SKARIFIKASI DENGAN PERLAKUAN SUHU …digilib.unila.ac.id/25004/3/SKRIPSI TANPA BAB...

45
SKARIFIKASI DENGAN PERLAKUAN SUHU AWAL DAN BEBERAPA WAKTU PERENDAMAN AIR KELAPA MUDA TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.) (Skripsi) Oleh NENENG LAILA ROMDYAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016

Transcript of SKARIFIKASI DENGAN PERLAKUAN SUHU …digilib.unila.ac.id/25004/3/SKRIPSI TANPA BAB...

SKARIFIKASI DENGAN PERLAKUAN SUHU AWAL DAN BEBERAPA

WAKTU PERENDAMAN AIR KELAPA MUDA TERHADAP

PERKECAMBAHAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.)

(Skripsi)

Oleh

NENENG LAILA ROMDYAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

Neneng Laila Romdyah

ABSTRACT

SCARIFICATION WITH HOT WATER AND YOUNG COCONUT

WATER TO SAGA (Adenanthera pavonina L. ) SEED GERMINATION

Oleh

NENENG LAILA ROMDYAH

Saga (Adenanthera pavonina) has an orthodox seeds, that could be stored up to 8

months. The seeds have a hard structure, which was covered by wax on the seeds

coat. The research aims was to determine the effect of scarification by immersion

the seed in to hot water, with initial temperature of 100oC continued by immer-

tion to young coconut water, that gives the best effect on germination, average

days to germinate, and the germinating power of saga seeds. This research was

conducted at Greenhouse in Integrated Field Laboratory, Agriculture Faculty,

University of Lampung, on May 2016. Randomize complete design in 5 treat-

ments was applied as research design. The treatments consisted of scarification by

immersion to hot water temperature of 100° C, continued by immersion to fresh

water temperatur (24oC) for 24 hours; immertion to hot water temperature of 100°

C continued to young coconut water for 6 hours; 12 hours; 18 hour; 24 hours.

Bartlett examination was used to analyze data homogenity. Analysis of variance

was applied to figur out the effect of treatments given. The results showed none

Neneng Laila Romdyah

of the treatments with young coconut water was increasing germination of saga

seed.

Keywords: hot water, saga seeds, scarification, young coconut water.

Neneng Laila Romdyah

ABSTRAK

SKARIFIKASI DENGAN PERLAKUAN SUHU AWAL DAN BEBERAPA

WAKTU PERENDAMAN AIR KELAPA MUDA TERHADAP

PERKECAMBAHAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.)

Oleh

NENENG LAILA ROMDYAH

Benih saga (Adenanthera pavonina) termasuk kelompok benih ortodok. Benih ini

merupakan benih yang tahan disimpan sampai 8 bulan. Benih ini memiliki struk-

tur biji keras dengan lapisan lilin pada kulit bijinya. Penelitian ini bertujuan

mengetahui pengaruh skarifikasi dengan perendaman ke dalam air panas bersuhu

100oC dan waktu perendaman benih dalam air kelapa muda yang berpengaruh

paling baik terhadap perkecambahan, rata-rata hari berkecambah, dan terhadap

daya kecambah benih saga. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Laboratorium

Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, pada bulan Mei 2016.

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5

perlakuan. Perlakuan satu adalah skarifikasi dengan perendaman ke dalam air

panas bersuhu 100oC, dilanjutkan dengan perendaman ke dalam air bersuhu 24

oC

selama 24 jam (P1), perlakuan suhu awal dilanjutkan perendaman dengan air

kelapa selama 6 jam (P2), 12 jam (P3), 18 jam (P4), 24 jam (P5). Respon

perkecambahan yang diamati adalah persentase kecambah, rata-rata hari dan daya

kecambah benih saga. Analisis data dilakukan dengan uji bartlett, dilanjutkan

Neneng Laila Romdyah

dengan analisis sidik ragam. Hasil penelitian menunjukkan tidak satupun perlaku-

an perendaman benih ke dalam air kelapa muda yang berpengaruh nyata.

Kata kunci : air kelapa, air panas, benih saga, skarifikasi.

SKARIFIKASI DENGAN PERLAKUAN SUHU AWAL DAN BEBERAPA

WAKTU PERENDAMAN AIR KELAPA MUDA TERHADAP

PERKECAMBAHAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.)

Oleh

NENENG LAILA ROMDYAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA KEHUTANAN

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Desa Sukapura Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Lampung

Barat pada tanggal 11 Februari 1995. Penulis merupakan putri pertama dari dua

bersaudara, anak dari pasangan Bapak Suminta, S.Pd.I dan Ibu Dewi, S.Pd.I.

Penulis memulai jenjang pendidikan pertama di RA (Rhoudatul Atfhal) YAPSI

setara dengan TK (Taman kanak-kanak), kemudian penulis melanjutkan Sekolah

Dasar (SD) di SD N 2 Sukapura dan lulus di tahun 2006. Penulis melanjutkan

jenjang pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 1

Sumberjaya, lalu meneruskan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA)

SMA N 1 Sumberjaya dan selesai pada tahun 2012.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN) pada tahun 2012. Riwayat organisasi yang pernah penulis

geluti adalah Himpunan Mahasiswa Kehutanan (Himasylva) sebagai Anggota

Utama, Sekretaris Komisi VI DPM KBM UNILA 2015/2016, Sekretaris biro

KESMA (Kesekretariatan dan Masjid) UKM F FOSI FP (2014/2015), anggota

Departemen HUMAS BIROHMAH (2013-2015), anggota INFOKOM

KAMMILA (2014), anggota IMMPERTI (2014-2015).

Penulis KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Tanjung Serupa Kecamatan Pakuan

Ratu, Way Kanan pada tahun 2015. Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di

BKPH Gombong Selatan KPH Kedu Selatan pada tahun 2015.

Maa Qodarullah khoir

“Segala Ketetapan Allah itu baik”

Izinkan ku persembahkan bukti baktiku kepada bapak, bukti cintaku kepada mamah dan

sayangku kepadamu wahai adik tercinta

SANWACANA

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat dan rahmat-

Nya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Skarifikasi

dengan Perlakuan Suhu Awal dan Beberapa Waktu Perendaman Air Kelapa Muda

terhadap Perkecambahan Benih Saga (Adenanthera pavonina L.)”. Skripsi ini

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan di

Universitas Lampung.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari

berbagai pihak. Ucapan terima kasih saya persembahkan kepada beberapa pihak

sebagai berikut.

1. Bapak Ir. Indriyanto, M.P. selaku dosen pembimbing I atas motivasi dan

bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Bapak Duryat, S.Hut., M.Si. selaku dosen pembimbing II atas motivasi dan

bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.

3. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si. selaku pembimbing akademik, dosen

pembahas dan penguji utama sekaligus Ketua Jurusan Kehutanan Universitas

Lampung atas masukan dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

5. Segenap Dosen Jurusan Kehutanan yang telah memberikan ilmu pengetahuan

bidang kehutanan dan menempa diri bagi penulis selama menuntut ilmu di

Jurusan Kehutanan Universitas Lampung.

6. Bapak dan Mamah (Suminta, S.Pd.I dan Dewi, S.Pd.I), terima kasih yang tak

pernah cukup atas segala kasih sayang , doa, dan kesabaran dalam mengha-

dapi penulis serta dukungan moril maupun materil yang selama ini diberikan

kepada penulis.

7. Adinda tersayang “dede” Lu’lu Yaqutin selalu memberi semangat untuk tidak

pulang dan tetap menyelesaikan skripsi.

8. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu yang telah

membantu baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Bandar Lampung, 11 Nopember 2016

Penulis,

Neneng Laila Romdyah

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. vii

I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian ................................................................... 3

1.3 Kerangka Pikir ....................................................................... 3

1.4 Hipotesis ................................................................................. 6

1.5 Batasan Penelitian .................................................................. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 8

2.1 Pohon saga ............................................................................ 8

2.2 Perkecambahan benih ............................................................. 9

2.3 Skarifikasi .............................................................................. 11

2.4 Air Kelapa ............................................................................. 13

2.5 Media berkecambah ............................................................... 15

III. METODE PENELITIAN ............................................................. 17

3.1 Tempat Penelitian dan waktu .................................................. 17

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ...................................................... 17

3.3 Metode Penelitian ................................................................... 17

3.3.1 Rancangan Penelitian .................................................... 17

3.3.2 Pelaksanaan Penelitian .................................................. 19

3.3.2.1 Persiapan benih ............................................... 19

3.3.2.2 Persiapan media kecambah .............................. 19

3.3.2.3 Skarifikasi ........................................................ 20

3.3.2.4 Perkecambahan benih ...................................... 20

3.3.2.5 Pemeliharaan .................................................... 20

3.3.2.6 Pengamatan Variabel ...................................... 21

3.3.3 Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 21

3.3.3.1 Uji homogenitas ragam .................................... 22

3.3.3.2 Analisis sidik ragam ........................................ 22

3.3.3.3 Uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) ................... 23

v

Halaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 24

4.1 Hasil ....................................................................................... 24

4.2 Pembahasan ............................................................................. 25

4.2.1 Persentase kecambah .................................................... 25

4.2.2 Rata-rata hari berkecambah .......................................... 27

4.2.3 Daya kecambah ............................................................ 29

V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 31

5.1 Simpulan ................................................................................ 31

5.2 Saran ....................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 32

LAMPIRAN ............................................................................................. 36

Tabel 3-11 ................................................................................................ 37-39

Gambar 4-10.............................................................................................. 40-42

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rekapitulasi data rata-rata persentase kecambah, rata-rata hari

berkecambah, dan daya berkecambah benih saga selama 15 hari ......... 24

2. Rekapitulasi analisis ragam persentase kecambah, rata-rata hari

berkecambah, dan daya berkecambah benih saga ................................. 25

3. Hasil pengamatan persentase kecambah benih saga ............................. 37

4. Hasil Uji Bartlett data persentase kecambah benih saga ....................... 37

5. Hasil analisis sidik ragam ...................................................................... 37

6. Tabel hasil pengamatan rata-rata hari berkecambah benih saga ........... 38

7. Hasil Uji Bartlett data rata-rata hari berkecambah benih saga .............. 38

8. Hasil analisis sidik ragam rata-rata hari berkecambah ........................ 38

9. Tabel data berkecambah benih saga..................................................... 39

10. Hasil Uji Bartlett data daya kecambah benih saga ............................... 39

11. Hasil analisis sidik ragam daya berkecambah benih saga ................... 39

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram alir kerangka pikir penelitian ............................................... 6

2. Perkembangan buah kelapa ................................................................ 12

3. Tata letak percobaan pengecambahan secara rancangan acak

lengkap ................................................................................................. 17

4. Benih saga yang telah masak ........................................................ 18

5. Skarifikasi dengan menggunakan air mendidih 5 menit .................... 40

6. Penyemaian benih di media tanam berupa pasir di dalam bak

kecambah ............................................................................................. 40

7. Lokasi bedeng pesemaian penelitian .................................................. 40

8. Tanaman saga setelah dikecambahkan 4 hari (P51) ............................ 41

9. Tanaman saga setelah dikecambahkan 9 hari ...................................... 41

10. Tanaman saga setelah dikecambahkan 13 hari .................................. 41

11. Tanaman saga setelah dikecambahkan 15 hari .................................. 42

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Pohon saga (Adenanthera pavonina) memiliki banyak manfaat, kayu saga dapat

digunakan untuk bahan bangunan rumah, pembuatan jembatan, papan lantai,

arang, dan cocok untuk bahan mebel. Biji saga berwarna merah mengkilat,

menarik untuk dijadikan perhiasan pembuatan kalung atau bahan mainan. Biji

saga mengandung minyak dan dapat dikonsumsi setelah diolah dengan

penyangraian atau pemasakan. Daun saga muda dapat dijadikan lalapan dan

sayuran. Kulit batang saga mengandung saponin yang dapat digunakan untuk

mencuci rambut dan pakaian. Tanaman saga di Indonesia dan Malaysia,

dimanfaatkan sebagai tanaman peneduh pada perkebunan karet, kopi, teh dan

cengkeh, sedang-kan di Afrika Tropis saga merupakan tanaman kehutanan

(Kusmana dan Tambunan, 2010).

Benih saga termasuk kelompok benih ortodok. Benih ini tahan disimpan sampai 8

bulan, akan tetapi apabila terlalu lama disimpan maka benih akan menjadi tidak

permeabel, viabilitas menurun, bahkan tidak mampu berkecambah. Impermeabi-

litas benih saga disebabkan oleh kulit benih yang keras dan dilapisi oleh lapisan

lilin, sehingga kulit benih kedap terhadap air dan gas (Schmidt, 2000; Suita,

2013). Skarifikasi bertujuan untuk mengubah kondisi benih yang impermeabel

2

menjadi permeabel. Skarifikasi fisik dapat dilakukan dengan penusukan, pemba-

karan, pemecahan, pengikiran, dan penggoresan dengan pisau, jarum, pemotong

kuku, kertas, amplas, dan alat lainnya (Schmidt, 2000; Suita, 2013). Selain deng-

an skarifikasi fisik pematahan dormansi benih dapat dilakukan dengan skarifikasi

kimia, yakni skarifikasi dengan perendaman ke dalam larutan kimia seperti

merendam benih ke dalam asam sulfat dan hidrogen peroksida (Yuniarti, 2002).

Penggunaan asam sulfat untuk memecahkan dormansi fisik telah nyata dilakukan

oleh Yuniarti (2002) perendaman dengan asam sulfat (H2SO4) selama 30 menit

memberikan persentase daya kecambah yang cukup tinggi, yakni 92% lebih baik

dibanding skarifikasi dengan hidrogen peroksida (H2O2). Perendaman dengan

asam sulfat dapat mengubah kulit saga yang keras dan tebal menjadi terkikis dan

menipis, sehingga proses imbibisi air dan oksigen dapat terjadi lebih cepat.

Skarifikasi kimia juga dapat dilakukan dengan menambahkan zat pengatur

tumbuh ke dalam benih.

Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang dalam

konsentrasi yang rendah dapat mendorong, menghambat atau secara kualitatif

mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Davies, 1995; Asra, 2014).

(Hopkin, 1995; Asra, 2014) melaporkan bahwa giberelin berperan dalam

pembentangan dan pembelahan sel, pemecahan dormansi biji sehingga biji dapat

berkecambah. Berdasarkan hasil analisis hormon yang dilakukan oleh Savitri

(2005) ternyata dalam air kelapa muda terdapat Giberelin (0,460 ppm GA3, 0,255

ppm GA5, 0,053 ppm GA7), Sitokinin (0,441 ppm Kinetin, 0,247 ppm Zeatin)

dan Auksin (0,237 ppm IAA). Air kelapa muda diharapkan mampu memberikan

3

suplai zat pengatur tumbuh sehingga membuat benih saga lebih mudah

berkecambah.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui pengaruh lama waktu perendaman benih dengan air kelapa muda

terhadap persentase berkecambah benih saga.

2. Mengetahui pengaruh lama waktu perendaman benih dengan air kelapa muda

terhadap rata-rata hari berkecambah benih saga.

3. Mengetahui pengaruh lama waktu perendaman benih dengan air kelapa muda

terhadap daya berkecambah benih saga.

4. Mendapatkan lama waktu perendaman benih dengan air kelapa muda yang

berpengaruh paling baik terhadap perkecambahan benih saga, rata-rata hari

berkecambah, dan terhadap daya kecambah benih saga.

1.3 Kerangka Pikir

Biji saga memiliki dormansi kulit biji yang sangat keras, sehingga untuk

mengecambahkan dan mematahkan dormansinya diperlakukan skarifikasi, antara

lain dengan mengikir atau merusak kulit biji. Dormansi benih terjadi karena sifat

impermeabel kulit benih. Impermeabilitas benih saga disebabkan oleh kulit benih

yang keras dan dilapisi oleh lapisan lilin, sehingga kulit benih kedap terhadap air

dan gas.

Pemecahan dormansi pada benih saga dapat dilakukan dengan beberapa cara

yakni dengan cara skarifikasi fisik seperti penipisan kulit, peretakan kulit,

4

perendaman benih dalam air panas, perendaman dalam air dingin, ataupun

skarifikasi secara kimiawi seperti perendaman benih dalam zat asam dan

perendaman benih dalam zat perangsang tumbuhan seperti IBA, IAA dan GA-3

(Indriyanto, 2012). Pemecahan dormansi dengan asam sulfat telah dilakukan

dalam penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti (2002) perlakuan pendahuluan

yang terbaik untuk benih saga pohon sebelum benih dikecambahkan adalah benih

direndam dalam larutan asam sulfat selama 30 menit. Daya berkecambah yang

dihasilkan adalah sebesar 92,00%.

Selain dengan perlakuan skarifikasi dengan asam sulfat, pemberian zat pengatur

tumbuh dalam konsentrasi yang rendah dapat mendorong, menghambat atau

secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Davies,

1995; Asra, 2014). Pemberian hormon giberelin dinyatakan telah mampu

membantu dalam proses perkecambahan. Penelitian yang telah dilakukan oleh

Asra (2014) terhadap Calopogonium caeruleum menghasilkan bahwa pemberian

hormon giberelin dengan konsentrasi 500 ppm dan lama waktu perendaman 24

jam mampu memberikan pengaruh terbaik terhadap perkecambahan biji penutup

lahan tersebut.

Hormon giberelin yang dapat membantu dalam proses perkecambahan biji

berdasarkan hasil analisis hormon yang dilakukan oleh Savitri (2005) ternyata

dalam air kelapa muda. Air kelapa sebagai salah satu zat pengatur tumbuh alami

yang lebih murah dan mudah didapatkan. Zat pengatur tumbuh merupakan

senyawa organik bukan nutrisi tanaman, yang dalam konsentrasi rendah yang

5

dapat merangsang, menghambat atau mengubah pertumbuhan dan perkembangan

tanaman.

Secara prinsip zat pengatur tumbuh bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan

tanaman dan membantu dalam proses perkecambahan biji. Berkaitan dengan hal

tersebut perlu diperhatikan bahwa kandungan hormon yang dimiliki oleh kelapa

akan berbanding lurus dengan umur kelapa tersebut. Buah kelapa mencapai

maturitas maksimal umur 12-13 bulan. Pada umur 5 bulan, dinding endosperm

mulai terbentuk lapisan tipis yang disebut kernel, yang mengelilingi air kelapa di

dalamnya. Volume air kelapa mencapai maksimal pada umur 6-8 bulan, dan

seiring dengan bertambahnya umur buah kelapa, volume air makin berkurang

digantikan dengan kernel yang makin keras dan tebal bersamaan dengan

menebalnya kernel membuat kandungan natrium dan kalium dalam air kelapa

muda berkurang (Farapti dan Sayogo, 2014).

6

Gambar 1. Diagram alir kerangka pikir penelitian

1.4 Hipotesis

1. Lama waktu perendaman benih saga dalam air kelapa muda berpengaruh

terhadap persentase kecambah, rata-rata harian berkecambah, dan daya

kecambah.

2. Perendaman biji saga ke dalam air kelapa muda dengan waktu 24 jam akan

Dormansi fisik benih saga

Skarifikasi fisik

- Lama

- Butuh tenaga kerja

- Rumit

Skarifikasi kimia

- Cepat

- Tidak butuh tenaga kerja

- Efisiensi waktu

Perlakuan awal : direndam dengan suhu awal 100oC

Pemberian ZPT (air kelapa) :

-mengandung giberelin

- Murah

- aplikastif

- mudah didapat

Teknologi tepat guna untuk perbanyakan

saga

7

memberikan persentase kecambah tertinggi dan rata-rata hari berkecambah

tercepat dibandingkan dengan waktu 6 jam, 12 jam, 18 jam.

1.5 Batasan Penelitian

Batasan dalam penelitian ini adalah air kelapa yang digunakan dalam penelitian

ini diambil dari kelapa muda dengan kandungan natrium dan kalium masih

optimal dan kernel belum terbentuk tebal.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Pohon saga

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Upafamili : Mimosoideae

Genus : Adenanthera

Spesies : A. Pavonina

Pohon saga diduga merupakan salah satu pohon asli dari Australia dan Filipina.

Namun pada kenyataannya terdapat juga secara alamiah di hutan musim dan hutan

pantai di Indonesia serta di hutan-hutan tropis di daerah tropis lainnya. Pohon

saga dapat tumbuh di habitat hutan pantai atau pada daerah yag berketinggian

tempat kurang dari 100 m dpl, meskipun sering kali ditemui di hutan tropis dan

hutan musim (Indriyanto, 2012).

Pohon saga termasuk dalam famili Leguminosae. Pohon saga dapat mencapai

tinggi 30 m. kulit batang berwarna abu-abu dan bertekstur halus. Pohon saga

berdaun majemuk menyirip ganda dengan jumlah anak daun yang berjumlah

9

genap dan tata daun berseling. Helaian anak daun berukuran kecil dengan lebar

0,75—1 cm dan panjangnya 2—2.5 cm. Bentuk helaian anak daun memanjang

(oblong), bentuk pangkal dan ujung helaian anak daun membulat, serta bertepi

rata. Bunga pohon saga tersusun dalam bentuk bunga tandan yang panjang

tandannya 25—40 cm, berwarna kuning dan beraroma harum. Bunga terletak

secara terminal di ujung ranting. Buah saga bertipe buah polong, jika sudah tua

akan pecah. Panjang polong buah saga 5—11 cm dan setiap buah berisi sebanyak

1—6 butir biji. Kulit buah muda berwarna hijau dan kulit tua berwarna coklat.

Biji yang telah tua berkulit keras dan berwarna merah tua (Indiyanto, 2012).

2.2 Perkecambahan Benih

Dormansi yaitu sifat benih yang sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah

walaupun diletakkan pada tempat yang secara umum dianggap telah memenuhi

syarat bagi proses perkecambahan. Penyebab dormansi benih antara lain kulit

benih yang keras, embrio yang belum sempurna struktur dan perkemabangan

jaringannya, serta adanya zat penghambat (inhibitor) dalam perkembangan benih.

Benih yang telah masak fisiologis memiliki viabilitas tinggi yang ditandai dengan

kemampuan benih tersebut tumbuh menjadi kecambah normal dalam kondisi

optimum. Proses perkecambahan tersebut dimulai dengan imbibisi air ke dalam

benih untuk mengaktifkan kembali aktivitas pertumbuhan benih dan menginisiasi

pertumbuhan embrio kemudian dilanjutkan dengan kemunculan akar yang

menembus kulit benih (Widajati dkk., 2013).

10

Pertumbuhan dan perkembangan bibit di tingkat nurseri sangat ditentukan oleh

keberhasilan biji atau benih membentuk semai yang diawali dengan perkecamba-

han benih. Secara agronomis, perkecambahan suatu biji (benih) diartikan sebagai

semai yang telah atau mulai muncul di permukaan media tanam, sehingga secara

teknis agronomis perkecambahan adalah permulaan munculnya pertumbuhan aktif

yang mengakibatkan pecah kulit biji dan kemudian muncul semai di permukaan

tanah (Santoso dkk., 2007).

Perkecambahan merupakan suatu proses benih berkembang menjadi kecambah

yang mencapai pada stadia munculnya bagian dari struktur-struktur esensial

benih. Kecambah tersebut akan menunjukkan kemampuan untuk berkembang

lebih lanjut menjadi tanaman normal dalam kondisi optimal (Balai Pengembangan

Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2006).

Bibit yang baik dan seragam sangat bergantung pada kecepatan berkecambah dan

persentase berkecambah benih yang digunakan. Menurut (Sadjad, 1989 yang

dikutip oleh Santoso dkk., 2007), kecepatan berkecambah dipengaruhi pula oleh

kondisi fisiologis benih, umur benih dalam simpanan dan kesehatan

pathogenisnya selain itu kekuatan tumbuh benih dipengaruhi oleh genetik dan

lingkungan pada saat proses pembentukan biji dan penyimpanan hingga kondisi

saat perkecambahan. Biji yang akan dikecambahkan/disemaikan harus berasal

dari buah yang sudah masak betul. Tanda-tanda tua biji saga adalah adanya

polong pecah dan terbelah dan tangkupan kulit polong membentuk susunan spiral,

biji sangat keras, kulit biji berwarna merah cemerlang, serta keping biji berwarna

kuning kecoklatan (Pratiwiningsih, 1984).

11

2.3 Skarifikasi

Faktor internal yang berasal dari benih itu sendiri dan dapat mempengaruhi perke-

cambahan benih salah satunya adalah adanya sifat dormansi suatu benih. Widajati

dkk. (2013) menyatakan dormasi benih merupakan suatu kondisi dimana benih

hidup tidak berkecambah sampai batas waktu akhir pengamatan perkecambahan

walaupun faktor lingkungan optimum untuk perkecambahannya. Balai Pengem-

bangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (2005) menyatakan

struktur kulit benih sering sekali menjadi faktor pembatas pada dormansi benih.

Pembatasan tersebut dapat berupa penghambatan dalam pemasukan air dan

oksigen serta pembatasan mekanik sehingga menghambat pembesaran embrio.

Pengecambahan benih bertujuan mendapatkan jumlah benih yang mampu

berkecambah lebih banyak pada kondisi yang optimum. Benih-benih yang berpo-

tensi memiliki sifat dormansi diperlukan perlakuan pra perkecambahan untuk

mematahkan dormansi benih tersebut sehingga benih dapat tumbuh serempak

(Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2005).

Pematahan dormansi pada benih yang berkulit keras dapat dilakukan secara

mekanis, salah satunya adalah skarifikasi. Teknik skarifikasi salah satunya adalah

dengan melakukan perendaman terhadap benih. Perlakuan perendaman dalam air

mengalir berfungsi untuk mencuci zat-zat yang menghambat perkecambahan dan

dapat melunakkan kulit benih. Perendaman dapat merangsang penyerapan lebih

cepat (Silomba, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian (Yuniarti, 2002) menunjukkan bahwa perlakuan

pendahuluan yang tepat untuk benih saga pohon sebelum dikecambahkan adalah

12

benih direndam dalam larutan asam sulfat selama 30 menit akan menghasilkan

daya kecambah lebih besar dibanding perlakuan lain seperti benih dikikir, benih

direndam dalam air dingin selama 24 jam, benih dikikir kemudian direndam

dalam air dingin selama selama 24 jam, benih direndam dalam air panas selama

24 jam, benih direndam dalam larutan H2O2 3% selama 24 jam, benih direndam

dalam larutan H2SO4 selama 10 menit, benih direndam dalam larutan H2SO4

selama 20 menit, dan benih direndam dalam larutan H2SO4 selama 30 menit..

Perendaman dengan larutan H2SO4 selama 30 menit memberikan persentase daya

kecambah sampai pada angka 92%. Kulit benih saga pohon termasuk kulit yang

keras, maka faktor penyebab terjadinya dormansi benih adalah faktor kulit benih.

Pematahan dormansi kulit benih diperlukan suatu perlakuan pendahuluan tertentu

dan ternyata perendaman dalam larutan asam sulfat selama 30 menit sangat efektif

dalam mematahkan dormansi tersebut.

Hasil penelitian Mali’ah (2014) menunjukkan bahwa, konsentrasi K2 (60%) dapat

meningkatkan persentase perkecambahan dan panjang hipokotil benih saga,

sedangkan konsentrasi K4 (80%) dapat meningkatkan laju perkecambahan. lama

perendaman yang paling efektif adalah L3 (25 menit) yaitu mampu meningkatkan

perkecambahan benih Saga Pohon pada semua parameter yang meliputi

persentase perkecambahan, laju perkecambahan dan panjang hipokotil. Interaksi

konsentrasi 60% dan lama perendaman 25 menit dalam asam sulfat menunjukkan

hasil terbaik pada parameter persentase perkecambahan, sedangkan parameter laju

perkecambahan dan panjang hipokotil tidak ada pengaruh.

13

2.4 Air Kelapa

Gambar 2. Perkembangan buah kelapa

Buah kelapa mencapai maturitas maksimal umur 12-13 bulan. Pada umur 5

bulan, dinding endosperm mulai terbentuk lapisan tipis yang disebut kernel, yang

mengelilingi air kelapa di dalamnya. Volume air kelapa mencapai maksimal pada

umur 6-8 bulan, dan seiring dengan bertambahnya umur buah kelapa, volume air

makin berkurang digantikan dengan kernel yang makin keras dan tebal. Saat ker-

nel mencapai ketebalan maksimal (umur 12-13 bulan), volume air kelapa hanya

sekitar 15% dari berat buah kelapa (Farapti dan Sayogo, 2014).

Hasil analisis kandungan kimia air kelapa menunjukkan komposisi ZPT kinetin

(sitokinin) dalam air kelapa muda berusia 7-8 bulan adalah 273,62 mg/l dan zeatin

290,47 mg/l, sedangkan kandungan IAA (auksin) adalah 198,55 mg/l (Kristina

dan Syahid,2008). Tingginya kandungan sitokinin maupun auksin terjadi karena

ZPT tersebut diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif membelah

(Gardner dkk., 1991). Berdasarkan hasil analisis hormon yang dilakukan oleh

Savitri (2005) ternyata dalam air kelapa muda terdapat Giberelin (0,460 ppm

GA3, 0,255 ppm GA5, 0,053 ppm GA7), Sitokinin (0,441 ppm Kinetin, 0,247

ppm Zeatin) dan Auksin (0,237 ppm IAA). Penelitian tentang penggunaan air

kelapa untuk merangsang pertumbuhan akar stek telah dilakukan terhadap stek

14

batang sambung nyawa (Savitri, 2005), berdasarkan hasil penelitian tersebut

terbukti bahwa stek yang direndam dalam air kelapa dapat meningkatkan

persentase stek berakar dan meningkatkan jumlah dan kualitas akar.

Air kelapa merupakan ZPT alami yang banyak digunakan dalam perbanyakan in

vitro berbagai tanaman hias diantaranya anggrek, karena memiliki sitokinin. Pada

kelapa muda, yang kondisi endospermanya masih seperti susu, kandungan

sitokinin maupun auksin alami sangat tinggi. Seiring dengan bertambahnya umur

kelapa, kandungan ZPT alaminya juga akan berkurang. Hal ini sejalan dengan

pernyataan bahwa penurunan kandungan ZPT alami terjadi karena energi yang

ada dibutuhkan untuk pembentukan daging buah. Perlakuan sterilisasi dengan

autoklaf menurunkan kandungan ZPT alami dalam air kelapa. ZPT alami

memiliki sifat mudah terdegradasi sehingga akan terurai bila melalui proses

pemanasan tinggi dengan autoklaf. Selain penurunan kandungan ZPT alami,

warna air kelapa pun berubah menjadi kecoklatan.

Air kelapa mengadung hormon alami kelompok auksin dan sitokinin. Auksin

berperan memacu pembentukan kalus, menghambat kerja sitokinin, membentuk

klorofil dalam kalus, mendorong proses morfogenesis kalus, membentuk akar, dan

mendorong proses embriogenesis. Sitokinin adalah salah satu jenis hormon

tumbuhan yang berperan dalam pembelahan sel serta mengatur pertumbuhan dan

perkembangan. Mekanisme kerja sitokinin hampir sama dengan kinetin namun

dalam praktek kultur jaringan umumnya peneliti menggunakan sitokinin

(Zulkarnain, 2009). Selain itu sitokinin berperan memacu pembelahan sel,

15

poliferasi meristem ujung, menghambat pembentukan akar dan mendorong

pembentukan klorofil pada kalus (Surachman, 2011).

Oknasari dkk. (2008) menyatakan bahwa perlakuan skarifikasi memberikan

pengaruh dalam memacu perkecambahan (saat munculnya kecambah hari ke-45,

persentase perkecambahan 100%, kecepatan perkecambahan 0,1 kecambah/hari),

sedangkan perlakuan air kelapa dan interaksi antara skarifikasi dan konsentrasi air

kelapa tidak memberikan pengaruh terhadap perkecambahan. Air kelapa yang

diserap oleh biji nyamplung telah dapat menyebabkan embrio berkembang, tetapi

radikula tidak mampu keluar menembus kulit buah nyamplung yang keras,

sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, dan untuk radikula yang

berhasil keluar menembus kulit buah yang keras akan berkecambah dan tumbuh

menjadi kecambah normal, walaupun membutuhkan waktu yang lama.

2.5 Media berkecambah

Media tumbuh untuk perkecambahan benih tidak harus memiliki kandungan unsur

hara yang banyak mengingat benih yang sedang dikecambahkan belum

memerlukan zat hara, akan tetapi harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut

(Indriyanto, 2013).

1. Media perkecambahan harus mampu menyimpan air yang dibutuhkan untuk

perkecambahan benih.

2. Mempunyai drainase dan aerasi yang baik. Drainase adalah sifat yang

berkenaan dengan sirkulasi air dalam media tumbuh, sedangkan aerasi adalah

sifat yang berkenaan dengan sirkulasi udara (gas-gas yang terkandung di

dalam udara) dalam media tumbuh. Drainase dan aerasi yang baik pada media

16

tumbuh akan berpengaruh positif terhadap proses difusi gas dan infiltrasi air

kedalam media tumbuh, meningkatnya persediaan oksigen dan air dalam

media tumbuh, serta meningkatakan kapasitas benih maupun akar kecambah

untuk mengabsorpsi dan mengangkut air.

3. Media perkecambahan harus mampu mempertahankan kelembapannya.

4. Media perkecambahan tidak mengandung racun atau zat pencemar yang dapat

meracuni benih dan menghambat proses perkecambahan benih.

5. Media perkecambahan tidak menjadi sumber penyakit bagi benih yang

dikecambahkan maupun bagi kecambah itu sendiri.

6. Media perkecambahan berupa bahan yang mudah didapatkan dan harganya

murah.

Bahan-bahan yang pada umumnya digunakan untuk media perkecambahan benih

antara lain : pasir dan tanah, pada skala laboratorium sering menggunakan bahan

selain pasir dan tanah untuk uji viabilitas benih dengan mengecambahkan benih

secara langsung pada media kecambah berupa kertas atau kapas (Indriyanto,

2013).

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapangan Terpadu

Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Mei 2016.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih saga (Adenanthera pavonina), air kelapa

muda yang diambil dari kelapa berusia lebih kurang 7 bulan, pasir dan air. Alat

yang digunakan adalah botol, ember, kaliper, bak kecambah, thermometer, plastik,

sekop, lembar pengamatan dan kamera dengan resolusi 3 Mega Pixel, Software

Microsoft excel.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5

perlakuan. Perlakuan yang diberikan pada benih, adalah sebagai berikut.

1. P1 :benih direndam ke dalam air bersuhu awal 100o C didiamkan 5 menit

lalu direndam dengan air dingin selama 24 jam.

2. P2 : benih direndam ke dalam air bersuhu awal 100o C didiamkan 5 menit

lalu direndam dengan air kelapa selama 6 jam.

3. P3 : benih direndam ke dalam air bersuhu awal 100o C didiamkan 5 menit

18

lalu direndam dengan air kelapa selama 12 jam.

4. P4 : benih direndam ke dalam air bersuhu awal 100o C didiamkan 5 menit

lalu direndam dengan air kelapa selama 18 jam.

5. P5 : benih direndam ke dalam air bersuhu awal 100o C didiamkan 5 menit

lalu direndam dengan air kelapa selama 24 jam.

Benih yang mendapat perlakuan di atas, kemudian dikecambahkan. Masing -

masing pelakuan diulang sebanyak 3 kali. Setiap percobaan membutuhkan 100

benih saga. Penelitian ini membutuhkan benih saga sejumlah 100 benih saga x 5

x 3 = 1.500 benih. Masing – masing unit percobaan kemudian di atur tata letak

penempatannya secara acak di lapangan.

Gambar 3. Tata letak percobaan pengecambahan secara rancangan acak lengkap

Keterangan :

P11 = perlakuan P1 pada ulangan ke – 1

P12 = perlakuan P1 pada ulangan ke – 2

P13 = perlakuan P1 pada ulangan ke – 3

P21 = perlakuan P2 pada ulangan ke – 1

P22 = perlakuan P2 pada ulangan ke – 2

P23 = perlakuan P2 pada ulangan ke – 3

P31 = perlakuan P3 pada ulangan ke – 1

P32 = perlakuan P3 pada ulangan ke – 2

P33 = perlakuan P3 pada ulangan ke – 3

P41 = perlakuan P4 pada ulangan ke – 1

P42 = perlakuan P4 pada ulangan ke – 2

P53 P51

P13

P41

P31 P33 P32

P21 P43 P12 P22

P23

P11

P52

P42

19

P43 = perlakuan P4 pada ulangan ke – 3

P51 = perlakuan P5 pada ulangan ke – 1

P52 = perlakuan P5 pada ulangan ke – 2

P53 = perlakuan P5 pada ulangan ke – 3

Setelah semua benih dikecambahkan, benih disiram sekali dalam sehari secara

rutin. Frekuensi penyiraman dapat ditambah atau dikurangi bergantung kepada

kelembapan pesemaian.

3.3.2 Pelaksanaan Penelitian

3.3.2.1 Persiapan benih

Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih yang berasal dari

pohon saga yang diambil dari Arboretum Universitas Lampung. Kegiatan

penelitian dimulai dengan pengumpulan benih dengan cara memungut biji

yang masak jatuh. Biji yang masak ditandai dengan berkulit keras dan

berwarna merah tua (Indriyanto, 2012).

Gambar 4. Benih saga yang telah masak

3.3.2.2 Persiapan media kecambah

Media perkecambahan yang digunakan adalah pasir. Pasir kemudian

dimasukkan ke dalam bak kecambah dengan ketebalan lebih kurang 5

cm.

20

3.3.2.3 Skarifikasi

Skarifikasi benih adalah dengan merendam benih dengan air bersuhu awal

100oC

selama beberapa menit, kemudian dilanjutkan dengan perendaman

dalam air kelapa muda. Perendaman air dengan suhu awal mendidih

bertujuan untuk mengikis lapisan kulit lilin benih saga yang keras

sehingga menipis dan membantu proses imbibisi air dan hormon.

Perendaman dengan air kelapa muda bertujuan untuk menambah suplai

hormon dan mempercepat proses imbibisi air pada benih sehingga benih

mudah untuk berkecambah. Selain itu, perendaman dengan air kelapa

muda juga diharapkan dapat menyeragamkan perkecambahan pada benih

saga. Pengujian daya kecambah benih dilakukan dengan

mengecambahkan benih pada bak kecambah. Setiap bak kecambah diisi

dengan satu perlakuan.

3.3.2.4 Perkecambahan benih

Setelah media perkecambahan disiram dengan air, dilanjutkan dengan

menyemai benih saga pada media sedalam 1,5 cm. Jarak antar benih

diatur sekitar 1 cm untuk memudahkan dalam menghitung jumlah biji

yang berkecambah.

3.3.2.5 Pemeliharaan

Pemeliharaan perkecambahan dengan penyiraman. Penyiraman dilakukan

setiap hari, pagi hari atau sore hari. Penyiraman disesuaikan dengan

kebutuhan air media tanam kecambah.

21

3.3.2.6 Pengamatan variabel

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Persentase kecambah (G)

G = jumlah benih yang berkecambah

X 100% jumlah benih dikecambahkan

b. Rata-rata hari berkecambah (GR)

GR = (N1xH1) + (N2xH2) + …. + (NkxHk)

N1 + N2 +…..+ Nk

Keterangan : N = jumlah benih yang berkecambah pada harike-i.

H = hari dalam proses perkecambahan benih.

c. Daya Kecambah (DB)

DB = Σ benih berkecambah + Σ benih tidak berkecambah

x 100% Σ benih yang dikecambahkan

3.3.3 Pengolahan dan Analisis Data

Model matematika dari rancangan acak lengkap (RAL) yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut (Sugandi dan Sugiarto, 2002).

Yij= µ + τi+ εi

Keterangan: i = perlakuan j = ulangan i, j = 1, 2, 3,…,n

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

μ = rataan umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j

22

3.3.3.1 Uji Homogenitas Ragam

Uji homogenitas ragam dapat menggunakan uji Bartlett. Uji Bartlett

digunakan apabila pengujian homogenitas dilakukan terhadap tiga

varians atau lebih. Langkah yang harus dilakukan adalah sebagai

berikut (Usman dan Akbar,2006).

3.3.3.2 Analisis Sidik Ragam

Jika data homogen maka dapat dilakukam analisis lebih lanjut dengana

analisis sidik ragam. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada,

paling tidak satu perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap

penelitian. Rumus yang digunakan dalam analisis sidik ragam adalah

sebagai berikut.

Faktor Koreksi (FK) = (total umum)

2

= Y . .

2

jumlah seluruh perlakuan Up

JK Total = ΣYij2 - FK

JK Perlakuan = Σ (jumlah hasil perlakuan)2

- FK U

JK Galat = JK Total – JK Perlakuan

KT Perlakuan = JK Perlakuan

DB Perlakuan

KT Galat =

JK Galat

DB Galat

F hit = KT Perlakuan

KT Galat

KK = √

x 100% rata-rata umum

23

3.3.3.3 Uji Lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ)

Apabila Fhitung > Ftabel berarti terdapat paling tidak 1 perlakuan

perendaman yang berpengaruh terhadap perkecambahan benih saga.

Jika ada pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, kemudian

dilakukan uji BNJ (beda nyata jujur) untuk mengetahui lama

perendaman yang paling efektif terhadap perkecambahan biji saga.

29

V. SIMPULAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pengaruh perendaman benih saga dengan air

kelapa muda dengan waktu perendaman yang berbeda dapat disimpulkan bahwa

perendaman benih saga dengan suhu awal 100oC dan perendaman ke dalam air

kelapa muda tidak berpengaruh nyata terhadap persentase berkecambah benih

saga, rata-rata hari berkecambah dan daya kecambah benih saga. Serta tidak ada

waktu perendaman dengan kelapa muda terbaik yang memberikan pengaruh baik

terhadap persentase kecambah, rata-rata hari berkecambah maupun daya berke-

cambah benih saga.

5.2 Saran

Mengingat air kelapa muda tidak mempengaruhi proses perkecambahan benih

saga, maka disarankan tidak menggunakan air kelapa muda dengan konsentrasi

100% atau tanpa campuran air di dalamnya untuk mengecambahkan benih saga.

32

DAFTAR PUSTAKA

Asra, R. 2014. Pengaruh hormon giberelin (GA3) terhadap daya kecambah dan

vigoritas Calopogonium caeruleum. Jurnal Biospecies. 7(1) : 29-33 p.

Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2005.

Evaluasi Kecambah, Pengujian Daya Berkecambah.

http://dokumen.tips/documents/pengujian-daya-berkecambah-balai-

pengembangan-mutu-benih-tanaman-pangan-dan.html. Diunduh pada 21

desember 2016.

Beneach, A. R dan Sanchez. 2004. Handbook of Seed Physiology : applications to

Agriculture. Buku. Haworth Press. Inc. Oxford. 516 p.

Bewley, J. D. dan Black, M. 2006. Seeds, Physiology of Development And

Germination. Buku. Plenum Press. New York. 367 p.

Ebiologi. 2016. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan. http://www.ebio-

logi.com/2016/03/faktor-yang-mempengaruhi-perkecambahan.html. Di unduh

pada 13 Oktober 2016.

Farapti dan Sayogo, S. 2014. Air kelapa muda – pengaruhnya terhadap tekanan

darah. Jurnal CDK-223 41(12) : 896 – 900 p.

Gardner, F. P. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Buku. UI Press. Jakarta.

402 p.

Gardner, F. P., Pearce, R. B., dan Mitcell, R. L. 1991. Fisiologi Tanaman

Budidaya. Buku. UI Press. Jakarta. 428 p.

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Buku. Armico. Bandung.

472 p.

Hanafiah, K. A. 2001. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Buku. Rajawali

Press. Jakarta. 259 p.

33

Hasanah, M., Rachmat, E. M., dan Ismail, W. M. 1993. Studi pematahan dormansi

pada benih saga (Abrus precatorius L.). Jurnal Warta Tumbuhan Obat

Indonesia 2(2) : 23-25 p.

Hasanah, M. dan Rusmin, D. 2006. Teknologi pengelolan benih beberapa tanaman

obat di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2): 68-73 p.

Heddy, S. 1996. Hormon Tumbuhan. Buku. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 55 p.

Indriani, B. S. 2014. Efektivitas Substitusi Sitokinin dengan Air Kelapa Pada

Medium Multiplikasi Tunas Krisan (Chrysanthemum indicum L.) Secara In

Vitro. Skripsi. Universitas Brawijaya. 97 p.

Indriyanto. 2012. Dendrologi : Suatu Teori dan Praktik Menyidik Pohon. Buku.

Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 232 p.

Indriyanto. 2013. Teknik dan Manajemen Pesemaian. Buku. Lembaga Penelitian

Universitas Lampung. Bandar Lampung. 270 p.

Juhanda, Nurmiaty,Y., dan Ermawati. 2013. Pengaruh skarifikasi pada pola imbibisi

dan perkecambahan benih saga manis (Abruss precatorius L). Jurnal Agrotek

Tropika. 5(1) : 45-49 p.

Krisantini, dan Benny, O. T. 2011. Panduan Penggunaan dan Aplikasi Zat

Pengatur Tumbuh pada Tanaman Hias. Buku. PT Panca Jaya. Jakarta. 64 p.

Kristina, N. N. dan Syahid, F. S. 2008. Multiplikasi tunas, aklimatisasi dan analisis

mutu simplisia daun Encok (Plumbago zeylanica L.) asal kultur In Vitro periode

panjang. Jurnal Littro. 212(2): 117 – 128 p.

Kusmana, I. dan Tambunan, S. 2010. Informasi Singkat Benih Adenanthera

pavonina L. www. sipth.pdashl.menlhk.go.id/dist/file/seed/80439058998224b-

87de2610f190839f8.pdf. Diunduh pada 21 Desember 2016.

Mahadi, I. 2011. Pematahan dormansi biji kenerak (Goniothalamus umbrosus)

menggunakan hormon 2,4-D dan BAP secara mikropropagasi. Buletin Sagu.

10(1) : 20-23 p.

Mali’ah, S. 2014. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Asam Sulfat

(H2SO4) terhadap Perkecambahan Benih Saga Pohon (Adenanthera pavonina

L.). Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang. 97 p.

34

Oknasari, L., Fatonah. S, dan Iriani, D. 2012. Efektivitas Skarifikasi dan

Konsentrasi Air Kelapa Muda terhadap Perkecambahan Biji Nyamplung

(Calophyllum inophyllum L.).

http://repository.unri.ac.id:80/handle/123456789/3708. Diunduh pada 21

Desember 2016.

Panjaitan, M. 2000. Pengaruh Konsentrasi IBA dan Lama Perendaman Terhadap

Persentase Keberhasilan Pertumbuhan Setek Pucuk Jeruk Nipis. Skripsi.

Fakultas Pertanian, Universitas Katolik Santo Thomas. Medan. 95 p.

Pratiwiningsih, I. T. 1984. Karakteristik Biji Saga (Adenanthera pavonina).

Skripsi. IPB Press. Bogor. 80 p.

Prihmantoro, H. 2007. Memupuk Tanaman Sayur. Buku. Penebar Swadaya.

Jakarta. 69 p.

Santoso, B. B., Hariyadi, Purwoko, dan Bambang,S. 2007. Tinjauan agromorfo-

logi perkecambahan biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Penelitian

UNRAM Edisi A. Sain dan Teknologi. 2(12) : 69-76 p.

Salisbury, B. F. dan Ross,W. C . 1995. Fisiologi Tumbuhan. Buku. ITB Press.

Bandung. 241 p.

Savitri, S. V. H. 2005. Induksi akar stek batang Sambung Nyawa (Gynura

drocumbens (Lour) Merr.) menggunakan air kelapa.

repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/54452/3/2.%20Edje%20Djamhuri.do

c. Diunduh pada 21 desember 2016.

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis.

Buku. PT Gramedia. Jakarta. 530 p.

Silomba, S. D. A. 2006. Pengaruh Lama Perendaman dan Pemanasan terhadap

Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jaqc.). Skripsi. IPB Press.

Bogor. 53 p.

Soedjono, S. 1992. Pemberian air kelapa, GA3 dan Greenzit pada umbi Gladiolus

hybridus yang dibelah. Jurnal Hortikultura. 2 (2) : 15-20 p.

Suita, E. 2013. Seri Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Saga Pohon

(Adenanthera pavonina). Buku. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan

Tanaman Hutan Kementrian kehutanan. Jakarta. 24 p.

Sujarwati, Fathonah, S., Johani, E., dan Herlina. 2011. Penggunaan air kelapa untuk

meningkatkan perkecambahan biji Palem Putri (Veitchia Merilli). Jurnal

Sagu. 10 (1): 24-29 p.

35

Sumangunsong, M. 1991. Pengaruh lama perendaman stek dalam air kelapa dan

pemberian pupuk daun terhadap pertumbuhan stek Lada. Skripsi. IPB Press.

Bogor. 96 p.

Surachman, D. 2011. Teknik pemanfaatan air kelapa untuk perbanyakan Nilam

secara In Vitro. Buletin Teknik Pertanian, (16) : 31-33 p.

Tampubolon, A., Mardiyansyah, M. dan Arlita,T. 2016. Perendaman benih Saga

(Adenanthera Pavonina L.) dengan berbagai konsentrasi air kelapa untuk

meningkatkan kualitas kecambah. Jom Faperta 3(1): 1-6 p.

Usman, H. dan Akbar, P. S. 2006. Pengantar Statistika. Buku. Bumi Aksara.

Jakarta. 364 p.

Widajati, E., Murniati, E., Palupi, E. R., Kartika, T., Suhartanto, M. R., dan Qadir,

A. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Buku. IPB Press. Bogor. 174 p.

Yuniarti, N. 2002. Penentuan cara perlakuan pendahuluan benih Saga Pohon

(Adenanthera sp.). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 8(2): 97-101 p.