rules of the gameeprints.mercubuana-yogya.ac.id/522/2/Bab 2.pdf · 2017. 8. 21. · bisnis...
Transcript of rules of the gameeprints.mercubuana-yogya.ac.id/522/2/Bab 2.pdf · 2017. 8. 21. · bisnis...
14
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Bisnis Syariah
Islam memiliki sifat yang komprehensif, dimana aturan dalam islam
merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah).
Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia
dengan Khaliq-nya, sedangkan muamalah diturunkan untuk menjadi rules of the
game atau aturan main manusia dan kehidupan sosial. Sifat lain yang dimiliki oleh
islam adalah sifat universal, dimana muamalah dalam islam memiliki cakupan yang
luas, fleksibel dan bisa diterapkam oleh siapapun, tidak membeda-bedakan antara
muslim dan non muslim (Antonio,2001).
Islam memiliki tiga aturan yang dijadikan sebagai pedoman hidup untuk
beribadah kepadaNya, yaitu akhlak, aqidah dan syariah. Ketiga unsur tersebut dapat
dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan. Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang
bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat
keberadaan agama. Sementara syariah sebagai sistem nilai berisi peraturan yang
menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistematika
menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai agama (Zul,2015). Aturan
syariah inilah yang digunakan islam sebagai pedoman melakukan bisnis.
Bisnis berdasar prinsip syariah berarti kegiatan bisnis yang sesuai dengan
aturan islam. Dalam bingkai ajaran islam, bisnis bukan hanya aktivitas pemenuhan
kebutuhan ekonomi semata, namun juga kegiatan bisnis sekaligus kegiatan ibadah
15
untuk mendapatkan pahala berlimpah dari Allah SWT. Agar bisnis menjadi kegiatan
ibadah kepada Allah, bisnis harus memenuhi syarat sesuai Islam, yaitu tidak
mengandung riba, tidak mengandung unsur gharar (sperkulasi), tidak menjual produk
barang dan jasa yang haram, dan tidak mengandung unsur judi. Syarat ini dipertegas
oleh firman Allah dalam QS Ali-Imran ayat 130 yang memiliki arti, “Hai orang-
orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan,” dan
firman Allah QS Al-Maidah ayat 90, “Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya
(meminum) khimar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.”
2.1.1 Etika Bisnis Syariah
Sesuai dengan filosofi dasar islam, kehidupan merupakan konsep mengenai
hubungan antara sesama manusia dan hubungan manusia dengan Allah (hablum
minnanas dan hablum minallah) yang harus dikerjakan secara seimbang. Dari
filosofi ini apabila dikaitkan dengan kegiatan berbisnis dalam islam, berarti berbisnis
tidak hanya merupakan urusan manusia dengan manusia saja dalam hal keuntungan,
tetapi juga merupakan hubungan dalam beribadah kepada Allah. Hal ini dijelaskan
melalui firman Allah dalam QS At- Taubah ayat 41 yang memiliki
arti,”Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat,
dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian ini adalah
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” Dan dalam firman Allah QS Sabaa’ Ayat
16
13 yang memiliki arti “Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah.
Dan sedikit sekali hamba-hambaku yang berterima kasih.”
Dalil tersebut menyuratkan bahwa islam tidak melarang umatnya untuk mencari
rizki sebanyak-banyaknya. Salah satu cara untuk mendapatkan rizki tersebut adalah
dengan berbisnis. Agar bisnis tersebut menjadi berkah dan sarana ibadah kepada
Allah, maka berbisnis harus dilakukan dengan berlandaskan etika-etika sesuai prinsip
Islam. Etika dalam bahasa islam disebut akhlaq (dari kata Khuluq) yang berarti budi
pekerti. Menurut Syech Ahmad Amin dalam Rujiansyah (2013), etika merupakan
ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dan
menunjukkan jalan lurus harapan yang diinginkan.
Dalam peradaban Islam, etika dalam berbisnis sudah ditujukkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Praktik bisnis dan muamalah Rasullalah selalui dilandasi dengan
prinsip-prinsip yang santun dan etiss. Beliau juga selalu menunjukkan dirinya
sebagai seorang yang profesional. Profisionalisme Nabi Muhammad SAW dalam
berbisnis tidak dilandasi kecintaan yang besar terhadap harta dan kekayaan. Baginya,
bisnis merupakan bagian dari ibadah dan mencari ridho Allah SWT. Dalam transaksi
bisnis dan muamalah, beliau berlaku jujur dan adil, serta tidak pernah membuat
konsumen dan mitra bisnisnya mengeluh (Rujiansyah,2013).
Menurut Subekan (2015), etika bisnis dalam islam yang harus dipatuhi
dirangkum dalam berbagai points berikut ini
1. Waktu
17
Kegiatan perdagangan diperbolehkan sepanjang tidak dilakukan pada waktu-
waktu yang dilarang, Misal saat khutbah Jum’at berlangsung, seperti dalam firman
Allah QS Al- Jumuah Ayat 9-11.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
sembahyang pada hari jum’at, maka bersegaralah kamu kepada mengingat
Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui.” (QS.62:9)
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya
supaya kamu beruntung.”(QS.62:10)
“Dan apabila melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju
kepanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah).Katakanlah
:”Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan
perniagaan, dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki”(QS,62:11)
Islam tidak melarang jual beli, tetapi dalam islam ada etika yang harus
dipenuhi yaitu melakukan bisnis harus tahu waktu yang tepat, yaitu tetap
mengutamakan urusan akhirat terlebih dahulu dibandingkan dengan urusan duniawi.
2. Komoditas barang/jasa yang diperdagangkan
Selain dalam firman Allah QS Al Maidah Ayat 90 mengenai perlarangan
perdagangan barang haram, Rasullalah juga bersabda,”Sesungguhnya Allah dan
Rasul-Nya telah mengharamkan memperdagangkan arak,bangkai,babi dan patung.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim).Sesuai syariat Islam, barang atau jasa yang
18
diperdagangkan juga harus halal, tidak boleh mengandung riba dan harus jelas.Dalam
firman Allah pada QS Al-Baqarah ayat 278-279 dimana Allah dengan tegas dan jelas
melarang perbuatan yang mengandung riba, “Hai orang-orang beriman, bertaqwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka
ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan, jika kamu
bertobat (dari pengambilan riba) ,maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak pula dianiaya.”
Menurut Najah (2013) gharar adalah secara berarti al-mukhatharah
(pertaruhan) dan al-jahalah (ketidakjelasan).Secara istilah jual beli gharar adalah jual
beli atau akad mengandung unsur penipuan karena tidak ada kejelasan suatu barang
baik dari sisi harga, kualitas, kwalitas, maupun keberadaannya. Maka dalam islam
perniagaan yang mengandung unsur gharar dilarang kareNa merugikan banyak pihak
3. Pelaku Perdagangan
Bisnis dapat dikatakan syariah apabila pelaku bisnis memiliki sikap yang
sesuai dengan syariah yaitu harus memenuhi syarat aqil dan baligh serta dalam
keadaan sadar ketika melaksanakan transaksi. Dalam melakikan bisnis pihak-pihak
yang terlibat harus memiliki etika akhlak yang mulia agar bisnis tersebut menjadi
ibadah kepada Allah antara lain
a) Shidiq (Jujur)
Seorang pedagang wajib berlaku jujur dalam melakukan usaha jual beli, jujur
dalam arti luas. Tidak berbohong, tidak menipu, tidak mengada-ada, tidak
19
berkhianat, tidak ingkar janji dan lain sebagainya. Dalam Al Qur’an, keharusan
bersikap jujur dalam berdagang disebutkan dalam firman Allah QS Asy-Syu’ara
ayat 181-183 yang memiliki arti, “Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu
termasuk orang yang merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.
Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu
merajalela di muka bumi ini dengan membuat kerusakan”. Begitu pula dengan
sabda Nabi Muhammad SAW, beliau mengatakan pelaku bisnis yang jujur
memiliki tempat bersama Nabi. “Pedagang yang jujurt serta terpercaya
(tempatnya) bersama para Nabi, orang-orang yang jujur dan orang-orang yang
mati syahid pada hari kiamat”.(HR,Bukhari,Hakim, Tirmidzi dan Ibnu Majjah).
b) Amanah (Tanggung jawab)
Bisnis akan berjalan dengan baik apabila memiliki pelaku bisnis yang
bertanggungjawab seduai dengan hak dan kewajibannya, semua dilakukan
berdasarkan porsinya masing-masing. Hal ini akan menjauhkan dari sikap buruk
bisnis yaitu korupsi. Dimana korupsi muncul ketika pelaku bisnis merasa ingin
selalu mendapatkan lebih dari apa yang menjadi haknya.
c) Tidak menipu
Bisnis sangat rentan sekali dengan hal-hal yang berbau menipu. Contohnya
ketika suatu perusahaan membuat iklan mengenai produknya dan bercerita
tentang yang baik-baik saja padahal setiap produk pasti memiliki kelemahan.
Hal ini tidak sesuai dengan sabda Rasulillah yang artinya “Siapa saja yang
menipu, maka ia tidak termasuk golonganku.”(HR Bukhari). Untuk itu, bisnis
20
syariah adalah bisnis yang bebas dari penipuan, misal produk diiklankan dengan
konten yang tidak berlebihan.
d) Tidak melupakan akhirat
Bisnis yang baik adalah bisnis yang tidak hanya berorientasi terhadap
duniawi saja. Melainkan berorientasi pada akhirat pula mengingat masih ada
kehidupan yang lebih abadi setelah dunia yaitu akhirat. Agar bisnis tersebut
menjadi berkah, sebagai produsen maupun konsumen tidak boleh lalai dengan
kewajiban di dunia yangakan di hisab di akhirat kelat. Seperti dalam firman
Allah QS Al-Jumuah ayat 10, “Jika kalian telah menunaikan shalat maka
bertebaranlah ke muka bumi carilah keutamaan Allah”. Ayat tersebut
menandakan Allah menyuruh umatnya untuk mencari keberkahan di dunia
setelah menunaikan kewajiban solatnya.
4. Proses Perdagangan
Proses perdagangan bisnis syariah harus dilakukan sesuai dengan syariat.
Untuk keperluan ini harus dipenuhi adanya :
a. Aqid, yakni pihak yang melakukan akad jual beli, yakni penjual dan pembeli.
Keduanya harus ithlaq al-tasharruf (memiliki kebebasan pembelanjaan),
tidak ada paksaan yang tidak dibenakan, muslim (jika yang dijual semisal
mushhaf), dan bukan musuh (jika yang dijual berupa alat perang).
b. Ma’qud’ alaih, yakni barang yang diperjualbelikan. Syaratnya harus suci,
bermanfaat menurut kriteria syari’at dapat diserahterimakan, dalam
kekuasaan pelaku akad dan teridentifikasi oleh pelaku akad.
21
c. Shighat Ijab dan Qabul. Kalimat transaksi jual beli tidak disela oleh
pembicaraan lain, tidak disela oleh terdiam yang lama, ada persesuaian
antara pernyataan ijab dan qabul, tidak digantungkan kepada sesuatu yang
lain dan tidak ada batasan masa.
2.1.2 Perkembangan Bisnis Syariah di Indonesia
Perkembangan bisnis syariah semakin menjamur di negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, termasuk Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya jumlah perusahaan yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia dan
maraknya perusahaan yang mengumumkan produknya adalah produk syariah sesuai
prinsip Islam. Masyarakat semakin sadar bahwa apa yang dikerjakan di dunia sekecil
apapun akan dipertanggungjawabkan di akhirat, terlebih lagi dalam transaksi bisni
yang rawan akan kecurangan. Oleh karenaitu, produk syariah bukan merupakan
alternatif lagi tetapi merupakan produk yang memang dicari masyarakat.
Bisnis syariah di Indonesia pertama dimulai ketika perbankan syariah mulai
digalakkan di Indonesia dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia sebagai
lembaga perbankan syariah yang pertama. Pendirian ini merupakan hasil dari
Lokakarya Ekonomi Syariah yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia tahun
1990, dimana ketika lokakarya tersebut akhirnya membuka pandangan para ulama
dan cendikiawan muslim bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk
mengimplementasikan ekonomi syariah karena Indonesia merupakan salah satu
negara muslim terbesar di dunia.
22
Selanjutnya, perkembangan syariah ditandai dengan terbitnya efek syariah
oleh Bapepam & LK (sekarang menjadi OJK) No IX A.13 tentang Penerbitan Efek
Syariah. Efek syariah adalah efek sebagimana dimaksud dalam Undang-Undang
Pasar Modal dan peraturan pelaksanaanya yang akad, cara dan kegiatan usaha yang
menjadi landasan penerbitannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di
pasar modal dalam menyeleksi efek yang memenuhi kriteria syariah dapat lebih
optimal, mengingat DSN-MUI merupakan satu-satunya lembaga di Indonesia yang
mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan fakta yang berhubungan dengan
kegiatan ekonomi syariah di Indonesia. Hasil seleksi efek syariah yang telah
dilakukan oleh Bapepam & LK (sekarang Menjadi OJK) dan DSN-MUI tersebut
dituangkan ke dalam suatu Daftar Efek Syariah (DES
Kemudian pada tanggal 3 Juli 2000, terbentuklah Jakarta Islamic Index
sebagai instrumen pasar modal syariah yang memfasilitasi perusahaan-perusahaan
syariah untuk menjual saham syariahnya dan memfasilitasi investor untuk
berinvestasi saham dengan tetap memperhatikan regulasi syariah. Selain regulasi
syariah perusahaan, JII juga memilih saham dari emiten tentu dengan proses
(BEI,2010):
a. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan.
b. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah
tahun berakhir yang memiliki rasio. Kewajiban terhadao Aktiva
maksimal sebesar 90%.
23
c. Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan
rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama 1
(satu) tahun terakhir.
d. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-
rata nilai perdagangan reguler selama 1 (satu) tahun terakhir.
e. Saham syariah yang menjadi konstituen JII
Setelah dibentuk JII kemudian berbagai fatwa muncul untuk mengatur efek
tentang syariah, seperti tahun 2003 dikeluarkannya Fatwa No.40/SN-MUI/X/2003
tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar
Modal dan MOU Bapepam & LK dengan DSN-MUI, tahun 2004 dikeluarkannya
Fatwa No 41/DSN-MUI/III/2004 mengenai Obligasi Syariah Ijarah dan lain-lain.
Hingga pada tahun 2011, fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 mengenai
Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek bersifat ekuitas di
pasar reguler Bursa Efek dikeluarkan dan BEI meluncurkan indeks saham syariah
baru yang diberi nama Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). ISSI merupakan
indeks saham syariah yang menggambarkan kinerja seluruh saham syariah yang
terdaftar di BEI sesuai Daftar Efek Syariah (DES). Pada awalnya, anggota ISSI
berjumlah 214 perusahaan yang bergerak secara syariah, tidak memproduksi dan
mendistribusikan barang haram, tidak ada unsur riba dan gharar. Perusahaan-
perusahaan tersebut selalu direview setiap 6 bulan ssekali untuk melakukan
penyesuaian apakah perusahaan tersebut masih tergolong syariah atau tidak dan
apakah ada perusahaan baru yang terdaftar sebagai perusahaan syariah. Hingga saat
24
ini, anggota perusahaan yang terdaftar di dalam ISS ada 318 perusahaan dari total 500
perusahaan yang terdaftar di BEI (BEI,2012). Hal ini tersebut menandakan bahwa
bisnis syariah semakin berkembang di Indonesia ditandai dengan semakin banyak
perusahaan yang terdorong untuk masuk ke indeks syariah dan mendeklarasikan
bahwa produk yang dijualnya adalah produk yang halal.
2.1.3 Perusahaan Syariah
Islam telah mengajarkan untuk melakukan bisnis berdasarkan prinsip syariah
agar bisnis tersebut menjadi berkah, bermanfaat bagi seluruh umat dan mengantarkan
umat manusia menuju surgaNya. Dengan prinsip bisnis syariah tersebut, islam sudah
menunjukkan cara kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
jujur, tidak berlebih,dan saling menolong serta menghargai.
Di indonesia sendiri penerapan bisnis syariah sudah mulai merabah tidak
hanya di perbankan atau lembaga keuangan saja, melainkan sudah melebar ke
lembaga non-keuangan, misal perusahaan manufaktur, properti, pertambangan, dan
lain-lain. Pangsa pasar perusahaan syariah terlihat sangat menjanjikan dibuktikan
dengan semakin banyak jumlah perusahaan yang berminat dan terdafrar dalam Daftar
Efek Syariah. Sistem perekonomian Islam yang bersifat universal atau umum tidak
memandang harus umat islam atau non islam, siapapun boleh menerapkan prinsip
syariah dalam usaha bisnisnya. Prinsip syariah juga dapat digunakan tanpa
memandang waktu ataupun kondisi perusahaan, perusahaan kecil maupun besar dapat
pula menerapkan prinsip syariah.
25
2.1.4 Karakteristik Perusahaan Syariah
Menurut Antonio (2001), bisnis syariah merupakan bisnis yang tidak hanya
berorientasi paa keuntungan saja, melainkan mencari dan menginnginkan tujuan
jangka panjang demi keberlangsungan bisnis tersebut, misal memiliki customer yang
loyal sehingga kegiatan muamalah dapat berlangsung dengan baik. Bisnis syariah
juga memperhatikan sumber daya nya dengan baik. Untuk mencapai tujuan jangka
panjangnya, bisnis syariah akan memanfaatkan dan menggunakan sumber daya
ekonomi maupun sumber daya manusia secara logis dan adil. Tidak hanya
berorientasi pada keuntungan bisnis semata, bisnis syariah dituntut untuk mencapai
tujuan kesejahteraan hidup manusia secara ekonoi dan sosial agar usaha yang
dijalankan mendapat berkah dan menjadi ibadah kepada Allah SWT.
Seluruh perusahaan yang go public yang tergolong syariah di Indonesia
terdaftar dalam Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh BAPEPAM-LK sejak
tahun 2007 yang kemudian masuk dalam Indeks Saham Syariah Indonesia.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia, pada prinsipnya proses seleksi
perusahaan yang tergolong saham syariah didasarkan pada dua kriteria utama, yaitu
kriteria bisnis dan kriteria keuangan. Penerapan ini tidak hanya berlaku di Indonesia
saja melainkan juga diterapkan di negara lain yang memiliki bursa efek syariah
seperti Dow Jones Islamic Market Index (DJIM)
1. Kriteria Bisnis
Hal pertama yang dilihat untuk menentukan ukuran perusahaan syariah atau tidak
adalah kriteria bisnisnya. Kriteria bisnis yang dimaksud adalah jenis usaha dari
26
setiap emiten. Kategori jenis usaha yang bisa dijadikan sebagai ukuran syariah
atau tidak dilihat dari halal atau tidaknya produk serta proses perusahaan.
Apabila perusahaan tidak memenuhi syarat dalam kriteria bisnis ini, perusahaan
tidak akan lolos menjadi perusahaan yang tergolong syariah.
Berikut ini merupakan jenis usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah
sesuai dengan Peraturan Bapepam & LK no IX.A.13 tentang Penerbitan
Efek Syariah.
1. Perjudian dan permainan yang tergolong judi
2. Perdagangan yang dilarang menurut syariah antara lain :
a. Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan
barang/jasa dan
b. Perdagangan dengan penawaran/permintaan brosur
3. Jasa keuangan ribawi antara lain
a. Bank berbasis bunga dan
b. Perusahaan pembiayaan yang berbasis bunga
4. Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) atau
judi antara lain asuransi konvensional,
5. Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap
6. Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan
menyediakan antara lain
a. Barang atau jasa haram zatnya
b. Barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat
27
2. Kriteria Keuangan
Setelah lolos dari kriteria bisnis, perusahaan yang akan masuk kedaftar syariah
dilihat berdasarkan kriteria keuangannya. Kriteria keuangan dilakukan untuk
melihat komposisi dari pendapatan dan pembiayaan emiten yang berasal dari
sumber non halal. Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia, terdapat dua
tingkat Seleksi terhadap komposisi keuangan emiten.
1. Seleksi berdasarkan komposisi sumber pembiayaan yang berasal dari
sumber non halal atau pinjaman berbasis bunga dibandingkan modal
perusahaan. Saat ini presentase yang berlaku di pasar modal syariah
Indonesia untuk komposisi hutang berbasis bunga terhadap modal adalah
tidak lebih dari 82% , dimana hutang yang berbasis bunga dibandingkan
dengan aset tidak lebih dari 45%
2. Seleksi berdasarkan komposisi sumber pendapatan yang berasal dari non
halal dibandingkan dengan total pendapatan termasuk pendapatan lain-
lain. Persentase yang berlaku di Indonesia saat ini untuk perbandingan
antara pendapatan non halal terhadap pendapatan tidak boleh lebih dari
10%.
Persentase pada kriteria keuangan merupakan hasil ijtihad dari DSN-MUI
yang berlaku di Indonesia.
2.2 Struktur Modal
Salah satu tujuan utama terbentuknya perusahaan adalah mencari keuntungan
serta keberlangsungan usaha. Untuk dapat mencapai hal tersebut, diperlukan modal
28
atau dana untuk menjalankan operasi dan melakukan investasi perusahaan. Modal
dapat di peroleh perusahaan dengan cara berhutang yang berarti didapat secara
eksternal maupun internal dengan cara reinvestasi laba ditahan. Kedua cara tersebut
merupakan pertimbangan untuk melakukan pendanaan yang biasa disebut keputusan
struktur modal.
Keberlangsungan operasi perusahaan salah satunya bergantung pada
bagaiman manajemen mengambil keputusan pendanaan atau keputusan struktur
modal yaitu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi hutang, saham
preferen dan saham biasa yang harus digunakan oleh perusahaan (Indriani &
Widyatri,2013). Komposisi tersebut selanjutnya akan digunakan untuk melakukan
pendanaan perusahaan yang dapat membantu investor dan manajemen menentukan
kinerja serta risiko perushaan.
Struktur modal dapat dilihat melalui perbandingan antara hutang dan ekuitas
yang dalam rasio keuangan dapat dilihat melalui DER (Debt to Equity Rasio). DER
merupakan perbandingan antara hutang dan ekuitas yang dapat mengukur seberapa
besar perusahaan menggunakan modal pinjaman untuk menjalankan operasinya.
Semakin tinggi nilai DER semakin tinggi pula risiko perusahaan karena perusahaan
harus mengeluarkan biaya bunga yang besar untuk pendanaan yang berasal dari
hutang eksternal. DER juda dapat mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi seluruh kewajibannya. Semakin rendah nilai DER, berarti kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajibannya semakin baik karena memiliki modal
29
lebih besar dibandingkan dengan pinjaman perusahaan dapat menutupi biaya bunga
yang muncul atas kewajiban.
DER aalah salah satu jenis dan rasio solvabilitas yang menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang (Rompas,2013).
Sehingga dapat dikatakan bahwa DER dapat menggambarkan risiko solvabilitas
perusahaan yaitu risiko yang berkaitan dengan ketidak mampuan perusahaan
memenuhi semua kewajiban jangka panjangnya dengan modal sendiri ketika
perusahaan dilikuidasi. Risiko ini dapat diukur dengan membandingkan modal
sendiri dengan jumlah hutang eksternal. Ketika proposal hutang lebih besar daripada
modal, perusahaan memiliki biaya yang besar untuk memenuhi biaya bunga dari
hutang tersebut. Hal ini menjadikan perusahaan rentan mengalami kesulitan untuk
memenuhi kewajibannya. Ketika perusahaan gagal memenuhi kewajiban pada saat
jatuh tempo, perusahaan dpat dikatakan mengalami insolvensi yang merupakan
tanda-tanda kebangkrutan pada perusahaan.
Struktur modal berkaitan dengan leverage, dimana leverage menunjukkan
biaya tetap dalam usaha meningkatkan keuntungan. Sebesar apapun keuntungan
yang didapat oleh perusahaan pasti memiliki biaya tetap yang harus dikeluarkan.
Leverage memiliki dua prinsip leverage operasi dan leverage keuangan (financial
leverage). Leverage operasi berkaitan dengan penggunaan biaya tetap operasi dan
leverage financial, berkaitan dengan penggunaan biaya tetap yang terjadi karena
adanya keputusan pembelanjaan.
30
Ketika perusahaan memiliki jumlah hutang yang besar untuk pendanaan,
perusahaan juga akan memiliki beban bunga yang besar dan jumlahnya tetap sampai
hutang tersebut lunas. Biaya tetap atas bunga hutang disebut juga dengan financial
leverage , diamana financial leverage dapat menjadi sebuah alternatif perusahaan
untuk meningkatkan laba atau menjatuhkan perusahaan (Facrudin,2011). Ketiks
hutang digunakan untuk mendanai aktiva, diharapakan aktiva tersebut memberikan
keuntungan bagi perusahaan. Apabila keuntungan perusahaan semakin sedikit, maka
perusahaan akan mengalami kerugian. Semakin besar hutang yang dimiliki
perusahan untuk pendanaan, yang berarti financial leverage semakin besar, risiko
perusahaan juga akan semakin besar karena bunga yang ditanggung juga semakin
besar. Pengertian tersebut berjalan dengan yang dikatakan oleh Ulupui (2006) bahwa
semakin tinggi proporsi debt relatif terhadap ekuitas meningkatkan risiko perusahaan.
Apabila perusahaan tidak memiliki laba operasional yang cukup untuk memenuhi
kewajiban tersebut, maka akan terjadi kesulitan keuangan pada perusahaan yang
menyebabkan kebangkrutan. Hal ini dikarenakan jumlah laba perusahaan tidak
mempengaruhi jumlah biaya bunga yang ditanggung perusahaan, sehingga besar atau
sedikit laba, perusahaan akan tetap menanggung biaya bunga hutang dengan jumlah
yang sama.
Perusahaan yang memiliki kinerja yang baik memiliki tingkat leverage yang
rendah sehingga risiko kesulitan keuangan juga rendah. Hal ini karena perusahaan
tersebut menanggung biaya bunga tetap atas hutang sedikit. Sedangkan perusahaan
yang memiliki tingkat leverage tinggi, dapat dikatakan memiliki risiko kesulitan
31
keuangan yang tinggi karena beban yang ditanggung juga semakin banyak. Leverage
ini bersifat fluktuatif, apabila perusahaan memiliki laba tinggi, keuntungan
perusahaan setelah dikurangi biaya tetap atas bunga yang tinggi, keuntungan
perusahaan setelah dikurangi biaya tetap atas bunga juga akan tinggi. Namun ketika
perusahaan memiliki laba laba rendah, sedangkan perusahaan harus membayar biaya
bunga dengan jumlah yang tetap sehingga tidak mampu memenuhi biaya tersebut
perusahaan akan mengalami kebangkrutan.
Perusahaan syariah memiliki struktur modal yang berbeda dengan perusahaan
non syariah, dimana total hutang berbasis bunga hanya dibatasi tidak boleh lebih dari
45% dibandingkan total aset. Begitupun total pendapatan bunga dan pendapatan
tidak halal dibandingkan dengan total pendapatan usaha hanya dibatasi sebesar 10%.
Kriteria keuangan ini menjadi struktur modal perusahaan syariah memili karakter
yang berbeda dengan perusahaan non syariah. Berikut faktor faktor yang
mempengaruhi struktur modal syariah.
a. Pertumbuhan Penjualan
Struktur modal dipengaruhi oleh pertumbuhan penjualan. Ketika penjualan
perusahaan meningkat, laba perusahaan cenderung akan meningkat.
Peningkatan laba ini berpengaruh terhadap peningkatan laba ditahan yang
akan meningkat. Laba ditahan merupakan laba bersih perusahaan yang tidak
dibayarkan sebagai deviden kepada pemegang saham melainkan
direinvestasikan untuk menambah modal perusahaan. Semakin besar modal
32
yang dimiliki perusahaan, semakin baik kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajibannya yang berarti DER perusahaan akan semakin kecil.
b. Ukuran Perusahaan
Selain pertumbuhan penjualan, struktur modal perusahaan akan
dipengaruhi oleh ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan yang diproksikan
dengan nilai logaritma dari total aset merupakan ukuran atau besarnya aset
yang dimiliki oleh perusahaan (Saidi,2004). Perusahaan yang besar dengan
saham yang tersebar luas, maka setiap pelunasan modal saham hanya akan
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya
pengendalian perusahaan. Sehingga perusahaan berani mengeluarkan saham
baru guna memenuhi kebutuhan untuk pendanaan perusahaan. Sedangkan
perusahaan kecil dengan saham yang tersebar pada lingkungan yang kecil,
maka penambahan saham akan memberikan pengaruh besar terhadap
hilangnya pengendalian pihak dominan terhadap perusahaan tersebut,
sehingga perusahaan kecil cenderung tidak banyak mengeluarkan saham baru
yang mengindikasikan bahwa hutang perusahaan untuk pendanaan adalah
kecil.
c. Return on Asset
ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas yang membandingkan antara
laba bersih dengan total aset perusahaan. Menurut Weston dan Bringham
(1998), semakin tinggi ROA perusahaan mengindikasikan jumlah hutang
33
Perusahaan semakin sedikit karena perusahaan memiliki modal yang besar
dari reinvestasi laba ditahan. Nilai ROA juga digunakan untuk mengukur
efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan seluruh aset yang dimiliki perusahaan, sehingga semakin tinggi
nilai ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik karena return yang
didapat semakin besar. Return yang menjadi laba bagi perusahaan
dimanfaatkan kembali sebagai modal perusahaan untuk menjalankan
operasional. Oleh karena itu, Indriani dan Widyarti (2013) menyimpulkan
bahwa ROA dan DER memiliki hubungan yang negatif, dimana kenaikan
ROA akan menurunkan nilai DER.
2.3 Kinerja perusahaan
Kinerja perusahaan merupakan prestasi kerja yang telah dicapai oleh
perusahaan dalam suatu periode tertentu dan dituangkan pada laporan
keuangan yag bersangkutan (Munawir,1998). Sedangkan menurut
(Bastian,2016) Kinerja adalah suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan perusahaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
misi dan visi organisasi. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa kinerja perusahaan adalah pencapaian perusahaan yang dapat dilihat
melalui laporan keuangan. Dan juga kinerja tersebut bisa dilihat dari berbagai
rasio keuangan.
Menurut Kasmir (2010) rasio keuangan adalah indeks yang
menghubungkan dua angak akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu
34
angka dengan angka lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa rasio keuangan
merupakan perbandingan dua variabel yang ada dalam laporan keuangan dan
bisa menunjukkan kondisi tertentu yang digambarkan oleh rasio terkait.
Selain digunakan untuk melihat kinerja keuangan, rasio keuangan juga dapat
digunakan untuk mengamati kesehatan perusahaan.
Menurut Natalia (2012) tujuan dari rasio keuangan adalah membantu
manajer dalam memahami apa yang perlu dilakukan perusahaan sehubungan
dengan informasi yang berasal dari keuangan yang sifatnya terbatas. Rasio
tersebut dapat menggambarkan kelebihan dan kelemahan perusahaan di
bidang keuangan sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi
masa depan. Rasio keuangan dapat dikelompokan berdasarkan tujuan
penggunaan rasio terdiri dari 5 kelompok (Sutrisno,2012)
a. Rasio Likuiditas
Menurut Sutrisno (2012) Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukan
hubungan antara kas perusahaan dan aktiva lancar lainnya dengan hutang
lancar. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya yang harus segera
dipenuhi kewajiban jangka pendeknya. Perusahaan yang memiliki
likuiditas yang tinggi berarti perusahaan tersebut memiliki aktiva yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga dapat dikatakan
bahwa perusahaan dalam keadaan aman dan stabil karena dapat terus
35
melangsungkan usahanya tanpa kekurangan dana. Rasio likuiditas terdiri
dari :
1. Rasio Lancar (Current Rasio)
Current rasio adalah rasio yang membandingkan antara aktiva
lancar dengan hutang jangka pendek perusahaan. Aktiva lancar
dapat berupa kas, piutang dagang, efek, persediaan, dan aktiva
lancar lainnya. Sedangkan hutang janka pendek meliputi hutang
dagang, hutang wesel, hutang gaji dan hutang lainya yang segera
harus dipenuhi dalam jangka waktu kurang dari 1 tahun. Current
rasio menunjukkan tingkat keamanan bagi suatu perusahaan untuk
dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Namun kekurangan
dalam rasio ini adalah pada rasio ini tidak membedakan jenis aktiva
lancar dimana ada beberapa aktiva lancar yang lebih likuid
dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya Rumus current ratio di
dapat dengan cara berikut ini :
Current Rasio = Aktiva Lancar X 100%
Hutang Lancar
2. Cash Ratio
Cash ratio ini adalah rasio yang bisa dikatakan valid untuk
mengukur likuiditas perusahaan karena perhitungan rasio ini
menggunakan total kas dalam perhitungannya (Natalia,Samben
36
&Musviyanti,2012). Semakin tinggi rasio ini, semakin tinggi pula
kemampuan likuiditas perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Sutrisno (2009), cash ratio adalah rasio yang
membandingkan antara kas dan aktiva lancar yang bida segera
menjadi uang kas dengan hutang lancar. Aktiva lancar yang bisa
segera menjadi uang adalah efek atau surat berharga.
Berikut perhitungan Cash Ratio :
Cash Ratio = Kas + Efek X 100%
Hutang Lancar
b. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas adalah rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi semua kewajibannya
(kewajiban jangka panjang) apabila perusahaan dilikuidasi. Secara
umum, perusahaan dikatakan solvable ketika memiliki rasio solvabilias
kurang dari 200% (Djarwanto,2004).
Solvabilitas perusahaan dapat dihitung melalui rasio berikut ini:
1. Total Debt to Assets Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam menjamin hutang-hutang nya dengan sejumlah aktiva yang
dimilikinya. Semakin tinggi total debt, semakin besar jumlah
modal pinjaman yang digunakan didalam menghasilkan
keuntungan bagi perusahaan. Total Debt to total Asset Rasio
37
dapat dihitung dengan cara :
2. Total Debt to Equitty Ratio
Untuk mengukur seberapa besar perusahaan menggunakan model
pinjaman untuk menjalankan operasinya. Semakin besar nilai
rasio ini, semakin besar dana yang dipinjam oleh perusahaan.
Perhitungannya sebagai berikut :
c. Rasio Profitabilitas
Setiap perusahaan memiliki tujuan yang pasti yaitu untuk mendapatkan
keuntungan yang optimal. Keuntungan yang optimal tersebut dapat
diukur dengan rasio profitabilitas. Profitabilitas merupakan ukuran
efisiensi perusahaan ketika menghasilkan laba terhadap aset yang
dimilikinya (Natalia,Samben, & Musviyanti,2012). Sedangkan menurut
Sutrisno (2009), profitabilitas adalah hasil dari kebijaksanaan yang
diambil oleh manajemen. Rasio profitabilitas ini digunakan untuk
mengujur seberapa besar tingkat keuntungan menunjukkan semakin baik
Debt to total assets rasio = Total Hutang X 100%
Total Aktiva
Debt to Equity Ratio = Total Hutang X 100%
Modal Sendiri
38
manajemen dalam mengelola perusahaan. Jadi rasio profitabilitas
merupakan alat yang dapat mengukur kemampuan dan cerminan efisiensi
perusahaan dalam menghasilkan laba.
Menurut Ang (1997) dalam Widodo (2007), rasio profitabilitas terdiri dari
tujuh rasio dan dari tujuh rasio profitabilitas ada 2 rasio yang berkaitan
dengan efisiensi perusahaan dalam menghasilkan laba yaitu Return on
Assset dan Return on Equity.
1. Return on Assets
Return on assets merupakan ukuran kemampuan perusahaan
dalam meghasilkan keuntungan (return) bagi perusahaan dengan
memanfaatkan aset yang dimilikinya. Apabila nilai semakin
tinggi, berarti perusahaan memiliki kemampuan semakin baik dan
semakin efisien dalam memanfaatkan aktivanya untuk
memperoleh laba (Bringham,2001). Maka dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi nilai ROA, menunjukkan kinerja keuangan
perusahaan yang semakin baik dan nilai perusahaan semakin
meningkat. ROA dapat dihitung melalui rumus berikut ini :
2. Return on Equity
Return on Assets = EBIT
Aset
39
Menurut Widodo (2007), ROE adalah ukuran kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan tingat pengembalian perusahaan
atau efektivitas perusahaan di dalam menghasillkan keuntungan
dengan memanfaatkan ekuitas (shareholder’s equity) yang
dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi ROE menunjukkan
kemampuan pperusahaan dala meghasilkan laba dengan
memanfaatkan modalnya semakin baik. ROE dapat dihitung
dengan Rumus berikut ini
d. Rasio Pasar
Rasio pasar atau market ratio adalah yang digunakan untuk mengukur
harga pasar relatf terhadap nilai buku. Menurut Hanif dan Halim (2005),
rasio pasar antara lain :
1. Earning Per Share (EPS)
EPS merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak
pada satu tahun buku dengan jumlah saham yang beredar. Sudut
pandang rasio pasar biasanya yang menjadi perhatian para
investor. Semakin tinggi nilai EPS, Investor semakin merasa
diuntungkan karena laba dibagikan akan semakin besar. Nilai EPS
Return on Equity = Net income after Tax
Modal
40
ini juga dapat meningkatkan nilai dari sebuah perusahaan di mata
investor.
2. Price Book Value
PBV merupakan rasio pasar yang digunakan untuk mengukur
kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya. Nilai PBV
yang semakin besar menunjukkan harga pasar saham tersebut
semakin tinggi. Apabila harga pasar semakin tinggi, capotal gain
yang didapat juga semakin besar. Capital gain merupakan selisih
antara harga saham kerika dibeli dan ketika dijual. Semakin
mahal harga jual saham, dapat dikatakan keuntungan investor
menjadi lebih besar. Menurut Widodo (2007), nilai pasar adalah
harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang
ditentukan oleh pelaku pasar, yaitu oleh permintaan dan
penawaran s9aham yang bersangkutan di pasar bursa. Nilai buku
(book value) per lembar saham menunjukkan net assets yang
dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar
saham. Secara sistematis nilai buku dapat dirumuskan sebagai
berikut
BV = Total equity/jumlah saham yang beredar
Sehingga untuk menghitung PBV sebagai pengukur kinerja harga
saham terhadap nilai buku didapat rumus sebagai berikut
41
e. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan serta
efisiensi perusahaan dalam menghasilkan penjualan dengan kemampuan
aktiva yang dimiliki (Widodo,2007). Rasio Aktivitas dapat dilihat dengan
kedua rasio dibawah ini :
1. Total assets Turnover (TATO)
TATO merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
seberapa efisiensinya seluruh aktiva perusahaan digunakan
untuk menunjang penjualan. Rasio ini dapat memberikan
gambaran seberapa efisienkan perusahaan memanfaatan
aktivanya untuk melakukan penjualan guna mendapatkan laba.
Nilai TATO yang semakin besar menunjukkan penjualan yang
besar dan diharapkan mendapatkan laba yang besar. Secara
matematis, TATO dapat dihitung dengan cara:
2. Inventory Turnover
Price Book Value = Harga pasar saham
Nilai buku perlembar saham
Total assets turnover = Penjualan
Total aktiva
42
Inventory turnover merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kecepatan perputaran persediaan menjadi kas.
Semakin cepat inventory terjual, maka persediaan semakin
cepat berubah menjadi kas (Ang,1997). Rasio ini berkaitan
dengan kemampuan perusahaan dalam pengendalian biaya
karena rasio ini menunjukkan seberapa efisien perusahaan
menghitung HPP terhadap persediaan agar persediaan terus
ada, jangan sampai ada masa dimana perusahaan tidak
memiliki persedian. Secara matematis, inventory turnover
dapat dihitung dengan cara:
2.4 Teori Kebangkrutan
Kebangkrutan merupakan proses terhentinya kegiatan perusahaan akibat
terjadinya kegagalan keuangan sehingga perusahaan tidak dapat melanjutkan
operasionalnya. Sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan, umumnya
perusahaan akan mengalami kegagalan keuangan (financial distress). Istilah failure
digunakan Beaver dalam mendefinisikan kebangkrutan. Menurut Beaver (1966) dan
Bancel dan Mittoo (2011), kebangkrutan adalah saat perusahaan tidak mampu
memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Kriteria kebangkrutan menurut Beaver
Inventory Turnover = HPP
Rata-Rata persediaan
43
terpenuhi apabila terjadi satu kejadian berikut : bangkrut , kegagalan pelunasan
obligasi, penarikan berlebih pada saldo bank, atau tidak terbayarannya dividen
pemegang saham preferen. Tidak adanya modal kerja (working capital) menjadi
tanda bahwa perusahaan mempunyai kelemahan dalam struktur modalnya.
Kebangkrutan dapat dianggap sebagai suatu kegagalan yang terjadi dalam perusahaan
dapat dibedakan sebagai berikut (Mastuti & Azizah,2013)
a. Kegagalan ekonomi
Kegagalan dalam arti ekonomis bahwa pendapatan perusahaan tidak mampu
lahi menutupi biayanya, yang berarti bahwa tingkat labanya lebih kecil
daripada biaya modalnya. Oleh karena itu, perusahaan tidak mampu
melanjutkan operasionalnya karena tidak memiliki dana yang cukup.
b. Kegagalan financial
Finansial distress berarti perusahaan mengalami kesulitan dana dalam kas
maupun modal kerjanya. Menurut Adnan (2000) kegagalan keuangan
diartikan sebagai insolvensi yang memiliki dua bentuk yaitu tecnical
insolvensi yang terjadi ketika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya
pada saat jatuh tempo meskipun total aktiva sudah lebih besar dari total
hutangnya dan insolvency in bankruptcy yang dimana perusahaan tidak
mampu memenuhi kewajibannya karena memang kekayaan bersih perusahaan
lebih kecil dari kewajibannya.
Menurut Riyanto (2001), faktor-faktor penyebab kegagalan usaha dibagi
menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berarti faktor yang
44
berasal dari lingkungan dalam perusahaan itu sendiri, yang meliputi faktor keuangan
dan non keuangan. Faktor non keuangan adalah adanya kesalahan pemilihan pangsa
pasar, penentuan produk, penentuan lokasi penjualan, struktur organisasi dan lain-
lain. Sedangkan untuk faktor keuangan adalah lambatnya pengumpulan piutang,
kewajiban jangka pendek lebih besar daripada aktiva lancar. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari luar perusahaan dan tidak dapat dikontrol
oleh manajemen perusahaan. Contohnya persaingan bisnis, minat pasar,
berkuranngnya nilai permintaan barang dan turunnya harga.
2.5 Altman Z Score
Altman pertama kali memulai studi mengenai kesehatan perusahaan dan
mengestimasi risiko kebangkrutan perusahaan berdasarkan risiko akuntansi. Menurut
Newton (1985:41) Z score Altman dapat digunakan sebagai sistem peringatan dini
bagi suatu perusahaan untuk menilai apakah perusahaan dalam kondisi sehat atau
tidak dalam arti menuju kebangkrutan.
Analisis Z Score ini menggunakan multiple discriminant analysis (MDA).
MDA merupakan teknik statistik yang mengidentifikasi beberapa macam rasio
keuangan yang dianggap memiliki nilai paling penting dalam mempengaruhi suatu
kejadian, lalu mengembangkannya dalam suatu model dengan maksud untuk
memudahkan menarik kesimpulan dari suatu kejadian. Pada awalnya Altman
mengunakan analisa diskriminan pada rasio keuangan secara individu dan terpisah,
tetapi hasil prediksinya tidak maksimal. Untuk itu akhirnya Altman mengkombinasi
beberapa rasio untuk menjadi satu model prediksi yang berarti.
45
Altman kemudian membuat satu persamaan linier untuk mencari nilai “Z”
dimana nilai Z merupakan indikator untuk menunjukkan kondisi perusahaan, apakah
menunjukkan keadaan yang sehat atau tidak dan kinerja perusahaan yang digunakan
untuk memprediksi prospek perusahaan masa depan. Ketika menyusun model
Altman Z Score pertama, Altman mengambil sampel 33 perusahaan manufaktur yang
bangkrut dan tidak bangkrut pada tahun 1960 sampe 1965. Kemudian Altman
menggunakan data dari 22 rasio keuangan yang dikategorikan menjadi 5 rasio yaitu
likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, aktivitas dan leverage. Altman menggunakan
variabel berupa rasio keuangan yang didapat dari laporan keuangan dan data pasar
modal yang dikembangkan dalam model multivariate. Tetapi model altman yang
pertama ini hanya diterapkan untuk perusahaan manufaktur go public saja. Fungsi
dari diskriminan Z yang ditemukan Oleh Altman Adalah sebagai berikut:
Z=1.2 X1+1,44 X2+3,3 X3+0,6 X4+1.0 X5
Dimana
X1= Modal kerja/Total aktiva
X2= Laba ditahan/total aktiva
X3= EBIT/Total Aktiva
X4= Nilai pasar ekuitas/nilai pasar liabilitas
X5= Penjualan/total aktiva
Z = overall Index
Penyusunan model Atman tidak hanya pada satu model saja. Altman
melakukan revisi setiap waktu dan mengembangkan model Altman sesuai kebutuhan.
46
Altman melakukan perhiasan hingga ditemukannya model Altman yang dapat
diterapkan oleh perusahaan non manufaktur, tidak go public, dan perusahaan obligasi
korporasi. Altman mengeleminasi Variabel X5 (penjualan/total aktiva) karena rasio
ini dianggap sangat bervariasi pada industri dengan ukuran aset yang berbeda-beda.
Berikut persamaan Z score modifikasi Altman.
Z”= 5,56 X1+3,26 X2+6,72 X3+1,05 X4
Dimana
X1= Modal kerja/total aktiva
X2= Laba ditahan/total aktiva
X3= EBIT/total aktiva
X4= Nilai pasar Ekuitas/nilai pasar liabilitis
Z”= Overall index
Kemudian, Altman mengklasifikasikan kondisi perusahaan berdasar nilai Z
yang didapatkan dari persamaan diatas yakni:
a. Z” >2,6 dikatergorikan perusahaan sehat , berarti tidak kesulitan
keuangan
b. 1,1 < Z” score < 2,6 merupakan Grey area, dimana perusahaan yang
memiliki nilai Z score ini berarti mengalami kesulitan keuangan,
namun masih memiliki persentase 50% untuk kemungkinan benar-
benar bangkrut atau terselamatkan, tergantung dari kebijakan
manajemen perusahaan ketika mengambil keputusan.
47
c. Z Score < 1,1 berarti perusahaan memiliki kesulitan keuangan yang
sangat besar dan beresiko tinggi serta memiliki kemungkinan untuk
bangkrut lebih besar.
2.5.1 Variabel Model Altman Kombinasi
Dalam model Altman kombinasi ini, Altman menghilangkan variabel
X5 nya yang berupa penjualan terhadap total aktiva karena variabel ini
dianggap sangat variatif untuk berbagai perusahaan dengan ukuran aset yang
berbeda-beda sehingga hanya ada 4 variabel pada model Altman kombinasi
ini. Berikut 4 variabel tersebut .
a. Modal kerja terhadap total aktiva
Modal kerja merupakan perbedaan antara current assets dan
liability. Menurut Endri (2009) dalam Hilda (2012), rasio yang
mewakili rasio likuiditas ini dapat menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan model kerja bersih dari
keseluruhan total aktiva yang dimiliki. Supardi dan Mastuti
(2003) ,mengatakan bahwa rasio ini merupakan rasio likuiditas
yang mengatur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Apabila modal kerja bersih dapar
menunjukkan angka negatif, kemungkinan besar perusahaan
akan mengalami masalah untuk melunasi kewajiban jangka
pendek karena tidak memiliki aktiva lancar yang cukup.
Sebaliknya apabila modal kerja bersih menunjukkan nilai positif,
48
berarti kemungkinan besar perusahaan tidak ada kesulitan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dengan digunakannya
rasio ini, akan terdeteksi masalah pada rasio likuiditas, seperti
pembengkakan hutan dan ketidakcukupan kas untuk operasional.
b. Laba ditahan terhadap total aktiva
Laba ditahan merupakan variabel yang mewakili rasio
profitabilitas yang dapat mengukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba. Dalam akun ini dilaporkan jumlah
laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham dalam
bentuk dividen, melainkan bentuk reinvested earnings, karena
pemegang saham biasanya mengizinkan perusahaan untuk
menginvestasikan kembali laba yang tidak didistribusikan
sebagai dividen. Oleh karena itu, laba ditahan dilaporkan pada
neraca bukan merupakan kas dan tidak tersedia untuk
pembayaran dividen atau yang lain. Variabel ini menunjukkan
besarnya peranan laba ditahan yang membentuk dana
perusahaan. Semakin besar nilai ini, memperlihatkan bahwa
kondisi keuangan semakin baik, sedangkan semakin kecil
nilainya, kondisi keuangan semakin tidak baik atau tidak sehat.
c. EBIT terhadap total aktiva
Menurut Altman (1998) rasio ini mengukur produktivitas dari
aset perusahaan yang sebenarnya karena terbebas dari faktor
49
pajak dan leverage terhadap total aset. Variabel ini juga
mewakili rasio profitabilitas dalam rasio keuangan, karena pada
variabel ini dapat mengukur kemampuan efisiensi perusahaan
dalam penggunaan aset untuk menghasilkan laba bagi
perusahaan.
d. Total Ekuitas terhadap liabilitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban dari nilai pasar modal sendiri yang didapat
dari saham biasa. Ekuitas didapat dari harga pasar saham saat
penutupan akhir tahun dikali jumlah lembar saham yang beredar
saat itu. Sedangkan total liabilitas diperoleh dengan
menjumlahkan liabilitas lancar dengan liabilitas jangka panjang.
Semakin kecil nilai variabel ini, menunjukan keuangan
perusahaan semakin tidak sehat karena kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban jangka panjang dari modal sendiri
semakin buruk.
2.6 Penelitian terdahulu
Kondisi keuangan perusahaan merupakan tolak ukur bagi kesehatan
perusahaan. Kondisi keuangan yang tidak baik merupakan tanda bahwa perusahaan
sedang mengalami kesulitan keuangan atau financial distress. Tidak ada perusahaan
yang menginginkan untuk mengalami fase ini meskipun tidak dapat dipungkiri bahw
50
financial distress perusahaan dapat dialami oleh perusahaan maupun dan dalam waktu
yang tidak menentu terlebih lagi ketika krisis perekonomian sedang melanda.
Indonesia sebagai salah satu negara Islam yang sedang mengembangkan
ekonomi syariahnya memiliki beberapa lembaga keuangan dan non keuangan yang
bergerak berdasarkan prinsip syariah. Berbagai penelitian dilakukan untuk
membandingkan kondisi keuangan lembaga syariah dengan non syariah. Seperti
penelitian yang dilakukan oleh Faiz (2010) yang mengkaji mengenai stabilitas
perbankan syariah dibandingkan perbankan non syariah dilihat dari pengaruhnya
terhadap non perfoming financing untuk perbankan syariah dan non performing loans
untuk perbankan non syariah. Dari penelitian tersebut dikatakan bahwa perbankan
syariah memiliki stabilitas dari keunggulan sistem kerja serta produk yang ditawarkan
dibandingkan dengan perbankan non syariah. Kenaikan nilai inflasi yang merupakan
akibat dari krisis merupakan Non Performing Loans perbankan non syariah sehigga
stabilitas perbankan non syariah cenderung lebih buruk dibandingkan perbankan
syariah yang NPF nya tidak terpengaruh oleh krisis. Hal ini dikarenakan perbankan
non syariah yang menggunakan sistem bunga sehingga sangat mudah terpengaruh
oleh naiknya tingkat inflasi yang bisa merusak stabilitasnya. Penelitian tersebut
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sudarsono (2009) yang menyatakan
bahwa perubahan tingkat bunga karena krisis dapat mengganggu likuiditas,
mempengaruhi tingkat bunga simpanan dan pinjaman di bank konvensional. Namun
hal ini tidak berlaku bagi perbankan syariah yang menggunakan sistem bagi hasil dan
jual beli. Penelitian yang mengkaji tentang dampak krisis keuangan global terhadap
51
perbankan syariah dan perbankan non syariah dengan melihat rasio keuangan
perusahaan ini menyebutkan bahwa kenaikan pendapatan bank syariah secara umum
lebih baik dibandingkan dengan bank konvensional.
Penelitian yang dilakukan oleh Ihsan & Kartika (2015) yang mengambil subjek
perbankan syariah dan non syariah ini mengkaji mengenai tingkat kesehatan bank dan
potensi kebangkrutannya. Tingkat kesehatan bank yang dinilai dengan metode
RGEC (risk profile,GCG,earning,capital) menunjukkan bahwa bank syariah
memiliki kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan non syariah karena kondisi
keuangan bank syariah menunjukkan hasil yang stabil cenderung meningkat. Melalui
kondisi keuangan ini, dapat dilihat bagaimana potensi kebangkruttan dengan
menggunakan analisis Altman Z score. Hasil menunjukkan bahwa perbankan syariah
merupakan perbankan yang aman karena tidak ada yang mengalami kebangkrutan
ketika krisis. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alim
(2016) dimana penelitian tersebut membandingkan prediksi kebangkrutan perbankan
syariah dan konvesional dengan menggunakan model analisis Altman z score. Hasil
perbandingan Z score antara perbankan syariah dan perbankan konvensional
menunjukan bahwa bank konvensional memiliki tingkat risiko kebangkutan yang
tinggi dibandingkan dengan perbankan syariah. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Myirandasari (2015) yang mengungkapkan bahwa likuiditas dan
profitabilitas bank konvensional lebih unggul daripada bank syariah. Sehingga
analisis prediksi kebangkrutan dari nilai Z score menunjukkan bank konvensional
lebih stabil dibandingkan dengan bank syariah.
52
2.7 Hipotesis
Presentase yang berlaku di pasar modal syariah indonesia untuk komposisi
hutang berbasis bunga terhadap modal adalah tidak lebih dari 82%, dimana hutang
yang berasis bunga dibandingkan deangan aset tidak lebih dari 45%. Dan pendapatan
non halal tidak boleh lebih dari 10 %. Dengan adanya kriteria diatas dapat diketahui
bahwa perusahaan syariah memiliki sumber modal bukan berasal dari pihak ketiga
atau kreditur. Hal ini mengakibatkan perusahaan syariah tidak membayar biaya
bunga dengan jumlah yang besar. dan apabila terjadi krisis yang mengakibatkan
inflasi maka perusahaan syariah tidak berpengaruh terhadap stabilitas perusahaan
syariah. Dengan adanya penjelasan diatas maka penulis merumuskan sebuah
hipotesis untuk mengetahui bagaimana ketahanaan perushaan syariah dan non syariah
terhadap bankruptcy.
Ha : Ketahanan bankruptcy perusahaan syariah lebih baik daripada perusahaan non
syariah.
76