REVISI Laporan Resin Akrilik A1a

12
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik : Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Panas (Heat Cured) Grup : A1a Tgl. Praktikum : 14 April 2014 Pembimbing : Sri Yogiarti, drg., MS Penyusun: No. Nama NIM 1. Kevin Young 021311133001 2. Wiet Sidharta 021311133002 3. David Chrisroper Suyanto 021311133003 4. Aprodita Permata Yuliana 021311133004 5. Azariska Bena 021311133005 DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI REVISI

description

IMKG

Transcript of REVISI Laporan Resin Akrilik A1a

Page 1: REVISI Laporan Resin Akrilik A1a

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik : Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Panas (Heat Cured)Grup : A1aTgl. Praktikum : 14 April 2014Pembimbing : Sri Yogiarti, drg., MS

Penyusun:

No. Nama NIM

1. Kevin Young 021311133001

2. Wiet Sidharta 021311133002

3. David Chrisroper Suyanto 021311133003

4. Aprodita Permata Yuliana 021311133004

5. Azariska Bena 021311133005

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2014

REVISI

Page 2: REVISI Laporan Resin Akrilik A1a

Gambar 3. 4 gram bubuk polimer dan 2 ml cairan monomer

Gambar 1. cetakan dan kuvet logam

Gambar 2. Pot porselen

1. TUJUAN

Mahasiswa dapat memanipulasi akrilik aktivasi panas dengan cara dan alat yang tepat, dapat

mengamati tahap yang terjadi pada pencampuran polimer dan monomer yaitu sandy stage,

stringy stage, dough stage, rubbery stage dan stiff stage.

2. CARA KERJA

2.1 Bahan

a. Bubuk Polimer dan cairan monomer

b. Cairan CMS

2.2 Alat

a. Cetakan

b. Syringe

c. Air panas

d. Pot Porselin

e. Stopwatch

f. Kuas kecil

g. Kuvet logam

h. Timbangan digital

i. Press kuvet

j. Plastik / kertas cellophane

k. Pisau malam

l. Pisau model

2.3 Cara Kerja

2.3.1 Pengisian cetakan (mould) dengan adonan resin aklirik

(packing)

a. Bahan resin akrilik dan peralatan untuk packing

disiapkan di atas meja praktikum.

b. Permukaan mould dan sekitarnya diolesi dengan

cairan CMS memakai kuas dan ditunggu sampai

kering.

Page 3: REVISI Laporan Resin Akrilik A1a

c. Cairan monomer diukur sebanyak 2 ml dan bubuk polimer ditimbang

sebanyak 4 gram.

d. Cairan monomer dimasukkan ke dalam pot porselin terlebih dahulu,

kemudian bubuk polimer dimasukkan, lalu tunggu hingga semua bubuk

terbasahi. Setelah bubuk terbasahi, aduk adonan hingga homogen.

e. Awal waktu pengadukan dihitung/dicatat dengan stopwatch, campuran

monomer dan polimer diaduk dengan pisau malam bagian yang tumpul

sampai homogen kemudian pot porselin ditutup. Amati tahapan-tahapan

polimerisasi yang terjadi dan catat waktu tiap tahap.

f. Tahapan sandy, stringy, dough diamati dengan cara

membuka tutup pot porselin, bila tahap dough belum

tercapai maka ditutup lagi. Selanjutnya tahap

rubbery dan tahap stiff diamati setelah tahap dough

selesai (dari sisa adonan yang tidak terpakai)

g. Setelah tahap dough tercapai, adonan resin akrilik

ditutup dengan plastik, kemudian kuvet atas dipasang

dan dilakukan pengepresan pada press hidrolik.

Setelah pengepresan, kuvet dibuka, kertas selopan

diangkat, dan kelebihan resin akrilik dipotong dengan menggunakan pisau

model tepat pada tepi cetakan.

h. Pengepresan kedua dilakukan, masih menggunakan plastik, dan kelebihan

resin akrilik dipotong lagi.

i. Pada pengepresan terakhir tidak menggunakan plastic selopan , kuvet atas dan

bawah harus rapat kemudian dipindahkan pada handpress dan dilakukan

proses kuring.

2.3.2 Proses kuring

Proses kuring dilakukan sesuai dengan aturan pabrik, untuk merk QC20 :

a. Memasak air pada dandang di atas kompor sampai medidih (suhu 100˚C)

b. Kuvet yang terisi akrilik dan dalam keadaan dipres lagsung dimasukkan pada

air mendidih selama 20 menit

Gambar 4. Rubbery stage

Page 4: REVISI Laporan Resin Akrilik A1a

c. Kemudian api kompor dimatikan dan tempat curing (panci) diisi air kran

hingga suhu air menjadi suhu normal (hanya boleh pada saat percobaan, pada

saat ujian air mendidih tersebut harus benar-benar dibiarkan hingga kembali

menjadi suhu normal), kuvet dibiarkan sampai benar-benar dingin

2.3.3 Deflasking

a. Press dibuka, lalu kuvet dibuka

b. Akrilik hasil kuring diambil secara hati-hati dengan pisau malam

c. Ulangi percobaan dari awal, tetapi packing dilakukan pada setelah tahap awal

dough tercapai

d. Ulangi percobaan dari awal, tetapi packing dilakukan pada setelah tahap

stringy tercapai.

3. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini digunakan akrilik jenis heat-activated denture base resins. Heat-

activated material banyak digunakan untuk pembuatan basis gigi tiruan (Hatrick, 2011).

Energi termal yang dibutuhkan untuk polimerisasi pada akrilik jenis ini didapatkan dari

water bath atau microwave oven.(Anusavice, 2009).

Praktikum dilakukan dengan tiga percobaan tanpa variasi komposisi perbandingan

banyaknya bubuk polimer dan cairan monomer. Pada praktikum kali ini, variasi dilakukan

pada fase yang digunakan saat penuangan adonan. Pada percobaan pertama, fase yang

dipakai saat penuangan adonan adalah stringy, kedua dough, dan ketiga adalah rubbery.

Dari percobaan ini, didapatkan 3 hasil percobaan yang berbeda.

Fase

Sandy

Fase

Stringy

Fase

Dough

Fase

Rubbery

Fase

Stiff

Percobaan

1

40 detik 1 menit

40 detik

6 menit

20 detik

14 menit 22 menit

Percobaan

2

52 detik 2 menit 6 menit 9 menit

40 detik

21 menit

Page 5: REVISI Laporan Resin Akrilik A1a

Percobaan

3

1 menit 2 menit

39 detik

7 menit

50 detik

15 menit

40 detik

30 menit

20 detik

Rata-rata 51 detik 2 menit 6

detik

6 menit

43 detik

13 menit

6 detik

24 menit

26 detik

Percobaan 1

Pada percobaan 1, adonan resin akrilik

dituang ke dalam mould pada fase stringy.

Pada fase stringy tampak campuran berserat

(Annusavice, 2009). Pada hasil percobaan

pertama ini tampak bahwa permukaan

akrilik kasar dan tidak rata dikarenakan

cetakan mould yang tidak rata. Pada akrilik juga tampak adanya banyak porous di bagian

dalam akrilik. Porous terbentuk akibat adanya udara yang terjebak saat pengadukan. Selain

itu, porous juga dapat terbentuk karena masih banyaknya kandungan monomer didalam

adonan pada fase stringy.

Percobaan 2

Pada percobaan 2, adonan resin akrilik dituang ke dalam mould pada fase dough. Fase

dough, ditandai dengan campuran sudah tidak lengket. Pada fase inilah akrilik paling ideal

untuk dicetak pada mould karena memiliki tingkat flow yang tinggi

dan bersifat plastis sehingga adonan dapat masuk ke seluruh

permukaan mould. (Annusavice, 2009) Hasil yang didapatkan pada

percobaan ke dua ini adalah pada tepi akrilik terdapat sayap

disebabkan karena kurang telilti dalam pembersihan kelebihan

adonan. Selain itu permukaan agar kasar dan terlihat tidak ada

porous. Hasil cetakan terlihat lebih rapi dibanding percobaan

pertama dan ketiga. Oleh karena itu fase ini adalah fase yang paling

pas untuk memasukan adonan kedalam mould.

Gambar 5. Hasil akrilik yang dicetak pada fase stringy.

Gambar 6. Hasil akrilik yang dicetak pada fase dough.

Page 6: REVISI Laporan Resin Akrilik A1a

Percobaan 3

Pada percobaan 3, adonan resin akrilik dituang ke dalam mould pada fase rubbery. Fase

rubbery, campuran bersifat elastis. (Annusavice, 2009). Pada percobaan ketiga ini

didapatkan hasil yaitu pada tepi akrilik terdapat adanya

sayap yang disebabkan karena pada fase rubbery tingkat

flow sudah berkurang dan sifat elastisitasnya yang

menyebabkan bentuk adonan tidak sempurna karena pada

tahap ini monomernya sudah banyak yang menguap

Selain itu permukaan kasar disebabkan oleh mould yang

tidak rata dan porus.

Manipulasi resin akrilik ini melalui tiga tahapan, yaitu packing, kuring, dan deflasking.

Pada proses packing, ketiga percobaan dimulai dalam waktu yang hampir bersamaan, tetapi

karena perbedaan fase saat penuangan adonan, sehingga percobaan ketiga memakan waktu

yang lebih lama karena menunggu sampai terbentuknya fase rubbery pada resin akrilik

untuk dimasukkan kedalam kuvet.

Dalam tahap packing ini, akrilik melewati lima perubahan fase. Fase sandy yaitu fase

dimana baru saja didapatkan campuran yang homogen dari adukan. Dalam fase ini

campuran masih terasa berpasir. Fase selanjutnya adalah stringy, yaitu fase dimana

campuran menjadi lengket dan berserabut jika dipegang. Fase dough, adalah fase dimana

campuran menjadi liat dan tidak lengket. Pada fase ini campuran harus segera dimasukkan

kedalam kuvet, karena flow masih tinggi sehingga adonan lebih mudah masuk dan

memenuhi cetakan dengan baik. Fase selanjutnya adalah rubbery, dimana campuran sudah

menjadi keras namun tetap lentur seperti karet, ketika ditarik maka dia akan dengan mudah

kembali ke bentuk semula. Fase terakhir adalah stiff, yaitu fase dimana campuran menjadi

keras dan mudah patah ketika ditarik.

Pada tahap kuring dilakukan percobaan sesuai dengan prosedur yang telah ada.

Sedangkan pada tahap deflasking melalui proses yang berbeda. Pada tahap deflasking, air

panas tidak ditunggu sampai benar-benar dingin, tetapi dicampur dengan air dingin untuk

mempercepat pendinginan air. Hal ini dilakukan untuk mempercepat waktu percobaan.

Gambar 7. Hasil akrilik yang dicetak pada fase rubbery.

Page 7: REVISI Laporan Resin Akrilik A1a

Setelah airnya sudah mulai mendingin, kuvet dikeluarkan kemudian sampel diambil dengan

menggunakan pisau malam.

Pada hasil akhir, terdapat tiga variasit hasil percobaan. Pada hasil percobaan yang kedua

didapatkan hasil yang mendekati sempurna karena polimerisasi berjalan dengan baik.

Sedangkan pada percobaan pertama dan ketiga didapatkan hasil yang mengandung porositas

yang tinggi. Pada percobaan yang pertama, porositas terjadi karena campuran dimasukkan

kedalam kuvet pada saat fase stringy. Saat fase ini, viskositas campuran masih terlalu rendah

untuk dapat dicetak ke dalam kuvet.

Selain karena tidak tepatnya fase untuk dimasukkan kedalam kuvet, porositas juga dapat

disebabkan oleh perubahan suhu yang terlalu drastis pada tahap deflasking. Pada percobaan

ini, kita memang melalui proses deflasking yang tidak sesuai dengan prosedur, dikarenakan

untuk menghemat waktu. Ketidaktepatan rasio antara bubuk polimer dan cairan monomer

juga dapat menyebabkan porositas. Terlalu banyak polimer dapat menimbulkan adanya

ruang diantara cairan monomer sehingga hasilnya menjadi rapuh dan berporos.

Pada percobaan ini juga dapat ditemukan beberapa kerusakan (defect) pada akrilik, yaitu

1. Porous terbentuk karena ada udara yang terjebak pada saat pengadukan, kurangnya

tekanan yang mengakibatkan adonan menjadi tidak padat sehingga masih ada udara

yang terjebak. Selain itu liquid yang menguap juga dapat mengakibatkan porous Ada 2

jenis porositas yang dapat ditemukan yaitu shrinkage porosity dan gaseous

porosity. Shrinkage porosity terlihat seperti gelembung dengan bentuk yang

tidak beraturan bentuk dipermukaan resin akrilik sedangkan gaseous

porosity terlihat berupa gelembung kecil halus yang uniform (seragam),

biasanya terjadi terutama pada protesa yang tebal dan di bagian yang

lebih jauh dari sumber panas.

2. Sayap pada tepi akrilik disebabkan oleh kurangnya ketelitian dalam membersihkan

kelebihan resin akrilik. Pada saat pemotongan dibutuhkan keterampilan dan alat

pemotong yang sesuai agar hasil maksimal.

3. Permukaan akrilik kasar dan tidak rata, hal ini dikarenakan cetakan mould yang kasar

dan tidak rata. Hal ini bisa juga disebabkan karena pemakaian CMS yang berlebihan

Page 8: REVISI Laporan Resin Akrilik A1a

pada permukaan mould karena menyebabkan penumpukan CMS di sisi tertentu, hal ini

bukan merupakan tindakan yang tepat.

4. Ada gipsum yang menempel pada hasil akhir cetakan akrilik. Hal ini dapat dikarenakan

oleh permukaan mould yang kurang bersih saat akan digunakan sehingga masih ada sisa

gipsum yang menempel.

5. KESIMPULAN

Dari percobaan yang kami lakukan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa waktu yang

paling  tepat untuk mencetak resin akrilik melalui metode heat cured adalah saat adonan

dalam fase dough karena pada fase ini adonan memiliki flow yang paling baik sehingga

mudah dimanipulasi dan menghasilkan hasil cetakan akrilik yang memiliki permukaan halus,

keras, dan tidak berporus.

6. DAFTAR PUSTAKA

Anusavice K.J. 2009. Science of Dental Material.11th ed. St Louis. WB Saunders Co. St.

Louis, Missouri. pp. 722, 727

Van Noort R. 2007. Introduction Dental Materials.3rd ed. Mosby Elsevier Science Limited

Edinburgh, London, New York. pp. 217

Stewart and Michael Bagby. 2013. Clinical Aspects of Dental Materials : Theory, Practice,

and Cases. 4th ed. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. pp. 153

Hatrick, Carol Dixon. 2011. Dental Materials : Clinical Applications for Dental Assistans

and Dental Hygienists. 2nd ed. St. Louis. Saunders Elsevier. pp. 219, 220