perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...
-
Upload
truongkhue -
Category
Documents
-
view
232 -
download
3
Transcript of perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...
PERBEDAAN STATUS GIZI BERDASARKAN KEBIASAAN SARAPAN
DAN JAJAN SERTA TINGKAT KECUKUPANNYA PADA SISWA
KELAS 4 DAN DI SDN PEJATEN BARAT 01 PAGI JAKARTA SELATAN
Astry Melissa Brata, Vitria Melani , Laras Sitoayu
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul
Abstract
Breakfast and snacks have an important role in providing the energy needs of
schoolchild. According to The data of RISKESDAS 2010, in Indonesia there is
the prevalance of malnutrition in the age group 6-12 years, for men by 8,1% dan
for women 7,2%. To know the differences of nutrition status based on the
breakfast and snack habits as well as their adequacy in grade 4 dan 5 of SDN
Pejaten Barat I Pagi South of Jakarta. The type of reseacrh used in this study is an
analytical, sampling was taken with Cross Sectional design where data retrieval is
only performed on time. The total sample of 150 students with stratified
proportion sampling. Univariate data obtained mostly prevalent on male, average
10 years age, breakfast habits of children with less frequency as many as 84
people (56%), snack habits of children with less frequency as many as 91 people
(60,7%), the average nutritional status based on the value of Z score (-0,16±1,39),
energy sufficiency breakfast is less than 144 people (96%), and energy sufficiency
snack is less by 99 people (66%). There is a difference in nutritional status based
on the habits of breakfast (p=0,048), there was no difference in the nutritional
status based on the habit of eating snacks (p=0,466), there are differences in
nutritional status based on energy adequacy breakfast (p=0,023), there was no
difference in the nutritional status based on the sufficiency of energy snack
(p=0,236). There should be a counseling by health professionals on the
importance of breakfast and chose the healthy snack food.
Keywords : Breakfast habits, Habits of eating snacks, nutritional status
ABSTRAK
Sarapan dan makanan jajanan mempunyai peranan penting dalam memenuhi
kebutuhan energi anak sekolah. Menurut data RISKESDAS tahun 2010 di
Indonesia terdapat prevalensi gizi kurang pada kelompok umur 6-12 tahun untuk
laki-laki sebesar 8,1% dan untuk perempuan 7,2%. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan serta
tingkat kecukupannya pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN Pejaten Barat 01 Pagi
Jakarta Selatan Tahun 2016. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bersifat analitik, pengambilan sampel dengan desain Cross Sectional
dimana pengambilan data hanya dilakukan dalam satu waktu. Jumlah sampel
sebanyak 150 siswa dengan teknik stratified proporsi sampling. Data univariat
yang didapatkan yaitu terbanyak pada jenis kelamin laki-laki, umur rata-rata usia
10 tahun, kebiasaan sarapan anak dengan frekuensi kurang sebanyak 84 orang
(56%), kebiasaan jajan anak dengan frekuensi kurang sebanyak 91 orang
(60,7%), rata-rata status gizi berdasarkan nilai Z score (-0,16±1,39), kecukupan
energi sarapan adalah kurang sebanyak 144 orang (96%), dan kecukupan energi
jajan adalah kurang sebanyak 99 orang (66%). Ada perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan pagi (p=0,048), tidak ada perbedaan status gizi
berdasarkan kebiasaan jajan (p=0,466), ada perbedaan status gizi berdasarkan
kecukupan energi sarapan (p=0,023), dan tidak ada perbedaan status gizi
berdasarkan kecukupan energi jajan (p=0,236). Perlu diadakan penyuluhan oleh
tenaga kesehatan tentang pentingnya sarapan dan memilih makanan jajanan yang
sehat.
Kata Kunci : Kebiasaan Sarapan, Kebiasaan Jajan, dan Status Gizi
PENDAHULUAN
Tujuan utama pembangunan
nasional adalah peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) yang
dilakukan secara berkelanjutan.
Upaya peningkatan kualitas SDM
dimulai dengan perhatian utama pada
proses tumbuh kembang anak sejak
pembuahan sampai dewasa muda.
Pada masa tumbuh kembang ini,
pemenuhan kebutuhan dasar anak
seperti pemberian makan yang
bergizi dapat diberikan dengan penuh
kasih sayang agar menghasilkan
SDM yang sehat, cerdas dan
produktif (Ahmad S, Waluyo, Fatima
F 2011).
Sarapan adalah kunci pembuka
aktivitas seseorang sepanjang hari.
Setiap orang tentu saja membutuhkan
energi untuk beraktivitas di pagi hari
dan energi itu hanya bisa diperoleh
jika sarapan. Terdapat berbagai
alasan yang sering kali menyebabkan
anak tidak sarapan pagi. Ada yang
merasa waktu terbatas karena jarak
sekolah cukup jauh, terlambat
bangun pagi atau tidak selera untuk
sarapan pagi. Kebiasaan tidak
sarapan akan meningkatkan peluang
anak sekolah untuk lebih sering
mengkonsumsi makanan jajanan
(Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011).
Sarapan bagi anak sekolah
sangatlah penting, karena di waktu
sekolah umumnya aktivitas yang
dilakukan membutuhkan lebih
banyak energi yang cukup besar
seperti bermain dan olahraga.
Stamina anak agar tetap terjaga
selama mengikuti kegiatan sekolah
maupun kegiatan ekstrakurikuler,
maka anak perlu ditunjang dengan
makanan yang bergizi dan
berkualitas. Tanpa sarapan pagi,
dapat menurunkan kadar gula darah
sehingga penyaluran energi
berkurang untuk kerja otak. Untuk
mempertahankan kadar gula normal,
tubuh memecah simpanan glikogen.
Bila cadangan habis, tubuh akan
kesulitan memasok jatah energi dari
gula darah ke otak, yang akhirnya
menyebabkan badan gemetar, cepat
lelah dan gairah belajar menurun
(Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011).
Kebiasaan makan pagi
termasuk ke dalam salah satu 10
pesan dasar gizi seimbang. Bagi anak
sekolah, makan pagi dapat
meningkatkan konsentrasi belajar
dan memudahkan menyerap
pelajaran sehingga meningkatkan
prestasi belajar (Pedoman Gizi
Seimbang, 2014). Sarapan dapat
menyumbang seperempat dari
kebutuhan gizi sehari yaitu sekitar
450-500 kalori dengan 8-9 gram
protein. Selain kandungan gizinya
cukup, bentuk sarapan sebaiknya
juga disukai anak-anak dan praktis
pembuatannya (Muhilal &
Damayanti, 2006).
Kebiasaan jajan pada anak
sekolah merupakan hal yang tidak
asing lagi, karena anak sekolah
menghabiskan waktu sekitar 5 jam di
sekolah, maka makanan jajanan
memiliki kontribusi yang cukup
berperan dalam memenuhi
kebutuhan zat gizi anak. Sebagian
besar waktunya lebih banyak
dihabiskan di luar rumah. Anak
apabila sedang lapar lebih suka jajan
daripada pulang ke rumah untuk
makan. Hal ini tidak berakibat
negatif apabila anak dapat memilih
makanan jajanan yang nilai gizinya
baik dan terjaga kebersihannya
(Puspitasari et al, 1992 dalam Ariesta
2013). Kelompok usia anak sekolah
dasar memerlukan energi sekitar
1500-2000 kilokalori setiap hari.
Energi sebanyak itu dapat diperoleh
dari makanan yang disediakan di
rumah dan dari makanan jajanan
(Muhilal, 1998 dalam Ulya,N 2013).
Kontribusi makanan jajanan
sebaiknya tidak dihilangkan dari
konsumsi harian, karena memberikan
sumbangan yang cukup berarti.
Makanan jajanan juga dapat
dijadikan salah satu alternatif
pemenuhan sumber zat gizi yang
kurang dari konsumsi hariannya.
Sebaiknya makanan jajanan yang
dikonsumsi menyumbangkan 10-
20% energi atau sebesar 192-384
kkal (Syafitri Y, Syarief H &
Baliwati Y A. 2009).
Masalah gizi pada anak dapat
diatasi melalui perbaikan pola makan
di rumah dan di sekolah, dengan
menekankan pentingnya
membiasakan sarapan pagi sebelum
berangkat sekolah dan melakukan
jajanan sehat. Masalah gizi utama
yang banyak dihadapi oleh anak
sekolah adalah gizi kurang yang
secara umum disebabkan oleh
adanya kekurangan asupan energi
dan protein (Syafitri Y, Syarief H &
Baliwati Y A. 2009).
Menurut Data Riskesdas
(2010) di Indonesia terdapat
prevalensi gizi kurang pada
kelompok umur 6-12 tahun untuk
laki-laki sebesar 8,1% dan untuk
perempuan sebesar 7,2%. Untuk
prevalensi gizi lebih pada umur 6-12
tahun untuk laki-laki sebesar 10,7 %
dan untuk perempuan sebesar 7,7%.
Prevalensi gizi kurang tertinggi
terdapat di provinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB) sebesar 12,4% dan
prevalensi gizi kurang terendah
terdapat di Provinsi Papua sebesar
4,3%. Untuk DKI Jakarta, prevalensi
gizi kurang pada anak laki-laki
sebesar 14,9% dan untuk anak
perempuan sebesar 10,6%.
Prevalensi gizi lebih tertinggi
terdapat di Provinsi Papua Barat
14,4% dan prevalensi terendah
sebesar 2,1% terdapat di provinsi
Maluku. Untuk DKI Jakarta,
prevalensi gizi lebih besar sebesar
12,8.
Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Hardinsyah (2013) yang me-
nyatakan bahwa hanya 10,6% dari
sarapan anak yang mencukupi energi
>30% dan masih sangat kurangnya
pengetahuan anak-anak untuk
sarapan dengan makanan yang
beranekaragam. Penelitian yang
dilakukan Ningsih (2005) pada anak
kelas 4, 5, dan 6 di SDN 07 Pagi
Jakarta Timur, sebanyak 46,9%
responden menyatakan terbiasa
sarapan. Hasil penelitian Sofianita
(2012) di SDN 03, 04, 09, dan 10
Pondok Labu Jakarta Selatan
menunjukkan anak yang biasa
sarapan sebesar 71,7%. Hal ini
menunjukkan tidak semua anak
membiasakan sarapan dan hal ini
dapat berdampak dengan
terganggunya aktivitas dan fungsi
otak dalam mengikuti proses
pembelajaran dikelas. Penelitian
Cahya (2012) di SDN Rawamangun
01 Pagi Jakarta Timur pada siswa
kelas 4 dan 5, responden yang
memiliki kebiasaan makanan jajanan
sering, yaitu sebesar 53,3%
sedangkan sisanya (46,7%) memiliki
kebiasaan konsumsi makanan jajanan
tidak sering. Penelitian Syafitri, dkk
(2009) di SDN Lawanggintung 01
Kota Bogor pada siswa kelas 4 dan 5
menyebutkan bahwa konsumsi
makanan jajanan siswa sudah
melebihi 20% energi, yaitu sebesar
426 kkal. Makanan jajanan siswa
memberikan kontribusi terhadap total
konsumsi masing-masing sebesar 26
% energi, 18,8% protein, 22,9%
lemak. Hal ini menguatkan hasil
penelitian Ulya (2003) yang
dilakukan pada salah satu sekolah
dasar di Jakarta Timur menyebutkan
bahwa kontribusi makanan jajanan
terhadap konsumsi sehari siswa
berkisar antara 10-20%. Energi dari
makanan jajanan memberikan
kontribusi sebesar 23%, protein,
21,7% protein, 30,1% lemak, 19,5%.
Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui perbedaan status
gizi berdasarkan kebiasaan sarapan
dan jajan serta tingkat kecukupannya
pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN
Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta
Selatan.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
survey analitik dengan rancangan
potong lintang (cross sectional).
Penelitian dilaksanakan di SDN
Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan
dari bulan Januari sampai Juni 2016.
Populasi penelitian ini adalah siswa
kelas 4 dan 5 di Sekolah Dasar
Negeri Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta
Selatan. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah stratified random sampling.
Data individu berupa umur,
jenis kelamin, dan kebiasaan sarapan
dan jajan dengan menggunakan
kuesioner. Tinggi badan dan berat
badan dikumpulkan dengan cara
mengukur langsung tinggi badan dan
berat badan anak dengan
menggunakan alat microtoise dan
timbangan injak. Untuk menghitung
Z-score anak, digunakan software
WHO Anthroplus. Data kecukupan
energi dilakukan dengan teknik
wawancara pada anak menggunakan
kuesioner recall 24 jam sebanyak 2
kali wawancara.
Pengolahan data dilakukan
menggunakan alat bantu komputer.
Data yang telah selesai dikumpulkan
kemudian akan diolah menggunakan
aplikasi komputer. Uji t tidak
berpasangan atau uji Mann-Whitney
digunakan untuk melihat perbedaan
diantara variabel-variabel
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis pada tabel 1
menunjukkan bahwa dari 150
responden siswa di SDN Pejaten
Barat 01 Pagi Jakarta Selatan
terdapat 46 % (69 responden )
berusia 10 tahun.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan
Sarapan, Jenis Makanan Sarapan, Kebiasaan Jajan, Jenis Makanan Jajanan,
Tingkat Kecukupan Energi Sarapan, Tingkat Kecukupan Energi Jajan Variabel n (%)
Usia (th)
09 Tahun
7
4,7
10 Tahun 69 46
11 Tahun
12 Tahun
65
9
43,3
6,0
Jenis Kelamin
Laki-Laki
78
52
Perempuan 72 48
Kebiasaan Sarapan
Jarang
84
56
Sering 66 44
Kebiasaan Jajan
Jarang
91
60,7
Sering 59 39,3
Status Gizi
Kurang
9
6,0
Normal
Lebih
111
30
74,0
20,0
Tingkat Kecukupan Energi
Sarapan
Kurang
144
96
Baik 6
4
Tingkat Kecukupan Energi Jajan
Kurang
99
66
Baik 51
34
Hasil analisis dapat diketahui dari
total 150 responden menunjukkan
bahwa responden berusia 10 tahun
sebanyak 46%, dan terdapat 78
responden berjenis kelamin laki-laki
(52%), 72 responden berjenis
kelamin perempuan (48%).
Hasil analisis menunjukkan
kebiasaan sarapan pada responden di
SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta
Selatan memiliki kebiasaan sarapan
dengan kategori jarang sebanyak 84
orang (56%) dan terdapat sebanyak
66 orang (44%) responden dengan
kebiasaan sarapan dengan kategori
sering. Jenis kebiasaan sarapan
responden dalam satu minggu
terakhir yang paling sering dijadikan
sarapan oleh anak yaitu nasi dan lauk
pauk sebanyak 62 anak (41,3%),
sedangkan yang paling jarang
dijadikan sarapan oleh anak yaitu
berupa sereal sebanyak 3 anak
(2,0%).
Hasil analisis menunjukkan
kebiasaan sarapan pada responden di
SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta
Selatan memiliki kebiasaan jajan
jarang sebanyak 60,7% dan
responden yang memiliki kebiasaan
jajan sering sebesar 39,3%. 12 jenis
makanan jajanan yang paling sering
dikonsumsi yaitu sebanyak mie telor
(26%), sedangkan yang paling jarang
dikonsumsi yaitu memilih mie ayam
(0,7%).
Hasil analisis yang dilakukan
pada 150 siswa sekolah dasar Negeri
Pejaten Barat 01 Pagi didapat bahwa
rata –rata anak memiliki status gizi
normal yaitu -0,15 dengan status gizi
terendah ada sangat kurus yaitu -3,41
SD serta status gizi tertinggi adalah
obesitas yaitu 3,67 SD.
Hasil analisis menunjukkan
tingkat kecukupan energi sarapan
pada responden di SDN Pejaten
Barat 01 Pagi Jakarta Selatan
menunjukkan bahwa kecukupan
energi sarapan pada siswa SDN
Pejaten Barat 01 Pagi sebagian besar
dalam kategori kurang sebesar 96 %
sedangkan tingkat kecukupan energi
jajan terlihat bahwa sebanyak 66%
responden yang tingkat kecukupan
energi jajan kurang dan terdapat 34%
responden dengan tingkat kecukupan
energi baik.
Tabel 2. Tabel Perbedaan Status Gizi Berdasarkan Kebiasaan Sarapan,
Kebiasaan Jajan, Tingkat kecukupan energi dan Tingkat Kecukupan Jajan
Variabel n p value
Perbedaan Status Gizi Berdasarkan
Kebiasaan Sarapan
Jarang
84
0,048
Sering 66
Perbedaan Status Gizi Berdasarkan
Kebiasaan Jajan
Jarang
91
0,466
Sering 59
Perbedaan Status Gizi Berdasarkan
Tingkat Kecukupan Energi Sarapa
Kurang
Baik
144
6
0,023
Perbedaan Status Gizi Berdasarkan
Tingkat Kecukupan Energi Jajan
Kurang
Baik
99
51
0,236
Hasil uji non parametrik mann-
whitney menunjukkan nilai p=0,048
(p<0,05). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan
bermakna antara status gizi
berdasarkan kebiasan sarapan pada
siswa kelas 4 dan 5 di SDN Pejaten
Barat 01 Pagi Jakarta Selatan.
Hasil penelitian tersebut tidak
sejalan dengan penelitian Ulfha
Permata Ariesta hasil uji statistik
penelitian ini menunjukkan tidak ada
perbedaan antara sarapan pagi dan
status gizi (p=0,800). Kemungkinan
hal ini terjadi karena
hubungan/perbedaan antara
kebiasaan sarapan dengan status gizi
tidak hanya ditentukan dari frekuensi
sarapan saja namun juga dipengaruhi
jenis dan porsi makanan yang
dimakan saat sarapan pagi.
Walaupun responden sering sarapan,
namun apabila jenis makanan dan
porsi yang dihabiskan tidak
memenuhi gizi seimbang maka hal
ini tidak berpengaruh terhadap
peningkatan status gizi. Responden
tetap merasa lapar walaupun sudah
sarapan karena energi yang didapat
tidak mencukupi kebutuhan
energinya untuk aktifitas. Sehingga
tetap mengkonsumsi makanan
jajanan lain untuk mengisi
kekosongan lambung selama jam
pelajaran sekolah.
Nelson (1998) dalam Ariesta
(2013) mengatakan anak-anak usia
sekolah kerap kali mempunyai
kebiasaan makan tidak teratur, tidak
pada tempatnya, terutama sekali pada
waktu sarapan dan makan siang.
Kebiasaan makan yang tidak teratur
mengakibatkan kecukupan gizi
berkurang dan imunitas tubuh
menurun, sehingga dapat dikatakan
bahwa selain kebiasaan sarapan,
status gizi juga dipengaruhi dari
faktor lain antara lain hygiene yang
kurang, asupan gizi yang tidak
seimbang dengan kebutuhan anak,
penyakit infeksi pada anak,
pengetahuan keluarga dan letak
demografi atau tempat tinggal
keluarga.
Hasil uji non parametrik mann-
whitney menunjukkan nilai p=0,466
(p>0,05). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna antara status
gizi berdasarkan kebiasaan jajan
pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN
Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta
Selatan.
Hal ini sejalan dengan Ariesta
(2013) yang menunjukkan tidak ada
perbedaan bermakna antara
perbedaan status gizi dengan
kebiasan jajan. Tidak adanya
perbedaan antara status gizi dengan
kebiasaan jajan disebabkan oleh jenis
makanan yang hanya mengandung
karbohidrat saja atau gula saja maka
kebutuhan gizi mereka tidak akan
terpenuhi, dan hal ini jelas
mempengaruhi status gizi anak,
selain itu banyak makanan jajanan
yang mengandung zat pengawet,
pewarna dan penyedap. Menurut
Survei yang dilakukan oleh BPOM
kota Depok terhadap anak sekolah
(2009) dalam Ariesta (2013),
mengemukakan bahwa pengguna
bahan tambahan pangan (BTP)
berbahaya dalam jangka panjang
dapat menyebabkan keracunan
bahkan penyakit kritis seperti kanker.
Hal ini tentu akan mempengaruhi
status gizi yang dibutuhkan oleh
tubuh, maka makanan tersebut baik
untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
Pada penelitian di SDN
Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan
bahwa ada perbedaan bermakna
antara status gizi dengan tingkat
kecukupan energi sarapan pada siswa
kelas 4 dan 5 dengan hasil uji non
parametrik mann-whitney
menunjukkan nilai p=0,023 (p<0,05).
Berdasarkan hasil uji statistik
antara tingkat kecukupan energi
sarapan dengan status gizi anak
menunjukkan hasil terdapat adanya
tidak ada perbedaan yang bemakna
antara kecukupan energi sarapan
dengan status gizi anak nilai p =
0,023
Terdapat adanya perbedaan
status gizi berdasarkan kecukupan
energi sarapan. Hal ini sejalan
dengan penelitian Ariesta (2013)
mengenai hubungan kebiasaan
sarapan dan kebiasaan jajan dengan
status gizi pada anak Sekolah Dasar
11 Pagi Duri Kepa. Dengan variabel
asupan dikategorikan menjadi asupan
energi kurang (54,7%) dan energi
cukup (42,6%) dari hasil analisis
menggunakan uji T-test Independent
dan Uji Chi-Square , ada perbedaan
antara status gizi dengan asupan
energi memiliki nilai p= 0,034
(p>0,05). Dapat dilihat juga dari
anak sekolah yang memiliki asupan
energi yang belum memenuhi AKG
tetapi sebagian besar memiliki status
gizi normal.
Pada penelitian di SDN Pejaten
Barat 01 Pagi Jakarta Selatan bahwa
tidak ada perbedaan bermakna antara
status gizi dengan kecukupan energi
jajan pada siswa kelas 4 dan 5
dengan hasil uji non parametrik
mann-whitney menunjukkan nilai
p=0,236 (p>0,05).
Berdasarkan hasil uji statistik
antara tingkat kecukupan energi jajan
dengan status gizi anak menunjukkan
hasil terdapat adanya tidak ada
perbedaan yang bemakna antara
tingkat kecukupan energi jajan
dengan status gizi anak nilai p =
0,236. Hal ini sejalan dengan
penelitian Ariesta (2013)
menggunakan uji korelasi diperoleh
nilai p=0,803 (p>0,05) berarti tidak
ada hubungan yang bermakna antara
asupan energi makanan jajanan
dengan status gizi anak sekolah dasar
Pola makan dari sebagian
besar responden telah mengandalkan
jajan sebagai pengganti makanan
utama non jajanan. Jika tidak
sarapan, maka mereka akan jajan di
sekolah. Asupan energi dari makanan
non jajanan juga kurang dari
kecukupan dan asupan energi lebih
banyak dari makanan jajanan. Dalam
hal ini belum ada pihak yang dapat
memberikan pengetahuan mengenai
pola makan sesuai dengan prinsip
gizi seimbang baik dalam bagian dari
mata pelajaran maupun dengan
penyuluhan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menunjukkan
ada perbedaan status gizi
berdasarkan kebiasaan sarapan
(p<0,05), Tidak ada perbedaan status
gizi berdasarkan kebiasaan jajan
(p>0,05). Ada perbedaan status gizi
berdasarkan tingkat kecukupan
energi sarapan (p<0,05). Tidak ada
perbedaan status gizi berdasarkan
tingkat kecukupan energi jajan
(p>0,05). Pada Siswa pihak sekolah
SDN Pejaten Barat 01 Pagi
membiasakan untuk sarapan agar
asupan zat gizi dapat terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad S, Waluyo, Fatimah Farissa.
(2011). Hubungan Kebiasan
Sarapan pagi dan Jajan
dengan Status Gizi
Sekolah Dasar di SDN
Kledokan Depok Sleman
Yogyakarta. Jurnal Respati.
Vol 5 (7): 144-158
Briawan Dodik, Ekayanti Ikeu,
Koerniawati Ratu Diah.
(2013). Pengaruh Media
Kampanye Sarapan Sehat
Terhadap Perubahan
Pengetahuan, Sikap, dan
Kebiasaan Sarapan Anak
Sekolah Dasar di Kabupaten
Bogor.Jurnal Gizi dan
Pangan. Vol 8 (2): 115-122
Hardinsyah. (2013). Analisis jenis,
jumlah, dan mutu gizi
konsumsi sarapan anak
Indonesia. Jurnal Gizi
Pangan 8(1): 39-46
Hardinsyah. (2012). Kebiasaan
Sarapan Anak Indonesia
berdasarkan Data Riskesdas
2010. Jurnal Gizi dan
Pangan. Vol 7(4): 68-75
Hardinsyah. (2013). Analisis jenis,
jumlah, dan mutu gizi
konsumsi sarapan anak
Indonesia. Jurnal Gizi
Pangan. Vol 8(1):39-46
Meilinasari, Didit Damayanti, Titus
Priyono Harjatmo. (2009).
Hubungan Kebiasaan
Sarapan dengan Status Gizi
Murid Sdi Al-Azhar 6 Jaka
Permai Bekasi. Junal
Sanitas. Vol 10 (5) : 55-68
Sofianita, Nur Intania., Arini, Firlia
Ayu., Meiyetriani, Eflita.
(2015). Peran Pengetahuan
Gizi dalam Menentukan
Kebiasaan Sarapan Anak-
Anak Sekolah Dasar Negeri
di Pondok Labu. Jakarta
Selatan: Jurnal Gizi Pangan
Vol 10 (1) : 57-62
Sobaler AML. (2003) Relationship
Between Habitual Breakfast
And Intellectual Perfomance
(Logical Reasoning in Well-
Nourished School Children
Of Madrid (Spain). Eur J
Clin Nutr. 26(5):725-732
Ningsih S. (2005). Kebiasaan
Sarapan dan Faktor-faktor
yang Berhubungan Serta
Kaitannya dengan Prestasi
Belajar Siswa kelas IV, V,
VI SDN 07 Jakarta Timur
Tahun 2005. Jurnal Gizi dan
Pangan. Vol 9 (4): 43-60
Soedibyo S, Gunawan H. (2009).
Kebiasaan Sarapan di
Kalangan Anak Sekolah
Dasar di Poliklinik Umum
Departemen Ilmu Kesehatan
Anak. Jurnal Gizi dan
Pangan. Vol 11 (1) : 80-98
Sukiniarti. (2015). Kebiasaan Makan
Pagi Pada Anak Usia SD
dan Hubungannya dengan
Tingkat Kesehatan dan
Prestasi Belajar. Jurnal
Pendidikan Biologi
Indonesia. Vol 1 (3): 315-
321
Syafitri Y, Syarief H & Baliwati Y
A. (2009). Kebiasaan Jajan
Siswa Sekolah Dasar ( Studi
Kasus di SDN
Lawanggintung 01 Kota
Bogor). Jurnal Gizi Pangan
Vol 4 (3) : 167-175
Utter, Jennifer et.al, (2007). At-
Home Breakfast
Consumption among New
Zeland Children :
Association With Body
Mass Index and Related
Nutrition Behavior. Journal
of American Dietetic
Assosiation: Jan 1997: 97,1,
ProQuest pg.23.
PERBEDAAN STATUS GIZI BERDASARKAN KEBIASAAN SARAPAN
DAN JAJAN SERTA TINGKAT KECUKUPANNYA PADA SISWA
KELAS 4 DAN DI SDN PEJATEN BARAT 01 PAGI JAKARTA SELATAN
Astry Melissa Brata, Vitria Melani , Laras Sitoayu
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul
Abstract
Breakfast and snacks have an important role in providing the energy needs of
schoolchild. According to The data of RISKESDAS 2010, in Indonesia there is
the prevalance of malnutrition in the age group 6-12 years, for men by 8,1% dan
for women 7,2%. To know the differences of nutrition status based on the
breakfast and snack habits as well as their adequacy in grade 4 dan 5 of SDN
Pejaten Barat I Pagi South of Jakarta. The type of reseacrh used in this study is an
analytical, sampling was taken with Cross Sectional design where data retrieval is
only performed on time. The total sample of 150 students with stratified
proportion sampling. Univariate data obtained mostly prevalent on male, average
10 years age, breakfast habits of children with less frequency as many as 84
people (56%), snack habits of children with less frequency as many as 91 people
(60,7%), the average nutritional status based on the value of Z score (-0,16±1,39),
energy sufficiency breakfast is less than 144 people (96%), and energy sufficiency
snack is less by 99 people (66%). There is a difference in nutritional status based
on the habits of breakfast (p=0,048), there was no difference in the nutritional
status based on the habit of eating snacks (p=0,466), there are differences in
nutritional status based on energy adequacy breakfast (p=0,023), there was no
difference in the nutritional status based on the sufficiency of energy snack
(p=0,236). There should be a counseling by health professionals on the
importance of breakfast and chose the healthy snack food.
Keywords : Breakfast habits, Habits of eating snacks, nutritional status
ABSTRAK
Sarapan dan makanan jajanan mempunyai peranan penting dalam memenuhi
kebutuhan energi anak sekolah. Menurut data RISKESDAS tahun 2010 di
Indonesia terdapat prevalensi gizi kurang pada kelompok umur 6-12 tahun untuk
laki-laki sebesar 8,1% dan untuk perempuan 7,2%. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan serta
tingkat kecukupannya pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN Pejaten Barat 01 Pagi
Jakarta Selatan Tahun 2016. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bersifat analitik, pengambilan sampel dengan desain Cross Sectional
dimana pengambilan data hanya dilakukan dalam satu waktu. Jumlah sampel
sebanyak 150 siswa dengan teknik stratified proporsi sampling. Data univariat
yang didapatkan yaitu terbanyak pada jenis kelamin laki-laki, umur rata-rata usia
10 tahun, kebiasaan sarapan anak dengan frekuensi kurang sebanyak 84 orang
(56%), kebiasaan jajan anak dengan frekuensi kurang sebanyak 91 orang
(60,7%), rata-rata status gizi berdasarkan nilai Z score (-0,16±1,39), kecukupan
energi sarapan adalah kurang sebanyak 144 orang (96%), dan kecukupan energi
jajan adalah kurang sebanyak 99 orang (66%). Ada perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan pagi (p=0,048), tidak ada perbedaan status gizi
berdasarkan kebiasaan jajan (p=0,466), ada perbedaan status gizi berdasarkan
kecukupan energi sarapan (p=0,023), dan tidak ada perbedaan status gizi
berdasarkan kecukupan energi jajan (p=0,236). Perlu diadakan penyuluhan oleh
tenaga kesehatan tentang pentingnya sarapan dan memilih makanan jajanan yang
sehat.
Kata Kunci : Kebiasaan Sarapan, Kebiasaan Jajan, dan Status Gizi
PENDAHULUAN
Tujuan utama pembangunan
nasional adalah peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) yang
dilakukan secara berkelanjutan.
Upaya peningkatan kualitas SDM
dimulai dengan perhatian utama pada
proses tumbuh kembang anak sejak
pembuahan sampai dewasa muda.
Pada masa tumbuh kembang ini,
pemenuhan kebutuhan dasar anak
seperti pemberian makan yang
bergizi dapat diberikan dengan penuh
kasih sayang agar menghasilkan
SDM yang sehat, cerdas dan
produktif (Ahmad S, Waluyo, Fatima
F 2011).
Sarapan adalah kunci pembuka
aktivitas seseorang sepanjang hari.
Setiap orang tentu saja membutuhkan
energi untuk beraktivitas di pagi hari
dan energi itu hanya bisa diperoleh
jika sarapan. Terdapat berbagai
alasan yang sering kali menyebabkan
anak tidak sarapan pagi. Ada yang
merasa waktu terbatas karena jarak
sekolah cukup jauh, terlambat
bangun pagi atau tidak selera untuk
sarapan pagi. Kebiasaan tidak
sarapan akan meningkatkan peluang
anak sekolah untuk lebih sering
mengkonsumsi makanan jajanan
(Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011).
Sarapan bagi anak sekolah
sangatlah penting, karena di waktu
sekolah umumnya aktivitas yang
dilakukan membutuhkan lebih
banyak energi yang cukup besar
seperti bermain dan olahraga.
Stamina anak agar tetap terjaga
selama mengikuti kegiatan sekolah
maupun kegiatan ekstrakurikuler,
maka anak perlu ditunjang dengan
makanan yang bergizi dan
berkualitas. Tanpa sarapan pagi,
dapat menurunkan kadar gula darah
sehingga penyaluran energi
berkurang untuk kerja otak. Untuk
mempertahankan kadar gula normal,
tubuh memecah simpanan glikogen.
Bila cadangan habis, tubuh akan
kesulitan memasok jatah energi dari
gula darah ke otak, yang akhirnya
menyebabkan badan gemetar, cepat
lelah dan gairah belajar menurun
(Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011).
Kebiasaan makan pagi
termasuk ke dalam salah satu 10
pesan dasar gizi seimbang. Bagi anak
sekolah, makan pagi dapat
meningkatkan konsentrasi belajar
dan memudahkan menyerap
pelajaran sehingga meningkatkan
prestasi belajar (Pedoman Gizi
Seimbang, 2014). Sarapan dapat
menyumbang seperempat dari
kebutuhan gizi sehari yaitu sekitar
450-500 kalori dengan 8-9 gram
protein. Selain kandungan gizinya
cukup, bentuk sarapan sebaiknya
juga disukai anak-anak dan praktis
pembuatannya (Muhilal &
Damayanti, 2006).
Kebiasaan jajan pada anak
sekolah merupakan hal yang tidak
asing lagi, karena anak sekolah
menghabiskan waktu sekitar 5 jam di
sekolah, maka makanan jajanan
memiliki kontribusi yang cukup
berperan dalam memenuhi
kebutuhan zat gizi anak. Sebagian
besar waktunya lebih banyak
dihabiskan di luar rumah. Anak
apabila sedang lapar lebih suka jajan
daripada pulang ke rumah untuk
makan. Hal ini tidak berakibat
negatif apabila anak dapat memilih
makanan jajanan yang nilai gizinya
baik dan terjaga kebersihannya
(Puspitasari et al, 1992 dalam Ariesta
2013). Kelompok usia anak sekolah
dasar memerlukan energi sekitar
1500-2000 kilokalori setiap hari.
Energi sebanyak itu dapat diperoleh
dari makanan yang disediakan di
rumah dan dari makanan jajanan
(Muhilal, 1998 dalam Ulya,N 2013).
Kontribusi makanan jajanan
sebaiknya tidak dihilangkan dari
konsumsi harian, karena memberikan
sumbangan yang cukup berarti.
Makanan jajanan juga dapat
dijadikan salah satu alternatif
pemenuhan sumber zat gizi yang
kurang dari konsumsi hariannya.
Sebaiknya makanan jajanan yang
dikonsumsi menyumbangkan 10-
20% energi atau sebesar 192-384
kkal (Syafitri Y, Syarief H &
Baliwati Y A. 2009).
Masalah gizi pada anak dapat
diatasi melalui perbaikan pola makan
di rumah dan di sekolah, dengan
menekankan pentingnya
membiasakan sarapan pagi sebelum
berangkat sekolah dan melakukan
jajanan sehat. Masalah gizi utama
yang banyak dihadapi oleh anak
sekolah adalah gizi kurang yang
secara umum disebabkan oleh
adanya kekurangan asupan energi
dan protein (Syafitri Y, Syarief H &
Baliwati Y A. 2009).
Menurut Data Riskesdas
(2010) di Indonesia terdapat
prevalensi gizi kurang pada
kelompok umur 6-12 tahun untuk
laki-laki sebesar 8,1% dan untuk
perempuan sebesar 7,2%. Untuk
prevalensi gizi lebih pada umur 6-12
tahun untuk laki-laki sebesar 10,7 %
dan untuk perempuan sebesar 7,7%.
Prevalensi gizi kurang tertinggi
terdapat di provinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB) sebesar 12,4% dan
prevalensi gizi kurang terendah
terdapat di Provinsi Papua sebesar
4,3%. Untuk DKI Jakarta, prevalensi
gizi kurang pada anak laki-laki
sebesar 14,9% dan untuk anak
perempuan sebesar 10,6%.
Prevalensi gizi lebih tertinggi
terdapat di Provinsi Papua Barat
14,4% dan prevalensi terendah
sebesar 2,1% terdapat di provinsi
Maluku. Untuk DKI Jakarta,
prevalensi gizi lebih besar sebesar
12,8.
Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Hardinsyah (2013) yang me-
nyatakan bahwa hanya 10,6% dari
sarapan anak yang mencukupi energi
>30% dan masih sangat kurangnya
pengetahuan anak-anak untuk
sarapan dengan makanan yang
beranekaragam. Penelitian yang
dilakukan Ningsih (2005) pada anak
kelas 4, 5, dan 6 di SDN 07 Pagi
Jakarta Timur, sebanyak 46,9%
responden menyatakan terbiasa
sarapan. Hasil penelitian Sofianita
(2012) di SDN 03, 04, 09, dan 10
Pondok Labu Jakarta Selatan
menunjukkan anak yang biasa
sarapan sebesar 71,7%. Hal ini
menunjukkan tidak semua anak
membiasakan sarapan dan hal ini
dapat berdampak dengan
terganggunya aktivitas dan fungsi
otak dalam mengikuti proses
pembelajaran dikelas. Penelitian
Cahya (2012) di SDN Rawamangun
01 Pagi Jakarta Timur pada siswa
kelas 4 dan 5, responden yang
memiliki kebiasaan makanan jajanan
sering, yaitu sebesar 53,3%
sedangkan sisanya (46,7%) memiliki
kebiasaan konsumsi makanan jajanan
tidak sering. Penelitian Syafitri, dkk
(2009) di SDN Lawanggintung 01
Kota Bogor pada siswa kelas 4 dan 5
menyebutkan bahwa konsumsi
makanan jajanan siswa sudah
melebihi 20% energi, yaitu sebesar
426 kkal. Makanan jajanan siswa
memberikan kontribusi terhadap total
konsumsi masing-masing sebesar 26
% energi, 18,8% protein, 22,9%
lemak. Hal ini menguatkan hasil
penelitian Ulya (2003) yang
dilakukan pada salah satu sekolah
dasar di Jakarta Timur menyebutkan
bahwa kontribusi makanan jajanan
terhadap konsumsi sehari siswa
berkisar antara 10-20%. Energi dari
makanan jajanan memberikan
kontribusi sebesar 23%, protein,
21,7% protein, 30,1% lemak, 19,5%.
Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui perbedaan status
gizi berdasarkan kebiasaan sarapan
dan jajan serta tingkat kecukupannya
pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN
Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta
Selatan.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
survey analitik dengan rancangan
potong lintang (cross sectional).
Penelitian dilaksanakan di SDN
Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan
dari bulan Januari sampai Juni 2016.
Populasi penelitian ini adalah siswa
kelas 4 dan 5 di Sekolah Dasar
Negeri Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta
Selatan. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah stratified random sampling.
Data individu berupa umur,
jenis kelamin, dan kebiasaan sarapan
dan jajan dengan menggunakan
kuesioner. Tinggi badan dan berat
badan dikumpulkan dengan cara
mengukur langsung tinggi badan dan
berat badan anak dengan
menggunakan alat microtoise dan
timbangan injak. Untuk menghitung
Z-score anak, digunakan software
WHO Anthroplus. Data kecukupan
energi dilakukan dengan teknik
wawancara pada anak menggunakan
kuesioner recall 24 jam sebanyak 2
kali wawancara.
Pengolahan data dilakukan
menggunakan alat bantu komputer.
Data yang telah selesai dikumpulkan
kemudian akan diolah menggunakan
aplikasi komputer. Uji t tidak
berpasangan atau uji Mann-Whitney
digunakan untuk melihat perbedaan
diantara variabel-variabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis pada tabel 1
menunjukkan bahwa dari 150
responden siswa di SDN Pejaten
Barat 01 Pagi Jakarta Selatan
terdapat 46 % (69 responden )
berusia 10 tahun.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan
Sarapan, Jenis Makanan Sarapan, Kebiasaan Jajan, Jenis Makanan Jajanan,
Tingkat Kecukupan Energi Sarapan, Tingkat Kecukupan Energi Jajan Variabel n (%)
Usia (th)
09 Tahun
7
4,7
10 Tahun 69 46
11 Tahun
12 Tahun
65
9
43,3
6,0
Jenis Kelamin
Laki-Laki
78
52
Perempuan 72 48
Kebiasaan Sarapan
Jarang
84
56
Sering 66 44
Kebiasaan Jajan
Jarang
91
60,7
Sering 59 39,3
Status Gizi
Kurang
9
6,0
Normal
Lebih
111
30
74,0
20,0
Tingkat Kecukupan Energi
Sarapan
Kurang
144
96
Baik 6
4
Tingkat Kecukupan Energi Jajan
Kurang
99
66
Baik 51
34
Hasil analisis dapat diketahui
dari total 150 responden
menunjukkan bahwa responden
berusia 10 tahun sebanyak 46%, dan
terdapat 78 responden berjenis
kelamin laki-laki (52%), 72
responden berjenis kelamin
perempuan (48%).
Hasil analisis menunjukkan
kebiasaan sarapan pada responden di
SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta
Selatan memiliki kebiasaan sarapan
dengan kategori jarang sebanyak 84
orang (56%) dan terdapat sebanyak
66 orang (44%) responden dengan
kebiasaan sarapan dengan kategori
sering. Jenis kebiasaan sarapan
responden dalam satu minggu
terakhir yang paling sering dijadikan
sarapan oleh anak yaitu nasi dan lauk
pauk sebanyak 62 anak (41,3%),
sedangkan yang paling jarang
dijadikan sarapan oleh anak yaitu
berupa sereal sebanyak 3 anak
(2,0%).
Hasil analisis menunjukkan
kebiasaan sarapan pada responden di
SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta
Selatan memiliki kebiasaan jajan
jarang sebanyak 60,7% dan
responden yang memiliki kebiasaan
jajan sering sebesar 39,3%. 12 jenis
makanan jajanan yang paling sering
dikonsumsi yaitu sebanyak mie telor
(26%), sedangkan yang paling jarang
dikonsumsi yaitu memilih mie ayam
(0,7%).
Hasil analisis yang dilakukan
pada 150 siswa sekolah dasar Negeri
Pejaten Barat 01 Pagi didapat bahwa
rata –rata anak memiliki status gizi
normal yaitu -0,15 dengan status gizi
terendah ada sangat kurus yaitu -3,41
SD serta status gizi tertinggi adalah
obesitas yaitu 3,67 SD.
Hasil analisis menunjukkan
tingkat kecukupan energi sarapan
pada responden di SDN Pejaten
Barat 01 Pagi Jakarta Selatan
menunjukkan bahwa kecukupan
energi sarapan pada siswa SDN
Pejaten Barat 01 Pagi sebagian besar
dalam kategori kurang sebesar 96 %
sedangkan tingkat kecukupan energi
jajan terlihat bahwa sebanyak 66%
responden yang tingkat kecukupan
energi jajan kurang dan terdapat 34%
responden dengan tingkat kecukupan
energi baik.
Tabel 2. Tabel Perbedaan Status Gizi Berdasarkan Kebiasaan Sarapan, Kebiasaan
Jajan, Tingkat kecukupan energi dan Tingkat Kecukupan Jajan
Variabel n p value
Perbedaan Status Gizi Berdasarkan
Kebiasaan Sarapan
Jarang
84
0,048
Sering 66
Perbedaan Status Gizi Berdasarkan
Tingkat Kecukupan Energi Sarapan
Kurang
Baik
144
6
0,023
Hasil uji non parametrik
mann-whitney menunjukkan nilai
p=0,048 (p<0,05). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan bermakna antara status
gizi berdasarkan kebiasan sarapan
pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN
Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta
Selatan.
Hasil penelitian tersebut tidak
sejalan dengan penelitian Ulfha
Permata Ariesta hasil uji statistik
penelitian ini menunjukkan tidak ada
perbedaan antara sarapan pagi dan
status gizi (p=0,800). Kemungkinan
hal ini terjadi karena
hubungan/perbedaan antara
kebiasaan sarapan dengan status gizi
tidak hanya ditentukan dari frekuensi
sarapan saja namun juga dipengaruhi
jenis dan porsi makanan yang
dimakan saat sarapan pagi.
Walaupun responden sering sarapan,
namun apabila jenis makanan dan
porsi yang dihabiskan tidak
memenuhi gizi seimbang maka hal
ini tidak berpengaruh terhadap
peningkatan status gizi. Responden
tetap merasa lapar walaupun sudah
sarapan karena energi yang didapat
tidak mencukupi kebutuhan
energinya untuk aktifitas. Sehingga
tetap mengkonsumsi makanan
jajanan lain untuk mengisi
kekosongan lambung selama jam
pelajaran sekolah.
Nelson (1998) dalam Ariesta
(2013) mengatakan anak-anak usia
sekolah kerap kali mempunyai
kebiasaan makan tidak teratur, tidak
pada tempatnya, terutama sekali pada
waktu sarapan dan makan siang.
Kebiasaan makan yang tidak teratur
mengakibatkan kecukupan gizi
berkurang dan imunitas tubuh
menurun, sehingga dapat dikatakan
bahwa selain kebiasaan sarapan,
status gizi juga dipengaruhi dari
faktor lain antara lain hygiene yang
kurang, asupan gizi yang tidak
seimbang dengan kebutuhan anak,
penyakit infeksi pada anak,
pengetahuan keluarga dan letak
demografi atau tempat tinggal
keluarga.
Pada penelitian di SDN
Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan
bahwa ada perbedaan bermakna
antara status gizi dengan tingkat
kecukupan energi sarapan pada siswa
kelas 4 dan 5 dengan hasil uji non
parametrik mann-whitney
menunjukkan nilai p=0,023 (p<0,05).
Berdasarkan hasil uji statistik
antara tingkat kecukupan energi
sarapan dengan status gizi anak
menunjukkan hasil terdapat adanya
ada perbedaan yang bemakna antara
kecukupan energi sarapan dengan
status gizi anak nilai p = 0,023
Hal ini sejalan dengan
penelitian Ariesta (2013) mengenai
hubungan kebiasaan sarapan dan
kebiasaan jajan dengan status gizi
pada anak Sekolah Dasar 11 Pagi
Duri Kepa. Dengan variabel asupan
dikategorikan menjadi asupan energi
kurang (54,7%) dan energi cukup
(42,6%) dari hasil analisis
menggunakan uji T-test Independent
dan Uji Chi-Square , ada perbedaan
antara status gizi dengan asupan
energi memiliki nilai p= 0,034
(p>0,05). Dapat dilihat juga dari
anak sekolah yang memiliki asupan
energi yang belum memenuhi AKG
tetapi sebagian besar memiliki status
gizi normal.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menunjukkan
ada perbedaan status gizi
berdasarkan kebiasaan sarapan
(p<0,05), Ada perbedaan status gizi
berdasarkan tingkat kecukupan
energi sarapan (p<0,05). Pada Siswa
pihak sekolah SDN Pejaten Barat 01
Pagi membiasakan untuk sarapan
agar asupan zat gizi dapat terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad S, Waluyo, Fatimah Farissa.
(2011). Hubungan Kebiasan
Sarapan pagi dan Jajan
dengan Status Gizi
Sekolah Dasar di SDN
Kledokan Depok Sleman
Yogyakarta. Jurnal Respati.
Vol 5 (7): 144-158
Briawan Dodik, Ekayanti Ikeu,
Koerniawati Ratu Diah.
(2013). Pengaruh Media
Kampanye Sarapan Sehat
Terhadap Perubahan
Pengetahuan, Sikap, dan
Kebiasaan Sarapan Anak
Sekolah Dasar di Kabupaten
Bogor.Jurnal Gizi dan Pangan. Vol
8 (2): 115-122
Hardinsyah. (2013). Analisis jenis,
jumlah, dan mutu gizi
konsumsi sarapan anak
Indonesia. Jurnal Gizi
Pangan 8(1): 39-46
Hardinsyah. (2012). Kebiasaan
Sarapan Anak Indonesia
berdasarkan Data Riskesdas
2010. Jurnal Gizi dan
Pangan. Vol 7(4): 68-75
Hardinsyah. (2013). Analisis jenis,
jumlah, dan mutu gizi
konsumsi sarapan anak
Indonesia. Jurnal Gizi
Pangan. Vol 8(1):39-46
Meilinasari, Didit Damayanti, Titus
Priyono Harjatmo. (2009).
Hubungan Kebiasaan
Sarapan dengan Status Gizi
Murid Sdi Al-Azhar 6 Jaka
Permai Bekasi. Junal
Sanitas. Vol 10 (5) : 55-68
Sofianita, Nur Intania., Arini, Firlia
Ayu., Meiyetriani, Eflita.
(2015). Peran Pengetahuan
Gizi dalam Menentukan
Kebiasaan Sarapan Anak-
Anak Sekolah Dasar Negeri
di Pondok Labu. Jakarta
Selatan: Jurnal Gizi Pangan
Vol 10 (1) : 57-62
Sobaler AML. (2003) Relationship
Between Habitual Breakfast
And Intellectual Perfomance
(Logical Reasoning in Well-
Nourished School Children
Of Madrid (Spain). Eur J
Clin Nutr. 26(5):725-732
Ningsih S. (2005). Kebiasaan
Sarapan dan Faktor-faktor
yang Berhubungan Serta
Kaitannya dengan Prestasi
Belajar Siswa kelas IV, V,
VI SDN 07 Jakarta Timur
Tahun 2005. Jurnal Gizi dan
Pangan. Vol 9 (4): 43-60
Soedibyo S, Gunawan H. (2009).
Kebiasaan Sarapan di
Kalangan Anak Sekolah
Dasar di Poliklinik Umum
Departemen Ilmu Kesehatan
Anak. Jurnal Gizi dan
Pangan. Vol 11 (1) : 80-98
Sukiniarti. (2015). Kebiasaan Makan
Pagi Pada Anak Usia SD
dan Hubungannya dengan
Tingkat Kesehatan dan
Prestasi Belajar. Jurnal
Pendidikan Biologi
Indonesia. Vol 1 (3): 315-
321
Syafitri Y, Syarief H & Baliwati Y
A. (2009). Kebiasaan Jajan
Siswa Sekolah Dasar ( Studi
Kasus di SDN
Lawanggintung 01 Kota
Bogor). Jurnal Gizi Pangan
Vol 4 (3) : 167-175
Utter, Jennifer et.al, (2007). At-
Home Breakfast
Consumption among New
Zeland Children :
Association With Body
Mass Index and Related
Nutrition Behavior. Journal
of American Dietetic
Assosiation: Jan 1997: 97,1,
ProQuest pg.23.