TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

14
65 TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN BERAGAMA Dedi Yuliansyah 1 Basri Effendi 2 1 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, [email protected] 2 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, [email protected] Corresponding author: [email protected] Received: 25 th November 2020, Revised: 2 nd December 2020, Accepted: 5 th January 2021 Abstract The implementation of the guarantee of religious life is an important part of the conception of the Indonesian nation-state which creates the responsibility of state administrators to regulate freedom of religion and belief, in order not to cause disturbances to security and public order. The problem occurs when the state authority has the power to regulate it, but not perform its function in ensuring the religions rights, so that it does not limit the basic human rights to observant their religion. Therefore, the focus of the study in this paper is whether religious freedom in Indonesia is in accordance with the mandate of the constitution, and what is the form of the state's responsibility to guarantee religious freedom in accordance with applicable laws. Freedom of religion is a right that cannot be reduced regardless of the circumstances (non-derogable rights). Protection of the right to freedom of belief and practice of religion is contained in international human rights instruments and national legislation. This study uses normative legal research methods (juridical-normative). The research approach is carried out by examining various conventions and regulations that are related and relevant to the problem and object of this study. Keywords: State’s responsibility, Diversity Abstrak Pelaksanaan Jaminan kehidupan beragama merupakan bagian penting dalam konsepsi negara kebangsaan Indonesia yang melahirkan tanggungjawab penyelenggara negara untuk mengatur kebebasan beragama dan berkeyakinan agar tidak menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban umum. Permasalahan terjadi ketika otoritas negara yang memiliki kewenangan untuk mengatur hal tersebut, tetapi belum melaksanakan fungsinya dalam menjamin hak beragama, sehingga tidak membatasi Hak dasar manusia untuk menjalankan agamanya. Oleh karena itu, fokus kajian pada penulisan ini adalah apakah kebebasan beragama di Indonesia sudah sesuai dengan amanah konstitusi, dan bagaimana bentuk tanggung jawab negara untuk menjamin kebebasan beragama sesuai perundang-undangan yang berlaku. Kebebasan beragama merupakan hak yang tidak dapat dikurangi bagaimanapun juga keadaannya (non-derogable rights). Perlindungan hak atas kebebasan memeluk dan menjalankan agama dimuat dalam instrumen HAM internasional dan peraturan perundang-undangan nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan atau metode penelitian hukum normatif (yuridis-normatif). Pendekatan penelitian dilakukan dengan cara mengkaji berbagai konvensi dan peraturan-peraturan yang berhubungan dan relevan dengan masalah objek kajian dalam penelitian ini. Kata Kunci: Tanggung jawab Negara, Kebebasan Beragama

Transcript of TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Page 1: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

65

TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN

BERAGAMA

Dedi Yuliansyah1 Basri Effendi

2

1 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, [email protected]

Corresponding author: [email protected]

Received: 25th

November 2020, Revised: 2nd

December 2020, Accepted: 5th

January 2021

Abstract The implementation of the guarantee of religious life is an important part of the conception of the Indonesian

nation-state which creates the responsibility of state administrators to regulate freedom of religion and belief, in

order not to cause disturbances to security and public order. The problem occurs when the state authority has the

power to regulate it, but not perform its function in ensuring the religions rights, so that it does not limit the basic

human rights to observant their religion. Therefore, the focus of the study in this paper is whether religious freedom

in Indonesia is in accordance with the mandate of the constitution, and what is the form of the state's responsibility

to guarantee religious freedom in accordance with applicable laws. Freedom of religion is a right that cannot be

reduced regardless of the circumstances (non-derogable rights). Protection of the right to freedom of belief and practice of religion is contained in international human rights instruments and national legislation. This study uses

normative legal research methods (juridical-normative). The research approach is carried out by examining various

conventions and regulations that are related and relevant to the problem and object of this study.

Keywords: State’s responsibility, Diversity

Abstrak Pelaksanaan Jaminan kehidupan beragama merupakan bagian penting dalam konsepsi negara kebangsaan Indonesia

yang melahirkan tanggungjawab penyelenggara negara untuk mengatur kebebasan beragama dan berkeyakinan agar

tidak menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban umum. Permasalahan terjadi ketika otoritas negara

yang memiliki kewenangan untuk mengatur hal tersebut, tetapi belum melaksanakan fungsinya dalam menjamin hak

beragama, sehingga tidak membatasi Hak dasar manusia untuk menjalankan agamanya. Oleh karena itu, fokus

kajian pada penulisan ini adalah apakah kebebasan beragama di Indonesia sudah sesuai dengan amanah konstitusi,

dan bagaimana bentuk tanggung jawab negara untuk menjamin kebebasan beragama sesuai perundang-undangan

yang berlaku. Kebebasan beragama merupakan hak yang tidak dapat dikurangi bagaimanapun juga keadaannya

(non-derogable rights). Perlindungan hak atas kebebasan memeluk dan menjalankan agama dimuat dalam instrumen

HAM internasional dan peraturan perundang-undangan nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan atau

metode penelitian hukum normatif (yuridis-normatif). Pendekatan penelitian dilakukan dengan cara mengkaji

berbagai konvensi dan peraturan-peraturan yang berhubungan dan relevan dengan masalah objek kajian dalam

penelitian ini.

Kata Kunci: Tanggung jawab Negara, Kebebasan Beragama

Page 2: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021

Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama

66

I. PENDAHULUAN

Konsepsi kebebasan beragama telah berkembang sejak Indonesia berdiri sebagai negara

yang merdeka. Sebelum BPUPKI membahas mengenai dasar negara, wacana ini telah menjadi

bagian dari perdebatan founding father, yang kemudian dirumuskan dalam hukum dasar (staat

fundamental norm) Sila pertama Pancasila. Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

mengemukakan bahwa “Negara Indonesia merupakan negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang

Maha Esa”. Namun hal tersebut bukan berarti menunjukkan Indonesia negara agama, namun

demikian Indonesia bukan juga negara sekuler, tetapi Indonesia mengakui keberadaan agama,

sebagai bagian integral dari masyarakat Indonesia dan menjadikan agama sebagai salah satu

sumber hukum di Indonesia.

Konstitusi Indonesia mewajibkan setiap penduduk untuk saling hormat menghormati dan

menghargai terhadap perbedaan keyakinan yang ada.“Oleh karena itu, negara menjamin hak

penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya”tersebut.

Pengaturan tentang jaminan hak penduduk dalam beragama tersebut, menunjukkan bahwa UUD

1945 merupakan konstitusi yang dibentuk dari proses resultante (kesepakatan) dari suatu bangsa

memiliki nilai-nilai religius.1

Adanya jaminan dalam kehidupan beragama tersebut juga menunjukkan relevansi dalam

konsepsi negara kebangsaan Indonesia, yang terdiri dari ikatan berbagai perbedaan dan nilai-nilai

pluralitas.2 Negara disatu sisi menjamin kebebasan beragama, tetapi disisi juga memastikan agar

kehidupan beragama dapat terlaksana secara tentram dan damai. Oleh karena itu, negara

diberikan kewenangan oleh konstitusi untuk melakukan pengaturan, agar tidak terjadi

disintegrasi akibat praktek berama yang salah.

Hal itu kemudian melahirkan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah serta para

penyelenggara negara untuk untuk mengatur kebebasan beragama dan berkeyakinan agar tidak

menimbulkan penyimpangan dalam beragama yang berakibat mengganggu kepentingan umum.

Memang ada kebebasan kepada setiap orang untuk menjalankan ritual ibadah dan memahami

suatu ajaran yang merupakan hak setiap individu. Akan tetapi, pemahaman itu harus sesuai

1 Adam muhshi, Teologi Konstitusi: Hukum Hak Asasi Manusia atas Kebebasan Beragama, Jakarta: Lkis

Pelangi Aksara, 2015, hlm. 3. 2 Ibid. hlm. 4.

Page 3: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021

Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama

67

dengan kaidah pokok agama sebagaimana yang diajarkan oleh para pemuka agama yang menjadi

rujukan dan berdasarkan sumber ajaran agama yaitu yaitu kitab.3

Meskipun hak memeluk agama dan menjalankan keyakinan termasuk non-derogable

rights, sehingga tidak bisa dikurangi, 4 namun menurut perspektif HAM, negara dalam

menjalankan tanggungjawabnya diperbolehkan untuk membatasi hak-hak tertentu. Tidak semua

hak dalm menjalankan kebebasan beragama dan berkeyakinan, berada dalam ruang lingkup hak

yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Negara sebagai

otoritas yang berdaulat dalam ranah publik dapat melakukan pembatasan sesuai aturan yang

berlaku. Setiap pembatasan yang dilakukan oleh negara tersebut, harus melalui suatu mekanisme

yang benar dengan melibatkan lembaga yang memiliki otoritas untuk mengatur.

Permasalahan terjadi ketika otoritas negara yang memiliki kewenangan untuk mengatur

tersebut, seperti tidak berdaya ketika berhadapan dengan kelompok masyarakat tertentu.

Sehingga kehadiran negara seperti ada dan tiada, karena tidak memiliki wibawa untuk

melaksanakan tanggung jawabnya tersebut. Disisi lain permasalahan juga terjadi dalam hal

menentukan batasan dari tanggung jawab negara dalam menjamin beragama. Ketika negara

melampaui batas dalam melaksanakan kewenangannya tersebut, yang terjadi justru bukan

ketentraman tetapi pelanggaran terhadap hak warga negara dalam beragama. Oleh sebab itu,

permasalahan dalam penulisan ini adalah apakah kebebasan beragama di Indonesia sudah sesuai

dengan amanah konstitusi? Bagaimana bentuk tanggung jawab negara untuk menjamin

kebebasan beragama sesuai perundang-undangan yang berlaku?

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini“menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis-normatif).

Penelitian ini didahului dengan menelaah berbagai konvensi dan peraturan-peraturan terkait yang

sesuai dan relevan dengan pokok masalah yang dikaji melalui penelitian”ini. Selanjutnya

dilakukan kajian juga terhadap kasus-kasus yang pernah terjadi dan menjadi perhatian msyarakat

umum, kemudian mengkaji dan menganalisa latar belakang dan perkembangan issu mengenai

3 Faiq Tobroni, “Keterlibatan Negara dalam Mengawal Kebebasan Beragama/ Berkeyakinan (Komentar

Akademis atas Judicial Review UU No. 1/PNPS/1965)” Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010,

hlm. 106. 4 Frans Sayogie, “Perlindungan Negara Terhadap hak Kebebasan beragama: Perspektif Islam dan Hak

Asasi manusia Universal”, Jurnal Hukum Prioris, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013, hlm. 45.

Page 4: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021

Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama

68

masalah yang diangkat dalam penelitian ini, lalu dilakukan perbandingan dengan hal-hal yang

dianggap sama. Terakhir dengan mengkaji pendapat-pendapat dan doktrin-doktrin Ilmu Hukum,

untuk mendapatkan ide, konsep dan juga asas-asas hukum yang sesuai dengan permasalahan dari

penelitian”ini.

III. PEMBAHASAN

3.1 Kebebasan Beragama Dibeberapa Negara Di Dunia

Kebebasan beragama merupakan“hak untuk menentukan, memeluk dan melaksanakan

agama dan juga keyakinan. Hak inibersifat mutlak dan tidak bisa dikurangi dalam kondisi

apapun”(non-derogable rights). Hak kebebasan beragama termuat dalam instrumen HAM

internasional dan perundang-undangan nasional yang mencakup dua dimensi yaitu yang

bersifat individual dan yang bersifat kolektif.

Agama dan keberagaman adalah tolak ukur dan juga pintu gerbang (anant garde)

untuk menilai bahwa pandangan pluralitas dilaksanakan oleh individu maupun kelompok.

Semangat keberagaman yang cenderung memuja fundamentalisme adalah akar masalah yang

berpeluang menjadi bencana di kemudian hari.5

Pemaksaan agama tertentu oleh pihak tertentu kepada masyarakat akan mengganggu

stabilitas politik. Spinoza menjelaskan bahwa, pemaksaan agama kepada masyarakat akan

menimbulkan pemberontakan sipil, politik dan juga agama. Oleh sebab itu, negara harus

memposisikan dirinya sebagai pihak yang berperan penting (duty holders) menciptakan

harmoni universal tersebut,6 dengan cara mendukung toleransi dan menjamin hak warga

negara dalam mengeluarkan pendapat dan berekspresi secara bebas dan bertanggung jawab, .

Jika negara tidak mengambil peran strategis ini, maka akan sangat rentan terhadap stabilitas

keamanan, politik bahkan ketidakpastian hukum, yang berimbas kepada munculnya perilaku

anarkhis masyarakat, disebabkan faktor ketidakpercayaan kepada institusi negara (public

disobyences).

5 Benny Soesetyo, Kegagalan Negara Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Setara Institute,

Jakarta, 2010, hlm. 21. 6 Michael Haas, International Human Rights: A Comprehensive Introduction, published, (London and New

York: Routledge, 2008), hlm. 77.

Page 5: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021

Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama

69

Negara berkewajiban menjamin kebebasan beragama memiliki maksud bahwa negara

harus memanfaatkan otoritas dan kewenangannya untuk menjamin terpenuhinya hak

tersebut. Jaminan hak kebebasan beragama harus diatur sedemikian rupa, tidak melihat

pluralitas agama berlaku bagi yang memiliki satu jenis agama seperti di Negara Yunani,

maupun pada negara yang terdapat beragam agama yang diakui secara resmi seperti di

Indonesia, atau bahkan di Negara yang menganut paham sekuler sekalipun seperti di Negara

Amerika Serikat.7

Kebebasan beragama di Negara Amerika Serikat dapat dicermati dalam kasus

Employment Division vs Smith yang terjadi pada tahun 1990. Waktu itu ada dua penduduk

asli Amerika yang berada di Negara Bagian Oregon yang memanfaatkan peyote (obat bius

yang pergunakan untuk upacara adat). Pada saat itu, Pengadilan memutuskan bahwa jikalau

pemerintah dapat menerangkan alasan dibalik ketentuan undang-undang yang melarang

penggunaan obat bius tersebut, maka hal itu dapat mengesampingkan kebebasan

menjalankan keyakinan bagi penduduk asli Amerika.8

Putusan ini yang menjadi

yurisprudensi yang diikuti oleh hakim-hakim berikutnya dalam hal pembatasan kebebasan

beragama oleh peraturan negara. Bahkan, dalam kasus Boerne vs Flores pada tahun 1997

pengadilan membatalkan the Religious Freedom and Restoration Act 1993 karena dianggap

tidak konstitusional sebab penafsiran terhadap konstitusi yang merupakan hak pengadilan,

dan legislatif tidak dapat menetapkan undang-undang yang tidak sesuai dengan putusan

Makamah Agung.9

Menurut instrumen hukum internasional, peran negara dalam mengatur kehidupan

beragama disebutkan dalam Pasal 18 ayat (3) International Covenant on Civil and Political

Rights (ICCPR) yang menetapkan bahwa kebebasan beragama atau berkeyakinan seseorang

hanya bisa dibatasi berdasarkan hukum, semata-mata untuk menjaga dan melindungi

7 Fatmawati, Op. cit, hlm. 504 8 Ibid. hlm. 89. 9 Bagir Manan (et.al), Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia, Yayasan HAM,

Demokrasi dan Supremasi Hukum: Bandung, 2001, hlm. 89.

Page 6: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021

Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama

70

keamanan, ketertiban, kesehatan, dan moral masyarakat, atau hak-hak kebebasan mendasar

yang dimiliki setiap individu.10

Disisi lain, pengaturan terhadap kehidupan beragama tidak hanya mengakomodir

kepentingan golongan pemeluk agama tertentu saja, akan tetapi hal tersebut diatur demi

menjaga kepentingan ketertiban dalam hidup bermasyarakat. Ada berbagai peristiwa yang

terjadi dalam masyarakat sebagai efek dari penyimpangan dalam menjalankan ritual agama.

Kasus-kasus demikian biasanya terjadi dalam interaksi antar warga negara seperti

proselytism yang dilakukan dengan secara tidak bermoral, penodaan terhadap agama, dan

penyalahgunaan ajaran agama. 11

Proselytism merupakan paksaan untuk pindah agama dan keyakinan secara paksa

bukan atas kesadaran individu. Proselytism merupakan pemaksaan, yang dilarang dalam

konstitusi suatu negara, dilarang juga dalam Deklarasi Kairo (Cairo Declaration) tentang

Hak Asasi Manusia, yang menyatakan: “Dilarang melakukan pemaksaan dalam bentuk dan

keadaan apapun kepada setiap manusia atau untuk dengan memanfaatkan keadaan, seperti

kemiskinan atau ketidaktahuannya untuk merubah kepercayaannya ke suatu agama bahkan

ke atheism”.12

Meskipun ada ketentuan dalam Pasal 18 ayat (3) ICCPR yang mengatur pembatasan

untuk menjalankan agama atau keyakinan akan kepercayaan, tetapi tidak ada pembatasan

untuk kebebasan berfikir, berkeyakinan dan memeluk agama seperti dinyatakan dalam Pasal

18 ayat (1) juga tidak membatasi kebabasan untuk memeluk atau menganut suatu agama atau

kepercayaan sesuai dengan pilihan hati nuraninya seperti disebutkan dalam Pasal 18 ayat

(2).13

Untuk menjaga keselamatan rakyat sebagaimana diatur dalam artikel 18 (3) ICCPR

yang menyatakan bahwa kebebasan untuk menjalankan dan memilih agama atau keyakinan

seseorang hanya dapat dibatasi ketika berkaitan dengan perlindungan terhadap keamanan dan

ketertiban rakyat. Tujuan utama dari negara adalah tercapainya ketertiban umum, yang

10 El Khanif (et.al), Hak Asasi Manusia; Dialektika Universalisme vs Relativisme di Indonesia, Lkis Pelangi

Aksara, 2017, hlm. 126 11 Rhona K.M. Smith, (et.al), Hukum HAM, PUSHAM UII, Yogyakarta, 2008, hlm. 106. 12 Ifdhal kasim, Hak Sipil dan Politik Esai-Esai Pilihan Buku, Jakarta: ELSAM, 2001, hlm. 245. 13 Karl Joseph Partsch, Kebebasan Beragama, Berekspresi, dan Kebebasan Berpolitik, Dalam Ifdhal Kasim,

Hak Sipil dan Politik Esai-Esai Pilihan Buku 1, ELSAM, Jakarta, 2001, hlm. 244.

Page 7: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021

Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama

71

memberikan dasar jaminan bagi pelaksanaan segala kegiatan-kegiatan sosial, dimana untuk

mewujudkan hal tersebut perlu suatu otoritas yang menjadi kekuasaan yang dapat mencegah

atau memberikan penindakan terhadap yang melanggarnya.14

Jika diamati pelaaksanaan kehidupan kebebasan beragama di barat, toleransi dalam

beragama ialah salah satu prinsip dasar dalam masyarakat dan merupakan sesuatu yang

dihormati oleh setiap orang yang kemudian diterima sebagai suatu ajaran universal.15

Sejarah

pernah mencatat masa kegelapan kebebasan beragama, dimana penganut Kristen Protestan

pernah dibantai oleh penguasa Kristen katolik.Pada saat itu banyak penganut agama protestan

dituduh bid’ah dan hidup-hidup dibakar oleh penguasa saat itu yaitu Marry I yang berkuasa

pada tahun 15553-1558. Begitu juga yang terjadi di paris dan Netherland, ribuan protestan

dibantai. Hal ini dilakukan hanya untuk mewujudkan satu ajaran agama Christians.16

Akibat dari peristiwa sejarah kelam, pembantaian terhadap penduduk sipil oleh

otoritas kekuasaan agama dengan alasan melakukan praktek agama yang salah telah merubah

paradigm berpikir orang-orang Eropa terhadap agama. Hal ini berimplikasi terhadap

hubungan agama dan negara, sehingga melahirkan ajaran sekulerisme. Secara historis ide

tentang kekuasaan yang absolut yang melahirkan kekuasaan sekuler berkembang dari

pemikiran Thomas Hobbes pada tahun1588 sampai 1679. Hobbes terpengaruhi oleh

peristiwa English Civil War perang saudara yang terjadi dari tahun 1642-1651 antara

pendukung Raja Charles I yang dibantu oleh loyalis katolik melawan pemberontak protestan

yang mendukung Oliver Cromwell.17

John Locke lalu mengembangkan pemikiran dari Hobbes lewat bukunya yang

berjudul Letter Concerning Toleration (1689). Locke mengemukakan pendapatnya akan

perlunya toleransi antar pemeluk agama dan dipisahkannya agama dan negara.18

Pasca

berakhirnya Perang Dunia yang Kedua, pengaruh teori dari John Locke ini, dengan konsep

pemisahan negara dengan agama melahirkan kelompok humanis sekuler yang mewakili

pemikiran hampir seluruh negara Eropa waktu itu. Saat ini banyak negara-negara di Eropa

14 R.M. Mac Iver, The Modern State, 7th ed., Oxford University Press, London, 1955, hlm. 230. 15 Natalie Goldstein, Global Issues: Religion ad the State, Facts on File Inc, New York, 2010, hlm. 3. 16 Ibid, hlm. 27. 17 Fatmawati, Perlindungan Hak Atas Kebebasan Beragama dan Beribadah dalam Negara Hukum

Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 4, Agustus 2011, hlm. 503. 18 Ibid. hlm. 31.

Page 8: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021

Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama

72

memelihara toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dengan menjaga jarak antara agama

dan negara sekuler (religious and secular). Pada permulaan tahun 1960-an negara-negara di

Eropa mulai memisahkan antara hukum gereja dengan hukum sipil (civil law) misalnya

perzinahan (adultery) tidak lagi dikategorikan sebagai kejahatan sipil.19

3.2 Jaminan Kebebasan Beragama di Indonesia

Konstitusi Indonesia, yakni UUD '1945 jelas menegaskan akan jaminan kebebasan

beragama, dalam Pasal 28E ayat (1). Ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agama

dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,

memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,

serta berhak kembali.”

Peran negara untuk itu juga dinyatakan pada Pasal 29 Ayat (2), yakni “Negara

menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama”. Sayangnya,

ketegasan serupa sepertinya absen dalam banyak peristiwa bernuansa sama; pembatasan

bahkan pelarangan warga negara menjalankan ibadahnya. Dalam isu yang sama, Komisi

Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) saja mencatat ada sepuluh jenis pelanggaran

HAM yang dilaporkan sepanjang kurun tiga bulan; April hingga Juni 2015.

Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Komisi ini mencatat

di antaranya ada penyegelan, penutupan dan pelarangan terhadap rumah ibadah dan kegiatan

beribadah pada Masjid Al-Hidayah milik jemaat Ahmadiyah di Depok, Musala An-Nur di

Bukit Duri Jakarta Selatan, penghentian pembangunan Masjid Nur Mushafir di Kupang,

penutupan Musala As-Syafiiyah di Denpasar Bali. Khusus kasus di Bukit Duri, yang notabene

di Jakarta, warga bersama lurah, ketua RW dan ketua RT setempat memaksa JAI Bukit Duri

menghentikan seluruh kegiatannya. Polisi tak melarang pemaksaan tersebut.

Sementara itu, di Aceh Singkil, sejak 2012 penyegelan terhadap 19 gereja juga

dilakukan pemerintah setempat. Peraturan Gubernur Tahun 2007 tentang Rumah Ibadah, juga

disebut sebagai akar persoalan, mempersulit kelompok minoritas mendirikan rumah ibadah di

sana. Di Aceh, beberapa organisasi juga diadili, dengan tudingan “sesat”. Intoleransi juga

19 Natalie Goldstein dalam Fatmawati “Perlindungan atas hak kebebasan beragama dan beribadah dalam

negara Hukum Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 4, Agustus 2011, hlm. 424.

Page 9: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021

Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama

73

terjadi di Provinsi Jawa Barat. Di sejumlah kasus di atas, negara terkesan menafikan hak asasi

warganya. Bahkan, pada kasus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor yang

jemaatnya kerap beribadah di depan Istana Negara, hukum dan aparaturnya seolah raib.

Gereja masih disegel, meski Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan bahwa

bangunan GKI Yasmin legal. Esensi kebebasan beragama memang bukan sebatas pada datang

dan beribadah pada rumah ibadah. Cendekiawan Nahdlatul Ulama (NU), Musdah Mulia

berpendapat, ada sejumlah unsur dalam kebebasan beragama. Termasuk bebas berpindah

agama atau kepercayaan, dan bebas memanifestasikan ritual agamanya. Ini berlaku bagi

semua umur, gender, dan kelas sosial. Berbagai penjabaran dari kebebasan beragama itu, juga

seharusnya dilindungi, bukan sebatas pada rumah ibadah dan kegiatannya. Polri dan

Kementerian Agama juga menjalankan fungsi-fungsi negara untuk itu.20

Indonesia secara fundamental menjadikan hak kebebasan beragama pada sila pertama

Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan dasar falsafah negara (philosofische

grondslag).21

Diantara hak-hak dasar manusia yang terpenting adalah hak kebebasan

beragama. Legitimasi perundang-undangan termasuk hirarki perundang-undangan yang

paling tinggi (UUD 1945) memberi peluang besar bagi kebebasan beragama di Indonesia.

Hukum di Indonesia tidak pernah diskriminatif dalam hal memberian kebebasan yang

sebesar-besarnya bagi pemeluka agama manapun untuk beribadah dan menjalankan

keyakinannya masing-maisng.

Jaminan kebebasan beragama di Indonesia, dinyatakan dalam Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dimana dalam Pasal 22 Ayat (1) negara

memberi jaminan bagi warga negara untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama

dan keyakinan yang dianut oleh setiap orang. Ini berarti setiap orang berhak memeluk

agamanya dan kepercayaan menurut keyakinannya sendiri, tanpa dapat dipaksa oleh

siapapun.

20 Sumber: http://www.sinarharapan.co/news/read/150722189/perlindungan-terhadap-kebebasan-beragama

21 Dalam pandangan Soekarno yang menyatakan bahwa “Philosofische grondslag itulah fundamental, filsafat,

pikiran yang dalam, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang

kekal abadi”.

Page 10: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021

Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama

74

Hak kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dijamin dalam konstitusi menurut

tatanan hukum positif, tidak serta-merta menjamin kebebasan dalam praktek. Konstitusi

Republik Indonesia memberikan jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan

bagi setiap rakyat di dalam Pasal 28 E UUD 1945 Negara menjamin setiap warga Negara

untuk sebebas-bebasnya memeluk agama dan juga beribadat menuru tata cara agamanya,

termasuk memilih pendidikan yang sesuai dengan agama yang dipeluk. Kemudian

dilanjutkan dalam ayat (2), dimana diman setiapa warga Negara memiliki hak untuk secara

bebas meyakini kepercayaan termasuk menyatakan pikiran sesuai yang diyakini oleh hati

nuraninya.

Kemudian Pasal 29 Ayat (1) juga menyatakan "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa." Lebih lanjut dalam Pasal 29 Ayat (2) menyebutkan "Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk

beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu."

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama menyatakan,

Setiap orang dilarang penafsiran tentang suatu agama yang ada dan diakui resmi di Indonesia

di muka umum, seperti menceritakan, menganjurkan termasuk mengusahakan adanya

penafsiran tersebut. Termasuk juga melakukan kegitan yang menyerupai kegiatan suatu

agama tertentu di Indonesia. Melakukan hal tersebut bisa dipidana.

Konsepsi agama yang utama di Indonesia menurut ketentuan di atas adalah Islam,

Katolik, Protestan, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa

negara melarang setiap warganya untuk melakukan tindakan “kampanye” dimuka umum

suatu perbuatan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama yang diakui di Indonesia, yakni

yang telah disebutkan di atas baik dengan cara penafsiran tanpa berdasarkan kaidah-kaidah

penafsiran masing-masing agama maupun tindakan peribadatan yang berbeda yang baik yang

sudah menjadi budaya suatu agama atau legitimasi agama menurut pokok-pokok ajaran dari

agama itu.

Keberadaan UU No 1/PNPS/1995 pernah dilakukan uji materil (judicial review) ke

Mahkamah Konstitusi. Namun, majelis hakim Mahkamah Konstitusi pada saat itu menolak

seluruh permohonan yang diajukan oleh pemohon uji materil tersebut, sehingga undang-

undang tersebut masih berlaku dan dinyatakan tidak bertentangan dengan Undang-Undang

Page 11: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021

Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama

75

Dasar 1945. Majelis hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa negara Indonesia

adalah Negara dengan berdasarkan ketuhanan yang maha esa yang memberikan jaminan bagi

warga negara Indonesia untuk memeluk agama yang dikehendaki dan menjalankan

peribadatan sesuai keyakinannya.22

Majelis hakim juga berpendapat bahwa dalil yang pemohon ajukan, yang menyatakan

bahwa negara tidak dapat melakukan intervensi terhadap kebebasan beragama tidak tepat,

mengingat fungsi negara tersebut dilaksanakan demi menjaga kepentingan umum. Dalam

putusannya majelis hakim juga berpendapat bahwa pembatasan terhadap hak kebebasan

beragama sebagai bentuk diskriminasi, dimana hal itu dilakukan sebagai wujud perlindungan

terhadap hak orang lain.23

3.3. Bentuk Tanggung Jawab Negara Dalam Menjamin Kebebasan Beragama

Secara konstitusional, lahirnya tanggung jawab negara dalam menjamin kebebasan

beragama merupakan kosekuensi yuridis dari ketentuan Pasal 29 UUD 1945 yang menjamin

kemerdekaan dari setiap penduduk Indonesia untuk memeluk agama masing-masing dan

untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya”itu. Menurut Yusril Ihza Mahendra

ketentuan Pasal 29 UUD 1945 tersebut dari aspek teologi keagamaan, kebebasan memeluk

dan menjalankan agama itu bersifat transeden yang bersumber dari Tuhan.24

Indonesia“merupakan Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang berarti,

secara prinsip bangsa Indonesia tidak lain dan tidak bukan ialah bangsa yang beragama

walaupun demikian Indonesia bukan negara”agama.Negara memberikan jaminan dan

perlindungan bagi hidup dan berkembangnya agama dalam negara, dan para penganut agama

berhak untuk sebebas-bebasnya melaksanakan dan mengembangkan agamanya sesuai

dengan”kepercayaan yang dianut.

Bentuk kewajiban negara dalam memberikan perlindungan, penghormatan, serta

pemenuhan bagi kemerdekaan beragama dan berkepercayaaan akan tercapai dengan

memberikan jaminan dan perlindungan bagi warga Negara dalam kemerdekaan beragama. Di

22 Sodikin, “Hukum dan Hak Kebebasan Beragama” Jurnal Cita Hukum, Vol. 1 No.2 Desember 2013, hlm.

128. 23 Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 Perihal Pengujian UU Nomor 1/PNPS/1965

tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dengan UUD 1945 24 Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tatanegara Indonesia: Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi Dewan

Perwakilan dan Sistem Kepartaian. Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 105.

Page 12: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021

Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama

76

sisi lain juga perlunya memberikan pelayanan dan bimbingan bagi warga Negara dalam

beragama, serta melakukan pengawasan terhadap adanya aliran-lairan kepercayaan dan

agama yang dapat membahayakan masyarakat, negara dan bangsa. Pemerintah dengan

otoritas yang dimilikinya dapat melakukan pencegahan atas penyalahgunaan atau penodaan

agama sehingga terwujudnya keamanan dan”ketertiban masyarakat.

Negara juga harus mencegah tindakan main hakim sendiri yang banya merebak dalam

masyarakat. Pemidanaan perlu dilakukan kepada pihak-pihak yang melakukan kekerasan

terhadap pemeluk agama yang dianggap menyimpang oleh masyarakat. Hal ini dianggap

perlu untuk mencegah terjadinya konflik horizontal antara pemeluk agama yang hal ini dapat

mengganggu stabilitas Negara dan berpotensi mengancam integritas bangsa. Negara juga

perlu memasukan dalam kurikulum pendidikan tentang ajaran pluralisme untuk memperluas

wawasan kebangsaan terutama pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan.

Dari aspek legislasi,“bentuk tanggung jawab negara dalam memberikan kebebasan

beragama dapat dilakukan dengan membuat aturan hukum dan kebijakan untuk menciptakan

rasa aman dan tentram bagi masyarakat dalam melaksanakan ibadah, agama

dan”keyakinannya. Ini merupakan amanat hukum dan HAM, yaitu bahwa negara mempunyai

kewajiban pokok terhadap hak asasi warga negara yaitu: melindungi (to protect), memenuhi

(to fulfill) dan menghormati (to respect) hak asasi warga negara, dimana hak atas kebebasan

beragama dan berkeyakinan turut”di dalamnya. Sebagaimana kita ketahui sampai saat ini

Indonesia belum memiliki undang tentang kebebasan beragama, keberadaan undang-undang

ini sangat diperlukan untuk mengatur lebih lengkap tentang jaminan kebebasan beragama di

Indonesia.

IV. SIMPULAN DAN SARAN

Indonesia sebagai negara hukum telah mengakui dan menghormati kebebasan beragama

dalam hukum positifnya seperti dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E dan Pasal 29 ayat

(2), Pasal 18 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional

tentang Hak Sipil dan Politik, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia yaitu dalam Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa: “Setiap orang bebas memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Page 13: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021

Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama

77

Sebagai negara hukum Indonesia memposisikan hak asasi manusia sebagai titik sentral

dalam perlindungan dan jaminan terhadap hak kebebasan menjalankan agama dan keyakinan.

Negara memberikan kebebasan untuk agama atau kepercayaan dimanifestasikan dalam bentuk

ritual dan juga peribadatan. Kebebasan yang diberikan negara juga terbebas dari segala bentuk

pemaksaan, Intimidasi dan diskriminasi.. Kebebasan juga diberikan bagi setiap komunitas

keagamaan untuk berorganisasi atau berserikat. Dalam pelaksanaan tanggung jawabnya, negara

melakukan pembatasan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan melalui peraturan

perundang-undangan.

Sebagai saran dalam artikel ini, pemerintah Indonesia perlu segera melahirkan

undang-undang tentang Kebebasan beragama. Sehingga pengaturan tentang jaminan

kebebasan beragama dapat diatur lebih konprehensif

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Adam muhshi, Teologi Konstitusi: Hukum Hak Asasi Manusia atas Kebebasan Beragama,

Jakarta: Lkis Pelangi Aksara, 2015

Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia, Yayasan HAM,

Demokrasi dan Supremasi Hukum, Bandung, 2001

Benny Soesetyo, Kegagalan Negara Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Setara Institute, Jakarta, 2010

El Khanif, Hak Asasi Manusia; Dialektika Universalisme vs Relativisme di Indonesia, Lkis

Pelangi Aksara, 2017

Goldstein Natalie, Global Issues: Religion ad the State, Facts on File Inc, New York, 2010

Haas Michael, International Human Rights: A Comprehensive Introduction, published,

(London and New York: Routledge, 2008

Jazim Hamidi dan M.Husnu Abadi, Intervensi Negara terhadap Agama: Studi Konvergensi

atas Politik aliran Keagamaan dan reposisi Peradilan Agama di Indonesi, Jakarta: UI

Press, 2001

Page 14: TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MENJAMIN KEBEBASAN …

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI Vol.8 No. 1, Februari 2021

Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama

78

Joseph Partsch karl, Kebebasan Beragama, Berekspresi, dan Kebebasan Berpolitik, Dalam

Ifdhal Kasim, Hak Sipil dan Politik Esai-Esai Pilihan Buku 1, ELSAM, Jakarta, 2001

Kasim Ifdhal, Hak Sipil dan Politik Esai-Esai Pilihan Buku, Jakarta: ELSAM, 2001

K.M. Smith Rhonna, Hukum dan HAM, Pusham UII, Yogyakarta, 2008

Mac Iver M.R, The Modern State, 7th

ed., Oxford University Press, London, 1955

Mahendra Ihza Yusril, Dinamika Tatanegara Indonesia: Kompilasi Aktual Masalah

Konstitusi Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian. Jakarta: Gema Insani Press,

1996

Natalie Goldstein, Global Issues: Religion ad the State, Facts on File Inc, New York, 2010

B. Jurnal dan hasil Penelitian

Faiq Tobroni, “Keterlibatan Negara dalam Mengawal Kebebasan Beragama/ Berkeyakinan

(Komentar Akademis atas Judicial Review UU No. 1/PNPS/1965)” Jurnal Konstitusi,

Volume 7, Nomor 6, Desember 2010

Frans Sayogie, “Perlindungan Negara Terhadap hak Kebebasan beragama: Perspektif Islam

dan Hak Asasi manusia Universal”, Jurnal Hukum Prioris, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

Fatmawati, Perlindungan Hak Atas Kebebasan Beragama dan Beribadah dalam Negara

Hukum Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 4, Agustus 2011

Karl Joseph Partsch, Kebebasan Beragama, Berekspresi, dan Kebebasan Berpolitik, Dalam

Ifdhal Kasim, et-al., Hak Sipil dan Politik Esai-Esai Pilihan Buku 1, cet. 1, ELSAM,

Jakarta, 2001

Makau Matua, Limitations Religious Rights: Problematizing Religious Freedom in the

African Context, article. Dalam Henry J. Steiner, et-al., Tanpa judul, Tanpa penerbit,

Tanpa kota penerbit, Tanpa tahun, hal. 485

Sodikin, “Hukum dan Hak Kebebasan Beragama” Jurnal Cita Hukum, Vol. 1 No.2 Desember

2013

C. Putusan Pengadilan

Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 Perihal Pengujian Undang-Undang

Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama