SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

18
Sejarah dan Perkembangan Pemikirall Pluralisme Hukum SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN PLURALISME HUKUM DAN KONSEKUENSI METODOLOGISNYA' Sulistyowati Irianto The purpose of this articie is to explain the vision of history and growth of approach which IS dominating the idea of legal anthropology for so long. Because critical idea appearance in legal study of which givi ng honorable place for laws which do 1I0t come from state ", hence first of all, will be explained the legal force which do 1I0t come from state of in a few conflict situations. Second, before elaborating concernillg idea of law pluralism, it is important to tell the collcep' at law il1 the eyes of researcher of legal anthropology. Third will is the core of sollllion at ill this paper, which is hitting 485 histOlY and growth of approach of pluralism of law. Methodologiml problem will be integrated to the consideration concerning theOlY, because every implication of philosophy will be its methodological approach. Kata kunci: Pluralisme Hukum, Antropologi Hukum dan Metodologi J. Pengantar Untuk menggarisbawahi bahwa hukum-hukum yang tidak be rasa I dari negara sangat berperan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. I Di sampaikan da l am pelatihan Pluralisme Hukum. yang di selen ggarakan olch Huma, 30 Agu stu s 2003. Sebelumnya di sampaikan dalam Simpos ium Interna s ional Jurllal An[ropoiogi Indonesia ke -3: "Membangun kembali Indone s ia yang Bhineka TUllggal Ika: Menuju Masyarakat Mutt ikult ural. 16 - 19 Juli 2002 Namar 4 Tahull XXXIII

Transcript of SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

Page 1: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

Sejarah dan Perkembangan Pemikirall Pluralisme Hukum

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN PLURALISME HUKUM DAN KONSEKUENSI

METODOLOGISNYA'

Sulistyowati Irianto

The purpose of this articie is to explain the vision of history and growth of approach which IS dominating the idea of legal anthropology for so long. Because critical idea appearance in legal study of which giving honorable place for laws which do 1I0t come from state ", hence first of all, will be explained the legal force which do 1I0t come from state of in a few conflict situations. Second, before elaborating concernillg idea of law pluralism, it is important to tell the collcep' at law il1 the eyes of researcher of legal anthropology. Third will is the core of sollllion at ill this paper, which is hitting

485

histOlY and growth of approach of pluralism of law. Methodologiml problem will be integrated to the consideration concerning theOlY, because every implication of philosophy will be its methodological approach.

Kata kunci: Pluralisme Hukum, Antropologi Hukum dan Metodologi

J. Pengantar

Untuk menggarisbawahi bahwa hukum-hukum yang tidak be rasa I dari negara sangat berperan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

I Disampaikan da lam pelatihan Pluralisme Hukum. yang dise lenggarakan olch Huma, 28~ 30 Agustus 2003. Sebelumnya disampaikan dalam Simposium Internasional Jurllal An[ropoiogi Indonesia ke-3: "Membangun kembali Indonesia yang Bhineka TUllggal Ika: Menuju Masyarakat Mutt ikultural. 16 - 19 Juli 2002

Namar 4 Tahull XXXIII

Page 2: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

486 Hllkwn dan PembanguJI{ff1

bagian ini akan menunjukkan fenomena terse but dalalll beberapa situasi konflik. Pad a tingkat institusional terdapat berhagai ragalll pranara penyelesaian sengketa di samp1l1g peradilan negara. Sengketa hisa diselesaikan oleh pranara-pranata yang otoritasnya bersumber pad a aliar. agama' . atau pranata sosial lain. Kecuali peradilan agama Islam. eli Indonesia pada umumnya pranara penyelesaian sengketa ridak sceara khusus diciptakan. retapi rerintegrasi dengan pranara lain yang melandasi kegiaran-kegiaran adar arau sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat (komunitas) tertentu. Sebagai comah. sceara tradisianal orang Barak Karo mengenal rUl1ggul1, dan orang Batak Toba mengenalnya sebagai mar/will. yairu Ihe il1slilllliollu/i:ed Iradiliol1 process ol/iJr/llal deliberalio/l (I{/(I decisio/l maki/lg by COIICel1CiIS (Sla~ltS dan Slaats. 1992: I )' . "ranara tersebm bukan hanya merupakan pranata penyelesaian sengketa, (etapi juga digullakan untuk mell111syawarahkan herhagai rerkara yang lebih Illas. y~Lllg

heluIll tentu menimbulkan sengketa. Insrirusi semacam iru juga terliara[ di Toraja. Sulawesi Selatan, dan dinamakan hadal (lhromi, 19S5: 145)

Dalam rangka rerdapatnya herbagai pilihan hukum dan insritusi peradilan. seseorang akall memiliil suatu hukum atau kOlllbinasi lebill clari saru aruran hukum. yang memungkinkall ia mendapatkan akses kepada sumberdaya atau pemenuhan kepentillganllya. Dalam hal illi dapat diacu suatu konsep yang menggambarkall hal tersebut yaitu konsep /imllll

shoppil/g yang mengatakan bahwa: "dispulalUs have a choice 1)('IIt'('ert

Dalall1 k(lIllt:ks tertelllU peradilall agama ( Islam) juga Illerupakan peradilall Ileg;]ra.

Dalalll peraliilan aga1ll:l tersehu( diselesaikan herhagai persoal'llI yang herkaitall deng:ll1 hukulll !..:cllIa!"ga.

II Slaats dan Slaals llIelillar rtlll/.:J.:IfIl. lehih sehag;1I proses daripada sehagai SLJatu illSliwsi. karen" heherapa hal. Pertama. hal yang khih ditt:kankan adalah pros!:s pengalllil ii:ll! kepulusan dalam rtlllggllll. hagailll<lna suaw persnalan mulai dikelllukakall (sec:!!"a dipi01l1:11i s) . dinmsyawarahk'lIl. dan diputuskall. IIasil dari lllusyawarah itu j:]LIIl),: Illcrupakan :-.u.:ttu keputus<ln yang ebplisj[ mengenai suatu persoalall. karena Il1Cll1all~ Ilal yang: Ichill dirasa rcnting adalall hasil 1Il1lsyawarall yang IlICllIll:tsLIIl SL'Ill11a pillak. hllkan h:rlHlIS<ln II1L'llgcllai siapa hena!" dan si;lp;1 salah. Nal1llll1 11H:skipulJ tlemikian lid;11\ ICrllJlllP

kClllUIl~killi.ll1 bahwil hasil l11t1syaw"rah itll tidak lllclighasilkan keputus<ln yallg ita1"l1ltli" . 1\'.II"Cll;1 tli situ ada l11<1salah kekuJsaan. jaringan-jaringan sosial. yang I11cnyehahkan ;ldaJl~ ' a

pih~ll\ yaug mClIgalah karena kllrang mell1i1iki ah:ses kcpada kckll~\Saall dan jaring;ILI ,,\l :-' lai

tersehul. KeJu;'l. istilah insitusi akan I11Cllg;'ICLI rada lI11SUr-Ul1sur tcrtentu. sepcrti :td:lIl\'a SUall1 keplltus;'1l1 yang jd .. IS Jail cksplisit Il1cllgt:nai suatu persoalan yang juga jclas. p:td:tlL:d UIISUf-Ulisur tcrsehw seringkali lid"k Jap"t ditclIlukan U41l,lIIl f"lflIXXI.fIl (,SJ .. laIS dall Sla;Jl~.

1'192)

Oktnher - DeJf!mher 2(XJ3

Page 3: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

Sejarait dan Perkembangall Pemikiran Pluralisme Hllkllm 4X7

differelll institUTiolls alld Ihey base their choice all what Ihey hope Ihe outcomes of the dispute will be, however vague or ill~toullded their expeClalions may be" (K. Benda-Beckmann, 1984: 37). Sebaliknya sebagail11ana para pihak, institusipun (sebenarnya yang lebih tepat hukanlah institusinya, tetapi fllngsionarisnya) mempunyai pilihan llntllk menolak atau menerima suatu perkara berdasarkan kepentingan pol itik. Hal itu tertuang dalal11 konsep shopping forums: " ... there are a/so shopping fOrl/ms engaged iu Irying to acquire and manipulOle <lispll!es from wlzich !hey expect 10 gain political advantage, or to feud litt dispures which Ihey fear will Ihreaten Iheir il1lerest" (K. Benda­Beckmann, 1984: 37). Dalam hal ini mel11ang "Higher COllrls IlIUI'

compete for cases by lIIanipulating procedural and appeal rules iu Ihe sullie IVay as F)II: iuslilUlions do willi foil: 1(/111 rilles" (F. Benda­Beckmann, 1985: 193)

Berbagai hasil penelitian mengenai pilihan orang akan. pranata Ilukum dalal11 rangka sengkera memperlihatkan bahwa orang cenderung menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. Pekerja-pekerja di sllaru rabrik di Chili dalam meneari keadilan lebih memilill cara mediasi melalui lembaga yang disebut the Inspectoral (semacam lel11baga mediasi). pad aha I mereka memiliki Labour Courts (pengadilan buruh)(Ietswaart , 1982: 625-667). Hubungan kontrak antara perusahaan-perusahaan negara di negara sosialis Polandia ditangani secara arbitrasi oleh badan yang disebut Arbitracs (Kurczewski dan Frieske, 1974). Sel11entara itll cara­cara negosiasi lebih disukai dalam transaksi antara perusahaan-perusahaan besar di Al11erika, meskipun mereka secara hukum mengikarkan diri pada kontrak perjanjian yang mengatur secara rinci mengenai apa yang harus dilakukan bila terjadi sengkera (Macaulay, 1963: 55-66). Dalam kaitannya dengan sengketa yang melibatkan orang-orang dari bangsa dan lalar belakang budaya yang berheda, terapi tinggal di wilayah yang sama. di San Diego, Amerika, dikembangkan COlllllllluill' Mediatiou Celller, y;1I1~

keberhasilannya dalam menyelesaikan sengketa rara-rata meneapai 90 'X (Rohrl, 1993: 132).

Sementara itll keadaan di Indonesia sendiri digambarkan o!ell Nancy Tanner yang menulis mengenai Minangkabau:

Most disputes ill Minangkabau, as in mOllY societies, Ollr 011'11

included, are serried Of({ of court by Ihe parties involved or wirh rhe iutormal assiSlallce of (I lIIediator, who in Minangkaball, is lis/wily 1I

Fiend, a kinsman or village leader; or they may be settled by ((

NOllwr 4 Tahun XXXlIl

Page 4: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

488 Huklllll dall Pemballgull{f11

lII11nber ()t nOIl-courr rypes at hearings, sllch as Ihose held ill slimll (Islalllic prayer houses) village, school-halls 1'0', all mosqlle verolldas, in displlled fields, ill village coffee shops. Sitch hearillg are arrellded bv an adlzoc galherillg of imeresled village or hamlel alld adl'isOl), board. Similar bill more formal hearings are also held b~rore kin .tilllcliollaries (Tanner. 1969: 24-25)

Mengenai pilihan orang terhadap pranata hukum dalam penyelesaian sengketa . elinyatakan oleh banyak ahli bahwa pilihan tersehut ternyata tidak "hitam-putih" , melainkan bisa merupakan suatu komb inasi lebih elari satu pranata hukum. bahkan Cecilio et.al mengatakan:

"!felice, il is besl 10 see Ihe .formall legal' {//Id illtomllll/exlro legai modes 1101 as dichotomies bill (IS exlremes at colllilllll/ln. Ther are 1101

allemmive lIIodes Ihm are eXc/lIsive at each OIlier, hilI r{[[lier colllpfemelllarv proces.\·es. SOll/ewhere between Ihese 111'0 extrellles lies Ihe merger of law ([lid lraditioll, al 1II0sl, or Ihe recogllilioll o{ Imdilioll Ihrvllgh lalv, ([Ilhe very least" (Cecilia, et.al. 1988:3)

Dengan demikian hal yang lebih penting adalah melihat proses bagaill1ana pranata-pranata hukum itu bergerak elalall1 suatu kontinum berdasarkan konteks-konteks tertentu, kapan seseorang berada di suatu ujung kominum tersebut dan kapan ia berada di ujung yang lain.

Dalam perkembangan pell1ikiran pluralisme hukum yang terakhir. terdapat penjelasan yang lebih gall1blang mengenal konfigurasi keberagaman pilihan hukum ini. Hal itu akan saya jelaskan dalam bagian pluralisme hukum eli bawah ini. Sementara itu wacana penclekalan metodologis yang menyertai tema-tema sengketa berkaitan elengan pilihan hukum seseorang. clapat dibaca elalam S. lrianto (2000: 65 - 67)

4 Schagai Sl.:or'lIlg s;ujana hukultl. Cecilio IlIcnggunakali iSlilah funnal /kgal dan inforll1;l1 /

extra kgal. Dalant p:IIH.langi.mnya hukull1 alau prosedur yang herasal dari neg'lra adal;dl yang hcrsifat formal d;.m kga1. Nalllull dal'lIll p;llllbngan ClllIropoiogi hukUlll. iSlil,lh -iSlilClh lcrschu! IIIcllimhulkall pertallY,Jan : formal atau informal IllCnUnH siapa. schah ;IP;I y;.mg dikilti.lkan infonll.iI ;.H;W extra leg;'11 oleh nega!"a. d;dam kcnYill;'li.lIl1lya hi sa l1lenjaJi fornll.tI dan leg;11 hagi prallata hukul1I yang lain.

OklOber - Desemher 2003

Page 5: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

Sejar,," dall Perkemballgm, Pemikirall Pluralisme Huklllll 4XlJ

II. Kousep Hukum dalam wacaua antl"opologi hukum

Terdapar begitu banyak pengerrian hukum. namun penjelasan mengenai pcngerrian tersebut akan dikemukakan berdasarkan pengert ian yang dikemukakan oleh tiga paradigma. yaitu rule cel1rered paradigm, pendekatan kritik dan penclekatan proscsual. karena ketiga paraJigllla itulah yang pa ling banyak lllengkaji masalah sengketa atau kontlik.

Dalam ra ngka kaj ian terhadap hukum. beberapa aliran pemikiran digolongkan ke dalam mie-celllered paradigm oleh COlllaroff dan Roberts ( 1981) . Pada umumnya para ahli dalam paradigma tersebut menggunakan konsep-konsep dan kategori-kategori yang dikenal dalam sistem hukum Anglo-Amerika untuk mempelajari sistem hukum dalam kebudayaan yang lain . Kegiatan studi perbandingan yang mereka lakukan adalah bertujuan untuk meneari persamaan dan perbedaan yang ada di antara sistem-sisrcm hukllm yang herlainan tersebut. Dalam hal ini konsep hukum yang dikenal dalam kebudayaannya sendiri (BanH) sdalu dikaitkan dengan s{)VereigllifY, rilles, collrrs dan enforcement agencies. Pad a prinsipnya hukum dipandang sebagai eara untuk meningkatkan integrasi sosial, dan merupakan akumulasi at au abstraksi dari norma-norma dan kebiasaan-kebiasaan yang dianut sebagai pedoman berperilaku.

Sebagai contoh, Radcliffe-Brown yang dalam antropo!ogi paua umumnya dikenal beraliran Struktural Fungsianalisme. mengartikan hukum sebagai social control through the systemic application of the force ot politically organized society. Evans-Pritchard mengidentikkan hukum dengan situasi di mana di dalamnya terdapat authority lVith pOIVer to adjudicOie alld enforce a verdict (Camaro!"!" dan Roberts. 1981: (,). Kemudian Pospisil mengatakan bahwa hukum seharusnya dilihat schagai prillciples extracted from legal decisioll, dan kepurusan tersebut haruslah yang memenuhi empat atribut: allthority, imemioll o( /lIIiFer.wl application, obligatio dan sanCTion ( Pospisil. 1971: 39-96). Seorang ahli antropologi hukum Amerika Adamson Hoebel memunculkan uefinisi kerja mengenai hukum sebagai a social norms is legal it its lIeglect or in(ractian is regularly met, ill threat or ill facr, by Ihe applicalioll ot pl7ysical.!orce by an individual or grollp posessillg the socially recoglli~ed priviledge of" so actillg (Hoebel. 1983: 28. cetakan perlama tahun 1954). Karena definisi yang dikemukakan diturunkan dari teori hukum Barat. yang menghubungkan hukum dengan pengendalian sasial yang otoritatif. maka muncul permasalahan yaitu, sulit untuk menerapkan begitu saj"

Nomor 4 Tahun XXXIII

Page 6: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

490 HukulIl dOll Pemballgllll1l1l

detlnisi-definisi tersebut ke dalam masyarakat lain. Bahkan beberapa masyarakat lain yang tidak memiliki kategori-kategori seperti yang climiliki hukum Barat. dan mereka namakan sebagai slaleless .wcietl· "tau arcltaic socierv. dipandang tidak memiliki hukum. Ketertiban yang hcrlangsung dalam masyarakat itu terjaga hukan herkat adanya 11lIkulll melainkan adanya (1IlIomatic .IJ}(II/taneous submission f() frat/ilion (Radcliffe-Brown. 1'186: 212-219. cctabn pcrtama 1'152).

Scmentara itu dalam pandangan paradigma Ilukum kritikal. Ilukum lidak dipanclang sehaga i nelral. letapi merupakan "sesuam" ):Ii;~

diciprakan oleh suatu hadan hukum dengan lUjuan Illemberi kelllHlIll~~1I1

kepada seke lumpok orang di atas kcrugian seke lumpok orang yang lain (Starr dan Colli er. I'IX5: 3). Berheda dengan panclangan bum fungsionaiis. yang: Illcmandang hUKUIll sehagai alal umuk meningkalkan imegrasi soSi~1 1. pendekalan kritik memanLiang hukum sehagai cara ulltuk mendefinisikan dan menegakkan tata tertib yang menguntungkan kelOillpok tcrtentu di alaS pengorbanan kelompok lain (Wallace dan Wolf. 1980: lJ'I). Hukum tidak dipandang sebagai norma yang herasal dari konsensus sosial. tetapi ditentukan dan dijalankall oleh kekuasaan. dan substansi hukum dijelaskan dari kacamata kepentingan mereka yang sangat berkuasa. dcngan cara membangun Fllse consciollsness (Wallace dan Wolf. 1980: 123) .

Pendekatan ketiga yang pengertian hukumnya akan dikemukaLlIl adalah pendekatan prosesual. Pada prinsipnya hukum dipandang sehagai hag ian kehudayaan. yang memberi pedoman hagi warga masyarakat mengenal apa yang boleh dan apa yang tidak (nonnatif). dan dalalll hal apa (kogn itif) (F. Benda-Beckmann. 19X6: 96). Oleh karena IlUklllll ada lah bagian dari kebudayaan. maka kOllsepsi Ilonnatif dan kognitif lerschut bisa berheda-beda di setiap kebudayaan. dan hisa beruhah di sepanjang \vaktll. Dalam pcmikiran prosesual. hukull1 t1ipandang scha~ai geja la sosial alaU proses sus ial. artinya. Ilukulll sclalu berada dalam pergerakan (dinalllika). karena Jirersersikan. diheri lIlakna dan kCleg"r! sccara heragam dan bcrubah scpalljang wakttl. PCllgcnian IIH:lIgCII~11

hukulll yang delllikianiah yang sebenamya menjadi acuan dalam pendili:1Il ini.

HI. Plunliisme Hukum

Bila pad a pertengahan ahad ke-19 keanekaragarnan sistem Illlhllm yang dianut oleh lIlasyarakat di berbagai helallan dunia ini Jitanggapi

OklOber - neselll/Jer 2()()3

Page 7: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

Sejarah dnn Perkemballgan Pemikiran Pluralisme Huku11l 4')1

sebagai gejala evolusi hukulll. Illaka pad a abad ke-20 keanekaragaman tersebut uilanggapi sebagai gejala pluralisllle hukulll. Kebutuhan u11luk Illenjelaskan gejala Ill' Illuncul terulallla kelika banyak negara memerdekakall diri dari penjajahall . dan Illellinggalkan sistelll hukum [ropa di negara-negara lersebut.

Sampai saat ini sudah banyak kOllsep dan atribut Illeng:enai pluralisme hukum yang diajukan oleh para ahli. Para legal piumiisl pada masa pennulaan (1970 an) Illengajukan konsep pluralisme hukum yang Illeskipun agak bervariasi. namun pada uasarnya mengacu pad" adanya lebih dari saW sistem hukulll yang sccara bersama-sam3 berada dalam lapangan sosial yang sama. seperti yang dikemukakan oleh Sally Engle Merry. rlurali smc hukulll adalah "is gellerallr de/ill ed as II siflloliall ill 1I·'ilie/J 111 '0 or IIwre legal srSlelilS conisl ill I/Je sallie social field .. (Merry. 1988: 870) . Pada kesempatan ini juga akan diajukan konsep klasik dari Grifiths . yang mengacu pada adanya lebih dari satu lalanan hukulll dalam suatll arena sosial. "By <legal pluralism' I meall Ihe preselIce iII a social field of' lIIore I/Jall olle legal order" (Griffiths. 1986: I) . Dalalll arena pluralisme hukum iru terdapat hukulll negara di satu sisi. dan di sisi lain adalah hukum rakyat yang pad a prinsipnya tidak berasal dari negara. yang: terdiri dari tlUkum ad at. agama, kebiasaan-kebiasaan atau konvensi­konvensi sosial lain yang dipalldang sebagai hukum. Nanlllll dalam era glohalisasi sepeni sekarang. perlu diperhitungkan hadirnya hukum inrernasional dalam arena pluralisme hukum. Dalam kenyataan empirik. khususnya ualam bidang perekonomian dan bidang hak asasi manusia. kehadiran hukum imemasional terlihat sekali pengaruhnya.

Pandangan pluralisme hukum dapal menjelaskan bagaimanakah hllkulll ya ng beranckaragam secara hersama-sama mengatur suaw perka r<.t . Bagi kebanya kan sarjana hukum. kenyataan auanya si slem hukum I"in Ji samring hllkum negara masih sll iit dilerima. Padahal dalam kel1\·,ltaan schari-hari lidak dapal dipungkiri terdapal sistem-sislelll hllkulll la lll el i Illar hllkum negara (Sf(II(, lali ·). Melalui . pandangan pluralisme hllkum. dapal di,"nali hagaimanakah semua sistelll hukulll lersebut "herorer,,,," hersam,,-sallla dalam kehidupan sehari-hari. artinya. dalam konreks al'a orang Illemilih (kotllhinasi) alUran huklllll rertentu. dan dalam konteks ~lpa ia memilih "turan uan sistelll peradilan yang lain.

Selanjutnya Griffiths Illembedakan adanya dlla Illacam plur,tlisme hukulll yaitu: It'eak legal pluralism dan sirang legal pluralism. Menurut Griffiths pluralisllle hukum yang lemah itu adalah bentuk lain dari

Nfl/llor 4 1-'i/1//II XXXI/l "

Page 8: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

4')2 Huklll1l dan Pel1lhangunall

scntralisme hukum karena meskipull mengakui adanya pluralismc hllkum. tctapi hukum llegara tetap dipalldang sebagai superior. sementara hukum· hllkum yang lain disatukan dalam hierarki di hawah hukum negara. Contoh dari pandangall pluralisme hukum yang Icmah adalah konsep yang diajukan oleh Hooker: "The lam legal piliralism reters to the sitlla/ioll ill which 111'0 or more lallls il1leracr" (Hooker , 11)75: 3). Meskipun mengakui adanya kcanckaragamall sistem hukum. tetapi ia masih lllcnekClilKan aclanya pertentangan antara apa yang disebut sebagai lIlunicipal lu\j' sehagai sistem yang dominan (hukum negara), uengan servielll lall ' yallg menurutnya inferior seperti kebiasaan dan hukum agama.

SClllentara itu kOllsep pluralisme hukum yang kuat. yang menu rut Griffiths merupakan produk dari para ilmuwan sosial. adalah pengalllatan ilmiah lllcngcnai fakta adanya kenlaJemukan taranan hukulll yang ter<l apat di semua (kclompok) Illasyarakat. Selllua sis telll hukum yang ada dipandang sama kedudukannya dalam Illasyarakat, tidak terdapat hierarki ya ng menunjukkan sistem hukum yang satu lebih tinggi dari yang lain. Griffiths sendiri lllemasukkan pandangan beberapa ahli ke Jalam pluralisme hukum yang kuat antara lain adalah, teori livillg h{\l' dari Eugene Ehrlic h. yaitu aturan·aturan hukulll yang hidup dari tatanan normatif. yang dikontraskan dengan hukum negara.

Ollir Il'e IIIUSI bear ill lIIilld rhar wllat has been said abour rhe rille or colldl/O IIl1rsl 11m he al'l'lied 10 Ihe 110rlll for decisioll: .for COII/'I" lIIar at allr lillie draw.liJrlil a legal proposirioll which has bem sllllll/Jerillg fin' ('emllries IIl1d lIIake ir Ihe /Jasis or their decisiolls ... The l1()rll1S

opera/I! throllgh the soc;o/ force IIJhich recognition hy a social (Issociorioll imparts to them. !lor through recognition by rhe illdil'idllal II/('III/Jers of'the associatiol/ (Ehrlich dalam Tamanaha. 1993: 31 1

Dalam hal ini sebenarnya Ehrlich tidak hanya menunjukkan hahwa ada jurang di antara law 01/ the boaJ.:s dan aturan·aturan dalam kehidupan sosial. tetapi juga hahwa keduanya merupakan kategori yang bcrbeda secara hakiki (Tamanaha, 1993: 31).

Pandangan lain yang dikategorikan sebagai pluralisme hukulll yang kuat menu rut Griffiths adalah teori dari Sally Falk Moore mengenai pClllbenrukan aturan dengan disertai kekuatan pemaksa di dalam kelolllpok·kelol1lpok sosial yang diberi label the sell1i·auroll0ll10llS social field. Dalalll hal ini Griffiths l1lengadopsi pengertian pluralisl1le hukul1l

Okrober - Deselllber 2()()3

Page 9: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

Sl!jarali dOli Perkelllballgm/ P(!lJlikiran PIllra/isme Hukwll

clari Moore: "Legal plur(flism refers {() rhe I/orllf(friv(! heterogelJeiry

(l{lendolll UpOIl lhe PiC{ llwl sucial OCiioll O"\'{IVS rakes place ill a COlllnl uf IIIIIlliple, overlappillg 'sellli-(IIilUIIOllIOIIS social field" Semenrara iru pengenian ilukulll dari Moore ya ng juga uikutipnya aualail: .. LOIi' is Iiii'

.Ie1f~reglll(l{ioll of a 'sellli-alllOIlOIllOllS social pelt! " (Tamanaha. 1993: 24-2~ ) Meskipun masih sering menjadi aCuan. pandangan legul plfluflisf

permulaan ItU kcmudian mendapal kritik terUIama clari sarjam hllkllm konvensional (Tamanaha. 1993, Kleinhans dan MacDonald. 1997). Menurul T,"nanaila sehena rnya konsep pluralisme hukum bukanlail hal yang haru, karena Ehrlich telah lllel1lbicarakan hal ya ng sallla lehill darl SO tahun yang lalu, ketika ia berbicara lllengenai kOllsep !il'jug Iml" 1!1l.

Dalam salah saru kririknya terhadap pandangan riliralisme hllkulll. Tamanaha yang lehill sllka menggunakan is[iiah .. rille sysrelll" ullIuk menggamikan is[ilah "legal" ualam "legal pluralism ", mengatakan h<lll\va randangan kaum legal pluralisl cenderung menonjolkan aclanya k(lnlr,,, antara hukull1 negara dan hukllm rakyal (1993 : 31). Sehaliknya, menurul kaum legal pillralisl, jllstrll sebagian kalangan sarjana hukull1 sendiri ya ng ll1engatakan bahwa karakteristik yang paling ulama dari fiJlk law' adalah. ia tidak diturunkan dari negara (Woodman, 1993: 2).

Kemudian be rkembang konsep pluralisme hukum yang tidak lagl

menonjolkan dikotomi antara sistem hukum negara di salll sisi dan siSlcll1 hukum rakyal di sisi yang lain. Pada whap ini konsep pluralisme hukuIll lebih menekankan pada "0 variety of illleraCiing, Clllllpeling lIo/'lll(J{i,'e orders -each IIlIIlllaliv illfillencing llie elllergence olld "permion o( ellcli Olher's rilles, processes and illSlillllions" (Kleinhans dan MacDonald. 1997: 31). Franz von Benda-Beckmann adalah salah satu ahli yang dapat digolol1gkan ke dalam rahap perkemhang.an ini. Ia mcngatakan hahw<I tidak cukup untuk se kedar menunjukkan bahwa di lapangan sosial lenenlu terdapat keanekaragarnan ilukull1, namun yang lebih penting adalah apakah yang terkandung dalam keanekaragaman hukum tersebut. bagaimanakah sistem-sistem hukllll1 tersebut saling herinteraksi (mempengaruhi) saW

-' lsitlall It)!k !{I11' dalillll bahasa Illggris sering juga uikenal t.iellgan herhagai Ilallla lain seperti: "illfentalLy-gt'lIemfed rq~{f!(ffi()1/ (~t sellli-lIl/fo/W!!/OIlS sochlf .!ield.,·"; ""("/fS(Oll/arr

!all"', ··!iI·illJ.: law" ""osifire morality", '"informal fmv'"; '//oJ/-state 1(111"'; illdiMel/OIlS {(/I\'"

people's law": "autogenous reKII/ation"; "prim'e K0l'erlllflent"; "prim/e justice" (Gordon Woodl1lan, HislOrical Development. hahan maleri POS( Congress Course ""Folk Law Today alltl TOlllOrrow·'. WellinglonlJniversily, 1993: 1·2)

Nomor 4 Tall/III XXXIJI

Page 10: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

4')4 Hukllm dall Pelll/)(lIlgllll{llf

sama lain, dan bagaimanakah keberadaan dari sislem-sislem hukum yang beragam iru secara hersama-sama dalam sualll lapangan kajian rertelltu IF. Benda-Beckmann. 1990:2). Pemikiran di alas seka ligus juga menunjuk~all segi-segi metodologis, yailU cara hagaimana melakukan kaj ian Icrhadap keberagaman system hukum dalam sualu lapangan kajian tertemu.

Pada tahar perkembangan ini (akhir 199()-an) terdapar variasi pandangan, yang ditunjukkan oleh adanya konsep pluralisme hukum yang ridak didasarkan pad a lIIapping yang kita louat sendiri, rerap i melihanwa pada lalaran individu yang menjadi subyek dari pluralisme hukulll Icrselour. Liharlah bagaimana Gordon Woodman mengajukan konsepnya:

Legal pluralism il/ gel/eral ilia), be detilled as rile ,Hare or attairs ill 1t'lIicll a C(l{egon' of social relariolls is wirllin rile fields o{ operarioll or III'() or more bodies (4" lego! 110rms. Alternatively. (r if is I';('\\'cd lIof

./;-()11/ a/Jove ill rfte process of II/opping fhe legal 1f1l;lIerse Inlf r(/fl!er Jimll rile perspecrive or rhe illdividual sub,ecr o{lalV, legal plurolisllI III(/Y he said /0 exisf whenever a person is subjecr /0 !IIore Ihall 01/(:'

hody Ot/OIV (Woodman dalam Kleinhans dan MacDonald, 1997: 31)

Pandangan Woodman di aras masih masih terap sam a sampai saal sekarang. Hal ini rerlihal dari makalahnya dalam Kongres Imernasioml ke-13. Pluralisme Hukum di Chiang Mai (Woodman, 2002)

Menurur hemal saya, munculnya pcndekalan yang lidak menciasark:in diri semara pada lIIappillR ot rhe legal IIlIil'('I'se. merupakan masukan yan~ cukup herarti dalam rangka mencari pendekatan yang dapar menyederhanakan geja la hukum yang rumil dalam masyarakal. Li hallah loahwa plura lismc hllkum juga rerdapal dalam sislcm hukum rakyar (/(}Ik lall'). sepeni ilukulll agama. adat. dan kehiasaan-kebiasaan lain yang saling ··hersaing·' . Semenrara iru sisrem hukum negara juga plural sifalnya. Pluralismc dal,"n hukulll Ilegara tidak saja herasal dari pembagian jurisdiksi normarif :-:eca ra formal scperti pengaluran paua badan-hadan ~orp()rasi. Iemhagal-Iembaga polilik. hadan-badan ekonomi. dan badan-badan adminisrrasi yang he rada da lam sam sisrcm, letapi juga dalam banyak sitllasi dapal dijumpai adan\'a choice (ItlalV, hahkan cOlltlicr or lall'. Pada prinsipnya s{(lre lall' ir.lett' rrpicallr cOlilprises IIIlIlriple hodies o{ law, Iviril lIIulriple illsrirllfiOilil1 rel/eeriolls alld IIIlIlriple SOllrces otiegirililacy (Kleinhans dan MacD<lnald. 1997: 32).

Ok:o/J( r De.\"i.'!IIi)l!}" 2003

Page 11: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

Sejarah dan Perkelllbangm.l Pemikirnn Pluralisme Hukul1I

Mengarahkan perhatian pada . lalaranindividu, seperli yang disarankan oleh Woodman. nampaknya perlu mendapal perharian dalam rangka mengkaji masalah pluralisme hukum. Eksislensi dari pluralisme hukum akan nampak jika kila melihalilya dari perspeklif individual yang menjadi subyek hukum. Dengan kata lain. pluralisme hukum baru dikarakan ada bila lerdapar seseorang yang menjadi subyek lebih dari saW sislem hukum. Contoh yang paling nyata dalam hal ini adalah kerika seseorang menghadapi suatu sengkera. la akan berhadapan dengan berbagai pilihan hukum dan inslirusi peradilan. Namun persoalannya adalah, herbicara mengenai hukum tidak dapat dalam tataran il1l1ividu. 01eh karena itu pembahasan akan dilanjutkan dengan perilaku-perilaku hukum para individu yang pada gilirannya akan ikut menentukan perkemhangan kelompoknya, dan akhirnya juga masyarakatnya. Dengan demikian terjadi hubungan dua arah antara individu dan kebudayaannya . Suaru diskusi ihnilah mengenal konsep · kebudayaan baru-baru Inl mengemukakan adanya pergeseran dari kebudayaan sebagai sisrelll yang membentuk kelakuan dan pikiran manusia, menjadi kebudayaan sebagai . sisrem yang turur dibentuk oleh kelakukan dan pikiran manusia (Wacana Antropologi. 1998: 13).

IV. Pluralisme Hukmn Bam

Pemikiran pluralisme hukum terakhir. menunjukkan adanya perke1l1bangan baru. yaitu 1l1e1l1beri perhatian kepada terjadinya saling kelergantungan atau saling pengaruh (interdependensi. interfaces) antara herbagai sistem hukum. Interdependensi yang dimaksud terutama adalah antara hukum internasional. nasionai. dan hukum lokal. Kajian-kajian yang berkembang dalam antropologi hukum haru mulai melihar bagaimanakah kebijakan dan kesepakatan-kesepakatan internasional memberi pengaruh atau bersinggungan dengan sistem hukum dan kebijakan di tingkar nasional. dan selanjutnya memberi imbas kepada sysrem hukum dan kebijakan di tingkat local.

Karena kondisi interdependensi antara berbagai sistem hukum dari level-level yang berbeda iru. rimbulah kesadaran ballWa konsep pluralisme hukum kehilangan presisi dalam memberikan karakrer yang sisreillik . Karena sulitnya meruilluskan definisi pluralisme hukum yang sesuai dengan kondisi saar ini, tidak mengherankan jika kemudian beberapa ahli

Nomor 4 Tahull XXXI/l

Page 12: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

496 HukulIl dan PemhllllglllufI/

mengatakan bahwa pluralisme hukum itu bukan teori. dan hanya Illerupakan sensitizing COI/cept (K dan F Benda-Beckmann. 2(02). Sebelum meneruskan perbincangan ini , saya akan meng ingarkan kembali mengenai konsepsi hukum yang banyak disepakati di ka langan antropolog hukulll. ya itu hu kum adalah proposisi yang mengandung konsepsi normative dan konsepsi kognitif (F. Benda-Beckmann. 1986).

Dua belas rahun kemudian. kOllsepsi ini digunakan kembali UllIuk menguraikan kerumitan dalam Illenjelaskan pluralisme hukum . Hukull1 dipandang terdiri atas komponen-komponen. bagian-bagian atau elllsrer (K. Benda-Beckmann. 2002). Hendaknya melihat bahwa cluster. komponen atau bagian-bagian dad hnknm inilah yang saling bel'pengaruh, dan berinteraksi membentuk konfigllrasi pluralismc hukmll. Selanjumya say a akan kembali pad a kerumitan pembahasan mengenal pluralisme hukum dengan mengacu pada uralan ya ng dikelllukakan oleh Keebet von Benda-Beckmann (2002).

Kerumitan itu disebabkan oleh tilkta menge nai hanyaknya konstelasi plralisme huku lll yang dic irikan oleh besarnya keragaman dalam karakrer sistelllik Illasing-masing clusrer. Seperti ya ng dikarakan oleh Keebet "III foCi . lIIallY cOlisrellarioll sol legal pluralislII are clw/'{/creri:ed by gre{/{ diversirv ill rhe sysrell/ic characrer ol each ol irs colllpollems " (K . Benda-Beckmann. 2002: I) Konteks hukumnya mungkin jelas (hukum negara atau hukum adar). tetapi keberadaan sysrem hukum ,eea ra bersama-sama itu menunjukkan adanya sa ling difusi. kompetis i. dan le11lU saja perubahan sepanjang waktu .

Saling difusi. dan kompelis i. dan perubahan sehagai konsek uensinya ini sa ngatlah bervariasi. tergantung pada konleks geograti dan ruang lingkup subsransi hukum apa . Mereka beragam dalam hal institusi dan jenis-jenis aktor yang terlibat. dan mereka berbeda dalam kekualan nya dalam sal ing pengaruh ilU. Clllsrer arau bagian-bagian da ri s istem-sistem hukum itu sa ling berkaitan. menjadi saling bersemuhan. lebur, memberi respons saru sama lain. dan berkombinasi sepanjang waktu .

Apa akibatnya? Sebelumnya . orang dapat dengan jelas mendefinisikan hukum (yang rerdiri dari komponen alau cluster). sebagai hukum adal. hukum agama, atau hukum negara . Pada tahun 1950 -all atau I 960-an, menu rut Keebet, banyak usaha-usaha untuk menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan lokal juga darat dipandang sebagai hukum . Meskipun dasar legitimasinya berbeda dari hukum negara. tetapi tidak ada perbedaan yang mendasar antara hukurn negara dan hukum rakyat. Pada

Oktoher - Desl'lIliJer 2003

Page 13: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

Scjorah dOli Pcrkembal1gal1 PelllikiraJl Plilrolisllu! Hllklllll 4'17

tdhu n ! 'J7R Holleman mengatakan hahwa di wilayah urban di neg~lra­

lIcgara herkemhang, herkemhang hemuk-benruk hukum barll yang tidak dapat diberi label sehagai hukum negara, hukul11 adm, atau hukum agallla. schingga disehut sebagai hyhrid loll', dan banyak pengarang l;lin

lllellyehumya /(If/willed lu w. Dengan demikian argumen yang mengatakan bahwa lap~lllgan

pluralisme hukum terdiri dari system-s istem hukum yang dapat dihedakan batasnya, tidak laku lagi. Tedalu banyak fragmentasi, overlap dan ketidakjelasan. Batas antara hukum ya ng satu dan yang lain menjadi kabur. dan hal ini merupakan proses yang dinamis (K.Benda-Beckmann, 20(2)

V, Catatan penting dalam perkembangan metodologi terakhir

13erikut ini akan disampaikan ca[atan penting ya ng hanls diberik~l ll

sehubungan dengan perkembangan terakhir pemikiran pluralisme hukulll. Sangatlah signifikan untuk menunjukkan hllbllngall antara peristiw<I pada skala yang lebih luas (makra) dengan peristiwa pada tingkat lokal (mikro), hubungan antara negara dengan individu sepeni yang dikemukakan oleh Sally Falk Moore . " ... Iillks local alld larg e-scale lIIallers, rhe indiridlwl and Ihe Slale, hillls 01 Ihe wide lIe""orks IIlId persislelll odv(lnlage or 1/11

eiile, alld Ihe ililporlance or Ihe dirisioll or knowledge (Moore. 1<)94: 370). Dalam hal ini ada lah, hagaimanakah per istiwa sosial, politik dan hukum pada tingkat makro (nas ional). termasuk yang dituangkan melalui kebijakan negara. berdampak pada masyaraka t lokal

8erhicara mengenai hubungan antara peristiwa raua skala IU:ls (nasional) dengan peristiwa pad a tingkat mikro (Ioka l) , adalah beri<aitan dengan keberadaan suatll masyarakat yang dipandang tersusun atas herhagai semi-Of/IOIIOIilOf/S social field (SASF)". Bagaimanakah atur:1I1-aturan atau kebijakan yang berasal dari negara (khususnya daiam hidallg pengaturan masalah sumberdaya) herdampak pad a SASF-SASF masyarakat sekitarnya . Dalam hal ini dapat dijelaskan bagaimanakah individu menanggapi perist iwa hukum pad a tingkat nasional. imernasional. dan berdasarkan pengalamannya atau apa yang diketahuinya mengenai

h Dapa( dih,H:a tlalam S. iri;lIlto ( 2000: 47 - SO)

NOli/or 4 Tail,," XXXIII

Page 14: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

498 J-/ukulIl dall Pem!;allglilllfl1

bidang hukum pada tingkat yang ll1akro itu. apakah yang ia lakubn. ketika ia sendiri berhadapan dengan masalah hukum.

Oi samping itu. peristiwa tertentu yang terjadi pada wakru tertemu dapat dihubungkan dengan peristiwa lain yang terjadi pada \Vaktu yang lain. dan dapat dipandang sebaga i suatu rangkaian (Moore. 1994: 3(4)

II has been reliably rel'0rled recellfly Ihal hislOIY and elhnograplir liave often beell seell bedded IORelher ill Ihe sallie lexl. Thlll collplillg alld cOlllplementOlY ot IWO distillct forllls of knowledge has eIIlil'ellcd and enriched both (Moore . 1994: 326)

Moore menjelaskan perlunya memberi perhatian kepada proses sejarah yang muneul beberapa dekade yang terkait dengan penelitian arsip . Penelitian lapangan juga merupakan pengalaman sejarah masa kini. sejarah yang sedang dalam proses pembuatan. Oalam hal ini hendaknya dijelaskan mengenai kasus-kasus yang berkaitan dengan konllik mengcnai sumberdaya yang pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya. misalnva. yang terekam dalam arsip. khususnya vonis-vonis pengadilan. kell1udian menghubungkannnya dengan kasus-kasus kontlik yang teljadi pad a masa sekarang. Oari rangkaian kasus-kasus tersebut. dapat dilihat hagail11ana perkembangan kedudukan hukum yang mengatur mengenai pengelolaan sUl11berdaya tersebut.

Dalam rangka mengkaji rangkaian peristiwa herdasarkan hubungan makro (negara) dan mikro (individu) dan hubungan antar \Vaktli di atas, sengketa mau kontlik dipandang sebagai kejadian yang biasa dalall1 kehiclupan sosial sehar i-hari. blikan sebagai suatu peny impangan. kebelulan. alali kondisi yang tidak normal (van Vel zen. 1967: 12<)- 149 ). Oleh karena itu untuk dapat menjelaskannya harus dilakukan clengan cara mcngungkapkan konteks dari proses-proses sosial yang dip"rluas «'.rlelldcd sociol processes, e,rlended case lIIetiJod) eli seputar lerjadinya slialU sengketa. Hal tersebut membutuhkan deskripsi mengenai konteks sosial yang total (Comaroff dan Roberts. 1981: 13-14. van Velzen. 1%7: 129-149).

VI. Kesimpulan

l3ila mengall1ati perkel11bangan pemikiran terakhir pluralismc hukum. ll1aka hcndaknya kita lebih berhati-hati untuk

\\.'aca na

llH':llarik

OkloiJer - Deselllher 2(}{)3

Page 15: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

Sejllroll dall Perkembllllgllll Pemikirall Pluralisme Hukul11

garis secara amat tegas antara hukum negara dan hukum yang tidak berasal dari negara. Dalam kenyataan beroperasinya berbagai system hukum secara bersama-sama, sistel11-sistem hukum itu sa l in)! berkompetisi. dan sekaligus saling menyesuaikan dan mengadopsi . Hal itu sangat kelihatan dari bagaimana hukum internasional bahkan memberi dampak sampai kepada masyarakat local. Bagaimana hukum internasional memberi dampak kepada hukum nasional. atau hukum nasional memheri dampak kepada hukum lokal. Keterkaitan antara system hukum pada tingakt makro dan mikro (internasional, nasional dan local) harlls dapa! ditelusuri. Demikian pula hubungan antara system hukum yang pernah berlaku pada kurun waktu tertentu dan memberi dampak kepada apa yang berlangsung pada saat ini. juga harus dapat dilihat sebagai sliatu rangkaian.

Daftar Pustaka

Benda-Beckmann. Franz von, Some Comparative General izations ahou! the Differential Use of State and Folk Institutions of Dispu!e Sett lement dalam . Antony Alia! dan Gordon Woodman (eds). f'mple's Law alld SIGle LalV. The Bel/agio Papers. Dordrecht: Foris Publications. hal 187 - 206.

19116. Anthropology and Comparati ve Law. dalam K Benda­Beckmann dan F.Strijbosch (ed). Alllhropology of Law ill rhe Nelilerlallds, Dordrecht: Foris Publications. hal 90-109.

Changing Legal Pluralism in Indonesia. VI th International Symposium Commission on Folk Law and Legal Pluralism. Ottawa.

Benda-Beckmann. Keebet von. 1986. Tite Brokell Slainvays 10 COllsellslls. ViI/age ill.Hice alld S{(Ile Corms ill Millallgkab{{{l. Dordrecht: Fnris Publications.

I (j8ti. Evidellce alld Legal Reasollillg ill MirulIIgkaiJall, oalam K.Benda- Beckmann dan F.Strijbosch. AIlli1ropo/rig.l' of'L{Jl1' ill lite NeliJerial1ds, Dordrecht: Foris Publications. hal 132-174.

NOlllor 4 Tallllll XXXIII

Page 16: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

50n flllkulJI dall Pem/JtIIl.'.!.I(!l{1I1

2002. The Context or Law. xii i th international Congress or the Commiss ion on Folk Law and Legal Pluralism: Legal Plural ism and Unoffi cia l Law inSocial. Economic and Political developmelll . Chiang Mai. April. 2002

Cecilio. Just ice & Gaudioso C Sosmena & Judge Alfredo F Tad iar. Il) X ,~ .

Asia-Paci fic Countries on Alternati ve Processing of Disputes daLtIll Cecilia et.al (eds). Tml1sclllfllra l Mediafion ill fhe Asia-Pou lie. Manila: Asia-Pacific Organization for Mediation . hal 1-10.

Comaroff. John L dan Simon Robe rts. 1981. Introduct ion oabm Rilles (lIId Pmcesses. The Clllfllmi Logic or Dispwe ill all Afi'irtlll COI1ft'.rI. Chicago: The Uni ve rsity of Chicago (cetakan pe rtam<l whun 194:;) . hal 3- 27 .

Griffiths. John. 1986. WI/{/f is legal plllralislII, dalalll jOllrl/al or Legol PlllralislII alld Ullofficiallall' . number 24/2986 .

Hooker. B. 1975. Legal Pluralism: Il1lrolillcrio/l /() Colonial lIl/d !\I'II ­

Colol1ial L(/lv. Lonclon: Oxford Uni versity Press.

Kleinhans. Martha-Marie dan Roderick A Macdonald. 1997. WhOf i l II

Crificnl Legal Pillralislll, Cal1adial1 JOll rl/al of LOll' (Illd SlIcierr. I'!ll 12 no.21 1997. hal 25-46.

letswaan. H .P. 1981. Labour Relat ions Litigations: Chill e 1 970- 197~.

Law and Society vol. 16/4.

19XX . Informal Methods of Dispute Sett lement. dalam Cecilio PE (Ed). TrallS-Clllruml Mediariol1 ill file Asia Parific. Manila: Asia-Pacific Organization for Meoiation (APOM). hal 139 - 158.

Kurczewski. J & Fieske Kazimiers. 1988. Some Prohlems in the Le~ a l

Regulation of the Activities of Economics Institutions. dalam bunoel kuliah Ve rgel ijkende Sociologischc van het Recht. Landvouw University of Wageningen.

Macaulay. S .. 1963. NOll-Contractual Relations in Business: Preliminary Study. American Sociological Review. vol 28: hal 55-65.

Merry. Sally Engle . Legal Pluralism. dalam Law and Society rev iew. Vol 221 1988. hal 869-896.

Moore. Sally Falk. 1983. Law and Social Change: the Semi-Autonomous Social Field as an Appropriate Suhject of Study. dalam Sally Falk

OklOber - De5ember 2003

Page 17: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

Sejarah dati Perkelllbangall Pemikirall P/urali.\"IlIe Hukum .'it ) !

Moore , Law as Process. All Al1Ihrop%gica/ Approach. London: Routledge & Kegan Paul, hal 54- 8 1.

1994, The Ethnography of the Present and the Analysis of Process. dalam Robert Borofsky, Assessillg CII/fllra/ amhr0l'0/ogr. sectilln five. cultural in motion. McGrw Hill-Inc. hal 362- 376.

Nader. Laura dan Harry Todd., 1978, Introduct ion dalam The Dis/lflfillg Process: Law ill fell Svciefies. New York: Columb ia University Press. hal 1- 40.

Pospisil. Leopold. 1971. Anfhrop%gy ot Lm1'.' A COIl11'arafil'e nlt!Orr . New York: Harper & Row .

Radcliffe-Browll. AR. 1986. Srrllclure ({lid FlIllCfioll III Prilllili\'('

Socia\'. London: Routledge & Kegan Paul (cetakan pertama tahun 19521

Rorhl. Vivian . .I. 1'192. Possihle Uses of Mediation in a Situati()n "I

Cultural Pluralism. Illakalah dalalll Congress on Folk La\\' alld Legal Pluralism. Wellington. New Zealand.

Slaats. Herman dan Karen Portier. 1992. Tradifiolla / Decisioll-lIll1killg (llId Law. IlIsriluriolls alld Processes il1 (In Indonesial/ CO/lrt 'xi . Yogyakarra: Gadjah Mada University press.

Starr. June dan Jane F Collier, 1989, Illlroduction: Dialogues in Lc~al

Anthropology, dalam June Starr dan Jane F Collier (edsi. lIisfOIT alld Power ill rhe Sflldv of Loll' . Ithaca: Cornell Unive rsity Press. hal I - 28.

Tamanaha. Brian, 1993. The Folly of the Concept of Legal Pluralism. makalah dalam the IX th International Congress of Comm ission on Folk Law and Legal Pluralism. Law Fawlty, Victor ia Un iversity or Wellington. New Zealand, hal 5 - 4X .

Tanner. Nancy. Di, puting and Disrute Settlement ;lInon~ I Ill' Minangkabau of Indonesia. in Indones ia. vol.9 Ithaca. hal 21- 117.

VeJzen. J van, 1967, The Extended Case Method and Situational Analvsis dalam AL Epstein.

The eratr of Social AlIlhropologl', London: TavislOck.

Wallace. Ruth dan Alison Wolf. IlJXO. CO/llellll'OIwT So('iolllgi('(J1 Theon' . USA: Prent ice-Hall.lnc.

NO/llllr 4 TIIIIIIII XXXIII

Page 18: SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

502 Hu/.:ulII dan Pemb(ll1guJl(1JI

Woodman, Gordon, 1992, Historical Development. Introduction to

Contemporary Legal Pluralism in a Worldwide Perspectives. Historical Development. Salah satu materi dalam a Post-Congress "Folk Law and State Law Today and Tomorrow, Faculty of Law, Victoria Univers ity, Wellington.

Buletin

Wacana Antropologi, No. I. rahun II. Juli-Agustus 199X

Okrober - Desember 2003