Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

14
INTEGRITAS: JurnalAntikorupsi, 6 (2) 327-340 e-ISSN/p-ISSN: 2615-7977/2477-118X DOI: 10.32697/integritas.v6i2.685 ©Komisi Pemberantasan Korupsi 327 Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya Dalam Pencegahan Korupsi (Studi Pada DISDUKCAPIL Kota Banda Aceh) Muhammad Ihsan Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe [email protected] Abstract Corruption in public service sector has a simple pattern yet it occurs massively. The Department of Population and Civil Registration (Disdukcapil) is no exception. Despite implementing the e-queuing system, corruption can still be found. This study aims to describe the implementation of the e-queuing system and to figure out the form and model of its socialization by highlighting the optimization of the e-queue system, the effectiveness socialization and its relevance to the corruption prevention efforts. This study employs a socio-legal approach with juridical empirical method and the data was collected through documentation and interview. The results show that: 1) the implementation of e-queuing system needs to be optimized; 2) e-queuing system has yet to be effectively socialized; 3) e-queuing system is very relevant to the corruption prevention efforts due to its ability to limit the public’s direct contact and the efficient use of time. Thus, preventing the use of services from a third party. Keywords: E- Antre, Public Service, Corruption Abstrak Korupsi pada sektor pelayanan publik polanya sangat sederhana, namun terjadi dengan masif. Salah satu sektor pelayanan publik tersebut adalah Disdukcapil. Meskipun sudah menerapkan sistem electronic antrean, namun celah untuk korupsi masih tetap ada. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan implementasi sistem e-antre pada Disdukcapil kota Banda Aceh, selain itu untuk memahami bentuk dan model sosialisasi e-antre pada disdukcapil kota Banda Aceh. Selanjutnya penulis akan menganalisis relevansi e-antre dalam pelayanan publik dalam upaya pencegahan korupsi, penelitian ini membahas optimalisasi implementasi sistem e-antre, efektivitas sosialisasi e- antre dan relevansinya dengan upaya pencegahan korupsi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum, dengan pengumpulan data melalui dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi e-antre perlu dioptimalkan. Sosialisasi elektronik antrean belum sepenuhnya efektif. Sistem elektronik antre sangat relevan dengan upaya pemberantasan korupsi, karena membatasi masyarakat untuk kontak secara langsung dan penggunaan waktu yang efisien, sehingga mencegah untuk menggunakan jasa dari pihak ketiga. Kata Kunci: E-Antre, Pelayanan Publik, Korupsi

Transcript of Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Page 1: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

INTEGRITAS: JurnalAntikorupsi, 6 (2) 327-340 e-ISSN/p-ISSN: 2615-7977/2477-118X DOI: 10.32697/integritas.v6i2.685 ©Komisi Pemberantasan Korupsi

327

Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya Dalam Pencegahan Korupsi

(Studi Pada DISDUKCAPIL Kota Banda Aceh)

Muhammad Ihsan Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe

[email protected]

Abstract

Corruption in public service sector has a simple pattern yet it occurs massively. The Department of Population and Civil Registration (Disdukcapil) is no exception. Despite implementing the e-queuing system, corruption can still be found. This study aims to describe the implementation of the e-queuing system and to figure out the form and model of its socialization by highlighting the optimization of the e-queue system, the effectiveness socialization and its relevance to the corruption prevention efforts. This study employs a socio-legal approach with juridical empirical method and the data was collected through documentation and interview. The results show that: 1) the implementation of e-queuing system needs to be optimized; 2) e-queuing system has yet to be effectively socialized; 3) e-queuing system is very relevant to the corruption prevention efforts due to its ability to limit the public’s direct contact and the efficient use of time. Thus, preventing the use of services from a third party.

Keywords: E- Antre, Public Service, Corruption

Abstrak

Korupsi pada sektor pelayanan publik polanya sangat sederhana, namun terjadi dengan masif. Salah satu sektor pelayanan publik tersebut adalah Disdukcapil. Meskipun sudah menerapkan sistem electronic antrean, namun celah untuk korupsi masih tetap ada. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan implementasi sistem e-antre pada Disdukcapil kota Banda Aceh, selain itu untuk memahami bentuk dan model sosialisasi e-antre pada disdukcapil kota Banda Aceh. Selanjutnya penulis akan menganalisis relevansi e-antre dalam pelayanan publik dalam upaya pencegahan korupsi, penelitian ini membahas optimalisasi implementasi sistem e-antre, efektivitas sosialisasi e-antre dan relevansinya dengan upaya pencegahan korupsi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum, dengan pengumpulan data melalui dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi e-antre perlu dioptimalkan. Sosialisasi elektronik antrean belum sepenuhnya efektif. Sistem elektronik antre sangat relevan dengan upaya pemberantasan korupsi, karena membatasi masyarakat untuk kontak secara langsung dan penggunaan waktu yang efisien, sehingga mencegah untuk menggunakan jasa dari pihak ketiga. Kata Kunci: E-Antre, Pelayanan Publik, Korupsi

Page 2: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Muhammad Ihsan

328

Pendahuluan

Reformasi terhadap pelayanan

publik merupakan suatu keniscayaan

dikarenakan berhubungan erat dengan

penilaian masyarakat terhadap baik atau

tidaknya penyelenggaraan pemerintahan.

Pelayanan yang baik hanya bisa terwujud

dengan pelayanan yang mengutamakan

masyarakat, selain itu pelayanan yang

diberikan harus sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Sumber daya manusia, etika pelayanan

publik tentu memiliki peranan yang

penting guna mencegah instansi daripada

praktik-praktik korupsi.

Pelayanan publik yang diberikan

oleh instansi pemerintah selama ini masih

dikategorikan pelayanan yang belum

optimal, karena di beberapa sektor

pelayanan publik masih menggunakan

pelayanan konvensional, misalnya dalam

pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP)

dan Kartu Keluarga (KK), masyarakat

harus antre berjam-jam di kantor Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil, bahkan

bisa menghabiskan waktu sehari penuh

hanya untuk mengantre.

Konsep pelayanan publik yang

berbentuk New Public Service (NPS)

seharusnya berdasarkan pada asas efektif,

efisien dan inovatif. New public service

dibangun atas dasar tradisi demokrasi

warga negara, selain itu keterlibatan

warga negara dalam pengembangan

kebijakan publik. (Denhardt & Denhardt,

2000).

Mengakomodir pelayanan publik,

Indonesia mengesahkan Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2013 tentang

Administrasi Kependudukan sebagai

landasan hukum bagi penyelenggaraan

administrasi kependudukan yang memuat

tentang pengaturan dan pembentukan

sistem yang mencermikan adanya

reformasi di bidang administrasi

kependudukan. Apalagi mengingat saat

ini dunia sedang memasuki revolusi

industri 4.0 yang berbasis era digital dan

serba teknologi.

Pelayanan yang prima harus

diberikan dan dilaksanakan dengan

rangkaian dan kegiatan yang bersifat

cepat, tepat, terbuka, lengkap, wajar dan

terjangkau (Boediono, 2003).

Pelayanan prima yang diberikan

oleh petugas pelayanan bidang

pendaftaran penduduk sangat

berpengaruh terhadap kualitas pelayanan

yang dirasakan oleh masyarakat. Kualitas

pelayanan merupakan salah satu faktor

penentu dalam keberhasilan pemberian

pelayanan oleh dinas atau instansi

maupun petugas pelayanan. Semakin

masyarakat merasa puas dilayani maka

semakin berkualitas pelayanan yang

diberikan oleh dinas atau instansi atau

petugas pelayanan kepada masyarakat.

Pelayanan kepada masyarakat di

era digital ini salah satu bentuknya adalah

dengan membuat dan mengaplikasikan

sistem manajemen informasi melalui

internet, salah satunya adalah dengan

sistem electronic antre (e-antre), dimana

hal ini akan memudahkan masyarakat

dalam antrean untuk mengurus e-KTP,

KK, akte kelahiran serta kebutuhan

lainnya yang menjadi tugas dari

Disdukcapil.

Salah satu Disdukcapil yang sudah

mengaplikasikan atrian secara online

adalah Kota Banda Aceh melalui website-

nya, bahkan sudah ada dalam bentuk

aplikasi yang dinamakan Semua Kerja Jadi

Siap (SEKEJAP)-Disdukcapil Banda Aceh.

Berdasarkan data survey penilaian

integritas dari Komisi Pemberantasan

Korupsi pada tahun 2017, pemerintah

Kota Banda Aceh menduduki posisi

pertama dengan indeks penilaian 77.39

(KPK, 2017).

Hasil survei integritas KPK sudah 3

(tiga) tahun yang lalu, dalam masa waktu

tersebut sudah banyak perubahan yang

terjadi, artinya KPK perlu melakukan

Page 3: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya Dalam Pencegahan Korupsi (Studi Pada DISDUKCAPIL Kota Banda Aceh)

329

survei penilaian integritas rentang waktu

tahun 2019-2020.

Survei penilaian integritas pada

tahun 2019-2020 perlu dilakukan,

mengacu pada laporan maladministrasi

yang diterima oleh Ombudsman Provinsi

Aceh, sepanjang tahun 2019 total 132

laporan yang diterima dan 128 laporan

yang ditindaklanjuti karena memenuhi

syarat formil dan materiil (Ombudsman

Aceh, 2020).

Instansi yang banyak dilaporkan

yaitu instansi pemerintah

kabupaten/kota sebesar 53 laporan,

instansi Pemerintah Provisi Aceh 22

laporan, Polri 13 laporan, BUMN/BUMD

11 laporan dan Badan Pertanahan

Nasional 7 laporan (Ombudsman Aceh,

2020).

Menurut hasil perincian dari bidang

penyelesaian laporan Ombudsman Aceh,

bahwa dominasi dugaan maladministrasi

yang banyak diterima Ombudsman Aceh

yaitu berupa perlakuan tidak patut,

penyimpangan prosedur dan penundaan

berlarut (Ombudsman Aceh, 2020).

Berdasarkan data laporan

Ombudsman Aceh, Kabupten/Kota

memiliki jumlah laporan yang paling

banyak untuk maladministrasi. Dari tiga

dominasi dugaan maaladministrasi,

penyimpangan prosedur dan penundaan

berlarut menjadi hal yang menarik untuk

dikaji, mengingat Pemerintah Kota Banda

Aceh, khususnya Disdukcapil, sudah

memiliki sistem electronic antre dalam

urusan kependudukan.

Sosialisasi yang bermasalah akan

menimbulkan masalah implementasi dari

kebijakan electronic antre, masyarakat

akan awam terhadap kebijakan ini,

sehingga peluang terjadinya

penyimpangan prosedur dan penundaan

berlarut, yang bermuara pada praktik

maladministrasi yang merupakan bagian

dari perilaku koruptif.

Masalah implementasi dan

sosialisasi electronic antre menjadi

menarik untuk dikaji, serta

merelevansikannya dengan salah satu

upaya pencegahan korupsi.

Tujuan dari penelitian ini terdiri

atas tiga hal. Pertama, penulis

menggambarkan implementasi dari

kebijakan sistem e-antre. Penulis akan

mengkaji optimalisasi implementasi

sistem e-antre. Kedua, setiap kebijakan

yang dibuat oleh pemerintah sudah

sepatutnya untuk disosialisasikan kepada

masyarakat guna mendukung

implementasinya. Penulis akan

menganalisis efektivitas dari metode

sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kota

Banda Aceh. Ketiga, setelah penulis

mengetahui implementasi dan efektivitas

sosialisasi e-antre, selanjutnya penulis

akan menganalisa relevansi antara sistem

e-antre ini terhadap upaya pencegahan

korupsi.

Penelitian ini dilakukan

berdasarkan beberapa penelitian

terdahulu yang sudah dikaji. Penelitian

yang ditulis oleh Sukur Suleman

(Suleman, 2019) menunjukkah bahwa

kualitas pelayanan e-KTP pada Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil

Kabupaten Halmahera Selatan belum

seutuhnya maksimal. Kondisi ini terjadi

karena aspek kualitas SDM, sarana

prasarana, letak geogafis dan kedisiplinan

pegawai. Kondisi ini juga ditulis oleh

Purba (Purba, 2020), dimana hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa

kualitas pelayanan administrasi

kependudukan di kecamatan belum

optimal, dimana dimensi relialibility &

responsibility dan tangibel aspek paling

dominan menjadi permasalahan warga.

Penelitian juga menunjukkan bahwa

pelayanan administrasi kependudukan

perlu di dukung perangkat teknologi baik

software ataupun hardware yang tepat

Page 4: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Muhammad Ihsan

330

Gambar 1. Teknik Analisis Data Model Interaktif dari Miles dan Hubermas

sehingga dapat meningkatkan kualitas

pelayanan administrasi kependudukan.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian

hukum empiris (sosiologis), dimana

penelitian ini dilakukan dengan meneliti

data primer (Soekanto & Mamudji, 2009),

yaitu data yang diperoleh langsung dari

masyarakat sebagai sumber pertama

dengan melalui penelitian lapangan yang

dilakukan melalui observasi, wawancara

ataupun penyebaran kuesioner (Jonaedi

Efendi, Johnny Ibrahim, 2018).

Pendekatan penelitian empiris ini

menggunakan pendekatan sosiologi

hukum, karena berfokus pada pada

perilaku yang berkembang dalam

masyarakat atau bekerjanya hukum

(Ishaq 2017).

Pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara studi

dokumen atas bahan-bahan hukum yang

relevan dengan penelitian, selain itu

melakukan wawancara dengan interview

guide kepada responden maupun

informan (Diantha, 2017).

Setelah mengumpulkan data,

penulis akan menganalisis data dengan

tiga sub-proses terkait dengan mengikuti

model interaktif, yaitu penyajian data,

reduksi data dan kesimpulan (Milles &

Huberman, 1992).

Pembahasan

A. Impelementasi Electronic Antrean

Pada DISDUKCAPIL Kota Banda

Aceh

Sistem e-antre merupakan salah

satu bagian dari kebijakan publik yang

didasari atas Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara

dan Reformasi Birokrasi

(PERMENPANRB) Nomor 17 Tahun 2017

tentang pedoman penilaian kinerja unit

penyelenggara pelayanan publik.

Peraturan PERMENPANRB Nomor

38 Tahun 2012 tentang Pedoman

Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik,

menjadi embrio dari sistem elektronik.

Sistem informasi pelayanan secara

elektronik menjadi salah satu indikator

penilaian terhadap sistem pengelolaan

informasi pelayanan, wujud/bentuk

penyampaian informasi, serta tingkat

keterbukaan informasi kepada pengguna

layanan.

Peraturan tersebut tidak

mewajibkan kepada unit penyelenggara

pelayanan publik untuk membuat sistem

e-antre, namun hanya masuk dalam

standar pelayanan yang dinilai.

Guna memenuhi standar pelayanan

publik dari Kementerian Aparatur Sipil

Negara dan Reformasi Birokrasi,

Disdukcapil Kota Banda Aceh membuat

Penyajian Data Pengumpulan

Data

Kesimpulan dan

Verifikasi Reduksi Data

Page 5: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya Dalam Pencegahan Korupsi (Studi Pada DISDUKCAPIL Kota Banda Aceh)

331

antrean secara elektronik pada tahun

2013, sebagaimana disampaikan oleh

Kepala Bidang Inovasi bahwa sejak saat

itu sudah mulai dikembangkan sistem ini,

bahkan di website juga tercatat copyright

Pemkot Banda Aceh tahun 2013.

Kebijakan ini merupakan kebijakan

dari Dinas Kependudukan dan Catatan

Sipil secara mandiri, dengan

pertimbangan, masyarakat Banda Aceh

tidak perlu mengantre dan langsung

dilayani sesuai dengan nomor dan jam

antrean yang diakses melalui website,

selain itu untuk mengatasi banyaknya

antrean di kantor dinas.

Hal ini membuktikan bahwa fungsi

pemerintah melalui aparaturnya adalah

sebagai public servant. Selain itu

pelayanan seperti ini setidaknya sudah

memenuhi kriteria kualitas layanan yaitu,

penampilan fisik (tangiable), (Keandalan)

reliability, daya tanggap (responsiveness),

empati (emphaty) dan jaminan

(assurance) (Ulum, 2018).

Kondisi berbeda dirasakan sebelum

kebijakan e-antre ini diimplementasikan.

Menurut Nurul Akmal sebagai informan

yang berdomisili di Jaya Baru Kota Banda

Aceh yang diwawancarai menyatakan

selain kondisi di kantor Disdukcapil yang

sangat penuh, terkadang ada masyarakat

yang menyerobot nomor antrean.

Informan lainnya Taufiqul Hadi,

menyatakan sebelum adanya e-antre,

sistem antre masih secara manual bahkan

ada yang menggunakan jasa dari pihak

ketiga. Sehingga ada indikasi nepotisme

yang sering disebut dengan “orang

dalam”.

Pernyataan yang sama juga

disampaikan oleh informan Riza Aulia

yang berdomisili di Lueng Bata Kota

Banda Aceh, ia bahkan pernah ditawarkan

jasa oleh calo untuk pembuatan KTP.

Pelayanan yang diberikan sebelum

ada sistem e-antre, menurut Julia

informan berdomisili di Syiah Kuala,

masih tidak terkontrol dengan baik,

terkadang sudah mengantre, akan tetapi

nomor antrean yang sudah dipanggil

tidak diketahui, bahkan menerobos

nomor antrean.

Kondisi yang sama sebelum adanya

e-antre juga dirasakan oleh Rizkika Lhena

Darwin informan lainnya, yang

merasakan akibat dari ketidakjelasan

dalam antrean, bahkan ada yang

menerobos antrean.

Keadaan dan kondisi pelayanan

publik yang seperti ini, akan mengurangi

tingkat kepercayaan masyarakat kepada

pemerintah, bahkan hilangnya

kepercayaan kepada demokrasi, ini

merupakan bagian dari dampak korupsi

(Tim Penulis Buku Pendidikan Anti

Korupsi, 2011).

Pelayanan administrasi

kependudukan setelah adanya e-antre

membawa dampak yang luar biasa.

Menurut informan, Riza Aulia yang

diwawancarai via telpon menyatakan

bahwa pernah menggunakan e-antre ini

secara pribadi maupun membantu

keluarga, pengambilan nomor antrean

melalui website ini membawa efek yang

positif yaitu tertib dalam pelayanan,

namun sebelum adanya e-antre ini,

pelayanan yang diberikan cenderung

tidak tertib.

Hal yang sama juga dirasakan

informan Faisal yang berdomisili di Ulee

Kareng Kota Banda Aceh, menyatakan

sangat memudahkan dalam proses

mengantre, tidak perlu seharian hanya

untuk mengantre, apalagi pekerjaannya

sebagai satpam salah satu bank tentu

sangat menyita waktu jika masih

menggunakan sistem manual.

Efek positif kebijakan publik ini

merupakan bagian dari sistem politik

modern, dimana pemerintah secara

terbuka terlibat untuk mengatasi masalah

tertentu (Sapru, 2004).

Page 6: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Muhammad Ihsan

332

Tujuan yang diinginkan dalam

implementasi kebijakan publik e-antre ini

tentunya adalah untuk mempermudah

masyarakat dalam pelayanan. Penerapan

kebijakan ini, sama sekali tidak ada

perlawanan dari yang berdampak

kebijakan, dapat menyelesaikan masalah,

serta kerjasama yang baik dari pelaksana

implementasi kebijakan (Hernimawati

2018).

Sejauh ini masyarakat sangat

terbantu, apalagi penduduk kota Banda

Aceh yang 61.39% sebagai pekerja, hal ini

tentunya semakin mendukung terhadap

kebijakan e-antre (BPS Kota Banda Aceh,

2020). E-antre ini sangat sederhana

bentuknya, dalam website Disdukcapil

masyarakat hanya perlu mengisi Nomor

Induk Kependudukan (NIK), nama

lengkap, e-mail (sifatnya optional boleh

ada boleh tidak), kemudian tanggal

antrean, jam berapa kita ingin dilayani,

pilihan pelayanan (Kependudukan,

Pencatatan Sipil dan e-KTP)

Masyarakat yang sudah mengisi

form antrean selanjutnya akan dilayani

dengan datang langsung dan melakukan

verifikasi kedatangan dengan mesin

elektronik yang sudah disediakan,

selanjutnya akan diproses sesuai dengan

pilihan di menu e-antre. Pada Gambar 2

form e-antre belum ada informasi tentang

masa tunggu layanan untuk salah satu

pengurusan kependudukan, misalnya

untuk mengurus KTP dibutuhkan waktu

selama 10 menit, untuk KK 15 menit dan

untuk akta 15 menit.

Implementasi pelayanan publik

sebelum adanya kebijakan e-antre belum

memenuhi kriteria dan standar pelayanan

publik pada umumnya, sedangkan setelah

adanya antrean elektronik pelayanan

publik semakin tertib dan tertata rapi

terutama pada waktu pengantrean. Selain

itu tidak terjadi kerumunan di kantor

Disdukcapil. Hal ini tentu akan membuat

masyarakat kota Banda Aceh lebih

nyaman.

Gambar 2. Form E- Antre

Page 7: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya Dalam Pencegahan Korupsi (Studi Pada DISDUKCAPIL Kota Banda Aceh)

333

Impelementasi kebijakan ini

memang sudah berjalan dengan baik,

namun warga Kota Banda Aceh menurut

Kabid Pengelolaan Informasi Administrasi

Kependudukan, masih ada masyarakat

yang tetap datang secara langsung ke

Disdukcapil untuk mengambil nomor

antrean, bahkan sangat sedikit warga

yang mengakses antrean secara

elektronik. Implementasi e-antre belum

optimal, karena tidak ada pemberitahuan

jangka waktu untuk mengurus urusan

kependudukan dan catatan sipil. Selain itu

menurut data, masyarakat Kota Banda

Aceh adalah pekerja, namun sedikit yang

mengakses e-antre.

B. Sosialisasi E-Antre Kepada

Masyarakat Kota Banda Aceh

Manusia sebagai makhluk sosial

dalam kehidupannya tentu selalu

berinteraksi dengan orang lain dalam satu

kelompok sehingga sosialisasi menjadi

sangat penting. Menurut Samuel

Pufendorf secara alami manusia

ditakdirkan untuk menjalani kehidupan

sosial, dalam kehidupan masyarakat yang

mempunyai derajat yang sama dimana

saling menahan diri dari memperlakukan

orang lain secara tidak adil, saling berbagi

keuntungan maupun barang antara satu

sama lain supaya dapat hidup dengan

damai (Pufendorf, 1994).

Dalam konteks bernegara sosialisasi

adalah usaha penyebarluasan informasi

berisi program, peraturan, kebijakan dari

pemilik program ke masyarakat dan

proses pemberdayaan, agar program

pemerintah tepat sasaran (Gobel & Koton,

2017). Proses atau tahapan untuk

implementasi kebijakan adalah dengan

melakukan sosialisasi. Sosialisasi

kebijakan publik di tingkat

daerah/lingkup kecil dilaksanakan

selama 0-6 bulan (Nugroho, 2006).

Kebijakan e-antre sudah

disosialisasikan, melalui website

Disdukcapil, selain itu sosialisasi juga

dilaksanakan dengan turun ke desa-desa.

Bahkan untuk setiap desa ada operator

yang langsung menangani, jika ada warga

yang tidak paham penggunaan e-antre ini.

Sosialisasi kepada operator desa dapat

menimbulkan masalah korupsi yang baru,

karena masyarakat sebagai pemangku

kepentingan tidak memahami prosedur

serta petunjuk teknis antrean elektronik.

Kegiatan dalam tahap sosialisasi

merupakan kegiatan yang berupa proses

penjabaran dari kebijakan abstrak ke

petunjuk pelaksanaan teknis kepada para

pemangku kepentingan(Uddin B Sore

2017).

Pemangku kepentingan dalam e-

antre ini adalah masyarakat. Selain model

sosialisasi yang tersebut diatas, sosialisasi

model lainnya adalah dengan langsung

memberikan informasi kepada

masyarakat ketika masyarakat datang

langsung ke kantor dinas. Fakta

menunjukkan dari hasil wawancara

penulis dengan informan Nurul Akmal

yang berdomisili di Jaya Baru Kota Banda

Aceh yang mengurus KTP pada tahun

2017, menyatakan sama sekali tidak

mengetahui kalau Disdukcapil sudah

membuat aplikasi e-antre, bahkan

pemberitahuan adanya e-antre setelah

datang langsung untuk mengambil nomor

antrean.

Sama halnya dengan yang dialami

oleh Almira Keumala Ulfa salah satu

informan yang berdomisili di Kuta Raja

Kota Banda Aceh, menyatakan bahwa

sosialisasi elektronik antrean hanya

dilakukan secara langsung pada saat

mengurus KTP. Informan lainnya Julia

Noviani yang berdomisili di Syiah Kuala

kota Banda Aceh, menyatakan hal yang

sama, bahwa belum mengetahui adanya

sosialisasi e-antre yang dilaksanakan

Disdukcapil. Berbeda dengan informan

Page 8: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Muhammad Ihsan

334

Gambar 3. Kegiatan Sosialisasi

Gambar 4. Informasi WA

Taufiqul Hadi yang menyatakan bahwa

sosialisasi dari e-antre disosialisasikan,

akan tetapi model sosialisasinya hanya

melalui website dan standing information

di Disdukcapil.

Beberapa model sosialisasi

kebijakan sudah memanfaatkan ilmu

komunikasi dalam bentuk komunikasi

kebijakan, khususnya pada sosialisasi

kebijakan. Dengan memanfaatkan

komunikasi kebijakan sebagai model

berpikir dari pengembangan kebijakan

publik yang unggul. Komunikasi

kebijakan dapat dibangun melalui media

online yang masih bebas dari intervensi

pasar bahkan negara, berikut salah satu

contoh komunikasi kebijakan melalui

media online yang sudah dibuat.

Keterlibatan dan keaktifan

masyarakat untuk mengakses atau

mengetahui kebijakan adalah dengan cara

sosialisasi dari pembuat kebijakan

(pemerintah). Menurut Iriyana sejauh ini

sosialisasi e-antre sangat masif dilakukan,

apalagi mengingat masa pandemik,

bahkan Disdukcapil menginformasikan

Page 9: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya Dalam Pencegahan Korupsi (Studi Pada DISDUKCAPIL Kota Banda Aceh)

335

melalui whatsapp yang tidak perlu

mengambil nomor antrean. Sosialisasi

melalui media sosial saat ini sebagai salah

satu cara yang dinilai efektif, namun pada

kenyataannya masyarakat masih ada yang

tidak mengetahui, hal ini juga terjadi pada

sosialisasi kebijakan e-antre di

Disdukcapil Kota Banda Aceh.

Hasil wawancara dengan informan

menunjukkan bahwa sosialisasi yang

dilakukan selama ini tidak efektif, bahkan

menurut informan Iriyana, Kabid

Pengelolaan Informasi Administrasi

Kependudukan menyatakan bahwa rata-

rata per hari masyarakat yang

menggunakan elektronik antriantrean

adalah 2%. Ketidaktahuan masyarakat

dan sedikitnya yang mengakses atau

menggunakan antrean secara online,

mengindikasikan adanya faktor internal

dan juga faktor eksternal tidak efektifnya

sosialisasi. Perlu adanya evaluasi terkait

sosialisasi yang dilakukan selama ini

berdasarkan fakta dan data.

C. Relevansi Antara E-Antre pada

Disdukcapil dengan Pencegahan

Korupsi di Kota Banda Aceh

Denmark merupakan Negara best

practice terbaik yang menempati

peringkat pertama pada Elektronik

government Development Index (EGDI)

menurut survey 2018 dengan skor

tertinggi yaitu 0,9150 (Napitupulu et al.,

2020). Bahkan hasil survey Corruption

Perceptions Index (CPI) pada tahun 2019

dari 180 Negara, Denmark menduduki

peringkat pertama dengan skor 87/100

(https://www.transparency.org/en/cpi/2

019, 2019).

Singapura mewakili negara-negara

di Asia yang menduduki peringkat ke 4

dengan skor 85/100. Dalam laporan

Political and Economic Risk Consultancy

(PERC) berdasarkan Perception

Corruption in Asia tahun 2018, Singapura

memperoleh peringkat pertama dengan

skor 1,90, sedangkan Indonesia meraih

skor 7,7, peringkat ke 14 dari 16 Negara

(http://www.asiarisk.com/subscribe/exs

um1.pdf, 2018). Hasil dari laporan PERC,

Indonesia masih sangat riskan dan rawan

korupsi, berbagai faktor yang dapat

menyebabkan korupsi, bahkan faktor

definisi menjadi salah satu penyebab.

Pengertian korupsi menurut World

Bank “an buse of public power for private

gains” suatu penyalahgunaan kekuasaan/

kewenangan untuk kepentingan Pribadi

(Effendy, 2013). Pengertian korupsi

menurut World Bank lazim digunakan,

sebagaimana yang ada dalam Undang-

undang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi menyebutkan bahwa “Setiap

orang yang secara melawan hukum

melakukan perbuatan memperkaya diri

sendiri atau orang lain yang suatu

korporasi yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian

negara, dipidana dengan pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama

20 (dua puluh) tahun dan denda paling

sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Definisi-definisi tersebut

menunjukkan bahwa penyelenggara

negara, pejabat maupun korporasi, sama-

sama memiliki potensi untuk melakukan

korupsi. Oleh karena itu agar

kewenangannya tidak melampaui atau

tidak disalahgunakan, maka perlu

tindakan preventif, baik dalam bentuk

aturan perundang-undangan maupun

sistem yang dibangun untuk tata kelola

yang lebih transparan dan jauh dari

korupsi maupun nepotisme.

Peranan penting pemerintah dan

birokrasi dalam gerakan antikorupsi

memerlukan good government yang

demokratis, kredibel, akuntabel dan

transparan dalam mengelola sektor

publik, oleh karena itu sebagai langkah

Page 10: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Muhammad Ihsan

336

awal yang paling penting adalah untuk

meningkatkan tuntutan reformasi pada

level pemerintahan (Azra, 2002).

Reformasi pada level pemerintah salah

satunya Disdukcapil Kota Banda Aceh

sudah melakukan reformasi birokrasi

diantaranya pengurusan secara online dan

antrean secara online. Menurut Iriyana

antrean online ini merupakan salah satu

cara Disdukcapil untuk mencegah

terjadinya suap dan mencegah dari joki

yang menawarkan jasa untuk mengantre

dan mengurus urusan kependudukan dan

catatatan sipil.

Aturan penggunaan sistem e-

government sebagai bentuk pemanfaatan

teknologi untuk meningkatkan layanan

publik yang efektif, efisien dan

transparansi sudah tertuang dalam

Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003

tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan E-Government. Antrean

dan kepengurusan di Disdukcapil jika

dilakukan secara langsung, maka potensi

korupsi akan terjadi karena ada kontak

langsung yang sangat intens dengan

pengguna jasa layanan. Selaras dengan

yang disampaikan Kabid Administrasi

Disdukcapil Kota Banda Aceh, Endang

Asliana menyatakan, melalui penerapan

secara elektronik dapat mencegah terjadi

maladministrasi seperti kolusi dan

nepotisme, penyalahgunaan wewenang,

permintaan imbalan uang, suap dan

bentuk maladministrasi lainnya (Asliana,

2012).

Anwar Shah menyatakan penerapan

sistem elektronik merupakan pilar dari

pelayanan publik, keterlibatan publik dan

efisiensi internal, hal ini merupakan level

terbaru dalam kualitas pelayanan

administrasi. Pendekatan ini sangat

penting, karena memberikan ruang

transparansi, sesuai dengan aturan dan

prinsip objektivitas dalam

mengembangkan Negara (Shah, 2007).

Pendapat Anwar Shah semakin

menguatkan bahwa semakin

implementasi sistem elektronik, maka

akan terjadi peningkatan level pelayanan

administrasi, selain itu, konsep

transparansi menjadi hal yang utama

dalam e-antre, karena akses keterbukaan

yang diberikan oleh Instansi Disdukcapil.

Transparansi yang dilakukan oleh

Disdukcapil selain melalui antrean

elektronik adalah dengan melakukan

laporan gratifikasi pegawai. Laporan

gratifikasi ini bisa digunakan sebagai

salah satu contoh penerapan nilai

integritas pada instansi pemerintah kota.

Dokumen ini hanya hasil survey tahun

2018, sedangkan hasil survey sebelumnya

dan survey tahun 2019 tidak

dipublikasikan. Pada Gambar 5 tentang

laporan gratifikasi, menunjukkan bahwa

seluruh pegawai atau pejabat yang ada di

Disdukcapil Kota Banda Aceh nihil dari

praktik gratifikasi.

Pengertian gratifikasi dalam

penjelasan pasal 12B ayat 1 Undang-

undang Nomor 20 Tahun 2001,

menyebutkan gratifikasi dalam ayat ini

adalah pemberian dalam arti luas, yakni

meliputi pemberian uang, barang, rabat

(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga,

tiket perjalanan, fasilitas penginapan,

perjalanan wisata, pengobatan cuma-

cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi

tersebut baik yang diterima di dalam

negeri maupun di luar negeri dan yang

dilakukan dengan menggunakan sarana

elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Berdasarkan hasil kajian penulis,

bahwa sistem e-antre berkaitan erat

dengan upaya pencegahan korupsi,

karena meminimalkan suap kepada

pegawai untuk kepengurusan

kependudukan secara cepat. Selain itu

menjadi salah satu cara menghindari jasa

dari joki atau calo. Laporan pada Gambar

5 menjadi salah satu bukti bahwa sistem

antrean elektronik dapat mencegah

terjadinya korupsi.

Page 11: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya Dalam Pencegahan Korupsi (Studi Pada DISDUKCAPIL Kota Banda Aceh)

337

Gambar 5. Laporan Gratifikasi

Page 12: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Muhammad Ihsan

338

Penutup

Implementasi dari sistem e-antre

pada Disdukcapil Kota Banda Aceh

berjalan dengan baik, masyarakat yang

tidak ada waktu untuk mengantre di

kantor bisa langsung mengakses ke

website Disdukcapil bahkan bisa dengan

menggunakan whatsapp. Namun

penerapannya belum optimal, karena

pada sistem tersebut tidak disebutkan

waktu yang diperlukan untuk mengurus

salah satu dokumen kependudukan,

misalnya KTP, untuk waktu tunggunya

mulai proses antrean hingga selesai

dibutuhkan waktu berapa lama. Selain itu

masyarakat masih sangat sedikit yang

mengakses antrean elektronik, untuk

mengoptimalkan e-antre Disdukcapil

perlu membuat waktu menunggu untuk

proses dokumen kependudukan.

Sosialisasi tentang adanya antrean

elektronik dengan berbagai model, antara

lain sosialisasi dengan media sosial (web,

WA, dan instagram), sosialisasi melalui

standing information di kantor, melalui

operator desa dan pemberitahuan secara

langsung oleh petugas saat mengurus

kebutuhan kependudukan, model

sosialisasi tersebut belum sepenuhnya

efektif. Karena dari jumlah penduduk per

hari yang mengurus dokumen, hanya 2%

yang mengantre dengan e-antre,

Disdukcapil perlu mengirim pesan secara

langsung kepada penduduk kota Banda

Aceh baik melalui SMS maupun pesan

WA, bahkan mengirimkan petunjuk teknis

penggunaannya.

E-antre yang digagas oleh

Disdukcapil Kota Banda Aceh dalam

pelayanan publik mempunyai relevansi

dalam upaya pencegahan korupsi, karena

para pegawai maupun pejabatnya tidak

bisa untuk mendahulukan siapapun atau

mempercepat bahkan memperlambat

kepengurusan dokumen kependudukan,

selain itu Disdukcapil sudah membuat

laporan gratifikasi sebagai salah satu

bukti bahwa Disdukcapil bebas dari

pungli.

Referensi

Asliana, E. (2012). Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia. Jurnal Ilmiah ESAI, 6.

Azra, A. (2002). Korupsi dalam perspektif

good governance. Indonesian Journal of Criminology, 2(1), 4218.

Boediono, B. (2003). Pelayanan prima

perpajakan. Rineke Cipta. BPS Kota Banda Aceh. (2020). No Title.

2020. https://bandaacehkota.bps.go.id/

Denhardt, R. B., & Denhardt, J. V. (2000).

The new public service: Serving rather than steering. In Public administration review (Vol. 60, Issue 6). Wiley Online Library.

Diantha, I. M. P. (2017). Metodologi

Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum. Cetakan Kedua. Prenadamedia Gorup. Jakarta.

Dr. Hernimawati, M. S. (2018). Model

Implementasi Kebijakan Penataan Reklame. Jakad Publishing.

Effendy, M. (2013). Korupsi & strategi

nasional: pencegahan serta pemberantasannya. Referensi.

Gobel, E. Z., & Koton, Y. P. (2017).

Pengelolaan Danau Limboto dalam Perspektif Implementasi Kebijakan Publik. Deepublish.

http://www.asiarisk.com/subscribe/exsu

m1.pdf. (2018). No Title. https://www.transparency.org/en/cpi/2

019. (2019). No Title. https://www.transparency.org/en/cpi/2019

Page 13: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya Dalam Pencegahan Korupsi (Studi Pada DISDUKCAPIL Kota Banda Aceh)

339

Ishaq, H., & SH, M. (2017). Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi Tesis Serta Disertasi. Bandung: Alfabeta.

Jonaedi Efendi, S. H. I., Johnny Ibrahim, S.

H., & SE, M. M. (2018). Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris. Prenada Media.

KPK. (2017). Daftar Isi. Poros 14(1).

https://doi.org/10.24912/poros.v14i1.825

Milles, M. B., & Huberman, A. M. (1992).

Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. UIP. Jakarta

Napitupulu, D., Lubis, M. R., Revida, E.,

Putra, S. H., Saputra, S., Negara, E. S., & Simarmata, J. (2020). E-Government: Implementasi, Strategi dan Inovasi. Yayasan Kita Menulis.

Nugroho, R. (2006). Kebijakan publik

untuk negara-negara berkembang. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Ombudsman Aceh. (2020). No Title.

Ombudsman.go.id. https://ombudsman.go.id/perwakilan/news/r/pwk--ombudsman-aceh-terima-132-laporan-maladministrasi

Purba, K. (2020). Kualitas Pelayanan

Administrasi Kependudukan Pada Upt Disdukcapil Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Jurnal Administrasi Publik. https://doi.org/10.31506/jap.v11i1.7127

Samuel, Pufendorf. (1994). The Political

Writings of Samuel Pufendorf. Oxford University Press. Oxford.

Sapru, R. K. (2004). Public policy. Sterling

Publishers PVT. Ltd. Shah, A. (2007). Performance

accountability and combating corruption. The World Bank.

Soekanto, S., & Mamudji, S. (2009). Hukum

Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Cetakan Ke–11. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sore, U. B. (n.d.). Sobirin.(2017).

Kebijakan Publik. CV Sah Media. Makassar.

Suleman, S. (2019). Kualitas Pelayanan E-

KTP Di Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Halmahera Selatan. Jurnal Administrasi Publik, 5(April), 1–13. http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi

Tim Penulis Buku Pendidikan Anti

Korupsi. (2011). Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Bagian Hukum Kepegawaian. Jakarta.

Ulum, M. C. (2018). Public Service:

Tinjauan Teoretis dan Isu-Isu Strategis Pelayanan Publik. Universitas Brawijaya Press.

Page 14: Sistem E-Antre Dalam Pelayanan Publik Serta Relevansinya ...

Muhammad Ihsan

340