POTENSI GEOWISATA BUKIT KARST MALAKUTAN DESA...
Transcript of POTENSI GEOWISATA BUKIT KARST MALAKUTAN DESA...
POTENSI GEOWISATA BUKIT KARST
MALAKUTAN DESA KOLOK NANTUO, KOTA
SAWAHLUNTO SUMATRA BARAT
Yogi Aditia1, Yuniarti Yuskar,. ST,. MT1
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik,
Universitas Islam Riau (UIR)1
Jl. KaharuddinNasution No. 113, Marpoyan, Pekanbaru – Riau, 28284, Indonesia
Abstract
Sawahlunto is one area in Indonesia with the beauty of the landscape formed by
complex tectonic processes. Devers landscape is able to attract both local and
foreign tourists. One of typical landscape object is Malakutan karst hills with
sloping and steeping tophography has spreaded fairly wide. Base on some of the
analysis that has been done such as geomorphology analysis, lithologi analysis,
and structural analisys show that Malakutan karst hills located on a hilly terrain
with an elevation of 200-280 meters above the sea level. This karst hills composed
of several types of limestones such as crystalline limestone, mudstone, and
grainstone, as the lithology of the Silungkang formation PraTersier is kind of
bedrock Ombilin basin. The limestone hills were formed by the structural
reactivation process along Sumatra island and cousing limestone lifted up the
surface and being karstificated. The lifting process of limestone form the karst
hills with sloppy and steepy morphology. Malakutan karst hills presence some
caves ornaments, stalagtite, stalagmite, and shade which makes this region has
beautiful scenery and potentially as an geopark object.
Keywords: Karst, Geopark, Limestone, Kolok Nantuo, Malakutan
Abstrak
Sawahlunto merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan keindahan
bentang alam yang terbentuk akibat proses tektonik yang kompleks.
Keanekaragaman bentangalam ini mampu menarik minat wisatawan baik lokal
maupun mancanegara. Salah satu objek bentangalam yang khas yaitu Bukit karst
Malakutan pada desa Kolok Nantuo dengan topografi terjal hingga landai dan
sebaran yang cukup luas. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan berupa
analisis geomorfologi, analisis litologi, dan analisis structural menunjukkan
bahwa Bukit karst Malakutan berada pada daerah perbukitan dengan elevasi
200-280 mdpl. Bukit karst ini tersusun dari beberapa jenis batugamping yaitu
batugamping kristalin, mudstone, dan grainstone, penciri litologi dari formasi
silungkang berumur PraTersier dan merupakan batuan dasar dari cekungan
ombilin. Bukit gamping ini terbentuk akibat proses reaktifasi struktur-struktur di
sepanjang pulau Sumatra dan menyebabkan batugamping terangkat kepermukaan
dan terkartifikasi. Proses pengangkatan pada batugamping membentuk morfologi
perbukitan kasrt terjal hingga landai. Bukit Karst Malakutan ini memiliki
ornamen-ornamen goa. stalagtit, stalagmit, dan tirai yang menjadikan daerah ini
memiliki pemandangan yang indah dan berpotensi sebagai objek geowisata.
Kata kunci : Karst, Geowisata, Batugamping, Kolok Nantuo, Malakutan,
PENDAHULUAN
Geowisata merupakan suatu
pendekatan holistik untuk wisata
berkelanjutan yang memfokuskan
keseluruhan definisi poin tentang
menjadikan keaslian sebagai
pengalaman berwisata (Budi dan
Bachtiar, 2009).
Indonesia terdiri dari
beberapa provinsi dengan ikon
bentang alam yang beraneka ragam
di setiap daerah. Sejalan dengan
berbagai perkembangan salah
satunya dunia pariwisata di
Indonesia maka perlu dilakukan
usaha-usaha menampilkan hal-hal
yang menarik yaitu dengan
mendatangkan wisatawan domestik
dan mancanegara (R.S Darmadjati,
1995;2).
Kolok Nantuo salah satu
daerah di provinsi Sumatera Barat
dengan keanekaragaman bentang
alam indah hasil dari evolusi
tektoinik di sepanjang pulau
Sumatra. Secara geografis Kolok
Nantuo terlerak pada koordinat 100°
42' 18'' BT – 100° 44' 35'' BT dan 0°
36' 38'' LS – 0° 37' 46'' LS, tepatnya
pada Baratdaya kota Sawahlunto
(Gambar 1). Keanekaragaman
bentang alam menjadikan Kolok
Nantuo sebagai salah satu daerah di
Sumatra Barat yang memiliki tata
alam yang indah. Bukit karst
malakutan salah satu bentang alam
pada daerah Kolok Nantuo yang
terbentuk akibat proses kartifikasi
yang berasosiasi dengan evolusi
tektinik dari cekunngan ombilin
sebelumnya. Sehingga kombinasi
dari proses tersebut membenruk
kenampakan goa-goa karst, lengkap
disertai dengan ornamen-ornamen
pendukug didalamnya. Bentang alam
karst ini berpotensi sebagai objek
geowisata di Kolok Nantuo,
didukung dengan budaya dan trdisi
masyarakat lokal yang beragam
memberi daya tarik tersendiri pada
daerah tersebut.
Gambar 1 Peta lokasi daerah Kolok Nantuo.
METODOLOGI
Studi Geomorfologi yang
dilakukan pada daerah Kolok Nantuo
guna untuk penggolongan dan
pengelompokan daerah tersebut
berdasarkan aspek morfometri, aspek
morfografi, aspek morfogenesis, dan
aspek litologi. Aspek morfometri
sangat penting sebagai aspek
pendukung dari morfografi dan
morfogenik dengan penilaian
kuantitatif dari variasi nilai
kemiringan lereng yang diperoleh
dan kemudian dikelompokkan
beredasarkan klasifikasi Van Zuidam
(1983, dalam Hindartan 1994).
Teknik perhitungan kemiringan
lereng dilakukan dengan teknik grid
cell kemudian dihitung kemiringan
dengan menggunakan persamaan :
𝑆 =(𝑛 − 1) ∙ 𝐶𝑖
√2𝑎2 × 100%
Analisa struktur dilakukan
dengan menghitung indikasi-indikasi
seperti kekar yang kemudian diolah
dan dianalisis dengan meggunakan
streonet. Sedangkan analisa litologi
dilakukan dengan pendeskripsian
singkapan pada setiap stasisun di
lokasi penelitian.
TEORI DASAR
Evolusi cekungan Ombilin
secara tektonik tidak dapat terlepas
dari mekanisme tektonik secara
regional dalam skala perkembangan
tektonik Southeast Asia, seperti
pergerakan India block kearah utara
yang akhirnya ber-collision dengan
benua Eurasia dengan membentuk
pegunungan Himalaya, Konsep
Extrusi dari Tapponnier (1986),
Akresi mikroplate Mergui-Malaya
Timur-Malaka yang berkomposisi
kontinental dengan mikroplate
Woyla yang berkomposisi oseanik
sebagai basement dari cekungan
Ombilin, perkembangan Sistem
Sesar Sumatera, arah dan kecepatan
konvergensi lempeng Indo-Australia
terhadap sisi barat–selatan lempeng
Eurasia, rotasi pulau Sumatera,
terbuka laut Andaman yang semua
itu membentuk pola-pola cekungan
backarc di Sumatera xcyang pada
dasarnya satu sama lainnya adalah
identik begitu pula dengan cekungan
Ombilin.Terdapat beberapa pendapat
yang menyatakan dimensi dan
geometri pembentukan cekungan
Ombilin,
Cekungan Ombilin ini adalah
suatu full graben yang pada bagian
tengahnya terdapat suatu tinggian
memisahkan bagian cekung-an satu
dengan lainnya. Evolusi Tersier
cekungan Ombilin pada dasarnya
dapat dibagi menjadi 4 (empat)
event, yaitu :
Awal Eosen-Awal Oligosen
Pada kala ini posisi Sumatera
berarah utara-selatan dimana blok
India terletak dibagian barat
Sumatera yang bergerak ke utara
dengan kecepatan 18 cm/tahun.
Akibatnya, pada batas mikroplate
Mergui dengan Woyla di tepi barat
Sumatera terbentuk lineweakness
berupa sesar mendatar regional yaitu
Right-lateral wrench-fault.
Mekanisme ini sebagai awal
pembentukan cekungan busur
belakang di Sumatera yang diawali
dengan pembentukan cekungan
Sumatera Selatan yang selanjutnya
berprogradasi ke utara membentuk
cekungan Sumatera Tengah-
cekungan Ombilin dan di utara
cekungan Sumatera Utara. Jalur
magmatisme tidak terbentuk pada
kala ini yang dapat dilihat dari
material penyusun Formasi Brani
dan Formasi Sangkarewang, hal ini
juga diakibatkan oleh mekanisme
subduksi dari lempeng Indo-
Australia terhadap tepi barat
Sumatera relatif parallel dengan arah
sumbu panjang Sumatera. Mulai
pada Eosen Tengah terbentuknya
pusat pemekaran lantai samudera
yang baru di Samudera Hindia
dengan diawali oleh mendekatnya
lempeng Indo-Australia kearah
Sumatera dengan azimut N 50oE
sehingga sudut penumjaman
meningkat dari 10o menjadi 50o.
Akibatnya terjadi penurunan
kecepatan dari pergerakan blok India
sebesar 10 cm/tahun.
Oligosen Akhir- Awal Miosen
Peristiwa penting dari adalah
mulai terjadinya rotasi pulau
Sumatera dengan arah berlawanan
dengan arah jarum jam. Rotasi
pertama terjadi sekitar 20o-25o
dengan pusat rotasi pulau Andaman
yang diikuti pergerakan sesar
Ranong, sesar Khlong Marai
sepanjang 200 km yang berpotongan
dengan sistem sesar Sumatera.
Pembentukan sesar ini
pergerakannya terjadi pada
sepanjang pantai barat Sumatera
akibat dari sudut penumjaman yang
rendah dari lempeng India-Australia
terhadap lempeng Eurasia, yang
menerus keselatan sehingga pola
subduksi dipulau Jawa menerus
kearah tenggara pulau Kalimantan.
Orientasi pulau Sumatera berubah
dari N180oE menjadi N160oE dengan
sudut penumjaman meningkat dari
20o menjadi 40o. Pada kala ini terjadi
proses treansgresi awal disertai
dengan kenaikan sebagian cekungan
dan pada bagian lain terjadinya
penurunan sebagai tempat
terendapkannya material batuan
penyusunan dari Formasi Ombilin.
Awal Miosen- Miosen Tengah
Pada kala ini mulai
terbukanya laut Andaman sebagai
akibat dari upwelling thermal yang
menyebabkan continental break
diikuti dengan uplifting secara
regional pada batas-batas antar
mikroplate di pulau Sumatera.
Pada cekungan Ombilin
mekanisme ini membentuk suatu
fase Transgresi dengan terbentuknya
subcekungan Ombilin kearah
tenggara dalam facies shallow
marine dengan terendapkannya
material pembentuk Formasi
Ombilin. Mekanisme ini akibat dari
gerak-gerak sesar mendatar Sitangkai
dan sesar Silungkang ke arah
tenggara. Graben ini membentuk
pola menangga kekanan dengan
dibatasi oleh suatu tinggian pada
bagian tengah cekungan. Aktifitas
volkanisme akibat ektrusif process
dari blok India meningkat seiring
dengan mekanisme uplifting pada
kala ini. Hal ini menandai bahwa
pola subduksi di Sumatera yang
bersifat normal mulai berperan selain
dari pola subduksi oblique.
Miosen Tengah bagian Akhir-
Resen
Rotasi tahap kedua terjadi
pada kala ini meliputi terjadinya
break-up dan berakresinya oceanic
crust dari laut Andaman. Pergerakan
transform fault dari laut Andaman
mempunyai trend subparalel
terhadap sistem sesar Sumatera yang
berarah N 160o E. Berdasarkan data
paleomagnetik maka dapat
disimpulkan bahwa pada kala
Miosen Tengah bagian Akhir,
lempeng Indo-Australia mendekati
pantai barat Sumatera secara konstan
dengan sudut N 20o dan Sumatera
berotasi kembali membentuk trend N
135o E yaitu arah sumbu panjang
pulau Sumatera sekarang ini. Sudut
penunjaman meningkat yaitu dari N
40o menjadi N 60o sehingga
meningkat pula regime compression
yang berlaku di Sumatera sejak
Akhir Miosen. Kenaikan sudut
penumjaman ini mengakibatkan
uplifting dari Bukit Barisan yang
disertai berlanjutnya aktifitas
volkanisme sampai Resen.
HASIL
Berdasarkan dari analisa
geomorfologi pada daerah penelitian,
Kolok Nantuo tersusun oleh
morfologi berupa perbukitan landai
sampai agak curam yang merupakan
hasil bentukan bentang alam
structural. Kartifikasi pada daerah ini
terjadi pada singkapan batugamping
setelah mengalami orogenesa seiring
dengan perkembangan Cekungan
Ombilin.
Satuan geomorfologi pada
daerah bukit karst malakutan
terdapat pada elevasi antara 200-280
mdpl memiliki kemiringan lereng
bukit 8-17%, sehingga dikategorikan
dalam bentuk lahan perbukitan
landai (Gambar 3). Memiliki litologi
berupa batugamping kristalin,
mudstone, dan batugamping pasiran.
Lokasi ini terletak di Sungai Muaro
Kutan. Pada daerah perbukitan karst
terdapat gua karst dengan ditemukan
berupa ornamen-ornamen seperti
stalaktit, stalagmit, dan tirai (gambar
7 dan 8).
Berdasarkan hasil dari data
perhitungan kekar pada singkapan
batugamping Bukit Karst Malakutan
menggunakan metode stereonet
diasumsikan bahwa daerah tersebut
dipengaruhi oleh adanya struktur
dengan arah tegasan relatif barat
laut-tenggara. Pada kenampakan
dilapangan ditemukan kondisi batuan
terdiri rekahan- rekahan dengan nilai
σ1 = 36̊ yang merupakan indikasi
dari sesar normal.
PEMBAHASAN
Mengacu pada undang-
undang pemerintah dan hasil dari
studi-studi yang telah dilaksanakan.
Bukit Karst Malakutan memiliki
potensi sebagai objek geowisata
yang nantinya mampu menjadi ikon
desa Kolok Natuo.
Bukit Karst Malakutan
merupakan pseudokars yang
terbentuk karena proses tektonik
kompleks yang terjadi disepanjang
pulau Sumatra tepatnya berada pada
zona Cekungan Ombilin.
Perkembangan struktur pada
Cekungan Ombilin dikontrol oleh
pergerakan Sistem Sesar Sumatra
yang membuat sesar tua yang telah
terbentuk ditimpa oleh sesar yang
lebih muda oleh sistem sesar yang
sama, memiliki orientasi baratlaut-
tenggara.
Litologi Bukit Karst
Malakutan terbentuk pada periode
synrift dari Cekungan Ombilin
dimana pada periode ini merupakan
periode pertama dengan
pembentukan cekungan sedimentasi
sebagai accommodation space yang
berlanjut hingga Eosen-Oligosen
Awal, terjadi selama pra-Tersier
yang ditandai dengan proses awal
dari rifting pada batuan dasar seperti
batugamping kristalin berumur Perm
(Formasi Silungkang) merupakan
bagian dari kontinen mergui terrain.
Gambar 2: singkapan batugamping kristalin
Formasi Silungkang.
Periode postrift terjadi pada
Oligosen akhir-Miosen awal
cekungan ombilin dengan terjadinya
break-up regional yang lebih
dominan. Kinematika dapat teramati
dari pembentukan minor sesar
mendatar dan sesar normal sepanjang
arah baratlaut-tenggara.
Kehadiran bukit karst
malakutan pada daerah Kolok
Nantuo dipengaruhi oleh proses
uplift secara regional pada Miosen
tengah. Pengangkatan ini terjadi
akibat kenaikan sudut penunjaman
dari N 40o menadi N 60o antara
lempeng Indo-Australia mendekati
pantai barat Sumatra secara konstan.
Kartifikasi terjadi seiring dengan
perkembangan tektonik disepanjang
cekungan ombilin yang
menyebabkan timbulnya rekahan-
rekahan disepanjang batuan,
sehingga bentang alam karst pada
daerah ini termasuk kedalam
pseudokarst. Bentang alam karst
menghasilkan goa-goa karst lengkap
dengan ornamen-ornamen seperti
stalagtit, stalagmit pada tirai goa.
Goa yang terdapat pada daerah ini
umumnya memiliki kedalaman yang
tidak begitu dalam, luas rata-rata
berkisar antara 15m2, dengan
panjang 5m dan lebar goa 3m.
Stalagtit dan stalgmit denagn
panjang rata rata 60-90 cm hadir atap
dan lantai goa. Kenampakan bentuk
alam ini menampakkan view yang
indah sehingga memungkinkan
daerah ini memiliki potensi sebagai
wisata alam yang kaya dengan
informasi geologi. Keberadaan bukit
karst di Kolok Nantuo di barengi
dengan bentangan persawahan milik
masyarakat lokal yang cukup luas
menambah keasrian bentang alam
tersebut.
Terletak dekat dengan
pemukiman penduduk membuat para
pengunjung ke daerah ini sangat
mudah menemukan lokasi bukit
karst, karena lokasi yang strategis
juga memudahkan pengunjung dalam
interaksi dengan masyarakat sekitar.
Dikembangkannya kawasan
geowisata di Kolok Nantuo dapat
meningkatkan taraf ekonomi
masyarakat Kolok yang rata-rata
tergolong kedalam menengah
kebawah. Secara umum masyarakat
Kolok Nantuo berkerja dibidang
pertanian dan penambang pasir
sebagai salah satu bahan galian yang
terdapat didaerah tersebut. Dengan
adanya objek geowisata bukit karst
malakutan ini diharapkan dapat
menjadi sumber mata pencaharian
masyarakat lokal dan meningkatkan
income daerah tersebut, sehingga
masyarakat hidup berkecukupan.
PENGHARGAAN
Dalam penyelesaian jurnal ini tidak
luput dari dukungan dan bantuan
kawan-kawan Teknik Geologi
Universitas Islam Riau, Raisya, Seon
Parulian, Agung Firmansyah dan
Nofrian Karta Sasmita sebagai
anggota kelompok 5 pemetaan
geologi. Ucapan terimaksih juga
tertuju kepada seluruh dosen teknik
geologi Universitas Islam Riau,
terkhususnya Ibu Fitri Mairizki, S.Si,
M.Si selaku dosen pembimbing pada
pemetaan geologi pendahuluan.
KESIMPULAN
Bukit Karst Malakutan merupakan
pseudokarst yang terbentuk akibat
proses tektonik seiring dengan
perkembangan yang terjadi di
sepanjang cekungan ombilin. Bentuk
lahan ini hadir sebagai akibat proses
break-up yang mengakibatkan
terjadinya uplift pada batuan dasar
cekungan ombilin (Miosen Tengah).
Hasil karstifikasi yang indah
ditambah dengan tatanan alam
berupa perbukitan dan persawahan
membuat kesan pemandangan yang
sangat indah, sehingga bukit karst
malakutan memiliki potensi sebagai
obyek geowisata yang kaya akan
informasi geologi dan juga dapat
meningkatkan taraf ekonomi warga
setempat yang tergolong menengah
ke bawah.
Daftar Pustaka
Brahmantyo, Budi & Bachtiar, T.
(2009). Wisata Bumi
Cekungan Bandung.
Bandung: Truedee Pustaka
Sejati.
Darmadji, R.S. 1995. Istilah-istilah
Dunia Pariwisata. Jakarta:
PT. Pradnya Paramitha.
Koesoemadinata, R.P. dan Matasak,
T, 1981, Stratigraphy and
Sedimentation Ombilin Basin
Central Sumatra (West
Sumatra Province),
Proceedings Indonesian
Petroleum Association 10th
Annual Convetion, hal 217 –
249.
Koning, T., 1985, ThePetroleum
Geology of the Ombilin
Intramontane Basin, West
Sumatra, Proceedings
Indonesian Petroleum
Association 14th Annual
convention, hal 117 – 133.
Silitonga,P.H. dan Kastowo, 1995,
Edisi 2, Peta Lemba Solok,
Sumatera Barat, Dit.
Inventarisasi Sumber Daya
Mineral. Bandung: Laporan.
Pusat Sumber Daya Geologi.
Situmorang, B., Yulihanto, B.,
Guntur, A., Himawan, R.S.,
& Jacob, T.G, 1991,
Structura Basin Development
of the Ombilin Basin,
Proceedings Indonesian
Petroleum Association 21th
Annual Convention, hal 1–
15.
Tapponnier, P., Peltzer, G., and
Armidjo, R., 1986. On
Mechanics of the collision
between India and Asia. In :
Coward, M.P. & Ries, A. C.
(eds) Collision Tectonics.
Geological Society, London,
speciel Publication, 19, 115-
157.
Zuidam,R.A,van, 1985, Aerial Photo
Interpretation in Terrain
Analysis and
Geomorphological Mapping,
Netherland : SmitsPublishers,
The Hague.
Gambar 3 : Morfologi Bukit Karst Malakutan
Gambar 4: kenampakan bukit karst malakutan jarak dekat.
Gambar 5: Goa karst pada bukit karst malakutan merupakan hasil kartifikasi pada batugamping kristalin
Gambar 6: Ruang yang terdapat dalam salah satu goa pada bukit karst malakutan
Gambar 7: Kenampakan ornamen tirai dalam goa karst Malakutan.
Gamabr 8: Stalagtit pada atap goa karst malakutan
Gambar 9: kekar-kekar pada batugamping kristalin
Gambar 10: goa-goa kecil yang terdapat pada karst malakutan.
Gambar 11: Rekahan pada batuan yang membentuk goa akibat proses pelarutan.