RABIES PERTAMA DI BALI

5
Laporan kasus Neurona Vol. 26 No. 2 Januari 2009 RABIES PERTAMA DI BALI Susilawathi NM*, Satriawan *, Laksmidewi**, Raka Sudewi AA** Abstract Rabies is zoonosis of certain mammal species, endemic in all continents. Dogs are the major reservoirs and play pivotal role in rabies transmission. Rabies is an acute viral encephalomyelitis which is virtually fatal. Bali, Nusa Tenggara Barat and Papua are declared historically free of rabies. Here, we report the first rabies in Bali. Keywords : Rabies, first case, Bali Abstrak Rabies merupakan penyakit zoonosis pada mamalia, endemis diseluruh dunia. Reservoir utama adalah anjing dan memegang peranan penting dalam penyebaran rabies. Rabies adalah ensefalomyelitis akut dan fatal yang hampir selalu mengakibatkan kematian. Secara historis Bali, Nusa Tenggara Barat dan Papua dinyatakan bebas rabies. Kami melaporkan kasus rabies pertama di Bali. Kata kunci: Rabies, kasus pertama, Bali * Peserta Program Dokter Spesialis Neurologi FK UNUD / RS Sanglah, Denpasar ** Staf Departemen Neurologi FK UNUD / RS Sanglah, Denpasar LATAR BELAKANG Penyakit Rabies adalah suatu ensefalomielitis akut yang disebabkan oleh virus yang tergolong Rabdovirus. Penularan kepada manusia terjadi melalui gigitan anjing yang mengandung virus rabies. Gigitan kucing, kera dan kelelawar dapat pula menularkan virus rabies tersebut. 1 Virus rabies termasuk jenis virus neurotropik yang dapat berkembang biak pada jaringan saraf. Penyakit ini apabila sudah menunjukkan gejala klinis neurologis selalu diakhiri dengan kematian sehingga menimbulkan rasa cemas bagi orang yang terkena gigitan dan keresahan pada masyarakat. 2 Kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser tahun 1884 pada seekor kerbau, kemudian oleh Panning tahun 1889 pada seekor anjing dan oleh Eilerts de Haan tahun 1894 pada manusia. Semua kasus ini terjadi di Propinsi Jawa Barat. Setelah itu kasus rabies menyebar secara merata di seluruh Indonesia. Ada beberapa propinsi di Indonesia yang ditetapkan sebagai daerah bebas rabies secara historis antara lain : Bali, Nusa Tenggara Barat, Papua. 2 Dengan ditemukannya kasus ini, kriteria Bali bebas rabies sudah berubah. Pada tulisan ini kami melaporkan kasus rabies yang pertama di Bali LAPORAN KASUS Seorang laki-laki, 28 tahun, Bali, datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) RS. Sanglah Denpasar malam hari pukul 22.30 wita (22/11/2008) dengan keluhan gaduh gelisah yang dialami sejak 16 jam sebelum masuk rumah sakit. Penderita dikeluhkan cemas dan sangat takut terhadap air, sinar dan angin yang dirasakan semakin berat sampai akhirnya dibawa ke UGD. Kesemutan dan pegal pada bahu dan lengan bawah dirasakan oleh penderita tiga hari sebelum masuk rumah sakit Saat ini, bila penderita melihat air atau terkena air dan angin penderita langsung berteriak ketakutan dan menggigil. Saat diperiksa penderita duduk, berselimut, menggigil kedinginan, mata selalu tertutup, berkeringat, sering membuang air liur dan terlihat tegang. Bila didekati penderita bertambah tegang dan berteriak bahkan korden harus ditutup. Penderita kemudian terlihat tenang, tapi tidak lama kemudian penderita mulai terlihat tegang dan gelisah. Kejadian tersebut semakin lama semakin sering. Penderita tidak mengeluhkan panas badan dan sakit kepala, kejang tidak ada, riwayat kecelakaan tidak ada. Penderita mempunyai riwayat digigit anjing liar tanggal 13/9/2008 di daerah tangan kanan, lengan bawah kiri dan betis kiri, kemudian mendapatkan perawatan luka di klinik terdekat dan sempat mendapatkan suntikan ATS. Anjing yang menggigit kemudian dibunuh oleh keluarganya.

Transcript of RABIES PERTAMA DI BALI

Page 1: RABIES PERTAMA DI BALI

Laporan kasus

 

Neurona Vol. 26 No. 2 Januari 2009

 

RABIES PERTAMA DI BALI

Susilawathi NM*, Satriawan *, Laksmidewi**, Raka Sudewi AA** Abstract Rabies is zoonosis of certain mammal species, endemic in all continents. Dogs are the major reservoirs and play pivotal role in rabies transmission. Rabies is an acute viral encephalomyelitis which is virtually fatal. Bali, Nusa Tenggara Barat and Papua are declared historically free of rabies. Here, we report the first rabies in Bali. Keywords : Rabies, first case, Bali

Abstrak Rabies merupakan penyakit zoonosis pada mamalia, endemis diseluruh dunia. Reservoir utama adalah anjing dan memegang peranan penting dalam penyebaran rabies. Rabies adalah ensefalomyelitis akut dan fatal yang hampir selalu mengakibatkan kematian. Secara historis Bali, Nusa Tenggara Barat dan Papua dinyatakan bebas rabies. Kami melaporkan kasus rabies pertama di Bali. Kata kunci: Rabies, kasus pertama, Bali * Peserta Program Dokter Spesialis Neurologi FK UNUD / RS Sanglah, Denpasar ** Staf Departemen Neurologi FK UNUD / RS Sanglah, Denpasar LATAR BELAKANG

Penyakit Rabies adalah suatu ensefalomielitis akut yang disebabkan oleh virus yang tergolong Rabdovirus. Penularan kepada manusia terjadi melalui gigitan anjing yang mengandung virus rabies. Gigitan kucing, kera dan kelelawar dapat pula menularkan virus rabies tersebut. 1

Virus rabies termasuk jenis virus neurotropik yang dapat berkembang biak pada jaringan saraf. Penyakit ini apabila sudah menunjukkan gejala klinis neurologis selalu diakhiri dengan kematian sehingga menimbulkan rasa cemas bagi orang yang terkena gigitan dan keresahan pada masyarakat. 2

Kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser tahun 1884 pada seekor kerbau, kemudian oleh Panning tahun 1889 pada seekor anjing dan oleh Eilerts de Haan tahun 1894 pada manusia. Semua kasus ini terjadi di Propinsi Jawa Barat. Setelah itu kasus rabies menyebar secara merata di seluruh Indonesia. Ada beberapa propinsi di Indonesia yang ditetapkan sebagai daerah bebas rabies secara historis antara lain : Bali, Nusa Tenggara Barat, Papua. 2 Dengan ditemukannya kasus ini, kriteria Bali bebas rabies sudah berubah.

Pada tulisan ini kami melaporkan kasus rabies yang pertama di Bali LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki, 28 tahun, Bali, datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) RS. Sanglah Denpasar malam hari pukul 22.30 wita (22/11/2008) dengan keluhan gaduh gelisah yang dialami sejak 16 jam sebelum masuk rumah sakit. Penderita dikeluhkan cemas dan sangat takut terhadap air, sinar dan angin yang dirasakan semakin berat sampai akhirnya dibawa ke UGD. Kesemutan dan pegal pada bahu dan lengan bawah dirasakan oleh penderita tiga hari sebelum masuk rumah sakit Saat ini, bila penderita melihat air atau terkena air dan angin penderita langsung berteriak ketakutan dan menggigil. Saat diperiksa penderita duduk, berselimut, menggigil kedinginan, mata selalu tertutup, berkeringat, sering membuang air liur dan terlihat tegang. Bila didekati penderita bertambah tegang dan berteriak bahkan korden harus ditutup. Penderita kemudian terlihat tenang, tapi tidak lama kemudian penderita mulai terlihat tegang dan gelisah. Kejadian tersebut semakin lama semakin sering. Penderita tidak mengeluhkan panas badan dan sakit kepala, kejang tidak ada, riwayat kecelakaan tidak ada. Penderita mempunyai riwayat digigit anjing liar tanggal 13/9/2008 di daerah tangan kanan, lengan bawah kiri dan betis kiri, kemudian mendapatkan perawatan luka di klinik terdekat dan sempat mendapatkan suntikan ATS. Anjing yang menggigit kemudian dibunuh oleh keluarganya.

Page 2: RABIES PERTAMA DI BALI

Laporan kasus

 

Neurona Vol. 26 No. 2 Januari 2009

 

Pada pemeriksaan fisik secara umum didapatkan penderita dengan kesan sakit berat, kesadaran: konfuse (E4V5M6), status gizi cukup, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90x/menit teratur, pernafasan 22x/menit dan suhu aksila 36°C. Mata tidak tampak anemis, tidak ikterus. THT kesan tenang. Suara jantung S1S2 tunggal regular, tidak didapatkan murmur. Suara pernafasan vesikuler tidak didapatkan adanya ronchi dan wheezing. Abdomen lunak dan datar, hepar dan lien tidak teraba.

Pemeriksaan neurologis didapatkan penderita dengan kesadaran berfluktuasi antara agitasi dan tenang dengan fase tenang yang semakin pendek, tampak adanya hidrofobia, aerofobia dengan hipersalivasi, hiperhidrosis dan piloereksi. Tidak ditemukan adanya tanda perangsangan selaput otak. Mata tampak pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+. Saraf kranialis normal. Motorik tidak ada kelemahan dengan hipertoni pada keempat ekstremitas. Reflek fisiologis sedikit meningkat, tidak ditemukan adanya reflek patologis. Sensorik kesan normal. Pemeriksaan laboratorium hematologi didapatkan lekositosis dengan netrofilia ( WBC: 11.900/ul, segment netrofilia: 81,6 %). Pada pemeriksaan kimia darah: fungsi hati, fungsi ginjal, glukosa, elektrolit dan kadar lemak dalam batas normal. Rontgen thorax dan EKG dalam batas normal. CT scan kepala dengan kontras tidak ditemukan adanya massa hipodens maupun hiperdens, kesan dalam batas normal. Pemeriksaan lumbal punksi didapatkan likuor jernih, Nonne/Pandy negatif, sel: 5/mm3 (mono:100%), glukosa: 137 dan total protein: 38. Dilakukan pengambilan sampel dari saliva, usapan kornea untuk pemeriksaan serologi virus. Ditegakkan diagnosa Ensefalitis ec susp Rabies. Penderita mendapatkan pengobatan dengan antibiotik ceftriaxon 2x2 gr dan diazepam 10 mg iv. Kemudian penderita kami observasi di ruangan isolasi. Penderita tampak tegang dengan hidrofobia, aerofobia bertambah berat, diberikan diazepam 40 mg dalam dekstrosa 5 % . Penderita semakin gelisah dan mengamuk sampai harus diikat pada keempat ekstremitas, diberikan haloperidol 5 mg im. Konsultasi ke bagian perawatan intensif, rencana akan diberikan midazolam 240 mg/24 jam dengan pemberian awal bolus 5 mg. Keadaan penderita semakin buruk, kesadaran mulai menurun, vital sign melemah. Penderita dilaporkan apneu, kemudian dilakukan resusitasi tapi tidak berhasil. Penderita dinyatakan meninggal setelah 14 jam masa perawatan di rumah sakit.

Gambar 1. Perjalanan klinis

DISKUSI Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit zoonosa yang terpenting di Indonesia karena penyakit tersebut tersebar luas di 22 propinsi di Indonesia , dengan jumlah kasus gigitan yang cukup tinggi setiap tahunnya (16.000 kasus gigitan), serta belum diketemukan obat/cara pengobatan untuk penderita rabies sehingga selalu diakhiri dengan kematian pada hampir semua penderita rabies baik manusia maupun hewan.3

Tergigit  anjing  tgl  13/9/2008.  Kemudian  anjing  dibunuh    

 

Mulai timbul kesemutan, nyeri dan tebal lengan dan bahu

Tgl    23/11/2008    19/11/2008  

Kesadaran berfluktuasi (tenang- agitasi), Hidrofobia, aerofobia, hipersalivasi, hiperhidrosis ,piloereksi, hipertoni

22/11/2008  

Penderita meninggal

Page 3: RABIES PERTAMA DI BALI

Laporan kasus

 

Neurona Vol. 26 No. 2 Januari 2009

 

Virus rabies tergolong virus RNA ( gambar 2) termasuk ordo Mononegavirales, family Rhabdoviridae, genus Lyssavirus. Virus ini berbentuk seperti peluru, berukuran 180 x75 nm, berkapsul terdiri dari lipoprotein dan glikoprotein yang menentukan virulensi virus .4,5

Gambar 2. Struktur virus rabies.4

Penularan kepada manusia terjadi melalui gigitan anjing yang mengandung virus rabies. Gigitan kucing, kera dan kelelawar dapat pula menularkan virus rabies tersebut. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan , maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.1,3,4,5

Berdasarkan gejala klinis, rabies dapat dibagi menjadi klasik dan non klasik. Klasik rabies terdiri dari dua jenis yaitu tipe galak dan paralitik. Tipe ini hampir selalu disebabkan oleh gigitan anjing. Sedangkan non klasik rabies (rabies atipikal) sering disebabkan oleh gigitan kelelawar. Manifestasi klinik tipe galak antara lain: tingkat kesadaran yang berfluktuasi antara keadaan agitasi dan tenang, hidrofobia disertai peningkatan gejala otonom (hipersalivasi, hiperhidrosis, piloereksi). Sedangkan pada tipe paralitik tidak ditemukan adanya hidrofobia, gejala yang menonjol yaitu paralisis asenden sehingga didiagnosa banding dengan Guillain-Barre Syndrome (GBS). Adanya gejala yang progresif sampai menjadi koma, membedakan tipe paralitik ini dengan GBS.1,5

Pada kasus ini ditemukan adanya riwayat digigit anjing sekitar 8 minggu sebelum gejala neurologis timbul. Masa inkubasi yang lama, berhubungan dengan jarak yang ditempuh virus sebelum mencapai otak. Semakin pendek jarak luka gigitan dengan otak, masa inkubasi virus menjadi lebih pendek. Virus mencapai otak secara sentripetal mengikuti aksoplasma dengan kecepatan kira-kira 50-100 mm/hari.4,6,7

Virus rabies memperbanyak diri pada membran sel saraf dan transmisi virus terjadi antar sel ke sel saraf. Protein virus terakumulasi pada sitoplasma sehingga membentuk inclusion body dikenal sebagai Negri Bodies terutama pada sel-sel neuron sistem limbik, hipotalamus dan batang otak.3,4,8 Infeksi pada neuron sistem limbik dan amygdala diyakini menimbulkan perubahan perilaku, penderita tampak gelisah dan tegang. Gejala yang menonjol pada penderita ini adalah hidrofobia. Hidrofobia timbul karena setiap penderita berusaha menelan air atau air liur akan timbul spasmus otot-otot menelan dan pernafasan. Bila penderita mendengar kata air saja sudah cukup menimbulkan spasmus dan terlihat penderita berteriak kesakitan. Spasmus juga dapat ditimbulkan oleh adanya tiupan angin, suara yang keras

Page 4: RABIES PERTAMA DI BALI

Laporan kasus

 

Neurona Vol. 26 No. 2 Januari 2009

 

dan cahaya yang terang. Terjadinya hidrofobia disebabkan gangguan fungsi dari batang otak, sistem limbik dan korteks. Pada studi eksperimental menunjukkan virus rabies lebih dominan menyebabkan disfungsi neuron dibandingkan kematian sel akibat gangguan sistem neurotransmitter serotonin, opioid, GABA, dan asetilkolin (muskarinik) sehingga timbul kegagalan sistem regulasi otak. Infeksi virus rabies juga mengganggu saluran ion pada membran sel yang berlanjut terganggunya fungsi sel saraf. 3,7,8

Penderita pada kasus ini mengalami stadium eksitasi selama 30 jam sejak mulai timbul gejala neurologik akut. Sebagian besar penderita rabies meninggal pada stadium ini, karena paralisis otot pernafasan.1,3

Penyakit ini sering berjalan dengan cepat dan dalam 10 hari dapat menyebabkan kematian sejak timbulnya gejala, sehingga pemeriksaan serologis kadang-kadang belum sempat dilakukan, walaupun secara klinis cukup jelas. Virus rabies dapat diisolasi dari air liur, cairan serebrospinal dan urin penderita. Pemeriksaan Flourescent Antibodies Test (FAT) dapat menunjukkan antigen virus di jaringan otak, sedimen cairan serebrospinal, urin, kulit dan hapusan kornea, bahkan setelah teknik isolasi tidak berhasil.3

Pemeriksaan laboratorium rutin dan penunjang pada kasus ini tidak menunjukkan hasil yang spesifik, seperti infeksi virus pada umumnya. Telah dilakukan pemeriksaan FAT pada saliva penderita dengan hasil yang positif. Hal ini memberikan bukti kuat bahwa terjadi penularan virus rabies pada kasus ini.

Diagnosa rabies juga dapat ditegakkan dengan melakukan observasi pada anjing yang telah menggigit penderita. Observasi dilakukan selama 10- 14 hari, apabila anjing tersebut menunjukkan gejala rabies, maka hewan tersebut diautopsi dan dilakukan pemeriksaan spesimen otak di laboratorium. Pada pemeriksaan mikroskopis (Seller’s) dapat memperlihatkan adanya Negri bodies. 1,3

Data yang kami peroleh dari Balai Besar Veteriner Denpasar, di sekitar daerah tersangka ditemukan anjing yang positif terkena virus rabies dengan gejala memakan semua benda yang ditemuinya serta terlihat sempoyongan dan pada pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan Seller’s ditemukan Negri Bodies (gambar 4).

Gambar 4. Negri Bodies (tanda panah) pada hipokampus anjing tersangka rabies dengan pewarnaan Seller’s × 1000 Sebelum terjadi kasus ini, Bali secara historis bebas rabies artinya belum pernah ditemukan

kasus rabies. Daerah tersangka rabies terletak di Bali bagian selatan dekat dengan wilayah laut dengan sumber penularan utama adalah anjing, hewan peliharaan yang sangat erat hubunganya dengan manusia. Kasus ini bukan merupakan kasus impor, murni terjadi di daerah Bali. Sumber penularan rabies di daerah ini masih dalam penyelidikan. Diduga lemahnya pengawasan terhadap lalu-lintas hewan di daerah pelabuhan memungkinkan hewan penular rabies dapat masuk ke Bali dengan lebih mudah. Beberapa tahun terakhir ini di Bali, banyak kita temukan rumah makan yang menyediakan menu daging anjing yang disinyalir sebagai salah satu sumber masuknya anjing liar. RINGKASAN

Page 5: RABIES PERTAMA DI BALI

Laporan kasus

 

Neurona Vol. 26 No. 2 Januari 2009

 

Rabies merupakan salah satu penyakit yang menakutkan dalam sejarah manusia karena selalu diakhiri dengan kematian, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu dilaksanakan seintensif mungkin, bahkan menuju pada program pembebasan. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada para pimpinan Balai Besar Veteriner Denpasar, khususnya Drh. I Ketut Eli Supartika, MSc atas kerjasama yang baik dalam penulisan laporan ini. DAFTAR PUSTAKA

1. Ngoerah IGNG. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga University Press; 1991.Hal.262-263.

2. DEPKES R.I. Dirjen PPM & PPL.Petunjuk Pemberantasan Rabies di Indonesia. 2000. 3. DEPKES R.I. Dirjen PPM & PPL. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan

Tersangka/Rabies di Indonesia. 2007. 4. Warell MJ, Warell DA. Rabies and Other Lyssavirus Disease. The Lancet 2004; 363: 959-69. 5. Hemachudha T, Wacharapluesadee S, Laothamatas J, Wilde H.Rabies and Pathogenesis of Rabies.

Infectious Diseases Journal of Pakistan 2007; Jul-Sep: 69-74. 6. Hsu YH, Wang LH, Chen LK, et al. Rabies Virus Infection : Report of an Autopsy Case with

Comprehensive Pathologic, Immunofluorescent, Imunohistochemical and Molecular Studies. Tzu Chi Med J;17: 219-225.

7. Consales CA, Bolzan VL. Rabies Review: Immunopathology, Clinical Aspect and Treatment.J.Venom.Anim.Toxins.incl.Trop.Dis.2007;13: 5-38.

8. Warell M. Rabies Encephalitis and Its Prophylaxis. Practical Neurology 2001; 1: 14-29.