Referat Adit Anak1
description
Transcript of Referat Adit Anak1
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I Pendahuluan 2
Bab II Demam Berdarah Dengue
Epidemiologi 3
Patofisiologi 5
Patogenesis 8
Diagnosis 13
Manifestasi klinis 15
Pemeriksaan penunjang 17
Diagnosis banding 20
Penatalaksanaan 20
Komplikasi 29
Pencegahan 30
Daftar Pustaka 32
1Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan di kota
Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Sejak itu penyakit ini menjadi salah satu penyakit
endemis di Indonesia. Selama kurun waktu 1968 sampai 1993 setiap tahun rata-rata 18.000 orang
dirawat di rumah sakit dan 700-750 orang meninggal dunia karena terserang penyakit tersebut
(Depkes RI, 1997). Pada tahun 1998 kasus DBD cenderung mengalami peningkatan, hal ini
terlihat dengan tingginya Insiden Rate (IR) sebesar 35,19/100.000 penduduk. Kemudian pada
tahun 1999 angka IR menurun tajam sebesar 10,17 %, namun pada tahun-tahun berikutnya IR
meningkat menjadi 15,99 % pada tahun 2000, 21,66 % pada tahun 2001, 19,24 % pada tahun
2002 dan 23,87 % pada tahun 2003.
Pada awalnya penyakit DBD hanya menyerang daerah perkotaan yang berpenduduk
padat saja seperti kota Jakarta dan Surabaya, kemudian penyebarannya berlanjut ke kota-kota
lain seperti Semarang, Yogyakarta dan lain-lainnya. Pada tahun 1985, DBD dilaporkan telah
tersebar baik di kota-kota maupun di desa-desa di seluruh Provinsi di Indonesia (Sumarno,
1987).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabakan oleh empat
serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi,
manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya
renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat
menyebabkan kematian.
Demam berdarah dengue disebabkan virus dengue termasuk group arbovirus dan
sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe,
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi
dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Virus DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe virus
yang dominan, namun virus DEN-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD yang berat.1
2Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
BAB II
DEMAM BERDARAH DENGUE
EPIDEMIOLOGI
Infeksi virus dengue telah berada di Indonesia sejak abad ke 18, dilaporkan oleh David
Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue dikenal sebagai
penyakit demam lima hari (vijf daagse koorts) kadangkala disebut juga demam sendi (knokkel
koorts).1
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang senantiasa ada sepanjang tahun di
negara kita, oleh karena itu disebut penyakit endemis. Di Indonesia sejak pertama ditemukan
penyakit DBD tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta angka kejadian DBD meningkat dan
menyebar ke seluruh daerah kabupaten di wilayah Republik Indonesia 2
Pada pengamatan selama kurun waktu 20-25 tahun sejak awal ditemukan kasus DBD,
angka kejadian luar biasa penyakit DBD diestimasikan setiap 5 tahun dengan angka kematian
tertinggi pada tahun 1968 awal diketemukan kasus DBD dan angka kejadian penyakit DBD
tertinggi pada tahunn 1988. Angka Case Fatality Rate dari DBD terlihat menurun tajam dari
tahun ke tahun sebagai hasil dari pelatihan penatalaksanaan kasus dan ceramah-ceramah klinik
yang diberikan untuk dokter-dokter di RS dan puskesmas.1,2
Kelompok umur yang sering terkena adalah anak-anak umur 4-10 tahun, walaupun dapat
mengenai bayi dibawah umur 1 tahun. Laki-laki dan perempuan sama-sama dapat terkena tanpa
terkecuali.3
Cara hidup nyamuk terutama nyamuk betina yang menggigit pada pagi dan siang hari,
kiranya dapat menjadi sebab mengapa anak balita mudah terserang demam berdarah. Nyamuk
aedes yang menyenangi tempat teduh, terlindung matahari, dan berbau manusia, oleh karena itu
balita yang masih membutuhkan tidur pagi dan siang hari seringkali menjadi sasaran gigitan
nyamuk. Sarang nyamuk selain di dalam rumah, juga banyak djumpai di sekolah, apalagi bila
keadaan kelas gelap dan lembab. Disamping nyamuk aedes aegypti yang senang hidup di dalam
rumah, juga terdapat nyamuk aedes albopictus yang senang hidup di luar rumah, di kebun yang
rindang yang dapat menularkan penyakit demam berdarah dengue. Faktor daya tahan anak yang
belum sempurna seperti halnya orang dewasa, agaknya juga merupakan faktor mengapa anak
lebih banyak terkena penyakit demam berdarah dengue dibanding orang dewasa.3
3Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
Puncak kasus DBD diketahui pada musim hujan, tetapi untuk daerah perkotaan puncak kasus
DBD terjadi pada permulaan musim kemarau.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks,
yaitu (1) pertumbuhan penduduk, (2) urbanisasi yang tidak terencana dan terkontrol, (3) tidak
adanyan kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan (4) peningkatan sarana
transportasi.4
Morbiditas dan moralitas demam berdarah dengue bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain status imunologi penderita, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue,
virilensi virus dan kondisi geografi setempat.4
.
Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu
manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
yang lain dapat juga menularkan virus ini tetapi merupakan vektor yang kurang berperan.5
Nyamuk aedes aegypti hidup dengan subur di belahan dunia yang memiliki iklim tropis
dan subtropis seperti Asia, Afrika. Australia dan Amerika. Nyamuk aedes aygepti hidup dan
berkembangbiak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak secara langsung
berhubungan dengan tanah seperti : bak mandi/wc, minuman burung, air tandon, air
tempayan/gentong, kaleng, ban bekas, dll. Di Indonesia nyamuk aedes aygepti tersebar luas di
seluruh pelosok tanah air, baik di kota-kota maupun di desa-desa, kecuali di wilayah yang
ketinggiannya lebih dari 1.000m diatas permukaan laut.1
Perkembangan hidup nyamuk aedes aygepti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu
sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih
darah manusia untuk mematangkan telurnya. Kemampuan terbangnya berkisar antara 40-100 m
dari tempat perkembang biakannya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang
tergantung yang ada di dalam rumah, seperti gordyn, kelambu dan baju/pakaian di kamar gelap
dan lembab.1
Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim hujan, dimana terdapat banyak
genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk aedes aygepti.
Nyamuk aedes albopictus kurang berperan dalam menyebarkan penyakit demam
berdarah jika dibandingkan dengan nyamuk aedes aygepti. Hal ini karena nyamuk aedes
albopictus hidup dan berkembangbiak di kebun atau semak-semak, sehingga jarang kontak
4Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
dengan manusia dibandingakan dengan nyamuk aedes aygepti yang berada di dalam dan sekitar
rumah.1
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Penyakit ini ditularkan oleh orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue.
Orang ini bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu jika mempunyai
kekebalan yang cukup terhadap virus dengue. Jika manusia digigit nyamuk Aedes aegypti maka
virus masuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus dengue akan
berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk.
Sebagian besar virus itu berada dalam kalenjar liur nyamuk. Selanjutnya pada waktu nyamuk itu
mengigit orang lain, maka setelah alat tusuk nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah,
sebelum darah orang itu diisap, terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari kalenjar liurnya agar
darah yang diisap tidak membeku. Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue
dipindahkan ke orang lain.1
PATOFISIOLOGI
Ada dua patofisiologi utama pada DBD, yaitu (1) meningkatnya permeabilitas kapiler
yang menghasilkan kebocoran plasma dan ini menyebabkan hipovolemia, hemokonsentrasi serta
renjatan (2) adanya hemostasis yang abnormal, melibatkan perubahan pembuluh darah,
trombositopeni dan koagulopati.6
Teori Virulensi Virus
Seseorang akan terkena infeksi virus dengue dan menjadi sakit kalau jumlah dan virulensi
virus cukup kuat untuk mengalahkan pertahanan tubuh. Fakta ini diperkuat dengan uji coba
dimana beberapa orang yang digigit nyamuk infeksius, hasilnya adalah ada orang yang sakit dan
ada orang yang tidak sakit.1
Teori Imunopatologi
Respon imun terhadap infeksi virus dengue mempunyai dua aspek yaitu respon
kekebalan atau malahan menyebabkan penyakit. Pada percobaan terhadap manusia dan mencit
dapat disimpulkan bahwa sesudah mendapat infeksi virus dengue satu serotype maka akan
terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka waktu lama dan tidak mampu mMberi
pertahanan terhadap jenis virus yang lain. Teori ini berkembang dan didukung oleh data
5Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
epidemologik, klinis dan laboratorium yang banyak diteliti di Thailand sekitar tahun 1954-1964.
Teori tersebut kemudian disebut sebagai Teori Infeksi Sekunder oleh virus yang heterologus
yang berurutan. Kalau seseorang mendapat infeksi primer dengan satu jenis virus, kemudian lain
kali mendapat infeksi sekunder dengan jenis serotype virus yang lain maka risiko besar akan
terjadi infeksi virus yang berat.1
Teori Antigen Antibodi
Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody, membentuk
‘virus-antibodi kompleks’ (kompleks imun) kemudian mengaktivasi komplemen, aktivasi ini
akan menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a, yang merupakan mediator kuat permeabilitas
kapiler, kemudian terjadi kebocoran plasma.1,6
Teori Infection Enhacing Antibodi
Teori ini mengungkapkan bahwa manusia yang telah terinfeksi virus dan membentuk
antibody, dimana antibody ini bersifat non neutralisir dan bila terjadi infeksi berulang memiliki
resiko terjangkit DBD lebih besar dibanding dengan manusia yang tak memiliki antibody.
Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak di dapat pada sel makrofag yang beredar
dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada makrofag yang
dilingkupi antibody non neutralisasi, antibody tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi dan
akhirnya sel mudah terinfeksi. Lebih banyak sel makrofag terinfeksi lebih berat penyakitnya.
Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan berbagai substansi
inflamasi, sitokin dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan
mengaktivasi sistem koagulasi.1
Teori Mediator
Makrofag yang terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Sitokin diproduksi oleh
banyak sel terutama makrofag mononuclear. Disini sitokin disebut juga monokin. Fungsi dan
mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh
rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi dan
diferensiasi limfosit, sebagai activator sel inflamasi non spesifik, dan sebagai stimulator
pertumbuhan dan diferensiasi loeukosit matur. Teori mediator ini sejalan dan berkembang
bersama dengan peran endotoksin dan teori peran sel limfosit.1
Peran Endotoksin
6Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
Syok pada DBD akan menyebabakan iskemia pada usus, disamping iskemia juga pada
jaringan lain. Pada waktu iskemia usus, terjadi translokasi bekteri dari lumen usus ke
dalam sirkulasi. Endotoksin dsebagai komponen kapsul luar dari bakteri gram negative
akan mudah masuk kedalam sirkulasi pada kejadian syok yang akan diikuti iskemia berat.
Endotoksin akan mengaktivasi kaskade sitokin terutama TNF alfa dan interleukin 1
dimana hal tersebut meningkatkan permeabilitas pembuluh darah yang memudahkan
kembali terjadinya shock hipovolemic.
Peran Limfosit
Virus yang masuk ke makrofag akan mendapat tanggapan, dimana peptide virus akan
dibawa oleh MHC kelas I lalu dipajang dipermukaan virus. Pajanan peptide virus
menyebabkan sel limfosit T CD8 mengenal bahwa didalam makrofag tersebut ada virus.
Kemudian sel limfosit tersebut akan teraktivasi, mengeluarkan limfokin, termasuk
limfokin yang mengaktivkan makrofag dan mengaktivkan sel
Teori Trombosit Endotel
Trombosit dan endotel diduga mempunyai peran penting dalam patogenesis DBD,
berdasarkan kenyataan bahwa pada DBD terjadi trombositopenia dan permeabilitas kapiler yang
meningkat yang berarti ada pengaruh terhadap integritas sel endotel. Dua komponen ini
merupakan satu kesatuan fungsi dalam mempertahankan homeostasis. Salah satu cedera akan
berakibat pada yang lain. Gangguan pada endotel akan menimbulkan agregasi trombosit serta
aktivasi koagulasi.1
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegepty atau
Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus ini adalah organ hepar, nodus limfatikus, sumsum
tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukan bahwa sel-sel monosit dan
makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan
difagosit oleh sel monosit perifer.
Virus Den mampubertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut.
Infeksi virus dengue mulai dengan menempelnya virus gemonnya masuk ke dalam sel dengan
bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen
7Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
antara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan
dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.
Patogenesisnya terjadinya syok berdasarkan hipotesis The Secondary Heterologous
Infection Theory yang dirumuskan oleh Suvatte tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh
tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan
terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu replikasi virus dengue terjadi
juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak.
Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi (virus antibodi kompleks)
yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari
ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma
dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma
ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi
secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal, oleh karena
itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.7
Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain, dapat
mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada
tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua
hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
8Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem
koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP
(adenosine di phospat) sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan
trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial sistem) sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet factor III mengakibatkan
terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulopati intravaskuler deseminata), ditandai dengan
peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak namun tidak berfungsi baik. Di sisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem
kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi, perdarahan massif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akibatnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi. 7
9Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
Perubahan Hematologi
Infeksi virus dengue menyebabkan terjadinya perubahan yang komplek dan unik pada
berbagai mekanisme homeostatik dalam tubuh penderita. Komplek virus antibody yang
terbentuk akan dapat mengaktifkan sistem koagulasi yang dimulai dari aktivasi faktor XII
(Hageman) menjadi bentuk aktif (XIIa). Selanjutnya faktor XIIa ini akan mengaktifkan faktor
koagulasi lainnya secara berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga akhirnya terbentuk fibrin.
Disamping itu, selain terhadap sistem koagualsi, faktor XI Ia juga akan mengaktifkan sistem
fibrinolisis, sistem kinin dan sistem komplemen yang kesemuanya memberikan gambaran betapa
kompleksnya akibat yang ditimbulkan oleh virus DBD tersebut.
Secara klinis dapat dijumpai gejala perdarahan sebagai akibat trombositopenia berat,
masa perdarahan dan masa protrombin yang memanjang, penurunan kadar faktor pembekuan II,
V, VII, VIII, IX dan X bersama hipofibrinogenemia dan peningkatan produk pemecahan fibrin
(FDP). Sedangkan aktivasi sistem kinin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah dengan akibat kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan hematokrit dan efusi
cairan serosa. Terbentuknya bradikinin mengakibatkan pelebaran pembuluh darah yang dapat
berlanjut dengan turunnya tekanan darah. Berbagai kelainan hematologi telah terbukti menyertai
perjalanan penyakit DBD, keadaan ini dipakai sebagai penunjang diagnosis dan untuk
penatalaksanaan yang tepat serta untuk penelitian lebih jauh mengenai patofisiologi DBD.
Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah panas, dan mencapai titik terendah
pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DBD masih kontroversial. Sebagian peneliti
mengatakan kemungkinan penyebabnya ialah trombopoesis yang menurun dan destruksi
trombosit dalam darah yang meningkat. Peneliti lain menemukan adanya gangguan fungsi
10Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
trombosit. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai penyebab
agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan sistem retikuloendotelial khususya limpa
dan hati.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:
1. Supresi sumsum tulang
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit
Komplek virus - antibody
XII XIIa
Fibrinolisiskoagulasi
Kinin Komplemen
Systemkardiovaskuler
plasmin
Fibrin
DIC
FDP
Perdarahan Syok
Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat
infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi,
anti-hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM,
pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi
yang telah ada meningkat (booster effect).
11Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5,
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari.
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat.7
DIAGNOSIS
Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi
klinis sebagai berikut:
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/ artralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung positif)
Leukopenia
Dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
Demam Berdarah Dengue (DBD)
12Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini
terpenuhi :
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal 1 dari manifestasi perdarahan berikut :
Uji bendung positif
Petekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan di
tempat lain
Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/uL)
4. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda plasma leakage (keocoran plasma) sebagai
berikut :
Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin
Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya
Tanda kebocoran plama seperti : efusi pleura, ascites, hipoproteinemia atau
hiponatremia
Sindroma Syok Dengue (SSD)
Seluruh kriteria diatas untuk DBD
Disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan
darah turun (≤ 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan
lembab serta gelisah.
Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue 3
Derajat I : Adanya demam tanpa perdarahan, manifestasi perdarahan hanya berupa torniket tes
positif
Derajat II : Gejala demam diikuti dengan perdarahan spontan, biasanya berupa perdarahan di
bawah kulit dan atau berupa perdarahan lainnya
Derajat III : Adanya kegagalan sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, penyempitan tekanan
nadi (< 20 mmHg), atau hipotensi, dengan disertai akral dingin dan gelisah
Derajat IV : Adanya syok yang berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak
terukur
13Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat berupa
demam yang tidak jelas, demam dengue, demam berdarah dengue dengan kebocoran plasma
yang mengakibatkan syok atau syndroma syok dengue (SSD).3
Masa inkubasi pada tubuh manusia sekitar 4-6 hari, timbul gejala prodromal yang tidak khas
seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.
Infeksi virus dengue
Asimptomatik Simptomatik
Demam tidak spesifik Demam Dengue
Perdarahan (-) Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+)(SSD)
14Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
DD DBD
Spektrum Klinis Infeksi virus dengue
Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi
klinis sebagai berikut : 1,4,5,8
- Peningkatan suhu mendadak, kadang-kadang disertai menggigil
- nyeri kepala
- muka kemerahan (flushed face)
- nyeri retro-orbital
- fotofobia
- mialgia/atralgia
- anoreksia
- konstipasi
- nyeri perut
- nyeri tenggorok
- ruam kulit
- manifestasi perdarahan
Laboratorium :
- leukopenia
- jumlah trombosit umumnya normal tapi dapat dijumpai trombositopenia
- faktor pembekuan normal
- dan pemeriksaan serologi dengue positif
Demam Berdarah Dengue
Perubahan patofisiologis infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan penyakit
antara DD dengan DBD. Perubahan patofisiologis tersebut adalah kelainan hemostasis dan
perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat dapat diketahui dengan adanya
trombositopenia dan peningkatan hematokrit. 1,4,5,8
Gejala klinis DBD ditandai dengan :
- Demam mendadak
- Disertai dengan muka kemerahan (facial flush)
15Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
- Gejala klinis lain yang menyerupai DD seperti anoreksia, mual, muntah, sakit kepala,
nyeri pada otot dan sendi
- Pada beberapa pasien mengeluh nyeri tenggorokan dan pada pemeriksaan ditemukan
faring hiperemis
- Perasaan tidak enak di epigastrium, nyeri bawah lengkung iga kanan, kadang-kadang
nyeri dapat dirasakan pada seluruh perut
- Pada akhir fase demam jumlah lekosit menurun
Terdapat 4 gejala utama DBD, y aitu :
1. Demam tinggi yang mendadak
2. Tanda-tanada perdarahan
3. Hepatomegali
4. Syok
Laboratorium :
- Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia)
- Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi merupakan indikator terjadinya
kebocoran plasma
- Pemeriksaan serologi dengue +
- Penurunan faktor koagualsi dan fibrinolitik
- Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, dijumpai penurunan kelompok vitamin K-
dependen
Pemeriksaaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura terutama hemithoraks kanan. Tetapi apabila perembesan
plasma hebat dapat terjadi di kedua hemitorax.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada fase akhir demam, pada saat ini penurunan suhu
yang tiba-tiba sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya.
Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara,
pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. DBD dibedakan dengan DD dengan adanya
kebocoran plasma yang bermanifestasi sebagai peningkatan nilai hematokrit, efusi pada rongga
pleura atau rongga peritoneum atau hipoproteinemia. Perjalanan penyakit dapat dipengaruhi oleh
diagnosis dini dan pemberian cairan.
16Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan darah ditemukan :1
Leukopenia pada akhir fase demam
Limfositosis biasanya terlihat sebelum fase syok
Hematokrit meningkat >20% (hemokonsentrasi)
Trombosit <100.000/ul (trombositopenia)
Perubahan metabolik :
Hiponatremi paling sering terjadi pada pasien DHF atau DSS
Asidosis metabolik ditemukan pada pasien syok dan harus dikoreksi segera
Kadar urea nitrogen darah meninggi
Kelainan koagulasi
Masa protrombin memanjang
Masa tromboplastin parsial memanjang
Kadar fibrinogen turun dan peningkatan penghancuran fibrinogen merupakan pertanda
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
Pemeriksaan Fungsi hati :
Kadar transaminase sedikit meningkat
Kadar albumin rendah, dapat menjadi tanda adanya hemokonsentrasi
Pemeriksaan Radiologis :
Foto rontgen thorax : posisi right lateral decubitus (RLD)
Ditemukan adanya efusi pleura kanan. Efusi bilateral bisa terjadi pada DSS
Pemeriksaan serologis :
Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test = HI test)
Uji hemaglutinasi inhibisi adalah uji serologis yang dianjurkan dan paling
sering dipakai dan dipergunakan sebagai gold standard pada pemeriksaan serologis.
Walaupun demikian, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada uji HI :
- Uji HI sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat
menunjukan tipe virus yang menginfeksi
- Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai lama sekali (>48 tahun) maka uji ini baik
digunakan pada studi sero-epidemiologi
- Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer 4x dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280)
baik pada serum akut atau konvalessen dianggap sebagai presumtif positif, atau diduga
keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection)
17Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
Uji netralisasi
Uji neutralisasi adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization
Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi
neutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi tetapi
lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8 tahun). Uji ini juga
rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
Uji fiksasi komplemen
Uji komplemen fiksasi jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik secara rutin, oleh
karena selain cara pemeriksaan agak rumit prosedurnya juga memerlukan tenaga
pemeriksa yang berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi komplemen
fiksasi hanya bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
Uji ELISA anti dengue IgM dan IgG
IgM antidengue timbul pada infeksi primer maupun sekunder dan adanya antibodi IgM
ini menunjukkan adanya infeksi dengue. IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat
sampai minggu ke-3, meghilang pada minggu ke-6.
IgG pada infeksi primer IgG mulai timbul pada hari ke-5 dan mencapai kadar tertinggi
pada hari ke-14, kemudian bertahan untuk berbulan-bulan. Pada infeksi sekunder IgG
mulai terdeteksi pada hari ke-2 melebihi kadar IgM.
NS1
Pemeriksaan NS1 Ag yang berarti nonstruktural 1 antigen adalah pemeriksaan yang
mendeteksi bagian tubuh virus dengue sendiri. Karena mendeteksi bagian tubuh virus dan
tidak menunggu respon tubuh terhadap infeksi maka pemeriksaan ini dilakukan paling
baik saat panas hari ke-0 hingga hari ke -4, karena itulah pemeriksaan ini dapat
mendeteksi infeksi virus dengue bahkan sebelum terjadi penurunan trombosit. Setelah
hari keempat kadar NS1 antigen ini mulai menurun dan akan hilang setelah hari ke-9
infeksi. Angka sensitivitas dan spesifisitasnya pun juga tinggi. Bila ada hasil NS1 yang
positif menunjukkan kalau seseorang ‘hampir pasti’ terkena infeksi virus dengue.
Sedangkan kalau hasil NS1 Ag dengue menunjukkan hasil negatif tidak menghilangkan
kemungkinan infeksi virus dengue dan masih perlu dilakukan observasi serta
pemeriksaan lanjutan.
18Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
DIAGNOSA BANDING
Pada awal perjalanan penyakit diagnosis mencakup infeksi bakteri, virus atau infeksi
protozoa seperti demam dengue, campak, influenza, demam chikungunya, leptospirosis
dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat
membedakan DBD dengan penyakit lain.
DBD harus dibedakan pada demam chikungunya. Pada demam chikungunya biasanya
seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza.
Demam chikungunya memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih
pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva
dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Pada demam chikungunya tidak ditemukan
perdarahan gastrointestinal dan syok.1,5
PENATALAKSANAAN
Perjalanan penyakit DBD terbagi 3 fase :3
1. Fase demam yang berlangsung selama 2-7 hari
Terapi simtomatik dan suportif
Parasetamol 10-15mg/kg/dosis setiap 4-6 jam (salisilat tidak dianjurkan karena
mempunyai resiko terjadinya penyulit perdarahan dan asidosis)4
Kompres hangat diberikan apabila pasien masih tetap panas
Terapi suportif yang diberikan antara lain larutan oralit, jus buah dan lain-lain
Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah hebat, berikan cairan
sesuai kebutuhan dan apabila perlu berikan cairan intravena. Semua pasien tersangka
dengue harus diawasi dengan ketat setiap hari sejak hari sakit ketiga. Setelah bebas
demam selama 24 jam tanpa antipiretik, pasien DBD akan memasuki fase kritis. Sebagian
pasien akan sembuh setelah pemberian cairan intravena, sedangkan kasus berat akan
jatuh ke dalam fase syok.
Pemantauan :
- Pemeriksaan fisik :
tanda vital
19Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
perabaan hati → hati yang membesar dan lunak merupakan indikasi
mendekati fase kritis, pasien harus diawasi ketat dan dirawat di rumah sakit
- Pemeriksaan laboratorium
Leukopenia dan limfositosis relative → dalam waktu 24 jam pasien akan
bebas demam serta memasuki fase kritis
Trombositopenia → pasien memasuki fase kritis dan memerlukan pengawasan
ketat di rumah sakit
Peningkatan Ht 10-20% mengindikasikan pasien memasuki fase kritis dan
memerlukan terapi cairan intravena apabila pasien tidak dapat minum oral,
Berikan penerangan pada pasien mengenai pertanda gejala syok yang
mengharuskan ke rumah sakit antara lain :
o Keadaan memburuk sewaktu pasien mengalami penurunan suhu
o Setiap perdarahan
o Nyeri abdominal akut dan hebat
o Mengantuk, lemah badan, tidur sepanjang hari
o Menolak untuk makan dan minum
o Lemah badan, gelisah
o Kulit dingin, lembab
o Tidak buang air kecil selama 4-6 jam
Indikasi rawat :
o Adanya tanda-tanda syok
o Sangat lemah sehingga asupan oral tidak dapat mencukupi
o Perdarahan
o Hitung trombosit ≤ 100.000/uL dan atau peningkatan Ht 10-20%
o Mengantuk, lemah badan, tidur sepanjang hari ketika penurunan suhu
o Nyeri abdominal akut hebat
2. Fase kritis atau bocornya plasma yang berlangsung umumnya hanya 24-48 jam, sekitar
hari 3 sampai hari ke-5 perjalanan penyakit
Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena anoreksia atau
dan muntah
20Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
- Tatalaksana umum
Catat tanda vital, asupan dan keluaran cairan
Berikan oksigen pada kasus dengan syok
Hentikan perdarahan dengan tindakan yang tepat
- Tatalaksana cairan
Trombositopenia, peningkatan Ht 10-20%, pasien tidak dapat makan dan
minum melalui oral
Syok
Kristaloid (jenis cairan pilihan diantaranya : ringer laktat dan ringer asetat
terutama pada fase syok)
Koloid (diindikasikan pada keadaan syok berulang atau syok berkepanjangan)
Selama fase kritis pasien harus menerima sejumlah cairan rumatan ditambah
deficit 5-8% atau setara dehidrasi sedang
- Pada pasien dengan syok
Apabila nilai Ht awal rendah, pikirkan kemungkinan perdarahan interna atau
pantau nilai Ht lebih sering, apabila ada indikasi berikan tranfusi darah
Koreksi gangguan metabolit dan elektrolit, seperti hipoglikemia,
hiponatremia, hipokalsemia dan asidosis
Setelah 6 jam apabila Ht menurun, meski telah diberikan sejumlah besar
cairan pengganti, tetesan tidak dapat diturunkan sampai <10ml/kg/jam, maka
pertimbangkan untuk tranfusi segera.
- Indikasi tranfusi darah
Perdarahan saluran cerna berat (melena)
Kehilangan darah bermakna, mis >10% volume darah total. (Total volume
darah = 80 ml/kg)
Pasien dengan perdarahan tersembunyi. Penurunan Ht dan tanda vital yang
tidak stabil meski telah diberi cairan pengganti dengan volume yang cukup
banyak, berikan sediaan darah segar 10ml/kg/kali atau PRC 5 ml/kg/kali
- Indikasi tranfusi trombosit
Hanya diberikan hanya pada perdarahan massf. Dosis 0,2 μ/kg/dosis
3. Fase penyembuhan (2-7 hari)
21Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu
24-48 jam setelah syok. Indikasi pasien masuk ke dalam fase penyembuhan adalah :
- Keadaan umum membaik
- Meningkatnya selera makan
- Tanda vital stabil
- Ht stabil dan menurun sampai 35-40%
- Diuresis cukup
- Dapat ditemukan confluent petechial rash
Cairan intravena harus dihentikan segera apabila memasuki fase ini.
4. Indikasi pulang
Paling tidak 24 jam tidak demam tanpa antipiretik
Secara klinis tampak perbaikan
Nafsu makan baik
Nilai Ht stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Tidak ada sesak nafas atau takipnea
Trombosit ≥ 50.000/μl
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,
sebagai berikut :4
1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindrom syok pada dewasa
Protokol 1. Penanganan Tersangka DBD Dewasa tanpa syok
Protokol 1 digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada
penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat yang juga dipakai sebagai
petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
22Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
Protokol 1. Penanganan tersngka DBD tanpa syok
Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan massif tanpa syok maka di
ruang rawat diberikan cairan infuse kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut : volume
cairan kristaloid per hari yang diperlukan
1500 +{20 x (BB dalam kg - 20)}
Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD
dewasa di ruang rawat
Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht >20%
23Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%
Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa
Kasus DBD
Perdarahan spontan dan masif : - epistaksis tidak terkendali, hematemesis melena,
perdarahan otak
Syok (-)
Hb, ht Trombo, Leuko, pemeriksaan hemostasis (KID)
Golongan darah, uji cocok serasi
KID (+) KID (-)
24Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
Transfusi komponen darah transfusi komponen darah
- Prc (Hb<10g/dL) - PRC (Hb<10g/dL)
- FFP - FFP
- TC (Trombo<100.000) - TC (Trombo<100.000)
**heparinisasi 5000-10000/24jam drip *pemantauan Hb,Ht,Trombo tiap 4-6jam
*pemantauan Hb,Ht,Trombo tiap 4-6jam *ulang pem hemostasis 24jam kemudian
*ulang pem hemostasis 24jam kemudian
Cek APTT tiap hari, target 1,5-2,5 kali kontrol
Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok pada Dewasa
Bila kita berhadapan dengan DSS maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa
renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravascular yang hilang
harus segera dilakukan. Angka kematian DSS 10 kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD
tanpa renjatan dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita mendapatkan
pertolongan, penatalaksanaan yang tidak tepat temasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-
tanda renjatan dini dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
25Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
Protokol 5. Penatalaksanaan sindrom syok pada dewasa
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada
penatalaksanaan demam berdarah dengue:
1. Jenis cairan
26Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
2. jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan
Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular,
pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat
diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena
dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang
ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan
lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi
tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.1,4
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif. Beberapa
efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis
laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi.13,14 Kristaloid memiliki waktu bertahan
yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kgBB) akan
menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum di
distribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3,
sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam
ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial.12 Namun demikian, dalam
aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia
dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam
temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.15,16
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu: pada
jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular) yang lebih
besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini,
diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih
stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni resiko
anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti
memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch).15,16 Penelitian
cairan koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak
dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan hasil
sebanding pada kedua jenis cairan.17,18 Sebuah penelitian lain yang menilai efektivitas dan
keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia
telah selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi.
Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran plasma yang
terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1
dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk mengganti cairan
27Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat
badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma
yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-
rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000
ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai
apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan
sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi
klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik
tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg
berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga
kondisi benar-benar stabil. Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat,
namun kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu
dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.
KOMPLIKASI
Ensefalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan dapat menjadi
penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara maka
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh thrombosis pembuuh darah otak sementara
sebagai akibat dari koagulasi intravascular diseminata (KID).
Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati
dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah syok telah
teratasi dengan baik. Dieresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan,
untuk mengetahui apakah syok telah teratasi.
Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat berlebihan
pemberian cairan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sesuai panduan yang
diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma
masiih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ruang ekstra,
28Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
apabila cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan kadar
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit) pasien akan mengalami
distres pernapasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan tampak adanya gambaran
edema paru pada foto dada.7
PROGNOSIS
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DBD dan DSS
mortalitasnya cukup tinggi jika penanganan yang diberikan tidak adekuat. 7
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit demam berdarah mencakup 3
Terhadap nyamuk perantara yaitu
- pemberantasan nyamuk Aedes aegypti induk dan telurnya
Terhadap diri kita
- memperkuat daya tahan tubuh
- melindungi dari gigitan yamuk
Terhadap lingkungan dengan tujuan mengubah perilaku hidup sehat terutama kesehatan
lingkungan
Penyuluhan Bagi Masyarakat
Sampai sekarang belum ada obat yang dapat membunuh virus dengue ataupun vaksin
demam berdarah, maka upaya untuk pencegahan demam berdarah ditujukan pada pemberantasan
nyamuk beserta tempat perindukannya. Oleh karena itu, dasar pencegahan demam berdarah
adalah memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat bagaimana cara memberantasan
nyamuk dewasa dan sarang nyamuk yang dikenal sebagai pembasmian sarang nyamuk atau PSN.
Demi keberhasilan pencegahan demam berdarah, PSN harus dilakukan secara bersama-sama
oleh seluruh lapisan masyarakat, baik di rumah, di sekolah, rumah sakit, dan tempat-tempat
umum seperti tempat ibadah, makam, dan lain-lain. Dengan demikian masyarakat harus dapat
mengubah perilaku hidup sehat terutama meningkatkan kebersihan lingkungan.
Cara Memberantas Jentik
Cara memberantas jentik dilakukan dengan cara 3 M yaitu menguras, menutup, dan mengubur,
artinya :
29Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
Kuras bak mandi seminggu sekali (menguras),
Tutup penyimpanan air rapat-rapat (menutup),
Kubur kaleng, ban bekas, dll. (mengubur).
Kebiasaan-kebiasaan seperti mengganti dan bersihkan tempat minum burung setiap hari atau
mengganti dan bersihkan vas bunga, seringkali dilupakan. Kebersihan di luar rumah seperti
membersihkan tanaman yang berpelepah dari tampungan air hujan secara teratur atau menanam
ikan pada kolam yang sulit dikuras, dapat mengurangi sarang nyamuk.
Pada kolam atau tempat penampungan air yang sulit dikuras dapat diraburkan bubuk abate
yang dapat ditaburkan bubuk abate yang dapat membunuh jentik. Bubuk abate ini dapat dibeli di
apotek.
Pedoman Penggunaan Bubuk Abate (Abatisasi)
Satu sendok makan peres (10 gram) untuk 100 liter air
Dinding jangan disikat setelah ditaburi bubuk abate
Bubuk akan menempel di dinding bak/ tempayan/ kolam
Bubuk abate tetap efektif sampai 3 bulan
Cara Memberantas Nyamuk Dewasa
Untuk memberantas nyamuk dewasa, upayakan membersihkan tempat-tempat yang disukai oleh
nyamuk untuk beristirahat.
Kurangi Tempat Untuk Nyamuk Beristirahat
Jangan menggantung baju bekas pakai (nyamuk sangat suka bau manusia)
Pasang kasa nyamuk pada ventilasi dan jendela rumah
Lindungi bayi ketika tidur di pagi dan siang hari dengan kelambu
Semprot obat nyamuk rumah pagi & sore (jam 8.00 dan 18.00)
Perhatikan kebersihan sekolah, bila kelas gelap dan lembab, semprot dengan obat
nyamuk terlebih dahulu sebelum pelajaran mulai
Pengasapan (disebut fogging) hanya dilakukan bila dijumpai penderita yang dirawat atau
menginggal. Untuk pengasapan diperlukan laporan dari rumah sakit yang merawat.
30Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Surososo T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi
Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana
kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.
2. Soegijanto, S. Demam Berdarah Dengue. Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003.
Surabaya : Airlangga University Press. 2004.
3. Sumarmo PS, ( 1999 ). Masalah demam berdarah dengue di Indonesia. Dalam: Sri
Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap. Pelatihan bagi
pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tatalaksana
kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.
4. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana
Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Bakti Husada. 2005.
5. World Health Organization. Demam Berdarah Dengue. Diagnosis, Pencegahan
dan Pengendalian. Jakarta : EGC.1997.
6. Soegijanto, S. Ilmu penyakit Anak Diagnosis & Penatalaksanaan. Jakarta :
Salemba Medika. 2002.
7. Hadinegoro SRH, et al. (editor). Tata laksana demam berdarah dengue di
Indonesia. Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2004
8. Sutaryo. Perkembangan patogenesis demam berdarah dengue. Dalam: Ha-
dinegoro SRH, Satari HI, editor. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1999.p.32-43
9. Gubler DJ et al, (1994): Infect Agents Dis. 2: 383.
10. Behrman, Kliegemen, Jenson. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition.
Saunders. 2004.
31Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015
REFERATDengue Hemmorhagic Fever
Aditya Nagatama - 406148001
11. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta :2000.
12. Kaaallen A J and Lonergan JM. Fluid resusciaation of acute hypovolemic
hypoperfusion status in pediatrics. Pediat Clin N Amer 1990; 37(2):287-94
13. Stoelting RK, Miller RD. Basics of anestesia. 4th ed. New York:Churchill
Livingstone, 2000.p.236-7
14. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology. 4th ed.
New York:Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2006.p.692-4
15. Venu Goppal Reddy. Crystalloids versus colloids in hypovolemic shock.
Proceedings of 5th Indonesian-International Symposium on Shock and Critical
Care 26-33
16. Liolios A. Volume resuscitation: the crystalloid vs colloid debate revisited.
Medscape, 2004. Available from: URL :
http://www.medscape.com/viewarticle/480288.
17. Wills BA, Nguyen MD, Ha TL, Dong TH, Tran TN, Le T, et al. Comparison of
three fluid solutions for resuscitation in dengue shock syndrome. N Engl J Med
2005; 353:877–89.
18. Ngo NT, Cao XT, Kneen R, Wills B, Nguyen VM, Nguyen TQ, et al. Acute
management of dengue shock syndrome: a randomized double-blind comparison
of 4 intravenous fluid regimens in the first hour. Clin Infect Dis 2001; 32:204–13.
32Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 31 Agustus – 7 November 2015