Prosiding Seminar danstaff.ui.ac.id/system/files/users/vera.julia/publication/... · Prosiding...
Transcript of Prosiding Seminar danstaff.ui.ac.id/system/files/users/vera.julia/publication/... · Prosiding...
Prosiding Seminar dan
Rakernas XIV PABMI
2019
/
Improving the professional existence of oral & maxilofacial surgeons through advanced skills & knowledge
Penyunting : drg. M Ruslin, M.Kes, Ph.D, Sp.BM(K)
drg. Deni Herdiyanto, Sp.BM drg. Weko Adhiyarto, Sp.BM, M.Kes
drg. Verawati Mohan, Sp.BM drg. Syahril Sarnad, Sp.BM
Uwais Inspirasi Indonesia
Prosiding Seminar dan Rakernas XIV
PABMI 2019
Improving the professional existence of oral & maxilofacial surgeons
through advanced skills & knowledge
ISBN: 978-623-227-116-6
15,5 em x 23 em
X + 123 halaman
Cetakan Pertama,
Diterbitkan Oleh:
Uwais Inspirasi Indonesia
Anggota IKAPI Jawa Timur Nomor: 217 /JT1/20 19 tanggal 1 Maret 2019
Redaksi:
Ds. Sidoarjo, Kee. Pulung, Kab. Ponorogo
Email: Penerbituwais@qmail. eom
Website: www. penerbituwais. eom
Telp:0352-571892
WA: 0812-3004-1340/0823-3033-5859
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang nomor 19 Tahun 2002. bahwa:
Kutipan Pasal 113
(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal
9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000.00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c. huruf d. huruf f. dan/atau huruf h, untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 [tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a. huruf b. huruf e. dan/atau huruf g. untuk penggunaan secra komesial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan. dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah).
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………..... 1
ISBN PROSIDING……………………………………………………………... ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..... iv
ABSTRAK
Tatalaksana Bedah Kasus Epulis Granulomatosa Ekstensif dan Rekuren
Laporan Kasus dan Pembahasan Komprehensif Aspek Etiopatogenesis
Histopatologis
Andreas Pratama Nugraha, David Buntoro Kamadjaja
1
Faktor Penyebab Keterlambatan Perawatan dari Segi Usia pada Pasien
Celah Bibir di Indonesia
Maria Montessory, Reza AI Fessi, Coen Pramono D
5
Pada Kasus Reseksi Mandibula Evaluasi Penggunaan Ramus Fixator
Laporan Kasus
PrasetioOkky Dion Sandro Satrya, Zefry Zainal Abidin, Andra Rizqiawan,
7
Traumatik Pasca Perawatan Fraktur -Penatalaksanaan Maloklusi Post
Mandibula
Dini Sylvana, Syahril Samad
11
Penatalaksanaan Fraktur Le Fort II Dengan Suspensi Circumzygomatic
Mohammad Gazali 13
Perawatan Reseksi Sebagai Penatalaksanaan Ameloblastoma: Laporan
Kasus
Dera Armedita, Syahril Samad
15
Abses Orbital dan Serebral akibat Infeksi Odontogenik : Laporan Kasus dan Studi
Literatur
Kalia Labitta Yudhasoka, Eka Marwansyah Oli'i, Endang Sjamsudin
18
Reseksi Segmental dan Rekonstruksi Graft Costae Pada Ameloblastoma di Regio
Mandibula : Laporan Kasus
Dani Ginanjar, Melita Sylvyana
22
Plate Expose post Hemimandibulectomy dengan Rekonstruksi Plate AO : Faktor
penyebab (Plate Exposed After Hemimandibulectomy with an AD Plate Reconstruction:
Contributing factors)
Shinta Kartikasari, Eka Marwansyah Oli'i, Indra Hadikrishna- Kiki Achmad Rizki
23
Tahukah Anda Bahwa Cegukan (Hiccup) Sebagai Salah Satu Komplikasi Pasca
General Anestesi?
Yayun Siti Rochmah , Said Sofyan
25
Penatalaksanaan Traumatik Intrusi Pada Gigi Anterior Permanen Maksila Disertai
Temporomandibular Joint Disorder: Sebuah Laporan Kasus Management of
Traumatic Intrusion in Anterior Permanent Maxillary With
Temporomandibular Joint Disorder: a Case Report
Prisilla M.D. Pattisahusiwa, M. Irfan Rasul, Nurul Ramadhanty
27
Ameloblastoma resemble Dentigerous Cyst: a Case Report
William R. Fatah, Vera Julia, Wenny Yulvie 31
Penatalaksanaan A vulsi Gigi Anterior Permanen Pada Anak (2 laporan Kasus)
Management of Permanent Anterior Tooth Avulsion in Children (2 Case reports)
Trio Refliandi
33
,
Efektivitas Ekstrak Daun Sirih Tanah (Piper sarmento sum Roxb.ex Hunter
Terhadap Diameter Luka Dan Jurnlah Makrofag Pada Soket Pasca Pencabutan
Gigi Tikus Wistar
Bhakti, Sinar Yani, Hadi Irawiraman Dzulhiyana Laili Tofarisa, Cicih
Swandari Paramitha
154
Management Of Squamose Cell Carcinoma At Regio Glossus In Oral And Maxillofacial
Surgery In Collaboration With Other Department A Case Report)(
idang Bedah MulutPenatalaksanaan Squamos Cell Carcinoma Lidah Di B
156
Bekerja Sama Dengan Departemen Lain.(Laporan Kasus)
Tri Nurrahman, Seto Adiantoro, Kiki Ahmad Rizki 160
Rekonstruksi bibir dengan abbe flap dan kornmisuroplasti pada defek fasciitis
nekrotikans pasca debridement
Dwi Ariawan, Eky NasuriAstri Hapsar,
162
Preservasi Condyle Kasus Reseksi Ameloblastoma Mandibula Tipe
Campuran Dengan Ekspansi Ramus Menggunakan Teknik Inverted L
Osteotomy: Laporan Kasus
Fajar Eka Saputra, Wenny Yulvie, Benny S. Latief
164
Pada Pasien Ameloblastoma Mandibula Sinistra Reseksi Segmental
Multikistik Tipe Campuran : Laporan Kasus
Ahdadiansyah ,WerinyYulvie, Benny S. Latief
164
Solitary Fibrous Tumor Of The Oral Cavity: A Rare Case
Rumartha Putri Swari, Dwi Ariawan, Arfan Badeges 165
.
Ameloblastoma resemble Dentigerous Cyst: a Case Report
*William R. Fatah, **Vera Julia, ***Wenny Yulvie
* Residen Oral dan Maksilofasial Surgery, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
** Staf Pengajar Departemen Oral dan Maksilofasial Surgery, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia,
Jakarta, Indonesia
*** Staf Departemen Oral dan Maksilofasial Surgery RSCM, Jakarta, Indonesia
Email : [email protected]
Pasien wanita usia 20 tahun mengeluhkan bengkak pada rahang bawah kanan sejak 2 bulan
yang lalu. Tahun 2016 pasien pernah mengalami pembengkakan seperti ini bengkak semakin
membesar hingga sebesar bola ping pong. Kemudian pasien datang ke poli Bedah Mulut di
RSCM dan didiagnosa sebagai kista dentigerous dan kista serta gigi yang terlibat diangkat.
Tahun 2019 pasien kembali datang ke Poli Bedah Mulut RSCM dengan keluhan
pembengkakan pada rahang bawah kanan sejak 2 bulan yang lalu, dari pemeriksaan klinis dan
radiologis merupakan mengarah ke kista dentigerous, tetapi dari hasil patologi anatomik adalah
ameloblastoma tipe folikuler. Pasien dioperasi dalam bius umum dan dilakukan enaukleasi.
Kista dentigerous umumnya berhubungan dengan gigi impaksi, odontoma atau supernumerary
teeth. Umumnya kista dentigerous asimptomatik dan berkembang lambat. Ameloblastoma
adalah tumor odontogenik jinak yang umumnya ada di tulang rahang. Tumor berasal dari sisa
epitel benih gigi, epitel dari kista odontogenik yang terstratifikasi epitel skuamosa skuamosa
dan epitel organ email. Ameloblastoma biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal invasif
dan sebagian besar tumor ini bersifat jinak.
Kata kunci; Ameloblastoma, kista dentigerous,enaukleasi,supernumerary
Pendahuluan
kista dentigerous merupakan kista odontogenik yang berpotensi neoplastik dan diantara semua
kista odontogenik, kista odontogenic keratocyst dan kista dentigerous memiliki transformasi
neoplastik tertinggi. 1 kista dentigerous merupakan jenis kista odontogenik yang paling umum
yang terbentuk oleh akumulasi cairan epitel enamel dan mahkota gigi dan secara klinis terkait
dengan gigi yang tidak erupsi, gigi yang paling sering terkait adalah molar ketiga rahang
bawah, kaninus rahang atas, dan gigi premolar rahang bawah. Gambaran secara radiografi,
radiolusen unilokular dengan margin sklerotik yang jelas mengelilingi mahkota gigi yang tidak
erupsi.2 Sangat sedikit kasus ameloblastoma yang timbul di dinding kista dentigerous
Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang memperlihatkan induksi minimal pada
jaringan ikat mesodermal, hal ini dinyatakan oleh Henry M. Cherrick dan Robert J. Gorlin
(1970)2,4. Merupakan tumor epitelial odontogenik yang paling umum terjadi4,7. Menurut Gorlin
et al (1961), Small dan Wladron (1955), dan Taylor (1968) presentase kejadian ameloblastoma
adalah 1% dari seluruh tumor dan kista rahang2,4,5. White et al (2007) menyebutkan dalam
bukunya yang berjudul Oral Radiology Principles and Interpretation bahwa presentase
ameloblastoma 11% dari seluruh tumor odontogenik11. Caldwell, Separsky, dan Luccbesi
(1970) serta Shatkin dan Hoffmeister (1965) menyatakannya sebagai tumor yang locally
malignant dengan pertumbuhan yang persisten2. Pertumbuhan tumor ini lambat dan
merupakan tumor yang jinak tetapi locally invasive5,7. WHO tahun 1992 juga
mengklasifikasikan ameloblastoma sebagai tumor epitelial odontogenik yang jinak tapi locally
invasive12. Sedikit berbeda dengan peneliti lainnya, Fonseca (2000) berpendapat
ameloblastoma merupakan tumor basaloid yang memiliki tingkat keganasan rendah yang
memiliki kemampuan perubahan tingkat keganasan dari rendah hingga tinggi12. Dari beberapa
definisi yang telah didapatkan penulis menyimpulkan bahwa pengertian ameloblastoma adalah
tumor yang berasal dari jaringan epitel pembentuk gigi, merupakan tumor yang jinak yang
bersifat locally invasive dengan kecenderungan rekurensi tinggi.
Ameloblastoma berpotensinya untuk tumbuh menjadi ukuran yang sangat besar dan
menyebabkan deformitas tulang ya15. Ketika Robinson dan Martinez 'memperkenalkan konsep
Unicystic Ameloblastoma, adalah cystic (intracystic) ameloblastoma, ameloblastoma yang
terkait dengan kista dentigerous, cystogenic ameloblastoma, kista dentigerous yang luas
dengan papilloma intracystic, mural ameloblast, mural ameloblast, mural ameloblast kista
dentigerous dengan proliferasi ameloblastomatosa, dan ameloblastoma berkembang dalam
kista radikular (atau "globulomaxillary"). Istilah unicystic berasal dari penampakan makro dan
mikroskopis, lesi pada dasarnya merupakan rongga monokistik besar yang terdefinisi dengan
baik, dengan lapisan, secara fokal tetapi jarang seluruhnya terdiri dari epitel odontogenik
(ameloblastomatosa). Diagnosis Ameloblastoma Unicystic didasarkan pada dua fitur. Pertama,
lesi harus unilocular (lebih jarang multilocular), secara klinis dan radiologis. Kedua, pada
pemeriksaan mikroskopis harus muncul sebagai lesi kistik tunggal dengan lapisan epitel yang
terdiri dari ameloblastoma. Jika lesi kecil, biasanya dilihat sebagai temuan insidental pada
radiografi yang diambil untuk tujuan lain, dalam keadaan ini, beberapa lesi dapat tetap tidak
terdiagnosis pada tahap awal perkembangan mereka. Ameloblastoma Unicystic hampir secara
eksklusif ditemukan tanpa gejala di mandibula posterior, dan keberadaannya di daerah
periradikular yang menyerupai kista dan granuloma tidak dapat diabaikan. Meskipun diagnosis
klinis penyakit periapikal asal endodontik, lesi non endodontik dapat ditemukan. Oleh karena
itu, lesi seperti Ameloblastoma Unicystic yang terletak pada area periapikal gigi dapat
menyebabkan misdiagnosis pulpa-periapikal, dan harus dipertimbangkan dalam diagnosis
banding. Sifat lesi neoplastik menjadi jelas hanya ketika jaringan massa tersedia untuk
pemeriksaan histologis. Makalah ini menggambarkan kasus ameloblastoma unicystic hadir di
daerah mandibular posterior yang secara klinis dan radiografi menyerupai patosis inflamasi,
menekankan pentingnya diagnosis dan perawatan yang tepat.
Case report
Pasien wanita usia 20 tahun dengan keluhan terdapat pembengkakan di rahang bawah
kanan sejak 2 bulan yang lalu. Pembengkakan terasa saat pasien memegang gusi rahang bawah.
Saat itu pembengkakan terasa nyeri. Kemudian pasien berobat ke dokter gigi lalu diberikan
obat nyeri. Bengkak tidak disertai dengan demam. Tidak ada riwayat terbentur atau jatuh pada
daerah yang bengkak. Tahun 2016 pasien pernah memiliki pembengkakan seperti saat ini.
Awalnya bengkak berukuran sebesar kacang tanah, namun saat itu pasien tidak berobat. Setelah
1 tahun bengkak bertambah besar hingga seukuran bola pingpong. Lalu pasien berobat ke
dokter gigi Bedah Mulut di RSCM Kencana dan dinyatakan pembengkakan tersebut adalah
kista dan saat itu dilakukan pengangkatan kista dan pencabutan gigi penyebab. Saat itu
pembengkakan juga tidak disertai demam. Pasien saat ini tidak ada keluhan sulit menelan,
makan minum baik, tidak ada keluhan demam, pusing, mual dan muntah. Pasien juga tidak
merasa ada penurunan berat badan yang signifikan dalam 2 bulan terakhir. Pasien dioperasi
dalam bius umum dan dilakukan enaukleasi dan radikal kuretase
a
b c
Gambar 1. (a)Foto Rontgen panoramik, (b) Foto intra oral regio kanan, (c)Foto intra oral sisi
oklusal
Pada pemeriksaan intra oral gigi 45-48 missing, tampak pembengkakan di gingiva bagian
bukal-lingual regio 45-48 ukuran 3x2x2 cm, permukaan licin, batas tegas, warna dan suhu sama
dengan sekitar, nyeri tekan ada, tidak mudah berdarah
a b
c d
e f
Gambar 2 (a)drapping (b)pembukaan flap (c)pengambilan tulang mandibula dan ndentifiksi
massa (d)pengambilan massa (e)pejahitan daerah operasi (f)jaringan massa.
Pembahasan
Sebagian besar peneliti menganggap bahwa asal muasal ameloblastoma bervariasi, tetapi
pemicu terjadinya proses proliferasi neoplastik jaringan epitelialnya belum diketahui2,3,13.
Mereka menyatakan kemungkinan tumor ini berasal dari (1) sisa sel organ enamel, baik sisa
dari dental lamina maupun selubung Hertwig, (2) organ enamel yang sedang berkembang, (3)
sel basal dari permukaan epitel pembentuk rahang, (4) epitel heterotropik dari bagian tubuh
lain terutama kelenjar hipofisis, dan (5) epitel dari kista terutama kista dentigerous2,3.
Menurut drg. Janti Sudiono, dkk (2001) ameloblastoma mungkin berasal dari :
1. Sisa sel organ enamel, sisa dental lamina, sisa selubung Hertwig atau sisa sel epitel
Malassez14.
2. Epitel dari kista terutama kista dentigerous14.
3. Epitel heterotropik dari bagian tubuh lain terutama kelenjar hipofisis14.
4. Sel Basal dari permukaan epitel yang membentuk rahang14.
Penelitian Stanley dan Diehl (1965) pada 641 kasus ameloblastoma melaporkan bahwa 33%
dan 17% dari kasus ameloblastoma berasal dari atau berhubungan dengan kista dentigerous2,3.
Kasus ameloblastoma yang berhubungan dengan kista dentigerous pertama kali dilaporkan
oleh Cahn (1933), selanjutnya beberapa kasus lain yang menunjukkan adanya keterkaitan
antara ameloblastoma dan kista dentigerous dilaporkan oleh antara lain Castner et al (1967),
Dresser dan Segal (1967), Gardner dan Pecak (1980), Hutton (1967), Lee (1970), Quinn dan
Fournet (1969) dan Taylor et al (1971)2 Menurut Cawsons (1991) ameloblastoma dibedakan
menjadi 5 subtipe menurut gambaran histopatologinya6.
1. Follicular type
2. Plexiform type
3. Acanthomatous type
4. Basal cell ameloblastomas
5. Granular cell ameloblastomas
Pada kasus ini memiliki gambaran histologis sesuai dengan ameloblastoma tipe folikuler dan
perawatan yang akan dilakukan harus berdasarkan pertimbangan pertimbangan yaitu sifat dan
potensi tumor, karakteristik pertumbuhan, letak anatomis munculnya tumor, perluasan klinis,
ukuran tumor dan penilaian histopatologis dari lesi spesifik12. Secara umum perawatan
ameloblastoma adalah perawatan konservatif dan perawatan radikal. Perawatan konservatif
cenderung menimbulkan rekurensi dalam waktu singkat sehingga jarang sekali dijadikan
pertimbangan perawatan2. Shatkin dan Hoffmeister (1965), Taylor (1968) dan peneliti lainnya
menyatakan karena ameloblastoma invasive dan secara klinis malignan maka satu-satunya
perawatan yang rasional yaitu pembuangan secara menyeluruh2. Menurut studi yang dilakukan
Becker dan Pertl perawatan yang dilakukan untuk ameloblastoma dibagi menjadi tiga
kelompok besar yaitu (1) radioterapi, (2) perawatan konservatif dan (3) operasi radikal. Dari
ketiga tindakan tersebut yang paling banyak mengalami rekurensi adalah tindakan konservatif
dengan presentase 59,1% dari 120 pasien, kedua terbanyak adalah radioterapi dengan tingkat
rekurensi 41,6% dengan tingkat kematian pasien 25% dan yang paling sedikit mengalami
rekurensi adalah tindakan ketiga, tingkat rekurensi operasi radikal hanya sebesar 4,5%4.
Kuretase dan enukleasi tumor ini, baik dilakukan secara terpisah maupun dikombinasi, akan
berujung pada rekurensi. Presentase rekurensi kuretase antara lain (1) 55-100% pada
ameloblastoma solid/multicystic , (2) 18-25% pada ameloblastoma unicystic dan (3) pada lesi
periferal tidak diketahui pasti jumlahnya namun ada rekurensi12. Sehdev et al (1974)
melaporkan ameloblastoma mandibula yang dirawat dengan kuretase.
Menurut Shear, alasan yang paling mungkin adalah ameloblastoma memiliki fitur klinis dan
radiografi yang serupa dengan kista dentigerous dan fitur mikroskopis menyimpulkan bahwa
ameloblastoma timbul dari kista dentigerous. Dan sebaiknya bahwa biopsi yang diambil dari
lokasi perlu diperluas untuk mendapatkan hasil ameloblastoma yang berkembang di lapisan
epitel kista dentigerous.
Kesimpulan
Asal usul ameloblastoma dari kista dentigerous masih kontroversial. Kasus kami sekarang dari
ameloblastoma yang timbul dari kista dentigerous adalah kasus yang langka yang mengungkap
histogenesis ameloblastoma. Kasus ini menyoroti potensi neoplastik kista dentigerous dan
pentingnya pemeriksaan histopatologis yang cermat dari seluruh spesimen dengan beberapa
bagian.
DAFTAR REFERENSI
1. Muglali M, Sumer AP. Squamous cell carcinoma arising in a residual cyst: A case
report. J Contemp Dent Pract 2008;9:115‐21.
2. Laskin DM. editor. Oral and maxillofacial surgery. Vol. 2. St. Louis: The CV Mosby
Co; 1985: p. 625-36.
3. Shafer, Hine, Levi. A text book of oral pathology. Philadelphia: W.B. Saunders
Company; 1983: p. 276-85.
4. Gorlin RJ, Goldman HM. Thoma’s oral pathology. 6th ed. Vol. 1. St. Louis: The CV
Mosby Co; 1970: p. 481-9.
5. Soames JV, Southam JC. Oral pathology. 2nd ed. USA: Oxford University Press Inc;
1993: p. 263-6.
6. Cawson RA. Essentials of dental surgery and pathology. 5th ed. USA: Churchill
Livingstone Inc; 1991: p. 247-50.
7. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouqout JE. Oral & maxillofacial pathology. 2nd
ed. Philadelphia: W.B. Saunders Co; 2002: p. 611-619.
8. Ritchie AC. Boyd’s text book of pathology. 9th ed. UK: Lea & Febiger Ltd; 1990: p.
982-3.
9. Farmer ED, Lawton FE. Stone’s oral and dental diseases. 5th ed. Great Britain: E & S
Livingstone Ltd; 1966: p. 890-905.
10. Bhaskar SM. Synopsis of oral pathology. 6th ed. USA: The CV Mosby Company; 1981:
p. 252-66.
11. Pharoah, White. Oral radiology, principles and interpretation. 5th ed. India: MOSBY;
2000: p. 419-22.
12. Fonseca RJ. Oral and maxillofacial surgery. Vol. 5. Philadephia: Saunders; 2000: p.
334-58.
13. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral pathology, clinical pathologic correlation.
4th ed. USA: W.B. Saunders Co; 2003: p. 267-74, 281, 284-6.
14. Sudiono J, dkk. Penuntun praktikum patologi anatomi. Jakarta: EGC; 2001: p. 66-8.
15. Kahn MA. Ameloblastoma in young persons: A clinicopathologic analysis and
etiologic investigation. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1989;67:706‐15.