perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

24
PERBEDAAN STATUS GIZI BERDASARKAN KEBIASAAN SARAPAN DAN JAJAN SERTA TINGKAT KECUKUPANNYA PADA SISWA KELAS 4 DAN DI SDN PEJATEN BARAT 01 PAGI JAKARTA SELATAN Astry Melissa Brata, Vitria Melani , Laras Sitoayu Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul Abstract Breakfast and snacks have an important role in providing the energy needs of schoolchild. According to The data of RISKESDAS 2010, in Indonesia there is the prevalance of malnutrition in the age group 6-12 years, for men by 8,1% dan for women 7,2%. To know the differences of nutrition status based on the breakfast and snack habits as well as their adequacy in grade 4 dan 5 of SDN Pejaten Barat I Pagi South of Jakarta. The type of reseacrh used in this study is an analytical, sampling was taken with Cross Sectional design where data retrieval is only performed on time. The total sample of 150 students with stratified proportion sampling. Univariate data obtained mostly prevalent on male, average 10 years age, breakfast habits of children with less frequency as many as 84 people (56%), snack habits of children with less frequency as many as 91 people (60,7%), the average nutritional status based on the value of Z score (-0,16±1,39), energy sufficiency breakfast is less than 144 people (96%), and energy sufficiency snack is less by 99 people (66%). There is a difference in nutritional status based on the habits of breakfast (p=0,048), there was no difference in the nutritional status based on the habit of eating snacks (p=0,466), there are differences in nutritional status based on energy adequacy breakfast (p=0,023), there was no difference in the nutritional status based on the sufficiency of energy snack (p=0,236). There should be a counseling by health professionals on the importance of breakfast and chose the healthy snack food. Keywords : Breakfast habits, Habits of eating snacks, nutritional status

Transcript of perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

Page 1: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

PERBEDAAN STATUS GIZI BERDASARKAN KEBIASAAN SARAPAN

DAN JAJAN SERTA TINGKAT KECUKUPANNYA PADA SISWA

KELAS 4 DAN DI SDN PEJATEN BARAT 01 PAGI JAKARTA SELATAN

Astry Melissa Brata, Vitria Melani , Laras Sitoayu

Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul

Abstract

Breakfast and snacks have an important role in providing the energy needs of

schoolchild. According to The data of RISKESDAS 2010, in Indonesia there is

the prevalance of malnutrition in the age group 6-12 years, for men by 8,1% dan

for women 7,2%. To know the differences of nutrition status based on the

breakfast and snack habits as well as their adequacy in grade 4 dan 5 of SDN

Pejaten Barat I Pagi South of Jakarta. The type of reseacrh used in this study is an

analytical, sampling was taken with Cross Sectional design where data retrieval is

only performed on time. The total sample of 150 students with stratified

proportion sampling. Univariate data obtained mostly prevalent on male, average

10 years age, breakfast habits of children with less frequency as many as 84

people (56%), snack habits of children with less frequency as many as 91 people

(60,7%), the average nutritional status based on the value of Z score (-0,16±1,39),

energy sufficiency breakfast is less than 144 people (96%), and energy sufficiency

snack is less by 99 people (66%). There is a difference in nutritional status based

on the habits of breakfast (p=0,048), there was no difference in the nutritional

status based on the habit of eating snacks (p=0,466), there are differences in

nutritional status based on energy adequacy breakfast (p=0,023), there was no

difference in the nutritional status based on the sufficiency of energy snack

(p=0,236). There should be a counseling by health professionals on the

importance of breakfast and chose the healthy snack food.

Keywords : Breakfast habits, Habits of eating snacks, nutritional status

Page 2: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

ABSTRAK

Sarapan dan makanan jajanan mempunyai peranan penting dalam memenuhi

kebutuhan energi anak sekolah. Menurut data RISKESDAS tahun 2010 di

Indonesia terdapat prevalensi gizi kurang pada kelompok umur 6-12 tahun untuk

laki-laki sebesar 8,1% dan untuk perempuan 7,2%. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan serta

tingkat kecukupannya pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN Pejaten Barat 01 Pagi

Jakarta Selatan Tahun 2016. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah bersifat analitik, pengambilan sampel dengan desain Cross Sectional

dimana pengambilan data hanya dilakukan dalam satu waktu. Jumlah sampel

sebanyak 150 siswa dengan teknik stratified proporsi sampling. Data univariat

yang didapatkan yaitu terbanyak pada jenis kelamin laki-laki, umur rata-rata usia

10 tahun, kebiasaan sarapan anak dengan frekuensi kurang sebanyak 84 orang

(56%), kebiasaan jajan anak dengan frekuensi kurang sebanyak 91 orang

(60,7%), rata-rata status gizi berdasarkan nilai Z score (-0,16±1,39), kecukupan

energi sarapan adalah kurang sebanyak 144 orang (96%), dan kecukupan energi

jajan adalah kurang sebanyak 99 orang (66%). Ada perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan pagi (p=0,048), tidak ada perbedaan status gizi

berdasarkan kebiasaan jajan (p=0,466), ada perbedaan status gizi berdasarkan

kecukupan energi sarapan (p=0,023), dan tidak ada perbedaan status gizi

berdasarkan kecukupan energi jajan (p=0,236). Perlu diadakan penyuluhan oleh

tenaga kesehatan tentang pentingnya sarapan dan memilih makanan jajanan yang

sehat.

Kata Kunci : Kebiasaan Sarapan, Kebiasaan Jajan, dan Status Gizi

PENDAHULUAN

Tujuan utama pembangunan

nasional adalah peningkatan kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) yang

dilakukan secara berkelanjutan.

Upaya peningkatan kualitas SDM

dimulai dengan perhatian utama pada

proses tumbuh kembang anak sejak

pembuahan sampai dewasa muda.

Pada masa tumbuh kembang ini,

pemenuhan kebutuhan dasar anak

seperti pemberian makan yang

bergizi dapat diberikan dengan penuh

kasih sayang agar menghasilkan

SDM yang sehat, cerdas dan

produktif (Ahmad S, Waluyo, Fatima

F 2011).

Sarapan adalah kunci pembuka

aktivitas seseorang sepanjang hari.

Setiap orang tentu saja membutuhkan

energi untuk beraktivitas di pagi hari

dan energi itu hanya bisa diperoleh

jika sarapan. Terdapat berbagai

alasan yang sering kali menyebabkan

anak tidak sarapan pagi. Ada yang

Page 3: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

merasa waktu terbatas karena jarak

sekolah cukup jauh, terlambat

bangun pagi atau tidak selera untuk

sarapan pagi. Kebiasaan tidak

sarapan akan meningkatkan peluang

anak sekolah untuk lebih sering

mengkonsumsi makanan jajanan

(Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011).

Sarapan bagi anak sekolah

sangatlah penting, karena di waktu

sekolah umumnya aktivitas yang

dilakukan membutuhkan lebih

banyak energi yang cukup besar

seperti bermain dan olahraga.

Stamina anak agar tetap terjaga

selama mengikuti kegiatan sekolah

maupun kegiatan ekstrakurikuler,

maka anak perlu ditunjang dengan

makanan yang bergizi dan

berkualitas. Tanpa sarapan pagi,

dapat menurunkan kadar gula darah

sehingga penyaluran energi

berkurang untuk kerja otak. Untuk

mempertahankan kadar gula normal,

tubuh memecah simpanan glikogen.

Bila cadangan habis, tubuh akan

kesulitan memasok jatah energi dari

gula darah ke otak, yang akhirnya

menyebabkan badan gemetar, cepat

lelah dan gairah belajar menurun

(Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011).

Kebiasaan makan pagi

termasuk ke dalam salah satu 10

pesan dasar gizi seimbang. Bagi anak

sekolah, makan pagi dapat

meningkatkan konsentrasi belajar

dan memudahkan menyerap

pelajaran sehingga meningkatkan

prestasi belajar (Pedoman Gizi

Seimbang, 2014). Sarapan dapat

menyumbang seperempat dari

kebutuhan gizi sehari yaitu sekitar

450-500 kalori dengan 8-9 gram

protein. Selain kandungan gizinya

cukup, bentuk sarapan sebaiknya

juga disukai anak-anak dan praktis

pembuatannya (Muhilal &

Damayanti, 2006).

Kebiasaan jajan pada anak

sekolah merupakan hal yang tidak

asing lagi, karena anak sekolah

menghabiskan waktu sekitar 5 jam di

sekolah, maka makanan jajanan

memiliki kontribusi yang cukup

berperan dalam memenuhi

kebutuhan zat gizi anak. Sebagian

besar waktunya lebih banyak

dihabiskan di luar rumah. Anak

apabila sedang lapar lebih suka jajan

daripada pulang ke rumah untuk

makan. Hal ini tidak berakibat

negatif apabila anak dapat memilih

makanan jajanan yang nilai gizinya

Page 4: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

baik dan terjaga kebersihannya

(Puspitasari et al, 1992 dalam Ariesta

2013). Kelompok usia anak sekolah

dasar memerlukan energi sekitar

1500-2000 kilokalori setiap hari.

Energi sebanyak itu dapat diperoleh

dari makanan yang disediakan di

rumah dan dari makanan jajanan

(Muhilal, 1998 dalam Ulya,N 2013).

Kontribusi makanan jajanan

sebaiknya tidak dihilangkan dari

konsumsi harian, karena memberikan

sumbangan yang cukup berarti.

Makanan jajanan juga dapat

dijadikan salah satu alternatif

pemenuhan sumber zat gizi yang

kurang dari konsumsi hariannya.

Sebaiknya makanan jajanan yang

dikonsumsi menyumbangkan 10-

20% energi atau sebesar 192-384

kkal (Syafitri Y, Syarief H &

Baliwati Y A. 2009).

Masalah gizi pada anak dapat

diatasi melalui perbaikan pola makan

di rumah dan di sekolah, dengan

menekankan pentingnya

membiasakan sarapan pagi sebelum

berangkat sekolah dan melakukan

jajanan sehat. Masalah gizi utama

yang banyak dihadapi oleh anak

sekolah adalah gizi kurang yang

secara umum disebabkan oleh

adanya kekurangan asupan energi

dan protein (Syafitri Y, Syarief H &

Baliwati Y A. 2009).

Menurut Data Riskesdas

(2010) di Indonesia terdapat

prevalensi gizi kurang pada

kelompok umur 6-12 tahun untuk

laki-laki sebesar 8,1% dan untuk

perempuan sebesar 7,2%. Untuk

prevalensi gizi lebih pada umur 6-12

tahun untuk laki-laki sebesar 10,7 %

dan untuk perempuan sebesar 7,7%.

Prevalensi gizi kurang tertinggi

terdapat di provinsi Nusa Tenggara

Barat (NTB) sebesar 12,4% dan

prevalensi gizi kurang terendah

terdapat di Provinsi Papua sebesar

4,3%. Untuk DKI Jakarta, prevalensi

gizi kurang pada anak laki-laki

sebesar 14,9% dan untuk anak

perempuan sebesar 10,6%.

Prevalensi gizi lebih tertinggi

terdapat di Provinsi Papua Barat

14,4% dan prevalensi terendah

sebesar 2,1% terdapat di provinsi

Maluku. Untuk DKI Jakarta,

prevalensi gizi lebih besar sebesar

12,8.

Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Hardinsyah (2013) yang me-

nyatakan bahwa hanya 10,6% dari

sarapan anak yang mencukupi energi

Page 5: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

>30% dan masih sangat kurangnya

pengetahuan anak-anak untuk

sarapan dengan makanan yang

beranekaragam. Penelitian yang

dilakukan Ningsih (2005) pada anak

kelas 4, 5, dan 6 di SDN 07 Pagi

Jakarta Timur, sebanyak 46,9%

responden menyatakan terbiasa

sarapan. Hasil penelitian Sofianita

(2012) di SDN 03, 04, 09, dan 10

Pondok Labu Jakarta Selatan

menunjukkan anak yang biasa

sarapan sebesar 71,7%. Hal ini

menunjukkan tidak semua anak

membiasakan sarapan dan hal ini

dapat berdampak dengan

terganggunya aktivitas dan fungsi

otak dalam mengikuti proses

pembelajaran dikelas. Penelitian

Cahya (2012) di SDN Rawamangun

01 Pagi Jakarta Timur pada siswa

kelas 4 dan 5, responden yang

memiliki kebiasaan makanan jajanan

sering, yaitu sebesar 53,3%

sedangkan sisanya (46,7%) memiliki

kebiasaan konsumsi makanan jajanan

tidak sering. Penelitian Syafitri, dkk

(2009) di SDN Lawanggintung 01

Kota Bogor pada siswa kelas 4 dan 5

menyebutkan bahwa konsumsi

makanan jajanan siswa sudah

melebihi 20% energi, yaitu sebesar

426 kkal. Makanan jajanan siswa

memberikan kontribusi terhadap total

konsumsi masing-masing sebesar 26

% energi, 18,8% protein, 22,9%

lemak. Hal ini menguatkan hasil

penelitian Ulya (2003) yang

dilakukan pada salah satu sekolah

dasar di Jakarta Timur menyebutkan

bahwa kontribusi makanan jajanan

terhadap konsumsi sehari siswa

berkisar antara 10-20%. Energi dari

makanan jajanan memberikan

kontribusi sebesar 23%, protein,

21,7% protein, 30,1% lemak, 19,5%.

Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui perbedaan status

gizi berdasarkan kebiasaan sarapan

dan jajan serta tingkat kecukupannya

pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN

Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta

Selatan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian

survey analitik dengan rancangan

potong lintang (cross sectional).

Penelitian dilaksanakan di SDN

Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan

dari bulan Januari sampai Juni 2016.

Populasi penelitian ini adalah siswa

kelas 4 dan 5 di Sekolah Dasar

Page 6: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

Negeri Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta

Selatan. Teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah stratified random sampling.

Data individu berupa umur,

jenis kelamin, dan kebiasaan sarapan

dan jajan dengan menggunakan

kuesioner. Tinggi badan dan berat

badan dikumpulkan dengan cara

mengukur langsung tinggi badan dan

berat badan anak dengan

menggunakan alat microtoise dan

timbangan injak. Untuk menghitung

Z-score anak, digunakan software

WHO Anthroplus. Data kecukupan

energi dilakukan dengan teknik

wawancara pada anak menggunakan

kuesioner recall 24 jam sebanyak 2

kali wawancara.

Pengolahan data dilakukan

menggunakan alat bantu komputer.

Data yang telah selesai dikumpulkan

kemudian akan diolah menggunakan

aplikasi komputer. Uji t tidak

berpasangan atau uji Mann-Whitney

digunakan untuk melihat perbedaan

diantara variabel-variabel

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis pada tabel 1

menunjukkan bahwa dari 150

responden siswa di SDN Pejaten

Barat 01 Pagi Jakarta Selatan

terdapat 46 % (69 responden )

berusia 10 tahun.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan

Sarapan, Jenis Makanan Sarapan, Kebiasaan Jajan, Jenis Makanan Jajanan,

Tingkat Kecukupan Energi Sarapan, Tingkat Kecukupan Energi Jajan Variabel n (%)

Usia (th)

09 Tahun

7

4,7

10 Tahun 69 46

11 Tahun

12 Tahun

65

9

43,3

6,0

Jenis Kelamin

Laki-Laki

78

52

Perempuan 72 48

Kebiasaan Sarapan

Jarang

84

56

Sering 66 44

Kebiasaan Jajan

Jarang

91

60,7

Sering 59 39,3

Page 7: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

Status Gizi

Kurang

9

6,0

Normal

Lebih

111

30

74,0

20,0

Tingkat Kecukupan Energi

Sarapan

Kurang

144

96

Baik 6

4

Tingkat Kecukupan Energi Jajan

Kurang

99

66

Baik 51

34

Hasil analisis dapat diketahui dari

total 150 responden menunjukkan

bahwa responden berusia 10 tahun

sebanyak 46%, dan terdapat 78

responden berjenis kelamin laki-laki

(52%), 72 responden berjenis

kelamin perempuan (48%).

Hasil analisis menunjukkan

kebiasaan sarapan pada responden di

SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta

Selatan memiliki kebiasaan sarapan

dengan kategori jarang sebanyak 84

orang (56%) dan terdapat sebanyak

66 orang (44%) responden dengan

kebiasaan sarapan dengan kategori

sering. Jenis kebiasaan sarapan

responden dalam satu minggu

terakhir yang paling sering dijadikan

sarapan oleh anak yaitu nasi dan lauk

pauk sebanyak 62 anak (41,3%),

sedangkan yang paling jarang

dijadikan sarapan oleh anak yaitu

berupa sereal sebanyak 3 anak

(2,0%).

Hasil analisis menunjukkan

kebiasaan sarapan pada responden di

SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta

Selatan memiliki kebiasaan jajan

jarang sebanyak 60,7% dan

responden yang memiliki kebiasaan

jajan sering sebesar 39,3%. 12 jenis

makanan jajanan yang paling sering

dikonsumsi yaitu sebanyak mie telor

(26%), sedangkan yang paling jarang

dikonsumsi yaitu memilih mie ayam

(0,7%).

Hasil analisis yang dilakukan

pada 150 siswa sekolah dasar Negeri

Pejaten Barat 01 Pagi didapat bahwa

rata –rata anak memiliki status gizi

normal yaitu -0,15 dengan status gizi

terendah ada sangat kurus yaitu -3,41

Page 8: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

SD serta status gizi tertinggi adalah

obesitas yaitu 3,67 SD.

Hasil analisis menunjukkan

tingkat kecukupan energi sarapan

pada responden di SDN Pejaten

Barat 01 Pagi Jakarta Selatan

menunjukkan bahwa kecukupan

energi sarapan pada siswa SDN

Pejaten Barat 01 Pagi sebagian besar

dalam kategori kurang sebesar 96 %

sedangkan tingkat kecukupan energi

jajan terlihat bahwa sebanyak 66%

responden yang tingkat kecukupan

energi jajan kurang dan terdapat 34%

responden dengan tingkat kecukupan

energi baik.

Tabel 2. Tabel Perbedaan Status Gizi Berdasarkan Kebiasaan Sarapan,

Kebiasaan Jajan, Tingkat kecukupan energi dan Tingkat Kecukupan Jajan

Variabel n p value

Perbedaan Status Gizi Berdasarkan

Kebiasaan Sarapan

Jarang

84

0,048

Sering 66

Perbedaan Status Gizi Berdasarkan

Kebiasaan Jajan

Jarang

91

0,466

Sering 59

Perbedaan Status Gizi Berdasarkan

Tingkat Kecukupan Energi Sarapa

Kurang

Baik

144

6

0,023

Perbedaan Status Gizi Berdasarkan

Tingkat Kecukupan Energi Jajan

Kurang

Baik

99

51

0,236

Hasil uji non parametrik mann-

whitney menunjukkan nilai p=0,048

(p<0,05). Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan

bermakna antara status gizi

berdasarkan kebiasan sarapan pada

siswa kelas 4 dan 5 di SDN Pejaten

Barat 01 Pagi Jakarta Selatan.

Hasil penelitian tersebut tidak

sejalan dengan penelitian Ulfha

Page 9: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

Permata Ariesta hasil uji statistik

penelitian ini menunjukkan tidak ada

perbedaan antara sarapan pagi dan

status gizi (p=0,800). Kemungkinan

hal ini terjadi karena

hubungan/perbedaan antara

kebiasaan sarapan dengan status gizi

tidak hanya ditentukan dari frekuensi

sarapan saja namun juga dipengaruhi

jenis dan porsi makanan yang

dimakan saat sarapan pagi.

Walaupun responden sering sarapan,

namun apabila jenis makanan dan

porsi yang dihabiskan tidak

memenuhi gizi seimbang maka hal

ini tidak berpengaruh terhadap

peningkatan status gizi. Responden

tetap merasa lapar walaupun sudah

sarapan karena energi yang didapat

tidak mencukupi kebutuhan

energinya untuk aktifitas. Sehingga

tetap mengkonsumsi makanan

jajanan lain untuk mengisi

kekosongan lambung selama jam

pelajaran sekolah.

Nelson (1998) dalam Ariesta

(2013) mengatakan anak-anak usia

sekolah kerap kali mempunyai

kebiasaan makan tidak teratur, tidak

pada tempatnya, terutama sekali pada

waktu sarapan dan makan siang.

Kebiasaan makan yang tidak teratur

mengakibatkan kecukupan gizi

berkurang dan imunitas tubuh

menurun, sehingga dapat dikatakan

bahwa selain kebiasaan sarapan,

status gizi juga dipengaruhi dari

faktor lain antara lain hygiene yang

kurang, asupan gizi yang tidak

seimbang dengan kebutuhan anak,

penyakit infeksi pada anak,

pengetahuan keluarga dan letak

demografi atau tempat tinggal

keluarga.

Hasil uji non parametrik mann-

whitney menunjukkan nilai p=0,466

(p>0,05). Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa tidak ada

perbedaan bermakna antara status

gizi berdasarkan kebiasaan jajan

pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN

Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta

Selatan.

Hal ini sejalan dengan Ariesta

(2013) yang menunjukkan tidak ada

perbedaan bermakna antara

perbedaan status gizi dengan

kebiasan jajan. Tidak adanya

perbedaan antara status gizi dengan

kebiasaan jajan disebabkan oleh jenis

makanan yang hanya mengandung

karbohidrat saja atau gula saja maka

kebutuhan gizi mereka tidak akan

Page 10: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

terpenuhi, dan hal ini jelas

mempengaruhi status gizi anak,

selain itu banyak makanan jajanan

yang mengandung zat pengawet,

pewarna dan penyedap. Menurut

Survei yang dilakukan oleh BPOM

kota Depok terhadap anak sekolah

(2009) dalam Ariesta (2013),

mengemukakan bahwa pengguna

bahan tambahan pangan (BTP)

berbahaya dalam jangka panjang

dapat menyebabkan keracunan

bahkan penyakit kritis seperti kanker.

Hal ini tentu akan mempengaruhi

status gizi yang dibutuhkan oleh

tubuh, maka makanan tersebut baik

untuk memenuhi kebutuhan gizinya.

Pada penelitian di SDN

Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan

bahwa ada perbedaan bermakna

antara status gizi dengan tingkat

kecukupan energi sarapan pada siswa

kelas 4 dan 5 dengan hasil uji non

parametrik mann-whitney

menunjukkan nilai p=0,023 (p<0,05).

Berdasarkan hasil uji statistik

antara tingkat kecukupan energi

sarapan dengan status gizi anak

menunjukkan hasil terdapat adanya

tidak ada perbedaan yang bemakna

antara kecukupan energi sarapan

dengan status gizi anak nilai p =

0,023

Terdapat adanya perbedaan

status gizi berdasarkan kecukupan

energi sarapan. Hal ini sejalan

dengan penelitian Ariesta (2013)

mengenai hubungan kebiasaan

sarapan dan kebiasaan jajan dengan

status gizi pada anak Sekolah Dasar

11 Pagi Duri Kepa. Dengan variabel

asupan dikategorikan menjadi asupan

energi kurang (54,7%) dan energi

cukup (42,6%) dari hasil analisis

menggunakan uji T-test Independent

dan Uji Chi-Square , ada perbedaan

antara status gizi dengan asupan

energi memiliki nilai p= 0,034

(p>0,05). Dapat dilihat juga dari

anak sekolah yang memiliki asupan

energi yang belum memenuhi AKG

tetapi sebagian besar memiliki status

gizi normal.

Pada penelitian di SDN Pejaten

Barat 01 Pagi Jakarta Selatan bahwa

tidak ada perbedaan bermakna antara

status gizi dengan kecukupan energi

jajan pada siswa kelas 4 dan 5

dengan hasil uji non parametrik

mann-whitney menunjukkan nilai

p=0,236 (p>0,05).

Page 11: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

Berdasarkan hasil uji statistik

antara tingkat kecukupan energi jajan

dengan status gizi anak menunjukkan

hasil terdapat adanya tidak ada

perbedaan yang bemakna antara

tingkat kecukupan energi jajan

dengan status gizi anak nilai p =

0,236. Hal ini sejalan dengan

penelitian Ariesta (2013)

menggunakan uji korelasi diperoleh

nilai p=0,803 (p>0,05) berarti tidak

ada hubungan yang bermakna antara

asupan energi makanan jajanan

dengan status gizi anak sekolah dasar

Pola makan dari sebagian

besar responden telah mengandalkan

jajan sebagai pengganti makanan

utama non jajanan. Jika tidak

sarapan, maka mereka akan jajan di

sekolah. Asupan energi dari makanan

non jajanan juga kurang dari

kecukupan dan asupan energi lebih

banyak dari makanan jajanan. Dalam

hal ini belum ada pihak yang dapat

memberikan pengetahuan mengenai

pola makan sesuai dengan prinsip

gizi seimbang baik dalam bagian dari

mata pelajaran maupun dengan

penyuluhan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menunjukkan

ada perbedaan status gizi

berdasarkan kebiasaan sarapan

(p<0,05), Tidak ada perbedaan status

gizi berdasarkan kebiasaan jajan

(p>0,05). Ada perbedaan status gizi

berdasarkan tingkat kecukupan

energi sarapan (p<0,05). Tidak ada

perbedaan status gizi berdasarkan

tingkat kecukupan energi jajan

(p>0,05). Pada Siswa pihak sekolah

SDN Pejaten Barat 01 Pagi

membiasakan untuk sarapan agar

asupan zat gizi dapat terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad S, Waluyo, Fatimah Farissa.

(2011). Hubungan Kebiasan

Sarapan pagi dan Jajan

dengan Status Gizi

Sekolah Dasar di SDN

Kledokan Depok Sleman

Yogyakarta. Jurnal Respati.

Vol 5 (7): 144-158

Briawan Dodik, Ekayanti Ikeu,

Koerniawati Ratu Diah.

(2013). Pengaruh Media

Kampanye Sarapan Sehat

Terhadap Perubahan

Pengetahuan, Sikap, dan

Page 12: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

Kebiasaan Sarapan Anak

Sekolah Dasar di Kabupaten

Bogor.Jurnal Gizi dan

Pangan. Vol 8 (2): 115-122

Hardinsyah. (2013). Analisis jenis,

jumlah, dan mutu gizi

konsumsi sarapan anak

Indonesia. Jurnal Gizi

Pangan 8(1): 39-46

Hardinsyah. (2012). Kebiasaan

Sarapan Anak Indonesia

berdasarkan Data Riskesdas

2010. Jurnal Gizi dan

Pangan. Vol 7(4): 68-75

Hardinsyah. (2013). Analisis jenis,

jumlah, dan mutu gizi

konsumsi sarapan anak

Indonesia. Jurnal Gizi

Pangan. Vol 8(1):39-46

Meilinasari, Didit Damayanti, Titus

Priyono Harjatmo. (2009).

Hubungan Kebiasaan

Sarapan dengan Status Gizi

Murid Sdi Al-Azhar 6 Jaka

Permai Bekasi. Junal

Sanitas. Vol 10 (5) : 55-68

Sofianita, Nur Intania., Arini, Firlia

Ayu., Meiyetriani, Eflita.

(2015). Peran Pengetahuan

Gizi dalam Menentukan

Kebiasaan Sarapan Anak-

Anak Sekolah Dasar Negeri

di Pondok Labu. Jakarta

Selatan: Jurnal Gizi Pangan

Vol 10 (1) : 57-62

Sobaler AML. (2003) Relationship

Between Habitual Breakfast

And Intellectual Perfomance

(Logical Reasoning in Well-

Nourished School Children

Of Madrid (Spain). Eur J

Clin Nutr. 26(5):725-732

Ningsih S. (2005). Kebiasaan

Sarapan dan Faktor-faktor

yang Berhubungan Serta

Kaitannya dengan Prestasi

Belajar Siswa kelas IV, V,

VI SDN 07 Jakarta Timur

Tahun 2005. Jurnal Gizi dan

Pangan. Vol 9 (4): 43-60

Soedibyo S, Gunawan H. (2009).

Kebiasaan Sarapan di

Kalangan Anak Sekolah

Dasar di Poliklinik Umum

Departemen Ilmu Kesehatan

Anak. Jurnal Gizi dan

Pangan. Vol 11 (1) : 80-98

Sukiniarti. (2015). Kebiasaan Makan

Pagi Pada Anak Usia SD

dan Hubungannya dengan

Page 13: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

Tingkat Kesehatan dan

Prestasi Belajar. Jurnal

Pendidikan Biologi

Indonesia. Vol 1 (3): 315-

321

Syafitri Y, Syarief H & Baliwati Y

A. (2009). Kebiasaan Jajan

Siswa Sekolah Dasar ( Studi

Kasus di SDN

Lawanggintung 01 Kota

Bogor). Jurnal Gizi Pangan

Vol 4 (3) : 167-175

Utter, Jennifer et.al, (2007). At-

Home Breakfast

Consumption among New

Zeland Children :

Association With Body

Mass Index and Related

Nutrition Behavior. Journal

of American Dietetic

Assosiation: Jan 1997: 97,1,

ProQuest pg.23.

Page 14: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

PERBEDAAN STATUS GIZI BERDASARKAN KEBIASAAN SARAPAN

DAN JAJAN SERTA TINGKAT KECUKUPANNYA PADA SISWA

KELAS 4 DAN DI SDN PEJATEN BARAT 01 PAGI JAKARTA SELATAN

Astry Melissa Brata, Vitria Melani , Laras Sitoayu

Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul

Abstract

Breakfast and snacks have an important role in providing the energy needs of

schoolchild. According to The data of RISKESDAS 2010, in Indonesia there is

the prevalance of malnutrition in the age group 6-12 years, for men by 8,1% dan

for women 7,2%. To know the differences of nutrition status based on the

breakfast and snack habits as well as their adequacy in grade 4 dan 5 of SDN

Pejaten Barat I Pagi South of Jakarta. The type of reseacrh used in this study is an

analytical, sampling was taken with Cross Sectional design where data retrieval is

only performed on time. The total sample of 150 students with stratified

proportion sampling. Univariate data obtained mostly prevalent on male, average

10 years age, breakfast habits of children with less frequency as many as 84

people (56%), snack habits of children with less frequency as many as 91 people

(60,7%), the average nutritional status based on the value of Z score (-0,16±1,39),

energy sufficiency breakfast is less than 144 people (96%), and energy sufficiency

snack is less by 99 people (66%). There is a difference in nutritional status based

on the habits of breakfast (p=0,048), there was no difference in the nutritional

status based on the habit of eating snacks (p=0,466), there are differences in

nutritional status based on energy adequacy breakfast (p=0,023), there was no

difference in the nutritional status based on the sufficiency of energy snack

(p=0,236). There should be a counseling by health professionals on the

importance of breakfast and chose the healthy snack food.

Keywords : Breakfast habits, Habits of eating snacks, nutritional status

Page 15: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

ABSTRAK

Sarapan dan makanan jajanan mempunyai peranan penting dalam memenuhi

kebutuhan energi anak sekolah. Menurut data RISKESDAS tahun 2010 di

Indonesia terdapat prevalensi gizi kurang pada kelompok umur 6-12 tahun untuk

laki-laki sebesar 8,1% dan untuk perempuan 7,2%. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan serta

tingkat kecukupannya pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN Pejaten Barat 01 Pagi

Jakarta Selatan Tahun 2016. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah bersifat analitik, pengambilan sampel dengan desain Cross Sectional

dimana pengambilan data hanya dilakukan dalam satu waktu. Jumlah sampel

sebanyak 150 siswa dengan teknik stratified proporsi sampling. Data univariat

yang didapatkan yaitu terbanyak pada jenis kelamin laki-laki, umur rata-rata usia

10 tahun, kebiasaan sarapan anak dengan frekuensi kurang sebanyak 84 orang

(56%), kebiasaan jajan anak dengan frekuensi kurang sebanyak 91 orang

(60,7%), rata-rata status gizi berdasarkan nilai Z score (-0,16±1,39), kecukupan

energi sarapan adalah kurang sebanyak 144 orang (96%), dan kecukupan energi

jajan adalah kurang sebanyak 99 orang (66%). Ada perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan pagi (p=0,048), tidak ada perbedaan status gizi

berdasarkan kebiasaan jajan (p=0,466), ada perbedaan status gizi berdasarkan

kecukupan energi sarapan (p=0,023), dan tidak ada perbedaan status gizi

berdasarkan kecukupan energi jajan (p=0,236). Perlu diadakan penyuluhan oleh

tenaga kesehatan tentang pentingnya sarapan dan memilih makanan jajanan yang

sehat.

Kata Kunci : Kebiasaan Sarapan, Kebiasaan Jajan, dan Status Gizi

PENDAHULUAN

Tujuan utama pembangunan

nasional adalah peningkatan kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) yang

dilakukan secara berkelanjutan.

Upaya peningkatan kualitas SDM

dimulai dengan perhatian utama pada

proses tumbuh kembang anak sejak

pembuahan sampai dewasa muda.

Pada masa tumbuh kembang ini,

pemenuhan kebutuhan dasar anak

seperti pemberian makan yang

bergizi dapat diberikan dengan penuh

kasih sayang agar menghasilkan

SDM yang sehat, cerdas dan

produktif (Ahmad S, Waluyo, Fatima

F 2011).

Sarapan adalah kunci pembuka

aktivitas seseorang sepanjang hari.

Setiap orang tentu saja membutuhkan

energi untuk beraktivitas di pagi hari

dan energi itu hanya bisa diperoleh

jika sarapan. Terdapat berbagai

alasan yang sering kali menyebabkan

anak tidak sarapan pagi. Ada yang

Page 16: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

merasa waktu terbatas karena jarak

sekolah cukup jauh, terlambat

bangun pagi atau tidak selera untuk

sarapan pagi. Kebiasaan tidak

sarapan akan meningkatkan peluang

anak sekolah untuk lebih sering

mengkonsumsi makanan jajanan

(Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011).

Sarapan bagi anak sekolah

sangatlah penting, karena di waktu

sekolah umumnya aktivitas yang

dilakukan membutuhkan lebih

banyak energi yang cukup besar

seperti bermain dan olahraga.

Stamina anak agar tetap terjaga

selama mengikuti kegiatan sekolah

maupun kegiatan ekstrakurikuler,

maka anak perlu ditunjang dengan

makanan yang bergizi dan

berkualitas. Tanpa sarapan pagi,

dapat menurunkan kadar gula darah

sehingga penyaluran energi

berkurang untuk kerja otak. Untuk

mempertahankan kadar gula normal,

tubuh memecah simpanan glikogen.

Bila cadangan habis, tubuh akan

kesulitan memasok jatah energi dari

gula darah ke otak, yang akhirnya

menyebabkan badan gemetar, cepat

lelah dan gairah belajar menurun

(Ahmad S, Waluyo, Fatima F 2011).

Kebiasaan makan pagi

termasuk ke dalam salah satu 10

pesan dasar gizi seimbang. Bagi anak

sekolah, makan pagi dapat

meningkatkan konsentrasi belajar

dan memudahkan menyerap

pelajaran sehingga meningkatkan

prestasi belajar (Pedoman Gizi

Seimbang, 2014). Sarapan dapat

menyumbang seperempat dari

kebutuhan gizi sehari yaitu sekitar

450-500 kalori dengan 8-9 gram

protein. Selain kandungan gizinya

cukup, bentuk sarapan sebaiknya

juga disukai anak-anak dan praktis

pembuatannya (Muhilal &

Damayanti, 2006).

Kebiasaan jajan pada anak

sekolah merupakan hal yang tidak

asing lagi, karena anak sekolah

menghabiskan waktu sekitar 5 jam di

sekolah, maka makanan jajanan

memiliki kontribusi yang cukup

berperan dalam memenuhi

kebutuhan zat gizi anak. Sebagian

besar waktunya lebih banyak

dihabiskan di luar rumah. Anak

apabila sedang lapar lebih suka jajan

daripada pulang ke rumah untuk

makan. Hal ini tidak berakibat

negatif apabila anak dapat memilih

makanan jajanan yang nilai gizinya

Page 17: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

baik dan terjaga kebersihannya

(Puspitasari et al, 1992 dalam Ariesta

2013). Kelompok usia anak sekolah

dasar memerlukan energi sekitar

1500-2000 kilokalori setiap hari.

Energi sebanyak itu dapat diperoleh

dari makanan yang disediakan di

rumah dan dari makanan jajanan

(Muhilal, 1998 dalam Ulya,N 2013).

Kontribusi makanan jajanan

sebaiknya tidak dihilangkan dari

konsumsi harian, karena memberikan

sumbangan yang cukup berarti.

Makanan jajanan juga dapat

dijadikan salah satu alternatif

pemenuhan sumber zat gizi yang

kurang dari konsumsi hariannya.

Sebaiknya makanan jajanan yang

dikonsumsi menyumbangkan 10-

20% energi atau sebesar 192-384

kkal (Syafitri Y, Syarief H &

Baliwati Y A. 2009).

Masalah gizi pada anak dapat

diatasi melalui perbaikan pola makan

di rumah dan di sekolah, dengan

menekankan pentingnya

membiasakan sarapan pagi sebelum

berangkat sekolah dan melakukan

jajanan sehat. Masalah gizi utama

yang banyak dihadapi oleh anak

sekolah adalah gizi kurang yang

secara umum disebabkan oleh

adanya kekurangan asupan energi

dan protein (Syafitri Y, Syarief H &

Baliwati Y A. 2009).

Menurut Data Riskesdas

(2010) di Indonesia terdapat

prevalensi gizi kurang pada

kelompok umur 6-12 tahun untuk

laki-laki sebesar 8,1% dan untuk

perempuan sebesar 7,2%. Untuk

prevalensi gizi lebih pada umur 6-12

tahun untuk laki-laki sebesar 10,7 %

dan untuk perempuan sebesar 7,7%.

Prevalensi gizi kurang tertinggi

terdapat di provinsi Nusa Tenggara

Barat (NTB) sebesar 12,4% dan

prevalensi gizi kurang terendah

terdapat di Provinsi Papua sebesar

4,3%. Untuk DKI Jakarta, prevalensi

gizi kurang pada anak laki-laki

sebesar 14,9% dan untuk anak

perempuan sebesar 10,6%.

Prevalensi gizi lebih tertinggi

terdapat di Provinsi Papua Barat

14,4% dan prevalensi terendah

sebesar 2,1% terdapat di provinsi

Maluku. Untuk DKI Jakarta,

prevalensi gizi lebih besar sebesar

12,8.

Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Hardinsyah (2013) yang me-

nyatakan bahwa hanya 10,6% dari

sarapan anak yang mencukupi energi

Page 18: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

>30% dan masih sangat kurangnya

pengetahuan anak-anak untuk

sarapan dengan makanan yang

beranekaragam. Penelitian yang

dilakukan Ningsih (2005) pada anak

kelas 4, 5, dan 6 di SDN 07 Pagi

Jakarta Timur, sebanyak 46,9%

responden menyatakan terbiasa

sarapan. Hasil penelitian Sofianita

(2012) di SDN 03, 04, 09, dan 10

Pondok Labu Jakarta Selatan

menunjukkan anak yang biasa

sarapan sebesar 71,7%. Hal ini

menunjukkan tidak semua anak

membiasakan sarapan dan hal ini

dapat berdampak dengan

terganggunya aktivitas dan fungsi

otak dalam mengikuti proses

pembelajaran dikelas. Penelitian

Cahya (2012) di SDN Rawamangun

01 Pagi Jakarta Timur pada siswa

kelas 4 dan 5, responden yang

memiliki kebiasaan makanan jajanan

sering, yaitu sebesar 53,3%

sedangkan sisanya (46,7%) memiliki

kebiasaan konsumsi makanan jajanan

tidak sering. Penelitian Syafitri, dkk

(2009) di SDN Lawanggintung 01

Kota Bogor pada siswa kelas 4 dan 5

menyebutkan bahwa konsumsi

makanan jajanan siswa sudah

melebihi 20% energi, yaitu sebesar

426 kkal. Makanan jajanan siswa

memberikan kontribusi terhadap total

konsumsi masing-masing sebesar 26

% energi, 18,8% protein, 22,9%

lemak. Hal ini menguatkan hasil

penelitian Ulya (2003) yang

dilakukan pada salah satu sekolah

dasar di Jakarta Timur menyebutkan

bahwa kontribusi makanan jajanan

terhadap konsumsi sehari siswa

berkisar antara 10-20%. Energi dari

makanan jajanan memberikan

kontribusi sebesar 23%, protein,

21,7% protein, 30,1% lemak, 19,5%.

Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui perbedaan status

gizi berdasarkan kebiasaan sarapan

dan jajan serta tingkat kecukupannya

pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN

Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta

Selatan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian

survey analitik dengan rancangan

potong lintang (cross sectional).

Penelitian dilaksanakan di SDN

Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan

dari bulan Januari sampai Juni 2016.

Populasi penelitian ini adalah siswa

kelas 4 dan 5 di Sekolah Dasar

Page 19: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

Negeri Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta

Selatan. Teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah stratified random sampling.

Data individu berupa umur,

jenis kelamin, dan kebiasaan sarapan

dan jajan dengan menggunakan

kuesioner. Tinggi badan dan berat

badan dikumpulkan dengan cara

mengukur langsung tinggi badan dan

berat badan anak dengan

menggunakan alat microtoise dan

timbangan injak. Untuk menghitung

Z-score anak, digunakan software

WHO Anthroplus. Data kecukupan

energi dilakukan dengan teknik

wawancara pada anak menggunakan

kuesioner recall 24 jam sebanyak 2

kali wawancara.

Pengolahan data dilakukan

menggunakan alat bantu komputer.

Data yang telah selesai dikumpulkan

kemudian akan diolah menggunakan

aplikasi komputer. Uji t tidak

berpasangan atau uji Mann-Whitney

digunakan untuk melihat perbedaan

diantara variabel-variabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis pada tabel 1

menunjukkan bahwa dari 150

responden siswa di SDN Pejaten

Barat 01 Pagi Jakarta Selatan

terdapat 46 % (69 responden )

berusia 10 tahun.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan

Sarapan, Jenis Makanan Sarapan, Kebiasaan Jajan, Jenis Makanan Jajanan,

Tingkat Kecukupan Energi Sarapan, Tingkat Kecukupan Energi Jajan Variabel n (%)

Usia (th)

09 Tahun

7

4,7

10 Tahun 69 46

11 Tahun

12 Tahun

65

9

43,3

6,0

Jenis Kelamin

Laki-Laki

78

52

Perempuan 72 48

Kebiasaan Sarapan

Jarang

84

56

Sering 66 44

Kebiasaan Jajan

Jarang

91

60,7

Sering 59 39,3

Page 20: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

Status Gizi

Kurang

9

6,0

Normal

Lebih

111

30

74,0

20,0

Tingkat Kecukupan Energi

Sarapan

Kurang

144

96

Baik 6

4

Tingkat Kecukupan Energi Jajan

Kurang

99

66

Baik 51

34

Hasil analisis dapat diketahui

dari total 150 responden

menunjukkan bahwa responden

berusia 10 tahun sebanyak 46%, dan

terdapat 78 responden berjenis

kelamin laki-laki (52%), 72

responden berjenis kelamin

perempuan (48%).

Hasil analisis menunjukkan

kebiasaan sarapan pada responden di

SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta

Selatan memiliki kebiasaan sarapan

dengan kategori jarang sebanyak 84

orang (56%) dan terdapat sebanyak

66 orang (44%) responden dengan

kebiasaan sarapan dengan kategori

sering. Jenis kebiasaan sarapan

responden dalam satu minggu

terakhir yang paling sering dijadikan

sarapan oleh anak yaitu nasi dan lauk

pauk sebanyak 62 anak (41,3%),

sedangkan yang paling jarang

dijadikan sarapan oleh anak yaitu

berupa sereal sebanyak 3 anak

(2,0%).

Hasil analisis menunjukkan

kebiasaan sarapan pada responden di

SDN Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta

Selatan memiliki kebiasaan jajan

jarang sebanyak 60,7% dan

responden yang memiliki kebiasaan

jajan sering sebesar 39,3%. 12 jenis

makanan jajanan yang paling sering

dikonsumsi yaitu sebanyak mie telor

(26%), sedangkan yang paling jarang

dikonsumsi yaitu memilih mie ayam

(0,7%).

Hasil analisis yang dilakukan

pada 150 siswa sekolah dasar Negeri

Pejaten Barat 01 Pagi didapat bahwa

rata –rata anak memiliki status gizi

normal yaitu -0,15 dengan status gizi

Page 21: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

terendah ada sangat kurus yaitu -3,41

SD serta status gizi tertinggi adalah

obesitas yaitu 3,67 SD.

Hasil analisis menunjukkan

tingkat kecukupan energi sarapan

pada responden di SDN Pejaten

Barat 01 Pagi Jakarta Selatan

menunjukkan bahwa kecukupan

energi sarapan pada siswa SDN

Pejaten Barat 01 Pagi sebagian besar

dalam kategori kurang sebesar 96 %

sedangkan tingkat kecukupan energi

jajan terlihat bahwa sebanyak 66%

responden yang tingkat kecukupan

energi jajan kurang dan terdapat 34%

responden dengan tingkat kecukupan

energi baik.

Tabel 2. Tabel Perbedaan Status Gizi Berdasarkan Kebiasaan Sarapan, Kebiasaan

Jajan, Tingkat kecukupan energi dan Tingkat Kecukupan Jajan

Variabel n p value

Perbedaan Status Gizi Berdasarkan

Kebiasaan Sarapan

Jarang

84

0,048

Sering 66

Perbedaan Status Gizi Berdasarkan

Tingkat Kecukupan Energi Sarapan

Kurang

Baik

144

6

0,023

Hasil uji non parametrik

mann-whitney menunjukkan nilai

p=0,048 (p<0,05). Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa ada

perbedaan bermakna antara status

gizi berdasarkan kebiasan sarapan

pada siswa kelas 4 dan 5 di SDN

Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta

Selatan.

Hasil penelitian tersebut tidak

sejalan dengan penelitian Ulfha

Permata Ariesta hasil uji statistik

penelitian ini menunjukkan tidak ada

perbedaan antara sarapan pagi dan

status gizi (p=0,800). Kemungkinan

hal ini terjadi karena

hubungan/perbedaan antara

kebiasaan sarapan dengan status gizi

tidak hanya ditentukan dari frekuensi

sarapan saja namun juga dipengaruhi

jenis dan porsi makanan yang

dimakan saat sarapan pagi.

Walaupun responden sering sarapan,

namun apabila jenis makanan dan

Page 22: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

porsi yang dihabiskan tidak

memenuhi gizi seimbang maka hal

ini tidak berpengaruh terhadap

peningkatan status gizi. Responden

tetap merasa lapar walaupun sudah

sarapan karena energi yang didapat

tidak mencukupi kebutuhan

energinya untuk aktifitas. Sehingga

tetap mengkonsumsi makanan

jajanan lain untuk mengisi

kekosongan lambung selama jam

pelajaran sekolah.

Nelson (1998) dalam Ariesta

(2013) mengatakan anak-anak usia

sekolah kerap kali mempunyai

kebiasaan makan tidak teratur, tidak

pada tempatnya, terutama sekali pada

waktu sarapan dan makan siang.

Kebiasaan makan yang tidak teratur

mengakibatkan kecukupan gizi

berkurang dan imunitas tubuh

menurun, sehingga dapat dikatakan

bahwa selain kebiasaan sarapan,

status gizi juga dipengaruhi dari

faktor lain antara lain hygiene yang

kurang, asupan gizi yang tidak

seimbang dengan kebutuhan anak,

penyakit infeksi pada anak,

pengetahuan keluarga dan letak

demografi atau tempat tinggal

keluarga.

Pada penelitian di SDN

Pejaten Barat 01 Pagi Jakarta Selatan

bahwa ada perbedaan bermakna

antara status gizi dengan tingkat

kecukupan energi sarapan pada siswa

kelas 4 dan 5 dengan hasil uji non

parametrik mann-whitney

menunjukkan nilai p=0,023 (p<0,05).

Berdasarkan hasil uji statistik

antara tingkat kecukupan energi

sarapan dengan status gizi anak

menunjukkan hasil terdapat adanya

ada perbedaan yang bemakna antara

kecukupan energi sarapan dengan

status gizi anak nilai p = 0,023

Hal ini sejalan dengan

penelitian Ariesta (2013) mengenai

hubungan kebiasaan sarapan dan

kebiasaan jajan dengan status gizi

pada anak Sekolah Dasar 11 Pagi

Duri Kepa. Dengan variabel asupan

dikategorikan menjadi asupan energi

kurang (54,7%) dan energi cukup

(42,6%) dari hasil analisis

menggunakan uji T-test Independent

dan Uji Chi-Square , ada perbedaan

antara status gizi dengan asupan

energi memiliki nilai p= 0,034

(p>0,05). Dapat dilihat juga dari

anak sekolah yang memiliki asupan

energi yang belum memenuhi AKG

Page 23: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

tetapi sebagian besar memiliki status

gizi normal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menunjukkan

ada perbedaan status gizi

berdasarkan kebiasaan sarapan

(p<0,05), Ada perbedaan status gizi

berdasarkan tingkat kecukupan

energi sarapan (p<0,05). Pada Siswa

pihak sekolah SDN Pejaten Barat 01

Pagi membiasakan untuk sarapan

agar asupan zat gizi dapat terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad S, Waluyo, Fatimah Farissa.

(2011). Hubungan Kebiasan

Sarapan pagi dan Jajan

dengan Status Gizi

Sekolah Dasar di SDN

Kledokan Depok Sleman

Yogyakarta. Jurnal Respati.

Vol 5 (7): 144-158

Briawan Dodik, Ekayanti Ikeu,

Koerniawati Ratu Diah.

(2013). Pengaruh Media

Kampanye Sarapan Sehat

Terhadap Perubahan

Pengetahuan, Sikap, dan

Kebiasaan Sarapan Anak

Sekolah Dasar di Kabupaten

Bogor.Jurnal Gizi dan Pangan. Vol

8 (2): 115-122

Hardinsyah. (2013). Analisis jenis,

jumlah, dan mutu gizi

konsumsi sarapan anak

Indonesia. Jurnal Gizi

Pangan 8(1): 39-46

Hardinsyah. (2012). Kebiasaan

Sarapan Anak Indonesia

berdasarkan Data Riskesdas

2010. Jurnal Gizi dan

Pangan. Vol 7(4): 68-75

Hardinsyah. (2013). Analisis jenis,

jumlah, dan mutu gizi

konsumsi sarapan anak

Indonesia. Jurnal Gizi

Pangan. Vol 8(1):39-46

Meilinasari, Didit Damayanti, Titus

Priyono Harjatmo. (2009).

Hubungan Kebiasaan

Sarapan dengan Status Gizi

Murid Sdi Al-Azhar 6 Jaka

Permai Bekasi. Junal

Sanitas. Vol 10 (5) : 55-68

Page 24: perbedaan status gizi berdasarkan kebiasaan sarapan dan jajan ...

Sofianita, Nur Intania., Arini, Firlia

Ayu., Meiyetriani, Eflita.

(2015). Peran Pengetahuan

Gizi dalam Menentukan

Kebiasaan Sarapan Anak-

Anak Sekolah Dasar Negeri

di Pondok Labu. Jakarta

Selatan: Jurnal Gizi Pangan

Vol 10 (1) : 57-62

Sobaler AML. (2003) Relationship

Between Habitual Breakfast

And Intellectual Perfomance

(Logical Reasoning in Well-

Nourished School Children

Of Madrid (Spain). Eur J

Clin Nutr. 26(5):725-732

Ningsih S. (2005). Kebiasaan

Sarapan dan Faktor-faktor

yang Berhubungan Serta

Kaitannya dengan Prestasi

Belajar Siswa kelas IV, V,

VI SDN 07 Jakarta Timur

Tahun 2005. Jurnal Gizi dan

Pangan. Vol 9 (4): 43-60

Soedibyo S, Gunawan H. (2009).

Kebiasaan Sarapan di

Kalangan Anak Sekolah

Dasar di Poliklinik Umum

Departemen Ilmu Kesehatan

Anak. Jurnal Gizi dan

Pangan. Vol 11 (1) : 80-98

Sukiniarti. (2015). Kebiasaan Makan

Pagi Pada Anak Usia SD

dan Hubungannya dengan

Tingkat Kesehatan dan

Prestasi Belajar. Jurnal

Pendidikan Biologi

Indonesia. Vol 1 (3): 315-

321

Syafitri Y, Syarief H & Baliwati Y

A. (2009). Kebiasaan Jajan

Siswa Sekolah Dasar ( Studi

Kasus di SDN

Lawanggintung 01 Kota

Bogor). Jurnal Gizi Pangan

Vol 4 (3) : 167-175

Utter, Jennifer et.al, (2007). At-

Home Breakfast

Consumption among New

Zeland Children :

Association With Body

Mass Index and Related

Nutrition Behavior. Journal

of American Dietetic

Assosiation: Jan 1997: 97,1,

ProQuest pg.23.