Struktur Jurnal OBC Fix

12
Tugas Terstruktur Organizational Behavior & Culture “A Problem-solving routine for improving hospital operations” Dosen Pembimbing : Dr. Adi Indrayanto, SE, M.SC Penyusun : Wandito Gayuh Utomo P2CC14054 Anthon Wiyanto Prayoga P2CC14064 Cosmas Pungkas Aquila P2CC14072 Tiara Yolanda P2CC14081

description

organitional behavior

Transcript of Struktur Jurnal OBC Fix

Page 1: Struktur Jurnal OBC Fix

Tugas Terstruktur

Organizational Behavior & Culture

“A Problem-solving routine for improving hospital operations”

Dosen Pembimbing :

Dr. Adi Indrayanto, SE, M.SC

Penyusun :

Wandito Gayuh Utomo P2CC14054

Anthon Wiyanto Prayoga P2CC14064

Cosmas Pungkas Aquila P2CC14072

Tiara Yolanda P2CC14081

KEMENTRIAN PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI DAN RISET

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

2015

Page 2: Struktur Jurnal OBC Fix

Perkenalan

Topik dari bagaimana menangani masalah yang berkaitan dengan proses dan

menghasilkan perbaikan . Pada saat menghadapi kegagalan proses, organisasi harus

membuat langkah perbaikan jangka pendek untuk mengatasi krisis, dan kemudian

menyelidiki prosesnya secara kritis dan kolaboratif untku menentukan akar masalah

dari kegagalan dan mengimplementasi perbaikan yang mencegah berulangnya

masalah tersebut.

Latar Belakang

Situs penelitian merupakan rumah sakit dengan 140 tempat tidur, berlokasi di

komunitas skala menengah, dengan 1200 pegawai. Selama masa penelitian, penulis

kedua berkolaborasi dengan personel rumah sakit dalam training prinsipdari Toyota

Production System dan bagaimana itu dapat diterapkan dalam konteks kesehatan.

Setelah penulis pertama bergabung dengan proyek ini dan memfasilitasi sejumlah

latihan pemecahan masalah menggunakan proses A3, dan mengamati perubahan

perilaku individu dan berpartisipasi dalam usaha perubahan.

Metodelogi Riset

Studi awal menyediakan bukti awal yang menyatakan bahwa metarutin

terlihat efektif dalam bidang kesehatan. Teori didasarkan dengan melibatkan

pengumpulan data kualitatif dari lapangan kemudian dianalisa menggunakan koding

sistematis dan pengkategorian untuk membuat konsep.

Pengumpulan Data

Penulis pertame milih 18 kasus dari suatu populasi 31 calon melalui

sampling. Kasus yang dipilih berdasarkan criteria beirkut: pertama pemimpin proyek

telah dilatih dalam menggunakan proses A3 dan laporan A3, kedua, proyek

ditunjukkan pada masalah yang berkaitan dengan proses menggunakan A3, ketiga,

kasus diwakili oleh departemen fungsional sehingga tida ada satu departemen yang

mendominasi sample, keempat, upaya perbaikan proses selesai atau hampir jadi,

kelima, peserta bersedia untuk diwawancarai.

Sebagai bagian dari pengumpulan data primer, penulis pertama melakukan

wawancara semi-terstruktur dengan peserta utama dalam 18 kasus. Subjek

wawancara (informan) mewakili setiap tingkat dalam hirarki organisasi. Kuesioner

meminta peserta untuk menjelaskan secara rinci proses yang mereka gunakan untuk

mengatasi sebuah masalah.

Page 3: Struktur Jurnal OBC Fix

Pendekatan Analisa

Data dianalisis pada dua tingkatan: perbandingan awal silang-kasus, dan

analisis data kualitatif yang mendalam. Tujuan analisis pertama adalah untuk

memastikan seberapa baik para peserta berpegang pada Proses A3, dan untuk

mengkorelasikan kepatuhan untuk memproses hasil perbaikan. Laporan A3 dan

catatan wawancara diulas secara hati-hati untuk membuat penilaian yang obyektif

seperti langkah-langkah mana dari metaroutine yang diikuti. Jika sebuah langkah

diikuti seperti yang dilatih, kita menafsirkannya sebagai "selesai." Jika peserta tidak

melewatkan rangkaian langkah-langkah, tetapi gagal untuk mengikutinya sesuai

petunjuk yang diberikan selama pelatihan, atau hanya sebagian selesai ketika diulas

terakhir, kami menamakan langkah itu "selesai sebagian." Jika kita tidak bisa

menemukan ada bukti bahwa langkah tertentu dalam pematangan itu dilakukan,

kami menganggap itu "tidak selesai."

Meskipun laporan wawancara dari masing-masing informan adalah sumber

utama data, semua artefak yang terkait dengan kasus dipertimbangkan untuk

mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang masalah dan bagaimana hal itu

diselesaikan menggunakan metaroutine tersebut. Dengan demikian, semua dokumen

yang berhubungan dengan masalah saling dihubungkan dan dimasukkan dalam

software analisis data kualitatif.

Hasil

Hasil analisis awal menunjukkan bahwa 10 dari 18 kasus yang dipelajari,

mengikuti semua langkah dari metaroutine, dan bahwa besarnya peningkatan

berkisar 77-100 persen. Sebaliknya, mereka yang melewatkan satu atau lebih

langkah memiliki perbaikan yang berkisar antara 17 dan 60 persen. Hasil ini

tampaknya menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap semua langkah Proses A3

berkorelasi signifikan dengan peningkatan yang lebih tinggi, dan bahkan melewatkan

salah satu langkah mengakibatkan penurunan yang signifikan dalam efektivitas.

Secara khusus, langkah diskusi, pelaksanaan, dan tindak lanjut studi dihilangkan

dalam banyak kasus.

Analisis atas data dari 18 upaya pemecahan masalah menghasilkan dua

model kontras. Dalam setiap kasus dalam sampel, tim pemecahan masalah

mempelajari proses kerja yang berjalan; dan melalui wawancara, menjadi jelas

bahwa masalah yang bertahan dalam proses-proses tidak diselesaikan melalui

pemecahan masalah orde pertama secara berulang. Apa yang muncul dari sebagian

Page 4: Struktur Jurnal OBC Fix

analisis itu adalah sebuah model yang mencoba untuk menjelaskan mengapa perilaku

pemecahan masalah yang ada dalam organisasi ini tidak menghasilkan penyelesaian

masalah. Model kedua muncul dari tanggapan terhadap pertanyaan tentang apa yang

pemecah masalah pelajari dari langkah-langkah yang berbeda dari Proses A3, dan

apa manfaat yang mereka dapatkan, jika ada.

Pola perilaku individualistik ditandai oleh tiga unsur: harapan kerja yang

tidak jelas, terbatasnya komunikasi, dan akuntabilitas yang tidak memadai.

Singkatnya, individu yang berbeda dalam fungsi pekerjaan yang sama

melakukan tugas yang sama dengan cara berbeda.. Harapan kerja yang tidak jelas

dan komunikasi yang terbatas semakin diperparah dengan akuntabilitas yang tidak

memadai. Atasan mereka tidak selalu mempertanyakan kinerja mereka yang tidak

memuaskan, yang pada gilirannya tidak menempatkan kewajiban pada individu

untuk mengklarifikasi harapan kerja dan menghasilkan kinerja yang konsisten dan

unggul. Dengan demikian, interaksi dari ketiga dinamika - harapan kerja yang

kurang jelas, komunikasi yang terbatas, dan akuntabilitas yang tidak memadai -

menghasilkan perilaku yang sangat individualistik.

Selain perilaku individualistik, kami mengamati pemahaman kerja yang

dangkal dalam tiga unsur: warisan pengetahuan fungsional, kurangnya pemahaman

bersama, dan pengetahuan batasan yang terbatas.

Singkatnya, individu-individu terus berputar melalui proses pewarisan lisan

pengetahuan fungsional dari pendahulu mereka, yang tanpa adanya mekanisme

validasi yang tepat, menyebabkan kurangnya pemahaman bersama dalam

departemen dan terbatasnya pemahaman kerja pada batas fungsional. Tidak adanya

pengetahuan batas memperkuat keinginan individu untuk memperoleh pengetahuan

baru tanpa validasi, memulai siklus lain dari pemahaman yang ada.

Metaroutine Memungkinkan Pemecahan Masalah

Langkah pertama team adalah melalui pengamatan pertama. Satu orang

anggota team mewawancarai staf OR selama 10 jam dan mengamati pembedahan

selama 6 jam. Anggota lain mengamati transport dan labeling spesimen. Team

membahas masalah ini dan merancang sistem labeling yang baru dan

mengembangkan sebuah proses baru yang digambar dalam Laporan A3.

Kemudian proses yang baru ini diterapkan dan mendapatkan penurunan

hilangnya informasi pada label pasien. Namun 1 bulan kemudian ditemukan bahwa

control dan pelatihan yang lebih banyak dibutuhkan untuk membuatnya menjadi

Page 5: Struktur Jurnal OBC Fix

rutin dan pada akkhirnya sukses. Kemudian 6 bulan berikutnya setelah data

dikumpulkan didapatkan angka keberhasilan yang hamper mendekati 90%. Proses

baru tersebut mampu menyediakan keakuratan, tepat waktu, biaya yang efektif dan

keselamatan perawatan kesehatan sehingga dikembangkanlah kebijakan dan

prosedur yang baru.

Empat elemen atau langkah untuk mengubah pemecahan masalah orde pertama

menjadi orde kedua, yaitu:

1. Mengamati proses yang sekarang

2. Menggambar diagram proses

3. Berdiskusi dengan stakeholder

4. Melakukan penelitian lebih lanjut

Dalam usaha mencari solusi kolaboratif dilibatkan stakeholder yang akan

menyumbang proses perubahan yang efektif. Diasumsikan peranan aktif yang

kolaboratif untuk mengidentifikasi sumber masalah dan menciptakan pengetahuan

yang baru. Mereka membuat sistem labeling yang baru yang menangkap semua

informasi yang berkaitan di dalam specimen sebelum proses transportasi.

Kesimpulan umum: keempat elemen tersebut mengubah sifat individualistis

untuk lebih berkolaborasi dan sikap aktif. Observasi dan diagram menyebabkan

individu menguji pemahaman mereka tentang proses kerja dan memperoleh

pengetahuan baru. Diskusi menghasilkan pemahaman bersama yang lebih bagus.

Singkatnya, mengadopsi Proses A3 sebagai metaroutine tampaknya mengubah

perilaku dan kemampuan kognitif individu. Kedua siklus ini berinteraksi bersama-

sama untuk meningkatkan pemecahan masalah orde kedua.

Diskusi

Hasil pengamatan perilaku individualistik yang diamati mencakup:

komunikasi yang terbatas, akuntabilitas yang tidak memadai dan harapan pekerjaan

yang tidakjelas. Perilaku ini dilemahkan oleh 3 faktor: pengetahuan yang terbatas,

kurangnya pemahaman bersama dan pengetahuan yang dangkal tentang praktek

kerja. Dukungan empiris yang kami dapatkan dalam studi ini misalnya kelengkapan

informasi yang diberikan pada label biasanya tidak diverifikasi antar pihak,

menunjukkan kurangnya pemahaman bersama antar departemen untuk kebutuhan

informasi.

Page 6: Struktur Jurnal OBC Fix

Bahwa praktek ini berlangsung dalam periode waktu yang lama

menunjukkan departementalisasi yang kuat dan keengganan untuk berbagi secara

terbuka melintas batas-batas departemen.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa beberapa standar prosedur

operasioanal yang sering tidak rinci atau cukup jelas dan interpretasi yang berbeda-

beda.

Karakteristik dari metaroutine efektif

Tiga karakteristik metaroutine muncul sebagai unsure penting untuk mematahkan

pola pemecahan masalah individualistic,

1. Karakteristik pertama, mekanisme kuat yang memungkinkan pemecah

masalah untuk menguji pengetahuan kontekstual. Tanpa pemahaman yang

akurat tentang system kerja, penyelesaian masalah menjadi bias, dogmatis

dan suboptimal.

2. Karakteristik kedua, validasi pengetahuan kolektif dari mereka yang terkena

dampak oleh masalah atau pengusulan perubahan. Pengetahuan baru ini

setelah menjadi jelas, siap untuk disebarkan. Kurangnya bukti empiris yang

jelas untuk efektifitas PDCA sebagai metaroutine pemecah masalah mungkin

karena tidak menyertakan karakteristik ini sebagai bagian yang jelas dari

siklus.

3. Karakteristik ketiga, proses yang mendorong bersama pengujian pengetahuan

baru. Temuan ini mendukung consensus umum bahwa tidak ada satu orang

yang memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk memahami dan

menangani masalah organisasi yang kompleks.

Komunikasi, investigasi bersama dan eksperimen adalah bahan kunci untuk

meningkatkan pemecahan masalah orde kedua. Jantung pemecahan masalah orde

kedua adalah validasi pengetahuan yang terus menerus. Sebuah metaroutine yang

efektif adalah salah satu saluran untuk mencapa validasi yang sistemis.

Implikasi

Proses A3 dapat memberikan pendekatan pemecahan masalah yang relatif

mudah,ini masih membutuhkan waktu jauh dari kegiatan pekerjaan sehari-hari untuk

terlibatdalam tindakan yang diperlukan untuk menyelidiki, mengembangkan,

mendiskusikan, dan menerapkan ide-ide. Manajer harus membebaskan kapasitas

karyawan untuk melakukan pemecahan masalah tambahan, baik dengan membatasi

atau mengurangi beban kerja atau membawa bantuan dari luar.

Page 7: Struktur Jurnal OBC Fix

Metaroutine apapun untuk memiliki efek positif yang diinginkan, maka

personil harus dilatih dalam menggunakannya dan alat terkait dan pemimpin harus

dilatih tambahan untuk memasukkan ke dalam praktek manajemen sehari-hari.

Dengan demikian, organisasi harus mungkin berinvestasi dalam pelatihan dalam

rangka mewujudkan perubahan perilaku yang diperlukan untuk penyebaran yang

sukses.

Keterbatasan

1. Penelitian dilakukan disalah satu rumah sakit dengan menggunakan data

yang sangat kontekstual

2. Penelitian tambahan diperlukan untuk memvalidasi temuan yang muncul dari

studi

3. Pekerjaan masa depan harus memformalkan teori ke dalam satu set hipotesis

yang dapat diuji secara kuantitatif menggunakan sampel yang lebih besar dari

organisasi dan kasus.

Kesimpulan

1. Tidak adanya pemecahan masalah metaroutine orde pertama adalah jauh

lebih umum daripada pemecahan masalah akar penyebab.

2. Pemecah masalah jarang sampai keakar penyebab masalah karena

pemahaman bersama yang tidak memadai dari pekerjaan, ditambah dengan

perilaku individualistik

3. Proses A3 dapat menjadi saluran dalam mengubah proses perilaku dan

kognitif individu yang terlibat dalam upaya pemecahan masalah

4. Tiga karakteristik yang muncul sangat diperlukan untuk mencapai

pemecahan masalah orde kedua dan perubahan yang berkelanjutan.

5. Proses A3 efektif justru karena memuat langkah-langkah konkrit dan jelas

untuk mencapai tiga poin ini

6. Manajer dapat meningkatkan upaya perbaikan proses dengan menetapkan

dan menyebarkan metaroutine yang mewujudkan karakteristik ini

7. Jika anggota organisasi secara kolektif memvalidasi pengetahuan yang ada

melalui pemahaman bersama, mengidentifikasi dan menangani masalah di

sumbernya, dan bersama-sama menciptakan pengetahuan baru untuk

mengatasinya, perbaikan berkelanjutan dapat bergerak dari menjadi sukses

sesekali menuju kekemajuan yang berkelanjutan