgeting, Accounting & Financial

Management, 19: 56-92.

Turban, E., and Volonino, L. 2012. Information Technology for Management. Eighth edition.

USA: John Wiley & Sons, Inc.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi

Publik. Jakarta : Presiden Republik Indonesia.

United Nations. 2016. United Nations E-Government Survey 2016.

www.publicadministration.un.org.

Verawaty, 2012. The Availability of IFR (Internet Financial Reporting) through

E-Government as Public Transparency, Participation, and Accountability Means In

Indonesia. Proceedings of The 13th Malaysia-Indonesia Conference on Economics,

Management and Accounting (MICEMA), 13: 562-579.

Verawaty, 2015. Determinan aksesibilitas internet financial reporting melalui e-government

pemerintah daerah di indonesia. Simposium Nasional Akuntansi 18 Universitas

Sumatera Utara, 18: 1-25.

Zimmerman, J., 1977. The Municipal Accounting Maze: An Analysis of Political Incentives.

Journal of Accounting Research, 15: 107-144.