Sitogenetika tiram mutiara
-
Upload
bruri-penabur -
Category
Documents
-
view
2.302 -
download
1
Transcript of Sitogenetika tiram mutiara
JUMLAH DAN KARAKTERISTIK KROMOSOM TIRAM MUTIARA Pinctada maxima
(The Number and Characteristics of Chromosomes the Pearl Oyster, Pinctada maxima)
BRURI MELKY LAIMEHERIWA
(Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Pattimura, Jl. Mr. Chr. Soplanit – Ambon)
ABSTRACT: One of the marine resources’ commodities of high economic value which has
been exploited intensively is the pearl oyster, Pinctada maxima. However, little is known
about the cytogenetics of the species especially its chromosomes. This research was aimed to
gain information on the number of chromosomes and their characteristics such as: size, arm
ratio, relative length, position of centromeres and morphological structure of chromosomes
of P. maxima. Pearl oyster samples were obtained from the Pearl Oyster Culture Center at
Pohon Batu, Piru-Western Seram. The number of diploid chromosomes (2n) of P. maxima
were 28 or 14 pairs, consisted of two pairs of small size chromosomes (<1 m) and 12 pairs
of large size chromosomes (>1 m). The chromosomes showed several characteristics such
as: the size of arms ranging from 0,419 to 2,077 µm, arms ratio ranging from 1,469 to 8,500,
relative length of chromosomes ranging from 2,084 to 10,330%, and the position of
centromeres ranging from 10,523 to 40,506%.
Key words: Cytogenetics, Chromosome, Pearl oyster, Pinctada maxima
PENDAHULUAN
Tiram mutiara, Pinctada maxima merupakan salah satu komoditas bernilai ekonomi
tinggi. Sayangnya, penghasil mutiara yang mahal dan langka ini sangat terbatas jumlahnya
karena masih bergantung pada hasil penyelaman di dasar laut. Bahkan, keberhasilan
memperoleh tiram mutiara dari dasar laut belum tentu diiringi dengan keberhasilan
memperoleh mutiara. Terkadang dari 100 ekor tiram mutiara tidak satupun terdapat mutiara.
Pertumbuhan tiram mutiara yang relatif lambat, sehingga kontinuitas penangkapan di alam
terasa sangat menguras populasi di alam. Alternatif yang cukup bijaksana adalah dengan
memproduksi benih tiram mutiara melalui panti pembenihan atau hatchery untuk mengurangi
perburuan tiram mutiara di alam, namun kendala yang dihadapi adalah dari sisi teknologi dan
sumberdaya manusia. Selain itu, dalam rangka mendapatkan benih yang unggul dan
berkualitas pada sebuah panti benih tiram mutiara masih juga ditemui kendala karena
dibutuhkan penguasaan ilmu genetika, yakni bagaimana mengontrol gen-gen sebagai
pembawa sifat-sifat induk kepada keturunannya.
Studi sitogenetika merupakan suatu fenomena yang menarik dan menantang. Hal ini
didasari pada beberapa keajaiban atau keanehan mengenai kromosom, yakni: sebuah sel yang
berukuran 10-20 mikron, berat sekitar 10-12
gram serta secara kimiawi terdiri atas air,
karbohidrat, lipid dan protein, tetapi mampu mengontrol kehidupan suatu organisme dari
suatu generasi ke generasi berikut (King et al., 1994). Selain itu, satu kromosom
mengandung satu molekul DNA dengan panjang rentang 102 cm yang harus dipilin atau
dikemas menjadi 0,34 nm tanpa terganggu sedikitpun fungsi dan strukuturnya. Padahal, inti
yang mengandung kromosom hanya sebesar 5 mikron atau 5 x 10-4
cm, dan tebal serabut
atau benang kromosom hanya 50 nm dan berdiameter 20-30 nm (Hartwell et al., 1973; De
Robertis et al., 1975). Fenomena menarik lainnya, gen-gen dalam DNA secara konsisten dan
tetap meneruskan sifat-sifat ke generasi berikut, padahal dalam satu inti sel atau nukleus
mengandung 3x109 pasang basa DNA (Subowo, 1995; Gilbert, 2002).
Setiap spesies makhluk hidup, termasuk tiram mutiara, memiliki jumlah kromosom
yang spesifik atau berbeda dan tetap. Tiram mutiara, P. maxima mempunyai gen khusus yang
dapat menghasilkan organ atau sel organ tertentu dan gen umum yang memberikan turunan
kepada jenisnya. Baik gen khusus maupun gen umum dari setiap tiram mutiara terdiri atas
bahan kimia yaitu DNA dan RNA. Ekspresi dari gen-gen tersebut dan sel yang terbentuk
menjadi satu paket yang selanjutnya mempengaruhi semua aktivitas hidup tiram mutiara
tersebut baik pertumbuhan, reproduksi, pembentukan cangkang dan organ lainnya serta inti
atau biji mutiara (Benzie et al., 2003).
Hingga kini penelitian sitogenetika di Indonesia masih sangat rendah bahkan informasi
mengenai jumlah kromosom P. maxima belum dilakukan. Padahal, melalui studi ini berbagai
macam kelainan kromosomal yang sering timbul pada organisme laut dapat diketahui sebab-
sebabnya, dan diusahakan untuk menghindarinya. Di samping itu, rekayasa genetika terhadap
suatu organisme laut termasuk tiram mutiara P. maxima dapat dilakukan dengan baik jika
jumlah dan karakteristik kromosom sebagai data dasar diketahui dan dipahami. Dengan
melihat permasalahan di atas, maka perlu dilakukan suatu studi awal tentang sitogenetika
tiram mutiara P. maxima dengan penekanan pada jumlah dan karakteristik kromosom biota
tersebut.
Permasalahan yang lain adalah kurangnya informasi atau data dasar jumlah kromosom
diploid, karakteristik, tingkah laku dan kariotip kromosom organisme laut yang dapat dijadikan
bahan perbandingan. Untuk itu, perlu diadakan penelitian mengenai: berapa jumlah kromosom
diploid tiram mutiara P. maxima dan bagaimana karakteristik kromosom meliputi: ukuran, rasio
lengan, panjang relatif, posisi sentromer dan morfologi tiram P. maxima? Tujuan dari penelitian
ini adalah: mengetahui jumlah kromosom diploid atau 2n tiram P. Maxima, dan menganalisis
karakteristik kromosom meliputi: ukuran, rasio lengan, panjang relatif, posisi sentromer dan
morfologi tiram P. maxima. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menyediakan informasi
atau data dasar mengenai kromosom P. maxima yang sangat dibutuhkan dalam pengungkapan
keanekaragaman, kekerabatan, dan konservasi genetik spesies tersebut. Di samping itu, hasil
penelitian ini diharapkan memberikan informasi dalam usaha pengembangan teknik produksi
dalam budidaya seperti halnya produksi tiram P. maxima yang bersifat monoseks, ploidisasi dan
hibridisasi.
Materi dan Metode
Penelitian ini dilakukan selama dua tahun. Sampel tiram diperoleh dari lokasi budidaya tiram
mutiara Pohon Batu, Piru, Kabupaten Seram Bagian Barat. Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain: anakan (juvenil) tiram P. maxima berukuran antara 4-5 cm, larutan
kolkisin 0,075% w/v (75mg kolkisin dalam 1 liter air pemeliharaan), larutan hipotonik 0,075 M
KCl, larutan carnoy segar yaitu campuran etanol absolut dengan asam asetat glasial (dengan
perbandingan 3:1), kapas, kain kasa, larutan asam asetat 50%, giemsa, air bersih (tap water),
dan aquabides. Peralatan yang digunakan antara lain: kaca obyek cekung, pisau scalpel, pipet
pasteur, kaca obyek datar, cover slip, hot plate merk Daiwa, pemanas spiritus, stopwatch, gelas
arloji, mikroskop cahaya merk ZEIZZ, handy counter, kamera digital merk HP tipe 635, mistar
skala LEITZ dengan ketelitian 0,01 mikron, dan alat tulis.
Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap yaitu: tahap persiapan, pengambilan sampel di
lapangan, pembuatan preparat kromosom, pengamatan mikroskop dan pemotretan, serta
pemrosesan gambar dan analisis data. Sampel tiram P. maxima diambil dari pusat budidaya
tiram mutiara dalam keadaan hidup dan sehat dengan ukuran antara 4-5 cm. Sejumlah sampel
tiram yang masih segar diambil untuk keperluan deskripsi spesies (morfologi dan anatomi),
sedangkan beberapa ekor tiram yang masih hidup dibawa ke laboratorium, lalu dipelihara untuk
keperluan pembuatan preparat kromosom. Pembuatan preparat kromosom menggunakan teknik
jaringan padat (solid tissue technique) yang mengacu pada metode Kligerman dan Bloom (1977),
Cook (1978), Carman (1992), Nurhayati (1997), serta Said (2001) yang telah dimodifikasi dan
dioptimasi. Preparat diamati di bawah mikroskop pada pembesaran 10X, 40X hingga 100X.
Jumlah kromosom pada sel dihitung dan dipotret. Hasil penghitungan dan pemotretan diproses
dengan menggunakan software sehingga mendapatkan jumlah dan gambar kromosom.
Pengukuran kromosom menggunakan skala ERNST LEITZ dengan ketelitian 0,01 µm.
Pengukuran mikrometri bertujuan mendapatkan ukuran lengan pendek dan lengan panjang.
Data jumlah kromosom diperoleh dari 675 sel yang berasal dari lima individu tiram (135 sel dari
tiap individu). Penentuan jumlah kromosom diploid (2n) tiram P. maxima didasarkan pada
jumlah kromosom yang memiliki frekuensi tertinggi atau modus sebagaimana diusulkan oleh
Brown (1972), Levan et al. (1983), dan Carman (1992). Analisis karakteristik kromosom
dilakukan mencakup: ukuran kromosom, tipe kromosom dan struktur morfologi kromosom. Data
ukuran kromosom diperoleh dari pengukuran mikrometri terhadap ukuran lengan pendek dan
lengan panjang, sedangkan panjang relatif kromosom (PRK), rasio lengan kromosom (RLK)
serta harga numerik posisi kromosom (HNPS), dihitung dengan menggunakan rumus yang
diusulkan oleh Brown (1972) dan Levan et al. (1983), sebagai berikut:
%100enom
gPanjang
kromosomPanjangPRK
kromosompendeklenganPanjang
kromosompanjanglenganPanjangRLK
%100
totalkromosomPanjang
kromosompendeklenganPanjangHNPS
Tipe kromosom tiram P. maxima ditentukan berdasarkan HNPS dan RLK sesuai pola yang
diusulkan oleh Levan et al. (1983). Genom set kromosom, diperoleh dengan mengurutkan tiap
kromosom sesuai panjang. Penomoran dimulai dari ukuran terpanjang hingga terpendek
berdasarkan PRK. Kariotip kromosom diperoleh dengan memasang-masangkan kromosom yang
homolog berdasarkan PRK dan tipe kromosom yang diperoleh, sedangkan penyusunan rumus
kromosom berdasarkan distribusi dan komposisi tipe kromosom. Data foto (images) kromosom
dipotret atau direkam dengan menggunakan kamera digital, selanjutnya diproses dengan
software: photoshop cs, macromedia flash mx, dan adobe ilustrator. Uji homogenitas dan
ANOVA untuk mengetahui apakah kelima individu yang diteliti berasal dari populasi (spesies)
yang sama atau berbeda. Pengolahan data dan analisis statistik menggunakan software: Microsoft
Excell 2003, Minitab versi 13, SPSS versi 12, Matlab versi 6 dan Genstat release 7.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi spesies P. maxima.
Spesies tiram P. maxima memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan spesies lainnya
dari genus yang sama. Pengamatan morfologi terhadap warna cangkang, cangkang bagian luar
dan dalam, serta bentuk tiram P. maxima diperoleh bahwa spesies ini mempunyai diameter
dorso-ventral dan antero-posterior hampir sama sehingga bentuknya agak bundar. Bagian dorsal
berbentuk datar dan panjang serta dihubungkan oleh semacam engsel berwarna hitam. Tiram
muda mempunyai warna cangkang yang bervariasi dengan warna dasar kuning pucat, kuning tua
atau kuning kecokelatan, cokelat kemerahan dan kehijauan (Gambar 1). Pada cangkang bagian
luar terdapat garis-garis radial yang menonjol seperti sisik yang berwarna lebih terang dari
warna dasar cangkang.
Beberapa individu setelah mencapai dewasa, warna cangkang berwarna kuning tua sampai
kuning kecokelatan dan warna garis radial biasanya sudah memudar (Gambar 2). Cangkang
bagian dalam berkilau dengan warna putih keperakan. Bagian tepi nacre ada yang berwarna
keemasan dan kadang berwarna keperakan, sedangkan pada bagian luar nacre berwarna cokelat
kehitaman (Winanto, 2004; Pereira et al., 2002). Secara teoritis ada tiga lapisan yang tampak
pada cangkang yaitu lapisan periostracum yang berada paling atas atau luar, lapisan prismatic
yang terdapat di bagian tengah, sedangkan lapisan yang agak ke dalam yang berhubungan
dengan organ dalam disebut lapisan nacre atau lapisan mutiara. Ketiga lapisan tersebut, jika
dilihat dari zat penyusunnya, maka lapisan periostracum merupakan lapisan kulit terluar yang
kasar yang tersusun dari zat organik yang menyerupai tanduk. Lapisan prismatic umumnya
tersusun dari kristal-kristal kecil yang berbentuk prisma dari hexagonal calcite, sedangkan
lapisan mutiara atau nacre merupakan lapisan kulit sebelah dalam yang tersusun dari kalsium
karbonat (Benzie et al., 2003; Berland, 2005).
Tiram P. maxima memiliki sejumlah organ tubuh yang berfungsi sebagai pengatur aktivitas
kehidupan tiram mutiara itu sendiri. Pengamatan terhadap organ tubuh tiram P. maxima
menunjukkan bahwa organ tubuh tiram terdiri atas tiga bagian utama yaitu: kaki, mantel dan
organ dalam. Kaki tiram P. maxima merupakan suatu organ tubuh yang mudah bergerak dan
berbentuk seperti lidah yang dapat memanjang dan memendek. Kaki ini tersusun dari jaringan
otot yang menuju ke berbagai jurusan, sehingga dapat digunakan untuk bergerak terutama waktu
masih muda, sedangkan setelah agak dewasa dan hidup menempel pada suatu substrat, kaki tidak
lagi digunakan untuk bergerak, tetapi menggunakan byssusnya untuk menempel. Kaki tiram P.
maxima juga berfungsi untuk membersihkan kotoran yang mungkin menempel pada insang
maupun mantelnya (Kono et al., 2000; Du Xiao-Dong, 1999). Di samping itu, tiram memiliki
mantel yang merupakan jaringan yang dilindungi oleh sel-sel epithelial dan dapat membungkus
organ bagian dalam. Mantel terletak di antara cangkang bagian dalam atau epitel luar dengan
organ dalam atau mass viseralis. Secara teoritis, sel-sel dari epitel luar ini akan menghasilkan
kristal kalsium karbonat (CaCO3) dalam bentuk kristal aragonit yang lebih dikenal dengan nama
lapisan mutiara. Sel ini juga membentuk bahan organik protein yang disebut konkhiolin sebagai
bahan perekat kristal kapur (Bedouet et al., 2001). Gambar 3 memperlihatkan secara skematis
organ-organ dalam tiram P. maxima, di mana terlihat organ-organ tersebut letaknya agak
tersembunyi setelah mantel dan merupakan pusat aktivitas kehidupan tiram. Organ dalam yang
dimiliki tiram P. maxima terdiri atas: insang, mulut, jantung, susunan saraf, alat
perkembangbiakan (gonad), hati, otot (adductor muscle), lambung, usus, dan anus.
Sebaran kromosom.
Hasil penelitian menunjukkan sebaran kromosom dan penampakan struktur morfologinya, sudah
dapat diamati pada individu anakan tiram berukuran 4-5 cm, dosis kolkisin 0,075% selama 7-8
jam, perlakuan hipotonik selama 100 menit, dan pewarnaan giemsa pada konsentrasi 2,5%
selama 25-30 menit. Hasil ini berbeda dengan waktu perendaman larva warm-water fish yang
berkisar antara 3-4 jam dalam 0,07% kolkisin, sedangkan larva Chilaterina campsi
membutuhkan waktu perendaman selama sembilan jam dalam 0,07% kolkisin (Carman, 1998).
Di samping itu, ikan pelangi Irian membutuhkan waktu perendaman sembilan jam dalam
kolkisin 0,07% untuk larvanya yang berumur 10 hari (Said, 1998).
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak semua sel pada anakan tiram menghasilkan sebaran
kromosom yang dapat diamati. Diduga, hal ini disebabkan perbedaan respons sel atau jaringan
individu tiram terhadap pengaruh kolkisin atau mungkin kolkisin tidak berfungsi dengan baik
karena larva tiram mengalami ketegangan pada saat pemeliharaan (Flajshans and Rab, 1989;
Carman, 1992).
Jumlah kromosom P. maxima.
Hasil penghitungan 675 sel dari lima individu tiram P. maxima (masing-masing individu
diambil 135 sel), diperoleh jumlah kromosom diploid (2n) yang bervariasi. Jumlah kromosom
tertinggi 30 buah dan terendah 26 buah dengan rata-rata berjumlah 28,04. Jumlah kromosom
diploid untuk kelima individu hampir seragam, yaitu: pada individu pertama dan kelima,
memiliki jumlah kromosom diploid tertinggi 30 buah dan terendah 26 buah dengan rata-rata
sebesar 28,03. Individu kedua, ketiga dan keempat memiliki jumlah kromosom terendah 27 buah
dan tertinggi 30 buah, tetapi memiliki rata-rata yang berbeda yakni: rata-rata jumlah kromosom
sebesar 28,08 pada individu kedua, sedangkan pada individu 3 dan 4 masing-masing sebesar
28,04 dan 28,01 (Tabel 1). Akan tetapi, rata-rata jumlah kromosom untuk kelima individu yang
diteliti tidak jauh berbeda. Variasi jumlah kromosom ini menunjukkan adanya sel yang tidak
tepat metafase sehingga tidak semua larva menghasilkan sebaran kromosom tepat metafase.
Sebagaimana dikemukakan oleh Flajshans and Rab (1989) bahwa kondisi tersebut disebabkan
ada perbedaan respons sel atau jaringan terhadap pengaruh kolkisin atau mungkin kolkisin tidak
berfungsi dengan baik karena anakan tiram yang stres pada saat perendaman.
Pada tingkat kepercayaan 95% atau signifikansi 5% (p=0,05), rata-rata jumlah kromosom kelima
individu tiram P. maxima ada pada kisaran 28,01-28,07. Sebaliknya, tiap-tiap individu pada
tingkat kepercayaan 95% tidak ada perbedaan yang mencolok bagi kelima individu, yaitu pada
individu ke-2 memiliki kisaran rata-rata yang sangat kecil yaitu 28,01-28,15 atau sekitar 0,14,
jika dibandingkan dengan kisaran rata-rata individu ke-3 yaitu 27,97-28,12 atau perbedaan
sebesar 0,15 (Tabel 1). Jumlah modus kromosom tiram P. maxima yang diperoleh baik secara
keseluruhan maupun individu per individu adalah 28 buah. Jumlah ini mengindikasikan bahwa
jumlah kromosom diploid (2n) kelima individu tiram tersebut adalah 28 buah.
Data yang disajikan Tabel 2, memperlihatkan bahwa statistik Levene (uji homogenitas) hitung
adalah 1,947 dengan nilai probabilitas 0,101 (Tabel 2). Uji homogenitas varians dilakukan untuk
mengetahui apakah kelima individu memiliki varians yang sama. Probabilitas > 0.05 (selang
kepercayaan 95%), mengindikasikan bahwa kelima individu memiliki varians jumlah kromosom
yang sama. ANOVA (analysis of variance) untuk mengetahui apakah rata-rata jumlah kromosom
kelima individu tersebut mempunyai rata-rata (mean) yang sama. Hasil perhitungan ANOVA
terhadap variabel individu menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah 0,626 dengan signifikansi
atau probabilitas 0,644 (Tabel 3). Probabilitas > 0,05, mengindikasikan bahwa kelima individu
mempunyai nilai rata-rata jumlah kromosom yang sama. Hasil uji ini mengindikasikan bahwa
kelima individu yang diteliti berasal dari populasi (spesies) yang sama atau sejenis. Uji
homogenitas menunjukkan bahwa kelima individu tidak berbeda secara signifikan karena baik
individu pertama sampai kelima termasuk dalam satu subset atau grup (Tabel 4). Dengan kata
lain, baik individu 1, 2, 3, 4 maupun 5 tidak mempunyai perbedaan signifikan satu dengan
lainnya atau sama. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai signifikan atau probabilitas 0,555 yang
lebih besar dari p=0,05. Distribusi frekuensi kehadiran jumlah kromosom diploid (2n)
berdasarkan individu secara umum bervariasi (Tabel 5). Frekuensi kehadiran tertinggi diperoleh
pada individu dengan jumlah kromosom 28 yaitu sebesar 613 sel atau 90,81%, sedangkan pada
individu dengan jumlah kromosom 26 frekuensinya terendah yaitu dua sel atau 0,30%.
Bila ditelusuri per individu, perbedaan frekuensi jumlah kromosom 2n pada tiap-tiap individu
juga relatif besar, yakni: pada individu 1 dengan jumlah kromosom 28, frekuensi kehadirannya
tertinggi yakni sebesar 88,10%, sedangkan jumlah kromosom 26, frekuensi kehadirannya
terendah yakni sebesar 0,70%. Pada individu 2 dan 3 jumlah kromosom 28, frekuensi
keharidarannya tertinggi sebesar 89,60%, sedangkan jumlah kromosom 26 frekuensi
kehadirannya terendah yakni sebesar 0,00%. Pada individu 4 dan 5 jumlah kromosom 28
frekuensi kehadirannya juga tertinggi yakni sebesar 93,30%, sedangkan pada jumlah kromosom
26 frekuensi kehadirannya terendah yakni sebesar 0,00% dan 0,70%.
Penentuan jumlah kromosom suatu organisme dengan menggunakan metode langsung adalah
berdasarkan pada modus atau frekuensi tertinggi jumlah kromosom yang ditemukan (Brown,
1972; Carman, 1992; Said, 2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kromosom
diploid 28 buah memiliki modus maupun frekuensi kehadiran yang tertinggi yaitu sebanyak 613
atau 90,81%. Hasil pengamatan ini mengindikasikan bahwa jumlah kromosom diploid (2n) yang
dimiliki oleh tiram P. maxima adalah 28 buah. Meskipun demikian, dalam penelitian juga
ditemukan jumlah kromosom yang kurang atau lebih dari modus tersebut seperti 26, 27, 29 dan
30. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh kromosom yang terpisah dari kelompoknya pada saat
pembuatan preparat kromosom.
Karakteristik kromosom P. maxima.
Sel-sel epitel insang tiram P. maxima yang diwarnai dengan larutan giemsa merupakan
sumber penting untuk mempelajari kromosom-kromosom pada tiram P. maxima karena jumlah
kromosomnya dapat cepat diketahui. Selain itu, karakteristik kromosom pada metafase mitosis
dapat dipelajari dengan mudah. Meratanya kromosom-kromosom pada metafase merupakan
kondisi yang tepat untuk menghitung dan membandingkan ukuran-ukuran serta morfologi dari
kromosom P. maxima (Wilson, 1968; Lawrence, 1993; Zhao et al., 2000).
Secara teori sejauh ini kromosom dipandang sebagai struktur mirip cacing yang mengandung
gen. Pada kenyatannya, kromosom sangat bervariasi dalam ukuran dan bentuk, dengan ciri-ciri
yang memungkinkan para ahli sitogenetika mengenal kromosom-kromosom yang khas dalam
banyak kasus (Lopez et al., 2000). Pengamatan karakteristik kromosom tiram P. maxima adalah
penting, terutama dalam mempelajari tingkah laku dari kromosom-kromosom tersebut pada
waktu terjadi pembelahan sel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai ekspresi
dari kromosom-kromosom pada waktu pembelahan sel berlangsung. Beberapa karakteristik dari
kromosom-kromosom yang ditemukan di dalam sel-sel P. maxima yang diperoleh selama
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ukuran kromosom.
Pengukuran kromosom tiram P. maxima dilakukan terhadap 14 pasang kromosom dengan
pengulangan sebesar 10 kali. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ukuran kromosom tiram
P. maxima berkisar dari 0,419-2,077 mikron dengan rata-rata 1,436 ± 0,503 (Tabel 6). Bila
ditelusuri berdasarkan panjang lengan panjang dan lengan pendek, maka ukuran lengan panjang
yang ditemukan berkisar dari 0,333-1,644 µm dengan rata-rata sebesar 1,080 ± 0,353, sedangkan
ukuran lengan pendek berkisar dari 0,085-0,760 dengan rata-rata sebesar 0,357 ± 0,243.
Pada setiap lengan kromosom ada dua bagian yang serupa yang dinamakan kromatid. Di dalam
kromatid tampak adanya kromonema yakni dua pita berbentuk spiral yang padanya terdapat
penebalan-penebalan. Kromatid ini tersusun oleh nukleoprotein dan sangat mudah menyerap
warna. Seringkali dianggap bahwa kromosom itu tersusun atas dua macam kromatin (MacGregor
and Varley, 1983; Smith et al., 2003). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kromosom yang
diberi pewarnaan giemsa, pada bagian tertentu lengannya tampak lebih gelap warnanya,
sedangkan lengan kromosom lainnya yang terdapat di dalam sel yang sama hanya berwarna
terang atau tidak berwarna sama sekali. Hal ini mengindikasikan bahwa ada bagian kromatin
yang menyerap zat warna lebih intensif sehingga tampak lebih kelam atau gelap sedangkan
bagian lainnya tidak begitu intensif dalam menyerap zat warna tersebut. Menurut Brown (1972)
kromatin yang memiliki sifat-sifat lebih intensif menyerap warna ini memiliki fungsi
memperkuat dan melindungi sentromer karena sering ditemukan dekat dengan daerah sentromer,
telomer dan lekukan sekunder (nucleolar organizer). Hal ini berhubungan dengan kontribusinya
dalam memberi bantuan struktural kepada sentromer, yakni ikut mendukung pemisahan
kromosom yang tepat pada waktu pembelahan sel. Selain itu, memudahkan sinapsis kromosom-
kromosom homolog selama meiosis serta melindungi kelompok gen-gen tertentu dari perubahan
evolusioner oleh pindah silang atau mutasi.
Tabel 6 juga memperlihatkan variasi ukuran pasangan kromosom tiram P. maxima. Bila
mengacu pada King et al. (2002), maka terdapat dua kelompok ukuran kromosom yang dimiliki
oleh tiram P. maxima yaitu: kromosom berukuran besar (>1 mikron) dan kromosom ukuran kecil
(<1 mikron). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kromosom ukuran kecil yang dimiliki oleh
tiram ini hanya berjumlah dua pasang (14,29%) yaitu pada kromosom nomor 13 dan 14,
sedangkan sisanya termasuk kelompok kromosom berukuran besar yaitu sebanyak 12 pasang
(85,71%), yang dimiliki oleh kromosom nomor 1-12 (Gambar 4).
Setiap pasang kromosom homolog biasanya mempunyai ukuran dan bentuk yang tetap
dalam fase tertentu dalam siklus sel, namun antara pasangan kromosom non-homolog dan antara
kromosom-kromosom dari spesies yang berlainan dapat dijumpai perpedaan-perbedaan
(Subowo, 1995). Kromosom pendek dan padat yang dapat dilihat dalam pembelahan sel dari
makhluk eukaryotik adalah sekitar ¼ mikron, seperti pada fungi, sedangkan kromosom yang
panjang dapat mencapai ukuran 30 mikron yang terdapat pada tanaman Trillium (Suryo, 1995).
Umumnya sebagian besar kromosom metafase berkisar dari 0,3-25 m (Brown, 1972). Misalnya,
antara 0,5-1,5 m pada ikan Telmatherina ladigesi (Adriani, 2001), dari 1-3,5 m pada
Drosophila, 5 m pada manusia dan 8-10 m pada jagung (McIntosh and Hering, 1991).
2. Rasio lengan kromosom.
Rasio lengan kromosom merupakan perbandingan antara lengan kromosom panjang dengan
lengan kromosom pendek (Levan et al., 1983). Rasio lengan kromosom (RLK) yang dijumpai
pada tiram P. maxima sangat bervariasi yakni antara 1,469-8,500 dengan rata-rata sebesar 4,344
(Tabel 7). Dengan mengetahui nilai rasio lengan, sebuah kromosom dapat dibedakan dengan
kromosom lainnya. Kromosom yang memiliki rasio lengan berkisar dari 1,00-1,67 dapat
dikategorikan sebagai kromosom metasentrik, nilai RLK berkisar dari 1,68-3,00 dikategorikan
sebagai submetasentrik, nilai RLK berkisar dari 3,01-7,00 dikategorikan sebagai subtelosentrik
dan nilai RLK>7,0 dikategorikan sebagai telosentrik. Berdasarkan pola pembagian tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa rata-rata nilai RLK 4,344 mengindikasikan adanya kecenderungan
kromosom tiram P. maxima berbentuk subtelosentrik, yang ditunjukkan oleh rata-rata nilai RLK
tersebut yang berada pada kisaran 3,01-7,00. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
McIntosh and Hering (1991), bahwa kromosom-kromosom dari suatu genome tunggal dapat
berbeda dalam ukuran dan rasio lengannya. Sebagai contoh, dalam genome manusia, ada sekitar
3-4 kali lipat kisaran dalam ukuran dari kromosom 1 (ukuran terbesar) ke kromosom 21 (ukuran
terkecil). Oleh karena itu, dalam menganalisis kromosom beberapa spesies, seorang ahli
sitogenetika bisa mengalami kesulitan mengenal individu kromosom hanya oleh ukurannya
tetapi bisa mengelompokkan kromosom-kromosom yang berukuran serupa (Brown, 1972).
3. Panjang relatif kromosom.
Panjang relatif kromosom didefinisikan sebagai panjang total sebuah kromosom dibagi dengan
panjang set kromosom suatu genom (set kromosom haploid) dan dinyatakan dalam persen
(MacGregor and Varley, 1983). Panjang relatif kromosom tiram yang diperoleh selama periode
penelitian adalah sebesar 2,084-10,330% dengan rata-rata sebesar 7,143% (Tabel 8). Hal ini
berarti dari seluruh set kromosom yang dimiliki oleh tiram P. maxima, tidak ada sebuah
kromosom yang terlalu besar atau dominan, karena selisih antara kromosom terbesar dan terkecil
hanya sebesar 8, 246% atau 1,558 mikron. Menurut Brown (1972) dan Levan et al. (1983), tiap
kromosom dalam suatu genome dinomori menurut urutan panjang relatifnya dan dimulai dari
yang terpanjang hingga yang terpendek. Dengan demikian, berdasarkan nilai PRK dapat dibuat
urutan tiap kromosom tiram P. maxima dalam suatu genome sebagai satu set kromosom haploid,
mulai dari yang terpanjang hingga yang terpendek (Gambar 5).
Kromosom-kromosom tampak sebagai benang-benang halus yang terlihat sebagai pasangan-
pasangan yang homolog. Kromosom yang dilihat dengan mikroskop elektron tampak terdiri atas
serabut-serabut yang tebalnya dapat berkisar antara 100-500 angstrom dengan diameter sekitar
250 angstrom, sedangkan sebuah kromosom terdiri atas seutas serabut tunggal yang berbentuk
spiral yang membentuk banyak ragam dan lipatan selama pembelahan sel (Du Praw, 1970
dalam Suryo, 1995). Dalam interfase kromosom-kromosom belum kelihatan jelas, melainkan
hanya terlihat adanya benang-benang halus dan panjang. Setelah fase mitosis dalam siklus sel
dimulai, benang-benang itu mengalami kontraksi sehingga menjadi pendek dan tebal. Kromosom
kelihatan lebih menebal pada fase metafase. Hal ini terjadi sebagai akibat dari terbentuknya
super spiral dan terbungkusnya serabut-serabut kromatin. Dalam daerah sentromer tampak
adanya struktur seperti benang-benang halus yang dinamakan mikrotubulus (Brown, 1972;
Suryo, 1995; dan Subowo, 1995).
4. Posisi sentromer.
Dari pengamatan di bawah mikroskop cahaya, kromosom hanya tampak berupa batang
yang lurus atau bengkok dan dapat dibedakan beberapa bagiannya seperti sentromer dan satelit.
Sentromer tampak berupa lekukan ke arah dalam dan warnanya lebih terang, dibandingkan
dengan warna lengan kromosom. Menurut Morrison et al. (1999), sentromer-sentromer ini
berfungsi sebagai tempat berpegangannya benang-benang plasma dari spindel (gelendong inti)
sewaktu pembelahan sel berlangsung. Apabila benang spindel berkontraksi sehingga memendek,
maka kromosom tertarik atau bergerak ke arah kutub sel. Walaupun posisi sentromer ini tetap
untuk suatu kromosom tertentu, namun umumnya untuk berbagai kromosom posisi ini dapat
berbeda-beda. Perbedaan posisi sentromer ini dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
mengidentifikasi beberapa macam kromosom dalam suatu siklus pembelahan sel. Bahkan
dengan menggunakan posisi sentromer dalam suatu kromosom dapat dihitung rasio lengan
kromosom dan harga numerik posisi sentromer sehingga dapat merupakan kunci dalam
penyusunan kariotip dan rumus kromosom suatu spesies.
Posisi sentromer terhadap ujung lengan yang dimiliki kromosom tiram P. maxima berjarak
terkecil atau minimum sekitar 10,523% dan terbesar atau maksimum 40,506% dengan rata-rata
sebesar 23,517% (Tabel 9.). Sebagaimana dikemukakan oleh Darnell et al. (1990) mengenai
nomenklatur dan morfologi suatu kromosom, maka dapat dikatakan bahwa jarak antara ujung
kromosom atau telomer yang terpendek sampai ke posisi sentromer rata-rata sekitar 23,517%,
dibandingkan dengan jarak telomer yang lainnya terhadap posisi sentromer yaitu sekitar
76,483%. Selain itu, bila tiap kromosom ditelusuri, terlihat bahwa penyebaran HNPS setiap
kromosom sangat bervariasi. Sentromer mempunyai bentuk yang mirip jantung dengan diameter
sekitar 0,8 mikron. Sentromer ini tidak menyerap warna seperti lengan kromosom dan pada akhir
metafase akan membelah diri secara memanjang, yaitu pada tiap belahan sentromer melekat dua
serabut spindel yang masing-masing tersusun atas serabut microtubulus. Sentromer merupakan
bagian kromosom ke mana serat-serat berpilin menempel. Bagian sentromer biasanya tampak
sempit atau terjepit dan posisi jepitan menjelaskan rasio antara panjang lengan kedua kromosom.
Bahkan rasio ini menjadi suatu ciri yang berguna dalam mengenal karakteristik kromosom suatu
organisme (Elridge, 1985; Rieder and Salmon, 1998).
Posisi sentromer bukan hanya menentukan ratio lengan, tetapi juga bentuk-bentuk kromosom
sementara mereka bermigrasi ke kutub yang berlawanan selama anafase. Pada beberapa
organisme, seperti: lepidoptera, sentromer menyatu, sehingga serat-serat berpilin menempel
seantero panjang kromosom (Sagata, 1996). Jika mengacu pada stuktur dan morfologi yang
dikemukakan oleh Darnell et al. (1990), maka hasil pengamatan struktur dan morfologi
kromosom tiram P. maxima selama penelitian menunjukkan struktur yang lengkap, yakni: ada
kromatid, sentromer, telomer, serta tidak ditemukan kelainan fisik kromosom tiram P. maxima
seperti lekukan sekunder dan satelit.
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa: Sebaran dan penampakan struktur morfologi
kromosom tiram P. maxima sudah dapat diamati pada dosis kolkisin 0,075% selama 7-8 jam,
perlakuan hipotonik selama 100 menit, dan pewarnaan giemsa pada konsentrasi 2,5% selama 25-
30 menit. Kromosom diploid (2n) tiram P. maxima berjumlah 28 buah atau 14 pasang
kromosom haploid (n) yang terdiri atas dua pasang kromosom berukuran kecil (lebih kecil dari 1
µm) dan 12 pasang berukuran besar (lebih besar dari 1 µm). Kromosom tiram P. maxima
mempunyai beberapa karakteristik, antara lain: Ukuran lengan berkisar dari 0,419-2,077 µm
dengan rata-rata 1,436 µm; Rasio lengan berkisar dari 1,469-8,500 dengan rata-rata sebesar
4,344; Panjang relatif kromosom berkisar dari 2,084-10,330% dengan rata-rata sebesar 7,143%;
Posisi sentromer kromosom berkisar dari 10,523-40,506% dengan rata-rata sebesar 23,517%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. E. Ferdinandus, M.Sc., Ph.D., Drs. G.V.
Limmon, M.Sc., Ph.D. dan Ir. J.A. Pattikawa, M.Sc., selaku pembimbing sekaligus mitra dalam
bidang penelitian ini. Terima kasih juga kepada Dr. Odang Carman (Kepala Laboratorium
Genetika dan Pengembangbiakan Ikan Institut Pertanian Bogor) dan Ir. Maudy Littay, DEA,
Ph.D. yang telah membantu penulis dalam penelitian terutama mengenai literatur, metode
perhitungan, pengukuran dan analisis data penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, I. 2001. Bioekologi, morfologi, kariotip dan reproduksi ikan hias rainbow Sulawesi
(Therlamterina Ladigesi) di Sungai Maros, Sulawesi Selatan Tesis (Tidak dipublikasi). Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 101 halaman.
Bedouet, L., M.J. Schuller, F. Marin, C. Milet, E. Lopez and M. Giraud. 2001. Soluble proteins
of the nacre of the giant oyster Pinctada maxima and of the abalone Haliotis tuberculata:
Extraction and partial analysis of nacre proteins. Comparative biochemistry and physiology. Part
B, Biochemistry and Molecular Biology 128B(3): 389-400.
Benzie, J. A. H., C. Smith and K. Sugama. 2003. Mitochondrial DNA reveals genetic
differentiation between Australian and Indonesian pearl oyster Pinctada maxima (Jameson 1901)
populations. Journal of Shellfish Research 22(3) : 781-787.
Berland, S. 2005. Nacre/bone interface changes in durable nacre endosseous implants in sheep.
Biomaterials 26(1) : 2767-2773.
Brown, W.V., 1972. Textbook of cytogenetics. C.V. Mosby, Saint Louis. 1632 pp.
Carman, O. 1992. Chromosome set manipulation in some warm-water fish. Ph.D. Dissertation
(Unpublish.). Tokyo University of Fisheries, Tokyo, 165 pp.
Carman, O., Alimudin, S. Sastrawibawa, and H. Arfah. 1998. Karyotype and nucleoli number in
Red Tilapia. The Fifth Asian Fisherie Forum International Conference on Fisheries and Food
Security Beyond the Year 2000. November 11-14, 1998. Chiang Mai, Thailand. 312 pp.
Cook, P.C. 1978. Karyotypic analysis of the Gobiid Genus Quietula. Jordan and Evermann. J.
Fish. Biol., 12: 173-174.
Darnell, C., C. Milet, E. Lopez and M. Giraud. 1990. Moleculer cell biology. (2nd
Ed.). AVI
Publ. Co. Inc., Westport. 480 pp.
De Robertis, E.D.P., F.A.Saez, and E.M.F de Robertis. 1975. Cell biology. W.B. Sounders,
Philadelphia. 860 pp.
Du Xiao-Dong. 1999. Ultrastructure of epithelial cells of the mantle of Pinctada maxima. Acta
Zoologica Sinica, 45(3): 246-251.
Eldridge, F.E. 1985. Cytogenetics of lifestock. AVI Publ. Co. Inc., Westport. 280 pp.
Flajshans, M. and P. Rab. 1989. Chromosome study of Oncorhyncus mykiss Kamploops.
Aquaculture, 89: 1-8.
Gilbert, S. F. 2000. Developmental biology. 6th
Ed., Sinauer Assoc., Sunderland. 940 pp.
Hartwell, L.H. and T.A. Weinert. 1989. Checkpoints: Controls that ensure the order of cell cycle
events. Science 246: 629-634.
Hartwell, L.H., R.K. Mortimer, J. Culotti, and M. Culotti. 1973. Genetic control of the cell
division cycle in yeast: V. Genetic analysis of cdc mutants. Genetics 74: 267-287.
King, R.C., P.K. Jackson and M.W. Kirschner. 1994. Mitosis in transition. Cell, 79: 563-571.
Kligerman, A.D. and Bloom, 1977. Rapid Chromosome preparation from solid tissue of fishes.
Fisheries Research Board Cannadian, 34: 266-269.
Kono, M., N. Hayashi, and T. Samata. 2000. Molecular mechanism of the nacreous layer
formation in Pinctada maxima. Biochemical dan Biophysical Research Communications 269(1):
213-218.
Lawrence, J.B. 1993. Probing functional organization within the nucleus: Is genome structure
integrated with RNA metabolism? Cold Spring Harbour Symposia on Quantitative Biology,
Volume LVIII. Cold Spring Harbour Press. 807- 818.
Levan, A., K. Fredga, and A.A. Sandberg. 1983. Nomenclature for centromic position on
chromosome. Hereditas, 52: 201-220.
Lopez, E.; A. Le Faou; S. Borzeix; and S. Berland. 2000. Stimulation of rat cutaneous fibroblasts
and their synthetic activity by implants of powdered nacre (mother of pearl). Cell, 32(1): 95-
101.
MacGregor, H.C and J.M. Varley. 1983. Working with animal chromosomes. John Willey and
Sons Inc., New York. 250 pp.
McIntosh, J.R. and G.E. Hering. 1991. Spindle fiber action and chromosome movement Ann.
Rev. Cell Biol., 7: 403-426.
Morrison, S.J., P.M. White, C. Zock, and D.J. Anderson. 1999. Prospective identification,
isolation by flow cytometry, and in vivo self-renewal of multipotent mammalian neural crest
stem cells. Cell, 96: 737-749.
Nurhayati, 1997. Karyotip ikan rainbow famili Atherinidae. Skripsi (tidak dipublikasikan).
Fakultas Perikanan IPB, Bogor. 76 halaman.
Pereira, M., L. Almeida, C. Ribeiro, J. Peduzzi, and E. Lopez. 2002. Soluble silk-like organic
matrix in the nacreous layer of the bivalve Pinctada maxima. A new insight in the
biomineralization field. European Journal of Biochemistry, 269(20): 4994-5003.
Rieder, C.L. and E.D. Salmon. 1998. The vertebrate cell kinetochore and its roles during mitosis.
Trends Cell Biol., 8: 310-318.
Sagata, N. 1996. Meiotic metaphase arrest in animal oocytes: Its mechanisms and biological
significance. Trends Cell Biol., 6: 22-28.
Said, D.S. 1998. Chromosome ikan pelangi Irian (Melanoteania boesemani). Pambakuan metode
ekstraksi kromosom. Laporan Teknik Proyek Penelitian, Pengembangan, dan Pendayagunaan
Biota Darat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI, Bogor. Halaman 19-23.
Said, D.S. 2001. Karyotipe dan hibridisasi ikan pelangi Irian (Famili Melanoteanlidea). Tesis
(tidak dipublikasikan). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia,
Depok. 40 halaman.
Smith, C., J. A. Benzie, and K. J. Wilson. 2003. Isolation and characterization of eight
microsatellite loci from silver-lipped pearl oyster Pinctada maxima. Molecular Ecology Notes,
3(1): 125-127.
Subowo. 1995. Biologi sel. Angkasa, Bandung. 286 halaman.
Suryo, H. 1995. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 446 halaman.
Wilson, G.B., 1968. The element of cytogenetics. McGraw-Hill Co., New York. 546 pp.
Winanto, T. 2004. Memproduksi benih tiram mutiara. Penebar Swadaya, Jakarta. 96 halaman.
Zhao, B., S. Zhang, and P.Y. Qian. 2003. Larval settlement of the silver or goldlip pearl oyster
Pinctada maxima (Jameson) in response to natural biofilms and chemical. Aquaculture, 220(4):
883-901.
Gambar 1. Variasi warna tiram muda P. maxima.
Gambar 2. Penampakan cangkang bagian luar (A) dan bagian dalam (B) tiram P. maxima.
(Sumber: Berland, 2005).
1 cm
AA
BB
Gambar 3. Organ-organ dalam tubuh tiram P. maxima.
(Sumber: Du Xiao-Dong, 1999).
Gambar 4. Persentase kromosom kecil (<1 mikron) dan besar (>1 mikron).
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
pre
sen
tase
<1 mikron > 1 mikron
ukuran kromosom
Gambar 5. Genome set kromosom tiram P. maxima berdasarkan PRK.
Tabel 1. Deskripsi statistik jumlah kromosom yang diamati selama penelitian.
Individu N Rata-rata Simp.
baku Modus Min Maks
Selang kepercayaan
95% dari rata-rata
Batas
bawah
Batas
atas
1 135 28,03 0,456 28 26 30 27,95 28,11
2 135 28,08 0,406 28 27 30 28,01 28,15
3 135 28,04 0,438 28 27 30 27,97 28,12
4 135 28,01 0,334 28 27 30 27,95 28,06
5 135 28,03 0,365 28 26 30 27,97 28,09
Total 675 28,04 0,402 28 26 30 28,01 28,07
Tabel 2. Uji homogenitas varians individu tiram P. maxima.
Statistik Levene Derajat
bebas 1
Derajat
bebas 2
Signifikansi
1.947 4 670 0.101
1
m
Tabel 3. ANOVA rata-rata jumlah kromosom kelima individu tiram P. maxima.
Jumlah
kuadrat
Derajat
bebas
Kuadrat
tengah F Sig.
Between Groups 0,406 4 0,101 0,626 0,644
Within Groups 108,593 670 0,162
Total 108,999 674
Tabel 4. Uji homogenitas kelompok (subsets) individu tiram yang memilki jumlah kromosom yang berbeda.
Individu N
Subset untuk α = .05
1
Tukey HSDa
4 135 28,01
1 135 28,03
5 135 28,03
3 135 28,04
2 135 28,08
Signifikansi 0,555
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 135
Tabel 5. Sebaran jumlah kromosom diploid kelima individu tiram P. maxima.
Jumlah kromosom diploid (2n)
INDIVIDU KE- Total
1 2 3 4 5
Frek. Sel
% Frek. sel
% Frek. sel
% Frek. sel
% Frek. sel
% Frek. sel
%
26 1 0,70 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1 0,70 2 0,30
27 6 4,40 3 2,20 6 4,40 5 3,70 2 1,50 22 3,26
28 119 88,10 121 89,60 121 89,60 126 93,30 126 93,30 613 90,81
29 6 4,40 8 5,90 4 3,00 2 1,50 4 3,00 24 3,56
30 3 2,20 3 2,20 4 3,00 2 1,50 2 1,50 14 2,07
Total 135 100,00 135 100,00 135 100,00 135 100,00 135 100,00 675 100,00
Tabel. 6. Komposisi ukuran kromosom P. maxima yang diperoleh selama penelitian
(N=10 kali pengulangan).
Kromosom Lengan panjang Lengan pendek Panjang total lengan
Mean Stdev Mean Stdev Mean Stdev
1 1,6640 0,1060 0,4140 0,0260 2,0770 0,1330
2 1,3560 0,1060 0,6852 0,0537 2,0410 0,0980
3 1,1163 0,0679 0,7599 0,1480 1,8760 0,1820
4 1,3105 0,0516 0,5510 0,3368 1,8620 0,3470
5 1,0508 0,0458 0,6529 0,0981 1,7040 0,1300
6 1,3560 0,1060 0,2885 0,0226 1,6450 0,1290
7 1,0429 0,0673 0,5908 0,0383 1,6340 0,0830
8 1,3290 0,0684 0,1726 0,0089 1,5020 0,0770
9 1,1163 0,0679 0,2067 0,0126 1,3230 0,0810
10 1,0508 0,0458 0,1383 0,0060 1,1890 0,0520
11 1,0429 0,0673 0,1227 0,0079 1,1660 0,0750
12 0,9090 0,0684 0,1179 0,0636 1,0270 0,0980
13 0,4332 0,0421 0,2083 0,0105 0,6410 0,0530
14 0,3332 0,0421 0,0854 0,0108 0,4190 0,0530
Rata-rata 1,0794 0,3567 1,4361
Simpangan
baku 0,3531 0,2434 0,5032
Minimum 0,3332 0,0854 0,4190
Maksimum 1,6640 0,7599 2,0770
Tabel 7. Rata-rata ukuran lengan pendek, lengan panjang dan rasio lengan kromosom (RLK)
tiram P. maxima (N=10 kali pengukuran).
Kromosom Lengan panjang
(µm)
Lengan pendek
(µm)
RLK
(%)
1 1,6640 0,4140 4,019
2 1,3560 0,6852
1,979
3 1,1163 0,7599
1,469
4 1,3105 0,5510
2,378
5 1,0508 0,6529
1,609
6 1,3560 0,2885
4,700
7 1,0429 0,5908
1,765
8 1,3290 0,1726
7,700
9 1,1163 0,2067
5,401
10 1,0508 0,1383
7,598
11 1,0429 0,1227
8,500
12 0,9090 0,1179
7,710
13 0,4332 0,2083
2,080
14 0,3332 0,0854
3,902
Rata-rata 1,079 0,357 4,344
Simpangan
baku 0,353 0,243 2,616
Minimum 0,333 0,085 1,469
Maksimum 1,664 0,760 8,500
Tabel 8. Rata-rata panjang kromosom dan panjang relatif kromosom (PRK) tiram P. maxima
(N=10 kali pengukuran).
Kromosom Panjang romosom
(µm)
PRK
(%)
1 2,0770
10,330
2 2,0410
10,151
3 1,8760
9,331
4 1,8620
9,261
5 1,7040
8,475
6 1,6450
8,182
7 1,6340
8,127
8 1,5020
7,470
9 1,3230
6,580
10 1,1890
5,914
11 1,1660
5,799
12 1,0270
5,108
13 0,6410
3,188
14 0,4190
2,084
Rata-rata 1,436 7,143
Simpangan
baku 0,503 2,503
Minimum 0,419 2,084
Maksimum 2,077 10,330
Tabel 9. Rata-rata ukuran lengan pendek, panjang total dan HNPS tiram P. maxima
(N=10 kali pengukuran).
Kromosom Lengan pendek
(µm)
Panjang total
(µm)
HPNS
(%)
1 0,414 2,077 19,933
2 0,685 2,041 33,572
3 0,760 1,876 40,506
4 0,551 1,862 29,592
5 0,653 1,704 38,316
6 0,289 1,645 17,538
7 0,591 1,634 36,157
8 0,173 1,502 11,491
9 0,207 1,323 15,624
10 0,138 1,189 11,632
11 0,123 1,166 10,523
12 0,118 1,027 11,480
13 0,208 0,641 32,496
14 0,085 0,419 20,382
Rata-rata 0,357 1,436 23,517
Simpangan
baku 0,243 0,503 11,116
Minimum 0,085 0,419 10,523
Maksimum 0,760 2,077 40,506