PROSEDUR NOTIFIKASI WTO -...

68
FASILITASI DAN ATURAN PERDAGANGAN PROSEDUR NOTIFIKASI WTO UNTUK TRANSPARANSI KEBIJAKAN IMPOR TERKAIT BIDANG PERDAGANGAN KEWAJIBAN POKOK INDONESIA SEBAGAI ANGGOTA ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA (WORLD TRADE ORGANIZATION) SULISTYO WIDAYANTO © ANALIS KEBIJAKAN PERDAGANGAN DIREKTORAT KERJASAMA MULTILATERAL DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA 2011

Transcript of PROSEDUR NOTIFIKASI WTO -...

Page 1: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

F A S I L I T A S I D A N A T U R A N P E R D A G A N G A N

P R O S E D U R N O T I F I K A S I W T O

U N T U K

T R ANSPAR ANSI

KE BIJA K AN IMP OR

T E R K A I T B I D A N G P E R D A G A N G A N

KEWAJIBAN POKOK INDONESIA SEBAGAI ANGGOTA ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA

(WORLD TRADE ORGANIZATION)

SULISTYO WIDAYANTO©

ANALIS KEBIJAKAN PERDAGANGAN

DIREKTORAT KERJASAMA MULTILATERAL

DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA – 2011

Page 2: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

ii

Buku ini adalah tinjauan atas salah satu pelaksanaan kerjasama perdagangan multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi terkait kebijakan impor. Tujuan umumnya adalah memberi gambaran bagi para

pembaca mengenai aspekaspek notifikasi baik dari sisi tujuan, kemanfaatan, dan mekanismenya. Tujuan khususnya adalah sebagai pengantar atas tata cara melakukan notifikasi sebagaimana ditetapkan oleh Persetujuan Import Licensing Procedure WTO. Pemahaman mengenai notifikasi ini perlu untuk mengamankan kebijakan impor yang terkati bidang perdagangan dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh WTO.

Diterbitkan oleh :

Direktorat Kerjasama Multilateral Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional

Kementerian Perdagangan Gedung II Lantai 7, Jalan M.I. Ridwan Rais 5, Jakarta 10110

Telepon +6221-3840139 • Fax +6221-3847273 Website: http://ditjenkpi.depdag.go.id/

September 2011

Page 3: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

iii

Daftar Isi

Kata Pengantar ...………………………………………………… v

BAGIAN I KEBIJAKAN IMPOR DALAM SISTEM PERDAGANGAN MULTILATERAL.......................................................…………..

1

A. Kebijakan Perdagangan tentang Persetujuan Ijin Impor…......... 1 B. Penggolongan Jenis Tata Niaga Impor..............…………..…... 4 C. Kebijakan Impor RI. …………………….................................... 8 BAGIAN II KETENTUAN UMUM PROSEDUR NOTIFIKASI ………. 10 A. Pemahaman Umum Prosedur Notifikasi …………………..... 10 B. Pokok-pokok Substansi Ijin Impor................................................. 13 BAGIAN III TATA CARA PERSYARATAN KEWAJIBAN NOTIFIKASI

KEBIJAKAN IMPOR......................……………………………. 15

A. Jenis Kebijakan yang Wajib di Notifikasi …………………… 15 B. Kewajiban Notifikasi Kebijakan Impor ....…………………..... 17 C. Matriks Kewajiban Notifikasi Agreement on Imoprt Licensing

Procedures WTO…………………………………………...... 18

BAGIAN IV PASAL-PASAL AGREEMENT on IMPORT LICENSING

PROCEDURES YANG MEMUAT KETENTUAN TENTANG NOTIFIKASI………………………………….....

19

Notifikasi menurut Pasal 1.4(a)…………………………………... 19 Prosedur-prosedur Tinjauan Kebijakan menurut Pasal 7.1............... 20 Notifikasi menurut Pasal 7.3................................................................... 20 Notifikasi menurut Pasal 8.2(b).............................................................. 20 Kuesioner tentang Prosedur Perijinan Impor Annex …………... 21 BAGIAN V PERSETUJUAN TENTANG PROSEDUR

PERSETUJUAN IMPOR ……………………………………. 25

BAGIAN VI CONTOH NOTIFIKASI KEBIJAKAN DAN

PERATURAN TERKAIT IJIN IMPOR ………………...….. 33

A. Contoh Notifikasi Catatan Kaki No. 5 Pasal 2 Ayat 2 ……… 33 B. Contoh Notifikasi Menurut Pasal 1.4(A) Dan 8.2(B) ……….... 33 C. Contoh Notifikasi Jawaban Untuk Kuesioner Prosedur

Perijinan Impor ………………………….................................... 35

D. Contoh Notifikasi Pasal 5.1-5.4 tentang Prosedur Pengajuan Perijinan …………………………………………………….

35

E. Contoh Notifikasi Pasal 5.5 tentang Notifikasi Kebijakan Impor Negara Lain………………………………………........

35

F. Contoh Notifikasi Questions and Replies on Import Licensing WTO…………………………………………..….

36

BAGIAN VI BADAN-BADAN WTO TUJUAN NOTIFIKASI DAN

LEMBAGA NOTIFIKASI DI INDONESIA ………………. 37

Page 4: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

iv

A. Badan Badan WTO Tujuan Notifikasi ……………………... 37 B. Lembaga Notifikasi di Indonesia ………………………….... 38

LAMPIRAN :

Contoh Notifikasi Import Licensing Berdasarkan Pasal 1.4(A) dan Pasal 8.2(B) Agreement on Import Licensing…………………………………………………………

41

Contoh Notifikasi Import Licensing Berdasarkan Pasal 7.3 Agreement on Import Licensing…………………………………………………………………………......

43

Contoh Notifikasi Import Licensing Berdasarkan Pasal 5.1-5.4 Agreement on Import Licensing…………………………………………….......................................................

47

Contoh Notifikasi Questions and Replies on Import Licensing……………………............... 53

Page 5: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

v

KATA PENGANTAR

Indonesia adalah salah satu pendiri /orginal member dari Organisasi Perdagangan Dunia

atau World Trade Organization (WTO) yang secara resmi berdiri sejak 1 Januari 1995. WTO adalah sebutan nama bagi satu-satunya organisasi perdagangan multilateral dan sekaligus sebagai sebutan untuk nama perangkat ketentuan perdagangan multilateral yang menjadi pedoman bagi pembuatan kebijakan terkait bidang perdagangan. Persetujuan WTO mencakup seperangkat kesepakatan tentang hak-hak para anggotanya untuk mengatur dan membuat sendiri peraturan pelaksana dalam rangka memperluas, mempertahankan dan mengamankan hak-hak akses pasar ekspornya di seluruh anggota WTO dan pengamanan akses pasar domestik. WTO menetapkan pedoman pembuatan kebijakan mengenai tata cara perlindungan dan pengamanan konsumen dan industri dalam negeri dari persaingan dengan produk impor.

Anggota WTO menyepakati bahwa setiap kebijakan terkait bidang perdagangan yang dituangkan ke dalam undang-undang, peraturan, maupun regulasi wajib dilakukan melalui prosedur yang transparan sehingga Anggota WTO lainnya dapat mengetahuinya. Prosedur transparansi pembuatan kebijakan perdagangan ini ditempuh melalui kegiatan notifikasi yakni kewajiban untuk menyampaikan, menyebarluaskan, mengumumkan dan mempublikasikan setiap tindakan, kebijakan, perundang-undangan, dan peraturan menyangkut perdagangan baik yang akan, sedang, atau telah diterapkan dan atau diubah.

Pemenuhan kewajiban notifikasi ini penting karena Ketentuan WTO adalah bagian dari perundang-undangan nasional Indonesia yakni dengan telah diratifikasinya Ketentuan WTO ke dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Melalui notifikasi Indonesia mengamankan dan memanfaatkan ketentuan WTO dan sekaligus merupakan pernyataan kepada dunia bahwa iklim usaha di Indonesia terprediksi dan dapat dipercaya. Salah satu instrument kebijakan perdagangan yang wajib diamankan adalah kebijakan terkait bidang impor sebagai gerbang depan akses pasar domestik Indonesia. Oleh karena itu, pemenuhan kewajiban notifikasi terkait kebijakan impor secara benar dan mengikuti prosedur yang berlaku di WTO menjadi syarat mutlak. Hal ini berlaku demi pengamanan ekonomi nasional.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, untuk mempermudah pemenuhan kewajiban notifikasi kebijakan impor maka disusun buku pedoman teknis mengenai Tata Cara Notifikasi WTO tentang Kebijakan Impor terkait bidang perdagangan. Buku pedoman ini bertujuan memberikan pemahaman di kalangan pejabat mengenai ketentuan di dalam Agreement on Import Licensing WTO, beserta kewajiban notifikasi. Pemahaman mengenai notifikasi Tata Niaga Impor ini juga bermanfaat untuk mengidentifikasi karakteristik pembuatan peraturan di bidang perijinan impor baik untuk kepentingan verifikasi, pembuatan regulasi serta peraturan. Pengenalan karakteristik kebijakan impor akan memudahkan pembuat kebijakan menetapkan prosedur langkah-langkah pembuatan peraturan impor dan koordinasi antar instansi pemerintah terkait.

Jakarta, September 2011

Sulistyo Widayanto1©

1 Isi buku ini semata adalah pengungkapan pikiran atas nama pribadi penuilis Sulistyo Widayanto ([email protected]) dan tidak serta merta dapat dianggap mewakili pandangan Kementerian Perdagangan atau Pemerintah Republik Indonesia. Mengutip atau meng-copy sebagian isi dari buku ini diperkenankan sepanjang mencantumkan nama penulis sebagai pemegang hak cipta yang dilindungi Undang – Undang. ©

Page 6: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi
Page 7: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

KEBIJAKAN IMPOR DALAM SISTEM PERDAGANGAN MULTILATERAL

Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) harus memperoleh kemanfaatan dari keanggotaannya di dalam organisasi tersebut. Persetujuan WTO mencakup seperangkat kesepakatan tentang hak-hak para anggotanya untuk mengatur dan membuat sendiri peraturan pelaksana dalam rangka memperluas, mempertahankan dan mengamankan hak-hak akses pasar ekspornya di seluruh anggota WTO dan pengamanan akses pasar domestik. WTO menetapkan pedoman pembuatan kebijakan mengenai tata cara perlindungan dan pengamanan konsumen dan industri domestic dari persaingan dengan produk impor. Cara pemanfaatan terbaik diantaranya adalah memahami prosedur, tatacara berikut pengimplementasian pengaturan perdagangan terkait dengan aspek penerbitan ijin impor.

A. Kebijakan Perdagangan tentang Persetujuan Ijin Impor

Sejak menjadi anggota WTO – Indonesia telah melaksanakan penyesuaian berbagai peraturan kebijakan perdagangannya menurut ketentuan World Trade Organization/WTO. Kebijakan perdagangan yang menyangkut perijinan import (import licensing) termasuk salah satu peraturan yang harus berpedoman pada Persetujuan tentang Perijinan Impor (Agreement on Import Licensing WTO atau disebut juga dengan istilah Import Licensing Agreement/ILA. Persetujuan ini mengharuskan setiap Anggota membuat peraturan kebijakan impor sesederhana mungkin, transparan, proses cepat, dan terprediksi. Meskipun demikian, upaya penyesuaian kebijakan impor tersebut menghadapi beberapa kendala.

1. Transparansi sebagai Tuntutan Era Perdagangan Global

Indonesia mempunyai kedudukan penting dalam pergaulan perdagangan internasional. Salah satu buktinya adalah bahwa Indonesia termasuk ke dalam kelompok negara G-202. Sebagai forum ekonomi, G-20 saat ini lebih banyak menjadi ajang konsultasi dan kerja sama hal-hal yang berkaitan dengan sistem moneter internasional. Meskipun demikian, dalam prakteknya aspek perdagangan menjadi issue yang jauh lebih

2 G-20 atau Kelompok 20 ekonomi utama adalah kelompok 19 negara dengan perekonomian

besar di dunia ditambah dengan Uni Eropa. Secara resmi G-20 dinamakan The Group of Twenty (G-20) Finance Ministers and Central Bank Governors atau Kelompok Duapuluh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Kelompok ini dibentuk tahun 1999 sebagai forum yang secara sistematis menghimpun kekuatan-kekuatan ekonomi maju dan berkembang untuk membahas isu-isu penting perekonomian dunia. Tujuan pembentukan G-20 ini adalah untuk mewadahi Negara industri dan berkembang secara bersama sama mendiskusikan berbagai masalah kunci di bidang ekonomi dunia. Latar belakang pembentukan forum ini berawal dari terjadinya Krisis Keuangan 1998 dan pendapat yang muncul pada forum G-7 mengenai kurang efektifnya pertemuan itu bila tidak melibatkan kekuatan-kekuatan ekonomi lain agar keputusan-keputusan yang mereka buat memiliki pengaruh yang lebih besar dan mendengarkan kepentingan-kepentingan yang barangkali tidak tercakup dalam kelompok kecil itu. Kelompok ini menghimpun hampir 90% GNP dunia, 80% total perdagangan dunia dan dua per tiga penduduk dunia. Sumber informasi website Wikipedia dalam http://id.wikipedia.org/wiki/G-20_ekonomi_utama [9 Desember 2009]

Bagian

1

Page 8: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

2

menonjol dibanding aspek moneternya. Di antara anggota G- 20 terdapat pertemuan yang teratur untuk mengkaji, meninjau, dan mendorong diskusi di antara negara industri maju dan sedang berkembang terkemuka mengenai kebijakan-kebijakan yang mengarah pada stabilitas keuangan internasional dan mencari upaya-upaya pemecahan masalah yang tidak dapat diatasi oleh satu negara tertentu saja terutama masalah kebijakan impor yang menyangkut akses pasar.

Kebijakan impor Indonesia akan selalu menjadi perhatian utama dunia. Hal tersebut terkait dengan besar dan luasnya kondisi dan potensi pasar dalam negeri yang terus bertumbuh yang dimiliki Bangsa Indonesia. Kebijakan impor hampir selalu menjadi issue yang sangat sensitive terutama bila dikaitkan dengan upaya liberalisasi hubungan kerjasama perdagangan internasional. Kebijakan impor Indonesia akan secara langsung akan berpengaruh terhadap kelancaran arus akses pasar ekspor negara lain yang terikat perjanjian perdagangan dengan Indonesia. Di Indonesia tujuan pembuatan kebijakan impor disusun berdasarkan pada upaya perlindungan kepentingan nasional yang terkait dengan aspek kesehatan keselamatan, keamanan, lingkungan hidup dan moral bangsa.

Keterikatan pada kerjasama perdagangan internasional WTO telah menuntut agar Indonesia bersikap transparan dalam pembuatan kebijakan impor. Pada saat yang sama, tuntutan transparansi juga datang dari pemangku dalam negeri terutama importir. Di dunia yang teknologi informasinya semakin maju hampir tidak ada lagi ruang untuk menyembunyikan informasi. Oleh karena itu pemenuhan kewajiban notifikasi3 sangat relevan untuk memenuhi tuntutan transparansi.

2. Wilayah Kepabeanan Indonesia adalah Pasar Dunia

Di dunia ini selalu ada dua pandangan berlawanan tentang kesepakatan perdagangan dunia WTO. Satu pihak menganggap bahwa kesepakatan perdagangan dunia itu sebagai ancaman, namun satu pihak lainnya justru menganggap sebagai peluang bagi perkembangan industri domestik. Keduanya tidak ada yang salah. Mempertentangkan keduanya menjadi tidak relevan lagi, karena faktanya WTO telah menjadi rejim perdagangan dunia sehingga pasar domestik setiap Anggota WTO terintegrasi ke dalam pasar dunia. Hal yang harus disadari saat ini adalah bahwa sejak menjadi anggota WTO, dunia adalah pasar ekspor produk Indonesia dan sebaliknya Indonesia adalah pasar tujuan ekspor seluruh Anggota WTO. Oleh karena itu setiap perubahan kebijakan impor di Indonesia otomatis akan serta merta mendapat tanggapan Anggota WTO karena berarti pula perubahan terhadap akses pasar produk mereka. Reaksi terhadap perubahan kebijakan impor adalah suatu hal yang wajar. Setiap anggota WTO termasuk Indonesia mempunyai kepentingan untuk diyakinkan agar setiap kebijakan impor Anggota WTO harus fair, tidak digunakan sebagai proteksi terselubung yang dapat mendistorsi pasar dan konsisten dengan Agreement on Import Licensing Procedures.

Kebijakan impor Indonesia tidak hanya menjadi perhatian negara mitra dagang tetapi juga pemangku kepentingan dalam negeri. Tidak transparannya pembuatan kebijakan impor akan mudah menimbulkan dugaan bahwa kebijakan itu dibuat demi

3 Notifikasi adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota WTO untuk mengumumkan dan

mempublikasikan setiap kebijakan, perundang-undangan, dan peraturan yang menyangkut perdagangan yang akan diterapkan. Notifikasi ini dilakukan oleh setiap anggota WTO ke Sekretariat WTO. Notifikasi ini dilakukan berdasar subject dan diatur menurut masing-masing jenis kebijakan, namun demikian anggota WTO tidak dapat dituntut atas notikasi yang dilakukan. Ketentuan notifikasi WTO secara umum di atur dalam Decision on Notifications Procedures. The Legal Text. The Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, Cambride University Press, 2003, p.388 - 389.

Page 9: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

3

mendukung keuntungan sekelompok kepentingan tertentu saja. Melalui media massa, masyarakat non-produsen hingga anggota DPR bahkan mudah mengeluarkan kecaman terhadap kebijakan impor. Masalah domestik pada akhirnya juga akan menjadi masalah internasional. Terganggunya kinerja impor akan mengganggu pula kinerja suplai ekspor negara mitra dagang. Importir dalam negeri seringkali merupakan representasi dari posisi negara mitra dagang yang mengekspor ke Indonesia.

3. Kebijakan Impor sebagai Instrument Pengamanan

Pemerintah RI memanfaatkan kebijakan impor sebagai instrument strategis untuk menjaga kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Penerbitan kebijakan impor dipakai sebagai instrumen menertibkan arus barang masuk memagari kepentingan nasional dari pengaruh masuknya barang-barang negara lain. Pemerintah mendapat mandat dalam membuat kebijakan impor untuk memagari kepentingan nasional dengan tujuan untuk menjaga dan mengamankan dari aspek K3LM (Kesehatan Keselamatan, Keamanan, Lingkungan Hidup dan Moral Bangsa), melindungi dan meningkatkan pendapatan petani, mendorong penggunaan dalam negeri, dan meningkatkan ekspor non – migas.4

Namun demikian, dalam pelaksanaannya banyak pejabat Pemerintah mengalami kesulitan menghadapi kritik dan kecaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Sejumlah peraturan impor masih dianggap bermasalah baik oleh negara mitra dagang maupun dari pemangku kepentingan dalam negeri. Negara mitra dagang menganggap bahwa kebijakan impor Indonesia sebagai proteksi terselubung dan mendistorsi pasar. Dalam sidang ILA – WTO, tanggal 30 April 2009, sejumlah negara mitra dagang utama yakni Amerika Serikat, Uni Eropa dan Canada mempermasalahkan Permendag No.56/M-DAG/PER/12/2008 tentang ketentuan impor untuk produk-produk tertentu. Ketiganya meminta klarifikasi atas kebijakan No.56/2008 tersebut karena mereka mengganggap bahwa kebijakan itu tidak bertujuan untuk import licensing procedures. Amerika Serikat juga masih mempermasalahkan peraturan impor tekstil sebagaimana termuat di dalam SK No. 732/MPP/Kep/10/2002 dan bersama Kanada meminta klarifikasi tertulis dengan tumpang tindihnya peraturan tersebut dengan Permendag No. 56/2008. Indonesia diminta untuk menyesuaikan dengan ketentuan WTO karena peraturan tersebut karena mendistorsi pasar dan tidak konsisten dengan ILA WTO demi memproteksi industri tekstil domestik.

Kebijakan impor beras juga dipertanyakan oleh Thailand yakni Surat Keputusan/SK Departemen Perdagangan No. 1718/M-DAG/XII/2005 mengenai tata niaga impor beras untuk melindungi petani pada saat musim panen. SK larangan impor beras pada musim panen demi melindungi petani ini tidak merujuk ketentuan WTO yang berlaku. Dalam sidang tersebut Thailand menyatakan belum menerima jawaban tertulis atas pertanyaan yang mereka sampaikan melalui WTO.

Intensitas tuntutan transparansi kebijakan impor Indonesia sebagaimana tercermin dalam Sidang Committee on Import Licensing Procedures WTO tersebut memperlihatkan bahwa Pemerintah RI menghadapi kesulitan dalam menanggapinya terutama jika dikaitkan dengan komitmen persetujuan perdagangan dunia WTO.

4 Pengertian kebijakan impor dan K3LM diambil dari definisi Barang Larangan dan Pembatasan Impor dari website Bea dan Cukai dalam http://beacukaibatam.net/index.php?option=com_content&view=article&id=139&Itemid=107&showall=1 [13 Desember 2009].

Page 10: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

4

Semestinya kesulitan itu tidak perlu ada ada mengingat adanya mandat dan tujuan yang jelas dalam pembuatan kebijakan impor.

Munculnya berbagai masalah tersebut kemungkinan diduga berasal dari adanya kendala mentransformasikan garis-garis besar ketentuan Import Licensing WTO ke dalam bentuk peraturan pelaksananya. Masalah tersebut juga diperberat oleh kompleksitas ketentuan AIL - WTO, belum meratanya pengetahuan mengenai ILA - WTO, sering terjadinya pergantian struktur dan pejabat pemerintah; serta adanya kendala teknis untuk pembuatan dan penyebarluasan peraturan.

B. Penggolongan Jenis Kebijakan Tata Niaga Impor.

Kebijakan tata niaga impor dapat dikatakan sebagai kebijakan dengan beban terberat di era WTO. Kebijakan ini disebut klasik karena ketentuan tata niaga impor berdasarkan ILA adalah pengaturan kebijakan perdagangan barang.

1. Komitmen RI tentang Akses Pasar Barang di WTO.

Dalam sejarahnya, sebelum WTO Indonesia hanya mengikat tarif (bound) hanya 9,4 persen dari keseluruhan tariff. Namun sejak berlakunya WTO 1 Januari 1995, Indonesia mengikatkan dalam komitmen perdagangan barangnya dengan memperluas menjadi 94,6 persen dari keseluruhan tarif produk barang. Dengan komitmen tersebut terdapat 8877 jenis produk diikat pada level tertinggi sebesar 40 persen dan tidak boleh lebih tinggi lagi. Tarif tertinggi terikat rata rata dalam komitmen Indonesia adalah di bawah 40 persen kecuali untuk komoditi pertanian. Tarif terikat rata-rata sebesar 40 persen pada saat itu dianggap cukup memadai untuk melindungi industri domestik.5Daftar komitmen RI mengenai akses perdagangan barang terdapat di dalam buku yang disebut Schedudle of Market Access Commitmen on Goods – XXI atau dikenal dengan Schedule XXI.6

Indonesia tidak mengkonsesikan seluruh produk industrinya dalam komitmen kesepakatan WTO. Masih terdapat sebanyak 505 jenis tarif yang sebagian besar termasuk dalajm kendaraan bermotor dan baja. Sektor lainnya yang dikecualikan dari ketentuan import WTO adalah pesawat terbang, senjata dan amunisi, barang kesenian dan barang antik, serta rambut palsu dan bunga artifisial. Indonesia juga berkomitmen untuk menghapus 171 surcharges selama 10 (sepuluh) tahun yang berakhir hingga tahun 2004. 7

Di bidang non-tariff import barriers (NTBs) Indonesia berkomitmen untuk menghapus 98 jenis non-tariff import barriers selama 10 tahun dan berakhir tahun 2004. Komitmen RI ke WTO untuk menghapus NTBs ini menyangkut produk besi dan baja. Meskipun demikian, RI mengecualikan dalam komitmennya untuk tidak menghapus 90 item jenis NTBs yang sebagian besarnya adalah kendaraan bermotor dan sektor baja. Indonesia juga mengecualikan sejumlah regulasi impor seperti persyaratan untuk

5 Lihat tulisan Stephen L. Magiera, Reading in Indonesia Trade Policy 1991 – 2002, dalam artikel mengenai The

Uruguay Round: Indonesia’s Market Access Offer for Industrial Commodities, USAID – Trade Implementation Policy Projects, Jakarta 2003, page 27 – 1 – 3.

6 Daftar Schedule XXI dapat diakses dalam website Direktorat Jenderal KPI dalam http://ditjenkpi.depdag.go.id

7 Stephen L. Magiera, op.cit.

Page 11: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

5

mendapatkan persetujuan pemerintah sebelum melakukan impor dan impor barang modal tidak dalam keadaan baru.8

2. Perijinan Impor Otomatis.

Agreement on Import Licensing Procedures membedakan jenis perijinan impor berdasarkan peruntukan pihak yang berhak mendapatkan ijin dan jangka waktu pemrosesan pengurusan perijinan. Kedua jenis kebijakan prosedur perijinan didalam ILA, yaitu peraturan yang bersifat Automatic; dan yang Non-automatic Licensing. Menurut Artikel 2 ILA, Automatic Import Licensing menjabarkan bahwa setiap permohonan terhadap kebijakan impor harus diperlakukan sama karena apabila tidak akan menjadi sebuah batasan/restrictive by-laws. Tujuan dari AIL otomatis ini secara umum dapat dikatakan sebagai pendukung keperluan sistem statistik.

Definisi perijinan import otomatis adalah perijinan yang dapat diberikan secara untuk pengimporan secara umum dan perijinan otomatis ini keperluan statistik dan pengumpulan informasi aktual. Pasal 2.1 Persetujuan Prosedur Perijinan Impor WTO menyebutkan:

“...automatic import licensing (licensing maintained to collect statistical and other factual information on import) is defined as import licensing where the approval of the application is granted in all cases..” 9

Terdapat prakondisi untuk menggolongkan suatu perijinan impor sebagai otomatis yakni jika terpenuhi persyaratan bahwa prosedur perijinan otomatis tersebut tidak diatur sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak yang menghambat impor. Perijinan tersebut juga tidak boleh mendiskriminasi pemohon ijin. Setiap orang dalam hal ini berhak untuk mendapatkan ijin impor dan mengajukan permohonan untuk mendapatkan ijin asal memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.

Pemberian Persetujuan Impor otomatis menurut Pasal 2.2.a harus memenuhi ketentuan bahwa persetujuan tersebut dapat diberikan kapan saja pada hari kerja sebelum pelaksanaan pemeriksaan kepabeanan dan jangka waktu penerbitan proses pemberian ijin harus sudah diselesaikan dalam waktu sepuluh hari kerja. Adapun Pasal 2.2.b menyebutkan bahwa perijinan impor otomatis diperlukan hanya jika prosedur lainnya tidak ada dan harus segera dihapuskan kalau ketentuan untuk pengaturan administratif baru sudah tersedia10 atau

“..automatic import licensing may be necessary whenever other appropriate procedures are not available. It is to be removed as soon as the circumstances which have given rise to its introduction no longer prevail..”

3. Pemberian ijin impor Non-automatic Import Licensing.

Pasal 3.1 Persetujuan Prosedur Perijinan Impor menyebutkan pengertian perijinan impor non-otomatis sebagai pemberian perijinan impor yang tidak termasuk di dalam definiisi perijinan impor otomatis. Sasaran penggunaan persetujuan non-otomatis

8 Stephen L Magiera, ibid.

9 Diambil dari presentasi Sam Laird, Import Licensing, The World Bank Office Jakarta and Ministry of Trade Jakarta, 10-11 December 2009.

10 Untuk memperjelas pemahaman tentang persyaratan perijinan import otomatis ini agar diperiksa lagi Agreement on Import Licensing Procedures WTO dalam versi bahasa Inggris. Tulisan ini melampirkan versi Bahasa Indonesia dari Persetujuan Prosedur Perijinan Impor WTO.

Page 12: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

6

ini adalah untuk mengatur dan mengadministrasikan tata niaga dalam bentuk pembatasan kuantitatif yang sesuai ketentuan hukum WTO.

Ketentuan yang harus dipenuhi dalam pemberian ijin impor non-otomatis adalah bahwa tidak boleh menimbulkan dampak yang menghambat dan mendistorsi perdagangan. Pasal 3.2 menyebutkan bahwa perizinan non-otomatis tidak boleh berakibat membatasi atau menggangu impor yang menambah pembatasan yang sudah ada. Prosedur-prosedur perizinan non-otomatis harus, dari segi ruang lingkup dan masa berlakunya, sesuai dengan tindakan yang dilaksanakan dengan prosedur tersebut, dan harus tidak lebih membebankan secara administratif daripada yang sungguh-sungguh perlu untuk mengatur tindakan yang bersangkutan.

Ketentuan lainnya yang berlaku adalah bahwa tiap kebijakan impor non-otomatis harus dipublikasikan dan memuat informasi mengenai tujuan, pengecualian, jumlah kuota, tanggal pembukaan dan penutupan dan pengaturan tentang pengalokasian pemberian kuota kepada negara. Publikasi itu harus diumumkan setidaknya 21 hari sebelum tanggal berlaku efektif. Pasal 3.5.e menyebutkan bahwa tidak boleh ada diskriminasi pemberian ijin. Setiap penolakan harus disertai dengan penjelasan dari pejabat berwenang dan pemohon berhak mengajukan banding. Proses pengajuan permohonan harus selesai dalam 30 hari. Namun demikian, untuk persetujuan permohonan secara simultan dapat diberikan dalam jangka waktu tidak lebih dari 60 hari.

Peraturan impor non-otomatis ini menjadi pilihan bagi negara untuk menjaga mengawasi arus asal barang impor, dan juga dipilih untuk mengendalikan arus import barang (misalnya: quota). Biasanya ijin impor non-otomatis ini diberlakukan antara lain terhadap impor tumbuhan dan hewan, barang berbahaya, bahan peledak, barang yang diawasi seperti minuman beralkohol, bahan kimia serta limbah berbahaya.

Non-automatic Import Licensing (NAL) dibuat untuk mengendalikan arus barang masuk. Umumnya tindakan yang dilakukan sebagai pelaksanaan dari NAL ini berbentuk kuota atau Quantitive Restriction (QR). Tindakan pembatasan impor melalui alokasi kuantitative ini dilakukan Pemerintah antara lain untuk melindungi “balance of payment”, melindungi produsen dalam negeri yang menghasilkan produk sejenis dengan barang yang diimpor, dan atau untuk mengendalikan impor bahan penolong yang bersifat multifungsi dan terdapat potensi untuk disalahgunakan bagi tindakan yang membahayakan. Meskipun QR ini harus diterapkan secara bijaksana dan fair, serta harus most favored nations atau tanpa ada pengecualian. Penerapan tindakan QR harus digunakan secara hati-hati berdasarkan alasan-alasan tertentu yang logis terutama bila yang digunakan adalah alasan untuk menjaga kepentingan “Public Morals”. Alasan agama tidak dapat digunakan. Pembatasan kuantative sering digunakan sebagai filter untuk produk yang tarif bea masuknya sudah 0%.

C. Kebijakan Impor RI

Dimuka telah sekilas disebutkan bahwa kebijakan Impor RI merupakan bagian dari kebijakan perdagangan untuk memagari kepentingan nasional dari pengaruh masuknya barang-barang impor negara lain. Memagari kepentingan nasional yang dimaksud adalah memagari kepentingan nasional terhadap faktor-faktor kesehatan, keselamatan, keamanan, lingkungan hidup dan moral bangsa. Pemerintah mendapat mandat dalam membuat kebijakan impor untuk memagari kepentingan nasional dengan tujuan untuk menjaga dan mengamankan dari aspek K3LM (Kesehatan Keselamatan,

Page 13: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

7

Keamanan, Lingkungan Hidup dan Moral Bangsa), melindungi dan meningkatkan pendapatan petani, mendorong penggunaan dalam negeri, dan meningkatkan ekspor non – migas.

a. Dasar Rujukan Hukum

Dasar hukum yang dipakai sebagai acuan pembuatan kebijakan impor adalah Keputusan Presiden No. 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 229/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor. Keputusan lain yang menjadi dasar hukum kebijakan impor adalah Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 230/MPP/Kep/7/1997 mengenai Barang yang diatur tata niaga impornya. Kesepakatan Persetujuan WTO dalam hal ini Agreement on Import Licensing Procedures dan GATT 1994 meskipun tidak semuanya tersurat dalam kebijakan impor namun juga menjadi acuan karena telah diratifikasinya Ketentuan WTO dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 mengenai Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Organisasi Perdagangan Dunia).

Kebijakan Nasional Lainnya, antara lain Undang-Undang No.23/1997 tentang Lingkungan Hidup, Undang-Undang No.22/1997 tentang Narkotika. Dan Undang-Undang No.8/1992 tentang Perlindungan Konsumen.

Pembuatan peraturan dan Penetapan kebijakan impor Indonesia dilakukan dengan rujukan berdasarkan WTO Rules: Artikel XX (General Exceptions), Artikel XXI (Security Exceptions), AIL, Konvensi-konvensi internasional; dan Kebijakan Nasional terkait lainnya. Perumusan kebijakan impor dilakukan melalui persiapan bahan pertimbangan keputusan berupa masukan dari Stakeholders (swasta, LSM, anggota DPR dan masyarakat umum) kemudian melakukan analisa dampak dari sebuah keputusan.

Berdasarkan jenisnya, kebijakan impor Indonesia yang dikategorikan sebagai Automatic Licensing adalah sebesar + 91,4 % (dari seluruh pos HS Indonesia). Sisanya adalah kebijakan jenis Non-automatic licensing adalah sebesar + 8,6% yang diberlakukan terhadap sejumlah komoditi barang seperti minuman beralkohol, Nitrocellulose (bahan peledak), beras, prekursor, cakram optik dan intankasar.

b. Tantangan Pelaksanaan Mandat dalam Kebijakan Impor RI.

Di dalam pelaksanaannya, kebijakan impor RI sering mengundang pertanyaan dari negara mitra dagang baik untuk sekedar permintaan klarifikasi, penjelasan, atau tuntutan agar kebijakan yang dibuat harus segera dicabut. Menghadapi masalah seperti ini, pejabat Indonesia dituntut untuk mampu memberikan tanggapan tanpa mengorbankan mandat untuk melindungi kepentingan nasional. Meskipun demikian, sering kali kekurangpahaman Indonesia mengenai Agreement on Import Licensing WTO menyebabkan pejabat Indonesia mengalami kesulitan untuk menanggapinya. Akibatnya, negara yang mempertanyakan akan terus menerus mengejar jawaban dan dengan mencocokkan rujukan berdasar ILA.

Ketidak jelasan pembedaan ijin impor otomatis dan non-otomatis ini juga menyulitkan penjaga border yakni Pihak Bea Cukai untuk menentukan boleh tidaknya barang masuk mengingat terdapat prosedur dan kelengkapan dokumen yang harus menyertainya terutama yang menyangkut perijinan.

Page 14: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

8

Tidak ada yang bisa memungkiri bahwa kepentingan nasional harus diletakkan di atas segala-galanya termasuk dalam pembuatan kebijakan impor. Namun demikian, kebijakan RI dibuat dengan judul yang mudah mengundang reaksi negara mitra dagang. Beberapa kebijakan impor menggunakan formulasi nama kebijakan dengan terminologi-terminologi yang termasuk sensitive di WTO dan ketidakcocokan alasan yang dipakai sebagai konsideran pembuatan kebijakan lisensi impor. Salah satu contohnya adalah Keputusan Menperindag No.64/MPP/Kep/9/2002 mengenai impor gula. Dalam konsideran disebutkan bahwa tujuan dari pemerintah Indonesia mengeluarkan SK tersebut adalah untuk melindungi petani gula miskin, melindungi kesehatan masyarakat dan meningkatkan pendapatan petani gula di pedesaan. SK tersebut menggunakan dasar pertimbangan yang rancu dan tidak berkaitan langsung dengan AIL, karena konsideran yang dipakai adalah subsidi dan alasan untuk melindungi kesehatan adalah untuk SPS. Keadaan ini menimbulkan kecurigaan negara mitra dagang seolah Indonesia memiliki rencana terselubung dibalik konsideran tersebut.

Adapun contoh penggunaan terminologi yang sensitive dalam peristilahan WTO adalah Permendag No.56/M-DAG/PER/12/2008 tentang ketentuan impor untuk produk-produk tertentu. Judul tersebut sudah berbunyi dan mengindikasikan adanya diskriminasi dan hambatan perdagangan tidak perlu. Padahal bila ditinjau lebih dalam Permendag No. 56 tersebut adalah pengaturan mengenai penunjukan pelabuhan pelabuhan tertentu sebagai akses pasar masuk barang impor. Penunjukan pelabuhan ini lebih netral dan lebih dekat pengertian impor otomatis yang tujuannya adalah pengaturan dan ketertiban administrasi. Tidak mengherankan bila semua negara mitra dagang yang mempunyai kepentingan perdagangan dengan Indonesia akan mudah bereaksi dan justru ingin mengetahui lebih dalam dan rinci.

Masalah lain yang sering menimbulkan kendala di bidang penerapan kebijakan impor adalah seringkalinya terjadi perubahan peraturan impor. Hal yang sering tidak disadari oleh pejabat adalah rujukan dari pejabat yang dianggap berwenang yang baru dan adanya perbedaan waktu untuk melakukan penyesuaian daru aturan lama serta pendistribusian aturan baru tersebut ke seluruh wilayah Indonesia. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas terdapat usulan untuk membentuk “export and import policy team” yang dipimpin oleh Menteri Keuangan dengan anggota dari Kementerian Perdagangan, Keuangan, Pertanian, Ditjen Bea & Cukai, Badan Karantina. Tim ini beranggotakan pejabat pembuat kebijakan yang terkait dengan masalah impor. Meskipun demikian, hingga saat ini usulan tersebut belum mendapat tanggapan.

c. Kebijakan Impor Mitra dagang sebagai Sumber Informasi Peluang

Kebijakan Import Licensing dalam kenyataannya tidak hanya dipakai sebagai instrument untuk melindungi industri dan pasar domestik, namun juga dapat dimanfaatkan untuk memperluas, mengamankan, dan meningkatkan akses pasar produk domestik di luar negeri. Indonesia dapat menggunakan Import Licensing untuk membuka akses pasarnya. Cara terbaik untuk memanfaatkan Persetujuan Perijinan Impor WTO adalah secara agresif mempelajari peraturan Import Licensing yang dimiliki oleh negara lain melalui notifikasi yang mereka lakukan.

Terdapat ketentuan Persetujuan Perijinan Impor yang menyatakan adanya perlakuan khusus (misalnya kemudahan dalam bentuk persyaratan atau waktu) yang diberikan ke negara berkembang di dalam menerbitkan persetujuan Import Licensing. Hal

Page 15: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

9

ini bisa dijadikan “loop hole” karena, adanya kata-kata “special consideration” dimana pengertian “special consideration” tidak pernah diutarakan secara jelas.

Apabila Indonesia menemukan ketidakkonsistenan import licensing dari negara mitra dagang, maka hal yang perlu dilakukan adalah mendiskusikan melalui pendekatan bilateral demi untuk mengamankan akses pasar terlebih dulu. Namun apabila pendekatan bilateral tidak membuahkan solusi maka bisa digunakan adalah pendekatan regional, dan jika gagal maka yang terakhir perlu dilakukan adalah pendekatan multilateral.

Pemanfaatan Persetujuan Perijinan Impor yang tidak kalah pentingnya adalah mempelajari dari cara negara lain merespon kebijakan impor yang dipermasalahkan oleh negara lain. Salah satu caranya adalah dengan memodifikasi peraturan yang dipermasalahkan atau dengan menyampaikan kembali notifikasi dengan format dan tujuan yang berbeda. Hal semacam ini pernah dilakukan oleh Australia di dalam kondisi yang sangat noticeable oleh negara anggota lainnya.

-- 000 ---

Page 16: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

10

KETENTUAN UMUM PROSEDUR NOTIFIKASI

A. Pemahaman Prosedur Notifikasi

Mengingat berbagai masalah kebijakan impor tersebut di atas, tulisan ini berupaya untuk mengulas masalah tantangan kebijakan impor Indonesia di forum WTO. Tulisan ini bertujuan untuk mencari solusi masalah kesesuaian Pembuatan Kebijakan Import menurut Agreement on Import Licensing. Tujuan lainnya adalah untuk memberikan pemahaman di kalangan pejabat mengenai ketentuan di dalam Agreement on Import Licensing WTO, beserta kewajiban notifikasi. Pemahaman mengenai agreement ILA WTO penting untuk dapat mengidentifikasi karakteristik pembuatan peraturan di bidang perijinan impor baik untuk kepentingan verifikasi pra pengapalan maupun pembuatan regulasi. Pengenalan karakteristik kebijakan impor akan memudahkan pembuat kebijakan menetapkan prosedur langkah-langkah pembuatan peraturan impor dan koordinasi antar instansi pemerintah terkait.

Kementerian Perdagangan bukan satu-satunya pembuat kebijakan impor. Namun demikian, Kementerian Perdagangan adalah pihak paling berkompeten dengan pembuatan kebijakan impor dan harus mampu mengenali dan melaksanakan tugas-tugas yang bersifat koordinasi dalam pembuatan kebijakan menyangkut impor. Tulisan ini disusun untuk dapat memberi kontribusi untuk memperkecil dan meniadakan kendala-kendala didalam mentransformasikan garis-garis besar ketentuan AIL – WTO ke dalam bentuk peraturan pelaksananya di Indonesia serta contoh-contoh dokumen notifikasi yang telah disampaikan RI ke WTO.

1. Ketentuan Prosedur Notifikasi Tata Niaga Impor ke WTO

Persetujuan tentang prosedur perijinan tata niaga impor (Agreement on Import Licensing WTO ) sebagai bagian dari Kesepakatan WTO secara umum harus difahami sebagai pengaturan atas hak-hak yang setiap anggota dan sebagai pedoman dan acuan dalam pembuatan peraturan pelaksana dari kebijakan impor yang akan diberlakukan. Indonesia dalam hal ini harus memandang Persetujuan Perijinan Impor WTO sebagai hak Indonesia untuk pelaksanaan tujuan kebijakan nasional yang terkait dengan baik untuk menjaga K3LM maupun untuk tujuan terkait lainnya. Namun demikian, penggunaan hak pengaturan tata niaga impor itu memunculkan kewajiban yakni harus sejalan dengan ketentuan Import Licensing WTO dan transparan melalui notifikasi.

a. Definisi dan Tujuan

Import Licensing merupakan prosedur administratif yang digunakan sebagai persyaratan didalam pengajuan permohonan atau dokumentasi tertentu kepada badan administrasi yang berwenang dan harus dipenuhi sebelum proses impor barang. Persetujuan Import Licensing (ILA) adalah bagian dari Single Undertaking Putaran Uruguay dan terdapat di Annex A GATT – 1994. Definisi Import Licensing WTO menyebutkan sebagai berikut:

Bagian

2

Page 17: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

11

“...Import licensing can be defined as administrative procedures requiring submission of an application or other documentation (other than those required for customs purposes) to the relevant administrative body as prior condition for importation of goods..”11

Tujuan dari Import Licensing Agreement/ILA antara lain adalah untuk: a. mempermudah dan menjamin transparansi terhadap prosedur kebijakan impor, b. sistem administrasi yang adil dan transparan dan, c. mencegah terjadinya efek restrictive dan distortive di dalam peraturan impor.

“..The main objective of the Agreement are to simplify and bring transparency to import licensing procedures, to ensure their fair and equitable application and administration, and to prevent procedures applied for granting import licenses for having in themselves, restrictive or distortive effects on imports..”

2. Dasar Hukum

Setiap anggota WTO wajib untuk menyampaikan notifikasi kebijakan impor setiap satu tahun 1 (satu) kali setiap akhir bulan September. Notifikasi ini akan direview oleh Committee on Import Licensing setiap 2 (dua) tahun satu kali. Keberadaan Persetujuan ILA ini sering dirasakan sebagai beban yang merupakan tekanan negara maju terhadap negara berkembang. Meskipun demikian, setiap anggota WTO yang merasa dirugikan akses pasarnya oleh kebijakan impor negara mitra dagangnya, maka anggota yang dirugikan tersebut dapat menggunakan notifikasi ini sebagai “sarana” untuk menekan anggota WTO yang dituju dan terlebih lagi bagi anggota yang belum melakukan kewajiban notifikasi mereka.

Tidak melakukan notifikasi tidak serta merta bisa dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap ILA. Meskipun demikian, anggota yang tidak memenuhi kewajiban notifikasi tersebut suatu saat akan „dipaksa‟ untuk memenuhinya. Salah satu cara memaksa adalah dengan mengirimkan daftar pertanyaan mengenai kebijakan impor yang tidak dinotifikasikan. Tanpa melalui WTO setiap negara dapat memperoleh informasi tentang kebijakan impor yang berlaku di negara mitra dagangnya melalui perwakilan masing-masing. Keadaan ini dialami Indonesia.

Melakukan notifikasi segera ke Sekretariat WTO akan jauh lebih menguntungkan daripada menunda atau tidak melakukan notifikasi sama sekali. Suatu anggota WTO yang mengajukan pertanyaan terhadap notifikasi anggota WTO lainnya dapat dianggap sebagai indikasi bahwa anggota yang harus menjawab pertanyaan tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi terhadap anggota penanya. Anggota yang melakukan notifikasi tidak dapat dipersengketakan karena notifikasi yang disampaikan ke WTO. Sengketa mengenai Kebijakan Impor Licensing dapat terjadi apabila aplikasi atau penerapan import licensing mengakibatkan terjadinya “nullification” dan “impairment” bagi anggota WTO lainnya. Pelanggaran di dalam Import Licensing tidak terdapat sanksi yang harus dipenuhi oleh pelanggar, kecuali mengganti kebijakan import licensing sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam ILA, sehingga import licensing dimaksud sesuai dengan WTO.

Terdapat 3 (tiga) ketentuan yang menjadi dasar hukum dari notifikasi ketentuan tata niaga impor yakni:

11 Diambil dari sumber presentasi Sam Laird, Import Licensing, The World Bank Office Jakarta and Ministry of Trade Jakarta, 10-11 December 2009.

Page 18: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

12

i. GATT Article VIII mengenai bea dan formalitas terkait dengan importasi dan eksportasi. Segala prosedur pemberian ijin impor yang tidak bersifat spesifik terkait dalam Article VIII GATT ini. Paragraf 1(c) menetapkan aturan umum yang mewajibkan setiap Anggota untuk membuat prosedur dan penetapan formalitas perijinan impor atau export harus sesederhana dan seminimal mungkin dalam pengurusan persyaratan dokumentasi yang harus dipenuhi. Menurut paragraf 2, tiap negara wajib meninjau kembali segala peraturan dan regulasinya atas permintaan Anggota WTO lainnya. Sementara itu paragraf 3 menyebutkan larangan bagi anggota WTO untuk mengenakan sanksi penolakan hanya karena kekurangan kecil dalam pemenuhan persyaratan.

ii. GATT Article X tentang Publikasi dan Tertib Administrasi Regulasi Perdagangan12. Dalam hal ini Undang-undang, regulasi, keputusan yang berketetapan hukum, dan segala ketentuan umum yang wajib dipatuhi yang dikeluarkan Pemerintah, mempunyai kaitan dengan klasifikasi atau perhitungan nilai produk untuk kepentingan kepabeanan, atau untuk tingkat pabean, pajak atau pungutan lainnya, atau sebagai prasyarat, restriksi atau larangan impor atau ekspor atau atas transfer untuk pembayaran sesuatu, atau yang dapat membawa pengaruh terhadap penjualan, distribusi, transportasi, asuransi, inspeksi pergudangan, pameran, pemrosesan, atau campuran atau penggunaan lain, harus dipublikasikan sesegera mungkin sedemikian rupa sehingga pemerintah dan para pedagang dapat segera memahami hal-hal tersebut di atas. Suatu persetujuan yang mempunyai dampak terhadap kebijakan perdagangan internasional yang berlaku antar Pemerintah atau dengan suatu badan Pemerintah Negara Anggota WTO lainnya atau antar Pemerintah atau dengan badan Pemerintah Negara bukan anggota WTO juga harus dinotifikasikan. Ketentuan dalam paragraf ini tidak mengharuskan Pemerintah untuk mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia…. Tidak ada satupun Anggota WTO diperbolehkan untuk memberlakukan terlebih dahulu suatu ketentuan mengenai tingkat bea masuk atau pungutan lain atas impor yang dilaksanakan secara serempak atau memberlakukan keharusan yang menimbulkan beban, resktriksi atau larangan impor, atau transfer yang terkait dengan pembayaran sebelum diumumkan secara resmi. Setiap Anggota harus mengatur sedemikian rupa secara seragam, adil, dan masuk akal atas setiap undang-undang, regulasi, keputusan dan pengaturan atas hal-hal yang dicantumkan di dalam paragraf 1 Pasal ini. Setiap Anggota harus segera membentuk atau melembagakan badan penyelesaian sengketa atau pertimbangan hukum atau suatu prosedur praktis dengan tujuan antara lain, untuk dapat segera mengadakan pertimbangan dan koreksi tindakan keadministrasian terkait dengan hal-hal yang menyangkut kepabeanan….

iii. Pasal- Pasal Notifikasi Import Licensing Procedures WTO. Pasal-pasal yang mewajibkan notifikasi kebijakan tata niaga impor sangat kompleks dan akan dibahas secara tersendiri di dalam bagian II. Pasal-pasal notifikasi terse but adalah Article 1.4(a)13, Article 7.3, 1Article 8.2(b)14, Article 5.1-5.4, Article 5.5, dan Footnote 5 to Article 2.2.

12 Untuk keperluan keabsahan rujukan hukum agar melihat teks aselinya dalam Article X –

Publication and Administration of Trade Regulation, dalam The Legal Text. The Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, Cambride University Press, 2003, p. 436.

13 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi sebagaimana diamanatkan menurut Pasal 1.4 (a) dan 8.2 (b) untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite menyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan – bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam format

Page 19: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

13

B. Pokok – Pokok Substansi Ijin Impor

Sebagai penutup, para pembuat kebijakan impor Indonesia perlu lebih memperhatikan ketentuan yang terdapat pada Agreement on Import Licensing WTO. Indonesia perlu mengganti atau mengubah serta menotifikasikan kembali beberapa peraturan impor sesuai ketentuan WTO. Dalam hal issue penyelundupan, Indonesia perlu menunjukkan bahwa apabila terdapat faktor penyelundupan dengan jumlah yang sangat besar dan dengan keadaan dimana bea dan cukai tidak dapat mengontrol hal tersebut maka artikel XX.d dapat dijadikan alasan. Indonesia perlu pula mengkoreksi sistem AL dan NAL dalam sistem perijinan impor yang berlaku secara tepat dan jelas agar dikemudian hari Indonesia tidak akan diajukan ke DSB – WTO karena adanya misplacing antara AL dengan NAL.

Terakhir, Indonesia perlu segera menyampaikan pandangan mengenai definisi national security yang di dalam GATT 1994 mungkin dipandang dari sudut pandang yang berbeda dengan negara maju. Bagi negara berkembang seperti Indonesia rakyat adalah hal pertama yang harus dilindungi. Komoditi sensitif yang terkait dengan keamanan pangan nasional seperti beras dan gula perlu dilindungi agar masyarakat tetap dapat menikmatinya (baik konsumen maupun petani).

Cara terbaik untuk mengamankan kebijakan impor Indonesia adalah dengan memenuhi kewajiban notifikasi semua prosedur impor yang berlaku di Indonesia ke Committee on Import Licensing WTO. Adapun tata cara melakukan notifikasi perlu memperhatikan pemenuhan informasi mengenai kebijakan prosedur impor sebagaimana tercantum dalam panduan notifikasi prosedur perijinan impor yang dikeluarkan oleh Sekretariat WTO yang telah kami terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Namun demikian, untuk melakukan notifikasi maka yang perlu menjadi pegangan adalah dokumen WTO aselinya yang berbahasa Inggris yang salah satunya adalah Technical Cooperation Handbook on Notification Requirements; Agreement on Import Licensing Procedures, WT/CT/NOTIF/LIC/1, 15 October 1996 dan dokumen WTO lainnya yang terkait.

Wordperfect 5.2. Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasi akan memberitahu Sekretariat, perubahan-perubahan yang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telah mereka notifiikasikan sebelumnya.

14 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi sebagaimana diamanatkan menurut Pasal 1.4 (a) dan 8.2 (b) untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite menyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan – bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam format Wordperfect 5.2. Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasi menyajpaikan indikasi kepada Sekretariat, mengenai perubahan-perubahan yang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telah mereka notifikasikan sebelumnya.

Page 20: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

14

TATA CARA PERSYARATAN KEWAJIBAN NOTIFIKASI KEBIJAKAN IMPOR

Bagian ini berisi pedoman teknis mengenai tata cara pemenuhan persyaratan kewajiban notifikasi kebijakan pemberian ijin impor sebagaimana diamanatkan oleh the Agreement on Import Licensing Procedures (LIC).

A. Jenis Kebijakan yang Wajib Dinotifikasi

Persetujuan Prosedur Perijinan WTO mengatur tata cara notifikasi kebijakan impor berdasarkan aspek-aspek terkait dengan pemenuhan persyaratan impor dan transparansi. Berikut ini adalah pasal-pasal dalam Persetujuan yang menjadi rujukan notifikasi:

1. Publikasi Tata cara Permohonan Ijin Article 1.4(a)15

Setiap anggota harus melakukan notifikasi ke Komite Import Licensing semua sumber informasi terkait dengan publikasi mengenai prosedur perijinan impor, dan menyampaikan salinan publikasi tersebut ke Sekretariat (WTO). Dalam hal tidak tersedianya publikasi yang berbahasa WTO (yakni Inggris, Perancis dan Spanyol), maka setiap Anggota WTO harus menyediakan, ringkasan dan terjemahan tersebut ke dalam bahasa resmi WTO. Anggota WTO lainnya dapat meminta terjemahan penuh apabila menghendakinya, atau berupaya memperoleh informasi tambahan melalui basis pendekatan bilateral. Bilamana terjadi issue yang tidak dapat diselesaikan secara bilateral, maka issue dimaksud boleh disampaikan ke Komite Lisensi Impor agar menjadi perhatian bersama seluruh anggota.

Anggota (WTO) yang menjadi penanda tangan Tokyo Round Code harus menentukan sendiri sampai kapan notifikasi yang mereka lakukan berdasar Tokyo Round Code tetap berlaku, batas waktu terjadinya perubahan yang harus mereka notifikasikan, atau apabila mereka harus membuat notifikasi yang sama sekali baru. Komite Prosedur Perijinan Impor WTO, pada pertemuan hari ini tanggal 12 Oktober 1995, menetapkan batas akhir pada tanggal 12 Januari 1996 bagi seluruh anggota WTO yang ada untuk pertama kalinya membuat notifikasi atas Persetujuan ini

2. Kuesioner Kebijakan Impor yang Berlaku1 (Article 7.3)

Tiap anggota (WTO) harus menyerahkan berkas lengkap notifikasi pada tanggal 30 September tiap tahunnya, kuesioner mengenai prosedur perijinan import sebagaimana termuat dalam dokumen G/LIC/3, Annex .

15 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi sebagaimana diamanatkan menurut Pasal 1.4 (a) dan 8.2 (b) untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite menyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan – bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam format Wordperfect 5.2. Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasi akan memberitahu Sekretariat, perubahan-perubahan yang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telah mereka notifiikasikan sebelumnya.

Bagian

3

Page 21: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

15

Isi kuesioner mencakup perijinan impor dan prosedur administrative terkait (semacam visa teknis, sistem pengawasan, rancangan patokan harga minimum, dan tinjauan administrative lainnya). Setiap Anggota WTO harus menyediakan informasi yang terkait dengan tujuan dan cakupan perijinan, undang-undang, regulasi dan kewajiban administrative lainnya yang terkait dengan tata niaga, prosedur untuk aplikasi dan memperoleh penerbitan ijin dari sistem yang bersifat restriktif maupun yang non-restriktif, alokasi kuota, periode proses aplikasi, masa berlaku perijinan, institusi yang mempunya kewenangan, persayaratan dokumentasi untuk mengajukan aplikasi, importer tertentu yang dianggap pantas mendapat hak untuk mengajukan permohonan perijinan, kondisi perijinan dan formalitas nilai pertukaran asing.

Tiap anggota WTO harus menentukan sendiri jawaban atas masih berlaku tidaknya prosedur perijinan yang berlaku sebelumnya di bawah GATT 1947 dengan setelah berlakunya Persetujuan WTO, yakni apakah perubahannya saja yang perlu dinotifikasi atau harus menotifikasi secara keseluruhan.

3. Anggota Bukan Penanda tangan Tokyo Round. (Article 8.2(b)16)

Tiap angota WTO harus menginformasikan kepada Komite mengenai segala perubahan undang-undang dan regulasi yang relevan terkait dengan Persetujuan ini dan pegnadiministrasian undang-undang dan regulasi dimaksud. Notifikasi pertama yang harus dilakukan oleh Anggota bukan Penanda tangan Tokyo Round Code menurut Pasal 8.2(b) harus memuat teks lengkap undang-undang dan regulasi terkait yang mempunyai relevansi dengan kepentingan Anggota lainnya sejak Persetujuan WTO mulai berlaku.

Dalam hal tidak tersedianya publikasi yang berbahasa WTO (yakni Inggris, Perancis dan Spanyol), maka setiap Anggota WTO harus menyediakan, ringkasan dan terjemahan tersebut ke dalam bahasa resmi WTO. Anggota WTO lainnya dapat meminta terjemahan penuh apabila menghendakinya, atau berupaya memperoleh informasi tambahan melalui basis pendekatan bilateral. Bilamana terjadi issue yang tidak dapat diselesaikan secara bilateral, maka issue dimaksud boleh disampaikan ke Komite Lisensi Impor agar menjadi perhatian bersama seluruh anggota.

Anggota WTO yang menjadi penanda tangan Tokyo Round Code harus menentukan sendiri sampai kapan notifikasi yang mereka lakukan berdasar Tokyo Round Code tetap berlaku, batas waktu terjadinya perubahan yang harus mereka notifikasikan, atau apabila mereka harus membuat notifikasi yang sama sekali baru.

Komite Prosedur Perijinan Impor WTO, pada pertemuan hari ini tanggal 12 Oktober 1995, menetapkan batas akhir pada tanggal 12 Januari 1996 bagi seluruh anggota WTO yang ada untuk pertama kalinya membuat notifikasi atas Persetujuan ini

4. Prosedur Pengajuan Perijinan - Article 5.1-5.4

Para Anggota yang melembagakan prosedur perijinan atau perubahan-perubahan atas prosedur tersebut harus melakukan notifikasi ke Komite dalam waktu 60 hari sejak

16 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi sebagaimana diamanatkan menurut Pasal 1.4 (a) dan 8.2 (b) untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite menyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan – bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam format Wordperfect 5.2. Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasi menyajpaikan indikasi kepada Sekretariat, mengenai perubahan-perubahan yang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telah mereka notifikasikan sebelumnya.

Page 22: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

16

dipublikasikan. Notifikasi dimaksud harus memuat informasi yang termasuk dalam daftar sebagaimana diatur dalam Pasal 5.2 (yakni, daftar produk yang ditataniagakan, kontak point untuk informasi yang absah, instnasi yang memberikan rekomendasi; tanggal dan nama publikasi diterbitkannya prosedur perijinan tersebut; indikasi otomatis tidaknya prosedur perijinan tersebut sesuai definisi Pasal 2 dan 3; bilamana perijinan itu bersifat otomatis, maka harus ada penjelasan mengenai tujuan dari tataniaga; namun apabila bersifat non-otomatis, maka harus ada penjelasan ketentuan yang diterapkan melalui perijinan tersebut; harus juga diindikasikan jangka waktu pengaturan prosedur perijinan dimaksud yang dapat diperkirakan batas waktunya, namun jika tidak bias maka harus ada penjelasan mengenai alas an tidak adanya informasi yang dapat diberikan). Setiap anggota WTO harus menotifikasi ke Committee on Import Licensing Procedures segala publikasi yang terkait.

5. Notifikasi Kebijakan Impor Negara Lain - Article 5.5

Setiap Anggota WTO yang beranggapan bahwa Anggota WTO lainnya belum menotifikasikan prosedur tata-niaga atau perubahan terhadap kebijakan tata niaga tersebut menurut Pasal 5.1 – 5.3, dapat mengangkat masalah ini untuk meminta perhatian Anggota WTO lainnya, dan apabila notifikasi semacam itu belum dilakukan, maka Negara yang bersangkutan harus segera melakukan notifikasi atau perubahan terhadap kebijakan yang telah dinotifikasikan.

6. Penundaan Kebijakan Impor WTO. - Footnote 5 to Article 2.2

Catatan kaki No. 5 atas Pasal 2.2 memungkinkan Negara berkembang yang bukan penandatangan Tokyo Round Code untuk menunda selama tahun, penerapan ketentuan termaktub pada Pasal 2.2(a)(ii) dan (a)(iii) yang terkait dengan ijin otomatis.

7. Notifikasi Questions and Replies on Import Licensing WTO

Tiap Anggota WTO dapat meminta klarifikasi tentang Peraturan Impor Anggota WTO lainnya dengan menotifikasi pertanyaan mereka ke Committee on Import Licensing WTO. Anggota yang menerima pertanyaan juga wajib menotifikasi jawaban atau tanggapannya ke Committee on Import Licensing agar semua Anggota WTO mengetahuinya. Berikut ini adalah contoh pertanyaan dan tanggapan atas kebijakan impor Indonesia yang telah dinotifikasi ke WTO.

B. Kewajiban Notifikasi Kebijakan Impor

Matriks berikut ini adalah keterangan ringkas untuk memeriksa dengan cepat jenis peraturan atau kebijakan yang perlu dinotifikasi sesuai agreement on import licensing procedures (AILP) WTO. Kolom pertama adalah pasal – pasal dalam agreement yang menjadi dasar hukum dari notifikasi; kolom kedua adalah jenis ketentuan yang perlu dinotifikasi. Kolom ketiga adalah periodisasi kapan harus melakukan notifikasi. Kolom keempat adalah format notifikasi, kolom kelima adalah pihak yang melakukan notifikasi, serta kolom keenam adalah alamat tujuan notifikasi.

Meskipun demikian, pedoman dasar yang harus dipenuhi bagi penyampaian notifikasi adalah pengutamaan transparansi tanpa harus mengorbankan kepentingan untuk mengamankan kebijakan impor itu sendiri. Hal yang perlu diingat adalah bahwa isi bahan notifikasi harus diperiksa dan disetujui oleh instansi atau otoritas yang menerbitkan perijinan, sehingga maksud dari transparansi itu tercapai tanpa membahayakan kebijakan.

Page 23: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

17

C. Matriks Kewajiban Notifikasi Agreement on Import Licensing Procedures WTO

Item Persyaratan notifikasi

Jenis ketentuan Periodisasi Format Yang menotifi- kasikan

Tujuan ke

1. Persetujuan Prosedur Perijinan Impor, Psl. 1.4 (a)

Nama publikasi yang memuat peraturan dan informasi yang relevan dengan penerbitan Prosedur Perijinan Impor/ ILP; salinan dari publikasi dimaksud.

Notifikasi pertama harus dilakukan begitu Negara tersebut menjadi anggota WTO; (sedangkan) perubahan-perubahannya dinoti-fikasikan secara ad hoc

Tidak Ada Anggota WTO Sekretariat WTO

2. Persetujuan Prosedur Perijinan Impor, Psl. 5.1-5.4

Prosedur baru mengenai perijinan impor atau perubahan tentang hal tersebut; publikasi memuat informasi yang relevan

Dalam waktu 60 hari sejak diterbitkan

Pasal 5.2 Anggota WTO - ad hoc

Komite Import Licensing

3. Persetujuan Prosedur Perijinan Impor, Psl. 5.5 (reverse notification)

Prosedur perijinan impor yang tidak dinotifikasikan atau perubahan tentang hal tersebut

Ad hoc Tidak Ada Anggota WTO - ad hoc

Komite Import Licensing

4. Persetujuan Prosedur Perijinan Impor, Psl. 7.3

Jawaban atas kuesioner tentang prosedur perijinan impor

Setiapo Tahun, per tgl. 30 September

G/LIC/3, Annex

Anggota WTO Komite Import Licensing

5. Persetujuan Prosedur Perijinan Impor, Psl. 8.2(b)

Undang-undang/regulasi dan prosedur administrative dan perubahannya

Teks lengkap perun-dangan sejak menjadi anggota WTO; pe-rubahannya ad hoc

Tidak Ada WTO Members Komite Import Licensing

6. Persetujuan Prosedur Perijinan Impor, Psl. 2.2 (footnote 5)

Penundaan penerapan menurut ketentuan Psl. 2.2(a)(ii) dan (iii)

Sejak berlakunya Persetujuan WTO bagi anggota

Tidak Ada Negara Berkembang bukan penanda tangan the Tokyo

Round Code; ad hoc

Komite Import Licensing

Page 24: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

18

PASAL – PASAL AGREEMENT on IMPORT LICENSING PROCEDURES YANG MEMUAT KETENTUAN TENTANG NOTIFIKASI

Keputusan tentang tata cara dan prosedur menyampaikan notifikasi peraturan perijinan impor ditetapkan dalam Sidang Committee on Import Licensing Procedures pada tanggal 12 Oktober 1995. Sidang tersebut dihadiri oleh Anggota WTO dan Komite Prosedur Perijinan Impor (Committee of Import Licensing) menyetujui bahwa para Anggota WTO akan menerapkan prosedur notifikasi dan tinjauan kebijakan dari Persetujuan Prosedur Perijinan Impor. Berikut ini keputusan Committee on Import Licensing Procedures atas pasal – pasal dalam agreement on licensing procedures WTO yang menjadi dasar hukum dari kewajiban notifikasi kebijakan impor.

A. Notifikasi menurut Pasal 1.4(a)17

1. Para Anggota harus melakukan notifikasi ke Komite sumber-sumber informasi terkait dengan prosedur perijinan import yang dipublikasikan, dan harus menyampaikan dan menyerahkan salinan publikasi tersebut ke Sekretariat.

2. Anggota (WTO) yang menjadi penanda tangan Tokyo Round Code harus menentukan sendiri sampai kapan notifikasi yang mereka lakukan berdasar Tokyo Round Code tetap berlaku, batas waktu terjadinya perubahan yang harus mereka notifikasikan, atau apabila mereka harus membuat notifikasi yang sama sekali baru.

3. Anggota (WTO) yang bukan penandatangan Tokyo Round Code harus melakukan notifikasi lengkap.

4. Bagi yang sudah menjadi Anggota WTO, maka notifikasi harus dibuat pada tanggal 12 Januari 1996.18

5. Dalam hal tidak tersedianya publikasi yang berbahasa WTO (yakni Inggris, Perancis dan Spanyol), maka setiap Anggota WTO harus menyediakan, ringkasan dan terjemahan tersebut ke dalam bahasa resmi WTO. Anggota WTO lainnya dapat meminta terjemahan penuh apabila menghendakinya, atau berupaya memperoleh informasi tambahan melalui basis pendekatan bilateral. Bilamana terjadi issue yang tidak dapat diselesaikan secara bilateral, maka issue dimaksud boleh disampaikan ke Komite Lisensi Impor agar menjadi perhatian bersama seluruh anggota.

17Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite

menyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan – bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam format Wordperfect 5.2. Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasi menyampaikan indikasi kepada Sekretariat, mengenai perubahan-perubahan yang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telah mereka notifikasikan sebelumnya.

18Konsultasi informal akan diselenggarakan oleh Pimpinan Sidang untuk menentukan batas waktu jatuh tempo pemenuhan notifikasi yang harus dilakukan para Anggota di masa mendatang.

Bagian

4

Page 25: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

Salinan publikasi yang disampaikan Anggota akan disimpan di Sekretariat untuk keperluan konsultasi bagi delegasi yang mempunyai kepentingan. Para Anggota akan diberitahu oleh Sekretariat secara periodic setiap notifikasi yang disampaikan ke Sekretariat.

B. Prosedur-prosedur Tinjauan Kebijakan menurut Pasal 7.1

1. Komite harus menyelenggarakan sidang untuk melakukan tinjauan (review) terhadap penerapan dan berlakunya Persetujuan Perijinan Impor setiap dua tahun sekali dengan mengacu pada laporan faktual yang dipersiapkan oleh Sekretariat.

C. Notifikasi menurut Pasal 7.319

1. Anggota harus menjawab lengkap Kuesioner Prosedur Perijinan Impor pada tanggal 30 September setiap tahunnya (lihat Annex).20

2. Tiap anggota WTO harus menentukan sendiri jawaban atas masih berlaku tidaknya prosedur perijinan yang berlaku sebelumnya di bawah GATT 1947 dengan setelah berlakunya Persetujuan WTO, yakni apakah perubahannya saja yang perlu dinotifikasi atau harus menotifikasi secara keseluruhan.

D. Notifikasi menurut Article 8.2(b)3

1. Notifikasi pertama yang harus dilakukan oleh Anggota bukan Penanda tangan Tokyo Round Code menurut Pasal 8.2(b) harus memuat teks lengkap undang-undang dan regulasi terkait yang mempunyai relevansi dengan kepentingan Anggota lainnya sejak Persetujuan WTO mulai berlaku.

2. Anggota WTO yang menjadi penanda tangan Tokyo Round Code harus menentukan sendiri sampai kapan notifikasi yang mereka lakukan berdasar Tokyo Round Code tetap berlaku, batas waktu terjadinya perubahan yang harus mereka notifikasikan, atau apabila mereka harus membuat notifikasi yang sama sekali baru.

3. Bagi yang sudah menjadi Anggota WTO, maka notifikasi harus dibuat pada tanggal 12 Januari 1996.21

4. Jika tidak tersedia perundangan yang berbahasa WTO (yakni Inggris, Perancis dan Spanyol), maka setiap Anggota WTO harus menyediakan ringkasan notifikasi ke dalam bahasa resmi WTO. Anggota WTO lainnya dapat meminta terjemahan penuh apabila menghendakinya, atau berupaya memperoleh informasi tambahan melalui basis pendekatan bilateral. Bilamana terjadi issue yang tidak dapat diselesaikan secara bilateral, maka issue dimaksud boleh disampaikan ke Komite Lisensi Impor agar menjadi perhatian bersama seluruh anggota.

19Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite

menyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan – bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam format Wordperfect 5.2. Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasi menyampaikan indikasi kepada Sekretariat, mengenai perubahan-perubahan yang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telah mereka notifikasikan sebelumnya

20Aselinya termuat dalam dokumen GATT 1947 di dalam L/3515, dan untuk selanjutnya telah direvisi oleh Komite Import Licensing pada sidang hari ini tanggal 12 October 1995 dan dimuat didalam dokumen G/LIC/2.

21Konsultasi informal akan diselenggarakan oleh Pimpinan Sidang untuk menentukan batas waktu jatuh tempo pemenuhan notifikasi yang akan harus dilakukan para Anggota.

Page 26: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

20

Salinan publikasi yang disampaikan Anggota akan disimpan di Sekretariat untuk keperluan konsultasi bagi delegasi yang mempunyai kepentingan. Para Anggota akan diberitahu oleh Sekretariat secara periodic setiap notifikasi yang disampaikan ke Sekretariat. E. Kuesioner tentang Prosedur Perijinan Impor Annex 22

Selain notifikasi, setiap Anggota WTO secara reguler wajib menyampaikan tanggapan atas kuesioner terkait dengan berbagai prosedur dan peraturan impor yang masih berlaku di negara masing – masing. Kuesioner berikut ini di susun untuk memperoleh kejelasan informasi mengenai perijinan impor dan prosedur23 administrasi sejenis yang masih berlaku dan diterapkan di wilayah kepabeanan menurut ketentuan GATT 1994. Bilamana terdapat perbedaan prosedur atau metode perijinan impor atau kesamaan prosedur administrative yang berlaku dengan membedakan kategori produk, Negara pemasok, atau importasi, maka hal tersebut harus dijelaskan secara terpisah sesuai dengan masing-masing pertanyaan yang paling relevan.

Berikut ini adalah pertanyaan – pertanyaan yang harus dijawab oleh Indonesia dalam mengisi kuesioner untuk dinotifikasi ke Committee on Import Licensing Procedures berdasar Pasal. 7.3. Meskipun demikian, isian atau jawaban kuesioner yang akan dinotifikasi harus menggunakan bahasa WTO yakni antara lain bahasa Inggris. Adapun format serta penomoran jawaban harus sesuai dengan dokumen WTO yakni G/LIC/2.

1. Garis Besar Sistem

Berikan gambaran singkat tiap sistem perijinan secara umum, dan secara khusus, jawablah pertanyaan berikut ini dengan keterkaitannya, letakkan urut-urutan setiap materi yang terkait dengan sistem dimaksud, dan gunakan referensi silang apabila ada unsure-unsur yang telah dijelaskan tersebut juga berlaku di sistem lainnya.

2. Tujuan dan Cakupan Perijinan Tata Niaga

Identifikasi tiap sistem perijinan yang masih berlaku dan jelaskan dengan mengelompokkan produk apa saja yang tercakup di dalamnya.

i. Terhadap produk yang berasal dan datang dari Negara mana saja sistem perijinan tersebut diberlakukan?

ii. Apakah ijin impor tersebut bertujuan untuk membatasi kuantitas atau nilai impor, dan jika tidak, tujuan dari perijinan tersebut? Apakah ada cara lain yang bisa dilakukan untuk memenuhi tujuan dari ketentuan impor tersebut dan jika ada ketentuan apa yang berlaku? Mengapa ketentuan alternative tersebut belum diterapkan?

iii. Kutip undang-undang, regulasi dan atau ketentuan administrative yang mendasari berlakunya perijinan impor dimaksud. Apakah perijinan ini wajib menurut undang-undang? Apakah undang-undang mengamanatkan adanya ketentuan pelaksanaan mengenai jenis produk yang ditataniagakan perijinan impornya? Apakah dimungkinkan bagi pemerintah (atau lembaga yang berwenang) untuk menghapuskan sistem tersebut tanpa persetujuan legislatif?

22Teks yang termuat di sini sama dengan yang termuat di dalam dokumen G/LIC/2.

23Prosedur serupa termasuk visa teknis, sistem pengawasan, patokan harga minimum, dan pemeriksaan

administrative lainnya yang mempunyai pengaruh terhadap kondisi mengimpor.

Page 27: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

3. Prosedur

Untuk produk-produk yang ditataniagakan dengan pembatasan kuantitas maupun nilai impornya (baik itu berlaku global atau terbatas pada asal Negara tertentu atau apakah ketentuan tersebut ditetapkan secara bilateral atau unilateral):

i. Apakah informasi mengenai alokasi kuota dan formalitas permohonan perijinan tersebut di atas dipublikasikan, dan dimana? Jika tidak, bagaimana para importir lain dapat mengetahui kemungkinan ada peluang bagi mereka untuk mendapatkan publikasi dimaksud? Apakah publikasi dimaksud bisa diberikan kepada pemerintah atau kantor perwakilan dan promosi dagang Negara pengekspor? Apakah jumlah keseluruhan yang dikuotakan itu dipublikasikan? Jumlah alokasi barang bagi tiap Negara? Jumlah maksimum kuota yang dialokasikan bagi tiap-tiap importir? Bagaimana cara mengajukan permohonan untuk pengecualian atau bebas dari keharusan perijinan tersebut?

ii. Bagaimana penentuan besarnya kuota: atas dasar perhitungan tahunan, semesteran, atau kuartalan? How is the size of the quotas determined: on a yearly, six-monthly or quarterly basis? Apakah ada ketentuan mengenai pemberian kuota diberikan tahunan, namun penerbitan ijin impor harus diperbarui setiap enam bulan atau kuartalan? Bila ketentuan dimaksud ada, apakah importir harus memperbarui perijinannya setiap semesteran atau kuartalan?

iii. Apakah perijinan itu untuk memilah sebagian barang tertentu atau hanya untuk produsen domestic dari barang sejenis? Langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk menjamin bahwa surat ijin pengalokasian tersebut benar-benar untuk impor? Apakah alokasi yang tidak terpakai itu menjadi kuota tambahan untuk periode impor berikutnya? Apakah nama-nama importir yang memegang perijinan tersebut dimaklumatkan kepada wakil pemerintah dan badan promosi ekspor dari Negara pengekspor berdasarkan permintaan? Jika tidak, apa alasannya? (Sebutkan produk yang terkait dengan jawaban atas pertanyaan tersebut di atas).

iv. Dari waktu sejak diumumkannya pembukaan kuota, sebagaimana disebutkan pada paragraf I di atas, bagaimana pengaturan tenggang waktu pengajuan permohonan perijinan?

v. Bagaimana ketentuan mengenai jangka waktu minimum dan maksimum dalam proses pengajuan permohonan?

vi. Berapa waktu yang paling cepat, antara penerbitan ijin dengan pembukaan periode waktu impor yang diijinkan?

vii. Apakah ditentukan bahwa permohoan ijin impor itu harus melalui lembaga tunggal? Atau apakah harus melalui beberapa instansi untuk mendapatkan visa, keterangan atau persetujuan? Jika demikian, bagaimana tatacaranya? Apakah importer harus menghubungi lebih dari satu instansi yang turut mengatur?

viii. Jika persyaratan perijinan tidak terpenuhi, atas dasar apa penentuan alokasinya? Yang diberi yang mengajukan terlebih dahulu? Berdasar pencapaian sebelumnya? Apakah ada batas maksimum alokasi bagi tiap pemohon dan, jika ada, bagaimana

Page 28: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

22

dasar penentuannya? Bagaimana bunyi ketentuan yang berlaku bagi importir baru? Apakah pemohon diperiksa secara simultan atau berdasarkan pengajuan surat permohonan yang telah masuk?

ix. Apabila suatu negara pengekspor memberlakukan kuota bilateral atau tata niaga ekspor, apakah perijinan impor juga berlaku untuk kasus semacam itu? Jika ada, apakah perijinan tersebut bersifat otomatis?

x. Dalam hal impor dibolehkan asal berdasar ijin ekspor saja, bagaimana cara negara pengimpor mengetahui dampak yang diakibatkan oleh negara pengekspor agar dapat dipahami kedua negara?

xi. Apakah ada perijinan yang diterbitkan asal produk-produk dimaksud harus diekspor dan tidak dijual di pasar domestik?

Apabila tidak ada pembatasan tingkat jumlah impor produk atau impor dari negara tertentu:

i. Apa saja yang harus dipersiapkan agar perijinan terpenuhi? Dapatkah ijin impor diperoleh dalam jangka waktu singkat atau ketika barang akan masuk ke pelabuhan tanpa adanya ijin sebelumnya (contohnya untuk hal-hal diluar kesengajaan).

ii. Apakah mengajukan permohonan untuk mempercepat pemberian perijinan?

iii. Apakah ada pembatasan yang berkaitan dengan periode waktu antara permohonan perijinan dan atau pengimporan? Jika ada, jelaskan.

iv. Apakah dasar pertimbangan permohonan ijin ditentukan oleh suatu lembaga tunggal? Atau apakah permohonan itu harus disampaikan atau melalui lembaga instansi lain seperti visa, rekomendasi atau persetujuan? Jika ya, bagaimana caranya? Apakah importir harus menghubungi lebih dari satu instansi?

Keadaan bagaimanakah yang dapat mengakibatkan bahwa permohonan untuk memperoleh perijinan ditolak dimana penolakan itu terjadi bukan karena tidak dapat memenuhi criteria umum? Apakah alasan penolakan itu diberitahukan kepada pemohon? Apakah pemohon berhak untuk mengajukan banding atas penolakan tersebut, dan jika ya, apa nama lembaga dan bagaimana prosedurnya?

4. Kelaikan Importir untuk mengajukan Permohonan Ijin

Apakah setiap orang, perusahaan atau lembaga layak untuk mengajukan permohonan ijin impor:

i. untuk sistem tataniaga yang terbatas? ii. untuk sistem tataniaga yang umum?

Jika tidak, apakah ada sistem pendaftaran bagi perorangan atau perusahaan yang memungkinkan bagi mereka melakukan kegiatan impor? Perorangan atau perusahaan apa yang laik melakukan kegiatan impor? Apakah ada biaya pendaftaran? Apakah ada publikasi daftar importir yang mempunyai hak impor?

Page 29: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

5. Dokumen dan Persyaratan lain yang diperlukan untuk mengajukan Permohonan Ijin

Informasi macam apakah yang dibutuhkan untuk pengajuan permohonan? Tunjukkan contoh formulirnya. Dokumen apa sajakah yang diperlukan bagi importir untuk diajukan dalam permohonan?

Dokumen apa sajakah yang harus diserahkan pada saat melakukan kegiatan impor?

Apakah ada biaya yang dikenakan terhadap permohonan atau pengurusan administrasi? Jika ada, berapa besar biayanya atau pungutannya?

Apakah keharusan untuk menyerahkan desposit atau pembayaran dimuka terkait dengan penerbitan perijinan tersebut? Jika ada, berapa jumlah atau tingkatannya, apakah uang tersebut dapat dibayarkan kembali, periode retensinya dan tujuan dari keharusan tersebut.

6. Kondisi Perijinan

Berapa lama masa berlakunya perijinan? Apakah masa berlaku perijinan dapat diperpanjang? Bagaimana caranya?

Apakah ada denda penalti bagi yang tidak memanfaatkan perijinan atau jatah yang ditentukan oleh perijinan tersebut?

Apakah hak perijinan tersebut dapat dipindahtangankan ke sesama importir? Jika dapat, apakah ada pembatasan atau kondisi yang harus dipenuhi dalam pemindahtanganan?

Apakah ada kondisi kondisi lain yang harus dilampirkan untuk penerbitan suatu perijinan:

i. untuk produk-produk yang terkena pembatasan kuantitas? ii. untuk produk-produk yang tidak terkena pembatasan kuantitas?

7. Other Procedural Requirements

Apakah ada prosedur lain yang harus diikuti, selain perijinan impor atau prosedur administratif sejenis, sebelum melakukan kegiatan impor?

Apakah nilai tukar asing otomatis disediakan oleh otoritas perbankan untuk barang-barang yang akan diimpor? Apakah suatu perijinan merupakan kondisi untuk memperoleh nilai tukar asing? Apakah nilai tukar asing selalu tersedia untuk membiayai perijinan yang diterbitkan? Formalitas apa saja yang harus dipenuhi untuk memperoleh nilai tukar asing?

Page 30: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

24

PERSETUJUAN TENTANG PROSEDUR PERIZINAN IMPOR

Berikut ini adalah alih bahasa dari Agreement on Import Licensing Procedures, the Legal Texts. The Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade Agreement. (Final Act). WTO. Alih bahasa atau terjemahan ini sekedar membantu pembaca memahami isi Persetujuan. Meskipun demikian, untuk penginterpretasian pasal per pasal, para pembaca harus merujuk pada sumber otentik yaitu pada Persetujuan yang berbahasa Inggris.

Para Anggota,

Sehubungan dengan Perundingan Perdagangan Multilateral;

Menginginkan melanjutkan tujuan-tujuan Persetujuan Umum Tarif dan Perdagangan/PUTP (General Agreement on Tariff and Trade/GATT) 1994;

Mempertimbangkan kebutuhan tertentu dibidang perdagangan, pembangunan, dan keuangan Negara-negara Anggota berkembang;

Menimbang kemanfaatan perizinan impor yang otomatis untuk tujuan-tujuan tertentu dan bahwa perizinan tersebut hendaknya tidak dipergunakan untuk membatasi perdagangan;

Menimbang bahwa perizinan impor dapat dipergunakan untuk menyelenggarakan tindakan seperti yang diberlakukan menurut ketentuan-ketentuan PUTP 1994;

Menimbang ketentuan-ketentuan PUTP 1994 sebagaimana diberlakukan terhadap prosedur perizinan impor;

Menginginkan untuk memastikan bahwa prosedur-prosedur perizinan impor tidak dipergunakan dalam cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dan kewajiban PUTP 1994;

Menimbang bahwa arus perdagangan internasional mungkin dapat dihambat oleh penggunaan prosedur-prosedur perizinan impor secara tidak wajar;

Diyakinkan bahwa perizinan impor, khususnya perizinan impor non-otomatis, hendaknya dilaksanakan dengan cara yang bersifat transparen dan pasti;

Menimbang bahwa prosedur-prosedur perizinan impor non-otomatis hendaknya tidak lebih membebankan secara administratif daripada prosedur yang sungguh-sungguh perlu untuk mengatur tindakan yang bersangkutan;

Menginginkan untuk menyederhanakan, dan menjadikan transparen, prosedur dan praktek administratif yang digunakan di dalam perdagangan internasional, dan untuk memastikan pelaksanaan dan pengadministrasian prosedur dan praktek tersebut secara wajar dan adil;

Menginginkan untuk menyediakan mekanisme konsultasi serta penyelesaian yang cepat, efektif, dan adil terhadap sengketa yang ditimbulkan dari Persetujuan ini.

Bagian

5

Page 31: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

Dengan ini sepakat sebagai berikut:

Pasal 1

Ketentuan-ketentuan Umum

1. Untuk maksud Persetujuan ini, perizinan impor berarti prosedur-prosedur administratif24 yang digunakan untuk menjalankan rezim perizinan impor yang mewajibkan pengajuan permohonan atau dokumentasi lain (kecuali yang diwajibkan untuk keperluan bea dan cukai) kepada instansi administratif yang berwenang sebagai pra-syarat untuk pengimporan ke dalam kawasan bea dan cukai Negara pengimpor.

2. Para Anggota harus memastikan bahwa prosedur-prosedur administratif yang digunakan untuk melaksanakan rezim perizinan impor telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan PUTP 1994 yang relevan, termasuk segala lampiran dan protokolnya, sebagaimana ditafsirkan di dalam Persetujuan ini, dengan tujuan mencegah distorsi perdagangan yang mungkin timbul dari pelaksanaan prosedur-prosedur tersebut yang tidak wajar, dengan mempertimbangkan tujuan pembangunan ekonomi dan kebutuhan keuangan dan perdagangan dari Negara-Para Anggota berkembang.25

3. Peraturan-peraturan untuk prosedur perizinan impor harus netral dalam pelaksanaannya dan diatur secara adil dan merata.

4. (a) Peraturan-peraturan dan segala informasi berkaitan dengan prosedur untuk pengajuan permohonan, termasuk persyaratan yang perlu dipenuhi oleh perorangan, perusahaan, dan lembaga untuk membuat permohonan tersebut, instansi (-instansi) administratif yang harus dihubungi, dan daftar-daftar produk yang dikenakan persyaratan perizinan harus ditertibkan, di tempat-tempat yang diberitahukan kepada Komite Perizinan Impor sebagaimana tercantum di dalam Pasal 4 (selanjutnya disebut "Komite" di dalam Persetujuan ini), sedemikian rupa agar para pemerintah26 dan pedagang dapat mengetahuinya. Penerbitan itu harus dilakukan, bila dapat dijalankan, 21 hari sebelum tanggal mulai berlakunya persyaratan yang dimaksud, tetapi dalam hal mana pun tidak melewati tanggal berlakunya. Setiap pengecualian, penyimpangan atau perubahan dalam atau dari peraturan-peraturan berkaitan dengan prosedur perizinan atau daftar produk-produk yang dikenakan persyaratan perizinan harus juga diterbitkan dengan cara yang sama dan dalam jangka waktu yang sama sebagaimana ditentukan di atas. Salinan terbitan-terbitan ini juga harus disampaikan kepada Sekretariat.

(b) Negara-Para Anggota yang hendak menyampaikan komentar secara tertulis harus diberi kesempatan apabila dimohon untuk membahas komentar-komentar tersebut. Para Anggota yang bersangkutan harus mempertimbangkan sepantasnya komentar itu dan hasil pembahasan.

5. Formulir permohonan dan, apabila ada, formulir perpanjangan harus sesederhana mungkin. Dokumentasi dan informasi yang dianggap benar-benar diperlukan guna

24 Tiada hal di dalam Persetujuan ini yang dapat ditafsirkan bermaksud bahwa dasar, ruang lingkup atau masa berlakunya suatu

tindakan yang sedang dilaksanakan melalui prosedur perizinan menjadi dipertanyakan menurut Perjanjian ini. 25Tidak ada satupun dalam Persetujuan ini dapat dianggap dapat mempengaruhi dasar, cakupan tindakan yang akan diterapkan oleh

suatu prosedur perijinan sebagai pokok yang dipertanyakan menurut Persetujuan ini.

26 Untuk tujuan Persetujuan ini, maka istilah “pemerintah” termasuk otoritas yang berwenang Masyarakat Eropa.

Page 32: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

26

menjalankan secara wajar sistem perizinan yang bersangkutan mungkin dipersyaratkan dalam permohonan.

6. Prosedur-prosedur permohonan dan, apabila ada, prosedur perpanjangan harus sesederhana mungkin. Para pemohon harus diberikan jangka waktu yang wajar bagi pengajuan permohonan izin. Apabila ada tanggal penutupan jangka waktu tersebut hendaknya tidak kurang dari 21 hari disertai ketentuan bagi perpanjangan dalam keadaan jumlah permohonan yang diterima dalam jangka waktu itu belum cukup. Apabila benar-benar diperlukan untuk menghubungi lebih dari satu instansi administratif, para pemohon hendaknya tidak perlu menghubungi lebih dari tiga instansi administratif.

7. Tidak ada permohonan yang boleh ditolak karena adanya kesalahan dokumentasi yang kecil yang tidak mengubah data-data pokok yang tercantum di dalam permohonan tersebut. Denda tidak boleh dikenakan lebih besar daripada yang diperlukan sebagai peringatan dalam hal adanya kelalaian atau kesalahan di dalam dokumentasi atau prosedur yang jelas dilakukan tanpa maksud pemalsuan atau kesengajaan.

8. Impor-impor yang diizinkan tidak boleh ditolak karena adanya perbedaan kecil dalam nilai, jumlah atau beratnya dibandingkan dengan yang tercantum pada izinnya yang disebabkan oleh perbedaan yang terjadi dalam pengiriman, perbedaan yang mungkin terjadi dalam pemuatan barang secara besar-besaran, dan perbedaan kecil lainnya yang sesuai dengan praktek-praktek niaga yang normal.

9. Devisa yang diperlukan untuk membayar impor yang diizinkan harus tersedia bagi pemegang izin atas dasar yang sama dengan importir-importir dari barang-barang yang tidak memerlukan izin impor.

10. Berhubungan dengan pengecualian demi keamanan, ketentuan-ketentuan Pasal XXI PUTP 1994 berlaku.

11. Ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini hendaknya tidak mensyaratkan Negara manapun untuk memberikan informasi rahasia yang dapat menghambat pelaksanaan hukum atau sebaliknya bertentangan dengan kepentingan umum atau akan merugikan kepentingan perusahaan, umum atau swasta.

Pasal 2

Perizinan Impor Otomatis27

1. Perizinan impor otomatis berarti perizinan impor dimana persetujuan atas permohonan diberikan dalam semua kasus, dan yang sesuai dengan persyaratan Ayat 2(a).

2. Ketentuan-ketentuan yang berikut28 sebagai tambahan atas Ayat 1 sampai dengan 11 Pasal 1 dan Ayat 1 Pasal ini, akan berlaku terhadap prosedut-prosedur perizinan impor otomatis:

27Prosedur-prosedur perizinan impor yang memerlukan keamanan, tetapi yang tidak berakibat membatasi impor, dianggap tercakup di

dalam ruang lingkup Ayat 1 dan 2.

28 Negara sedang Berkembang selain anggota negara berkembang yang sudah menjadi anggota Persetujuan Prosedur Perijinan Impor 12 April 1979, yang mempunyai kesulitan untuk memenuhi ketentuan sub-paragraf (a)(ii) dan (a)(iii) diperbolehkan, melalui notifikasi ke Komite, menunda penerapan sub-paragraf ini

Page 33: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

(a) prosedur-prosedur perizinan otomatis tidak boleh di administrasikan dengan cara yang berakibat membatasi impor yang dikenakan perizinan otomatis. Prosedur-prosedur perizinan otomatis akan dianggap berakibat membatasi perdagangan kecuali, antara lain:

(i) setiap perorangan, perusahaan atau lembaga yang memenuhi persyaratan hukum Para Anggota pengimpor untuk melakukan kegiatan impor produk-produk yang dikenakan perizinan otomatis berhak sama untuk memohon dan mendapat izin impor;

(ii) permohonan-permohonan izin dapat diajukan pada setiap hari kerja sebelum pengeluaran barang melalui bea dan cukai;

(iii) permohonan izin bilamana diajukan dalam bentuk yang tepat dan lengkap disetujui segera sesudah diterimanya, sejauh hal itu layak secara administratif, tetapi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 hari kerja;

(b) Negara-negara mengakui bahwa perizinan impor otomatis mungkin diperlukan bilamana prosedur-prosedur lain yang tepat tidak tersedia. Perizinan impor otomatis dapat dipertahankan selama keadaan yang menyebabkan pelaksanaannya masih berlaku dan selama maksud administratif yang mendasarinya tidak dapat dicapai dengan cara yang lebih tepat.

Pasal 3 Perizinan Impor Non-Otomatis

1. Ketentuan-ketentuan berikut, sebagai tambahan terhadap yang ada dalam Ayat 1 sampai dengan 11 Pasal 1, akan berlaku terhadap prosedur-prosedur perizinan impor non-otomatis. Prosedur perizinan impor non-otomatis berarti perizinan impor yang tidak tercakup di dalam definisi yang tercantum dalam Ayat 1, Pasal 2.

2. Perizinan non-otomatis tidak boleh berakibat membatasi atau menggangu impor yang menambah pembatasan yang sudah ada. Prosedur-prosedur perizinan non-otomatis harus, dari segi ruang lingkup dan masa berlakunya, sesuai dengan tindakan yang dilaksanakan dengan prosedur tersebut, dan harus tidak lebih membebankan secara administratif daripada yang sungguh-sungguh perlu untuk mengatur tindakan yang bersangkutan.

3. Dalam hal persyaratan perizinan untuk maksud selain pelaksanaan pembatasan kuantitatif, Para Anggota harus menerbitkan informasi yang cukup agar Para Anggota lain dan para pedagang dapat mengetahui dasar pemberitahuan dan/atau penjatahan izin yang bersangkutan.

4. Apabila suatu Para Anggota memberikan kemungkinan bagi per-seorangan, perusahaan atau lembaga untuk memohon pengecualian atau penyimpangan dari suatu syarat izin, Para Anggota itu harus mencantumkan fakta tersebut di dalam informasi yang diterbitkan menurut Pasal 1 ayat 4 ditambah dengan informasi mengenai cara melakukan permohonan yang dimaksud dan, jika mungkin, penjelasan tentang keadaan yang memungkinkan permohonan itu dapat dipertimbangkan.

tetapi tidak boleh lebih dari dua tahun dari tanggal mulai berlakunya Persetujuan WTO bagi negara tersebut.

Page 34: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

28

5. (a) Para Anggota harus memberikan, atas permintaan setiap Para Anggota yang berkepentingan di dalam perdagangan produk yang bersangkutan, segala informasi yang ada hubungannya mengenai :

(i) administrasi pembatasan-pembatasan yang bersangkutan;

(ii) izin-izin impor yang telah diberikan selama periode yang belum lama berlalu;

(iii) penyebaran izin tersebut di antara negara-negara pemasok;

(iv) jika dapat dilaksanakan, statistik-statistik impor (yaitu nilai dan/atau volume) produk-produk yang dikenakan perizinan impor. Para Anggota berkembang tidak akan diharapkan menanggung beban administratif atau finansial tambahan untuk penyediaan statistik.

(b) Para Anggota yang melaksanakan kuota melalui cara perizinan harus menerbitkan jumlah keseluruhan kuota yang akan ditetapkan menurut kuantitas dan/atau nilai, tanggal pembukaan dan tanggal penutupan kuota, dan perubahan tanggal tersebut, dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 1 ayat 4 dan sedemikian rupa agar para pemerintah dan pedagang dapat mengetahuinya;

(c) dalam halnya kuota dijatahkan di antara negara-negara pemasok, Para Anggota yang menerapkan pembatasan harus dengan segera memberitahukan semua Para Anggota lain yang berkepentingan di dalam pemasokan produk yang bersangkutan mengenai bagian kuota yang telah dijatah, menurut kuantitas atau nilai, kepada berbagai negara pemasok; dan informasi tersebut harus diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 1 ayat 4, dan sedemikian rupa agar para pemerintah dan pedagang dapat mengetahuinya;

(d) bilamana terjadi keadaan yang menyebabkan diperlakukan-nya tanggal pembukaan kuota yang lebih dini, informasi yang disebut di dalam Pasal 1 ayat 4 hendaknya diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 1 ayat 4, dan sedemikian rupa agar para pemerintah dan pedagang dapat mengetahuinya;

(e) setiap perseorangan, perusahaan atau lembaga yang memenuhi persyaratan hukum dan administratif dari Para Anggota pengimpor harus sama berhak untuk memohon dan dipertimbangkan untuk suatu izin. Apabila permohonan izin tidak disetujui, pemohon harus atas permintaannya, diberi tahu alasan penolakan tersebut, dan berhak naik banding atau mendapat peninjauan terhadap keputusan itu sesuai dengan perundang-undangan atau prosedur dalam negarei Anggota pengimpor;

(f) jangka waktu untuk memproses permohonan harus, kecuali apabila tidak mungkin karena alasan di luar kekuasaan Para Anggota yang bersangkutan, tidak melebihi 30 hari bilamana setiap permohonan dipertimbangkan menurut urutan bila permohonan diterima, yaitu yang diterima dulu ditangani dulu, dan tidak melebihi 60 hari bilamana semua permohonan dipertimbangkan secara bersama-sama. Dalam hal yang kedua ini, jangka waktu pemrosesan permohonan akan dianggap mulai pada hari setelah tanggal penutupan jangka waktu permohonan yang diumumkan;

Page 35: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

(g) masa berlakunya izin harus jangka waktu yang wajar dan tidak boleh begitu pendek sehingga menghalangi impor. Masa berlakunya izin tidak boleh menghalangi impor dari tempat yang jauh, kecuali dalam keadaan khusus bila impor diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek yang tidak diduga terlebih dahulu.

(h) dalam mengatur kuota, Para Anggota tidak boleh menghambat pelaksanaannya pengimporsan sesuai dengan izin yang telah dikeluarkan, dan tidak boleh menghalangi penggunaan kuota sepenuhnya;

(i) dalam mengeluarkan izin-izin, Para Anggota harus mempertimbangkan kepatuhan mengeluarkan izin untuk produk dalam jumlah ekonomis;

(j) dalam menjatahkan izin, Para Anggota hendaknya mem-pertimbangkan kinerja impor si pemohon. Dalam hal ini, harus dipertimbangkan apakah izin-izin yang diberikan kepada pemohon pada masa lampau telah dimanfaatkan sepenuhnya selama jangka waktu terakhir yang diambil sebagai contoh. Dalam halnya izin tersebut tidak dimanfaatkan sepenuhnya, Para Anggota harus menyelidiki penyebabnya dan penyebab tersebut harus dipertimbangkan dalam penjatahan izin baru. Pembagian izin yang wajar di antara para pengimpor baru harus juga dipertimbangkan, dengan memperhatikan kepatuhan mengeluarkan izin untuk produk dalam jumlah ekonomis. Dehubungan dengan itu, pertimbangan khusus hendaknya diberikan kepada para pengimpor yang mengimpor produk-produk yang berasal dari Para Anggota negara berkembang dan, pada khususnya Para Anggota terbelakang;

(k) dalam hal kuota diatur melalui izin yang tidak dijatahkan di antara negara-negara pemasok, pemegang izin29 harus bebas untuk memilih sumber impor. Dalam halnya kuota dijatahkan di antara negara-negara pemasok, izin yang bersangkutan harus secara jelas menyatakan negara atau negara-negara yang dimaksud;

(l) dalam hal menerapkan Ayat 8, Pasal 1, penyesuaian-penyesuaian imbalan dapat dilaksanakan dalam penjatahan yang akan datang bilamana jumlah impor melebihi tingkat untuk suatu izin sebelumnya.

Pasal 4 Kelembagaan-kelembagaan

Dengan ini didirikan Komite Perizinan Impor yang terdiri atas wakil dari tiap-tiap Para Anggota. Komite ini harus memilih sendiri Ketua dan Wakil Ketuanya dan harus mengadakan rapat apabila diperlukan untuk tujuan memberikan Para Anggota kesempatan berkonsultasi mengenai hal apapun yang berhubungan dengan pelaksanaan Persetujuan ini atau pencapaian tujuan-tujuannya.

Pasal 5 Pemberitahuan

1. Bagi Para Anggota yang menyelenggarakan prosedur perizinan atau perubahan dalam prosedur-prosedur itu, harus menyampaikan pemberitahuan kepada Komite tentang

29 Kadangkala disebut sebagai “pemegang kuota”.

Page 36: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

30

hal-hal tersebut dalam jangka waktu 60 hari setelah penerbitannya.

2. Pemberitahuan tentang penyelenggaraan prosedur perizinan impor harus mencakup informasi-informasi berikut:

(a) daftar produk yang dikenakan prosedur perizinan;

(b) tempat yang dapat dihubungi untuk memperoleh informasi mengenai pemenuhan syarat;

(c) instansi (-instansi) administratif untuk pengajuan permohonan;

(d) tanggal dan nama terbitan dimana prosedur perizinan diterbitkan;

(e) indikasi sifat prosedur perizinan apakah otomatis atau tidak, sesuai dengan definisi-definisi di dalam Pasal 2 dan 3 di atas;

(f) dalam halnya prosedur perizinan impor otomatis, penjelasan mengenai tujuan-tujuan administratifnya;

(g) dalam halnya prosedur perizinan impor non-otomatis, penjelasan mengenai tindakan yang dilaksanakan melalui prosedur perizinan; dan

(h) perkiraan lamanya prosedur perizinan apabila dapat diperkirakan secara agak tepat, dan apabila tidak, sebabnya informasi itu tidak dapat disediakan.

3. Pemberitahuan tentang perubahan di dalam prosedur perizinan impor harus menunjukkan unsur-unsur yang disebut di atas bilamana terjadi perubahan di dalam unsur tersebut.

4. Para Anggota harus memberitahukan Komite mengenai terbitan-terbitan yang akan memuat informasi sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 1 ayat 4.

5. Setiap Anggota yang berkepentingan menganggap bahwa Anggota lain belum menyampaikan pemberitahuan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan ayat 1 sampai dengan 3, tentang prosedur perizinan atau perubahannya dapat meminta perhatian Para Anggota lain itu kepada masalah tersebut. Bilamana sesudah itu pemberitahuan tidak segera disampaikan, Para Anggota yang pertama dapat menyampaikan pemberitahuan tentang prosedur perizinan atau perubahannya, termasuk segala informasi yang relevan dan tersedia.

Pasal 6 Konsultasi dan Penyelesaian Sengketa.

Konsultasi dan penyelesaian sengketa yang berhubungan dengan setiap masalah yang mempengaruhi operasi Persetujuan ini harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan Pasal XXII dan XXIII PUTP 1994, sebagaimana dijelaskan dan diterapkan dengan Kesepakatan tentang Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Understanding).

Pasal 7 Peninjauan

1. Komite harus meninjau apabila diperlukan, tetapi sekurang-kurangnya dua tahun sekali, pelaksanaan dan operasi Persetujuan ini, dengan mempertimbangkan tujuan-tujuannya serta hak dan kewajiban yang tercantum di dalamnya.

2. Sebagai dasar peninjauan Komite, Sekretariat akan menyiapkan sebuah laporan faktual berdasarkan informasi yang diberikan menurut Pasal 5, jawaban terhadap

Page 37: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

kuesioner tahunan tentang prosedur perizinan impor30, dan informasi lain yang relevan yang tersedia baginya. Laporan tersebut akan menyajikan ringkasan informasi tersebut di atas, khususnya yang menunjukkan perubahan atau perkembangan selama periode yang ditinjau, dan mencakup informasi lain mana pun yang disetujui Komite.

3. Negara-negara Anggota wajib mengisi secara cepat dan lengkap kuesioner tahunan tentang prosedur perizinan impor.

4. Komite akan memberitahukan Dewan Perdagangan Barang-barang tentang perkembangan selama jangka waktu yang dalam peninjauan.

Pasal 8

Ketentuan-ketentuan Penutup

Penangguhan

1. Penangguhan tidak dapat diajukan berkaitan dengan ketentuan mana pun di dalam Persetujuan ini tanpa persetujuan dari Para Anggota yang lain.

Perundang-undangan Dalam Negeri

2. (a) Setiap Para Anggota harus memastikan, selambat-lambatnya pada tanggal mulai berlakunya Persetujuan WTO bagi Anggota itu, penyesuaian peraturan, perundang-undangan, dan prosedur administratifnya dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini.

(b) Setiap Para Anggota harus memberitahukan Komite tentang perubahan mana pun di dalam peraturan dan perundang-undangan yang terkait dengan Persetujuan ini dan perubahan di dalam pelaksanaan peraturan dan perundang-undangan tersebut.

30 Aselinya tercantum dalam dokumen GATT 1947 dalam dokumen L/3515 tanggal 23 Maret 1971

Page 38: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

32

CONTOH NOTIFIKASI KEBIJAKAN DAN PERATURAN TERKAIT IJIN IMPOR

Berikut ini adalah contoh atau sample dari notifikasi Agreement on Import Licensing Procedures WTO yang pernah dilakukan Indonesia ke Sekretariat WTO. Contoh – contoh berikut ini adalah salinan dari notifikasi Indonesia yang telah diterbitkan oleh Sekretariat WTO berikut penjelasan dalam bahasa Indonesia tentang maksud dari masing – masing pasal mengenai notifikasi sebagaimana termuat dalam Persetujuan Perijinan Impor WTO.

A. Contoh Notifikasi Catatan Kaki No. 5 Pasal 2 Ayat 2

Indonesia hingga saat ini belum atau tidak pernah melakukan notifikasi berdasar Catatan Kaki No. 5 Pasal 2 ayat 2. Untuk membuat notifikasi tersebut, dapat menggunakan contoh kalimat sebagai berikut: “In accordance with footnote 5 to Article 2.2 of the Agreement on Import Licensing Procedures, [Indonesia] wishes to delay the application of the provisions of Article 2.2 (a)(ii) and (a)(iii) by not more than two years..”

B. Contoh Notifikasi Menurut Pasal 1.4(A) Dan 8.2(B)

Untuk membuat notifikasi berdasarkan pasal 1.4(A) dan 8.2(B), dapat menggunakan contoh kalimat sebagai berikut: “I have the honour to notify that rules and all information relating to import licensing procedures applicable in [name of country] are published in the Import Licensing Bulletin and the Government Gazette of [name of country]…”

1. Article 1.4(a)31 tentang Publikasi Tata cara Permohonan Ijin

Setiap anggota harus melakukan notifikasi ke Komite Import Licensing semua sumber informasi terkait dengan publikasi mengenai prosedur perijinan impor, dan menyampaikan salinan publikasi tersebut ke Sekretariat (WTO). Dalam hal tidak tersedianya publikasi yang berbahasa WTO (yakni Inggris, Perancis dan Spanyol), maka setiap Anggota WTO harus menyediakan, ringkasan dan terjemahan tersebut ke dalam bahasa resmi WTO. Anggota WTO lainnya dapat meminta terjemahan penuh apabila menghendakinya, atau berupaya memperoleh informasi tambahan melalui basis pendekatan bilateral. Bilamana terjadi issue yang tidak dapat diselesaikan secara bilateral, maka issue dimaksud boleh disampaikan ke Komite Lisensi Impor agar menjadi perhatian bersama seluruh anggota. 31 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi sebagaimana diamanatkan menurut Pasal 1.4 (a) dan 8.2 (b) untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite menyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan – bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam format Wordperfect 5.2. Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasi akan memberitahu Sekretariat, perubahan-perubahan yang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telah mereka notifiikasikan sebelumnya.

Bagian

6

Page 39: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

Anggota (WTO) yang menjadi penanda tangan Tokyo Round Code harus menentukan sendiri sampai kapan notifikasi yang mereka lakukan berdasar Tokyo Round Code tetap berlaku, batas waktu terjadinya perubahan yang harus mereka notifikasikan, atau apabila mereka harus membuat notifikasi yang sama sekali baru. Komite Prosedur Perijinan Impor WTO, pada pertemuan hari ini tanggal 12 Oktober 1995, menetapkan batas akhir pada tanggal 12 Januari 1996 bagi seluruh anggota WTO yang ada untuk pertama kalinya membuat notifikasi atas Persetujuan ini. Contoh notifikasi RI untuk memenuhi kewajiban Pasal 1.4(a) dapat dilihat dan diakses dari website WTO dalam dokumen G/LIC/N/1/IDN/1 tanggal 2 November 1998 (Lampiran 1).

2. Article 8.2(b)32 tentang Anggota Bukan Penanda tangan Tokyo Round.

Tiap anggota WTO harus menginformasikan kepada Komite mengenai segala perubahan undang-undang dan regulasi yang relevan terkait dengan Persetujuan ini dan pegnadiministrasian undang-undang dan regulasi dimaksud. Notifikasi pertama yang harus dilakukan oleh Anggota bukan Penanda tangan Tokyo Round Code menurut Pasal 8.2(b) harus memuat teks lengkap undang-undang dan regulasi terkait yang mempunyai relevansi dengan kepentingan Anggota lainnya sejak Persetujuan WTO mulai berlaku.

Dalam hal tidak tersedianya publikasi yang berbahasa WTO (yakni Inggris, Perancis dan Spanyol), maka setiap Anggota WTO harus menyediakan, ringkasan dan terjemahan tersebut ke dalam bahasa resmi WTO. Anggota WTO lainnya dapat meminta terjemahan penuh apabila menghendakinya, atau berupaya memperoleh informasi tambahan melalui basis pendekatan bilateral. Bilamana terjadi issue yang tidak dapat diselesaikan secara bilateral, maka issue dimaksud boleh disampaikan ke Komite Lisensi Impor agar menjadi perhatian bersama seluruh anggota.

Anggota WTO yang menjadi penanda tangan Tokyo Round Code harus menentukan sendiri sampai kapan notifikasi yang mereka lakukan berdasar Tokyo Round Code tetap berlaku, batas waktu terjadinya perubahan yang harus mereka notifikasikan, atau apabila mereka harus membuat notifikasi yang sama sekali baru. Komite Prosedur Perijinan Impor WTO, pada pertemuan hari ini tanggal 12 Oktober 1995, menetapkan batas akhir pada tanggal 12 Januari 1996 bagi seluruh anggota WTO yang ada untuk pertama kalinya membuat notifikasi atas Persetujuan ini. Contoh notifikasi RI untuk memenuhi kewajiban Pasal 8.2(b) dapat dilihat dan diakses dari website WTO dalam dokumen G/LIC/N/1/IDN/1 tanggal 2 November 1998 (Lampiran 1).

32 Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian notifikasi sebagaimana diamanatkan menurut Pasal 1.4 (a) dan 8.2 (b) untuk keperluan sirkulasi dokumen, Komite menyepakati bahwa para delegasi akan menyampaikan – bilamana dimungkinkan - salinan notifikasi mereka dalam bentuk disket, dalam format Wordperfect 5.2. Berkenaan dengan jawaban atas Kuesioner Prosedur Perijinan Impor, tiap delegasi menyajpaikan indikasi kepada Sekretariat, mengenai perubahan-perubahan yang telah mereka lakukan terhadap kebijakan yang telah mereka notifikasikan sebelumnya.

Page 40: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

34

C. Contoh Notifikasi Jawaban Untuk Kuesioner Prosedur Perijinan Impor Notifikasi Berlaku Menurut Pasal 7.3 Persetujuan Tentang Prosedur Perijinan Impor

Tiap anggota (WTO) harus menyerahkan berkas lengkap notifikasi pada tanggal 30 September tiap tahunnya, kuesioner mengenai prosedur perijinan import sebagaimana termuat dalam dokumen G/LIC/3, Annex . Isi kuesioner mencakup perijinan impor dan prosedur administratif terkait (semacam visa teknis, sistem pengawasan, rancangan patokan harga minimum, dan tinjauan administrative lainnya). Setiap Anggota WTO harus menyediakan informasi yang terkait dengan tujuan dan cakupan perijinan, undang-undang, regulasi dan kewajiban administratif lainnya yang terkait dengan tata niaga, prosedur untuk aplikasi dan memperoleh penerbitan ijin dari sistem yang bersifat restriktif maupun yang non-restriktif, alokasi kuota, periode proses aplikasi, masa berlaku perijinan, institusi yang mempunya kewenangan, persayaratan dokumentasi untuk mengajukan aplikasi, importer tertentu yang dianggap pantas mendapat hak untuk mengajukan permohonan perijinan, kondisi perijinan dan formalitas nilai pertukaran asing.

Tiap anggota WTO harus menentukan sendiri jawaban atas masih berlaku tidaknya prosedur perijinan yang berlaku sebelumnya di bawah GATT 1947 dengan setelah berlakunya Persetujuan WTO, yakni apakah perubahannya saja yang perlu dinotifikasi atau harus menotifikasi secara keseluruhan. Contoh notifikasi RI untuk memenuhi kewajiban Pasal 7.3 dapat dilihat dan diakses dari website WTO dalam dokumen G/LIC/N/3/IDN/3, 27 November 2006 (Lampiran 2).

D. Contoh Notifikasi Article 5.1-5.4 tentang Prosedur Pengajuan Perijinan.

Para Anggota yang melembagakan prosedur perijinan atau perubahan-perubahan atas prosedur tersebut harus melakukan notifikasi ke Komite dalam waktu 60 hari sejak dipublikasikan. Notifikasi dimaksud harus memuat informasi yang termasuk dalam daftar sebagaimana diatur dalam Pasal 5.2 (yakni, daftar produk yang ditataniagakan, kontak point untuk informasi yang absah, instnasi yang memberikan rekomendasi; tanggal dan nama publikasi diterbitkannya prosedur perijinan tersebut; indikasi otomatis tidaknya prosedur perijinan tersebut sesuai definisi Pasal 2 dan 3; bilamana perijinan itu bersifat otomatis, maka harus ada penjelasan mengenai tujuan dari tataniaga; namun apabila bersifat non-otomatis, maka harus ada penjelasan ketentuan yang diterapkan melalui perijinan tersebut; harus juga diindikasikan jangka waktu pengaturan prosedur perijinan dimaksud yang dapat diperkirakan batas waktunya, namun jika tidak bias maka harus ada penjelasan mengenai alas an tidak adanya informasi yang dapat diberikan). Setiap anggota WTO harus menotifikasi ke Komite Import Licensing Procedures segala publikasi yang terkait. Contoh notifikasi RI untuk memenuhi kewajiban Pasal 5.1- 5.4 dapat dilihat dan diakses dari website WTO dalam dokumen G/LIC/N/2/IDN/2/Add.1 6 July 2009, G/LIC/N/2/IDN/2 15 May 2009, dan G/LIC/N/2/IDN/1 23 April 2003 (Lampiran 3).

E. Contoh Notifikasi Article 5.5 tentang Notifikasi Kebijakan Impor Negara Lain

Setiap Anggota WTO yang beranggapan bahwa Anggota WTO lainnya belum menotifikasikan prosedur tata-niaga atau perubahan terhadap kebijakan tata niaga tersebut menurut Pasal 5.1 – 5.3, dapat mengangkat masalah ini untuk meminta perhatian Anggota

Page 41: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

WTO lainnya, dan apabila notifikasi semacam itu belum dilakukan, maka Negara yang bersangkutan harus segera melakukan notifikasi atau perubahan terhadap kebijakan yang telah dinotifikasikan.

F. Contoh Notifikasi Questions and Replies on Import Licensing WTO Tiap Anggota WTO dapat meminta klarifikasi tentang Peraturan Impor Anggota WTO lainnya dengan menotifikasi pertanyaan mereka ke Committee on Import Licensing WTO. Anggota yang menerima pertanyaan juga wajib menotifikasi jawaban atau tanggapannya ke Committee on Import Licensing agar semua Anggota WTO mengetahuinya. Contoh pertanyaan dan tanggapan atas kebijakan impor Indonesia yang telah dinotifikasi dan diakses dalam website WTO terdapat dalam G/LIC/Q/IDN/11 tanggal 5 Februari 2009 dan G/LIC/Q/IDN/14 tanggal 6 April 2009 (Lampiran 4).

Page 42: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

36

BADAN-BADAN WTO TUJUAN NOTIFIKASI DAN LEMBAGA NOTIFIKASI DI INDONESIA A. Badan-Badan WTO Tujuan Notifikasi

1. Berikut ini adalah badan-badan atau unit penanggung jawab di Sekretariat WTO sebagai tempat dimana notifikasi ditujukan. Pengadministrasian notifikasi dilakukan oleh Central Registry Notification atau CRN, namun badan, unit atau komite yang menerima notifikasi dari anggota WTO adalah:

General Council

WTO Director General

Council for Trade in Goods

Council for Trade in Services

Concil for TRIPS

WTO Secretariat

Trade Policy Review Body

Berbagai Komite dalam WTO seperti: pertanian, market access, anti-dumping, subsidies, safeguards, trade and development, import licensing, TRIMs, TRIPS, TBT, custom valuation, rules of origin, RTA, dan SPS.

Beberapa lembaga penerima notifikasi yang bekerjasama dengan WTO adalah ISO/IEC Information Center dan WIPO.

2. Central Registry of Notification/CRN

CRN (Central Registry of Notification) adalah unit di dalam Sekretariat WTO didirikan sebagai pelaksanaan dari Keputusan Menteri-menteri WTO mengenai prosedur notifikasi atau the Decision on Notification Procedures. Tugas utamanya adalah mengadministrasikan notifikasi yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

CRN melakukan pencatatan hal-hal yang berkenaan dengan notifikasi seperti halnya tujuan, cakupan perdagangan, serta persyaratan yang harus dipenuhi Anggota dalam melakukan notifikasi.

CRN melakukan pencatatan rujukan silang dan pengecekan (cross-reference) atas notifikasi yang telah dilakukan Anggota dan kewajibannya.

Mengingatkan para Anggota untuk melakukan notifikasi secara reguler atas notifikasi yang belum mereka lakukan.

Bagian

7

Page 43: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

3. Area Notifikasi dan Alamat Tujuan Notifikasi WTO

Area Alamat Tujuan

1 GATS General Council, Council for Trade in Services

2 Balance of Payment WTO Secretariat, General Council

3 Agriculture Committee on Agriculture

4 Antidumping Committee on Antidumping

5 Subsidies Committee on SCM

6 Safeguards Committee on Safeguards, Council for Trade in Goods

7 Import Licensing Committee on Import Licensing, WTO Secretariat

8 Market Access/Tariff & Non-Tariff Measures

WTO Secretariat, Council for Trade in Goods, Committee on Market Access

9 Pre-Shipment Inspection Council for Trade in Goods

10 Regional Trade Arrangements Committee on Trade and Development, Council for Trade in Goods

11 Rules of Origin Committee on Rules of Origin

12 Custom Valuation Committee on Custom Valuation, WTO Director General

13 Sanitary and Phytosanitary WTO Secretariat

14 State Trading Enterprises Council for Trade in Goods

15 Technical Barriers to Trade Committee on TBT, ISO/IEC Information Center, WTO Secretariat

16 Trade Policy Review Trade Policy Review Body

17 TRIMs Committee on TRIMs, WTO Secretariat

18 TRIPS Committee on TRIPS, WIPO

B. Lembaga Notifikasi Di Indonesia

Berdasar ketentuan WTO, setiap negara anggota harus menunjuk salah satu badan, lembaga, atau unit yang diberi kewenangan untuk menyampaikan notifikasi sesuai Article X GATT ayat 3 dan berbagai pasal notifikasi di beberapa agreement. Lembaga yang ditunjuk pemerintah ini dapat langsung melakukan notifikasi ke WTO Secretariat atau ke unit di WTO tempat tujuan notifikasi.

Berikut ini adalah sejumlah otoritas yang telah ditunjuk oleh pemerintah Indonesia untuk melakukan dan bertanggung jawab atas masalah notifikasi yakni:

1. Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional (Ditjen KPI).

Page 44: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

38

Kementerian Perdagangan bertanggung jawab mengkoordinasikan, mengingatkan kepada instansi terkait, dan menanggapi hal-hal yang menyangkut pemenuhan kewajiban notifikasi. Ditjen KPI atas nama Kementerian Perdagangan ini menjadi sumber informasi nasional mengenai ketentuan tentang kewajiban notifikasi.

2. Badan Standardisasi Nasional33/BSN.

BSN telah ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia secara resmi ke Sekretariat WTO dan diberi kewenangan dan bertanggung jawab untuk melakukan dan menanggapi notifikasi dalam kerangka Technical Barrier to Trade WTO yang menyangkut penerapan dan prosedur standard baik yang berlaku secara nasional maupun yang berlaku di negara anggota WTO.

3. Badan Karantina Pertanian34/BKN.

BKN adalah lembaga di Kementerian Pertanian yang telah ditunjuk oleh Pemerintah RI ke Sekretariat WTO sebagai otoritas yang mempunyai kewenangan untuk menotifikasikan kebijakan, tindakan, atau peraturan yang menyangkut kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, dan karantina atau sanitary and phythosanitary.

4. Bank Indonesia/BI.

BI telah ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia ke Sekretariat WTO sebagai lembaga yang mempunyai otoritas dan kewenangan untuk melakukan notifikasi berkaitan dengan kebijakan perbankan dan lembaga keuangan di Indonesia.

5. Perwakilan Tetap RI untuk WTO/PTRI di Jenewa.

PTRI Jenewa meskipun tidak ditunjuk secara resmi melalui surat Pemerintah RI ke Sekretariat WTO, namun karena kedudukan dan fungsinya maka PTRI menjadi lembaga yang mewakili Pemerintah RI untuk urusan notifikasi WTO. Meskipun demikian, PTRI Jenewa dalam hal ini berfungsi sebagai lembaga untuk menyampaikan seluruh notifikasi atas dasar pendelegasian dari Pusat dan berdasar masukan dari Pusat.

6. Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI)35

33 Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia sebagai entry point untuk notifikasi yang berkaitan dengan kebijakan standardisasi dan penerapannya.

Notifikasi yang dilakukan BSN ini adalah dalam rangka implementasi Agreement Technical Barrier to Trade WTO.

34 Badan Karantina Nasional (BKN) adalah lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia sebagai entry point untuk notifikasi yang berkaitan dengan kebijakan perkarantinaan. Notifikasi yang dilakukan BKN

ini adalah dalam rangka implementasi Agreement Sanitary and Phythosanitary WTO atau kebijakan yang terkait pencegahan perkembangan penyakit yang terbawa oleh produk impor yang dapat mempengaruhi kesehatan hewan, manusia dan tumbuhan.

35 Komite AntiDumping Indonesia (KADI) secara regular telah menyampaikan notifikasi ke

Committee on AntiDumping Practices berupa notifikasi laporan tengah tahunan (semi annual report) dan annual

report serta adhoc mengenai ada atau tidaknya tindakan antidumping dan countervailing measures yang dilakukan KADI. Selain notifikasi semi annual report, KADI juga harus menotifikasikan peraturan dan

otoritas AntiDumping berikut alamatnya.

Page 45: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

KADI mempunyai otoritas untuk menyampaikan notifikasi yang menyangkut segala hal yang terkait dengan peraturan, prosedur, dan tindakan anti-dumping dan subsidi seperti otoritas anti dumping, peraturan anti-dumping, semi annual, annual serta publikasi terkait.

7. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia/ KPPI36

KPPI mempunyai otoritas untuk menyampaikan notifikasi yang menyangkut segala hal yang terkait dengan peraturan, prosedur, dan tindakan safeguard seperti otoritas safeguard, peraturan safeguard, annual report, serta publikasi terkait.

8. State Trading Enterprise.

Badan Urusan Logistik (BULOG)37 dan Badan Penyangga Perdagangan Cengkeh (BPPC) adalah dua lembaga yang telah ditunjuk secara resmi oleh Pemerintah RI ke Sekretariat WTO sebagai entitas state trading enterprise/ STE sesuai mandate dari Agreement on State Trading Enterpirse WTO. Bulog dan BPPC mempunyai otoritas untuk menyampaikan notifikasi yang menyangkut segala hal yang terkait dengan kedudukan BULOG atau BPPC sebagai State Trading Enterprise/ STEs seperti otoritas STE, peraturan prosedur STE serta publikasi terkait.

36 Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia/KPPI secara regular juga wajib menotifikasikan laporan mengenai ada tidaknya tindakan safeguard baik ad hoc, semesteran, maupun tahunan. KPPI juga harus menotifikasikan peraturannya dan lembaga, pejabat dan alamat.

37 Badan Urusan Logistik/BULOG dan BPPC hingga saat ini masih tercatat dan telah dinotifikasikan oleh Pemerintah Indonesia sebagai State Trading Enterprise. Kedua badan ini sejak setelah reformasi tidak lagi aktif melakukan notifikasi padahal keberadaan kedua STE ini memiliki posisi strategis dari segi perdagangan. Notifikasi yang mereka lakukan adalah dalam rangka pemenuhan Agreement on State Trading

Enterprise WTO.

Page 46: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

40

Daftar Pustaka.

Buku

The Legal Text. The Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, Cambride University Press, 2003.

Magiera, Stephen L, Reading in Indonesia Trade Policy 1991 – 2002, USAID – Trade Implementation Policy Projects, Jakarta 2003.

Website

Badan Standardisasi Nasional, di http://www.bsn.go.id/

Badan Karantina Pertanian, di http://karantina.deptan.go.id/

Badan Urusan Logistik, di http://www.bulog.co.id/

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia, di https://www.facebook.com/pages/Komite-Pengamanan-Perdagangan-Indonesia-KPPI/114256828634255

G – 20. http://id.wikipedia.org/wiki/G-20_ekonomi_utama

Undang – undang/ Regulasi/ Peraturan

Peraturan Menteri Perdagangan No.56/M-DAG/PER/12/2008 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu, 24 Desember 2008.

Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 732/MPP/Kep/10/2002 tentang Tata Niaga Impor Tekstil, 22 Oktober 2002.

Surat Keputusan Departemen Perdagangan No. 1718/M-DAG/XII/2005 perihal pengaturan masa tahun 2006, tanggal 28 Desember 2005.

Dokumen WTO

Indonesia - Schedudle of Market Access Commitmen on Goods – XXI (Schedule XXI);

Technical Cooperation Handbook on Notification Requirements; Agreement on Import Licensing Procedures, WT/CT/NOTIF/LIC/1, 15 October 1996;

Agreement on Import Licensing Procedure, Notification under Articles 1.4(a) and 8.2(b) WTO G/LIC/N/1/IDN/1, 2 November 1998;

Agreement on Import Licensing Procedure, Notification under Articles 5, G/LIC/N/2/IDN/1, 23 April 2003;

Agreement on Import Licensing Procedure, Notification under Articles 7.3, G/LIC/N/3/IDN/3, 27 November 2006;

Agreement on Import Licensing Procedure, Replies from INDONESIA to Questions from the UNITED STATES and the EUROPEAN COMMUNITIES; G/LIC/Q/2/IDN/14, 6 April 2009;

Page 47: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

Lampiran 1 Contoh Notifikasi Import Licensing Berdasarkan Pasal 1.4(A) dan Pasal 8.2(B) Agreement on Import Licensing

WORLD TRADE

ORGANIZATION

G/LIC/N/1/IDN/1 2 November 1998

(98-4258)

Committee on Import Licensing O R I G I N A L :

E N G L I S H

AGREEMENT ON IMPORT LICENSING PROCEDURES

Notification under Articles 1.4(a) and 8.2(b)

INDONESIA

In a communication dated 27 October 1998, the Permanent Mission of Indonesia has submitted a copy of each of the following Decrees of the Minister of Industry and Trade relevant to import licensing38: - Decree No. 230/MPP/Kep/7/1997 of 4 July 1997: Goods Subject to the Import Trade System; - Decree No. 406/MPP/Kep/11/1997 of 3 November 1997: Amendment of Attachment

No. 1 of Decree No. 230/MPP/Kep/7/1997; - Decree No. 25/MPP/Kep/1/1998 of 21 January 1998: Amendment of Decree

No. 230/MPP/Kep/7/1997; - Decree No. 111/MPP/Kep/1/1998 of 27 January 1998: Amendment of Decree

No. 230/MPP/Kep/7/1997; - Decree No. 106/MPP/Kep/2/1998 of 27 February 1998: Import Procedures for

Dangerous Materials; and - Decree No. 439/MPP/Kep/9/1998 of 22 September 1998: Amendment of Decree

No. 230/MPP/Kep/7/1997.

__________

38 Available for consultation in the Secretariat (Market Access Division) (English only).

Lampiran

Page 48: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

42

WORLD TRADE

ORGANIZATION

G/LIC/N/2/IDN/1 23 April 2003

(03-2153) Committee on Import Licensing O R I G I N A L : E N G L I S H

AGREEMENT ON IMPORT LICENSING PROCEDURES

Notification under Article 5

INDONESIA

The following communication, dated 14 April 2003, has been received from the

Permanent Mission of Indonesia.

_______________

Pursuant to Article 5, paragraph 4 of the Agreement on Import Licensing Procedures,

I herewith submit the Decree of the Minister of Industry and Trade of the Republic of

Indonesia No. 732/MPP/Kep/10/2002, dated 22 October 2002, regarding Procedures for

Importing Textile, including several attachments39

:

- Attachment I: List of textile fabrics having their import procedures ruled

- Attachment II: Statement: Plan of requirement of raw materials or auxiliary

materials and marketing of products

- Attachment III: Approval as textile producer importer

- Attachment IV: Realization of import by company as holder of textile producer

importer (IP textile)

39 Available for consultation in the Secretariat (Market Access Division) (in English only).

Page 49: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

Lampiran 2 Contoh Notifikasi Import Licensing Berdasarkan Pasal 7.3 Agreement on Import Licensing

WORLD TRADE

ORGANIZATION

G/LIC/N/3/IDN/3 27 November 2006

(06-5691) Committee on Import Licensing O R I G I N A L :

E N G L I S H E N G L I S H

REPLIES TO QUESTIONNAIRE ON IMPORT LICENSING PROCEDURES40

Notification under Article 7.3 of the Agreement on Import Licensing Procedures

INDONESIA

The following communication, dated 30 October 2006, has been received from the

Delegation of Indonesia.

_______________

Products Subject to Import Licensing Administered by the Ministry of Trade

Outline of systems

1. Indonesian import licensing system is implemented in order to preserve national interest in

particular to protect health, safety, security, ecological environment and public moral. Other

primary objective of this regulation system is to meet certain socio-economic objectives, among

others, enhancing domestic competitiveness and preventing smuggling activities. The issuance and

approval of licences fall within the authority of the Ministry of Trade.

Purposes and coverage of licensing

2. All import products can automatically be imported and considered as automatic import licensing

except:

(a) Alcoholic beverages;

(b) Nitrocellulose;

(c) Precursors;

(d) Optical discs;

(e) Rice;

(f) White crystal sugar;

(g) Consumption salt;

(h) Unworked diamond

40 See document G/LIC/3, Annex, for the Questionnaire.

Page 50: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

44

Those products as mentioned above are considered as non-automatic import

licensing.

3. The system applies to goods originating from all countries.

4. In general the system is not intended to restrict the quantity or value of imports. However, in

order to meet the nation's legitimate needs certain measures are taken to regulate the importation of

such product, inter alia, rice, white crystal sugar and consumption salt.

5. The import regulation system is fully based on the Trade Ordinance (Bedrijfsreglementerings

Ordonnantie) of 1934 and its amendments.

Other laws governing the importation of specific goods are:

1. Law No. 23 of 1992 on Public Health;

2. Law No. 6 of 1996 on Food;

3. Law No. 5 of 1997 on Psychotropic Substances;

4. Law No. 23 of 1997 on the Preservation of the Environment;

5. Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection;

6. The Explosive Ordinance (Explosiven Ordonnantie) of 1931 and its amendments;

7. Government Regulations No. 32 of 1998 on Small and Medium Enterprises and its

amendments:

No, licensing is not a statutory requirement

Yes , it does.

Yes, it is possible for the Government to abolish the system without

legislative approval.

Procedures

6. For products under restriction the quantity of imports is applicable globally.

I. Yes, complete information concerning allocation of quotas and formalities of filing

applications for licences is published in the state gazette, national newspapers and

other publications.

II. Quotas are determined on a yearly basis based on the production capacity of the

producer. Import licences will be issued based on the quotas allocated and

extendable.

III. Licences are allocated to any producer, regardless of domestic or foreign company,

which has fulfilled all of the documentational and other requirements for application.

Unused quota allocations cannot be carried over to the succeeding year.

IV. Applications for licences of rice, white crystal sugar, and consumption salt can be

filed immediately after the publication of the allocation of quotas. Applications for

other than those commodities are accepted at any time in the current year.

V. Licences will be issued within 15 working days, at the maximum.

Page 51: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

VI. Importation could only be done immediately upon approval of the licences.

VII. Consideration of licence applications is not only effected by the Ministry of Trade.

For certain commodities/goods, recommendations from relevant other Ministries or

agencies are required prior to the issuance of licences.

VIII. Quota allocation is distributed upon the production capacity of each company.

Provision for new importers is not applicable. All applications are immediately

examined upon their receipt.

IX. No imports are made into Indonesia under bilateral quotas or export restraint

arrangements.

X. No imports are made into Indonesia on the basis of export permits.

XI. No applicable.

7. Where there is no quantitative limit on the importation of a product or on imports from a

particular country:

Application for a licence can be made anytime before the arrival of the goods.

Licences can be obtained within a short-time limit.

Yes, a licence will be granted immediately upon completion of documentational and

other requirements.

No, there is no limitation of time

See answer nos. VI., VII.

8. In the case of the importation of rice, white crystal sugar and consumption salt, the licensing

authority may decline to grant an import licence should there be no more allocation of quotas or

time.

Eligibility of importers to apply for licence

9. (a) Under restrictive licensing systems only approved importers are eligible to apply for

licences.

(b) Under non-restrictive systems, all persons, firms and institutions are eligible to apply

for licences.

Documentational and other requirements for application for licence

10. Documents required are:

(a) Copy of Company Registry Number (Tanda Daftar Perusahaan – TDP).

(b) Copy of Industrial Business Licence (Izin Usaha Industri – IUI).

(c) Copy of Taxpayer Registry Number (Nomor Pokok Wajib Pajak – NPWP).

Page 52: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

46

(d) Copy of Importer Identity Number (Angka Pengenal Impor – API).

(e) Letter of recommendations from related Ministries/Agencies.

11. Documents required are:

(a) Bill of Lading/Airway Bill

(b) Invoice

(c) Packing List

(d) Import Declaration

The importer should attach a copy of the import licence for customs clearance

purposes for commodities that require licences.

12. There is no licensing fee or administrative charge.

13. There is no deposit or advance payment requirements.

Conditions of licensing

14. The validity period of an import licence is one year at the maximum and can be extended.

15. There is no penalty.

16. The licences are not transferable.

17. No.

Other procedural requirements

18. No.

19. Yes. No particular licence is required to obtain foreign exchange for imports. Normal banking

procedures apply for obtaining foreign exchange.

--------------

Page 53: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

Lampiran 3 Contoh Notifikasi Import Licensing Berdasarkan Pasal 5.1-5.4 Agreement on Import Licensing

WORLD TRADE

ORGANIZATION

G/LIC/N/2/IDN/2/Add.1

6 July 2009

(09-3293) Committee on Import Licensing O R I G I N A L : E N G L I S H

AGREEMENT ON IMPORT LICENSING PROCEDURES

Notification under Article 5

INDONESIA

Addendum

The following communication, dated 29 June 2009, is being circulated at the request of

the delegation of Indonesia.

_______________

Pursuant to Article 5.3 of the Agreement on Import Licensing Procedures regarding

the changes in import licensing procedures, the Government of Indonesia is notifying to the

Committee on Import Licensing Procedures, relating to:

Regulation of the Minister of Trade No.21/M-DAG/PER/6/2009 dated June 2009 on

the Amendment of Regulation of the Minister of Trade No. 8/M-DAG/PER/2/2009 on the

Import of Iron or Steel41

(a) List of products subject to licensing procedures

Reduced from the original 203 post tariff to 169 post tariff, where HS. 7311, 7318,

and 7321 are not included in the new regulation.

(b) Date and name of publication where licensing procedures are published

Date: 11 June 2009;

Publication: Regulation of the Minister of Trade No.21/M-DAG/PER/6/2009

dated June 2009 on The Revision of Regulation of the Minister of Trade

No.8/M-DAG/PER/2/2009 on the Import of Iron or Steel.

(c) In the case of automatic import licensing procedures, their administrative purpose

In the new regulation, the clause that stated company applying for IP or IT of Iron or

Steel must provide their import plan for one year covering quality, kinds of goods,

tariff heading/HS 10 (ten) digits and destination port, is removed.

41 Available for consultation (Market Access Division) In English only (unofficial translation).

Page 54: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

48

WORLD TRADE

ORGANIZATION

G/LIC/N/2/IDN/2

15 May 2009

(09-2391) Committee on Import Licensing O R I G I N A L : E N G L I S H

AGREEMENT ON IMPORT LICENSING PROCEDURES

Notification under Article 5

INDONESIA

The following communication, dated 28 April 2009, is being circulated at the request

of the delegation of Indonesia.

_______________

Pursuant to Article 5.2 of Agreement on Import Licensing Procedures regarding

institution of import licensing procedures, the Government of Indonesia is notifying42

to the

Committee on Import Licensing Procedures, relating to:

1. Regulation of the Minister of Trade No. 08/M-DAG/Per/2/2009 dated 18 February

2009 on Provisions on the Import of Iron or Steel, and

2. Regulation of Minister of Trade No. 56/M-DAG/PER/12/2008 dated 24 December

2008 on Provision of the Import of Certain Products.

_______________

42 Available for consultation (Market Access Division) in English only. (unofficial translation).

Page 55: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

1. Regulation of the Minister of Trade No. 08/M-DAG/Per/2/2009 dated 18

February 2009 on Provisions on the Import of Iron or Steel

(a) List of products subject to licensing procedures:

Iron or steel, HS No. 7208, 7209, 7210, 7211, 7213, 7214, 7215, 7216, 7217, 7219,

7229, 7301, 7304, 7305, 7306, 7307, 7308, 7311, 7312, 7314, 7317, 7318, and 7321.

(b) Contact point for information on eligibility:

- Director of Import, Directorate General of Foreign Trade, Ministry of Trade.

- Commercial Attaché

(c) Administrative body(ies) for submission of applications:

Director General of Foreign Trade, Ministry of Trade

(d) Date and name of publication where licensing procedures are published:

18 February 2009, Regulation of Minister of Trade No. 08/M-DAG/PER/2/2009 on

Provisions on the Import of Iron or Steel.

(e) Indication of whether the licensing procedure is automatic or non-automatic according to

definitions contained in Articles 2 and 3:

Automatic.

(f) In the case of automatic import licensing procedures, their administrative purpose:

In order to secure recognition as IP of Iron or Steel or stipulation of IT of Iron or Steel,

every company shall submit application to the Director General by enclosing the

following documents:

a. Importer Identity Number (API):

1. Producer Importer Identity Number/ Limited Importer Identity Number (API-

P/API-T) in the case of the company being IP of Iron or Steel; or

2. General Importer Identity Number (API-U) in the case of the company being IT

or Iron or Steel;

b. Corporate Registry Number (TDP);

c. Taxpayer Code Number (NPWP);

d. Customs Identity Number (NIK);

e. Import plan for one year, covering quantity, kinds of goods, tariff heading/ HS 10

(ten) digits and destination port;

f. Technical consideration from the Director General of Metal, Machine, Textile and

Multifarious Industry, Ministry of Industry.

- The recognition as IP of Iron or Steel or stipulation of IT of Iron or Steel shall

apply for one year and may be extended.

- The extension shall be done by enclosing the following documents:

1. Import plan for one year, covering quantity, kinds of goods, tariff heading/ HS

10 (ten) digits and destination port;

2. Industry, Ministry of Industry, in the case of the kind and/or quantity of the

would-be imported goods exceeding the previous year.

(g) In the case of non-automatic import licensing procedures, indication of the measure

being implemented through the licensing procedure; and

Page 56: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

50

------

(h) Expected duration of the licensing procedure if this can be estimated with some

probability, and if not, reason why this information cannot be provided:

This regulation shall come into force as from the date of stipulation and expire on

December 2010

2. Regulation of Minister of Trade No. 56/M-DAG/PER/12/2008 dated December

24, 2008 on Provision of the Import of Certain Products.

(a) List of products subject to licensing procedures:

- Electronic goods, HS No. 7321, 8413 and ex, 8414, 8415, 8418, 8419, 8450, 8471,

8509, 8516 and ex, 8517, 8518, 8519, 8521, 8527, 8528, 8529, 8539.

- Clothing, HS No. 6105, 6106, 6107, 6108, 6109, 6111,6112, 6114, 6203, 6204, 6205,

6206,6207, 6208, 6209, 6210, 6212, 6213, 6214, 6217, 6301, 6302, 6303.

- Children Toy, HS No. 9503,

- Footwear, HS No. 6401, 6402, 6403, 6404, 6405.

- Food and beverages, HS No. 1601, 1602,1603,1604,1605, 1704, 1806, 1901, 1902,

1904, 1905, 2007, 2008, 2009, 2101, 2104, 2105, 2201, 2202, 2402.

(b) Contact point for information on eligibility:

- Director of Import, Directorate General of Foreign Trade, Ministry of Trade.

- Commercial Attaché.

(c) Administrative body(ies) for submission of applications:

Director General of Foreign Trade, Ministry of Trade.

(d) Date and name of publication where licensing procedures are published:

24 December 2008, Regulation of Minister of Trade No. 56/M-DAG/PER/12/2008,

on Provision of the Import of Certain Products.

(e) Indication of whether the licensing procedure is automatic or non-automatic according to

definitions contained in Articles 2 and 3:

Automatic.

(f) In the case of automatic import licensing procedures, their administrative purpose:

Application for securing the appointment as IT of Certain Products shall be submitted

in writing to the Director by enclosing the following copy documents of:

a. Importer Identity Number (API);

b. Corporate Registry Number (TDP);

c. Taxpayer Code Number (NPWP);

d. Special Importer Identity Number (NPIK) for certain products whose import is

subject to provision regarding NPIK;

e. Customs Identity Number (NIK);

Page 57: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

f. Import plan for one year, covering quantity, kinds of goods, tariff heading/HS 10

(ten) digits and destination port.

(g)In the case of non-automatic import licensing procedures, indication of the measure being

implemented through the licensing procedure:

--------

(h) Expected duration of the licensing procedure if this can be estimated with some

probability, and if not, reason why this information cannot be provided:

The stipulation as IT of Certain Products shall apply until the expiration of this

regulation.

Page 58: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

52

WORLD TRADE

ORGANIZATION

G/LIC/N/2/IDN/1 23 April 2003

(03-2153) Committee on Import Licensing O R I G I N A L :

E N G L I S H E N G L I S H

AGREEMENT ON IMPORT LICENSING PROCEDURES

Notification under Article 5

INDONESIA

The following communication, dated 14 April 2003, has been received from the

Permanent Mission of Indonesia.

_______________

Pursuant to Article 5, paragraph 4 of the Agreement on Import Licensing Procedures,

I herewith submit the Decree of the Minister of Industry and Trade of the Republic of

Indonesia No. 732/MPP/Kep/10/2002, dated 22 October 2002, regarding Procedures for

Importing Textile, including several attachments43

:

- Attachment I: List of textile fabrics having their import procedures ruled

- Attachment II: Statement: Plan of requirement of raw materials or auxiliary

materials and marketing of products

- Attachment III: Approval as textile producer importer

- Attachment IV: Realization of import by company as holder of textile producer

importer (IP textile)

__________

43 Available for consultation in the Secretariat (Market Access Division) (in English only).

Page 59: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

Lampiran 4 Contoh Notifikasi Questions and Replies on Import Licensing

WORLD TRADE

ORGANIZATION

G/LIC/Q/IDN/14

6 April 2009

(09-1679)

Committee on Import Licensing Original: English

NOTIFICATION UNDER ARTICLES OF THE AGREEMENT ON

IMPORT LICENSING PROCEDURES FROM INDONESIA44

Replies from INDONESIA to Questions from the UNITED STATES

and the EUROPEAN COMMUNITIES45

The following communication, dated 23 March 2009, has been received from the

delegation of Indonesia.

_______________

Indonesia wishes to refer to the questions raised by the EU and the US concerning the

administrative procedures covering certain imports as laid out in Decree No. 56/M-

DAG/PER/12/2008 (Decree 56) which replaces Decree No. 44/M-DAG/PER/10/2008

(Decree 44).

Decree 56 entered into force on 1 February 2009. This decree is not intended to

create new non-automatic licensing procedures as importers are simply required to register

with the Ministry of Trade. The rejection of an application is not based on any form of

evaluation, but it reflects the failure to provide the basic information contained in Article 2(3)

of Decree 56. Where this information is supplied as required, the importer is automatically

registered within 7 working days.

With regard to the additional information sought, Indonesia wishes to respond as

follows in the order of the questions set:

Have the import licensing procedures foreseen under Regulation of the Trade Minister of the

Republic of Indonesia, Number 44/M-DAG/PER/10/2008, dated 31 October 2008 (“Decree 44”),

as modified by Regulation of the Trade Minister of the Republic of Indonesia, Number 56/M-

DAG/PER/12/2008, dated 24 December 2008 (“Decree 56”), been notified to the WTO Committee

on Import Licensing Procedures? If not, when will Indonesia do so?

Answer:

Regulation 56 is not an import licensing scheme as the purpose is only to register

importers. There is no import permit required with no restrictions on volume.

44 See Understanding on procedures for the Review of Notifications (G/LIC/4).

45 See document G/LIC/N/2/IDN/11.

Page 60: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

54

For this reason the Regulation 56 is not notified to the WTO Committee on Import

Licensing.

We believe that the requirements of Decree 44 and 56 establish non-automatic import licensing

procedures as defined in Article 1 and Article 3 of the WTO Agreement on Import Licensing

Procedures. If Indonesia disagrees, please explain.

Answer:

Under Decree 44, the only element that may have been considered to contribute to an

impression of a non-automatic import licensing procedure is the requirement for an importer to

demonstrate past performance. However, this is no longer required under Decree 56. As long as

the basic information stipulated under Article 2(3) is provided, registration is granted within 7 days.

Once registered, import licences are issued automatically to the importer concerned for the validity

of the registration which is two years.

What are the measures that are being implemented by the Decree? Is the decree intended to limit

the quantity or affect the customs value of imports of the applicable goods?

Answer:

The measure is in the form of registering importers of the applicable goods. The

Regulation is not intended to limit the quantity or affect the customs value of imports of the goods

concerned.

Please clarify the objective of the Decree. (Is it to combat “illegal trade”, “track imports”, and/or

promote “health and safety”?)

Answer:

The Decree is designed to address illegal trade and safeguard health and safety through the

development of an effective tracking system. Where goods enter the country without being

declared, the requirements of pre inspection and import licences will help the Authority to identify

those products being marketed in Indonesia. The same system also allows for a more effective

tracking of products that may subsequently have to be withdrawn from circulation on health and

safety grounds.

With regard to alleged smuggling into Indonesia, can Indonesia provide figures, data,

studies, or other analysis demonstrating the extent of this problem, particularly with respect

to the products covered by the Decree?

Answer:

The very nature of smuggling means that it is not easy to provide figures, data or studies that

would reveal the extent of the problem being faced. However, those Members familiar with

Indonesia should understand that the problem faced is not "alleged" but real. The government

of Indonesia would welcome studies undertaken by the EU and the US as it is understood that

we all share the common goal of protecting legitimate trade.

How and according to what criteria have the products covered by the Decree been selected? Can

Indonesia share information on the process – studies, analyses, and consultations – that have

underpinned the selection of products?

Page 61: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

Answer:

The selection of products is based on items that are the most sensitive to smuggling.

Please explain the criteria used by Indonesia for granting and/or allocating licences or

registering/designating importers. Of the applications received so far, how many have been

declined? Why?

Answer:

- The criteria is set out under Article 2.3 of Decree 56.

- As of 2 February 2009 the status of applications received:

a. Electronics: approved 701; 133 rejected; 78 under process,

b. Toys: 256 approved; 60 rejected; 4 under process,

c. Food and beverages: 235 approved; 39 rejected; 16 under process,

d. Garment: 234 approved; 60 rejected; 9 under process,

e. Footwear: 211 approved; 26 rejected; 5 under process.

Under what circumstances would a license application be denied other than failure to submit

the necessary documents, as required in Article 2 of Decree 56?

Answer:

Applications would only be denied if the requirements of Article 2 of Regulation 56 are

not met.

Will the relevant authorities be consulting with domestic industries or business associations

in deciding whether or not to grant import license applications? Article 2.4 of the original

decree, Decree 44, appeared to reference such consultations.

Answer:

There is no consultation with the private sector on the granting of licences.

What studies and analysis have been made to ascertain that the measures in the Decree (import

licensing, pre-shipment inspection, port entry limitations, etc.) are the most appropriate and least

trade restrictive in terms of achieving the stated objective? Can Indonesia share this information?

Answer:

Extensive discussions upon relevant information available were undertaken at government

ministries. The focus of these discussions was how to establish a tracking system that would

fulfil the twin objective of reducing and facilitating the identification of smuggled goods as well

as being able to identify products that may have to be withdrawn from the market on health and

safety grounds. The adoption of a registration scheme that would be functional and efficient in

nature, upon which import licences would automatically be registered, combined with pre-

shipment inspection was considered the least-trade restrictive means of achieving the objectives

set. Ports of entry were also chosen to ensure that the vast majority of imports are covered.

Page 62: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

56

When will these import measures enter into force?

Answer:

Ministerial Regulations No. 56/M-DAG/PER/12/2008 (Decree 56) entered into force on

1 February 2009, except for textiles and apparel under HS 61-63, which entered into force on

1 January 2009.

Article 11 of Decree 56/2008 provides that the provisions are not applicable to the “temporary

import of certain products.” Are goods in transit therefore exempt from the provisions of the

decree?46

Regarding the requirements outlined in Article 2.3 of Decree 56, are importers required to submit

documents for each individual shipment, or can they complete one submission that is valid for

numerous shipments?

Answer:

The validity of registration is for two years. During this period, it is not required to submit

documents for each individual shipment.

Article 5 of Decree 56 restricts importation of certain importable products to only five sea ports

and all international airports. What is the justification for restricting imports to only five sea

ports? Why were these ports selected over others? Many importers choose another port if they are

willing to forego the facilities at the identified ports? If not, why not?

Answer:

The five ports were selected because of their infrastructure and combined together they

represent the ports of entry for the vast majority of imports into Indonesia. No other ports may be

chosen because it would dilute the effectiveness of the Decree in terms of tracking the goods.

Article 5, paragraph 2 of Decree 56 says that imports of Certain IT-Products for the needs of free

trade zones and free ports is governed by the rules and procedures concerning free trade zones and

free ports.

Does this mean that free trade zones and free ports are not subject to any of the requirements

of Decree 56, including registration and verification?

Answer:

The Authorities of free trade zones are free to decide whether to adopt the procedures

under Regulation 56, but they are not obliged to do so.

Some of the tariff lines are textile sector products, including apparel and made-up textile goods, as

well as alcoholic beverages.

How do the new import licensing requirements overlap or interact with other existing import

licensing requirements for the same products, particularly 19/M-DAG/PER/5/2005 for

textiles and apparel and 230/MPP/Kep/7/1997 for alcoholic beverages?

46 No reference was made to this question as contained in document G/LIC/Q/IDN/11.

Page 63: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

What steps are being taken to minimize the burden on traders of duplicative non-automatic

licensing procedures? Upon implementation of Decree 56, will goods in HS chapters 61-63

be subject to two sets of registration requirements?

Answer:

There is no overlap on the requirements laid out for alcoholic beverages under

230/MPP/Kep/7/1997, because alcoholic beverages is not covered by Regulation 56.

Textiles and apparel (HS 61-639 are also covered under Regulation 56. However, the

Government will ensure there are no duplicates of procedures.

Article 6 of Decree 56 requires that every import of these products be subject to a verification or

“Import Technical Investigation.”

What specific issues are being investigated and verified?

Answer:

The technical verification at the port of exportation only covers the quantity and

specification the goods to be exported to Indonesia. Verification of the quality of the

goods will be conducted if it is necessary, such in the case of food and beverages.

Are there technical regulations that provide the basis for such investigations? If so, please

explain. Are there other reasons that form the basis for the investigations, consistent with

Indonesia’s WTO obligations?

Answer:

There are no technical regulations to provide the basis for the checking process at pre-

shipment level. The verification is applied as part of the tracking system referred to.

What is the reason for requiring that every shipment be investigated? Why will it be

necessary to investigate products that are identical to products that have already been

investigated in previous shipments?

Answer:

Each consignment is checked to ensure that import licences are not missed.

What will the verification consist of, documentary and/or physical inspections?

Answer:

The verification will consist of documentary and physical checks.

What information and documents must be submitted for verification?

Answer:

The documents to be submitted for verification are those related to the quantity and

quality of the goods concerned.

In what form will physical inspections take place?

Answer:

Physical inspections will take place at the country of export. It may consist of visual

inspection of consignments and where applicable, samples taken to a laboratory.

Page 64: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

58

How long is the whole verification process envisaged to take?

Answer:

On the basis that all documents required are submitted, the verification process will be

completed within one day provided that the application is made before 12 noon and the

following day if the application is made after 12 noon.

From the information received from appointed Surveyors (Succofindo and PT Surveyor

Indonesia) it seems that both the importer and the exporter must submit an application and

documentation for verification. If so, why? Why must the same documentation (e.g.

Taxpayer Number and Special Importer Identify Number) be submitted to both the Ministry

of Trade (in applying for a license) as well as to the surveyor (as part of the verification

process)? Why do the appointed surveyors require additional documentation to be

submitted (e.g. Trading License (SIUP))?

Answer:

Only the exporter is required to submit the application. Importer who applies for the

first time is required to simply submit information already required under Article 2(3) of

Decree 56 to confirm their status. This information is not subject to verification.

Will Indonesian Customs Authorities, for the purpose of customs clearance, also require the

documents submitted to the appointed surveyors for verification under the Decree, as well as

carrying out documentary and physical inspections?

Answer:

Customs officers will only require import licences and the surveyors report for clearing

goods. However, the Decree does limit the verification to essential documents to

minimise the financial burden on the commercial operators.

What costs will be associated with verification or investigation, as mentioned in Article

6.3?

Answers:

The cost of inspection is determined by the surveyor company. However, according to

the information provided to the Government the cost normally approximately 0.6% of

the FOB price.

What is the role of the surveyors? What are they? How are they appointed? Does Indonesia

already have approved surveyors in foreign ports?

Answers:

The surveyor is used to assist in the pre-inspection process. They are appointed by the

Government. The precondition of participation being set out in Article 7 of the Decree.

It is the obligation of the appointed surveyor to complete pre-inspection and they are

likely to fulfil thus function through counterparts abroad.

Please clarify the meaning of Article 11 of Decree 56, including Articles 11(c) and 11(d), which

appear to exempt certain business activities from the new requirements. What business activities

will be covered by the decree and which ones will be exempted? Why? How will Indonesian

customs determine the ultimate use of the imports?

Answer:

Exempted from this Decree:

Page 65: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

a. Diplomatic goods or belongings of diplomats posted in Indonesia or for diplomatic

purposes in accordance with international agreement or protocol;

b. Goods or belongings of international organization or officials of such organization;

c. Goods or presents used for religious or public activities;

d. Goods for museum, zoo, or other non-commercial activities, which is open for public;

e. Goods for research and development activities;

f. Goods for handicapped people;

g. Weapons, ammunition, military equipment including its spare parts used for national

defence;

h. Goods or auxiliary goods used for producing products for the purpose of national

security;

i. Personal belongings/luggage of passengers, crew, cross-border where the value and

volume are limited;

j. Sample for export and not for traded.

k. Equipments which have been exported for the purpose of repairing, recondition and

quality testing and then imported again into Indonesia;

l. Equipments for human therapy, blood grouping and gen-net.;

m. Equipments for building and developing industry in the framework of implementing

investment policy or machines for developing industries for certain time-frame;

n. Equipments for preserving environment;

o. Sports goods imported by the highest body of sport organization;

p. Damaged equipment, quality degradation, destroyed, the decrease of volume or weight

naturally when carried into the Indonesian Custom Territory and when import approval

was given to use;

q. Goods owned by central and local government used for public interest;

r. Goods or equipments to be used for government project funded by foreign loan or foreign

grant.

Page 66: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

60

WORLD TRADE

ORGANIZATION

G/LIC/Q/IDN/11 5 February 2009

(09-0544) Committee on Import Licensing Original: English

IMPORT LICENSING SYSTEM OF INDONESIA

Questions from the UNITED STATES and the EUROPEAN COMMUNITIES

to INDONESIA

The following communication, dated 30 January 2009, is being circulated at the

request of the delegations of the United States and the European Communities.

_______________

Indonesia recently introduced new administrative procedures regulating imports of a

broad range of products including electronics, household appliances, textiles, apparel,

footwear, toys, and food and beverage products. The procedures are contained in the

Regulation of the Trade Minister of the Republic of Indonesia, Number 44/M-

DAG/PER/10/2008, dated 31 October 2008 (“Decree 44”), as modified by Regulation of the

Trade Minister of the Republic of Indonesia, Number 56/M-DAG/PER/12/2008, dated

24 December 2008 (“Decree 56”). The decree appears to create new non-automatic import

licensing requirements according to the definitions contained in the WTO Agreement on

Import Licensing Procedures. As of mid-December, as many as two hundred or so

applications for import licenses for the covered products have been rejected so far, according

to Indonesian news articles. We seek additional information from Indonesia about these new

requirements and submit the following questions:

1. Have the import licensing procedures foreseen under Regulation of the Trade Minister of the

Republic of Indonesia, Number 44/M-DAG/PER/10/2008, dated 31 October 2008 (“Decree 44”),

as modified by Regulation of the Trade Minister of the Republic of Indonesia, Number 56/M-

DAG/PER/12/2008, dated 24 December 2008 (“Decree 56”), been notified to the WTO Committee

on Import Licensing Procedures? If not, when will Indonesia do so?

2. We believe that the requirements of Decree 44 and 56 establish non-automatic import licensing

procedures as defined in Article 1 and Article 3 of the WTO Agreement on Import Licensing

Procedures. If Indonesia disagrees, please explain.

3. Please clarify the objective of the Decree. (We’ve heard various explanations. Is it to combat

“illegal trade”, “track imports”, and/or promote “health and safety”?)

(a) With regard to alleged smuggling into Indonesia, can Indonesia provide figures,

data, studies, or other analysis demonstrating the extent of this problem,

particularly with respect to the products covered by the Decree?

Page 67: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

4. How and according to what criteria have the products covered by the Decree been selected? Can

Indonesia share information on the process – studies, analyses, and consultations – that have

underpinned the selection of products?

5. Please explain the criteria used by Indonesia for granting and/or allocating licenses or

registering/designating importers. Of the applications received so far, how many have been

declined? Why?

(a) Under what circumstances would a license application be denied other than

failure to submit the necessary documents, as required in Article 2 of Decree 56?

(b) Will the relevant authorities be consulting with domestic industries or business

associations in deciding whether or not to grant import license applications?

Article 2.4 of the original decree, Decree 44, appeared to reference such

consultations.

6. What studies and analysis have been made to ascertain that the measures in the Decree (import

licensing, pre-shipment inspection, port entry limitations, etc.) are the most appropriate and least

trade restrictive in terms of achieving the stated objective? Can Indonesia share this information?

7. When will these import measures enter into force?

8. Article 11 of Decree 56/2008 provides that the provisions are not applicable to the “temporary

import of certain products.” Are goods in transit therefore exempt from the provisions of the

decree?

9. Regarding the requirements outlined in Article 2.3 of Decree 56, are importers required to submit

documents for each individual shipment, or can they complete one submission that is valid for

numerous shipments?

10. Article 5 of Decree 56 restricts importation of certain importable products to only five sea ports

and all international airports. What is the justification for restricting imports to only five sea ports?

Why were these ports selected over others? May importers choose another port if they are willing

to forego the facilities at the identified ports? If not, why not?

11. Article 5, paragraph 2 of Decree 56 says that imports of Certain IT-Products for the needs of

free trade zones and free ports is governed by the rules and procedures concerning free trade zones

and free ports.

(a) Does this mean that free trade zones and free ports are not subject to any of the

requirements of Decree 56, including registration and verification?

12. Some of the tariff lines are textile sector products, including apparel and made-up textile goods,

as well as alcoholic beverages.

(a) How do the new import licensing requirements overlap or interact with other

existing import licensing requirements for the same products, particularly 19/M-

Dag/PER/5/2005 for textiles and apparel and 230/MPP/Kep/7/1997 for alcoholic

beverages?

Page 68: PROSEDUR NOTIFIKASI WTO - perpustakaan.bappenas.go.idperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file...multilateral Indonesia dalam World Trade Organization mengenai (WTO) notifikasi

62

(b) What steps are being taken to minimize the burden on traders of duplicative non-

automatic licensing procedures? Upon implementation of Decree 56, will goods

in HS chapters 61-63 be subject to two sets of registration requirements?

13. Article 6 of Decree 56 requires that every import of these products be subject to a verification or

“Import Technical Investigation.”

(a) What specific issues are being investigated and verified?

(b) Are there technical regulations that provide the basis for such investigations? If

so, please explain. Are there other reasons that form the basis for the

investigations, consistent with Indonesia’s WTO obligations?

(c) What is the reason for requiring that every shipment be investigated? Why will

it be necessary to investigate products that are identical to products that have

already been investigated in previous shipments?

(d) What will the verification consist of, documentary and/or physical inspections?

(e) What information and documents must be submitted for verification?

(f) In what form will physical inspections take place?

(g) How long is the whole verification process envisaged to take?

(h) From the information received from appointed Surveyors (Succofindo and PT

Surveyor Indonesia) it seems that both the importer and the exporter must

submit an application and documentation for verification. If so, why? Why must

the same documentation (e.g. Taxpayer Number and Special Importer Identify

Number) be submitted to both the Ministry of Trade (in applying for a license)

as well as to the surveyor (as part of the verification process)? Why do the

appointed surveyors require additional documentation to be submitted (e.g.

Trading License (SIUP))?

(i) Will Indonesian customs authorities, for the purpose of customs clearance, also

require the documents submitted to the appointed surveyors for verification

under the Decree, as well as carrying out documentary and physical inspections?

(j) What costs will be associated with verification or investigation, as mentioned in

Article 6.3?

(k) What is the role of the surveyors? What are they? How are they appointed?

Does Indonesia already have approved surveyors in foreign ports?

14. Please clarify the meaning of Article 11 of Decree 56, including Articles 11(c) and 11(d), which

appear to exempt certain business activities from the new requirements. What business activities

will be covered by the decree and which ones will be exempted? Why? How will Indonesian

customs determine the ultimate use of the imports?

__________