PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek...

18

Transcript of PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek...

Page 1: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang
Page 2: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang
Page 3: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang
Page 4: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang
Page 5: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang
Page 6: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang

114

ANALISA PERLINDUNGAN KONSOMEN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM

PERDATA (HUKUM DAGANG), ASPEK PRODUK LIABILITI DAN PERJANJIAN

BAKU YANG DILARANG

Mastriati Hini Hermala Dewi.,S.E.,M.H

[email protected]

ABSTRACT

Agreement is set on the third book of the Civil Code of the engagement. Agreement

described in article 1313 of the Civil Code which states that the treaty is an act by which one

or more persons bind themselves to one or more other people. Related to consumer

protection, the rights and obligations as well as the different responsibilities of each party in

the agreement as well as aspects of the product usually liabiliti dibuabaik of aspects of civil

(commercial law) t in the form of standard contract made businesses. This has led to an

agreement that imposed directly to consumers and reduce the liability of the company. And

how the legal protection of the consumer as a result of lost or damaged goods in the

agreement between businesses and consumers. The research method in this study is

descriptive by using empirical juridical approach. Sources of data obtained by gathering

data sekunder.sedangkan secondary data obtained through primary legal materials, legal

materials and secondary legal materials tertiary.

Keywords: agreement, consumers, civil law, product, liabiliti and standard clauses.

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perlindungan konsumen

merupakan bagian yang tidak

terpisakan dari kegiatan usaha/ bisnis

yang sehat. Kegiatan bisnis yang sehat

apabila adanya keseimbangan

perlindungan hukum antara konsumen

dengan produsen, apabila tidak ada

keseimbangan antara produsen dan

konsumen berdapak dengan posisi

konsumen yang lemah sehingga

kemungkinan kerugian yang akan

diderita konsumen itu berawal dari

hubungan hukum yang disepakati oleh

produsen dan konsumendan

kadangkalah dapat juga disebabkan

oleh perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh produsen.

Perjanjian yang dilakukan

antara para pihak tidak selamanya

berjalan mulus dan baik, adakalahnya

para pihak satu sama lain tidak puas

karena tidak sesuai dengan apa yang

mereka perjanjikan, baik yang terjadi

karena kesengajaan maupun karena

kelalaian (wan prestasi), kerugian

dapat juga terjadi karena perbuatan

melanggar hukum yang dapat berupa

kerusakan barang, musnanya barang

atau barang yang diterima cacat.

Hukum perlindungan

konsumen menurut undang-undang

nomor: 8 tahun 1999 adalah setiap

pemakai barang dan atau jasa yang

tersedia baik untuk kepentingan

sendiri, keluarga, orang lain, dan tidak

untuk dan tidak untuk

diperdagangkan, meningat pengertian

Page 7: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang

115

itu sehingga saat ini perlindungan

konsumen mendapat perhatian khusus

karena berhubungan dengan aturan-

aturan guna mensejahtrakan

masyarakat namun demikian tidak

hanya konsumen produsenpun punya

hak yang sama untuk mendapatkan

perlindungan dari pemerintah.

Pemerintah berperan penting dalam

menentukan perlindungan bagi

masyarakat, misalnya dengan

mengatur, mengawasi dan mengontrol

kegiatan yang dilakukan oleh

produsen dan konsumen.

Mengutif pendapat Cristyan

Saputra

http://blogingria.blogspot.com/2012/1

2/ makalah- hukum- perlindungan-

konsumen .html diakses tanggal 10

desember 2012. Di indonesia, gerakan

perlindungan konsumen bergema dari

gerakan serupa di Amerika serikat.

Ylki yang popoler dipandang sebagai

perintis advokasi konsumen di

indonesia berdiri pada kurun waktu

itu, yakni 11 mei 1973. Gerakan di

indonesia ini termasuk sangat

resiponsive terhadap keadaan, bahkan

lewat dewan ekonomi dan sosial PPB

(ECOSOC) No.2111 tahun 1978

tentang perlindungan konsumen. Dari

latar belakang diatas penulisana ini

berjudul “Analisa Perlindungan

Konsomen Ditinjau Dari Aspek

Hukum Perdata (Hukum Dagang) dan

Aspek Produk Liabiliti”

1.2.Permasalahan

1) Bagaimana perlindungan

konsumen ditinjau dari aspek

perdata (hukum dagang)?

2) Bagaimana perlindungan

konsumen ditinjau dari aspek

Produk Liabiliti?

3) Klausula apa saja yang dilarang

dalam perjanjian baku?

1.3. Tujuan penelitian

1) Untuk menjelaskan dan

menganalisa perlindungan

konsumen ditinjau dari aspek

perdata (hukum dagang).

2) Untuk menjelaskan dan

menganalisa perlindungan hukum

ditinjau dari aspek Produk Liabiliti.

3) Untuk menjelaskan klausula yang

dillarang dalam perjanjian baku.

1.4. Metode penelitian

Penelitian ini mengunakan

metode analisis kualitatif, yaitu

“dengan cara memaparkan,

menguraikan , menjelaskan, data

secara bermutu dalam bentuk kalimat

yang teratur, runtun dan tidak

tumpang tindih serta efektif sehingga

mempermudah pemahaman dan

interprestasi data. Analisis kualitatif

ini yang digunakan untuk

menganalisis fenomena di lapangan

perlindungan konsumen ditinjau dari

aspek perdata (hukum dagang) dan

aspek produk liabiliti.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Landasan teori

Yang menjadi landasan teori

dalam penulisan ini adalah undang-

undang nomor: 8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen.

2.2.Pengertian.

Perlindungan konsumen adalah

perangkat hukum yang diciptakan

untuk me;lindungi kepentingan dan

hak-hak konsumen. Undang-undang

perlindungan konsumen Republik

Indonesia nomor: 8 tahun 1999

menjelaskan bahwa hak konsumen

diantaranya adalah hak kenyamanan,

keamanan, keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa,

hak untuk mendapatkan ganti rugi,

hak untuk mendapatkan pembinaan

dan pendidikan konsumen.

Istilah dan defenisi product

liability di kalangan para pakar dan

sejumlah peraturan diartikan secara

berbeda-beda. Product liability sering

diistilahkan dengan tanggung gugat

produk, tanggung jawab produk, atau

tanggung jawab produsen. Mengenai

Page 8: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang

116

pengertiannya, para pakar

memberikan penekanan dan lingkup

yang bervariasi sebagaimana dapat

dilihat dalam berbagai definisi di

bawah ini.

NE Algra & HR HWR Gokkel

memberikan definisi product

liability sebagai berikut: tanggung

jawab pemilik pabrik untuk barang-

barang yang dihasilkannya, misalnya

yang berhubungan dengan kesehatan

pembeli, pemakai (konsumen) atau

keamanan produk.

Agnes m Toar mengartikannya

sebagai tanggung jawab produsen

untuk produk yang dibawanya ke

dalam peradaran, yang menimbulkan

kerugian karena cacat yang melekat

pada produk tersebut. Agnes

menafsirkan produk sebagai barang,

baik yang bergerak maupun tidak

bergerak.

Endang Saefullah memperluas

cakupan dari yang disebut dengan

pengertiannya sebagai berikut:

“product liability adalah tanggung

jawab secara hukum dari orang atau

badan yang menghasilkan suatu

produk (producer, manufacture) atau

dari orang atau badan yang

menghasilkan suatu produk atau dari

orang atau badan yang menjual atau

mendistribusikan produk tersebut.”

Teori perlindungan hukum

hukum menurut Philipus M.Hadjon ,

dalam (Muhamad Djapar Saidi:

2007:14) “ bahwa perlindungan

hukum bagi rakyat dapat dibedakan

atas dua macam yaitu:

1. Perlindungan hukun

refresif, bertujuan untuk

menyelesaikan sengketa

2. Perlindungan hukum

preventif, pada

perlindungan hukum

preventif ini rakyat

diberikan kesempatan untuk

mengajukan keberatan

(inspraak) atau pendapat

sebelu keputusan

pemerintah mendapat

bentuk yang difenitif,

perlindungan hukum ini

bertujuan untuk mencegah

terjadi sengketa

2.3.Asas dan tujuan

2.3.1. Asas Perlindungan Konsumen

Seperti dikutif elsi kartika sari

(2007:120) Perlindungan

konsumen diselengarakan

sebagai usaha bersama

berdasarkan 5 asas yang

relevan dengan pembangunan

nasional

a. Asas manfaat; segala upaya

dalam penyelengaraan

perlindungan konsumen

harus memberikan manfaat

sebesar-besarnya bagi

kepentingan konsumen dan

para pelaku secara

keseluruhan.

b. Asas keadilan, memberi

kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha

untuk memperoleh haknya

dan melaksanakan

kewajiban secara adil.

c. Asas keseimbangan;

memberi keseimbangan

antara kepentingan

konsumen, pelaku usaha

dan pemerintah dalam arti

materiil maupun spritual.

d. Asas keamanan dan

keselamatan konsumen;

untuk memberi jaminan

atas keselamatan konsumen

dalam pengunaan,

pemakaian, dan

pemanfaatan barang

dan/atau jasa yang

dikonsumsi atau digunakan.

e. Asas kepastian hukum;

baek pelaku maupun

konsumen mentaati hukum

dan memperoleh keadilan

danlam penyelengaraan

perlindungan konsumen

Page 9: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang

117

serta negara menjamin

kepastian hukum.

2.3.2. Tujuan perlindungan konsumen

Seperti dikutif Elsi Kartika Sari

(2007:120), adapun tujuan

perlindungan konsumen adalah:

a. Meningkatkan kesadaran,

kemampuan, kemandirian

konsumen untuk

melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan

martabat konsumen dengan

cara menghindari dari ekses

negatif pemakai barang

dan/atau jasa;

c. Meningkatkan

pemberdayaan konsumen

dalam memilih,

menentukan, dan menuntuk

hak-haknya sebagai

konsumen.

d. Menetapkan unsur

perlindungan konsumen

mengandung unsur

kepastian hukum dan

keterbukaan informasi serta

akses untuk mendapat

informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran

pelaku usahamengenai

pentingnya perlindungan

konsumen sehingga

tumbuh sikap yang jujur

dan bertanggungjawab.

f. Meningkatkan kualitas

barang dan/atau jasa yang

menjamin kelangsungan

usaha produki barang

dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan,

keselamatan konsumen.

2.4. Hak dan Kewajiban

2.4.1. Hak konsumen

Seperti dikutif Elsi

Kartika Sari (2007:120), hak-

hak konsumen antara lain:

sesuai dengan pasal 5 undang-

undnag perlindungan

konsumen, hak-hak konsumen

meliputi:

a. Hak atas kenyaman,

keamanan, keselamatan,

dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih barang

dan.atau jasa serta

mendapatkan barang

dan/atau jasa sesuai dengan

nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang

benar, jelas dan jujur

mengenai kondisiserta

jaminan barang dan/jasa

d. Hak untuk didengar

pendapat dan keluhan atas

barang/dan atau jasa yang

digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan

advokasi, perlindungan

konsumen dan upaya

penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen

secara patut.

f. Hak untuk mendapat

pembinaan dan pendidikan

konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan

atau dilayani secara jujur,

dan tidak diskriminatif. Hak

untuk diperlakukan secara

jujur, tidak diskriminasi

berdasarkan suku, agama,

budaya, daerah, pendidikan,

kaya,miskin,dan status

sosialnya lain lainya.

h. Hak untuk mendapatkan

kompensasi

2.4.2 Kewajiban Konsumen

Sesuai dengan pasal 5

Undang-Undang No. 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, kewajiban

konsumen anata lain adalah:

a. Membaca atau mengikuti

petunjuk informasi dan

prosedur pemakaian atau

Page 10: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang

118

pemanfaatan barang

dan/atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan;

b. Beritikat baik melakukan

transaksi pembelian barang

dan /atau jasa;

c. Membayar sesuai dengan

nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya

penyelesaian hukum

sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

3. PEMBAHASAN

3.1.Perlindungan Konsumen Ditinjau

Dari Aspek Keperdataan( Hukum

Dagang)

Hukum perdata adalah hukum

yang mengatur hubungan hukum

antara orang dengan orang lain ,

hukum perdata dalam arti luas

meliputi hukum harta kekayaan

termasuk hukum dagang serta kaidah-

kaidah yang ada di berbagai peraturan

perundangan lainnya, baik hukum

perdata tertulis maupun hukum perdata

tidak tertulis (hukum adat). Kaidah –

kaidah hukum yang mengatur

hubungan dan masala hukum antara

pelaku usaha penyedia barang dan/atau

jasa dengan konsumenmasing-masing

diatur dalam:

1) KUH Perdata, termuat dalam buku

kedua,ketiga dan keempat.

2) KUHD, buku kesatu dan buku

kedua

3) Berbagai peraturan perundang-

undangan lain yang berisi kaidah-

kaidah hukum bersifat perdata

tentang subyek-subyek hukum,

hubungan hukum dan masalah

penyedia barang dan/atau

jasatertentu dan konsumen.

Mengutif pendapat Cristyan

Saputra Beberapa hal yang dinilai

penting dalam hubungan konsumen

dan penyedia barang dan/atau

penyelenggara jasa (pelaku usaha)

antara lain sebagai berikut:

1. Hal-Hal yang Berkaitan dengan

Informasi

Bagi konsumen, informasi tentang

barang dan/atau jasa merupakan

kebutuhan pokok, sebelum ia

menggunakan sumber dananya

(gaji, upah, honor atau apa pun

nama lainnya) untuk mengadakan

transaksi konsumen dimaksudkan

diadakannya hubungan hukum

(jual beli, beli-sewa, sewa-

menyewa, pinjam-meminjam, dan

sebagainya) tentang produk

konsumen dengan pelaku usaha

itu.

Informasi dari kalangan

pemerintah dapat diserap dari

berbagai penjelasan, siaran,

keterangan, penyusun peraturan

perundang-undangan secara

umum atau dalam rangka

deregulasi, dan/atau tindakan

pemerintah pada umumnya atau

tentang suatu produk konsumen.

Dari sudut penyusunan peraturan

perundang-undangan terlihat

informasi itu termuat sebagai

suatu keharusan. Beberapa

diantranya, ditetapkan harus

dibuat, baik secara dicantumkan

pada maupun dimuat di dalam

wadah atau pembungkusnya

(antara lain label dari produk

makanan dalam kemasan).

Sedang untuk produk hasil

industri lainnya, informasi tentang

produk itu terdapat dalam bentuk

standar yang ditetapkan oleh

pemerintah, standar internasional,

atau standar lain yang ditetapkan

oleh pihak yang berwenang.

2. Beberapa Bentuk Informasi

Di antara berbagai

informasi tentang barang atau jasa

konsumen yang diperlukan

konsumen, tampaknya yang

paling berpengaruh pada saat ini

adalah informasi yang bersumber

dari kalangan pelaku usaha.

Page 11: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang

119

Terutama dalam bentuk informasi

pengusaha lainnya.

Iklan adalah bentuk

informasi yang umumnya bersifat

sukarela, sekalipun pada akhir-

akhir ini termasuk juga yang diatur

di dalam Undang-Undang tentang

Perlindungan Konsumen (pasal 9,

10, 12, 13, 17, dan pasal 20).

a. Tentang Iklan

KUHPerdata (Kitab

Undang-Undang Hukum

Perdata) dan/atau KUHD

(Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang), keduanya

diumumkan pada tanggal 30

April 1847 dalam Staasblad

No. 23 dengan segala

tambahan dan/atau

perubahannya, tidak

memberikan pengertian

dan/atau memuat kaidah-

kaidah tentang periklan.

Menurut ketentuan dari

UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, Pasal

9 ayat (1) berbunyi:

Pelaku usaha dilarang

menawarkan, mempromosikan,

meng-iklankan suatu barang

dan/atau jasa secara tidak

benar dan/atau seolah-olah…

dan seterusnya.

Sayangnya dalam

undang-undang ini tidak

dicantumkan apa yang

dimaksud dengan ikaln. Yang

terdapat dalam perundang-

undangan ini hanyalah

berbagai larangan dan suruhan

berkaitan dengan periklanan

saja. Departemen Kesehatan

menetapkan sebagai “iklan

adalah usaha dengan cara apa

pun untuk meningkatkan

penjualan, baik secara

langsung maupun tidak

langsung”.(Jhon Lenon dalam

Cristyan Saputra

http://blogingria.blogspot.com/

2012/12/ makalah- hukum-

perlindungan-konsumen .html

diakses tanggal 10 desember

2012

Adapun sistem

penyiaran nasional pasal 1

butir (5) merumuskan siaran

iklan adalah siaran informasi

yang bersifat komersial dan

layanan masyarakat tentang

tersedianya jasa, barang, dan

gagasan yang dapat

dimanfaatkan oleh khalayak

dengan atau tanpa imbalan

kepada lembaga penyiaran

yang bersangkutan. Pasal 1

butir (6) menyatakan siaran

iklan niaga adalah siaran iklan

komersial yang disiarkan

melalui penyiaran radio atau

televisi dengan tujuan

memperkenalkan,

memasyarakatkan, dan/atau

mempromosikan barang atau

jasa kepada khalayak sasaran

untuk memengaruhi konsumen

agar menggunakan produk

yang ditawarkan .

b. Tentang Label

Informasi produk

konsumen yang bersifat wajib

ini, ditetapkan dalam berbagai

peraturan perundang-

undangan. Pengaturan tentang

informasi yang disebut dengan

berbagai istilah seperti

penandaan, label, atau etiket.

Mengenai Pasal 30 ayat (2) e

dalam penjelasan Undang-

Undang Pangan Jhon Lenon

dalam Cristyan Saputra

http://blogingria.blogspot.com/

2012/12/ makalah- hukum-

perlindungan-konsumen .html

diakses tanggal 10 desember

2012 disebutkan bahwa

keterangan halal untuk suatu

produk pangan sangat penting

bagi masyarakat Indonesia

Page 12: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang

120

yang mayoritas memeluk

agama islam. Ketentuan

tersebut terdapat dalam

berbagai peraturan perundang-

undangan. Namun

pencantumannya pada label

pangan baru merupakan

kewajiban apabila setiap orang

yang memproduksi pangan

dan/atau memasukkan pengan

ke dalam wilayah Indonesia

untuk diperdagangkan

menyatakan bahwa pangan

yang bersangkutan adalah halal

bagi umat islam.

Konsumsi daging bagi

konsumen di Indonesia yang

mayoritas beragama Islam,

walaupun secara ilmiah daging

tersebut sehat dikonsumsi,

namun konsumen yang

beragama Islam masih

memebutuhkan persyaratan

lain yang dapat menentramkan

hatinya. Hal ini harus

diperhatikan, karena salah satu

keharusan bagi importer

dan/atau pengedar daging yang

berasal dari luar negeri adalah

mencegah timbul dan

menjalarnya penyekit hewan

yang dapat ditularkan melalui

daging yang diimpor dan/atau

diedarkannya, serta ikut

bertanggung jawab atas

keamanan dan ketentram batin

konsumen. Untuk menjaga

ketentraman batin konsumen

tersebut, maka pemasukan

daging untuk konsumsi umum

atau diperdagangkan harus

berasal dari ternak yang

pemotongannya dilakukan

menurut syariat islam dan

dinyatakan dalam sertifikat

halal.

Salah satu contoh

pemberian informasi untuk

kepentingan konsumen yang

beragama Islam adalah adanya

ketentuan bahwa:

1) Pada wadah atau bungkus

makanan yang diproduksi

di dalam negeri maupun

yang berasal dari impor

yang yang mengandung

bahan yang berasal dari

babi harus dicantumkan

tanda peringatan

2) Tanda peringatan tersebut

yang dimaksud ayat (1)

harus berupa gambar babi

dan tulisan yang berbunyi:

“Mengandung Babi” dan

harus ditulis dengan huruf

besar berwarna merah

dengan ukuran sekurang-

kurangnya univers

medium corp 12.

Keterangan yang harus

dimuat pada label/etiket tersebut

ditetapkan (Pasal 7 ayat (1) dan (2)

terdiri atas:

- Nama makanan dan/atau merk

dagang,

- Komposisi, kecuali makanan

yang cukup diketahui

komposisinya secara umum,

- Isi netto,

- Nama dan alamat perusahaan

yang memproduksi atau

mengedarkan,

- Nomor pendaftaran,

- Kode produksi,

- Untuk jenis makanan tertentu

yang ditetapkan oleh menteri

kesehatan, harus dicantumkan

tanggal kadaluarsa, nilai gizi,

petunjuk penggunaan dan cara

penyimpanannnya.

Masa daluwarsa suatu produk

(tanggal, bulan dan tahun)

dicantumkan pada label

makanan dimaksudkan agar

konsumen mendapat informasi

yang jelas mengenai produk

yang dibelinya atau

dikonsumsinya. Akan tetapi

tanggal yang biasanya

Page 13: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang

121

tercantum pada label produk

tersebut tidak hanya masa

daluwarsa, namun tanggal-

tanggal lain. Beberapa jenis

tanggal pada label adalah:

a. Diproduksi atau dikemas

tanggal (manufacturing or

packing date),

b. Dijual paling lama tanggal

(sell by date),

c. Digunakan paling lama

tanggal (use by date),

d. Sebaiknya digunakan

sebelum tanggal (date of

minimum durability) atau

(best before).

Berkaitan dengan

pencantuman tanggal daluwarsa

pada label suatu produk, perlu

mendapat perhatian agar tidak

terjadi salah pengertian, karena

tanggal daluwarsa tersebut bukan

merupakan batas mutlak suatu

produk dapat digunakan atau

dikonsumsi, karena tanggal

daluwarsa tersebut hanya

merupakan perkiraan produsen

berdasarkan studi atau

pengamatannya, sehingga barang

yang sudah dilewati masa

daluwarsa pun masih dapat

dikonsumsi sepanjang dalam

kenyataanya produk tersebut masih

aman untuk dikonsumsi,

sebaliknya, suatu produk dapat

menjadi rusak atau berbahaya

untuk dikonsumsi sebelum tanggal

daluwarsa yang tercantum pada

label tersebut.

Perbuatan mengedarkan

makanan tanpa label sebagaimana

dimaksudkan dalam peraturan

Menteri Kesehatan tersebut

dinyatakan dilarang dan dapat

diancam dengan sanksi-sanksi

sebgaimana termuat dalam KUHP

dan/atau tindakan administrative

berupa penarikan nomor daftar

produk itu dan/atau tindakan lain

berdasarkan perundang-undangan

yang berlaku. Perbuatan

mengedarkan makanan tanpa label

dinyatakan sebagai tindak pidana

pelanggaran dengan ancaman

pidana kurungan maksimum satu

tahun dan/atau denda maksimum

Rp. 15.000.000,00 (Pasal 84 jo.

Pasal 85).

c. Hal-Hal yang Berkaitan dengan

Perikatan

Sistem hukum perdata

mengenal asas kebebasan berkontrak,

sebagaimana dianut di dalam

KUHPerdata. Asas ini disebut

dengan freedom of

contract atau laissez faire, yang di

dalam Pasal 1338 KUHPerdata

dinyatakan, semua perjanjian yang

dibuat secara sah, berlaku halnya

sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya.

Perjanjian mempunyai

kekuatan mengikat, sama kekuatannya

dengan undang-undang, bagi mereka

yang melakukan perjanjian. Dalam

KUHPerdata Buku ke-III, tentang

Perikatan, termuat ketentuan-

ketentuan tentang subjek-subjek

hukum dari perikatan, syarat-syarat

perikatan, tentang resiko-resiko jenis

perikatan tertentu, syarat-syarat

pembatalannya, dan berbagai bentuk

perikatan yang dapat diadakan (Pasal

1233). Perjanjian berlaku bagi pihak

yang melakukan perjanjian itu,

mempunyai konsekuensi bahwa hanya

kepada pihak yang ikut melakukan

perjanjian itulah berlaku perjanjian

itu.

Dengan demikian, pihak ketiga

atau pihak luar tidak dapat menuntut

suatu hak berdasarkan perjanjian yang

dilakukan pihak-pihak yang

melakukan perjanjian tersebut.

Berlakunya perjanjian hanya kepada

pihak-pihak yang melakukan suatu

perjanjian disebut dengan privities of

contract. Dapat diartikan kira-kira

bahwa perjanjian tersebut hanya

merupakan kepentingan ptivat atau

Page 14: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang

122

ptibadi dari pihak-pihak pembuat

perjanjian itu saja. Perikatan yang

terjadi karena undang-undang, baik

karena undang-undang

maupun sebagai akibat perbuatan

seseorang.

Namun kendati asas kebebasan

berkontrak dijamin di dalam hukum

perdata, suatu perjanjian dapat

dibatasi oleh kaidah-kaidah tertentu,

sebagaimana dapat dilihat di dalam

Pasal 1320 KUHPerdata. Mengutif

pendapat Jhon Lenon dalam Cristyan

Saputra

http://blogingria.blogspot.com/2012/1

2/ makalah- hukum- perlindungan-

konsumen .html diakses tanggal 10

desember 2012

Dikatakan pasal ini bahwa

sahnya suatu perjanjian, apabila

didasarkan kepada:

1. Kesepakatan dari mereka yang

mengikat diri (agreement),

2. Kecakapan dari pihak-pihak

(capacity),

3. Mengenai hal tertentu (certainty

of terms),

4. Suatu sebab yang halal

(consideration).

Dalam perikatan yang timbul

karena perjanjian, tidak dipenuhi atau

dilanggarnya butir-butir perjanjian itu,

setelah dipenuhinya syarat tertentu, dapat

mengakibatkan terjadinya cedera janji

(wanprestatie). Perbuatan cedera janji ini

memberikan hak pada pihak yang

dicederai janji untuk menggugat ganti rugi

berupa biaya, kerugian, dan bunga (Pasal

1236 dalam hal perjanjian memberikan

sesuatu, Pasal 1239, dan Pasal 1242 dalam

hal perjanjian berbuat atau tidak berbuat

sesuatu, Pasal 1234, 1244, 1246) dan

seterusnya. Kerugian-kerugian itu selain

dari biaya-biaya yang sungguh-sungguh

telah dikeluarkan, kerugian yang telah

dialami, juga termasuk keuntungan

(winstderving) yang diharapkan yang tidak

diterima karena perbuatan ingkar janji

tertentu.

Apabila seseorang dirugikan

karena perbuatan seseorang lain, sedang

diantara mereka itu terdapat sesuatu

perjanjian (hubungan hukum perjanjian),

maka berdasarkan undang-undang dapat

juga timbul atau terjadi hubungan hukum

antara prang tersebut dan orang yang

menimbulkan kerugian itu. Pasal 1365

KUHPerdata berbunyi:

“setiap perbuatan melanggar hukum yang

membawa kerugian pada orang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya

menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian itu.”

Kesepakatan yang dibuat secara semu atau

tidak murni harus dianggap batal secara

yuridis. Pasal 1321 KUHPerdata

menentukan persetujuan, yang bersifat

semu atau tidak murni ialah persetujuan

yang dibuat karena adanya kesilapan

(dwaling, mistake), adanya paksaan

(dwang, duress), dan adanya penipuan

(bedrog, misrepresentation).

4.2. Perlindungan Konsumen Dari

Aspek Produk Liabiliti

Menurut Johannes Gunawan tujuan

utama dari dunia hukum

memperkenalkan product liability adalah:

a. Memberikan perlindungan kepada

konsumen

b. Agar terdapat pembebanan risiko yang

adil antara produsen dan konsumen.

Dari Kewajiban kepada

Tanggungjawab

a. Kewajiban Karena UU

Berbicara tentang tanggung

jawab pelaku usaha, maka terlabih

dahulu harus dibicarakan mengenai

kewajibannya. Dari kewajiban (duty,

obligation) akan lahir tanggung jawab.

Tanggung jawab timbul karena

seseorang atau suatu pihak

mempunyai suatu kewajiban,

termasuk kewajiban karena undang-

undang dan hukum.

Dalam kaitan UUPK, produsen

berkewajiban untuk beritikad baik

dalam aktivitas produksinya (Pasal 7

butir a UUPK). Rumusnya

Page 15: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang

123

mengandung suatu keharusan atau

kewajiban yang tidak boleh tidak

harus dilaksanakan. Dari sudut hukum

perikatan, terdapat suatu unsur

kewajiban yang harus dipenuhi untuk

melaksanakan suatu prestasi. Pasal

1234 KUHPerdata menetukan, tiap-

tiap perikatan bertujuan:

1. Memberikan sesuatu,

2. Berbuat sesuatu,

3. Tidak bernuat sesuatu.

Prestasi dalam tiga bentuk di

atas, merupakan kewajiban yang harus

dilaksanakan penyandang perjanjian.

Kewajiban melaksanakan macam-

macam prestasi di atas, tidak hanya

karena adanya perikatan bagi pihak-

pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih dari itu, perikatan juga lahir dari

undang-undang atau hukum (Pasal

1233 KUHPerdata). Setiap orang yang

mengalami kerugian, berhak

mengajukan tuntutan

kompensasi/ganti rugi kepada pihak

yang melakukan perbuatan itu.

Kompensasi tersebut, menurut pasal

19 ayat 2 meliputi:

- Pengembalian sejumlah uang,

- Penggantian barang atau jasa

yang sejenis atau yang setara,

- Perawatan kesehatan,

- Pemberina santunan sesuai

ketentuan perundang-undangan.

b. Kewajiban Produk

Merujuk UUPK, jika suatu

produk merugikan konsumen, maka

produsen bertanggung jawab untuk

mengganti kerugian yang diderita

konsumen. Kewajiban itu tetap

melekat pada produsen meskipun

antara pelaku dan korban tidak

terdapat perserujuan terlebih dahulu.

Penjual berkewajiban

menenggung penderitaan korban

berdasarkan perbuatan melawan

hukum, sebagaimana ditentukan di

dalam Pasal 1365 KUHPerdata.

Kewajiban lebih merupakan rumusan

abstarak yang melahirkan tanggung

jawab sementara tanggung jawab

merupakan sikap konkret. Harus

diingat pula, tidak selamanya rumusan

tentang kewajiban dan tanggung

jawab secara eksplisit menggunakan

kata kewajiban ataupun tanggung

jawab.

Kewajiban mengenai

Persyaratan Produk dalam UUPK

aturan mengenai hak dan kewajiban

konsumen dan hak produsen selaku

pelaku usaha dirumuskan dalam Bab

III, butir-butir kewajiban pelaku usaha

yang tercantum dalam Pasal 7 di atas

mengatur kewajiban produk dari

pelaku usaha. Sebelum UUPK

berlaku, sudah dibuat beberapa

ketentuan mengenai kewajiban pelaku

usaha untuk mentaati persyaratan atas

produk-produk (barang dan jasa) yang

dibuatnya. Hal itu bisa kita lihat dalam

UU No 2 Tahun 1966 tentang

Hygiene, UU No 23 Tahun 1992

tentang Kesehatan, UU No 7 Tahun

1996 tentang Pangan atau dalam PP

No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan

Iklan Pangan

.

3.3. Klausula Baku Yang Dilarang

Dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen. Ketentuan mengenai

pencantuman klausula baku

{perjanjian sepihak} ini diatur

dalam pasal 18 Undang – Undang

Perlindungan Konsumen, yang

menyebutkan:

1. Pelaku usaha dalam

menawarkan barang dan/ atau

jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dilarang

membuat atau mencantumkan

klausula baku pada setiap

dokumen dan/atau perjanjian

apabila:

a. Menyatakan pengalihan

tanggung jawab pelaku

usaha

b. Menyatakan bahwa pelaku

usaha berhak menolak

Page 16: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang

124

penyerahan kembali barang

yang dibeli konsumen;

c. Menyatakan bahwa pelaku

usaha berhak menolak

penyerahan kembali uang

yang dibayarkan atas barang

dan/ atau jasa yang dibeli

oleh konsumen;

d. Menyatakan pemberian

kuasa dari konsumen

kapada pelaku usaha baik

secara langsung maupun

tidak langsung untuk

melakukan segala tindakan

sepihak yang berkaitan

dengan barang yang dibeli

oleh konsumen secara

angsuran;

e. Mengatur perihal

pembuktian atas hilangnya

kegunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang

dibeli oleh konsumen;

f. Memberi hak kepada pelaku

usaha untuk mengurangi

manfaat jasa atau

mengurangi harta kekayaan

konsumen yang menjadi

objek jual beli jasa;

g. Menyatakan tunduknya

konsumen kepada aturan

yang berupa aturan baru,

tambahan, lanjutan, dan/

atau pengubahan lanjutan

yang dibuat sepihak oleh

pelaku usaha dalam masa

konsumen memanfaatkan

jasa yang dibelinya;

h. Menyatakan bahwa

konsumen memberi kuasa

kepada pelaku usaha untuk

pembebanan hak

tanggungan, hak gadai, atau

hak jaminan terhadap

barang yang dibeli oleh

konsumen secara angsuran.

2. Pelaku usaha dilarang

mencantumkan klausula baku

yang letak atau bentuknya sulit

terlihat atau tidak dapat dibaca

secara jelas, atau yang

pengungkapannya sulit

dimengerti.

3. Setiap klausula baku yang telah

ditetapkan oleh pelaku usaha

pada dokumen atau perjanjian

yang memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2)

dinyatakan batal demi hukum.

4. Pelaku usaha wajib

menyesuaikan klausula baku

yang bertentangan dengan

undang-undang ini.

Dengan adanya larangan

mengenai pencantuman klausula

baku yang tidak memenuhi syarat

ini, hendaknya menjadikan posisi

konsumen lebih baik , baik

sebagai perseorangan maupun

sebagai masyarakat konsumen

yang sadar akan hak- haknya.

Selain dari pada

masyarakat konsumen, tentunya

yang berperan tidak kalah

pentingnya adalah pihak pelaku

usaha, dalam hal ini di butuhkan

kesadaran pihak pelaku usaha

untuk menjalankan kewajibannya,

menghormati hak – hak

konsumen, dan atau

melaksanakan ketentuan –

ketentuan yang telah digariskan,

karna kita sadari bersama bahwa

pelaku usaha pun sesungguhnya

adalah bagian dari pada

masyarakat konsumen secara

pribadi.

Saksi terhadap

pelanggaran klausula baku yang

dimuat dalam pasal 62 ayat (1),

dengan ancaman penjara paling

lama 5 (lima) tahun atau pidana

denda paling banyak Rp.

2.000.000.000,0( dua miliar

rupiah.)

Page 17: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang

125

4. SIMPULAN DAN SARAN

4.1.Kesimpulan

1. Yang dimaksudkan hukum perdata

yakni dalam arti luas, termasuk

hukum perdata, hukum dagang

serta kaidah-kaidah keperdataan

yang termuat dalam berbagai

peraturan perundang-undangan

lainnya. Kesemuanya itu baik

hukum perdata tertulis maupun

hukum perdata tidak tertulis

(hukum adat). Kaidah-kaidah

hukum yang mengatur hubungan

dan masalah hukum antara pelaku

usaha penyedia barang dan/atau

penyelenggara jasa dengan

konsumennya masing-masing

termuat dalam:

2. Product liability adalah tanggung

jawab secara hukum dari orang

atau badan yang menghasilkan

suatu produk (producer,

manufacture) atau dari orang atau

badan yang menghasilkan suatu

produk atau dari orang atau badan

yang menjual atau

mendistribusikan produk tersebut.”

3. Larangan mengenai pencantuman

klausula baku yang tidak

memenuhi syarat ini, hendaknya

menjadikan posisi konsumen lebih

baik , baik sebagai perseorangan

maupun sebagai masyarakat

konsumen yang sadar akan hak-

haknya. Selain dari pada

masyarakat konsumen, tentunya

yang berperan tidak kalah

pentingnya adalah pihak pelaku

usaha, dalam hal ini di butuhkan

kesadaran pihak pelaku usaha

untuk menjalankan kewajibannya,

menghormati hak-hak konsumen,

dan atau melaksanakan ketentuan-

ketentuan yang telah digariskan,

karna kita sadari bersama bahwa

pelaku usaha pun sesungguhnya

adalah bagian dari pada masyarakat

konsumen secara pribadi

4.2. Saran

1. Perlindungan hukum bagi

konsumen di Indonesia, walaupun

telah mengalami kemajuan,

terutama setelah lahirnya UUPK,

namun masih perlu adanya langkah

peningkatan, terutama aspek-aspek

yang diatur secara tegas dalam

UUPK, sehingga akan semakin

mendekati berbagai perinsip yang

memberikan perlindungan

konsumen di Negara maju.

2. Demikian pula kekurangan-

kekurangan dalam UUPK agar

segera direvisi, dengan tetap

mengacu pada tiga prinsip

perlindungan hukum bagi

konsumen di Indonesia, serta

melengkapi peraturan-peraturan

pelaksanaan dari UUPK, agar

konsumen betul-betul dapat

menikmati perlindungan hukum

sebagaimana yang diharapkan.

3. Hendakanya para pelaku usaha

didukung oleh undang- undang dan

pemerintah benar- benar

memperhatikan larangan klausula

baku agar tidak terjadi pelanggaran

terhadap klausula baku

DAFTAR RUJUKAN

Buku:

Elsi kartika sari dan simatopang,advendi,

Hukum Dalam Ekonomi,grasindo,jakarta

2007.

Kristiyanti, Cellina Tri Siwi. Hukum

Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika,

Jakarta. 2009

Ahmadi Miru, SH, MH, Prinsip-Prinsip

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di

Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2011, hlm 20

.......................Prinsip-prinsip

Perlindungan Bagi

Konsumen Di Indonesia,

Page 18: PERPANJANGAN IJIN - lembahdempo.ac.id · 114 analisa perlindungan konsomen ditinjau dari aspek hukum perdata (hukum dagang), aspek produk liabiliti dan perjanjian baku yang dilarang

126

PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta. 2011

Muhamad Djapar Saidi, Perlindungan

Hukum Wajib Pajak Dalam Penyelesaian

Sengketa Pajak, Penerbit Raja Gradindo

Persada, Jakarta 2007, Hlm 14

Siahaan, N.H.T. Hukum Konsumen

Perlindungan Konsumen Dan

Tanggung Jawab Produk,

Penerbit Panta Rei, Jakarta.

2005

Simatupang, Richard Burton, Aspek

Hukum Dalam Bisnis, Rineka

Cipta, 2007

Undang-Undang

UU No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen

Undang-undang No 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran

Internet:

Cristyan Saputra

http://blogingria.blogspot.com/2012/12/

makalah- hukum- perlindungan-konsumen

.html diakses tanggal 10 desember 2012